Ceritasilat Novel Online

Asmara Berdarah 39


Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo Bagian 39



"Takkk..."

   Anak panah itu terpukul batu dan mencelat jauh keluar batu patkwa. Wajah Sui Cin menjadi agak pucat dan wajah tiga orang pemuda itupun diliputi ketegangan.

   "Sungguh berbahaya!"

   Kata Cia Sun.

   "Biarlah aku yang sekarang mencobanya, harap kalian suka menjaga baik-baik."

   Tanpa menanti jawaban, diapun menghampiri bagian segi yang tadi dilalui Ci Kang. Seperti juga Ci Kang, dia berhasil naik sampai ke dalam kotak kedua dan di sini,

   Dengan hati-hati dia menggunakan ujung kakinya menekan kotak yang kanan dari kotak yang terbagi dua itu dan ternyata di sini aman, tidak seperti di bagian kiri yang tadi menyemburkan anak panah. Dua orang pemuda lain memandang penuh ketegangan. Di depan kotak ketiga yang terbagi dua itupun terdapat kotak yang terbagi dua. Satu segi dari batu patkwa itu terbagi menjadi lima kotak dengan garis melintang dan di bagian yang dilalui Cia Sun itu kotak ketiga dan keempat terbagi menjadi dua. Di sini Cia Sun menjadi ragu lagi. Kotak mana yang harus dilaluinya. Dia sudah dekat dengan Sui Cin, akan tetapi belum dapat menjangkau ke depan untuk melepaskan belenggu pada kedua pergelangan lengan gadis itu. Dia masih harus melalui dua bagian lagi ke depan. Dengan hati-hati dan secara untung-untungan, kakinya menginjak bagian kanan dari kotak yang terbagi dua itu.

   "Blarrr..."

   Bagian itu terbuka dan dengan desis yang mengerikan, keluarlah dua ekor ular sendok yang agaknya sudah kelaparan karena dua ekor ular itu tiba-tiba menyerang ke arah Cia Sun dan Sui Cin. Dalam keadaan berdiri dengan sebelah kaki seperti itu, tentu saja Cia Sun tidak dapat melawan serangan ular dan menghindarkan diri, dia melempar tubuh ke belakang seperti yang dilakukan oleh Ci Kang tadi. Akan tetapi, Ci Kang dan Hui Song yang sudah siap siaga, menggerakkan tangan dan dua buah batu menghantam dua ekor ular itu sehingga dua binatang berbisa itu terlempar jauh dengan kepala hancur oleh dua buah batu yang disambitkan dengan kekuatan besar itu. Kini mereka bertiga saling pandang dengan muka pucat.

   "Berbahaya sekali!"

   Kata Cia Sun.

   "Sungguh tidak mungkin menghampiri Sui Cin melalui atas batu patkwa, terlalu berbahaya baginya, harus dicari jalan lain."

   "Aku tahu,"

   Kata Hui Song "Aku akan meloncat ke atas tiang itu. Dengan demikian aku akan melewati batu patkwa dan dari atas tiang, aku dapat membebaskan belenggu yang mengikat kedua pergelangan tangan Sui Cin."

   "Jangan, Song-ko, terlalu berbahaya. Bagaimana kalau sampai engkau terjebak dan celaka?"

   Seru Sui Cin penuh kekhawatiran. Bukan main gembiranya rasa hati Hui Song mendengar dan melibat kekhawatiran gadis itu. Mungkinkah Sui Cin begitu mengkhawatirkan keselamatan dirinya karena mencintanya?

   "Ah, apa artinya malapetaka bagiku, Cin-moi? Yang penting asal engkau selamat dan bebas dari tempat ini!"

   Setelah berkata demikian, dengan penuh semangat karena terdorong rasa gembiranya, Hui Song sudah meloncat ke atas. Bagaikan seekor burung garuda yang besar, dia melayang ke arah tiang di tengah batu patkwa dan hinggap di puncak tiang itu. Akan tetapi, begitu kedua kakinya menginjak tiang, tiba-tiba terdengar suara keras dan tiang itupun berputar dengan cepat sekali, membawa tubuh Sui Cin dan Hui Song berputaran dengan cepat. Karena Sui Cin tidak dapat bergerak, kedua pergelangan tangannya diikat di belakang tiang, ia merasa ngeri dan hanya memejamkan kedua matanya, menanti datangnya maut yang mungkin tak dapat dihindarkannya lagi. Tubuh Hui Song yang berdiri di atas tiang dengan sebelah kaki, berpusing dengan amat cepatnya pula.

   Pemuda inipun bingung sekali karena dia tidak mungkin dapat menghentikan gerakan tiang yang berputar dengan amat cepatnya itu, yang membawa tubuhnya berpusing seperti kitiran. Betapapun pandainya, mana mungkin dia dapat menggunakan tenaga untuk melawan perputaran tiang. Yang membingungkan hatinya adalah karena dia memikirkan keselamatan gadis yang dicintanya, yang juga berpusing di sebelah bawahnya. Dia tidak begitu memperhatikan dirinya sendiri, akan tetapi lebih mengkhawatirkan keselamatan Sui Cin. Semua orang yang berada di luar batu patkwa juga terbelalak bingung. Kalau tiang itu tidak cepat dapat dihentikan, kalau kedua orang itu terus berpusing seperti itu cepatnya, akan berbahayalah keadaan mereka. Orang akan dapat tewas hanya karena diputar secepat itu, atau setidaknya akan gila karena ketakutan.

   "Hui Song, cepat meloncat turun!"

   Tiba-tiba Ci Kang membentak dan nyaring. Dia tidak ingat lagi akan segala ketidaksenangan hatinya dan menyebut nama Hui Song begitu saja di luar kesadarannya, saking gelisahnya melihat Sui Cin dan Hui Song berpusing seperti itu.

   Barulah Cia Sun teringat dan iapun cepat meneriaki Hui Song agar segera meloncat turun. Tadinya, Hui Song sendiri tidak sadar dan mengambil keputusan untuk mati bersama Sui Cin. Akan tetapi, mendengar teriakan-teriakan kedua orang pemuda di bawah itu, teringatlah dia bahwa berpusingnya tiang karena terinjak olehnya dan besar sekali kemungkinan tiang itu akan berhenti kalau tidak diinjak. Akan tetapi, meloncat turun sampai di luar batu patkwa dalam keadaan berputar secepat itu bukanlah hal yang mudah dan tidak berbahaya. Betapapun juga, teringat akan keselamatan Sui Cin, dia tidak memperdulikan lagi bahaya apapun yang akan mengancamnya dan setelah mengumpulkan tenaga, tiba-tiba saja tubuhnya meloncat meninggalkan tiang.

   Tentu saja dia tidak dapat mempergunakan perhitungan karena pandang matanya sudah kabur dan dia tidak dapat melihat ke arah mana dia melompat. Bayangan kedua orang pemuda di luar batu patkwa itupun sudah tidak nampak olehnya saking cepatnya tubuhnya berpusing. Begitu tubuhnya meloncat terlepas dari tiang, tubuh itu terbawa oleh tenaga dorongan ketika berpusing itu dan loncatannya menjadi jauh sekali! Tubuhnya seperti sebuah batu dilemparkan dengan tenaga raksasa. Kalau bukan Hui Song yang berkepandaian tinggi, tentu akan celakalah orang yang dilontarkan seperti itu. Akan tetapi Hui Song tidak kehilangan ketenangannya sehingga dalam keadaan yang amat berbahaya itu dia dapat mengambil tindakan tepat.

   Dia cepat mengerahkan tenaganya dan dengan gerakan kaki tangannya dia mampu meloncat jungkir balik sedemikian rupa sehingga tubuhnya melayang ke atas dan dorongan tenaga berpusing tadipun dapat dihindarkan. Tubuhnya masih berjungkir balik beberapa kali kemudian meluncur turun dan dia dapat hinggap ke atas tanah dengan selamat, walaupun mukanya menjadi pucat sekali dan tubuhnya basah oleh peluh. Ketika memandang, kepalanya pening dan dia memejamkan mata sebentar, mengumpulkan hawa murni dan akhirnya dia dapat menguasai keadaannya. Dibukanya matanya dan ternyata dia telah terlempar sampai puluhan meter jauhnya! Dia melihat betapa tiang itu masih berputar, akan tetapi tidak cepat lagi dan perlahan-lahan berhenti. Tubuh Sui Cin masih terikat dan gadis itu nampak lemas, kepalanya terkulai dan matanya terpejam. Gadis itu telah jatuh pingsan!

