Pendekar Mata Keranjang 46
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 46
"Ah, harap Paduka jangan terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingatlah, dia adalah penasihat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan main. Jangan dikira bahwa dia tidak akan memperhitungkan apa yang Paduka rencanakan sekarang ini. Saya pun sudah dapat menduganya."
"Benarkah? Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang telah kami rencanakan!"
Kata Menteri itu dengan suara mengandung penasaran. Mulana mengerutkan alisnya dan memandang Menteri itu.
"Agaknya tidak sukar untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi seperti Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini membuktikan bahwa Taijin sudah tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu kenyataan, ialah bahwa pasukan Taijin tentu jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena Taijin sudah mengetahui akan keadaan musuh, sehingga Taijin sudah dapat lebih dahulu mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang paling baik untuk menyerbu pihak di suatu tempat tertentu dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dari kita? Tak lain tentulah penyerbuan tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena sudah dihadang dalam berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang sudah pula memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit, merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"
Para perwira yang mendengar hal ini terbelalak dan Menteri Cang sendiri memandang kagum. Orang Birma ini memang lihai sekali, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula akan siasatnya dan tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.
"Saudara Mulana, perhitunganmu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah mempergunakan siasat itu kini sarang pemberontak itu sudah terkepung, lalu apakah yang akan dilakukan oleh mereka? Melawan pun tidak ada artinya bagi mereka!"
Kata Menteri Cang nada suaranya penuh kemenangan. Mulana memandang dengan serius. Wajahnya di bawah sinar api obor nampak seperti kedok yang tampan dan penuh rahasia, sepasang matanya bersinar-sinar dan mencorong.
"Semua itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh di sana bukan saudara kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana amat cerdik, pandai sekali dia dan mempunyai siasat yang penuh tipu muslihat. Dengan kekerasan, agaknya tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan mampu menghancurkan pasukan pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh sesat takkan ada artinya kalau dibandingkan dengan bantuan para pendekar kepada Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui dan dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."
"Hemm, sebelum kami mendengar penjelasanmu, perlu lebih dahulu engkau melenyapkan kesangsian dan kecurigaan kami, Mulana. Kalau benar engkau ini saudara kembar Kulana, mengapa engkau hendak berkhianat kepadanya?"
Sepasang mata Menteri Cang kini mencorong ditujukan ke arah wajah orang Birma itu, penuh selidik. Mulana mula-mula menentang pandang mata itu, lalu menunduk, dan wajahnya berduka sekali.
"Taijin, kehidupan hamba sudah rusak, kebahagiaan hamba sudah hancur, semua disebabkan oleh Kulana! Kalau dia tidak memberontak di Birma, tak mungkin hamba kehilangan segala-galanya. Sekarang, dia menghasut pemberontakan pula. Hamba, dalam kesempatan terakhir ini untuk menebus dosa-dosa hamba harus melawannya, menggagalkan usahanya itu. Terserah kepada Taijin dapat mempercaya saya ataukah tidak."
Menteri Cang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya.
"Baiklah, sekarang jelaskan apa adanya dua hal yang kau anggap membahayakan itu."
"Memang Kulana tidak akan mampu melawan paduka dengan pasukan pemberontak yang tidak terlatih dan lebih kecil jumlahnya itu. Akan tetapi, hendaknya Paduka ketahui bahwa dia adalah seorang ahli sihir yang amat pandai. Dia dapat mempergunakan ilmu hitam untuk mencelakai pasukan Paduka. Saya tahu, bagi para pendekar yang telah memiliki sin-kang yang kuat, tidak akan mudah terpengaruh oleh ilmu hitamnya. Akan tetapi para anak buah pasukan Paduka dapat terpengaruh dan hal ini amat berbahaya. Pasukan takkan berdaya menghadapi ilmu hitam dan dapat melakukan hal semacam bunuh diri saja. Dan ke dua, dan ini lebih berbahaya lagi, Taijin, Kulana pandai menggunakan bahan peledak dan dia telah memiliki bahan peledak itu dalam jumlah besar. Saya dapat membayangkan apa yang akan dilakukan dalam keadaan seperti sekarang ini. Tentu dia telah memasang bahan peledak di dinding bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Kalau dengan kekuatan pasukan dia tidak akan dapat menangkan pertempuran, maka dengan bahan peledak itu, dia akan dapat meruntuhkan dinding di kanan kiri itu dan mengubur pasukan hidup-hidup!"
Mendengar ini, Menteri Cang mengerutkan alisnya dan diam-diam para perwira terkejut sekali, saling pandang dengan muka berubah. Kalau ucapan orang Birma ini menjadi kenyataan, akan terbasmilah pasukan mereka!
"Ah, kalau begitu, Han Lojin itu adalah mata-mata musuh yang sengaja hendak memancing kita memasuki perangkap maut!"
Teriak seorang di antara mereka. Akan tetapi, Mulana menggeleng kepala.
"Aku sudah mendengar tentang Han Lojin itu."
Katanya kepada perwira tadi.
"dan dia bukanlah mata-mata Kulana, bahkan dia mengkhianati Kulana."
Menteri Cang tertarik sekali.
"Saudara Mulana, ceritakan siapa Han Lojin itu!"
"Dia seorang yang penuh rahasia, mula-mula muncul di sana hendak membantu Kulana. Akan tetapi baru beberapa hari berada di sana, dia telah pergi lagi tanpa pamit, dan kini tahu-tahu dia berada di sini dan menceritakan semua keadaan pasukan pemberontak. Apakah dia memang orang kepercayaan Paduka untuk melakukan penyelidikan ke sarang Kulana, Taijin?"
Menteri Cang menggeleng kepala.
