Ceritasilat Novel Online

Pedang Kayu Harum 27


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 27



"Tranggggg....!"

   "Aiiihhhhh....!"

   Cui Im kaget bukan main karena pedang itu hampir terlepas dari tangannya. Cepat ia meloncat ke belakang dan dengan mata terbelalak ia melihat bahwa yang menangkisnya adalah Keng Hong yang menggunakan Pedang Kayu Harum! Dengan sikap tenang namun cepat sekali tangan kiri Keng Hong menyambar tubuh Biauw Eng yang setengah pingsan, kemudian sejenak matanya bagaikan dua ujung pedang menembus jantung Cui Im ketika dia memandang wanita itu sambil berkata,

   "Cui Im, perempuan sejahat-jahatnya perempuan! Tak boleh engkau mengganggu seujung rambut pun dari wanita yang kucinta sepenuh jiwaku!"

   Setelah berkata demikian, menggunakan kesempatan selagi semua orang terbelalak heran dan kaget, tubuhnya meloncat tinggi melampaui kepala orang ke atas genteng, memondong tubuh Biauw Eng yang sudah pingsan ketika mendengar ucapan Keng Hong tadi.

   "Keng Hong, manusia menjemukan! Kejar! Tangkap!"

   Cui Im menggerakkan tangan kirinya dan sinar-sinar merah dari senjata rahasia jarumnya menyambar ke arah tubuh Keng Hong yang masih melayang. Namun dengan menggerakkan tangan kanan yang memegang Siang-bhok-kiam, hanya dengan angin sambaran pedang ini saja sudah cukup membuat sinar merah jarum-jarum itu lenyap karena jarum-jarumnya runtuh ke bawah. Sebelum Cui Im sempat menyerang lagi, Keng Hong telah menghilang di balik wuwungan istana.

   Kemudian pemuda perkasa ini mengerahkan seluruh ginkangnya berloncatan dari rumah ke rumah sampai berhasil keluar dari kota raja. Cui Im meloncat ke atas genteng mengejar, disusul oleh Siauw Lek, namun mereka berdua tidak mampu menandingi kecepatan gerakan Keng Hong sehingga jauh sebelum Keng Hong keluar dari kota raja, mereka berdua sudah kehilangan jejaknya. Terpaksa Cui Im dan Siauw Lek kembali ke tempat tadi dengan sikap murung, apalagi Cui Im yang menjadi gelisah setelah melihat munculnya Keng Hong yang ia tahu merupakan satu-satunya orang yang berbahaya dan terlalu lihai baginya. Baru tangkisan tadi saja sudah membuktikan bahwa Keng Hong benar-benar amat lihai, memiliki sinkang yang tak terlawan, kemudian gerakan Keng Hong ketika melarikan diri juga jelas membuktikan keunggulannya.

   "Mulai sekarang kita harus berhati-hati. Sebelum manusia itu dapat kubunuh, hidup ini tidak tenteram bagiku,"

   Kata Cui Im kepada Siauw Lek yang sudah mendengar dari Cui Im tentang diri murid Sin-jiu Kiam-ong itu.

   "Mengapa khawatir?"

   Katanya memandang rendah.

   "Dengan kepandaian kita berdua, belum tentu kita kalah olehnya. Apalagi di sana ada lima orang rekan kita yang berilmu tinggi."

   "Phuhhh! Apa kau kira manusia macam Pak-san Kwi-ong dan yang lain-lain itu akan suka membantu aku?"

   "Kalau kita menggunakan akal sehingga Keng Hong dianggap berbahaya untuk istana, tentu saja mereka mau tak mau membantu kita menghadapi Keng Hong. Kalau kita bertujuh sudah maju mengeroyoknya, biar Keng Hong mepunyai kepala tiga dan lengan enam, masa kita tidak mampu membinasakannya?"

   Ucapan Siauw Lek itu sedikit banyak menghibur hati Cui Im, akan tetapi wanita ini maklum bahwa mulai saat itu, ia tidak akan dapat menikmati makan lezat tidur nyenyak lagi.

   "Mengapa..... mengapa engkau menolongku?"

   Pertanyaan lirih sebagai kata-kata pertama yang keluar dari mulut Biauw Eng ini membuat Keng Hong terharu. Ia hanya memandang ketika gadis itu yang siuman dari pingsannya bergerak perlahan, bangkit dan duduk menyadarkan tubuhnya yang masih lemas itu ke batang pohon. Wajah itu pucat, rambut yang kusut itu sebagian menutupi muka, bibirnya agak menggigil ketika bertanya dan matanya yang memandang wajah Keng Hong benar-benar merupakan ujung pedang yang menikam jantung bagi Keng Hong.

   "Mengapa... Mengapa engkau menolongku? Mengapa tidak kau biarkan saja aku mati agar tidak memperpanjang penderitaan hidupku?"

   Kembali Biauw Eng bertanya dan kini dua butir air amta membasahi kedua pipi yang pucat.

   "Biauw Eng, masihkah engkau bertanya lagi dan haruskah aku menjawabnya? Engkau tahu bahwa aku tidak mungkin dapat membiarkan engkau terancam bahaya, apalagi ditangan Cui Im yang jahat. Engkau mengerti bahwa aku.... Aku mencintamu..."
(Lanjut ke Jilid 25)
Pedang Kayu Harum (Seri ke 01- Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 25
"Ahhh.... Jangan sebut-sebut lagi hal itu....,"

   Suara Biauw Eng terisak. Keng Hong menghela napas.

   "Aku mengerti bahwa aku tidak berhak mengatakan hal itu karena engkau telah menjatuhkan pilihan hatimu kepada Sim Lai Sek. Seharusnya aku mengubur cinta kasihku di dalam hati ynag terluka.... Ah, sudahlah, memang benar bahwa kita tidak boleh lagi bicara tentag itu. Di manakah dia? Di mana Sm Lai Sek?"

   Dengan air mata masih berlinang, pandang mata kosong dan suara menggetar Biauw Eng menjawab lirih.

   "Dia... dia telah mati..."

   Hampir saja Keng Hong meloncat saking kagetnya.

   "Heh....?? Mengapa, bagaimana....?"

   "Itulah sebabnya aku mengamuk di kota raja, tidak menyangka bahwa Cui Im juga berada di kota raja."

   Dengan singkat, dengan suara pilu Biauw Eng lalu menceritakan semua peristiwa yang dialaminya kepada Keng Hong. Semenjak ibunya dibunuh Cui Im dan Siauw Lek, kemudian betapa ia terancam maut oleh racun Cui Im dan betapa Lai Sek menyelamatkan nyawanya dengan mengorbankan kedua matanya. Biauw Eng menceritakan ini sambil bercururan air mata.

   "Setelah menerima budi dan cinta kasihnya yang begitu suci murni, dapatkah aku menolaknya? Dapatkah aku meninggalkannya?"

   Keng Hong merasa terpukul. Bagaikan ditusukkan ke dalam matanya cinta kasih yang sedemikian besar dan murninya! Mengertilah dia kini mengapa Biauw Eng memaksa diri mendampingi Lai Sek dalam hal ini kembali menjadi bukti betapa kuat batin gadis ini yang rela mengorbankan perasaannya sendiri demi membalas budi orang! Alangkah mulia hati gadis ini. Jauh bedanya dengan Cui Im, bagikan bumi dengan langit. Dan masih jauh bedanya dengan dia sendiri! Mengingat akan hal ini, mukanya menjadi merah dan dia berkata,

   "Lalu bagaimana, Biauw Eng? Bagaimana kalian bisa sampai di kota raja dan siapa yang membunuh Lai Sek?"

   Biauw Eng melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya di kota raja. Ketika menceritakan ini, matanya berapi dan ia menutup ceritanya dengan kata-kata duka.

   "Sungguh menyedikan nasib yang menderita Sim-twako. Akan tetapi aku telah berhasil membalaskan sakit hatinya! Aku sudah puas, dan andaikata aku mati di tangan Cui Im sekalipun, sakit hati Sim-twako telah terbalas. Sayang..... kematian ibuku kiranya tak mungkin akan dapat kubalas, Cui Im terlalu lihai untukku...."

