Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 13


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 13



"Tadi aku membayanginya dan dia bermalam di hotel Tong-an, kamar nomor lima yang berada di bagian kiri.!

   "Baik, engkau jangan ikut-ikut. Malam ini akan kubereskan dia! Kukira itu satu-satunya jalan untuk membela kehormatan calon mantuku dan melenyapkan saingan untukmu. Nah, kau kembalilah ke rumah suhumu dan bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.!

   "Tapi, ayah....!! Tek Ciang yang merasa cemburu dan panas hatinya membantah karena sudah tertanam rasa tak senang bahkan benci terhadap diri Suma Hui yang mengecewakan hatinya.

   "Diam! Engkau harus mentaati perintahku. Ketahuilah bahwa aku melakukan semua ini demi masa depanmu sendiri, tahu?! Tek Ciang tidak berani merbantah lagi lalu kembalilah dia ke rumah keluarga Suma.

   Bagaimanapun juga Tek Ciang adalah seorang pemuda yang cerdik dan pandai menyembunyikan perasaan hatinya. Ketika sore hari itu Cin Liong datang dan diapun diundang untuk makan bersama, dia duduk semeja dengan Cin Liong dan Suma Hui menikmati masakan gadis itu dan biarpun Cin Liong dan Suma Hui menjaga sikap mereka sehingga tidak menonjolkan kemesraan di antara mereka, namun Tek Ciang merasa sekali adanya kemesraan itu di dalam pandang mata, senyum dan suara mereka. Tentu saja hatinya terasa panas membakar, namun dia menekannya dan diam saja. Akan tetapi begitu selesai makan, diapun berpamit dengan alasan untuk berlatih di dalam kamarnya.

   Cin Liong bercakap-cakap dengan Suma Hui. Dia mengatakan bahwa dia akan tinggal beberapa hari saja di Thian-cin, karena kedatangannya itu hanya untuk menyampaikan berita tentang akan datangnya orang tuanya ke Thian-cin untuk mengajukan pinangan. Mereka bercakap-cakap dengan santai dan tentu saja dengan mesra, seperti yang hanya dapat dirasakan oleh dua orang yang saling mencinta. Kekhawatiran yang timbul bahwa hubungan mereka akan ditentang oleh ayah gadis itu, dapat mereka lenyapkan dengan kebulatan tekad mereka bahwa apapun yang akan terjadi, mereka berdua akan menghadapinya bersama dan tidak ada apapun di dunia ini yang akan dapat menghalangi huhungan mereka dan niat mereka untuk menjadi suami isteri!

   Senja telah berganti malam ketika Cin Liong meninggalkan rumah kekasihnya. Bagaimanapun juga, dia dan Suma Hui masih menjaga anggapan orang luar yang kurang baik sehingga pemuda itu bermalam di rumah penginapan, dan diapun tidak berani terlalu malam bertamu walaupun hatinya merasa berat untuk meninggalkan kekasihnya. Dia berjalan menuju ke rumah penginapan Tong-an dengan mulut tersenyum dan hati penuh rasa bahagia.

   Biarpun usianya sudah dua puluh sembilan tahun, namun baru dua kali inilah Cin Liong jatuh cinta. Pertama kali, cintanya terhadap pendekar wanita Bu Ci Sian mengalami kegagalan karena cintanya tidak terbalas dan semenjak itu, dia tidak pernah mengalami jatuh cinta lagi sampai dia bertemu dengan Suma Hui. Maka, kebahagiaan yang terasa di hatinya membuat pemuda ini melenggang dengan senangnya, seperti seorang pemuda remaja mengalami cinta pertama saja.

   Cin Liong adalah seorang jenderal muda yang namanya sudah amat terkenal di kota raja, di antara perajurit dan perwira, juga terkenal di dunia sesat, di antara para datuk yang menganggapnya sebagai seorang pendekar muda yang amat lihai, putera dari Si Naga Sakti Gurun Pasir. Akan tetapi, rakyat tidak mengenalnya karena dia selalu pergi dengan pakaian preman, seperti seorang pemuda pelajar biasa. Hanya ketika memimpin pasukan sajalah dia berpakaian seragam seorang panglima. Kebiasaan berpakaian preman ini dilakukan karena memudahkan dia dalam tugasnya untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan rahasia.

