Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sadis 43


Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Bagian 43



Suasana menjadi sunyi ketika semua orang mendengar penuturan itu dan diam-diam mereka semua merasa terkejut dan kagum bukan main. Pada jaman itu, kiranya sukar dicari orang yang akan mampu membebaskan diri dari kepungan orang-orang Kun-lun-pai! Dari kenyataan itu saja sudah dapat diukur betapa lihainya Pendekar Sadis dan kawannya, wanita muda itu.

   "Sungguh aku belum mengerti benar, Toyu,"

   Terdengar Lo Pa San berkata. Pendekar ini orangnya jujur, ramah dan adil, juga amat sederhana sehingga bicara dengan pimpinan Kun-lun-pai sekalipun dia hanya menyebut toyu yang berarti sahabat saja.

   "Menurut penuturanmu tadi, Pendekar Sadis hanya menemani atau membantu nona bernama Toan Kim Hong datang mencari supeknya sendiri. Apa yang terjadi antaara mereka itu, sampai yang berakibat kematian Jit Goat Tosu yang membunuh diri, kiraku merupakan urusan pribadi dalam kekeluargaan mereka. Kiranya sama sekali bukan menjadi hak kita untuk mencampuri."

   Beberapa orang gagah yang berada di situ mengangguk membenarkan. Mereka itu rata-rata adalah pendekar-pendekar yang gagah perkasa dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, tidak mau sembrono dan tidak mau berpihak siapapun juga, kecuali pibak kebenaran dan keadilan.

   "Siancai... apa yang dikatakan Lo-enghiong memang tidak keliru. Kamipun bukanlah golongan yang suka usil dan suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Jit Goat Tosu bukanlah orang lain lagi, melainkan saudara tua kami. Dan seperti telah pinto ceritakan tadi, nona itu tadi adalah seorang murid durhaka yang tidak menghormati bendera pusaka perguruan sendiri, tidak tahu pula bahwa Jit Goat Tosu telah mengalah karena kalau dia menghendaki, dua orang muda itu takkan mungkin mampu mengalahkannya. Tapi mereka mendesak terus sehingga dia mengalah dan membunuh diri. Peristiwa kejam ini terjadi di Kun-lun-pai. Sedangkan andaikata hal itu menimpa diri orang lain di luar Kun-lun-pai sekalipun, sebagai pendekar-pendekar kita haruslah turun tangan mengadilinya. Apalagi hal itu terjadi menimpa saudara tua kami, terjadi di Kun-lun-pai sendiri, dan yang terutama sekali, dilakukan oleh Pendekar Sadis yang sudah mencemarkan sebutan pendekar itu. Maka, pinto kira sudah selayaknya kalau hal ini dibahas secara teliti di dalam rapat besok di antara para pendekar."

   Karena alasan yang dikemukakan oleh Kui Yang Tosu itu memang pantas, semua orang mengangguk dan memang kebanyakan di antara mereka merasa tidak senang mendengar sepak terjang Pendekar Sadis yang terlalu kejam dalam menangani musuh-musuhnya, biarpun yang diberantasnya itu termasuk tokoh-tokoh sesat. Terutama sekali pembunuhan Pendekar Sadis terhadap Toan Ong sungguh membuat mereka merasa penasaran sekali. Keadaan menjadi berisik ketika mereka membicarakan semua perbuatan Pendekar Sadis yang amat kejam ketika membunuh musuh-musuhnya dan bagaimanapun juga, mereka semua merasa kagum dan jerih mendengar betapa Pendekar Sadis telah berhasil membunuh See-thian-ong, Pak-san-kui, dan melenyapkan Lam-sin. Bahkan berita tentang Pendekar Sadis menyerbu Tung-hai-sian sudah ramai mereka bicarakan.

   "Cin-ling-pai harus bertanggung jawab. Bukankah Pendekar Sadis itu sanaknya? Tung-hai-sian terluput dari perbuatannya karena berbesan dengan Cin-ling-pai."

   Kata seseorang.

   "Pendekar Lembah Naga adalah ayah angkatnya, maka dialah yang paling besar tanggung jawabnya,"

   Kata yang lain.

   "Harap para saudara bersabar karena pinto juga telah mengundang mereka. Pinto kira, besok mereka akan dapat hadir semua dan kita minta saja pendapat dan pertimbangan mereka. Jiwa pendekar menuntut keadilan dan harus menghukum siapapun yang salah, biar keluarga sendiri tidak semestinya kalau dilindungi sehingga kejahatannya semakin merajalela,"

   Kata Kui Yang Tosu, sedangkan Kui Im Tosu hanya mendengarkan saja sambil menundukkan mukanya. Ketua Kun-lun-pai ini memang tidak suka banyak bicara. Tiba-tiba terdengar suara lantang,

   "Harap cu-wi jangan khawatir. Mengenai semua perbuatan Pendekar Sadis, akulah yang bertanggung jawab sepenuhnya!"

   Semua orang menoleh dan mereka melihat masuknya seorang pemuda yang berpakaian sederhana akan tetapi amat gagah perkasa sikapnya. Karena Han Tiong memang tidak pernah menonjolkan diri di dunia kang-ouw, maka tidak ada yang mengenal pemuda ini dan semua orang bangkit berdiri, memandang dengan heran akan tetapi juga membalas penghormatan pemuda yang sudah menjura ke arah mereka dengan sikap hormat itu.

   "Para pimpinan Kun-lun-pai dan para locianpwe yang berada di sini. Kedatangan saya ini untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan Pendekar Sadis. Cin-ling-pai dan Lembah Naga tidak ada urusannya dengan dia dan tidak seharusnya bertanggung jawab, melainkan saya seoranglah."

   Kui Yang Tosu sudah melangkah maju dan memandang kepada pemuda gagah itu dengan pandang mata penuh selidik.

   "Siapakah sicu yang muda ini?"

   Tanyanya. Han Tiong memandang kepada tosu itu dan menduga bahwa tentu dia berhadapan dengan ketua Kun-lun-pai.

   "Apakah totiang ketua Kun-lun-pai?"

   "Pinto adalah Kui Yang Tosu, wakil ketua Kun-lun-pai. Siapakah engkau, orang muda?"

   "Saya adalah kakak dari Pendekar Sadis, nama saya Cia Han Tiong,"

   Jawab Han Tiong sederhana.

   "Cia...? Adakah hubunganmu dengan Cia Sin Liong Taihiap, Pendekar Lembah Naga?"

   "Dia adalah ayah saya."

   Kui Yang Tosu, juga semua orang gagah yang berada di situ terkejut sekali. Kiranya pemuda sederhana yang bersikap gagah perkasa ini adalah putera Pendekar Lembah Naga! Mengertilah sekarang Kui Yang Tosu mengapa pemuda ini memperkenalkan diri sebagai kakak dari Pendekar Sadis, dan dia mengerutkan alisnya.

   "Hemm, selamat datang, Cia Taihiap. Mari silakan duduk."

   "Terima kasih, totiang. Kedatangan saya bukan untuk menghadiri rapat para pendekar, melainkan, seperti saya katakan tadi, untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan Pendekar Sadis, adik saya. Hanya saya seoranglah yang menjadi penanggung jawabnya, bukan Cin-ling-pai maupun Lembah Naga."

   Makin dalam kerut di antara alis Kui Yang Tosu.

   "Orang muda, apa yang kau maksudkan dengan pertanggungan jawab itu?"

   "Apapun yang totiang kehendaki! Kalau adik saya dianggap bersalah dan hendak dihukum, nah, hukumlah saya! Saya yang mewakilinya menerima hukuman, kalau memang sudah sepatutnya dia dihukum. Akan tetapi saya merasa yakin bahwa para locianpwe yang gagah perkasa tentu akan memiliki kebijaksanaan dan pertimbangan seadil-adilnya. Saya sudah mendengar akan semua yang dilakukan adik saya, mendengar dengan jelas. Saya datang bukan untuk membelanya, bukan melindunginya, melainkan untuk menebus semua kesalahannya, kalau memang ada perbuatannya yang dianggap bersalah."

