Pendekar Lembah Naga 10
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 10
"Ke mana kau?"
Tiba-tiba wanita itu membentak, tangannya bergerak ke arah pintu dan... aneh sekali, tanpa disentuh, tubuh Beng Sin yang gemuk itu terjengkang seperti ditarik dan bergulingan masuk kembali ke dalam ruangan itu. Melihat ini, terdengar Lan Lan dan Lin Lin menjerit. Akan tetapi ternyata Beng Sin hanya kaget saja dan sedikit sakit karena terbanting, selain itu dia tidak terluka apapun.
"Kouwnio, engkau terlalu mendesak orang!"
Hok Boan berseru marah melihat keponakannya, yang sebetulnya juga puteranya, yang gemuk itu dirobohkan, maka dia lalu menerjang dengan kepalan tangannya, menyerang wanita itu.
"Hemm, ini adalah Hek-wan-hian-ko... (Lutung Hitam Memberi Buah) dari Go-bi-pai, bukan? Tidak terlalu jelek... tidak terlalu jelek..."
Kim Hong Liu-nio berkata sambil melangkah mundur dan menangkis serangan itu. Hok Boan terkejut karena baru saja bergerak ternyata lawan telah dapat mengenal jurus ilmu silatnya, akan tetapi karena memang dia dapat menduga wanita ini lihai sekali, dia tidak perduli dan menyerang terus dengan jurus selanjutnya. Dan karena tahu lawan lihai sekali, diapun segera mengeluarkan jurus-jurus pukulan yang paling ampuh.
"Ehh? Berani kau menggunakan Hok-thian-hok-te (Membalikkan Langit dan Bumi) untuk membunuh aku? Hemm, kau harus dihajar!"
Memang Hok Boan telah menggunakan ilmu silat yang ampuh dari Go-bi-pai itu untuk menghadapi lawan tangguh ini. Akan tetapi, kembali lawannya telah mengenal ilmunya dan tiba-tiba, ketika kedua tangannya memukul ke arah kepala dan ke arah pusar dengan berbareng secara hebat sekali, dia merasa kedua tangannya itu bertemu dengan hawa pukulan yang merupakan benteng yang menghentikan gerakannya, dan sebelum dia tahu apa yang terjadi, wanita itu telah menampar punggungnya dari samping.
"Plakk!"
"Aughh...!"
Hok Boan terguling roboh dan dari mulutnya dia muntahkan darah segar!
"Berani kau melukai suamiku?"
Teriakan ini keluar dari mulut Si Kwi yang baru saja datang. Si Kwi tadinya berada di dalam kamarnya, karena dia masih mendongkol sehabis cekcok sedikit dengan suaminya. Dia tahu bahwa Sin Liong tentu akan dihajar, akan tetapi diapun tidak mau sampai bentrok dengan suaminya hanya demi anak itu,
Dan memang dia juga tahu bahwa Sin Liong keras kepala dan bandel, mungkin perlu diberi sedikit hajaran pula. Maka dia diam saja di dalam kamarnya. Akan tetapi ketika tiba-tiba dia mendengar jerit Lan Lan dan Lin Lin, dia terkejut dan cepat melompat keluar sambil membawa pedangnya. Jerit dua orang anak perempuan yang terdengar oleh ibu mereka itu adalah ketika mereka melihat Beng Sin dirobohkan oleh wanita tadi. Ketika Si Kwi memasuki ruangan itu dan melihat Kim Hong Liu-nio, dia terkejut dan segera mengenal wanita itu karena wanita itu memang sama sekali tidak berubah semenjak dilihatnya untuk pertama kali sebelas tahun yang lalu. Akan tetapi ketika dia melihat wanita itu merobohkan Hok Boan, Si Kwi menjadi marah sekali. Tidak perduli wanita itu utusan Raja Sabutai, kalau kini mengganggu keluarganya, harus dilawannya.
Maka dia sudah membentak marah dan menerjang wanita itu dengan pedangnya! Ilmu pedang dari Si Kwi amat hebat. Dahulu dia adalah seorang ahli menggunakan siang-kiam, yaitu sepasang pedang. Akan tetapi, sejak tangan kirinya buntung, dia hanya mempergunakan pedang tunggal, akan tetapi dengan menguasai Ilmu Im-yang Lian-hoan-kun maka dia dapat memainkan pedang tunggalnya secara hebat. Apalagi karena Si Kwi terkenal dengan gin-kangnya sehingga dahulu dia pernah mendapat julukan Ang-yan-cu (Si Walet Merah) karena gerakannya yang amat cepat seperti walet terbang dan kegemarannya mengenakan pakaian merah. Maka kini serangannya terhadap Kim Hong Liu-nio juga hebat sekali. Namun, wanita cantik itu menghadapi serangan ini dengan sikap tenang bahkan mulutnya berkata mengejek,
"Hemm, ilmu pedang apa ini yang kau pergunakan?"
Dengan amat mudahnya, Kim Hong Liu-nio mengelak. Akan tetapi ilmu pedang dan gerakan Si Kwi luar biasa cepatnya, tahu-tahu sinar pedangnya sudah menyambar lagi ke arah leher lawan dengan kecepatan tinggi.
"Bagus! Kiranya diambil dari Im-yang Lian-hoan-kun, ya?"
Wanita cantik itu tidak mengelak dari sambaran pedang yang mengancam lehernya, melainkan mengangkat sedikit tangan kirinya.
"Cringgg...!"
Tubuh Si Kwi tergetar dan terhuyung mundur. Pedangnya hampir saja terlepas dari pegangannya ketika tadi tertangkis oleh lengan wanita itu, lengan kiri yang memakai gelang emas kecil-kecil belasan buah banyaknya. Gelang-gelang kecil inilah yang tadi menangkis pedang dan membuat Si Kwi terhuyung. Bukan main! Maklum bahwa dia bukan tandingan wanita itu, melihat bahwa suaminya sudah tidak lagi mengalami luka parah, hatinya lega dan diapun menghentikan serangannya.
"Kenapa kau menyerang suamiku?"
Demikian tanyanya sebagai pembelaan diri telah berani menyerang wanita itu. Dia teringat bahwa wanita ini adalah utusan Raja Sabutai, maka kalau saja tidak melihat wanita itu tadi merobohkan suaminya, dia akan berpikir panjang lebih dulu sebelum berani menyerangnya.
"Kouwnio, harap kouwnio suka memaafkan kami dan harap jangan mengganggu kami sekeluarga yang tidak mempunyai kesalahan terhadap kouwnio,"
Kini Hok Boan berkata karena dia maklum bahwa dia dan isterinya sama sekali tidak akan mampu menghadapi wanita ini. Pula, memusuhi utusan Raja Sabutai sama saja dengan membunuh diri karena mereka berada di daerah kekuasaan raja liar itu. Maka lebih baik mengalah dan melupakan penghinaan tadi, bersikap merendah. Kim Hong Liu-nio kembali memandangi mereka itu satu demi satu dengan sinar matanya yang tajam dan dingin mengerikan. Lalu katanya, seperti tadi, lirih dan satu-satu namun penuh desakan dan ancaman,
"Siapakah orang she Cia?"
Si Kwi terkejut mendengar pertanyaan ini.
"Orang she... Cia...? Apa maksudmu dengan pertanyaan itu, kouwnio?"
Tanyanya dengan wajah berubah pucat. Kim Hong Liu-nio memandang kepadanya dengan sinar mata tajam penuh selidik, sinar mata yang seolah-olah hendak menjenguk ke dalam isi hati wanita itu.
"Nyonya buntung, siapakah orang she Cia di sini?"
Tanyanya, suaranya penuh ancaman. Dalam keadaan biasa, tentu Si Kwi akan marah disebut nyonya buntung. Akan tetapi pada saat itu, disebutnya she Cia membuat jantungnya berdebar tegang sehingga dia tidak memperdulikan sebutan itu.
"Aku tidak tahu, di sini tidak ada yang she Cia!"
Jawabnya tegas. Sejenak Kim Hong Liu-nio beradu pandang dengan Si Kwi, kemudian wanita cantik itu menoleh kepada Kui Hok Boan, dengan suara seperti tadi, suara yang menyeramkan itu, dia mengajukan pertanyaannya kepada sasterawan itu,
"Siapakah orang she Cia di sini?"