   "Cin-moi..."

   Hui Song berseru dengan hati penuh kegelisahan dan dia berlompatan menuju ke batu patkwa itu.

   "Ia tidak apa-apa, hanya pingsan. Pernapasannya berjalan seperti biasa,"

   Kata Cia Sun.

   "Untung ia pingsan, itu lebih baik bagi syarafnya,"

   Sambung Ci Kang. Hui Song memandang penuh perhatian dan hatinyapun lega. Memang gadis itu hanya pingsan, dan kini tiang itu telah berbenti sama sekali seperti tadi. Kiranya kalau tiang itu diinjak atau disentuh dari atas, ada alat yang menggerakkannya sehingga berputar sampai dia dan Sui Cin tidak kuat lagi. Sungguh berbahaya!

   "Aihh, bagaimana kita dapat membebaskannya?"

   Dia mengeluh khawatir.

   "Kita harus berhati-hati. Agaknya Raja Iblis sengaja menggunakan Sui Cin sebagai umpan agar para penolong celaka,"

   Kata Cia Sun.

   "Atau dia sengaja memancing para pendekar agar berkumpul di sini dengan maksud-maksud tertentu. Dia tentu tidak jauh dari sini. Kalau kita bisa menemukan Hui Cu, tentu gadis itu dapat memberi tahu kepada kita rahasis batu patkwa ini,"

   Kata Ci Kang.

   "Aku tidak perduli Iblis itu menggunakan siasat apapun, aku tidak perduli siapa celaka asal dapat membebaskan Cin-moi!"

   Kata Hui Song penuh nafsu. Cia Sun mengerutkan alisnya.

   "Membebaskan Sui Cin memang amat penting, akan tetapi keselamatan orang lain juga penting,"

   Katanya seperti kepada diri sendiri. Ci Kang diam saja dan Hui Song sadar betapa dia terlalu mementingkan keselamatan Sui Cin saja sehingga meremehkan keselamatan orang lain.

   "Maksudku, aku tidak perduli aku celaka atau mati sekalipun asalkan ia dapat diselamatkan dan dibebaskan dari situ,"

   Katanya lagi. Pada saat itu terdengar suara keluhan dan mereka bertiga cepat mengangkat muka memandang kepada Sui Cin yang baru saja siuman. Gadis itu membuka matanya dan segera menutupkannya kembali. Seperti juga Hui Song tadi, ia merasa betapa sekelilingnya masih berpusing.

   "Kumpulkan hawa murni, Cin-moi, sebentar juga pening itu akan hilang,"

   Kata Hui Song. Mendengar suara Hui Song, legalah hati Sui Cin. Tadi ia sudah merasa khawatir sekali akan nasib Hui Song. Ia yang terbelenggu pada tiang saja, merasa berpusing sedemikian cepatnya dan ia mengkhawatirkan Hui Song yang juga ikut terputar di atasnya. Ia lalu menarik napas panjang berkali-kali, mengumpulkan hawa murni dan akhirnya ia dapat menguasai dirinya dan membuka matanya.

   "Kalian berhati-hatilah, jangan gegabah,"

   Katanya.

   "Jangan sampai menolongku gagal, kalian malah tertimpa bahaya."

   Ia mengangkat mukanya memandang ke depan dan tiba-tiba gadis itu berkata.

   "Ah, siapa yang datang itu...?"

   Tiga orang muda itu memandang dan mereka mangerutkan alis. Dari jauh, di atas sebuah bukit, nampak dua sosok bayangan besar dan kecil bergerak cepat sekali menuruni bukit itu menuju ke arah mereka.

   "Hemm, kalau itu Raja dan Ratu Iblis yang datang, aku akan mengadu nyawa dengan mereka!"

   Kata Hui Song mengepal tinju.

   "Raja Iblis tidak segendut itu!"

   Kata Ci Kang.

   "Dan yang seorang lagi itu terlalu pendek untuk menjadi Ratu Iblis,"

   Kata Cia Sun.

   "Heiii, itu suhu... tak salah lagi, itu suhu Wuyi Lojin!"

   Kata Sui Cin dengan suara gembira.

   "Dan yang gendut itu adalah suhu Siangkiang Lojin!"

   Hui Song juga berseru girang ketika mengenal kakek gendut botak itu. Dan memang benarlah. Setelah tiba dekat, ternyata mereka adalah dua orang kakek aneh sakti yang pernah menggembleng Sui Cin dan Hui Song selama tiga tahun. Begitu tiba di situ, Wuyi Lojin yang berjuluk Dewa Arak itu terkekeh dan menudingkan telunjuknya kepada Sui Cin.

   "Heh heh , bocah nakal, kau sedang mengapa di situ?"

   "Suhu, aku tertawan oleh Raja Iblis dan diikat di sini. Suhu, jangan dekat-dekat, mereka bertiga tadi hampir celaka ketika mencoba menolongku! Batu patkwa ini mengandung alat rahasia yang amat berbahaya!"

   Mendengar seruan muridnya ini, kakek yang berkepala gundul dengan alis, kumis dan jenggot putih panjang sampai ke perut itu menggarukgaruk kepalanya yang gundul.

   "Wah, wah kalau begitu, bagaimana harus menolongmu?"

   "Locianpwe, kami bertiga tadi sudah mencoba-coba, akan tetapi selalu gagal, bahkan bukan saja membahayakan penolongnya, juga membahayakan pula nona Sui Cin."

   Mendengar ucapan Ci Kang ini, Hui Song yang sudah mendekati gurunya barkata,

   "Suhu, tolonglah suhu memberi petunjuk, bagaimana teecu dapat membebaskan Cin-moi dari tiang itu tanpa membahayakan keselamatannya?"

   Siangkiang Lojin Si Dewa Kipas nampak tertegun memandang batu patkwa itu, alisnya berkerut dan sebentar saja penggunaan pikiran yang diperas itu membuat tubuh gendut itu mandi keringat. Terpaksa dia menggerakkan kipasnya yang lebar untuk mengipasi tubuhnya yang bagian depannya nampak karena bajunya tidak dapat dikancingkan itu.

   "Ha ha ha, Si Dewa Kipas yang terlalu banyak makan, mana mampu memecahkan masalah rumit seperti ini? Aku berani bertaruh bahwa dia tidak akan mampu, Ha-ha!"

   Wuyi Lojin yang suka berkelakar dan menggoda orang itu tertawa-tawa mengejek. Kerut di antara alis mata Si Dewa Kipas makin mendalam dan agaknya otaknya diperas lebih keras lagi untuk mencari akal.

   "Aahhh, apa sih sukarnya? Biar batu patkwa ini mengandung banyak alat rahasia, kalau kugempur tentu hancur!"

   "Jangan, suhu!"

   Kata Hui Song.

   "Baru diinjak saja sudah mengeluarkan senjata-senjata rahasia yang berbahaya, apalagi digempur!"

   "Gendut, enak saja kau bicara! Kalau digempur dan Alat-alat rahasia menggerakkan senjata-senjata maut menyerang muridku, berarti kau membunuhnya dan kalau terjadi demikian, mau tidak mau terpaksa aku akan menggempur perut gendutmu itu!"

   Kata Wuyi Lojin dengan mata terbelatak dan mulut cemberut. Dia marah sungguh-sungguh akan tetapi tetap saja mukanya nampak lucu sehingga sama sekali tidak menyeramkan.

   "Huh!"

   Siangkiang Lojin mencela.

   "Lalu apa gunanya engkau si kerdil ini hadir di sini? Aku menggempur batu patkwa dan engkau berjaga-jaga, kalau muridmu terancam bahaya, engkau menghalau serangan-serangan itu. Apa sukarnya? Kalau kau tidak mampu, berarti kau tidak berguna di sini dan lebih baik kau pergi agar tidak memuakkan saja!"

