Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 12


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



Ang-hong-cu Tang Bun An demikian mabok kesenangan sehingga setelah lewat tengah malam, diapun sudah tertidur nyenyak dalam kamar itu, dalam pelukan kekasih-kekasihnya. Sama sekali dia tidak tahu bahwa gerak-geriknya sejak memasuki bagian puteri itu telah diamati oleh para thai-kam pengawal yang menjadi mata-mata permaisuri. Untunglah bahwa selama ini Ang-hong-cu bersikap baik dan royal sekali kepada para pengawal. Para thai-kam pengawal yang tidak menjadi mata-mata permaisuri, masih setia kepada Ang-hong-cu. Panglima Tang ini merupakan seorang atasan yang royal dengan hadiah, bahkan suka pula mengajarkan satu dua jurus ilmu silat tinggi kepada mereka. Maka, sebelum jerat yang dipasang sang permaisuri mengena, pintu kamar selir itu telah digedor dari luar oleh beberapa orang pengawal yang setia kepada Ang-hong-cu.

   "Ciangkun..., caingkun...cepat buka pintu!"

   Kata mereka. Tentu saja Si Kumbang Merah terkejut, apa lagi ketika dia membuka pintu dan mendengar laporan seorang anak buahnya yang setia.

   "Ciangkun, celaka sekali. Entah apa yang terjadi, tahu-tahu Sri Baginda datang berkunjung, dan anehnya, semua jalan keluar telah dijaga oleh para pengawal kepercayaan Sang Permaisuri! Agaknya rahasia ciangkun telah ada yang membocorkan. Cepat, mereka akan menuju ke sini!"

   Setelah berkata demikian, para pengawal itu cepat mengundurkan diri karena tentu saja mereka tidak ingin terlibat. Mendengar laporan itu, selir dan dayangnya sudah menangis dengan wajah pucat dan tubuh gemetar ketakutan. Akan tetapi Si Kumbang Merah tenang saja, lalu menutupkan pintu kamar itu, dan merangkul selir itu, berbisik.

   "Kau pura-pura sakit, berselimut!"

   Dan kepada dayang itu, diapun berkata.

   "Engkau merawat majikanmu, memijat-mijat kakinya dan laporkan bahwa sejak sore tadi, majikanmu merasa pening dan badannya lesu. Kalian berdua bersikap tenang saja, dan pura-pura kaget kalau ada yang menggedor pintu. Mengerti?"

   Setelah berkata demikian, Si Kumbang Merah mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari saku bajunya dan mulailah dia berhias muka. Sebentar saja, mukanya telah berubah menjadi muka seorang wanita setengah tua! Dayang itu membantunya dengan pakaian yang lusuh dan tua, dan kini diapun telah menjadi seorang wanita tua yang berwajah lembut! Dan
(Lanjut ke Jilid 11)
Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 11
sekali berkelebat, dia sudah keluar dari jendela kamar itu. Daun jendela ditutup kembali oleh sang dayang. Tak lama kemudian, benar saja pintu kamar itu digedor dari luar, keras sekali.

   "Cepat buka pintu! Perintah Sri Baginda!"

   Terdengar teriakan itu. Karena perasaan takut, selir itu menggigil ketakutan, mukanya pucat dan keringat dingin membasahi tubuhnya. la bersembunyi ke dalam selimut, dan dayangnya segera membuka daun pintu itu, dengan perasaan takut yang ditahan-tahan pula. Setelah daun pintu dibuka dan ia melihat Sri Baginda Kaisar di ambang pintu, dayang itu lalu menjatuhkan diri berlutut. Kaisar tidak memperhatikan dayang itu, melainkan memandang ke seluruh kamar dengan sinar mata penuh selidik, lalu bertanya,

   "Apa yang dilakukan majikanmu?"

   "Ampun..., nyonya... nyonya sedang sakit, sejak sore tadi terus tiduran..., hamba merawatnya..."

   Mendengar ini, kaisar cepat melangkah mendekati pembaringan, lalu menyingkap kelambu. Dia melihat selir terkasih itu rebah terlentang, mukanya pucat, tubuhnya menggigil.

   "Engkau sakit...?"

   Kaisar meraba dahi dan lehernya dan mendapat kenyataan betapa tubuh itu panas dingin dan basah oleh keringat.

   "Ah, engkau benar sedang sakit. Tidurlah, besok biar diberi obat oleh tabib istana,"

   Kaisar menutup kembali kelambu dan keluar dari kamar itu dengan wajah bersungut-sungut. Permaisuri tadi menyindirkan bahwa mungkin kini terulang kembali peristiwa Hwee Lan, dan kaisar dipersilakan untuk berkunjung ke kamar selir itu lewat tengah malam.

   "Kalau tidak ada pria di sana, tentu pria itu telah melarikan diri dan harus dicari sampai dapat, Jangan sampai nama baik paduka menjadi ternoda aib oleh peristiwa tak tahu malu seperti itu."

   Demikian sang permaisuri berkata. Dengan hati dipenuhi perasaan cemburu, kaisar lalu melakukan pemeriksaan lewat tengah malam, membawa pasukan pengawal yang dipilih oleh permaisuri. Akan tetapi, ternyata kamar itu kosong dan selir terkasih yang dituduh menyimpan .kekasih itu malah rebah dalam keadaan sakit!

   "Geledah seluruh kamar di sini, cari dan tangkap kalau sampai terdapat seorang asing!"

   Demikian perintah kaisar yang merasa penasaran,

   Lalu dia sendiri hendak mencari permaisuri di dalam kamarnya, untuk menegur permaisurinya itu kalau memang ternyata tidak ditemukan sesuatu. Untuk itu, dia telah membuang waktu dan tidak tidur, semua untuk percuma saja! Akan tetapi, di kamar permaisuri terjadi hal yang amat aneh. Ketika permaisuri sedang rebah sambiltersenyum-senyum penuh kemenangan, membayangkan betapa selir itu tentu ditangkap dan dijatuhi hukuman, dan dayangnya terkasih sedang memijati kakinya sambil mengantuk, tiba-tiba saja nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di kamar itu telah berdiri seorang wanita setengah tua. Dayang itu hendak berteriak, akan tetapi wanita itu telah meraba tengkuknya dan iapun menjadi lemas tak mampu berteriak atau bergerak lagi.

   "Wanita itu lalu merenggut gelang yang dipakai oleh dayang itu, memasukkannya ke dalam saku bajunya. Kemudian dia menghampiri permaisuri yang juga sudah bangkit duduk dan memandang dengan mata terbelalak. Melihat permaisuri itu hendak menjerit pula, nenek yang bukan lain adalah Si Kumbang Merah cepat berbisik,

   "Harap jangan berteriak kalau paduka sayang akan nyawa paduka! Dengar baik-baik, hamba adalah seorang laki-Iaki... sstt, paduka tidak perlu takut. Hamba tidak akan mengganggu paduka, dan malam ini paduka harus melindungi hamba. Hamba akan berada di sini, dan paduka katakan kepada Sri Baginda bahwa hamba adalah seorang ahli pijat yang sengaja paduka panggil ke sini. Ingat, kalau paduka membuka rahasia, hamba ketahuan kalau hamba laki-Iaki, hamba akan membuat pengakuan bahwa hamba adalah kekasih paduka."

   Sepasang mata itu terbelalak, apa lagi pada saat itu tangan Si Kumbang Merah bergerak cepat dan tahu-tahu kalung yang berada di lehernya telah dirampas oleh "nenek"

   Itu.

   "Kalung ini, seperti juga gelang dayang ini, akan menjadi bukti bahwa hamba telah menjadi kekasih paduka yang paduka selundupkan ke dalam kamar ini."

   "Kau... kau tak tahu malu, hendak melempar fitnah kepadaku! Siapakah engkau sesungguhnya?"