"Tidak, dia datang dan membuka rahasia kedudukan para pemberontak, juga rencana para pemberontak untuk bergerak mulai pada malam bulan purnama."
"Hal itu memang benar, Taijin. Kalau begitu, dia seorang pendekar yang hendak menentang pemberontakan dan membantu pasukan kerajaan."
"Saudara Mulana, kalau semua yang kau ceritakan dan kau perhitungkan itu benar, lalu menurut pendapatmu, apa yang harus kami lakukan?"
"Apakah pertanyaan Paduka ini berarti bahwa saya dipercaya dan diterima untuk membantu pasukan Paduka?"
Mulana balas bertanya. Menteri Cang mengangguk.
"Kami percaya padamu dan suka menerima uluran bantuanmu."
Pejabat tinggi ini lalu memandang sekeliling, kepada para perwira dan pendekar.
"Harap Cu-wi ketahui bahwa sejak saat ini, Saudara Mulana kami terima sebagai seorang pembantu kita dan kami percaya."
Semua yang hadir mengangguk.
"Nah, Saudara Mulana, jangan sampai kehabisan waktu. Jelaskan apa rencanamu untuk menghadapi kemungkinan ancaman perangkap musuh itu yang dapat kita lakukan."
"Begini, Taijin. Kalau benar perhitungan saya tentang siasat yang akan Taijin pergunakan, yaitu mengepung sarang pemberontak, siasat itu lanjutkan saja."
"Benar perhitunganmu. Kami membagi pasukan kami yang jumlahnya dua ribu orang lebih menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok datang mengepung dari enam jurusan, sedangkan kelompok induk ini menyerang dari depan dan memasuki jalan terusan itu."
"Siasat yang baik sekali. Sebaiknya siasat itu dilanjutkan dan kita hanya menghadapi dua kemungkinan yang akan membahayakan kita, seperti yang telah saya ceritakan tadi, pertama menghadapi ilmu hitam yang mungkin akan dipergunakan oleh Kulana. Ke dua adalah menghadapi bahan peledak yang mungkin akan dipergunakannya pula untuk meruntuhkan dua dinding bukit. Untuk itu, saya telah mempunyai cara yang terbaik untuk menanggulanginya."
"Apakah engkau seorang ahli sihir pula yang hendak melawan ilmu hitam Kulana dengan sihir?"
Tanya Menteri Cang. Mulana menggeleng kepala.
"Biarpun saya pernah mempelajari ilmu hitam, namun dibandingkan dengan Kulana, saya akan kalah jauh. Akan tetapi saya telah mempelajari cara-cara untuk menolak dan memunahkan kekuatan ilmu hitam, Taijin. Harap mengutus anak buah untuk mencari dan menyembelih tiga ekor anjing hitam, menampung darahnya karena darah itulah yang akan dapat dipergunakan untuk memunahkan kekuatan ilmu hitam yang dipergunakan Kulana. Akan tetapi, anjing-anjing itu kita bawa saja dulu, setelah menghadapi ilmu hitam baru kita sembelih agar darahnya masih hangat dan belum membeku."
Seorang perwira lalu diutus untuk mengusahakan pencarian tiga ekor anjing hitam ini, di dusun-dusun yang tidak berjauhan dari tempat itu.
"Dan bagaimana untuk mengatasi ancaman bahan peledak yang akan meruntuhkan dua dinding bukit?"
Tanya Menteri Cang karena hal inilah yang dianggap paling berbahaya.
"Untuk meruntuhkan dinding-dinding itu, maka satu-satunya jalan hanyalah memasang bahan peledak di atas, dan bahan peledak itu diledakkan dengan sumbu yang panjang, lalu dinyalakan. Karena itu, agar dibentuk regu-regu pemanah yang pandai yang dengan diam-diam akan mendahului pasukan dan mendaki kedua bukit di kanan kiri jalan. Sebaiknya kalau dipimpin oleh pendekar-pendekar yang pandai. Tugas mereka untuk mencegah petugas musuh yang hendak menyalakan
(Lanjut ke Jilid 43)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 43
sumbu api bahan peledak."
Mendengar itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan para pendekar juga menyatakan kekaguman mereka. Segera waktu itu dibentuklah regu-regu pemanah yang dipimpin oleh para pendekar. Karena Menteri Cang menghendaki agar regu-regu ini benar-benar kuat dan akan dapat menggagalkan rencana jahat musuh yang mungkin akan meledakkan dinding bukit, maka dia menunjuk suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian untuk memimpin regu yang mendaki bukit sebelah kanan, sedangkan regu yang mendaki bukit sebelah kiri, dipimpin oleh Cia Kui Hong, Cia Ling, dan Can Sun Hok.
Kelompok pasukan induk itu lalu melanjutkan perjalanan, dan Mulana sendiri akan memimpin regu yang bertugas menghadapi ilmu hitam dengan darah anjing. Namun, tentu saja diam-diam Menteri Cang memerintahkan tokoh-tokoh pendekar dari Siauw-lim-pai., Bu-tong-pai dan yang lain-lain untuk mengamati dan menjaga Mulana, membayangi orang ini agar dapat bertindak kalau-kalau Mulana melakukan pengkhianatan. Malam bertambah larut dan pasukan induk itu bergerak maju dengan cepat karena tadi telah terganggu gerakan maju mereka oleh munculnya Mulana. Namun, kini dalam hati para perwira semakin tenang dan penuh semangat karena mereka telah mengetahui siasat busuk dan tipu muslihat musuh, juga mereka percaya akan kecerdikan Menteri Cang dan kegagahan para pendekar yang mem bantu mereka.
