Kisah Si Bangau Putih 32
Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 32
"Apakah orang tuamu dan para penghuni dusun, juga lurah calon mertuamu itu, tidak mencarimu?"
"Tentu mereka mencari, akan tetapi bagaimana mereka akan mampu melawan para penjahat kejam itu? Dan ternyata sampai kini, tidak ada yang datang menolongku kecuali engkau, Nona. Sayang engkau sendiri tertangkap...."
Dan gadis dusun itu menangis lagi.
"Sudah, jangan menangis. Selagi aku masih hidup, aku akan selalu berusaha untuk menyelamatkan diriku sendiri dan juga engkau. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi."
Biarpun mulutnya bicara demikian, namun kalau membayangkan apa yang mungkin terjadi,
Hong Li merasa jantungnya berdebar penuh ketegangan dan ketakutan, ia tahu bahwa tentu kepala penjahat itu akan menggauli ia dan gadis dusun itu dengan paksa! Kepala penjahat itu akan memperkosa mereka berdua, di atas pembaringan itu! Dan dalam keadaan tertotok dan terikat, bagaimana ia dapat membebaskan diri dan mencegah terjadinya penghinaan itu? Dari kamar itu, Hong Li dapat mendengar suara riuh rendah orang tertawa di ruangan depan. Mereka sedang berpesta pora, pikirnya. Dan kamar ini sama sekali tidak terjaga! Alangkah akan mudahnya membebaskan diri kalau saja ia tidak tertotok, terbelenggu lagi! Dan mereka berdua, ia dan gadis dusun itu, dalam keadaan tak berdaya, bugil dan tidak ada yang dapat menolong mereka! Tiba-tiba ia mendengar sesuatu di jendela, di luar jendela kamar itu.
"Sssttttt.... jangan menangis...."
Bisiknya kepada gadis itu yang masih tersedu-sedu.
"Jangan berisik....!"
Gadis dusun itu memaksa dirinya untuk berhenti menangis atau setidaknya berhenti mengeluarkan suara tangis. Perhatian Hong Li dicurahkan ke arah jendela kamar. Jelas ada gerakan orang di luar kamar, di luar jendela, disusul suara seorang laki-laki, berbisik namun terdengar jelas olehnya.
"Yo Han, cepat kau masuk ke dalam dan.... selimuti mereka...."
Hong Li merasa betapa jantungnya berdetak keras sekali, terasa benar di telinga dan tenggorokannya, seolah-olah jantungnya akan meledak! Yo Han! Anak itu....! Dan suara yang bicara itu.... siapa lagi kalau bukan Sin Hong yang bicara kepada Yo Han tadi? Terbelalak ia memandang ke arah jendela. Daun jendela tiba-tiba terbuka dan seorang pemuda kecil berusia kurang lebih sepuluh tahun, meloncati jendela itu dan masuk ke dalam kamar! Biarpun penerangan dalam kamar itu remang-remang, kemerahan karena lampu meja itu dikerudungi kertas merah, namun Hong Li masih mengenal Yo Han!
"Yo Han....!"
"Enci Hong Li.... jangan khawatir, Suhu datang menolong!"
Kata anak itu yang cepat menyambar sebuah selimut yang terlipat di sudut pembaringan lalu dia menyelimutkan selimut itu di atas tubuh Hong Li dan gadis dusun itu dari kaki sampai ke leher. Kemudian, Yo Han menoleh ke arah jendela dan berbisik,
"Suhu, sudah teecu selimuti....!"
Bayangan itu berkelebat cepat sekali melompati jendela. Sin Hong sudah berdiri di kamar itu! Hong Li memandang kepadanya, dan Sin Hong juga memandang kepada Hong Li. Dua pasang mata bertemu, bertaut dalam kemuraman kamar itu, dan perlahan-lahan dua buah mata yang bening dari Hong Li menjadi basah dan air matanya pun terurai keluar.
"Adik Hong Li....!"
"Sin Hong koko". eh, Susiok...."
