Ceritasilat Novel Online

Si Bangau Merah 24


Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 24



"Hemm, kalau begitu, sekarang aku menjadi tawanan, dan tidak boleh keluar dari tempat ini? Apakah aku boleh keluar dari kamar ini dan dengan bebas melihat-lihat keadaan di dalam sarang kalian ini?"

   "Nona, akulah yang bertugas menjaga dan mengamatimu, dan aku sudah memberitahu kepada semua anggauta Hek I Lama agar engkau dibiarkan tinggal di sini dengan bebas, asal engkau tidak membikin ribut, tidak pula berusaha melarikan diri. Akulah yang bertanggung jawab atas dirimu, maka kalau Nona melarikan diri, berarti membikin susah padaku. Aku sudah berusaha menghindarkan dirimu dari keadaan yang tidak enak, maka kuharap engkau juga suka menjaga agar aku tidak sampai mendapat kesusahan karena engkau lari."

   Sian Li mengangguk-angguk.

   "Baiklah, Cu Ki Bok. Akan tetapi aku ingin bertemu dengan Liem Sian Lun, jahanam itu. Aku harus membuat perhitungan dengan dia!"

   Sian Li mengepal tinju, marah sekali kalau teringat kepada suhengnya itu. Cu Ki Bok mengerutkan alisnya.

   "Nona Sian Li, tentu saja kalau kebetulan engkau bertemu dengan suhengmu itu...."

   "Dia bukan suhengku lagi! Mungkin aku akan membunuh jahanam itu kalau bertemu dengan dia!"

   "Nah, itulah yang kurisaukan. Kalau Nona bertemu dan bicara dengan dia, hal itu masih tidak mengapa. Akan tetapi kalau sampai Nona menyerangnya, padahal kini Sian Lun telah menjadi sekutu kami, tentu semua orang akan membantunya dan Nona akan dipersalahkan. Oleh karena itu, mengingat bahwa urusan antara Nona dengan Sian Lun merupakan urusan pribadi, sebaiknya Nona bersabar hati dan menunggu sampai kelak setelah kalau kalian berada di luar lingkungan kami, barulah Nona dapat membuat perhitungan. Jangan di sini, Nona."

   Sian Li mengangguk-angguk. Benar juga, Pikirnya. Sian Lun telah menjadi sekutu mereka. Kalau ia menyerang Sian Lun, tentu mereka akan membantunya, bahkan pemuda di depannya ini tentu saja terpaksa harus berpihak kepada Sian Lun pula.

   "Baiklah, aku tidak akan menyerangnya. Akan tetapi setidaknya ajaklah dia ke sini agar aku dapat bertanya sendiri kepadanya. Baru akan puas hatiku dan yakin bahwa dia benar-benar telah menyeleweng."

   "Akan kuusahakan, Nona."

   Pemuda itu lalu mengajak Sian Li keluar dari kamarnya. Dan kini, dalam keadaan sadar dan tidak terbelenggu, gadis itu mendapat kesempatan mengamati keadaan di sarang Hek I Lama itu. Tempat itu merupakan perkampungan besar dan di tengah-tengah terdapat bangunan induk yang bentuknya seperti kuil. Bangunan induk itu besar sekali, sedangkan tempat dimana ia dikurung merupa-kan bangunan disebelah kiri bangunan induk. Di dalam perkampungan itu terdapat banyak rumah-rumah yang bentuknya sama, dan itulah tempat tinggal para anggauta Hek I Lama. Terdapat pula bangunan baru berupa pondok-pondok yang menjadi tempat tinggal para anggauta pasukan Nepal, juga tempat para tamu dari pengemis tongkat hitam. Setelah keluar dari rumah tempat ia di tahan,

   Nampaklah oleh Sian Li betapa melarikan diri dari situ merupakan hal yang tidak mungkin. Banyak sekali anggau-ta gerombolan itu berkeliaran, dan penjagaan juga diadakan dengan amat ketatnya. Baru rumah di mana ia dikurung itu saja dijaga oleh sedikitnya dua puluh orang! Tak mungkin ia dapat pergi tanpa diketahui dan sekali ketahuan, tentu ia akan dikeroyok puluhan, bahkan ratusan orang. Cu Ki Bok berkata benar. Bodoh sekali kalau ia berusaha melarikan diri. Sebaiknya bersabar menanti kesempatan yang lebih baik. Selama ia tidak diganggu, ia akan tinggal di situ, menanti kesempatan melarikan diri, atau menanti sampai munculnya Yo Han karena ia merasa yakin bahwa Yo Han pasti tidak akan membiarkan saja ia menjadi tawanan gerombolan. Teringat akan Yo Han, Sian Li tersenyum. Bekas suhengnya itu hebat bukan main!

   "Kenapa Nona tersenyum?"

   Tanya Cu Ki Bok dan ketika gadis itu memandang kepadanya, pemuda itu pun tersenyum.

   "Senang melihat Nona gembira,"

   Sambungnya.

   "Tempat ini indah sekali, dan penjagaannya amat kuat. Engkau benar sekali, Ki Bok. Aku harus menanti dengan sabar dan tidak akan mencoba kebodohan melarikan diri. Dan kalau engkau beritikad baik, jangan sebut Nona kepadaku. Namaku Sian Li."

   Wajah pemuda itu berseri.

   "Aku tahu bahwa engkau adalah gadis yang selain gagah perkasa dan cerdik, juga berhati mulia, Nona.... eh, Sian Li. Sungguh aku akan merasa bahagia sekali kalau akhirnya akan dapat menjauhkanmu dari bencana dan ancaman bahaya. Nah, sekarang engkau akan kutinggalkan. Akan tetapi sekali lagi kuperingatkan, jangan mencoba untuk membuat keributan. Nona.... eh, kau akan selalu diawasi, Sian Li. Dan seperti kukatakan tadi, aku yang diserahi tugas menjagamu dan bertanggung jawab."

   Sian Li mengangguk tegas.

   "Baik Ki Bok. Dan aku sudah berjanji, bukan? Aku tidak akan suka melanggar janjiku sendiri."

   Ki Bok tersenyum dan pergi meninggalkannya. Hemm, pemuda itu semakin tampan kalau tersenyum, pikir Sian Li. Sayang pemuda sebaik itu berada di tengah orang-orang Hek I Lama, tempat yang sungguh tidak sesuai dengan dirinya. Dan ia teringat betapa Ki Bok juga telah menguasai ilmu kepandaian silat yang tangguh.

   Sian Li berjalan-jalan, dan kemana pun ia pergi di dalam kampung para pendeta Lama itu, ia tahu bahwa semua mata mengamatinya. Ia selalu dibayangi secara diam-diam. Ketika ia tiba di pintu gerbang, satu-satunya pintu gerbang di perkampungan itu, ia melihat betapa di situ terdapat puluhan orang penjaga! Dan perkampungan itu dikelilingi pagar tembok yang tinggi, bahkan di sudut-sudutnya terdapat menara di mana terdapat penjaga pula. Seperti benteng saja. Belum lagi perondaan yang ia lihat dilakukan pasukan kecil Hek I Lama. Sukarlah untuk dapat melarikan diri dari perkampungan itu, dan agaknya lebih sukar lagi untuk menyusup masuk! Biarpun demikian, ia yakin bahwa Yo Han akan dapat menyerbu masuk dan menemukan dirinya. Benar seperti dikatakan Ki Bok, kemana pun ia pergi, sampai ke pintu gerbang pun,

   Tidak ada orang yang melarangnya, namun makin dekat dengan pintu gerbang, semakin banyak orang membayangi dan mengamatinya. Agaknya semua anggauta Hek I Lama sudah mendapat perintah untuk mengamatinya akan tetapi tanpa mengganggu-nya. Diam-diam ia bersukur dan berterima kasih kepada Cu Ki Bok. Akan tetapi karena teringat betapa ia ditipu Sian Lun, bahkan lalu dibelenggu oleh bekas suhengnya itu, ia amat membenci Sian Lun. Ia berusaha untuk menemui bekas suheng itu, sekarang ia tidak sudi lagi mengaku suheng kepadanya, namun usahanya sia-sia saja. Ia sampai pula di pemondokan para orang Nepal, dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu lagi ketika melihat betapa mata orang-orang Nepal itu memandang kepadanya seperti sekumpulan srigala memandang seekor domba muda yang gemuk.

