Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 29


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 29



Agaknya ia pingsan dan ditawan, lalu dibawa ke tempat ini. Dibelenggu di atas pembarigan! Mayang mengerahkan tenaganya, mencoba melepaskan belenggu kaki tangannya. Namun, ternyata tali pengikat kaki tangannya itu kuat bukan main, terbuat dari kulit. Pergelangan kaki dan tangannya sampai terasa pedih dan panas ketika ia mencoba untuk membebaskan diri. Akan tetapi ia berusaha terus. Ia harus dapat membebaskan dirinya. Ia maklum bahaya apa yang mengancam dirinya. Kalau mereka itu memusuhinya dan ingin membunuhnya, tentu ia tidak akan ditangkap seperti ini. Kulit pergelangan tangan dan kakinya mulai lecet-lecet. Suara dibukanya pintu kamar itu membuat ia menghentikan usahanya dan iapun menoleh ke arah pintu dengan muka berubah karena hatinya tegang dan khawatir.

   Mayang melebarkan matanya yang sipit untuk melihat dengan jelas orang yang memasuki kamarnya. Bukan seperti orang jahat, pikirnya. Juga bukan seorang di antara dua pemuda tampan yang telah menangkapnya. Dia seorang laki-laki yang usianya lima puluh tahun lebih, dengan kumis dan jenggot yang terpelihara rapi sehingga wajahnya nampak ganteng dan berwibawa, juga jantan. Pakaiannya rapi dengan rompi dari sutera mahal, sepatunya hitam mengkilap, rambutnya juga disisir rapi dan biarpun sudah bercampur uban, namun menambah jantan. Sepasang matanya bersinar-sinar tajam, mulutnya terhias senyum. Wajah seorang pria yang jantan dan matang, wajah pria yang menarik dan menimbulkan rasa suka dan percaya. Dan ketika dia bicara, suaranya juga lembut dan dalam, suara yang berwibawa.

   "Nona, percuma saja engkau mencoba untuk melepaskan diri. Tali belenggu itu terlalu kuat, dan hanya akan membuat kulit lengan dan kakimu lecet-lecet."

   Mayang memandang kepada pria itu dengan alis berkerut.

   "Siapakah engkau? Dan kenapa aku ditawan?"

   Laki-laki itu tersenyum, lalu menghampiri dan duduk di tepi pembaringan sehingga tubuhnya menyentuh tubuh Mayang. Gadis itu mencium bau harum cendana keluar dari orang itu!

   "Nona, engkau manis sekali, dan sesungguhnya kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Aku adalah Ho-han Pang-cu (Ketua Ho-han-pang), juga Beng-cu (pemimpin) dari dunia kang-ouw. Engkau kami tawan untuk mengundang kakakmu itu ke sini..."

   "Hay-koko?"

   "Benar, Tang Hay. Dan tergantung dari sikap dialah nasibmu ditentukan. Kalau dia mau berbaik dengan kami, tentu engkau akan segera dibebaskan, bahkan engkau akan menjadi anggauta kehormatan kami. Tapi, nona bagaimana engkau dapat menjadi adik Hay Hay? Setahuku, dia tidak mempunyai seorang adik perempuan!"

   Mayang mengerutkan alisnya. Kiranya ia ditangkap untuk memancing Hay Hay! Kakaknya berada dalam bahaya. Ia tidak tahu siapa orang ini, akan tetapi tentu lihai sekali, maka tidak perlu ia menceritakan keadaan dirinya, dan apa hubungannya dengan Hay Hay. Tidak boleh ia bersikap lancang, apalagi kini kakaknya terancam bahaya.

   "Kalau engkau tidak mau membebaskan aku, aku tidak sudi bicara lagi denganmu!"

   Katanya dan iapun membuang muka. Han Lojin tersenyum. Senang dia melihat gadis yang memiliki kecantikan khas ini. Selain wajahnya cantik manis, juga bentuk tubuhnya padat dan indah menggairahkan. Ditambah lagi sikap yang begitu tabah, pemberani dan penuh semangat! Seorang wanita pilihan dan jelas wanita seperti ini membangkitkan gairahnya.

   "Hemm, tidak ada untungnya bagimu bersikap angkuh, nona. Ketahuilah bahwa Ho-han-pang adalah perkumpulan para pahlawan, dan aku bukan orang jahat. Kalau kakamu itu suka membantu perjuangan kami mengamankan negara, dia akan menjadi pembantu utamaku, dan engkaupun akan kuangkat menjadi kepala pelayan dan pengawal pribadiku."

   "Tidak sudi aku! Dan Hay-ko tentu tidak sudi pula menjadi pembantumu. Pergilah dan tidak usah merayu! Aku". huh, muak aku melihat mukamu!"

   Mayang sengaja bersikap kasar dan menghina agar laki-laki itu marah dan kehilangan gairah yang membayang dimatanya, dan meninggalkan ia sendiri. Akan tetapi Mayang tidak tahu dengan laki-laki macam apa ia berhadapan. Makin galak ia, makin berkobar pula gairah berahi Han Lojin.

   Pria setengah tua ini pada hakekatnya amat membenci wanita yang disebabkan oleh dendam sakit hati. Dia tidak pernah dapat mencinta wanita. Yang ada hanya nafsu berahi dan nafsu menyiksa, mempermainkan. Mula-mula, wanita dirayunya sampai benar-benar bertekuk lutut dan amat mencintanya, setelah melihat wanita itu mencintanya setengah mati, lalu dia tinggalkan begitu saja, dia patahkan hatinya, dia hancurkan perasaannya. Dan dia akan meninggalkan wanita yang menangisinya itu sambil tertawa bergelak, dengan hati amat puas. Kalau melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah berahinya karena makin besar keinginannya untuk menalukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan dan harga dirinya. Oleh karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah memperlihatkan kegalakannya, dimata Han Lojin ia nampak semakin menggairahkan!

   "Ha-ha, engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal! Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"

   Melihat perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya dan kebenciannya bertambah.

   "Cih, laki-laki tak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa? Hanya laki-laki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!"

   Tantangnya.

   "Ha-ha-ha, engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, engkau harus mau menjadi pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau janji?"

   Sepasang mata Mayang melotot.

   "Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang kalah akan mampus!"

   Makin gembiralah hati Han Lojin.

   "Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau begitu, akan tetapi bukan di sini tempatnya!"

   Dengan cepat sekali tangannya bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Ia tadi miringkan tubuh ketika membuang muka maka mudah saja terkena totokan. Ia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan Han Lojin sudah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.

