Pendekar Mata Keranjang 1
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 01
Hujan turun sejak sore tadi dan malam ini hujan masih turun rintik-rintik. Walaupun tidak sederas sore tadi, namun hujan itu masih membuat orang enggan keluar rumah. Apalagi malam itu dingin sekali. Lebih enak berada di dalam rumah, menghangatkan diri di dekat perapian atau di atas pembaringan menyusup ke bawah selimut daripada di luar rumah. Kota Nan-king yang biasanya amat ramai dengan kehidupan malamnya itu kini nampak sunyi sepi seperti kota mati. Hanya satu dua orang saja nampak melangkah di atas jalan raya yang basah dan sunyi lagi gelap itu, orang-orang yang mempunyai urusan penting sekali. Mereka itu melindungi tubuh dengan jubah dan mantel, juga memegang payung. Di sebuah rumah besar dan kuno yang terletak di tepi jembatan di ujung timur kota itu, suasananya juga amat sunyi. Rumah itu milik keluarga Siangkoan Leng yang terkenal sebagai keluarga jagoan, memiliki ilmu silat yang tinggi dan juga dihormati orang karena mereka itu berdagang obat-obatan dan terkenal pula pandai mengobati orang sakit.
Karena pandai mengobati orang, maka Siangkoan Leng sendiri oleh penduduk kota Nan-king disebut Siangkoan Sinshe yang pandai mengobati orang dengan tusuk jarum. Perdagangan obatnya laris dan keluarga itu memiliki penghasilan cukup besar. Akan tetapi keluarga ini pun, yang terdiri dari ayah ibu dan seorang anak, dibantu oleh empat orang pelayan, sejak sore sudah berada di kamar masing-masing, segan keluar kamar di malam yang sunyi dan dingin itu. Siangkoan Leng dan isterinya adalah sepasang suami isteri yang memiliki ilmu silat tinggi. Tiada orang di Nan-king yang pernah mengira, apalagi mengetahui, bahwa suami isteri itu, sebelum tinggal di Nan-king tujuh tahun yang lalu, pernah dikenal sebagai penjahat-penjahat besar di sepanjang pantai selatan! Selama belasan tahun mereka merajalela di daerah selatan, merampok, membajak, membunuh dan tidak ada kejahatan yang mereka pantang.
Akan tetapi ketika isteri Siangkoan Leng yang bernama Ma Kim Li itu mengandung dalam usia hampir empat puluh tahun, peristiwa ini seperti menyadarkan mereka dan mereka berdua mengambil keputusan untuk memulai hidup baru dengan anak yang akan dilahirkan. Mereka lalu merantau ke utara dan akhirnya menetap di Nan-king meninggalkan pekerjaan jahat dan mencari uang secara halal. Mereka telah tinggal di situ selama tujuh tahun dan anak yang terlahir laki-laki mereka beri nama Siangkoan Hay dan kini telah berusia tujuh tahun. Sejak anak ini masih kecil, suami isteri itu telah menggembleng tubuh anak mereka dengan ramuan obat-obatan dan mendidiknya dengan ilmu silat. Sebagai suami isteri yang pernah malang melintang sebagai tokoh sesat di dunia selatan, tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li telah menanam bibit permusuhan dengan banyak golongan atau perorangan.
Ketika mereka masih malang-melintang di selatan, mereka selalu hidup dalam keadaan siap siaga karena setiap waktu bisa saja ada musuh datang menyerang karena setiap saat ada saja yang mengintai untuk mencelakai mereka sebagai pembalasan dendam. Karena cara hidup yang tidak aman inilah maka suami isteri itu mengambil keputusan melarikan diri dan meninggalkan dunia hitam. Mereka tidak ingin anak mereka terlahir dalam keluarga yang selalu terancam keselamatannya. Dan sejak tinggal di Nan-king, mereka hidup dengan tenang dan tenteram, tidak pernah lagi merasa khawatir karena tidak ada yang mengenal mereka dan mereka merasa tidak punya musuh. Biarpun demikian, karena sejak muda suami isteri itu adalah orang-orang yang selalu berkecimpung di dunia persilatan, apalagi kini mereka bermaksud menggembleng putera tunggal mereka menjadi seorang yang akan mewarisi ilmu-ilmu mereka,
Maka keduanya tak pernah lalai berlatih, bahkan berusaha untuk memperdalam ilmu mereka. Malam itu pun mereka tidak tidur seperti diperkirakan orang melainkan duduk bersamadhi di dalam kamar mereka, bersila di atas tempat tidur dan melatih ilmu baru yang sedang mereka ciptakan bersama untuk diturunkan kepada putera mereka. Dan bagaimana dengan Siangkoan Hay? Dasar anak tunggal dari suami isteri jagoan, anak ini pun suka sekali dengan ilmu silat dan malam itu pun dia duduk bersila untuk melatih diri menghimpun hawa murni dalam tubuhnya, sendirian di dalam kamarnya. Akan tetapi, empat orang pelayan, dua laki-laki dan dua wanita, yang tidur di kamar-kamar belakang sejak tadi sudah tidur keenakan dalam udara dingin yang menerobos masuk ke dalam kamar mereka.
Tak seorang pun dari tujuh penghuni rumah besar itu yang tahu bahwa ada dua sosok tubuh orang yang berjalan sambil berlindung di bawah sebatang payung, berhimpitan dan keduanya mengenakan mantel yang lebar, kini berhenti di depan rumah, menoleh ke kanan kiri. Sepi di sekitar tempat itu dan dua orang itu lalu memasukl pekarangan rumah keluarga Siangkoan. Di bawah sinar lampu yang tergantung di luar, di pojok rumah, nampak sekelebatan wajah dua orang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki bertubuh jangkung kurus dan yang perempuan bertubuh sedang. Hanya sekelebatan saja wajah mereka nampak karena keduanya segera menyelinap ke dalam bayangan gelap dan hanya dua pasang mata mereka yang mencorong dalam kegelapan malam. Dengan tenang mereka lalu menutup payung, membuka mantel, membungkus payung dalam mantel dan mengikat mantel-mantel itu di atas punggung.
Kini mereka berpakaian ringkas, pakaian berwarna hitam yang membuat bayangan mereka sukar dapat dilihat. Dengan gerakan yang amat cekatan, setelah saling berbisik, keduanya lalu meloncat ke atas tembok pagar dan terus berloncatan ke atas genteng rumah besar itu. Gerakan mereka demikian ringan dan cepat, seperti dua ekor kucing saja ketika kaki mereka menginjak genteng tanpa menimbulkan suara sama sekali, dan bagaikan dua ekor burung saja ketika mereka meloncat. Di ruangan belakang rumah itu, dua orang itu berloncatan turun. Dengan tenang mereka lalu menghampiri dua buah kamar di mana empat orang pelayan itu tidur. Masing-masing menghampiri sebuah kamar, yang laki-laki menghampiri pintu kamar pertama dan yang perempuan menghampiri pintu kamar ke dua, mereka berdua menggunakan tangan kanan mendorong daun pintu.
"Krekkk!"
Daun pintu yang terkunci dari dalam itu jebol dan terbuka. Di dalam kamar pertama tidur dua orang pelayan pria dan laki-laki jangkung itu lalu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam menyambar ke arah pembaringan dan dua tubuh pelayan laki-laki yang sedang tidur pulas itu berkelojotan dan tewas tak lama kemudian tanpa sempat membuka mata atau mengeluarkan suara.