   "Tidak perlu paduka tahu, hamba hanya minta agar malam ini dilindungi dan besok diperbolehkan keluar dengan aman atau... nama baik paduka akan ternoda. Semua orang akan percaya kepada hamba, dan semua selir akan suka bersumpah bahwa hamba adalah kekasih paduka!"

   "Ihhh...! Kau... kau... jahanam yang menodai istana, berjina dengan para selir dan dayang itu! Engkau Tang-ciangkun!"

   Wanita bangsawan itu tiba-tiba menjadi pucat.

   "Kau jangan kau berani menggangguku! Aku akan menjerit, aku akan bunuh diri, aku..."

   "Jangan khawatir. Hamba tidak akan mengganggu paduka. Hambapun tidak pernah mengganggu para selir dan dayang. Bahkan hamba menolong mereka yang kehausan..."

   "Tutup mulutmu yang kotor!"

   "Sekali lagi, kalau paduka membuka rahasia hamba, maka hamba pasti akan bersumpah menjadi kekasih paduka. Mungkin hamba akan dihukum mati, akan tetapi nama paduka akan menjadi cemar sampai tujuh turunan!"

   Pada saat itu terdengar suara di luar dan Si Kumbang Merah cepat membebaskan totokan pada dayang itu dan berbisik,

   "Engkau sudah mendengar semuanya. Hayo kau tidur di sudut sana, dan kau akui bahwa aku adalah seorang ahli pijat yang dipanggil oleh majikanmu!"

   Dayang itu hanya mampu mengangguk-angguk dan cepat dia merebahkan diri di sudut kamar itu dan pura-pura tidur. Ia takut bukan main, akan tetapi iapun tahu bahwa seperti juga majikannya, ia telah berada dalam cengkeraman pria yang menyamar sebagai wanita itu, pria yang ia tahu adalah Tang Ciangkun!

   Gelangnya telah dirampas dan kalau pria itu tertangkap lalu membuat pengakuan bahwa dia telah menerima gelang itu sebagai hadiah dari kekasih, tentu ia akan celaka, akan di gunduli dan di paksa menjadi ni-kouw! Ketika kaisar memasuki kamar permaisurinya dengan wajah muram dan bersungut-sungut karena hatinya tidak senang, dia merasa heran melihat seorang wanita setengah tua memijati pinggul permaisurinya. Dapat di bayangkan betapa marah rasa hati permaisuri itu ketika "nenek"

   Itu memijati pinggulnya dengan tekanan-tekanan kedua tangannya, hangat dan mesra. akan tetapi terpaksa ia menekan kemarahannya, dan harus diakuinya bahwa tekanan-tekanan itu memang pijitan seornag ahli dan otot-otot pinggul dan punggungnya terasa nyaman! Wanita setengah tua itu cepat berlutut ketika kaisar memasuki kamar dan mendekati pembaringan.

   "Hemm, siapakah wanita ini?"

   Kaisar bertanya kepada permaisurinya yang sudah bangkit dan memberi hormat pula kepadanya. Si Kumbang Merah yang masih berlutut itu sudah bersiap-siap untuk meloncat dan melarikan diri kalau permaisuri itu membuka rahasianya. Akan tetapi, hatinya lega ketika permaisuri itu menjawab dengan suara sambil lalu.

   "Ah, ia adalah seorang ahli pijat dari luar istana yang kabarnya amat pandai. Karena hamba merasa lelah dan tidak enak badan, maka hamba memanggilnya ke sini dan memang ia pandai sekali.

   "Permaisuri lalu menggandeng tangan kaisar, dibawanya duduk di atas kursi kesukaan Sri Baginda, di dekat meja. Dengan lembut ia lalu bertanya.

   "Bagaimanakah dengan penyelidikan paduka?"

   "Hemm, tidak kutemukan siapa-siapa di kamarnya. Malah ia rebah dalam keadaan sakit! Engkau agaknya hanya menduga yang bukan-bukan saja!"

   Permaisuri itu lalu memberi hormat dan berkata dengan suara lembut.

   "Kalau begitu, ampunkan hamba. Sesungguhnya hamba selalu merasa khawatir kalau sampai terulang kembali peristiwa seperti yang dilakukan oleh Hwee Lan. Hamba khawatir, kalau sampai nama besar paduka ternoda."

   "Hemm, jangan bicara dulu kalau belum ada bukti yang nyata. Engkau hanya mengganggu pikiranku saja, dan aku menjadi lelah karena kurang tidur. Ah, benarkah ia pandai memijit? Biar kau suruh ia memijati tubuhku yang lelah sekali,"

   Kata Kaisar sambil menuding ke arah wanita setengah tua yang masih berlutut di atas lantai. Tentu saja permaisuri merasa khawatir sekali, akan tetapi iapun tidak berani membantah karena khawatir kalau rahasia nenek itu ketahuan.

   Maka, terpaksa ia lalu membereskan pembaringan dan setelah membantu kaisar rebah di atas pembaringan, ia lalu menyuruh nenek itu memijati tubuh kaisar . Akan tetapi, Si Kumbang Merah sama sekali tidak merasa khawatir. Dia adalah seorang ahli silat tinggi, pandai ilmu menotok jalan darah dan sudah hafal akan kedudukan otot-otot dan urat-urat, tahu benar cara pengobatan dengan urut dan pijit. Maka, tanpa ragu-ragu iapun lalu memijati tubuh kaisar, dimulai dari kedua kaki, terus naik ke pinggul, punggung, kedua lengan dan leher. Lega rasa hati permaisuri ketika mendengar Sri Baginda mengeluarkan kata-kata memuji dan merasa keenakan, bahkan tak lama kemudian Sang Kaisar telah tertidur amat nyenyaknya! Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, permaisuri menyuruh Si Kumbang Merah menghentikan pijitannya,

   "Engkau boleh pergi sekarang, biar diantar keluar oleh pengawal kepercayaanku,"

   Katanya. Si Kumbang Merah tersenyum, memberi isarat berkedip kepada permaisuri dan dayangnya, lalu memberi hormat dan mengikuti dua orang thai-kam pengawal yang telah diberi perintah oleh permaisuri itu. Dengan aman, karena dikawal oleh dua orang thai-kam pengawal kepercayaan permaisuri, dia telah keluar dari daerah terlarang itu. Sejak terjadinya peristiwa itu, Si Kumbang Merah semakin leluasa mengaduk-aduk daerah terlarang itu, bagaikan seekor kumbang yang dengan bebasnya beterbangan di antara bunga-bunga pilihan di taman istana, menghisap madu dari satu ke lain kembang sesuka hatinya! Permaisuri sama sekali tidak berdaya, bahkan permaisuri itu sudah merasa berterima kasih bahwa Si Kumbang Merah tidak memaksa ia untuk menjadi kekasihnya pula!

   Akan tetapi dayangnya tidak terlepas dari sengatan kumbang merah yang nakal itu. Kini bahkan para thai-kam pengawal yang tadinya setia kepada permaisuri, semua telah tunduk di bawah kekuasaan Si Kumbang Merah dan tentu saja hal inipun terjadi melalui sang permaisuri yang tidak berdaya di bawah ancaman Si Kumbang Merah yang telah menguasainya dengan menyimpan kalung dan beberapa barang perhiasan lainnya. Benda-benda ini merupakan senjata ampuh, mernbuat sang permaisuri bertekuk lutut tidak berdaya karena sekali saja Si Kumbang Merah memperlihatkannya kepada orang lain dan mengatakan bahwa dia menerima dari sang permaisuri sebagai hadiah tentu istana, bahkan seluruh negeri akan geger! Tentu nama permaisuri itu akan terseret ke dalam lumpur sebagai seorang permaisuri yang menyimpan seorang kekasih gelap!