   Itulah sebabnya, walaupun Thian-cin sebuah kota yang tidak jauh letaknya dari kota raja, akan tetapi ketika pemuda ini melenggang menuju ke hotelnya, tidak ada yang mengenalnya sebagai Jenderal Kao Cin Liong yang gagah perkasa itu. Demikian pula Louw Kam atau Louw-kauwsu bersama dua orang pembantunya yang sejak tadi membayanginya, sama sekali tidak tahu bahwa pemuda yang dibayangi dan hendak diserang itu adalah seorang panglima kerajaan yang ternama, putera Si Naga Sakti Gurun Pasir yang sakti. Andaikata Louw-kauwsu tahu akan hal ini, tentu dia akan menghitung sampai seribu kali sebelum dia berani menggunakan tindakan menyerang pemuda ini dan tentu akan menggunakan akal lain.

   Penyerangan itu dilakukan ketika Cin Liong tiba di lorong yang gelap dan sepi itu. Ketika ada tiga orang laki-laki menyerangnya dari belakang dan kanan kiri, mempergunakan golok dan pedang, Cin Liong cepat mengelak dan melompat ke depan, lalu membalikkan tubuhnya. Penyerangan gelap merupakan hal yang tidak aneh baginya, bahkan dia sudah hampir terbiasa oleh peristiwa seperti ini. Dia dalam tugasnya, sudah seringkali dia menghadapi penyerangan gelap yang dilakukan oleh pihak lawan. Orang-orang ini tentu kaki tangan pemberontak, atau mata-mata yang mengenalinya dan yang berusaha membunuhnya dengan jalan membokong. Diapun tidak merasa heran ketika melihat bahwa dia sama sekali tidak mengenal tiga orang ini.

   Sementara itu, melihat betapa serangan mereka yang pertama itu dengan mudah dapat dielakkan lawan, Louw-kauwsu merasa kaget dan juga penasaran sekali. Tadinya sudah dibayangkannya bahwa pemuda itu akan dapat dirobohkan dengan sekali serang saja. Maka diapun lalu membentak marah.

   "Penjahat cabul perusak anak gadis orang, rasakan pedangku!!

   Dan diapun sudah menyerang lagi dengan tusukan pedangnya ke arah dada Cin Liong.!Wirrr....!! Cin Liong mengelak lagi. Pemuda ini agak heran mendengar tuduhan orang. Biasanya, kalau dia diserang orang-orang secara menggelap, tentu ada hnbungannya dengan tugas dan kedudukannya sebagai panglima. Akan tetapi sekali ini dia diserang orang dengan tuduhan menjadi penjahat cabul perusak anak gadis orang! Tentu saja dia menjadi penasaran sekali.

   "Eh, nanti dulu, sobat. Kalian salah melihat orang!! bantahnya.

   Akan tetapi, dua orang pembantu Louw Kam sudah menyerangnya dari kanan kiri, menggunakan golok mereka. Serangan mereka itu jelas serangan untuk membunuh dengan gerakan yang cepat kuat dan keji sekali. Memang dua orang ini adalah pembunuh-pembunuh bayaran yang disewa oleh Louw Kam untuk membantunya membunuh pemuda yang dianggapnya menjadi penghalang dan pengacau besar itu.

   Karena menghadapi serangan maut, Cin Liong tidak tinggal diam lagi. Cepat tubuhnya berkelebat ke belakang dan pada saat dua batang golok itu menyambar, dia bergerak seperti kilat ke depan sambil menggerakkan kaki kiri dan tangan kanannya.

   "Bukkk! Dessss....!! Dua orang itu terpelanting, golok yang berada di tangan mereka terpental dan mereka mengaduh-aduh kesakitan. Yang seorang tertendang patah tulang lututnya, dan orang ke dua terkena tamparan dan patah-patah tulang pundaknya.

   Melihat ini, Louw Kam makin kaget dan juga makin penasaran. Dua orang pembantunya itu adalah pembunuh-pembunuh bayaran yang walaupun tidak memiliki ilmu silat terlalu tinggi, akan tetapi cukup dapat diandalkan. Siapa kira dalam segebrakan saja mereka sudah roboh dan tidak berdaya menghadapi pemuda yang tadinya dianggap sebagai makanan lunak itu.

