Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sadis 41


Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Bagian 41



Tangan mereka seketika lumpuh dan tahu-tahu tongkat mereka telah terampas dan sekali Kim Hong menggerakkan kepalanya, tongkat-tongkat itu meluncur ke bawah dan menancap di atas tanah sampai setengahnya! Sebelum lima orang tosu itu sempat menahan lagi, Kim Hong sudah berjungkir balik dan turun di sebelah dalam, telah melewati lima orang tosu itu yang hanya mampu saling pandang, kemudian menarik tongkat masing-masing dari tanah. Tiga orang tosu yang berada di sebelah dalam, memandang penuh kagum. Mereka merasa kagum karena maklum bahwa dara muda ini selain lihai bukan main, juga tidak mempunyai niat buruk sehingga kini telah mengalahkan barisan pertama dari sembulan orang dan barisan ke dua dari lima orang tanpa melukai mereka sama sekali!

   Mereka ini adalah murid-murid tingkat tingkat dua yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Melihat gerakan Kim Hong tadi, sebagai ahli-ahli silat tinggi mereka sudah maklum bahwa Kim Hong adalah seorang wanita yang lihai bukan main, yang agaknya mewarisi ilmu silat dari seorang sakti. Kelihaian dan sikap Kim Hong yang tidak mau melukai lawan itu sebetulnya sudah mendatangkan rasa simpati dalam hati mereka dan menurutkan hati mereka, agaknya mereka akan suka membiarkan Kim Hong lolos untuk menemui ketua mereka. Akan tetapi, mereka adalah tosu-tosu yang berdisiplin, maka mereka tidak berani melanggar peraturan dan tata tertib. Sambil menjura, tosu yang bertahi lalat di dagunya itu berkata.

   "Ah, kiranya nona sungguh memiliki kepandaian yang luar biasa. Akan tetapi nona masih harus dapat melewati kami bertiga sebelum memasuki ruangan sebelah dalam."

   Mereka bertiga lalu bergerak membentuk barisan segi tiga dengan pedang mereka. Kim Hong menggerakkan kepala untuk memindahkan kuncir rambutnya ke belakang. Manis sekali gerakan ini dan iapun tersenyum.

   "Ah, aku tidak percaya bahwa para tosu Kun-lun-pai yang bijaksana dan baik budi akan mau mencelakakan seorang tamu wanita muda yang hanya ingin menghadap ketuanya."

   Setelah berkata demikian, dara ini lalu menerjang ke depan, menerjang di antara dua batang pedang yang membuat pertahanan dan membentuk dua daun pintu. Akan tetapi dua batang pedang itu bergerak cepat dan nampaklah gulungan sinar pedang yang menghadang di depannya. Adapun pedang ke tiga juga sudah siap menggantikan teman dengan berputar-putar di atas kepalanya.

   Tahulah Kim Hong. Tiga orang tosu ini yang tingkatnya sudah lebih tinggi tidak akan menyerangnya seperti para penghadang pertama dan kedua tadi, melainkan membentuk sinar pedang untuk menghalangnya dan kalau ia menerjangnya dan sampai terluka oleh sinar pedang, hal itu berarti bahwa ia yang salah sendiri menerjang pedang, bukan pedang yang sengaja menyerangnya! Maka iapun tersenyum dan tentu saja ia tidak tega untuk melukai tosu-tosu yang begini sungkan dan baik kepadanya. Maka ia hendak memaksa agar tiga orang tosu itu memperlihatkan kepandaiannya dan tidak sungkan-sungkan lagi kepadanya, karena bukankah perasaan sungkan itu berarti sudah menyeleweng daripada tugas mereka? Ia tidak ingin mereka itu ditegur atasan mereka sebagai penjaga-penjaga yang kurang ketat.

   "Sam-wi totiang harap jangan bersikap sungkan lagi!"

   Katanya dan tiba-tiba saja ia menggerakkan tangannya, bukannya dengan maksud menerobos ke dalam, melainkan menggunakan tangan untuk menyerang mereka! Serangan tangannya tentu saja hebat sekali, didahului oleh hawa pukulan yang amat kuat dan mengeluarkan angin berdesir. Dua orang tosu itu terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa tamu ini malah berbalik menyerangnya demikian dahsyatnya.

   Cepat mereka memutar pedang untuk menangkis, akan tetapi kekagetan mereka bertambah ketika gadis itu berani mempergunakan tangan kosong untuk menyambar pedang mereka! Dengan tangan dimiringkan, gadis itu begitu saja menangkis pedang dan mereka merasa betapa tangan mereka bergetar hebat ketika pedang bertemu dengan tangan! Tahulah kini tiga orang tosu itu bahwa lawannya benar-benar amat tangguh dan merekapun tidak bersikap sungkan lagi. Kalau bersikap sungkan dan mengalah terhadap lawan yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi, hal itu sungguh lucu dan sama dengan menyerah kalah. Maka kini merekapun mengubah gerakan mereka, dan Sam-ciok-tin (Barisan Segi Tiga) mereka benar-benar dipergunakan, dengan jurus-jurus serangan dari tiga penjuru sehingga sebentar saja tubuh Kim Hong sudah dijatuhi dan dihujani serangan bertubi-tubi.

   "Bagus! Kun-lun Kiam-sut memang hebat!"

   Kim Hong memuji, bukan hanya untuk menyenangkan lawan melainkan memang ia dapat merasakan hebatnya ilmu pedang yang dimainkan dalam barisan segi tiga ini.

   Serangan mereka demikian mantap dan kuat, penjagaan mereka demikian ketat sehingga ia menghadapi lawan yang tangguh dan hal ini menimbulkan kegembiraannya. Sementara itu lima orang tosu dan sembilan orang anak murid Kun-lun-pai sudah berdiri menonton dan merekapun merasa kagum bukan main. Tahulah mereka bahwa gadis muda itu tadi bersikap lunak sekali terhadap mereka. Setelah mencoba ilmu pedang tiga orang tosu tingkat dua itu selama hampir lima puluh jurus, puaslah hati Kim Hong. Ia sudah memperlihatkan kecepatan gerakannya sehingga tiga batang pedang itu tidak pernah dapat menyentuhnya, dan yang terlalu dekat dapat ditangkis dengan tangan terbuka. Sebaliknya, iapun membalas setiap serangan dengan totokan-totokan yang tidak kalah hebatnya dan setelah lewat lima puluh jurus, tiba-tiba ia berseru,

   "Maaf sam-wi totiang, aku mau lewat!"

   Tiba-tiba saja tiga orang tosu itu merasa betapa tangan mereka yang memegang pedang menjadi lemas dan lumpuh untuk beberapa detik lamanya dan kesempatan ini sudah cukup bagi Kim Hong untuk meloncat ke sebelah dalam melewati mereka! Tiga orang itu hanya dapat memutar tubuh dan memandang bengong. Mereka tadi hanya melihat berkelebatnya sinar hitam disertai bau harum dan tahulah mereka kini bahwa wanita tadi telah menotok pundak mereka dengan ujung rambut kunciran itu! Diam-diam ketiganya bergidik karena kalau wanita itu menghendaki tentu bukan tempat itu yang ditotok, melainkan jalan darah yang lebih berbahaya lagi, misalnya di leher yang dapat membuat mereka roboh atau bahkan tewas! Maka mereka bertiga lalu menjura dengan hormat kepada gadis itu dan berkata,

   "Nona telah lulus dan dapat melewati kami, silakan masuk."

   "Terima kasih, akan tetapi biarkan temanku lewat juga,"

   Katanya sambil menanti Thian Sin yang berjalan menghampirinya dari luar.

   "Akan tetapi, yang dapat melewati kami hanya nona seorang. Dia belum memperkenalkan diri dan..."

   "Bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan menghadap pimpinan Kun-lun-pai bersama seorang kawanku? Totiang, akulah yang bertanggung jawab atas dirinya!"

   Kata Kim Hong. Tosu bertahi lalat di dagunya itu mengerutkan alisnya akan tetapi dia menarik napas panjang, lalu menggerakkan pundaknya.

