Kumbang Penghisap Kembang 13
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 13
Ji Sun Bi mengangguk-angguk. Memang tepat pendapat pemuda ini. Kim-lian-pai merupakan perkumpulan baru yang sedang menyusun kekuatan. Kalau Hek-tok-pang dapat ditundukkan dan membantu, berarti Kim-lian-pai akan menjadi semakin kuat. Kalau mereka semua dibunuh, tidak ada untungnya bagi Kim-lian-pai.
"Saudara Tang Cun Sek, tadi engkau sudah menolongku, memperingatkan aku tentang racun. Maukah sekarang engkau membantuku menghadapi mereka? Atau kelirukah penilaianku bahwa engkau seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?"
Cun Sek tersenyum.
"Terus terang saja pernah aku mempelajari ilmu silat, akan tetapi dibandingkan denganmu, tentu saja aku masih kalah jauh!"
"Hi-hik, aku tahu bahwa orang yang merendahkan diri itu justeru merupakan lawan yang berbahaya. Tong kosong nyaring bunyinya sebaliknya tong yang penuh tidak berbunyi!"
"Aih, jadi engkau hanya menganggap aku ini sebagai sebuah tong saja?"
"Apa salahnya menjadi tong?"
"Kalau tong beras atau tong anggur memang cukup berguna, akan tetapi tong sampah?"
Kelakar Cun Sek yang timbul kegembiraannya melihat sikap wanita yang lincah jenaka dan genit.
"Tong sampah juga berguna sekali. Akan tetapi siapa menyamakan engkau dengan tong? Engkau seorang pemuda yang begini gagah perkasa dan ganteng. Hanya aku ingin melihat apakah engkau mampu menghadapi seorang di antara mereka."
Cun Sek merasa ditantang kejantanannya. Kalau tadi dia tidak perduli dan tidak ingin mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, kini dengan mudah saja dia berpihak. Tentu saja dia memilih pihak wanita yang cantik menarik ini!
"Iblis betina! Kalau engkau tidak mau turun, terpaksa kami memaksamu turun bersama antekmu itu!"
Terdengar lagi suara dari bawah dan tiba-tiba dari bawah nampak sinar berkelebat ketika dua batang hui-to (pisau terbang) meluncur ke arah Cun Sek dan Ji Sun Bi. Pisau-pisau terbang itu dilempar oleh Thio Su It, orang ke tiga dari Kwi-san Su-kiam-mo yang memiliki keahlian menggunakan pisau ini sebagai senjata rahasia. Sebelum Ji Sun Bi menggerakkan tubuhnya, Cun Sek lebih dulu menggerakkan kedua lengannya, kedua tangannya menyambar ke bawah dan ternyata dia telah menyambut dua batang pisau itu! Kalau saja yang melemparkan pisau itu orang Hek-tok-pang, tentu dia tidak akan berani menyambut dengan tangan begitu saja karena ada bahaya keracunan.
Akan tetapi yang menyambitkan pisau adalah seorang di antara tiga orang yang dibayangi dari kota tadi, maka dia berani menyambutnya. Tanpa berkata apapun, Cuk Sek memandang ke bawah dan melihat seorang anggota Hek-tok-pang mengacung-acungkan goloknya, diikuti oleh seorang anggota lain dan mereka berdua mendekati batang pohon di mana dia dan Ji Sun Bi berada. Dia lalu melemparkan dua batang pisau terbang tadi ke bawah, akan tetapi membidik ke arah pundak kedua orang itu. Dua sinar menyambar turun, dibarengi suara mencuit nyaring dan dua orang anggota Hek-tok-pang itupun roboh sambil berteriak kesakitan. Pundak mereka telah tertusuk pisau terbang tanpa mereka mampu mengelak saking cepatnya pisau-pisau itu menyambar. Melihat ini, Ji Sun Bi merasa girang bukan main. Dengan mesra dan lembut dia memegang tangan Cun Sek dan berbisik dengan suara merdu.
"Bagus sekali! Kiranya engkau seorang yang amat lihai. Saudara Tan Cun Sek yang gagah, mari kau bantu aku menundukkan mereka dan selanjutnya aku akan menjadi sahabatmu yang manis sekali. Engkau akan kuhadapkan pangcu kami dan engkau akan dapat menjadi pembantu kami yang utama. Coba kau perlihatkan kepandaianmu dan kau kalahkan ketua Hek-tok-pang itu!"
Cun Sek tersenyum. Memang lebih enak memihak wanita cantik ini daripada mereka yang berada di bawah. Pula, dia sendiri perlu memperoleh kedudukan yang kuat untuk memulai hidup baru. Dan agaknya, kalau dia bersekutu dengan wanita yang lihai ini, bukan saja kedudukannya kuat, akan tetapi Juga dia memperoleh kehangatan dan kemesraan yang tentu akan amat menyenangkan. Dia memandang ke bawah. Ketua Hek-tok-pang itu memang kelihatan menyeramkan. Seorang raksasa brewok yang kasar dan dia tahu juga amat lihai, apa lagi dengan racun-racun berbahaya. Namun, tentu saja dia tidak merasa takut, dan diapun mengangguk.
"Baiklah, aku memang ingin sekali mencobanya. Mari kita turun dan kita hadapi mereka!"
Berkata demikian, Cun Sek lalu melayang turun dari atas pohon itu seperti seekor burung garuda besar menyambar. Dengan senyum girang Ji Sun Bi memandang dan dari cara pemuda itu melayang turun saja dengan mudah ia dapat menduga bahwa memang pemuda itu bukan orang biasa, melainkan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tak disangkanya, dalam menghadapi musuh yang telah menewaskan sepuluh orang anak buahnya ini ia akan bertemu dengan seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan suka membantunya!
Iapun segera melayang turun untuk mendampingi pemuda itu menghadapi musuh-musuhnya. Tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo dan Hek-tok Pangcu juga terkejut melihat cara dua orang itu melayang turun. Mereka tidak tahu bahwa Cun sek, adalah orang luar yang kebetulan saja bertemu dengan iblis betina itu dan mengira bahwa Cun sek tentu rekan dari Tok-sim Mo-li yang pandai. sebelum mereka mengerahkan anak buah untuk mengeroyok, lebih dahulu Tok-sim Mo-Ji Ji Sun Bi berkata dengan nada suara mengejek. Tentu saja ia tahu mengapa orang-orang itu datang menyerbu Kim-lian-san, akan tetapi, ia sengaja ingin agar Cun sek mendengarkan percakapan mereka agar pemuda itu tahu akan duduknya perkara dan bagaimana selanjutnya sikap Cun sek, apakah tetap ingin membantu padanya atau tidak, ingin sekali ia mengetahuinya.
"Haii, kalian ini apakah orang-orang gila yang tiada hujan tiada angin berani menyerbu Kim-lian-san dan telah membunuh sepuluh orang anggota Kim-lian-pai kami?"
Mendengar pertanyaan itu gerombolan orang yang tadinya sudah siap mengeroyok, menunda gerakan mereka. Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang kasar itu menggereng seperti seekor singa terluka, matanya melotot merah dan dia lalu berteriak lantang.
"Tok-sim Mo-li, tidak perlu engkau berpura-pura dan bertanya lagi. Engkau pernah menyerbu tempat tinggal kami di lembah Huang-ho dan menewaskan banyak anak buah kami, dan sekarang engkau masih bertanya lagi mengapa kami datang menyerbu. Tentu saja untuk membalas dendam dan membunuhmu!"
Wanita itu tersenyum lebar, manis sekali.