   Juga ia merasa jijik ketika melihat sekelompok anggauta pengemis tongkat hitam yang berpakaian butut dan dekil, kotor sekali dan jorok. Dengan berindap-indap ia kini menghampiri bangunan yang berbentuk kuil. Baru tiba di pekarangan saja sudah mendengar suara orang berdoa, diiringi ketukan kayu berirama. Dan ketika ia tiba di ambang pintu gerbang masuk, nampak asap tebal mengepul tebal dari ruangan depan yang menjadi ruangan sembahyang seperti pada kuil-kuil biasa. Kiranya bangunan induk ini di bagian depannya memang merupakan kuil yang luas dengan ruangan sembahyang yang mewah. Dan di tempat ini, penjagaan lebih ketat lagi walaupun penjaganya tidak tampak berjaga, melainkan para pendeta yang bertugas di situ. Ia dibiarkan masuk ke ruangan ke dua di belakang ruangan sembahyang dan ternyata ruangan ini lebih luas lagi.

   Yang membuat ia terkejut adalah ketika ia melihat sebuah peti mati berada di tengah ruangan ini, lengkap dengan meja sembahyang dan dikelilingi pendeta-pendeta Lama yang berdoa. Ada orang mati di sini! Dan setelah ia menjenguk ke dalam, baru ia tahu mengapa tadi dalam perjalanan berkeliaran di perkampungan itu, ia tidak bertemu dengan tokoh-tokoh persekutuan itu. Kiranya mereka samua berkumpul di ruangan ini, agaknya melayat yang mati! Dan semua orang itu agaknya tidak mempeduli-kan Sian Li yang berada di luar pintu. Dengan terang-terangan Sian Li memandang ke arah kelompok yang duduk di ruangan itu. Ia melihat mereka lengkap semua! Lulung Lama, Cu Ki Bok, Hek-pang Sin-kai ketua perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam, Pangeran Gulam Sing dengan dua orang jagoannya yaitu Badhu dan Sagha,

   Ada pula Pek-lian Sam-li bersama Liem Sian Lun yang duduk di tengah-tengah antara mereka. Ia melihat lagi ke arah peti mati besar itu. Aih! Semua orang melayat dan Dobhin Lama tidak nampak di antara mereka. Siapa lagi kalau bukan ketua para Lama Jubah Hitam itu yang berada di dalam peti mati? Tentu kakek tua renta itu tewas satelah bertanding melawan Yo Han! Ia melihat Sian Lun mengangkat muka memandang kepadanya, akan tetapi suhengnya itu menunduk kembali. Sian Li ingin menghampiri bekas suheng itu, memaki-makinya, atau menyeretnya dan menyerangnya. Akan tatapi ia teringat akan janjinya kepada Ki Bok dan pada saat itu, ia melihat Ki Bok juga memandang kepadanya. Bahkan pemuda itu lalu bangkit, dan dengan tenang menghampirinya, keluar dari pintu dan berkata dengan suara lirih

   "Harap jangan memasuki ruangan berkabung ini, Sian Li. Kecuali kalau angkau ingin melayat."

   "Dobhin Lama?"

   Tanya Sian Li, juga berbisik sambil memandang ke arah peti mati. Ki Bok mengangguk.

   "Supek sudah terlalu tua. Pertandingan dengan Sin-cing Tai-hiap menghabiskan tenaga-nya. Dia meninggal karena kehabisan tenaga dan napas, tidak terluka. Pendekar aneh itu terlalu lihai baginya...."

   Diam-diam Sian Li merasa bangga dan girang bukan main. Akan tetapi diam saja, lalu melirik ke arah Sian Lun yang masih menunduk, dan berkata,

   "Aku masih ingin bicara dengan jahanam itu."

   Ki Bok mengangguk.

   "Akan kuusahakan, akan tetapi tidak sekarang. Setelah selesai pengurusan jenasah Supek. Engkau tidak hendak melayat dan duduk di dalam?"

   Sian Li menggeleng kepala. Untuk apa masuk ka ruangan itu dia melihat Sian Lun di antara tiga wanita cabul itu? Ia khawatir tidak akan dapat menahan hatinya untuk tidak menyerang bekas suheng itu. Pula, tidak perlu berkabung terhadap kematian Ketua Hek I Lama yang menyebabkan Sian Lun tersesat dan ia sendiri tertawan. Ia lalu meninggalkan ruangan itu, keluar lagi. Senja telah mendatang, dan lampu-lampu penerangan mulai dipasang di perkampungan itu.

   Sian Li kembali ke kamarnya dan seorang pelayan wanita setengah tua menyerahkan pakaian pengganti kepadanya, juga mempersiapkan air untuk mandi. Sian Li merasa senang. Ternyata Ki Bok memegang janjinya. Ia diperlakukan seperti seorang tamu terhormat, dilayani semua keperluannya walaupun diam-diam ia tidak pernah dilepaskan dari pengamatan tajam. Kepada pelayan itu ia pun dapat memesan semua keperluannya, minta disediakan makan malam. Bagaimana-pun juga, Sian Li tetap berhati-hati, memeriksa semua makanan dan minuman lebih dahulu sebelum memakan dan meminumnya. Penerangan dalam kamarnya juga cukup terang dan suasana cukup menyenangkan. Malam itu sore-sore bulan sudah muncul. Udara cerah dan langit bersih, bulan tiga perempat menyinarkan cahaya lembut.

   Sian Li tidak betah berada di kamarnya. Ia keluar dan berjalan-jalan di taman bunga dalam perkampungan itu. Sebuah taman yang cukup luas dan terpelihara baik-baik. Agaknya, para pendeta Lama ini bukanlah orang-orang kasar, melainkan suka pula akan kedamaian dan keindahan. Agaknya para tokoh masih berada di ruangan berkabung, dari mana terdengar doa-doa untuk si mati. Sian Li melihat banyak pula penjaga di taman itu, bahkan ia dapat menduga bahwa begitu ia memasuki taman, maka tempat itu telah dikepung para anggauta Hek I Lama yang bertugas mengamatinya. Ia menduga-duga apakah Ki Bok juga ikut mengamatinya, ataukah pemuda itu sudah begitu percaya kepadanya sehingga ikut berkabung di ruangan itu.

   Di dekat empang ikan emas terdapat bangku-bangku yang dilindungi atap. Sian Li duduk di satu, termenung. Bulan menari-nari di air yang digerakkan perlahan oleh ikan-ikan yang berkejaran. Ia teringat akan Yo Han dan kembali bibirnya tersenyum, senang sekali mengingat pemuda itu, orang yang ketika ia masih kecil paling disayangnya. Dan sekarang setelah mereka kembali saling berjumpa dalam keadaan sudah sama dewasa, ia tidak tahu! Yang jelas, penyelewengan Sian Lun hanya membuat ia marah, tidak membuat ia bersedih. Diam-diam ia malah merasa gembira bahwa hal ini membuktikan bahwa biarpun tadinya ia sayang kepada Sian Lun, kesayangan itu adalah keakraban antara kakak beradik seperguruan yang selalu ingin akrab dalam pergaulan, dalam latihan bersama. Ia tidak pernah mencinta Sian Lun!

   Dan Yo Han? Ia tidak tahu, yang jelas, ia merasa bangga, kagum dan juga senang sekali dapat bertemu kembali dengan Yo Han! Yo Han takkan membiarkan ia terancam bahaya! Ia yakin bahwa pemuda itu pasti akan datang menyelamatkannya. Ia teringat betapa sejak kecil, ketika ia baru berusia empat tahun, dan Yo Han juga hanya seorang anak remaja yang lemah, Yo Han sudah berani membelanya mati-matian, bahkan mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri dengan menukar dirinya menjadi tawanan iblis betina Ang I Moli. Yo Han pasti akan menolongnya! Kini ia mencoba mengenang kembali apa yang dapat diingatnya ketika ia masih kecil, ketika Yo Han masih menjadi murid ayah ibunya. Samar-samar masih teringat olehnya betapa dahulu ia sering digendong Yo Han, diajak bermain-main, dihibur dan selalu disenangkan hatinya.