   Diam-diam ada rasa girang yang luar biasa di Keng Hong, rasa girang yang membuat dia malu dan merasa berdosa. Mengapa dia bergirang hati mendengar kematian Lai Sek? Ia tidak mengaharapkan hal ini terjadi, akan tetapi hal itu terjadi di luar harapan dan pengetahuannya. Betapapun juga, sudah menjadi kenyataan bahwa Lai Sek telah tewas dan hal ini berarti bahwa Biauw Eng telah bebas! Bebas hatinya, dan dahulu gadis ini amat mencintanya!

   "Biauw Eng...., mengapa engkau berduka akan hal itu? Engkau tahu bahwa aku selalu siap membantumu menghadapi Cui Im, bukan hanya untuk membalaskan sakit hatimu, juga membalaskan sakit hati ibumu, juga membalaskan segala perbuatan kejinya terhadap dirimu, betapa ia dahulu berusaha merusak namamu. Kemudian, ia malah mencuri kitab-kitab pusaka suhu. Antara dia dan aku terdapat perhitungan besar. Biauw Eng, marilah kita bersama menghadapinya dan percayalah mulai saat ini, aku tidak akan membiarkan engkau diganggu orang, tidak akan membolehkan engkau hidup menderita dan berduka, tidak akan membiarkan engkau terpisah lagi dari sampingku Biauw eng, engkau tentu maklum betapa sesungguhnya selama ini aku mencintamu, semenjak kita berjumpa. Betapa bodoh dan tololnya aku dahulu, tidak dapat menghargai cinta kasih seorang gadis sepertimu. Engkau maafkan semua kesalahan-kesalahanku yang lalu, Biauw eng dan aku bersumpah bahwa semenjak saat ini aku Cia Keng Hong akan mencintamu dengan selalu jiwa ragaku..."

   Biauw Eng mengeleng-geleng kepala lirih, air matanya mengucur lagi ketika berkata lirih,

   "Terlambat, Keng Hong.... terlambat sudah...."

   Keng Hong memandang kaget dengan penuh kekhawatiran.

   "Apa maksudmu? Telambat bagaimana, Biauw Eng?"

   Ia menjadi tegang dan tanpa disadarinya dia memegang kedua tangan gadis itu yang terasa dingin sekali. Biauw Eng menunduk, membiarkan tangannya di pegang. Diam-diam ia merasa betapa dari kedua tangan pemuda yang menggenggam tangannya itu keluar getaran hangat yang menyentuh hatinya, yang mendatangkan rasa bahagia, tenteram dan aman, seolah-olah dalam kelelahan yang hebat tiba-tiba mendapatkan sandaran yang melindungi.

   "Terlambat...

   "

   Ia memaksa mulutnya bicara lirih.

   "Engkau pun tahu bahwa sejak dahulu, cintaku hanya untukmu, jiwaku adalah milikmu, akan tetapi tubuhku.... telah ku serahkan kepada Sim Lai Sek, jasmaniku telah menjadi milik mendiang Sim Lai Sek..."

   Tiba-tiba kedua tangan Keng Hong yang memegang tangan gadis itu terlepas dan seluruh tubuh pemuda itu menjadi lemas, seluruh tubuh pemuda itu menjadi lemas, pandang matanya penuh penasaran ditujukan kepada Biauw Eng, hatinya dibakar cemburu dan dia lalu bangkit berdiri dengan gerakan kasar.

   "Biauw Eng! Sungguh tidak kusangka.. seorang gadis seperti engkau mudah saja menyerahkan diri kepada orang yang belum menjadi suamimu. Ah... Semua perempuan sama saja di dunia ini.... lemah dan mudah dibujuk nafsu....! Engkau perempuan murah...! Biauw Eng juga bangkit berdiri, tidak kasar seperti Keng Hong, melainkan berdiri perlahan, pandang matanya tak pernah terlepas dari wajah pemuda itu, kemudian ia berkata, suaranya tidak selemah tadi, melainkan tegas dan nyaring mengaandung kemarahan yang ditahan-tahan,

   "Sudah kuduga bahwa cintamu kepadaku hanyalah cinta nafsu belaka, dan hanya tubuhku yang kau cinta, maka kini begitu mendengar bahwa tubuhku telah dimiliki pria lain, engkau menjadi kecewa dan marah! Cia Keng Hong, aku tadi hanya ingin mengujimu, sebelum aku mengambil keputusan dan ternyata bahwa aku mengambil keputusan untuk tidak sudi di sampingmu! Dahulu, setiap hari aku menangisimu, setiap hari bersembahyang untukmu akan tetapi ternyata bahwa pria yang kucinta sepenuh jiwaku, hanyalah seorang laki-laki yang diperhamba nafsu. Aku bukan seperti engkau, Keng Hong, aku tidak pernah tergelincir digoda nafsu, dan mendiang Sim Lai Sek adalah seorang pria yang tahu menghormati wanita, tidak sepertu engkau...."

   Teringat akan Lai Sek, kembali Biauw Eng menangis. Ucapan itu bagaikan cengkeraman maut yang mencabut semangat dari tubuh Keng Hong. Tahulah dia Biauw Eng hanya mengujinya dan dia yang diuji telah jatuh! Hatinya menjadi gelisah, rasa takut akan kehilangan gadis yang sungguh-sungguh dicintanya ini membuat dia menjatuhkan diri berlutut di depan Biauw Eng dengan kedua kaki lemas!

   "Ah, ampunkan aku, Biauw Eng..., ah, betapa bodohku selalu mencurigaimu! Ampunkan aku yang mencintamu dengan jiwa ragaku. Aku bersumpah...., hidupku takkan ada artinya kalau engkau meninggalkan aku. Biauw Eng.. maafkan ucapan dan sikapku tadi, dan ketahuilah bahwa aku dibikin gila oleh rasa cemburu yang besar. Rasa cinta kasih selalu mendatangkan rasa cemburu, Biauw Eng, dan harap engkau dapat mengerti perasaanku ini dan...."

   "Cukuplah, Keng Hong. Engkau bilang bahwa engkau mencinta maka engkau bisa cemburu. Sebaliknya aku pun pandai mencintamu harus pula pandai membencimu. Aku pernah mencintamu dengan cinta kasih yang tulus ikhlas dan suci murni, bukan hanya mencinta jasmanimu sehingga biarpun aku tahu betapa jasmanimu bermain gila dengan wanita lain, cinta kasihku kepadamu tidak pernah goyah. Dan sekarang aku... Aku.... ben.....benci.....ahhhhh!"

   Biauw Eng tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena tercekik isak tangis, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan lari meninggalkan Keng Hong.

   "Biauw Eng .... jangan pergi.... engkau tidak membenciku! Biauw Eng, kembalilah... Eangkau mencintaku, aku yakin akan itu.... ah, Biauw Eng...!"

   Akan tetapi jeritan hati Keng Hong ini tidak terucapkan lehernya seperti tercekik dan dia hanya berdiri bengong dengan muka pucat dan wajah muram memandang ke arah bayangan Biauw Eng yang makin mengecil kemudian lenyap. Ia menarik napas panjang, menjatuhkan diri di atas tanah dan bersandar kepada batang pohon. Masih terasa olehnya kehangatan bekas tubuh Biauw Eng dan tak terasa pula mata pemuda itu menjadi basah.

   "Biauw Eng.... apa artinya hidup ini bagiku sekarang.....?"

   Ia mengeluh dengan hati hancur. Kemudian dia menjadi seperti orang beringas dan ditamparnya kedua pipinya sendiri kanan kiri menjadi biru-biru dan membengkak. Setelah matanya berkunang dan tubuhnya tergelimpang miring baru dia berhenti menampari mukanya sendiri dan dia menangis terisak-isak. Keng Hong, pemuda gagah perkasa yang memiliki kesaktian jarang ada bandingnya itu menangis seperti anak kecil! Jantungnya seperti ditusuk-tusuk rasanya, hatinya diremas-remas.

   "Bodoh! Engkau laki-laki tolol! Rasakan sekarang....!"