   "Siancai... kami telah kalah, tidak perlu banyak cakap lagi. Akan tetapi mungkin sekali para suheng kami yang di dalam akan berpikiran lain. Harap nona berhati-hati karena para suheng kami tidak boleh disamakan dengan kami yang masih bodoh."

   Kim Hong menjura ke arah mereka dan tersenyum.

   "Terima kasih, totiang sekalian sungguh baik sekali!"

   Dan iapun melangkah masuk bersama Thian Sin, meninggalkan para penjaga di luar yang tentu saja merasa kagum dan tiada hentinya membicarakan nona cantik jelita yang berilmu tinggi itu. Kim Hong dan Thian Sin melangkah maju terus, melalui lorong yang panjang.

   Mereka berjalan dengan penuh kewasdaan, siap menghadapi segala macam rintangan. Akan tetapi, lorong itu ternyata tidak mengandung jebakan-jebakan atau rintangan-rintangan apapun. Setelah lorong itu habis, tibalah mereka di sebuah ruangan yang amat luas dan mereka melihat dua orang tosu yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, keduanya tinggi kurus dan wajah mereka membayangkan kehalusan budi akan tetapi sikap mereka berwibawa. Thian Sin menahan kakinya dan membiarkan Kim Hong yang maju sendiri menghadapi dua orang tosu itu. Mereka itu adalah murid-murid kepala dari Kun-lun-pai, yang menerima pendidikan langsung dari ketua dan wakil ketua Kun-lun-pai. Hanya ada lima orang murid kepala dan pada waktu itu, yang berada di dalam asrama hanya dua orang inilah.

   "Maaf, ji-wi totiang. Aku mohon lewat untuk menghadap ketua Kun-lun-pai,"

   Kata Kim Hong dengan sikap biasa dan tenang sekali sambil menghampiri mereka.

   "Siancai... Nona Toan Kim Hong dapat melewati penjagaan pertama, sungguh lihai sekali dan pinto berdua menyatakan kagum bukan main!"

   Kata seorang di antara mereka yang mukanya pucat dan matanya sipit seperti terpejam. Setelah berkata demikian, tosu ini mengangkat kedua tangan dikepal di depan dada dan memberi hormat sambil melangkah maju ke arah Kim Hong. Angin pukulan menyambar dahsyat dari kedua tangan itu ke arah dada Kim Hong! Maklumlah dara ini bahwa tosu bermuka pucat itu adalah ahli lwee-keh yang memiliki tenaga sakti kuat, maka mukanya selalu pucat seperti itu, mungkin disebabkan latihan yang terlalu terpaksa sehingga berakibat seperti itu. Maka iapun cepat mengangkat kedua tangan di depan dada membalas penghormatan itu sambil berkata,

   "Ah, totiang terlalu memuji. Mana aku berani menerimanya?"

   Dari kedua tangan nona inipun menyambar tenaga sin-kang yang merupakan angin berkesiur menyambut serangan lawan.

   Tosu itu nampak terkejut ketika merasa ada hawa dingin menolak tenaganya, maka diapun membuka kedua kepalan tangannya dan kini mengulurkan kedua lengannya itu, dengan kedua telapak tangan terbuka mendorong dengan terang-terangan untuk memperkuat daya serangannya tadi. Melihat lawannya menyerang secara terbuka, Kim Hong juga mengulurkan kedua lengannya menyambut dan kini dua pasang telapak tangan itu saling bertemu dan dari situ mengalir keluar kekuatan sin-kang yang sama dahsyatnya! Adu sin-kang terjadi dan biarpun keduanya hanya berdiri tegak dengar kedua lengan dilonjorkan, kedua tangan terbuka dan saling sentuh, namun bagi Thian Sin dan tosu ke dua merupakan saat menegangkan di mana dua orang yang memiliki sin-kang kuat saling menguji tenaga sinkang mereka!

   Untuk beberapa saat lamanya Kim Hong mengerahkan sin-kangnya dari sedikit dan setelah ia mengerahkan sampai tiga perempat bagian, barulah ia dapat mengimbangi tenaga lawan. Diam-diam ia kagum juga. Murid kepala Kun-lun-pai telah memiliki sin-kang sekuat ini! Akan tetapi, setelah mengukur kekuatan lawan, ia tidak ingin mencelakai lawannya itu, lalu tiba-tiba ia mengeluarkan seruan nyaring dan tosu itu kaget setengah mati. Mendadak saja dia merasa betapa telapak tangan nona itu menjadi lunak sekali dan dia merasa tenaganya seperti terjun ke tempat tanpa dasar dan diapun terjerumus ke depan. Pada saat itu, Kim Hong sudah meloncat ke atas, melalui kepalanya dan melewatinya, tiba di belakangnya sedangkan tosu pucat ini terhuyung ke depan dan nyaris terjelungkup. Dia membalikkan tubuh, mukanya penuh keringat dan napasnya agak memburu, lalu dia menjura.

   "Terima kasih atas petunjuk nona yang lihai sekali!"

   Tosu ke dua, yang mukanya ramah dan jenggotnya panjang, tertawa.

   "Ha-ha-ha, sungguh luar biasa sekali. Di dunia ini telah bermunculan orang muda yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Sungguh membuat pinto merasa seperti seekor katak dalam tempurung! Nona Toan, kalau saudaraku tadi menguji sin-kangmu, maka sekarang tiba giliranku untuk menguji ketinggian gin-kangmu. Nah, aku akan mencegah engkau masuk, dan cobalah engkau melewati aku dengan menggunakan kecepatan gerakanmu!"

   Setelah berkata demikian, tosu itu berdiri di atas ujung jari kakinya, berjingkat dan mengembangkan kedua lengannya. Kim Hong tersenyum dan hatinya girang. Tosu Kun-lun-pai ternyata bukanlah orang-orang yang suka mempergunakan kekerasan, walaupun murid-murid mereka di dunia kang-ouw terkenal gagah perkasa dan gigih menentang kejahatan.

   "Baik, totiang. Nah kau halangilah aku!"

   Tiba-tiba Kim Hong berkelebat lari ke sebelah kiri tosu itu, akan tetapi tosu itupun sudah mcloncat ke sana sehingga jalan bagi Kim Hong terhalang. Nona itu meloncat tinggi ke atas, berjungkir balik sampai tiga kali sehingga ia mencapai langit-langit, akan tetapi tosu itupun mengeluarkan seruan keras dan tubuhnya juga sudah mencelat ke atas menghadang di atas! Kim Hong turun lagi diikuti oleh tosu itu dan selanjutnya dua orang itu seperti sedang bermain kejar-kejaran seperti anak kecil. Tubuh mereka tidak nampak lagi saking cepatnya gerakan mereka. Yang nampak hanya bayangan yang berkelebatan dan memang tosu yang seorang ini memiliki gerakan cepat bukan main.

   Akan tetapi, kini dia bertemu dengan gadis yang pernah menjadi Lam-sin, yang terkenal sekali dengan ilmu kepandaiannya yang hebat-hebat, di antaranya kecepatan gerakannya. Demikianlah, setelah mengajak tosu itu berkelebatan dengan cepat di mana tosu itu selalu dapat memotong jalan masuk, tiba-tiba Kim Hong mengerahkan seluruh tenaga gin-kangnya dan tubuhnya berpusingan cepat seperti gasing! Tentu saja tosu itu terkejut sekali dan tidak tahu harus berbuat apa. Untuk ikut berpusing seperti itu, dia tidak sanggup dan tiba-tiba saja nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu dara itu telah melesat di sampingnya tanpa dia mampu mencegahnya, saking cepatnya gerakan itu. Tahulah tosu itu bahwa kalau tadi-tadi nona itu mengerahkan seluruh tenaga gin-kangnya, dia tidak akan mampu mencegahnya.

   "Hebat, hebat... pinto mengaku kalah!"

   Katanya sambil tertawa dan menghapus keringatnya. Tosu yang matanya sipit tadi kembali menjura.

   "Nona telah memperlihatkan ketinggian ilmu silat, kekuatan sin-kang dan ketinggian gin-kang. Nona adalah seorang tamu yang sudah sepatutnya minta berjumpa dengan wakil ketua kami. Akan tetapi, orang muda itu tidak boleh masuk. Dia hanya teman nona, dan dia tidak melalui ujian masuk."