   "Nona, alangkah cantiknya engkau....!"

   Tentu saja Sian Li terkejut dan serentak sadar dari lamunan ketika tiba-tiba mendengar kata-kata pujian yang lembut itu. Ia meloncat berdiri dan membalik karena suara itu tadi datang dari belakang dan ia berhadapan dengan pria tinggi besar gagah perkasa itu. Pangeran Gulam Sing! Kalau saja ia tidak ingat akan janjinya kepada Cu Ki Bok, tentu Sian Li sudah menerjang dan menyerang pangeran Nepal yang dibencinya ini.

   "Mau apa engkau? Pergi, aku tidak ingin bicara denganmu!"

   Bentanya, lalu ia duduk kembali, membelakangi pangeran itu.

   "Aduh, alangkah cantiknya! Marah-Marah semakin cantik jelita. Bukan main!"

   Kata-kata itu diucapkan dalam bahasa Han yang patah-patah sehingga terdengar lucu, namun cukup membuat kedua pipi Sian Li menjadi merah oleh perasaan malu dan marah.

   "Manusia biadab! Jangan mencari perkara, atau aku akan kehilangan kesabaran dan akan membunuhmu!"

   Sian Li membentak lagi, kini memutar duduknya menghadapi pangeran itu dangan air mata barapi. Wajahnya tertimpa sinar bulan dan nampak cantik bukan main, Pangeran itu mengerutkan alisnya. Sebelum bangsa Han dijajah Mancu, memang Kerajaan Beng menganggap orang asing adalah bangsa biadab. Maka tentu saja Pangeran Gulam Sing merasa dihina sekali. Akan tetapi dia malah tertawa, suara tawanya bening dan aneh.

   "Nona Tan Sian Li, aku seorang pangeran! Pandanglah wajahku baik-baik, aku seorang pangeran Nepal, bukan bangsa biadab. Seluruh bangsa Nepal kalau melihatku, menghormati dan memuliakan aku, bahkan tidak mampu bergerak. Engkau juga, Nona! Pandang aku baik-baik, aku seorang pangeran dan engkau harus tunduk kepadaku!"

   Pangeran tinggi besar itu kini melangkah maju menghampiri Sian Li, Gadis itu hendak meloncat bangun, akan tetapi aneh, ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya! Terngiang di dalam telinganya perintah pangeran itu bahwa ia harus tunduk dan tidak mampu bergerak. Ia mencoba untuk mengerahkan tenaga sin-kangnya pada saat pangeran itu sudah memegang kedua tangannya dan menariknya bangkit berdiri. Di lain saat, ia sudah didekap dalam pelukan kedua lengan yang panjang dan besar itu, dan iamencium bau keharuman yang aneh keluar dari dada pangeran itu, di mana wajahnye didekap rapat.

   "Pangeran, lepaskan nona itu!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan halus dan Pangeran Gulam Sing terkejut, lalu menoleh. Kiranya Cu Ki Bok yang membentak itu.

   "Nona Tan Sian Li, mundurlah engkau!"

   Sungguh aneh, baru sakarang Sian Li dapat bergerak, seolah tenaga tak nampak yang tadi mampengaruhinya telah lenyap. Tahulah ia bahwa ia tadi dipengaruhi sihir pangeran Nepal itu, dan agaknya Cu Ki Bok yang membebaskannya dari pengaruh sihir.

   "Pangeran Iblis! Keparat busuk engkau!"

   Ia pun membentak dan ia sudah menerjang dan menyerang Pangeran Gulam Sing. Pengeran itu mengelak dengan loncatan ke belakang dan ketika Sian Li hendak menyerang lagi, Ki Bok telah menghadang di depannya.

   "Sian Li, ingat akan janjimu. Jangan membuat keributan di sini!"

   Sian Li teringat dan ia pun menahan diri, mukanya merah dan matanya masih berkilat. Sementara itu, Pangeran Gulam Sing tertawa,

   "Ha-ha-ha, saudara Cu Ki Bok, engkau malah membela Si Bangau Merah ini? Sungguh aneh sekali!"

   "Pangeran."

   Kata Cu Ki Bok dan suaranya mengandung kemarahan.

   "Kalau Ketua Hek I Lama mendengar akan apa yang kau lakukan ini, tentu beliau akan menjadi tidak senang."

   "Hem, Ketua Hek I Lama sudah mati, petinya juga belum diangkat dan ruangan berkabung!"

   Kata pangeran itu membantah.

   "Pangeran! Engkau tentu tahu bahwa wakil ketua adalah guruku, Lulung Lama dan setelah kini Supek Dobhin Lama meninggal dunia, gurukulah yang menjadi ketua! Nona Tan Sian Li ini menjadi tamu yang dihormati, dan Ketua Hek I Lama yang menugaskan aku untuk menjaganya. Kuharap Pangeran tidak membuat keributan di sini dan bersikap sebagai tamu dan sahabat yang baik."

   "Aku protes!"

   Pangeran itu marah-marah.

   "Saudara Liem Sian Lun dan ketiga Pek-lian Sam-li telah berjanji akan menghadiahkan gadis ini kepadaku, dan sekarang engkau hendak menghalangiku! Beginikah sikap seorang sahabat?"

   "Pangeran, lupakah Pangeran siapa Liem Sian Lun dan Pek-lian Sam-li? Mereka pun hanya tamu-tamu dari Hek I Lama seperti juga engkau. Nona ini adalah seorang tawanan kami, dan yang berhak memutuskan mengenai dirinya adalah ketua kami. Ketua kami menganggap Nona ini seorang pendekar wanita gagah perkasa yang patut diajak bekerja sama berjuang menentang orang Mancu. Bagaimana mungkin para tamu seperti Liem Sian Lun dan Pek-lian Sam-li dapat menghadiahkan Nona ini kepadamu? Mereka tidak berhak!"

   "Orang muda, berani engkau bersikap seperti ini terhadap aku? Bagaimana kalau aku memaksa untuk memiliki gadis ini?"

   Sepasang mata pemuda itu berkilat. Dia meraba pinggangnya di mana terdapat sabuk bajanya yang kedua ujungnya dipasangi pisau, senjatanya yang ampuh dan dia berkata dengan tegas.

   "Pangeran, aku adalah utusan Ketua Hek I Lama dan aku melaksanakan tugas yang diperintahkan untuk menjaga Nona ini. Kalau ada yang berani mengganggunya, berarti dia melanggar peraturan di sini dan aku akan menghadapinya sebagai wakil ketua Hek I Lama!"

   "Bocah sombong....!"

   Akan tetapi pada saat itu, entah dari mana datangnya, nampak beberapa orang pendeta Lama Jubah hitam bermunculan. Mereka hanya berdiri memandang, akan tetapi sikap mereka jelas siap untuk membantu Cu Ki Bok. Melihat ini, Pangeran Gulam Sing sadar bahwa dia berada di tempat orang sebagai tamu. Dia memandang kepada Sian Li dan mengepal tinju.

   Daging lunak yang sudah berada di depan bibir, terpaksa harus dia lepaskan! Dengan bersungut-sungut, memaki-maki dalam bahasanya sendiri, dia pun meninggalkan taman itu. Beberapa orang pendeta Lama itu pun, seperti bayangan-bayangan saja, lenyap dari dalam taman. Tahulah Sian Li bahwa andaikata Cu Ki Bok tidak berada di situ pun, para pendeta Lama itu tentu akan melihat ulah Pangeran Gulam Sing dan mereka akan turun tangan membantunya dan melapor kepada Cu Ki Bok. Betapapun juga, ia berterima kasih kepada pemuda ini dan ia bergidik kalau teringat betapa tadi ia didekap oleh pangeran Nepal yang tinggi besar itu tanpa mampu berkutik! Sian Li mulai percaya kepada Cu Ki Bok bahwa pemuda murid Lulung Lama ini memang benar-benar hendak melindunginya.

   "Ki Bok, terima kasih atas pertolonganmu tadi. Apa yang telah terjadi denganku tadi? Kenapa aku tidak mampu bergerak! Apakah jahanam itu mempergunakan sihir?"