   Mayang membuka mata memperhatikan keadaan. Pria setengah tua itu memondongnya dengan ringan seolah-olah ia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak tangga, menuju ke ruangan bawah tanah! Sebuah pintu besi terbuka sendiri, agaknya ada alat rahasianya di situ dan iapun dibawa masuk ke sebuah kamar. Kamar ini luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang agaknya cukup untuk ditiduri sepuluh orang! Dan di situ terdapat pula meja besar dengan belasan buah kursi. Luas kamar itu sama dengan lima kamar biasa dijadikan satu! Dipasangi lampu penerangan siang malam, walaupun ada sedikit sinar matahari turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang lengkap. Sebuah kamar yang besar dan mewah, enak ditinggali.

   Sambil tersenyum Han Lojin merebahkan tubuh lunglai Mayang ke atas pembaringan yang besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena ia mengira bahwa pria itu akan memperkosanya dan ia tidak akan mampu mencegah, tidak akan mampu meronta atau melawan. Ia merasa ngeri sekali. Akan tetapi, ternyata pria itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir Mayang. Setelah menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum dan kembali Mayang merasa ngeri, matanya membelalak, akan tetapi ia tidak mampu bergerak.

   "Jangan khawatir, nona manis. Aku pantang memperkosa wanita sekarang. Wanita harus menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kau lakukan nanti."

   "Tidak sudi, lebih baik aku mati!"

   Bentak Mayang. Hanya kaki dan tangannya yang tak mampu bergerak, akan tetapi ia dapat bicara dan menggerakkan anggauta tubuh lainnya.

   "Hemm, engkau cantik manis dan pemberani. Aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu pula. Menurut para pembantuku, engkau cukup lihai, berbahaya, maka dibelenggu kaki tanganmu. Sebaliknya, aku ingin melihat engkau menyambutku dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu. Nah, sekarang aku akan membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."

   Dengan gerakan cepat, Han Lojin lalu menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang tidak percaya akan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar telah membebaskan totokan pada tubuhnya. Ia dapat bergerak lagi! Ia maklum bahwa sehabis dihentikan jalan darahnya, maka kaki tangannya akan terasa kaku dan tidak leluasa bergerak. Oleh karena itu, ia tetap tenang, menggerak-gerakkan dulu kaki tangannya agar menjadi lemas kembali.

   Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, memandang kepada gadis itu dengan senyum simpul. Setelah merasa kedua tangan kakinya dapat bergerak dengan wajar barulah Mayang meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah mengagumkan hati Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu cukup cerdik. Kini mereka berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali. Baru pembantu-pembantunya saja, seperti dua orang pemuda yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya, demikian lihai. Akan tetapi ia sama sekali tidak merasa gentar. Ia akan melawan sampai mati karena maklum bahwa kalau ia tertawan kembali, la akan terhina oleh pria yang mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.

   "Pangcu, aku sudah mendengar pengakuanmu tadi mengapa engkau menawanku, yaitu untuk memancing kakakku datang ke sini dan engkau hendak membujuknya membantumu, membantu Ho-han-pang. Akan tetapi, aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tidak akan sudi membantumu, karena biarpun perkumpulanmu mempergunakan nama yang muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namun sesungguhnya perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah dan akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Oleh karena itu, sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak akan mencampuri urusanmu."

   Han Lojin tertawa. Dalam keadaan terjepit, gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa beraninya. Ia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan mati-matian. Andaikata dia sampai memperkosanya, tentu dalam suatu kesempatan gadis seperti ini akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka, dia harus dapat menundukkannya, karena sekali menyerah, ia akan menjadi seorang pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.

   "Sudah kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau dan kakakmu. Aku tidak ingin memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu. Nah, majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."

   Mayang kehilangan cambuknya. Akan tetapi sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi, ia tentu saja tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Sepasang kaki tangannya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh. Ia tahu bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Ia dan ketua Ho-han-pang ini berada di ruangan bawah tanah pintu besi itu telah tertutup. Jalan satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang ia tahu tentu lihai sekali. Ia harus membela diri mati-matian, maka diam-diam Mayang sudah mengerahkan gin-kangnya, mengumpulkan kekuatan itu di dalam kedua lengannya sebelum ia melakukan penyerangan. Kemudian, ia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang dengan cepat dan kuat.

   "Haiiiiiiittt!!"

   Gerakannya cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah muka lawan, sedangkan tangan kanannya juga dengan jari-jari terbuka, menusuk ke arah dada. Gerakan tangan kiri merupakan gerak pancingan atau gertakan, sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada.

   Biarpun tangan kanan Mayang itu berjari kecil meruncing dengan kulit halus namun jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat yang akan mampu meremukkan tulang iga! Han Lojin mengenal pukulan ampuh, maka diapun menghindarkan diri dengan melangkah ke belakang dan memutar kedua lengan melindungi tubuh, menangkis dengan cengkeraman untuk menangkap lengan lawan. Namun Mayang sudah menarik kembali kedua tangannya yang gagal itu, lalu tubuhnya meloncat ke depan, kakinya melakukan tendangan kilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga hampir saja lambung Han Lojin termakan tendangan. Namun, Han Lojin yang semakin kagum, sudah menangkis dengan lengan kirinya.

   "Dukk!"

   Mayang merasa betapa kakinya nyeri bertemu dengan lengan orang itu, namun ia menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat Han Lojin terkejut dan cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik beberapa kali.

   "Heiiiii! Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?"

   Teriaknya ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.

   Mayang terkejut. Orang ini sungguh lihai, telah mengenal ilmu pukulannya, pada hal ilmu pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang ia pelajari dari Kim Mo Sian-kouw. Gurunya berpesan bahwa kalau tidak sangat terpaksa, ia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan watak subonya. Kini, menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa ia tadi mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tak disangkanya, bahwa lawannya segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah pula bertemu dengan subonya. Mayang tersenyum mengejek.

   "Aku adalah murid Subo Kim Mo Sian-kouw!"

   Maksudnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jerih dan tidak akan mengganggunya. Han Lojin nampak terkejut.

   "Ahhh! Pantas engkau begini lihai, nona. Namamu Mayang, bukan? Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai pembantuku dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. O ya, bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay? Engkau adiknya? Adik tirikah? Bagaimana Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?"

