Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Bangau Putih 29


Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 29



"Karena itu, kita harus cepat berkunjung ke Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang!"

   Yo Han tidak berkata-kata lagi. Dia memuji kelihaian dan kecerdikan suhunya.

   Pantas tadi setelah keluar dari lubang jebakan itu, gurunya membawa tali yang sudah menyelamatkannya dan membuang tali itu di dalam jurang di tengah perjalanan. Hal itu memang perlu. Phoa Hok Ci tentu menyangka bahwa gurunya telah tewas di dalam lubang jebakan, maka tempat itu mungkin sekali akan menjadi tempat persembunyiannya kelak, dan kalau tali itu nampak di situ, tentu Phoa Hok Ci dapat mengetahui bahwa Sin Hong telah lolos. Apa yang dikhawatirkan Sin Hong dan Yo Han memang terjadi. Pagi hari tadi, murid-murid Kim-liong-pang menemukan mayat Ciok Lim, putera ketua mereka yang dadanya masih tertusuk golok yang gagangnya ada ukiran Ngo-heng Bu-koan, dan di sampingnya menggeletak mayat seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang tewas dengan pedang milik Ciok Lim menembus dadanya!

   Kedua orang itu agaknya berkelahi dan mati bersama! Melihat puteranya tewas, tentu saja Kim-liong-Pangcu Ciok Kam Heng menjadi marah sekali. Kalau permusuhan antara murid-muridnya dengan para murid Ngo-heng Bu-koan masih ditahannya dengan sabar mengingat bahwa sebetulnya antara dia pribadi dan Bhe Gun Ek terdapat tali persahabatan yang baik, kini dia tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Putera kandungnya, putera tunggal, tewas dan tak mungkin dia tinggal diam saja. Ditulisnya selembar surat tantangan kepada Bhe Gun Ek untuk membereskan semua perhitungan dengan mengadu nyawa di Bukit Bambu! Ketika Sin Hong yang menggendong Yo Han tiba di luar kota Lu-jiang, seorang murid Ngo-heng Bu-koan yang baru keluar dari pintu gerbang kota mengenalnya dan berseru,

   "Tan-taihiap!"

   Sin Hong berhenti dan murid itu dengan sikap gugup berkata,

   "Suhu sedang menuju ke Bukit Bambu di sana untuk memenuhi tantangan Kim-liong Pangcu."

   Sin Hong terkejut.

   "Di mana?"

   "Di bukit itu di puncaknya terdapat hutan bambu."

   Mendengar ini, tanpa membuang waktu lagi, Sin Hong membalikkan tubuhnya dan berlari cepat sekali menuju ke bukit itu. Mudah-mudahan belum terlambat, pikirnya dengan hati tegang. Akan tetapi, ketika dia tiba di puncak bukit itu, di atas padang rumput di tengah hutan bambu, dia melihat perkelahian sudah dimulai antara Bhe Gun Ek dan seorang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun yang bertubuh sedang dan bermata sipit.

   Dia dapat menduga bahwa orang ini tentulah Ciok Kam Heng, ketua Kim-liong-pang yang bersenjatakan sebatang pedang, sedang mati-matian saling serang dengan Bhe Gun Ek yang bersenjata sebatang sabuk rantai baja. Ada belasan orang murid dari kedua pihak berdiri tegak saling berhadapan, akan tetapi agaknya guru masing-masing pihak melarang mereka mencampuri perkelahian mati-matian adu nyawa untuk mempertahankan kebenaran dan kehormatan masing-masing itu! Akan tetapi Sin Hong maklum bahwa kalau satu di antara dua orang itu roboh, tentu akan terjadi pertempuran mati-matian antara kedua pihak. Permainan sabuk rantai baja di tangan Bhe Gun Ek yang beberapa tahun lebih muda dari lawannya itu memang hebat.

   Sabuk rantai diputar sedemikian rupa sehingga nampak gulungan sinar putih yang mengeluarkan suara berdesing, namun agaknya dia menemui tanding yang setingkat. Pedang di tangan ketua Kim-liong-pang itu pun cepat dan kuat sekali sehingga berkali-kali terdengar suara berdenting disusul berpijarnya bunga api kalau kedua senjata itu bertemu. Keduanya saling serang dan keadaan mereka masih seimbang. Namun Sin Hong maklum bahwa justeru karena mereka seimbang, maka akhirnya tentu akan ada seorang di antara mereka yang roboh tewas. Tanpa mengeluarkan serangan-serangan maut, tidak mungkin di antara mereka ada yang akan keluar sebagai pemenang. Sin Hong menyuruh Yo Han meloncat turun dan dia pun cepat meloncat ke depan, langsung memasuki medan perkelahian antara dua orang pimpinan perkumpulan itu sambil berseru,

   "Kedua Loenghiong harap berhenti dulu!"

   Ciok Kam Heng, pangcu dari Kim-liong-pang tidak mengenal Sin Hong, maka dia menganggap bahwa pemuda ini tentu orang Ngo-heng Bu-koan yang hendak membantu Bhe Gun Ek, maka dia tidak peduli akan ucapan itu, bahkan pedangnya menyambar ke arah dada Sin Hong! Melihat ini, Bhe Kauwsu juga menggerakkan rantai bajanya menyerang lawannya! Sin Hong miringkan tubuhnya dan dengan tangan kanan dia menangkap pedang yang menusuk tubuhnya itu dari samping, sedangkan tangan kirinya menangkap pula rantai baja yang menyambar ke arah tubuh ketua Kim-liong-pang! Ciok Kam Heng terkejut, dan berusaha menarik pedangnya yang dicengkeram Sin Hong namun tidak berhasil. Pedang itu seperti dicengkeram penjepit baja yang amat kuat!

   "Harap Ji-wi suka berhenti dulu, aku mau bicara penting sekali, mengenai permusuhan Ji-wi yang menjadi akibat adu domba dan fitnah!"

   Mendengar ucapan ini, kedua orang itu terkejut dan ketika Sin Hong melepaskan senjata mereka, keduanya meloncat ke belakang dan memandang kepada Sin Hong dengan mata terbelalak penuh pertanyaan.

   "Tan-taihiap, apa yang kau maksudkan?"

   Bhe Gun Ek bertanya kaget dan heran. Sementara itu, Ciok Kam Heng memandang dengan alis berkerut melihat bahwa lawannya telah mengenal baik pemuda pakaian putih yang amat lihai itu.

   "Orang muda, siapakah engkau dan mengapa engkau mencampuri urusan kami? Apa pula maksudmu dengan fitnah dan adu domba tadi?"

   Tanyanya dengan suara keren. Sin Hong menghadapi ketua Kim-liong-pang dan sekelebatan saja dia dapat melihat bahwa orang ini memiliki sikap gagah dan juga matanya menyinarkan kejujuran.

   "Maaf, Pangcu. Aku bernama Tan Sin Hong dan kebetulan saja aku berkenalan dengan pihak Ngo-heng Bu-koan dan mendengar akan permusuhan yang timbul di antara perkumpulan Ji-wi."

   "Hemmm! Sudah lama terjadi permusunan dan aku masih menahan sabar. Akan tetapi semalam puteraku, anakku satu-satunya, tewas pula di tangan Ngo-heng Bu-koan. Bagaimana mungkin aku mendiamkan saja? Hari ini aku harus mengadu nyawa dengan Bhe Gun Ek, dia atau aku yang akan mati di sini demi mempertahankan kehormatan Kim-liong-pang dan membalas kematian anakku!"

   "Aku mengerti, Ciok Pangcu. Aku mengerti akan semua hal itu, bahkan aku menjadi saksi utama dan pertama ketika puteramu dibunuh orang!"

   "Apa? Tan-taihiap! Putera Ciok Pangcu mati dalam perkelahian melawan seorang muridku, dan mereka berdua itu berkelahi sampai keduanya tewas!"

   Bhe Kauwsu membantah. Sin Hong tersenyum.