   Karena sudah terlanjur, guru silat yang ambisius ini lalu menyerang lagi dengan pedangnya. Cin Liong dapat mengenal jurus ilmu silat yang baik, jauh lebih baik dan lebih tangguh dibandingkan dua orang pertama tadi, maka diapun dapat menduga bahwa tentu orang ke tiga inilah pemimpinnya. Dia cepat mengelak dan membiarkan tusukan itu lewat di samping tubuhnya dan dengan perlahan dia mendorong dengan tangan kirinya. Louw Kam tak dapat menahan hawa dorongan dahsyat itu dan diapun terjengkang!

   Akan tetapi, Louw Kam sudah meloncat bangun lagi. Dia menjadi nekat. Kini dia tahu bahwa pemuda itu bukan orang sembarangan. Diam-diam dia merasa menyesal mengapa hal ini tidak diselidiki lebih dahulu. Betapa bodohnya dia. Tentu saja seorang anggauta keluarga Pulau Es memiliki kepandaian yang tinggi! Kenekatan Louw Kam membuat dia dapat meloncat bangun dan segera menyerang lagi, kini menggunakan jurus-jurus dari ilmu silat Siauw-lim-pai. Biarpun baru diserang beberapa kali, Cin Liong sudah dapat mengenal dasar gerakan silat Siauw-lim-pai ini maka diapun mengelak lagi, merasa ragu menjatuhkan atau melukai lawan.

   "Nanti dulu, sobat. Bukankah engkau murid Siauw-lim-pai? Mengapa engkau menyerangku?!

   Makin jelaslah bagi Louw-kamsu bahwa pemuda ini benar-benar seorang ahli silat yang pandai sehingga dalam beberapa jurus saja sudah mengenal dasar ilmu silatnya. Dia merasa makin menyesal akan tetapi tentu saja dia tidak dapat berterus terang. Terus terang sama saja artinya dengan membongkar rahasianya. Jalan satu-situnya hanyalah membunuh orang ini. Dia menyerang lagi tanpa menjawab dan kini dia menyerang sambil mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Pedangnya berdesing dan mengeluarkan sinar ketika menyambar ke depan, dibarengi bentakannya yang nyaring.

   Cin Liong menjadi marah. Diapun tahu bahwa murid-murid Siauw-lim-pai ada pula yang murtad, di antaranya adalah mendiang Kaisar Yung Ceng scndiri. Maka tentu orang di depannya ini juga seorang murid Siauw-lim-pai yang murtad, atau bukan murid Siauw-lim-pai yang mencuri ilmu perguruan silat itu. Dia harus dapat membongkar rahasia penyerangan ini dan untuk itu, dia tidak akan membunuh lawannya.

   "Bressss....!! Serangan Louw Kam disambut oleh Cin Liong dengan sebuah tendangan kilat yang amat dahsyat dan membuat tubuh guru silat itu terlempar sampai empat meter jauhnya dan terbanting ke atas tanah. Diam-diam guru silat itu merasa terkejut bukan main. Kalau bukan seorang sakti, mana mungkin menghadapi serangan pedangnya tadi dengan tendangan yang membuatnya terlempar?

   Dia merasa sakit pada iganya, maklum bahwa ada tulang iganya yang patah. Akan tetapi, tidak ada jalan lain baginya. Menyerah dan mengaku berarti akan mencelakakan namanya dan nama puteranya. Kalau sampai terdengar oleh Suma Kian Lee bahwa dia mengajak dua orang pembunuh bayaran berusaha membunuh cucu keponakan pendekar itu, sungguh dia tidak berani membayangkan apa yang akan menjadi akibatnya sehubungan dengan rencana perjodohan antara puteranya dan puteri pendekar sakti itu!

   Satu-satunya jalan hanyalah melawan dan berusaha sedapat mungkin untuk membunuh pemuda ini. Dua orang kawannya sudah dapat bangkit kembali dan mereka kini sudah maju pula, biarpun dengan terpincang-pincang. Ternyata dua orang pembunuh bayaran itu juga memegang teguh janji mereka dan biarpun mereka sudah terluka, melihat betapa Louw-kauwsu melawan terus, merekapun mencoba untuk membantunya

   Diam-diam Cin Liong merasa heran dan juga penasaran. Dia sudah menghajar orang-orang ini, akan tetapi mereka nekat terus. Apakah yang menyebabkan mereka begini nekat dan membencinya? Tentu ada sebabnya, dan mungkin juga hanya suatu kesalahpahaman belaka. Maka, ketika mereka menerjang lagi, diapun cepat bergerak dan mendorong mereka sampai mereka terlempar jauh ke belakang.