   "Totiang bersikap kurang adil sekali."

   Dua orang tosu itu saling pandang dan yang bermata sipit kembali menghadapi Kim Hong.

   "Siancai...! Kalau ada kesalahan kami, harap kau tunjukkan, nona. Sikap kami yang manakah yang kurang adil menurut pendepatmu?"

   "Setiap orang mempunyai peraturan masing-masing. Kun-lun-pai mempunyai peraturan bahwa siapa hendak menghadap ketuanya harus melalui ujian barisan murid-murid Kun-lun-pai. Aku menghormati peraturan tuan rumah dan sudah memenuhi syarat. Sebaliknya, sebagai tamu akupun mempunyai peraturan, peraturan kepantasan yang kiranya dapat dimengerti oleh para tokoh Kun-lun-pai. Aku adalah seorang wanita muda, dan menurut patut, kalau aku menghadap seorang pria, aku harus membawa teman. Karena itulah maka untuk menghadap ketua Kun-lun-pai aku membawa temanku, apakah sudah dianggap tepat oleh ketua Kun-lun-pai untuk menerima tamu wanita muda berdua saja tanpa ada orang lain?"

   Wajah kedua orang tosu itu menjadi merah dan mereka merasa bingung, saling pandang karena mereka menganggap alasan nona ini cukup kuat. Memang, dari sudut kesusilaan, amatlah tidak pantas kalau menolak orang yang menemani nona ini menghadap ketua Kun-lun-pai, dan amatlah memalukan dan mendatangkan dugaan yang bukan-bukan kalau ketua atau wakil ketua Kun-lun-pai menerima kunjungan seorang wanita muda cantik jelita yang bukan murid dan bukan keluarga sendiri saja! Akan tetapi, tosu berjenggot panjang yang ramah itu cerdik. Tiba-tiba dia bertanya,

   "Nona, apamukah orang muda yang hendak mengantarmu menjumpai wakil ketua kami?"

   "Dia adalah kekasihku, tunanganku!"

   Kim Hong berkata dengan lantang dan terus terang sehingga Thian Sin sendiri menjadi terkejut dan mukanya berubah merah. Akan tetapi diapun lantas dapat menangkap bahwa memang jawaban terus terang itulah yang paling tepat, karena kalau bukan saudara bukan tunangan, melakukan perjalanan berdua saja tentu sudah melanggar kepantasan pula! Selagi dua orang tosu itu termangu-mangu, tiba-tiba terdengar suara dari balik daun pintu di sebelah dalam, suara yang halus dan ramah,

   "Siancai... seorang muda yang penuh semangat! Persilakan Nona Toan dan temannya masuk...!"

   Dua orang tosu itu nampak lega dan menjura ke arah Kim Hong dan Thian Sin.

   "Wakil ketua kami, Kui Yang Tosu, mengundang ji-wi untuk datang menghadap. Silakan!"

   Mereka lalu membuka daun pintu yang besar itu. Kim Hong dan Thian Sin membalas penghormatan mereka lalu melangkah, memasuki ambang pintu memasuki sebuah ruangan lain yang terang.

   Ternyata kamar itu adalah sebuah kamar buku karena di sudut berdiri rak penuh dengan buku-buku tua, juga merangkap kamar tamu karena di situ terdapat meja kursi dan di atas dipan berkasur duduk bersila seorang tosu yang wajahnya ramah dan tosu itu duduk sambil tersenyum gembira, memandang kepada mereka. Thian Sin dan Kim Hong juga mengangkat muka memandang kepada tosu tua yang duduk bersila di atas dipan itu. Seorang tosu yang usianya mendekati tujuh puluh tahun, tinggi kurus, wajahnya dihias senyum gembira dan sepasang matanya membayangkan keramahan dan kehalusan budi. Di sudut duduk pula tiga orang tosu lain yang usianya lebih muda, kurang lebih enam puluh tahun, dari sikap mereka diam menanti, tanda bahwa mereka ini kalah tinggi tingkatnya dengan tosu tua itu.

   Diam-diam Thian Sin merasa seperti pernah mengenal tosu tua itu, akan tetapi dia sudah lupa lagi di mana. Dan memanglah, dia pernah melihat tosu itu bukan lain adalah Kui Yang Tosu, tokoh Kun-lun-pai yang pernah datang mencarinya bersama tokoh-tokoh pendekar lain ketika dia membunuh Pangeran Toan Ong! Dan tiga orang tokoh lain adalah para sutenya, pembantu-pembantunya yang tentu saja tingkat kepandaiannya lebih tinggi daripada dua orang murid kepala tadi. Sementara itu, ketika dia memandang kepada wajah Thian Sin dan bertemu pandang dengan sepasang mata pemuda yang mencorong tajam itu, jantung tosu itu terguncang dan senyumnya lenyap seketika, alisnya yang putih berkerut dan sekali meloncat diapun sudah bangkit berdiri menghadapi dua orang muda itu.

   "Pendekar Sadis!"

   Teriaknya mengejutkan tiga orang sutenya yang juga segera bangkit ketika mendengar sebutan ini.

   "Pendekar Sadis! Kiranya engkau berhasil menyelundup ke sini? Apakah engkau kini mulai dan hendak menyebar maut di Kun-lun-pai?"

   Ketika Thian Sin melihat tosu itu mengeluarkan tasbehnya dari saku jubahnya yang lebar, diapun teringatlah kepada tosu ini. Sambil tersenyum pahit Thian Sin menggelengkan kepalanya dan berkata,

   "Maaf, totiang. Sekali ini aku hanya menemani Nona Toan saja, dan sama sekali tidak ada urusan dengan pihak Kun-lun-pai."

   "Siancai...!"

   Tosu itu nampak lega mendengar ini, akan tetapi kini pandangannya terhadap Kim Hong menjadi lain, tidak seramah tadi.

   "Maaf, nona. Kalau pinto tidak salah dengar, namamu adalah Toan Kim Hong. Nama keluarga Toan tidak banyak di dunia ini, apakah nona masih ada hubungan keluarga dengan mendiang Pangeran Toan Ong?"

   Kim Hong tersenyum.

   "Tidak ada salahnya menjawab pertanyaan itu, locianpwe, walaupun tidak ada sangkut-pautnya dengan kunjunganku ke sini. Memang benar ada hubungan keluarga, karena Pangeran Toan Ong itu adalah pamanku sendiri."

   "Ahh...!"

   Tosu itu terkejut.

   "Apakah Toan-siocia sudah tahu siapa yang membunuh Pangeran Toan?"

   Nona itu mengangguk dan mengerling ke arah Thian Sin.

   "Aku sudah tahu, locianpwe, pembunuhan karena salah paham dan karena fitnah orang. Pembunuhnya adalah temanku inilah..."

   "Tapi mengapa...?"

   "Sudahlah, locianpwe. Kedatanganku bukan untuk urusan itu, melainkan untuk urusan yang lain sama sekali."

   Kui Yang Tosu menarik napas panjang, lalu mengangguk.

   "Benar, memang demikianlah. Nah, katakanlah, apa perlunya nona berkeras hendak bertemu dengan pimpinan Kun-lun-pai?"

   "Kedatanganku ini ingin minta perkenan locianpwe agar aku diperbolehkan bertemu dengan Jit Goat Tosu yang sedang bertapa di asrama Kun-lun-pai."

   Tosu itu mengangguk-angguk.

   "Permintaan nona itu sudah pinto dengar tadi, akan tetapi pinto masih ragu-ragu karena permintaan itu sungguh amat aneh. Kehadiran Jit Coat Tosu di sini adalah suatu rahasia dan sudah bertahun-tahun tidak ada yang tahu, bagaimana nona bisa mengetahuinya? Dan bolehkah pinto mengetahui apa urusan nona dengan Jit Goat Tosu?"

   "Hemm, aku cukup menghormati Kun-lun-pai, locianpwe, sehingga untuk menemuinya, aku lebih dulu menghadapi pemimpin Kun-lun-pai dan minta ijin, bukannya langsung mencarinya sampai dapat kutemukan. Aku tidak ingin melibatkan Kun-lun-pai dengan urusan kami, maka pertanyaan itu tidak dapat kujawab karena tidak ada sangkut-pautnya dengan Kun-lun-pai."