Hay Hay lari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, seperti kerasnya hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang teringat terus olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng. Bukankah Han Lojin memberitabukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam taman? Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak pusaka dari pulau itu?
Siapa lagi kalau bukan Ki Liong yang telah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia? Siapa lagi kalau bukan Ki Liong karena dialah orang terdekat di waktu itu? Bentuk tubuh Ki Liong sama dengannya dan dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan. Agaknya Ki Liong telah mempergunakan kesempatan jahanam itu, ketika dia melarikan diri karena takut terhadap diri sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam perjinaan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa yang baru saja dia tinggalkan!
"Jahanam...!"
Hay Hay marah sekali. Dua hal yang membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan dengan demikian merusak kehormatan, harga diri dan kebahagiaan gadis itu. Dan ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!
"Keparat terkutuk!"
Kembali dia memaki. Dia harus dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam hutan itu.
"Celaka...!"
Serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia telah memperkosa gadis itu! Tidak mungkin Ling Ling berbohong karena dia telah melihat sendiri keadaan gadis itu. Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tak mampu bergerak karena ditotok orang! Jelas bahwa Ling Ling memang diperkosa orang semalam, dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!
"Keparat jahanam.....!"
Dia memaki lagi, akan tetapi sekali ini makian tidak ditujukan kepada Ki Liong. Siapakah yang telah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling? Dan mengapa pula Ling Ling mengira bahwa dia pelakunya? Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya menuduh dia yang telah melakukannya?
"Sialan...!"
Gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali kepada kedua orang gadis itu.
Dua orang gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagaikan dua tangkai bunga sedang mekar semerbak, tahu-tahu di petik orang secara keji, dan dialah yang dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang Bu-tong-pai! Mereka ini pun menuduhnya memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan mengira bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka. Mungkin saja seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh dia sebagai Ang-hong-cu karena mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda-tanda dari penjahat cabul Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!
"Tenanglah Hay Hay, tenanglah.."
Dia menghibur diri sendiri. Dia harus berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya tersembunyi rahasia aneh di balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang terjadi baru-baru ini.
Dia mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han Lojin memanggilnya dari luar kamar. Kemudian mereka bercakap-cakap dan Han Lojin memberitabukan bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin kepadanya, Han Lojin mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan manis. Dia merasa khawatir. Setelah Han Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajak ke dalam taman dan dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian? Hay Hay mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu dan dia mengepal tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri.
Mengapa dia secara mendadak saja lalu seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng yang demikian dekat dengannya? Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan menciurmi gadis itu? Dan Pek Eng tidak melawan, bahkan pasrah saja, bahkan membalas rangkulannya dengan mesra, dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan. Akan tetapi, dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat yang berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng. Hay Hay menggaruk kepalanya. Heran sekali dia, mengapa dia menjadi seperti orang mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum manis yang diminumnya bersama Han Lojin!
Hay Hay meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi sebabnya? Arak itu mengandung obat perangsang? Akan tetapi... dia melihat betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu yang nampak mabuk setelah minum tiga cawan. Dan andaikata benar demikian, lalu apa artinya? Apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya? Dan Han Lojin pula yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seolah-olah ada hubungannya antara pemberitahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak perangsang itu. Benarkah ada hubungannya? Apakah Han Lojin menghendaki agar dia mendekati Pek Eng dalam keadaan terangsang? Apakah orang aneh itu menghendaki agar terjadi hubungan gelap antara dia dan Pek Eng? Lalu apa maksudnya kalau begitu?
"Sungguh bisa bikin orang menjadi gila!"
Pikirnya. Dan lebih membingungkan lagi kalau dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling Ling. Dia memang menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suhengnya itu untuk menanti di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi, dia menemukan gadis perkasa itu telah diperkosa orang. Mengingat akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis itu bukan orang sembarangan. Tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau tidak demikian, mana mungkin dapat membuat seorang gadis selihai Ling Ling tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya? Dia bersedih sekali mengingat akan nasib Ling Ling.
"Hemm, aku pasti akan mencari dua orang yang telah merusak Pek Eng dan Ling Ling itu, sampai dapat! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tidak lagi melakukan kecabulan terhadap gadis lain!"
Dan dia pun akan mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya pun termasuk seorang penjahat cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, dan kalau perlu menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku kalau memang benar Ki Liong yang telah menggauli Pek Eng seperti yang dia sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui Han Lojin untuk menuntut orang itu mengaku tentang arak perangsang dan apa maksudnya Han Lojin rnenyuguhkan arak perangsang kepadanya!
Dengan keputusan hati seperti ini, Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati! Ketika dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melalui hutan-hutan dan perbukitan untuk memasuki perkampungan para pemberontak, tiba-tiba dia melihat bayangan orang berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin! Hay Hay mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepalanya melihat-lihat ke arah sarang pemberontak di bukit depan.
Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran. Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ah, Han Lojin sedang melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi. Tiba-tiba Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya, Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh tak dapat dia menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh itu, pikirnya. Tiba-tiba muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay mengenal mereka sebagai anggauta Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya serba putih pula, mukanya pucat seperti mayat.
"Berhenti...!"
Kim San membentak, menghadang di depan, dan tiga belas orang anak buahnya, dengan senjata di tangan, mengepung Han Lojin. Han Lojin sudah menggulung kertas peta itu, menyimpan dalam kantung jubahnya yang lebar, tangannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang yang tadi dipergunakan untuk membuat lukisan. Dia tersenyum tenang, memandang kepada Kim San dan tertawa.
"Aha, kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di sini?"
"Han Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Han Lojin, apakah yang kau pegang tadi dan apa yang kau lakukan di sini?"
Han Lojin masih tersenyum lebar.