"Hek-tok Pangcu, aku datang ke tempatmu untuk memperkenalkan Kim-lian-pai kami dan minta kepadamu agar mengakui kekuasaan kami, akan tetapi engkau malah mengerahkan orang-orangmu sehingga terpaksa aku turun tangan memberi hajaran. Kalau aku menghendaki, pada waktu itu juga aku dapat membunuh kalian semua. Akan tetapi kami Kim-lian-pai bukan bermaksud memusuhi golongan lain, akan tetapi hendak mengajak kerja sama. Engkau dan orang-orangmu secara curang telah membunuh sepuluh orang anggota kami, biarlah hal itu sebagai imbangan kematian anak buahmu di tanganku tempo hari. sekarang, kalau engkau suka menyerah dan suka membantu kami"
"Tidak sudi! Aku tidak akan menyerah sebelum orang mengalahkan aku!"
Bentak ketua Hek-tok-pang itu.
"Baiklah. Ada sahabatku ini. Tang Cun sek, yang akan mengalahkanmu. Dan kalian ini, bukankah tiga orang dari Kwi-san su-kiam-mo? Ada apakah kalian juga ikut-ikutan datang menyerbu ke tempat tinggal kami?"
Giam Sun, orang tertua dari mereka, melangkah maju, mukanya merah padam dan matanya melotot.
"Iblis betina, kami datang untuk minta tebusan nyawa sute kami, Yauw Kwan! Masihkah engkau pura-pura bertanya lagi?"
"Aih, Yauw Kwan? Pemuda bodoh yang tak tahu diuntung itu? Dia hendak memaksaku untuk menikah! Tentu saja aku tidak mau terikat dengan pernikahan tolol itu. Kami bertengkar, lalu berkelahi. Dalam perkelahian itu dia kalah dan roboh, tewas. Apa pula yang harus diributkan? Dia tewas dalam perkelahian yang adil dan tidak penasaran. Dan sekarang kalian bertjga datang hendak mengeroyokku? Lebih baik kalian insaf dan menyadari kesalahan sute kalian, dan bekerja sama dengan kami dari Kim-lian-pai..."
"Tak perlu banyak cakap! Engkau atau kami yang harus mampus!"
Bentak Giam Sun marah.
"Aha, begitukah? Kalian hendak main keroyok? Ataukah sebaliknya kalau kita bertanding seperti orang-orang gagah? Kalau begitu biar sahabatku Tang Cun sek ini yang lebih dulu menghadapi ketua Hek-tok-pang."
Hek-tok Pangcu Cui Bhok memang sudah tidak sabar mendengar percakapan antara Ji Sun Bi dan Giam Sun tadi. sejak tadi dia sudah memandang kepada Cun Sek dengan mata merah. Pemuda itu memang bertubuh tinggi tegap, akan tetapi selanjutnya tidak mendatangkan kesan apa-apa maka diapun memandang rendah. Biarpun calon lawan itu tinggi tegap, namun nampak kecil ringkih dibandingkan tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa. Agaknya, sekali tangkap saja dia akan mampu mematahkan tulang punggung pemuda itu. Kini, mendengar ucapan si iblis betina, tanpa banyak cakap lagi diapun menerjang dan menyerang Cun Sek dengan goloknya yang lebar dan panjang!
"Singgg...!"Golok itu menyambar lewat dekat kepala Cun Sek ketika pemuda ini mengelak dengan lincah sekali. Gerakan ketua Hek-tok-pang itu memang cepat sekali dan hal ini saja membuktikan betapa besar tenaganya sehingga dia mampu memainkan golok yang amat berat itu bagaikan sebatang senjata yang amat ringan saja. Namun, kecepatan itu bagi Cun Sek masih nampak lambat. Pemuda yang pernah memperajari banyak macam ilmu silat, bahkan dengan beruntung telah dapat menguasai pula ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai ini memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dari tingkat lawan. Oleh karena itu, bacokan golok yang pertama tadi dapat dielakkannya dengan amat mudahnya. Bahkan ketika dia mengelak ke samping, dia masih sempat mengirim pukulan ke arah lambung lawan.
"Wutttt!"
Ketua Hek-tok-pang itu terkejut bukan main. Dia yang menyerang dengan goloknya, malah kini dia yang terancam bahaya. Pukulan itu mendatangkan angin yang amat kuatnya sehingga terpaksa dia melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan hampir terpelanting jatuh! Terdengar orang bertepuk tangan. Kiranya Ji Sun Bi yang bertepuk tangan memuji.
"Hebat, engkau hebat, saudara Tang Cun Sek!"
Wanita itu memuji dengan kagum dan juga girang bukan main.
Tak disangkanya bahwa pemuda itu memiliki ilmu kepandaian sehebat itu sehingga dalam segebrakan saja hampir dapat membuat ketua Hek-tok-pang itu roboh! Akan tetapi, hal itu terjadi karena Hek-tok Pangcu memandang rendah lawannya sehingga dia sama sekali tidak memperhatikan pertahanan diri. Kini dia marah bukan main. Akan tetapi di samping marah, juga dia penasaran dan lebih waspada karena dia mulai dapat menduga bahwa lawannya ini ternyata jauh lebih lihai daripada nampaknya. Tiba-tiba Hek-tok Pangcu Cui Bhok mengeluarkan gerengan yang amat dahsyat. Itulah ilmu khi-kang yang disalurkan melalui suara dan lawan yang tidak memiliki tenaga sakti yang kuat, akan dapat dilumpuhkan oleh serangan suara ini yang disebut Sai-cu Ho-kang (Auman Singa). Seperti yang suka dilakukan binatang buas seperti beruang, singa, harimau dan lain-lain.
Seekor singa dapat melumpuhkan calon korban hanya dengan auman yang menggetarkan jantung
(Lanjut ke Jilid 12)
Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 12
calon korbannya atau lawannya, bahkan banyak sudah manusia yang menjadi korban binatang buas, belum apa-apa sudah lumpuh dan tidak mampu melarikan diri begitu mendengar auman binatang buas itu. Kini, Hek-tok Pangcu itu agaknyapun mempergunakan ilmu semacam itu. Suara aumannya menggetarkan jantung. Akan tetapi yang dihadapinya adalah seorang pemuda gemblengan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Cun Sek juga merasa betapa auman itu menggetarkan jantungnya, namun dengan pengerahan sin-kangnya, dia mampu menolak pengaruh itu dan hanya tersenyum mengejek. Pada saat auman berhenti, golok besar itu telah menyambar-nyambar dan berubah menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata.
Agaknya raksasa brewok itu telah menggunakan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan serangan. Tiba-tiba, tangan kirinya bergerak dan nampak uap hitam menyambar ke arah Cun Sek! Inilah yang dinanti-nanti oleh Cun Sek. Dia tahu bahwa Hek-tok-pang merupakan perkumpulan ahli racun dan tentu saja ketuanya pandai sekali memainkan senjata beracun. Maka, begitu tangan itu bergerak dan nampak uap hitam, tahulah dia bahwa lawannya sudah menyebar bubuk racun yang amat berbahaya dan yang sudah menewaskan lima orang wanita anggota Kim-lian-pai tadi. Diapun cepat mengumpulkan pernapasannya, lalu dia meniup ke arah asap atau uap hitam Itu. Uap hitam itu membuyar dan bahkan tiga orang Kwi-san Sun-kiam-mo berloncatan menyingkir agar jangan terkena uap hitam yang menyebar. Demikian pula Ji Sun Bi meloncat mundur ke belakang.
"Hek-tok Pangcu bukan seorang laki-laki jantan, belum apa-apa sudah mengandalkan uap beracun!"
Cun Sek mengejek. Kini uap itu sudah menjauhi dirinya, terpukul dan terdorong oleh tiupan mulutnya tadi.
Raksasa brewok itu marah sekali. Goloknya mengeluarkan suara berciutan dan berubah menjadi segulung sinar yang menerjang dengan dahsyatnya ke arah Cun Sek. Pemuda ini maklum betapa berbahayanya serangan itu, maka diapun cepat meraba bawah jubahnya. Tiba-tiba saja nampak sinar emas yang mencorong dan tahu-tahu di tangannya sudah nampak sebatang pedang yang mengeluarkan sinar emas. Itulah Hong-cu-kiam, pedang pusaka Cin-ling-pai yang bersinar emas dan yang amat tipis sehingga dapat digulung dan disembunyikan di bawah jubah, bahkan dapat dipakai sebagai sabuk! Ketika dia mengintai di atas pohon, dia mengambil pedang itu dari buntalannya dan memakainya sebagai sabuk, sedangkan kini buntalan pakaiannya itu dia gantungkan di pohon.