Kecanggungan dan kegagapan Hong Li ini cukup sudah untuk membuyarkan keharuan dari batin kedua orang muda ini. Mereka memang dua orang muda yang tergembleng sehingga memiliki batin yang sudah kuat sekali sehingga keharuan itu hanya merupakan gelombang yang melewat begitu saja. Keduanya tersenyum. Seruan itu saja cukup bagi mereka, cukup jelas mengungkap isi hati mereka yang penuh kerinduan dan kemesraan satu kepada yang lain. Sin Hong lalu menghampiri Hong Li dan membebaskan totokan dengan menekan kedua pundak Hong Li. Seketika tubuh Hong Li dapat bergerak. Melihat belenggu rantai baja yang kuat itu, Sin Hong mencabut Cui-beng-kiam dan empat kali menggerakkan pedang pusaka itu, belenggu kaki tangan Hong Li terlepas. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara tertawa dari luar kamar,
"Ha-ha-ha, dua orang isteriku, pengantinku, bersiaplah kalian. Suamimu datang, ha-ha-ha!"
Mendengar ini, Sin Hong cepat berbisik,
"Hong Li, kau pura-pura masih terbelenggu dan tertotok....!"
Dan secepat kilat Sin Hong sudah menyambar tubuh muridnya, sekali meloncat sudah keluar dari dalam kamar melalui jendela dan menutupkan daun jendela, lalu mengintai dari luar. Daun pintu kamar terbuka dan masuklah seorang laki-laki berperut gendut berkepala botak yang pakaiannya serba merah. Diam-diam Hong Li memperhatikan pria itu dan biarpun ia tidak ingat lagi, namun ia merasa yakin bahwa tentu pria ini seorang bekas anak buah Ang I Mo-pang yang berhasil meloloskan diri dari pasukan pemerintah yang menyergap para pemberontak. Ang I Siauw-mo kembali tertawa bergelak melihat dua orang pengantinnya masih rebah terlentang di atas pembaringan, yang seorang di pinggir sana dan seorang lagi di pinggir sini. Tadi dia sudah membayangkan betapa nyamannya kalau dia rebah di tengah-tengah, di antara mereka berdua!
"Ha-na-ha, isteri-isteriku yang manis! Sabar menanti kedatangan suami kalian yang mencinta. Heh-heh-heh, para pelayan, itu sungguh sungkan, menutupi tubuh kalian yang mulus dengan selimut. Tunggulah, sayang, bersabarlah sedikit lagi, suamimu segera akan menemani kalian bersenang-senang, ha-ha-ha-ha-ha....!"
Dia lalu menghampiri pembaringan, agak terhuyung karena terlalu banyak minum.
Hong Li mencium bau arak dan ia hampir muntah, bukan hanya karena bau itu, melainkan karena muak menyaksikan tingkah laku orang berperut gendut berkepala botak ini. Seluruh urat syaraf di tubuhnya sudah meregang semua, tubuhnya dipenuhi hawa sin-kang seperti hendak meledak, akan tetapi ia menahan diri. Si gendut botak itu menyingkap selimut dan melihat dua tubuh telanjang bulat itu, dia menyeringai dan mulutnya mengeluarkan bunyi berdecak dan mengeluarkan air liur menetes di ujung bibirnya. Akan tetapi ketika dia mengulur tangan hendak meraba tubuh Hong Li, tiba-tiba saja wanita ini bergerak memukul dengan kedua tangannya, tangan kiri dengan pengerahan tenaga Hui-yang Sin-kang menghantam kepala botak itu, dan tangan kanan menonjok ke arah dada.
"Desss.... prokkk...."
Tubuh Ang I Siauw-mu terjengkang dan dia tidak sempat lagi mengeluarkan suara karena serangan yang amat dansyat itu telah membuat kepalanya pecah dan jantungnya tergetar rontok dan dia tewas seketika sebelum tubuhnya terbanting ke atas lantai! Hong Li cepat menyambar pakaiannya dan mengenakan pakaiannya, kemudian ia membebaskan totokan gadis dusun itu yang juga segera mengenakan pakaian dengan seluruh tubuh menggigil dan tangan gemetar, mulut menahan tangis saking takutnya. Sin Hong dan Yo Han melompat masuk ke dalam kamar melalui jendela.
"Yo Han, kau bawa Enci ini keluar dari sini dan tunggu kami di hutan belakang sarang ini. Kami akan membasmi gerombolan penjahat,"
Kata Sin Hong kepada muridnya.
"Baik, Suhu. Mari, Enci....!"
Katanya dan Yo Han menggandeng tangan gadis dusun itu yang tidak banyak tingkah lagi, menurut saja dituntun oleh Yo Han keluar dari dalam kamar melalui jendela dan mereka berdua menghilang di dalam kegelapan malam.
"Hong Li, mari kita hajar mereka!"