   "Tidak, Bhe Kauwsu. Mereka tidak berkelahi sampai keduanya tewas, akan tetapi mereka berdua itu dibunuh orang secara keji dan orang itulah yang mengatur agar mereka kelihatan seperti berkelahi sampai keduanya mati bersama. Aku menyaksikannya dalam hutan itu! Dan bukan hanya itu, juga semua pembunuhan yang bukan merupakan perkelahian terbuka antara kedua pihak, dilakukan oleh orang yang sama! Sejak semula, orang itu yang telah mengatur agar terjadi pembunuhan-pembunuhan di kedua pihak dan membuat kedua pihak saling bermusuhan, tepat seperti yang diduga oleh muridku, Yo Han. Ada orang ketiga yang mengadu domba dan melempar fitnah."

   "Ahhh....!"

   Ciok Pangcu berseru.

   "Apa.... apa maksudmu?"

   Bhe Kauwsu juga berseru kaget.

   "Dan peristiwa pertama kali itu, ketika seorang murid perempuan perguruan kami diperkosa dan dibunuh, ketika Bong Siok Cin mati dalam keadaan menyedihkan...."

   "Itupun dilakukan oleh orang yang sama, Bhe Kauwsu! Ketika itu, mendiang Ciok Lim engkau jamu makan minum, bukan? Nah, dalam keadaan setengah mabuk ketika dia pulang, dia tidak tahu bahwa topinya dicuri orang. Pencuri topi itulah yang memperkosa dan membunuh muridmu itu, kemudian sengaja meninggalkan topi Ciok Lim untuk melempar fitnah."

   "Juga semua pembunuhan yang dilakukan terhadap murid-murid kami?"

   Tanya Ciok Pangcu.

   "Dan semua pembunuhan terhadap murid Ngo-heng Bu-koan?"

   Bhe Kauwsu juga bertanya, hampir tidak percaya. Sin Hong mengangguk.

   "Benar, semua itu dilakukan oleh orang yang sama. Aku mendengar sendiri pengakuannya kepada muridmu yang mati bersama putera Ciok Pangcu itu, Bhe Kauwsu"

   "Tapi.... siapakah orang terkutuk itu?"

   Tanya Bhe Kauwsu.

   "Ya, siapa dia? Kalau benar seperti yang kau katakan, Tan-taihiap, kami akan mengerahkan seluruh kekuatan kami untuk membekuk dan menghukumnya!"

   Teriak Giok Pangcu pula. Kini Sin Hong menghadapi Bhe Kauwsu dan dengan senyum sedih pemuda berpakaian putih ini berkata, suaranya lantang terdengar semua orang yang berada di situ.

   "Bhe Kauwsu, bersiap-siaplah dan jangan terkejut. Orang ke tiga itu, yang melakukan pembunuhan dan menyebar fitnah untuk mengadu domba Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, bukan lain adalah Phoa Hok Ci!"

   "Ahhhhh....!"

   Bhe Kauwsu berseru, juga para murid Ngo-heng Bu-koan berseru kaget dan tidak percaya.

   "Dia.... dia.... ah, betapa mungkin...."

   "Bhe Kauwsu, aku melihat dengan mata sendiri, mendengar dengan telinga sendiri. Bahkan semalam, setelah dia membunuh putera Ciok Pangcu dan muridmu, aku mengejarnya, akan tetapi di sebuah kuil tua, dia dibantu oleh seorang kakek yang disebut gurunya. Kakek itu lihai sekali, dan ketika aku berkelahi dengan gurunya itu, aku terjebak ke dalam lubang bersama gurunya itu. Gurunya tewas dan aku pun nyaris tewas kalau tidak muncul Yo Han yang menolongku. Bhe Kauwsu, Phoa Hok Ci yang menjadi muridmu itu telah berkhianat dan menjadi ular berkepala dua yang berbahaya sekali."

   "Tapi.... tapi sungguh sukar dapat dipercaya, dia selalu baik sekali, dan mengapa.... mengapa dia melakukan hal terkutuk itu?"

   Bhe Kauwsu berseru.

   "Biarlah lain kali kuceritakan, Bhe Kauwsu, sekarang yang paling penting kita cepat kembali ke perguruan Ngo-heng Bu-koan untuk mencari dan menangkapnya!"

   Kata Sin Hong.

   "Engkau benar! Aku sendiri yang akan membekuk batang leher keparat itu, dan akan kudengar sendiri pengakuannya!"

   Bentak Bhe Kauwsu dengan muka merah sekali.

   "Aku pun akan ikut menangkap jahanam itu!"

   Bentak Ciok Pangcu. Kedua orang ketua itu saling pandang akan tetapi kini permusuhan sudah lenyap dari pandang mata mereka.

   "Sebaiknya kita pergi bersama-sama dan menangkap orang itu beramai-ramai, akan tetapi kuminta agar jangan ada yang membunuhnya. Kita membutuhkan pengakuannya sendiri agar permusuhan antara kedua pihak dapat dibersihkan,"

   Kata Sin Hong. Mereka pun berlari-lari menuju ke kota Lu-jiang. Kembali Yo Han digendong oleh Sin Hong dan kini belasan orang Kim-liong-pang itu berlari-lari bersama belasan murid kepala Ngo-heng Bu-koan seolah-olah mereka adalah sekutu yang hendak menyerbu musuh mereka bersama. Tentu saja para penduduk kota Lu-jiang menjadi heran dan kaget melihat banyak orang berlarian itu, apalagi ketika mereka mengenal orang-orang Ngo-heng Bu-koan dan orang-orang Kim-liong-pang yang tadinya bermusuhan, akan tetapi kini lari bersama-sama menuju ke Ngo-heng Bu-koan. Di perguruan silat ini, Bhe Kauwsu disambut oleh para murid yang nampak bingung dan cemas.

   "Celaka, Suhu! Phoa Hok Ci mengamuk, menawan Nona Bhe dan ketika kami mencegah, dia mengamuk. Dua orang murid tewas oleh pedangnya dan kini dia telah melarikan puteri Suhu....!"

   Tentu saja semua terkejut bukan main dan kini yakinlah sudah hati Bhe Kauwsu bahwa muridnya yang bernama Phoa Hok Ci itu memang jahat dan keji, bukan saja melakukan pembunuhan-pembunuhan keji dan melempar fitnah mengadu domba, bahkan kini menangkap dan melarikan puterinya!

   "Keparat jahanam! Dia lari ke mana?"

   Bentaknya.

   "Kami.... kami tidak tahu, Suhu. Dia memondong Nona Bhe yang agaknya tertotok atau pingsan, dan dia lari dengan cepat tanpa kami mampu mencegah atau mengejarnya."

   "Celaka! Keparat jahanam itu.... Sungguh celaka puteriku....!"

   Bhe Kauwsu nampak kebingungan.

   "Ke mana aku harus mengejar jahanam itu?"

   Yo Han menyentuh lengan suhunya.

   "Suhu, kalau tidak salah dugaanku, dia pasti lari ke sana...."

   Sin Hong mengangguk.

   "Kau benar, Yo Han, aku pun menduga demikian.

   "Bhe Kauwsu aku yakin bahwa keparat itu tentu melarikan puterimu ke kuil tua itu. Biar Yo Han tinggal di sini, aku akan mengejarnya!"

   Berkata demikian, tanpa menanti jawaban lagi, Sin Hong meloncat keluar dan sebentar saja bayangannya lenyap dari situ.

   "Aku pun ingin mengejarnya!"

   Kata Ciok Pangcu.

   "Nanti dulu, Pangcu. Engkau tidak akan dapat menyusul Tan-taihiap. Marilah kita bersama mencari kuil itu. Anak baik, engkau sudah pernah ke sana, tentu engkau tahu di mana kuil tua itu, bukan?"

   Yo Han mengangguk.

   "Di dalam sebuah hutan, di bukit nomor lima dari kiri di antara jajaran bukit di luar kota itu, kalau aku tidak keliru."

   "Mari kita mengejar ke sana!"

   Bhe Kauwsu lalu menyuruh para muridnya menyediakan kuda dan mereka pun berangkat melakukan pengejaran.