Akan tetapi dua orang pelayan wanita yang berada di dalam kamar ke dua, ternyata belum pulas benar. Suara jebolnya daun pintu mengejutkan mereka. Keduanya bangkit duduk dan terbelalak memandang ke arah daun pintu yang sudah jebol. Ketika mereka melihat munculnya seorang wanita yang bermuka pucat dingin di tengah ambang pintu mereka terkejut dan ketakutan. Akan tetapi wanita itu pun sudah menggerakkan tangan kirinya dan sinar hitam menyambar ke arah dua orang pelayan wanita. Seorang di antara mereka sempat menjerit kecil sebelum ia roboh ke atas pembaringan kembali seperti temannya dan tubuh mereka berkelojotan lalu terdiam, mati. Sinar lampu di ruangan luar kamar itu kini menyinari dua muka pembunuh itu.
Wajah seorang laki-laki yang kurus akan tetapi cukup tampan, kumisnya kecil panjang berjuntai ke bawah, bersatu dengan jenggotnya yang pendek dan sudah berwarna dua. Usianya sekitar lima puluh tahun. Wajah wanita itu pucat akan tetapi cantik, dengan hidung dan mulut yang membayangkan keangkuhan. Kini mereka saling pandang dan tersenyum, akan tetapi senyum mereka itu bagi orang lain tentu mengerikan karena seperti senyum iblis yang mengandung kekejaman. Kini dua ekor anjing yang berlari dari belakang, datang sambil menggonggong dan hendak menyerang dua orang itu. Akan tetapi, dua orang itu menggerakkan tangan seperti orang menampar ke arah dua ekor anjing itu dan suara anjing itu pun terhenti seketika dan mereka pun terpelanting dan tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah.
Dua orang itu lalu berkelebatan di belakang rumah. Beberapa kali terdengar suara ayam berkeyok dan jerit pendek babi-babi yang berada di kandang belakang. Kalau saja air hujan rintik-rintik tidak membuat suara gaduh di atas genteng, agaknya dua orang suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan dapat mengetahui akan datangnya dua orang penyebar maut itu. Betapapun tinggi ilmu ginkang (meringankan tubuh) yang dimiliki tamu-tamu gelap itu, agaknya pendengaran suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan mampu menangkapnya, karena pendengaran mereka amat tajam dan terlatih dengan baik. Suara gaduh yang ditimbulkan air hujan yang merintik di atas genteng menutupi semua suara lain. Akan tetapi jerit pelayan wanita tadi masih dapat menembus celah-celah dan memasuki kamar.
"Suara apa itu?"
Ma Kim Li bertanya, sadar dari samadhinya. Suaminya juga sudah membuka mata dan memandangnya, menggeleng kepala. Akan tetapi karena tidak terdengar suara apa-apa lagi yang mencurigakan, mereka pun merasa lega.
"Mungkin mereka mengigau dalam tidur,"
Kata Siangkoan Leng, sama sekali tidak menduga buruk karena selama bertahun-tahun ini tidak pernah terjadi sesuatu menimpa keluarganya.
Akan tetapi kelegaan hati mereka itu tidak berlangsung lama. Kecurigaan hati mereka kembali diusik ketika terdengar gonggong kedua ekor anjing peliharaan mereka, apalagi ketika suara menggonggong kedua ekor anjing itu tiba-tiba saja terhenti. Hal ini tidak wajar, pikir mereka. Dari pandang mata saja kedua suami isteri itu sudah saling sepakat untuk melakukan penyelidikan. Berbareng mereka meloncat turun dari pembaringan, mengenakan sepatu dan keluar dari dalam kamar. Pertama-tama.mereka membuka daun pintu putera mereka dan melihat betapa putera mereka masih duduk bersila, akan tetapi agaknya juga terganggu oleh suara gonggongan anjing-anjing itu.
"Anjing-anjing itu kenapa, Ibu?"
Tanya Siangkoan Hay yang sangat menyayang anjing peliharaan mereka.
"Kau di sinilah, kami akan melihat ke belakang."
Kata ibunya. Mereka lalu keluar dari kamar itu, menutupkan kembali daun pintunya dan dengan langkah ringan namun cepat, suami isteri itu lalu berlari ke belakang. Dan apa yang dilihatnya pertama-tama membuat mereka terbelalak dan wajah mereka berubah. Dua ekor anjing peliharaan mereka yang setia itu telah menggeletak mati dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah!
Siangkoan Leng cepat menghampiri dan sebagai seorang ahli pengobatan, begitu meraba, tahulah dia bahwa dua ekor anjing itu tewas karena Pukulan yang amat ampuh, Pukulan yang tidak membekas pada kulit anjing akan tetapi yang merusak bagian dalam sehingga dua ekor binatang itu tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah. Jeritan tertahan isterinya membuat Siangkoan Leng cepat meloncat dan menghampiri dua kamar itu. Dia menahan napas melihat betapa empat orang pelayan itu pun sudah tewas dan ketika mereka berdua melakukan pemeriksaan, mereka semakin terkejut akan tetapi juga marah sekali karena empat orang itu tewas dengan leher menghitam dan membengkak, tanda bahwa mereka telah dibunuh dengan menggunakan senjata rahasia jarum yang mengandung racun jahat! Mereka saling pandang dengan mata terbelalak.
"Perbuatan siapa ini..?"
Bisik isterinya. Suaminya menggeleng kepala, akan tetapi kelihatan marah.
"Mari kita mencarinya!"
Mereka berlompatan ke belakang dan ketika melakukan pemeriksaan mereka menemukan semua binatang peliharaan mereka, babi, ayam, bahkan seekor kucing, telah mati semua! Tidak ada seekor pun binatang peliharaan mereka yang masih hidup!
"Cepat, anak kita..!"
Ma Kim Li setengah menjerit ketika teringat anaknya dan seperti berlumba saja kedua orang suami isteri itu berlari kembali ke dalam ruangan besar dan segera menuju ke kamar anak mereka. Daun pintu masih tertutup dan dengan hati penuh ketegangan Ma Kim Li yang datang lebih dulu dari suaminya itu cepat mendorong daun pintu. Legalah hatinya melihat betapa puteranya masih duduk bersila seperti tadi!
"Eh, ada apakah Ibu?"
Tanya Siangkoan Hay, terkejut melihat cara masuknya ibu dan ayahnya itu dan melihat wajah mereka pucat, dibayangi ketegangan dan kegelisahan. Tanpa mengeluarkan kata-kata Ma Kim Li merangkul puteranya.
"Tidak ada apa-apa, hanya ada orang jahat memasuki rumah kita,"
Bisiknya.
"Wah, kalau begitu mari kita tangkap dan hajar dia, Ibu!"
Siangkoan Hay berkata penuh semangat dan dia sudah meloncat turun dan tentu akan berlari keluar kalau tidak dipegang ibunya.
"Ssttt...!"
Kata ibunya. Pada saat itu terdengar suara ketawa bergelak dari luar.
"Ha-ha-ha, jelas nampak betapa orang tuanya pengecut akan tetapi anaknya gagah berani! Hari ini kami membunuhi semua pelayan dan binatang peliharaan, seminggu kemudian kami datang mengambil kembali anak kami dan sebulan kemudian kami datang untuk mengambil nyawa suami isteri Siangkoan!"
"Keparat!"