   Sekali ini, dua orang pembantu Louw Kam tidak dapat bangkit kembali, hanya mengaduh-aduh saja. Louw Kam sendiri mengalami patah tulang pundak kirinya dan dia maklum bahwa melawan terus tidak ada artinya. Pemuda itu sungguh terlampau kuat untuk dilawan olehnya. Dan dia tahu bahwa pemuda itu agaknya hendak menangkapnya dan hendak memaksanya mengaku mengapa dia dan dua orang temannya melakukan serangan-serangan tanpa alasan.

   Hal ini membuat Louw Kam menjadi bingung sekali. Akan tetapi tiba-tiba dia memperoleh jalan terbaik untuk menolong nama puteranya dan juga untuk menjatuhkan fitnah buruk terhadap pemuda yang menjadi penghalang kebahagiaan puteranya ini. Melihat betapa kedua orang temannya menggeletak tidak jauh dari tempat dia roboh, cepat dia menggerakkan pedangnya. Dua kali dia menusuk dan pedangnya menembus jantung dua orang pembantunya itu. Darah muncrat dan mereka berkelojotan sekarat.

   "Heiiii!! Cin Liong berseru kaget bukan main melihat perbuatan laki-laki murid Siauw-lim-pai itu. Dia melihat orang itu meloncat dan melarikan diri. Tentu saja dia tidak mau membiarkan orang itu lari.

   "Tunggu dulu, jangan lari!! bentaknya dan dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah dapat menyusul. Akan tetapi, tiba-tiba Louw Kam membalik dan menggunakan pedang di tangannya menggorok leher sendiri.

   "Celaka....!! Cin Liong berteriak dan cepat kakinya menendang lengan yang memegang pedang. Namun karena perbuatan guru silat itu sama sekali tidak pernah diduganya, biarpun tendangan itu tepat mengenai lengan dan pedang itu terlempar, akan tetapi leher orang she Louw itu sudah tergorok hampir putus dan tubuh Louw Kam berkelojotan lalu tewas tak lama kemudian!

   Sejenak Cin Liong termenung, memandangi tiga mayat itu dengan hati sedih. Banyak orang jahat memusuhinya, akan tetapi setiap kali dia merobohkan lawan, tentu dia mengenal siapa lawan itu dan apa sebabnya lawan menyerangnya. Akan tetapi, tiga orang ini menyerangnya tanpa alasan dan mereka mati bukan di tangannya. Mengapa mereka begitu nekat? Mengapa pemimpin mereka itu sampai tega membunuh kawan-kawan sendiri kemudian membunuh diri?

   Hanya satu jawaban, yakni bahwa orang itu tentu menyimpan rahasia dan tidak ingin diketahui rahasianya, tidak ingin dikenal dan lebih baik mati daripada menyerah dan tertangkap! Cin Liong lalu pergi mengunjungi perwira yang menjadi komandan keamanan di kota Thian-cin. Ketika Cin Liong malam-malam datang ke rumah komandan ini dan memperkenalkan diri, tentu saja komandan itu terkejut sekali dan dengan gugup melakukan penyambutan atas kedatangan Jenderal Kao Cin Liong, panglima muda yang amat terkenal dan yang datang dengan pakaian preman itu.

   Cin Liong menceritakan tentang penyerangan tiga orang itu.

   "Harap ciangkun suka melakukan penyelidikan, siapakah mereka itu dan mengapa pula mereka menyerangku mati-matian. Besok kutunggu laporanmu di hotel Tong-an.!

   Coa-ciangkun, komandan itu, mengangguk-angguk.

   "Baik, Kao-goanswe, akan saya laporkan besok. Akan tetapi, apakah Kao-goanswe sebaiknya tidak bermalam saja di rumah kami? Daripada di rumah penginapan umum itu....!

   Akan tetapi Cin Liong menggoyang tangan.

   "Engkau tahu, aku lebih suka menyamar dan melakukan perjalanan dengan diam-diam untuk dapat melakukan pengamatan dan penyelidikan dengan mudah. Jangan beritakan tentang kehadiranku di kota ini.!