Hok Boan cepat menggeleng kepalanya.
"Tidak ada... tidak ada yang she Cia!"
Jawabnya dengan suara tegas pula. Juga kepada laki-laki ini, Kim Hong Liu-nio memandang dengan tajam. Kemudian dia menoleh kepada Lan Lan yang memandangnya dengan mata terbelalak.
"Adik manis, siapakah orang she Cia di sini?"
Lan Lan menjawab sambil menggeleng kepala, suaranya tidak jelas,
"Tidak tahu... tidak ada she Cia..."
Kim Hong Liu-nio berpaling kepada Lin Lin, yang menundukkan muka.
"Dan kau, nona cilik, tahukah kau siapa orang she Cia di sini?"
Lin Lin mengangkat muka memandang wanita itu, lalu menunduk kembali dan menjawab,
"Tidak tahu, tidak ada she Cia."
Kim Hong Liu-nio terus memutar tubuhnya. Di samping Lin Lin berdiri Sin Liong akan tetapi dia tidak bertanya kepada anak itu. Percuma saja, pikirnya, dan anak ini agaknya tidak disayang oleh suami isteri itu maka tidak ada harganya bagi dia. Dipandangnya Beng Sin dan bertanyalah dia kembali,
"Kau, bocah gemuk. Siapa orang she Cia di sini?"
"Tidak tahu! Tidak tahu! Tidak ada orang she Cia!"
Beng Sin menjawab gagap dan tegas, lalu menundukkan mukanya. Kini tiba giliran Siong Bu, Sin Liong yang sejak tadi terus mengikuti gerak-gerik wanita itu, kini ikut pula memandang kepada Siong Bu dan jantungnya berdebar penuh dugaan ketika mendengar wanita itu bertanya.
"Sekarang engkau, yang tadi kudengar suaramu, hayo katakan siapakah orang she Cia di sini?"
Siong Bu mengangkat muka memandang, lalu menoleh kepada yang lain, akan tetapi dia melewati muka Sin Liong, lalu menggeleng kepala,
"Aku tidak tahu. Di sini tidak ada orang she Cia!"
Setelah berkata demikian, cepat dia menundukkan muka pula agar jangan sampai menoleh kepada Sin Liong. Kembali Sin Liong merasa terharu. Baru sekarang dia melihat kenyataan bahwa betapapun juga, keluarga ini tidak rela melihat dia terancam bahaya maut dan hal ini mendatangkan perasaan sedemikian gembira dan lega di dalam dadanya sehingga dia agak tersenyum dan wajahnya berseri-seri, rasa nyeri di punggungnya lenyap tak terasakan lagi!
Keadaan menjadi makin menegangkan dan Hok Boan bersama isterinya sudah siap untuk menghadapi segala kemungkinan kalau-kalau wanita itu akan memperlihatkan kemarahan dan kekecewaannya karena semua keluarga itu menjawab tidak tahu. Akan tetapi, wanita cantik itu tersenyum! Tersenyum manis sekali, senyum yang amat mengherankan hati Hok Boan akan tetapi membuat bulu tengkuk Si Kwi meremang karena dia yang sejak dahulu sudah biasa bergaul dengan tokoh-tokoh golongan sesat yang berwatak aneh-aneh, sudah mengerti senyum yang mengerikan ini. Manis memang, mungkin memikat bagi hati pria, akan tetapi di balik senyum itu terkandung ancaman maut mengerikan. Senyum itu melebar sehingga nampak sekilas pandang gigi putih kemilau di balik belahan bibir merah basah itu, lalu bibir itu bergerak-gerak dan berkatalah dia,
"Bagus sekali, agaknya memang harus ada seorang di antara kalian yang disiksa, baru kalian mau mengaku. Baik, anak manis ini tidak akan menjadi manis lagi kalau ujung hidungnya kupotong...!"
Cepat bagaikan kilat, tahu-tahu tangannya telah mencengkeram pundak Lan Lan dan diangkatnya tubuh anak itu ke atas. Lan Lan menjerit, Si Kwi dan Lin Lin juga menjerit.
"Akulah orang she Cia!"
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan keras. Semua orang terbelalak dan memandang kepada Sin Liong yang mengeluarkan kata-kata itu dengan suara lantang tadi. Anak ini berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar, dada diangkat dan sepasang matanya memandang wajah Kim Hong Liu-nio dengan penuh kemarahan.
"Lepaskan dia, jangan ganggu orang-orang yang tidak bersalah. Akulah orang she Cia yang kau cari-cari!"
Perlahan-lahan tangan yang mencengkeraman pundak Lan Lan itu mengendur sehingga tubuh Lan Lan terlepas dan terhuyung. Anak perempuan ini terisak dan cepat dirangkul ibunya. Kim Hong Liu-nio kini memandang kepada Sin Liong lengan mata bersinar-sinar seperti kilat, penuh keheranan, kekagetan, dan juga kekaguman. Anak ini memang bukan anak biasa, pikirnya, ngeri juga menentang pandang mata yang mencorong seperti mata anak naga itu.
"Liong-ji...!"
Si Kwi berkata lirih dengan muka pucat sekali. Timbul niat di dalam hatinya untuk melindungi anak itu, anak kandungnya sendiri itu, dengan taruhan nyawa. Sin Liong menoleh kepada Si Kwi dan agaknya dia maklum akan niat dari ibu angkatnya itu. Dia masih kecil akan tetapi dia tahu bahwa wanita iblis itu lihai bukan main dan baik ibu angkatnya maupun ayah angkatnya bukanlah tandingan wanita itu.
"Ibu, harap jangan mencampuri. Ibu hanyalah ibu angkatku, tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk aku."
Setelah berkata demikian, dia lalu melangkah maju menghampiri Kim Hong Liu-nio dengan sikap gagah sekali sehingga Si Kwi terbelalak dan tengkuknya meremang karena sikap Sin Liong itu membuat dia teringat kepada Cia Bun Houw. Anak ini benar-benar Cia Bun Houw kecil! Sinar matanya itu, keberaniannya, dan kegagahannya! Juga Kim Hong Liu-nio menjadi tertegun sehingga dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap anak kecil yang mengaku she Cia dan amat pemberani itu. Dan anak ini tadi dihajar oleh Kui Hok Boan, sedikitpun tidak mengeluh, bahkan dimintakan ampun oleh anak-anak lain!
"Benarkah engkau she Cia?"
Kim Hong Liu-nio bertanya, diam-diam merasa sayang kalau anak ini she Cia dan dia terpaksa harus membunuhnya. Dia kagum melihat keberanian anak ini.
"Seorang gagah tidak akan mengingkari perbuatannya dan aku melihat bahwa engkau adalah seorang wanita yang berkepandaian tinggi sehingga ibu dan ayah angkatku sendiri tidak mampu menandingimu!"
Sin Liong berkata dengan lantang, membuat ayah dan ibu angkatnya benar-benar merasa terkejut karena biasanya Sin Liong pendiam dan tidak banyak bicara.
"Maka engkau tentu mau mengatakan pula mengapa engkau mencari orang she Cia?"
"Akan kubunuh! Semua orang she Cia harus kubunuh!"
Jawab Kim Hong Liu-nio.
"Mengapa? Apa salahnya orang-orang she Cia?"
Tanya pula Sin Liong.
"Anak kecil mau mampus kau tahu apa! Bersiaplah untuk mampus!"
"Membunuh seorang anak kecil seperti aku tentu saja mudah bagimu dan perbuatanmu itu tidak akan mengharumkan namamu. Kau membunuh aku sama dengan aku membunuh seekor semut, perbuatan itu mana dapat dibanggakan? Kalau kau memang gagah berani, hayo kau hadapi ayahku dan juga she Cia, barulah seimbang!"
"Monyet kecil, siapa ayahmu?"
Kim Hong Liu-nio membentak marah. Dia tidak tahu bahwa Sin Liong paling benci kalau dimaki monyet kecil, karena memang dia suka bergaul dengan monyet, akan tetapi dia tahu bahwa dia manusia bukan monyet. Mendengar makian itu, dia melotot dan balas memaki.