Siangkoan Leng meloncat keluar melalui jendela sedangkan isterinya sudah melompat keluar melalui pintu setelah memesan agar puteranya tinggal saja dalam kamar. Suami isteri itu muncul di pekarangan depan rumah mereka dari dua jurusan pada waktu yang sama dan di tengah pekarangan itu, di bawah sinar lampu yang suram karena walaupun hujan tinggal sedikit sekali namun cuaca masih amat gelap, berdiri dua orang yang berpakaian serba hitam dan menggendong buntalan hitam. Yang seorang bertubuh jangkung kurus, seorang lagi bertubuh kecil ramping. Siangkoan Leng dan Ma Kim Li mendekati dua orang itu dengan hati-hati dan memandang penuh perhatian. Setelah mengenal wajah dua orang itu, suami isteri ini menjadi marah bukan main.
"Kiranya kalian... suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan?"
Laki-laki jangkung kurus berusia kurang lebih lima puluh tahun itu tertawa bergelak dan isterinya yang cantik dan hanya beberapa tahun lebih muda, tersenyum, akan tetapi baik suara ketawa maupun senyum itu mengerikan, mengandung ejekan dan kekejaman luar biasa.
Sekilas terbayanglah pengalaman kurang lebih sepuluh tahun ketika suami isteri Siangkoan masih merajalela di selatan. Di antara banyak sekali musuh dan saingan dalam rimba raya persilatan dan dunia hitam, suami isteri dari Guha Iblis. Pantai Selatan ini merupakan musuh besar mereka. Tentu saja sebabnya hanya memperebutkan kekuasaan dan wilayah kekuasaan. Beberapa kali dua pasang suami isteri ini saling bentrok, akan tetapi di dalam perkelahian-perkelahian yang seimbang dan seru, selalu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li selalu menang dan suami isteri Guha Iblis itu selalu melarikan diri dengan luka-luka. Melihat bahwa musuh yang datang hanya suami isteri yang beberapa kali pernah kalah oleh mereka, tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li memandang rendah dan mereka menjadi marah sekali.
"Kalian datang mengantar nyawa!"
Bentak Siangkoan Leng.
"Ha-ha, yang jelas kami datang mencabut nyawa para pelayan dan semua binatang peliharaanmu. Seminggu kemudian kami akan datang mengambil kembali anak kami, dan sebulan kemudian baru kami akan mengambil nyawa kalian."
"Jahanam busuk!"
Ma Kim Li memaki wanita yang menjadi musuhnya itu.
"Lancang sekali kau mengatakan bahwa putera kami adalah anak kalian!"
"Tentu saja anak kami!"
Jawab wanita berpakaian hitam itu.
"Kalian telah merampasnya dari tangan kami, mendahului kami yang memang merencanakan untuk mengambil anak itu. Dia anak kami, dan seminggu lagi kami akan mengambilnya."
"Mulut besar, kami akan membunuh kalian untuk perbuatan kalian malam ini!"
Bentak Siangkoan Leng dan tanpa banyak cakap lagi dia pun mengeluarkan suara melengking nyaring yang disusul oleh isterinya dan kedua suami isteri ini lalu menubruk ke depan. Kedua lengan mereka dikembangkan, jari-jari tangan dibuka membentuk cakar dan bukan main dahsyatnya serangan itu karena mereka yang marah sekali telah mengeluarkan ilmu baru yang sedang mereka ciptakan agar cepat-cepat dapat membunuh dua orang musuh besar itu. Dua orang tokoh Guha Iblis Pantai Selatan itu mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tiba-tiba mereka bertiarap ke atas tanah, kemudian mencelat ke atas memapaki serangan lawan. Sungguh aneh sekali gerakan mereka itu, akan tetapi ternyata mereka mampu menyambut serangan lawan dengan dorongan telapak tangan terbuka yang amat kuat.
"Desss! Dessss!!"
Empat tangan itu saling bertemu di udara dan terjadi benturan tenaga sinkang yang amat dahsyat sehingga keadaan sekeliling tempat itu seperti tergetar. Siangkoan Leng dan Ma Kim Li terdorong dan terhuyung ke belakang, muka mereka menjadi pucat. Sedangkan dua orang berpakaian hitam itu berdiri tegak sambil tertawa-tawa.
"Siangkoan Leng, kami tidak ingin membunuh kalian sekarang. Seminggu lagi kami datang untuk mengambil anak itu, dan sebulan kemudian baru kami akan membunuh kalian. Ha-ha-ha, selamat tinggal!"
Dua orang itu tertawa-tawa dan sekali berkelebat keduanya lenyap dari depan suami isteri yang masih tertegun itu. Ma Kim Li teringat akan puteranya dan cepat ia lari memasuki rumah lagi, diikuti oleh suaminya yang juga merasa khawatir sekali. Ketika mereka membuka daun pintu, dapat dibayangkan betapa kaget dan gelisah rasa hati mereka melihat bahwa kamar putera mereka itu telah kosong dan tidak nampak bayangan Siangkoan Hay!
"Hay Hay!"
Ma Kim Li menjerit dan cepat keluar lagi, berlari ke sana-sini mencari-cari puteranya. Juga Siangkoan Leng mencari-cari dan memanggil-manggil nama anaknya.
Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan Siangkoan Hay yang seolah-olah lenyap ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas! Mereka mencari-cari sampai jauh ke tuar rumah, bahkan mengejar ke sana-sini di seluruh kota dan sampai pagi, tetap saja mereka tidak dapat menemukan putera mereka. Dapat dibayangkan betapa gelisah rasa hati orang tua itu setelah mencari-cari semalam suntuk tanpa hasil dan pada pagi harinya berjatan pulang dengan tubuh lemas. Biarpun tidak sampai mengeluarkan air mata karena wanita seperti Ma Kim Li itu tidak dapat menangis lagi, akan tetapi wajahnya menjadi amat pucat. Juga wajah Siangkoan Leng pucat dan keduanya setelah tiba di rumah, kembali mencari anak mereka tanpa hasil. Mereka melakukan penyelidikan di kamar Siangkoan Hay namun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan atau sesuatu yang dapat memberi petunjuk ke mana perginya anak itu.
"Jangan-jangan mereka telah membawanya!"
Kata Ma Kim Li.
"Kalau mereka yang menculik Hay Hay, berarti mereka tentu mempunyai pembantu. Mereka sendiri tidak mungkin karena mereka bentrok dengan kita dan ketika mereka pergi kita langsung pergi ke kamar Hay Hay. Akan tetapi kurasa bukan mereka penculiknya. Bukankah mereka sudah mengatakan akan mengambil Hay Hay seminggu lagi?"
"Iblis-iblis macam mereka itu mana bisa dipercaya?"
"Jangan kau memandang rendah mereka! Kukira mereka itu tidak boleh disamakan dengan keadaan mereka sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun yang lalu, kepandaian mereka hanya berada sedikit di bawah tingkat kita, akan tetapi engkau tentu merasakan ketika kita beradu tenaga dengan mereka tadi. Kita mempergunakan ilmu kita yang baru, dengan pengerahan seluruh tenaga, akan tetapi tangkisan mereka membuat kita hampir jatuh! Itu saja membuktikan bahwa mereka kini telah memiliki tingkat kepandaian yang berada di atas tingkat kita!"
"Aku tidak takut!"
"Aku pun tidak takut, akan tetapi aku hanya mengatakan keadaan sebenarnya. Dengan kepandaian setinggi itu, mereka tentu bukan hanya menggertak saja. Mereka bahkan sengaja menentukan waktu-waktunya untuk bertindak agar kita dapat membuat persiapan lebih dulu. Kesombongan seperti itu tentu hanya mereka lakukan karena mereka yakin benar akan kepandaian mereka. Mereka seolah-olah memberi kesempatan kepada kita untuk melarikan diri, atau minta bantuan orang lain, dan agaknya mereka sudah siap akan semua kemungkinan itu."
"Kalau bukan mereka, siapa yang mengambil anak kita?"