   Biarpun kehadiran jenderal muda itu dirahasiakan sehingga tidak ada yang tahu, namun peristiwa itu diketahui umum dan menggegerkan kota Thian-cin. Louw Kam yang dikenal sebagai Louw-kauwsu, bersama dua orang yang dikenal sebagai pembunuh-pembunuh bayaran, telah tewas di tepi jalan tanpa diketahui siapa pembunuhnya! Tentu saja Tek Ciang menjadi terkejut sekali dan pemuda ini menangisi jenazah ayahnya. Hanya dialah seorang yang tahu benar mengapa ayahnya tewas dan dia dapat menduga siapa pembunuh ayahnya itu. Akan tetapi, dia tidak dapat membuka mulut mengatakan kepada siapapun juga karena hal itu akan membuka rahasia ayahnya yang hendak membunuh Cin Liong dan juga membuka rahasia dirinya sendiri.

   "Ayah, aku bersumpah untuk membalaskan kematian ayah kepada Kao Cin Liong itu, apapun jalannya!! Begitulah dia berbisik dalam hati ketika dia menyembahyangi peti mati ayahnya. Suma Hui yang mendengar berita itupun terkejut sekali dan dara ini menyatakan duka citanya atas malapetaka yang menimpa diri ayah suhengnya. Karena orang tuanya tidak berada di rumah, ia pun mewakili mereka untuk datang melayat dan bersembahyang di depan peti mati guru silat Louw Kam. Dara ini tidak tahu betapa selagi ia bersembahyang, sepasang mata Tek Ciang memandangnya dengan penuh dendam dan kemarahan yang ditahan-tahan.

   Sementara itu, pada keesokan harinya Cin Liong menerima laporan dari komandan Coa mengenai tiga orang itu. Akan tetapi, laporan itu hanya menjelaskan siapa adanya mereka.

   "Kami tidak dapat mengetahui mengapa mereka itu menyerang paduka,! demikian kata komandan Coa.

   "Louw Kam adalah seorang duda, pekerjaannya guru silat, seorang murid Siauw-lim-pai yang belum pernah melakukan kejahatan.

   Sedangkan dua orang itu adalah dua orang pembunuh bayaran dan siapapun akan mereka serang dan bunuh asalkan mereka diberi uang. Louw-kauwsu sudah tewas, kami tidak dapat mencari keterangan mengapa dia minta bantuan dua orang penjahat itu untuk menghadang dan menyerang paduka. Putera tunggalnya juga tidak tahu, apalagi karena sudah beberapa bulan ini putera tunggalnya tinggal bersama Suma-taihiap....!

   "Suma-taihiap?! Cin Liong bertanya kaget.

   "Suma-taihiap siapa?!

   "Pendekar Suma Kian Lee. Kabarnya, putera Louw-kauwsu itu menjadi murid Suma-taihiap dan memang ada jalinan persahabatan antara Suma-taihap dan Louw-kauwsu.!

   "Ahhh....!! Cin Liong tidak bertanya lagi dan mengucapkan terima kasih. Kemudian pergilah dia bergegas ke rumah Suma Hui.

   Gadis itu menyambutnya dengan berita yang mengejutkan itu.

   "Cin Liong, telah terjadi malapetaka hebat. Ayah Louw-suheng tewas terbunuh orang!!

   Akan tetapi, bukan Cin Liong yang terbelalak kaget, sebaliknya malah Suma Hui yang memandang dengan mata terbelalak melihat kekasihnya itu tenang saja, bahkan menjawab.

   "Aku sudah tahu, Hui-moi, karena orang itu adalah aku sendiri.!

   "Apa.... apa maksudmu....?!

   Cin Liong menyambar tangan kekasihnya yang terasa agak dingin itu dan menariknya masuk ke dalam rumah.

   "Mari kita bicara di dalam.!

   Setelah mereka berada di dalam rumah, Cin Liong lalu menceritakan semua pengalamannya malam tadi sudah meninggalkan rumah kekasihnya.