   "Pangcu, lebih baik lagi kalau engkau sudah mengetahui tentang subo. Nah, sebaiknya engkau membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi di antara kita. Kalau engkau masih kukuh ingin bermusuhan dengan kami, engkau akan menghadapi kehancuran. Pertama, aku akan melawan sampai mati, tidak sudi aku menjadi pembantumu atau sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, kakakku Hay-koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, kalau subo mendengar bahwa aku tewas disini, beliaupun pasti tidak akan tinggal diam dan akan menghukummu!"

   Kembali Han Lojin tertawa.

   "Ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud buruk, ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa? Nah, mari kita lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."

   Karena maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang lalu menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya, mengeluarkan semua ilmu silat yang pernah dipelajarinya. Namun lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari padanya, dan bahkan memiliki tingkat kepandaian yang lebih tinggi, maka bagaimana dahsyatpun ia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak, bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan terdesak.

   "Haiiittt!"

   Mayang kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga pukulan tangannya mengarah perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka dan mencengkeram ke samping pula.

   "Huttt!"

   Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk gadis i tu.

   "Ihhhh!!"

   Mayang melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika ia meloncat bangun, ia telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini sebagai senjata dan ia menyerang lagi kalang kabut, menggunakan bangku yang diayun ke kanan kiri.

   "Hemm, kuda betina yang liar!"

   Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku.

   "Mayang, bangku itu mahal, terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kau rusakkan!"

   Teriaknya.

   "Lebih baik aku mati daripada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!"

   Mayang kini memaki karena ia sudah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya semakin hebat dan biarpun hanya bangku, namun di tangan gadis itu berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.

   "Wuuutt...!"

   Bangku itu menyambar sedemikian cepatnya sehingga biarpun dapat dielakkan oleh Han Lojin, namun angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu menjadi tertiup kusut.

   "Ihhh! Kalau kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada kepalaku ini, heh-heh!"

   Tiba-tiba dia membuat gerakan aneh, tubuhnya bergulingan dan dari bawah, dia menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, ke arah kedua lutut dan kaki Mayang.

   Gadis ini mengeluarkan seruan kaget dan berloncatan dengan kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan luar biasa. Selagi ia kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin mengeluarkan suara melengking panjang, tiba-tiba saja ada sinar putih mencuat ke atas dan lengan Mayang sudah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot dan tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin meloncat dan sekali dia menggerakkan kedua tangan, yang kiri menotok dan yang kanan merampas, bangku itu sudah berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan. Han Lojin meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak. Lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.

   "Engkau kuda betina yang binal, perlu kutundukkan cepat-cepat!"

   Kata Han Lojin. Mayang sudah menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api ia sudah menyerang lagi, tidak perduli akan kenyataannya bahwa ia memang bukan tandingan ketua Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat ia hendak mengadu nyawa. Ketika ia mendapat kesempatan, ia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan maupun bagi diri sendiri. Namun Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka ia mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.

   "Wuuuttt... plakkk!"

   Dengan perhitungan yang tepat mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya, dan dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki. Gadis itu meronta, namun Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu dengan berpegang kepada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti kitiran, kemudian tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan kedua kaki diluar dan masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu sabuk sutera putih.

   "Keparat, lepaskan kakiku!"

   Bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk dan menyerang dengan kedua tangannya. Namun, Han Lojin menjauh, kemudian menangkis kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.

   "Engkau memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang manis. Ingin kulihat apakah tubuhmu juga semanis mukamu!"

   Han Lojin mencengkeram. Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.

   "Bretttt!"

   Leher bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut robek oleh renggutan tangan yang kuat itu. Dan Han Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung di antara buah dada. Dia menuding ke arah dada gadis itu.

   "Itu... itu... dari mana kau dapatkan benda itu?"

   Tanyanya. Tadi Mayang terkejut dan marah bukan main karena bajunya terobek dan tadinya ia menyangka bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding ke arah buah dadanya yang nampak sebagian. Akan tetapi, ketika ia menggunakan kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang tergantung di dada dan ia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda itu, bukan tentang tubuhnya. Dengan tangan kiri menutupkan kembali bajunya yang robek, Mayang menjawab dengan ketus,

   "Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"

   Kini Han Lojin sudah nampak tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk.

   "Hemm, sekarang mengertilah aku mengapa engkau menjadi adik Hay Hay. Hay Hay adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, dan engkaupun mengenakan lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkaupun seorang puteri dari Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet? Apakah ibumu seorang wanita bernama... Souli?"

   Mayang terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru,

   "Bagaimana engkau bisa tahu?"

   Akan tetapi kini Han Lojin tertawa bergetak.

   "Ha-ha-ha-ha!"

   Pada saat itu, terdengar suara dari luar pintu,

   "Bengcu, dia sudah datang!"

   Daun pintu besi terbuka dengan sendirinya dan di luar pintu berdirilah Sim Ki Liohg. Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak, seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju bagian dada yang terobek. Melihat ini, dia segera berkata kepada Han Lojin.

   "Maafkan kalau saya mengganggu Beng-cu..."

   Akan tetapi Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata,

   "Mayang, engkau tinggallah dulu di sini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu. Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan diri karena engkau takkan berhasil. Tenang-tenang sajalah di sini."

   Mendengar bahwa kakaknya sudah datang, ingin
(Lanjut ke Jilid 27)
Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 27
Mayang meloncat dan menerjang keluar dari tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang di antara mereka berdua saja ia tidak menang, apalagi kini bajunya di bagian dada robek sehinga kalau ia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan dadanya akan nampak.

   Maka iapun hanya berdiri sambil memandang dengan penuh kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu tertutup dengan sendirinya. Masih bergema dalam telinganya suara ketawa ketua Ho-han-pang itu, suara ketawa yang aneh dan menyeramkan baginya. Kini, Mayang melupakan kekhawatiran terhadap dirinya sendiri, sebaliknya kini ia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini iapun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan. Kiranya mereka itu menghendaki kakaknya! Mereka menawannya hanya untuk memancing datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu. Dan membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para pembantunya itu, ia merasa khawatir sekali. Akan tetapi ia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi. Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu.

   Melihat di kamar itu terdapat sebuah almari, ia menghampirinya dan membukanya. Ia terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia hanya tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semua masih baru. Akan tetapi ia tidak sudi memakai pakaian bukan miliknya itu. Diambilnya saja sehelai sabuk panjang dan dengan sabuk itu, diikatnya bajunya yang robek sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali. Kemudian, iapun meneliti keadaan di dalam kamar yang luas itu. Benar kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jendela, dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu. Padahal daun pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan sinar matahari dan hawa dari atas itupun tidak mungkin dilewati.