   "Benar, Sian Li. Maafkan, aku agak terlambat. Akan tetapi, seperti kau lihat tadi, selalu ada beberapa orang anggauta Hek I Lama yang membayangimu sehingga engkau selalu aman. Para anggauta tadi tidak mengira bahwa pangeran itu akan menggunakan sihir."

   "Kalau begitu, engkau pun ahli sihir. Ki Bok?"

   Tanya Sian Li dan pemuda itu tersenyum, merasa girang bukan main melihat sikap gadis itu terhadapnya kini berubah, tidak lagi angkuh dan ketus seperti sebelumnya, kini nampak ramah bersahabat!

   "Sian Li, engkau tahu bahwa aku murid Suhu Lulung Lama, murid seorang tokoh pendeta Lama. Oleh karena itu, selain ilmu silat, aku pun mempelajari ilmu-ilmu keagamaan dan juga ilmu kebatinan sehingga tidak aneh kalau aku pun mempelajari ilmu sihir."

   "Hemm, kata orang tuaku dan juga paman kakek yang menjadi guruku, ilmu sihir dapat membuat orang menjadi sesat. Kenapa engkau mempelajarl ilmu seperti itu, Ki Bok?"

   Pemuda itu tertawa.

   "Aihh, engkau ini yang aneh sekali, Sian Li. Engkau sendiri masih keturunan keluarga para Pendekar Pulau Es, bahkan juga pendekar Gurun Pasir! Padahal, menurut yang kudengar, dahulu Pendekar Super Sakti Pulau Es adalah seorang sakti yang selain hebat ilmu silatnya, juga ahli dalam ilmu sihir!"

   Sian Li tersenyum.

   "Memang engkau benar, akan tetapi menurut orang tuaku, mempelajari ilmu sihir amatlah berbahaya karena ilmu seperti itu condong untuk menyeret orangnya kepada kesesatan."

   Pemuda itu kini duduk di bangku, berhadapan dengan Sian Li yang juga sudah duduk.

   "Segala macam ilmu mengandung daya tarik yang dapat menyesatkan orang, Sian Li. Ilmu apapun juga membuat orang merasa lebih pandai daripada orang lain, dan ada kecondongan mempergunakan ilmu yang dikuasainya itu untuk berkuasa atau mencari pengaruh atas orang-orang lain. Ilmunya sendiri tidak baik atau pun buruk. Baik buruknya tergantung dari dia yang mempergunakannya. Betapa baik pun sebuah ilmu, kalau dipergunakan untuk mencelakai orang lain ilmu itu menjadi jahat. Sebaliknya, ilmu yang dianggap jahat, kalau dipergunakan untuk menolong orang lain, akan menjadi ilmu yang baik. Bukankah begitu?"

   Sian Li pernah mendengar ini, maka ia pun mengangguk dan kini pandangannya terhadap pemuda itu sama sekali berubah. Ia tidak tahu benar bahwa semua agama di dunia ini mengajarkan orang agar hidup bijaksana dan baik. Pelajaran agama yang dipelajari Ki Bok dari pendeta Lama, tentu saja juga mengatakan yang baik-baik. Kalau terjadi kejahatan dilakukan orang beragama, maka hal itu berarti bahwa orang itu telah menyeleweng daripada pelajaran agamanya sendiri. Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menjadi jahat. Justeru yang dinamakan agama adalah pelajaran tentang budi pekerti, mengajarkan orang untuk menjadi manusia yang baik dan berguna bagi manusia lain. Cu Ki Bok yang sejak kecil menjadi murid pendeta Lama, tentu saja juga membaca kitab-kitab agama yang pada hakekatnya tiada bedanya dengan kitab-kitab agama lain, yaitu menuntun manusia ke arah jalan hidup yang benar.

   "Sebenarnya, oleh orang tuaku dan paman kakekku, aku pun telah menerima latihan kekuatan batin yang dimaksudkan menolak pengaruh sihir. Akan tetapi, tadi aku sama sekali tidak mengira bahwa pangeran Nepal itu akan mempergunakan sehingga aku menjadi lengah. Ki Bok, apakah kau kira Sian Lun juga terpengaruh sihir?"

   Tiba-tiba timbul dugaan ini dalam pikiran Sian Li. Ki Bok menarik napas panjang.

   "Mungkin saja, akan tetapi yang jelas suhengmu itu seorang pria yang lemah dan mudah dirayu. Sungguh sayang sekali karena sesungguhnya dia memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau dia bekerja sama dengan kami untuk menentang penjajah Mancu, hal itu baik-baik saja. Akan tetapi aku khawatir kalau dia sampai terseret oleh Pek-lian-kauw, melakukan hal-hal yang tidak patut."

   Hening sejenak. Kemudian Sian Li mengangkat muka memandang pemuda itu.

   "Ki Bok, engkau kini kuanggap sebagai seorang sahabat. Aku percaya kepadamu. Katakanlah, apa maksud gurumu dengan menahanku di sini? Berterus terang sajalah agar hatiku tidak menjadi ragu kepadamu."

   "Mudah sekali diduga, Sian Li. Engkau tahu bahwa Hek I Lama sedang menyusun kekuatan...."

   "Hemm, untuk memberontak kepada pemerintah Dalai Lama di Tibet?"

   "Benar, akan tetapi selain hal itu merupakan urusan dalam para pendeta Lama, juga satu di antara sebabnya kerena pemerintah Tibet mengakui kekuasaan pemerintah Mancu. Nah, Hek I Lama dianggap memberontak karena tidak menyetujui hal itu. Karenanya, Hek I Lama yang kini dipimpin oleh Suhu Lulung Lama menyusun kekuatan dan mengharapkan bantuan orang-orang kuat, untuk bersama-sama menentang penjajah Mancu, juga untuk menentang pemerintah Tibet yang mau menjadi taklukan orang Mancu."

   "Jadi aku ditahan untuk dibujuk agar mau bekerja sama dengan Hek I Lama?"

   "Begitulah. Suhu mengha-rapkan engkau akan membantu pula. Bukankah penjajah Mancu merupakan penjajah yang menindas bangsa kita? Aku sendiri pun mempunyai darah Han, Sian Li. Aku akan merasa gembira sekali kalau engkau suka bekerja sama dengan kami."

   "Dan bagaimana kalau aku menolak kerja sama? Apakah aku akan dibunuhnya?"

   Cu Ki bok mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala keras-keras.

   "Suhu tidak akan memaksa orang untuk bekerja sama. Paksaan itu akhirnya hanya akan merugikan kami sendiri, karena orang yang dipaksa bekerja sama akhirnya mudah saja menjadi pengkhianat. Tidak, engkau tidak akan dipaksa. Andaikata ada yang akan memaksa atau mengganggumu, demi Tuhan, aku akan membelamu dengan taruhan nyawaku, Sian Li!"

   Pemuda itu bicara penuh semangat, membuat Sian Li terheran dan ia menatap wajah pemuda itu penuh selidik. Namun, sinar bulan tidak cukup terang sehingga tidak melihat betapa wajah pemuda itu berubah kemerahan.

   "Akan tetapi.... kenapakah, Ki Bok? Kenapa engkau hendak membelaku seperti itu? Kenapa engkau begini baik kepadaku? Padahal, bukankah sejak pertama kali saling bertemu, kita berhadapan sebagai musuh?"

   Pemuda itu menggeleng kepala.

   "Hanya salah paham, Sian Li, hanya karena saling memperebutkan kebenaran masing-masing. Sudahlah, sebaiknya engkau kembali ke dalam kamarmu untuk beristirahat. Besok, setelah jenazah Supek diperabukan, mungkin Suhu akan bicara denganmu tentang ajakan bekerja sama itu."

   "Apa yang harus kujawab?"

   "Sudah kukatakan, kalau engkau suka bekerja sama, aku akan merasa berbahagia sekali, Sian Li."

   "Kalau aku menolak?"

   Pemuda itu menghela napas panjang.

   "Aku akan merasa kecewa sekali. Akan tetapi tentu saja terserah. kepadamu, dan aku yang akan membantumu agar dapat pergi dari sini dalam keadaan bebas dan aman."