   Seperti orang gila memaki-maki dirinya sendiri dan makin dia ingat dan kenangkan, makin sakit rasa hatinya, teringat betapa dia telah melakukan hal-hal yang amat tidak patut dan tidak adil terhadap Biauw Eng. Teringatlah dia betapa dengan mudahnya dia tergelincir oleh nafsu berahi, betapa dia melayani wanita-wanita bermain cinta. Dan dia telah memaki-maki Biauw Eng sebagai gadis tak tahu malu, bahkan sebagai perempuan murah karena gadis itu menyerahkan tubuhnya kepada Lai Sek.

   Andaikata gadis itu menyerahkan tubuhnya kepadanya, agaknya akan lagi sikapnya. Ah, dan ternyata gadis itu hanya mengujinyaa, membohong dan sama sekali belum pernah menyerahkan tubuhnya, apalgi hati dan cinta kasihnya, kepada pria lain! Biauw Eng selamanya hanya mencinta dia, dan kalau gadis itu dahulu memilih Lai Sek hanya karena gadis itu hendak membals budi. Ah, betapa mulianya gadis itu, betapa mendalam cinta kasihnya. Dan sebaliknya betapa rendahnya dia, betapa cintanya dikotorkan oleh nafsu semata. Dan sampai saat ini, dia tahu benar dan dapat meraba dengan perasaannya, betapa gadis yang merasa sakit hati dan bertekad untuk membencinya itu sebetulnya masih mencintanya. Bahkan, untuk mengatakan membencinya dengan mulut saja sampai tidak terucapkan.

   "Aduh, Biauw Eng.... bagaimana aku dapat menemukan engkau kembali? Bagaimana aku bisa mendapatkan engkau kembali....?"

   Keng Hong mengeluh dan menyembunyikan muka di antara kedua lengan yang dia tumpangkan di atas kedua lutut yang dia angkat naik.

   Sampai lama dia duduk di bawah pohon seperti itu, kedua pipinya membiru dan bengkak-bengkak, pandang matanya kosong dan sayu. Menjelang senja, setelah duduk seperti itu selama setengah hari, tiba-tiba ia meloncat berdiri dan mengepal tinjunya. Bhe Cui Im! Wanita itulah yang menjadi gara-gara! Wanita itulah yang pertama kali menyeretnya ke dalam gelombang permainan nafsu! Wanita itu yang menjatuhkan fitnah secara keji kepada Biauw Eng, bahkan kemudian membunuh ibu Biauw Eng dan hampir membunuh Biauw Eng kalau saja dia tidak ditolong Lai Sek. Wanita itu sebenarnya membuat Biauw Eng berhutang budi kepada Lai Sek dan menjadi biang keladi pertama sehingga timbul pertentangan dan keretakan dalam cinta kasih antara dia dan Biauw Eng.

   Dan Cui Im pulalah orangnya yang harus dia cari, tidak saja untuk mendapatkan kembali semua pusaka yang dicuri gadis itu, yang membuat dia dimusuhi banyak tokoh kang-ouw, juga untuk membunuhnya karena perbuatan-perbuatannya yang kejam dan yang dahulu hampir membunuhnya dalam tempat persembunyian gurunya. Masih ada urusan di dalam hidupnya! Masih banyak tugas memanggilnya dan pada saat itu, tugas terpenting adalah membasmi Cui Im dan Siauw Lek yang dia kenal dari cerita Biauw Eng tadi, disamping merampas kembali semua benda pusaka yang dicuri Cui Im. Timbul kembali semangat hidup dalam diri Keng Hong yang tadinya sudah melayu. Dan pada saat itu juga dia lalu berlari meninggalkan hutan itu, kembali ke kota raja untuk mencari Cui Im!

   Ternyata tidak mudah bagi Keng Hong untuk mendapatkan keterangan tentang Cui Im. Sekian banyaknya orang yang menyaksikan pertempuran di gedung bangsawan atau pembesar Ang, tidak ada yang mengenal Cui Im, hanya semua orang merasa kagum kepada wanita cantik yang menunggang kuda dan berhasil mengalahkan pembunuh pembesar Ang itu. Hal ini tidaklah mengherankan karena seperti diketahui, Cui Im adalah seorang pengawal rahasia yang memang tidak dikenal oleh orang biasa kecuali para perwira pengawal. Apalagi karena Cui Im dan Siauw Lek belum lama menjadi pengawal rahasia kaisar. Setelah melakukan penyelidikan selama tiga hari, barulah Keng Hong berhasil mendapat keterangan dari seorang perwira yang sedang mabuk di dalam restoran, yang agaknya tergila-gila dan kagum kepada Cui Im.

   "Ha-ha-ha, hebat bukan main dia! Kiraku, diantara tujuh orang pengawal rahasia kaisar, dialah orang pertama yang paling lihai! Cantik seperti bidadari dan kepandaiannya,.... Aaahhh....., hebat! Juga kepandaiannya dalam hal... Hi-hi-hik, matipun tidak penasaran seorang pria yang diberi kesempatan mengenalnya luar dalam! Ang-kiam Bu-tek, menang dalam segala macam pertandingan, ha-ha-ha!"

   Mendengar ocehan perwira mabuk ini, Keng Hong yang juga makan di restoran itu mendekat dan bertanya, suaranya di buat-buat seperti orang yang punya gairah namun takut-takut.

   "Saya berkesempatan menonton ketika mengalahkan pembunuh Ang-taijin. Sungguh saya terpesona dan sekaligus jatuh cinta! Ah, Tai-ciangkun yang baik, dimanakah rumah wanita perkasa itu? Ingin...., ingin.... aku belajar kenal...."

   Dengan mata merah karena mabuk perwira itu memandang Keng Hong. Tentu dia sudah marah kalau saja hatinya tidak terlalu senang disebut tai-ciangkun (panglima besar) tadi.

   "Ho-ho-ho, engkau...? Biarpun engkau cukup tampan, akan tetapi untuk mencium telapak kakinya pun jangan harap...., akan tetapi siapa tahu.... sekali waktu kalau dia sedang berkeliling kota raja naik kuda dan dia merasa suka! Ahhh.... dia pengawal rahasia, tentu saja tempatnya di dalam istana...."

   Tiba-tiba perwira itu seperti orang tersentak kaget, agaknya dia telah membuka rahasia yang tidak boleh dibicarakan, maka dia membentak,

   "Heh, cacing tanah! Mau apa kau tanya-tanya? Pergi sebelum kutendang mukamu!"

   Keng Hong menjura dan cepat mengundurkan diri. Ia tidak marah, malah tersenyum dan berkata.

   "Terima kasih!"

   Memang dia berterima kasih karena dari ocehan perwira mabuk ini dia dapat mengetahui kemana dia harus mencari Cui Im.

   Di dalam istana! Memang amat berbahaya dan besar resikonya, akan tetapi baginya, jangankan harus memasuki istana, walaupun harus menempuh lautan api dia akan mengejarnya juga. Malam hari itu juga Keng Hong menyelinap di antara kegelapan malam di luar komplek istana, menanti saat baik baginya selagi para peronda baru saja lewat, melompat naik ke atas pagar tembok dan menggunakan kepandaiannya untuk melayang turun di sebelah dalam tembok. Biarpun para pengawal luar mengadakan penjagaan ketat, namun gerakan Keng Hong yang luar biasa cepatnya itu tak dapat terlihat oleh mereka karena di dalam kegelapan itu, andaikata ada yang kebetulan memandang ke tepat Keng Hong meloncat, tentu hanya akan melihat berkelebat bayang-bayang hitam yang secepat kilat.

   Keng Hong menyelinap memasuki taman istana yang berada di belakang. Cepat dia bersembunyi di balik pohon cemara ketika melihat seorang penjaga, agaknya anggauta pasukan pengawal yang menjaga taman, berjalan perlahan, tangan kiri memegang lampu, tangan kanan memegang golok terhunus, celingukan memandang ke kanan kiri dan menyoroti bagian-bagian gelap dengan lampunya. Tiba-tiba penjaga ini terkejut melihat bayangan hitam menyambar. Namun dia tidak sempat bergerak, tidak sempat dia berteriak, bahkan dia tidak tahu mengapa tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas. Keng Hong cepat menyambar lampu yang terlepas dari tangan penjaga itu, meniup pada dan menyeret tubuh yang telah ditotok dan dicengkeram pundaknya itu ke balik pohon cemara.