Melihat ini, Ji Sun Bi terkejut dan kagum akan tetapi alisnya berkerut karena ia teringat bahwa pedang itu mirip benar dengan pedang Hong-cu-kiam, pedang pusaka dari Cin-ling-pai! Apalagi ketika Cun Sek memainkan pedangnya untuk menyambut serangan golok besar dari lawannya maka Ji Sun Bi yang tadinya kagum, kini terkejut dan matanya terbelalak! la adalah seorang tokoh sesat yang sudah banyak pengalaman, dan ia mengenal ilmu gaya Cin-ling-pai itu! Pemuda itu adalah murid Cin-ling-pai! Padahal, orang-orang Cin-ling-pai adalah para pendekar yang memusuhi golongannya. Akan tetapi, Ji Sun Bi kini hanya bersikap waspada saja dan diam-diam ia memutar otak untuk mencari siasat apa yang akan ia lakukan nanti untuk menghadapi Tang Cun Sek yang mungkin sekali adalah seorang tokoh Cin-ling-pai yang termasuk musuh besarnya itu!
Masih teringat benar ia ketika terjadi perang antara gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo di mana ia menjadi seorang pembantu utamanya, iaberhadapan dengan Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-ling-pai dan hampir saja ia tewas di tangan gadis itu! Cin-ling-pai adalah musuh besarnya! Akan tetapi sebelum ia menghadapi Cun sek sebagai musuh, ia akan mempergunakannya lebih dahulu sebagai pembantu menghadapi pihak musuh yang menyerbu Kim-lian-san ini. Memang, tidak sukar baginya untuk mengirim tanda ke puncak, minta bala bantuan. Akan tetapi ia merasa malu kepada sim Ki Liong, ketua Kim-lian-pai kalau untuk menghadapi pengacau-pengacau itu ia harus minta bantuan sang ketua!
Tepat seperti yang diduga dan diharapkan oleh Ji Sun Bi, pedang Hong-cu-kiam di tangan Cun sek membuat raksasa brewok itu menjadi kalang kabut dan terdesak hebat! setelah lewat tiga puluh jurus saja, Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanya mampu menangkis saja, tidak mampu lagi menggunakan goloknya untuk balas menyerang. Bahkan diapun tidak sempat mempergunakan tangan kiri untuk melakukan serangan dengan senjata rahasianya. Demikian hebatnya gulungan sinar emas itu mendesaknya! Akan tetapi, Cun Sek memang tidak ingin membunuh ketua Hek-tok-pang ini. Dia sudah mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan Tok-sim Mo-li, dan dia tahu bahwa orang seperti ketua Hek-tok-pang ini bersama anak buahnya akan merupakan pembantu yang amat berguna.
"Haiiittt...!"
Tiba-tiba Cun Sek merobah ilmu pedangnya dan dia mengeluarkan sebuah jurus dari Siang-bhok-kiamsut, ilmu pedang yang amat hebat dan langka dari Cin-ling-pai!
Ilmu ini sebenarnya merupakan ilmu simpanan, dan untung bagi Cun Sek dia sempat mempelajari beberapa jurus pilihan ilmu pedang itu dari kakek Cia Kong Liang yang menjanjikan bahwa kalau dia sampai dapat menjadi ketua Cin-ling-pai, barulah dia berhak mempelajari seluruh ilmu pedang ini. Namun, jurus yang dikeluarkan itu sudah lebih dari cukup. Terdengar suara nyaring ketika golok besar itu terlepas dari tangan ketua Hek-tok-pang. Cui Bhok, ketua itu mengeluarkan seruan kaget dan tangan kirinya memegang tangan kanan yang luka berdarah tergores ujung pedang lawan merupakan guratan memanjang sampai ke siku, dan lengan bajunya juga robek. Pada saat itu, Cun Sek sudah menodongkan pedangnya ke dadanya, membuatnya tidak berdaya sama sekali!
"Nah, pangcu, kuharap engkau mengerti bahwa di antara kita tidak ada permusuhan. Kim-lian-pai bermaksud baik. Beberapa orang anggotamu telah tewas di tangan toa-nio (nyonya) ini, akan tetapi engkau sudah membalas dengan membunuh sepuluh anggota Kim-lian-pai. Berarti engkau tidak kehilangan muka dan sudah tidak ada perhitungan lagi, bukan? Sekarang, kalau engkau mau menyatakan tunduk kepada Kim-lian-pai, aku akan menganggap engkau sebagai sahabat dan tidak akan membunuhmu."
Cui Bhok biarpun kasar, namun dia bukan seorang yang tolol.
"Baik, aku maklum bahwa aku berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih pandai. Kalau Kim-lian-pai mempunyai banyak pembantu selihai engkau, sudah sepatutnya kalau Hek-tok-pang berlindung di bawah pengaruh dan kekuasaannya. Aku menyerah! Hayo, kalian lepaskan senjata kalian dan berlutut!"
Dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang itu melepaskan golok mereka dan semua berlutut tanda menyerah. Melihat ini, tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo menjadi marah sekali.
"Bagus kiranya Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanyalah seorang pangecut besar!"
Teriak Giam Sun dan bersama dua orang sutenya, dia sudah mencabut senjatanya dan mereka bertiga berloncatan ke depan."
Akan tetapi kami bertiga menuntut balas atas kematian sute kami! Tok-sim Mo-li, majulah engkau untuk menerima kematian di tangan kami!"
Tok-sim Mo-li- Ji Sun Bi mengerling ke arah Cun Sek, dan dengan sikap manja dan suara merdu ia berkata,
"Saudara Tang Cun Sek, relakah engkau melihat aku mati di tangan tiga orang yang hendak mengeroyokku ini?"
Cun Sek tersenyum dan melintangkan pedang Hong-cu-kiam di depan dadanya.
"Jangan khawatir, nona. Aku tidak membiarkan mereka main keroyokan dan aku yakin bahwa Hek-tok Pangcu juga akan membuktikan kebenaran tekadnya untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pai!"
Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok melihat kesempatan untuk membuat jasa pertama. Dia seorang yang cerdik dan tahu bahwa yang paling menguntungkan adalah kalau berpihak kepada golongan yang lebih kuat. Maka, tanpa memperdulikan luka guratan bekas pedang Cun Sek pada tangan kanannya, dia sudah menggerakkan golok besarnya yang tadi sudah dipungutnya.
"Kwi-san Su-kiam-mo terlalu sombong! Biar aku Cui Bhok mencoba sampai di mana kelihaian pedang mereka yang begitu disombongkan!"
Kwi-san Su-kiam-mo yang kini tinggal tiga orang itu maklum bahwa mereka menghadapi lawan tangguh dan mereka harus mengadu nyawa.
Mereka adalah orang-orang yang sudah terlanjur memandang diri mereka sebagai orang-orang gagah dan menganggap bahwa ilmu pedang mereka selama ini tidak ada tandingannya. Maka, kematian sute mereka membuat mereka marah dan sakit hati sekali, karena terutama sekali hal ini menghancurkan bayangan mereka tentang ketangguhan diri mereka berempat. Giam Sun mengeluarkan teriakan melengking dan bersama adiknya diapun sudah menggerakkan pedang menerjang ke depan. Giam Sun menyerang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, dan adiknya, Giam Kun menyerang Cun Sek, sedangkan orang ketiga, yaitu Thio Su It, menyerang ketua Hek-tok-pang. Serangan mereka disambut dan terjadilah perkelahian yang hebat, seru dan mati-matian.