   Tentu saja hati Sian Li menjadi girang bukan main.

   "Sungguh mati, amat sukar menilai keadaan hati atau watak aseli seseorang,"

   Katanya.

   "Tadinya kukira engkau seorang yang amat jahat, Ki Bok, tidak tahunya engkau adalah seorang yang berhati mulia. Sebaliknya, suhengku yang kunilai sebaik-baiknya orang, ternyata malah seorang manusia yang budinya rendah!"

   Pemuda itu tersenyum.

   "Karena itu, jangan tergesa-gesa menilai seseorang, Sian Li. Yang hari ini kau nilai baik, mungkin besok akan kau cela, sebaliknya yang kemarin kau cela, hari ini akan kau puji. Mungkin kalau hari ini aku kau nilai baik, besok lusa akan kau nilai jahat lagi, siapa tahu?"

   Sian Li tertawa.

   "Aku mengerti, Ki Bok. Penilaian seseorang tergantung daripada kepentingan si penilai, kalau
(Lanjut ke Jilid 23)
Si Bangau Merah (Seri ke 15 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 23
diuntungkan, tentu menilai baik, kalau dirugikan, akan menilai buruk. Akan tetapi, juga tergantung kepada orang yang dinilai. Setiap perbuatan baik tentu mendatangkan kekaguman, dan perbuatan buruk mendatangkan celaan. Bukankah demikan?"

   "Engkau memang cerdik, Sian Li. Nah kau bersabar dan tenanglah saja, dan harap menjaga diri agar jangan sampai terpancing keributan sebelum Suhu Lulung Lama bicara denganmu. Selamat malam dan selamat tidur."

   Sian Li yang sudah bangkit, tersenyum.

   "Selamat bermimpi, Ki Bok."

   Mereka berpisah dan Sian Li sama sekali tidak mengira bahwa ucapannya tadi sungguh terjadi. Ia mengatakan selamat bermimpi hanya untuk berkelakar, tidak tahunya malam itu Ki Bok benar-benar bermimpi semalam suntuk, mimpi bertemu dengannya dan berkasih sayang dengannya! Gak Ciang Hun, ibunya, dan Yo Han bekerja dengan cepat.

   
Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Yo Han segera menghubungi para tokoh di perbatasan yang pernah disadarkannya, sedangkan Nyonya Gak dan puteranya pergi menghadap para pendeta Lama dan pasukan pemerintah yang berada di benteng daerah perbatasan tak jauh dari tempat itu. Panglima yang menjadi komandan pasukan Tibet itu menerima laporan Gak Ciang Hun dan ibunya. Dia segera berunding dengan para pendeta Lama. Tentu saja mereka sudah mendengar akan adanya gerakan Hek I Lama, akan tetapi karena gerombolan itu tidak melakukan kekacauan, pasukan pemerin-tah pun tadinya mendiamkan saja. Bagaimanapun juga para pimpinan Hek I Lama dahulunya adalah tokoh-tokoh pendeta Lama yang terkenal. Akan tetapi, ketika mendengar laporan Gak Ciang Hun dan ibunya bahwa gerombolan pendeta Lama jubah hitam itu kini bersekutu dengan orang-orang Nepal yang menjadi pelarian dari negara mereka,

   Juga bersekutu dengan kaum pengemis sesat dan orang-orang Pek-lian-kauw, komandan itu merasa khawatir dan dia pun cepat mengerahkan pasukan, siap untuk melakukan penyerbuan terhadap gerombolan yang kini merupakan persekutuan besar dan hendak melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Tibet itu. Sementara itu, para tokoh sesat yang kini telah sadar akibat kebijaksanaan Sin-ciang Tai-hiap, ketika pandekar aneh itu minta bantuan mereka tentu saja mereka menjadi gembira dan mereka seakan berlumba untuk membuktikan bahwa kini mereka bukanlah penjahat-penjahat lagi, melainkan orang-orang gagah yang siap mengganyang pemberontak dan penjahat yang mengganggu ketenteraman.

   Setelah menerima kesanggupan para tokoh kang-ouw itu, Yo Han yang ketika menemui mereka mengenakan capingnya yang menyembunyi-kan mukanya dan mengurai rambut, cepat kembali ke bukit yang dijadikan sarang Hek I Lama. Dia pun menanggalkan penyamarannya dan ketika dia muncul di depan pintu gerbang yang seperti benteng itu, dia sudah menjadi seorang pemuda biasa, bukan lagi pendekar yang selalu menyembunyikan mukanya itu. Yo Han maklum bahwa dia tidak perlu menyamar kalau ingin memasuki perkampungan yang menjadi sarang gerombolan itu dengan aman. Pemuda murid Lulung Lama itu pernah melihat dia bersama Sian Li, pernah pula bicara dengan dia. Oleh karena itu, ketika para penjaga pintu gerbang menghadang dan membentaknya, dia pun berkata dengan suara tenang.

   "Aku bernama Yo Han, dan aku ingin bertemu dengan saudara Cu Ki Bok. Aku sudah mengenalnya."

   Yo Han dipersilakan menunggu dan dua orang penjaga lalu berlari masuk untuk memberi kabar kepada Cu Ki Bok. Selama dua hari ini, sejak jenazah Dobhin Lama diperabukan, ketua baru mereka, Lulung Lama, memerintahkan agar penjagaan diperketat dan semua anggauta Hek I Lama diharuskan bersiap siaga. Lulung Lama maklum bahwa Sin-ciang Tai-hiap tentu tidak akan tinggal diam dan akan datang menyerbu untuk membebaskan Tan Sian Li.

   Oleh karena ingin memancing munculnya Sin-ciang Tai-hiap inilah maka dia memerintahkan agar gadis itu tetap menjadi tawanan, walaupun diperlakukan dengan baik. Dia sudah membujuk agar gadis itu suka membantu perjuangannya, dengan harapan kalau gadis itu mau bekerja sama seperti halnya Sian Lun, mungkin Sin-ciang Tai-hiap akan mau pula membantunya. Dan mengingat bahwa gadis itu dan suhengnya adalah murid keluarga Pulau Es, maka kalau mereka bekerja sama dengan perkumpulannya, tentu lebih mudah menarik tokoh-tokoh kang-ouw untuk bekerja sama pula. Ketika dua orang penjaga itu melapor bahwa ada orang bernama Yo Han mencarinya, Cu Ki Bok yang sudah lupa lagi akan nama itu, menduga-duga siapa orang yang mencarinya di tempat itu.

   Apalagi nama orang itu menunjukkan bahwa dia tentu orang Han. Dia sedang bingung memikirkan Sian Li. Gurunya tidak berhasil membujuk gadis itu untuk bekerja sama. Sian Li selalu menolak, dengan halus maupun kasar. Akan tetapi gurunya tetap belum mau membebaskan Sian Li. Menurut gurunya, gadis itu sengaja di tahan untuk memancing datangnya Sin-ciang Tai-hiap. Agaknya Lulung Lama masih penasaran dan belum puas kalau belum mendapatkan bantuan pendekar aneh itu. Sian Li juga bertahan, tidak mau bekerja sama. Ia selalu mencari kesempatan untuk dapat meloloskan diri, dan harapan satu-satunya hanya pada Cu Ki Bok yang selama ini bersikap baik dan tidak mencurigakan. Kemarin, ketika ia kebetulan bertemu dengan Sian Lun di taman bunga, ia tidak mampu mengendalikan kemarahannya.

   "Keparat busuk, penghianat jahanam!"

   Bentaknya.

   "Orang macam engkau layak mampus!"

   Dan Sian Li langsung saja menyerang bekas suhengnya itu dengan penuh kebencian. Saking dahsyatnya serangan gadis itu, biarpun Sian Lun sudah menangkis, tetap saja dia terhuyung ke belakang.

   "Sumoi, nanti dulu....!"

   Teriaknya.

   "Siapa sumoimu? Aku tidak sudi menjadi sumoi seorang pengkhianat jahanam!"

   Dan Sian Li sudah menyerang lagi, mengerahkan tenaganya dan kembali Sian Lun terhuyung ke belakang.