   "Aku bukan penjahat pengacau istana, juga tidak ingin menganggumu. Akan tetapi, kalau engkau tidak memberi tahu dimana aku dapat bertemu dengan Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im pengawal rahasia kaisar yang baru, terpaksa aku akan membunuhmu."

   Setelah berbisik demikian Keng Hong menekan leher si penjaga yang segara dapat mengeluarkan suara kembali. Tubuhnya gemetar ketakutan dan dia berkata gagap.

   "Kau... Siapa.... mau apa....?"

   "Aku musuh pribadinya, dan aku hanya akan bertemu dia, tidak akan mengacaukan istana. Lekas jawab, dimana dia?"

   Keng Hong menekan pundak orang itu yang mengeluh kesakitan dan cepat menjawab,

   "Pondok para pengawal rahasia.... di belakang istana sebelah kiri.. ada tirai bambunya berwarna kuning...!"

   Keng Hong menotok kembali orang itu sehingga selain tidak mampu bergerak, juga tidak mampu mengeluarkan suara, kemudian tubuhnya berkelebat ke arah yang ditunjuk penjaga itu. Setelah melewati taman yang luas itu, menghindarkan pertemuan dengan para penjaga, akhirnya dia melihat pondok yang bertirai bambu kuning itu. Ia berindap-indap mendekati dan betapa girang rasa hatinya ketika dia mengintai dari balik pintu samping, dia melihat Cui Im sedang duduk mengobrol sambil makan minum bersama Siauw Lek, hanya berdua saja di ruangan yang luas dan sunyi itu, bahkan pondok ini, sebagai pondok para pengawal rahasia, tentu saja tidak ada pasukan penjaganya. Saking girang dan lega hatinya dapat menemukan musuh besarnya, Keng Hong lalu meloncat.

   "Cui Im, akhirnya aku dapat menemukan engkau disini!"

   Siauw Lek meloncat bangun dan mencabut senjatanya, pedang hitam yang selalu tergantung di pinggang. Namun Keng Hong tidak memperdulikan, pandang matanya ditujukan kepda Cui Im yang sama sekali tidak kelihatan gugup seperti Siauw Lek, bahkan wanita ini masih duduk, hanya memutar tubuh menengok sambil tersenyum.

   "Hi-hi-hik, pancinganku berhasil melalui perwira mabuk itu ternyata berhasil, dan napas penjaga taman juga kau caplok Keng Hong? Betapa bodoh engkau!"

   Keng Hong terkejut, akan tetapi sikapnya tenang.

   "Cui Im, tak perlu banyak cakap lagi. Kita sudah sama mengetahui mengapa aku datang mencarimu. Lekas serahkan kembali semua kitab dan senjata rahasia kepadaku!"

   Cui Im tertawa mengejek.

   "Hi-hi-hik, enak saja kau bicara, Keng Hong. Yang bodoh menjadi makanan yang pintar, yang lemah menjadi injakan kaki yang kuat, hukum ini sudah berlaku semenjak aku masih menjadi murid Lam-hai Sin-ni. Engkau bodoh dan lemah,bahkan sampai sekarang pun masih bodaoh. Keng Hong, tengoklah engkau telah terkurung dan takkan dapat menyelamatkan diri. Engkau akan mati sebagai seorang penjahat dan pemberontak yang berani mengacau di istana kaisar!"

   Siauw Lek sudah meniup peluitnya dan setiap orang pengawal rahasia membawa peluit semacam ini untuk memanggil teman.

   Terdengarlah suara berisik dan ketika Keng Hong melirik, ternyata di situ telah muncul Pak-san Kwi-ong dan empat orang kakek yang kelihatannya menyeramkan dan berkepandaian tinggi, sedangkan di belakangnya telah muncul pasukan pengawal yang jumlahnya paling tidak ada tiga puluh orang, terdiri dari para pengawal dalam istana! Keng Hong maklum bahwa dirinya berada dalam bahaya, namun dia tidak menjadi gentar. Ancaman bahaya maut bukanlah apa-apa bagi seorang yang memperjuangkan kebenaran, apalagi dalam menghadapi kejahatan, dan kedatangannya adalah untuk menentang Cui Im, untuk merampas kembali pusaka yang menjadi haknya, bahkan pusaka-pusaka yang harus dia kembalikan kepada para partai persilatan besar yang menjadi pemiliknya, serta menghukum Cui Im atas segala kejahatan yang dilakukannya terutama sekali terhadap diri Biauw Eng dan terhadap dirinya sendiri.

   "Ha-ha-ha, bukankah ini murid Sin-jiu Kiam-ong? Eh, Ang-kiam Bu-tek, mengapa bocah ini kesasar sampai di sini?"

   Pak-san Kwi-ong bertanya.

   "Pak-san Kwi-ong, mau apalagi dia kalau tidak mau membikin kacau? Gurunya dahulu pun seorang pengacau besar tentu muridnya sama saja!"

   Jawab Cui Im. Tujuh orang pengawal rahasia yang menjadi jago-jago nomor satu dari istana itu telah mengurung dengan sikap mengancam. Melihat ini, Keng Hong berkata tenang,

   "Pak-san Kwi-ong, aku tidak mengerti bagaimana orang-orang macam engkau dan Cui Im, juga Kim-lian Jai-hwa-ong yang nama busuknya sudah kudengar di mana-mana, dapat menjadi pengawal-pengawal kaisar yang terkenal bijaksana. Akan tetapi hal itu bukan urusanku dan aku pun tidak peduli. Kedatanganku ke sini sama sekali tidak ada hubungannya dengan para pengawal, juga sama sekali tidak akan membuat kekacauan. Aku datang khusus untuk menemui Cui Im dan untuk membereskan perhitungan pribadi dengan dia. Harap kalian tidak mencampuri!"

   "Ha-ha-ha, bocah lancang! Engkau sudah memasuki istana seperti maling, bagaimana kami tidak akan mencampuri?"

   "Kalau tidak lekas dienyahkan, bocah ini membahayakan keselamatan kaisar. Serang!"

   Cui Im yang cerdik sudah berseru dan menerjang maju karena kalau Keng Hong diberi kesempatan bicara, mungkin akan mengubah keadaan. Bersama Siauw Lek ia sudah maju, mencabut pedang merahnya dan Siauw Lek sudah pula mencabut pedang hitamnya. Pak-san Kwi-ong, sudah pula menggerakkan senjata rantainya sehingga sepasang tengkorak di ujung rantai beterbangan! Demikian pula Gu Coan Kok Si Iblis Cebol sudah maju dengan tongkatnya,

   Si Tinggi besar bongkok Hok Ku sudah menyerang dengan cakar besi beracun, Kemutani mainkan sepasang hui-to di kedua tangan, dan Thai-lek Sin Cou Seng sudah menggerakkan pecut bajanya sehingga terdengar suara ledakan-ledakan nyaring. Melihat sinar-sinar berkelebatan menyerangnya, dan kesemuanya merupakan senjata-senjata ampuh dan berbahaya digerakkan oleh tangan-tangan yang mengandung tenaga sinkang amat kuat maklum bahwa serangan-serangan itu dahsyat, Keng Hong cepat mencabut Siang-bhok-kiam, memutar pedang itu sehingga tampak berkelebatnya sinar hijau menyilaukan mata dan dia pun menggunakan tangan kirinya mendorong ke depan. Terdengar berturut-turut suara nyaring disusul teriakan-teriakan kaget ketika tujuh orang itu merasa senjata mereka membalik dan disusul angin dorongan yang kuat sekali ke arah mereka!

   "Aku Cia Keng Hong tidak bermaksud mengacau istana, tidak pula memusuhi para pengawal, melainkan hendak berurusan dengan Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im! Seruan Keng Hong yang dikeluarkan deangan pengerahan tenaga khikang, keluar dari pusarnya ini amat nyaring sehingga menggema di seluruh istana, mengejutkan semua penjaga yang tidak berada di tepat itu, dan menggetarkan jantung para pengurung yang menjadi bengong dan berubah wajahnya.

   "Serang pemberontak!"