   "Aku berusaha untuk mengetahui sebab-sebab mengapa mereka menyerangku kalang-kabut tanpa alasan, dan aku sudah berhati-hati agar tidak sampai membunuh mereka. Maka aku hanya merobohkan mereka dengan mematahkan tulang pundak saja. Siapa kira, orang itu membunuh kedua orang temannya dengan tusukan pedang, kemudian melarikan diri. Ketika aku mengejarnya, tiba-tiba dia menggorok leher sendiri. Aku menyesal tidak dapat mencegah kenekatannya itu. Komandan Coa yang kuperintahkan menyelidiki, juga tidak dapat menerangkan mengapa guru silat Louw itu hendak membunuhku.!

   Suma Hui merasa demikian kaget dan heran sehingga tak dapat berkata-kata sampai beberapa lamanya. Kemudian ia menarik napas panjang.

   "Sungguh mati kejadian itu amat aneh dan sukar dipercaya. Ketika komandan Coa itu datang dan bertanya kepada Louw-suheng pagi tadi, akupun berada di sana melayat. Louw-suheng tidak dapat memberi keterangan apa-apa, karena diapun sama sekali tidak tahu dan sudah empat bulan selalu berada di rumah ini.!

   Cin Liong mengangguk akan tetapi alisnya berkerut karena dia ingat betapa siang hari kemarin, Tek Ciang membayanginya dari rumah ini sampai ke rumah penginapan! Ada sesuatu yang aneh pada sikap pemuda itu, pikirnya.

   "Aku ingin dapat bicara dengan Louw Tek Ciang. Bagaimanapun juga, aku ingin mengetahui apa sebabnya ayahnya yang sama sekali tidak kenal denganku itu demikian membenciku dan ingin membunuhku, sampai ditebus dengan nyawanya sendiri. Tentu ada sebab-sebab yang amat penting di balik perbuatannya itu dan agaknya, tidak mungkin kalau puteranya tidak tahu.!

   Suma Hui memandang khawatir.

   "Akan tetapi, suheng tidak tahu bahwa yang menyebabkan kematian ayahnya adalah engkau! Perlukah hal itu diberitahukan kepadanya?!

   Cin Liong tersenyum dan memandang wajah kekasihnya, lalu memegang tangannya.

   "Hui-moi, kenapa engkau? Bukankah itu sudah seharusnya? Seorang gagah tidak akan memyembunyikan semua perbuatannya, bahkan berani bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Guru silat she Louw itu tewas bukan oleh tanganku, melainkan membunuh diri karena tidak mau kutangkap. Dan serangan-serangan itupun dimulai dari pihaknya terhadap diriku tanpa alasan. Betapapun pahitnya, Louw Tek Ciang harus berani menghadapi kenyataan ini, dan kalau dia menganggap aku sebagai pembunuh ayahnya dan mendendam, dia bukan seorang gagah dan tidak patut menjadi suhengmu!!

   Suma Hui sadar dan iapun mencengkeram tangan kekasihnya.

   "Engkau benar, Cin Liong, engkau benar dan memang seharusnya hal ini dibicarakan dengan terus terang kepadanya. Aku sungguh merasa heran sekali. Ayahnya adalah sahabat baik ayahku. Agaknya ayahku tidak akan keliru memilih sahabat.!

   "Akupun sudah mendengar pelaporan Coa-ciangkun bahwa Louw-kauwsu belum pernah melakukan kejahatan. Hal ini membuat aku semakin tertarik dan ingin tahu apa sesungguhnya yang menjadi sebab sehingga dia membenciku. Apakah dia telah tersesat menjadi kaki tangan pemberontak? Dan ada satu hal lagi yang amat mengganggu pikiranku. Sebelum roboh dan sebelum membunuh diri, orang itu pernah memakiku sebagai seorang penjahat cabul perusak gadis orang!!

   "Ehhh....?! Suma Hui mengerutkan alisnya, menjadi makin heran dan tidak mengerti. Kekasihnya dimaki penjahat cabul perusak anak gadis orang? Sungguh aneh, lucu dan membuat orang menjadi penasaran! Kekasihnya seorang jenderal muda, seorang panglima yang terhormat, seorang pendekar sakti yaug berilmu tinggi dan gagah perkasa!

   "Itulah sebabnya yang mendorongku untuk bicara dengan Tek Ciang. Mungkin dia dapat membantu memecahkan persoalan yang membingungkan ini.!