   Kita tinggalkan dulu Si Kumbang Merah Tang Bun An yang sedang mabok kesenangan dan menjadi seperti ayam jantan tunggal di antara ayam ayam betina di harem kaisar! Dia telah kembali kepada kehidupannya yang dulu lagi, walaupun terdapat banyak perbedaan. Dahulu, dia suka merusak wanita, memperkosa, membunuh, meninggalkannya setelah wanita itu mengandung, di dalam hati dia mentertawakan wanita yang pada dasarnya menimbulkan rasa dendam kebencian kepadanya. Kini, dia agaknya hanya menuruti nafsu, mencari senang tanpa rasa benci kepada wanita-wanita itu. Kita tinggalkan dulu tokoh itu dan mengikuti perjalanan seorang di antara puteranya, yaitu Tang Cun Sek. Pemuda yang usianya sudah tiga puluh tahun itu setelah melarikan diri dari Cin-ling-san, lalu mengembara. Dia seorang pemuda yang tinggi besar dan gagah, wajahnya yang berkulit putih itu nampak tampan.

   Sepasang matanya tajam mencorong, sikapnya halus dan dia seorang yang pendiam. Seperti kita ketahui, Tang Cun Sek juga mengalami nasib yang sama dengan para keturunan Si Kumbang Merah. Ibunya menyerahkan diri karena rayuan jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) itu. Setelah ibunya mengandung, maka Si Kumbang Merah meninggalkan ibunya, dan tidak pernah muncul lagi. Ibunya menikah lagi dengan seorang hartawan Thio, menjadi selirnya. Sebagai anak tiri hartawan Thio, Cun Sek hidup cukup baik, menerima pendidikan dan tidak sampai terlantar. Namun, dasar dia memiliki watak yang kotor, ketika dia berusia enam belas tahun dia bergaul dengan para pemuda yang tidak karuan dan dia berani berjina dengan dua orang selir ayah tirinya sendiri. Dia tertangkap basah dan diusir. Tang Cun Sek pergi setelah berhasil mencuri banyak emas dari gudang harta ayah tirinya.

   Akan tetapi, dia amat cerdik sehingga akhirnya, dia berhasil menyelundup ke Cin-ling-pai dan menjadi murid dan anggota perkumpulan para pendekar itu. Bahkan bukan itu saja, dia mampu merayu dan menundukkan hati kakek Cia Kong Liang sehingga dia disayang dan dari kakek itu dia menerima banyak ilmu silat tinggi dari Cin-ling-pai. Demikian pandainya dia mengambil hati orang tertua dari Cin-ling-pai itu sehingga dia bukan saja disayang, akan tetapi juga oleh kakek itu dicalonkan sebagai ketua Cin-ling-pai yang baru. Namun, usahanya menguasai kedudukan ini digagalkan oleh Cia Kui Hong, gadis lihai dan cerdik itu. sehingga dia bukan saja tidak dapat terpilih menjadi ketua baru Cin-ling-pai, bahkan menderita malu. Maka, diapun minggat meninggalkan Cin-ling-pai sambil membawa pergi pedang pusaka Hong-cu-kiam, yaitu pedang pusaka dari Cin-ling-pai.

   Demikianlah, Cun Sek tidak berani berhenti berlari cepat. Selama berbulan-bulan dia terus menjauhi Cin-ling-san karena dia maklum bahwa mungkin sekali pihak Cin-ling-pai akan melakukan pengejaran karena dia melarikan pedang pusaka. Hampir empat bulan telah lewat sejak dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan pada suatu pagi dia tiba di sebuah kota. Kota Tian-cu-an merupakan sebuah kota yang cukup besar. Musim panas telah tiba dan hawa udara lumayan panasnya biarpun matahari belum naik terlalu tinggi. Tang Cun Sek yang semalam tinggal di sebuah kuil To-kauw (Agama To) yang berada di luar kota, memasuki kota dengan sikap tenang. Dia memiliki banyak uang, sisa dari emas yang dahulu dicurinya dari rumah ayah tirinya, maka dia bersikap tenang, dapat membeli pakaian dalam perjalanan itu dan kini dia memasuki kota Tian-cu-an sebagai seorang pria muda yang berpakaian rapi dan bersih, membawa buntalan kain kuning dan sikapnya seperti seorang terpelajar.

   Pedang Hong-cu-kiam yang tadinya merupakan pedang pusaka Cin-ling-pai dan menjadi milik Cia Hui Song, ketua Cin-ling-pai, kini tersimpan di dalam buntalan pakaian itu. Pedang pusaka Hong-cu-kiam adalah sebatang pedang yang dapat digulung saking tipis dan lenturnya. Ketika hidungnya mencium bau masakkan sedap yang keluar dari sebuah rumah makan, Cun Sek merasa perutnya lapar sekali. Dia lalu memasuki rumah makan yang masih belum banyak pengunjungnya itu, dan memesan bubur ayam kepada seorang pelayan. Ketika dia sedang makan bubur ayam yang sedap dan panas, pendengarannya yang tajam mendengar percakapan yang dilakukan oleh tiga orang laki-laki yang duduk di meja sebelah belakang. Mereka bercakap-cakap dengan suara lirih, namun cukup jelas bagi pendengaran Cun Sek yang tajam.

   "Kita harus berhati-hati sekali. Iblis betina itu lihai bukan main."

   "Tentu saja lihai, kalau tidak mana mungkin sute (adik seperguruan) sampai tewas di tangannya."

   "Hemm, biarpun begitu, kalau kita bertiga maju, mustahil kita tidak akan dapat membinasakan iblis betina itu,"

   Kata orang ke tiga dengan suara penasaran.

   "Sstttt!"

   Kawannya agaknya memberi isarat sambil memandang ke arah Cun Sek dan tiga orang itu tidak melanjutkan percakapan mereka,

   Dan pada saat itu pelayan datang membawa pesanan mereka. Cun Sek melanjutkan makan bubur seolah-olah tidak pernah mendengar percakapan bisik-bisik tadi. Akan tetapi diam-diam dia memperhatikan. Tiga orang itu berpakaian seperti orang-orang dari dunia persilatan. Usia mereka antara tiga puluh sampai empat puluh tahun dan dari gerak gerik mereka mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu silat. Tubuh mereka nampak kokoh dan gerak gerik merekapun sigap, pandang mata mereka tajam. Bahkan di balik jubah mereka nampak gagang pedang. Kalau saja mereka tadi tidak menyebut iblis betina, tentu Cun Sek tidak tertarik dan tidak mau perduli, karena diapun tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi disebutnya iblis betina membuat dia tertarik.

   Siapakah yang mereka maksudkan dengan iblis betina itu dan mengapa seorang wanita disebut iblis? Karena dia memang tidak mempunyai tujuan tertentu dan banyak waktu terluang, maka karena hatinya tertarik, dia mengambil keputusan untuk membayangi tiga orang itu dan melihat sendiri siapa sebenarnya iblis betina itu dan wanita macam apa sampai dijuluki iblis betina. Demikianlah, ketika tiga orang itu meninggalkan rumah makan, tanpa mereka ketahui, mereka dibayangi oleh Cun Sek. Tiga orang itu keluar dari kota melalui pintu gerbang selatan. Begitu keluar dari pintu gerbang, mereka lalu mempergunakan ilmu berlari cepat menuju ke sebuah bukit yang tidak jauh dari kota Tian-cu-an, sebuah bukit yang nampak subur penuh hutan lebat. Ketika tiga orang itu tiba di luar sebuah hutan di lereng bukit itu, mereka berhenti dan seorang di antara mereka bersuit nyaring.