   Terlalu tinggi dan juga lubang di atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula. Terdengar suara pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu itu terbuka, tidak perduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat keluar dari situ, harus membantu kakaknya. Akan tetapi, yang terbuka hanya sebagian sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak mendorongkan sebuah piring penuh buah-buah segar. Juga sebuah poci teh berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu tertutup kembali. Hemm, mereka memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti seorang tamu saja, pikir Mayang. Iapun tidak sungkan lagi.

   Buah-buah itu perlu untuk memulihkan tenaganya. Iapun memilih dan makan buah-buah yang segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena ia yakin bahwa tidak perlu tuan rumah meracuninya. Ia sudah tidak berdaya. Kini ia hanya bisa menanti terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri. Setelah makan buah-buahan dan minum teh, iapun duduk termenung di atas pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua itu bisa tahu bahwa Ia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama ibunya? Orang itu tnengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung dilehernya, juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal ini menunjukkan bahwa tentu orang itu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu? Ia hanya dapat termenung dan merasa bingung.

   "Apakah Hay Hay muncul seorang diri?"

   Di luar tempat tahanan bawah tanah itu Han Lojin bertanya kepada Ki Liong yang tadi mengabarkan kepadanya tentang datangnya seseorang.

   "Bukan dia. Bengcu. Bukan Tang Hay yang muncul..."

   "Ehh? Habis, siapa?"

   Tanya ketua itu penasaran karena yang dipancing dan ditunggu-tunggu kemunculannya adalah Tang Hay.

   "Ia adalah... Cia Kui Hong...

   "

   Suara Ki Liong menunjukkan bahwa hatinya tegang. Memang pemuda ini merasa tegang, bukan gentar, ketika mendengar dari anak buah Ho-han-pang bahwa ada seorang gadis muncul disarang mereka dan ketika dia mengintai, ternyata gadis itu adalah Cia Kui Hong! Gadis itu adalah cucu dari suhu dan subonya di Pulau Teratai Merah, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan Lam-sin Toan Kim Hong! Memang dia tidak gentar terhadap gadis itu, akan tetapi mengingat bahwa dia telah melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, bahkan kini pedang pusaka itu tidak berada di tangannya lagi telah terampas oleh Tang Hay, tentu saja dia merasa tidak enak dan tegang.

   Han Lojin sendiri tertegun, kaget dan heran mendengar bahwa yang muncul bukan orang yang dinanti-nantinya, melainkan gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu! Di antara semua gadis pendekar, gadis inilah yang dianggap paling berbahaya dan paling lihai, dan dia harus mengakui bahwa gadis itu memiliki tingkat kepandaian yang tinggi dan sama sekali bukan merupakan lawan ringan baginya. Akan tetapi, sungguh membuat dia terkejut dan heran karena gadis itu telah terikat janji dengan dia. Gadis itu telah berjanji untuk tidak memusuhinya dan tidak membuka rahasianya. Apa maksud gadis itu kini muncul? Ah, tentu ketua Cin-ling-pai itu tidak tahu bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin yang juga Tang Bun An. Tidak tahu bahwa dia yang memimpinnya, maka kini berani datang berkunjung.

   "Cia Kui Hong? Biar aku yang menyambutnya sendiri. Engkau dan para rekanmu yang lain bersiap-siap saja turun tangan kalau sudah kuberi tanda."

   Setelah berkata demikian, Han Lojin lalu keluar sedangkan Ki Liong cepat memberitahu kepada Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek agar mereka bertiga siap membantu pimpinan mereka kalau dikehendaki. Bayangan itu berlari cepat dan gerakannya cekatan dan ringan sekali. Ia mendaki lembah bukit menuju ke puncak dimana terdapat kompleks bangunan markas Ho-han-pang. Ketika tiba di pintu gerbang pertama, ia merasa heran karena tidak nampak seorang penjagapun di situ. Ia mendorong pintu gerbang yang tertutup dan begitu pintu terbuka, terdengar suara berdesingan. Ia cepat melompat tinggi ke atas untuk menghindarkan diri dari sambaran anak-anak panah yang meluncur dari kanan kiri pintu gerbang.

   Ia memang sudah berhati-hati terhadap perangkap, maka ia mampu menghindarkan diri dengan loncatan tinggi. Ketika ia melayang turun ke depan, begitu kakinya menyentuh tanah, tiga orang dari kanan dan tiga orang dari kiri menyambutnya dengan serangan tombak panjang. Kui Hong menggerakkan kedua tangannya, nampak sinar berkelebat ketika sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri. Terdengar suara nyaring, enam batang tombak itu patah-patah disusul pekik kesakitan dan dua di antara enam orang penyerang itu roboh terjengkang dengan pundak berdarah. Mereka bergulingan ke belakang dan menghilang di balik semak belukar. Kui Hong berdiri tegak sepasang pedang di tangan, siap menghadapi pengeroyokan. Akan tetapi, tidak ada gerakan apapun nampak, dan terdengar suitan-suitan memanjang saling sahut di sekitar tempat itu.

   Karena tidak ada serangan lagi, Kui Hong melanjutkan langkahnya, melalui jalan mendaki dari pintu gerbang pertama itu, menuju ke pintu gerbang ke dua. Akan tetapi, di sinipun tidak terdapat penjaga, dan tidak ada pula serangan lain. Keadaan sunyi saja. Ia tidak tahu bahwa suitan-suitan panjang tadi merupakan isarat kepada para anggauta Ho-han-pang untuk tidak bergerak dan membiarkan gadis itu naik terus tanpa diganggu. Bahkan perangkap-perangkap dimatikan dan tidak mengganggu perjalanan Kui Hong. Setelah melampaui tiga lapis pintu gerbang, akhirnya Kui Hong tiba di depan bangunan yang nampak sunyi saja itu. Sunyi dan megah, juga menyeramkan. Ia berdiri dengan tegak, menyimpan kembali sepasang pedangnya, lalu ia berteriak dengan suara melengking nyaring.

   "Ketua Ho-han-pang! Kalau engkau bukan seorang pengecut, keluarlah aku ingin bertemu!"