   "Siancai...! Jangan Nona Toan berpendapat demikian. Ketahuilah bahwa Jit Goat Tosu bukanlah orang lain bagi kami. Dia adalah saudara angkat kami, maka tentu saja kami ingin tahu apa yang menjadi sebabnya maka nona datang untuk mencarinya di sini."

   Kim Hong mengerutkan alisnya. Ah, urusan menjadi sulit kalau begini. Tak disangkanya bahwa supeknya itu kini selain menjadi tosu dan mondok di asrama Kun-lun-pai, malah telah mengangkat saudara dengan para pimpinan Kun-lun-pai! Kalau begini, agaknya tak dapat dihindarkan lagi keterlibatan Kun-lun-pai!

   "Locianpwe, urusanku dengan dia adalah urusan pribadi, urusan antara seorang murid keponakan dengan supeknya. Apakah locianpwe masih hendak mencampurinya?"

   Mendengar ini terkejutlah kakek itu.

   "Siancai... siancai... kiranya nona adalah puteri mendiang Toan Su Ong...?"

   "Benar sekali, locianpwe."

   "Ah, kalau begitu... tentu saja pinto tidak berhak mencampuri urusan pribadi nona dengan supek nona."

   Lalu Kui Yang Tosu menoleh kepada tiga orang tosu itu.

   "Thian-sute, harap kau antarkan Nona Toan menghadap Jit Goat Tosu. Karena beliau sedang bertapa, maka antar saja sampai di depan gua dan tinggalkan di situ. Terserah kepada yang berkepentingan mau menemui atau tidak."

   "Baik, suheng,"

   Jawab seorang di antara tiga tosu itu.

   "Marilah, nona."

   Kim Hong dan juga Thian Sin mengikuti tosu itu dan Kui Yang Tosu tidak berani mencegah ketika Thian Sin juga ikut, walaupun hatinya merasa tidak enak dengan munculnya Pendekar Sadis di tempat itu. Maka setelah sutenya pergi mengantarkan dua orang muda itu ke arah belakang asrama, dia sendiri lalu bergegas masuk ke dalam untuk menemui suhengnya, yaitu Kui Im Tosu untuk membicarakan urusan itu. Ternyata daerah markas Kun-lun-pai itu luas bukan main. Melalui sebuah pintu rahasia yang kecil, mereka keluar dari pagar tembok dan mendaki bukit atau puncak pegunungan di belakang dan setelah melalui daerah berbatu, akhirnya tibalah mereka pada dinding puncak yang penuh dengan gua-gua besar. Tosu itu membawa mereka ke sebuah gua besar yang gelap, berhenti di depan gua sambil berkata,

   "Nah, di sinilah tempat Jit Goat Tosu bertapa, nona."

   Setelah berkata demikian, tosu itu lalu membalikkan badan dan meninggalkan dua orang muda itu termangu-mangu di depan gua. Thian Sin dan Kim Hong memandang ke sekeliling. Tempat itu tentu saja sudah berada di luar pagar tembok Kun-lun-pai, akan tetapi masih termasuk daerah Kun-lun-pai. Tempatnya amat sunyi, di dekat sebuah puncak dan kalau saja mereka tidak diantar oleh seorang tosu Kun-lun,

   Agaknya tidak mungkin mereka akan dapat menemukan tempat pertapaan Jit Goat Tosu. Di situ terdapat banyak sekali gua-gua besar berjajar seperti pintu-pintu hitam atau seperti mulut-mulut raksasa, ada puluhan banyaknya. Mereka tentu akan mempergunakan banyak waktu untuk menyelidikinya satu demi satu! Tidak nampak seorang manusia lain, bahkan agaknya tidak ada binatang hutan di pegunungan batu ini. Hanya ada beberapa ekor burung yang beterbangan di puncak, agaknya mempunyai sarang di sana, semacam burung pemakan bangkai. Thian Sin memberi isyarat kepada Kim Hong untuk membuka suara. Dara itu mengangguk, lalu ia berseru dengan suara yang mengandung tenaga khi-kang sehingga getaran suaranya itu terdengar sampai jauh dan tentu akan sampai ke dasar gua di depannya,

   "Jit Goat Tosu, keluarlah! Aku Toan Kim Hong datang untuk bicara denganmu!"

   Dari dalam gua itu terdengar gema suara Kim Hong, terdengar mengaung menyeramkan seolah-olah ada suara iblis yang menjawabnya. Akan tetapi hanya gaung suara yang memantul itu saja yang terdengar, tidak ada suara lain. Beberapa kali Toan Kim Hong mengulangi seruannya tedi, namun sia-sia. Tidak ada suara menjawabnya.

   "Sialan tosu-tosu Kun-lun-pai itu. Aku ditipu, tempat ini kosong agaknya!"

   Gerutu Kim Hong. Thian Sin menggeleng kepalanya.

   "Tidak mungkin dia membohong."

   "Kalau begitu orangnya berada di dalam, sengaja tidak mau menjawab. Sebaiknya kumasuki saja dan kalau memang berada di dalam, kuseret dia keluar!"

   Akan tetapi Thian Sin memegang lengannya dan menggeleng kepala. Kim Hong teringat dan bergidik. Bagaimana ia bisa lupa bahwa supeknya itu memiliki ilmu kepandaian yang bahkan lebih lihai daripada mendiang ayahnya? Karena ia tidak merasa mampu melawan maka ia minta bantuan Thian Sin, bagaimana kini secara lancang hendak memasuki gua gelap itu? Sungguh ceroboh karena hal itu akan berbahaya sekali.

   "Tentu dia tidak mengenalmu, coba sebut nama ayahmu,"

   Bisik Thian Sin. Kim Hong teringat. Betul juga, pikirnya. Supeknya itu belum pernah melihatnya, belum pernah pula mendengar tentang dirinya, tentu saja tidak ada artinya memperkenalkan nama. Maka ia lalu berteriak lagi, ditujukan ke dalam gua, dengan mengerahkan khi-kangnya.

   "Supek Jit Goat Tosu! Supek Gouw Gwat Leng! Keluarlah, aku Toan Kim Hong puteri tunggal dari Toan Su Ong datang hendak bicara dengan supek!"

   Baru saja gema suara itu menghilang, terdengarlah suara yang halus dari dalam gua itu, suara yang agak menggetar penuh perasaan,

   "Siancai... siancai... siancai...!"

   Dan tak lama kemudian keluarlah seorang kakek dari dalam gua itu. Seorang kakek yang amat kurus kecil dan mukanya pucat seperti mayat, mungkin karena terlalu lama tidak pernah terkena sinar matahari. Melihat munculnya kakek yang kelihatan amat lemah dan sudah mendekati liang kubur ini, hati Kim Hong merasa kecewa sekali.

   Beginikah macamnya orang yang selama ini dicari-carinya dengan hati penuh dendam kebencian? Hanya seorang kakek tua renta yang sudah hampir mati, tertiup angin kencang saja agaknya tentu akan roboh! Kakek itu berdiri agak bongkok di depan gua, sepasang matanya yang lemah itu berkedip-kedip, agaknya silau oleh sinar matahari yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Tangan kirinya dipergunakan melindungi matanya dari sinar matahari sedangkan tangan kanannya memegang sebuah bendera kecil yang sudah lapuk. Bendera itu berwarna kuning dan sudah tidak nampak jelas lagi apa gambarnya, hanya bendera itu pinggirnya sudah robek-robek seperti biasanya pada bendera kuno yang sudah terlalu lama dan dimakan usia. Gagang bendera itu ternyata merupakan sebatang anak panah terbuat dari perak.

   "Mana ia puteri Toan Su Ong?"

   Tanya kakek itu dengan suara gemetar. Kim Hong hampir tidak dapat menerima kenyataan itu. Tidak percaya bahwa mendiang ayahnya ketakutan terhadap orang lemah macam ini! Ia meragu dan dengan hati kecewa ia bertanya,

   "Mungkinkah engkau ini yang bernama Gouw Gwat Leng atau Jit Goat Tosu?"