   Segera terdengar jawaban, yaitu suitan-suitan yang sama dari berbagai penjuru dan tak lama kemudian dari balik semak belukar, balik pohon-pohon, bahkan ada yang melayang turun dari atas pohon, bermunculan banyak sekali orang yang kesemuanya mengenakan seragam hitam. Diam-diam Tang Cun Sek terkejut. tiga orang laki-laki tadi biarpun mungkin lihai, namun belum merupakan lawan yang terlalu tangguh. Akan tetapi dengan munculnya dua puluh orang lebih ini yang kesemuanya berpakaian hitam-hitam dan sikap mereka bengis dan kejam, sungguh mereka ini merupakan pasukan kecil yang berbahaya. Makin tertarik hatinya. Demikian banyaknya orang laki-laki hendak mengeroyok seorang wanita? Kalau begitu, wanita yang di sebut iblis betina itu tentu luar biasa lihainya.

   Dengan kepandaiannya yang tinggi, Cun Sek melayang naik ke atas pohon besar yang amat lebat daunnya, tepat di atas sekumpulan orang itu dan dia dapat mendengarkan dan melihat dengan jelas. Ada dua puluh empat orang berpakaian seragam hitam, dipimpin oleh seorang pria berusia empat puluh tahun yang mukanya penuh dengan cambang, kumis dan jenggot. Matanya melotot bengis dan mendengar bahwa orang-orang menyebutnya pangcu (ketua), maka mudah diduga bahwa si brewok itu adalah ketua dari gerombolan orang berseragam hitam itu. Dan melihat sikap ketua gerombolan seragam hitam itu terhadap tiga orang yang datang dari kota Tian-cu-an tadi, dapat diduga bahwa mereka merupakan sekutu. Antara ketua dan tiga orang itu nampak hubungan yang saling menghargai, berbeda dengan sikap para anggauta kelompok seragam hitam yang bersikap amat hormat kepada ketua mereka dan juga kepada tiga orang itu.

   Karena sejak muda berada di Cin-Iing-pai dan sudah lama tidak berkecimpung di dunia kang-ouw, maka Tang Cun Sek sama sekali tidak tahu bahwa dia telah bertemu de-ngan tokoh-tokoh kangouw yang Kenamaan! Gerombolan seragam hitam yang pada saat itu berkumpul disitu adalah para anggauta pilihan dari perkumpulan Hek-tok-pang (Perkumpulan Racun Hitam)! Dari nama perkumpulan ini saja mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam penggunaan racun berbahaya di samping mereka memiliki pula ilmu silat kaum sesat yang amat berbahaya. Nama Hek-tok-pang mendatangkan perasaan takut pada semua orang yang suka melakukan pelayaran di sepanjang Sungai Kuning, karena mereka itu yang tinggal dilembah Huang ho,

   Merupakan perkumpulan yang mengangkat diri sendiri sebagai penguasa di sepanjang Huang-ho. Mereka suka menuntut pajak atau sumbangan dari para pedagang yang menggunakan perahu, dan mereka tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang berani menentang mereka. Ketua mereka, yaitu pria yang tinggi besar dan brewok itu bernama Cu Bhok dan terkenal memiliki ilmu silat golok yang amat dahsyat. Adapun tiga orang yang oleh Cun Sel dibayangi dari kota Tian-cu-an itu pun bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka bertiga itu tadinya berempat dan terkenal dengan julukan mereka Kwi-san su-kiam-mo (Empat setan Pedang dari Kwi-san). Orang pertama bernama Giam Sun, lalu yang ke dua adik kandungnya bernama Giam Kun. Orang ke tiga bernama Thio Su It, dan yang keempat bernama Yauw Kwan.

   Akan tetapi, karena yang termuda telah tewas di tangan "iblis betina", maka kini mereka hanya tinggal tiga orang saja. Cun sek yang mengintai dari atas pohon melihat mereka itu mengadakan perundingan di bawah pohon. Ketua Hek-tok-pang itu bersama tiga orang pria yang dibayanginya tadi bercakap-cakap di bawah pohon sedangkan dua puluh empat orang anggauta Hek-tok-pang lalu menyebarkan diri di sekitar tempat itu, siap untuk melakukan perlindungan dan penjagaan agar jangan sampai ada orang luar mendengarkan percakapan ketua mereka dengan tiga orang tokoh sekutu mereka itu. sungguh tak seorangpun di antara mereka yang pernah menduga bahwa sejak tadi sudah ada seorang yang nongkrong di atas pohon dan melihat semua kegiatan mereka, bahkan mendengar semua percakapan yang berlangsung di bawah pohon itu.

   "Pangcu,"

   Kata seorang di antara tiga orang Kwi-san Su-kiam-mo, yaitu orang pertama yang bernama Giam Sun itu.

   "Sebelum kita menyerbu ke Bukit Teratai Emas itu, lebih dulu kita harus mengetahui jelas akan kedudukan kita dan sifat kerja sama kita. Pangcu maklum bahwa kita bersama menentang iblis betina itu dengan berbagai alasan, yaitu kami karena terbunuhnya seorang sute kami, dan pangcu karena iblis betina itu pernah merugikan Hek-tok-pang. Akan tetapi kami kira bukan itu yang menjadi alasan terpenting."

   "Benar sekali ucapanmu, kawan."

   Kata ketua Hek-tok-pang itu dengan suaranya yang berat.

   "Selama ini di antara kita tidak pernah ada persekutuan walaupun juga tidak pernah kita saling bertentangan. Kita mengambil jalan masing-masing dan tidak saling mengganggu. Akan tetapi iblis betina itu muncul dan jelas bahwa ia hendak menjagoi, tidak memandang mata kepada pihak lain. Betapapun lihainya, ia hanya seorang perempuan dan kami tentu saja tidak sudi tunduk kepada seorang wanita! Kalau ia tidak dibasmi, tentu hanya akan merendahkan nama besar kita sebagai laki-laki yang gagah perkasa."

   Tiga orang itu mengangguk-angguk setuju.

   "Akan tetapi, kita harus berhati-hati. Kalau tidak salah perhitungan kami, ia mempunyai banyak pembantu yang pandai. Kalau nanti kita berhasil memancing mereka keluar dari sarang mereka di Kim-lian-san (Bukit Teratai Emas). Harap pangcu dan para saudara Hek-tok-pang menghadapi para pembantunya. Adapun kami sendiri akan menghadapi iblis betina itu."

   Setelah mengadakan perundingan, empat orang ini diikuti oleh dua puluh empat anggauta Hek-tok-pang lalu menuruni lereng dan kini mereka menuju ke sebuah bukit lain yang bersambung dengan bukit itu.

   Sebuah bukit yang lebih besar dan lebih liar karena penuh dengan hutan-hutan lebat, di mana nampak bagian-bagian yang berbatu, akan tetapi ada pula bagian yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa dan semak belukar penuh duri yang amat liar dan tempat itu tidak pernah didatangi manusia. Bahkan para pemburu binatang hutanpun agak segan untuk berburu binatang di Bukit Teratai Emas, karena hutan itu memang amat berbahaya. Apa lagi sejak kurang lebih setahun yang lalu ada desas desus bahwa bukit itu dihuni segerombolan iblis yang amat lihai dan jahat! Bahkan kini penduduk dusun yang tadinya mencoba memperbaiki nasib dengan membangun dusun di situ dan bertani, beramai-ramai meninggalkan dusun mereka dan pindah ke tempat lain yang lebih aman setelah berkali-kali mereka diganggu oleh iblis-iblis yang amat jahat!