Sementara itu, dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang menjadi penonton. Tanpa perintah ketua, mereka tidak berani ikut-ikutan turun tangan, walaupun mereka memusatkan perhatian kepada perkelahian antara ketua mereka dan Thio Su It, dan merekapun siap dengan golok di tangan untuk membantu ketua mereka apabila mereka diperintah atau apabila mereka melihat ketua mereka terdesak dan terancam bahaya. Sambil melayani Giam Kun yang menyerangnya dengan sengit, diam-diam Cun Sek memperhatikan Ji Sun Bi yang diserang oleh orang pertama dari tiga orang jagoan itu. Diapun memandang kagum. Wanita itu selain cantik manis, juga amat lihai dan kini wanita itu telah memainkan sepasang pedang secara amat indah. Bagaikan menari saja ia melayani lawan yang menggunakan pedang.
Sepasang pedang di tangan wanita itu menyambar-nyambar, cepat sekali sehingga membentuk dua gulungan sinar yang melingkar-Iingkar dan menutup semua jalan penyerangan lawan! Indah akan tetapi juga cepat dan mengandung tenaga yang amat kuat. Legalah hati Cun Sek karena melihat sepintas lalu saja diapun merasa yakin bahwa wanita itu tidak akan kalah menghadapai lawannya. Maka diapun lalu mencurahkan seluruh perhatiannya kepada lawan yang mendesaknya dengan serangan-serangan ampuh. Harus diakuinya bahwa lawannya memang memiliki ilmu pedang yang lihai dan berbahaya. Tidak mengherankan kalau orang-orang ini memakai julukan kiam-mo (setan pedang) karena memang ilmu pedang mereka amat berbahaya. Namun, tingkat kepandaian Giam Kun masih jauh sekali dibandingkan tingkatkepandaian Tang Cun Sek.
Setelah menghadapi belasan jurus serangan lawan, Tang Cun Sek sudah dapat mengukur sampai di mana ketangguhan Giam Kun dan mulailah dia memutar pedang Hong-cu-kiam untuk membalas. Dan begitu dia memainkan pedangnya dengan cepat, Giam Kun terkejut dan dia merasa repot sekali menghadapi serangan yang bertubi-tubi datangnya itu. Dia tidak lagi mampu membalas, hanya memutar pedang sekuat tenaga untuk melindungi tubuhnya. Ketika Cun Sek melirik untuk melihat keadaan Ji Sun Bi, ternyata wanita itupun sudah mendesak lawannya yang terhuyung-huyung! Cun Sek tersenyum dan diapun tidak mau kalah. Dia harus dapat memperlihatkan kepandaiannya dan jangan sampai dikalahkan oleh wanita yang menarik hatinya itu. Diapun mempercepat gerakan pedangnya.
Terdengar teriakan beruntun dan Cun Sek secepat kilat mencabut pedangnya yang tadi menancap di dada lawan, hampir berbareng dengan gerakan pedang Ji Sun Bi yang juga mencabut pedangnya dari leher lawannya. Mereka itu secara berbareng saling memutar badan dan saling pandang, keduanya tersenyum melihat bahwa perlumbaan itu ternyata berakhir dengan,tiada yang lebih cepat atau lebih lambat. Mereka merobohkan lawan dalam detik yang sama. Kini tinggallah Thio Su It yang masih bertanding melawan ketua Hek-tok-pang. Ternyata tingkat kepandaian mereka seimbang walaupun Hek-tok Pangcu Cui Bhok mulai mendesaknya. Melihat betapa kedua orang suhengnya telah roboh, tentu saja Thio Su It menjadi terkejut, berduka akan tetapi juga gentar sekali. Dia maklum bahwa dia tidak mungkin dapat menyelamatkan dirinya, maka dengan nekat dia lalu melawan terus.
Kenekatannya inilah yang membuat dia menjadi lawan yang tangguh. Melihat betapa Hek-tok Pangcu bersungguh-sungguh melawan Thio Su It, hati Ji Sun Bi sudah merasa girang bukan main. Orang ini boleh dipercaya dan boleh diharapkan untuk menghadapi tokoh Cin-ling-pai itu, pikirnya. Tiba-tiba ia menggerakan tangan kirinya dan sinarhalus yang hitam menyambar ke arah dua orang yang sedang berkelahi itu. Thio Su It mengeluarkan seruan lirih dan dia terhuyung. Pada saat itu, ujung golok di tangan Cui Bhok mengenai pundaknya dan diapun roboh dan dalam waktu beberapa detik saja tubuhnya berubah hitam dan diapun tewas seketika. Golok besar itu mengandung racun yang amat hebat! Kini tiba-tiba Ji Sun Bi merobah sikapnya yang tadi tersenyum-senyum kepada Cun Sek.
"Pangcu, bantu aku menangkap mata-mata ini. Dia seorang pendekar tokoh Cin-ling-pai, musuh golongan kita!"
Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok terkejut sekali, akan tetapi dia segera meloncat ke dekat Cun Sek sambil menodongkan golok besarnya sambil memberi isyarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya. Mereka itu segera mengepung Cun Sek, sedangkan Ji Sun Bi sendiri berdiri di samping Cui Bhok, sepasang pedangnya di tangan dan ia memandang kepada Cun Sek yang terheran-heran itu dengan senyum mengejek.
"Wah, saudara Tang Cun Sek, tidak perlu lagi engkau berpura-pura. Engkau seorang tokoh Cin-ling-pai, katakan apa maksudmu datang ke tempat kami ini. Apakah engkau datang sebagai mata-mata, sebagai musuh? Katakan terus terang sebelum kami turun tangan karena aku tidak akan segan membunuhmu sebagai seorang murid Cin-ling-pai yang selama ini menjadi musuh besar kami."
Tentu saja Tang Cun Sek terkejut bukan main melihat perubahan ini. Namun, dia amat cerdik dan sebentar saja otaknya yang bekerja cepat, itu sudah dapat memaklumi keadaan, dan dia dapat menduga apa yang menyebabkan wanita cantik itu kini berbalik memusuhinya. Tentu Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi ini pernah bermusuhan dengan pihak Cin-ling-pai dan tadi, ketika dia mengeluarkan pedang Hong-cu-kiam dan memainkan ilmu silat. Cin-ling-pai, wanita cantik itu mengenalnya dan tidak mengherankan kalau wanita itu menaruh curiga kepadanya. Tang Cun Sek tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, kiranya Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang cantik jelita dan lihai, tidak mampu mengenal sahabat dan juga masih belum terlalu cerdik sehingga tidak mampu membedakan mana kawan mana lawan, ha-ha-ha!"
Ji Sun Bi mengerutkan alisnya dan sepasang matanya yang jeli itu berkilat, akan tetapi ia masih belum tersenyum.
"Tang Cun Sek, apa alasannya engkau menganggap aku tidak mengenal sahabat dan tidak cerdik?"
"Pertama, sesudah aku membantu menarik Hek-tok-pang menjadi sekutu dan membunuh tiga orang musuh yang hendak membunuhmu ini, engkau masih mencurigaiku. Ini namanya tidak mampu mengenal sahabat! Dan ke dua, kalau benar aku ini mata-mata Cin-ling-pai dan hendak memusuhimu, bukankah kesempatanku amat baik tadi dengan membantu mereka mengeroyokmu? Apa kau kira akan mampu menandingi kami kalau aku tadi membantu mereka? Nah, bukankah itu menunjukkan bahwa engkau kurang cerdik dan salah menilai orang?"
Kini Ji Sun Bi tersenyum dan mengangguk-angguk. la lalu menoleh kepada Hek-tok Pangcu Cui Bhok dan berkata lembut,
"Pangcu, mundurlah dan kita harus dapat percaya keterangannya itu."
KetuaHek-tok-pang itupun mengangguk-angguk dan memberi isarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya untuk mundur. Ji Sun Bi lalu menghampiri Cun Sek. Sejenak mereka saling pandang dan keduanya saling kagum.