   "Sumoi....!"

   Sian Li tidak memberi kesempatan kepada bekas suhengnya untuk banyak cakap lagi karena ia sudah menerjang lagi, dengan serangan-serangan yang dimaksudkan untuk membunuh!

   Ia bukan hanya membenci Sian Lun karena telah mengkhianatinya, membantu pihak musuh untuk mencurangi dan menangkapnya, akan tetapi juga karena ia mendengar dan melihat sendiri betapa bekas suheng itu telah bermain gila dengan tiga orang wanita cabul dari Pek-lian-kauw! Pada saat Sian Lun terhuyung dan Sian Li terus mendesaknya, dan berhasil menendang paha Sian Lun sehingga pemuda itu terpelanting, tiba-tiba muncul Pek-lian Sam-li yang segera turun tangan membantu Sian Lun dan mengeroyok Sian Li! Melihat munculnya tiga orang wanita yang memang dibencinya ini, Sian Li menjadi semakin marah dan ia pun mengamuk. Akan tetapi, tiga orang wanita itu juga memiliki ilmu kepandaian yang hebat, apalagi mereka maju bertiga sehingga begitu mereka membalas dan mendesak, Sian Li mulai terdesak mundur.

   "Tahan! Jangan berkelahi!"

   Tiba-tiba muncul Cu Ki Bok melerai.

   "Sam-li, ajak Sian Lun manyingkir,"

   Katanya. Tiga orang tokoh Pek-lian-kauw itu tidak berani membantah. Mereka tahu bahwa Ki Bok adalah seorang pemuda yang berdisiplin dan setelah kini Lulung Lama menjadi Ketua Hek I Lama, maka pemuda itu berarti menjadi wakilnya. Mereka bertiga lalu menggandeng tangan Sian Lun dan diajak pergi dari situ. Sementara itu, Ki Bok menghampiri Sian Li dan menghiburnya.

   "Sian Li, apa gunanya membuat ribut dengan bekas suhengmu itu? Kalau engkau sudah tidak menyukai-nya dan tidak mau berhubungan dengannya, lebih baik kau diamkan saja dia. Membikin ribut di sini sungguh tidak menguntungkan dirimu, dan pula, jangan-jangan orang akan menganggap engkau...."

   "Menganggap aku kenapa?"

   Sian Li mendesak, mukanya masih kemerahan karena marah.

   "Maaf, mungkin saja orang akan menganggap engkau cemburu melihat keakrabannya dengan Pek-lian Sam-li...."

   "Gila! Akan kuhancurkan mulut orang yang menganggap aku cemburu! Siapa yang cemburu? Biar dia menggandeng seratus orang perempuan, apa peduliku? Biar dia mampus! Yang membuat aku marah adalah karena dia adalah murid paman kakekku. Kalau guru-gurunya mengetahui akan kelakuannya, tentu dia pun akan mereka hukum berat!"

   "Sudahlah, kelak dapat saja engkau membuat laporan kepada guru-gurumu, atau boleh saja engkau menghukum dia, akan tetapi kalau kalian sudah tidak berada di sini. Kalau engkau membuat ribut di sini, tentu aku akan ikut repot menanggung akibatnya."

   Demikian-lah, sampai hari itu, Lulung Lama belum memberi keputusan mengenai diri Sian Li. Dan Ki Bok sedang menimbang-nimbang dan mencari jalan terbaik untuk membebaskan gadis itu.

   Dia jatuh cinta kepada Sian Li, akan tetapi kalau gadis itu tidak mau bekerja sama dengan Hek I Lama, terpaksa mereka harus berpisah dan dia harus mencarikan jalan terbaik agar gadis itu dapat keluar dari perkampungan yang menjadi pusat Hek I Lama itu secara aman. Ketika dua orang penjaga melapor tentang munculnya seorang bernama Yo Han mencarinya, Ki Bok segera menuju ke pintu gerbang. Begitu melihat Yo Han, teringatlah dia akan pemuda yang dia temui bersama Sian Li tempo hari. Pemuda yang menjadi perantara menyampaikan tantangan mendiang Dobhin Lama kepada Sin-ciang Tai-hiap. Alisnya berkerut karena pertemuan ini sungguh mengejutkan hatinya, akan tetapi dia pun diam-diam merasa girang dan menaruh harapan untuk dapat mengadakan hubungan dengan Sin-ciang Tai-hiap melalui "perantara"

   Ini.

   "Kiranya saudara Yo Han yang datang berkunjung! Selamat datang, dan benarkah bahwa engkau hendak bicara dengan aku?"

   Tanya Ki Bok. Yo Han memberi hormat.

   "Benar sekali, dan saya datang untuk bicara tentang nona Tan Sian Li."

   "Silakan masuk, saudara Yo Han, kita bicara di dalam,"

   Ajak Ki Bok, mempersi-lahkan tamunya untuk memasuki pondok penjagaan di dekat pintu gerbang. Dengan lagak seorang yang jujur dan tidak curiga, Yo Han melangkah masuk mengikuti pemuda tinggi tegap yang tampan gagah itu, dan mereka lalu duduk berhadapan di atas bangku, di dalam pondok atau gardu penjagaan. Ki Bok sudah memberi isyarat kepada para petugas jaga untuk menjauhi gardu agar mereka berdua dapat bicara dengan leluasa tanpa terdengar orang lain. Karena pemuda itu merupakan seorang tokoh penting dalam perkumpulan Lama Jubah Hitam, maka para petugas menghormatinya dan mentaati perintahnya.

   "Saudara Yo Han, selamat datang dan aku girang sekali menerima kunjunganmu ini. Angin baik apakah yang membawamu ke sini? Diam-diam Yo Han mendongkol akan tetapi juga waspada sekali. Pemuda di depannya ini sudah dia kenal ilmunya, dan ternyata selain lihai, juga cerdik dan licin bagaikan ular, pendai bersikap manis budi seperti ini. Yo Han mengerutkan alisnya.

   "Aku datang karena diutus oleh Sin-ciang Tai-hiap,"

   Katanya sengaja berhenti, untuk melihat tanggapan orang itu. Wajah Ki Bok nampak berseri mendengar disebutnya pendekar itu. Agaknya harapannya akan semakin besar dan kesempatan semakin terbuka untuk dapat mengajak pendekar sakti itu bekerja sama.

   "Aih, sungguh merupakan kehormatan sekali dan terima kasih atas perhatian Sin-ciang Tai-hiap yang kami kagumi."

   Sudahlah tidak perlu bersandiwara,"

   Kata Yo Han.

   "Tai-hiap marah sekali karena kecurangan kalian. Tidak kami sangka bahwa Hek I Lama, perkumpulan besar yang terhormat itu dapat melanggar janji dan melakukan kelicik-an dan kecurangan. Bukankah janjinya sebelum bertanding, kalau ketua kalian kalah oleh Tai-hiap, maka Sian Lun akan dibebaskan dan mutiara hitam akan dikembalikan. Mutiara itu memang telah dikembali-kan kepada Tai-hiap, akan tetapi kenapa Sian Lun tidak dibebaskan, sebaliknya adikku Sian Li malah ditangkap pula? Pantaskah hal securang itu dilakukan oleh orang-orang Hek I Lama yang gagah? Sepatutnya hanya dilakukan orang-orang pengecut, bukan anggauta perkumpulan pejuang yang menganggap dirinya pahlawan."

   Ki Bok tidak marah mendengar umpat caci ini dan hal ini saja sudah membuktikan bahwa dia memang cerdik dan mampu mengendalikan perasaan hatinya. Dia malah tersenyum ramah.

   "Harap tenang dan bersabarlah, saudara Yo Han, atau lebih baik kusebut Yo-toako (Kakak Yo) saja karena tadi engkau mengatakan bahwa engkau adalah kakak Nona Sian Li. Benarkah itu?"

   Yo Han mengangguk.

   "Aku adalah kakak misan Tan Sian Li,"

   Jawabnya. Dia tidak berterus terang, akan tetapi juga tidak terlalu membohong, karena bukankah dia termasuk kakak dari gadis itu, walaupun bukan kakak misan melainkan kakak seperguruan? Dia juga merasa seperti anak sendiri dari orang tua gadis itu, maka sepatutnya saja kalau dia mengaku gadis itu sebagai adiknya.