"Aku tidak tahu... ah, begitu banyak musuh kita di selatan, mana kita bisa menduga siapa yang menculiknya?"
"Sudah tujuh tahun tidak ada seorang pun di antara mereka yang datang mengganggu..!"
"Buktinya malam tadi sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan datang, siapa tahu ada pula yang lain-lain datang untuk mengganggu kita."
"Kalau begitu, bagaimana baiknya?"
Ma Kim Li nampak bingung dan putus asa. Wajahnya yang biasanya cerah dan masih nampak cantik itu kini menjadi muram dan sepasang matanya yang biasanya bersinar-sinar penuh keramahan yang berseri-seri, kini nampak layu dan membayangkan ketajaman yang penuh kekejaman dan kemarahan. Kedua tangannya sebentar terbuka sebentar tertutup seperti hendak mencengkeram sesuatu dan sepuluh batang jari-jari tangannya itu dimasuki tenaga dahsyat sehingga kadang-kadang mengeluarkan bunyi berkerotokan, mengerikan sekali.
"Sudahlah, lebih baik kita sekarang mengurus mayat empat orang pelayan kita itu dan jangan sampai ada orang lain yang tahu. Kita kubur mereka diam-diam di kebun kita dan semenjak hari ini kita tutup toko kita. Setelah itu baru kita akan mencari akal bagaimana untuk menghadapi mereka dan juga ke mana kita harus mencari anak kita."
"Akan tetapi Hay Hay... bagaimana kalau anak kita itu dibunuh...?"
"Bodoh! Kalau mereka memang ingin membunuhnya, mengapa harus susah-susah menculiknya? Kalau sudah dapat menculiknya, apa susahnya membunuhnya di sini juga? Jangan bodoh, penculik itu tidak membunuhnya, hanya menculiknya untuk membikin kita tersiksa."
"Seperti juga dua iblis itu yang sengaja memberi waktu kepada kita agar kita gelisah dan tersiksa sebelum mereka turun tangan."
"Benar, dan mari kita bekerja membereskan mayat-mayat itu."
Suami isteri itu menutup pintu rapat-rapat dan diam-diam lalu bekeria keras. membuat lubang yang cukup besar di dalam kebun belakang mereka untuk mengubur empat mayat pelayan mereka menjadi satu. Juga bangkai-bangkai babi, anjing dan ayam itu mereka kuburkan ke dalam satu lubang yang lain! Sebetulnya, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li bukanlah orang biasa. Ketika mereka masih merajalela di selatan, mereka merupakan sepasang manusia iblis yang tidak pantang melakukan perbuatan jahat apa pun. Di samping kekejaman mereka, suami isteri ini pun amat lihai. Jarang ada orang yang mampu menandingi mereka. Nama besar Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) sebagai julukan yang diberikan oleh dunia kang-ouw kepada mereka amat terkenal dan ditakuti orang.
Entah sudah berapa banyak orang terbunuh atau kalah oleh mereka berdua sehingga tidak mengherankan apabila banyak orang menaruh dendam kepada mereka. Semenjak mereka pindah ke Nan-king, mereka "mencuci tangan"
Dan tidak pernah melakukan kejahatan lagi, memelihara dan mendidik anak tunggal mereka dan bekerja dengan halal. Mereka tidak tahu bahwa semua perbuatan mereka yang lalu itu tidak habis begitu saja, mengandung akibat-akibat yang agaknya baru sekarang timbul dan mengganggu kehidupan mereka yang tadinya tenteram. Sambil bekerja mengubur mayat-mayat dan bangkai-bangkai, pekerjaan yang bagi mereka biasa saja karena menghadapi kematian sudah tidak aneh lagi bagi mereka, kedua orang suami isteri itu bercakap-cakap dan menduga-duga siapa kiranya musuh-musuh lain yang berani mengganggu mereka dan menculik Siangkoan Hay.
"Sungguh aneh sekali, apa maksudnya tikus-tikus dari Guha Iblis itu mengaku Siangkoan Hay sebagai anak mereka?"
Antara lain Ma Kim Li bertanya.
"Aku juga sudah memikirkan hal itu sejak tadi,"
Jawab suaminya.
"Dan aku mengambil kesimpulan bahwa agaknya mereka sudah tahu akan rahasia kita dan agaknya pula pada waktu itu mereka pun berniat untuk menculik anak itu. Hanya bedanya, kalau mereka ingin menculik, sebaliknya kita menukarnya dengan anak yang mati. Anehnya, bagaimana mereka bisa tahu? Bukankah dua orang saksi telah kita bunuh semua?"
Setelah pekerjaan mengubur itu selesai, Siangkoan Leng dan isterinya masuk ke dalam rumah dan keduanya termenung. Mereka membayangkan peristiwa tujuh tahun yang lalu. Ketika Ma Kim Li mulai mengandung, ia dan suaminya mendengar akan adanya suami isteri pendekar yang baru tiba di selatan dari pelariannya keluar dari Tibet. Suami isteri itu terkenal sebagai pendekar-pendekar budiman dan ketika mereka merantau ke Tibet Si isteri mengandung, ada petunjuk kepada para pendeta Lama bahwa anak yang dikandungnya oleh isteri pendekar itu adalah penitisan (reinkarnasi) dari Dalai Lama dan bahwa anak itu kelak akan menjadi Dalai Lama atau seorang yang suci.
Karena itu, suami isteri pendekar itu menjadi ketakutan. Berita itu berarti bahwa mereka harus melepaskan anak mereka kalau sudah terlahir, untuk dirawat dalam biara oleh para pendeta Lama. Dengan ilmu kepandaian mereka, suami isteri itu akhirnya berhasil lolos dari kepungan para pendeta Lama dan melarikan diri sampai ke pantai selatan. Akan tetapi berita itu ramai dibicarakan orang dan terdengar pula oleh Lam-hai Siang-mo. Ramai orang membicarakan bahwa anak yang akan terlahir dari isteri pendekar itu tentu seorang anak yang disebut Sin-tong (Anak Ajaib). Kebetulan sekali, kandungan dalam perut Ma Kim Li sama tua dengan kandungan isteri pendekar itu. Ketika Ma Kim Li melahirkan, ternyata bayi laki-laki itu memiliki tubuh yang lemah sekali.
Suami isteri itu berusaha mengobatinya, namun sia-sia bahkan pertumbuhan anak itu setelah dua bulan tidak berjalan normal dan amat terbelakang. Tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li menjadi kecewa bukan main. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mau mengalah terhadap nasib dan dengan cara apa pun juga mereka ingin mengubah nasib diri mereka. Mereka mendengar bahwa suami isteri pendekar itu yang untuk sementara kini mondok dalam sebuah kuil para nikouw (pendeta wanita) yang terpencil di luar kota, juga sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang lahirnya hanya selisih satu dua hari dengan kelahiran anak mereka yang diberi nama Siangkoan Hay itu. Pada suatu malam, pergilah suami isteri ini membawa anak mereka yang baru berusia dua bulan, memasuki kuil dari kebun belakang.
Siangkoan Leng menyuruh isterinya bersembunyi di balik rumpun bunga dan mendekap mulut anak mereka agar jangan mengeluarkan suara, sedangkan dia sendiri cepat menyelinap untuk menyelidiki keadaan di dalam kuil itu. Dia merasa terheran-heran melihat betapa kuil itu sunyi senyap dan terdengar suara orang-orang tidur mendengkur di dalam kamar-kamar kuil itu, tanda bahwa para penghuninya sudah tidur lelap. Cepat dia memberi isyarat kepada isterinya dan mereka lalu mengadakan pemeriksaan dan mengintai ke dalam setiap kamar. Akhirnya mereka melihat seorang wanita yang berpakaian seperti pengasuh anak-anak, bersama seorang nikouw, yaitu seorang pendeta wanita yang berkepala gundul, berada di dalam sebuah kamar dan anehnya, mereka pun agaknya tidur nyenyak. Seorang anak laki-laki berusia kurang lebih dua bulan juga tertidur di atas pembaringan.