"Dan kau srigala betina besar! Kau mau tahu ayahku? Ayahku adalah pendekar paling hebat di dunia ini dan kalau kau bertemu dengan ayahku, tentu dia tidak akan memberi ampun kepada srigala betina yang kejam seperti engkau ini!"
Kim Hong Liu-nio hampir tak dapat menahan kemarahannya. Sinar merah menyambar dan terdengar bunyi "prakk!"
Ternyata meja di dekat Sin Liong hancur berkeping-keping terkena sambaran sinar merah itu yang bukan lain hanyalah ujung sabuk merah dari sutera yang diikatkan di pinggang wanita itu dan yang ujungnya masih berjuntai panjang. Hanya menggunakan ujung sabuk merah saja mampu menghancurkan meja batu, kepandaian ini benar-benar membuat Si Kwi dan Hok Boan menjadi pucat dan tubuh mereka mengeluarkan keringat dingin.
"Liong-ji, jangan banyak bicara!"
Si Kwi memperingatkan anaknya.
"Bocah bermulut lancang! Kau layak mampus seribu kali, akan tetapi sebelum mampus, katakan dulu siapa ayahmu dan di mana dia!"
"Huh, karena berada di sini maka kau enak saja mengancam hendak membunuh aku, coba kalau ada ayah, mengganggu seujung rambutkupun engkau takkan mampu. Aku menantangmu untuk bertanding dengan ayahku, dan kalau ayah sampai kalah olehmu, biarlah tanpa kau turun tangan, aku akan menggorok leherku sendiri di depanmu. Kalau engkau sekarang membunuh aku tanpa berani memenuhi tantanganku, maka engkau ini tidak ada bedanya dengan seekor srigala pemakan bangkai yang beraninya hanya menyerang bangkai, dan kau beranimu hanya mengganggu orang-orang lemah seperti anak-anak kecil. Huh, sungguh memalukan sekali!"
"Liong-ji...!"
Si Kwi mengeluh. Anak itu seperti bunuh diri saja, berani bicara seperti itu di depan wanita ini! Dan Kim Hong Liu-nio sendiri sampai tercengang, seolah-olah dia tidak percaya apa yang didengarnya. Selama hidupnya, belum pernah ada orang berani bicara seperti itu kepadanya, bahkan Sri Baginda Sabutai sendiri tidak pernah menghinanya seperti itu. Saking herannya, dia sampai lupa akan kemarahannya, atau mungkin juga saking marahnya, dia sampai tidak tahu lagi harus berbuat apa!
"Katakan siapa ayahmu, anak setan! Kalau aku tidak dapat membunuh ayahmu dan nenek moyangmu, aku tidak mau memakai nama Kim Hong Liu-nio lagi!"
Wanita itu akhirnya menjerit seperti seorang anak perempuan yang digoda sampai mengkal sekali hatinya dan Kim Hong Liu-nio juga sampai lupa diri, dia membanting kakinya ke atas lantai, seperti anak perempuan sedang berang.
"Bres!"
Kaki wanita itu kecil mungil, akan tetapi begitu dibantingnya di atas lantai dengan pengerahan sin-kang, kaki itu amblas sampai hampir selutut dalamnya! Kembali Si Kwi dan Hok Boan menelan ludah. Bahkan Siong Bu dan Beng Sin terang-terangan mengulurkan lidah mereka saking heran, kaget dan kagum. Kepandaian wanita itu benar-benar seperti siluman!
"Ayahku adalah pendekar sakti Cia Bun Houw, putera dari ketua Cin-ling-pai kalau kau mau tahu!"
Kata Sin Liong sambil mengangkat dada, wajahnya berseri dan matanya bersinar-sinar. Dia maklum bahwa di tangan wanita iblis ini, ayah dan ibu angkatnya tidak mungkin akan dapat menyelamatkannya, maka dia hendak menghadapi kematian dengan gagah dan mengangkat tinggi-tinggi nama ayahnya yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya itu.
"Ahhhhh...!"
Seruan ini bukan hanya terdengar dari mulut Kim Hong Liu-nio, akan tetapi juga dari mulut Kui Hok Boan yang menjadi kaget setengah mati dan terheran-heran bukan main mendengar pengakuan Sin Liong. Tentu saja dia sudah mendengar nama pendekar sakti Cia Bun How, dan membayangkan betapa bocah ini yang tadinya dikenal sebagai anak peliharaan monyet mengaku putera Cia Bun Houw, meremang bulu tengkuknya.
"Bohong!"
Kim Hong Liu-nio berseru.
"Macam engkau ini anak Cia Bun Houw? Huh, siapa percaya omonganmu? Jangan kira engkau akan boleh menakut-nakuti orang dengan nama Cia Bun Houw yang kau akui sebagai ayahmu!"
Sin Liong melangkah maju menghadapi wanita itu dengan kedua tangan bertolak pinggang, sikapnya sungguh penuh keberanian.
"Dan kau bilang bohong untuk menutupi rasa takutmu! Aku adalah Cia Sin Liong, anak kandung dari Cia Bun Houw! Engkau mau percaya atau tidak adalah urusanmu, akan tetapi aku menantangmu untuk melawan ayah kandungku itu! Sekarang, mau bunuh, mau siksa, mau bakar, kau orang dewasa boleh berlaku sesuka hatimu terhadap anak kecil seperti aku. Akan tetapi awas, aku mati penasaran dan rohku akan selalu mengejar-ngejarmu sampai kau berani berhadapan dengan ayahku. Rohku baru tidak akan penasaran kalau kau sudah menggelinding mampus di depan kaki ayahku!"
Diam-diam Kim Hong Liu-nio merasa curiga dan ragu-ragu.
Kalau benar anak Cia Bun Houw, sungguh mengherankan mengapa bisa berada di Lembah Naga? Bukankah anak ini katanya menjadi anak angkat Kui Hok Boan? Akan tetapi melihat sikapnya, anak ini jelas bukan anak sembarangan, dan memang ada pantasnya kalau menjadi anak seorang yang luar biasa. Membunuh anak ini memang mudah, akan tetapi hatinya akan selalu merasa penasaran, dan memang seperti dikatakan anak ini tadi, membunuh anak ini sama sekali bukan hal yang dapat dibanggakan, bahkan menodai nama besarnya sebagai seorang gagah perkasa. Tangan kirinya sudah diangkat, siap untuk mengeluarkan tamparan maut, akan tetapi tangan itu turun kembali. Bohwat (kehabisan akal) juga dia menghadapi anak yang luar biasa ini. Akan tetapi dia teringat akan sesuatu, lalu dia mengambil keputusan untuk menyelidiki keadaan anak ini sampai dia yakin betul sebelum dia turun tangan.
"Eh, anak setan! Kalau benar engkau putera Cia Bun Houw seperti yang kau akui itu, katakan siapa ibumu!"
Kim Hong Liu-nio mendengar bahwa musuh besar utama gurunya itu, yaitu musuh utama yang bernama Cia Bun Houw, berjodoh dengan seorang pendekar wanita sakti yang menjadi musuh besar gurunya pula, yaitu yang bernama Yap In Hong. Akan tetapi dia tidak tahu apakah mereka itu terus menjadi suami isteri ataukah tidak karena kabarnya belum pernah mereka itu menikah, atau belum pernah pernikahan antara mereka itu dirayakan karena pernikahan mereke itu tidak direstui oleh ayah pendekar Cia Bun Houw itu. Akan tetapi jawaban Sin Liong benar-benar mengejutkan Kim Hong Liu-nio. Anak itu dengan suara lantang berkata,
"Aku tidak tahu siapa nama ibuku, akan tetapi ibu kandungku itu meninggal dunia dan dia juga seorang pendekar wanita yang sakti karena dia dahulu adalah murid mendiang Hek I Siankouw."
"Ahhh...!"
Sekali ini Kim Hong Liu-nio berseru kaget dan memandang kepada Si Kwi dengan mata terbelalak lebar. Wanita yang biasanya bersikap dingin dan angkuh itu sekali ini tidak mampu menyembunyikan perasaan herannya sehingga dia memandang bengong kepada Si Kwi seperti seorang yang tolol. Si Kwi menundukkan mukanya dan seperti kepada diri sendiri dia berbisik-bisik tanpa ada suara keluar dari mulutnya. Kim Hong Liu-nio masih tetap menatap wajah Si Kwi dan tanpa mengalihkan pandang matanya, akan tetapi dia menujukan pertanyaannya kepada Sin Liong.