   Kakek itu memandang kepada Kim Hong, lalu terkekeh lirih,

   "Heh-heh, benar... matamu seperti mata ayahmu. Engkau tentu anak sute Toan Su Ong, tidak salah lagi... heh-heh, anak baik, boleh jadi engkau meragukan diriku sebagai supekmu Gouw Gwat Leng, tetapi ayahmu tentu pernah bercerita tentang bendera pusaka kita ini, peninggalan kakek gurumu..."

   Melihat bendera tua itu, hati Kim Hong menjadi panas rasanya. Bendera itulah yang membuat ayahnya selalu tunduk terhadap suhengnya ini.

   "Bendera sialan!"

   Bentaknya dan tiba-tiba saja tubuhnya sudah berkelebat meloncat ke arah kakek itu dan tangannya menjangkau untuk merampas bendera itu. Akan tetapi betapa kagetnya ketika tangannya hanya menangkap angin saja! Entah bagaimana caranya, kakek yang kelihatan lemah itu telah dapat mengelakkan bendera itu dari jangkauan tangan Kim Hong yang amat cepat tadi.

   "Siancai... tidak seorangpun di dunia ini boleh merampas bendera pusaka ini dari tanganku..."

   Kakek itu terkekeh. Tentu saja Kim Hong merasa penasaran sekali. Kembali ia menubruk, kini mempergunakan kedua tangannya untuk merampas. Akan tetapi, dua kali bendera kecil itu berkelebat dan tak dapat ditangkap oleh tangan Kim Hong. Marahlah gadis itu dan kini pandangannya terhadap kakek itu berubah. Biarpun nampaknya lemah, kiranya kakek ini memiliki kepandaian tinggi.

   "Aku akan merampas bendera itu!"

   Bentaknya dan kini ia menerjang, tangan kirinya menyerang dengan tusukan jari tangan ke arah lambung, kepalanya bergerak dan kuncir rambutnya menotok ke arah ulu hati dan tangan kanannya mencengkeram untuk merampas bendera! Hebat bukan main jurus serangan yang dilakukan oleh Kim Hong ini dan jarang ada orang yang akan dapat menyelamatkan diri dari serangan seperti itu yang selain dilakukan amat cepat, juga dengan tenaga dahsyat dan terutama sekali penggunaan rambut sebagai senjata itu sukar diduga.

   "Plak-plak-plakkk!"

   Tubuh Kim Hong terbuyung ke belakang! Kiranya kakek yang kelihatan lemah itu telah mampu menangkis semua serangannya, bukan hanya menangkis, malah juga membalas dengan dorongan yang membuat gadis itu terhuyung! Melihat ini, Thian Sin sendiri memandang kaget dan kagum. Gerakan kakek itu kelihatan lambat, namun begitu tepat dan mengandung tenaga yang dahsyat sekali.

   "Hemm, kiranya engkau pemberontak seperti ayahmu?"

   
Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kakek itu menegur, suaranya berwibawa, biarpun suara itu masih saja agak menggetar dan agak kaku, mungkin karena lamanya dia bertapa dan selama itu tidak pernah mengeluarkan suara. Kim Hong sendiri terkejut dan maklum bahwa yang membuat ia sampai kena terdorong adalah bendera itu. Bendera itu ketika tadi Si Kakek menangkis, berkelebat di depan matanya dan membuatnya lengah sehingga kena didorong. Kiranya bendera itu bukan hanya merupakan bendera pusaka, akan tetapi juga merupakan sebuah senjata aneh yang agaknya ampuh sekali walaupun belum dipergunakan sepenuhnya oleh kakek itu.

   "Bocah she Toan, kau sebagai puteri Toan Su Ong merupakan satu-satunya keturunan yang seharusnya mewarisi bendera ini dan menghormati bendera ini sampai mati. Akan tetapi kini engkau malah menghinanya dan hendak merampasnya. Katakan, apa perlunya engkau datang untuk menemuiku?"

   "Gouw Gwat Leng, lupakah engkau betapa ayahku sampai hidup terlunta-lunta, menjadi buronan dan selama hidupnya bersembunyi sampai mati, hanya karena engkau? Mendiang ibuku bercerita bahwa engkaulah yang menyebabkan ayah tidak berani muncul di dunia ramai, engkau dan bendera sialan itu. Ayah boleh jadi terlalu bodoh untuk merasa jerih menghadapi engkau dan bendera terkutuk itu, akan tetapi aku, anaknya, tidak! Aku yang akan membalaskan kematian dan menebus kesengsaraan ayah kepadamu, dan menghancurkan bendera terkutuk itu!"

   "Siancai... akhirnya tiba juga saat yang kunanti-nantikan! Anak baik, engkau hendak berbakti secara sesat kepada ayahmu. Ayahmu sendiri takut kepadaku karena menghormati bendera dan karena tahu diri, sekarang engkau hendak melawanku? Sungguh engkau telah murtad terhadap bendera pusaka nenek moyang perguruanmu sendiri, dan engkau tidak tahu diri berani melawan supekmu!"

   "Tak usah banyak cerewet, bersiaplah untuk menyusul ayah dan ibu!"

   Setelah berkata demikian, Toan Kim Hong sudah mencabut sepasang pedang hitamnya dar menyerang dengan sengit.

   "Trang-tranggg...!"

   Gagang bendera itu telah menangkis sepasang pedang.

   "Aihhh, aku telah mendengar bahwa ayah ibumu dalam persembunyiannya menciptakan Hok-mo Sin-kun! Apakah ini yang namanya Hok-mo Siang-kiam?"

   Akan tetapi Kim Hong sudah tidak mempedulikan lagi dan menyerang terus, menggunakan jurus-jurus terampuh dari ilmu pedangnya. Dan ternyata kakek itu, biarpun kelihatan sudah tua dan lemah, ternyata masih hebat! Gerakannya begitu ringan seperti kapas tertawa angin. Seolah-olah tubuhnya sudah terdorong oleh angin sambaran pedang lawan sehingga tanpa mengelak pedang itu tidak mengenai sasaran!

   Dan benderanya bergerak-gerak, berkibar-kibar, namun bukan sembarangan berkibar karena bendera tua itu berkelebat menggelapkan pandangan dan ujung gagangnya yang tumpul menjadi alat penotok yang ampuh, sedangkan mata anak panah yang menjadi gagang bendera itupun menyambar-nyambar seperti patuk seekor rajawali! Biarpun Kim Hong bergerak cepat dan mengerahkan tenaga, namun Thian Sin dapat melihat bahwa memang kakek itu memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi tingkatannya sehingga dengan mudah kakek itu dapat menghalau semua serangan Kim Hong tanpa banyak kesukaran, sebaliknya setiap serangan balasan kakek itu agaknya memang tepat sehingga membuat Kim Hong kewalahan dan sibuk menyetamatkan diri.

   "Jit Goat Tosu, sungguh tak patut yang tua menghina yang muda, dan aku sudah menjanjikan bantuan kepada Kim Hong!"

   Berkata demikian, Thian Sin sudah meloncat ke depan sambil mengelebatkan Gin-hwa-kiam sehingga nampak sinar perak menyambar ganas.

   "Tranggggg...!"

   Tangkisan anak panah yang menjadi gagang bendera terhadap Gin-hwa-kiam itu membuat Si Kakek terdorong ke belakang, akan tetapi juga Thian Sin terdorong mundur. Keduanya terkejut dan kakek itu sejenak memandang kepada pemuda itu.

   "Toan Kim Hong! Siapakah pemuda yang membantumu ini?"

   Pertanyaan ini lebih menyerupai bentakan dan di dalamnya mengandung ancaman maut! Kim Hong merasa malu kalau harus mengeroyok kakek itu bersama orang lain, maka iapun menyahut lantang,

   "Dia adalah Ceng Thian Sin, tunanganku!"

   Dengan mengaku pemuda itu sebagai tunangannya yang berarti jodohnya, maka berarti bahwa yang ikut mengeroyok kakek itu "bukan orang luar". Dan memang pendapatnya ini tepat sekali. Kakek itu tertawa.

   "Ha-ha-ha, pantas...! Dia tampan dan gagah, ilmunya hebat. Hayo anak-anak, hayo kita latihan dan lihatlah kehebatan ilmu dari nenek moyang perguruanmu!"