   Ciok Pangcu bersama sebelas orang murid kepala, juga Bhe Kauwsu dengan belasan orang murid kepala, Yo Han membonceng. Bhe Kauwsu dan dia menjadi penunjuk jalan menuju ke kuil dalam hutan di atas bukit itu. Memang sikap Phoa Hok Ci amat mengejutkan dan mengherankan para murid Ngo-heng Bu-koan. Ketika Bhe Kauwsu menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang, dia tidak berada di perguruan sehingga dia tidak ikut dengan rombongan Bhe Gun Ek yang pergi menyambut tantangan musuh besar itu bersama belasan orang murid kepala. Dan Bhe Kauwsu melarang puterinya untuk ikut, karena guru silat ini maklum bahwa kalau puterinya ikut, tentu puterinya itu tidak akan mau tinggal diam saja kalau dia mulai mengadu kepandaian melawan Ciok Pangcu.

   "Engkau tinggallah di rumah dan menjaga keamanan di sini,"

   Demikian katanya kepada Siang Cun.

   "Kalau kita pergi semua dan terjadi sesuatu di sini, siapa yang akan mewakili aku?"

   Demikianlah, Siang Cun tinggal di perguruan ketika ayahnya dan para suhengnya berangkat. Tak lama kemudian, muncul Phoa Hok Ci. Ketika dia mendengar dari para murid bahwa suhunya menerima surat tantangan dari ketua Kim-liong-pang dan bahwa suhunya pergi menyambut tantangan itu bersama semua murid kepala, Phoa Hok Ci segera mendatangi Siang Cun.

   "Sumoi, suhu dan para suheng dan sute pergi menghadapi musuh besar kita, kenapa engkau malah tenang saja tinggal di sini? Kenapa engkau tidak ikut membantu suhu? Berkata demikian, sepasang matanya yang ganas dan tajam itu memandang wajah yang cantik manis dari sumoinya. Siang Cun mengerutkan alisnya dan menjawab sambil cemberut,

   "Tadi aku pun ingin sekali ikut dan menghadapi orang-orang Kim-liong-pang, Phoa-suheng, akan tetapi ayah melarangku dan menyuruh aku menjaga keamanan rumah."

   Sepasang mata Phoa Hok Ci semakin terpikat melihat mulut gadis cantik itu cemberut dan kini pandang matanya seperti meraba-raba seluruh tubuh yang sudah selama bertahun-tahun menjadi idaman hatinya, membuatnya tergila-gila itu.

   "Hemmm, katakan saja bahwa engkau takut, Sumoi!"

   Siang Cun terbelalak dan mukanya berubah merah, alisnya berkerut.

   "Phoa Suheng! Bagaimana kau berani mengeluarkan kata-kata itu? Aku tidak berani? Aku takut? Jangan kau menghinaku, Suheng!"

   Phoa Hok Ci yang selalu tersenyum sinis itu, kini memperlebar senyumnya sehingga mulutnya menyeringai.

   "Hehheh-heh, kalau engkau tidak takut, tentu kau sudah berada di sana! Kalau engkau tidak takut, mari bersama aku menyusul ke sana dan membantu suhu!"

   Siang Cun bangkit berdiri dan memandang suhengnya dengan mata berapi.

   "Pha-suheng, kenapa engkau bersikap begini? Mulutmu lancang dan sikapmu mengejek. Apakah engkau sudah gila?"

   Memang di samping kemarahannya ia merasa heran bukan main melihat sikap Phoa Hok Ci dan mendengar kata-katanya, karena biasanya suhengnya bersikap sopan dan ramah.

   "Ha-ha-ha, mungkin aku sudah gila oleh kecantikanmu, Sumoi. Marilah, mari kau ikut dengan aku pergi menyusul suhu!"

   "Tidak! Kalau aku akan menyusul, aku pergi sendiri, bukan karena kau suruh. Sudah, pergilah sebelum aku habis kesabaranku!"

   "Sumoi, mau tidak mau mengkau harus ikut denganku sekarang juga!"

   Dan tiba-tiba saja Phoa Hok Ci menubruk dan mengirim serangan dahsyat dengan cengkeraman ke arah muka Siang Cun! Gadis ini terkejut bukan main, sama sekali tidak pernah mengira bahwa suhengnya ini akan menyerangnya sehebat itu, serangan yang dahsyat dan berbahaya. Suhengnya itu tentu telah mendadak menjadi gila! Sebetulnya, dalam ilmu silat, selisih antara tingkat mereka tidak banyak, mungkin Siang Cun hanya kalah matang saja. Akan tetapi ia tidak tahu bahwa diam-diam Hok Ci telah mempelajari ilmu silat harimau dari Hoan Sai-kong yang membuat pemuda itu kini jauh lebih lihai darinya! Ia cepat mengelak sambil membuang diri ke samping untuk menghindarkan mukanya dari cengkeraman itu!

   Akan tetapi, tetap saja lengannya yang hendak menangkis kena dicengkeram. Siang Cun mengeluarkan seruan kaget dan kesakitan ketika merasa betapa lengannya seperti dicengkeram benda tajam dan pada saat itu, pundaknya sudah ditotok oleh Hok Ci dan seketika ia menjadi lemas! Sambil tertawa, Hok Ci lalu memanggul tubuh gadis itu. Pada saat itu, belasan orang murid Ngo-heng Bu-koan menyerbu masuk dan mereka terkejut sekali melihat betapa puteri guru mereka dirobohkan Hok Ci dan kini ditotok dan dipanggul. Mereka tadi menyerbu masuk mendengar suara ribut-ribut dan kini mereka mengepung Hok Ci.

   "Suheng, apa yang kau lakukan ini? Lepaskan Nona Bhe!"

   Bentak beberapa orang di antara mereka sambil mengepung dan siap untuk mengeroyoknya. Sepasang mata itu dengan ganas menyapu mereka.

   "Kalian mundurlah, atau terpaksa aku akan membunuh kalian!"

   Berkata demikian, Hok Ci mencabut pedang dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memanggul tubuh Siang Cun yang tak mampu bergerak itu. Akan tetapi, para murid Ngo-heng Bu-koan tetap tidak mau pergi dan ingin membela puteri guru mereka.

   Hok Ci mengeluarkan suara gerengan seperti seekor harimau dan dia pun mengamuk. Pedangnya berkelebatan dan para murid itu cepat melawan dengan menyambar senjata yang ada. Akan tetapi mereka hanya murid-murid tingkat dua sebentar saja dua orang di antara mereka telah roboh mandi darah dan tewas oleh sambaran pedang Hok Ci. Lalu dengan kecepatan gerakannya, Hok Ci meloncat dan melarikan diri sambil memondong tubuh Siang Cun! Hok Ci yang mengenal baik kota Lu-jiang, mengambil jalan yang sunyi, bahkan berloncatan ke atas genteng-genteng rumah orang, dan dia berhasil membawa tubuh gadis yang membuatnya tergila-gila itu keluar dari kota Lu-jiang, terus menuju ke kuil tua yang menjadi tempat tinggal Hoan Sai-kong. Satu-satunya lawan yang ditakutinya hanyalah Tan Sin Hong,

   Akan tetapi pemuda berpakaian putih itu telah terjerumus ke dalam lubang jebakan di ruangan belakang dan tentu sudah mampus. Orang-orang lain, baik dari Ngo-heng Bu-koan maupun Kim-liong-pang, dipandang rendah olehnya. Kini gurunya, Hoan Sai-kong, sudah mati pula bersama Sin Hong di dalam sumur lubang jebakan. Dia memang tidak ingin merampas Kim-liong-pang maupun Ngo-heng Bu-koan. Yang penting baginya hanyalah mendapatkan diri Bhe Siang Cun yang membuatnya tergila-gila dan kini gadis itu telah berada di dalam pondongannya! Tak seorang pun yang akan dapat mencegahnya memaksa gadis itu menjadi isterinya. Pula, selain Tan Sin Hong, tidak ada seorang pun dari kedua perkumpulan itu yang tahu akan tempat persembunyiannya dalam kuil tua di hutan ini.

   "Lepaskan aku....! Ah, lepaskan aku....!"

   Siang Cun berseru dengan mata terbelalak penuh kengerian, namun ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya yang masih lumpuh tertotok. Pria yang biasanya dikenalnya sebagai seorang suheng yang pendiam dan bersikap baik itu kini tersenyum sinis, lalu membawa masuk gadis itu ke dalam kuil. Di dalam kuil tua itu terdapat dua buah kamar yang bersih dan terawat karena itu merupakan kamar mendiang Hoan Sai-kong dan kamarnya sendiri, yang dipergunakan di waktu dia berada di situ. Dia memasuki kamarnya sendiri, sebuah kamar yang hanya terisi sebuah pembaringan kayu dan sebuah meja serta dua buah kursi kayu yang sederhana. Dengan sikap lembut dia merebahkan tubuh sumoinya di atas pembaringan.