   Terpaksa Cin Liong menunggu sampai upacara pemakaman jenazah Louw Kam selesai dan diapun memperpanjang tinggalnya di Thian-cin selama beberapa hari lagi. Setelah penguburan selesai dan Tek Ciang kembali ke rumah suhunya dengan pakaian berkabung, Cin Liong datang menemuinya dengan perantaraan Suma Hui. Wajar Tek Ciang masih pucat ketika dia duduk berhadapan dengan Cin Liong dan Suma Hui.

   "Louw-suheng, Cin Liong ingin bicara dengan jujur dan terbuka denganmu mengenai ayahmu,! Suma Hui memulai dengan percakapan yang amat tidak enak itu.

   Tek Ciang mengangkat mukanya yang agak pucat, sejenak memandang kepada Cin Liong, kemudian menoleh kepada Suma Hui.

   "Sumoi, apa lagi yang dapat dibicarakan? Ayahku telah meninggal....! suaranya gemetar dan matanya menjadi merah.

   "Louw-susiok,! kata Cin Liong dengan sikap tenang. Dia tetap menyebut susiok untuk menghormati Suma Kian Lee biarpun kekasihnya sudah menegurnya akan hal itu.

   "Apakah engkau tahu bagaimana meninggalnya ayahmu?!

   Tek Ciang memandang dan matanya mengandung kemarahan dan dendam.

   "Dia dibunuh penjahat, apa lagi yang perlu diketahui? Kalau aku dapat mengetahui siapa penjahat itu....!! Pemuda ini mengepal tinjunya dan pandang matanya menjadi beringas. Tentu saja hati Suma Hui menjadi semakin tidak enak. Kalau saja bukan kekasihnya yang menghadapi urusan ini, tentu ia lebih baik pergi saja dan tidak usah menjadi saksi dalam perkara yang tidak enak ini.

   "Susiok, ayahmu sama sekali tidak dibunuh penjahat. Ayahmu telah membunuh dirinya sendiri dengan menggorokkan pedangnya sendiri ke lehernya.!

   Tek Ciang bangkit berdiri dan memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

   "Bagaimana engkau bisa tahu?!

   "Karena akulah orangnya yang kau namakan penjahat tadi.!

   Wajah itu semakin pucat dan matanya semakin terbelalak.

   "Kau.... kau....? Kau pembunuh ayahku!! Dan pemuda itu sudah mengepal kedua tinjunya. Dia tentu sudah menyerang Cin Liong kalau saja Suma Hui tidak cepat berteriak menegurnya.

   "Suheng, tenang dan duduklah lagi!!

   Tek Ciang menoleh kepada sumonya, lalu menjatuhkan diri duduk kembali, menggunakan kedua tangan menutupi mukanya.

   "Maaf, Louw-susiok, kalau aku mengejutkan dan mengguncangkan hatimu. Akan tetapi, engkau sebagai puteranya harus mendengarkan peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Akulah orangnya yang diserang oleh ayahmu tanpa sebab. Kemudian ayahmu menggunakan pedangnya membunuh dua orang temannya sebelum dia membunuh diri dengan pedangnya pula.!

   "Aku sudah mendengar akan kematian ayah!! Tek Ciang memotong, menurunkan kedua tangannya dan wajahnya kini merah sekali, kedua pipinya basah air mata.

   "Kedua orang itu adalah penjahat atau dikenal sebagai orang jahat. Mungkin saja ayah membunuh mereka, kemudian ayah dibunuh orang yang lebih kuat!!

   "Suheng! Cin Liong sudah mengatakan dengan terus terang. Ayahmu membunuh diri sendiri dengan pedangnya setelah membunuh dua orang itu. Keterangan Cin Liong dapat kau percaya sepenuhnya. Akulah yang menanggung bahwa keterangannya itu benar dan tidak bohong.!

   Sejenak Tek Ciang menentang pandang mata sumoiny-a, kemudian menunduk sambil berkata penasaran.

   "Akan tetapi ayah adalah seorang yang baik. Sungguh tak masuk di akal kalau dia membunuh dua orang yang dikatakan temannya sendiri kemudian dia membunuh diri.!