Kata Sin Hong sambil memandang wanita muda itu dengan sinar mata berseri. Hong Li mengangguk dan tersenyum pula. Setelah terbebas dari ancaman malapetaka dan kini sudah berpakaian lagi, apa pula,di situ ada Sin Hong di sampingnya, segala sesuatu berubah baginya dan kegembiraannya, kegairahan hidupnya, kembali pulih seperti dahulu.
"Mari, Hong-ko!"
Ia tidak ragu-ragu menyebut orang muda itu "kakanda", bukan paman guru! Sin Hong tersenyum dan dia lalu mencengkeram baju di punggung mayat Ang I Siauw-mo, dan keluar dari dalam kamar itu melalui pintu.
Para anak buah perampok itu masih berpesta pora mabuk-mabukan di ruangan tengah yang luas, di antara mereka terdapat pula Liok Cin dan isterinya, dan empat orang anggauta wanita. Tiba-tiba mereka semua dikejutkan oleh sebuah benda merah yang melayang dari luar dan benda itu jatuh terbanting ke atas meja, membuat mangkok piring berhamburan dan ketika mereka melihat bahwa benda merah itu adalah Ang I Siauwmo, ketua mereka, yang sudah tewas, dengan kepala pecah, tentu saja mereka semua terkejut bukan main. Pada saat itu, nampak dua sosok bayangan berkelebat dan gadis yang tadi ditawan dengan asap pembius dan akan dijadikan isteri oleh ketua mereka, kini telah berdiri di situ bersama seorang pria muda yang berpakaian serba putih! Hong Li yang sudah tidak sabar lagi lalu meloncat dan menyerang Liok Cin dan isterinya.
"Jahanam busuk, kalian tak layak hidup!"
Bentak Hong Li. Liok Cin dan isterinya terkejut bukan main. Mereka mencabut pedang dan berusaha melawan, akan tetapi gerakan mereka terlambat. Hong Li sudah mengirim tamparan-tamparan maut dengan kedua tangannya dan suami isteri jahat itu terpelanting, hanya sempat mengeluarkan keluhan pendek dan keduanya tewas dengan kepala retak-retak! Gegerlah keadaan di situ. Sin Hong dan Hong Li mengamuk. Biarpun keduanya hanya bertangan kosong, namun anak buah penjahat itu mana mungkin dapat menahan amukan mereka?
Tadinya, para penjahat itu masih mengandalkan jumlah banyak. Namun mereka kecelik karena dalam waktu singkat saja, separuh jumlah mereka sudah roboh dan tewas! Setiap kali tangan atau kaki Sin Hong dan Hong Li bergerak, tentu ada seorang yang roboh dan tewas. Melihat ini, sisa para penjahat melarikan diri dan tentu saja Sin Hong dan Hong Li tidak dapat merobohkan mereka semua karena mereka melarikan diri secara berpencaran. Namun, banyak yang dapat dikejar dan dirobohkan sehingga tidak kurang dari dua puluh orang penjahat malam itu roboh dan tewas di tangan dua orang pendekar yang sakti itu. Karena semua sisa penjahat sudah lari entah ke mana, Sin Hong dan Hong Li berdiri di ruangan yang penuh mayat itu, saling pandang sampai beberapa lamanya. Akhirnya, Hong Li menundukkan mukanya.
"Hong-ko.... terima kasih.... engkau telah menyelamatkan aku...."
"Aih, Li-moi, perlukah di antara kita berterima kasih? Saling tolong antara kita sudah menjadi keharusan, bukan? Apakah kalau engkau melihat aku berada dalam ancaman bahaya, engkau tidak akan mencoba untuk menolongku?"
"Tentu saja, dengan mempertaruhkan nyawaku, Hong-ko."
Sin Hong menelan ludah untuk menekan keharuan hatinya.
"Dan demikian pula aku, Li-moi. Nah, mari kita cari Yo Han."
Keduanya meninggalkan tempat yang tidak menyenangkan itu, di mana terdapat banyak mayat bergelimpangan. Tanpa saling mengetahui, mereka masing-masing merasa begitu gembira, begitu bahagia, begitu lengkap rasanya hidup! Yo Han menanti bersama gadis dusun itu di dalam hutan dan dia menyambut munculnya dua orang itu dengan gembira,
"Apakah mereka telah terbasmi semua, Suhu dan Enci Hong Li?"