   "Wah, wah! Kau menghina, ya? Aku ini memuakkan? Engkau lah yang memuakkan. Lihat perutmu, orang macam engkau ini yang menyebabkan banyak orang kelaparan. Makan sepuluh orang kau habiskan sendiri!"

   "Dan engkau ini si kerdil yang mabok-mabokan. Engkau ini namanya orang yang tidak tahu terima kasih kepada alam, biar alam melimpahkan segala untukmu, engkau tetap kurus kering, seperti cecak mati. Aku ini yang namanya mengenal budi dan selalu bersyukur sehingga tubuhku subur."

   "Subur apanya? Perut gendut itu sarang cacing dan penyakit!"

   Dua orang kakek itu berhadapan dan agaknya seperti dua orang anak kecil yang siap untuk berhantam. Melihat ini, Sui Cin berseru,

   "Suhu, aku tak berdaya dan perlu pertolongan, akan tetapi suhu ribut-ribut sendiri saja bercekcok! Ini namanya suhu tidak sayang kepadaku!"

   Ditegur demikian oleh Sui Cin, Wuyi Lojin mundur menjauhi Siangkiang Lojin dan kini dia memandang ke arah batu patkwa dengan alis bergerak-gerak. Sampai lama dia termenung. Melihat ini, Siangkiang Lojin tertawa bergelak, memegangi perut gendutnya yang kembang kempis bergelombang.

   "HuaHa-ha, otakmu terlalu kecil untuk dapat memecahkan persoalan ini!"

   Akan tetapi Wuyi Lojin tidak melayani dan dia bertanya kepada Hui Song.

   "Kalian tadi sudah mencoba dan menyelidiki keadaan batu patkwa ini? Coba ceritakan, apa rahasianya!"

   "Begini, locianpwe. Delapan segi dari batu ini semua mengandung alat rahasia yang kalau diinjak atau disentuh lalu mengeluarkan serangan senjata-senjata rahasia yang berbahaya. Bahkan setiap kotak satu segi itu mempunyai senjata rahasia sendiri-sendiri. Bahkan tanah di sekeliling batu patkwa inipun mengandung jebakan yang amat berbahaya sehingga mendekati batu patkwa itu saja sudah berbahaya. Hanya bagian tanah di luar segi patkwa yang tertutup bayangan tiang itu saja yang agaknya menjadi lumpuh dan tidak berdaya lagi alat rahasianya. Akan tetapi yang lumpuh itu hanya tanah di luarnya saja, sedangkan batu patkwa itu sendiri masih bekerja. Kami telah mencoba dari berbagai jurusan, namun selalu gagal dan membahayakan keselamatan Cin-moi. Bahkan saya sendiri sudah mencoba dengan meloncat melewati batu dan hinggap di tiang itu akan tetapi begitu terinjak, tiang itupun berpusing dengan amat cepatnya sehingga amat membahayakan dan tidak memungkinkan saya menolong dan membebaskan Cin-moi."

   Hui Song yang merasa gelisah sekali melihat keadaan Sui Cin lalu menyambung dengan suara memohon.

   "Locianpwe, tolonglah... tolonglah Cin-moi..."

   Melihat muridnya memohon kepada kakek kerdil itu, Siangkiang Lojin mengejek,

   "Hemm, sudah kukatakan, otaknya terlalu kecil untuk dapat berpikir besar!"

   Akan tetapi tiba-tiba kakek katai itu meloncat dan wajahnya nampak berseri,

   "Nah, sudah tahu aku bagaimana harus membebaskan muridku!"

   Hui Song memandang girang.

   "Bagaimana, locianpwe?"

   "Membebaskannya melalui batu patkwa tidak mungkin, meloncat ke tiang itupun tidak mungkin. Satu-satunya cara untuk menolongnya hanyalah membuka ikatan tangannya tanpa menyentuh batu patkwa atau tiang. Bukankah sederhana saja cara itu?"

   Tiba-tiba kakek gendut itu tertawa bergelak. Kakek kerdil mengerutkan alis memandang kepadanya dengan marah.

   "Ndut, kenapa kau tertawa? Engkau mentertawakan akalku yang amat bagus itu?"

   "Akal bagus tahi kucing! Akalmu itu hanya dapat dilakukan oleh Sun Go Kong (Si Raja Monyet dalam dongeng Seeyu)! Hanya Sun Go Kong yang bisa mengulur lengannya sampai satu li panjangnya atau pianhwa (berganti rupa) menjadi seekor lalat yang dapat terbang ke tangan muridmu itu tanpa menyentuh tiang, terapung di udara! Omong kosong akalmu itu!"

   Biarpun ucapan kakek gendut itu bernada mengejek, berkelakar atau menggoda, namun tiga orang pemuda dan Sui Cin yang mendengarkan, mau tidak mau harus membenarkan dan mereka menganggap akal Wuyi Lojin itu biarpun benar akan tetapi tidak mungkin dapat dilaksanakan. Akan tetapi kakek kerdil itu bertolak pinggang dan memandang kakek gendut dengan mata melotot.

   "Nah, ini buktinya bahwa biar kecil, aku seperti sebuah ciu-ouw (guci arak) yang penuh dengan arak wangi, sebaliknya engkau biar besar, seperti sebuah gentong air yang kosong melompong! Kalau aku tahu akalnya, tentu aku tahu pula caranya untuk melaksanakan akal itu."

   "Bagaimana caranya, suhu?"

   Sui Cin yang sudah tidak sabar mendengarkan perdebatan itu bertanya.

   "Tenanglah, muridku. Selama ada gurumu di sini, tentu engkau akan selamat."

   Dan dia lalu menghadapi Siangkiang Lojin.

   "Kita adalah laki-laki berisi, bukan boneka-boneka lemah. Kita bentuk jembatan manusia. Engkau San-sian (Dewa Kipas), karena engkau paling gendut dan paling berat, juga untuk hukumanmu telah berani mengejek akalku, engkau menjadi tiang penyangga paling bawah. Kemudian pemuda tinggi besar yang bertubuh kokoh kuat itu."

   Dia menunjuk kepada Ci Kang.

   "menjadi tiang penahan. Dia ini,"

   Ditunjuknya Cia Sun.

   "dan muridmu menjadi dua tiang penghubung yang melengkung ke arah muridku. Aku sendiri menjadi bagian paling atas untuk mencapai muridku dan membebaskannya dari belenggu. Nah, mengertikah engkau?"

   Siangkiang Lojin adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi dalam hal kecerdikan, dia memang kalah oleh kakek kerdil itu. Agaknya memang orang yang bertubuh kecil biasanya lebih gesit dan cerdik dari pada orang yang bertubuh besar. Dia menggeleng kepala.

   "Aku tidak mengerti..."

   "Suhu, aku sudah mengerti dan memang akal Wuyi locianpwe itu hebat kali! Mari kita laksanakan!"

   Kata Hui Song. Akan tetapi Siangkiang Lojin masih belum mengerti dan melihat ini. Wuyi Lojin berkata tidak sabar,

   "Kalau tidak mengerti, turut saja perintahku! Tak perlu membuang waktu banyak lagi. Nah, gendut, engkau rebahlah di dekat batu patkwa di bagian yang ditimpa bayangan tiang. Engkau rebah terlentang di atas tanah dan persiapkan tenagamu. Apakah engkau masih kuat menyangga empat orang?"

   Biarpun belum mengerti benar, akan tetapi pertanyaan ini dianggap tantangan oleh Dewa Kipas.

   "Jangankan hanya empat orang, biar sepuluh orang masih dapat kuangkat!"

   Jawabnya.

   "Bagus, kalau begitu cepat kau rebahkan dirimu terlentang, mukamu menghadap ke tiang!"

   Siangkiang Lojin menurut dan merebahkan dirinya terlentang di luar batu patkwa, di bagian segi yang tertutup bayangan tiang.

   "Sekarang engkau orang muda!"

   Kata Wuyi Lojin kepada Ci Kang.

   "Sebaiknya lepas bajumu agar pegangan menjadi kuat, tidak berpegang kepada baju yang dapat robek."