   "Lepaskan aku Phoa-suheng, lepaskan aku. Aku adalah sumoimu, ingatkah? Jangan ganggu aku dan lepaskan aku, Suheng"

   Siang Cun kembali berseru dengan suara membujuk dan mata terbelalak penuh kengerian. Ia masih menyangka bahwa suhengnya ini mendadak menjadi gila dan tidak sadar apa yang dilakukannya. Hok Ci duduk di tepi pembaringan, senyumnya menyeringai menakutkan hati gadis itu, apalagi ketika dia menunduk dan mencium pipi dan bibir Siang Cun yang sama sekali tidak dapat mengelak. Gadis itu hanya memejamkan mata dan bergidik ngeri dicium oleh orang yang disangkanya gila.

   "Bhe Siang Cun, aku akan melepaskanmu kalau engkau menyatakan bahwa engkau cinta padaku dan bersedia menjadi isteriku."

   Mata yang ketakutan itu makin terbelalak dan muka yang manis itu berubah merah.

   "Suheng, kau.... kau telah gila...."

   Hok Ci membelai dagu gadis itu, lalu membelai lehernya sehingga gadis itu merasa betapa bulu tengkuknya meremang.

   "Siang Cun, kekasihku, memang aku telah gila, tergila-gila kepadamu. Apakah kau pura-pura tidak tahu betapa sejak dulu aku mencintamu? Ah, apa saja akan kulakukan untuk mendapatkan dirimu, Cun-moi. Selama ini.... ah, betapa segala jerih payah kulakukan, membunuhi mereka semua, seorang demi seorang, agar antara kedua pihak terjadi permusuhan dan ikatan perjodohanmu dengan Ciok Lim terputus. Kutanamkan bibit permusuhan sampai mendalam, kulakukan semua itu demi mendapatkan dirimu, kekasihku. Dan sekarang, engkau telah berada di tanganku, engkau menjadi isteriku. Ya, kita hari ini akan menjadi pengantin, kita bersenang-senang di sini, sebagai suami isteri, Siang Cun."

   Gadis itu tiba-tiba menjadi pucat wajahnya, dan dengan mata terbelalak tanpa berkedip sejak tadi ia memandang wajah suhengnya itu, mendengarkan semua ucapannya.

   "Kau.... kau yang melakukan semua pembunuhan itu? Jadi engkau yang mengatur semua itu, membunuh dan melempar fitnah, sengaja hendak mengadu domba?"

   Kini Hok Ci tertawa geli.

   "Benar, Cun-moi, benar. Semua itu aku yang mengatur dan melakukannya. Cerdik sekali, bukan? Mereka saling serang, saling bunuh, bahkan sekarang antara kedua ketua sudah saling serang, ha-ha-ha, semua itu karena kecerdikanku. Dan engkau akan menjadi isteriku sekarang....?"

   Kedua tangan Hok Ci mulai menggerayangi tubuh Siang Cun yang menjadi semakin ketakutan. Karena belum dapat menggerakkan tubuh untuk mengelak atau melawan, ia hanya mengeluarkan kata-kata untuk mengalihkan perhatian orang itu.

   "Suheng, jadi engkau yang melakukan semua pembunuhan di kedua pihak itu? Dan bagaimana dengan sumoi Bong Siok Cin yang diperkosa itu? Ia diperkosa dan dibunuh oleh Ciok Lim, bukan?"

   "Ha-ha-ha, semua orang tolol itu memang mengira demikian. Akulah yang mengaturnya sehingga Ciok Lim yang disangka, agar permusuhan itu mulai berkobar."

   "Ah, jadi engkau pula yang memperkosa Siok Cin kemudian membunuhnya, menjatuhkan fitnah atas diri Ciok Lim?"

   "Ha-ha-ha, benar sekali, manisku. Cerdik sekali, bukan?"

   Sekarang tahulah Siang Cun bahwa suhengnya ini tidak gila. Sama sekali tidak gila, melainkan jahat dan keji bukan main! Dan ia kini telah terjatuh ke dalam tangan manusia iblis ini!

   "Siang Cun, sekarang kita menjadi pengantin, engkau menjadi isteriku...."

   Tangan pria itu mulai merenggut ke arah pakaian Siang Cun. Bukan main takutnya hati Siang Cun. Ia hendak meronta, hendak melawan, namun belum mampu menggerakkan kaki tangannya.

   
Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Jangan.... ah, jangan.... lebih baik kau bunuh saja aku...."

   "Bunuh engkau? Ha-ha-ha, kau kira aku sudah gila? Bertahun-tahun aku merindukannya, mencintamu, dan sekarang engkau menjadi milikku. Ah, kau kekasihku.... aku cinta padamu...."

   Dan seperti orang gila atau seperti seekor harimau kelaparan melihat seekor domba muda yang lunak dagingnya, Hok Ci menubruk dan menciumi muka gadis itu, menggigiti bibir dan leher itu seperti orang gila. Siang Cun memejamkan mata dan ia hampir pingsan saking takut, ngeri dan jijiknya. Apalagi ketika tangan Hok Ci merenggut lepas pakaiannya satu demi satu. Ia hanya dapat merintih dan mengeluh minta dibunuh saja. Dalam keadaan yang amat berbahaya itu, di mana kehormatan Siang Cun sudah terancam noda yang akan menghancurkan hidupnya, nyaris bagaikan sepotong daging sudah berada di depan mulut seekor srigala buas yang siap mengunyah dan menelannya, dan Siang Cun sudah memejamkan mata dengan hati hancur, tiba-tiba pintu kamar itu tertendang roboh dari luar!

   "Brakkkkk!"

   Daun pintu roboh dan muncullah Sin Hong!

   "Phoa Hok Ci, manusia iblis jahat!"

   Bentak Sin Hong dengan marah sekali melihat keadaan dalam kamar itu. Siang Cun rebah terlentang di atas pembaringan dengan pakaian sudah lepas semua dari tubuhnya,

   Dan Hok Ci merangkul dan menciuminya, siap untuk memperkosa gadis itu yang nampak tak berdaya, tidak mampu bergerak karena tertotok jalan darahnya. Hok Ci terkejut dan marah bukan main. Dia tadi baru saja membuka bajunya, mulai melepaskan kancing baju yang kini menjadi setengah terbuka ketika terjadi gangguan itu. Ketika dia meloncat bangkit berdiri sambil membalikkan tubuh dan mengenal Sin Hong, matanya terbelalak. Dia merasa heran dan terkejut bukan main. Bukankah Si Bangau Putih ini telah mampus di dasar lubang sumur jebakan? Bagaimana tiba-tiba dapat muncul di sini, pikirnya. Dia cerdik dan maklum akan bahaya yang mengancam dirinya. Dia sudah mengenal baik betapa lihainya Pendekar Bangau Putih ini, bahkan gurunya sendiri, Hoan Saikong dan dia pernah mengeroyoknya, namun mereka berdua pun terdesak hebat.

   Apalagi kini dia harus menghadapinya seorang diri saja. Akan tetapi dia tidak melihat jalan lain kecuali melawan dan tanpa membuang waktu lagi, dia pun menyambar pedangnya dan menerjangnya dengan serangan ganas dan dahsyat. Namun, Sin Hong sudah siap siaga dan dengan mudah saja dia mengelak dengan loncatan ke kiri dan dari sudut samping dia menotok ke arah pundak lawan. Totokan itu cepat sekali datangnya. dan nyaris pundak Hok Ci terkena totokan. Akan tetapi Hok Ci dengan cepat memutar tubuh dan pedangnya ikut pula berputar lalu membuat lingkaran dan menyerang pula ke arah leher Sin Hong! Gerakan ini cepat, namun sesungguhnya, Hok Ci terkejut dan jerih karena sekali gebrakan saja pundaknya hampir tertotok yang kalau mengenai sasaran tentu akan membuat dia roboh tak berdaya!