"Anak setan, kau bohong! Bagaimana kau tahu akan semua itu? Siapa yang memberi tahu kepadamu?"
"Kau berani bilang bohong? Yang memberi tahu kepadaku adalah ibu angkatku sendiri! Jangan menuduh yang bukan-bukan, kalau kau takut terhadap ayahku, katakanlah saja terus terang!"
Kini wanita itu melangkah maju menghadapi Si Kwi dan terdengar suaranya aneh sekali, agaknya seperti orang terheran-heran,
"Liong Si Kwi, benarkah itu?"
Si Kwi menundukkan mukanya dan muka itu kini menjadi merah sekali. Dengan suara lirih dia berkata,
"Benar... ibu kandungnya... sudah mati..."
Tiba-tiba terdengar suara ketawa nyaring sekali dan Hok Boan bersama anak-anaknya yang berada di situ terkejut bukan main. Wanita itu kini tertawa, suara ketawanya aneh, merdu dan nyaring akan tetapi mendekati suara tangis! Wanita itu agaknya geli bukan main, tertawa-tawa sampai ada beberapa butir air mata membasahi pipinya dan dia masih tertawa seperti orang terisak ketika dia menggunakan ujung sabuk merah menghapus air matanya!
"Hi-hi-hik, Liong Si Kwi, kau kira rahasia busuk bisa ditutupi selamanya? Jadi, ketika engkau berjina dengan Cia Bun Houw dahulu itu, sampai tangan kirimu dibuntungi sebagai hukuman, ternyata hasilnya adalah bocah ini? Ah, kiranya engkau melahirkan keturunan Cia Bun Houw!"
"Ehhh...?"
Kui Hok Boan terkejut bukan main. Rahasia itu sama sekali tidak pernah didengarnya dari isterinya, maka diapun memandang kepada isterinya dengan mata terbelalak. Liong Si Kwi merasa bahwa dia tidak perlu menyangkal pula karena rahasia itu telah terbuka oleh pengakuan Sin Liong tadi. Pengakuan anak itu tentu tidak akan membuka rahasianya kalau didengar corang lain. Akan tetapi wanita ini adalah utusan Raja Sabutai, tentu saja telah mendengar akan semua peristiwa yang dialaminya belasan tahun yang lalu di Lembah Naga, ketika Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li menawan pendekar sakti Cia Bun Houw (baca cerita Dewi Maut). Mukanya menjadi merah dan karena sudah kepalang bahwa rahasianya telah diketahui orang, dia lalu berkata,
"Benar, anak ini adalah anak kandungku dari pendekar sakti Cia Bun Houw!"
"Ibu...!"
Sin Liong berseru, akan tetapi pada saat itu nampak segulung sinar merah berkelebat dan Sin Liong terguling roboh ketika dia hendak lari kepada ibunya, karena dia telah terdorong oleh sambaran ujung sabuk yang menyentuh pundaknya. Agaknya wanita itu tidak bermaksud membunuhnya, maka sentuhan ujung sabuk merah itu hanya membuat anak itu terguling. Lalu kelihatan asap mengepul dan ternyata wanita itu telah menyalakan sebatang hio (dupa biting) dan mengangkat kayu salib ke atas kepalanya.
"Liong Si Kwi, karena engkau telah melahirkan anak keturunan Cia Bun Houw, maka engkau terhitung keluarga dari Cia Bun Houw, maka bersiaplah engkau untuk menebus dendam guruku, Hek-hiat Mo-li dengan nyawamu!"
"Tidak...! Jangan...!"
Kui Hok Boan berteriak dan menerjang ke depan, akan tetapi kembali sinar merah berkelebat dan saterawan itu terpelanting. Si Kwi maklum bahwa percuma saja mencoba untuk menyelamatkan dirinya dengan kata-kata terhadap wanita iblis ini, juga melarikan diri tidak akan ada gunanya, maka karena dia masih memegang pedangnya, dia lalu berteriak nyaring dan tiba-tiba saja tangan kanan yang memegang pedang itu bergerak menyerang dengan tusukan kilat ke arah dada wanita yang menyeramkan itu.
"Bagus, dengan begini kau patut mati sebagai keluarga Cia!"
Kata Kim Hong Liu-nio dengan suara girang sekali karena memang dia akan merasa terhina dan kecewa kalau membunuhi musuh-musuh gurunya tanpa perlawanan, seperti yang dikatakan oleh anak setan tadi. Kalau musuhnya melawan, berarti dia membunuh musuh yang dapat melawan, bukan sebagai srigala yang menggerogoti bangkai!
"Cringgg...!"
Kembali pedang itu ditangkis oleh lengan kirinya yang memakai gelang.
"Ihhh...!"
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Kwi menjerit karena tertangkis oleh gelang di lengan wanita itu, dia merasa pergelangan targannya tertotok oleh ujung biting, nyeri sekali rasanya dan tanpa dapat dicegahnya lagi, jari-jari tangannya yang seperti lumpuh sesaat itu melepaskan gagang pedangnya yang jatuh berdenting ke atas lantai! Terdengar wanita itu tertawa, akan tetapi Si Kwi sudah cepat menggerakkan tangannya. Terdengar suara angin bersiutan dan sinar-sinar kecil hitam menyambar ke arah tujuh jalan darah di depan tubuh wanita itu. Itulah Hek-tok-ting (Paku Hitam Beracun), senjata rahasia yang ampuh dari Liong Si Kwi. Setiap paku merupakan ancaman maut dan tujuh batang paku itu menyambar dengan kecepatan yang amat hebat karena dilepaskan dari jarak yang hanya tiga meter jauhnya!
"Hemm...!"
Wanita cantik itu benar-benar hebat bukan main. Dia tidak kelihatan gugup sama sekali, bahkan memandang rendah.
Tangan kiri yang memegang sebatang hio itu tidak bergerak, akan tetapi tangan kanan yang memegang kayu salib bergerak cepat ke atas dan menyambar ke bawah. Dan ternyata bahwa paku-paku itu semua menancap di atas papan kayu berbentuk salib itu, dan hebatnya, semua paku-paku itu menancap di bagian ujung kayu yang bertuliskan huruf Cia! Wanita itu bukan hanya mampu menangkis semua paku, akan tetapi lebih daripada itu, dia mampu membuat semua paku itu menancap di tempat yang sama, yaitu di ujung yang ditulisi huruf Cia, seolah-olah menjadi tanda bahwa calon korbannya itu adalah keluarga marga atau she Cia! Bukan main kagetnya hati Si Kwi. Dia tadi mendengar bahwa wanita ini adalah murid Hek-hiat Mo-li, akan tetapi dia yang pernah menyaksikan kesaktian Hek-hiat Mo-li,
Kini harus mengakui bahwa wanita iblis ini agaknya malah lebih lihai daripada gurunya. Akan tetapi dia telah nekat. Rahasianya telah dibuka dan tentu hal itu akan mempengaruhi hubungan antara dia dan suaminya. Selain itu, dia harus mencoba untuk membela Sin Liong, anak kandungnya sendiri, di samping itu, kini terancam bahaya maut dalam mempertahankan nama Cia Bun Houw, pria pertama yang pernah merebut kasih sayangnya, dia teringat akan pendekar itu dan hatinya dipenuhi oleh perasaan mesra dan bangga karena dia diperbolehkan membela nama pendekar sakti itu sebagai keluarganya! Maka dengan teriakan nyaring dia lalu menubruk ke depan, menggunakan tangannya untuk mencengkeram ke arah kepala lawan, sedangkan tangan kirinya yang buntung itu dipergunakannya untuk menotok ke arah ulu hati!
"Robohlah engkau, ibu dari anak keturunan Cia Bun Houw!"
Tiba-tiba Kim Hong Liu-nio membentak dan sinar api kecil meluncur ke depan ketika tubuhnya mencelat mundur. Itu adalah sinar api dupa biting yang masih bernyala dan yang kini melesat ke depan, meluncur seperti anak panah cepatnya. Si Kwi pernah menyaksikan wanita ini membunuh orang dengan sebatang hio, maka dia terkejut sekali dan berusaha mengelak, namun dia kurang cepat karena dia tadi sedang dalam keadaan menyerang.