   Kembali Cui Im berseru dan semua pengawal yang tadinya terkejut itu sudah siap mengurung Keng Hong. Pada saat itu, terdengar suara yang berwibawa,

   "Hentikan pertempuran!"

   Semua orang menengok dan para pengawal terkejut ketika melihat hadirnya tiga orang yang mereka tahu amat berpengaruh dan amat dekat dengan kaisar yaitu Laksamana The Ho yang menjadi panglima besar menguasai armada, Ma Huan seorang sakti dan terpelajar beragama Islam yang diperbantukan kepada laksamana itu dalam perantauannya yang datang, dan Tio Hok Gwan, si tinggi kurus sederhana yang selalu mengantuk dan berjuluk Ban-kin-kwi, pengawal pribadi Laksamana The Ho.

   "The-tai-ciangkun, dia adalah seorang pemberontak yang memasuki istana seperti penjahat!"

   Cui Im berusaha mempengaruhi pembesar itu. Akan tetapi The Ho mengangkat tangannya dan berkata,

   "Harap para pengawal minggir semua dan biarkan aku bicara dengannya. Aku datang atas nama sendiri!"

   Mendengar ucapan ini, semua pengawal lalu minggir. The Ho memandang Keng Hong yang masih berdiri tegak. Ketika Keng Hong memandang dan melihat sinar mata pembesar ini, dia terkejut sekali. Cepat-cepat dia menyimpan Siang-bhok-kiam dan memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki, lalu berdiri kembali.

   "Orang muda yang gagah, engkau siapakah?"

   Tadi begitu bertemu pandang dengan The Ho, Keng Hong segera mengenal seorang sakti, kini melihat sikap dan mendengar suaranya, dia benar-benar menjadi kagum dan tunduk. Diam-diam dia merasa heran sekali mengapa di bawah naungan kekuasaan kaisar, terdapat pengawal-pengawal macam tujuh orang itu disamping pembesar seperti ini. Betapa mungkin kuda yang baik dapat bekerja sama dengan harimau yang ganas, betapa burung hong dapat terbang bersama dengan burung-burung gagak. Mendengar pertanyaan yang dikeluarkan dengan suara halus itu, dia cepat menjawab singkat dan hormat.

   "Hamba Cia Keng Hong."

   "Cia Keng Hong, engkau bukan seorang pekerja istana, telah berani memasuki istana di waktu malam tanpa ijin. Apa kehendakmu?"

   Dengan sikap penuh hormat Keng Hong menjawab,

   "Mohon maaf kepada Paduka, Taijin, hamba mengaku telah berbuat lancang. Akan tetapi hamba tidak bermaksud mengacau istana, melainkan hendak bertemu dengan Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im yang menjadi musuh besar hamba."

   Hening sejenak, kemudian terdengar suara The Ho menegur,

   "Cia Keng Hong, sungguh lancang dan besar dosamu! Kalau aku tidak melihat engkau seorang muda yang gagah perkasa, tentu engkau akan kusuruh tangkap dan menerima hukuman berat. Karena engkau belum melakukan sesuatu yang merusak, biarlah atas nama kaisar kami ampuni. Pergilah sekarang dari tempat ini dan jangan sekali-kali engkau berani lagi masuk tanpa ijin karena tidak ada pengampunan dosa dua kali!"

   Suara ini berwibawa sekali dan di dalam hatinya Keng Hong sudah tunduk dan tidak berani melanggar. Akan tetapi karena dia masih merasa penasaran melihat betapa orang-orang macam Cui Im, Siauw Lek dan Pak-san Kwi-ong bisa menjadi pengawal kaisar, dia lalu bertanya.

   "Jadi, hamba tidak boleh menganggu musuh besar hamba ini?"

   Ia memandang ke arah Cui Im yang tersenyum mengejek.

   "Tidak boleh! Dia adalah pengawal yang berada dalam istana, bagaimana engkau boleh menganggunya?"

   "Kalau begitu.... apakah istana melindungi orang-orang jahat dan keji macam Bhe Cui Im, Siauw Lek dan...."

   
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Cia Keng Hong!"

   The Ho membentak, suaranya mengguntur, bukan mengandung kemarahan, melainkan mengandung bantahan dan peringaran.

   "Bukalah matamu, pergunakan pikiranmu dan lihatlah kenyataan! Istana mempergunakan orang-orang pandai menjadi pengawal, bukan membutuhkan riwayat hidupnya, melainkan tenaganya! Istana tidak akan memperdulikan urusan pribadi semua petugasnya, dan tidak mengenal siapa keji siapa tidak sebelum menjadi petugas istana! Urusan pribadi antara engkau dan dia sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan istana, kalau engkau hendak menyelesaikan urusan pribadimu itu di luar lingkungan istana, di luar pelaksanaan tugas di istana, hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan siapa. Akan tetapi, kedatanganmu malam-malam tanpa ijin memasuki istana, hal ini adalah urusan istana! Mengertikah engkau ataukah pura-pura tidak mengerti??"

   Keng Hong terkejut sekali, merasa mukanya seperti di tampar dan matanya seperti dibuka lebar-lebar oleh ucapan yang keluar dari mulut The Ho ini. Betapa lancang dan bodohnya dia yang mencari Cui Im ke dalam istana sehingga dia membuat kesalahan dan perbuatannya ini saja sudah cukup untuk mendatangkan maut baginya, bisa dianggap pemberontakan. Dan biarpun pembesar yang memiliki pandang mata begitu tajam berwibawa ini seolah-olah marah kepadanya, namun ternyata telah menginsyafkannya dan telah mengampuninya. Tak terasa lagi Keng Hong menjatuhkan diri memberi hormat kepada The Ho dan berkata,

   "Hamba mengerti dan hamba menghaturkan terima kasih kepada Paduka atas kemurahan hati Paduka yang telah memberi ampun."

   Setelah berkata demikian, Keng Hong bangkit, membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.

   "Tunggu dulu, Cia Keng Hong!"

   Tiba-tiba The Ho berkata dan Keng Hong cepat membalikkan tubuh, memandang tajam akan tetapi menanti dengan sikap tenang. Laksamana yang bermata tajam berwibawa itu tersenyum.

   "Kedatanganmu amat menarik perhatianku, orang muda. Engkau tidak bisa pergi begitu saja tanpa meninggalkan sesuatu."

   Keng Hong memandang dengan alis berkerut. Apa pula kehendak pembesar yang berwibawa ini?

   "Apakah yang harus hamba tinggalkan?"

   Tanyanya, sikapnya tenang sekali sehingga The Ho dan Ma Huan, dua orang yang memiliki pandang mata waspada itu, diam-diam merasa kagum sekali. Jarang mereka bertemu dengan seorang pemuda seperti ini dan diam-diam menyesalkan bahwa pemuda seperti ini kini seolah-olah menjadi seorang pelanggar. Bepatapun juga, mereka tadi hanya menyaksikan sepak terjang Keng Hong segebrakan saja dan ingin mereka menyaksikan kelihaian pemuda ini.

   "Aku bukan seorang yang menginginkan benda milik orang lain,"

   Jawab The Ho tertawa.

   "Akan tetapi aku mempunyai semacam penyakit, yaitu kalau bertemu orang pandai, hatiku belum merasa puas kalau belum menyaksikan kepandaiannya. Karena itu, sebagai imbalan keputusanku mengampunimu, aku minta agar engkau meninggalkan pertunjukkan ilmu silatmu dan suka melayani pengawalku barang sepuluh jurus! Tio Hok Gwan, kau cobalah kelihaian Cia Keng Hong ini, akan tetapi hati-hatilah, sekali ini engkau bertemu tanding."

   Tio Hok Gwan si pengantuk itu mengangguk dan melangkah lebar menghadap Keng Hong. Pemuda ini merasa serba salah. Menolak berarti dia tidak menghargai sikap pembesar yang baik itu kalau dia menerima berarti dia harus melawan si tinggi kurus yang baru langkahnya saja mendatangkan kesan bahwa si pengantuk ini tentu seorang ahli Iweekeh yang memiliki sinkang kuat sekali. Juga dia tidak dapat menerka apa yang dikandung dalam hati pembesar itu di balik "ujian"

   Ini. Maka dia lalu menjawab,

   "Baiklah, karena hamba telah melanggar dan berada di sini, hamba tidak dapat membangkang perintah Paduka. Akan tetapi hendaknya Paduka tidak menganggap hamba kurang ajar dan ingin memamerkan kepandaian, karena sesungguhnya hamba tidak mempunyai kepandaian apa-apa. Mana dapat dibandingkan dengan Locianpwe ini yang menjadi pengawal Paduka?"