"Aku sedang menyalurkan bakatku untuk melukis! Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"
"Engkau harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!"
Kata Ketua Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali tidak memperlihatkan sikap hormat kepadanya.
"Hemm, biarpun aku menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang dapat disuruh begini begitu sesuka hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau menyuruhku. Pergilah, Pangcu dan jangan ganggu kesibukanku di sini."
"Han Lojin, engkau sudah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat. Karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Mati atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!"
Memang para tokoh sesat telah diperintah Lam-hai Giam-lo untuk berpencaran pergi mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Kalau gadis itu diharuskan pulang, kalau perlu dengan paksaan akan tetapi tidak boleh diganggu apalagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.
"Wah, manusia sombong! Hendak kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!"
Kata Han Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan menudingkan mouwpit (pensil) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.
"Engkau memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!"
Bentak Kim San kepada anak buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya. Han Lojin tersenyum dan mouwpit di tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung gagang pensil bulu itu menotok ke sana-sini dan empat orang Kui-kok-pang bergelimpangan karena tertotok! Kim San mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, kedua tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor biruang marah. Han Lojin maklum betapa kedua tangan manusia yang seperti mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat, maka dia pun cepat mengelak dengan loncatan ke kiri.
Dia disambut oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan kuat sekali tendangan yang diluncurkan Han Lojin sehingga anak buah Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jerih, hanya mengepung dan mengacungacungkan senjata. Kim San marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia menyerang secara bertubi. Namun, Han Lojin menghadapinya dengan tenang, mengelak dan menggerakkan gagang mouwpitnya yang menyambut dengan totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot karena harus mengelak, atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena, tentu dia akan roboh!
Dari tempat sembunyinya, Hay Hay mengintai. Dia tidak merasa heran melihat kelihaian Han Lojin. Dia sendiri sudah merasakan kelihaian orang itu ketika dia disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia tahu bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh dibandingkan tingkat Han Lojin. Hanya diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya disangka seorang petualang yang hendak mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai Giam- to, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya bengcu yang hendak memberontak itu. Tepat seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin.
Mouwpit itu menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di kedua pipinya adatulisan "monyet"
Dan "babi", semua ini dilakukan oleh Han Lojin dengan kecepatan luar biasa. Hay Hay sendiri kini bahkan terkejut. Kiranya ketika mengadu kepandaian dengannya, Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouwpit ini saja, mampu menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang lemah, merupakan ilmu yang hebat! Akhirnya, sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut dan Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan tempat itu. Hay Hay cepat membayangi dari jauh.
Ketika pada hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga membayangi. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dia dapat menyusup ke dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan banyak lagi para pendekar dari berbagai golongan, Hay Hay cepat mengundurkan diri. Terlalu berbahaya kalau dia memperlihatkan diri, apalagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai yang tentu tidak akan mau melepaskannya. Dia hanya melakukan pengintaian dari jauh saja. Akhirnya dia meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang.
Ketika ia melihat betapa pasukan pemerintah mulai meninggalkan tempat itu, dibagi menjadi tujuh kelompok, menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam, dan dia mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk dipaksa mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu, mengaku bahwa Sim Ki Liong telah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya. Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Tentu saja dia sudah dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.
"Biarkan mereka datang mengepung kita."
Katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan.
"Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu lolos!"
"Akan tetapi, jumlah pasukan mereka lebih besar daripada pasukan kita!"
Seru Sim Ki Liong, sangsi.
"Dan mereka dibantu pula oleh para orang-orang berkepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han Lojin."
Kulana tersenyum.
"Jangan khawatir. Siasat kita menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka semua mengerahkan kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal, memancing agar semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, dan di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!"
Agaknya Kulana masih merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu.
Orang-orang seperti itu sukar dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak aman berada di tangan mereka yang akan suka menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri. Akan tetapi diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia mempergunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang dipercayanya. Dia hanya mengingatkan semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang khas, semua pasukan harus segera ditarik dan meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulangkali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu hendak meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.
Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba. Malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu. Tempat itu sunyi seolah-olah sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal, setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberitahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Adapun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Su Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, dengan para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.
Suasananya sunyi sekali di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, nampaklah Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana. Kulana mempergunakan pakaian serba putih, dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan, sehingga dia kelihatan seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan. Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh sedangkan tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan.
Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, ke arah datangnya musuh menyerang yang sedang ditunggu. Malam pun berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang biarpun masih kemerahan namun masih nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan. Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur. Kemudian dalam kesunyian malam menjelang pagi itu, terdengarlah suara terompet memanjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Suara terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang telah mereka tentukan. Tiba-tiba tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini bangkit berdiri, perlahan-lahan.
Diacungkannya pedang telanjang itu ke atas, lalu menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berrputar-putar dan mulut Kulana berkemak-kemik, sementara kedua matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Setelah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang amat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah. Saat bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itu pun dinanti dengan hati tegang oleh pasuka kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Kini, pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah nampak dari tempat ketinggian itu, di bawah sinar bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Menteri Cang sendiri, didampingi Mulana, berdiri di atas batu besar dan meneliti tempat itu dari jauh.
"Itulah jalan terusan yang dimaksudkan?"
Tanya Menteri Cang, diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya. Mulana mengangguk,
"Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Kalau menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu aka kedatangan pasukan kita, akan tetapi kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan mereka pasti kini sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segala kemungkinan."
Menteri Cang mengangguk dan memberi isarat agar pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada di depan, menuntun tiga ekor anjing hitam, mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar, didahului oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar.