   Menghadapi sambaran pedang ke lehernya, Sin Hong merendahkan tubuhnya dan tiba-tiba kakinya mencuat dan ujung sepatunya menendang ke arah lutut Hok Ci! Inipun merupakan serangan yang amat berbahaya karena sedikit saja sambungan lutut tersentuh ujung sepatu, cukup untuk membuat Hok Ci terguling. Namun, Hok Ci menarik kakinya dan bukan lutut yang tertendang, melainkan pahanya yang tercium ujung sepatu. Dia tidak roboh akan tetapi tetap saja terhuyung dan cepat dia memutar pedangnya yang berubah menjadi gulungan sinar yang melindunginya. Namun, tendangan yang mengenai tepi pahanya sudah cukup membuat Hok Ci jerih. Sambil memutar pedangnya, tiba-tiba saja tangan kirinya bergerak dan sinar hitam kecil menyambar, bukan ke arah Sin Hong melainkan ke arah tubuh gadis yang rebah telanjang di atas pembaringan!

   Otak Hok Ci yang cerdik dan licik sudah menemukan akal bagaimana dia akan dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang terlalu lihai baginya itu. Dia menyerang Siang Cun dengan jarum hitam, jarum yang mengandung racun! Dan mudah saja dia mengenai sasaran yang tidak mampu bergerak itu. Terdengar Siang Cun mengeluarkan rintihan ketika pahanya terkena jarum hitam yang menyambar cepat tanpa ia mampu mengelak. Sin Hong terkejut sekali dan terpaksa dia tidak mengejar ketika Hok Ci melompat keluar dari kamar itu untuk melarikan diri. Sin Hong tahu bahwa jarum yang melukai Siang Cun adalah jarum beracun dan kalau tidak ditolong gadis itu dapat terancam maut. Tentu saja menolong Siang Cun jauh lebih penting daripada mengejar Hok Ci, apalagi karena Siang Cun terancam bahaya maut.

   Dan memang di sini membuktikan kelicikan dan kecerdikan Hok Ci yang dapat melepaskan diri dari tangan Sin Hong yang dia tahu bukan lawannya karena pendekar baju putih itu memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaiannya. Sin Hong melompat ke dekat pembaringan. Siang Cun yang membuka mata melihat betapa Sin Hong mendekatinya, teringat akan keadaannya yang telanjang bulat itu. Segala bagian tubuhnya nampak jelas oleh pemuda itu dan hal ini membuatnya malu bukan main. Mula-mula wajahnya berubah merah sekali, lalu pucat dan merah kembali dan perlahan-lahan kedua matanya menjadi basah air mata. Akan tetapi Sin Hong tidak peduli akan keadaan gadis itu, tidak melihat ketelanjangannya karena seluruh perhatiannya tertarik kepada bintik hitam di paha kiri gadis itu. Dia memeriksa dengan teliti sekali, tanpa banyak cakap dia meraba paha itu dan memijat bagian yang ada bintik hitamnya.

   "Aduhhhhh....!"

   Siang Cun menjerit karena bagian yang dipijat itulah yang terasa nyeri terkena jarum tadi. Yakinlah Sin Hong bahwa bintik hitam itulah akibat luka oleh jarum. Apalagi dia melihat betapa di sekeliling bintik itu sudah ada tanda merah kebiruan tanda bahwa racun jarum itu mulai berjalan. Karena maklum akan bahaya yang mengancam diri Siang Cun, Sin Hong lupa akan sopan santun lagi.

   Yang penting baginya adalah menyelamatkan nyawa gadis itu, maka tanpa membuang waktu dia lalu menunduk, menempelkan mulutnya pada bintik hitam di paha, dan mengerahkan tenaga lalu menyedot! Dua kali dia menyedot dan keluarlah jarum itu, digigitnya lalu dicabutnya dari daging paha, dibuangnya ke sudut kamar, lalu dia menempelkan lagi bibirnya pada luka kecil itu dan menghisap sampai ada darah hitam yang keluar. Diulanginya lagi sampai akhirnya darah merah yang keluar dan paha itu bebas dari racun jarum. Legalah hatinya dan baru Sin Hong sadar akan keadaan pada gadis itu yang telanjang bulat, maka tiba-tiba saja mukanya berubah merah dan dia mundur
(Lanjut ke Jilid 27)
Kisah Si Bangau Putih (Seri ke 14 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 27
beberapa langkah sambil menyentuh pundak gadis itu untuk membebaskan totokannya dan cepat membalikkan tubuhnya sambil berkata,

   "Harap maafkan aku, Nona."

   Begitu totokannya terbebas, Siang Cun cepat menyambar pakaiannya, mengenakan semua pakaiannya sambil tak dapat menahan air matanya yang bercucuran.

   Ia menangis tersedu-sedu, karena bermacam perasaan mengaduk hatinya. Rasa haru dan terima kasih bahwa ia yang sudah berada di ambang pintu kehancuran dan kehinaan itu terbebas dari bahaya itu, rasa malu setengah mati karena Sin Hong telah melihatnya dalam keadaan telanjang bulat dengan tubuh telentang, dan lebih malu lagi ketika ia mengingat kembali betapa Sin Hong telah mengecup dan menyedot luka di pahanya, paha kiri bagian atas dekat perut! Malu yang amat hebat, malu dan hina walaupun ia tahu bahwa Sin Hong melakukan hal itu untuk menyelamatkan nyawanya! Rasa terima kasih, malu, dan penasaran mengaduk hatinya. Rasanya ia tidak ada muka lagi untuk melihat wajah Sin Hong, untuk bertemu dengan manusia lain! Bagaimana kalau mereka itu tahu akan keadaannya tadi?

   "Phoa Hok Ci.... jahanam keparat busuk.... kubunuh engkau.... manusia iblis...."

   Mulutnya mendesiskan ancaman ini ketika ia mengenakan pakaiannya. Mendengar disebutnya nama Phoa Hok Ci, baru Sin Hong teringat akan orang itu. Tadinya dia masih merasa "nanar"

   Karena teringat akan ketelanjangan Siang Cun, teringat betapa dia tadi mengecup paha itu, betapa janggalnya keadaan itu tadi sehingga dia lupa keadaan yang lain. Kini, teringat kepada Hok Ci yang melarikan diri, dia cepat meloncat keluar.

   "Akan kutangkap dia!"

   Katanya dan beberapa kali loncatan saja dia sudah lenyap dari kuil. Siang Cun membereskan pakaiannya dan rambutnya, lalu dengan hati tidak karuan rasanya ia pun lari keluar untuk mencari musuh besarnya itu. Sementara itu, sambil berlari cepat meninggalkan kuil, Hok Ci tersenyum lega. Untung dia mempunyai akal yang amat cerdik, melukai Siang Cun dengan jarum beracun sehingga Sin Hong tidak sempat mengejar dan menangkapnya. Dia harus berlari cepat, harus meninggalkan daerah itu jauh-jauh kalau dia ingin selamat. Dia akan meninggalkan kehidupannya sebagai murid Ngo-heng Bu-koan, sebagai murid Hoan Sai-kong yang sudah mati, dia akan memulai hidup baru,

   Di tempat baru dan melupakan Siang Cun yang terpaksa harus dia tinggalkan. Masih menyesal sekali kalau dia membayangkan betapa daging lunak yang sudah berada di ujung lidah itu terlepas pada saat terakhir! Sambil memaki-maki Si Bangau Putih yang menggagalkan dia memiliki gadis yang sudah lama membuat dia tergila-gila itu. Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan ketika dia memandang, wajahnya seketika menjadi pucat! Dia telah dikepung oleh puluhan orang anggauta Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang yang dipimpin sendiri oleh Bhe Kauwsu dan Ciok Pangcu! Dia sama sekali tidak takut menghadapi dua orang ketua itu, akan tetapi kalau harus melawan puluhan orang, tentu saja dia merasa gentar sekali! Belum lagi dihitung datangnya bahaya pengejaran dari Si Bangau Putih!

   "Phoa Hok Ci, murid murtad, jahanam keparat! Di mana anakku Siang Cun?"