   Dengan hati semakin tertarik, Cun Sek membayangi serombongan orang itu dari jauh. Dia merasa semakin penasaran. Jelaslah bahwa serombongan orang itu adalah orang-orang kang-ouw yang hendak menentang orang yang mereka sebut iblis betina. Tentu seorang wanita yang lihai, yang agaknya juga memiliki anak buah dan mungkin wanita itu dan anak buahnya bersarang di bukit yang bernama Bukit Teratai Emas itu. Tentu akan ramai, pikirnya, dan tanpa ada keinginan mencampuri urusan itu, dia hanya membayangi untuk menjadi penonton. Semenjak meninggalkan Cin-ling-pai, dia memang tidak mempunyai tujuan tertentu. Satu-satunya tujuan perjalanannya hanyalah mencari ayah kandungnya, yaitu seorang tokoh yang menurut ibunya amat lihai dan berjuluk Ang-hong-cu.

   Selama ini dia sudah bertanya-tanya, namun biar ada pula orang-orang kang-ouw yang pernah mendengar nama Si Kumbang Merah, namun tak seorangpun mengetahui di mana adanya tokoh yang telah lama tidak pernah muncul di dunia kang-ouw itu. Akhirnya, menjelang tengah hari, rombongan itu tiba di lereng Bukit Teratai Emas. Mereka tadi mendaki dengan amat hati-hati, dan setelah tiba di lereng yang terjal, tak begitu jauh lagi dengan puncak .yang nampak tertutup pohon-pohon raksasa, mereka berhenti. Cun Sek menyelinap dekat dan mengintai dari balik semak belukar. Dia melihat betapa kini para anggauta Hek-tok-pang jtu menyebar bubuk hitam di antara semak-semak kanan kiri jalan setapak. Selain bubuk hitam yang disebarkan pada daun dan durj semak-semak, juga ketua mereka menebarkan benda-benda kecil runcing seperti paku berwarna hitam di atas tanah.

   Bukan sembarang paku, melainkan benda bulat kecil yang mempunyai banyak duri seperti ujung paku pada permukaannya sehingga ketika disebar di atas tanah, maka ada saja duri runcing yang mencuat ke atas sehingga siapa saja yang lewat di jalan setapak itu tentu akan menginjak benda itu dan karena benda itu runcing sekali, maka mungkin saja dapat menembus sepatu dan melukai kulit telapak kaki! Dan tahulah Cun Sek bahwa benda runcing itu tentu mengadung racun berbahaya, juga bubuk hitam yang ditaburkan itu tentu racun yang amat jahat! Hatinya menjadi tegang, dan diam-diam harus diakuinya bahwa orang-orang ini merupakan lawan yang amat curang dan berbahaya sekali. Setelah menebarkan bubuk hitam pada semak-semak dan benda-benda runcing pada jalan setapak, mereka semua lalu menuruni lereng dan kini di sebelah bawah, tak jauh dari tempat yang ditebari racun itu,

   Mereka mengumpulkan ranting dan daun kering, lalu membakar setumpuk daun dan ranting kering! Dan mereka semua bersembunyi di kanan kiri, dekat api yang mereka buat itu, setiap orang siap dengan senjata di tangan! Cun Sek mengangguk-angguk. Orang-orang ini sungguh licik. Agaknya mereka tidak berani menyerbu naik, maka mempergunakan siasat ini. Mereka membakar tempat itu untuk memancing pihak musuh menuruni puncak, dan sebelum tiba di tempat yang mereka bakar, tentu pihak musuh akan melalui jalan setapak yang telah penuh dengan benda dan bubuk beracun. Celakalah kiranya pihak musuh yang berada di puncak itu, pikirnya. Akan tetapi dia tidak ingin mencampuri. Bukan urusannya. Dia hanya ingin menjadi penonton dan ada kenikmatan tersendiri di dalam hatinya menonton peristiwa yang menegangkan hati ini.

   Tepat seperti yang di duga oleh Cun Sek, tak lama kemudian dari tempat sembunyinya dia melihat lima orang laki-laki berlarian dari atas, turun dari puncak menuju ke tempat kebakaran. Mreka adalah lima orang laki-laki yang mempunyai ilmu meringankan tubuh yang lumayan, terbukti dari cara mereka berlari cukup cepat walaupun melalui jalan setapak yang cukup sukar dengan adanya batu-batu yang berserakan. Kalau tidak hati-hati maka kaki mereka terpeleset dan kalau sampai terjatuh di atas jalan setapak berbatu-batu itu, akan membuat kulit mereka babak belur. Makin dekat lima orang itu datang ke jalan setapak yang di pasangi racun, makin kencang debar jantung Cun Sek karena tegang. Sedikitpun dia tidak ingin memperingatkan lima orang itu. Dia tidak ingin berpihak, karena dia tidak mengenal kedua pihak itu. Apakah lima orang itu akan mampu menghindarkan diri dari ancaman malapetaka?

   Sementara itu, lima orang yang datang dari puncak itu, setelah mereka tiba dekat api yang nampak dari atas, tentu saja mempercepat larinya dan kini mereka memasuki jalan setapak yang telah ditaburi benda berduri tadi. Dan berturut-turut terdengar mereka itu berteriak kaget, akan tetapi agaknya benda runcing yang menembus sepatu mereka dan melukai telapak kaki, mengandung racun yang amat hebat sehingga sekali berteriak, tubuh mereka terguling dan tentu saja mereka jatuh menimpa benda-benda runcing beracun itu. Dan begitu terjatuh, mereka tidak dapat bergerak lagi, merintih pun tidak mampu dan nampak beberapa bagian tubuh mereka menjadi hitam! Dari tempat persembunyiannya, Cun Sek bergidik. Luar biasa ampuhnya racun hitam itu! Lima orang itu begitu terjatuh, seketika tewas dan mayat mereka malang melintang menutup jalan setapak. Pada saat itu, Cun Sek melihat lima bayangan orang berlari cepat menuruni puncak.

   Sebentar saja lima sosok bayangan itu telah tiba di situ dan dia melihat bahwa mereka adalah lima orang wanita yang usianya antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, rata-rata memiliki wajah cantik dan, tubuh yang ramping padat. Diapun diam saja, hanya memandang penuh perhatian karena dari gerakan mereka itu, dia dapat menduga bahwa mereka lebih lihai dari pada lima orang pertama yang menjadi korban racun. Apakah mereka akan mampu meloncati tempat yang menjadi perangkap maut itu? Lima orang itu menghentikan lari mereka dan mereka terbelalak memandang ke arah lima orang yang telah tewas dan malang melintang di jalan setapak itu. Mereka mengamati ke arah tanah dan saling berbisik. agaknya mereka maklum bahwa lima orang pria itu menjadi korban benda-benda kecil beracun yang bertebaran di atas jalan setapak.

   "Ikut aku!"

   Kata seorang di antara mereka dengan nada memimpin. la lalu mencabut pedang, menggunakan pedangnya untuk membacok putus dua batang ranting pohon. Teman-temannya meniru perbuatannya dan kini masing-masing memegang dua buah kayu ranting yang besarnya selengan tangan mereka,

   Kemudian, didahului oleh pemimpin mereka, lima orang wanita itu menggunakan dua batang kayu untuk menyeberangi jalan setapak yang penuh dengan benda-benda runcing beracun itu tanpa menyentuhkan kaki ke atas tanah. Akan tetapi begitu mereka melewati jalan setapak itu, melangkahi lima sosok mayat yang malang melintang dan mereka tiba di seberang jalan berbahaya itu, mereka mengaduh-aduh dan lima orang wanita itupun terpelanting jatuh dari atas dua batang tongkat yang tadi mereka pergunakan untuk menyeberang sebagai pengganti kaki. Cun Sek tidak merasa heran. Lima orang wanita itu ternyata memang dapat menghindarkan kaki mereka tertusuk benda runcing dan keracunan, namun mereka tidak tahu bahwa semak-semak di kanan kiri jalan itu telah disebari bubuk hitam beracun.