   "Pendekar Sadis bertindak amat kejam, perbuatan itu mencemarkan nama para pendekar! Dia memang menentang penjahat, namun tindakannya luar biasa kejamnya!"

   Kata Kui Im Tosu yang sejak tadi diam saja.

   "Cia-Taihiap, apakah hal itu tidak kau anggap bersalah?"

   "Maaf, totiang. Salah atau tidak itu tergantung yang menilainya. Akan tetapi saya tahu benar mengapa adik saya itu bertindak kejam terhadap musuh-musuhnya yang dibasminya. Dia menderita dendam sakit yang amat mendalam, dan karena dia lemah, maka dia memberi kesempatan kepada nafsunya untuk membalas dendam, untuk menyiksa dan memuaskan sakit hatinya."

   "Ha-ha, bagaimana jawabanmu terhadap perbuatannya membunuh Toan Ong?"

   Kata seorang di antara Shan-tung Sam-lo-eng. Han Tiong memandang kepada pembicara lalu menjawab,

   "Hal itupun telah saya bicarakan dengan adik saya. Dia melakukan hal itu karena fitnahan orang lain sehingga dia menganggap Toan Ong seorang manusia jahat, maka dibunuhnya. Setelah dia menyadari kekeliruannya, diapun sudah menghukum orang yang melakukan fitnah. Pembunuhan itu hanya merupakan hasil fitnah, bukan berarti adik saya sengaja membunuh orang baik-baik."

   "Hemm, kalau menurut pendapatmu, Pendekar Sadis itu patut dibebaskan dan tidak dianggap bersalah? Begitukah?"

   Hui-to-sian Lo Pa San ikut bertanya, suaranya lantang.

   "Sama sekali bukan demikian maksud saya, locianpwe. Sudah saya katakan bahwa saya bukan membela atau melindunginya, melainkan mewakilinya menerima hukuman kalau memang dianggap bersalah."

   "Omitohud...! Cia-Taihiap yang begini muda sudah memiliki kasih sayang yang luar biasa sekali terhadap adiknya, adik angkatnya lagi. Begitu mendalam, sungguh mengagumkan!"

   Hwa Siong Hwesio tokoh Siauw-lim-pai itu berkata.

   "Akan tetapi, mana mungkin menghukum orang lain sedangkan yang berdosa boleh bebas? Apa gunanya itu? Si jahat harus dihukum biar lenyap dari dunia ini atau biar bertobat sehingga tidak terulang lagi kejahatannya!"

   Kata Thian Heng Losu ketua Bu-tong-pai.

   "Cia-Taihiap, andaikata kami menghukummu sebagai orang yang mewakili Pendekar Sadis, apa artinya itu? Dia akan tetap saja menyebar kekejaman di dunia ini!"

   "Tidak, locianpwe. Kalau dia mendengar bahwa saya dihukum karena perbuatannya tentu dia akan insyaf dan sadar, dan tidak akan mengulangi perbuatan-perbuatannya yang para locianpwe anggap tidak selayaknya."

   "Bagaimana kalau kita memutuskan bahwa Pendekar Sadis harus dilenyapkan, harus dijatuhi hukuman mati?"

   Lo Pa San yang juga kagum kepada pemuda ini bertanya, memancing.

   "Saya sudah bertekad untuk mewakili adik saya menjalani hukuman apa saja kalau perlu saya tidak akan menolak untuk dihukum mati, kalau memang itu dapat menebus kesalahannya dan cu-wi locianpwe tidak mengganggu dia, Cin-ling-pai atau Lembah Naga!"

   Bukan main hebatnya jawaban tegas ini, membuat semua tokoh itu sejenak terbisu dan memandang kepada Han Tiong dengan heran. Biasanya kalau seseorang mencinta adiknya, tentu adik itu dibelanya dan dilindunginya, kalau perlu membantu adiknya menentang semua orang yang hendak mengganggu adiknya, bukan mewakilinya menerima hukuman seperti yang akan dilakukan oleh putera Pendekar Lembah Naga ini.

   "Tiong-ko, engkau tidak boleh mewakili hukumanku!"

   Teriakan ini mengejutkan semua orang dan tahu-tahu mereka melihat seorang pemuda gagah berdiri di ambang pintu ruangan itu, di belakangnya berdiri pula seorang gadis cantik yang bersikap angker. Han Tiong terkejut melihat munculnya Thian Sin dan Kim Hong, akan tetapi juga wajahnya segera berseri gembira karena dia mengira bahwa tentu Thian Sin dan Kim Hong sudah sadar dan datang untuk menyerahkan diri mempertangungjawabkan perbuatan mereka. Maka diapun berseru dengan girang sekali,

   "Ah, Sin-te dan Adik Hong, bagus sekali kalian datang. Jangan khawatir, para locianpwe ini adalah orang-orang bijaksana!"

   "Tidak, Tiong-ko! Aku tetap tidak merasa bersalah dan terserah mereka itu mau apa! Akan tetapi, hendaknya para pendekar yang mengaku perkasa dan yang hadir di sini semua mendengar baik-baik bahwa semua perbuatan Pendekar Sadis dan Toan Kim Hong adalah tanggung jawab kami berdua sendiri. Kakakku Cia Han Tiong sama sekali tidak tahu apa-apa dan karenanya tidak boleh hukuman untuk kami dijatuhkan kepadanya atau kepada Cin-ling-pai atau Lembah Naga. Kami berdua sendirilah yang bertanggung jawab. Akan tetapi kami tidak merasa bersalah, dan siapa yang hendak menghukum kami, boleh saja maju dan coba-coba!"

   Pendekar Sadis berdiri dengan gagah perkasa dan sikapnya menantang sekali. Juga Kim Hong berdiri sambil tersenyum mengejek kepada semua orang yang berada di ruangan tamu yang luas itu. Karena Kun-lun-pai sedang menyambut tamu-tamu agung, maka pintu gerbang dibuka dan tidak diadakan penjagaan seperti biasa sehingga mereka berdua, seperti juga Han Tiong tadi, dapat masuk ke tempat itu dengan mudah. Melihat lagak Pendekar Sadis yang menantang dan merasa tidak bersalah itu, para tamu menjadi marah. Pendekar budiman dari Po-hai, yaitu Lo Pa San, mengerutkan alisnya. Pendekar Sadis itu dianggapnya tidak tahu aturan dan berani bersikap demikian memandang rendah kepada orang-orang kang-ouw yang tingkatnya tinggi dan sudah tua pula.

   "Pendekar Sadis, ternyata engkau selain kejam juga sombong sekali!"

   Teriaknya sambil mencabut keluar sebatang golok tipis dari ikat pinggangnya dan diapun sudah melompat ke depan.

   "Sudah lama aku mendengar nama Pendekar Sadis yang menodai nama baik para pendekar dengan perbuatannya yang sangat kejam. Engkau tidak mau mengaku salah dan menantang siapa yang hendak menangkapmu? Nah, aku, Hui-to-sian Lo Pa San yang hendak menangkapmu!"

   Thian Sin tersenyum mengejek.

   "Menangkap dengan senjata terhunus? Locianpwe, engkau ini memaki orang kejam, akan tetapi engkau sendiri, begitu berhadapan denganku mencabut golok, sikap seperti ini lalu apa namanya? Apakah ini yang disebut manis budi dan lunak tidak kejam?"

   Wajah Lo Pa San menjadi merah dan tahulah dia bahwa dia menghadapi seorang pemuda yang pandai bicara pula. Tentu saja dia merasa malu. Kalau tadi mencabut golok adalah karena dia sendiri sudah mendengar akan kelihaian Pendekar Sadis dan dia adalah seorang ahli bermain golok sehingga mendapat julukan Dewa Golok Terbang. Akan tetapi ejekan halus Thian Sin itu tentu saja membuat dia menjadi serba salah dan diapun segera menyimpan kembali goloknya.

   "Orang muda, kau kira aku tidak berani menghadapimu dengan tangan kosong? Kalau tadi aku mengeluarkan golok, adalah karena aku mengira engkaupun akan memegang senjata."

   Thian Sin tersenyum lebar,

   "Ingat, locianpwe, kalau sampai terjadi bentrok antara kita, penyerangnya adalah engkau, bukan aku. Bagaimana aku tiba-tiba saja mencabut senjata? Tidak, engkaulah pencari gara-gara kalau sampai kita berkelahi, bukan aku."

