Ceritasilat Novel Online

Pendekar Mata Keranjang 48


Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 48



Ilmu silat tangan kosong Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa) ini adalah peninggalan dari Sian-eng-cu The Kok, seorang di antara delapan orang sakti yang dikenal dengan julukan Delapan Dewa. Dengan ilmu silat ini, tubuhnya seperti dapat terbang saja, atau bahkan bagi pandang mata biasa, saking cepatnya gerakannya, yang nampak hanyalah bayangan saja, dan setiap kali menyerang, baik ujung lengan bajunya yang kiri ataupun tangan kanannya, maka serangan itu merupakan serangan maut yang amat berbahaya bagi lawan. Kok Hui Lian juga mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghadapi Lam-hai Giam-lo yang lihai. Ia memainkan In-liong Kiam-sut dengan pedang Kiok-hwa-kiam. Gerakannya tangkas dan gagah, tepat seperti nama ilmu itu sendiri.

   In-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan) ciptaan mendiang In Liong Nio-nio, seorang dari Delapan Dewa itu amat gagah gerakannya, seolah-olah seekor naga yang melayang-layang di angkasa. Gulungan sinar pedang itu panjang dan dari dalamnya menyambar-nyambar sinar pedang yang dahsyat. Menghadapi tiga orang yang memiliki ilmu silat tinggi itu, Lam-hai Giam-lo menjadi repot bukan main. Lawan lain tentu akan menjadi gentar menghadapi ilmunya itu, akan tetapi tiga orang ini memiliki tingkat yang mampu menandinginya, maka tentu saja dia tidak memperoleh banyak kesempatan untuk menyerang mereka. Dalam keadaan berpusing itu, dia hanya mampu mempertahankan diri untuk menangkis atau bersembunyi di dalam pusingan tubuhnya yang sukar dijadikan sasaran serangan itu.

   "Sing-singgg..!"

   Gulungan sinar pedang Kiok-hwa-kiam itu mengeluarkan sinar mencuat dua kali, yang pertama menyarnbar ke arah leher, kemudian seperti meluncur turun dan menyambar ke arah kaki tubuh Lam-hai Giam-lo yang berpusing. Lam-hai Giam-lo mampu menghindarkan diri dengan elakan-elakan, akan tetapi pada saat itu, tangan Bi Lian yang mulur mencengkeram ke arah lehernya.

   "Dukk!"

   Dia menangkis dan benturan kedua lengan membuat tubuhnya tergetar walaupun Bi Lian juga terhuyung, dan getaran tubuh ini menghentikan pusingan tubuh Lam-hai Giam-lo. Pada saat itu, ujung lengan baju yang menjadi lemas seperti cambuk sudah melecut ke arah matanya, dan ketika Lam-hai Giam-lo menarik tubuh ke belakang,

   Ujung lengan baju itu sudah berubah kaku dan kini menotok ke arah pinggang. Totokan maut ini nyaris mengenai pinggangnya. Diam-diam Lam-hai Giam-lo cepat membuang dirinya ke samping dan bergulingan. Sinar pedang menyambar-nyambar mengejar tubuh yang bergulingan itu. Dalam keadaan terhimpit itu, Lam-hai Giam-lo mencengkeram tanah dan sekali menggerakkan kedua tangan, ada pasir dan tanah menyambar ke arah mata ketiga orang pengeroyoknya! Hebat memang kakek ini! Namun, yang dihadapinya juga merupakan tiga orang lawan yang amat tangguh, yang tidak mudah digertak dengan senjata rahasia seperti itu. Hanya dengan memiringkan kepala, tiga orang itu dapat menghindarkan diri dari sambaran pasir dan tanah itu tanpa menghentikan pengejaran mereka terhadap tubuh yang masih bergulingan itu.

   "Singgg..!"

   Sinar pedang Kiok-hwa-kiam menyambar ke arah leher Lam-hai Giam-lo yang sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengelak lagi. Terpaksa dia menangkis dengan lengan kirinya ke arah sinar pedang berkilauan itu.

   "Crokk!"

   Pedang tertahan dan tidak mengenai leher, namun lengan Lam-hai Giam-lo terbabat buntung sebatas siku. Lam-hai Giam-lo sama sekali tidak mengeluarkan teriakan walaupun lengan kirinya buntung. Dengan tangan kanan dia cepat menotok jalan darah di pangkal lengannya untuk menghentikan darah yang bercucuran keluar,

   Kemudian tubuhnya membalik ke arah Hui Lian dan dengan marah, disertai kenekatan, Lam-hai Giam-lo menubruk dengan serangan tangan kanan yang ampuh. Orang ini memang memiliki daya tahan yang kuat sekali sehingga dalam keadaan terluka parah itu serangannya bahkan lebih dahsyat daripada tadi. Hui Lian terkejut, mengelebatkan pedangnya, namun pedang itu dapat ditampar dari samping oleh tangan kanan Lam-hai Giam-lo sehingga hampir terlepas dan tangan itu seperti cakar setan telah menyambar ke arah dada Hui Lian! Keadaan wanita itu sungguh kritis dan berbahaya sekali. Akan tetapi suaminya, Ciang Su Kiat, sudah siap siaga dan melihat bahaya mengancam isterinya, dia pun menubruk ke depan dan menghantamkan tangan kanannya ke arah kepala Lam-hai Giam-lo.

   "Plakk!"

   Tubuh Lam-hai Giam-lo terpelanting keras dan roboh tak mampu bergerak lagl. Tewaslah Lam-hai Giam-lo, datuk sesat yang memiliki ambisi besar itu. Setelah Lam-hai Giam-lo tewas, Hui Lian, Su Kiat dan Bi Lian berpencaran lagi, masing-masing melanjutkan amukan mereka untuk membantu pasukan pemerintah yang mulai mendesak pasukan pemberontak yang kehilangan banyak pemimpin itu. Sementara itu, Can Sun Hok yang berkelahi melawan Kim San Ketua Kui-kok-pang juga sudah berhasil merobohkan lawan itu dengan sulingnya yang lihai, kemudian membantu Ling Ling yang masih mengamuk dikeroyok oleh belasan orang anak buah Kui-kok-pang.

   Mereka berdua mengamuk dan biarpun anak buah Kui-kok-pang berdatangan membantu teman-teman mereka, namun satu demi satu mereka roboh dan tewas di tangan sepasang orang muda perkasa ini. Kui Hong yang menjaga di atas tebing sebelah kiri bersama belasan anak buahnya, melihat betapa tebing di seberang sudah dikuasai pula oleh pihak pasukan pemerintah, bahkan kini ditinggalkan setelah tadi ia melihat betapa pendekar lengan buntung Ciang Su Kiat menarik putus sumbu panjang itu. Melihat ini, Kui Hong juga meniru perbuatan Su Kiat. Ia menarik sumbu panjang yang menjulur ke bawah dari puncak tebing itu dan mempergunakan tenaga menyentak sehingga sumbu itu putus pula dekat tempat pemasangan bahan peledak.

   "Kalian jaga saja di sini, aku mau turun membantu pertempuran di bawah."

   Pesannya kepada para perajurit, dan ia pun berlari turun dengan cepatnya.

   Selagi ia berloncatan menuruni tebing itu, ia melihat seorang wanita cantik berpakaian merah bergegas hendak melarikan diri, tersaruk-saruk di tebing. Kui Hong belum pernah melihat wanita ini, akan tetapi ia pernah mendengar dari Hay Hay tentang datuk-datuk sesat yang membantu pemberontakan, di antaranya terdapat orang-orang lihai seperti Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi dan orang-orang Pek-lian-kauw. Melihat keadaan wanita itu, ia menduga bahwa agaknya itulah wanita yang berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun) dan bernama Ji Sun Bi itu. Maka, cepat ia menghadang. Setelah wanita itu tiba di depannya, ia lalu menudingkan telunjuk kanannya dan membentak.

   "Heii! Bukankah engkau ini Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi?"

   Pertanyaan ini dikeluarkan tiba-tiba dengan bentakan sehingga wanita itu terkejut dan marah, tidak sempat berpikir panjang lagi lalu balas membentak.