"Cuss...!"
Dupa biting itu menyambar dahinya dan tepat sekali menusuk di antara kedua alisnya sampai semua gagang hio itu lenyap!
Si Kwi mengeluarkan jeritan lirih dan tubuhnya terjengkang, roboh terlentang dan tewas seketika dengan hio masih menancap di dahinya dan hio itu masih membara, mengeluarkan asap ke atas! Seolah-olah nyawa wanita itu melayang melalui asap yang keluar dari dahinya itu! Kui Hok Boan terbelalak pucat dan terdengar jerit-jerit memilukan dari Lan Lan, Lin Lin yang menubruk ibu mereka sambil menangis. Terdengar suara gerengan liar seperti seekor monyet marah dan Sin Liong sudah meloncat, loncatan yang dilakukan menurutkan nalurinya sebagai binatang, yang diperolehnya dalam pergaulan dengan para monyet, dan dia sudah menubruk ke arah Kim Hong Liu-nio! Wanita ini sedang memandang mayat lawannya dengan senyum penuh kepuasan ketika Sin Liong menubruk.
Tentu saja dia tahu akan serangan anak itu dan dia sudah menggerakkan tangan kirinya untuk memapaki kepala anak itu dengan tamparannya. Akan tetapi dia teringat akan maki-makian dan tantangan anak itu tadi, maka dia menahan tangannya karena merasa malu kalau harus membunuh seorang bocah yang sudah berani menantangnya seperti itu. Karena dia menahan tangannya dan karena dia memandang rendah kepada Sin Liong, maka Sin Liong berhasil menubruknya dari belakang dan seperti seekor monyet marah atau seekor harimau kelaparan, Sin Liong mencengkeram dengan kedua tangannya. Tanpa disadarinya, kedua tangan itu memeluk Kim Hong Liu-nio dan kedua tangan itu yang mencengkeram sekenanya telah mencengkeram buah dada wanita itu! Kemudian Sin Liong membuka mulutnya dan menggigit tengkuk!
"Ihhhh...!"
Kini Hong Liu-nio menjerit, bukan karena gigitan pada tengkuknya, melainkan karena cengkeraman pada kedua buah dadanya itu. Tiba-tiba dia merasa seluruh tubuhnya menggigil, jantungnya berdebar keras kepalanya menjadi pening! Patut diketahui bahwa Kim Hong Liu-nio adalah seorang wanita berusia tiga puluh tahun yang masih perawan, yang selama hidupnya belum pernah bersentuhan dengan pria walaupun sudah sering dia mimpi akan hal itu.
Kini, merasa betapa tubuhnya dipeluk dan dadanya diraba tangan seorang laki-laki, biarpun laki-laki yang masih anak-anak, dia seperti kemasukan getaran halilintar, tubuhnya menjadi panas dingin dan tak terasa lagi dia menjerit. Akan tetapi, hanya sebentar saja dia dikuasai perasaan aneh itu. Sekali wanita sakti ini menggoyang tubuhnya, Sin Liong terlempar dan terbanting keras ke dinding ruangan itu. Sin Liong roboh dan pingsan! Kui Hok Boan kini bangkit dan dengan terpincang-pincang dia berdiri menghadang di depan anak-anak itu, khawatir kalau-kalau anak-anaknya akan dibunuh semua oleh wanita iblis itu. Akan tetapi Kim Hong Liu-nio tersenyum dan menggeleng kepala. Kemudian menyimpan kembali kayu salib yang telah dicoretnya satu kali di bawah nama Cia, memasangnya di punggung dan dia lalu memandang kepada Kui Hok Boan.
"Jangan khawatir, karena engkau benar-benar tidak tahu-menahu tentang keluarga Cia, maka biarlah kau dan anak-anakmu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan keluarga Cia, kuampuni. Akan tetapi anak itu akan kubawa dia keturunan musuh besarku!"
Kim Hong Liu-nio menuding ke arah tubuh Sin Liong yang masih pingsan. Kui Hok Boan adalah seorang yang pada dasarnya memang mempunyai watak pengecut, yaitu kalau sudah terancam bahaya maut barulah sifatnya ini menonjol. Tadinya, dia masih berwatak gagah melindungi isterinya dan melindungi pula Sin Liong, akan tetapi kini semua kegagahannya itu luntur dan lenyap dan dia berubah menjadi seorang yang rendah diri.
"Terima kasih atas pengampunan kouwnio..."
Katanya lirih sambil menundukkan mukanya.
"Sekarang dengarlah, Kui Hok Boan. Aku diutus oleh Sri Baginda Sabutai untuk memberi tahu kepadamu bahwa sebelum enam bulan, engkau harus sudah meninggalkan Istana Lembah Naga ini, dan semua penghuni dusun-dusun yang berada di sekitar tempat inipun semua harus pergi. Kalau sudah lewat enam bulan dan masih ada orang yang berada di sekitar sini, jangan salahkan kami kalau kami akan membunuhnya. Mengertikah kau?"
Kui Hok Boan terkejut sekali dan cepat dia mengangguk-angguk.
"Baik... baik... akan saya taati..."
Melihat betapa Kui Hok Boan yang tadi gagah seperti harimau kini menjadi jinak seperti domba, padahal mayat isterinya masih hangat rebah di depannya, Kim Hong Lim-nio mengeluarkan suara mengejek.
"Huh!"
Lalu dia membalikkan tubuhnya menyambar lengan Sin Liong yang diseretnya dan dibawanya keluar dari ruangan itu, tanpa menoleh sedikitpun ke belakang lagi.
"Sin Liong...!"
Tiba-tiba Lin Lin menjerit dan bangkit berdiri, hendak lari mengejar agaknya.
"Lin Lin...!"
Hok Boan membentak dan cepat dia menyambar lengan anaknya. Kim Hong Liu-nio berhenti melangkah ketika sampai di pintu, menoleh dan melihat betapa empat orang anak-anak itu memandang ke arah Sin Liong sambil menangis. Maka berkatalah dia,
"Orang she Kui, empat orang anak itu jauh lebih baik daripada engkau!"
Lalu sekali berkelebat lenyaplah bayangan wanita itu dari situ.
Maka terdengarlah tangis dan ratap di dalam ruangan itu, dan tak lama kemudian, ratap tangis itu makin riuh ketika para pelayan melihat bahwa nyonya majikan mereka telah tewas. Istana Lembah Naga diliputi suasana berkabung. Lan Lan dan Lin Lin menangis tiada hentinya, dan Kui Hok Boan termenung dengan penuh penyesalan. Baru terhadap Si Kwi dia benar-benar pernah mencinta dan setelah menikah dengan Si Kwi, sifatnya yang mata keranjang menjadi reda. Akan tetapi kini Si Kwi telah tewas dan meninggalkan dia seorang diri bersama empat orang anak! Akan tetapi, kemudian dia teringat bahwa biarpun dia harus pindah dari Lembah Naga, dan dia memang bermaksud kembali ke selatan, namun dia telah menemukan harta karun dan kini telah menjadi seorang yang kaya raya, maka dia tidak merasa khawatir. Hanya sedikit kebimbangan mengganggu hatinya. Di selatan dia mempunyai banyak musuh!
Jeng-hwa-pang sekarang jauh berbeda dengan Jeng-hwa-pang belasan tahun yang lalu ketika perkumpulan itu dipimpin oleh Jeng-hwa Sian-jin. Dahulu, perkumpulan itu tidak sehebat sekarang ini, setelah Jeng-hwa Sian-jin meninggal dan perkumpulan itu dipimpin dan dibangun kembali oleh muridnya. Kalau Jeng-hwa Sian-jin sebagai bekas tokoh-tokoh Pek-lian-kauw selain berilmu silat tinggi juga ahli dalam ilmu sihir, Maka muridnya ini yang menuruni kepandalan ilmu silatnya tanpa menuruni ilmu sihirnya, ternyata memiliki keahlian lain yang bahkan melebihi mendiang gurunya, yaitu dalam hal ilmu tentang racun. Jeng-hwa-pang sendiri mendapatkan namanya dari julukan Jeng-hwa Sian-jin, dan kakek itu dijuluki Jeng-hwa Sian-jin karena dia telah menemukan kembang hijau yang hanya bisa ditemukan orang di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Himalaya.