   "Sombong! Lihat serangan!"

   Lo Pa San adalah seorang pendekar yang telah memiliki tingkat kepandaian tinggi dan bukan sembarang pendekar. Jarang dia keluar dari rumah mencampuri perkara yang remeh-remeh.

   Akan tetapi ketika pantai Po-hai pernah dibikin tidak aman oleh merajalelanya bajak-bajak yang datang dari Korea dan Jepang, pendekar inilah yang dengan gagah beraninya menentang dan mengadakan pembersihan, memimpin para pendekar muda dan dia baru berhenti berjuang setelah para bajak laut ganas itu terbasmi semua dan sisanya melarikan diri ke lautan. Namanya menjadi terkenal sekali, terutama ilmu goloknya yang membuat dia memperoleh julukan yang menyeramkan itu, yaitu Dewa Golok Terbang. Tentu saja selain ilmu goloknya yang amat terkenal, pendekar ini juga memiliki ilmu silat tangan kosong yang tangguh dan memiliki tenaga sin-kang yang cukup kuat. Begitu menyerang, kedua tangannya yang jari-jarinya terbuka itu mengirim serangan cengkeraman bertubi-tubi seperti cakar garuda.

   Memang kakek berusia lima puluh tahun lebih itu mainkan ilmu silat tangan kosong yang hebat, yaitu yang disebut Sin-tiauw-kun (Silat Rajawali Sakti) yang telah mengalami banyak perubahan, dikombinasikan dengan ilmu gulat Mongol sehingga selain mencengkeram dengan kuat, juga jari-jari tangan itu dapat menangkap dan sekali lawan tertangkap dengan Ilmu Sin-tiauw-kun yang mengandung ilmu gulat Mongol itu, sukarlah lawan untuk melepaskan diri lagi. Agaknya Dewa Golok Terbang ini benar-benar hendak menangkap Thian Sin seperti yang dikatakannya tadi. Akan tetapi Thian Sin menyambut serangan-serangannya dengan sikap tenang saja. Pemuda ini memang memiliki sebatang pedang, yaitu Gin-hwa-kiam pemberian neneknya, juga ikat pinggangnya merupakan senjata sabuk seperti yang pernah dipelajarinya dari neneknya.

   Akan tetapi, dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang amat hebat dan banyak macamnya, maka tanpa bantuan senjata sekalipun dia sudah merupakan seorang lawan yang amat tangguh. Menghadapi serangan dengan ilmu Sin-tiauw-kun itu, Thian Sin lalu mainkan Thai-kek Sin-kun yang amat kokoh kuat daya tahannya, dan selama beberapa belas jurus lawannya sama sekali tidak mampu mendesaknya dan semua cengkeraman lawan dapat ditangkis atau dielakkannya dengan mudah sekali. Melihat ini, Hui-to-sian terkejut dan juga marah. Dia mengeluarkan gerengan keras dan kini serangannya ditambah lagi dengan tendangan-tendangan kakinya yang dilakukan secara beruntun dan berantai. Cepat sekali gerakan pendekar ini, kedua tangan mencengkeram bertubi-tubi dan kedua kaki menendang bergantian,

   Dan setiap serangan mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat! Diam-diam Thian Sin juga terkejut dan memuji. Pendekar ini benar-benar tangguh dan tidak boleh dipandang ringan. Kalau dia melanjutkan perlawanannya dengan Thai-kek Sin-kun, tentu dia akan terus terdesak dan tanpa mampu membalas. Gerakan lawannya aneh dan cepat sehingga dia harus mencurahkan seluruh perhatian dan gerakan ilmu silatnya untuk bertahan dan untuk melindungi dirinya saja. Maka ketika lawannya menghujani tendangan, dia lalu menggunakan tangannya untuk menangkap kaki lawan. Melihat ini, Huito-sian menarik kembali kakinya dan melihat betapa lawan muda itu membiarkan bagian atas tubuhnya terbuka, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram dan tahu-tahu pundak Thian Sin kena dicengkeramnya.

   "Plak!"

   Thian Sin menangkis sambil mengerahkan Thi-khi-i-beng, akan tetapi ternyata tusukan dengan kedua jari tangan kanan itu dilakukan dengan tenaga kasar biasa saja dan kakek itupun sudah meloncat ke belakang setelah tangan kirinya terlepas dari sedotan pundak. Wajahnya agak pucat dan dia memandang dengan mata bersinar-sinar.

   "Celaka, ilmu pusaka Cin-ling-pai dipergunakan orang untuk menentang para pendekar!"

   Katanya dan diapun sudah menyerang lagi dengan hebatnya. Mendengar ucapan lawan, Thian Sin tidak mau lagi mempergunakan Thi-khi-i-beng, bahkan dia merasa malu untuk mempergunakan ilmu dari Cin-ling-pai. Sekali ini, dia langsung mengeluarkan ilmu yang dipelajarinya dari peninggalan ayah kandungnya, yaitu Hok-liong Sin-ciang yang hanya delapan belas jurus, namun merupakan ilmu silat yang mujijat itu.

   "Haiiiiitt...!"

   Dia mulai membalas dengan menggunakan jurus dari ilmu silat ayahnya. Hui-to-sian terkejut bukan main ketika tiba-tiba saja angin menyambar dahsyat dan dia melihat lawannya itu menyerangnya dari bawah. Untuk mengelak dari serangan sehebat itu tidaklah mungkin lagi, maka diapun menanti serangan, mengerahkan tenaganya dan menangkis dengan kedua tangannya ketika dua langan pemuda yang mendorong itu tiba-tiba dekat.

   "Desss...!"

   Dua tangan itu bertemu dan akibatnya, tubuh Hui-to-sian terlempar dan terdorong ke belakang sampai tujuh langkah dan hampir saja dia terjengkang kalau saja dia tidak cepat membuka kedua kakinya dan mengerahkan tenaga sin-kang pada kedua kakinya yang dipentang lalu memasang kuda-kuda. Akan tetapi tubuhnya terguncang hebat dan keringat dingin membasahi lehernya. Untung bahwa dia tidak terluka, akan tetapi maklumlah pendekar ini bahwa dia telah kalah! Semua pendekar yang berada di situ juga maklum akan hal ini, maka kini Liang Sim Cinjin segera bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke depan.

   "Siancai...! Kiranya nama besar Pendekar Sadis bukanlah nama kosong belaka. Biarlah aku yang tua mencoba kelihaiannya!"

   Sambil berkata demikian, kakek ini sudah menanggalkan capingnya, yaitu topi yang bentuknya bundar, terbuat daripada bambu akan tetapi sebetulnya di balik anyaman bambu itu tersembunyi baja-baja runcing yang membuat topi itu selain dapat dipergunakan sebagai pelindung kepala dari panas dan hujan, juga dapat dipakai sebagai senjata yang amat berbahaya. Akan tetapi sebelum Thian Sin melayani lawan baru ini, tiba-tiba Kim Hong melangkah maju dan gadis ini berkata,

   "Bukankah yang maju ini adalah Locianpwe Liang Sim Cinjin yang terkenal sebagai bun-bu-coan-jai dan memiliki kepandaian yang amat tinggi, baik dalam ilmu silat maupun ilmu surat itu? Nah, bagus sekali kalau begitu, tentu seorang sastrawan mengerti tentang kepantasan dan keadilan. Apakah kalian ini orang-orang tua yang katanya gagah perkasa hendak melakukan pengeroyokan?"

   Liong Sim Cinjin adalah seorang tokoh besar yang sudah bertahun-tahun selalu bertapa di atas gunung di daerah Kang-lam. Dia hanya mendengar saja nama Pendekar Sadis, dan kalau dia sekarang maju hanya karena dia merasa tidak enak terhadap Kun-lun-pai sebagai tuan rumah.