Semua orang siap siaga dan waspada maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka. Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan. Tiba-tiba terdengar suara gerengan aneh dan dahsyat, lalu disusul datangnya angin dari arah jalan terusan. Mulana segera memberi isarat kepada para pembantunya yang segera melaksanakan tugas yang telah diatur sebelumnya, yaitu dengan golok-golok tajam mereka menyembelih tiga ekor anjing hitam itu. Anjing-anjing itu tidak sempat mengeluarkan. suara. Darah mengucur dari leher mereka yang putus, dan segera darah itu ditampung ke dalam ember-ember yang sudah dipersiapkan.
Kini angin yang menyambar-nyambar menjadi semakin dahsyat dan nampaklah asap hitam bergumpal-gumpal keluar dari dalam jalan terusan, mengerikan sekali. Akan tetapi, Mulana yang sudah siap dengan pakaian pendeta berwarna kuning dan rambut terurai, kini melangkah maju dengan pedang di tangan kanan. Dia mencelup pedang itu sampai ke gagangnya dalam darah anjing, lalu mengangkat pedang tinggi-tinggi sambil melangkah maju dan mulutnya berkemak-kemik. Belasan orang itu mengikutinya dan dengan gayung kecil, mereka itu menciduk darah anjing dan mempercikkannya ke arah asap hitam bergumpal-gumpal. Dan aneh sekali, asap hitam yang bergulung-gulung itu segera lenyap, angin pun berhenti bertiup dan cuaca menjadi bersih kembali, jalan terusan itu nampak kembali.
Akan tetapi, kini terdengar gerengan yang semakin keras dan dari dalam jalan terusan itu kembali muncul asap hitam bergumpal-gumpal dan dari dalam asap itu muncullah seekor naga hijau yang menyeramkan. Naga itu besar sekali, sepasang matanya mencorong dan moncongnya yang terbuka lebar itu mengeluarkan api menyala-nyala, kedua lubang hidungnya mengeluarkan asap putih yang panas sedangkan kedua cakar depan dengan kuku-kuku yang mengerikan seperti hendak menubruk ke arah Mulana. Namun, Mulana tidak menjadi gentar dan dia pun maju dengan pedangnya yang kini berubah merah oleh darah anjing, sedangkan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke arah asap hitam yang semakin menjalar. Anak buah pasukan yag berada di belakang, memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Mereka tentu saja merasa nyeri dan takut. Akan tetapi para tokoh pendekar yang melihat ini, maklum bahwa mereka menghadapi ilmu hitam yang dahsyat, maka mereka segera mengerahkan sin-kang untuk memperkuat batin dan menolak pengaruh ilmu hitam ini. Can Sun Hok dan Cia Ling yang telah memiliki tingkat yang cukup tinggi, setelah mengerahkan sin-kang, dapat membuat mata mereka menjadi tenang dan bayangan naga yang menyeramkan itu pun menipis walaupun belum lenyap. Mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi ilmu hitam seperti ini, dan hanya percaya bahwa Mulana akan mampu memunahkannya. Mulana melangkah maju, dan pedangnya menyambar, menyerang ke arah naga hijau itu, sedangkan orang-orangnya memercikkan darah anjing. Terdengar suara melengking dahsyat dan naga hijau itu pun lenyap, asap hitam pun bergulung-gulung naik dan mundur sampai lenyap.
Mulana memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk maju terus, sedangkan pasukan di belakangnya, didahului oleh para pendekar, juga bergerak maju lagi mulai memasuki jalan terusan. Kini sunyi di jalan terusan itu. Dengan hati-hati pasukan yang dipimpin sendiri oleh Menteri Cang itu memasuki terusan. Karena maklum bahwa mereka memasuki perangkap yang mengerikan, mau tidak mau jantung pejabat tinggi itu berdebar juga penuh ketegangan. Dia memandang ke atas, kanan kiri dan merasa seram. Dinding bukit itu menjulang tinggi dan kalau ada batu-batu runtuh ke bawah, pasukannya akan celaka, apalagi kalau sampai dinding itu diledakkan! Dia hanya mengharapkan agar mereka yang bertugas merayap ke atas bukit di kanan kiri itu akan berhasil menyergap dan menggagalkan rencana peledakan dinding bukit. Akan tetapi, kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan oleh beberapa suara jeritan di sana-sini, dilakukan oleh anak buah pasukan.
Dan Mulana melihat betapa kembali ada asap hitam bergulung-gulung dan di atas dinding bukit di kanan kiri nampak segala macam serangga beracun merayap turun. Ular, kalajengking, kelabang dan banyak lagi macamnya, mengerikan, juga menjijikkan! Dia tahu bahwa itu bukanlah binatang-binatang aseli, melainkan jadi-jadian, hasil ilmu hitam. Maka dia lalu memimpin orang-orangnya untuk memercikkan darah anjing, sedangkan pedangnya yang berlumuran darah anjing hitam itu pun mengamuk, membabat ke arah binatang-binatang kecil menjijikkan itu. Dan seperti juga tadi, penglihatan yang mengerikan itu pun lenyap bersama asap hitam. Kini pasukan pemerintah itu kesemuahya telah memasuki jalan terusan dan bersama dengan bunyi tambur yang dipukul gencar, kini dari luar jalan terusan bermunculan pasukan pemberontak yang menerjang dari belakang.
Dan pada saat itu juga, terdengar sorak-sorai dan pasukan pemberontak yang bersembunyi didalam, kini pun bermunculan dan menyerang dari depan. Dengan demikian, pasukan induk pemerintah itu tergencet dari depan dan belakang, dan berada di dalam jalan terusan yang memanjang itu. Tepat seperti yang telah diperhitungkan oleh Mulana. Akan tetapi yang membikin pasukan pemerintah merasa bingung adalah keluarnya asap hitam yang membuat penglihatan menjadi gelap bagi mereka, akan tetapi agaknya tidak demikian bagi pasukan pemberontak. Kalau tidak ada Mulana, tentu pasukan pemberontak akan celaka bertempur dalam keadaan seperti itu. Mulana dan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke kanan-kiri dan akhirnya, asap hitam bergulung-gulung itu pun perlahan-lahan lenyap sehingga kini mereka dapat bertempur dalam keadaan cuaca terang karena matahari telah mulai muncul!