Kembang hijau ini mengandung racun yang amat hebat, yang boleh dibilang rajanya kembang-kembang beracun. Akan tetapi, kalau Jeng-hwa Sian-jin mempergunakan khasiat kembang mujijat itu untuk melatih dan memperdalam ilmu sihirnya, sebaliknya muridnya itu mempergunakan kembang hijau itu untuk memperdalam ilmu tentang racun-racun! Maka kini terkenallah perkumpulan Jeng-hwa-pang sebagai perkumpulan orang-orang yang ahli dalam mempergunakan racun sehingga tentu saja amat ditakuti oleh golongan lain. Akan tetapi, ketika Kaisar Ceng Tung memperoleh kembali tahta kerajaannya yang tadinya diserahkan kepada adiknya ketika dia menjadi tawanan Raja Sabutai (baca cerita Dewi Maut), Kaisar ini telah mengerahkan orang-orang pandai, mempergunakan tangan besi untuk menekan dan mengendalikan perkumpulan-perkumpulan golongan hitam yang suka menimbulkan kekacauan.
Oleh karena itu, Jeng-hwa-pang yang termasuk sebagai perkumpulan yang diawasi dan dibatasi gerakannya, lalu mengungsi ke luar tembok besar dan untuk sementara mendirikan sarang di dekat tembok besar di utara. Ketua Jeng-hwa-pang bernama Gak Song Kam dan karena keahliannya bermain racun, dia dikenal orang sebagai Tok-ong (Raja Racun)! Nama julukannya sebagai Tok-ong ini sama terkenalnya dengan nama Jeng-hwa-pang yang tersohor. Dahulu, ketika Jeng-hwa-pang masih dipimpin oleh mendiang Jeng-hwa Sian-jin, perkumpulan ini lebih condong mempelajari ilmu-ilmu sihir yang keji dan cabul. Jeng-hwa Sian-jin "ketemu batunya"
Ketika sedang melaksanakan praktek keji dan cabul itu muncul seorang kakek sakti yang membuatnya tewas dan anak buahnya menyerah dan bertobat. Kakek sakti itu bukan lain adalah Bun Hoat Tosu (baca cerita Dewi Maut). Untuk sementara perkumpulan itu benar-benar telah bubar.
Akan tetapi setelah Gak Song Kam berhasil memperdalam ilmu-ilmunya di Pegunungan Himalaya dan mempelajari ilmu-ilmu tentang racun dari seorang pertapa di sebuah puncak pegunungan itu, Dia lalu mengumpulkan kembali bekas anggauta Jeng-hwa-pang dan dia membangun kembali perkumpulan itu. Akan tetapi, tindakan tangan besi oleh Kaisar Ceng Tung membuat dia terpaksa membawa para anggautanya yang jumlahnya ada seratus orang itu untuk sementara waktu mengungsi ke perbatasan di utara, dekat tembok besar. Jeng-hwa-pangcu she Gak ini telah menikah dengan seorang wanita she Tio, akan tetapi dia tidak mempunyai keturunan. Isterinya membawa beberapa orang sanak keluarganya yang juga she Tio ketika mengungsi ke utara dan mereka ini ikut hidup senang sebagai keluarga isteri ketua perkumpulan besar, dan di antaranya ada pula yang menjadi anggauta Jeng-hwa-pang.
(Lanjut ke Jilid 10)
Pendekar Lembah Naga (Seri ke 04 "
Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 10
Para anggauta Jeng-hwa-pang semua diberi pelajaran tentang racun oleh ketuanya sehingga mereka rata-rata selain pandai ilmu silat, juga pandai mempergunakan racun untuk mengalahkan lawan. Mungkin karena mengandalkan kepandaian sendiri dan mengandalkan nama besar perkumpulan mereka, setelah pindah ke perbatasan di utara, dalam beberapa tahun saja, Jeng-hwa-pang telah dikenal dan ditakuti, malang melintang di perbatasan itu karena mereka merasa terlepas dari jangkauan tangan besi Kaisar. Akan tetapi, pada suatu hari terjadilah malapetaka menimpa keluarga ketua Jeng-hwa-pang, yaitu pada suatu malam ketika ketua Jeng-hwa-pang sedang pergi bersama beberapa orang pembantunya menangkap beberapa ekor ular gurun pasir, muncullah seorang wanita yang mengaku bernama Kim Hong Liu-nio dan wanita ini secara kejam telah membunuh isteri ketua Jeng-hwa-pang dan juga sembilan orang keluarga wanita itu, kesemuanya she Tio! Tentu saja Jeng-hwa-pang menjadi geger,
Apalagi ketika para anak buah Jeng-hwa-pang yang mengeroyok dibuat kocar-kacir oleh wanita yang amat lihai itu. Ketika Gak Song Kam pulang dan mendapatkan isterinya dan sembilan orang keluarga isterinya tewas semua, dengan cara kematian yang aneh, yaitu dahi atau bagian tubuh lain yang berbahaya tertancap oleh sebatang hio yang membara, Tentu saja dia menjadi marah sekali. Akan tetapi segera tersiar berita bahwa wanita bernama Kim Hong Liu-nio itu telah merajalela, membunuh-bunuhi semua orang she Tio, Yap, dan Cia yang dapat ditemukan di daerah itu, yang tentunya tidak banyak karena yang dicari adalah orang-orang Han, sedangkan daerah itu lebih banyak didiami oleh orang-orang suku bangsa lain. Tentu saja Gak Song Kam merasa sakit hati dan berusaha untuk mencari wanita itu. Dia merasa menyesal sekali mengapa dia pergi mengajak lima orang pembantunya yang pandai sehingga ketika wanita itu datang membunuh isterinya, Jeng-hwa-pang sedang kosong dari semua tokoh yang terpandai.
Dia percaya bahwa kalau dia berada di situ, tentu Kim Hong Liu-nio tidak akan begitu mudah membunuh orang, apalagi membunuh isterinya! Akan tetapi, betapa kaget rasa hati Gak Song Kam ketika dia menyebar anak buahnya untuk mencari dan menyelidiki wanita itu, dia mendengar kabar bahwa wanita itu adalah seorang tokoh terkenal di utara, bahkan masih saudara seperguruan Raja Sabutai! Lemaslah rasa tubuh ketua Jeng-hwa-pang itu mendengar ini. Tidak mungkin baginya untuk menyerbu istana Raja Sabutai yang dilindungi ribuan orang pasukan itu dengan seratus orang anak buahnya! Akan tetapi, kematian isterinya harus dibalas! Oleh karena itu, Gak Song Kam ini selalu mencari kesempatan untuk menantang Kim Hong Liu-nio, menantangnya secarg pribadi, bukan sebagai keluarga Raja Sabutai! Tantangan yang lajim dilakukan oleh orang-orang di dunia persilatan dan tidak ada sangkut-pautnya dengan kerajaan atau perkumpulan.
Demikianlah, kesempatan itu tiba ketika Kim Hong Liu-nio melakukan perjalanan menuju Lembah Naga bersama sutenya, yaitu Ceng Han Houw, hanya dikawal oleh tujuh belas perajurit pengawal. Kesempatan ini tidak disia-siakan dan cepat Gak Song Kam menyuruh seorang di antara pembantu-pembantunya yang pandai untuk mengirim surat tantangan kepada wanita itu. Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, pembantu itu berhasil mengirimkan surat tantangan istimewa itu yang merupakan senjata-senjata maut berbahaya bagi penerimanya, namun yang dapat diterima dengan baik oleh Kim Hong Liu-nio. Setelah mendengar berita dari pembantunya bahwa surat tantangannya telah diterima oleh wanita itu yang akan datang bersama seorang sutenya dalam kereta indah yang dikawal oleh tujuh belas orang pengawal, Jeng-hwa-pang menjadi sibuk mempersiapkan penyambutan terhadap musuh istimewa itu.