"Cepat...!"
Bisik Siangkoan Leng kepada isterinya. Mereka berloncatan tanpa mengeluarkan suara ke dalam kamar itu.
Ma Kim Li lalu menaruh anaknya sendiri di atas pembaringan dan menyambar anak laki-laki yang sedang tidur nyenyak itu, seorang anak laki-laki yang bertubuh montok dan berkulit putih bersih. Akan tetapi anaknya sendiri menangis dan tanpa banyak cakap lagi Siangkoan Leng lalu menggerakkan tangan menampar dan anak itu pun terdiam dan tewas dengan muka yang tak dapat dikenal lagi karena sudah remuk! Sementara itu, Ma Kim Li juga mempergunakan tangannya yang bergerak menyambitkan jarum-jarum hitam. Jarum-jarum itu berubah menjadi sinar hitam menyambar ke arah leher dua orang wanita itu yang tak sempat berteriak lagi dan langsung saja tewas dengan jarum-jarum itu terbenam dalam-dalam di leher mereka! Setelah itu, suami isteri itu berloncatan ke luar. Pekerjaan terkutuk itu mereka lakukan dengan tenang-tenang saja.
Membunuh anak sendiri dan dua orang wanita tidur itu bagi mereka bukan apa-apa, karena membunuh anak sendiri dan merusak mukanya agar tidak dikenal itu memang sudah termasuk dalam rencana mereka. Setelah menukarkan anak mereka yang lemah dan tidak normal itu dengan putera suami isteri pendekar, anak yang dihebohkan sebagai Sin-tong, anak yang sejak dalam kandungan sudah ditunjuk oleh para pendeta Lama di Tibet sebagai calon orang besar, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merasa girang sekali. Akan tetapi mereka pun maklum bahwa orang-orang tidak akan tinggal diam saja, maka mereka pun seperti memperoleh dorongan lebih kuat lagi untuk segera meninggalkan daerah selatan. Memang sejak Ma Kim Li mengandung, mereka ingin meninggalkan pekerjaan sebagai penjahat demi anak mereka.
Kini, mereka setengah terpaksa meninggalkan daerah selatan pada malam hari itu juga dan setelah merantau berbulan-bulan lamanya, menghilangkan jejak mereka agar tidak dapat disusul oleh mereka yang mungkin melakukan pengejaran, akhirnya mereka tinggal di Nan-king sebagai pedagang dan ahli obat. Suami isteri mengenangkan semua peristiwa itu dan kini menduga-duga siapakah yang membocorkan rahasia mereka sehingga diketahui oleh suami isteri Guha Iblis itu? Dan mengapa yang mencari mereka, yang ingin merampas anak itu adalah dua orang dari Guha Iblis itu, dan bukan orang tua anak itu, apakah sepasang pendekar yang menjadi orang tua aseli dari anak yang kini bernama Siangkoan Hay dan menjadi anak mereka selama tujuh tahun? Dan siapa pula yang sebenarnya telah menculik anak mereka?
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Berkali-kali Ma Kim Li bertanya, kepada suaminya dan kepada diri sendiri karena ia merasa bingung sekali. Biarpun bukan Siangkoan Hay anak yang dikandungnya dan dilahirkannya, akan tetapi karena ia telah memelihara dan mendidik anak itu sejak berusia dua bulan, ia sudah merasa amat mencinta anak itu dan dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri saja.
"Kita menghadapi dua hal yang amat gawat,"
Kata suaminya setelah lama berpikir-pikir mencari akal.
"Pertama, dua orang itu tentu tidak mau melepaskan kita begitu saja. Mereka memberi waktu, dan selama itu tentu mereka akan selalu mengamati gerak-gerik kita sehingga andaikata kita melarikan diri pun mereka akan tahu dan membayangi kita. Ilmu kepandaian mereka amat tinggi dan kita harus mencari daya upaya untuk melawan mereka dan menang. Ke dua, kita pun harus cepat-cepat mencari anak kita yang diculik orang. Mencari anak kita dalam keadaan kita selalu dibayangi, sungguh akan tidak leluasa sekali, dan menghadapi mereka secara begitu saja, juga amat berbahaya. Ilmu kita yang paling baru saja tidak mampu merobohkan mereka!"
"Habis, bagaimana?"
Tanya isterinya yang diam-diam merasa jerih juga walaupun ia tidak menyatakan dengan mulut. Ia pun merasa ketika menyerang wanita yang menjadi lawannya malam itu, ia telah mengeluarkan ilmunya yang terbaru dan mengerahkan tenaga. Akan tetapi lawan itu dengan gerakan bertiarap lalu meloncat bangun, sanggup menahan Pukulannya, bahkan membuat ia terdorong ke belakang dan terhuyung hampir roboh! Padahal dahulu, wanita itu yang bernama Tong Ci Ki berjuluk Si Jarum Sakti, pernah dikalahkannya dalam perkelahian sampai beberapa kali. Juga suami wanita itu, yang bernama Kwee Siong berjuluk Si Tangan Maut, beberapa kali kalah oleh suaminya. Kiranya mereka telah memperoleh kemajuan yang amat hebat selama sepuluh tahun ini.
"Kita harus menggunakan akal sehingga untuk sementara kita dapat lolos dari ancaman mereka dan di lain pihak kita pun dapat bebas melakukan pengintaian kepada mereka apakah mereka itu menculik anak kita atau tidak."
"Bagaimana akalnya?"
Isterinya bertanya khawatir .
"Yang terpenting kita harus dapat meloloskan diri dari pengamatan mereka agar kita dapat leluasa bergerak dan dapat berbalik membayangi mereka, dan satu-satunya akal kita adalah begini."
Suami itu mendekati isterinya dan berbisik-bisik di dekat telinganya, karena khawatir kalau-kalau pihak musuh mengadakan pengintaian dan akan dapat mendengarkan siasatnya. Isterinya mengangguk-angguk setuju.
Berita kematian Siangkoan Sinshe dan isterinya amat menggemparkan seluruh penduduk Nan-king. Banyak sekali orang datang untuk melayat. Menurut penuturan empat orang pelayan laki-laki yang baru beberapa hari bekerja di situ karena kabarnya pelayan-pelayan lama keluar dan pulang kampung, mereka mendapatkan majikan mereka itu kedua-duanya telah mati di dalam kamar tidur mereka. Memang agak aneh. Apalagi ketika para tetangga itu mendapatkan bahwa dua mayat Siangkoan Leng dan isterinya itu telah dimasukkan ke dalam dua buah peti yang sudah tertutup. Akan tetapi tidak ada yang meributkan soal ini. Tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali melayat dan ikut berkabung karena bagaimanapun juga, suami isteri itu dikenal sebagai pedagang obat yang pandai mengobati orang sakit dan sudah banyak orang sakit sembuh oleh pengobatan mereka.