"Tang Cun Sek, keteranganmu tadi memang dapat kami terima, akan tetapi untuk lebih meyakinkan hati kami sebelum engkau kami hadapkan kepada Pangcu kami, ceritakanlah mengapa engkau yang memiliki ilmu silat Cin-ling-pai dan memegang pedang pusaka Cin-ling-pai, tiba-tiba saja kini berpihak kepada kami!"
Sebetulnya Cun Sek segan menceritakan riwayatnya, akan tetapi dia maklum bahwa kerja sama dengan orang-orang seperti mereka itu merupakan suatu keuntungan baginya, terutama sekali akan memudahkan dia untuk mencari dan menemukan ayah kandungnya, yaitu Ang-hong-cu! Apalagi yang berada di situ hanyalah Ji Sun Bidan Cui Bhok,sedangkan para anak buah Hek-tok-pang sudah disuruh menjauhkan diri. Dengan singkat namun jeJas dia lalu menceritakan betapa sejak kecil dia sudah mempelajari ilmu silat dan setelah dewasa, dia ingin menambah pengetahuannya itu dengan masuk menjadi anggota Cin-ling-pai.
"Hanya beberapa tahun aku menjadi anggota Cin-ling-pai, namun aku beruntung dapat mempelajari ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai dari ketua lama. Akan tetapi, aku gagal menjadi ketua baru dan aku melarikan diri dari Cin-ling-pai sambil membawa Hong-cu-kiam yang dihadiahkan ketua lama Cia Kong Liang kepadaku."
Tentu saja bagian terakhir ceritanya itu dia berbohong karena pedang pusaka itu bukan hadiah pemberian melainkan hasil pencurian!
Ji Sun Bi minta kepada ketua Hek-tok-pang untuk memerintahkan anak buahnya mengubur jenasah sepuluh orang anggota Kim-lian-pang yang tewas keracunan, dan membersihkan kembali tempat yang mereka taburi racun. Setelah itu, maka Ji Sun Bi menjadi petunjuk jalan dan merekapun naik ke puncak Kim-lian-san. Dalam perjalanan ini, barulah orang-orang Hek-tok-pang melihat betapa besar bahayanya kalau mereka menyerbu ke atas. Perjalanan itu mengandung banyak sekali tempat rahasia, jebakan-jebakan yang mengerikan. Tanpa petunjuk jalan, sebelum tiba di puncak, mereka semua tentu akan menjadi korban perangkap yang banyak dipasang di sepanjang jalan menuju ke puncak. Bahkan Hek-tok Pang-cu Cui Bhok sendiri bergidik dan diam-diam dia girang bahwa dia telah dikalahkan oleh Tang Cun Sek sehingga dia menaluk.
Apa lagi ketika banyak anggota kim-lian-pang mulai menyambut, berjajar di sepanjang jalan, laki-laki dan wanita-wanita yang kesemuanya berwajah tampan dan cantik, bersikap gagah dan jumlah mereka tidak kurang dari lima puluh orang. Baru kemudian dia tahu bahwa jumlah anggota Kim-lian-pang berjumlah seratus orang lebih, sebagian ada yang bertugas di bawah gunung dan tersebar ke kota-kota dan dusun-dusun sekitar daerah itu bertugas sebagai mata-mata. Baik Cui Bhok maupun Tang Cun Sek merasa heran dan kagum sekali ketika mereka diajak Ji Sun Bi menghadap orang yang disebut pangcu atau ketua dari perkumpulan Kim-lian-pang. Sama sekali mereka tidak pernah membayangkan bahwa pangcu itu hanyalah seorang pemuda yang masih amat muda,
Tidak akan lebih dari dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun saja usianya! Cun Sek memperhatikan orang yang menerima kedatangan mereka dengan berdiri dari tempat duduknya dan yang mengamati mereka dengan pandang mata tajam menyelidik itu. Dia seorang pria muda yang bertubuh sedang, gerak-geriknya halus dan sopan, pakaiannya seperti seorang terpelajar, wajahnya tampan dan sepasang matanya mencorong penuh wibawa! Ji Sun Bi segera memperkenalkan dua orang tamu itu setelah dia, memberi bisikan kepada Cui Bhok agar memerintahkan anak buahnya yang ikut memasuki ruangan luas itu berlutut semua. Sambil tersenyum Ji Sun Bi mendekati ketua Kim-lian-pang yang menjadi rekan, kekasih, juga ketuanya itu dan ia sendiri menjabat wakil ketua.
"Pangcu, dia itulah Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang sudah menaluk kepada kita dan membawa dua puluh empat orang anak buahnya menaluk dan siap untuk bekerja sama dengan kita."
Orang muda tampan itu memandang kepada Cui Bhok dengan sinar mata penuh selidik, alisnya berkerut dan dia berkata dengan halus,
"Hemm..., aku mendengar bahwa sepuluh orang anak buah kita tewas karena racun yang disebarkan mereka?"
Diam-diam Tang Cun Sek merasa kagum. Kiranya peristiwa di lereng tadi telah diketahui oleh ketua ini, tentu ada mata-mata yang melapor lebih dahulu keatas sebelum mereka tiba di situ.
"Benar, mereka tewas karena kurang waspada,"
Jawab Ji Sun Bi. Biarpun bagi Cui Bhok, keadaan ketua Kim-lian-pang itu kurang menyakinkan, hanya seorang muda yang nampaknya tidak begitu hebat, namun mengingat bahwa pemuda itu adalah ketua Kim-lian-pang dan Tok-sim Mo-li yang demikian lihainya hanya menjadi pembantunya, diapun tidak berani memandang rendah.
"Saya Hek-tok Pangcu Cui Bhok menghadap pangcu dari Kim-lian-pang dan saya bersedia untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pang!"
Katanya sambil memberi hormat.
"Hemm..."
Kim-lian Pangcu Sim Ki Liong tersenyum dingin, namun suaranya terdengar halus ketika dia berkata kepada Cui Bhok yang bertubuh tinggi besar dan wajahnya brewok menyeramkan itu.
"Hek-tok Pangcu, penyerahan diri dan kerja sama membutuhkan kesetiaan dan kesetiaan haruslah di buktikan. Anak buahmu telah membunuh sepuluh orang anak buah Kim-lian-pang, pada hal enci Ji Sun Bi hanya membunuh tujuh orang anak buah Hek-to-pang. Dengan demikian, Hek-to-pang masih berhutang tiga nyawa kepada Kim-lian-pang. Nah, apa yang akan kau lakukan untuk membuktikan kesetiaanmu?"
Mendengar pertanyaan ini, wajah yang kasar penuh brewok itu berubah menjadi pucat, lalu merah padam dan matanya terbelalak. Cui Bhok tahu apa yang di maksudkan ketua Kim-lian-pang yang masih sangat muda itu dan dia merasa penasaran. Bagaimanapun juga, kalau ketuanya hanya seorang pemuda ingusan seperti ini, dia harus melihat bukti dulu bahwa ketua yang amat muda ini pantas untuk menjadi atasannya sebelum dia melaksanakan segala perintahnya. Diapun tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, sungguh tuntutan yang wajar dari seorang ketua besar sebuah perkumpulan yang besar pula! Akan tetapi, Pangcu, bagaimanapun juga, saya juga harus melihat bukti bahwa Pangcu adalah seorang yang pantas untuk saya taati. Mohon petunjuk!"
Katanya dan pria tinggi besar ini segera memasang kuda-kuda, tidak mencabut senjata karena dia maklum bahwa dia berada di sarang harimau dan kedudukannya amat berbahaya. Dia hanya ingin menguji kelihaian ketua yang amat muda itu, lain tidak. Dia sama sekali tidak ingin menentang, karena dia sudah takluk kepada orang muda yang membantu Tok-sim Mo-li tadi. Mendengar ucapan ketua Hek-tok-pang itu, Sim Ki Liong tersenyum dan wajahnya yang tampan itu nampak cerdik dan licik sekali. Tang Cun Sek memandang dengan hati tegang akan tetapi juga gembira. Ketua yang masih muda itu tadi hanya memandang acuh saja kepadanya, dan kini ketua itu ditantang atau diuji oleh Cui Bhok.