   Ia tidak perlu mengulang teriakannya. Karena sebelum gaung suaranya padam, daun pintu bangunan itu terbuka dari dalam. Kemudian nampak sedikitnya dua puluh orang laki-laki yang berpakaian seragam putih-putih dengan ikat pinggang biru dan sepatu kulit hitam mengkilap, dengan topi merah, berbaris rapi di kanan kiri jalan keluar depan pintu. Mereka itu memiliki pedang yang tergantung di pinggang dan sikap mereka gagah perkasa, seperti sepasukan pendekar! Kemudian, barisan itu berdiri tegak dengan sikap menghormat, dan muncullah orang yang dinanti-nanti Kui Hong. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, nampak tampan dan gagah dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi dan di kanan kiri dan belakang pria ini berbaris belasan orang wanita muda yang cantik-cantik dan yang berpakaian seragam pula.

   Cantik akan tetapi gagah, dengan pedang di punggung masing-masing sikap mereka seperti pendekar-pendekar wanita sejati! Melihat pria setengah tua itu, berkerut sepasang alis Kui Hong. Tentu saja ia segera mengenal Han Lojin! Dan karena ia tahu bahwa Han Lojin dan Tang Bun An adalah satu orang juga! Entah yang mana yang merupakan muka aselinya, Tang Bun An atau Han Lojin, ia tidak tahu. Akan tetapi ia yakin bahwa Tang Bun An, Han Lojin, dan Ang-hong-cu hanyalah satu orang yang kini menjadi ketua Ho-han-pang! Biarpun perasaan hatinya tegang, Han Lojin tersenyum-senyum ketika dia melangkah menghampiri Kui Hong, sedangkan pasukan pria dan wanita yang mengawalnya kini berbaris rapi di kanan kiri, tidak ikut mendekat.

   "Aih, kiranya Cia Pangcu (Ketua Cia)! Selamat datang, pangcu, dan kami ingin sekali mengetahui apakah kedatangan pangcu ini sebagai ketua Cin-ling-pai, ataukah sebagai pribadi?"

   Dia memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada.

   "Perkenalkan, kami adalah pangcu dari Ho-han-pang, juga Beng-cu dari dunia kang-ouw!"

   Kui Hong tersenyum pula, senyum mengejek.

   "Han Lojin, tidak perlu kita membawa-bawa nama perkumpulan. Aku datang sebagai Cia Kui Hong, dan kita sama tahu siapa engkau sebenarnya. Ini urusan pribadi antara aku dan engkau. Aku datang untuk menantangmu bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa!"

   "Ck, ck, ck!"

   Han Lojin mengeluarkan suara dengan lidahnya sambil menggeleng kepalanya.

   
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Cia Kui Hong, kenapa engkau bersikap seperti ini? Ingat, seorang pendekar memegang teguh janjinya, lebih menghargai janji dari pada nyawa!"

   Wajah gadis perkasa itu berubah merah dan matanya mengeluarkan sinar mencorong.

   "Aku tidak pernah melanggar janjiku, keparat! Sampai detik ini aku tidak pernah melanggarnya! Justeru karena janji itulah aku datang menantangmu. Aku ingin mencairkan dan membatalkan janji itu. Engkau boleh mengeroyokku, membunuhku. Lebih baik mati dari pada membiarkan iblis macam engkau berkeliaran tanpa dapat menentangmu karena terikat janji. Nah, aku datang untuk mematahkan ikatan janji itu. Majulah!"

   Tantang Kui Hong dengan sikap tabah dan tenang.

   "Ha-ha-ha, engkau tidak tahu malu, Kui Hong! Dulu ketika berjanji, engkau berada dalam keadaan tertawan dan tidak berdaya. Dan engkau berjanji bahwa kalau engkau kubebaskan, engkau tidak akan memusuhiku. Sekarang, setelah engkau kubebaskan, engkau datang menantangku. Bukankah itu berarti engkau melanggar janji?"

   Bagi gadis lain, diserang dengan ucapan ini tentu akan menjadi bingung. Akan tetapi, Kui Hong adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Hal inipun sudah ia pikirkan sebelumnya, maka mendengar ucapan itu, ia tidak menjadi bingung, bahkan tersenyum mengejek.

   "Hemm, Ang-hong-cu, bercerminlah engkau! Lupakah engkau bagaimana cara engkau menangkapku dahulu itu? Bukan seperti seorang gagah, melainkan sebagai seorang pengecut yang curang. Engkau menawanku karena menggunakan perangkap! EngKau lah yang sepatutnya merasa malu, pengecut! Dan sejak berjanji, aku tidak pernah melanggarnya. Kalau aku melanggar, tentu aku sudah datang kembali membawa kawan dan tentu engkau kini telah mampus! Akan tetapi aku datang seorang diri saja, menghadapi engkau yang kini dibantu oleh banyak sekali anak buahmu. Engkau boleh mengeroyokku, menangkapku, menyiksa dan membunuhku! Bagiku, hanya ada dua pilihan. Membatalkan janji dan membunuhmu, atau terbunuh olehmu!"

   Han Lojin mengerutkan alisnya. Tahulah dia bahwa menggertak atau membujuk gadis ini tidak akan berhasil. Kalau dulu dia membiarkan gadis ini bebas adalah karena dia merasa ngeri menghadapi akibatnya kalau dia membunuh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai. Ngeri menghadapi pembalasan dari Cin-ling-pai, dan terutama sekali dari kakek gadis itu, Pendekar Sadis dan isterinya dari Pulau Teratai Merah! Akan tetapi kini tidak, ada pilihan lain baginya. Dan diapun kini berbesar hati karena dia kini memiliki banyak pembantu yang pandai. Kalau Cin-ling-pai datang menyerbu, diapun memiliki Ho-han-pang untuk melawannya. Kalau Pendekar Sadis dan isterinya datang menyerang, dia dan para pembantu utamanya pasti akan mampu menandingi mereka.

   "Cia Kui Hong, sekali ini kalau aku menawanmu, aku takkan melepaskanmu kembali!"

   Katanya dan dalam suaranya terkandung gairah yang membuat hati Kui Hong merasa ngeri. Iapun sudah siap siaga mengadu nyawa. Bagi gadis ini, hiduppun tak ada artinya dan ia akan selalu merasa menyesal kepada diri sendiri. Ia telah mengikat perjanjian dengan seorang manusia iblis yang harusnya ia tentang mati-matian. Dengan perjanjian itu, ia merasa seolah-olah menjadi pelindung dan pembantu Ang-hong-cu!