"Ada sebagian yang berhasil melarikan diri,"
Kata Sin Hong. Hong Li memegang tangan gadis dusun itu.
"Sekarang mari kami antar kau pulang ke dusunmu."
Keluarga gadis itu menyambut kedatangan mereka pada keesokan harinya dengan tangis keharuan dan kegembiraan. Orang sedusun berduyun datang ketika mendengar bahwa gadis itu telah dapat diselamatkan orang, dan mereka ingin menjamu kepada Sin Hong dan Hong Li, juga Yo Han untuk menyatakan terima kasih, akan tetapi Sin Hong dan Hong Li menolak dan mereka segera berpamit, meninggalkan tempat itu.
"Enci Hong Li, bagaimana Enci sampai tertangkap oleh para penjahat itu? Enci hendak ke mana dan datang dari manakah?"
Tanya Yo Han ketika mereka menanti Sin Hong yang pergi berburu binatang hutan untuk mereka makan karena mereka sudah merasa lapar sekali. Mereka duduk di bawah pohon dan bercakap-cakap.
"Nanti dulu, Yo Han. Kau ceritakan dulu bagaimana engkau dan gurumu dapat datang tepat pada waktunya dan dapat menyelamatkan aku dan gadis dusun itu. Kalian dari manakah dan bagaimana bisa sampai di sarang penjahat itu?"
Hong Li balas bertanya karena ia pun ingin sekali mendengar tentang keadaan Sin Hong. Sejak pertemuan mereka di sarang penjahat, mengantarkan gadis dusun pulang ke rumahnya dan melakukan perjalanan bersama sampai di hutan itu di mana mereka merasa lapar dan Sin Hong pergi berburu binatang,
Mereka berdua tidak pernah saling menyinggung keadaan masing-masing semenjak pertemuan mereka yang terakhir kalinya, yaitu ketika Sin Hong bersama isterinya menjadi tamu dalam pesta pernikahan Hong Li dan Thio Hui Kong. Tentu saja di dalam hati meraka timbul pertanyaan besar dan keinginan tahu yang mendalam mengapa mereka, yang sudah beristeri dan bersuami, kini melakukan perjalanan bersama, tanpa isteri dan tanpa suami mereka. Akan tetapi, untuk bertanya, mereka merasa canggung dan malu, juga untuk menceritakan perceraian mereka, keduanya merasa sangat sungkan. Kini Yo Han berdua saja dengan Hong Li dan inilah kesempatan baik baginya untuk mencari tahu tentang keadaan Sin Hong. Sebaliknya, Sin Hong sengaja meninggalkan Yo Han berdua saja dengan Hong Li, tentu saja mengharapkan murid itu dapat menjadi "wakil"
Untuk bicara dengan Hong Li, dan hal ini dimengerti sepenuhnya oleh Yo Han, anak yang cerdik itu.
"Enci Hong Li, suhu dan aku sedang merantau. Sudah hampir setahun kami merantau berdua...."
"Ehhh? Bukankah kalian tinggal bersama keluarga isteri gurumu, di perguruan Ngo-heng Bu-koan di kota Lu-jiang?"
Yo Han menarik napas panjang, sengaja mengulur waktu dalam jawabannya untuk menambah kesan.
"Aihhh, agaknya Enci Hong Li belum tahu, ya? Suhu sudah lama sekali bercerai dari isterinya."
"Hehhh....? Bercerai....?"
Seruan Hong Li seperti sorakan, dan ia nampak terkejut sekali, akan tetapi tidak berduka.
"Mengapa?"
Otak di kepala yang belum dewasa itu bekerja dan Yo Han melihat kesempatan baik untuk "mendekatkan"
Dua orang yang dia tahu saling mencinta itu. Beberapa kali dia mendengar suhunya mengigau memanggil-manggil nama Hong Li dalam tidurnya!
"Enci Hong Li, apa yang kuceritakan ini rahasia, dan jangan sekali-kali diberitahukan suhu. Tentu aku akan mendapat marah besar kalau sampai aku membocorkan rahasia suhu."
"Baik, aku berjanji akan menyimpan rahasia itu. Ceritakanlah!"
"Begini, Enci Hong Li. Suhu sebetulnya terpaksa ketika menikah dengan Bhe Siang Cun itu. Suhu menyelamatkannya ketika ia akan diperkosa orang, dan suhu bahkan mengobatinya dari racun. Karena suhu pernah melihat ia telanjang, gadis itu mengancam akan membunuh diri kalau tidak dijodohkan dengan suhu karena ia merasa telah mendapat aib dan malu. Nah, terpaksa suhu menikah dengan wanita yang sama sekali tidak pernah dicintanya."