   Setelah berkata demikian kakek itu menggerakkan anak panah bendera itu dan sekaligus gerakan ini menyerang Thian Sin dan Kim Hong secara bertubi-tubi. Dua orang muda itu kaget dan juga heran bagaimana senjata kecil seperti itu dapat bergerak sedemikian anehnya dan setiap gerakan merupakan serangan maut yang berbahaya sekali. Tentu keduanya sudah menggerakkan pedang untuk menangkis dan balas menyerang. Kim Hong sudah mainkan Hok-mo Siang-kiam-sut dan sepasang pedangnya yang hitam itu berubah menjadi dua sinar hitam bergulung-gulung amat menyeramkan, diiringi angin dingin yang mengeluarkan suara bercuitan. Tubuhnya sendiri lenyap terbungkus dua gulungan sinar hitam ini dan kadang-kadang ada sinar hitam mencuat dari dua gulungan itu, menyambar ke arah tubuh kakek kecil kurus.

   Thian Sin juga memutar pedangnya dengan cepat, dan selain sambaran pedangnya yang berubah menjadi gulungan sinar perak mengimbangi dua gulungan sinar hitam itu, saling membantu, juga tangan kirinya diam-diam melancarkan pukulan-pukulan Pek-in-ciang yang dipelajarinya dari pendekar sakti Yap Kun Liong di Bwe-hoa-san. Tangan kirinya itu mengepulkan uap putih ketika dia mempergunakan ilmu pukulan ampuh itu. Melihat kehebatan kedua orang muda ini, berkali-kali kakek itu mengeluarkan seruan kagum dan kaget. Akan tetapi kakek tua renta itu memang hebat sekali ilmu kepandaiannya. Dia telah memiliki kematangan yang sempurna, ilmu silatnya telah mendarah daging dan berkat latihan samadhi yang tak kunjung henti, dia telah menghimpun kekuatan dalam yang luar biasa sekali, tidak lumrah dimiliki manusia.

   Tubuhnya, jasmaninya memang nampak lemah, akan telapi, kekuatan sakti yang tersembunyi di tubuhnya bangkit semua dan telah terhimpun sin-kang yang mencapai puncaknya. Gerakan anak panah berikut bendera tua itu aneh sekali, akan tetapi ke manapun senjata ini bergerak, selalu tentu dapat menahan senjata lawan dan begitu terbentur, langsung saja anak panah itu menyambar dan mengirim serangan balasan yang tidak kalah lihainya daripada serangan lawan. Biarpun dikeroyok dua, kakek itu sama sekali tidak pernah terdesak, bahkan dia seolah-olah telah menguasai ilmu lawan. Padahal, ilmu yang dikeluarkan oleh dua orang muda itu adalah ilmu-ilmu yang belum dikenalnya, akan tetapi kematangannya dalam ilmu silat membuat dia dapat melihat intinya dan karenanya gerakan dua orang muda itu tidak mengejutkan hatinya, hanya membuatnya kagum bukan main.

   "Bagus sekali ilmu pedang kalian, mari kita berlatih dengan tangan kosong!"

   Setelah berkata demikian, kakek itu menyelipkan anak panah itu di pinggangnya dan menghadapi mereka dengan kedua tangan kosong saja. Melihat ini, Thian Sin otomatis menyimpan pedangnya, dan melihat sikap pemuda ini, Kim Hong juga menyimpan sepasang pedang hitamnya! Diam-diam gadis ini merasa heran sendiri. Ia datang untuk membunuh kakek ini, akan tetapi kenapa sekarang ia menghadapi kakek itu seperti supeknya sendiri mengajaknya berlatih saja?

   Sebetulnya bukanlah demikian. Seperti juga yang dirasakan oleh Thian Sin, Kim Hong merasa malu di sudut hatinya bahwa menghadapi seorang kakek tua renta yang kelihatan amat lemah ini ia harus menggunakan pengeroyokan. Dan di samping itu, juga ia merasa kagum bukan main melihat kepandaian kakek ini. Oleh karena itu melihat kakek itu menyimpan senjata, mana mungkin ia ada muka untuk menyerang kakek yang bertangan kosong itu dengan pedang? Hal itu tentu akan memalukan sekali, dan karena inilah maka Thian Sin dan ia sendiri juga menyimpan senjata mereka. Bagi Thian Sin, ada hal lain yang mendorongnya menyimpan senjata. Sebetulnya, kalau dibuat perbandingan, pemuda ini lebih lihai bertangan kosong daripada mempergunakan senjata.

   Hal ini adalah karena dia telah mewarisi banyak ilmu kesaktian yang dipergunakan dengan tangan kosong, antara lain seperti Ilmu Pek-in-ciang dari pendekar Yap Kun Liong, lalu Thi-khi-i-beng dari ayah angkatnya, Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong, belum lagi ilmu silat tinggi seperti Thai-kek Sin-kun, San-in-kun-hoat, Pat-hong Sin-kun dan tenaga Thian-te Sin-ciang. Malah ilmu-ilmu yang diwarisinya dari ayah kandungnya juga ilmu silat tangan kosong yang mengandalkan kaki tangan belaka, seperti Ilmu Hok-liong Sin-ciang dan Hok-te Sin-kun itu. Maka, ketika ditantang untuk bertanding dengan tangan kosong, dengan gembira Thian Sin menyimpan pedangnya yang diturut pula oleh Kim Hong. Terjadilah pertandingan yahg hebat sekali, malah lebih menegangkan daripada ketika mereka mempergunakan senjata tadi.

   Kalau tadi mereka bertanding dalam jarak agak jauh, kini mereka berkelahi dalam jarak pendek, saling pukul, saling tendang, menangkis dan mengelak dengan kecepatan yang mengagumkan. Kadang-kadang gerakan mereka nampak begitu otomatis seolah-olah tiga tubuh itu telah menjadi satu dan enam batang lengan, enam batang kaki itu digerakkan oleh satu otak saja. Dan Thian Sin menjadi semakin kagum. Ilmu-ilmu silat tinggi telah dikeluarkannya, akan tetapi dia dan Kim Hong tidak mampu mendesak kakek itu. Bahkan senjata rambut panjang Kim Hong tidak dapat mendesak lawan, malah beberapa kali hampir saja ujung rambut itu terkena cengkeraman kakek itu kalau saja Thian Sin tidak cepat membantunya. Kakek itu mentertawakan Kim Hong dan mengejeknya dengan kata-kata,

   "Senjata khas wanita, tapi curang!"

   Karena merasa penasaran, setelah lewat hampir seratus jurus belum juga dia mampu mendesak kakek itu, ketika kakek itu menampar ke arah kepalanya, Thian Sin miringkan tubuh, akan tetapi memasang pundaknya sehingga kena ditampar.

   "Plakk!"

   "Uuhhhhh... apa ini...? Ahh, Thi-khi-i-beng...?"

   Kakek itu berseru dan bukan menarik tenaganya malah mengerahkan tenaga sehingga Thian Sin menjadi gelagapan seperti orang yang dimasukkan ke dalam air. Ilmu itu adalah ilmu menyedot tenaga sin-kang lawan, akan tetapi kakek itu membanjirinya dengan tenaga berlebihan sehingga dia tidak dapat menampungnya dan otomatis Thian Sin mengembalikan tenaga yang membanjir itu dan menghentikan sedotannya! Kakek itu meloncat ke belakang.

   "Orang muda, engkau dari Cin-ling-pai?"

   Tanya kakek itu heran. Biarpun tidak pernah mengenal secara pribadi, agaknya kakek ini pernah mendengar ilmu mujijat dari Cin-ling-pai itu.

   "Masih ada hubungan keluarga!"

   Kata Thian Sin akan tetapi hatinya merasa kecewa karena ternyata Thi-khi-i-beng juga tidak ada gunanya terhadap kakek yang hebat ini.

   "Akan tetapi yang ini bukan dari Cin-ling-pai, terimalah!"

   Dan Thian Sin sudah berjungkir balik, kemudian, tiba-tiba dia menghantam dari bawah. Itulah Hok-te Sin-kun yang hebat sekali. Angin pukulan yang dahsyat menyambar dan kakek itu agaknya mengenal ilmu mujijat maka sambil berseru dia memapaki dengan pukulan tangannya.