   "Kalau benar, kenapa engkau tidak lekas berlutut agar aku tidak membunuhmu?"

   Wanita itu memang Ji Sun Bi. Melihat betapa Min-san Mo-ko yang menjadi gurunya dan juga kekasihnya itu tewas, demikian pula banyak kawan yang membantu Lam-hai Giam-lo roboh dan tewas,

   Ji Sun Bi merasa kecil hati dan ketakutan. Memang orang seperti ia, juga para datuk sesat, tidak memiliki kesetiaan. Segala sepak terjangnya dalam hidup hanya mempunyai satu dasar, yaitu ingin menyenangkan dan menguntungkan diri sendiri belaka. Kalau ia seperti yang lain membantu Lam-hai Giam-lo, adalah karena mereka itu melihat kemungkinan untuk memperoleh kemuliaan apabila gerakan itu menang. Kini, melihat betapa gerakan pemberontak itu terancam kehancuran di kandang sendiri sebelum sempat bergerak keluar, Ji Sun Bi segera mengumpulkan barang-barang berharga dan diam-diam ia meninggalkan medan pertempuran. Tidak ada jalan lari melalui jalan terusan, juga tidak mungkin ke belakang lembah karena di sana pun sudah penuh dengan pasukan pemerintah.

   Jalan satu-satunya hanyalah mencoba untuk menyelamatkan diri lewat tebing di kanan kiri jalan terusan. Ia memilih tebing kiri, tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan seorang gadis cantik yang mengenalnya dan bertanya tanpa sopan santun sama sekali. Maka ia pun menjadi marah apalagi gadis itu hanya seorang diri dan tentu saja Ji Sun Bi memandang rendah gadis itu. Hal ini tidaklah aneh mengingat bahwa Ji Sun Bi adalah seorang datuk sesat wanita yang berilmu tinggi dan jarang menemukan tanding. Kui Hong adalah seorang gadis yang galak dan berandalan, gagah dan tak mengenal takut, bahkan dalam keadaan mendongkol melihat keangkuhan Ji Sun Bi, ia masih dapat tersenyum manis. Pada dasarnya, Kui Hong memiliki watak jenaka, hanya kadang-kadang watak itu tertutup oleh kegalakan dan keberandalannya.

   "Wah, kalau engkau berjuluk Iblis Betina Berhati Racun, sebentar lagi engkau harus mengubah julukanmu itu menjadi Mayat Iblis Tak Berjantung karena engkau akan mati di tanganku. Aku adalah Cia Kui Hong dan julukanku adalah Hok-mo Sian-li (Dewi Penakluk Iblis)!"

   Tentu saja julukan ini hanya buatan Kui Hong saja untuk menggoda orang. Wanita itu berjuluk Iblis maka ia sengaja memakai julukan Penakluk Iblis!

   "Srattt.!"

   Nampak dua sinar berkelebat ketika Ji Sun Bi mencabut keluar senjatanya, yaitu sepasang pedang yang berkilauan saking tajamnya. Dengan pedang kiri diangkat ke atas kepala dan pedang kanan menodong ke arah Kui Hong, Ji Sun Bi mengeluarkan bentakan nyaring.

   "Bocah lancang, akan kupotong lidahmu!"

   Akan tetapi, terdengar suara berdesing dan kini tahu-tahu di kedua tangan Kui Hong telah nampak masing-masing sebatang pedang. Gadis itu telah mencabut keluar Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang berwarna hitam, pemberian neneknya, yaitu Toan Kim Hong di Pulau Teratai Merah. Melihat sepasang pedang berwarna hitam yang mengeluarkan sinar menyeramkan itu, Ji Sun Bi terkejut sekali. Akan tetapi ia tidak mengenal pedang itu dan masih memandang ringan.

   "Keparat, makanlah pedangku!"

   Bentak Ji Sun Bi ketika melihat Kui Hong sambil tersenyum mengejek melintangkan pedangnya di depan muka. Ia membacok dengan pedang kiri sedangkan pedang kanannya meluncur ke arah perut Kui Hong.

   "Heiiittt... ihhh...!"

   Kui Hong berseru dan dua batang pedangnya berubah menjadi dua gulungan sinar hitam.

   "Cringgg.. Tranggg..!"

   Kini terkejutlah Ji Sun Bi karena ia merasa betapa kedua tangannya tergetar keras ketika sepasang pedangnya ditangkis dengan cepat oleh lawannya. Ji Sun Bi boleh jadi memiliki watak yang angkuh dan sombong, namun ia cukup cerdik dan benturan dua pasang senjata itu memberi tahu kepadanya bahwa lawannya, biarpun masih muda, ternyata memiliki ilmu kepandaian tinggi dan tenaga kuat sehingga sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Maka, tanpa banyak cakap lagi ia sudah menyerang dengan ganas, mengeluarkan ilmu-ilmunya yang paling diandalkan. Sepasang pedangnya menyambar-nyambar bagaikan dua ekor naga mencari mangsa. Namun, yang dihadapinya adalah Cia Kui Hong yang ilmu pedangnya amat hebat, apalagi setelah ia menerima gemblengan dari kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah.

   Dengan lincahnya, Kui Hong memainkan Ilmu Pedang Hok-mo Siang-kiam yang telah disempurnakan oleh gemblengan neneknya. Dari kakek dan neneknya, selain menerima gemblengan dalam ilmu-ilmu silat yang telah dikuasainya dari latihan yang diberikan ayah ibunya, juga Kui Hong memperdalam ilmu gin-kangnya sehingga kini ia dapat bergerak amat lincah dan ringannya. Bagaikan seekor burung walet saja, tubuhnya berkelebatan di seputar lawannya, membuat Ji Sun Bi semakin kaget dan khawatir. Tingkat kepandaian Kui Hong agaknya akan seimbang dengan tingkat kepandaian Ji Sun Bi sebelum ia digembleng oleh kakek dan neneknya. Kini, ia menang jauh, terutama sekali dalam hal sin-kang dan gin-kang. Tenaga saktinya lebih kuat dan ia pun memiliki gerakan yang lebih ringan, lincah dan cepat sehingga lewat tiga puluh jurus saja, Ji Sun Bi mulai terdesak dan kewalahan.

   "Hyaaaattt..!"

   Tiba-tiba Ji Sun Bi mengeluarkan lengking panjang dan kedua pedangnya diputar sedemikian rupa sehingga tubuhnya tergulung oleh sinar pedangnya sendiri, lalu dari gulungan sinar pedang itu mencuat dua sinar yang menyambar ke arah leher dan dada Kui Hong. Namun gadis itu dengan tenang saja meloncat ke belakang dan ketika lawannya mengejar, tiba-tiba ia mengelebatkan kedua pedangnya. Dua sinar hitam menyambar dari atas dan bawah. Ji Sun Bi tidak sempat mengelak karena ia sedang meloncat ke depan, terpaksa ia menangkis dengan kedua pedangnya.

   "Singgg.. singgg..!"

   Tiba-tiba Kui Hong menarik kembali sepasang pedangnya sehingga tangkisan itu, meluncur ke tempat kosong dan pada saat itu, sepasang pedang hitam sudah menyerang lagi dari kanan kiri, Ji Sun Bi makin kaget, terpaksa memutar pergelangan tangannya, menggunakan pedang untuk menangkis. Terdengar suara nyaring dua kali dan pedang kiri Ji Sun Bi terlepas dan terlempar, sedangkan tangan kanannya hampir saja melepaskan pedang karena telapak tangannya terasa panas dan perih. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu meloncat ke belakang dan melarikan diri! Ji Sun Bi maklum bahwa kalau ia melanjutkan perkelahian itu, tentu ia akan kalah dan akhirnya tewas di tangan lawannya yang amat tangguh itu.

   "Heii, .iblis betina pengecut, hendak lari ke mana engkau?"

   Kui Hong memaki dan mengejar. Karena ia memang memiliki gin-kang yang hebat, sebentar saja ia hampir dapat menyusul Ji Sun Bi yang menjadi semakin gelisah. Ketika melihat bahwa ia telah mengambil jalan yang salah, yaitu yang menuju ke jurang yang curam, Ji Sun Bi menjadi semakin bingung. Sedangkan Kui Hong tertawa girang melihat lawannya terjebak dan berada di jalan buntu.