   Bentak Bhe Kauwsu dengan marah dan juga khawatir karena dia tidak melihat puterinya bersama penjahat itu. Dalam keadaan panik terkepung itu, Hok Ci masih hendak mempergunakan akal liciknya.

   "Ia.... ia di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih....! Cepat Suhu ke sana, kalau tidak, akan terlambat...."

   Mendengar ucapan ini, Bhe Gun Ek, guru silat Ngo-heng Bu-koan itu tertegun. Akan tetapi Yo Han segera berteriak lantang.

   "Harap Bhe Kauwsu jangan percaya omongan manusia iblis ini!. Suhu tidak mungkin melakukan hal yang terkutuk itu! Sebaiknya manusia iblis ini segera ditangkap dulu, baru nanti dicari di mana adanya enci Siang Cun!"

   Mendengar ini, sadarlah Bhe Kauwsu dan tanpa dikomando lagi, semua orang yang mengepung pemuda itu, termasuk Ciok Pangcu, menggerakkan senjata dan berloncatan turun dari atas kuda mengeroyok Phoa Hok Ci! Puluhan orang mengepung dan mengeroyoknya dan Phoa Hok Ci mencoba untuk memutar pedangnya membela diri.

   "Jangan bunuh dia! Tangkap hidup-hidup!"

   Berkali-kali Bhe Gun Ek dan Ciok Pangcu berteriak karena kedua orang pemimpin perkumpulan ini ingin mendengar pengakuan Hok Ci tentang semua perbuatannya yang amat keji, membunuh banyak orang di kedua pihak untuk mengadu domba antara Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang. Betapapun lihainya Hok Ci, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang semua menaruh dendam kepadanya, akhirnya dia roboh dengan luka-luka di tubuhnya. Pedangnya dirampas dan dengan kedua lengan lumpuh karena patah tulangnya, dia diringkus dan dibelenggu kaki tangannya. Ciok Kam Heng yang merasa amat sakit hati kehilangan puteranya itu, segera menjambak rambutnya dan membentak,

   "Manusia iblis! Sekarang ceritakan apa yang telah kau lakukan selama ini untuk menjatuhkan fitnah kepada Kim-liong-pang!"

   Hok Ci maklum bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Rasa takut, penasaran dan sesal membuatnya kehilangan keseimbangan batinnya dan tiba-tiba dia tertawa bergelak. Suara ketawanya membuat semua orang bergidik karena itu jelas bukan suara ketawa orang yang waras otaknya!

   Segala macam bentuk kejahatan yang dilakukan orang adalah suatu tanda bahwa pada saat dia melakukannya, keadaan batinnya memang tidak sehat, tidak waras! Batin yang dikuasai oleh nafsu apa pun, batin yang diperhamba nafsu, merupakan batin yang tidak sehat, yang sudah gelap seperti buta sehingga segala yang dilakukan oleh jasmaninya hanya untuk menuruti dorongan nafsu itu semata. Belajar untuk menjadi "orang baik"

   Tidak ada gunanya selama batin masih lemah, masih mudah dicengkeram nafsu, mudah diperhamba nafsu. Yang penting bukan ingin menjadi orang baik, melainkan membuka mata batin, menyadarkan batin agar tidak sesat, tidak lemah, waspada selalu akan keadaan diri sendiri selalu dalam keadaan waspada sehingga tidak lengah dan tidak mudah dinina-bobokkan oleh nafsu.

   "Ha-ha-ha-he-he-heh! Kalian manusia-manusia tolol! Memang aku yang melakukan itu semua, aku yang memperkosa dan membunuh Pong Siok Cin, membunuhi para murid Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang, aku yang mengadu domba antara kalian! Untuk apa? Agar ikatan perjodohan antara Bhe Siang Cun dan Ciok Lim terputus karena Siang Cun harus menjadi isteriku! Ha-ha-ha, hanya akulah yang pantas memiliki diri Siang Cun yang molek, ha-ha-ha!"

   "Keparat! Di mana anakku Siang Cun sekarang?"

   Bentak Bhe Kauwsu dengan marah, tangannya sudah gemetar karena menurutkan kemarahannya ingin dia membunuh murid murtad itu.

   "Siang Cun? Ha-ha-ha, di kuil tua, diperkosa oleh Si Bangau Putih, mungkin sekarang sudah mampus pula, heh-heh!"

   "Bohong! Jahanam itulah yang hendak memperkosanya, akan tetapi untung aku segera datang mencegahnya.... Dia melukainya dengan jarum beracun, akan tetapi sekarang telah selamat!"

   Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan muncullah Sin Hong. Mendengar ini, lega rasa hati Bhe Kauwsu dan kini tidak dapat dicegah lagi, pedangnya digerakkan menusuk dada Phoa Hok Ci! Pada saat yang sama pedang di tangan Ciok Pangcu juga bergerak membabat ke arah leher orang jahat itu. Tubuh itu terkulai dengan dada berlubang dan leher putus! Para murid Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan juga menggerakkan senjata mereka dan sekejap saja tubuh Phoa Hok Ci menjadi korban puluhan senjata, menjadi hancur tidak karuan lagi bentuknya!

   "Sudah cukup!"

   Tiba-tiba Sin Hong membentak, suaranya nyaring sekali sehingga semua orang terkejut dan melangkah mundur.

   "Kalian semua adalah orang-orang gagah, mengapa kini dikuasai nafsu amarah dan dendam kebencian, berubah menjadi orang-orang yang demikian kejam?"

   Semua orang, termasuk Ciok Kam Heng dan Bhe Gun Ek, tidak menjawab, hanya menundukkan muka dengan rikuh dan malu karena baru sekarang mereka melihat kenyataan itu, betapa sadis dan kejamnya mereka tadi karena dibakar oleh dendam kebencian.

   "Ayahhh....!"

   Tiba-tiba terdengar jeritan dan Siang Cun datang berlari-lari, disambut ayahnya. Gadis itu menubruk dan merangkul ayahnya sambil menangis terisak-isak. Bhe Gun Ek mengelus rambut kepala puterinya dan menepuk-nepuk pundaknya.

   "Sudahlah, Siang Cun, tenanglah. Jahanam keparat itu sudah kami bunuh."

   Siang Cun, menghentikan tangisnya, memandang ke kanan kiri dan seperti orang dalam mimpi ia bertanya,

   "Mana dia? Mana manusia iblis itu? Akan kubunuh dia....!"

   "Dia sudah mati di tangan kami, Siang Cun. Nah, itu dia!"

   Ayahnya menunjuk ke bawah. Siang Cun memandang dan seperti terpukau melihat tumpukan daging dan tulang yang sudah menjadi onggokan tak berbentuk itu. Tiba-tiba ia merampas pedang di tangan ayahnya, lalu meloncat ke depan dan hendak membacokkan pedangnya ke arah onggokan daging dan tulang itu. Akan tetapi tiba-tiba lengannya ditangkap orang dari belakang.

   "Nona sadarlah. Yang sesat biarlah sesat seperti Phoa Hok Ci itu. Akan tetapi tidak perlu Nona menjadi demikian kejam karena dendam kebencian. Dia sudah mati dan jasmaninya tidak berdosa."

   Siang Cun menoleh dan ketika ia melihat bahwa yang menahannya adalah Sin Hong, ia lalu melepaskan pedangnya dan berlari kepada ayahnya, kembali merangkul ayahnya sambil menangis keras.

   "Tidak, aku tidak ingin hidup lagi, Ayah. Biarpun jahanam itu belum sampai menodaiku, akan tetapi.... ah, bagaimana aku dapat melupakan aib dan malu itu? Dia.... Tan Sin Hong itu, dia.... telah melihat aku bertelanjang bulat, bahkan dia.... dia telah...."

   Bhe Kauwsu memeluk puterinya. Tadi baru saja dia menyelamatkan puterinya dari maut ketika Siang Cun menggantung diri di dalam kamarnya!

   "Anakku, jangan mengambil jalan pendek. Bunuh diri merupakan suatu dosa besar, Siang Cun. Apa yang telah dilakukan oleh Tan-taihiap padamu? Apa yang telah dia perbuat?"