   "Desss...!"

   Tubuh kakek itu terlempar dan nyaris terbanting, sedangkan Thian Sin terpaksa harus berjungkir balik beberapa kali karena pertemuan tenaga itu membuat seluruh tubuhnya tergetar. Wajah kakek itu berubah dan matanya terbelalak.

   "Ilmu setan...!"

   Dia menggerutu, dan ketika Kim Hong dan Thian Sin maju lagi, dia berkata dengan nyaring.

   "Tahan!"

   "Toan Kim Hong, engkau tidak menghormati bendera pusaka, maka habislah riwayat bendera pusaka perguruan kami, akan tetapi ilmu silatmu juga sudah tidak aseli lagi. dan biarpun salahnya ayahmu sendiri, namun memang aku yang membuat hidup ayahmu menderita. Aku menyesal sekali dan sudah menebus dengan pertapaan, akan tetapi agaknya belum impas kalau belum mati badan tua tak berguna ini. Nah, saksikanlah. Supekmu menebus dosa dan membawa bendera pusaka bersama dan lunaslah sudah!"

   Tiba-tiba kakek itu mencabut anak panah yang menjadi gagang bendera itu dan sekali menggerakkan anak panah itu, senjata ini amblas memasuki dadanya berikut benderanya dan ujung anak panah itu tembus di punggungnya. Dia terhuyung lalu roboh miring, tak bergerak lagi.

   Thian Sin dan Kim Hong merasa terkejut sekali sehingga mereka terkesima dan berdiri bengong memandang kepada tubuh kakek yang sudah tewas itu. Setelah kakek itu tewas barulah terasa menyesal dalam hati mereka. Kakek ini memiliki ilmu kepandaian yang hebat bukan main, dan kakek ini tadi jelas tidak menghadapi mereka sebagai musuh melainkan sebagai lawan berlatih belaka. Baru sekarang keduanya mengerti bahwa kalau kakek itu menghendaki, tadi kakek itu tentu sudah dapat merobohkan dan menewaskan mereka. Kakek itu telah mengalah! Dan kini kakek itu telah membunuh diri! Mereka tidak tahu bahwa sebetulnya Gouw Gwat Leng amat mencinta sutenya, yaitu Toan Su Ong. Mereka berdua telah mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari guru mereka. Sayang sekali bahwa Toan Su Ong kemudian dinyatakan sebagai pemberontak karena terlalu berani menentang kebijaksanaan kaisar.

   Sebetulnya, kalau kaisar menghendaki, dengan pengerahan bala tentara, apa sukarnya menangkap dan membunuh seorang manusia saja, betapapun lihainya dia itu? Gouw Gwat Long melihat hal ini dan diapun menghadap kaisar dan menyatakan bahwa dialah yang akan mengejar sutenya dan menghalangi sutenya agar tidak memberontak. Dan memang dia melakukan pengejaran. Toan Su Ong tidak berani melawan suhengnya yang menjadi ahli waris bendera pusaka guru mereka, maka diapun terus pergi menyembunyikan diri sampai matinya di Pulau Teratai Merah, terbunuh dalam pertikaian oleh isterinya sendiri. Dan memang inilah yang dikehendaki oleh Gouw Gwat Leng, yaitu agar sutenya tidak sampai dikeroyok oleh bala tentara dan tidak sampai terbinasa oleh kaisar.

   Akan tetapi, diapun merasa menyesal dan berdosa karena biarpun dia telah menyelamatkan nyawa sutenya, sebaliknya diapun membuat sutenya hidup merana dan menderita, selalu bersembunyi. Penyesalan inilah, ditambah kedukaan bahwa sejak muda ia terpaksa harus berpisah dari sutenya yang tercinta, yang membuat Gouw Gwat Leng menjadi semakin berduka ketika mendengar akan tewasnya sutenya itu. Dia lalu pergi ke Kun-lun-pai, minta kepada para tokoh Kun-lun-pai yang menjadi sahabat baiknya untuk menerimanya menjadi tosu dan memberi pelajaran Agama To kepadanya. Diapun menurunkan beberapa ilmu silat tinggi kepada para pimpinan Kun-lun-pai sehingga dia dianggap sebagai saudara tua dan diperbolehkan untuk bertapa di dalam gua-gua di Kun-lun-san.

   Ketika puteri sutenya itu menghadapinya sebagai musuh, sampailah Gouw Gwat Leng yang sudah menjadi Jit Goat Tosu itu pada puncak penyesalannya. Puteri sutenya itu sebetulnya merupakan ahli waris tunggal dari ilmu-ilmu perguruan yang berikut bendera pusaka itu. Akan tetapi gadis itu malah menghina bendera pusaka dan menghadapinya sebagai seorang musuh besar yang menyengsarakan kehidupan ayah gadis itu. Maka, untuk menebus penyesalannya, kakek yang sudah tua sekali itu akhirnya menyimpan bendera pusaka ke dalam tubuhnya dan membunuh diri di depan Kim Hong tanpa penyesalan karena diapun sudah puas melihat puteri sutenya itu menjadi seorang gadis yang demikian lihai,

   Berjodoh dengan seorang pemuda yang lihai pula, bahkan seorang pemuda Cin-ling-pai pula. Ketika mendengar gerakan di belakang mereka, Thian Sin dan Kim Hong baru sadar dan memutar tubuh. Mereka melihat bahwa di situ telah berdiri dua orang tosu tua yang bukan lain adalah Kui Yang Tosu dan seorang tosu lain yang juga tinggi kurus akan tetapi wajahnya muram tidak segembira wajah Kui Yang Tosu. Mereka dapat menduga bahwa tentu tosu inilah yang menjadi ketua Kun-lun-pai dan memang benar, tosu itu adalah Kui Im Tosu! Di belakang ketua dan wakil ketua Kun-lun-pai ini berdiri para sute mereka, lalu para murid mereka dari tingkat tertinggi sampai tingkat terbawah. Semua penghuni asrama Kun-lun-pai telah keluar dan menghadapi dua orang muda itu agaknya.

   "Siancai, siancai, siancai... Saudara tua Jit Goat Tosu telah tewas dalam keadaan yang menyedihkan sekali..."

   Kata Kui Im Tosu sambil memandang ke arah tubuh kurus yang rebah miring itu dengan nada suara penuh kedukaan dan wajahnya semakin muram.

   "Puluhan tahun lamanya beliau tidak pernah mengganggu siapa atau apapun, tidak akan mau membunuh seekor semut, akan tetapi sekarang tewas oleh kekerasan. Di mana Pendekar Sadis tiba di situ tentu ada bekas tangannya yang kejam,"

   Kata Kui Yang Tosu, kini senyumnya lenyap dari wajahnya yang biasanya gembira itu.

   "Aku yang datang untuk membunuhnya, dia hanya datang menemani dan membantuku!"

   Kata Kim Hong dengan lantang.

   "Jit Goat Tosu membunuh diri, kalau tidak mana kalian akan mampu membunuhnya?"

   Kata Kui Yang Tosu.

   "Akan tetapi bagaimanapun juga, kalian yang telah mendesaknya, sehingga dia membunuh diri."

   "Locianpwe, sudah kukatakan bahwa kedatanganku ke sini bukan untuk berurusan dengan Kun-lun-pai, melainkan urusan pribadi dengan Jit Goat Tosu yang masih terhitung supekku. Kami membuat perhitungan lama antara dia dan ayahku, dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Kun-lun-pai. Maka kuminta agar Kun-lun-pai jangan mencampuri urusan pribadi orang lain!"

   "Siancai... tidak begitu mudah, nona,"

   Kata Kui Yang Tosu yang agaknya lebih pandai bicara daripada suhengnya yang pendiam.

   "Kami sudah mendengar dan melihat semua. Engkau sebagai murid keponakan telah berani melawan supek, berarti engkau telah mengkhianati bendera pusaka perguruan. Ini termasuk perbuatan jahat sekali. Dan kalian berdua telah menyebabkan kematian seorang saudara angkat kami. Tak mungkin kami mendiamkcan saja kejahatan dilakukan orang di wilayah Kun-lun-pai."

   "Habis, kalian mau apa?"