Melihat betapa di pihak pemberontak terdapat orang-orang Kui-kok-pang yang mudah dikenal dengan pakaian mereka yang putih dan gerakan mereka yang ganas dan dahsyat, Can Sun Hok dan Cia Ling lalu terjun dan menerjang mereka, merobohkan beberapa orang anggauta Kui-kok-pang. Can Sun Hok segera melihat kepala gerombolan ini, yaitu Kim San yang mudah diketahui dari keadaan pakaiannya dan kelihaian gerakannya. Can Sun Hok segera menerjang Kim San yang bertangan kosong. Segera terjadi perkelahian yang amat seru. Biarpun bertangan kosong, namun kedua tangan Ketua Kui-kok-pang yang membentuk cakar itu amat berbahaya dan mengandung hawa beracun yang jahat. Namun, Can Sun Hok yang memegang suling itu tidak mau memberi kesempatan kepada lawan yang lihai itu.
Dia memutar sulingnya dan memainkan ilmu pedang simpanannya, yaitu Kwi-ong Kiam-sut (Ilmu Pedang Raja Iblis) yang amat dahsyat. Biarpun dia memainkannya dengan suling, namun keampuhannya tidak kalah dengan pedang, dan ilmu pedang ini dahulu adalah ciptaan Si Raja Iblis, datuk sakti kaum sesat itu. Maka, betapa pun lihainya Kim San, menghadapi ilmu pedang ini, dia segera terdesak hebat dan hanya karena bantuan anak buahnya saja dia masih mampu mempertahankan diri. Ling Ling sendiri sudah mengamuk dan gadis ini biasanya juga bertangan kosong. Ia sudah mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari ayahnya, maka biarpun ia bertangan kosong, kedua tangan dan kedua kakinya merupakan senjata-senjata yang amat ampuh. Dengan gerakan lincah seperti seekor burung walet,
Gadis ini berloncatan dan menyambar-nyambar ke sana-sini, dan setiap kali tangan atau kakinya mencuat ke depan atau ke samping, tentu ada seorang anggauta pasukan musuh yang terjungkal roboh. Sementara itu, di atas sebatang pohon yang tumbuh di tebing, terdapat dua orang sejak tadi menonton pertempuran. Mereka adalah Pek Han Siong dan Cu Bi Lian atau lebih tepat lagi, Siangkoan Bi Lian walaupun gadis itu sendiri belum tahu akan nama keturunannya yang sesungguhnya. Seperti telah kita ketahui, Han Siong bertemu dengan Bi Lian secara kebetulan sekali. Ketika itu Bi Lian sedang dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang hendak menangkapnya. Hampir saja Bi Lian celaka dan dapat tertangkap oleh ilmu sihir yang dipergunakan Kulana, akan tetapi tiba-tiba muncul Han Siong yang menyelamatkan gadis itu dengan kekuatan sihirnya pula.
Mereka berkenalan dan saling mengetahui bahwa mereka masih suheng dan sumoi, walaupun Han Siong belum menceritakan bahwa sumoinya itu sesungguhnya adalah puteri kedua orang gurunya, bahkan juga telah menjadi calon jodohnya! Mereka berdua bertemu dengan Mulana dan menjadi tamu orang Birma aneh ini, bahkan menjadi saksi akan peristiwa mengharukan ketika Yasmina, isteri Mulana, membunuh diri. Setelah meninggalkan Mulana yang kemudian mereka lihat dari jauh membakar istananya sendiri, Han Siong dan Bi Lian lalu melakukan penyelidikan ke sarang gerombo1an pemberontak. Bi Lian ingin membalas kematian kedua orang gurunya, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, yang mati sampyuh karena saling bertentangan sendiri ketika Bi Lian dilamar oleh Kulana. Bi Lian menganggap bahwa kematian kedua orang gurunya akibat ulah Kulana dan Lam-hai Giam-lo, maka dara ini ingin membalas kepada kedua orang sakti itu.
Adapun Han Siong, selain siap menentang gerombolan pemberontak itu, juga ingin mencari adik kandungnya, Pek Eng, yang menurut Bi Lian kini berada di sarang gerombolan pemberontak, bahkan menjadi murid dan anak angkat Lam-hai Giam-lo, Bengcu dari gerombolan pemberontak. Akan tetapi, sepasang orang muda perkasa ini mendapat kenyataan betapa kuatnya keadaan di sarang gerombolan. Kini bahkan seribu lebih orang anak buah gerombolan telah berkumpul, berlatih perang-perangan dan amat berbahayalah kalau mereka berani memasuki sarang itu. Maka, mereka hanya melakukan penyelidikan di luar saja dan menanti kesempatan baik untuk melaksanakan niat mereka. Dan pada pagi hari itu, mereka melihat penyerbuan pasukan pemerintah dan dari tempat pengintaian itu, mereka melihat pula betapa Kulana telah melakukan sambutan dengan ilmu hitam yang dahsyat. Melihat ini, ketika Bi Lian juga terkejut dan merasa ngeri, Han Siong berkata,
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang yang bernama Kulana itu memang hebat. Yang dia lakukan itu bukan sekedar ilmu sihir belaka, melainkan ilmu hitam yang mempergunakan tenaga gaib dan kotor yang berasal dari iblis dan setan. Untung bahwa di sana agaknya ada yang mampu memunahkan kekuatan ilmu hitamnya, kalau tidak, tentu akan celaka pasukan pemerintah."