   Ci Kang membuka bajunya, diturut pula oleh Cia Sun dan Hui Song. Kemudian Ci Kang berdiri di depan tubuh Dewa Kipas, di antara kedua kakinya. Kini Dewa Kipas sudah mulai mengerti, maka ketika pemuda tinggi besar itu mengulurkan lengan kanannya yang kokoh kuat,

   
Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dewa Kipas memegang tangan Ci Kang dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang pangkal lengan pemuda itu. Ci Kang menekuk kedua kakinya dan Cia Sun lalu meloncat ke atas kedua paha yang melintang itu, membiarkan kedua lengannya ke belakang untuk ditangkap oleh tangan kiri Ci Kang. Atas isyarat Wuyi Lojin, kini Hui Song lalu memanjat ke atas dan dengan ilmu meringankan tubuhnya, dia berhasil duduk di atas kedua pundak Cia Sun, menjepit leher Cia Sun dengan kedua pahanya, kedua kakinya ditekuk ke belakang melalui kedua ketiak Cia Sun dan mengait punggung. Setelah itu, Wuyi Lojin sendiri dengan sekali lompatan saja, seperti seekor burung, sudah melayang ke atas pundak Hui Song dan seperti juga Hui Song, kedua kakinya menghimpit leher dan mengait ke punggung pemuda itu. Jadilah lima orang itu sebuah tiang yang cukup tinggi.

   "Sekarang, perlahan-lahan melengkung ke depan, kita membentuk jembatan!"

   Kata Wuyi Lojin.

   "Heii, gendut. Hati-hati kau, pegang yang kuat dan kerahkan tenagamu. Kalau kau gagal kami semua akan mampus!"

   Tiang lima manusia ini mulai condong ke arah Sui Cin yang berdiri dengan hati tegang dan gadis ini menoleh ke belakang karena pada saat itu, matahari berada di depannya dan bayangan tiang itu berada di belakangnya sehingga lima orang itu beraksi di sebelah belakangnya.

   "Ha-ha, engkau ringan seperti ampas kering, tidak perlu mengerahkan tenagapun aku masih sanggup menahanmu!"

   Siangkiang Lojin yang menahan tubuh empat orang itu masih sempat tertawa dan bicara. Akan tetapi diam-diam dia mengerahkan tenaga karena maklum bahwa biarpun dia berada paling bawah dan seperti diremehkan, namun sesungguhnya kepercayaan kakek kerdil itu dipusatkan kepadanya dan dialah yang kini memegang keselamatan mereka semua!

   "Melengkung lagi, sedikit lagi!"

   Kata Wuyi Lojin. Tubuh Ci Kang yang menjadi tiang penahan itu nampak kokoh, uraturat melingkar-lingkar di kedua lengan dan dadanya yang telanjang. Akhirnya, tiang manusia itu melengkung dan kedua tangan Wuyi Lojin dapat mencapai ikatan tangan Sui Cin! Mereka akhirnya dapat mendekati Sui Cin tanpa menyentuh batu patkwa maupun tiang. Dan jari-jari tangan kakek kerdil yang kecil namun mengandung tenaga sinkang yang amat kuat itu dengan mudah melepaskan tali sutera pengikat kedua pergelangan tangan Sui Cin.

   "Hati-hati, jangan bergerak, lemaskan tubuhmu. Biar kulemparkan engkau keluar batu patkwa,"

   Bisik kakek itu. Lalu dia berkata ke bawah.

   "Kalian kerahkan tenaga, aku akan membuat gerakan melempar tubuh muridku keluar batu patkwa!"

   Sui Cin menggeser kakinya sehingga tubuhnya kini berada tepat di depan gurunya, tidak terhalang tiang dan gurunya memegang kedua pundaknya, lalu dengan pengerahan tenaga yang tiba-tiba dia mengangkat dan melemparkan tubuh muridnya itu ke arah samping. Tubuh gadis itu melayang jauh dengan cara berjungkir balik, Sui Cin menambah kecepatan luncuran tubuhnya dan akhirnya dengan lunak dara itu mendarat beberapa meter di luar daerah tanah berbahaya di luar batu patkwa! Tiang manusia itupun terbongkar setelah Wuyi Lojin meloncat turun, disusul oleh Hui Song, Cia Sun dan Ci Kang. Mereka semua berdiri dengan wajah berseri karena gembira melihat betapa mereka telah berhasil membebaskan Sui Cin.

   "Suhu..."

   Sui Cin lari menghampiri Wuyi Lojin yang melompat turun terlebih dahulu dan kakek kerdil itu merangkul muridnya sambil terkekeh gembira.

   "Anak nakal, lain kali kalau mau main-main di tempat berbahaya, ajak gurumu!"

   Sui Cin yang merasa gembira dan terharu sekali setelah mengalami ketegangan luar biasa kini lari menghampiri Hui Song yang sudah melompat turun. Mereka itu saling menghampiri dan kini berhadapan, berpegangan tangan dan saling bertatapan dengan penuh kebahagiaan. Pada saat itu Sui Cin merasa betapa ia mencinta pemuda ini dan dari dua pasang tangan itu keluar getarangetaran kasih yang hanya dapat terasa oleh mereka berdua.

   "Heh hehe, kalian memang pasangan yang cocok sekali. Bukankah begitu, gendut?"

   Kata kakek kerdil.

   "Benar katamu!"

   Kata Siangkiang Lojin, hilang marahnya karena dia kagum akan kecerdikan kawannya yang berkepala kecil dan berotak sedikit itu. Mendengar ucapan dua orang kakek itu, Sui Cin tersipu dan merasa mukanya menjadi panas. Muka itu kemerahan dan dua ini sudah melepaskan pegangan tangannya, lalu menghampiri Cia Sun.

   "Sun-toako, terima kasih atas bantuanmu,"

   Katanya dengan sikap halus.

   "Berterima kasihlah kepada suhumu, Cin-moi. Beliau yang memperoleh akal itu,"

   Jawab Cia Sun. Ci Kang merasa risi dan sungkan sekali, di dalam hatinya dia tidak ingin berhadapan dengan Sui Cin karena hal ini hanya membuatnya malu. Akan tetapi gadis itu menghampirinya dan berkata halus,

   "Saudara Ci Kang, terima kasih!"

   Ci Kang mengankat muka memandang dan melihat betapa sinar mata Sui Cin kepadanya sama sekali tidak nampak marah atau benci, jantungnya berdebar keras dan dia merasa terharu sekali. Dia hanya mengangguk dan kata-kata sukar keluar dari mulutnya.

   "Aku... aku tidak ada artinya, nona..."

   Diam-diam Hui Song merasa mendongkol bukan main melihat betapa Sui Cin bercakap-cakap dengan Ci Kang. Kalau menurutkan perasaan hatinya, dia ingin meneriaki Ci Kang dan memakinya. Orang macam itu tidak pantas bercakap-cakap dengan Sui Cin! Akan tetapi mengingat bahwa bagaimanapun juga Ci Kang membantu pertolongan kepada Sui Cin, dia menahan kepanasan hatinya.

   "Di mana adanya datuk sesat Raja dan Ratu Iblis itu, Cin-moi?"

   Hui Song meluapkan perasaan tidak senangnya kepada Ci Kang dengan pertanyaan itu.

   "Aku akan mengadu nyawa dengan mereka dan harus kubasmi iblis-iblis kaum sesat!"

   Berkata demikian, dia melirik ke arah Ci Kang seperti hendak mengingatkan bahwa pemuda inipun putera seorang datuk sesat.

   "Mereka setelah mengikatku di sini lalu pergi ke puncak bukit hitam di utara itu. Entah sekarang masih di sana ataukah sudah pergi,"

   Jawab Sui Cin.

   "Kita harus cari mereka. Mari kita cari di bukit itu. Sebelum dua orang iblis itu dihancurkan, tentu akan timbul kekacauan-kekacauan yang lebih hebat lagi."

   Kata Cia Sun dan semua orang merasa setuju.