   Tanya Kim Hong, nadanya tidak menghormat lagi dan mengandung tantangan. Kumat lagi sikapnya sebagai Lam-sin yang memandang rendah siapapun juga di dunia ini.

   "Siancai!"

   Kata Kui Im Tosu.

   "Kami terpaksa harus menangkapmu untuk dimintakan pengadilan kepada rapat pertemuan para tokoh kang-ouw!"

   "Singgg!"

   Kim Hong sudah mencabut pedang hitamnya.

   "Bagus! Seekor semutpun kalau diinjak pasti balas menggigit, seekor ayampun kalau akan ditangkap pasti melarikan diri dan seekor harimaupun kalau akan dibunuh pasti melawan. Apalagi manusia! Aku Toan Kim Hong tdak berniat memusuhi Kun-lun-pai, akan tetapi kalau ada yang mendesakku, menangkap atau membunuhku, silakan maju. Jangan disangka aku takut terhadap Kun-lun-pai!"

   "Tangkap mereka!"

   Kata Kui Yang Tosu kepada anak buahnya. Dia tahu bahwa dua orang muda itu lihai sekali, maka dia sendiripun bersama sang ketua sudah siap untuk bantu mengeroyok dan menangkap, walaupun sebagai orang yang berkedudukan tinggi dan tidak tergesa-gesa turun tangan. Dan dia maklum bahwa para murid Kun-lun-pai akan mentaati perintahnya, yaitu menangkap mereka, bukan membunuh. Melihat para tosu dan para murid Kun-lun-pai sudah bergerak, Thian Sin memegang lengan gadis itu.

   "Jangan lukai atau bunuh orang. Simpan pedangmu!"

   Dalam kemarahannya, Kim Hong masih dapat diingatkan dan cepat iapun menyimpan kembali sepasang pedangnya, kemudian berdiri saling membelakangi dengan Thian Sin, memandang kepada anak murid Kun-lun-pai yang telah mengepung mereka itu.

   Ketika para murid Kun-lun-pai itu bergerak maju, keduanya segera mengamuk. Dengan gerakan mereka yang cepat, Kim Hong dan Thian Sin menggerakkan kaki tangan dan merobohkan tanpa membuat mereka terluka parah. Akan tetapi, segera murid-murid yang tingkatnya lebih tinggi sudah menyerbu, membuat mereka berdua berloncatan ke sana-sini sebelum akhirnya membalas dengan tenaga yang lebih kuat. Para anak buah Kun-lun-pai itu, dari murid-murid kepala sampai murid-murid yang tingkatnya paling rendah, menjadi sibuk sekali seperti sekumpulan semut mengeroyok dua ekor jengkerik yang besar dan setiap gerakan jengkerik-jengkerik itu membuat semut-semut yang mengeroyok terlempar ke sana-sini.

   "Mundur!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan berkelebatlah dua bayangan orang. Kiranya Kui Yang Tosu dan Kui Im Tosu sendiri yang telah maju menghadapi dua orang muda itu. Thian Sin terkejut sekali. Dua orang ketua Kun-lun-pai telah maju sendiri! Permusuhan dengan Kun-lun-pai tak dapat dihindarkan lagi! Dan untuk melarikan diri tidaklah mudah karena dengan rapi para murid Kun-lun-pai telah mengurung tempat itu dengan ketatnya.

   "Ji-wi locianpwe,"

   Kata Thian Sin dengan suara merendah.

   "Kami dua orang muda sama sekali tidak berniat untuk bentrok dan bermusuhan dengan Kun-lun-pai, mengapa ji-wi tidak membiarkan kami pergi dengan aman?"

   "Hemm, kalian telah membunuh Jit Goat Tosu dan mengatakan tidak berniat memusuhi kami? Kalau benar kalian berniat baik, menyerahlah agar kami bawa ke depan pertimbangan dan pengadilan para tokoh kang-ouw,"

   Kata Kui Yang Tosu.

   "Kami bukan penjahat!"

   Bentak Kim Hong.

   "Kalau terpaksa kami melawan Kun-lun-pai, adalah karena kami didesak!"

   "Hemm, kalian telah melakukan pembunuhan, masih berani berkata bukan penjahat?"

   Kui Im Tosu berseru, dan Kui Yang Tosu sudah menerjang maju disambut oleh Kim Hong. Kui Im Tosu juga maju, disambut oleh Thian Sin. Kui Yang Tosu terkejut bukan main ketika tangannya bertemu dengan Kim Hong dan dia merasa betapa seluruh lengannya menjadi tergetar hampir lumpuh. Tak disangkanya bahwa murid keponakan dari mendiang Jit Goat Tosu memiliki tenaga sin-kang yang demikian dahsyatnya.

   Sebaliknya, dari pertemuan tenaga itupun Kim Hong maklum bahwa ia menghadapi lawan yang berat, maka ia tidak banyak cakap lagi, lalu cepat menyerang dengan kedua pukulan dan kedua kakinya dibantu oleh rambutnya. Kui Yang Tosu bergerak dengan mantap dan tenang, akan tetapi dia terkejut melihat sambaran kuncir rambut yang amat cepat dan kuat itu yang nyaris menotok jalan darah di lehernya. Cepat tangan kirinya bergerak dan terdengar suara berkerotokan nyaring ketika tasbehnya menyambar ke depan menyambut rambut itu. Kui Yang Tosu balas menyerang, namun semua serangannya dapat dielakkan dengan baik oleh Kim Hong dan mereka bertanding dengan amat seru, dan ternyata bahwa tingkat kepandaian mereka seimbang, hal yang amat mengejutkan wakil ketua Kun-lun-pai itu.

   Sementara itu pertandingan antara Thian Sin dan ketua Kun-lun-pai juga terjadi dengan amat seru dan hebatnya. Angin pukulan menyambar-nyambar ganas dan Thian Sin mendapat kenyataan betapa lihainya ketua Kun-lun-pai ini. Dia merasa repot sekali karena tosu yang bersilat dengan amat
(Lanjut ke Jilid 40)
Pendekar Sadis (Seri ke 05 "

   Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 40
tenang itu seolah-olah dilindungi oleh hawa murni yang sukar diterobos, amat kuat sehingga semua serangannya, kalau tidak dapat dielakkan atau ditangkis lawan, selalu membentur tenaga yang membuat serangannya menyeleweng. Akhirnya, secara terpaksa sekali Thian Sin yang tidak ingin bermusuhan dengan Kun-lun-pai itu mengeluarkan ilmu simpanannya. Tiba-tiba dia berjungkir balik dan dengan tenaga dari tanah dia menerjang ke atas dan mempergunakan Ilmu Hok-te Sin-kun.

   "Hiaaaaattt...!"

   Dia memekik dengan nyaring sekali seketika bersamaan dengan pekik itu, tubuhnya sudah mencelat dari atas tanah dengan serangan yang amat dahsyat.

   "Bresss...!"

   Ketua Kun-lun-pai menangkis dengan kedua lengannya, akan tetapi kakek ini terlempar sampai empat meter dan biarpun jatuh berdiri, akan tetapi wajah kakek ini pucat dan matanya terbelalak, tanda bahwa dia terkejut bukan main menghadapi serangan yang amat luar biasa itu.

   "Kim Hong, lari...!"

   Teriak Thian Sin. Kim Hong maklum bahwa amat sukarlah melawan dua orang pimpinan Kun-lun-pai itu tanpa merobohkan mereka dengan serangan maut yang amat tidak dikehendakinya, maka tiba-tiba tangan kirinya bergerak dan sinar halus merah menyambar ke arah tubuh jalan darah di tubuh lawan bagian depan.

   "Siancai...!"

   Kui Yang Tosu berseru kaget dan cepat mengebut dengan kedua lengan bajunya sehingga sinar merah itu runtuh. Sebatang jarum merah menancap di lengan bajunya. Mempergunakan kesempatan ini, Kim Hong meloncat jauh dan bersama Thian Sin melarikan diri. Para murid Kun-lun-pai hendak mengejar, akan tetapi Kui Im Tosu berseru dengan tenang,

   

Pendekar Lembah Naga Eps 31 Dewi Maut Eps 43 Dewi Maut Eps 46

Cari Blog Ini