"Hemmm, jadi itukah sebabnya mengapa semalam dia tidak berani masuk menolong aku dan gadis dusun itu?"
"Benar, Enci Hong Li. Suhu tidak berani lagi melihat wanita telanjang, takut kalau terjadi lagi kawin paksa itu. Akan tetapi suhu bilang, andaikata Enci Hong Li sendiri saja yang berada di kamar itu, tidak bersama gadis dusun itu, tentu suhu akan langsung masuk!"
"Ehhh?"
"Tentu saja! Apa Enci tidak tahu ataukah pura-pura tidak tahu? Sejak dahulu, suhu hanya mencinta Enci seorang. Tidak ada wanita lain di dunia ini yang dicinta suhu kecuali Enci Hong Li!"
Sepasang mata itu terbelalak dan menatap wajah Yo Han dengan basah.
"Kau.... kau yakin benar akan hal itu?"
"Tentu saja, Enci. Suhu sendiri yang memberitahu kepadaku."
"Kalau begitu, kenapa dulu dia tidak melamarku?"
"Suhu ingin sekali, akan tetapi tidak berani, Enci. Suhu tidak mempunyai keluarga, tidak mempunyai guru lagi dan tidak ada walinya. Apalagi Enci adalah puteri suhengnya, dan suhu seorang yang miskin dan sebatangkara, suhu tidak berani...."
"Hemmm, sudahlah, teruskan ceritamu. Kenapa dia bercerai dengan isterinya?"
"Sudah kukatakan tadi, suhu tidak cinta kepada isterinya, juga isterinya tidak cinta kepada suhu. Isterinya hanya ingin dinikah untuk menebus rasa aib dan malu. Akhirnya, isterinya itu bertemu dengan bekas kekasihnya dan mereka berhubungan kembali. Suhu melihat ini, lalu mengalah, memberikan isterinya kepada orang yang dicinta isterinya, dan bercerai dan kami pun pergi merantau."
Hong Li termenung, pikirannya melayang jauh sekali.
"Enci...."
Hong Li terkejut dan kembali sadar dari lamunannya.
"Sekarang ceritakan bagaimana dapat datang ke sarang penjahat itu."
"Kami lewat dusun tempat tinggal gadis yang diculik. Suhu mendengar bahwa ada gadis diculik penjahat, maka suhu lalu melakukan penyelidikan dan akhirnya dapat menemukan sarang penjahat itu, sama sekali tidak pernah mimpi akan bertemu dengan Enci di sana. Nah, demikianlah ceritanya, Enci Hong Li. Sekarang, harap Enci suka menceritakan tentang diri Enci. Bagaimana Enci dapat berada di sarang penjahat itu, bahkan menjadi tawanan? Rasanya amat mustahil Enci sampai dapat tertawan oleh mereka, mengingat ilmu kepandaian Enci yang sangat tinggi!"
Hong Li menarik napas panjang.
"Aku tertipu, Yo Han."
Lalu ia menceritakan betapa ia hendak menyelidiki penjahat yang merampas lima ekor kerbau milik petani dusun, dan betapa ia tertipu oleh Liok Cin dan isterinya, anak buah penjahat sehingga ia terperangkap dan pingsan oleh asap pembius.
"Untung suhumu datang tepat pada waktunya, Yo Han. Aku berterima kasih sekali padanya."
"Tapi, Enci Hong Li. Bagaimana Enci melakukan perjalanan sendirian saja, tanpa.... ah, maaf, tanpa suami Enci Hong Li?"
Hong Li menundukkan mukanya yang berubah merah. Memang tidak sepantasnya kalau ia menceritakan perceraiannya kepada seorang bocah, akan tetapi bocah ini adalah murid Sin Hong dan tentu dia akan menyampaikannya kepada Sin Hong!
"Aku aku telah bercerai!"
"Wahhhhh....!"
Yo Han meloncat dan bersorak.
"Ihhh! Apa kau gila? Kenapa malah bersorak?"
Yo Han duduk kembali di atas rumput.
"Maaf, Enci. Aku bersorak karena heran. Kenapa sama benar dengan keadaan suhu? Maaf, dapatkah Enci menceritakan keadaan Enci, mengapa bercerai? Suhu tentu akan senang sekali mendengarnya."