   Seperti dikomando saja, enam orang itu lalu berlari cepat meninggalkan batu patkwa yang berbahaya itu dan menuju ke bukit hitam di sebelah utara. Akan tetapi, sampai matahari tenggelam ke barat, mereka tidak menemukan apa-apa di bukit itu dan jejak suami isteri iblis itupun tidak mereka temukan. Agaknya dua iblis itu tadi berada di bukit hanya untuk mengamati batu patkwa itu dari jauh, karena dari puncak bukit memang dapat terlihat batu patkwa itu dengan jelas sehingga segala hal yang terjadi di situ dapat terlihat dari puncak bukit. Agaknya suami isteri iblis itu ketika melihat betapa Sui Cin dapat tertolong oleh orang-orang pandai yang lima orang jumlahnya, enam orang bersama Sui Cin sendiri yang cukup lihai, mereka menjadi gentar dan meninggalkan tempat itu.

   "Wah, iblis-iblis itu telah kabur agaknya!"

   Kata Wuyi Lojin dengan kecewa.

   "Hemm, ke mana kita dapat mencari mereka yang dapat datang dan pergi seperti iblis itu?"

   Hui Song juga berkata jengkel.

   "Aku tahu di mana mereka dapat dicari!"

   Tiba-tiba Ci Kang berkata dan semua mata memandang kepadanya. Hui Song sudah memandang dengan sinar mata sinis, dan hatinya berbisik.

   "Tentu saja kau tahu karena engkau segolongan dengan mereka."

   Akan tetapi pada saat itu terdengar Cia Sun berkata,

   "Benar, Ci Kang dan aku tahu di mana mereka berada. Mari kita cari mereka di sarang rahasia mereka!"

   Ci Kang dan Cia Sun sebagai penunjuk jalan lalu lari cepat diikuti oleh yang lain. Ketika melihat bahwa dua orang pemuda itu mengambil jalan menuju ke Sanhaikoan, Hui Song berseru kaget,

   "Eh, kenapa ke Sanhaikoan?"

   "Memang, di sanalah mereka bersembunyi. Tempat rahasia mereka berada di Sanhaikoan, dan tentu saja hal ini tidak terduga-duga oleh siapapun sehingga di sana mereka dapat bersembunyi dengan aman,"

   Kata Cia Sun. Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat, akan tetapi malam sudah sangat larut, bahkan hampir pagi ketika akhirnya mereka tiba di Sanhaikoan. Perang sudah selesai setelah Sanhaikoan dan Cengtek direbut kembali oleh balatentara pemerintah. Ketika enam orang pendekar itu memasuki Sanhaikoan, mereka disambut dengan ramah oleh Yang-tai ciangkun dan para pendekar yang tadinya membantu pasukan dan kini masih berada di Sanhaikoan.

   Ketika mendengar bahwa Raja dan Ratu Iblis diduga keras bersembunyi di dalam sebuah tempat rahasia di Sanhaikoan dan tempat itu diketahui oleh Ci Kang dan Cia Sun, Yang-ciangkun terkejut sekali dan cepat menyerahkan seratus orang pasukan pengawal untuk membantu enam orang pendekar itu mengepung tempat rahasia. Pagi hari itu juga, Wuyi Lojin, Siangkiang Lojin, Cia Sun, Hui Song, Ci Kang dan Sui Cin berangkat ke tempat rahasia itu diikuti pula oleh beberapa orang pendekar yang merasa tertarik walaupun mereka merasa jerih juga mendengar bahwa enam orang itu hendak menyergap Raja dan Ratu Iblis yang amat sakti, juga diikuti oleh seratus orang perajurit pengawal pilihan. Tempat rahasia itu dikepung oleh pasukan dan enam orang pendekar berjaga di luar lubang sumur dan lubang terowongan di balik semak-semak yang merupakan dua jalan keluar dari tempat rahasia itu.

   "Kami akan bersembunyi dulu,"

   Kata Wuyi Lojin kepada para pendekar muda.

   "kalau Raja Iblis melihat kami dan dia mempergunakan tongkat sakti itu, bagaimanapun juga kami berdua tidak dapat melanggar sumpah sendiri dan tidak akan dapat melawan."

   "Baiklah, suhu,"

   Kata Sui Cin.

   "Nanti saja kalau kami sudah mengeroyoknya, suhu dan Siangkiang locianpwe keluar membantu sehingga dia tidak sempat mengeluarkan tongkatnya itu."

   Setelah dua orang kakek yang takut melanggar sumpah terhadap tongkat sakti yang berada di tangan Raja Iblis itu bersembunyi, Hui Song lalu menjenguk ke dalam lubang sumur dan berteriak sambil mengerahkan khikangnya.

   "Pangeran Toan Jit Ong, Raja Iblis yang terkutuk, keluarlah menerima kematian!"

   Tidak ada jawaban dari bawah, juga tidak nampak gerakan sesuatu. Yang ada hanya gema suara teriakan Hui Song yang terdengar mengaum dan menyeramkan, seperti jawaban atas teriakan tadi, jawaban yang bukan keluar dari mulut manusia. Melihat ini, seorang perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menjadi tidak sabar lagi.

   "Siapkan kayu bakar dan tiupkan asap ke dalam sumur!"

   Perwira ini hendak menggunaken siasat mengisi tempat persembunyian itu dengan asap agar mereka yang berada di sebelah dalam akan terpaksa keluar karena tidak tahan diasapi dari luar. Melihat kesibukan para perajurit pengawal mempersiapkan perintah sang perwira, Wuyi Lojin yang berada dalam persembunyiannya terkekeh.

   "Heh heh heh, kelinci-kelinci yang diasapi tentu akan keluar sekarang!"

   Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan keras dan delapan orang perajurit yang berada paling dekat dengan lubang sumur berteriak dan roboh terjengkang. Mereka tewas seketika karena Jarum-jarum beracun telah menyambar tenggorokan mereka.

   Dan dari dalam lubang sumur itu kini melayang dua sosok tubuh seorang laki-laki dan seorang perempuan, tampan dan cantik dan keduanya mengenakan pakaian indah pesolek. Tentu saja para prajurit pengawal menjadi kaget dan marah melihat robohnya delapan orang teman mereka. Dengan senjata golok atau tombak mereka segera mengepung dan menyerang. Akan tetapi, dua orang muda itu amat lihai dan begitu mereka berdua menggerakkan pedang kembali robohlah empat orang perajurit yang mengeroyok mereka. Sementara itu, ketika mengenal bahwa dua orang itu adalah Sim Thian Bu dan Gui Siang Hwa, Ci Kang sudah marah sekali. Sim Thian Bu adalah murid mendiang ayahnya dan terhitung sutenya walaupun Thian Bu lebih tua darinya. Dia sudah meloncat maju, hampir berbareng dengan Sui Cin yang juga sudah marah sekali melihat Siang Hwa.

   "Sim Thian Bu manusia keparat!"

   Ci Kang membentak marah.

   "Hayo menyerah sebelum aku terpaksa menggunakan kekerasan!"

   Ternyata gemblengan Ciu-sian Lokai telah merobah sifat pemuda ini. Biarpun dia marah sekali dan tahu bahwa bekas sutenya ini adalah seorang jahat yang sepatutnya dibasmi, namun dia ingin memberi kesempatan kepada Thian Bu untuk menyerah dan menerima hukuman, kalau mungkin merobah sifatnya yang jahat. Akan tetapi, Sim Thian Bu tersenyum mengejek.

   "Siangkoan Ci Kang manusia busuk! Engkau seperti harimau berkedok domba, ha ha ha! Siapa tidak tahu bahwa engkau adalah putera mendiang Siangkoan Lojin Si Iblis Buta? Engkau pura-pura alim dan menjadi pendekar? Ha-ha-ha, alangkah lucunya!"

   Setelah berkata demikian, Sim Thian Bu sudah menggerakkan pedangnya menusuk dada Ci Kang. Namun, dengan mudah saja, Ci Kang mengelak dan menendang ke arah pergelangan lengan lawan yang juga dapat dielakkan. Mereka segera berkelahi dengan seru walaupun Ci Kang hanya bertangan kosong dan lawannya berpedang. Sementara itu, Sui Cin yang marah melihat murid Raja Iblis itu sudah menyerang tanpa banyak cakap lagi. Iapun menggunakan tangan kosong saja, menubruk dan mencengkeram ke arah pundak Siang Hwa sambil membentak,

   "Perempuan iblis, bersiaplah untuk mati!"