   "Heh-heh, Tok-sim Mo-li, engkau hendak lari ke mana lagi sekarang?"

   Kui Hong mengejek dan dengan gerakan cepat sekali ia mengejar lawan yang sudah ketakutan itu. Ji Sun Bi menoleh melihat Kui Hong mengejarnya, ia maklum bahwa sekali ini ia tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi. Ia dalam ketakutannya, lalu menjadi nekat dan meloncat ke depan! Tubuhnya meluncur ke bawah.

   "Ehhh..!"

   Kui Hong berseru dan cepat meloncat ke tepi jurang, menjenguk ke bawah. Ia masih sempat melihat betapa tubuh wanita itu terbanting dan terpental, lalu menggelinding terus ke bawah sampai tidak nampak lagi. Kui Hong menarik napas panjang dan menyarungkan sepasang pedangnya. Wanita iblis itu tidak mungkin dapat meloloskan diri lagi. Terjatuh dari tempat setinggi itu pasti akan mati. Ia pun tidak dapat mengejar karena menuruni jurang itu tidak mungkin. Maka, Kui Hong lalu melanjutkan larinya menuruni tebing untuk membantu pertempuran pasukan pemerintah melawan pasukan pemberontak.

   Sementara itu, Hay Hay sambil merobohkan perajurit pemberontak yang menghadang di jalan, terus mencari Ki Liong. Akhirnya dia melihat pemuda itu di luar jalan terusan, sedang mengamuk dengan hebat. Memang benar apa yang dikatakan Kui Hong kepadanya. Pemuda yang menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya itu sungguh lihai bukan main. Sudah belasan orang menjadi korban pedang pusaka Gin-hwa-kiam, pusaka Pulau Teratai Merah, pedang yang dicurinya bersama beberapa benda pusaka dari pulau itu menurut cerita Kui Hong. Gerakan pedang pemuda itu demikian matang dan mantap, dan para perajurit kerajaan merasa gentar juga menghadapi pemuda ini setelah ada beberapa orang perwira roboh dan tewas. Mereka mengepung dari jarak jauh menggunakan tombak panjang. Melihat keadaan ini, Hay Hay lalu meloncat dekat dan Ki Liong segera melihatnya.

   "Saudara Tang Hay.!"

   Kata Ki Liong.

   "Bantulah aku keluar dari tempat ini dan akan kubagikan pusaka-pusaka indah kepadamu!"

   Akan tetapi Hay Hay melangkah maju dan berseru kepada para perajurit.

   "Harap kalian mundur dan biarkan aku menghadapinya!"

   Para perajurit mundur dan mengepung tempat itu dari jauh. Kini Hay Hay berhadapan dengan Ki Liong yang mengamatinya dengan sinar mata tajam penuh selidik karena dia masih belum yakin benar di pihak mana Hay Hay berdiri.

   "Sim Ki Liong, apa yang telah kau lakukan terhadap Pek Eng?"

   Hay Hay bertanya, lirih karena tidak ingin hal itu didengar lain orang, namun dalam pertanyaan yang lirih itu terkandung ancaman dan kemarahan besar. Ki Liong melebarkan matanya memandang Hay Hay dengan heran.

   "Apa yang telah kulakukan? Tidak apa-apa, Saudara Tang Hay. Gadis itu pergi dan tak seorang pun tahu ke mana. Aku tidak pernah mengganggunya.."

   "Bohong! Malam itu, di dalam pondok taman! Apa yang telah kau lakukan? Jangan menyangkal, hayo ikut bersamaku dan membuat pengakuan di depan Pek Eng, atau aku akan memaksamu!"

   "Tang Hay manusia sombong! Aku tidak ada urusan dengan Pek Eng atau denganmu! Kalau engkau tidak suka membantu aku keluar dari tempat ini, sudahlah, aku tidak ada waktu untuk melayani obrolanmu yang tidak karuan ujung pangkalnya!"

   "Ki Liong! Kalau engkau menyangkal, terpaksa aku harus memaksamu untuk menyerah!"

   Bentak Hay Hay sambil melompat menghadang ketika melihat Ki Liong hendak pergi meninggalkannya. Marahlah Ki Liong,

   "Keparat! Engkau seorang jai-hwa-cat hina berani mengancam aku?"

   Dia mengacungkan pedang Gin-hwa-kiam. Hay Hay juga marah. Dia tidak mau mempergunakan ilmu sihirnya untuk melawan Ki Liong, karena dia ingin mencoba sampai di mana kelihaian murid dari Pulau Teratai Merah ini.

   "Mulut busuk seperti hatimu!"

   Hay Hay balas memaki mendengar dia dimaki sebagai jai-hwa-cat. Akan tetapi pada saat itu, Ki Liong sudah menggerakkan Gin-hwa-kiam menyerangnya. Serangannya hebat bukan main, dahsyat sekali, cepat dan mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat. Ilmu pedang yang dimainkannya adalah Hok-mo Kiam-sut, dan jurus yang digunakan untuk penyerangan pertama itu adalah jurus Sin-liong Hok-mo (Naga Sakti Menaklukkan Iblis),

   Pedang itu meluncur ke arah dada lawan untuk dilanjutkan dengan putaran pergelangan tangan sehingga pedang dapat dilanjutkan dengan bacokan memutar yang mengancam semua bagian tubuh depan lawan! Hebat bukan main jurus ini, dan karena dia telah menerima gemblengan dari suami isteri pendekar yang sakti, maka gerakannya itu mantap dan juga ganas. Menghadapi sebatang pedang pusaka, Hay Hay tidak berani bertangan kosong saja. Dia mengenal pusaka ampuh, maka dia pun cepat mencabut sulingnya dari ikat pinggang dan sambil meloncat ke belakang untuk mengelak, dia memutar sulingnya sehingga terdengarlah suara melengking tinggi rendah. Pedang itu telah dilanjutkan dengan putaran yang menyerang leher, dan Hay Hay kini menangkis dari samping dengan sulingnya.

   "Tranggg...!"

   Suling dan pedang bertemu dan keduanya melangkah mundur dua tindak, masing-masing mengakui akan kehebatan tenaga sin-kang lawan. Namun, Ki Liong yang ingin cepat-cepat pergi dari tempat berbahaya itu dan untuk itu dia harus cepat pula menyelesaikan perkelahian ini, sudah menerjang lagi ke depan. Pedangnya lenyap berubah menjadi gulungan sinar perak yang menyelimuti tubuhnya. Bagaikan roda perak yang berputar cepat, gulungan sinar itu bergerak maju ke arah Hay Hay, dengan suara mendesing-desing memekakkan telinga, dan angin sambaran pedang terasa sampai beberapa meter jauhnya.

   Hay Hay bersikap hati-hati. Maklum akan kelihaian lawan yang memiliki ilmu silat tinggi dan pilihan itu, dia pun cepat mengerahkan tenaga dan menggunakan Ilmu Langkah Ajaib Jiauw-paow-poan-soan. Tubuhnya berputar-putar dan dengan langkah ajaib itu dia mampu menghindarkan diri dari tekanan dan sambaran sinar pedang lawan, bahkan membalas pula dengan totokan ke arah jalan darah dengan ujung sulingnya. Terjadilah perkelahian yang hebat sekali, yang membuat daun kering dan pasir berhamburan dan debu mengepul di sekitar tempat itu. Suara mengaung dan berdesing memekakkan telinga dan sambaran angin berputar-putar membuat para penonton, baik dari pihak pasukan pemerintah maupun pemberontak, terpaksa mundur lagi beberapa langkah.