   Siang Cun menceritakan dengan suara terputus-putus tentang pengobatan yang dilakukan oleh Sin Hong kepadanya. Betapa pemuda itu bukan hanya melihat ia bertelanjang bulat dan terlentang di atas pembaringan, bahkan pemuda itu telah mengobatinya dengan menyedot darah dan jarum dari paha kirinya, ia dalam keadaan telanjang!

   "Bagaimana mungkin aku dapat melupakan aib dan malu itu, Ayah? Dia bukan apa-apa, bukan saudara bukan keluarga, bahkan saudara seperguruan pun bukan! Aib ini hanya dapat dihapus dengan kematianku, Ayah...."

   Gadis itu menangis lagi. Bhe Kauwsu menarik napas panjang. Dia mengerti akan penderitaan batin puterinya. Lalu dia berkata,

   "Tenanglah, anakku. Ada suatu jalan yang lebih baik daripada membunuh diri, dan biarlah aku yang akan membicarakan urusan ini dengan Tan-taihiap. Mudah-mudahan saja dia tidak keberatan dan mau menolong kita."

   "Apakah maksudmu, Ayah?"

   "Menjodohkan engkau dengan Tan-taihiap, anakku."

   Wajah yang manis itu seketika menjadi merah dan ia menundukkan mukanya.

   "Memang hanya itulah jalan satu-satunya untuk menghapus aib dari diriku, Ayah. Kalau dia menolak, lebih baik aku mati saja!"

   Setelah berkata demikian, Siang Cun menutupi mukanya dan menangis lagi.

   Bhe Kauwsu segera menemui Sin Hong yang sedang berkemas di dalam kamarnya bersama Yo Han. Mereka sudah terlalu lama tinggal di tempat itu dan biarpun mereka diperlakukan sebagai tamu kehormatan dan merasa senang, namun tidak enak juga kalau terus menerus menerima kebaikan orang dan mondok di tempat itu. Bhe Kauwsu minta bicara empat mata dengan pendekar itu dan Sin Hong segera menyuruh muridnya keluar dari dalam kamar. Yo Han pergi ke belakang rumah. Di tempat itu dia sudah bergaul dengan leluasa sekali, menjadi sahabat dari para murid Ngo-heng Bu-koan dan dia seorang anak yang amat disuka oleh para murid. Setelah duduk berhadapan berdua, Bhe Kauwsu lalu menyampaikan maksud hatinya untuk menjodohkan puterinya dengan Tan Sin Hong. Dia berterus terang akan keadaan Siang Cun.

   "Biarpun kami sekeluarga akan merasa terhormat dan berbahagia sekali kalau Taihiap sudi menjadi suami Siang Cun, akan tetapi sesungguhnya sampai bagaimanapun aku tidak akan berani mengemukakan hasrat hati keluarga kami kepadamu, Taihiap. Akan tetapi, anakku Siang Cun berkeras akan membunuh diri untuk mencuci aib dan hanya mau melanjutkan hidup kalau dapat menjadi isterimu. Oleh karena itu, Taihiap, kami sekeluarga yang sudah putus harapan hanya memandang kepadamu sebagai bintang penolong keluarga kami."

   Tentu saja Sin Hong terkejut sekali mendengar permintaan itu! Dia menjadi bingung karena sama sekali tidak disangka bahwa secara tiba-tiba dia diminta untuk menjadi suami Siang Cun!

   "Tapi.... tapi.... maafkan, Paman. Hal ini.... harus kupikirkan dulu karena menyangkut kehidupanku di masa depan. Aku.... minta waktu untuk memikirkannya...."

   Katanya agak gagap. Bhe Kauwsu tersenyum.

   "Tentu saja, Taihiap. Karena seperti Taihiap pernah bicarakan dengan kami bahwa Taihiap adalah seorang yatim piatu yang hidup sebatang kara, maka segala keputusan harus dipikirkan dulu. Biarlah kami menanti sampai besok agar Taihiap mempunyai waktu sehari semalam untuk memikirkannya."

   Bhe Kauwsu lalu, mengundurkan diri, meninggalkan Sin Hong yang masih bengong dan bingung. Menjadi suami Siang Cun? Pertanyaan ini berdengung terus di dalam kepalanya. Tanpa disengaja, dia pun mengenang gadis itu. Seorang gadis yang cantik manis, juga gagah perkasa dan terbayanglah tubuh gadis itu yang pernah dilihatnya dalam keadaan bugil dan polos! Tubuh yang mulus, wajah yang cantik, watak yang gagah dan kedudukan terhormat. Cukup baik, bahkan terlalu baik untuknya. Dan juga amat baik bagi Yo Han. Muridnya itu masih muda sekali, membutuhkan lingkungan dan pergaulan yang baik. Dan Ngo-heng Bu-koan merupakan tempat yang amat baik bagi seorang anak, dapat bergaul dengan murid-murid Ngo-heng Bu-koan yang gagah dan berjiwa pendekar.

   Tiba-tiba terbayang wajah Kao Hong Li! Hatinya berdebar penuh keharuan. Dia mencinta Hong Li! Sejak pertemuan pertama, dia sudah tertarik dan jatuh cinta kepada puteri suhengnya itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia dapat menjadi suami Kao Hong Li? Hong Li adalah puteri Kao Cin Liong, seorang pendekar besar bekas panglima kerajaan, putera tunggal Naga Sakti Gurun Pasir! Kedudukan keluarga itu terhormat, baik di dalam dunia kang-ouw, dunia persilatan, di masyarakat, bahkan di antara para pembesar di kerajaan. Sebaliknya dia? Yatim piatu, sebatang kara, miskin dan tidak memiliki apa-apa! Dibandingkan dengan Hong Li, dia seperti seekor burung gagak di samping seekor burung Hong! Belum lagi diingat bahwa dia adalah susiok (paman guru) Hong Li, walaupun usia mereka sebaya. Tidak, tidak mungkin dia dapat menjadi suami Hong Li, betapapun dia mencintanya,

   Bahkan andaikata Hong Li juga mencintanya, perjodohan antara mereka adalah tidak mungkin. Kembali dia membayangkan Siang Cun. Seorang gadis yang amat baik, dinilai dari keadaan wajah, bentuk tubuh, atau pun wataknya. Dan dia akan hidup tenang, dapat membantu ayah mertuanya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan, memimpin murid-murid Bu-koan (Perguruan Silat) dengan ilmu silat. Hanya itulah satu-satunya keahliannya. Ilmu silat! Dan dia dapat mempergunakannya di sini. Pekerjaan lain apakah yang dapat dia lakukan kecuali mengajarkan ilmu silat? Dan Siang Cun seorang calon isteri yang manis dan molek. Dan Yo Han, muridnya yang dia sayang, akan memperoleh tempat yang baik puladi Ngo-heng Bu-koan. Dan ayah mertuanya seorang tua yang gagah dan bijaksana. Mau apa lagi?

   "Suhu, kenapa Suhu melamun setelah Bhe Kauwsu pergi?"

   Tiba-tiba Yo Han memasuki kamar. Anak ini baru berani memasuki kamar setelah melihat Bhe Kauwsu tidak lagi berada di kamar gurunya. Sin Hong keluar dari dunia lamunan, menoleh kepada muridnya dan melihat wajah muridnya membayangkan kekhawatiran, dia lalu merangkul pundak Yo Han. Muridnya ini selalu memperhatikan dirinya. Seorang murid yang bukan hanya berbakti, akan tetapi juga mencintanya seperti seorang adik kepada kakaknya.

   "Yo Han, aku sedang bingung. Bhe Kauwsu mengusulkan perjodohan antara aku dan puterinya."

   Biarpun Yo Han baru berusia kurang lebih delapan tahun, namun dia tidak menganggap muridnya itu anak kecil. Sikap dan jalan pikiran Yo Han seperti seorang dewasa saja. Oleh karena itu, tanpa ragu lagi dia menceritakan persoalan yang dihadapinya. Yo Han mengerutkan alisnya,

   "Enci Siang Cun seorang wanita yang gagah perkasa dan cantik, dan Ngo-heng Bu-koan tempat orang-orang gagah, Suhu. Akan tetapi apakah Suhu mencintanya?"

   Mendengar kata cinta keluar dari mulut anak itu, mau tidak mau Sin Hong tersenyum geli.

   "Aih Yo Han, tahu apa engkau tentang cinta? Dan kenapa kau bertanya demikian?"