   "Bagus, kalau begitu aku dapat bicara terus terang. Sesungguhnya, Sian Lun telah setuju untuk membantu perjuangan kami melawan orang-orang Mancu. Oleh karena itu, dia sengaja menawan sumoinya agar suka pula bekerja sama dengan kami. Sekarang, Nona Sian Li menjadi tamu kami, bukan tawanan dan diperlakukan dengan baik dan terhormat. Kami menunggu sampai Nona Sian Li juga menyetujui sikap suhengnya, dan mau pula bekerja sama dengan kami. Bahkan kami mengharapkan agar engkau suka menyampaikan himbauan kami kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bergabung dengan kami, bersama-sama menentang penjajah, Mancu."

   "Hemm, aku tidak tahu apakah Taihiap suka menerima ajakan itu atau tidak. Yang jelas, dia marah sekali karena janji yang merupakan taruhan pertandingan itu dilanggar. Pula, bagaimana aku dapat percaya bahwa adikku Sian Li diperlakukan dengan baik di sini sebelum aku bertemu dengannya dan melihat sendiri?"

   "Engkau ingin bertemu dengan adikmu itu, Yo-toako? Baik, baik, tentu saja engkau boleh dan dapat bertemu dengannya. Akan tetapi tentu saja kita harus lebih dahulu menghadap Suhu dan minta persetujuannya."

   "Menghadap ketua kalian Dobhin Lama?"

   "Tidak, menghadap Suhu Lulung Lama,"

   Jawab Ki Bok singkat. Yo Han merasa heran akan tetapi diam saja tidak bertanya lagi dan dia mengikuti Cu Ki Bok yang mengajaknya memasuki perkampungan itu. Di rumah induk, dia dibawa Lulung Lama di ruangan depan rumah besar itu dan di situ Yo Han tidak saja melihat Lulung Lama akan tetapi juga para tokoh lain di tengah ruangan depan itu terletak sebuah peti mati. Diam-diam Yo Han terkejut.

   Kini mengertilah dia mengapa dia diajak menghadap Lulung Lama, bukan Dobhin Lama. Kiranya ketua perkumpulan Hek I Lama itu telah meninggal dunia! Padahal, kemarin masih bertanding dengan dia. Kalau begitu, agaknya kakek yang sudah tua renta itu terlalu memaksa diri mengerahkan tenaga ketika bertanding sehingga tubuh yang sudah tua itu kehabisan tenaga dan tewas. Mungkin ketika dia duduk bersila ketika selesai bertanding kemarin, dan diam saja melihat kecurangan anak buahnya yang mengeroyok, kakek itu sudah tewas. Kalau benar demikian, bukan Dobhin Lama yang curang, melainkan Lulung Lama dan anak buahnya. Juga penangkapan atas diri Sian Li tentu diatur oleh Lulung Lama, karena buktinya ketika Dobhin Lama merasa kalah, kakek tua itu mengembalikan mutiara hitam dan menyuruh Lulung Lama membebaskan Sian Lun.

   "Siapa ,yang meninggal dunia itu?"

   Tanya Yo Han, pura-pura terkejut dan tidak tahu.

   "Dia adalah ketua kami...."

   "Dobhin Lama yang bertanding melawan Sin-ciang Tai-hiap?"

   Yo Han bertanya. Cu Ki Bok mengangguk dan kesempatan ini dipergunakan oleh Yo Han untuk cepat menghampiri peti mati dan berlutut di depan peti mati sambil mengeluarkan kata-kata yang bernada sedih penuh penyesalan.

   "Losuhu, maafkan saya. Sungguh saya menyesal sekali bahwa Losuhu tewas karena pertandingan melawan Sin-ciang Tai-hiap. Bagaimanapun, saya merasa menyesal karena saya yang menjadi perantara. Akan tetapi, Tai-hiap tidak sengaja melukai Losuhu, Tai-hiap tidak pernah mau membunuh lawan. Sayangnya, setelah Losuhu tidak ada, anak buah Losuhu berbuat curang, tidak menepati janji. Bukan saja Sian Lun tidak dibebaskan, bahkan adikku Sian Li ditawan. Losuhu, saya menyesal sekali. Andaikata Losuhu tidak meninggal, tentu adik saya tidak ditawan...."

   Sementara itu, Ki Bok telah mendekati gurunya dan menerangkan siapa adanya pemuda yang berlutut di depan peti mati itu. Setelah mendengar keterangan muridnya, Lulung Lama bangkit dan menghampiri Yo Han.

   "Saudara Yo, bangkitlah. Mati hidup berada di tangan Tuhan dan tidak ada yang perlu disesalkan. Juga kami tidak melanggar janji. Ketahuilah bahwa Liem Sian Lun dengan sukarela berada di sini, bukan kami tawan. Dia memang sudah sadar dan ingin berjuang bersama kami menentang penjajah Mancu. Dialah yang menghendaki agar sumoinya ikut pula membantu perjuangan kami yang suci. Maka, tidak salah kiranya kalau engkau suka membujuk Sin-ciang Tai-hiap agar suka bekerja sama pula dengan kami."

   Yo Han bangkit dan memberi hormat kepada Lulung Lama, lalu berkata dengan suara mengandung pena-saran.

   "Saya datang sebagai utusan Tai-hiap yang menuntut agar Liem Sian Lun dan adikku Tan Sian Li dibebaskan dari sini, sesuai perjanjian."

   "Omitohud, sudah pinceng katakan bahwa kami tidak menawan Liem Sian Lun dan...."

   "Bagaimana saya dapat percaya kalau tidak bertemu sendiri dengan adik saya?"

   Lulung Lama yang sudah mendengar penjelasan muridnya, tersenyum dan mengangguk.

   "Baiklah, saudara Yo Han. Engkau boleh bertemu dengan adikmu itu. Ki Bok, antarkan dia bertemu dengan Nona Tan Sian Li."

   Cu Ki Bok, mengajak Yo Han meninggalkan ruangan itu.

   Yo Han girang bahwa mereka itu agaknya sama sekali tidak pernah mengira bahwa dialah sebenarnya Sin-ciang Tai-hiap. Kini Ki Bok mengajaknya ke bagian belakang perkampungan yang luas itu dan akhirnya dia melihat Sian Li yang duduk seorang diri di ruangan depan sebuah pondok. Ketika tadi diajak pergi ke tempat itu, diam-diam Yo Han memperhatikan dan dia tahu bahwa di tempat itu terdapat banyak sekali orang yang diam-diam melakukan penjagaan sehingga untuk mengajak Sian Li dan Sian Lun melarikan diri dari tempat itu bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Dia juga tadi melihat bahwa di ruangan perkabungan terdapat banyak sekali orang yang tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi.

   Dia melihat pula orang-orang Nepal yang bertubuh tinggi besar, orang-orang Han yang melihat pakaian mereka mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang Pek-lian-kauw. Ketika Sian Li yang sedang termenung memikirkan sikap Sian Lun yang aneh, berubah sama sekali dan menjadi seperti boneka yang memuakkan di bawah pengaruh Pek-lian Sam-li, melihat ada orang datang menghampirinya, ia mengangkat muka. Ia girang melihat Cu Ki Bok yang amat baik kepadanya itu, akan tetapi ketika ia melihat orang ke dua, ia terbelalak saking kagetnya. Sama sekali tidak disangkanya bah-wa Yo Han akan muncul begitu saja, secara terang-terangan, di tempat itu. Karena ia tidak tahu bagai-mana maksud Yo Han dengan kemunculannya, maka ia pun tidak berani lancang membuka suara dan hanya memandang dengan mata terbelalak.

   "Li-moi, sukur engkau dalam keadaan selamat dan sehat!"

   Teriak Yo Han sambil menghampiri dan memegang kedua tangan gadis itu. Melihat sikap Yo Han yang wajar saja Sian Li merasa lega, apalagi ia pun percaya bahwa Cu Ki Bok adalah seorang pemuda yang baik dan yang ingin menolongnya.