   Setelah lewat dua puluh jurus lebih tiba-tiba Hay Hay melakukan serangan dengan sulingnya, menotok ke arah muka lawan antara kedua matanya. Serangan ini hanya untuk memancing perhatian lawan, karena tangan kirinya sudah siap untuk melakukan serangan inti, pada saat lawan terpaksa mencurahkan perhatian kepada serangan pertama. Akan tetapi Ki Liong cukup lihai untuk menduga siasat lawan ini. Pedang Gin-hwa-kiam dikelebatkan dari samping menangkis suling, dan sekaligus dia mengerahkan tenaga sin-kang yang mempunyai daya tempel yang kuat. Pemuda ini memang belum diberi pelajaran Thi-ki-i-beng, yaitu ilmu sin-kang yang dapat membetot dan menghisap tenaga sakti lawan,
(Lanjut ke Jilid 45)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 45
Merupakan ilmu mujijat dan simpanan dari Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, namun dia telah mempelajari sin-kang yang dilatih dengan jungkir balik, dan dapat mempergunakan tenaga sakti ini untuk mendorong, menarik, membetot, bahkan menempel. Begitu pedangnya bertemu suling yang ditangkisnya, maka pedang itu melekat dan hal ini terasa oleh Hay Hay yang menjadi terkejut juga karena sulingnya melekat pada pedang itu seperti besi melekat pada besi semberani! Dan kekagetannya itu membuat dia agak lambat mempergunakan tangan kiri yang sudah dipersiapkan. Serangan suling yang tadinya dilakukan untuk mengejutkan lawan itu kini bahkan membuat dia sendiri terkejut ketika sulingnya melekat pada pedang lawan. Dan pada saat itu, tangan kiri Ki Liong sudah menghantam ke arah dadanya dengan tangan terbuka!

   Kiranya Ki Liong mempunyai siasat yang sama, yaitu menggunakan daya lekat sin-kangnya untuk mengejutkan lawan sehingga lawan akan menjadi lengah ketika tangan kirinya menghantam dengan Pukulan maut. Pukulan itu adalah Pukulan Thian-te Sin-ciang yang amat hebat. Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Bumi Langit) merupakan satu di antara ilmu-ilmu yang hebat dari Pendekar Sadis! Dalam keadaan kritis itu, Hay Hay tidak kehilangan akal. Tangan kirinya memang sudah dia persiapkan tadi untuk menyerang, akan tetapi dia kedahuluan lawan, maka kini dia pun mendorong dengan tangan kirinya itu, dengan jari tangan terbuka. Itulah sebuah jurus ampuh dari Ciu-sian Cak-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Silat Dewa Arak) yang dipelajarinya dari Ciu-sian Lokai, seorang di antara Delapan Dewa.

   "Plakkk!"

   Dua buah tangan itu saling bertemu dan saling menempel! Kini, kedua orang muda itu tak dapat melepaskan diri lagi. Pedang dan suling saling melekat dan kedua tangan kiri saling tempel, sehingga satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan hanyalah mengerahkan sin-kang, mengadu tenaga sakti untuk merobohkan lawan. Dan dalam pertandingan ini, keduanya mengerahkan seluruh tenaga karena siapa kalah dalam adu sin-kang ini tentu akan putus nyawanya! Perlahan-lahan, Ki Liong merasa betapa tenaga lawannya menjadi semakin kuat saja, dan mulailah dia gemetar. Keringat membasahi muka dan lehernya, dan uap putih mengepul dari kepalanya.

   "Mati aku sekali ini.."

   Pikir Ki Liong akan tetapi bagaimanapun juga, dia harus mernpertahankan diri. Dia tidak dapat melepaskan diri dari himpitan ini, dan tiada jalan lain kecuali mempertahankan sampai saat terakhir! Pada saat yang amat berbahaya bag Ki Liong karena dia memang kalah tenaga itu, tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat dan dua buah tangan mendorong dari samping.

   Dua buah tangan ini mengandung tenaga sin-kang yang kuat pula, dan oleh dorongan itu, Ki Liong dan Hay Hay menjadi miring sehingga benturan atau adu tenaga dari mereka berdua menyeleweng dan terlepaslah telapak tangan mereka. Hay Hay meloncat ke belakang dan Ki Liong terguling! Dia terus bergulingan, lalu meloncat bangun dengan muka pucat. Dia nyaris tewas dalam adu tenaga tadi dan kini dia melihat bahwa orang yang melerai tadi adalah seorang pemuda yang usianya sebaya dengan dia maupun Hay Hay, bermuka putih bulat dan bersikap tenang. Akan tetapi pemuda yang tidak dikenalnya itu tidak memperhatikannya, bahkan kini menghadapi Hay Hay yang juga memandang dengan penuh perhatian. Melihat kesempatan yang amat baik ini, diam-diam Ki Liong lalu melarikan diri dan melompat jauh.

   "Heii! Mau lari ke mana kau!"

   Hay Hay membentak dan hendak mengejar, akan tetapi pemuda muka putih yang bukan lain adalah Pek Han Siong itu menghadang di depannya.

   "Tahan dulu..!"

   Hay Hay yang tidak ingin melihat Ki Liong melarikan diri, hendak mengejar terus dan karena Han Siong menghadang di jalan. Hay Hay mengibaskan lengannya untuk mendorongnya minggir.

   "Dukkk!"

   Kedua lengan mereka bertemu dan akibatnya, keduanya terdorong mundur. Terkejutlah Hay Hay. Orang ini ternyata lihai sekali! Karena Ki Liong sudah lenyap di antara para perajurit yang masih bertempur, dan karena pemuda di depannya itu agaknya bersungguh-sungguh hendak menghadangnya, maka terpaksa dia membiarkan Ki Liong pergi dan kini dia menghadapi Han Siong dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia belum pernah bertemu dengan orang ini dan tidak tahu apakah orang ini memihak pemberontak ataukah pemerintah.

   "Saudara yang gagah, siapakah engkau dan mengapa engkau menghadangku?"

   Tanya Hay Hay, diam-diam terkejut melihat betapa sinar mata pemuda ini mencorong dan wajahnya penuh wibawa, menunjukkan bahwa pemuda ini memiliki kekuatan tersembunyi yang dahsyat.

   "Benarkah engkau yang bernama Tang Hay?"

   Han Siong berbalik mengajukan pertanyaan sambil memandang tajam. Hay Hay mengerutkan alisnya dan mengangguk,

   "Benar, namaku Tang Hay. Siapakah engkau dan ada urusan apakah.."

   Han Siong memotong.

   "Namaku Pek Han Siong dan.."

   "Ah! Kiranya engkau yang dijuluki Sin-tong..!"

   "Benar sekali, akan tetapi aku datang bukan untuk meributkan urusan itu. Aku datang untuk minta pertanggunganjawabmu, Tang Hay. Bersikaplah sebagai seorang jantan yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya!"

   "Apa maksudmu?"

   Tanya Hay Hay, akan tetapi dia segera mengerti sebelum pemuda itu menjawab karena pada saat itu dia melihat munculnya Pek Eng!

   "Jangan engkau menyangkal tentang perbuatanmu terhadap adik kandungku, Eng-moi!"

   Hay Hay, cepat menggeleng kepala, dan matanya tetap memandang ke arah Pek Eng seolah-olah jawaban itu dia ajukan kepada Pek Eng.

   "Tidak... tidak. Aku tidak melakukan kekejian itu! Aku sama sekali tidak melakukannya!"

   Han Siong memandang dengan muka merah. Benar adiknya. Pemuda ini sungguh pengecut walaupun berilmu tinggi, berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Teringat dia bahwa pemuda ini, menurut keterangan orang tuanya, adalah putera seorang jai-hwa-cat, seorang penjahat cabul pemerkosa wanita dan kemarahannya semakin memuncak. Adik kandungnya telah menjadi korban kecabulan laki-laki ini dan sekarang dia tidak mau bertanggung jawab, bahkan menyangkal! Padahal, buktinya sudah jelas, adiknya menjadi saksi utama. Tidak mungkin adik kandungnya melakukan fitnah, menuduh seorang yang tidak berdosa sebagai pelakunya.

   "Tang Hay, apakah engkau hendak mengikuti jejak Ayah kandungmu? Kalau, engkau secara pengecut menyangkal perbuatanmu sendiri, terpaksa aku akan menghajarmu!"