Suatu kesempatan baik baginya untuk melihat sendiri sampai di mana kelihaian ketua ini. Dia sudah mengukur kepandaian Cui Bhok, dan dari perlawanan ketua itu terhadap Cui Bhok, dia akan dapat mengukur sampai di mana kelihaiannya. Kalau melihat betapa Tok-sim Mo-li, yang tadi dia lihat pula kehebatannya, hanya menjadi pembantu ketua Kim-lian-pang, maka dapat diduga bahwa kepandaian ketua yang masih amat muda ini tentu hebat bukan main. Sim Ki Liong tersenyum bangkit dari kursinya melihat Cui Bhok sudah siap siaga di tengah ruangan yang luas itu. Para anak buah Hek-tok-pang yang masih berlutut juga semua memandang dengan hati tegang. Mereka setuju dengan sikap ketua mereka. Kalau hendak menaluk kepada seseorang, maka mereka harus melihat sendiri bagaimana lihainya orang itu!
"Cui-pangcu, permintaanmu wajar pula. Aku akan membuktikan bahwa aku memang patut kau taati. Nah, mulailah!"
Katanya dan dia berdiri seenaknya saja di depan Cui Bhok yang bertubuh kokoh kekar itu, berbeda dengan tubuh Sim Ki Liong yang sedang saja sehingga nampak kecil lemah di depan raksasa itu. Cui Bhok tidak membuang waktu lagi, lalu tiba-tiba dia mengeluarkan suara mengaum seperti singa, disusul bentakannya,
"Kim-lian Pangcu, lihat seranganku!"
Tubuhnya menerjang dengan dahsyatnya, kedua tangannya membentuk cakar singa, kuku jari-jari tangannya nampak menghitam tanda bahwa kuku itu mengandung racun yang amat berbahaya. Sekali terkena goretan kuku hitam itu akan mengakibatkan luka melepuh yang sukar disembuhkan kalau tidak memakai obat pemunah racun buatan ketua Hek-tok-pang itu! Namun, serangan bertubi yang berupa cakaran-cakaran dan cengkeraman itu dengan mudah dapat dihindarkan oleh Sim Ki Liong,
Hanya dengan gerakan kedua kakinya saja, kemudian dia membalas dengan tamparan lembut namun mengandung tenaga yang dahsyat sehingga hampir saja pundak ketua Hek-tok-pang terkena tamparan. Biarpun luput, hanya menyerempet sedikit saja, namun cukup membuat Cui Bhok terhuyung. Tentu saja raksasa ini terkejut dan mulai merasa kagum karena hanya dalam beberapa jurus saja, bahkan baru satu kali pemuda itu menyerang, dia sudah hampir dirobohkan. Namun dia masih kurang puas, kurang yakin dan kembali dia menyerang, lebih ganas dari yang tadi. Sementara itu, Cun Sek terbelalak! Dia melihat dengan jelas betapa serangan balasan itu, tamparan yang lembut itu, dan gerakan kaki itu, adalah ilmu silat San-in Kun-hoat (Silat Awan Gunung), sebuah ilmu pilihan dari Cin-ling-pai!
Menghadapi serangan yang ganas dari ketua Hek-tok-pang, Sim Ki Liong lalu mengeluarkan bentakan nyaring, kedua tangannya bergerak dari kanan kiri, menangkis sekaligus menyerang. Begitu kedua tangan Hek-tok Pangcu Cui Bhok bertemu dengan kedua tangannya itu, dia berteriak kaget, kedua tangannya itu terdorong keras ke belakang dan sebelum dia sempat menghindarkan diri, ada angin pukulan dari kanan kiri menyambar kearah kedua pundaknya dan diapun roboh terguling, kedua pundaknya terasa nyeri seolah-olah tulangnya retak-retak! Dia terkejut, akan tetapi juga kagum dan taluk. Dia bangkit berdiri lalu menjura dengan sikap hormat karena dia mendapat bukti betapa lihainya ketua Kim-lian-pang yang masih amat muda itu.
"Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Langit Bumi)...!"
Tak terasa lagi mulut Cun Sek berseru ketika dia melihat gerakan kedua tangan Sim Ki Liong tadi. Mendengar ini, Ki Liong cepat membalik dan sepasang matanya mencorong, memandang ke arah Cun Sek. Akan tetapi pada saat itu Cui Bhok sudah berkata dengan suara kagum.!.
"Biarpun masih amat muda, ternyata Kim-lian Pangcu sungguh memiliki kepandaian yang amat hebat. Saya mengaku kalah dan taluk, dan saya akan memperlihatkan kesetiaan saya kepada pangcu!"
Berkata demikian, tiba-tiba raksasa ini bergerak cepat sekali ke arah para anggotanya yang masih berlutut. Terdengar teriakan berturut-turut dan empat orang anak buahnya roboh dan tewas dengan muka menghitam. Mereka telah diserang dengan cakaran maut oleh ketua mereka sendiri. Yang menjadi korban adalah dua orang yang tadi terluka oleh Cun Sek, dan dua orang lain yang tingkatannya paling rendah dalam Hek-tok-pang. Semua anak buah Hek-tok-pang terkejut dan ketakutan, akan tetapi hati mereka lega ketika ketua mereka tidak menyerang lagi. Cui Bhok lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil menghadap Sim Ki Liong.
"Nah, pangcu. Itulah bukti kesetiaan kami. Dengan tewasnya empat orang anak buah saya, maka kini kami yang rugi seorang dibandingkan dengan Kim-lian-pang."
Sim Ki Liong tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Bagus, engkau memang pantas untuk kami terima sebagai sekutu dan pembantu, Cui Pangcu!"
Dia lalu bertepuk tangan menyuruh pengawal atau anak buahnya untuk menyingkirkan empat mayat itu, dan menyuruh anak buahnya untuk menjamu para anggota Hek-tok-pang yang kini tinggal dua puluh orang itu. Kemudian ia menyuruh para pelayan untuk menambah arak dan mengeluarkan hidangan untuk menyambut Cui Bhok pada saat itulah dia memandang kepada Cun Sek dan bertanya kepada Ji Sun Bi.
"Siapakah dia ini yang mengenal Thian-te Sin-ciang?"
Ji Sun Bi tersenyum.
"Tadi belum sempat aku memperkenalkan dia. Tentu saja dia mengenal ilmu silatmu yang berasal dari Cin-ling-pai, pangcu, karena dia adalah seorang tokoh Cin-ling-pai!"
"Ehhh...?"
Sim Ki Long terkejut sekali, akan tetapi dengan sikap gagah dia tidak memperlihatkan kekagetannya, melainkan matanya saja yang memandang tajam kepada Cun Sek, kini mengandung kecurigaan.
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mau apa seorang tokoh Cin-ling-pai datang ke sini?"
Pertanyaan ini mengandung terguran kepada Ji Sun Bi. Sebelum Ji Sun Bi menjawab, Cun Sek mendahuluinya.
"Maaf, pangcu. Aku tidak sengaja datang ke sini melainkan diajak oleh Tok-sim Mo-li untuk diperkenalkan kepada pangcu."
Mendengar ini Ji Sun Bi tersenyum, dan cepat dia menjelaskan.
"Pangcu, ketahuilah bahwa ketika aku turun dari puncak untuk menghadapi Hek-tok-pang, aku diperingatkan akan lorong beracun yang dibuat Hek-tok-pang oleh saudara Tang Cun Sek ini. Bukan itu saja, bahkan dialah yang menundukkan dan menaklukkan Hek-tok Pangcu, dan dia membantu pula ketika aku dikeroyok oleh tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo. Melihat kelihaiannya dan mengenal gerakan silatnya dan pedangnya yang jelas dari Cin-ling-pai, tadinya akupun curiga dan terkejut. Akan tetapi setelah dia menceritakan keadaannya, kupikir sebaiknya kalau dia kuajak ke sini agar berkenalan dengan pangcu. Bagaimanapun juga, kepandaian pangcu dan dia datang dari satu sumber, bukan?"