   Sebagai seorang tamu yang melihat tuan rumah kedatangan musuh, apalagi Pendekar Sadis yang dianggap menyeleweng dan menodai nama para pendekar. Melihat betapa Lo Pa San yang menjadi sahabatnya telah kalah oleh Pendekar Sadis, dia segera maju, bukan hanya terdorong karena merasa tidak enak kalau diam saja, akan tetapi juga timbul gairahnya sebagai seorang ahli silat tinggi untuk mencoba kepandaian orang muda itu. Maka, melihat gadis teman Pendekar Sadis itu yang maju dan menyerangnya dengan kata-kata, kakek yang usianya sudah enam puluh lima tahun ini menjadi terperanjat dan bingung juga. Maklumlah, blarpun dia seorang Pendekar, akan tetapi dia jugc seorang sasterawan, maka menghadapi wanita tentu saja dia merasa kikuk.

   "Eh, nona... siapa yang mengeroyok! Biarpun aku orang tua yang bodoh, selama hidupku aku belum pernah melakukan pengeroyokan. Bukankah aku maju seorang diri untuk melawannya?"

   Katanya membantah.

   "Majunya memang seorang diri, akan tetapi kalau Thian Sin dilawan secara bergiliran, bukankah itu sama saja dengan pengeroyokan? Mana dia kuat menghadapi lawan begini banyak yang maju satu demi satu? Tenaga manusia ade batasnya. Apa artinya locianpwe menang kalau menangnya itu karena dia sudah kelelahan melawan orang-orang yang pertama maju lebih dulu?"

   Liang Sim Cinjin tidak mempunyai kebencian atau permusuhan pribadi dengan Pendekar Sadis, dan kekejaman-kekejaman Pendekar Sadis hanya diketahuinya dari berita saja. Melihat sikap dan wajah pemuda itu, dia sama sekali tidak mempunyai hati membenci, karena sikap Thian Sin cukup sopan dan jujur, bukan sombong, dan wajahnya juga patut menjadi seorang pendekar muda yang gagah perkasa. Maka, mendapat teguran seperti itu, wajahnya menjadi merah, dan dia merasa serba salah.

   "Kalau begitu, biarlah dia mengaso dulu... aku tidak mau memperoleh kemenangan karena kelelahan lawan..."

   Kim Hong tersenyum.

   "Tidak perlu sungkan, locianpwe. Saya kira locianpwe tidak memiliki permusuhan pribadi dengan Pendekar Sadis, melainkan karena sebagai tamu di Kun-lun-pai maka locianpwe hendak melakukan kewajiban sebagai seorang tamu dan sahabat baik Kun-lun-pai untuk melawannya, bukan? Dan locianpwe juga menganggap bahwa peristiwa di Kun-lun-pai yang menyebabkan kematian Jit Goat Tosu disebabkan oleh kesalahan Pendekar Sadis, maka untuk itu pula kini locianpwe hendak melawannya, bukan?"

   Tentu saja kakek itu merasa enak dituntun seperti itu, dicarikan alasan yang demikian tepat dan kuat, maka diapun mengangguk dan berkata,

   "Benar... benar sekali, nona."

   Dia tidak tahu bahwa dia dituntun ke dalam perangkap oleh gadis yang pandai itu. Setelah kakek itu menjawab demikian, Kim Hong tertawa, menutupi mulut dengan tangan kirinya.

   "Nah, ketahuilah, locianpwe, yang bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi di Kun-lun-pai itu adalah aku. Jit Goat Tosu adalah supekku, juga musuhku dan karena akulah maka dia membunuh diri. Pendekar Sadis hanya menemaniku saja memasuki Kun-lun-pai. Oleh karena itu, kalau engkau hendak maju, bukan Pendekar Sadis lawanmu melainkan aku! Nah, aku sudah siap, locianpwe, majulah dan mari kita main-main sebentar!"

   Tentu saja Liang Sim Cinjin menjadi terkejut. Dia memang sudah tahu akan hal itu, akan tetapi sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa dia harus bertanding melawan gadis muda ini. Kalau dia tahu bahwa dia harus melayani gadis ini, tentu dia akan berpikir dua kali untuk maju. Bukan takut kalah, melainkan baru maju saja sudah harus malu. Masa seorang tokoh besar seperti dia, seorang kakek yang menduduki tempat tinggi di dunia kaum pendekar, kini harus menandingi seorang gadis remaja? Dia tidak tahu sama sekali bahwa yang dihadapinya itu bukanlah sembarang gadis remaja, melainkan orang yang pernah menjadi Lam-sin dan yang telah menggegerkan dunia persilatan dengan sepak terjangnya sebagai datuk kaum sesat di dunia selatan!

   "Kecuali kalau locianpwe merasa takut untuk melawanku, boleh saja locianpwe mundur, biar diganti oleh siapa saja yang lebih berani!"

   Memang pandai sekali Kim Hong. Setelah memojokkan kakek itu sehingga kakek itu tidak mungkin memaksa Thian Sin untuk melawannya, kini dia memaksa pula kakek itu agar tidak mundur kembali. Gadis ini tidak ingin melihat Thian Sin seorang diri saja menghadapi mereka semua itu, kalau sampai terjadi perkelahian satu lawan satu secara bergiliran. Bagaimanapun juga, ialah yang menyebabkan Thian Sin dihadapi oleh para pendekar untuk diadili!

   "Nona muda, kesombonganmu tidak kalah oleh Pendekar Sadis agaknya. Kalau aku tidak mau melayanimu, tentu semua orang akan mentertawakan dan menganggap aku benar-benar takut. Nah, majulah dan ingin kulihat apakah benar penuturan para pimpinan Kun-lun-pai bahwa engkaupun memiliki ilmu kepandaian yang amat lihai."

   "Locianpwe ingat bahwa kami datang bukan untuk mencari permusuhan, melainkan kalian semua di sinilah yang sengaja mengajak berkelahi. Kalau locianpwe dan semua orang di sini tidak menantang, kamipun akan pergi dengan aman. Kalau sebaliknya locianpwe mengajak mengadu ilmu, majulah dan tidak perlu sungkan-sungkan lagi, aku sudah siap!"

   Bocah ini sungguh tekebur, pikir Liang Sim Cinjin, akan tetapi pandai bicara dan sikapnya seolah-olah seorang yang memiliki kedudukan tinggi menghadapi lawan yang seimbang atau setidaknya lebih tinggi daripada tingkatnya. Pantasnya bukan sikap seorang gadis remaja, melainkan seorang locianpwe. Dia tidak tahu bahwa sikap itu adalah sikap Lam-sin, datuk kaum sesat bagian selatan!

   "Nona muda, jagalah seranganku ini!"

   Bentaknya halus dan diapun mulai melangkahkan kakinya maju dan mengirim pukulan dengan telapak tangan kiri, menampar ke arah pundak. Pukulan yang kelihatannya sederhana dan sembarangan saja,

   Akan tetapi begitu tangan itu bergerak, terdengar suara bercuitan yang nyaring dan tentu saja Kim Hong segera mengenal ilmu pukulan ampuh yang mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat. Maka cepat iapun mengelak. Akan tetapi gerakan kakek itu ternyata cepat dan otomatis karena begitu dielakkan pukulan pertama itu Kim Hong merasakan adanya sambaran angin keras sekali dari arah kirinya dan ternyata kakek itu sudah menggerakkan topi capingnya yang bundar itu. Angin berdesir diikuti suara berdesing ketika caping itu menyambar ke arah leher Kim Hong. Kembali Kim Hong mengelak, mempergunakan gin-kangnya yang memang istimewa itu sehingga sekali tubuhnya berkelebat sambaran caping itupun tidak mengenai sasaran dan kini Kim Hong cepat pula membalas dengan tamparan jari tangannya.

   "Plak-plak-plak!"

   Tiga kali berturut-turut ia menampar dan tiga kali pula kakek itu dapat menangkis. Liang Sim Cinjin terkejut ketika merasa betapa tangan lawan itu lunak sekali, akan tetapi kelunakan yang membuat tenaga sin-kangnya sendiri seolah-olah besi bertemu dengan kapas, tenaganya seperti tenggelam dan tidak menimbulkan bekas apa-apa. Tahulah dia bahwa lawannya itu pandai mempergunakan Ilmu Bian-kun, semacam ilmu silat yang menggunakan tenaga lemas yang dinamakan Tangan Kapas, namun sesungguhnya merupakan sin-kang tingkat tinggi yang selain dapat dipergunakan untuk melawan sin-kang yang sifatnya keras, juga bahkan berani dipakai menyambut senjata lawan.