Sementara itu, Kim Hong Liu-nio yang menyeret tubuh Sin Liong telah tiba di dalam hutan di luar Lembah Naga, di mana Ceng Han Houw sedang menanti dengan tidak sabar dalam keretanya sambil meniup seruling. Han Houw amat suka meniup seruling. Ketika melihat sucinya datang menyeret tubuh seorang anak laki-laki, Han Houw menyimpan sulingnya dan memandang heran. Apalagi ketika dia melihat anak laki-laki yang usianya lebih muda beberapa tahun darinya itu telah membuka mata, telah siuman akan tetapi sedikitpun anak itu tidak mengeluarkan kata keluhan, bahkan memandang dengan mata melotot, dia menjadi makin terheran-heran. Dia melihat sucinya melemparkan tubuh anak itu ke atas tanah dan memandang penuh kebencian. Sin Liong terguling, akan tetapi lalu merangkak dan bangkit berdiri. Kedua kakinya menggigil, tanda bahwa dia lelah dan menahan nyeri akan tetapi matanya melotot dan sikapnya angkuh!
"Eh, suci. Siapakah bocah ini?"
Tanyanya heran melihat betapa sucinya yang biasanya tenang itu kini kelihatan marah-marah dan mendongkol.
"Bocah setan dia! Anak iblis dari neraka!"
Kim Hong Liu-nio memaki-maki sambil memandang dengan mata mendelik kepada Sin Liong. Anak itu juga membalas, memandangnya dengan melotot lebar.
"Wah, anak setan dan iblis?"
Han Houw bertanya, matanya terbelalak dan dia memandang Sin Liong dari atas sampai ke bawah.
"Kulihat tidak ada apa-apanya, kenapa disebut anak setan dan iblis?"
"Dia adalah anak dari Cia Bun Houw, musuh besar dari subo, musuh yang paling besar dari subo!"
Kata Kim Hong Liu-nio.
"Musuh yang paling besar dan paling ditakuti!"
Tiba-tiba Sin Liong berkata. Dia mendongkol sekali, dia tidak akan dapat mampu membalas semua siksaan, akan tetapi biarlah dia membalas dengan kata-kata menghina agar menyakiti hati wanita ini!
"Ah, begitukah? Kenapa anaknya hanya begini saja?"
Han Houw bertanya penuh keheranan. Kalau ayahnya menjadi musuh utama yang kabarnya memiliki kepandaian hebat tentu anaknyapun hebat.
"Eh, kenapa kau bilang bahwa suci takut kepada ayahmu?"
Tanya Han Houw yang mulai tertarik akan sikap bandel dan sama sekali tidak takut dari anak itu. Sepasang mata Sin Liong memandang anak laki-laki yang berpakaian amat mewah itu dan kembali Han Houw terkejut. Mata anak ini seperti mata harimau saja, pikirnya. Hatinya makin tertarik.
"Sudah jelas takut! Beraninya hanya mengganggu aku, anak ayah yang masih kecil, tidak berani langsung berhadapan dengan ayahku!"
Han Houw tersenyum.
"Dan apakah kau tidak takut kepada suci?"
"Aku? Takut? Huh, paling-paling dia bisa membunuhku, akan tetapi dia pasti tidak akan lolos dari tangan ayahku. Anak harimau bisa saja dibunuh oleh kumpulan srigala, akan tetapi anak harimau tidak akan merasa takut."
"Wah, wah, sombongnya! Kau menganggap dirimu anak harimau dan kami berdua kau namakan srigala? Wah, bukankah srigala itu anjing hutan? Celaka, suci, dia berani memaki kita anjing hutan!"
"Itulah! Dia memang anak setan!"
Kim Hong Liu-nio mengomel.
"Kenapa tidak bunuh saja dia agar mulutnya tidak banyak mengoceh lagi?"
"Hemm, sute. Kalau kita membunuh dia, maka makiannya itu terbukti, kita menjadi seperti srigala membunuh seekor anak harimau seperti yang dikatakannya itu."
"Eh, maksudmu...?"
"Dia lemah akan tetapi penuh keberanian, dan kita berarti hanya membunuh dan mengganggu anak-anak lemah saja."
Han Houw menggangguk-angguk, kini dia menoleh dan memandang kepada Sin Liong dengan pandang mata baru, penuh kagum. Bocah ini luar biasa, pikirnya.
"Eh, siapa namamu?"
Dia bertanya, agak tersenyum dan suaranya ramah. Diam-diam Sin Liong juga mengagumi anak laki-laki ini. Demikian tampan dan gagah, pikirnya, dan sekecil itu telah menjadi sute dari wanita iblis ini!
"Namaku Sin Liong... eh, Cia Sin Liong!"
Tambahnya, menekankan nama keturunan itu.
"Sin Liong? Naga sakti? Hemm, namamu sama sombongnya dengan sikapmu."
"Aku tidak sombong, hanya paling benci kalau dikatakan takut. Aku tidak takut apapun. Dan kau siapa? Benarkah kau masih sute dari Kim Hong Liu-nio ini?"
Ceng Han Houw mengangguk. Hatinya senang. Baru sekarang ada bocah yang bicara kepadanya dengan sikap biasa, seperti dua orang yang sama derajatnya, seperti teman. Biasanya, semua orang yang bicara kepadanya, apalagi anak-anak, tentu kelihatan takut-takut dan bahkan dengan berlutut, memandang wajahnyapun tidak berani!
"Namaku Han Houw, aku she Ceng."
"Ceng Han Houw? Namamu juga gagah sekali. Apakah kau juga pandai silat seperti sucimu ini?"
Melihat dua orang anak itu bicara seperti dua orang sahabat saja, Kim Hong Liu-nio menjadi tak senang.
"Anak cerewet! Kau kira engkau ini siapa? Tawanan, tahu? Sute, jangan layani dia!"
Akan tetapi Han Houw sudah seperti seorang anak kecil yang mendapatkan mainan baru, merasa sayang untuk melepaskan begitu saja.
"Eh, Sin Liong, kau benar-benar tidak takut kepada kami?"
"Tidak, seujung rambutpun tidak. Paling-paling kalian akan dapat membunuhku."
"Kau tidak takut mati?"
Sin Liong menggeleng kepala.
"Apa kau takut?"
Dia balas bertanya. Han Houw terbelalak, berpikir sejenak, lalu mengangguk.
"Aku takut dan agak ngeri juga."
"Apa kau pernah tahu bagaimana mati itu?"
"Tentu saja belum!"
"Kalau begitu, bagaimana bisa takut?"
Han Houw tercengang, bingung, lalu menjawab ragu,
"Entahlah. Eh, kalau kau tidak takut kepada kami apakah kau berani bertanding melawan aku?"
Sin Liong memandang Han Houw dari atas sampai ke bawah. Anak itu tentu lebih tua dua tahun daripada dia, lebih tinggi dan tegap. Dan mengingat bahwa anak ini adalah sute dari Kim Hong Liu-nio, maka tentu ilmu silatnya juga hebat.
"Aku tidak ada urusan apa-apa dengan engkau, mengapa mesti bertanding?"
"Kau takut?"
"Takut sih tidak."
"Kalau begitu kau berani."
"Tentu saja berani, akan tetapi, aku tidak mau. Tidak ada persoalannya, mengapa berkelahi?"
"Ha-ha, itu hanya alasan. Kau tentu takut kalah."
"Mengapa takut kalah? Tentu saja aku kalah olehmu, akan tetapi aku tidak takut."
Dan melihat sinar mata penuh ejekan itu, Sin Liong melanjutkan.
"Kalau ada alasannya yang kuat, tentu aku akan menerima tantanganmu."
Tiba-tiba Kim Hong Liu-nio yang sejak tadi memang merasa mendongkol dan kini sedang duduk di atas batu dekat kereta sambil mendengarkan, berkata-kata dalam Bahasa Mongol kepada Han Houw. Sin Liong tidak mengerti artinya, akan tetapi kemudian Han Houw lalu menghampirinya dan berkata,
"Ah, kiranya engkau ini anak monyet! Engkau anak gelap, anak haram!"
"Bohong! Keparat kau!"
Sin Liong membentak marah.
"Kalau benar kau bukan anak monyet dan anak haram, kau tentu akan berani melawan aku!"
"Ceng Han Houw, biar matipun aku tidak takut padamu!"