Kembali wajah Hong Li menjadi merah, akan tetapi ia menekan perasaannya. Bagaimanapun juga, Yo Han ini masih kecil dan belum mengerti "urusan."
"Seperti juga suhumu, aku menikah tanpa rasa cinta. Setelah mendengar bahwa gurumu menikah, aku lalu dinikahkan dengan putera Jaksa Thio di Pao-teng. Akan tetapi, pernikahan itu gagal. Kami tidak saling cocok, dan akhirnya bercekcok terus dan aku minta cerai. Lalu aku melakukan perjalanan merantau untuk menghibur diri, sampai aku terperangkap oleh penjahat itu."
Yo Han mengangguk-angguk.
"Sungguh mati, sama benar nasib Enci dan nasib suhu. Agaknya suhu juga merasakan hal ini dalam batinnya, maka dia pernah mengatakan kepadaku bahwa suhu tidak akan menikah lagi kecuali dengan satu-satunya wanita yang dicintanya di dunia ini, yaitu Enci Hong Li. Dan suhu bilang bahwa...."
Yo Han diam dan menoleh ke sana-sini seolah-olah yang akan diucapkan itu rahasia besar dan dia takut terdengar orang lain.
"Dia bilang apa? Katakanlah, Yo Han!"
Hong Li tentu saja ingin tahu sekali dan mendesaknya.
"Suhu bilang bahwa suhu akan mencukur rambut kepalanya dan masuk menjadi hwesio kalau dalam tahun ini dia tidak dapat bertemu dan menjadi suami Enci Hong Li."
"Ahhh....!"
Hong Li tak dapat menahan perasaannya dan ia pun terisak menangis!
"Enci....! Kenapa.... kau menangis?"
Hong Li menghapus air matanya.
"Yo Han, katakan kepada suhumu.... jangan.... jangan dia menjadi hwesio...."
Yo Han mengangguk dan pada saat itu, Sin Hong muncul membawa seekor kijang yang sudah mati, dirobohkannya kijang itu dengan sambitan batu yang mengenai kepalanya. Hong Li sudah dapat menguasai dirinya lagi dan kini Hong Li dan Yo Han sibuk menguliti dan menyayat daging kijang.
"Aku akan mengumpulkan kayu bakar!"
Kata Sin Hong yang melangkah pergi.
"Mari kubantu, Suhu!"
Kata Yo Han sambil melompat dan lari mengejar, meninggalkan Hong Li seorang diri melanjutkan perjalanannya.
"Suhu, tadi teecu bicara dengan enci Hong Li."
Kata Yo Han sambil memunguti ranting-ranting kayu kering.
"Hemmm....?"
Sin Hong pura-pura tidak memperhatikan. Bagaimanapun juga, dia merasa malu untuk memperlihatkan perhatiannya terhadap Hong Li kepada muridnya yang cerdik itu.
"Tahukah Suhu bahwa enci Hong Li telah bercerai dari suaminya?"
"Brakkk....!"
Sebongkok kayu yang sudah dikumpulkan di tangannya, kini terlepas dan kayu kering itu jatuh ke depan kakinya.
"Ehhh? Benarkah....?"
Sin Hong cepat mengambil lagi kayu itu untuk menutupi kekagetan dan kegembiraannya mendengar berita itu. Yo Han tersenyum sendiri.
"Benar, Suhu. Enci Hong Li menikah karena desakan orang tua dan karena enci Hong Li mendengar Suhu sudah menikah dengan gadis lain. Akan tetapi karena pernikahan itu tanpa cinta, mereka hidup menderita, selalu cekcok dan akhirnya enci Hong Li minta cerai dari suaminya. Dan ia lalu pergi merantau untuk menghibur dirinya dan sampai bertemu dengan Suhu di sarang penjahat itu."
Yo Han menceritakan dan mengulang kembali apa yang didengarnya dari pura-pura tidak memperhatikan, namun Sin Hong membuka kedua telinganya lebar-lebar dan menangkap semua cerita muridnya, tidak ada sebuah kata pun terlewat.
Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah.... apakah ia tidak bilang bahwa ia akan menikah lagi?"
"Ia memang mengatakan isi hatinya itu, Suhu, akan tetapi itu rahasia! Teecu mana berani membuka rahasia hatinya kepada orang lain? Bukankah Suhu mengajarkan agar orang dapat menyimpan rahasia orang lain?"