   Maka kakek ini berlaku hati-hati, akan tetapi diapun cepat mengirim serangan bertubi-tubi dengan tangan kirinya, dengan capingnya, juga dengan kedua kakinya yang mengirim tendangantendangan berantai. Kakek ini terkenal sekali dengan langkah-langkah Cap-sha-seng-pouw (Tiga Belas Bintang) dan ke manapun lawan menyerang tubuhnya dan menghindarkan dengan menggunakan langkah-langkah ajaib itu. Dan hebatnya, dengan langkah-langkah itu, bukan hanya dia pandai menghindarkan serangan, bahkan juga dapat langsung dan secara kontan keras membalas setiap serangan lawan hanya dengan langkah-langkah ajaib itu. Setelah lawan mempergunakan langkah-langkah ajaib, terutama sekali dengan adanya serangan-serangan hebat dengan senjata caping, Kim Hong menjadi repot juga.

   Belum pernah ia menghadapi senjata seperti itu, yang kadang-kadang dapat berputar dengan cepatnya dan mengeluarkan suara mengiang-ngiang dan berdesing-desing dan juga harus diakuinya bahwa langkah-langkah ajaib kakek itu benar-benar luar biasa sekali. Bahkan keunggulannya dalam hal gin-kang tidak banyak menolong. Gerakannya memang lebih cepat, akan tetapi dengan langkah-langkah aneh, tahu-tahu kakek itu sudah berada di belakangnya dan sudah menghujaninya dengan serangan-serangan dahsyat! Beberapa kali hampir saja ia menjadi korban serangan tiba-tiba yang tidak tersangka-sangka datangnya itu. Biarpun ia sudah membalas dengan serangan-serangan dahsyat juga, namun tetap saja perpaduan antara senjata caping dan langkah-langkah ajaib itu membuatnya benar-benar kewalahan.

   "Srattt..."

   Tiba-tiba nampaklah sepasang sinar hitam berkelebat dan ternyata Kim Hong telah mencabut keluar Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedang hitamnya. Dua batang pedang hitam itu segera digerakkan dengan kecepatan kilat, lenyap bentuk pedangnya dan yang nampak hanyalah gulungan sinar hitam yang menyambar-nyambar, yang segulung menahan gerakan caping setiap kali menyambar ke arahnya dan yang ke dua membalas dengan serangan balasan yang dahsyat pula.

   Akan tetapi, tentu saja Kim Hong juga menjaga perasaan Thian Sin dan ia tidak mau kalau sampai pedangnya melukai apalagi membunuh lawan. Oleh karena itu, begitu ia sudah berhasil memecahkan desakan lawan dan berbalik ia kini mendesak dengan ilmu Pedang Hok-mo Kiam-sut yang lihai, tiba-tiba ia melihat bayangan caping menyambar ke arah kepalanya. Ia tidak menangkis, melainkan cepat menundukkan kepala dan gerakan kepalanya yang mengelak ini dilakukan dengan keras-keras. Lawannya hanya mengira bahwa gadis itu mengelak dengan menggerakkan kepala, tidak tahu bahwa dengan gerakan kepala itu, tiba-tiba sanggul rambut Kim Hong terlepas, dan gumpalan rambut itu mengirim totokan ke arah pergelangan tangan lawan!

   "Tukkk! Ahhhhh...!"

   Liang Sim Cinjin sama sekali tidak pernah mengira akan serangan hebat ini dan tahu-tahu pergelangan tangannya sudah tertotok, membuat jari-jari tangannya yang memegang caping menjadi lumpuh dan tentu saja caping itu terlepas dari pegangannya. Ketika dia hendak menyambar caping itu dengan tangan, dua sinar pedang menghalangnya. Terpaksa dia meloncat mundur dan caping itu menggelinding di atas tanah. Kakek itu menarik napas panjang dan berkata,

   "Sungguh luar biasa sekali kepandaian nona. Aku yang sudah tua dan tidak berguna ini mengakui keunggulanmu!"

   Kim Hong menyimpan sepasang pedangnya dan menjura sambil tersenyum.

   "Terima kasih, locianpwe telah mengalah, dan akupun tidak ingin bermusuh dengan siapapun juga kecuali orang-orang yang berbuat jahat. Aku tidak berani mengangkat diri sebagai pendekar, akan tetapi saat ini tidak ada sedikitpun niat jahat dalam hatiku."

   Dan iapun mundur. Thian Sin meloncat maju ke depan.

   "Kuharap cu-wi sekalian dapat menginsyafi keadaan kami berdua. Kami tidak sengaja memusuhi Kun-lun-pai, dan tentang sikap kami terhadap para penjahat, hal itu tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain. Akan tetapi, kami telah datang ke sini untuk mempertanggungjawabkan semuanya, bukan untuk membiarkan diri ditangkap karena kami tidak merasa bersalah. Maka, kalau masih ada yang penasaran dan hendak memberi hukuman kepadaku, silakan maju, selagi aku berada di sini!"

   Kata-kata ini cukup keras dan wajah kedua orang pemimpin Kun-lun-pai sudah berubah merah karena penasaran dan marah melihat betapa dua orang di antara tamu-tamu mereka telah dikalahkan oleh dua orang muda pengacau itu. Kesalahan-kesalahan lama dari Pendekar Sadis belum diadili, kini telah dibuatnya kesalahan-kesalahan baru dengan menandingi dan mengalahkan tamu-tamu terhormat dari Kun-lun-pai yang berarti menghina Kun-lun-pai pula! Mereka sudah bangkit dan hendak maju, akan tetapi pada saat itu, Han Tiong sudah meloncat ke depan. Wajah pemuda ini agak pucat ketika dia menghadapi Thian Sin.

   "Bagus sekali, Ceng Thian Sin! Engkau memang gagah perkasa! Nah, coba kau perlihatkan bagaimana engkau akan membunuh aku!"

   Setelah berkata demikian, Han Tiong sudah maju menyerang dengan totokan It-sin-ci (Totokan Satu Jari), tujuh kali berturut-turut.

   "Tiong-ko... jangan...!"

   Thian Sin mengelak ke sana-sini dan karena dia tidak mau melawan, tentu dia akan terkena totokan-totokan maut itu kalau saja tidak tiba-tiba Kim Hong menarik lengannya dari belakang.

   "Tiong-ko... jangan mengangkat tangan terhadap diriku..."

   Thian Sin meratap, suaranya terdengar penuh kepiluan.

   "Agaknya hanya kalau aku menyerahkan nyawa kepadamu maka engkau akan puas!"

   
Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Han Tiong dan dia sudah menerjang lagi.

   "Dukkk...!"

   Kim Hong yang menangkis.

   "Bagus, kalian berdua boleh maju dan membunuhku, lebih baik begitu!"

   Kata Han Tiong kepada kedua orang itu. Keadaan menjadi tegang sekali dan saat itu dipergunakan oleh Kui Yang Tosu untuk berseru dengan lantang.

   "Saudara-saudara sekalian, ketahuilah bahwa Nona Toan Kim Hong ini bukan lain adalah Lam-sin, datuk kaum sesat dari dunia selatan itu! Nah, kalau sahabatnya adalah Lam-sin, mudah kita ketahui manusia macam apa adanya Pendekar Sadis."

   Sebelum Thian Sin menjawab, Kim Hong sudah mendahuluinya, bukan jawaban langsung kepada Kui Yang Tosu, melainkan ditujukan kepada semua orang yang hadir di tempat itu, suaranya lantang, sikapnya menantang,

   "Benar sekali! Memang aku pernah menjadi Lam-sin! Akan tetapi, kini Lam-sin telah tidak ada, yang ada hanyalah Toan Kim Hong! Semenjak aku berjumpa dengan Pendekar Sadis, telah kuenyahkan Lam-sin dan Bu-tek Kai-pang telah kububarkan. Pendekar Sadis yang telah membuat aku sadar dan meninggalkan dunia hitam!"