Kepala daerah yang sudah mengenal baik Siangkoan Leng dan isterinya, datang pula melayat begitu mendengar berita itu dan dia pun merasa curiga, maka dia memaksa empat orang pelayan itu, dibantu oleh orang-orang kepala daerah itu sendiri, membuka sedikit peti-peti mati itu agar dia dapat melihat wajah suami isteri yang dikabarkan mati mendadak itu. Dua buah peti mati itu lalu dibuka sedikit dan digeser penutupnya. Nampaklah wajah dua orang suami isteri itu, wajah yang pucat tak mengandung darah lagi, wajah jenazah yang sudah tidak bernyawa lagi! Si Kepala Daerah baru percaya dan peti itu pun ditutup lagi dan dipaku. Dan para tetangga juga kini percaya bahwa suami isteri itu sudah benar-benar mati. Hanya, tidak ada yang tahu bagaimana dua orang yang tadinya sehat-sehat itu tiba-tiba saja meninggal dunia.
Selama dua hari banyak tamu berdatangan dan bersembahyang di depan dua buah peti mati itu. Asap hio mengepul dan bau dupa wangi yang dibakar memenuhi ruangan. Pada hari ke tiga, anak tunggal suami isteri yang mati itu, yang selama beberapa hari itu menjadi pertanyaan para tetangga dan kenalan Siangkoan Leng sekeluarga, tiba-tiba saja muncul, dan berlari-lari sambil menangis dan memanggil ayah ibunya! Keadaan menjadi gempar dan mengharukan ketika Siangkoan Hay, yang menjadi buah bibir dan pertanyaan para tetangga karena tidak nampak, apalagi karena empat orang baru itu mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat putera majikan mereka itu karena semenjak mereka dipekerjakan, tuan muda itu sudah tidak berada di rumah, menangis tersedu-sedu di depan dua peti mati itu.
"Ayah..., Ibu... kenapa kalian mati? Kenapa...? Apa yang telah terjadi..?"
Dia menangis dan bertanya, akan tetapi tak seorang pun mampu menjawabnya. Dari luar terdengar suara ketawa. Tentu saja semua tamu menjadi terkejut dan menengok dan pandang mata mereka membayangkan kemarahan. Sungguh tidak sopan sekali di dalam ruangan berkabung itu ada orang tertawa! Akan tetapi pandang mata mereka yang tadinya mengandung kemarahan segera berubah menjadi ketakutan dan kengerian ketika mereka melihat siapa yang tertawa tadi. Mereka adalah seorang laki-laki dan seorang wanita.
Yang laki-laki bertubuh jangkung kurus, wajahnya tampan akan tetapi mengerikan, dingin dan kaku seperti kedok saja, hanya sepasang matanya yang hidup dan mencorong menakutkan. Yang wanita bertubuh kecil ramping, mukanya berbentuk bagus dan cantik, akan tetapi muka itu pucat sekali seperti muka mayat dan bibir yang pucat membiru itu tersenyum, akan tetapi senyum yang mengandung kekejaman, sedangkan sepasang matanya juga mencorong seperti mata laki-laki jangkung di sampingnya. Kiranya yang mengeluarkan suara ketawa tadi adalah wanita itu dan kini mereka melangkah memasuki ruangan di mana terdapat dua buah peti mati yang berjajar. Sejenak kedua orang itu memandang ke sekeliling, ke arah para tamu yang nampak terkejut dan bengong memandang kedua orang yang baru datang itu. Tidak ada seorang pun di antara para tamu itu yang mengenal suami isteri ini.
Akan tetapi di selatan, di sepanjang pantai selatan, semua orang di dunia kang-ouw, terutama di dunia hitam, mengenal sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan. Laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih itu bernama Kwee siong akan tetapi lebih terkenal dengan julukan Si Tangan Maut. Adapun wanita yang sedikit lebih muda daripada dia itu adalah isterinya bernama Tong Ci Ki yang terkenal dengan julukannya Si Jarum sakti. Mereka merupakan pasangan suami isteri yang terkenal ganas, kejam dan lihai seperti sepasang iblis, penghuni Guha Iblis di pantai selatan, ditakuti oleh semua orang. Kini suami isteri yang sikapnya amat dingin mengerikan itu memandang ke arah anak laki-laki yang menangis di antara dua buah peti mati. Si Jarum Sakti Tong Ci Ki menghampiri anak ini dan, bibirnya yang pucat kebiruan itu bergerak-gerak.
"Apakah engkau anak dari Siangkoan Leng dan Ma Kim Li?"
Anak itu memang Siangkoan Hay dan sambil mengusap air matanya, dia kini memandang kepada dua orang itu. Dia tidak mengenal mereka, akan tetapi ketika mereka menyebut nama ayah ibunya, dia mengangguk.
"Benar, aku adalah anak mereka, namaku Siangkoan Hay."
"Sin-tong...!"
Kata Tong Ci Ki dan ia pun melangkah maju mendekati Siangkoan Hay sambil mengulurkan tangannya.
"Apa...?"
Hay Hay bertanya heran, akan tetapi pada saat itu, tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan yang luar biasa dan tahu-tahu pergelangan tangannya telah ditangkap oleh tangan wanita itu yang berkulit halus namun dingin. Hay Hay menggigil kedinginan dan hendak menarik kembali tangannya, akan tetapi tiba-tiba saja tangan yang lain dari wanita itu mengelus kepalanya dan dia pun tidak mampu menggerakkan tangannya itu, bahkan ketika hendak mengeluarkan suara, tidak ada suara keluar dari tenggorokannya. Hay Hay terkejut sekali dan hanya berdiri bengong, tak mampu bersuara atau bergerak, dan masih bergantungan pada tangan wanita itu yang memegang pergelangan tangannya. Sementara itu Si Tangan Maut Kwee Siong, dengan senyum yang lebih pantas dinamakan senyum iblis karena hanya menyeringai dengan mulut saja akan tetapi bagian lain dari mukanya sama sekali tidak bergerak, menghampiri dua buah peti mati itu.
"Heii! Siapa kalian dan mau apa?"
Seorang di antara para tamu, yang merasa tidak senang melihat sikap suami isteri itu, menegur. Si Tangan Maut menoleh kepada orang itu, menyeringai.
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami adalah sahabat-sahabat baik dari Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, sungguh tak disangka hari ini kami melihat mereka telah berada di dalam peti mati."
Mendengar ini, semua orang tertegun. Alangkah anehnya dua orang yang berpakaian serba hitam itu, pikir mereka. Sementara itu, Si Tangan Maut Kwee Siong sudah menghampiri kedua peti mati itu dan kedua tangannya menekan dan menepuk-nepuk kedua peti itu seperti orang menepuk-nepuk bahu sahabat baiknya.
"Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, biarlah kalian dapat senang di alam baka."
Setelah menepuk beberapa kali, dia pun mundur dan menoleh kepada isterinya.
"Apakah kau tidak ingin membekali sesuatu kepada mereka melalui lubang-lubang kecil di samping peti itu?"
Wanita itu pun tersenyum. Andaikata mukanya tidak seperti mayat, tentu wajahnya yang belum kelihatan keriputan itu akan nampak cantik. Ia masih menggandeng tangan Siangkoan Hay dan kini ia menggerakkan sebelah tangannya ke arah peti. Sinar hitam lembut menyambar ke arah kedua peti itu dan tepat sekali sinar-sinar kecil itu memasuki lubang-lubang di samping peti.