"Hushhh! Aku bukan orang lain! Aku gurumu mengerti? Hayo katakan, aku perintahkan engkau untuk mengatakan, apa yang diucapkan oleh Hong Li kepadamu!"
Yo Han tersenyum dan berdiri tegak.
"Siap, Suhu! Enci Hong Li mengatakan bahwa ia hanya mencinta seorang pria saja di dunia ini, yaitu Suhu sendiri! Dulu ia menanti lamaran Suhu, akan tetapi Suhu malah menikah dengan wanita lain. Sekarang, ia hanya mengharapkan agar dipinang oleh Suhu. Ia hanya mau menikah dengan Suhu, tidak dengan orang lain dan katanya lagi...."
Yo Han berhenti dan memandang ke kanan kiri.
"Ya? Lalu bagaimana? Katakanlah, tidak ada orang lain yang mendengarkan di sini!"
"Kata enci Hong Li, kalau Suhu tidak meminangnya untuk menjadi isteri Suhu, kalau Suhu sampai berpisah lagi dengan enci Hong Li tanpa pinangan itu, maka enci Hong Li tidak akan pulang."
"Tidak pulang? Lalu ke mana?"
"Ia mau langsung saja pergi ke kuil dan mencukur gundul rambut kepalanya!"
"Mencukur kepalanya?"
"Ya, untuk menjadi nikouw (pendeta wanita)!"
"Ahhh....!"
Kembali kayu-kayu ranting itu terlepas dan runtuh.
"Kau kumpulkan dan bawa kayu ini kesana. Aku mau bicara dengan Hong Li!"
Dan Sin Hong berlari-lari meninggalkan muridnya! Yo Han berdiri dan tertawa-tawa seorang diri dengan penuh kebahagiaan lalu mengumpulkan kayu-kayu kering, tidak tergesa-gesa, bahkan berlambat-lambat! Sin Hong berlari seperti terbang dan dia mendapatkan Hong Li sudah selesai memotong-motong daging kijang. Melihat dia datang dengan tangan kosong, Hong Li membelalakkan kedua matanya.
"Eh, mana kayu keringnya?"
Tanyanya sambil tersenyum. Sin Hong berdiri terpesona. Betapa cantik jelitanya Hong Li, pikirnya, matanya yang lebar indah itu berseri, mulutnya menahan senyum.
"Hong Li.... aku.... aku mau bicara denganmu...."
Kata Sin Hong gagap sambil melangkah maju menghampiri. Hong Li bangkit berdiri.
"Tentu saja boleh, Hong-koko. Mau bicara apakah?"
Mereka berdiri berhadapan, dalam jarak dekat, saling pandang dan kembali dua pasang mata bertaut, melekat dan ada getaran aneh yang membuat dada mereka seperti diamuk badai.
"Li-moi, aku.... aku.... meminangmu untuk menjadi isteriku!"
Sepasang mata itu semakin terbelalak. Sungguhpun ucapan itu merupakan harapannya sejak dahulu, namun begitu tiba-tiba datangnya dan ia benar terkejut bukan main. Wajahnya berubah pucat, lalu menjadi merah sekali dan ia tidak tahu harus berkata apa.
"Li-moi, maafkan aku.... akan tetapi, aku.... aku cinta padamu, Li-moi, aku tidak tahan untuk hidup jauh darimu lagi. Aku.... aku ingin menjadi suamimu, selama hidup berada di sampingmu, kau.... kau.... sudikah kau menjadi isteriku, Hong Li....?"
Sepasang mata yang terbelalak lebar itu memandang wajah Sin Hong tanpa berkedip, lalu perlahan-lahan mata itu menjadi basah dan air matanya bercucuran. Hong Li menangis!
"Li-moi, kau.... kau menangis....?"
Sin Hong melangkah maju, akan tetapi tidak berani menyentuh, hatinya bingung sekali melihat wanita itu menangis. Hong Li mengangkat mukanya dan Sin Hong semakin heran. Muka itu seperti tersenyum bahagia. Akan tetapi air mata itu bercucuran!
"Hong-ko.... be.... benarkah engkau cinta padaku? Benarkah engkau ingin menjadi suamiku? Ahhh, Hong-ko....!"