   Setelah berkata demikian, Keng Hong berdiri tegak dan siap menghadapi Tio Hok Gwan. Sejenak kedua orang ini berdiri berhadapan dalam jarak tiga meter, saling memandang penuh perhatian seolah-olah dengan pandang mata mereka itu mereka hendak mengukur keadaan lawan.

   "Cia Keng Hong, sambutlah!"

   Tiba-tiba Tio Hok Gwan berseru dan tubuhnya sudah bergerak ke depan, sekaligus mengirim pukulan dengan tangan kiri ke arah dada Keng Hong.

   "Wuuuttttt!"

   Angin pukulan yang dahsyat menyambar dan sebelum kepalan itu datang, Keng Hong sudah merasai hawa pukulannya. Tidak salah dugaannya, pengawal yang mukanya seperti orang kurang tidur ini memiliki sinkang yang hebat. Cepat dia mementang kedua kaki memutar tubuh iring kekiri untuk mengelak dan dengan kontan dia membalas dengan pukulan tangan kiri ke arah lambung lawan. Tio Hok Gwan yang agaknya benar-benar hendak mengandalkan kemenangan, tidak mengelak seperti Keng Hong, melainkan cepat menggerakkan tangan kanan dengan jari terbuka menerima hantaman Keng Hong.

   "Desss!"

   Dua telapak tangan bertemu dan mengeluarkan bunyi keras. Akibatnya, tubuh Keng Hong terpental ke belakang sedangkan tubuh Tio Hok Gwan tergeser tiga tindak ke belakang!

   "Hebat...!"

   Terdengar The Ho berseru karena pembesar yang sakti ini dapat mengukur dari pertemuan tenaga kedua orang itu bahwa Keng Hong benar-benar memiliki sinkang yang dapat mengatasi pengawalnya! Hok Gwan menjadi penasaran. Selama dia menjadi pengawal The Ho, belum pernah dia menemui tanding yang dapat melawan sinkangnya. Dalam hal ilmu silat, mungkin banyak tokoh-tokoh, umpamanya ke tujuh orang pengawal rahasia kaisar, yang akan dapat menandingi, bahkan mungkin melebihinya. Akan tetapi dalam hal kekuatan sinkang, dia berani diadu dengan siapapun juga dan merasa yakin bahwa dia akan lebih kuat.

   Siapa kira, pemuda ini dapat menandinginya, bahkan diam-diam dia merasa sangsi apakah dia lebih kuat daripada pemuda ini. Karena penasaran, dia lalu membuat gerakan miring dan mengirim tendangan dari samping, diikuti pukulan kedua tangannya ke arah muka dan perut lawan! Cepat dan kuat sekali gerakan Hok Gwan ini sehingga Keng Hong terpaksa harus mengerahkan ginkangnya, meloncat ke arah yang berlawanan dengan tendangan lawan sambil mengibaskan kedua tangan ke bawah dan atas untuk menangkis pukulan tangan lawan. Kembali kedua tangan saling bertemu dan membuat mereka berdua terhuyung. Keng Hong tidak mau mengalah karena maklum akan kekuatan lawan, dia cepat membalas dengan pukulan tangan miring menuju tengkuk selagi leher lawan miring. Namun sambil memutar tubuhnya, kembali Hok Gwan dapat menangkis,

   Bahkan langsung membarengi dengan jotosan ke arah bawah ketiak lawan yang lengannya sedang terangkat itu. Keng Hong kembali mengelak karena pemuda ini maklum bahwa kalau dia mengandalkan sinkang untuk selalu menandingi kekuatan lawan, maka hal itu berati keras lawan keras dan tentu akan mengakibatkan luka-luka dalam di antara mereka. Hal ini tidak dia kehendaki, pertama karena dia tidak mempunyai permusuhan apa-apa dengan Tio Hok Gwan, kedua karena dia ingin pergi dari situ tanpa meninggalkan kesan buruk. Karena menemui tandingan yang seimbang, Hok Gwan dan Keng Hong menjadi gembira dan mereka beradu kelihaian sampai lebih dari lima puluh jurus tanpa ada yang terdesak! Keng Hong yang baru saja mewarisi kepandaian dari gurunya dan juga dari Thai Kek Couwsu, diam-diam juga menjadi penasaran.

   Kalau dia kalah oleh pengawal The Ho yang amat lihai ini, bukanlah merupakan hal yang besar baginya, akan tetapi karena Cui Im, Siauw Lek dan Pak-san Kwi-ong hadir disitu dan menonton, dia tidak ingin kalah di depan mereka! Dia harus menang dan pikiran ini membuat Keng Hong makin lama makin cepat dan kuat gerakannya. Mula-mula kedua orang itu mengandalkan tenaga, kini karena Keng Hong mengerahkan kecepatannya, terpaksa Hok Gwan harus pula mengerahkan ginkangnya yang ternyata tidak sehebat Keng Hong. Mulailah bayangan kedua orang itu berkelebat cepat dan berubah menjadi bayangan yang bergulung menjadi satu! Akan tetapi dalam pandangan mata para tokoh yang berada di situ, jelas tampak betapa Keng Hong mulai mendesak Tio Hok Gwan dengan serangan-serangan kilatnya.

   "Hiaaaaaaahhhhh!"

   Tiba-tiba Hok Gwan mengeluarkan teriakan keras dan gerakannya kini berubah, tidak cepat lagi akan tetapi gerakan merupakan benteng yang amat kuat sehingga semua serangan Keng Hong menemui jalan buntu. Kalau serangan Keng Hong yang cepat itu seperti air mengalir, pertahanan Hok Gwan seperti tanggul dari baja yang menahan banjirnya air! Melihat ini, Keng Hong terkejut dan maklum bahwa lawannya sudah bersungguh-sungguh dan kini mengeluarkan simpanannya.

   "Haaaiiittt!"

   Ia pun memekik dan kini caranya bersilat juga berubah pula. Gerakan-gerakannya juga lambat, namun setiap gerakan mendatangkan tenaga yang dahsyat, dan kedua lengan melakukan gerakan membentuk lingkaran-lingkaran! Inilah Thai Kek Sin-kun yang dia pelajari dari kitab peninggalan Thai Kek Couwsu! Ilmu silat sakti yang digerakkan dengan inti tenaga sinkang dan menghadapi ilmu silat ini, Hok Gwan terkejut dan tampak bingung, bahkan gerakan-gerakannya menjadi agak kacau.

   "Ah...., gerakan-gerakan membuat lingkaran itu... Lihat.... delapan macam gerakan tangan.... dengan mengarah delapan jurusan.... eh, apakah ini Pat-kwa Kun-hoat? Akan tetapi berbeda benar... Dan lingkaran-lingkaran itu....."

   Terdengar The Ho berseru kaget dan kagum sekali setelah menyaksikan Keng Hong bersilat Thai Kek Sin-kun sampai belasan jurus yang membingungkan Hok Gwan.

   "Akan tetapi, Taijin, harap lihat gerakan kakinya. Bukankah berdasarkan Ngo-heng? Gerakan kakinya seperti Ilmu Silat Ngo-heng Kun Hoat, akan tetapi gerakan atasnya lain. Dan lingkaran-lingkaran itu amat aneh....!"

   Demikian Ma Huan berkata. Kedua orang ini saking kagum dan tertariknya, bicara dengan suara keras sambil menonton, lupa bahwa di situ ada tujuh orang pengawal rahasia yang juga menonton dengan bengong dan kagum. Kata-kata kedua orang pembesar itu tidak terlepas dari pendengaran Keng Hong dan pemuda ini terkejut. Biarpun tidak dapat menebak dengan tepat, namun pernyataan kedua orang itu sudah mendekati rahasia Ilmu Silat Thai Kek Sin-kun! Hal itu sudah cukup membuktikan bahwa The Ho dan Ma Huan tentu bukan sembarang pembesar, melainkan orang-orang yang sakti, dan mungkin lebih lihai! Maka dia berlaku hati-hati sekali.