Kata Sin Liong dan anak yang sudah marah sekali ini lalu menyerang dengan ganas! Han Houw tertawa, dengan mudah saja dia mengelak ke samping dan sekali kakinya bergerak, kaki Sin Liong sudah ditendangnya dari samping, membuat Sin Liong terpelanting roboh. Akan tetapi, tanpa memperdulikan rasa nyeri akibat terbanting itu, Sin Liong sudah meloncat bangun lagi dan menyerang kembali. Sin Liong menggunakan jurus ilmu silat akan tetapi tentu saja gerakannya itu masih kaku dan lemah bagi Han Houw dan kembali sambil mengelak Han Houw menggerakkan tangannya, menampar pundak Sin Liong dan membuat anak itu terbanting lebih keras lagi! Namun berkali-kali Sin Liong bangun dan terus menyerang.
"Kau tidak mau mengaku kalah? Hayo mengaku kalah!"
Berkali-kali Han Houw mendesak, akan tetapi Sin Liong sama sekali tidak memperdulikannya dan terus dia menyerang dengan membabi-buta, biarpun kulit tubuhnya sudah lecet-lecet dan luka-luka di punggungnya yang dicambuki oleh ayah angkatnya itu terasa nyeri dan berdarah lagi.
Tadi Han Houw diberi tahu oleh sucinya dalam Bahasa Mongol bagaimana harus membangkitkan kemarahan dan perlawanan anak aneh itu dan benar saja setelah dia memaki anak monyet dan anak haram, Sin Liong melawannya mati-matian. Dan kini, Han Houw kewalahan melihat kenekatan bocah itu, yang biarpun sudah dibuatnya jatuh bangun, namun sama sekali tidak pernah mau menyerah dan mengaku kalah. Dia sebenarnya merasa kagum dan suka kepada anak ini dan tidak ingin melukainya hebat, apalagi membunuhnya. Maka, melihat kenekatan Sin Liong, tiba-tiba Han Houw menggunakan jari telunjuknya menotok yang tepat mengenai pundak kanan, yaitu jalan darah Kian-keng-hiat dan seketika Sin Liong roboh dengan lemas karena tubuhnya menjadi lumpuh seketika! Han Houw menghapus keringat di dahinya dengan saputangan.
"Wuuhhh, bocah ini benar-benar bernyali harimau!"
Katanya.
"'Suci, engkau menawan harimau cilik ini untuk apakah?"
"Untuk memaksa ayah kandungnya muncul dan menghadapiku."
"Hemm, untuk semacam sandera?"
"Begitulah."
"Wah, hal itu akan repot sekali. Dia buas dan ganas seperti harimau, tentu hanya akan menyusahkan saja dalam perjalanan,"
Kata Han Houw.
"Dan anak seperti ini, jika memperoleh kesempatan sedikit saja, tentu akan melarikan diri, suci."
Kim Hong Liu-nio tersenyum dan mengeluarkan sebatang jarum putih terbuat daripada perak.
"Aku mempunyai cara untuk memaksanya agar jangan meninggalkan kita, jangan melarikan diri."
Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari saku bajunya, Kim Hong Liu-nio mengeluarkan sebuah bungkusan kertas, membukanya dan nampaklah bubukan berwarna kuning. Dia mengoleskan ujung jarum perak di bubukan kuning itu dan seketika ujung jarum itu berubah menjadi biru kehitaman, tanda bahwa bubukan itu mengandung racun. Kemudian Kim Hong Liu-nio menghampiri tubuh Sin Liong yang masih rebah terlentang. Anak ini tidak mampu bergerak karena tubuhnya seperti lumpuh, akan tetapi matanya masih memandang dengan mendelik penuh kemarahan, sama sekali tidak kelihatan takut.
"Biarlah dia melarikan diri kalau bisa. Andaikata bisapun, dia akhirnya akan mencari aku karena nyawanya berada di tanganku,"
Kata Kim Hong Liu-nio dengan tersenyum. Han Houw membelalakkan matanya.
"Suci hendak menggunakan Hui-tok-san (Bubuk Racun Api)?"
Kim Hong Liu-nio hanya tersenyum, lalu menghampiri Sin Liong. Dengan gerakan cepat dia menusukkan jarum perak yang ujungnya biru menghitam itu ke arah betis kaki kanan Sin Liong. Sin Liong merasa nyeri betis kanannya, akan tetapi dia tidak mengeluh, hanya memejamkan matanya. Betisnya terasa panas sekali seperti digigit ribuan ekor semut, dan dia harus menggigit bibirnya untuk menahan perasaan yang amat menyiksa ini, rasa panas gatal tanpa dapat menggaruknya! Han Houw lalu menotok pundaknya, membebaskan totokannya dan Sin Liong meraba betis kanannya, hendak menggaruk.
"Jangan garuk! Begitu kau garuk, kau akan mati konyol!"
Kim Hong Liu-nio berseru. Sin Liong terkejut dan tidak jadi meraba betisnya. Dia tidak takut mati, tetapi dia belum mau mati konyol. Masih banyak hal yang harus dilakukannya di dunia ini, pertama mencari ayahnya dan ke dua, sekali waktu membalas kepada iblis betina ini. Maka dia tidak mau membunuh diri secara konyol.
"Hui-tok-san telah berada di jalan darahnya."
Kim Hong Liu-nio berkata dengan suaranya yang merdu dan halus, bibirnya tersenyum akan tetapi kini Sin Liong mulai mengenal senyum seperti itu, senyum yang menyembunyikan kekejaman seperti iblis.
"racun itu berhenti di betismu dan tidak akan berbahaya kalau tidak kau garuk. Kalau kau garuk, maka racun itu akan berjalan cepat karena panasnya akibat garukan, dan makin cepat dia bergerak naik, makin cepat pula dia mencapai jantung dan mencabut nyawamu. Kalau kau diamkan saja, dalam waktu enam bulan barulah racun itu akan sampai di jantungmu dan mencabut nyawamu. Dan dalam waktu enam bulan itu, tentu aku sudah akan dapat berhadapan dengan ayah kandungmu!"
Han Houw bertepuk tangan memuji,
"Wah kau hebat, suci! Dengan demikian, dia tidak akan berani melarikan diri. Bukankah hanya engkau yang mempunyai obat penawarnya, suci?"
Kim Hong Liu-nio mengangguk.
"Mari kita berangkat ke Jeng-hwa-pang, sute!"
Wanita itu lalu mencengkeram tengkuk Sin Liong dan membawanya masuk ke dalam kereta, diikuti oleh Han Houw!
"Biarkan dia duduk bersamaku, suci. Dia dapat menjadi teman seperjalananku."
Sin Liong lalu didudukkan di atas bangku kereta bersanding dengan Han Houw yang memandanginya penuh perhatian. Sin Liong duduk seperti seorang raja, tegak dan tidak mau melirik ke sana-sini, mulutnya cemberut dan dia seolah-olah tidak perduli sama sekali kepada dua orang yang berada di dalam kereta bersamanya itu.
Kim Hong Liu-nio bersuit dan muncullah tujuh belas orang pengawal itu. Dia mengeluarkan aba-aba dalam Bahasa Mongol dan bergeraklah kereta itu, ditarik oleh empat ekor kuda besar, berangkat menuju ke selatan, dikawal oleh para pengawal yang menunggang kuda. Diam-diam Sin Liong merasa kagum dan heran juga. Mulailah dia melirik ke arah Han Houw yang duduk di sebelah kirinya. Dia menduga-duga siapa adanya pemuda ini yhng ternyata amat lihai ilmu silatnya, jauh lebih lihai daripada Siong Bu atau Beng Sin. Dia mendengarkan wanita cantik itu berkata-kata kepada anak laki-laki ini, bicara dalam bahasa yang tidak dimengertinya. Dia tidak tahu bahwa Kim Hong Liu-nio bercerita kepada Han Houw tentang dirinya. Akhirnya percakapan mereka berhenti dan Han Houw menyentuh lengannya. Dia menoleh. Dua pasang mata yang sama tajam bersinar-sinar saling bertemu. Han Houw tersenyum dan berkata,
Dewi Maut Eps 43 Dewi Maut Eps 7 Petualang Asmara Eps 36