   Hal ini selalu menggerogoti perasaannya, menumbuhkan penyesalannya. Ia telah berjanji hanya karena ingin bebas dari ancaman perkosaan maut! Melihat Ang-hong-cu bertindak sesuka hatinya, melaksanakan segala macam kejahatan dan ia mengetahuinya akan tetapi tidak dapat turun tangan mencegah atau menentangnya, sungguh merupakan siksaan yang tak dapat ia pertahankan lebih tama. Itulah sebabnya maka ia memaksa diri untuk mencari Ang-hong-cu, dan membatalkan semua perjanjian itu dengan membiarkan dirinya ditangkap kembali! Ia tahu bahwa sekali ini ia maju menentang Ang-hong-cu hanya untuk roboh binasa atau tertawan. Ia datang seorang diri, menghadapi Ang-hong-cu dan banyak anak buahnya yang tergabung di dalam Ho-han-pang! Sama dengan bunuh diri.

   Akan tetapi ia tidak perduli. Lebih baik mati sebagai pendekar dari pada hidup terpaksa harus menjadi pelindung seorang iblis macam Ang-hong-cu, demikian tekad hatinya. Ia mencabut sepasang pedangnya dan bersiap-siap. Apa yang disangkanya memang benar terjadi. Ang-hong-cu yang merasa jerih menghadapi gadis itu seorang diri, karena pernah dia melawannya akan tetapi dia yang terdesak hebat, segera memberi isarat dengan tepuk tangan dan muncullah Ji Sun Bi, Tang Cun Sek, dan Sim Ki Liong! Akan tetapi, mereka telah mengenakan kedok tipis sehinga Kui Hong tidak mengenal mereka. Mereka bertiga tentu saja mengenal Kui Hong, mengenal dengan baik sekali! Bahkan dua orang muda itu, Cun Cek dan Ki Liong, pernah jatuh cinta kepada gadis ini!

   "Tangkap ia hidup-hidup!"

   Hanya itulah, perintah Ang-hong-cu, namun tiga orang itu sudah maklum apa yang dikehendaki pemimpin mereka. Hanya ada satu hal mengapa ketua mereka menghendaki gadis itu ditangkap hidup-hidup, yaitu bahwa pangcu itu membutuhkan Cia Kui Hong hidup untuk dimanfaatkan, entah untuk mengurangi kehausan dan kerakusannya akan gadis-gadis cantik, atau untuk kepentingan lain. Perintah ini tidak berat bagi Cun Sek dan Ki Liong, karena bagaimanapun juga, dua orang muda yang pernah mencinta Kui Hong juga merasa sayang kalau gadis itu terbunuh.

   Namun, tidak demikian dengan Ji Sun Bi. Wanita ini amat membenci Kui Hong. Dalam pertemuan terakhir di antara mereka, ketika Ji Sun Bi membantu pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo dan Kui Hong membantu pemerintah dengan para pendekar, ia pernah bertanding melawan Kui Hong dan akibatnya, ia terlempar masuk ke dalam jurang! Nyaris la tewas di tangan gadis Cin-ling-pai itu. Dan kini, melihat Kui Hong hanya seorang diri, sedangkan ia bersama rekan-rekan di bawah pimpinan Han Lojin melarang gadis itu dibunuh, hanya disuruh menangkap hidup-hidup! Bagaimanapun juga, Ji Sun Bi tidak berani melanggar perintah pemimpinnya dan bersama Cun Sek dan Ki Liong, iapun sudah mengepung Kui Hong yang berdiri dengan sikap tenang dan waspada, sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) siap di kedua tangannya.

   Melihat Kui Hong memegang sepasang pedang yang dikenalnya sebagai Hok-mo Siang-kiam milik subonya, yaitu nenek Lam-sin Toan Kim Hong isteri Pendekar Sadis diam-diam Ki Liong bergidik. Dia tahu akan keampuhan sepasang pedang itu dan dia merasa menyesal mengapa dia kehilangan Gin-hwa-kiam. Kalau ada Gin-hwa-kiam di tangannya, tentu dia akan mampu menandingi sepasang pedang ampuh di tangan Kui Hong. Akan tetapi, pedang Gin-hwa-kiam telah dirampas oleh Hay Hay, dan kini ia hanya memiliki sebatang pedang yang biarpun merupakan pedang pilihan dari baja yang baik, namun dia khawatir pedangnya itu akan rusak begitu bertemu dengan Hok-mo Siang-kiam. Dia mencabut pedangnya dan mengepung.

   Demikian pula dengan Tang Cun Sek. Pemuda ini mengenal benar kelihaian Cia Kui Hong, dan diapun diam-diam gentar dan merasa menyesal mengapa dia kehilangan Hong-cu-kiam yang juga terampas oleh Hay Hay. Akan tetapj karena di situ terdapat Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi, bahkan Han Lojin juga kini ikut mengepung, dia merasa yakin mereka akan dapat menundukkan Kui Hong dan diapun sudah mencabut pedangnya, sebatang pedang yang cukup baik walaupun tak dapat disamakan dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam yang sudah terlepas dari tangannya. Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi juga sudah mencabut senjata, yaitu sepasang pedang pula, dan kini ia mengepung sambil melintangkan sepasang pedang di atas kepala. Han Lojin sendiri juga maju, akan tetapi dia tidak memegang senjata apapun.

   "Kau lihat, Kui Hong. Engkau telah kami kepung dan tidak mungkin dapat lolos. Apakah tidak lebih baik engkau menyerah saja, kita berdamai dan engkau membantu perjuangan kami membela negara dan bangsa?"

   "Huh! Yang sudi bersekutu denganmu hanyalah golongan sesat, orang-orang yang jahat dan selayaknya dibasmi habis!"

   Bentak Kui Hong dan tiba-tiba saja ia membalik ke kiri, pedang kanannya menusuk ke arah dada Cun Sek. Gerakannya cepat bukan main dan pedangnya mengeluarkan sinar dan bunyi mendesing. Cun Sek menangkis dengan pedangnya dari samping, tidak berani mengadu langsung karena takut pedangnya akan patah.

   "Tranggg...!"

   Nampak bunga api berpijar dan diam-diam Kui Hong terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa pembantu Ang-hong-cu ini, yang berwajah tampan dan bertubuh tinggi besar, demikian kuat tenaganya sehingga tangannya tergetar. Ia memutar pedang dan kini pedangnya yang kiri membabat ke arah kedua kaki lawan tinggi besar itu. Dan Cun Sek mengelak dengan loncatan yang membuat Kui Hong hampir mengeluarkan seruan kaget. Gerakan kaki itu mempunyai dasar ilmu Thai-kek Sin-kun dari Cin-ling-pai!