Memang aneh peti mati itu ada lubang-lubang kecilnya di kanan kiri peti, seolah-olah peti-peti mati itu diberi lubang hawa! Hal ini tidak nampak oleh para tamu lainnya karena tertutup bunga-bunga, akan tetapi ternyata kelihatan oleh suami isteri luar biasa itu. Semua orang tidak mengerti akan sikap mereka dan tidak tahu apa yang mereka lakukan tadi. Akan tetapi tiba-tiba semua orang yang berada dekat kedua peti itu mengeluarkan seruan kaget. Dengan mata terbelalak mereka menuding ke arah bawah peti karena kini dari dua peti itu keluar darah menetes-netes dan tergenang di bawah peti! Melihat ini, Si Tangan Maut Kwee Siong dan isterinya, Si Jarum Sakti Tong Ci Ki, tertawa bergelak dan mereka lalu pergi dari ruangan itu sambil membawa Siangkoan Hay yang masih digandeng oleh Tong Ci Ki.
"Hai, apa yang telah kalian lakukan?"
"Tunggu dulu..!"
Beberapa orang tamu, orang-orang yang ahli ilmu silat, mulai curiga dan menduga bahwa tentu telah terjadi peristiwa mengerikan sekali dan dua orang laki-laki dan wanita pakaian hitam ini tentu bukan sahabat baik keluarga Siangkoan, apalagi melihat mereka hendak pergi membawa Siangkoan Hay, sudah menghadang mereka. Akan tetapi suami isteri iblis itu dengan tenang melanjutkan langkahnya dan ketika tiba di dekat mereka yang berani menghadang, dua orang suami isteri itu hanya berseru,
"Minggir kalian!"
Lalu keduanya menggerakkan tangan seperti orang mengusir lalat saja akan tetapi akibatnya, empat orang itu terpelanting ke kanan kiri seperti diamuk gajah! Padahal, empat orang itu termasuk orang-orang yang memiliki ilmu silat cukup tangguh dan merupakan jagoan-jagoan di Nan-king! Melihat betapa empat orang lihai itu demikian mudah dirobohkan oleh suami isteri berpakaian hitam, semua orang menjadi jerih dan tidak ada lagi yang berani menghalangi mereka. Apalagi ketika semua orang melihat betapa pria jangkung bermuka seperti topeng itu tiba-tiba menarik tangan Siangkoan Hay sehingga tubuh anak itu terpental ke atas lalu dipondongnya dan bersama wanita muka mayat itu kini mereka lari dengan kecepatan yang membuat mereka terbelalak, tak seorang pun berani melakukan pengejaran.
Dalam sekejap mata saja dua orang itu telah lenyap dan barulah semua orang menjadi panik dan bising. Mereka lari mendekati dua peti mati dan dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka ketika melihat bahwa selain dua buah peti itu masih menetes-netes darah melalui lubang-Iubang kecil tersembunyi itu, juga empat orang pelayan laki-Iaki yang tadi duduk di belakang peti-peti itu kini sudah terkapar dan tak bernyawa lagi, dengan muka berubah kehitaman! Padahal, mereka tidak melihat dua orang tamu aneh tadi turun tangan terhadap empat orang pelayan itu dan tidak salah lagi, mereka berempat itu tewas ketika terjadi ribut-ribut penghadangan terhadap dua orang tamu yang melarikan Siangkoan Hay. Tak seorang pun melihat bagaimana empat orang pelayan itu tewas dan siapa yang membunuhnya.
Gegerlah tempat itu! Apalagi kepala daerah Nan-king yang pernah diobati oleh suami isteri Siangkoan, yang tadinya memang sudah menaruh curiga dan pernah menyuruh membuka tutup peti mati di hari pertama, menjadi marah sekali mendengar berita itu. Dia bersama orang-orangnya segera datang ke situ dan memerintahkan para pengawalnya untuk membuka tutup peti dengan paksa. Kembali dua buah peti itu dibuka tutupnya dan semua orang terbelalak, ada yang mengeluarkan pekik keheranan dan kengerian. Kiranya yang berada di dalam peti itu bukan Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, bukan suami isteri pedagang obat itu, melainkan dua orang laki-laki dan perempuan lain lagi, yang usianya sekitar empat puluh tahun dan melihat pakaian mereka, mudah diduga bahwa mereka adalah petani-petani sederhana!
Ke mana perginya Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, atau lebih tepat lagi, ke mana hilahgnya jenazah-jenazah mereka yang tadinya sudah berada dalam peti mati? Kenapa tubuh dua orang petani itu tahu-tahu sudah berada di dalam peti dan agaknya mereka belum mati ketika berada dalam peti? Jelas bahwa mereka mati karena serangan gelap dua orang tamu aneh itu karena di sebelah dalam peti nampak bekas jari-jari tangan dan juga di lambung mereka nampak luka-luka menghitam yang kecil-kecil dan ketika dibedah, ternyata di dalamnya terdapat jarum-jarum hitam kecil. Dan siapa pula yang membunuh empat orang pelayan itu? Semua itu terjadi karena ulah suami isteri Siangkoan sediri!
Seperti kita ketahui, suami isteri itu mengatur siasat untuk meloloskan diri dari pengamatan dua orang musuh mereka yang amat lihai agar mereka dapat leluasa bergerak dan berbalik melakukan pengintaian dan pengamatan. Diam-diam mereka lalu minta bantuan empat orang yang pernah belajar silat kepada Siangkoan Leng untuk menjadi pengganti pelayan, dan memberitahu kepada mereka bahwa para pelayan di rumah itu telah pulang ke kampung karena takut dengan ancaman musuh. Kemudian, dibantu oleh empat orang pelayan yang juga murid mereka itu, suami isteri ini lalu menggali lubang terowongan yang menembus ke luar pagar tembok sehingga suami isteri itu dapat keluar dengan leluasa di waktu malam. Hal ini mereka lakukan agar tidak sampai ketahuan pihak musuh yang tentu selalu melakukan pengintaian.
Setelah melakukan perundingan dengan empat orang pelayan itu bahwa mereka akan melakukan siasat untuk mengelabuhi musuh, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li pura-pura mati bunuh diri dengan minum racun. Ketika kepala daerah melakukan pemeriksaan, tubuh mereka memang berada dalam peti dan dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, suami isteri itu dapat menghentikan pernapasan mereka, bahkan jalan darah mereka menjadi sedemikian lemahnya sehingga tidak dapat dilihat orang begitu saja, dan wajah mereka menjadi pucat seperti mayat, juga mereka sanggup menahan napas sampai beberapa lamanya. Dengan kepandaian itu, mereka dapat mengelabuhi kepala daerah dan orang-orangnya. Untuk keperluan pernapasan ketika peti itu tertutup, rnereka sengaja membuat lubang-lubang kecil di kanan kiri peti yang agak tersembunyi di antara bunga hiasan peti.
Malam hari sebelum terjadi kunjungan dua orang suami isteri iblis itu, diam-diam Siangkoan Leng dan Ma Kim Li keluar dari peti mati dan melalui jalan terowongan di bawah tanah, mereka pergi ke dusun di luar kota. Tidak sukar bagi mereka untuk menemukan sebuah rumah terpencil di pinggir dusun. Setelah melakukan pengintaian, mereka merasa girang sekali menemukan suami isteri yang mereka cari-cari, yaitu sepasang suami isteri berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun dan yang lebih cocok lagi dengan siasat mereka adalah bahwa mereka itu hanya tinggal berdua saja di rumah kecil miskin yang sunyi terpencil itu. Suami isteri petani itu belum tidur dan tentu saja mereka merasa terkejut melihat munculnya Siangkoan Leng dan isterinya yang begitu saja mendorong daun pintu dari luar sampai jebol.
"Eh..apa... siapa..?"
Teriak petani itu, akan tetapi Siangkoan Leng telah menotoknya sehingga dia tidak lagi mampu bergerak ataupun berteriak, sedangkan Ma Kim Li melakukan hal yang sama terhadap isteri petani.