   "Sambutlah!"

   Tiba-tiba Hok Gwan mengirim tendangan kilat. Itulah ilmu tendangan yang amat terkenal di Tiongkok Utara yang disebut Soan-hong-twi atau Tendangan Angin Taufan yang datangnya amat cepat dan susul-menyusul, sedangkan yang diarah oleh kedua kaki adalah bagian atas tubuh. Ketika kaki lawan menendang ke arah tenggorokannya dengan cepat sekali, Keng Hong lalu membuat gerakan yang indah. Kaki kirinya diluruskan ke dapan dengan tumit menempel lantai, Kaki kanan berjongkok ketika dia mengelak dari tendangan yang menyambar lewat di atas kepalanya,

   Tangan kiri yang tadinya melingkar di depan pusar itu membuat gerakan melingkar ke atas sambil mengangkat tubuh menjadi tegak dan dari tangan kanan yang tadinya melingkar dari tangan kanan yang tadinya melingkar di depan dada secara tiba-tiba mendorong ke depan dengan tangan kiri ditarik ke atas kepala. Inilah jurus yang disebut "Bidadari Meneropong"

   Dari Ilmu silat Thai-kek Sin-kun! Gerakan yang sederhana namun karena dilakukan sebagai lanjutan mengelak tendangan dan pukulan dengan tangan kanan mendorong itu mengandung tenaga sinkang yang hebat luar biasa, membuat Hok Gwan yang tendangannya luput tadi terkejut. Ia masih dapat menjatuhkan diri ke kanan dan bergulingan, tendangan dari pukulan sakti, namun dia mengalami kekagetan dan ketika melompat bangun dia lalu menyerang lagi dengan hati-hati, lebih mengerahkan tenaga dan perhatian untuk bertahan!

   Pertandingan antara jago sakti ini berlangsung sampai seratus jurus lebih dan para pengawal yang menonton pertandingan itu menahan napas. Bahkan Cui Im sendiri merasa penasaran sekali menyaksikan kehebatan ilmu silat yang dimainkan Keng Hong. Ia menjadi bingung dan menduga-duga. Dari mana Keng Hong mendapatkan ilmu ini? Semua kitab telah dibacanya, dipelajari, bahkan kitab-kitab telah dibacanya, dipelajarinya, bahkan kitab-kitab itu telah dibawanya. Apakah guru pemuda itu, Sin-jiu Kiam-ong, mempunyai simpanan kitab lain yang tak dilihatnya? Diam-diam ia menyumpah di dalam hati dan merasa menyesal mengapa dahulu di tempat rahasia ia tergesa-gesa berusaha melenyapkan Keng Hong. Kini menyaksikan kelihaian Keng Hong dia merasa ragu-ragu apakah dia akan dapat mengatasi pemuda yang makin lihai itu.

   Biarpun Tio Hok Gwan ternyata amat lihai dan pertahanannya amat kuat, namun makin lama dia makin terdesak hebat. The Ho dan Ma Huan menonton dengan gembira, dan biarpun The Ho maklum bahwa pengawalnya tidak akan dapat menangkan Keng Hong. Namun dia tidak mau menghentikan pertandingan itu saking tertariknya dan ingin menonton sepuasnya! Hok Gwan diam-diam merasa penasaran sekali. Selama hidupnya, baru sekali ini baru bertemu tanding yang membuatnya kehabisan akal dan terpaksa harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk membela diri, membentuk pertahanan yang amat kuat. Namun, ilmu silat yang melakukan gerakan-gerakan tangan melingkar-lingkar itu membingungkannya dan pengawal lihai ini pun maklum bahwa kalau dilanjutkan, lambat laun dia tentu akan roboh.

   Gerakan aneh dari lawannya sudah beberapa kali hampir dapat menyusup dan membobolkan pertahanannya. Ia merasa malu kalau harus menderita kekalahan di depan junjungannya. Tak lama lagi junjungannya akan memimpin barisan menyerang lautan dan dialah yang selalu akan diandalkan untuk melindungi pembesar itu. Kalau kini dia kalah oleh seorang pemuda yang usianya baru dua puluh tahun lebih, bukankah dia akan kehilangan muka? Karena itu, tiba-tiba pengawal ini mengeluarkan pekik yang menyerupai gerengan harimau marah, kedua tangannya membalas dengan pukulan nekat. Biarpun dia maklum bahwa dengan mengubah gerakan bertahan menjadi menyerang ini membuka sebagian pertahanannya dan dia dapat celaka,

   Namun dia yakin bahwa kalau lawan melakukan penyerangan, sebuah daripada kedua tangannya akan mengenai sasaran pula dan kalau perlu dia akan roboh bersama lawannya. Pokoknya asal dia tidak kalah. Kalau keduanya roboh, berarti tidak ada yang menang! Keng Hong tadinya bersilat dengan tekun dan sabar. Maklum akan pertahanan lawan yang amat kuat, dia tahu bahwa kalau akan menjatuhkan lawan tanpa melukainya, dia harus membuat lawan lelah dan pening. Akan tetapi tiba-tiba dia melihat lawannya menyerang hebat, tidak begitu memperdulikan lagi pertahanannya. Ia terkejut, tahu bahwa lawan menjadi nekat dan pantang kalah. Satu-satunya jalan untuk mencapai kemenangan harus melancarkan pukulan maut mendahului kedua tangan lawan. Posisi tubuhnya lebih baik karena dia dalam keadaan menekan.

   Kedua tangan menyambar lurus menuju dada dan lehernya sehingga penjagaan tubuh lawan di bagian bawah terbuka. Kalau dia merendahkan diri, membuat gerakan melingkar dan menyerang perut dan pusar lawan, dia yakin pasti menang. Akan tetapi kalau hal ini dia lakukan, berarti Tio Hok Gwan akan menderita luka berat dan mungkin sekali tewas. Padahal dia tidak menghendaki hal ini terjadi. Ia maklum bahwa pembesar yang memiliki wibawa luar biasa itu tidak bermaksud buruk terhadap dirinya, dan kalau kini mengujinya semata-mata memang ingin sekali menyaksikan kepandaiannya, hal ini terbukti ketika dia tadi melirik ke arah dua orang pembesar itu, mereka itu menonton dengan wajah berseri dan pandang mata kagum, sama sekali tidak menjadi khawatir atau penasaran melihat pengawalnya didesak.

   "Haaaiiittttt!"

   Pukulan tangan kanan Hok Gwan menghantam pundaknya, pukulan tangan kiri menghantam lehernya, namun Keng Hong kini menghentikan gerakannya sama sekali, mengerahkan sinkangnya dan menggunakan tenaga mujijatnya yang tidak akan dia keluarkan seandainya keadaan tidak seperti itu.

   "Bukkk! Dessssss!!"

   Dua pukulan itu tiba pada saat yang hampir bersamaan, hanya setengah detik selisihnya. The Ho dan Ma Huan berseru kaget.

   Mereka benar-benar kaget dan menyesal karena mereka tadi hanya ingin menguji, sama sekali tidak bermaksud menyuruh pengawal itu membunuh pemuda yang amat lihai itu. Dan mereka terkejut melihat betapa pemuda itu yang tadinya sudah "menang angin"

   Kini menerima pukulan begitu saja tanpa mengelak atau menangkis. Mereka cukup maklum betapa hebatnya pukulan kedua tangan Hok Gwan mampu memukul pohon menjadi remuk isi batangnya tanpa melecetkan kulit batang pohon! Tembok yang ditutup kertas tipis akan hancur oleh pukulan ini tanpa merobek kertasnya! Akan tetapi kekagetan kedua orang pembesar ini disusul keheranan yang amat besar sehingga mereka melongo. The Ho adalah seorang pembesar sakti dan sudah mengalami banyak hal aneh-aneh, akan tetapi belum pernah dia menyaksikan yang seaneh itu.