   Ia terkejut dan heran, akan tetapi masih belum yakin benar dan selagi dia hendak mendesak agar lawan tinggi besar itu mengeluarkan ilmu silatnya, terpaksa ia harus membalik dan memutar sepasang pedangnya untuk melindungi tubuh karena pada saat itu, wanita yang memegang sepasang pedang telah menyerangnya, disusul pengeroyok ke tiga, seorang pemuda yang tampan dan memiliki gerakan kuat pula. Dan kembali ia terkejut ketika ia memutar siang-kiam melindungi tubuhnya karena ia seperti pernah melihat gerakan siang-kiam seperti yang dimainkan wanita itu. Ketika ia membalas dengan tiba-tiba ke arah laki-laki ke tiga yang mengeroyoknya, dengan sambaran pedang kanannya, iapun hampir berteriak saking kagetnya melihat dasar gerakan kaki pemuda itu. Jelas dia melihat dasar gerakan kaki ilmu silat Hok-te Sin-kun yang hanya dimiliki oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah.

   Dan jantungnya berdebar ketika ia memperhatikan bentuk tubuh mereka. Biarpun wajah mereka itu berbeda, namun bentuk tubuh mereka, gerakan silat mereka, menunjukkan bahwa ia dikeroyok oleh si tinggi besar Tang Cun Sek, pemuda tampan Sim Ki Liong, dan wanita bersenjata siang-kiam Ji Sun Bi! Tak salah lagi! Namun, Kui Hong menahan perasaannya dan hanya memusatkan perhatiannya kepada penjagaan diri. Ia membela diri mati-matian dan memutar sepasang pedangnya sehingga tubuhnya seperti dilindungi perisai yang kokoh kuat. Sambaran senjata ketiga orang pengeroyoknya itu seperti menghadapi sinar perisai yang amat kuat dan semua serangan itu membalik! Bahkan Han Lojin yang amat lihai, yang sejak tadi ikut mengepung dan mencari kesempatan untuk turun tangan, tidak pernah berhasil karena sama sekali tidak ada lubang yang dapat dimasuki serangannya!

   Han Lojin memandang kagum sekali, akan tetapi juga khawatir. Sampai puluhan jurus, tiga orang pembantu utamanya belum juga dapat membekuk Kui Hong! Dia tahu bahwa kalau dia tidak mengeluarkan perintah agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, kalau tiga orang pembantunya berniat membunuhnya maka tentu perkelahian tidak akan berlangsung selama itu. Dengan dikeroyok tiga orang yang tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkatnya, Kui Hong tentu sudah roboh. Akan tetapi justeru karena mereka bertiga menjaga agar jangan melukai apalagi membunuh lawan, dan senjata mereka hanya dipergunakan untuk menjaga diri dan untuk berusaha meruntuhkan sepasang pedang Kui Hong, maka pertandingan menjadi berlarut-larut dan memakan waktu lama.

   Mungkin hanya kalau Kui Hong sudah kehabisan tenaga sajalah mereka itu akan berhasil. Dan untuk menanti sampai Kui Hong kehabisan tenaga tidaklah mudah karena ia seorang gadis yang sehat, terlatih baik dan tangguh. Kui Hong juga bukan seorang gadis bodoh. Ia maklum bahwa para pengeroyoknya amat taat kepada perintah Han Lojin, dan mereka berusaha untuk membuat ia kehabisan tenaga dan napas agar dapat ditawan hidup-hidup. Dan ia akan menderita penghinaan yang lebih mengerikan dari pada maut kalau sampai tertawan hidup-hidup. Oleh karena itu, iapun dengan nekat hendak mengadu nyawa dan kini mulailah ia membalas serangan lawan dengan serangan-serangan dahsyat. Dengan demikian ia membiarkan dirinya "terbuka"

   Sehingga mungkin saja ia akan terkena serangan senjata para pengeroyoknya sehingga terluka atau mungkin tewas.

   Ketika ia menyerang dengan dahsyat, makin yakin hatinya bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek, dan pemuda tampan itu adalah Sim Ki Liong. Serangan-serangannya yang dahsyat membuat mereka tidak dapat menyembunyikan gerakan dasar yang aseli dari ilmu silat mereka. Dan dalam desakannya yang nekat, ia berhasil menendang paha Ji Sun Bi sehingga wanita itu terpelanting. Akan tetapi, karena kini ia membuka diri dengan serangan-serangannya itu sehingga pertahanan dirinya tidak serapat tadi, Han Lojin memperoleh kesempatan. Pada saat yang baik sekali, selagi sepasang pedang Kui Hong menempel kepada senjata di tangan Cun Sek dan Ki Liong, sebelum gadis itu mampu melepaskan sepasang pedangnya dari tempelan senjata lawan, Han Lojin menerjang ke depan dan tangannya berhasil menotok punggung Kui Hong. Gadis ini mengeluh lirih dan terguling pingsan!

   Hanya sebentar saja Kui Hong tak sadarkan diri. Ketika ia siuman, ternyata tubuhnya lemas tak dapat digerakkan karena jalan darahnya tertotok dan ia dipondong oleh pernuda tinggi besar yang berjalan bersarna Han Lojin menuju ke lorong bawah tanah. Ia berpura-pura pingsan setelah tahu bahwa dirinya tertotok dan tidak berdaya karena kalau ia sadar, tentu hanya akan mendengar penghinaan Han Lojin saja. Setelah tiba di depan sebuah pintu besi yang tertutup, ia mendengar pemuda tinggi besar itu bicara dan begitu pemuda itu membuka mulut, tidak ada keraguan lagi dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah Tang Cun Sek. Wajahnya boleh berubah,akan tetapi suaranya dan bentuk badannya, dan dasar-dasar ilmu silat Cin-ling-pai tadi. Akan tetapi ada yang amat mengherankan hatinya ketika ia mengikuti percakapan singkat mereka di depan pintu.

   "Bengcu, kuharap bengcu suka memberikan gadis ini kepadaku. Ia gadis yang kucinta dan aku... aku ingin memperisterinya..."

   "Hemm, berbahaya sekali ia, Cun Sek. Yang satu ini tidak boleh, aku sendiri yang akan menundukkannya agar tidak membahayakan kita."

   "Tapi... tapi... hanya sekali ini saja aku memohon. Aku adalah puteramu, aku minta agar dijodohkan dengan Kui Hong..."

   "Cukup! Masukkan dara ini ke dalam!"

   Han Lojin membentak dan Cun Sek nampak ketakutan.

   "Baik, ayah... eh, bengcu. Baik!"

   Pintu terbuka secara otomatis dan dengan mata terbuka sedikit Kui Hong melihat seorang gadis yang cantik berdiri dengan sikap gelisah akan tetapi juga marah. Gadis itu berdiri di dekat sebuah pembaringan besar dan ketika Cun Sek merebahkan tubuhnya di atas pembaringan itu, si gadis membentak dengan suara kasar sambil menudingkan telunjuknya kepada Han Lojin.