Sim Ki Liong mulai tertarik dan dia kini memandang kepada Cun Sek penuh perhatian, namun kecurigaannya sudah menipis.
"Saudara Tang Cun Sek, terus terang saja, Cin-ling-pai kami anggap sebagai musuh kami. Maka, harap kau jelaskan mengapa engkau tidak memusuhi kami, bahkan ingin berkenalan denganku."
Cun Sek menarik napas panjang,
"Tidak kusangkal bahwa aku adalah seorang murid Cin-ling-pai, bahkan aku mewarisi ilmu-ilmu Cin-ling-pai dari ketua lama Cia Kong Liang sendiri. Akan tetapi, ketika aku gagal untuk menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru, maka kuanggap Cin-ling-pai sebagai musuh. Aku melarikan diri dari sana dan biarpun banyak ilmu dari sana kukuasai, namun aku tidak menganggap diriku sebagai seorang Cin-ling-pai,"
Cun Sek mengepalkan tinju, masih mendongkol kalau mengingat kekalahannya di Cin-ling-pai.
"Demikianlah keadaanku, pangcu. Oleh karena itu, pangcu tidak perlu khawatir, aku bukan seorang anggota Cin-ling-pai lagi, bahkan akupun membenci Cin-ling-pai! Aku melarikan diri dari Cin-ling-pai, dan dalam perjalanan untuk mencari jejak ayahku yang sejak dalam kandungan belum pernah kumelihatnya. Kebetulan aku lewat di bawah bukit dan melihat rombongan orang Hek-tok-pang, lalu aku membayangi mereka dan kubantu Tok-sim Mo-li."
Sim Ki Liong mengangguk-angguk.
"Kalau engkau gagal menjadi ketua Cin-ling-pai, lalu siapa yang menjadi ketuanya yang baru?"
Dengan suara gemas Cun Sek menjawab,
"Gadis liar itu, Cia Kui Hong!"
Mendengar ini, Sim Ki Liong terbelalak memandang, kemudian dia tertawa bergelak. Lenyaplah sikap lembut dan sopan ketika dia tertawa dengan mulut terbuka, lalu mulut itu ditutup sehingga suara ketawanya hanya sampai di tenggorokan.
"Ha-ha-ha, he-he-hek, Cia Kui Hong? Ia menjadi ketua Cin-ling-pai?"
Dia tertawa lagi.
"Dara itu yang telah menggagalkanmu?"
"Hemm, Cia Kui Hong! Lagi-lagi gadis setan itu yang menjadi penghalang. Ia musuh kita bersama!"
Kata pula Ji Sun Bi dengan gemas. Kini Tang Cun Sek yang memandang dengan sinar mata heran kepada dua orang itu. Tentu saja dia tidak tahu betapa Sim Ki Liong juga sampai terlempar keluar dari Pulau Teratai Merah tempat tinggal gurunya, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, gara-gara kedatangan Cia Kui Hong, cucu luar pendekar sakti itu. Sedangkan Ji Sun Bi tentu saja tidak pernah dapat melupakan pengalaman pahitnya ketika ia membantu gerakan mendiang Lam-hai Giam-lo dan ketika gerombolan pemberontak itu diserbu para pendekar, ia sendiri bertanding melawan Cia Kui Hong dan hampir saja ia tewas ketika ia terjatuh ke dalam tebing!
"Pangcu, apakah engkau sudah mengenal Cia Kui Hong?"
Tanya Cun Sek. Ki Liong masih tertawa dan Ji Sun Bi yang menjawab.
"Tentu saja kenal baik! Cia Kui Hong itu masih terhitung murid keponakannya!"
Cun Sek terbelalak bingung. Pemuda ini? Usianya masih begitu muda dan menjadi paman guru Kui Hong? Paman guru dari mana? Tak mungkin pemuda ini murid kakek Cia Kong Liang pula. Melihat kebingungan tamu itu, kini Ki Liong yang melanjutkan keterangan Sun Bi.
"Ketahuilah, Tang-toa-ko, aku adalah murid Pendekar Sadis Ceng Thian Sin di Pulau Teratai Merah!"
"Ahhh...! Sungguh hal ini sama sekali tidak pernah disangka oleh Cun Sek. Tentu saja dia tahu siapa itu Pendekar Sadis! Dan diapun mengerti sekarang. Memang, Kui Hong adalah cucu pendekar Sadis, cucu luar, maka kalau pemuda ini murid Pendekar Sadis, memang Kui Hong dapat dianggap sebagai murid keponakannya.
"Akan tetapi..., kalau begitu... bagaimana pula pangcu menganggap Kui Hong sebagai musuh?"
"Ia yang menjadi gara-gara sehingga aku terpaksa pergi meninggalkan Pulau Teratai Merah untuk selamanya, tidak perlu kujelaskan persoalannya,"
Kata ketua itu yang tentu saja merasa tidak enak mengingat akan pengalamannya di Pulau Teratai Merah itu. Ketika Kui Hong berkunjung ke Pulau Teratai Merah, tempat tinggal kakek luarnya, seketika Ki Liong jatuh jatuh cinta dan tergila-gila kepada gadis itu. Dia berusaha merayu, namun bukan saja ditolak oleh Kui Hong, bahkan gadis itu marah-marah dan menyerangnya. Peristiwa itu diketahui Suhu dan Subonya, maka dia merasa malu dan malam itu juga dia melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah, sambil membawa benda-benda berharga, bahkan juga pedang pusaka Gin-hwa-kiam dia bawa lari! Dia bermaksud untuk mencari musuh besar pembunuh ayahnya, yaitu Siangkoan Ci Kang, akan tetapi sampai sekarang usahanya itu belum juga berhasil.
"Dan bagaimana dengan engkau, Tok-sim Mo-li? Bagaimana engkau juga mengenal Cia Kui Hong dan memusuhinya?"
Tanya Tang Cun Sek, merasa girang mendengar keterangan ketua itu yang ternyata murid Pendekar Sadis sehingga dia tidak merasa heran kalau ketua itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebat. Ketua itu dan dia memiliki dasar ilmu silat yang sama, yaitu dari Cin-ling-pai walaupun mereka berdua masing-masing memiliki pula ilmu-ilmu lain. Ji Sun Bi menghela napas panjang dan Ki Liong yang menjawab,
"la pernah bertanding dan dikalahkan oleh Cia Kui Hong, bahkan hampir saja ia tewas ketika terjatuh ke dalam jurang tebing yang curam."
Ji Sun Bi cemberut dan mukanya berubah merah, sepasang matanya berkilat.
"Lain kali akan kubunuh gadis setan itu!"
Pertemuan itu dilanjutkan dengan pesta makan minum untuk menghormati persekutuan baru itu Cun Sek diterima dengan tangan terbuka oleh Ki Liong dan semenjak hari itu, Cun Sek merupakan pembantu utama dari pasangan Ki Liong dan Sun Bi, bahkan diapun mulai hari itu menjadi seorang kekasih baru dari Ji Sun Bi yang tak pernah merasa puas dengan laki-laki itu.
Tentu saja Kim-lian Pangcu maklum akan hal ini, akan tetapi dia memang tidak pernah merasa cemburu dan memberi kebebasan sepenuhnya kepada Ji Sun Bi untuk berhubungan dengan pria manapun juga, seperti juga Ji Sun Bi tidak perduli dengan wanita mana ketua itu berhubungan! Maka terdapatlah hubungan segi tiga yang amat akrab dan aneh antara Ji Sun Bi, Sim Ki Liong, dan Tang Cun Sek. Namun, tiga sekawan ini merupakan kesatuan yang amat berbahaya karena ketiganya memiliki ilmu kepandaian tinggi! Apalagi setelah kini Hek-tok-pang menjadi sekutu mereka pula. Perkumpulan Teratai Emas itu menjadi semakin kuat dan semakin terkenal. Mereka melebarkan sayap kekuasaan mereka ke kota-kota lain, tidak bergerak sebagai pemberontak, bahkan sebaliknya.