   Wajah Hay Hay berubah merah. Dia tahu bahwa orang ini marah karena percaya bahwa dia telah merenggut kegadisan Pek Eng dan minta dia bertanggung jawab. Akan tetapi karena dia betul-betul merasa tidak melakukan hal itu, dan kini dia diingatkan tentang ayahnya yang jahat, hal yang amat menyakitkan hatinya, maka dia pun menjadi marah.

   "Sampai mati pun aku tidak mungkin dapat mengakui perbuatan yang tidak kulakukan. Terserah apa yang hendak kau lakukan kepadaku, aku tidak takut!"

   Jawabnya. Jawaban ini bagi Han Siong dianggap ucapan seorang yang keras hati dan yang nekat hendak menyangkal perbuatannya,

   Maka dia pun semakin penasaran. Akan tetapi niatnya bertemu dengan Hay Hay bukan hendak menyerangnya, apalagi membunuhnya. Dia hanya hendak membujuk pemuda itu bertanggung jawab, apalagi karena menurut pengakuan Pek Eng, adiknya itu mencinta Hay Hay. Kalau tidak dapat dibujuk, dia hendak menggunakan akal agar Hay Hay suka menyerah dan sadar dan mau menerima Pek Eng sebagai jodohnya. Oleh karena itu, Han Siong hendak menakut-nakuti Hay Hay dengan ilmu sihirnya, untuk menaklukkan pemuda itu tanpa harus menggunakan kekerasan. Maka, diam-diam dia lalu mengerahkan kekuatan batinnya dan sekali mencabut pedangnya, nampak sinar berkilauan dari pedang Kwan-im-kiam yang ditodongkan ke arah muka Hay Hay, lalu terdengar suaranya menggeledek.

   "Tang Hay, lihat baik-baik! Aku adalah seorang yang jauh lebih sakti darimu, aku seorang raksasa setinggi pohon, dan engkau hanya seorang manusia kecil, takkan ada artinya melawan aku!"

   Ketika dia menggerakkan pedangnya, nampak kilatan pedangnya dan tiba-tiba saja, semua orang yang mengelilingi tempat itu, menjadi terbelalak dan terkejut bukan main melihat betapa tiba-tiba saja keadaan tubuh Pek Han Siong berubah. Kini pemuda itu menjadi tinggi besar, setinggi pohon besar, seorang raksasa yang mengerikan dan menakutkan karena Hay Hay kini hanya setinggi lututnya saja! Akan tetapi Hay Hay tetap bersikap tenang walaupun dia juga terkejut, tidak mengira bahwa pemuda yang pernah menggemparkan dunia persilatan dengan julukan Sin-tong dan yang menjadi rebutan itu memiliki ilmu sihir yang cukup kuat! Timbul kegembiraannya dan dia pun tidak mau kalah. Dia mengerahkan kesaktiannya dan suaranya terdengar penuh wibawa yang menggetarkan jantung para penonton pertandingan itu.

   "Bagus sekali, Pek Han Siong! Engkau menjadi raksasa, aku pun sanggup mengembarimu! Lihatlah baik-baik!"

   Hay Hay mengibaskan tangan yang memegang suling, terdengar suara melengking tinggi dan tubuhnya pun tumbuh menjadi besar, sebesar Han Siong! Mereka berdiri berhadapan dalam keadaan yang menyeramkan semua orang. Han Siong kini terkejut. Tak pernah disangkanya bahwa Hay Hay akan sehebat ini kepandaiannya! Karena sudah terlanjur mengeluarkan ilmu sihirnya, melihat lawan sudah mengembarinya menjadi besar pula, Han Siong lalu menggerakkan pedangnya dan menyerang.

   Hay Hay menggerakkan sulingnya menangkis dan balas menyerang. Terjadilah pertempuran yang hebat dan dahsyat, mengguncangkan tanah di sekelilingnya. Pohon-pohon bergoyang seperti tertiup angin taufan, bahkan banyak dahan pohon yang patah, batu-batu beterbangan tertendang kaki mereka dan debu mengebul tinggi. Kembali keduanya terkejut dan kagum. Kwan-im Kiam-sut yang dimainkan Han Siong memang merupakan ilmu pedang yang jarang tandingannya, namun Hay Hay mampu menandinginya dengan sulingnya. Bahkan setelah lewat belasan jurus, Han Siong dapat menilai bahwa akan sukarlah baginya mengalahkan pemuda itu dengan pedangnya, apalagi setelah keduanya menjadi sebesar raksasa itu. Dan kalau perkelahian itu dilanjutkan, dapat membahayakan arang-orang yang menonton di sekeliling tempat itu.

   "Tang Hay, tidak perlu menakut-nakuti orang lain. Aku akan menjadi kecil sampai engkau tidak akan dapat melihatku lagi!"

   Kembali "raksasa"

   Han Siong menggerakkan pedangnya dan tiba-tiba tubuhnya lenyap, karena dari keadaan tinggi besar seperti raksasa, tiba-tiba saja tubuh itu menyusut menjadi kecil, hanya sebesar jari tangan manusia biasa! Kehilangan lawannya, Hay Hay sejenak bingung dan dia pun tahu apa yang telah dilakukan lawannya.

   "Pek Han Siong, sudah kukatakan, aku akan mengembari ilmumu. Lihat, aku pun menjadi kecil sebesar kamu!"

   Dan tubuh Hay Hay kini lenyap dari pandanggan orang-orang yang berada di situ, menjadi kecil seperti Han Siong dan keduanya kini melanjutkan perkelahian dengan suling dan pedang dalam keadaan. Tubuh sebesar jari tangan manusia biasa. Mereka yang menonton perkelahian aneh itu akhirnya dapat melihat mereka berdua dan terdengar seruan-seruan kaget, heran dan kagum! Kalau tadi mereka menyaksikan dua orang raksasa yang tingginya empat ukuran manusia biasa berkelahi, mengguncangkan tanah di sekeliling tempat itu, kini mereka melihat dua orang yang amat kecil, hanya sebesar jari tangan mereka, berkelahi. Tadi mereka merasa seram dan takut, kini merasa ngeri dan juga lucu bercampur tegang.

   Han Siong dan Hay Hay kembali saling serang dan biarpun keduanya mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan kepandaian simpanan mereka, namun masing-masing selalu menjaga agar jangan sampai saling membunuh. Han Siong sama sekali tidak ingin membunuh Hay Hay yang dicinta oleh Pek Eng, melainkan ingin menaklukkannya. Sebaliknya, tentu saja Hay Hay tidak ingin membunuh Han Siong yang membela adiknya, hanya ingin memperlihatkan kepandaian agar jangan sampai dipandang rendah sebagai putera seorang jai-hwa-cat. Sebetulhya, kalau dibuat ukuran, Hay Hay telah menerima gemblengan yang lebih kuat daripada Han Siong. Baik dalam ilmu silat, mereka berdua menerima pelajaran dari orang-orang yang menjadi anggauta Delapan Dewa. Akan tetapi Hay Hay menerima gemblengan langsung.

   Juga dalam hal ilmu sihir, Hay Hay telah digembleng oleh dua orang, apalagi gemblengan terakhir dari Song Lojin membuat kedua macam ilmu kepandaiannya itu menjadi matang betul. Akan tetapi karena dia selalu mengalah dan tidak ada niat di hatinya untuk mengalahkan Han Siong, apalagi melukai atau membunuh, maka pertandihgan antara mereka itu menjadi seimbang dan seru bukan main. Sementara itu, kini pertempuran telah mulai terhenti di sana-sini. Setelah sebagian pemimpin mereka tewas atau melarikan diri, makin gentarlah hati para pasukan pemberontak. Mereka kalah banyak dan terhimpit dari depan belakang. Apalagi di pihak pemerintah terdapat para pendekar yang amat lihai. Orang-orang yang mereka andalkan sudah habis. Lam-hai Giam-lo telah tewas, juga Kulana yang amat mereka harapkan itu. Para pembantu Lam-hai Giam-lo juga sudah roboh satu demi satu.