   Siang Hwa, seperti juga Thian Bu, maklum bahwa ia telah terkepung banyak orang pandai, maka tanpa banyak cakap iapun juga mengelak dan mengelebatkan pedangnya membalas serangan Sui Cin dengan nekat.

   Akan tetapi sabetan pedangnya juga hanya mengenai tempat kosong, bahkan ia terkejut bukan main melihat tubuh lawannya berkelebat lenyap dan tahu-tahu telah menyerang dengan tamparan ke arah kepalanya dari samping! Tahulah ia bahwa gadis cantik yang menjadi lawannya ini adalah seorang ahli ginkang yang tangguh, maka iapun cepat meloncat ke belakang sambil memutar pedangnya melindungi tubuh. Terjadi perkelahian yang cepat dan mati-matian antara Sui Cin dan Siang Hwa. Cia Sun dan Hui Song hanya menonton dan siap-siap membantu dua orang teman mereka kalau perlu, akan tetapi mereka tidak mengeroyok karena maklum bahwa Ci Kang dan Sui Cin akan mampu menundukkan dua orang musuh itu. Membantu teman yang lebih kuat dari pada lawan merupakan pantangan bagi mereka.

   Tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dan tanah dengan batu muncrat dari tempat tidak jauh dari situ. Ledakan itu ternyata mengakibatkan tanah itu berlubang besar dan dari dalam lubang itu nampak empat orang yang memanggul kayu pikulan berbentuk joli tanpa atap berloncatan keluar dengan kecepatan yang luar biasa. Mereka adalah empat orang yang berpakaian seragam, bukan pakaian perajurit melainkan pakaian jago silat dan di atas joli terbuka itu duduk dua orang yang membuat semua orang terkejut dan ngeri melihatnya. Dua orang itu adalah Raja dan Ratu Iblis! Tentu saja para perajurit segera mengepungnya dan belasan batang tombak dan golok berkelebatan menyerang empat orang pemikul joli terbuka itu.

   Akan tetapi, segera terjadi kekacauan dan semua orang terkejut melihat betapa empat orang pemikul joli itu memiliki gerakan yang bukan main cepatnya. Kadang-kadang mereka berloncatan seperti terbang, lalu turun dan lari, sedangkan kakek dan nenek yang Kadang-kadang duduk Kadang-kadang bangkit berdiri itu menggerak-gerakkan tangan mereka dan hawa pukulan menyambar dahsyat, membuat belasan orang perajurit terpelanting ke kanan kiri tanpa dapat bangkit kembali! Tentu saja hal ini menggegerkan para perajurit dan perwira mereka memberi aba-aba agar terus mengepung dan mengejar. Melihat betapa Raja dan Ratu Iblis sudah keluar, Hui Song mengeluarkan bentakan dan diapun sudah berloncatan diantara para perajurit untuk membantu mereka mengepung dan mengeroyok Raja dan Ratu Iblis. Cia Sun mengenal empat orang penggotong tandu atau joli tanpa atap itu.

   Mereka berempat itu bukan lain adalah Hui-thian Sukwi, empat orang Cap-sha-kui yang memang memiliki ginkang yang luar biasa sekali. Maka diapun cepat lari menghampiri dan ikut pula mengepung. Juga para pendekar ikut membantu sehingga kini empat orang pemikul tandu itu dikepung dari empat jurusan! Akan tetapi, gerakan Hui-thian Sukwi sungguh luar biasa cepatnya. Sebentar mereka berloncatan ke atas kepala para perajurit dan dua orang kakek dan nenek di atas tandu itu menyebar maut dengan pukulan-pukulan jarak jauh mereka. Hanya para pendekar yang dapat menghindarkan diri atau menangkis sambaran angin dahsyat itu, akan tetapi para perajurit pengawal banyak yang roboh dan tewas. Agaknya Raja Iblis yang lebih banyak menyebar maut sedangkan Ratu Iblis "mengemudi"

   Empat orang pemanggul tandu itu dengan teriakan-teriakannya,

   "Kanan... Maju... Mundur... ke kiri!"

   Dan Hui-thian Sukwi mempergunakan kecepatan gerak kaki mereka untuk berloncatan sesuai dengan petunjuk Ratu Iblis. Sambil berloncatan, kaki merekapun tidak pernah bergerak dengan sia-sia, karena tendangan-tendangan mereka lakukan yang
(Lanjut ke Jilid 37)
Asmara Berdarah (Seri ke 08 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 37
merobohkan pula banyak perajurit pengawal yang mengepung.

   "Kejar! Kepung, robohkan para pemikul tandu!"

   Perwira pasukan memberi aba-aba dan kini empat orang pemikul tandu itu berloncatan tinggi sampai di tenda besar yang didirikan oleh para perajurit setiba mereka di situ. Tenda itu diterjang dan tiangtiangnya roboh oleh tendangan empat orang pemikul tandu yang berloncatan ke atas. Dan hantamanhantaman yang dilakukan oleh telapak tangan Raja Iblis sedemikian hebatnya sehingga mayat-mayat para pengeroyok roboh berserakan.

   "Kepung rapat!"

   Teriak perwira pasukan ketika melihat empat orang pemikul tandu itu meloncat tinggi dan hinggap di atas tiangtiang kayu bekas tenda besar. Para perajurit mengepung dan menyerang dengan tombak.

   "Loncat turun ke depan!"

   Terdengar Ratu Iblis mengomando dan Raja Iblis melancarkan pukulan ke arah tiang melintang di depannya.

   "Krakkkk..."

   Tiang yang besar itu patah tengahnya dan tiangtiang itupun roboh menimpa para perajurit sedangkan empat orang pemikul tandu meloncat jauh ke depan. Melihat betapa Raja Iblis menyebar maut, Hui Song dan Cia Sun menjadi marah sekali. Mereka tidak dapat leluasa bergerak karena kesimpangsiuran para perajurit yang mengeroyok.

   "Kita serang berbareng dengan loncatan ke atas!"

   Tiba-tiba Cia Sun berbisik dan Hui Song mengangguk. Tiba-tiba dua orang pemuda perkasa ini meloncat jauh ke atas, melampaui kepala beberapa orang perajurit dan mereka itu langsung menerjang Raja Iblis dari kanan dan belakang! Memang mereka sudah memperhitungkan agar loncatan mereka tiba di sebelah kanan dan belakang Raja Iblis dan mereka menyerang dengan berbareng. Sambil meloncat itu, dari sebelah kanan Cia Sun sudah mengirimkan pukulan dengan sejurus Hokmo Cap-shaciang, sebuah ilmu pukulan tangan kosong yang mukjizat dan luar biasa ampuhnya.

   Pukulan itu mendatangkan angin kuat dan nampak seperti ada sinar kemerahan menyambar dahsyat ke arah leher Raja Iblis. Pada saat yang sama pula, Hui Song sudah menyerang dengan pukulan Thian-te Sin-ciang yang juga merupakan pukulan amat ampuh, ditujukan ke arah punggung Raja Iblis. Menghadapi penyerangan dua orang pemuda yang amat lihai ini, Raja Iblis mengeluarkan suara mendengus marah dan juga kaget. Cepat dia memutar tubuhnya ke kanan, tangan kirinya diputar menahan pukulan Cia Sun sedangkan tangan kanannya menangkis pukulan Hui Song. Sementara itu, Ratu Iblis tidak tinggal diam melihat suaminya menghadapi penyerangan dahsyat itu dan iapun mengerahkan tenaga pada kedua tangannya dan mendorong ke arah Cia Sun dan Hui Song dari sebelah kanan suaminya.

   "Plakkk! Desss..."