Mereka menyusup ke dalam gedung-gedung para pejabat dan mendekati para pejabat dengan sogokan-sogokan. Mereka menalukkan tokoh-tokoh dunia persilatan dengan mengalahkan para pemimpinnya, bukan menanam permusuhan dan kebencian karena setelah berhasil mengalahkan, mereka lalu mendekati dan menarik bekas lawan itu menjadi sekutu mereka. Maka, makin kuatlah Kim lian-pang di bawah pimpinan Sim Ki Liong yang dibantu dengan setia oleh Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek itu. Mulailah mereka menyebar anak buah Kim-lian-pang yang semakin banyak jumlahnya itu, selain untuk menyebar pengaruh, juga untuk mulai melakukan penyelidikan tentang dua orang tokoh persilatan, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Si Kumbang Merah Ang-hong-cu. Yang pertama untuk sang ketua, dan yang ke dua untuk Tang Cun Sek.
Pek Han Siong melangkah lesu. Pemandangan alam di sekitar pegunungan itu sebetulnya amat indahnya pada pagi hari yang cerah itu. Namun, tiada keindahan di luar diri bagi seseorang yang menanggung derita di dalam dirinya. Keindahan bukan terletak di luar, melainkan di dalam diri. Kalau batin sedang terlanda duka, apapun yang dilihat oleh mata akan nampak tidak indah lagi. Dan pada saat itu, Pek Han Siong sedang dilanda duka. Cintanya terhadap Siangkoan Bi Lian ditolak! Gadis itu fHenolak cintanya. Dia dapat menghargai kejujuran dan keterusterangan Bi Lian, namun kenyataan itu sungguh membuat hatinya seperti ditusuk. Pedih perih karena kecewa. Apalagi, penolakan cinta gadis itu dinyatakan di depan Suhu dan Subonya. Dia tahu betapa mereka amat menyayangnya, maka diapun ditarik sebagai calon mantu.
Akan tetapi, apa hendak dikata, Bi Lian yang terlibat langsung dalam urusan perjodohan itu menolak! Diapun tidak dapat menyalahkan Bi Lian.. Bagaimana dapat menyalahkan seorang gadis karena tidak mencintanya? Han Siong menjatuhkan diri duduk di atas akar pohon. Tubuhnya terasa penat. Semalam suntuk dia tidak pernah berhenti, berjalan saja walaupun lambat, tak tentu arah tujuan sampai pada pagj hari itu dia tiba di pegunungan itu yang tidak dia ketahuinya namanya. Tubuhnya lemas karena sudah dua hari dia tidak makan, hanya minum air, itupun kalau kebetulan dia melewati sebuah sumber air bersih. Membiarkan tubuhnya duduk mengaso tetap saja tidak dapat menghilangkan kedukaanya, bahkan kini pikirannya melayang-layang, mengenangkan keadaan dirinya, semua peristiwa yang terjadi dan hatinya terasa semakin tertekan.
Sejak kecil dia tidak pernah merasakan bahagia, kecuali mungkin ketika dia tinggal di kuil Siauw-lim-si dan menjadi murid suami isteri sakti yang menjadi guru-gurunya, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Duka timbul dari pikiran yang penuh dengan perasaan iba diri. Pikiran mengenang masa lalu yang penuh dengan kegagalan, membayangkan masa depan yang penuh kesuraman, maka pikiran atau si aku merasa iba kepada diri sendiri, merasa nelangsa dan sengsara. Maka datanglah rasa duka, duka menghilangkan kewaspadaan, melenyapkan arti hidup. Hidup bukanlah sekedar membiarkan diri diseret ke dalam lamunan, membiarkan diri dipermainkan pikiran! Hidup adalah kenyataan apa yang ada, tidak perduli kenyataan itu menyenangkan atau menyusahkan. Yang senang, atau yang susah itu adalah pikiran,
Si-aku yang selalu menghendaki keenakan dan menghindarkan ketidak enakan. Kenyataan hidup adalah seperti apa adanya, dan menerima kenyataan apa adanya inilah seni paling indah, paling agung dan paling murni dari kehidupan. Menerima kenyataan seperti apa adanya, tanpa menilai! Tanpa mengeluh Melainkan menyerahkan kepada Tuhan! Tuhan Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Kasih! Hanya Tuhan yang akan mampu membimbing kita, lahir maupun batin. Kewajiban kita dalam hidup hanyalah untuk mempergunakan segala alat yang ada pada tubuh ini sebagaimana mestinya. Panca-indera untuk bekerja seperti yang telah ditentukan dalam tugas masing-masing, termasuk pikiran yang sesungguhnya merupakan alat untuk berpikir, untuk bekerja, untuk dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Pikiran bukan alat untuk menyeret kita ke dalam lamunan kosong tentang suka duka. Kita tidak mungkin dapat membersihkan pikiran yang bergelimang dengan daya-daya rendah, pikiran yang penuh nafsu, pikiran yang penuh dengan keinginan untuk mengejar enak sendiri. Tak mungkin, karena "kita"
Yang ingin membersihkan ini juga pikiran itu sendiri! Dan selalu keinginan pikiran hanya bersumber pada satu pamrih, yaitu mengejar keenakan untuk diri sendiri. Dapat saja pikiran menciptakan akal bermacam-macam seperti sebutan muluk-muluk, bertapa, mengasingkan diri, mengheningkan cipta dan segala macam cara lagi untuk membersihkan batin. Namun, semua itu adalah pekerjaan pikiran, pekerjaan si-aku, usaha dari nafsu pula karena pikiran itu sendiri bergelimang nafsu, dikemudikan nafsu.
Di balik semua usaha itu terdapat satu pamrih, yaitu sifat dari nafsu, ialah untuk mengejar keenakan bagi diri sendiri! Karena itu, tidak mungkin kita membersihkan pikiran, tidak mungkin nafsu mengendalikan atau mengalahkan nafsu. Semua ini hanya akal-akalan saja, akalnya si akal-pikir! Satu-satunya kenyataan adalah bahwa yang dapat merubah segalanya itu, yang dapat membersihkan jiwa dari cengkeraman nafsu, yang dapat menempatkan semua alat tubuh luar dalam kepada kedudukan dan tugas mereka masing-masing secara utuh dan benar, hanyalah KEKUASAAN TUHAN! Dan kekuasaan Tuhan akan bekerja kalau si -aku, yaitu hati dan akal pikiran kita tidak bekerja! Dan kekuasaan Tuhan akan bekerja kalau kita menyerah kepadaNya, menyerah dengan penuh ketawakalan, kepasrahan dan keiklasan, menyerah dengan kesabaran.
Kehendak Tuhanpun jadilah! Itu satu-satunya kenyataan yang mutlak. Dalam kepasrahan lahir batin ini, kita akan menerima semua kenyataan hidup sebagai kehendak Tuhan, dan karenanya kita menghadapinya tanpa keluhan, tanpa celaan. Bukan berarti kita lalu acuh dan mandeg. Sama sekali tidak! Kita pergunakan semua alat tubuh luar dalam untuk berusaha! Tuhan yang akan memberi bimbingan dan tuntunan. Kalau sudah begini, apapun yang terjadi, tidak menimbulkan penasaran atau keluhan, apa lagi duka. Selain ingat dan waspada. Ingat kepada Tuhan dan kekuasaanNya yang mutlak, menyerah, dan waspada terhadap setiap gerak langkah kita dalam hidup, waspada terhadap pikiran kita, terhadap ucapan kita, terhadap perbuatan kita, seperti kewaspadaan seorang yang memegang kemudi kendaraan. Dan Tuhan Maha Kasih!
Pendekar Mata Keranjang Eps 1 Pendekar Mata Keranjang Eps 20 Pendekar Mata Keranjang Eps 22