   "Mana kakakku? Dan siapa pula gadis ini Ho-han-pang-cu, kalau engkau tidak segera membebaskan aku, kakakku pasti akan menghancurkan kamu dan perkumpulanmu! Sebaliknya, kalau engkau membebaskan aku, aku akan bicara dengan kakakku. Mungkin dia mau membantu perkumpulanmu, asal saja perkumpulanmu memang perkumpulan orang-orang gagah yang baik!"

   Han Lojin tersenyum.

   "Tenanglah, Mayang. Kakakmu tentu akan bicara denganku. Dia belum datang, dan sementara itu, biarlah nona ini menemanimu di sini. Kalau engkau dapat membujuknya agar ia suka membantu kami alangkah baiknya dan aku tentu akan berterima kasih sekali!"

   Sebelum Mayang menjawab, pintu besi tertutup dan Han Lojin bersama Tang Cun Sek sudah keluar dari kamar itu. Setelah yakin bahwa ia hanya berdua saja dengan gadis yang ia mendengar namanya disebut Mayang itu, Kui Hong membuka matanya, lalu bangkit duduk. Melihat ini, Mayang segera menghampiri dan mereka duduk di atas pembaringan yang lebar itu, saling pandang dan saling mengagumi kecantikan masing-masing.

   "Enci, engkau siapakah dan bagaimana engkau dapat tertawan oleh mereka?"

   Mayang bertanya ketika melihat pandang mata penuh curiga dari gadis cantik itu.

   "Engkau sudah tahu bahwa aku tawanan, akan tetapi aku belum tahu siapa engkau dan mengapa pula di sini."

   Kata Kui Hong yang masih menaruh curiga. Biarpun tadi ia mendengar betapa gadis Tibet ini mengancam Han Lojin bahwa kakaknya akan menghancurkan Han Lojin dan perkumpulannya, akan tetapi ia tidak tahu siapa gadis ini. Mayang tersenyum, maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang gadis yang galak dan penuh prasangka.

   "Namaku Mayang, enci. Jangan engkau khawatir. Aku masih menanti munculnya kakakku, dan kalau dia muncul, pasti dia akan dapat menghancurkan Ho-han-pang dan membebaskan kita."

   "Hemm, siapa kakakmu itu?"

   "Kakakku bernama Hay Hay. Hay-ko lihai sekali dan dia pasti akan datang dan..."

   Mayang menghentikan ucapannya karena melihat betapa wajah gadis di depannya itu berubah, seperti orang terkejut dan memandang kepadanya dengan mata mencorong.

   "Dia Tang Hay maksudmu?"

   "Benar, enci!"

   "Kau bohong! Dia tidak mempunyai adik perempuan, kecuali kalau engkau juga she Tang, berarti engkau juga puteri Ang-hong-cu!"

   Kini Mayang berbalik terkejut sekali mendengar bahwa gadis ini sudah tahu bahwa ia dan kakaknya adalah anak-anak Ang-hong-cu.

   "Enci, engkau mengenal ini?"

   Ia menarik keluar mainan dari balik bajunya, yaitu mainan berbentuk seekor kumbang merah.

   "Ang-hong-cu...! Jadi kau... kau puterinya?"

   "Benar, aku puteri Ang-hong-cu, seperti juga Hay-koko putera Ang-hong-cu. Agaknya engkau sudah mengetahui..."

   "Bagus sekali!"

   Dan tiba-tiba saja, secepat kilat, tangan Kui Hong bergerak dan ia telah menotok jalan darah di pundak kiri dan Mayang terkulai lemas, kaki tangannya menjadi lumpuh. Tentu saja Mayang terkejut dan marah sekali. Ia diserang dalam keadaan sama sekali tidak menyangkanya, dan mereka duduk berdekatan maka ia tidak sempat mengelak apalagi gerakan tangan Kui Hong memang cepat seperti kilat menyambar. Hanya kaki tangannya saja dan punggungnya yang lumpuh, akan tetapi Mayang masih dapat menggerakkan anggauta tubuh yang lain. Ia memandang kepada Kui Hong dengan mata bersinar penuh kemarahan.

   "Heiiii! Kenapa Kau lakukan ini?"

   Bentaknya marah. Kui Hong tersenyum mengejek.

   "Engkau puteri Ang-hong-cu. Engkau satu-satunya orang yang dapat membebaskan aku dari sini. Engkau kujadikan sandera agar aku dibebaskan. Kalau mereka tidak mau membebaskan aku, engkau kubunuh!"

   Mayang juga seorang gadis yang keras hati dan tidak takut mati. Ia mendengus marah.

   "Huh, aku tidak mengenal siapa engkau. Akan tetapi yang sudah jelas bagiku, engkau ini seorang pengecut yang tolol!"

   Kalau saja ia tidak dalam tahanan, tentu Kui Hong menampar mulut yang berani memakinya pengecut dan tolol seperti itu. Ia menahan kemarahannya.

   "Jelaskan kenapa engkau mengatakan aku pengecut dan tolol. Kalau tidak ada alasannya yang kuat, akan kutampar mulutmu yang lancang itu!"

   "Lebih dari pada pengecut dan tolol, engkau mungkin sudah gila!"

   Mayang berteriak, tidak kalah galaknya dan walaupun ia rebah telentang tanpa mampu menggerakkan tubuhnya, namun ia membelalakkan matanya yang sipit, hidungnya kembang kempis dan mulutnya cemberut penuh kemarahan.

   "Masih perlu penjelasan lagi? Engkau pengecut karena engkau menyerang dan menotokku secara curang, tanpa memberitahu bahwa engkau akan menyerangku. Tidak curang dan pengecutkah itu? Kalau memang gagah, kenapa tidak terang-terangan saja menantang? Kau kira aku takut kepadamu? Dan tentang tolol, engkau memang bodoh dan tolol bukan main. Kau bilang hendak menjadikan aku sebagai sandera agar engkau dibebaskan? Apakah engkau ingin melawak di atas panggung? Aku sendiri menjadi tawanan di sini! Bagaimana mungkin pangcu dari Ho-han-pang mau membebaskan engkau karena engkau menawan aku? Tawanan menyandera tawanan? Apakah ini tidak gila namanya?"

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 20 Asmara Berdarah Eps 33 Pendekar Mata Keranjang Eps 37

Cari Blog Ini