   Ketika mereka lewat, tangan mereka terkena daun-daun yang sudah mengandung racun, maka ketika tiba di seberang, mereka merasa betapa kedua tangan mereka gatal dan panas. Rasa gatal dan panas itu menjalar ke seluruh tubuh dan lima orang wanita itu bergulingan, menggunakan kedua tangan untuk mencakari tubuh sendiri sehingga pakaian mereka koyak-koyak dan mereka berlima itu sampai telanjang bulat, namun tidak berhenti menggaruk dan tubuh mereka segera penuh dengan guratan merah dan hitam. Mereka itu tewas dalam keadaan tersiksa sekali, tidak seperti lima orang pria tadi yang tewas seketika. Lima orang wanita itu sebelum tewas menderita siksaan rasa gatal dan panas yang menjalar dari tangan mereka yang terkena bubuk racun sampai ke seluruh tubuh!

   Kembali Cun Sek bergidik ngeri. Sungguh hebat sekali! Sungguh bukan main kejamnya orang-orang Hek-tok-pang itu! Akan tetapi dia tetap hanya menjadi penonton dan tinggal tidak berpihak. Akan tetapi kini dia semakin tertarik. Agaknya yang menjadi korban racun itu, lima orang pria dan lima orang wanita, hanyalah anak buah saja. Agaknya rombongan yang masih bersembunyi itu menunggu musuh mereka yang tadi mereka sebut-sebut, yaitu iblis betina! Dan Cun Sek sendiripun ingin sekali, tahu bagaimana macamnya iblis betina itu dan bagaimana lihainya sehingga dua puluh delapan orang itu bersembunyi dengan senjata di tangan, agaknya siap untuk mengeroyok musuh yang ditunggu-tunggu itu. Ketika Cun Sek memperhatikan tiga orang yang dibayanginya dari kota tadi, tiba-tiba dia melihat mereka itu menuding ke arah puncak bukit dan sikap mereka tegang.

   Diapun cepat memandang ke arah puncak dan nampaklah sesosok bayangan seperti terbang cepatnya lari menuju ke tempat itu. Dia merasa betapa hatinya tegang sekali. Agaknya itulah orang yang mereka nanti-nanti, yang disebut iblis betina! Tentu orangnya menakutkan, seperti iblis, mungkin sudah nenek-nenek, yang lihainya bukan main. Akan tetapi, semakin dekat sosok tubuh itu, semakin terbelalak lebar mata Cun Sek! Apalagi setelah wanita itu tiba di dekat jalan setapak yang beracun, dan memandangi mayat lima orang pria dan lima orang wanita di seberang jalan, Cun Sek melongo. Ia seorang wanita yang usianya sekitar tiga puluh tahun. Pakaiannya serba indah dan mewah sehingga nampak ganjil sekali seorang wanita berpakaian seindah itu berada di dalam hutan! Dan cantiknya! Bentuk tubuhnya! Seorang wanita yang sudah matang dan penuh daya tarik, menggairahkan!

   Kalau saja tidak nampak gagang sepasang pedang di balik pundaknya, tentu tidak akan ada orang dapat menduga bahwa wanita cantik yang lemah-gemulai ini adalah seorang ahli silat yang amat pandai! Wajah itu bulat dan kulitnya putih kemerahan masih ditambah cantik oleh bedak dan pemerah pipi dan bibir. Pandang matanya amat tajam, dan kerlingnya demikian memikat sehingga akan sukar ditemukan pria yang akan mampu bertahan kalau disambar kerling mata seperti itu. Begitu melihat wanita itu, seketika timbul rasa sayang dan suka dalam hati Cun Sek dan tanpa ditanya lagi, otomatis hatinya sepenuhnya berpihak kepadanya! Oleh karena itu, melihat wanita itu agaknya ragu-ragu dan hendak menyeberang melalui jalan setapak yang mengandung ancaman maut itu, tanpa disadarinya sendiri dia lalu berseru,

   "Hati-hati, nona! Jangan lewat jalan itu, tanah dan semak-semaknya telah ditaburi racun jahat!"

   Tiba-tiba wanita itu meloncat ke samping, tinggi sekali dan bagaikan seekor burung terbang, tubuhnya sudah melayang dan hinggap di atas cabang pohon, terus diayunnya tubuhnya itu sehingga melayang ke atas lagi, hinggap lagi di cabang lain dan demikian seterusnya sehingga dalam waktu beberapa detik saja ia telah hinggap di atas cabang pohon di depan Cun Sek! Cun Sek memandang terbelalak kagum bukan main. Wanita itu ternyata bukan saja cantik manis, akan tetapi juga memiliki ginkang yang demikian hebatnya sehingga nampaknya seperti seekor burung yang amat indah, yang kini berdiri di atas cabang sambil memandang kepadanya dengan sinar matanya yang jeli indah dan mulutnya yang tersenyum manis.

   "Siapakah engkau dan mengapa engkau memperingatkan aku tentang bahaya racun itu?"

   Wah, bukan hanya wajahnya cantik tubuhnya menggairahkan, sinar mata dan senyumnya memikat, juga suaranya amat merdu. Tanpa menyembunyikan kekaguman dari pandang matanya, Cun Sek menjawab sambil tersenyum.

   "Tadinya aku memang hanya menjadi penonton, tidak akan mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan aku. Akan tetapi, melihat engkau yang begini cantik jelita terancam bahaya maut yang demikian mengerikan, aku merasa tidak tega dan tanpa kusadari aku telah berteriak memberi peringatan."

   Di dalam hatinya dia masih merasa heran mengapa yang muncul seorang wanita yang demikian cantiknya. Bukankah yang dinanti oleh orang-orang di bawah itu adalah seorang iblis betina? Kini, dua puluh delapan orang itu sudah bermunculan dari tempat persembunyian mereka dan kini mereka sudah siap dengan senjata di tangan. Terdengar raksasa brewok tadi berteriak sambil mengacungkan golok besarnya ke arah pohon.

   "Iblis betina, turunlah! Mari kita membuat perhitungan!"

   "Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun), bersiaplah engkau untuk menebus nyawa sute Yauw Kwan!"

   Orang pertama dari Kwi-san Su-kiam-mo juga berteriak sambil menudingkan pedangnya ke arah wanita yang masih di atas cabang pohon itu.

   Kini Cun Sek semakin kaget. Kiranya benar wanita ini yang disebut Iblis Betina. Wah, bagi dia, wanita ini lebih pantas disebut bidadari kahyangan! Semua penilaian melahirkan pendapat yang palsu, karena penilaian selalu didasari perhitungan untung rugi si penilai. Kalau yang dinilai itu menguntungkan, berarti menyenangkan, tentu dinilainya baik, sebaliknya kalau merugikan atau tidak menyenangkan dinilainya buruk. Para anggota Hek-tok-pang telah dirugikan oleh Tok-sim Mo-li, banyak anggauta yang tewas di tangan wanita itu, tentu saja menganggap wanita itu jahat sekali, bahkan kecantikan wanita itu tidak lagi menarik karena telah timbul kebencian dan dendam dalam hati mereka.

   Seperti itu pula perasaan tiga orang di antara Kwi-san Su-kiam-mo yang menaruh dendam karena sute mereka tewas di tangan wanita itu. Akan tetapi sebaliknya, Cun Sek sama sekali tidak pernah merasa dirugikan oleh wanita itu, dan melihat kecantikan wanita itu, dia menilainya sebagai seorang wanita yang menarik dan patut dibela! Orang seperti Cun Sek ini tentu saja hanya menilai seseorang dari kulitnya. Dia lupa bahwa kecantikan hanya setipis kulitnya, hanya merupakan pembungkus belaka, pembungkus tengkorak dan rangka yang sama pada setiap orang manusia. Dan sungguh sayang sekali. Kita pada umumnya lebih suka memperhatikan dan memperindah badan dari pada batin kita. Kita mencuci badan kita setiap hari, dua tiga kali, akan tetapi ingatkah kita untuk mencuci batin kita?