   Thian Sin yang melihat kakaknya sudah maju, kini tidak mau banyak ribut lagi. Dia menarik tangan Kim Hong sambil berkata,

   "Sudahlah, Kim Hong. Mari kita tinggalkan orang-orang yang baik-baik ini, kita orang-orang yang jahat tidak ada harganya untuk berbincang-bincang dengan orang-orang yang baik-baik dan bersih ini. Tiong-ko, maafkan aku, sungguh tak kusangka akan begini jadinya di antara kita. Maafkan, Tiong-ko..."

   Suaranya mengadung isak dan dia sudah menarik tangan Kim Hong, diajaknya pergi dengan cepat dari tempat itu. Kui Yang Tosu yang sudah marah itu lalu berseru,

   "Kejar mereka!"

   "Tahan...!"

   Tiba-tiba Han Tiong berteriak dan diapun sudah melompat ke depan dan menghadang Kui Yang Tosu dan yang lain-lain. Semua orang memandang kepadanya dan Kui Yang Tosu mengerutkan alisnya.

   "Cia-Taihiap, apakah sekarang engkau berbalik hendak melindunginya?"

   Han Tiong menggelengkan kepalanya.

   "Tidak, akan tetapi lupakah totiang bahwa totiang mengundang kami untuk rapat besok pagi di mana akan dibicarakan tentang Pendekar Sadis? Mereka yang berkepentingan belum datang, rapat belum diadakan, keputusan belum diambil, apakah totiang kini sudah hendak melakukan tindakan tanpa adanya keputusan rapat terlebih dahulu? Apakah totiang atau Kun-lun-pai hendak membelakangi Cin-ling-pai dan Lembah Naga?"

   Semua orang terkejut dan Kui Im Tosu berseru,

   "Siancai... siancai... siancai...! Sute, kesabaran harus diutamakan, hati boleh panas akan tetapi kepala harus dingin. Ucapan Cia-Taihiap memang tepat. Kita harus menanti sampai rapat besok."

   Kui Yang Tosu merangkap kedua tangan depan dada sambil berkata,

   "Siancai... pinto mohon maaf..."

   Sambil menanti datangnya esok hari, Han Tiong menyendiri di dalam markas Kun-lun-pai itu. Dia merasa berduka sekali dan juga bingung memikirkan Thian Sin. Dia membutuhkan nasihat orang-orang tua dan dia mengharapkan kedatangan ayahnya dan juga ketua Cin-ling-pai. Dia sendiri kini tidak mungkin dapat mempertanggungjawabkan perbuatan Thian Sin setelah adiknya itu datang sendiri tadi.

   Pada keesokan harinya, makin banyak pendekar datang memenuhi undangan Kun-lun-pai sehingga ruangan tamu itu dihadiri oleh kurang lebih lima puluh orang tokoh-tokoh utama dari dunia persilatan golongan bersih atau para pendekar. Kedatangan Cia Sin Liong bersama isterinya disambut dengan hormat oleh para pendekar, dan tentu saja Han Tiong girang sekali melihat datangnya ayah ibunya. Segera dia menghadap dan menceritakan semua yang telah dialaminya dalam pertemuannya dengan adiknya itu. Mendengar penuturan puteranya itu, Cia Sin Liong menarik napas panjang berkali-kali. Dia teringat kepada kakak angkatnya, Pangeran Ceng Han Houw dan dia beberapa kali bertukar pandang dengan isterinya ketika mendengar cerita putera mereka. Kemudian dia berkata,

   "Ahh, dia mewarisi jiwa pemberontak dan pendendam seperti ayah kandungnya. Agaknya sifat itu terpendam dalam-dalam di sanubarinya sehingga gemblengan pamannya Hong San Hwesio dan pendidikan dariku kepadanya hanya menutupi sementara saja."

   Isteri Pendekar Lembah Naga, yaitu Bhe Bi Cu tertarik sekali mendengar tentang wanita yang menjadi kekasih dan calon isteri Thian Sin.

   "Lam-sin? Aih, bagaimana Thian Sin memperoleh jodoh datuk kaum sesat?"

   "Akan tetapi menurut penuturan Tiong-ji, Lam-sin telah berubah menjadi seorang gadis, Toan Kim Hong keturunan seorang pangeran yang amat lihai ilmunya. Asalkan ia benar-benar sudah sadar dan mengubah jalan hidupnya, tidak ada halangannya,"

   Kata Cia Sin Liong.

   "Bukan main!"

   Kata pula Bhe Bi Cu.

   "Siapa kira bahwa nenek yang telah menyelamatkan Lian Hong kemudian menjadi gurunya itu, yang terkenal sebagai datuk kaum sesat yang menyeramkan, ternyata adalah penyamaran seorang gadis muda!"

   "Dan gadis itu telah memiliki kepandaian tinggi, sungguh merupakan pasangan yang cocok bagi Thian Sin."

   Kata suaminya. Han Tiong mengerutkan alisnya,

   "Ayah dan ibu, memang kulihat bahwa mereka itu saling mencinta, sama keras hatinya dan Nona Toan itupun cantik jelita. Agaknya segalanya memang tidak mengecewakan jika ia menjadi jodoh Sin-te, hanya saja... ah, kalau mereka menjadi suami isteri lalu keduanya kembali lagi ke jalan sesat, agaknya akan sukarlah untuk mengatasi mereka kalau mereka bergabung. Ilmu kepandaian Sin-te sudah maju pesat sekali, ayah, dia sudah mewarisi ilmu peninggalan ayah kandungnya, dan agaknya tingkat kepandaian calon isterinya itupun tidak kalah olehnya. Pasangan itu akan merupakan pasangan yang mungkin sukar dicari bandingnya, seperti pasangan ketua Cin-ling-pai saja."

   Selagi pemuda itu bercakap-cakap dengan ayah bundanya, datanglah seorang kakek dan seorang nenek yang disambut dengan penuh penghormatan. Kakek itu usianya sudah hampir delapan puluh tahun dan nenek itupun sebaya dengannya, akan tetapi mereka berdua masih nampak sehat dan masih nampak bekas-bekas ketampanan dan kecantikan wajah mereka. Kakek itu bukan lain adalah Yap Kun Liong dan nenek itu adalah Cia Giok Keng, suami isteri yang melalui masa tuanya di tempat sunyi dan damai, yaitu di puncak Gunung Bwe-hoa-san. Setelah mereka disambut girang dengan hormat oleh pihak Kun-lun-pai dan para tamu, dan disambut girang oleh Cia Sin Liong sekeluarga, baru diketahui bahwa kakek dan nenek itu mempunyai kesempatan untuk mengadakan pertemuan sendiri bersama Cia Sin Liong sekeluarga.

   "Paman dan bibi, kenapa ayah tidak dapat datang?"

   Sin Liong bertanya kepada kedua orang kakek dan nenek itu. Tadinya Sin Liong mengira bahwa tentu ketua Cin-ling-pai, yaitu ayahnya, Cia Bun Houw, akan datang sendiri. Akan tetapi ternyata kini diwakilkan kepada nenek itu yang menjadi kakak dari ayahnya, dan kakek yang menjadi suami ke dua dari nenek itu setelah ia kematian suaminya yang pertama.

   "Pertama, ada terjadi sesuatu yang tidak enak sehingga ayahmu tidak datang sendiri untuk bicara tentang Ceng Thian Sin. Dan kedua kalinya, Thian Sin adalah anak Ciauw Si, jadi dia itu adalah cucuku sendiri, maka menurut ayahmu, lebih tepat kalau aku yang datang,"

   Demikian jawab Nenek Cia Giok Keng.

   "Dan memang kami anggap pendapat ayahmu itu benar. Aku yakin akan dapat bicara kepada Thian Sin kalau dapat bertemu dengan dia. Ah, anak itu nakal sekali!"

   "Telah terjadi hal apakah yang membuat tidak enak?"

   Han Tiong bertanya sambil memandang kepada kakek dan nenek itu penuh kekhawatiran karena tentu telah terjadi sesuatu yang menyangkut Thian Sin sehingga kakeknya, ketua Cin-ling-pai tidak mau datang sendiri untuk bicara tentang adik angkatnya itu. Yap Kun Liong menarik napas panjang.