Mereka saling rangkul dan dengan penuh kemesraan, penuh kasih sayang, penuh kerinduan yang sudah menahun, Sin Hong mengangkat muka itu, muka yang basah air mata dan dia pun menciumi muka itu, mengecup mata, hidung, mulut dengan sepenuh cinta hatinya. Tiada puasnya dia mencium muka Hong Li, bagaikan turunnya hujan setelah langit mendung gelap dan tebal, dan Hong Li menerimanya dengan pasrah, dengan bahagia, kadang-kadang membalas dengan malu-malu, bagaikan setangkai bunga yang menjadi segar tersiram air hujan. Setelah melepaskan kerinduan hati masing-masing, sampai kedua pasang kaki mereka gemetar. Sin Hong menarik tubuh kekasihnya itu, dipangkunya di atas rumput dan dengan sikap manja Hong Li menyandarkan mukanya di atas dada Sin Hong.
"Hong-koko....
"
"Hemmm.... ?"
"Kau.... kau jangan menjadi.... hwesio....!"
"Jadi hwesio?"
"Katanya, kalau aku tidak mau menjadi isterimu, engkau akan menjadi hwesio....?"
"Kata siapa?"
"Yo Han!"
"Hemmm, tidak, Sayang. Engkau sudah menerima pinanganku, bukan? Kalau engkau menolak, bukan hanya menjadi hwesio, bahkan aku menjadi gila. Dan engkau pun jangan masuk kuil mencukur rambutmu yang indah ini dan menjadi nikouw!"
"Eh? Siapa jadi nikouw?"
"Katanya, kalau aku tidak meminangmu, engkau akan mencukur rambutmu dan menjadi nikouw?"
"Siapa bilang?"
"Yo Han!"
Keduanya tertawa dan kembali mulut mereka saling bertemu dalam sebuah ciuman yang menumpahkan seluruh curahan kasih sayang dan kerinduan hati mereka. Baru terasa oleh mereka betapa selama ini mereka kehilangan kebahagiaan mereka, kehilangan orang yang mereka cinta dan rindukan. Yo Han datang perlahan-lahan. Melihat dia, Hong Li hendak menjauhkan diri dari kekasihnya, akan tetapi Sin Hong memeluknya makin erat, lalu memanggil,
"Yo Han ke sini kau!"
"Ya, Suhu "
Dengan sikap takut-takut Yo Han melangkah maju mendekat dan setelah menurunkan sebongkok besar kayu kering, dia lalu menghampiri gurunya dan menjatuhkan diri berlutut karena gurunya duduk di atas tanah berumput.
"Kau bocah pembohong besar!"
Sin Hong membentak.
"Apa yang telah kau katakan kepada Hong Li?"
"Mengatakan apa, Suhu?"
"Tentang menjadi hwesio!"
"Dan apa yang kau katakan kepada suhumu tentang menjadi nikouw, Yo Han?"
Hong Li juga bertanya. Yo Han menjadi bingung dan ketakutan. Lalu dia memberi hormat sambil berlutut.
"Teecu.... teecu minta maaf, teecu bersalah.... teecu siap dihukum...."
"Maju ke sini kau!"
Bentak Sin Hong. Yo Han merangkak maju dan setelah dekat, Sin Hong lalu merangkulnya. Juga Hong Li merangkulnya, bahkan mencium pipi anak itu. Keduanya tertawa-tawa sehingga Yo Han membelalakkan matanya dan ikut tertawa gembira.
"Kau.... kau anak nakal.... kami berterima kasih kepadamu, Yo Han. Biarlah aku yang mintakan ampun kepada suhumu untuk kesalahanmu."
Kata Hong Li. Yo Han memberi hormat.
"Terima kasih.... terima kasih, Subo!"
Disebut subo, Hong Li tertawa lagi dan ketiganya tertawa gembira.
"Aih, perutku lapar sekali!"
Sin Hong berkata.
"Aku juga!"
Kata Hong Li.
"Teecu juga!"
Sambung Yo Han dan mereka bertiga segera membuat api unggun untuk memanggang daging kijang. Api unggun bernyala dan berkobar, terang dan indah, seterang dan seindah masa depan mereka.
Sampai di sini, pengarang menghentikan Kisah Si Bangau Putih ini dengan harapan semoga dapat menghibur hati para pembacanya dan mengandung manfaat walau hanya sekelumit. Sampai jumpa di lain kisah!
T A M A T
Lereng Lawu, Juli, 1982.
Suling Naga Eps 38 Suling Naga Eps 36 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 24