   Jelas bahwa kedua kepalan tangan Hok Gwan mengenai leher dan pundak Keng Hong, akan tetapi pukulan-pukulan itu seperti dua buah batu besar dilempar ke permukaan telaga yang dalam dan amblas tanpa bekas! Tangan Hok Gwan yang kiri masih menempel di leher Keng Hong, sedangkan tangan kanannya masih melekat di pundak, akan tetapi pengawalnya itu kini membelakkan kedua mata yang biasanya sipit mengantuk itu, seolah-olah dia bangun tidur karena disiram air, mukanya pucat dan mulutnya mengeluarkan suara merintih! Kedua tangan itu tidak bisa ditariknya kembali seperti biasa dilakukan oleh ahli silat yang setiap memukul tentu menggunakan sasaran untuk menendang balik pukulannya. Kedua tangan itu melekat pada leher dan pundak Keng Hong sedangkan pemuda yang dipukul itu sama sekali tidak bergerak, seolah-olah tidak merasa sesuatu.

   "Aihhh.... Thi-khi-I-beng ...!"

   Cui Im berseru kaget karena dia maklum bahwa ilmu yang dimiliki Keng Hong itu adalah ilmunya yang tidak wajar, yaitu yang dimiliki Keng Hong bukan berdasarkan ilmu, melainkan karena sesuatu keanehan dan biasanya pemuda itu tidak tahu bagaimana harus membebaskan lawan yang telah tersedot sinkangnya. Sejenak teringatlah wanita ini betapa dahulu, tanpa disengaja, Keng Hong telah "menyedot"

   Pula sinkangnya secara halus ketika mereka memadu asmara! Sedetik mukanya menjadi merah sekali dan ia sudah melangkah maju hendak membantu Hok Gwan.

   Akan tetapi ketika sinar matanya bertemu dengan pandang mata The Ho, dia mundur lagi. Jelas tampak bahwa pembesar itu melarang dia turun tangan. Dan memang sesungguhnya The Ho sendiri tidak tahu akan keadaan pengawalnya sungguhpun dia heran mengapa pengawalnya tidak bergerak dan wajah pengawalnya itu menjadi pucat sekali. Tio Hok Gwan merasa betapa tenaga sinkangnya membanjir keluar melalui kedua tangannya. Ia terkejut dan berusaha menarik tangan, makin keras pula tenaga sinkangnya membanjir keluar. Ia terkejut dan matanya terbelalak saking herannya. Ketika Keng Hong mendengar seruan Cui Im, dia teringat dan cepat sekali dia mengeluarkan pekik melengking dan menggerakkan tubuh sendiri ke belakang dan menggunakan sinkang menolak.

   Tio Hok Gwan berteriak dan tubuh pengawal ini mencelat ke belakang seperti dilontarkan, sedangkan tubuh Keng Hong sendiri berjungkir balik sampai lima kali ke belakang. Tio Hok Gwan masih dapat turun di atas kedua kakinya dengan terhuyung. Ia berdiri dan memandang Keng Hong dengan wajah pucat. Kaget sekali pengawal ini dan dia tidak lagi berani bergerak, melainkan menarik napas dalam-dalam untuk memulihkan tenaga dan menyalurkan sinkang ke pusar, kemudian memutar hawa panas dari pusar untuk menyelidiki keadaan dalam tubuhnya. Ia merasa lega karena tidak terluka, hanya agak lemas karena ada tenaga sinkang yang membocor keluar secara aneh. Adapun Keng Hong yang mukanya lebih merah daripada biasanya, akibat kebanjiran sinkang, cepat menjatuhkan diri berlutut di depan The Ho dan berkata,

   "Harap Taijin sudi memberi maaf kepada hamba. Pengawal Taijin terlalu lihai, hamba tidak kuat melawannya."

   The Ho yang masih terheran-heran menganngguk-anggguk dan berkata,

   "Orang muda yang hebat Cia Keng Hong, bagaimana kalau engkau bekerja padaku, membantuku seperti Tio Hok Gwan?"

   "Terima kasih, Taijin. Kiranya akan berbahagia sekali bagi hamba untuk dapat menghambakan diri kepada seorang bijaksana seperti Paduka. Akan tetapi maaf, untuk waktu sekarang hamba belum sanggup karena urusan pribadi masih banyak yang harus hamba selesaikan lebih dulu."

   Kembali The Ho dan mengangguk-angguk ke arah Cui Im yang memandang Keng Hong dengan wajah sebentar pucat sebentar merah.

   "Baiklah kalau begitu. Akan tetapi sebelum engkau pergi, katakanlah apakah benar engkau tadi menggunakan Ilmu Thi-khi-I-beng? Aku mendengar bahwa ilmu mujijat itu telah lenyap dari permukaan dunia kang-ouw!"

   "Ah, sesungguhnya hamba sendiri tidak pernah mempelajari ilmu itu dan tidak tahu bagaimanakah macamnya Thi-khi-I-beng. Hamba mohon diperkenankan keluar, Taijin."

   "Pergilah, mudah-mudahan kelak kita berjodoh untuk saling berjumpa kembali. Hok Gwan, kau antar Cia Keng Hong keluar dari istana dengan aman!"

   Perintah ini melenyapkan harapan Cui Im untuk mencegat dan mengeroyok Keng Hong dalam perjalanannya keluar dari istana. Hok Gwan segera mengajak Keng Hong pergi dari tempat itu dan dengan adanya pengawal The Ho ini, Keng Hong dapat keluar dengan aman tanpa ada yang berani menganggu.

   "Sahabat muda, terima kasih atas kemurahan hatimu dalam pertandingan tadi. Aku takluk benar kepadamu. Siapakah gurumu?"

   Tanya Hok Gwan setelah mereka tiba di luar istana dan mereka akan berpisah.

   "Mendiang suhu adalah Sin-jiu Kiam-ong..."

   "Ah.... sungguh aku tidak tahu diri, maaf...maaf!"

   Hok Gwan menjura dan cepat-cepat Keng Hong membalas penghormatan ini.

   "Engkau juga hebat sekali, Ciangkun. Dan engkau amat baik hati. Kuharap engkau suka berhati-hati menghadapi orang-orang macam pengawal-pengawal rahasia yang hadir di sana tadi. Mereka bukanlah orang-orang yang baik dan boleh dipercaya."

   Tio Hok Gwan mengangguk.

   "Aku sudah tahu akan hal itu, dan terima kasih atas peringatanmu. Engkau ingin membekuk wanita cabul itu, bukan?"

   "Benar, akan tetapi tak mungkin sekarang. Dia telah menjadi pengawal bagaimana aku akan dapat menyentuhnya? Dia dilindungi oleh kekuasaan kaisar."

   "Memang, kalau engkau mencarinya di dalam istana atau menyerangnya selagi ia bertugas sebagai pengawal, engkau akan dianggap pemberontak dan engkau tentu akan menghadapi bencana. Akan tetapi, kalau engkau bersabar, ada cara yang amat baik, yang membuka kesempatan bagimu."

   Mendengar ini, Keng Hong cepat-cepat memberi hormat dan berkata,

   "Mohon petunjuk Ciangkun bagaimana aku akan dapat membentuk perempuan iblis itu?"

   "Dia terkenal sebagai wanita cabul yang tak dapat bertahan lama melewatkan malam dingin sendirian saja."

   Hok Gwan tertawa mengejek dan merendahkan.

   "Selain ini, di waktu lepas tugas setiap malam dia selalu berkeliaran mencari pemuda untuk menemaninya. Nah, kalau engkau bersabar, Cia-taihiap, engkau dapat menggunakan kesempatan selagi ia bebas tugas seperti itu, menyergapnya dan kalau di waktu itu menewaskannya, engkau tidak akan dianggap pemberontak. Akan tetapi engkau harus bersabar dan untuk beberapa lamanya jangan muncul di kota raja, karena seorang perempuan iblis seperti dia amatlah cerdik dan tentu dia tidak akan berani muncul kalau dia tahu atau menduga bahwa engkau sedang mengintainya seperti seekor kucing menanti munculnya tikus. Mengartikah engkau apa yang kumaksudkan, Taihiap?"

   

Si Bangau Merah Eps 21 Kisah Si Bangau Putih Eps 29 Si Bangau Merah Eps 24

Cari Blog Ini