   "Han-ko, bagaimana engkau bisa datang ke sini?"

   "Aku menjadi utusan Sin-ciang Tai-hiap untuk menyampaikan tuntutan kepada Hek I Lama agar engkau dan suhengmu itu dibebaskan, Li-moi. Mereka mengatakan bahwa Sian Lun dan engkau mau bekerja sama dengan mereka dan tidak ditahan, maka aku minta agar dapat melihat dengan mata sendiri dan dapat bicara denganmu."

   "Aku memang diperlakukan dengan baik di sini, Koko, sebagai tamu. Adapun Suheng...."

   Ia ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Yo Han memotong dan berkata kepada Cu Ki Bok, suaranya mengandung penasaran.

   "Aku menuntut agar adikku dibebaskan sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak akan pergi dari sini, aku harus menemani adik misanku ini!"

   Ki Bok tersenyum.

   "Yo-toako, engkau melihat sendiri bahwa Nona Tan Sian Li dalam keadaan sehat dan selamat. Sebaiknya kalian bicara berdua di sini, untuk membuktikan bahwa kalian di sini diberi kebebasan dan bukan menjadi tahanan."

   Setelah berkata demikian, Ki Bok meninggalkan mereka berdua di ruangan depan pondok itu. Setelah Ki Bok pergi, Sian Li berkata

   "Han-ko, duduklah. Kau tahu, Cu Ki Bok itu ternyata baik sekali. Dia bersung-guh-sungguh hendak menolongku,"

   Ia lalu menceritakan tentang pertolongan Ki Bok ketika ia hendak dinodai pangeran Nepal. Setelah menceritakan pengalamannya sejak ia ditangkap oleh suhengnya sendiri ia bertanya,

   "Akan tetapi kenapa engkau malah muncul di sini secara berterang, Han-ko? Bagaimana kalau mereka tahu siapa sebenarnya engkau?"

   "Aku sengaja masuk ke sini agar dapat membantu nanti kalau orang-orang kang-ouw yang sudah ku-hubungi datang menyerbu. Kita sendiri tidak mungkin dapat melawan mereka yang banyak jumlahnya. Aku sudah minta bantuan orang-orang kang-ouw, sedangkan saudara Gak Ciang Hun dan ibunya melapor kepada para pendeta Lama dan pasukan pemerintah di Tibet tentang usaha pemberontakan Lulung Lama. Dan bagaimana kabarnya dengan suhengmu? Di mana dia sekarang?"

   Mendengar pertanyaan ini, wajah Sian Li berubah muram dan ia mengepal tinju tangannya.

   "Dia telah tersesat, menyeleweng dan kalau ada kesempatan akan kuhajar dia!"

   Yo Han terkejut.

   "Li-moi, apa yang terjadi?"

   "Hah, jahanam keparat itu, pengkhianat busuk itu, dia telah merendahkan diri menjadi antek mereka, dia terbujuk oleh perempuan-perempuan hina Pek-lian-kauw, dan dia malah menipuku, menangkapku ketika aku hendak menolongnya."

   Melihat gadis itu seperti akan menangis, Yo Han dapat menduga betapa sakit rasa hati gadis itu. Tentu Sian Li mencinta suhengnya dan kini amat kecewa melihat ulah suhengnya.

   "Li-moi, bagaimana watak dan sikap suhengmu selama ini, sebelum dia tertawan gerombolan ini?"

   Sian Li mengerutkan alisnya.

   "Selama ini dia baik, setia dan membelaku. Akan tetapi agaknya dia telah tergila-gila kepada Pek-lian Sam-li, dan agaknya demi perempuan-perempuan itu, dia tidak segan untuk mengkhianatiku."

   Muka Sian Li merah sekali dan jelas bahwa dia menahan diri agar tidak menangis karena ia memang merasa penasaran dan kecewa bukan main kalau mengenang sikap Sian Lun kepadanya. Yo Han merasa kasihan kepada gadis itu.

   "Li-moi, jangan khawatir, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan dia."

   Sepasang mata itu terbelalak.

   "Apa maksudmu? Untuk apa bersusah payah memikirkan dia? Dia tidak minta dibebaskan.... hemmm, aku hanya ingin menghajarnya, membunuhnya!"

   "Li-moi, tenang dan bersabarlah. Ada sesuatu yang aneh dengan sikap suhengmu itu. Kalau biasanya dia berwatak baik, maka sikapnya sekarang ini tidak wajar. Aku menduga bahwa dia tentu berada di bawah pengaruh sihir. Ingat, para pendeta Lama, orang-orang Pek-lian-kauw dan orang-orang Nepal adalah ahli-ahli sihir yang pandai."

   Sian Li termenung dan menundukkan kepalanya. Ia pun sudah menduga akan hal itu, akan tetapi bagaimanapun hatinya tetap merasa panas dan tidak senang melihat sikap Sian Lun yang demikian akrab dan mesra terhadap tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu. Wajahnya menjadi semakin merah karena sekarang ia teringat akan ucapan Cu Ki Bok bahwa sikapnya itu dapat disangka orang sebagai tanda bahwa ia cemburu. Cemburukah ia terhadap Pek-lian Sam-li yang demikian mesra dengan Sian Lun? Bagaimanapun juga, tentu saja ia merasa tidak enak, Sian Lun telah dianggapnya sebagai suhengnya yang baik dan setia, bahkan ia tahu bahwa suhengnya itu jatuh cinta kepadanya. Baik ia membalas cinta itu ataukah tidak, tetap saja hatinya tidak enak sekali melihat betapa suhengnya menjadi kekasih tiga orang Pek-lian-kauw dan telah mengkhianatinya.

   "Ingatlah, Li-moi, engkau tadi menceritakan bahwa engkau juga terkena pengaruh sihir pangeran Nepal itu dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongmu. Nah, kuat dugaanku bahwa demikian pula halnya suhengmu itu. Karena pengaruh sihir, dia mau melaku-kan apa saja. Kita lihat saja nanti kalau dia sudah sadar dan tidak lagi terpengaruh sihir mereka."

   "Kapankah penyerbuan itu akan terjadi?"

   Tanya Sian Li yang mulai ragu-ragu tentang keadaan suhengnya walaupun ia yakin bahwa setelah melihat sikap Sian Lun, kiranya tidak akan mungkin lagi baginya untuk membalas cinta pemuda itu.

   "Menurut perhitungan, malam ini mereka akan datang mengepung tempat ini dan menyerbu. Kita harus membantu dari dalam untuk membebaskan suhengmu dari cengkeraman mereka, baru melarikan diri keluar ketika penyerbuan terjadi."

   Mereka menghentikan percakapan ketika nampak Cu Ki Bok datang menghampiri ke arah mereka.

   "Dia orang baik Han-ko. Kurasa hanya dialah yang mempunyai landasan bersih dalam perjuangan melawan orang-orang Mancu."

   "Akan tetapi bukankah dia murid Lulung Lama?"

   "Benar, akan tetapi dia mengatakan bahwa andaikata aku tidak mau bekerja sama dengan mereka, dia tetap akan mencarikan jalan agar aku dapat lolos dari tempat ini."

   "Hemm, agaknya dia cinta padamu, Li-moi."

   Sian Li mengerutkan alisnya.

   "Entahlah, akan tetapi aku yakin dia orang baik."

   Percakapan terpaksa dihentikan karena Ki Bok yang berjalan santai menghampiri mereka telah tiba di situ. Dia tersenyum ramah.

   "Bagaimana, Yo-toako. Sudah yakinkah engkau sekarang bahwa kami tidak menganggap adikmu sebagai tawanan melainkan sebagai tamu?"

   Yo Han bangkit berdiri dan memandang marah.

   "Biarpun diperlakukan dengan baik dan dianggap sebagai tamu, tetap saja adikku ini adalah tamu yang dipaksa dan ditahan di sini. Aku menuntut agar adikku dibebaskan sekarang juga dan ikut dengan aku pergi. Kalau tidak, terpaksa aku akan tinggal di sini menemaninya!"

   

Kisah Si Bangau Putih Eps 12 Suling Naga Eps 25 Kisah Si Bangau Putih Eps 14

Cari Blog Ini