   Mencuci batin berarti ingat kepada Tuhan dan menyerah dengan seluruh pemasrahan, karena hanya kekuasaan Tuhan saja yang akan mampu membersihkan batin kita yang dipenuhi kekotoran. Tentu saja Cun Sek tidak tahu siapa sebenarnya wanita cantik itu. Kalau dia sudah mengenalnya benar, tentu dia akan semakin terkejut. Wanita ini bernama Ji Sun Bi, yang di dunia kang-ouw terkenal dengan julukan Tok-sim Mo-li. Dari julukan ini saja sudah diketahui bahwa ia adalah seorang wanita yang hatinya beracun, berarti memiliki watak yang amat jahat. Ia pernah menjadi murid, juga kekasih, dari mendiang Min-sa Mo-ko, seorang datuk sesat yang pernah menjadi tokoh Pek-lian-kauw. Tok-sim Mo-li ji Sun Bi ini mewarisi ilmu-ilmu yang dahsyat dari gurunya, dan selain lihai dan cantik manis, juga ia memiliki suatu penyakit, yaitu gila laki-laki!

   Ia seorang penjahat cabul yang selalu timbul birahinya melihat seorang pria muda yang tampan dan ganteng. Oleh karena itu, begitu melihat Cun Sek yang tinggi tegap dan tampan, tentu saja hatinya seketika tertarik sekali. Apalagi ketika pemuda itu begitu berjumpa sudah berpihak kepadanya, dan berusaha menyelamatkannya dari ancaman bahaya! Kurang lebih setahun yang lalu, Ji Sun Bi bersama mendiang gurunya, Min-san Mo-ko, membantu gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh mendiang Lam hai Giam-lo dan seorang bangsawan Birma bernama Kulana. Akan tetapi pemberontakan itu dapat dihancurkan oleh pasukan Menteri Cang Ku Ceng, yang dibantu oleh para pendekar gagah perkasa. Hampir semua tokoh pemberontak tewas. Hanya ada beberapa orang saja yang berhasil menyelamatkan diri, di antaranya termasuk Tok-sim Mo-li li Sun Bi.

   Ketika terjadi pertempuran, Ji Sun Bi bertanding melawan Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-ling-pai yang sudah digembleng oleh Pendekar Sadis dan isterinya, yaitu kakek dan neneknya sendiri. Ji Sun Bi terdesak hebat dan pada saat terakhir, ia dapat membuang dirinya ke bawah tebing. Kui Hong mengira bahwa Ji Sun Bi yang jahat tentu tewas karena tebing itu amat curam. Akan tetapi ternyata tidak! Ji Sun Bi sudah memperhitungkan ketika ia melempar diri ke bawah tebing itu. Ia maklum benar bahwa di bawah tebing, tepat di bawah ia melempar tubuh, terdapat sebuah danau kecil yang dalam. Maka, ketika ia tiba di bawah, bukan batu atau tanah yang menerima tubuhnya, melainkan air! Dan biarpun ia hampir pingsan ketika terbanting ke air danau, namun ia dapat menyelamatkan dirinya dan tidak tewas! Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi segera melarikan diri dan bersembunyi sampai berbulan-bulan, takut kalau ada pengejaran dari para pendekar.

   Dan di dalam perantauannya sambil sembunyi-sembunyi ini Ji Sun Bi bertemu dengan seorang pria muda yang membuatnya gembira bukan main. Siapakah pria muda itu? Dia bukan lain adalah Sim Ki Liong, seorang di antara para pembantu utama dalam pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu! Pemuda itu adalah seorang di antara mereka yangberhasil menyelamatkan diri dan pemuda itu amat lihainya, bahkan tingkat kepandaiannya lebih lihai dari Ji Sun Bi sendiri, dan yang lebih dari segalanya, pemuda itu adalah bekas kekasih atau seorang di antara para kekasih wanita cabul itu! Ketika dua orang bekas rekan dan kekasih itu berjumpa, tentu saja mereka merasa gembira bukan main. Bukan saja gembira dalam melepas kerinduan masing-masing, akan tetapi terutama sekali gembira karena mereka kini merasa kuat.

   Dengan kerja sama di antara mereka tentu saja mereka merasa kuat dan mampu melakukan hal-hal besar! Sim Ki Liong adalah seorang pemuda berusia dua puluh dua tahun yang tampan dan sikapnya halus lagi sopan. Dia sesungguhnya putera dari mendiang Sim Thian Bu, seorang seorang tokoh sesat yang tewas di tangan suhengnya sendiri, yaitu Siangkoan Ci Kang. Sim Ki Liong yang cerdik itu kemudian berhasil menyusup ke Pulau Teratai Merah dan karena dia memang pandai mengambil sikap, dia berhasil menarik perhatian Pendekar Sadis dan isterinya yang berkenan mengambil dia sebagai murid! Sebagai murid terkasih dari Pendekar Sadis dan isterinya, tentu saja Sim Ki Liong menjadi lihai bukan main! Akan tetapi, ketika Cia Kui Hong berkunjung ke rumah kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah.

   Sim Ki Liong yang tergila-gila kepada Kui Hong itu seperti membuka kedok sendiri. Dan diapun lalu melarikan diri, minggat dari Pulau Teratai Merah sambil membawa pedang pusaka pulau itu, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam! Kemudian, Sim Ki Liong ikut bergabung dengan gerakan pemberontakan Lam-hai Giam-lo, menjadi seorang di antara para pembantu yang dipercaya di samping Ji Sun Bi. Ketika gerombolan pemberontak itu diserbu oleh para pendekar dan pasukan pemerintah, seperti juga Ji Sun Bi, Sim Ki Liong yang ternyata amat cerdik itu berhasil pula menyelamatkan diri. Demikianlah, setelah Ji Sun Bi berjumpa dengan Sim Ki Liong, tentu saja keduanya merasa girang bukan main. Keduanya lalu memilih Kim-lian-san (Bukit Terati Emas) itu sebagai tempat tinggal dan dengan kerja sama mereka,

   Sebentar saja mereka berdua sudah mampu membangun tempat itu sebagai sarang dari perkumpulan yang mereka bangun bersama, yang mereka beri nama Kim-lian-pai (Perkumpulan Teratai Emas)! Tentu saja ketuanya adalah Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menjadi wakil ketua. Mereka berdua lalu menundukkan tokoh-tokoh sesat di sekitar daerah itu, memaksa mereka untuk mengakui kekuasaan Kim-Iian-pai. Kalau ada tokoh atau golongan yang tidak mau mengakui, maka Ji Sun Bi lalu turun tangan mengalahkan tokoh itu atau mengobrak-abrik gerombolan yang melawan. Dalam waktu beberapa bulan saja, hampir seluruh tokoh kang-ouw dan gerombolan penjahat sudah dapat ditundukkan! Mereka berdua lalu memilih pemuda-pemuda atau para pria yang memiliki kepandaian, juga wanita-wanita yang tangkas, untuk menjadi anggota Kim-Iian-pai.