"Itu ada pakaian anak-anak."
Bisik Ma Kim Li kepada suaminya. Mereka mencari dan menggeledah rumah kecil itu, akan tetapi tidak menemukan orang lain. Biarpun mereka adalah orang-orang yang biasa melakukan perbuatan jahat akan tetapi kali ini mereka bekerja secara rahasia dan bersembunyi dari pengintaian musuh,
Maka keduanya tidak berani mencari lebih jauh dan cepat memanggul tubuh suami isteri petani yang sudah lemas itu, kembaIi ke kota Nan-king. MelaIui jalan terowongan itu mereka menyeret dua tubuh petani memasuki rumah mereka dan cepat memasukkan tubuh suami isteri petani itu ke dalam peti-peti mati menggantikan tubuh mereka. Sebelum itu, mereka menggunakan obat bius untuk membuat suami isteri petani itu pingsan selama sehari semalam. Setelah melakukan perbuatan itu yang hanya disaksikan oleh empat orang pembantu mereka, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li lalu keluar dari pekarangan rumah mereka melalui jalan rahasia dan mulailah mereka melakukan pengintaian dari tempat tersembunyi di luar pekarangan. Kini mereka melakukan pengintaian terhadap rumah mereka sendiri!
Mereka melihat kesibukan yang terjadi di pekarangan dan juga di ruangan pendapa di mana dua buah peti mati diletakkan, melihat orang-orang datang berlayat dan bersembahyang untuk memberi penghormatan terakhir kepada "jenazah"
Mereka. Tentu saja mereka terkejut bukan main melihat seorang anak laki-laki berpakaian kotor dan berambut kusut memasuki pekarangan itu, anak yang bukan lain adalah Siangkoan Hay yang mereka cari-cari. Hampir saja Ma Kim Li berteriak melihat puteranya, akan tetapi suaminya sudah memegang lengannya dan cepat memberi isyarat agar jangan mengeluarkan suara atau bergerak. Sekali mereka keluar dan kelihatan orang, berarti terbukalah semua rahasia mereka! Boleh jadi Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merupakan dua orang yang sudah kehilangan peri kemanusiaan, perasaan mereka sudah membeku terhadap kehalusan,
Keadaan hidup mereka yang lalu sebagai dua orang sesat yang berkecimpung dalam dunia hitam dan bergelimang dengan kejahatan membuat hati mereka mengeras dan tidak mengenal keharuan, namun ketika melihat Siangkoan Hay menangis di antara dua buah peti itu, menangis sambil memanggil-manggil ayah ibunya, dua orang ini nampak bengong dan termenung. Bahkan Ma Kim Li sampai mengusap kedua matanya dan Siangkoan Leng beberapa kali menelan ludah. Bagaimanapun juga, mereka berdua itu menganggap Hay Hay sebagai anak kandung sendiri. Walaupun anak itu bukan anak kandung, akan tetapi mereka memeliharanya, membesarkan dan mendidiknya sejak bayi berusia dua bulan, sampai anak itu kini berusia tujuh tahun. Dan anak itu cerdas, tabah dan lincah, selalu bergembira dan merupakan cahaya terang dalam kehidupan mereka.
Karena watak yang baik dari Siangkoan Hay itulah yang banyak mendorong kepada suami isteri ini untuk memaksa diri melalui jalan benar, tidak pernah lagi mengulangi perbuatan jahat mereka. Demi untuk kehidupan anak mereka itu di kemudian hari maka mereka memaksa diri untuk menjadi "orang baik-baik". Karena paksaan dan bukan sewajarnya, maka kebaikan-kebaikan yang mereka pertahankan itu pun mudah luntur dan begitu ada ancaman bahaya kepada mereka, timbul kembali watak jahat mereka! Keharuan yang menyentuh hati Siangkoan Leng dan Ma Kim Li segera buyar ketika mereka melihat munculnya Si Tangan Maut Kwee Siong dan Si Jarum Sakti Tong Ci Ki, dua musuh yang ditunggu-tunggu itu! Kembali Ma Kim Li hendak bergerak ketika melihat betapa anaknya ditotok dan ditangkap oleh Tong Ci Ki. Akan tetapi suaminya memegang tangannya dan berbisik.
"Jangan bergerak..."
"Tapi... bagaimana kalau mereka mencelakakan Hay Hay...?"
"Tidak. Mereka hendak merampas Hay Hay, bukan hendak membunuhnya! Kalau kita muncul dan rahasia kita terbuka, tentu lebih repot lagi bagi kita. Biarkan saja mereka, kita dapat membayangi dan setiap waktu dapat berusaha menyelamatkan anak itu."
Mereka berdua terus mengintai dan ngeri juga rasa hati mereka ketika melihat betapa dengan kekuatan sinkangnya yang dahsyat, iblis dari Guha Iblis Pantai Selatan itu menyerang ke dalam peti, sedangkan isterinya menyerang pula dengan jarum melalui lubang-lubang angin. Andaikata tubuh mereka yang berada di dalam peti, agaknya sukar bagi mereka untuk dapat menyelamatkan diri. Ketika keadaan menjadi kacau karena suami isteri iblis itu membawa Hay Hay keluar dan merobohkan orang-orang yang berani menghadang mereka, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li cepat menggerakkan tangan menyerang empat orang pembantu yang juga pernah menjadi murid mereka dari jarak jauh. Tentu saja empat orang itu tidak mampu menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum maut Ma Kim Li yang dalam hal penggunaan senjata rahasia beracun ini tidak kalah oleh Si Jarum Sakti Tong Ci Ki.
Empat orang itu roboh dan tewas seketika dan peristiwa pembunuhan ini tidak nampak oleh orang lain karena suasana sedang kacau dan bising. Tentu saja para tamu yang berlayat di rumah keluarga Siangkoan itu menjadi geger ketika mendapat kenyataan bahwa mayat-mayat di dalam dua buah peti mati itu bukanlah Siangkoan Leng dan isterinya dan betapa empat orang pelayan itu tiba-tiba saja mati seperti tanpa sebab. Ada yang bisik-bisik dengan muka pucat bahwa semua ini tentulah perbuatan setan. Siangkoan Leng dan Ma Kim Li tidak mau peduli lagi akan keributan yang terjadi di rumah mereka, dan mereka pun sudah cepat membayangi dua orang musuh mereka yang kini membawa pergi Hay Hay dengan melakukan perjalanan cepat sekali keluar dari kota Nan-king.
Sungai Yang-ce mengalir dengan air berlimpah-limpah di sebelah utara kota Nan-king, menuju ke timur, ke arah Lautan Timur. Di lembah Yang-ce sebelah utara kota Nan-king itu penuh dengan hutan-hutan yang masih liar dan karena daerah ini terkenal sebagai daerah rawan, di mana terdapat selain banyak binatang buas, juga manusia-manusia buas yang menjadi perampok dan begal, orang-orang yang amat kejam melebihi binatang yang paling buas. Karena keadaannya yang berbahaya itulah maka tak pernah ada orang memasuki daerah hutan ini, biarpun tanah di daerah itu amat suburnya. Para pedagang yang hendak menyeberangi Sungai Yang-ce memilih penyeberangan di jalan raya yang jauh dari hutan itu, juga tidak ada nelayan yang berani mencari ikan di dekat hutan. Karena itu, tempat yang rawan itu menjadi semakin menyeramkan. Di tengah-tengah hutan itu terdapat gundukan tanah yang berupa bukit kecil yang amat indah.
Asmara Berdarah Eps 30 Asmara Berdarah Eps 39 Siluman Gua Tengkorak Eps 2