   Suami isteri Siangkoan Leng dan Ma Kim Li yang terkenal dengan julukan Sepasang Iblis Laut Selatan itu telah tewas di tangan Pek Han Siong. Suami isteri Kwee Siong dan Tong Ci Ki yang terkenal dengan julukan suami isteri Guha Iblls Pantai Selatan tewas di tangan Bi Lian. Lam-hai Giam-lo sendiri tewas di tangan suami isteri Cang Su Kiat dan Kok Hui Lian, musuh besarnya. Ji Sun Bi yang juga merupakan seorang tangan kanan Lam-hai Giam-lo, terjatuh ke dalam jurang yang curam ketika berkelahi melawan Cia Kui Hong. Gurunya, Min-san Mo-ko, tewas di tangan Kok Hui Lian pula. Ketua Kui-kok-pang, yaitu Kim San, tewas di tangan Can Sun Hok dan anak buahnya hampir habis terbasmi oleh Sun Hok dan Ling Ling. Demikian pula Hek-hiat Mo-ko tewas oleh Sun Hok dan Ling Ling. Kulana sendiri tewas sampyuh bersama Mulana.

   Masih banyak lagi tokoh-tokoh sesat yang membantu pemberontakan itu, para pendeta Pek-lian-kauw, menjadi korban dalam pertempuran itu. Biarpun di pihak pemerintah, banyak pula pendekar, perwira dan perajurit yang tewas, namun jelas bahwa pihak pemberontak mengalami kekalahan dan kini sisanya yang tidak mampu lagi me1arikan diri, berlutut dan menyerah! Pertempuran berhenti, akan tetapi masih ada pertempuran yang amat hebat terjadi antara Hay Hay dan Pek Han Siong sehingga menarik perhatian para pendekar dan para perwira untuk datang menonton. Banyak orang menjadi saksi betapa tadi baik Hay Hay maupun Han Siong telah berjasa mengamuk dan membantu pemerintah, maka kini semua orang yang tidak tahu urusannya, merasa heran melihat mereka saling gempur sendlri dan tidak ada yang berani melerai. Apalagi melihat betapa kedua orang itu mempergunakan ilmu-ilmu yang aneh.

   Para pendekar yang keluar sebagai pemenang dalam pertempuran itu, kini satu demi satu menghampiri tempat perkelahian yang amat seru itu, menjadi penonton. Mereka semua takjub menyaksikan perkelahian yang luar biasa itu. Su Kiat dan Hui Lian melihat dengan penuh kagum, juga Kui Hong, Ling Ling dan Sun Hok, Pek Eng yang tidak melihat bahwa di antara para pendekar yang mengelilingi tempat pertempuran itu terdapat pula ayahnya, Pek Kong dan juga Song Un Tek bekas calon ayah mertuanya. Pek Kong yang amat tertarik melihat puteranya, Pek Han Siong, bertanding melawan Hay Hay, hal yang amat mengherankan hatinya, belum melihat kehadiran Pek Eng di seberang. Pek Kong amat terkejut dan heran melihat perkelahian itu, akan tetapi dia tidak mau lancang melerai dan membiarkan saja, sambil siap-siap untuk membantu puteranya kalau perlu.

   Pertempuran itu memang berjalan dengan seru. Setelah mendapat kenyataan bahwa dengan merobah diri menjadi kecil diturut pula oleh Hay Hay dan dia tidak mampu mendesak pemuda yang menjadi lawannya, Han Siong merobah dirinya menjadi seekor harimau besar yang mengaum-ngaum dan mencakar-cakar. Dan hebatnya, Hay Hay juga mengubah diri menjadi seekor harimau yang sama besarnya. Kedua binatang itu bertarung dengan hebatnya, menggetarkan jantung para penonton yang memenuhi tempat itu. Berulang kali Han Siong mengubah diri menjadi naga, menjadi rajawali, bahkan menjadi biruang, namun selalu Hay Hay dapat mengembari dan menyainginya, dan akhirnya Han Siong terpaksa mengubah dirinya kembali menjadi normal. Hal ini diikuti oleh Hay Hay dan bertempurlah kembali kedua orang muda yang sama gagah dan sama perkasanya itu! Suling dan pedang sudah beradu ratusan kali dan memercikkan bara api yang menyilaukan mata.

   "Aih, kalau dilanjutkan, tentu seorang di antara mereka akan celaka."

   Bisik Hui Lian di dekat telinga suaminya, Su Kiat.

   "Kurasa tidak,"

   Bisik Su Kiat kembali.

   "Lihat, mereka itu seperti orang berlatih saja. Keduanya nampaknya berhati-hati agar jangan sampai mencelakai lawan. Hemm, sungguh membuat hatiku kagum bukan main. Mereka adalah dua orang pemuda yang sukar dicari bandingnya di dunia persilatan."

   
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kui Hong yang berdiri seorang diri, menonton dengan jantung berdebar. Melihat Hay Hay, teringatlah dara ini akan pengalamannya yang mesra dengan pemuda itu. Kini, melihat Hay Hay berkelahi menemukan lawan yang demikian tangguhnya, diam-diam ia merasa khawatir. Ia memang kadang-kadang merasa benci sekali kepada Hay Hay yang dianggapnya telah mempermainkannya, telah menolaknya, menolak cintanya. Akan tetapi, harus diakuinya pula bahwa ia masih mencinta pemuda itu! Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

   "Engkau harus mati.!"

   Dan nampak Ling Ling meloncat ke medan pertempuran itu, menggunakan sebatang pedang menerjang dengan nekat, lalu menyerang Hay Hay! Tentu saja Hay Hay terkejut sekali dan cepat dia mengelak. Pek Han Siong juga terkejut. Dia tidak menghendaki ada orang lain mencampuri perkelahiannya dengan Hay Hay, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegah gadis ini.

   "Engkau harus mati...!"

   Kembali Ling Ling berseru dan menyerang dengan dahsyatnya. Hay Hay merasa betapa perasaan hatinya tertusuk. Dia tahu mengapa Ling Ling menyerangnya. Gadis itu masih menganggap bahwa dialah yang telah memperkosa gadis itu! Perasaan tertusuk ini membuat dia menjadi lengah, apalagi karena sulingnya masih terus dipergunakan melindungi dirinya dari desakan Han Siong. Karena itu, serangan Ling Ling agak lambat dielakkan dan bahu kirinya tergurat pedang sehingga bajunya robek berikut kulitnya dan darah membasahi bajunya. Pek Han Siong sudah mengenal Ling Ling dan tidak tahu mengapa gadis itu menyerang Hay Hay, akan tetapi karena dia sendiri merasa kewalahan menghadapi Hay Hay, kini melihat pemuda lawannya yang amat tangguh itu terluka, dia segera mendesak dengan tusukan pedangnya.

   "Tranggg.!"

   Kembali Hay Hay menangkis dan melompat menjauhi Ling Ling yang marah itu. Kembali terjadi pertarungan sengit antara Hay Hay dan Han Siong. Ling Ling juga sudah siap untuk menyerang lagi dan mengeroyok Hay Hay.

   "Ling Ling, jangan.!"

   Tiba-tiba Kui Hong meloncat ke depan, dan ia memegang lengan kiri Ling Ling, menariknya mundur dari medan pertempuran. Ling Ling membalikkan tubuhnya dan melihat bahwa yang menariknya adalah Kui Hong, ia pun menangis. Kui Hong terkejut dan merangkul Ling Ling.

   "Eh, Ling Ling, engkau kenapakah.?"

   Bisiknya, semakin heran melihat keadaan gadis i tu.

   "Bibi Kui Hong..!"

   Ling Ling mengeluh dan tangisnya semakin sesenggukan. Semenjak malapetaka yang menimpa dirinya itu, Ling Ling telah menderita tekanan batin yang hebat, dan ia selalu menahan dan menyembunyikannya, tidak mau menceritakan kepada siapapun juga. Kini, bertemu Kui Hong yang masih terhitung bibinya sendiri dan dengan siapa ia sudah menjalin persahabatan yang akrab ketika ia berada di Cin-ling-pai, kesedihannya mengalir bersama air mata, seperti terlepas dari bendungannya.

   "Ling Ling, kenapa engkau ingin membunuh dia?"