   Mereka berdua melatih mereka sehingga tak lama kemudian, Kim-lian-pai telah menjadi sebuah perkumpulan yang anggotanya berjumlah lebih dari seratus orang dan rata-rata mereka memiliki kepandaian silat yang cukup tangguh. Nama besar Kim-Iian-pai mulai dikenal dunia kang-ouw. Kelompok-kelompok yang mengakui kekuasaan Kim-lian-pai tentu saja mulai menyumbangkan hasil kekayaan atau kejahatan mereka kepada perkumpulan baru itu. Baik Sim Ki Liong maupun Ji Suri Bi tidak mempunyai niat untuk mengulangi apa yang dilakukan oleh gerombolan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo. Tidak, mereka sudah cukup berpengalaman dan cerdik. Melawan pemerintah merupakan perbuatan yang tolol. Kekuatan pemerintah tidak mungkin dapat dilawan. Mereka hanya ingin mendirikan perkumpulan yang kuat dan berkuasa karena dari dunia kang-ouw,

   Mereka dapat mengharapkan sumbangan yang akan membuat perkumpulan mereka cukup kuat untuk hidup mewah. Selain itu, juga kalau mereka kuat, para pendekar tidak akan berani mengganggu mereka. Di samping itu semua, juga Sim Ki Liong yang menjadi ketua Kim-lian-pai mempunyai suatu cita-cita, yaitu membalaskan dendam sakit hatinya kepada pendekar Siangkoan Ci Kang yang telah membunuh ayahnya. Dengan adanya perkumpulan kuat yang dipimpinnya, tentu tidak akan sukar baginya untuk mencari di mana adanya musuh besar itu. Di samping memupuk kekuatan untuk perkumpulannya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi tidak menghentikan kesenangan mereka. Dua orang ini memang cocok sekali, memiliki kesukaan yang sama, yaitu kalau Sim Ki Liong tiada bosannya mencari gadis-gadis cantik untuk menemaninya,

   juga Ji Sun Bi tak pernah merasa puas dengan pria-pria tampan yang hampir setiap hari berganti-ganti melayaninya! Hampir semua anggota Kim-lian-pai yang bertubuh kekar dan berwajah tampan, pernah dikeram dalam kamar wakil ketua yang cantik itu. Namun, watak Ji Sun Bi memang pembosan. Biar di puncak itu sudah ada Sim Ki Liong dan banyak anggota perkumpulan yang pria, namun ia masih suka berkeliaran turun dari bukit untuk melampiaskan nafsunya dengan pria-pria baru! Demikianlah, perbuatannya itu yang mendatangkan keributan pada hari itu. Ia bertemu dengan Yauw Kwan, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang merupakan anggota termuda dari Kwi-san Su-kiam-mo, empat orang tokoh kang-ouw yang kenamaan. Bertemu dengan pemuda yang gagah dan tampan ini, Ji Sun Bi segera merayunya. Yauw Kwan dengan mudah jatuh ke dalam pelukan wanita cabul itu.

   Akan tetapi celakanya, Yauw Kwan yang belum banyak pengalaman itu benar-benar jatuh cinta kepada Ji Sun Bi dan tidak ingin berpisah lagi. Bahkan dia membujuk Ji Sun Bi agar suka menjadi isterinya. Seperti biasa, setelah bermesraan dengan Yauw Kwan selama beberapa hari lamanya, Ji Sun Bi mulai bosan dan sikap Yauw Kwan yang rewel, yang hendak memaksanya agar suka menjadi isteri pemuda itu, membuat Ji Sun Bi menjadi marah. Ia menganggap pemuda itu banyak rewel dan akan merepotkan saja, maka ia memaki-maki dan mengusir Yauw Kwan. Pemuda itu terkejut, marah dan tahu bahwa wanita itu hanya mempermainkannya. Terjadi perkelahian dan Yauw Kwan melarikan diri membawa luka parah. Akhirnya dia tewas dalam rangkulan tiga orang suhengnya setelah menceritakan tentang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang menjadi wakil ketua Kim-lian-pai di puncak Kim-lian-san.

   Bukan hanya dengan Kwi-san Su-kiam-mo saja Ji Sun Bi membuat permusuhan. Juga dengan Hek-tok-pang. Perkumpulan Hek-tok-pang ini adalah perkumpulan para nelayan. Mereka itu ahli racun dan dengan kepandaian mereka itu, mereka menangkap ikan, menggunakan bubuk racun yang tidak begitu keras. Akan tetapi selain mencari ikan, juga mereka dikenal sebagai penguasa di sepanjang sungai Huang-ho dan dengan kekerasan menuntut sumbangan dari para saudagar yang perahunya lewat. Juga bajak-bajak sungai tunduk kepada mereka dan suka memberi bagian hasil kejahatan mereka. Mendengar akan perkumpulan ini, Ji Sun Bi mewakili Kim-lian-pai untuk menundukkan perkumpulan itu. Akan tetapi, ketuanya, Hek-tok pangcu Cui Bhok, tidak sudi tunduk kepada seorang wanita yang mewakili sebuah perkumpulan baru. Dia membuat perlawanan dan mengerahkan anak buahnya.

   Dihadapi puluhan orang anggota Hek-tok-pang, tentu saja Ji Sun Bi kewalahan, akan tetapi ketika terjadi perkelahian, ia sempat menyebar maut di antara para anggota Hek-tok-pang. Tidak kurang dari tujuh orang tewas, dan banyak yang terluka. Inilah yang membuat Hek-tok Pangcu Cui Bhok merasa sakit hati. Maka dengan dibantu oleh dua puluh empat anggotanya yang pilihan, dia bergabung dengan tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo dan pada hari itu melakukan penyerbuan ke Kim-lian-san. Ketika dua puluh delapan orang itu mengepung pohon bcsar di mana ia danCun Sek berada, Ji Sun Bi tersenyum dan matanya mengerling ke arah pemuda gagah perkasa yang kini juga sudah berdiri di atas cabang pohon itu. Diam-diam ia mengagumi tubuh yang kokoh kekar itu dan Ji Sun Bi menelan ludah seperti seekor harimau kelaparan melihat segumpal daging yang segar.
"
"Sobat yang gagah perkasa, siapakah namamu?"

   Tanya Ji Sun Bi dengan suara merdu. Cun Sek semakin kagum. Wanita ini memang hebat. Di bawah itu ada dua puluh delapan orang yang lihai menanti. dan menantangnya, akan tetapi ia masih bersikap demikian tenang dan enak-enakan saja seolah-olah tidak ada ancaman apapun. Diapun mengimbangi dan bersikap santai dan tenang. Sambil mengamati wajah cantik manis itu, diapun menjawab sambil tersenyum ramah.

   
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Namaku Tang Cun Sek, dan siapakah engkau, nona? Mengapa pula mereka itu memusuhimu?"

   "Namaku Ji Sun Bi,"

   Jawab wanita itu sambil memperlebar senyumnya sehingga kini nampak deretan giginya yang putih bersih.

   "Mereka di bawah itu adalah orang-orang tolol. Aku menjadi wakil ketua Kim-lian-pai yang berada di puncak Kim-lian-san ini, dan kami ingin agar mereka itu tunduk dan membantu kami. Eh, mereka malah melawanku! Saudara Tang Cun Sek, kalau menurut pendapatmu, bagaimana? Apakah aku harus membunuh mereka semua?"

   Cun Sek semakin kagum. Wanita ini bukan khawatir bahkan mengatakan dapat membunuh mereka semua, seolah-olah dua puluh delapan orang di bawah itu tidak ada artinya baginya. Akan tetapi, dia memikirkan pertanyaan itu dengan serius.

   "Kalau engkau ingin menundukkan mereka, apa gunanya kalau mereka dibunuh semua? Kalahkan saja pemimpin mereka, dan yang lain-lain akan menakluk dengan sendirinya."

   Dia mengerutkan alis dan memandang ke bawah.

   "Alangkah baiknya kalau engkau mampu menarik mereka menjadi pembantu. Mereka itu pandai sekali mempergunakan racun. Lihat, sepuluh orang yang menjadi korban itu, sungguh mengerikan. Siapakah mereka?"

   "Mereka adalah para anggota perkumpulan kami."

   "Wah, kalau begitu lebih penting lagi untuk menundukkan mereka agar mereka mau membantumu sehingga kerugianmu kehilangan sepuluh orang anggota itu dapat ditebus."

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 35 Pendekar Mata Keranjang Eps 27 Pendekar Mata Keranjang Eps 19

Cari Blog Ini