   Tubuh Hui Song dan Cia Sun yang menyerang sambil melompat itu, karena tidak mempunyai tempat berpijak dan saking kuatnya tenaga Raja dan Ratu Iblis, terpental ke belakang dan terpaksa berjungkir balik menghindarkan diri dari berbanting, akan tetapi tenaga mereka juga demikian kuatnya sehingga Raja dan Ratu Iblis yang tadi mengerahkan tenaga, membuat empat orang Hui-thian Sukwi terhuyung karena tiba-tiba saja panggulan mereka menjadi berat luar biasa. Sementara itu, perkelahian antara Sui Cin dan Gui Siang Hwa terjadi amat serunya. Akan tetapi, bagaimanapun juga,

   Siang Hwa harus mengakui keunggulan Sui Cin. Sebelum gadis ini digembleng oleh Wuyi Lojin, belum tentu Sui Cin akan dapat mengalahkan Siang Hwa dengan mudah. Akan tetapi, selama tiga tahun ini Sui Cin mengalami gemblengan yang amat mendalam sehingga ilmu-ilmunya yang banyak macamnya, yang diwarisinya dari ayah ibunya itu, kini menjadi matang. Oleh karena itu, biarpun Siang Hwa mempergunakan pedang, bahkan telah mempergunakan pula saputangan suteranya yang mengandung racun, ia sama sekali tidak berdaya dan semua serangannya dapat digagalkan dengan mudah oleh Sui Cin, sebaliknya desakan gadis Pulau Teratai Merah ini membuat ia repot dan terhuyung-huyung. Beberapa kali ia sudah menerima tamparan Sui Cin dan hanya kekebalan dirinya saja yang membuat Siang Hwa masih dapat bertahan sampai puluhan jurus.

   Akan tetapi, ketika jari tangan Sui Cin yang kecil mungil dan meruncing itu menyambar pundaknya dengan totokan yang amat cepat, Siang Hwa terpelanting dan pedangnya terlepas ketika tangan kanannya ditendang oleh Sui Cin. Pada saat itulah para prajurit menubruk dengan tombak dan golok mereka sehingga wanita cabul itu tewas dalam keadaan mengerikan, tubuhnya hancur oleh belasan batang golok dan tombak. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ci Kang juga sudah merobohkan sutenya, yaitu, Sim Thian Bu. Memang sejak semula Sim Thian Bu sendiri sudah gentar menghadapi putera mendiang gurunya ini. Sejak dahulu dia tidak pernah dapat menang terhadap Ci Kang. Apalagi setelah Ci Kang digembleng dengan hebatnya oleh Ciu-sian Lokai, tentu saja gerakan-gerakannya menjadi semakin matang dan kuat.

   Namun, karena perasaan Ci Kang menjadi halus dan lembut, dia merasa tidak tega untuk membunuh bekas sutenya. Beberapa kali dia membujuk agar Thian Bu menyerah saja dan kalau mau bertobat, dia yang akan mintakan ampun kepada Yang Taiciangkun. Akan tetapi semua bujukannya disambut dengan ucapan-ucapan menghina oleh Thian Bu sehingga perkelahian itu menjadi lama. Akhirnya, sebuah tendangan yang dilakukan dengan posisi miring dari Ci Kang amat tidak terduga oleh Thian Bu. Tendangan itu mengenai lambung Sim Thian Bu, membuatnya tersungkur roboh. Pada saat itu, para perajurit juga menubruk dan menghunjamkan senjata mereka. Namun, sebelum tewas, Thian Bu masih sempat melontarkan pedangnya membunuh seorang di antara mereka. Dia sendiri, seperti juga Siang Hwa, tewas di ujung belasan batang tombak dan golok.

   Pada saat Hui-thian Sukwi terhuyung karena pertemuan tenaga antara Raja dan Ratu Iblis melawan Hui Song dan Cia Sun, tiba-tiba muncullah Wuyi Lojin dan Siangkiang Lojin! Dua orang kakek ini melihat kesempatan baik sekali. Pada saat itu, Raja Iblis tidak memegang tongkat yang mereka takuti. Mereka melayang seperti yang dilakukan Hui Song dan Cia Sun tadi, dan mereka sudah menerjang ke arah Raja dan Ratu Iblis yang berdiri di atas joli terbuka. Empat orang pemikul sedang terhuyung maka tidak sempat membawa pemimpin mereka meloncat dan terpaksa Raja dan Ratu Iblis yang kaget melihat munculnya dua orang kakek ini, menyambut serangan mereka dengan dorongan tangan. Raja Iblis menyambut hantaman tangan Siangkiang Lojin sedangkan Ratu Iblis juga menyambut pukulan Wuyi Lojin dengan dorongan kedua telapak tangannya.

   "Wuuuuttt... desss..."

   Pertemuan tenaga sinkang sekali ini lebih hebat lagi. Akibatnya, tubuh Raja dan Ratu Iblis terdorong dan condong ke belakang sedangkan tubuh dua orang kakek penyerang yang tadi meloncat terdorong ke belakang dan hampir mereka terjengkang, akan tetapi empat orang Hui-thian Sukwi sampai jatuh berjongkok karena kaki mereka tiba-tiba tidak kuat lagi menahan tenaga yang menekan dari atas!

   Pada saat itu Sui Cin, Ci Kang, Hui Song dan Cia Sun sudah menerjang maju, masing-masing menyerang seorang dari Hui-thian Sukwi. Empat orang tokoh Cap-sha-kui ini terkejut sekali. Mereka baru saja jatuh berjongkok dan serangan empat orang muda itu sedemikian dahsyatnya sehingga mereka terpaksa melepaskan pikulan joli dan bangkit untuk meloncat mengelak atau menangkis. Segera terjadi perkelahian antara mereka dan empat orang muda itu dan joli itupun terlempar ke samping! Akan tetapi, Raja dan Ratu Iblis sudah berloncatan turun dan ketika Wuyi Lojin dan Siangkang Lojin hendak menyerang, tiba-tiba mereka berdua terbelalak dan mundur karena Raja Iblis sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat saktinya!

   Para pendekar yang hadir cepat maju menyerang, akan tetapi dalam beberapa gebrakan saja mereka terpental roboh dan kini para perajurit pengawal mengepung lagi, mengeroyok kakek dan nenek itu. Akan tetapi, para perajurit ini seperti sekelompok nyamuk menyerang api lilin saja, setiap kali kakek dan nenek itu menggerakkan tangan, tentu banyak orang yang roboh terpelanting. Karena itu, para perajurit menjadi gentar dan Raja Iblis bersama isterinya dengan mudah berloncatan lalu melarikan diri dengan cepat sekali, tak pernah dapat disusul oleh para pengejarnya. Apalagi karena para pengejarnya itu sudah gentar, bahkan dua orang kakek yang paling lihai di antara mereka, Wuyi Lojin dan Siangkiang Lojin, juga mengejar dari jauh saja karena mereka itu juga gentar, bukan gentar terhadap Raja dan Ratu Iblis, melainkan terhadap tongkat sakti itu!

   Mereka takut kepada sumpah mereka sendiri, takut melanggar sumpah. Hal ini membuat kakek dan nenek iblis itu dengan mudah keluar dari Sanhaikoan dan melarikan diri menuju ke padang pasir di sebelah selatan, kemudian membelok ke barat. Sementara itu, dalam keadaan panik dan juga karena memang jauh kalah tinggi tingkat kepandaiannya, keempat orang Hui-thian Sukwi yang menghadapi empat orang pendekar muda sudah roboh semua. Su Cin, Hui Song, Ci Kang dan Cia Sun juga melihat betapa Raja dan Ratu Iblis melarikan diri. Maka mereka memperhebat serangan mereka sehingga empat orang pendekar muda itu sudah berloncatan dan lari mengejar pula. Walaupun mereka itu tadi tertinggal jauh, karena kehebatan ilmu ginkang mereka, akhirnya mereka dapat juga menyusul Wuyi Lojin dan Siangkiang Lojin yang tidak berani terlalu cepat.

   "Suhu, di mana mereka?"

   Tanya Sui Cin.

   "Wah, mereka tadi menghilang di balik bukit sana itu,"

   Kata Wuyi Lojin kepada Sui Cin.

   "Sayang kami berdua tidak berani mengejar terlalu cepat. Si laknat itu telah memegang tongkatnya!"

   Kata pula Si Dewa Kipas.

   "Akan tetapi kami tidak takut tongkat iblisnya itu!"