"Akan tetapi, engkau sendiri bukankah seorang yang mengerti akan ilmu sihir, Suheng?"
"Benar, aku pernah mempelajari ilmu sihir. Akan tetapi, ilmu sihir hanya dapat dipergunakan untuk mempengaruhi pikiran dan panca indera seorang atau beberapa orang lawan saja. Sebaliknya, ilmu hitam dapat mengeluarkan jadi-jadian yang datangnya dari alam rendah, sehingga dapat mempengaruhi ribuan orang pasukan musuh. Sungguh berbahaya sekali orang itu."
"Lihat, Suheng, pertempuran kini menjadi semakin hebat dan agaknya pasukan pemerintah yang berada di tengah-tengah itu terdesak karena digencet dari depan dan belakang. Mereka terjebak ke dalam jalan terusan yang terapit dinding bukit itu! Mari, Suheng, mari kita bantu pasukan pemerintah! Aku akan turun dan menyerang Kulana si jahanam itu!"
"Hati-hatilah, Sumoi. Biar aku menghadapi dia,"
Pesan Han Siong yang merasa khawatir karena Kulana sungguh terlalu berbahaya bagi Bi Lian. Mereka lalu meninggalkan batang pohon itu dan merayap turun melalui tebing lain yang tidak begitu terjal seperti kedua tebing bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, dengan cepat mereka dapat turun ke tempat pertempuran. Akan tetapi ketika mereka terjun ke dalam gelanggang pertempuran, mereka tidak melihat lagi Kulana yang tadi mereka lihat dari atas batu besar. Karena itu, kedua orang muda ini lalu terjun dan ikut mengamuk di antara para anggauta gerombolan pemberontak yang menjadi kocar-kacir karena tidak ada yang mampu menahan kedua orang muda perkasa ini.
Akan tetapi, dari pihak pemberontak segera bermunculan orang-orang lihai sekali. Suami isteri Lam-hai Siang.mo, yaitu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li sudah cepat melihat kehebatan sepak terjang. pemuda dan gadis yang baru muncul itu dan bersama sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, yaitu Kwee Siong dan Tong Ci Ki, mereka lalu menerjang ke dalam pertempuran. Lam-hai Siang-mo segera mengeroyok Han siong, sedangkan Si Tangan Maut dan isterinya, Si Jarum sakti, sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan itu mengeroyok Bi Lian yang mereka kenal sebagai murid mendiang Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi yang amat lihai. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan mati-matian di antara mereka.
Menteri Cang yang melihat betapa pasukan pemberontak telah dikerahkan, lalu memberi isarat dan terdengar suara sorak-sorai disertai suara terompet dan tambur, dan enam kelompok pasukan yang tadinya mengepung sarang, kini bermunculan, dari enam jurusan, semua menuju ke jalan terusan dan dengan demikian maka kini berbalik pihak pasukan pemberontak yang terkepung dari dalam dan luar! Keadaan menjadi kacau-balau dan pertempuran berlangsung semakin seru dan mati-matian. Para pendekar juga kini bertemu langsung dengan para tokoh sesat sehingga mereka itu merupakan kelompok tersendiri yang mempergunakan ilmu silat tinggi saling gempur, dan terjadilah pertempuran yang amat hebat di luar dan di dalam jalan terusan.
Bagaimana Can Sun Hok dan Cia Ling dapat muncul dalam pertempuran itu, padahal mereka bertugas bersama Cia Kui Hong untuk mencegah peledakan dinding tebing bukit sebelah kiri? Mari kita tengok apa yang terjadi di kedua puncak tebing itu. Dengan diikuti belasan orang anak buah pasukan, Cia Kui Hong, Can Sun Hok dan Cia Ling mendaki bukit sebelah kiri jalan terusan. Dan memang tepat seperti yang diperhitungkan oleh Mulana, mereka melihat segerombolan orang sejumlah dua belas orang dikepalai seorang kakek cebol gendut dengan kepala kecil, berkulit hitam, duduk bergerombol mengelilingi sebuah batu besar. Melihat ini, Cia Kui Hong menyuruh teman-temannya bersembunyi dan ia sendiri mempergunakan kepandaiannya untuk menyelinap di antara batu-batu dan pohon-pohon, mendekati dan melakukan pemeriksaan.
Untung bahwa matahari telah mulai memancarkan cahayanya sehingga ia dapat meneliti dari jarak agak jauh dan melihat bahwa yang berada di atas batu besar itu adalah benda seperti tali putih yang dari atas batu itu terus menuruni tebing. Tak salah lagi, pikirnya, tentu itulah sumbu bahan peledak, siap untuk dinyalakan oleh gerombolan orang itu setelah terdapat isarat dari Kulana! Ia dan kawan-kawannya harus dapat menguasai sumbu itu, kalau tidak, pasukan pemerintah di bawah akan terancam bahaya maut! Ia lalu menyelinap kembali dan kembali ke tempat kawan-kawannya bersembunyi. Setelah merundingkannya dengan Sun Hok dan Ling Ling, mereka bertiga mengambil keputusan untuk melakukan penyergapan tiba-tiba.
"Kalian menyergap Si Cebol yang agaknya lihai itu, dan pasukan menyerbu dan menyerang anak buahnya. Aku sendiri akan menguasai sumbu itu dan menjaganya agar pihak lawan tidak ada yang dapat mendekat!"