   "Mungkin kalian dari Lembah Naga belum pernah mendengar bahwa Cia Kong Liang telah melangsungkan pertunangan atau ikatan jodoh dengan puteri tunggal dari Tung-hai-sian..."

   "Ahh, sungguh memalukan...!"

   Cia Giok Keng menyambung dan menghela napas. Tentu saja ia merasa menyesal bahwa keponakannya itu, putera tunggal dari adiknya, Cia Bun Houw ketua Cin-ling-pai, berjodoh dengan puteri seorang datuk sesat pula!

   Akan tetapi Han Tiong kelihatan tenang-tenang saja, bahkan dia lalu tersenyum. Dia tidak merasa heran karena dia telah melihat tanda-tanda bahwa pamannya itu menaruh hati terhadap Nona Bin Biauw, puteri dari Tung-hai-sian Bin Mo To yang memang cantik dan memiliki kepandaian lumayan itu. Dan hatinya terasa nyaman ketika dia teringat bahwa adik angkatnya, Thian Sin, juga bertunangan dengan seorang datuk sesat! Benar pula kata ayahnya, biarpun tadinya menjadi orang sesat, asalkan telah insyaf dan sadar, kembali ke jalan benar, apa salahnya? Dan diapun melihat bahwa Kim Hong tidak bersikap jahat. Sebaliknya malah. Bukankah bekas datuk Lam-sin itu membantu adik angkatnya untuk menghadapi datuk-datuk lain seperti See-thian-ong, Pak-san-kui dan lain-lain?

   "Aku telah melihat nona puteri Tung-hai-sian itu, dan dia memang cantik, berwatak gagah dan tinggi pula ilmu silatnya. Memang ia cocok sekali kalau menjadi jodoh Paman Cia Kong Liang,"

   Katanya dan ayahnya memandang kepadanya, lalu tersenyum. Pendekar Lembah Naga ini mengenal betul watak puteranya dan diam-diam dia merasa bangga karena puteranya itu memiliki watak yang jauh lebih bijaksana daripada wataknya ketika dia seusia puteranya. Dia tahu pula betapa mendalam kasih sayang puteranya terhadap Thian Sin, maka dia mengerti apa yang menyebabkan puteranya nampak lega mendengar bahwa Cia Kong Liang bertunangan dengan puteri seorang datuk kaum sesat!

   "Akan tetapi, sikap Tung-hai-sian Bin Mo To memang patut dipuji. Dalam kesempatan merayakan ikatan jodoh itu, dia mengumumkan bahwa dia telah mencuci tangan dan keluar dari kalangan hitam, bahkan dia telah membuang julukannya, yaitu Tung-hai-sian, dan hanya menjadi seorang saudagar biasa bernama Bin Mo To."

   Kemudian Yap Kun Liong menceritakan, seperti yang didengarnya dari adik iparnya itu, betapa dalam pesta itu muncul Thian Sin dan Kim Hong yang menantang Bin Mo To.

   "Ah, agaknya Sin-te memang hendak memusuhi semua datuk kaum sesat."

   Kata Han Tiong.

   "Agaknya demikian, akan tetapi sikap Bin Mo To memang baik sekali. Dia mematahkan pedang samurainya dan menolak tantangan Thian Sin."

   "Bagus!"

   Cia Sin Liong berseru.

   "Sikap itu tentu merupakan tamparan bagi Thian Sin."

   "Mereka mengejek Bin Mo To dan mula-mula Cia Kong Liang maju, ditandingi oleh Toan Kim Hong dan Kong Liang dikalahkah gadis itu..."

   "Tentu saja!"

   Kata Cia Sin Liong lagi memotong kata-kata pamannya.

   "Lam-sin itu memiliki kepandaian hebat, tidak aneh kalau Kong Liang kalah olehnya."

   "Kemudian, ayah ibumu maju dan ibumu memaki-maki Thian Sin yang minta ampun dan mengajak pergi Kim Hong. Nah, itulah peristiwanya yang terjadi di dalam pesta pertunangan itu, dan itu pula sebabnya mengapa ayahmu tidak mau datang menghadiri rapat untuk membicarakan urusan Thian Sin."

   Yap Kun Liong mengakhiri ceritanya yang didengarkan oleh keluarga Cia bertiga itu.

   Mereka bercakap-cakap dan saling menuturkan keadaan mereka selama mereka tidak berjumpa sampai akhirnya terdengar pengumuman dari pihak tuan rumah bahwa rapat para pendekar dimulai di ruangan tamu yang luas. Semua tamu sudah dipersiapkan. Agaknya karena urusan yang hendak dibicarakan menyangkut diri Pendekar Sadis yang masih merupakan keluarga Cin-ling-pai dan Lembah Naga, maka pendekar tua Yap Kun Liong bersama isterinya dan keluarga Lembah Naga memperoleh tempat duduk kehormatan, di dekat tempat pihak tuan rumah, yaitu kedua ketua Kun-lun-pai, Kui Im Tosu dan Kui Yang Tosu. Setelah mengucapkan selamat datang dan berterima kasih, Kui Yang Tosu yang mewakili pihak tuan rumah lalu langsung membicarakan pokok persoalan.

   Diceritakannya tentang berita-berita tentang sepak terjang Pendekar Sadis, tentang cara-cara pembunuhan yang amat kejam ketika pendekar itu membasmi penjahat-penjahat, tentang pembunuhan yang dilakukannya terhadap Toan Ong, dan kemudian sekali tentang perbuatan Pendekar Sadis dan Lam-sin atau Toan Kim Hong yang mendatangi Kun-lun-pai dan yang menyebabkan kematian Jit Goat Tosu. Dari cara menceritakannya saja sudah dapat dirasakan oleh semua orang betapa tosu ini merasa marah dan sakit hati terhadap Pendekar Sadis, dan ceritanya mengandung harapan agar rapat itu mengutuk dan menghukum Pendekar Sadis. Sebagai penutup penuturannya yang makan waktu satu jam lebih itu, Kui Yang Tosu berkata,

   "Oleh karena itulah kami dari Kun-lun-pai, hari ini mengundang cu-wi untuk berkumpul dan membicarakan urusan Pendekar Sadis, mengambil keputusan apa yang sepatutnya kita lakukan terhadap perbuatan sewenang-wenang darinya itu. Dan mengingat bahwa Pendekar Sadis adalah Ceng Thian Sin, putera dari mendiang Pangeran Ceng Han Houw yang telah menjadi putera angkat Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong Taihiap, dan juga masih ada hubungan keluarga dengan Cin-ling-pai, maka kami sengaja mengundang saudara-saudara dari Cin-ling-pai dan juga dari Lembah Naga untuk kami mintakan pertanggungan jawabannya dan pertimbangannya."

   Tosu itu lalu memberi hormat kepada semua tamu dan duduk kembali di samping suhengnya, Kui Im Tosu.

   Suasana menjadi berisik ketika tosu itu menghentikan pidatonya dan semua tamu saling bicara sendiri. Biarpun mereka bicara perlahan-lahan setelah berbisik, akan tetapi karena yang bicara itu banyak orang, maka suasana menjadi berisik sekali, seperti dalam pasar saja. Hanya keluarga Cin-ling-pai dan Lembah Naga yang nampak duduk dengan tenang dan diam-diam saja, agaknya menanti keadaan dan tidak merasa perlu untuk banyak bicara. Tiba-tiba seorang yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam bangkit dari tempat duduknya dan dengan suara lantang dia berkata,

   "Pendekar Sadis harus dibasmi! Dosanya telah bertumpuk-tumpuk!"