   "Suhu,menjadi suami isteri berarti hidup berdampingan selama hidup! Kalau Suhu dan enci Siang Cun saling mencinta, tidak ada masalah apa pun untuk berjodoh dengannya."

   Sin Hong menggeleng kepalanya.

   "Aku kagum dan suka kepadanya, akan tetapi tentang cinta.... aku masih belum tahu, Yo Han. Akan tetapi, kalau aku menolak, berarti ia akan mati membunuh diri dan aku akan merasa berdosa, seolah-olah aku yang membunuhnya."

   Sin Hong lalu menceritakan tentang Siang Cun seperti yang didengarnya dari Bhe Kauwsu tadi. Yo Han membelalakkan matanya.

   "Wah, sungguh aneh-aneh pikiran seorang dewasa! Kelihatan telanjang bulat saja sudah mau bunuh diri kalau tidak dikawin! Jadi kalau Suhu mengawininya, berarti Suhu menyelamatkan nyawanya?"

   "Begitulah!"

   "Tapi.... tapi, Suhu. Bagaimana, dengan enci Hong Li?"

   Terkejut rasa hati Sin Hong mendengar ini. Jantungnya berdebar.

   "Apa maksudmu? Ada apa dengan Hong Li?"

   "Suhu cinta padanya, dan enci Hong Li mencinta Suhu. Kalau Suhu menikah dengan gadis lain...."

   "Ah, Yo Han, jangan sebut-sebut lagi namanya. Engkau tidak tahu bahwa tidak mungkin bagiku untuk bersanding dengan Hong Li. Pertama, ia adalah murid keponakanku sendiri, dan ke dua, kedudukan kami sungguh berbeda seperti bumi dengan langit. Agaknya.... agaknya, tidak ada lain jalan bagiku kecuali menerima uluran tangan Bhe Kauwsu...."

   "Wah, kionghi (selamat), Suhu!"

   Yu Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada dan memberi selamat kepada gurunya. Dengan muka berubah agak kemerahan Sin Hong merangkul muridnya sambil tertawa. Setelah berpikir semalam suntuk, akhirnya Sin Hong mengambil keputusan untuk menerima uluran tangan Bhe Kauwsu. Ada beberapa hal yang mendorongnya menerima uluran tangan itu.

   Terutama sekali untuk mencegah Siang Cun membunuh diri mencuci perasaan terhina dan malu. Dan masih banyak segi yang ada kebaikannya. Dia dapat menyumbangkan kepandaiannya untuk memajukan Ngo-heng Bu-koan dan dapat hidup berkeluarga yang layak. Selain itu, juga dia dapat menempatkan Yo Han dalam lingkungan yang baik. Sebaliknya, kalau dia menolak, besar sekali kemungkinan Siang Cun akan membunuh diri, dan dia bersama Yo Han akan hidup berkeliaran tanpa tempat tinggal yang tetap dan terutama sekali dia akan selalu merasa berdosa. Dia tidak dapat terlalu menyalahkan sikap Siang Lun yang berkeras hendak membunuh diri kalau tidak menjadi isterinya karena bagi seorang gadis yang keras hati dan menjaga benar nama dan kehormatannya, maka peristiwa yang dialaminya itu, ketika ia dalam keadaan telanjang bulat dilihat oleh Sin Hong,

   Bahkan diobati pemuda itu dengan cara yang melanggar batas kesusilaan, sungguh merupakan suatu hal yang mendatangkan aib dan malu yang akan ditanggung selama hidupnya. Kalau Sin Hong menjadi suaminya, maka peristiwa itu dengan sendirinya tidak akan meninggalkan rasa malu, bahkan mungkin akan menjadi kenangan indah dan mesra bagi keduanya. Dan biarpun Sin Hong belum dapat memastikan apakan ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Siang Cun, namun dia harus mengakui bahwa dia kagum dan suka kepada gadis itu, dan harus diakuinya pula secara jujur bahwa dia tertarik melihat kecantikan wajah dan keindahan tubuh gadis itu! Pernikahan segera dilangsungkan dengan meriah. Pihak Kim-liong-pang yang kini menjadi sahabat baik lagi dari Ngo-heng Bu-koan, juga datang, bahkan atas usul Ciok Kam Hong atau Ciok Pangcu,

   Ketua Kim-liong-pang, dia dengan suka rela menjadi wali atas diri Sin Hong yang sudah yatim piatu dan tidak mempunyai wali itu. Ciok Pangcu merasa berterima kasih kepada pendekar muda ini karena dia telah berjasa memecahkan rahasia yang mengadu domba antara Kim-liong-pang dan Ngo-heng Bu-koan. Biarpun Sin Hong tidak berani mengirim undangan kepada suhengnya, yaitu Kao Cin Liong, karena sesungguhnya dia tidak merasa mengadakan pesta dan bukan tuan rumah, namun dia mengirim surat kepada suhengnya, memberitahu bahwa dia telah melangsungkan pernikahan dengan puteri ketua Ngo-heng Bukoan di kota Lu-jiang. Setelah menikah, biarpun dia dan isterinya saling memperlihatkan sikap mesra dan mencinta, namun diam-diam Sin Hong sering kali melamun. Terasa benar olehnya betapa di dalam hubungan mereka sebagai suami isteri,

   Terdapat suatu kehambaran atau kehampaan karena tiadanya pertalian batin atau cinta kasih di antara mereka sebelumnya. Mereka itu seolah-olah dua orang asing yang baru bertemu dan belum akrab. Hubungan antara mereka seperti dipaksakan, dan biarpun di luarnya nampak mesra, namun di dalam sudut batinnya, Sin Hong merasakan suatu kehambaran. Dan dia pun dapat menduga bahwa perasaan yang sama terdapat dalam batin isterinya! Memang harus diakuinya bahwa sikap Siang Cun baik sekali kepadanya dan nampak betapa wanita itu berusana keras untuk menjadi seorang isteri yang baik, mencinta, setia dan patuh. Namun tetap saja terasa olehnya bahwa hubungan antara mereka seperti dipaksakan, tidak wajar karena tidak adanya ikatan batin yang berupa cinta kasih. Segala macam hubungan antara manusia, baik itu hubungan suami isteri,

   Antara sahabat, orang tua dan anak, dan sebagainya, pasti akan selalu mendatangkan konflik selama di dalamnya tidak ada dasar cinta kasih. Cinta kasih ini berarti tidak adanya pementingan diri sendiri. Selama ada pementingan diri sendiri, cinta kasih tidak akan hadir. Yang ada hanyalah cinta nafsu, dan cinta nafsu ini tidak akan bertahan lama karena selalu menimbulkan pertentangan antara dua kepentingan yang kadang-kadang saling berlawanan. Kepentingan si aku bertumbuk dengan kepentingan si kamu dan si dia. Cinta kasih meniadakan atau setidaknya mengaburkan dan menipiskan kepentingan si aku, dan kalau sudah begitu, maka apa pun yang kita lakukan dengan dasar cinta kasih, akan selelu benar dan mendatangkan kebahagiaan. Sin Hong mempertahankan keadaan ini dan menutupinya dengan kebijaksanaan, sehingga dia hidup dalam suasana yang palsu.

   Pada lahirnya, dia dan isterinya hidup rukun, namun di dalam hati, keduanya merasakan sesuatu kekecewaan, kehilangan sesuatu yang sepatutnya ada dalam kehidupan suami isteri. Tak seorang pun di luar mereka berdua maklum akan hal ini, kecuali Yo Han! Anak ini pun tidak tahu dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan dengan jelas, namun dia mengerti dan merasakan betapa suhunya kini seringkali duduk melamun, seringkali duduk sambil memandang jauh, dengan pikiran melayang-layang dan diam-diam dia merasa kasihan kepada gurunya. Anak yang berperasaan halus dan berotak cerdas ini dapat menduga bahwa gurunya tidak berbahagia! Perubahan itu baginya nampak sekali. Ketika gurunya masih hidup menyendiri, hidup berdua dengan dia dan dalam keadaan serba kekurangan merantau dengan bebas, gurunya nampak gembira selalu.

   

Kisah Pendekar Pulau Es Eps 20 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 24 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 41

Cari Blog Ini