   Bisik Kui Hong. Setelah mengalirkan banyak air mata, Ling Ling mampu menguasai dirinya dan masih dalam rangkulan Kui Hong, ia pun berbisik dengan hati hancur,

   "Bibi Hong, dia... dia jai-hwa-cat yang jahat... dia harus mati di tanganku... dia... telah memperkosa aku, menotok aku selagi tidur dan memperkosaku.."

   Saking kagetnya, Kui Hong mendorong tubuh Ling Ling, wajahnya pucat dan matanya terbelalak. Lalu ia menoleh ke arah perkelahian yang masih berlangsung seru itu, mukanya perlahan-lahan berubah merah sekali dan sepasang matanya yang jeli mengeluarkan sinar berapi. Kemudian, tiba-tiba ia berkata kepada Ling Ling.

   "Kalau begitu akulah yang akan membunuhnya!"

   Dan Kui Hong sudah mencabut Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedang yang berwarna hitam itu lalu menerjang ke medan perkelahian, menyerang Hay Hay dengan dahsyat sekali. Hay Hay terkejut sekali dan cepat meloncat ke belakang.

   "Kui Hong, kau... kau...!"

   Akan tetapi gadis itu sudah menyerang lagi sehingga Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan ke samping.

   "Engkau manusia busuk dan jahat, harus mati di tanganku!"

   Bentak Kui Hong. Terpaksa Hay Hay memutar sulingnya untuk me1indungi dirinya karena kini Han Siong yang tadinya bingung dan ragu melihat munculnya seorang gadis lain yang lebih lihai menyerang Hay Hay, sudah maju lagi menggerakkan pedang pusakanya.

   Melihat Kui Hong menyerang Hay Hay, Ling Ling lalu meloncat maju dan ia pun cepat menyerang. Kini Hay Hay dikeroyok oleh tiga orang dan karena dia sama sekali tidak ingin merobohkan atau melukai seorang pun di antara mereka bertiga, maka dia hanya mencurahkan semua tenaga dan kepandaiannya untuk menjaga dan melindungi dirinya. Hal ini membuat dia semakin terdesak hebat dan kembali dia terluka oleh serempetan pedang hitam di tangan kiri Kui Hong, mengenai paha kanannya sehingga celananya robek berdarah.

   "Heiii! Jangan main keroyokan...!"

   Hui Lian berteriak dan meloncat ke depan, hatinya tidak tega melihat betapa Hay Hay dikeroyok oleh tiga orang itu, dan ia pun merasa heran mengapa gadis-gadis she Cia itu kini ikut pula menyerang Hay Hay. Akan tetapi suaminya memegang lengannya dan berbisik,

   "Sebaiknya kalau kita tidak mencampuri karena kita tidak tahu perkaranya."

   Hui Lian menghentikan gerakannya, akan tetapi matanya masih memandang ke arah perkelahian itu dengan cemas.

   "Bunuh jai-hwa-cat itu!"

   Terdengar teriakan-teriakan dan tampak Tiong Gi Cinjin, diikuti oleh Bu-tong Liok-eng berlompatan maju dan mengepung perkelahian, lalu mengeroyok Hay Hay. Tentu saja hal ini membuat Hay Hay menjadi semakin repot. Betapapun lihainya, yang mengeroyoknya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian hebat,

   Maka kembali dia menerima tusukan dan bacokan yang biarpun telah dilawan dengan kekebalan, tetap saja melukai kulitnya dan membuat luka-luka kecil yang mengeluarkan darah. Sementara itu, pertempuran antara pasukan pemerintah dan pasukan pemberontak telah selesai. Sisa para pemberontak menyerah dan menjadi tawanan. Sedangkan para pendekar dan perwira, kini sudah menjadi penonton perkelahian antara Hay Hay yang dikeroyok oleh puluhan orang lihai itu. Untung baginya bahwa kini Han Siong tidak mendesak lagi. Pemuda itu merasa rikuh harus mengeroyok seperti itu, akan tetapi dia semakin penasaran karena dari sikap para pengeroyok, jelaslah bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda jai-hwa-cat yang amat jahat. Selagi Hay Hay terdesak hebat, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dari seorang perwira,

   "Atas nama Cang-taijin, harap perkelahian dihentikan!"

   Perwira ini memang tugasnya menjadi juru bicara dan sudah biasa mengeluarkan bentakan nyaring.

   Ketika para pengeroyok melihat bahwa yang muncul adalah Menteri Cang, dengan sikapnya yang halus ramah namun penuh wibawa, mereka merasa tidak enak hati dan segera berlompatan mundur walaupun masih dalam keadaan mengepung Hay Hay, Hay Hay sendiri berdiri lemas dengan tubuh penuh luka-luka yang walaupun tidak berbahaya namun membuat pakaiannya berlepotan darah. Dia menundukkan mukanya dan diam-diam bersukur bahwa Menteri Cang datang melerai, karena kalau tidak, entah sampai kapan dia dapat bertahan sebelum akhirnya pasti akan roboh binasa di bawah senjata para pengeroyoknya. Setelah memandang kepada mereka yang berkelahi itu satu demi satu, dan diam-diam terkejut melihat bahwa yang terlibat dalam perkelahian itu adalah pendekar-pendekar pilihan, Menteri Cang lalu berkata.

   "Cu-wi Enghiong (Para Orang Gagah Sekalian), setelah kita semua berhasil menumpas pemberontak, mengapa di antara Cu-wi bahkan terjadi perkelahian sendiri? Bukankah kemenangan kita ini sepatutnya mendatangkan kegembiraan dan bukan perkelahian antara teman sendiri? Apakah yang telah terjadi?"

   Hay Hay adalah seorang pemuda yang berpemandangan luas dan bijaksana. Otaknya bekerja dengan cepatnya.

   Dia tahu bahwa perkelahian itu menyangkut soal kehormatan dua orang gadis yang tentu saja tidak mungkin diumumkan. Kalau diceritakan sebab perkelahian itu, berarti akan melempar aib kepada Ling Ling dan Pek Eng, mencemarkan nama baik dua orang gadis yang tertimpa malapetaka itu. Tidak, dia harus mencegah hal itu terjadi, maka mendengar pertanyaan Menteri Cang, sebelum ada orang lain yang mendahuluinya, dia sudah cepat maju memberi hormat kepada menteri itu. Menteri Cang memandang kepadanya penuh selidik. Dari para penyelidiknya, pembesar ini mendengar bahwa Hay Hay merupakan seorang di antara para pendekar, yang tadi mengamuk mati-matian membantu pasukan pemerintah, bahkan pemuda ini yang telah menempur Sim Ki Liong, tangan kanan Lam-hai Giam-lo yang amat lihai itu.

   "Harap Taijin sudi memaafkan kami. Sesungguhnya perkelahian ini hanyalah urusan pribadi. Mereka semua menuduh bahwa hamba adalah seorang penjahat, seorang jai-hwa-cat yang jahat dan keji. Karena hal itu tidak benar, maka hamba menyangkal dan mereka lalu menyerang hamba dan terjadilah perkelahian itu."

   Lega rasa hati Ling Ling dan Pek Eng yang tadinya sudah pucat dan cemas kalau-kalau aib yang menimpa diri mereka akan dibicarakan di tempat umum seperti itu.

   "Bohong, Taijin! Dia memang benar jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Kami melihat buktinya, dan anak murid kami yang telah menjadi korbannya!"

   Terdengar Tiong Gi Cinjin dari Bu-tong-pai berseru marah.

   "Karena itu, pinto harus membunuhnya!"

   Kakek ini saking marahnya sudah menggerakkan tongkatnya dan menghantam dengan sepenuh tenaga ke arah kepala Hay Hay. Pemuda itu mengangkat kedua lengannya.

   "Dukkk!"

   Tongkat itu tertangkis dan sekali memutar kedua tangannya, Hay Hay telah berhasil merenggut tongkat itu terlepas dari kedua tangan lawan. Demikian cepat dan kuat gerakannya sehingga Tiong Gi Cinjin tidak mampu lagi mempertahankan tongkatnya. Akan tetapi Hay Hay menyodorkan kembali tongkatnya itu dan berkata dengan tenang.