   Kata Hui Song dengan gemas dan diapun terus berlari cepat ke depan, diikuti oleh tiga orang pendekar muda lainnya, sedangkan dua orang kakek itu terpaksa mengejar pula dari belakang mereka dengan gelisah. Dari arah jalan yang diambil oleh Raja dan Ratu Iblis, Ci Kang dan Cia Sun teringat akan tempat persembunyian Raja Iblis di sebuah gedung tua di lereng bukit itu, di mana terdapat gua dalam tanah dan di sana untuk pertama kali mereka bertemu dengan Hui Cu. Tidak salah lagi, tentu ke sana Raja dan Ratu Iblis pergi!

   Maka, mereka lalu menjadi penunjuk jalan dan berlari cepat ke arah bukit itu. Kini yang melakukan pengejaran hanya tinggal mereka berenam lagi karena pasukan pengawal dari Sanhaikoan bersama para pendekar sudah tidak mengejar, tidak sanggup mengejar secepat itu, dan pula, mereka lebih sibuk dan mementingkan untuk menolong teman-teman yang terluka dan mengurus mereka yang tewas ketika terjadi pengeroyokan atas diri Raja dan Ratu Iblis bersama pembantu-pembantu mereka yang pandai Para pengejar itu mempercepat lari mereka ketika mereka melihat betapa di sebelah depan, pada persimpangan jalan menuju ke Cengtek dan ke bukit tempat gedung kuno persembunyian Raja dan Ratu Iblis, terdapat keributan. Agaknya di sana terjadi pertempuran yang seru antara banyak orang yang melakukan pengeroyokan.

   "Ayah..."

   Hui Song berseru kaget sekali ketika melihat bahwa yang mengeroyok Raja dan Ratu Iblis adalah ayahnya bersama sumoinya Tan Siang Wi, dan tiga puluh lebih orang anggota Cin-Ling-Pai, sisa dari para murid Cin-Ling-Pai. Betapa lihainya Raja dan Ratu Iblis, namun dikeroyok oleh puluhan orang murid Cin-Ling-Pai yang dipimpin sendiri oleh ketuanya, mereka harus bersikap hati-hati. Mereka berdua dikurung ketat dan para murid Cin-Ling-Pai yang merasa dendam kepada Raja Iblis, berkelahi dengan semangat tinggi dan mati-matian. Memang sudah ada lima enam orang di antara murid Cin-Ling-Pai yang roboh akan tetapi mereka masih bersemangat. Juga ketua Cin-Ling-Pai, Cia Kong Liang, nampak terluka pada pahanya,

   Akan tetapi pendekar ini masih bergerak dengan gagah perkasa, mendesak Raja Iblis dibantu oleh Tan Siang Wi dan puluhan orang murid Cin-Ling-Pai. Ketika Cia Kong Liang melihat munculnya puteranya, dia merasa girang sekali. Sebaliknya, Raja Iblis menjadi terkejut bukan main. Menghadapi orang-orang Cin-Ling-Pai mereka tidak merasa takut dan biarpun harus mengerahkan kepandaian dan dalam waktu yang agak lama, mereka yakin akan mampu mengalahkan puluhan orang musuh itu. Akan tetapi kemunculan empat pendekar muda dan dua orang kakek itu membuat mereka gentar juga! Memang benar bahwa dua orang kakek itu tidak akan berani turun tangan melihat tongkat sakti di tangan Raja Iblis, akan tetapi empat orang pendekar muda itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan! Mereka berempat itu bahkan lebih tangguh dari pada ketua Cin-Ling-Pai sendiri!

   Kini tanpa banyak cakap lagi, Hui Song, Sui Cin, Cia Sun dan Ci Kang sudah menerjang maju mengeroyok Raja dan Ratu Iblis. Para murid Cin-Ling-Pai bernapas lega dari mereka yang merasa bahwa tingkat kepandaian mereka masih jauh berada di bawah untuk dapat mengimbangi perkelahian antara orang-orang sakti itu, lalu mundur dan hanya mengurung tempat itu sambil menonton dan siap-siap membantu pihak mereka. Perkelahian kini menjadi seru bukan main setelah Sui Cin, Hui Song, Cia Sun dan Ci Kang maju mengeroyok Raja dan Ratu Iblis! Benar-benar merupakan perkelahian tingkat tinggi di mana setiap orang mengeluarkan semua kepandaian mereka dan mengerahkan seluruh tenaga. Empat orang muda itu tangkas dan lihai, dengan Jurus-jurus mereka yang merupakan ilmu-ilmu silat pilihan. Cia Sun dan kawan-kawannya maklum akan kelihalan kakek dan nenek itu,

   Maka mereka berempat tidak merasa sungkan untuk maju berempat melawan dua orang. Bahkan Cia Kong Liang berdiri bengong penuh kagum. Puteranya itu kini telah memiliki kepandaian yang amat hebat, bahkan berani bertemu tangan beradu sinkang melawan Raja Iblis! Diapun hanya berdiri di pinggir dan siap membantu kalau-kalau puteranya dan para pendekar muda itu terancam bahaya. Dua orang kakek Si Dewa Arak dan Dewa Kipas hanya nonton di antara para murid Cin-Ling-Pai tanpa berani turun tangan. Akan tetapi, Wuyi Lojin mendapat akal. Dia melihat betapa gerakan-gerakan muridnya, Sui Cin, walaupun sudah hebat sekali, namun ada beberapa bagian yang masih lemah. Dia lalu berteriak-teriak memberi petunjuk kepada Sui Cin dan begitu gadis ini mendengar petunjuk-petunjuk gurunya, ia menyerang makin dahsyat membuat Ratu Iblis kewalahan!

   Melihat ini, segera Siangkiang Lojin berteriak memberi petunjuk kepada Hui Song yang segera dapat memperbaiki dan memperhebat gerakan-gerakannya setelah mendengar petunjuk-petunjuk dari kakek gendut itu. Melihat ini, Cia Kong Liang semakin heran dan baru dia dapat menduga bahwa kakek gendut ini tentu seorang guru baru dari puteranya. Selagi dua orang kakek itu berlomba memberi petunjuk kepada murid masing-masing, tiba-tiba terdengar suara dua orang lain yang berseru memberi petunjuk kepada Cia Sun dan Ci Kang! Dua orang kakek ini girang sekali karena mengenal suara guru-guru mereka, Ciu-sian Lokai dan Gobi Sanjin! Lengkaplah sudah guru keempat pendekar muda itu. Mereka berempat berada di situ akan tetapi karena tongkat sakti di tangan Raja Iblis atau Pangeran Toan Jit Ong,

   Mereka berempat tidak berani berkutik dan hanya dapat memberi petunjuk kepada murid masing-masing. Akan tetapi petunjuk-petunjuk ini berharga sekali karena kini gerakan keempat orang muda itu menjadi semakin dahsyat sehingga Raja dan Ratu Iblis sendiri menjadi repot, terdesak dan permainan silat mereka menjadi kalang kabut. Selain itu, mereka berdua sudah amat tua sehingga dalam hal daya tahan tubuh dan pernapasan, mereka kalah jauh dibandingkan empat orang lawan mereka. Empat orang muda itu mengeroyok secara bergantian dan mereka seperti membentuk barisan segi empat, membuat suami isteri iblis itu kewalahan. Ketika memperoleh kesempatan yang baik, tiba-tiba Sui Cin menubruk maju dari tamparan tangannya yang penuh dengan tenaga Thian-te Sin-ciang itu mengenai punggung Ratu Iblis.

   "Uakkk..."

   Ratu Iblis tidak roboh akan tetapi dari mulutnya muncrat darah segar, tanda bahwa tamparan itu telah melukainya. Dan pada saat yang hampir bersamaan, dengan jurus Hokmo Cap-shaciang yang mukjizat, Cia Sun juga sudah berhasil memukul lambung Raja Iblis.

   "Desss..."

   Demikian hebatnya pukulan itu, akan tetapi juga demikian lihainya Raja Iblis sehingga Cia Sun yang memukul malah terpelanting sendiri! Akan tetapi dari dalam dada Raja Iblis itu keluar suara keluhan pendek, kemudian dia dan isterinya secara tiba-tiba meloncat dan melarikan diri ke arah bukit!

   Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   

Siluman Gua Tengkorak Eps 7 Harta Karun Jenghis Khan Eps 2 Pendekar Sadis Eps 37

Cari Blog Ini