   Tentu saja semua orang memandang kepada si tinggi besar muka hitam ini dan diapun mengangkat dada, wajahnya nampak bangga. Memang, dalam suatu pertemuan, di mana terdapat banyak orang, kita selalu mempunyai kecondongan hati untuk menonjolkan diri dengan cara apapun juga. Si tinggi besar bermuka hitam ini adalah seorang pendekar ahli gwa-kang (tenaga luar), mempunyai otot-otot yang kuat dan tenaganya seperti seekor gajah,

   Julukannya juga Ban-kin Hek-jio (Gajah Hitam Selaksa Kati) bernama Ciong Sam, namanya terkenal di daerah Hok-kian dan mahir ilmu silat campuran antara ilmu silat Siauw-lim-pai dan ilmu silat dari Kang-lam. Hadir di antara para tokoh pendekar besar itu, Si Gajah Hitam ini tentu saja merasa dirinya menjadi besar dan diapun yang pertama kali berteriak mengutuk Pendekar Sadis itu. Bukan sekali-kali karena dia memang membenci Pendekar Sadis melainkan sepenuhnya terdorong untuk menonjolkan diri itu saja! Dan banggalah hatinya ketika semua orang memperhatikan dirinya. Betapapun juga, ucapannya itu memancing persetujuan banyak pendekar yang hadir di situ. Banyak di antara mereka yang berseru mengutuk Pendekar Sadis, setidaknya menyatakan ketidaksenangan hati mereka. Keadaan menjadi berisik sekali.

   "Pendekar yang bersahabat dengan datuk seperti Lam-sin bukan pendekar lagi, melainkan penjahat! Harus diberantas!"

   "Mari kita datangi mereka berdua dan menumpas mereka!"

   "Bunuh Pendekar Sadis dan Lam-sin!"

   "Pendekar Sadis memalukan kita sebagai pendekar-pendekar!"

   Dan teriakan-teriakan semacam itu terdengar di sana-sini. Kui Im Tosu yang melihat ini lalu memandang ke arah tamu kehormatan di sebelahnya, yaitu lima orang dari Cin-ling-pai dan Lembah Naga dan ketua pertama dari Kun-lun-pai ini merasa tidak enak dan bangkit berdiri, mengangkat kedua tangannya ke atas dan suara berisik para tamu perlahan-lahan menjadi berhenti dan keadaan menjadi tenang kembali.

   "Cu-wi yang terhormat harap suka tenang dan sebaiknya kalau dalam urusan yang menyangkut diri Pendekar Sadis ini, kita mendengarkan pendapat dan pertimbangan dari para pendekar Cin-ling-pai dan Lembah Naga yang terhormat."

   Setelah berkata demikian, Kui Im Tosu yang biasanya tidak banyak bicara itu lalu duduk kembali. Mendengar ucapan ini, Cia Sin Liong lalu berbisik kepada Yap Kun Liong.

   "Paman, kalau Paman mempunyai pendapat sesuatu, silakan."

   "Bukan aku, Sin Liong, melainkan engkaulah sebagai ayah angkatnya yang lebih tepat untuk bicara."

   "Benar, Sin Liong, engkaulah yang harus menyatakan pendapatmu,"

   Sambung Cia Giok Keng kepada keponakannya itu. Sementara itu, melihat para tamu terhormat itu saling berbisik, Kui Yang Tosu lalu bangkit dan berkata dengan suara lantang.

   "Harap para pendekar yang terhormat dari Cin-ling-pai dan Lembah Naga suka menyatakan pertimbangan mereka mengenai urusan Pendekar Sadis! Silakan!"

   Semua orang kini memandang ke arah rombongan tamu kehormatan itu dan melihat Cia Sin Liong, Pendekar Lembah Naga bangkit dari tempat duduknya, semua mata diarahkan kepadanya dan menanti apa yang akan dikatakan oleh pendekar besar yang menjadi ayah angkat dari Pendekar Sadis. Suara Pendekar Lembah Naga terdengar tenang akan tetapi cukup lantang dan suara itu mengandung gema yang menggetar karena kekuatan khi-kang yang mendorong suara itu seolah-olah keluar dari dalam perutnya.

   "Para locianpwe dan para saudara yang gagah perkasa dan budiman! Tidak perlu disangkal lagi, Ceng Thian Sin putera mendiang Pangeran Ceng Han Houw yang kini disebut orang Pendekar Sadis itu adalah anak angkat saya dan sejak kecil telah berada dalam perawatan dan pendidikan saya. Maka sudah sepatutnya kalau saya sebagai ayah angkatnya dimintai pendapat dan pertimbangan saya. Kami dari Cin-ling-pai dan Lemhah Naga datang memenuhi undangan Kun-lun-pai untuk memberi pendapat, pertimbangan dan juga tanggung jawab. Kami bukan bermaksud membela anak angkat kami, melainkan ingin mengajak anda sekalian yang budiman untuk bicara dengan hati terbuka dan dengan kejujuran."

   Semua orang menjadi semakin tegang. Ucapan Pendekar Lembah Naga itu sungguh mantap dan mengandung wibawa yang kuat. Kui Yang Tosu sebagai wakil pembicara Kun-lun-pai dapat merasakan juga kekuatan ini, maka diapun berkata untuk menyelingi ucapan Pendekar Lembah Naga yang berhenti sejenak itu.

   "Siancai! Kata-kata Cia-Taihiap dari Lembah Naga memang amat mengagumkan dan patut untuk diperhatikan. Silakan Taihiap melanjutkan."

   "Cu-wi adalah pendekar-pendekar penentang kejahatan. Dan cu-wi semua tentu tahu bahwa di dunia ini banyak terdapat penjahat-penjahat yang tersebut sebagai golongan hitam, di mana terdapat para tokoh dan datuknya. Akan tetapi, mengapa baru sekarang cu-wi berkumpul dan serentak bangkit hendak menentang dan membasmi Pendekar Sadis? Mengapa sebelum ini, bahkan sampai sekarangpun, cu-wi tidak pernah menentang para tokoh dan datuk kaum sesat? Mengapa justeru Pendekar Sadis yang hendak cu-wi tentang? Mari kita bicarakan dengan hati terbuka dan jujur dan suka memberi jawaban kepada saya. Mengapa cu-wi memusuhi Pendekar Sadis?"

   Sejenak semua tamu hanya saling pandang dan tidak mampu menjawab, akan tetapi kembali mereka didahului oleh Ban-kin Hek-jio yang berteriak,

   "Karena Pendekar Sadis amat kejam dalam menyiksa musuh-musuhnya sehingga merugikan nama baik para pendekar! Itulah sebab yang utama!"

   Teriakan ini disusul pula oleh teriakan-teriakan lain.

   "Karena dia membunuh Toan-ong-ya yang menjadi sahabat baik para pendekar!"

   "Karena dia bersekutu dengan Lam-sin!"

   "Karena dia mengacau Kun-lun-pai dan menentang para pendekar!"

   Cia Sin Liong mendengarkan dengan sangat teliti dan dia memperoleh kenyataan bahwa jawaban-jawaban yang bersimpang siur itu hanya berkisar sekitar tiga pokok ini. Maka diapun mengangkat tangan meredakan suasana, lalu melanjutkan kata-katanya, suaranya lantang dan mantap.

   "Menurut pendengaran saya, hanya ada tiga sebab yang membuat cu-wi mengambil keputusan untuk menentang dan membasmi atau membunuhnya. Mari kita bahas satu demi satu sebab itu. Dan jangan mengira bahwa saya hendak membela atau melindungi anak angkat saya itu, sama sekali tidak. Hanya kita yang mengaku pendekar-pendekar harus dapat membuka mata melihat kenyataan dan tidak bertindak menurutkan nafsu hati belaka. Pertama ingin saya singgung tentang hubungan Pendekar Sadis dengan Lam-sin. Mengapa cu-wi menganggapnya sebagai dosa?"

   Orang yang tadi berteriak-teriak menyinggung hubungan Pendekar Sadis dengan Lam-sin, tidak ada yang berani membuka mulut. Agaknya mereka gentar terhadap pendekar yang suaranya mengandung getaran penuh wibawa itu, atau memang mereka tidak mampu menjawab. Melihat ini, Kui Yang Tosu, cepat
(Lanjut ke Jilid 42)
Pendekar Sadis (Seri ke 05 "

   Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 42
menjawab dengan suara lantang pula.

   "Lam-sin adalah satu di antara datuk-datuk kaum sesat dan orang yang bersekutu dengan seorang datuk sesat tentu bukan orang baik-baik!"

   

Pendekar Lembah Naga Eps 14 Pendekar Lembah Naga Eps 4 Pendekar Lembah Naga Eps 31

Cari Blog Ini