Bisik Kui Hong. Setelah mengatur siasat, mereka lalu berindap-indap menghampiri batu yang dikurung oleh tiga belas orang itu. Penyergapan itu dilakukan serentak sehingga Si Cebol yang bukan lain adalah Hek-hiat Mo-ko dan anak buahnya, menjadi terkejut sekali.
Apalagi ketika Hek-hiat Mo-ko melihat dirinya diserang dengan dahsyatnya oleh seorang pemuda dan seorang pemudi, dia mengeluarkan suara mencicit seperti tikus, tubuhnya yang cebol itu melompat dan terus bergulingan membebaskan diri dari serangan kedua orang muda yang lihai itu. Adapun belasan orang anak buahnya juga sudah sibuk menghadapi serangan belasan orang anak buah pasukan pemerintah. Kui Hong sendiri merobohkan dua orang dengan tamparannya dan ia pun melompat ke atas batu besar itu. Dengan gagahnya ia menjaga sumbu di atas batu, dan untuk penjagaan, ia mengeluarkan sepasang pedangnya. Ketika ia memandang, dengan lega ia mendapat kenyataan betapa Can Sun Hok dan Ling Ling telah dapat mendesak kakek cebol, bahkan anak buah yang belasan orang banyaknya itupun telah menyerbu dan mendesak anak buah gerombolan pemberontak.
Hek-hiat Mo-ko adalah keturunan Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo dan dia telah mewarisi ilmu sesat yang hebat dari neneknya, yaitu Hek-hiat Mo-li. Demikian mendalam dia menguasai ilmu Hek-hiat (Darah Hitam) itu sehingga kini darah di tubuhnya benar-benar agak kehitaman! Dan tentu saja kedua tangannya sudah dialiri hawa beracun yang menjadi Pukulan maut. Dia lihai dan kejam bukan main, disamping wataknya yang cabul dan jahat. Entah sudah berapa puluh atau bahkan berapa ratus orang wanita yang telah menjadi korban kebiadabannya selama puluhan tahun ini. Betapa hebatnya ilmu kepandaian Hek-hiat Mo-ko, menghadapi Can Sun Hok dan Cia Ling, dia seperti mati kutu. Apalagi harus dikeroyok dua. Baru menghadapi seorang di antara mereka saja dia belum tentu akan mampu menang,
Walau pun bagi Sun Hok atau Ling Ling juga tidak akan demikian mudahnya menundukkan Si Cebol ini kalau saja harus turun tangan sendiri tanpa bantuan. Akan tetapi, kini mereka maju bersama. Perkelahian ini bukan urusan pribadi, melainkan urusan perang, maka dua orang muda perkasa ini pun tidak merasa sungkan untuk maju bersama mengeroyok Hek-hiat Mo-ko. Biarpun Hek-hiat Mo-ko mengerahkan seluruh tenaga racunnya, dan mengeluarkan semua ilmu silatnya, namun tetap saja dia terdesak dan akhirnya tidak mampu lagi membalas, melainkan hanya mengelak dan menangkis saja. Akhirnya, sebuah tamparan dari tangan kiri Ling Ling menyerempet pelipisnya. Dia terjungkir dan cepat melompat bangun lagi, akan tetapi disambut totokan suling di tangan Sun Hok yang tepat mengenai dadanya.
Dari mulutnya keluar suara mencicit nyaring, disusul keluarnya darah hitam dan tubuh Hek-hiat Mo-ko kini tersungkur. Akan tetapi orang ini memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Biarpun totokan tadi sudah mengenai jalan darah yang membawa maut, tetap saja dia mampu bergulingan, hanya arahnya yang ngawur sehingga dia bergulingan ke tepi tebing dan tak dapat dihindarkan lagi, tubuhnya tergelincir dan meluncur turun ke bawah tebing yang amat curam itu dalam keadaan sudah hampir mati!. Juga dua belas orang anak buah Hek-hiat Mo-ko roboh semua oleh Sun Hok dan Ling Ling. Setelah tidak nampak seorang pun lagi musuh di puncak tebing itu, mereka memandang ke bawah dan melihat pertempuran telah berlangsung. Melihat betapa pasukan pemerintah dihimpit dari depan dan belakang, Sun Hok lalu berkata,
"Ah, di bawah sana telah terjadi pertempuran. Untuk apa kita menganggur saja di sini? Lebih baik membantu di bawah."
"Akan tetapi tempat ini harus kita jaga, agar jangan sampai ada musuh yang dapat meledakkan tebing,"
Bantah Ling Ling.
"Kalian berdua turunlah dan bantulah menggempur gerombolan pemberontak. Biar aku dan pasukan ini yang berjaga di sini!"
Kata Kui Hong yang juga melihat betapa tidak ada gunanya mereka bertiga menganggur di tempat itu.
Demikianlah, mendengar kesanggupan Kui Hong untuk menjaga sumbu bahan peledak di situ, Ling Ling dan Sun Hok lalu menuruni tebing dan mereka ikut pula bertempur membantu pasukan pemerintah, menerjang Kui-kok-pangcu Kim San dan anak buahnya. Keadaan di puncak tebing sebelah kanan juga tidak banyak bedanya dengan apa yang terjadi di puncak sebelah kiri. Yang memimpin pasukan belasan orang dan mendaki puncak tebing sebelah kanan adalah suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian, suami isteri yang memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi itu. Adapun yang diberi tugas untuk memimpin belasan orang meledakkan tebing kanan ini apabila ada isarat dari Kulana, bukan lain adalah Min-san Mo-ko, bekas tokoh Pek-lian-kauw yang lihai ilmu pedang dan ilmu sihirnya itu. Karena usianya yang sudah enam puluh lebih,
Siluman Gua Tengkorak Eps 5 Asmara Berdarah Eps 14 Siluman Gua Tengkorak Eps 2