   "Harap Totiang suka bersikap jantan dan tenang, dan tidak membuat ribut di depan Cang Taijin."

   Tosu itu menerima kembali tongkatnya dan mukanya berubah merah karena rikuh terhadap Menteri Cang.

   "Sudahlah."

   Kata pembesar itu.

   "Urusan Cu-wi adalah urusan pribadi, karena itu harus diselesaikan secara pribadi pula. Cu-wi adalah pendekar-pendekar yang telah berjasa kepada negara, akan tetapi kalau di sini membuat ribut, berarti melanggar peraturan dan larangan perintah. Kalau Cu-wi masih berkeras membuat ribut di sini, terpaksa kami akan mempergunakan kekuatan kami untuk menangkap Cu-wi dan untuk diajukan di depan pengadilan untuk menemukan siapa yang salah. Kami tidak menghendaki hal itu terjadi, maka biarlah kami menjadi saksi dan Cu-wi selesaikan urusan ini dengan jalan damai di depan kami."

   "Taijin, harap Paduka suka mempertimbangkan dengan adil."

   Kata pula Tiong Gi Cinjin.

   "Seorang anak murid Bu-tong-pai, gadis yang masih muda, telah menjadi korban kejahatan Ang-hong-cu si penjahat cabul jai-hwa-cat yang terkenal di dunia kang-ouw. Anak murid Bu-tong-pai kami sebar untuk mencari penjahat itu dan pada suatu hari, murid-murid kami menemukan pemuda itu sedang main-main dengan perhiasan berbentuk tawon merah, persis seperti yang ditinggalkan pada mayat murid perempuan kami yang telah dihina dan dibunuhnya. Jelas bahwa dia ini Ang-hong-cu pemerkosa dan pembunuh murid perempuan kami, oleh karena itu, bukankah sudah adil dan sepatutnya kalau kami hendak membunuhnya? Bukan sekedar membalas kematian murid kami, juga untuk melenyapkan seorang penjahat besar yang mengancam keamanan dunia, terutama kaum wanitanya!"

   Menteri Cang mengangguk-angguk dan menoleh kepada Hay Hay, di dalam hatinya kurang percaya bahwa pemuda gagah ini seorang jai-hwa-cat yang memperkosa dan membunuh wanita dengan kejam.

   "Bagaimana pembelaanmu terhadap tuduhan ini, orang muda?"

   Tanyanya.

   "Taijin, hamba dengan tegas menyatakan bahwa hamba bukanlah jai-hwa-cat Ang-hong-cu. Akan tetapi, kalau hanya satu pihak menuduh dan lain pihak menyangkal, takkan ada habisnya. Hamba berjanji kepada Bu-tong-pai bahwa hamba akan mencari jai-hwa-cat Ang-hong-cu yang sesungguhnya dan kalau perlu menyeretnya ke Bu-tong-pai untuk mengakui kejahatannya itu. Kalau hamba tidak berhasil, boleh saja Bu-tong-pai minta pertanggunganjawab hamba. Ang-hong-cu adalah seorang jai-hwa-cat yang telah mengganas di dunia kang-ouw sebelum hamba lahir, jadi tidak mungkin hamba yang menjadi jai-hwa-cat Ang-hong-cu."

   "Enak saja berjanji!"

   Kata seorang di antara Bu-tong Liok-eng.

   "Apakah engkau sudah mengenal Ang-hong-cu yang sebenarnya?"

   "Aku tahu siapa dia walaupun aku belum sempat berjumpa dengan Ang-hong-cu yang memang sedang kucari."

   Jawab Hay Hay.

   "Anghong-cu adalah ayah kandungnya!"

   Tiba-tiba terdengar Pek Eng berseru dan semua orang terkejut dan terheran-heran mendengar ini.

   Bahkan Hui Lian menutup mulutnya menahan teriakan kaget, juga Kui Hong dan Ling Ling memandang dengan mata terbelalak. Semua orang memandang kepada Hay Hay. Hay Hay menjadi pucat seketika ketika dia mengangkat muka memandang kepada Pek Eng sejenak, lalu menundukkan mukanya yang ternyata berubah merah sekali. Rahasianya telah dibuka gadis yang merasa penasaran itu. Biarlah, biarlah semua orang tahu bahwa dia anak jai-hwa-cat. Biarlah dunia tahu bahwa dia anak haram dari Ang-hong-cu, penjahat cabul yang amat jahat itu. Kenyataan ini tak perlu ditutupi lagi, tak perlu dirahasiakan lagi karena hal itu bukanlah kesalahannya. Kini dengan perlahan Hay Hay mengangkat mukanya yang sudah normal kembali, bahkan mulutnya tersenyum duka, dan dia memandang orang sekelilingnya, lalu memandang kepada Menteri Cang, dan mengangguk.

   "Ucapan itu benar. Aku adalah anak seorang wanita yang menjadi korban kejahatan Ang-hong-cu. Karena itu, harap para Enghiong dan Locianpwe dari Bu-tong-pai menyadari. Dia adalah Ayah kandungku, dan aku akan mencarinya sampai dapat, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik terhadap murid Bu-tong-pai, terhadap mendiang Ibuku, atau terhadap semua wanita yang pernah menjadi korbannya!"

   "Siancai...!"

   Tiong Gi Cinjin berseru.

   "Sekarang pinto mengerti dan maafkan kekhilafan kami. Kalau saja sejak dahulu engkau mengatakan hal ini. Ah, kalau begitu, perhiasan tawon merah yang berada di tanganmu itu.."

   "Itulah perhiasan yang ditinggalkan oleh Ibuku kepadaku, sebagai tanda bahwa beliau menjadi korban Si Tawon Merah."

   "Sekarang kami merasa puas dan baiklah, kami menerima kesanggupanmu, orang muda yang gagah. Bu-tong-pai hanya akan menunggu sampai engkau dapat menangkap Ang-hong-cu."

   Lalu Tiong Gi Cinjin menoleh kepada Menteri Cang.

   "Taijin, kami dari Bu-tong-pai sudah tidak ada urusan lagi dengan orang muda ini, harap Taijin sudi memaafkan keributan yang kami lakukan tadi."

   Menteri Cang tersenyum girang, diam-diam dia merasa terharu atas pengakuan Hay Hay tadi. Seorang pemuda yang gagah perkasa, mengaku sebagai putera kandung yang tidak sah dari seorang jai-hwa-cat yang dicari-cari para pendekar untuk dibunuh!

   "Bagus, segala urusan dapat diselesaikan dengan musyawarah, asal dilakukan dengan hati jernih dan kepala dingin. Bagaimana, apakah masih ada orang lain yang mempunyai urusan pribadi dengan Saudara Tang Hay?"

   Tanyanya sambil memandang kepada Han Siong, Ling Ling dan Kui Hong yang tadi mengeroyok Hay Hay.

   "Taijin, perkenankanlah hamba bicara empat mata dengan Saudara Tang Hay."

   Kata Han Siong yang mulai merasa sangsi akan keterangan adiknya. Harus diakuinya bahwa Hay Hay merupakan seorang pemuda yang amat luar biasa, memiliki ilmu sihir dan silat yang amat tinggi sehingga dia sendiri kewalahan menghadapinya. Biarpun keturunan jai-hwa-cat, namun sikap Hay Hay tidak menunjukkan bahwa dia seorang pengecut yang jahat, maka dia ingin membicarakan urusan itu dengan Hay Hay, tentu saja tanpa didengar orang lain kecuali dia dan Pek Eng.

   "Baik sekali, silakan. Pek-enghiong."

   Kata pembesar itu. Han Siong lalu mengajak Hay Hay untuk menyingkir dari situ dan memilih tempat sunyi di antara pohon-pohon, cukup jauh dari situ. Dia pun memberi isarat kepada adiknya untuk ikut dan kini mereka bertiga berdiri berhadapan di bawah pohon, dapat terlihat oleh Menteri Cang, akan tetapi tidak dapat terdengar apa yang mereka bicarakan.

   

Pendekar Sadis Eps 39 Asmara Berdarah Eps 40 Asmara Berdarah Eps 21

Cari Blog Ini