   "Untuk hal itu ada penjelasannya. Harap kau suka dengarkan semua ceritaku, susiok, kemudian kau coba memberi penafsiran mengapa ayahmu berbuat demikian. Kemarin malam, ketika aku pulang dari sini dan tiba di lorong sunyi dan gelap, tiba-tiba ada tiga orang menyerangku. Dua orang menggunakan golok dan seorang, yaitu ayahmu, menggunakan pedang. Aku mengelak dan berusaha bertanya, mengatakan bahwa mungkin mereka salah mengenal orang. Akan tetapi mereka bertiga terus mendesakku dan mengirim serangan bertubi-tubi yang berbahaya. Terpaksa aku menyerang dan membalas. Aku bermaksud merobohkan dan menangkap mereka hidup-hidup karena aku ingin tahu mengapa mereka menyerangku dan siapa pula adanya mereka. Akhirnya aku dapat merobohkan dua orang pemegang golok yang rendah ilmu silatnya. Aku dapat mengenal jurus-jurus ilmu silat Siauw-lim-pai yang dimainkan ayahmu sehingga aku menjadi semakin heran karena Siauw-lim-pai adalah perkumpulan para pendekar yang menjadi sahabat-sahabatku. Beberapa kali aku membuat ayahmu tak berdaya dan roboh tanpa melukainya terlalu berat. Tiba-tiba saja ayahmu menusukkan pedangnya, membunuh kedua orang pengeroyok yang telah roboh terluka itu tanpa aku sempat menduganya, dan dia melarikan diri. Aku mengejarnya dan dia lalu menggorok leher sendiri. Sayang aku tidak sempat mencegahnya. Nah, demikianlah kejadian yang sebenarnya, Louw-susiok. Sekarang, setelah engkau mendengar semua itu, dapatkah engkau mengetahui atau menduga apa yang menyebabkan ayahmu marah dan membenciku, lalu menyerang dan hendak membunuhku?!

   Sebetulnya, tanpa mendengarkan cerita itupun Tek Ciang sudah dapat menduga apa yang telah terjadi. Dia merasa berduka sekali akan kematian ayahnya, dan merasa menyesal bahwa ayahnya telah mengorbankan diri dan nyawa untuknya. Biarpun dia suka menjadi murid Suma Kian Lee, dan lebih senang lagi menjadi calon suami Suma Hui, akan tetapi kalau harus mengorbankan nyawa ayahnya, sungguh dia tidak rela! Dan kini, melihat orang yang menyebabkan kematian ayahnya berada di depannya, bahkan menjadi saingannya dan agaknya akan menjadi penghalang perjodohannya dengan Suma Hui, bagaimana dia tidak akan membencinya setengah mati?

   Pertanyaan Cin Liong tak dapat dijawabnya dan dia menggeleng kepala.

   "Aku tidak tahu mengapa ayah berbuat demikian, yang kutahu benar adalah bahwa ayah seorang guru silat yang baik dan menjadi sahabat baik dari suhu.!

   Dengan ucapan itu dia hendak mengingatkan Suma Hui bahwa ayahnya adalah sahabat ayah gadis itu dan bahwa ayahnya orang baik, maka kenyataan ini dapat dipakai untuk menyudutkan pemuda itu, sebagai peringatan bahwa kalau ayahnya baik sampai terbunuh, kemungkinan besar pemuda itulah yang jahat!

   Mendengar jawaban itu, Cin Liong lalu mempergunakan pegangannya yang terakhir.

   "Dengarlah, Louw-susiok. Sebelum ayahmu meninggal, dia pernah memaki aku sebagai penjahat cabul perusak anak gadis orang. Nah, apakah ucapan ayahmu itu tidak mengingatkan engkau akan sesuatu? Barangkali ayahmu bermusuhan dengan seseorang? Ataukah engkau mengenal seorang penjahat cabul yang dimusuhi ayahmu, seorang penjahat yang suka merusak wanita dan membuat ayahmu marah dan mendendam kepadanya?!

   "Ahhh....! Itukah sebabnya?! Kini Tek Ciang bangkit berdiri lagi dan menggebrak meja di depannya.

   "Aku ingat sekarang! Memang dalam pertemuan terakhir, beberapa hari yang lalu, ayah pernah bercerita bahwa di kota ini terdapat seorang penjahat cabul, seorang jai-hwa-cat dan ketika bertemu denganmu.... hemmm, Kau Cin Liong, mengapa ayahku memakimu penjahat cabul? Siapa tahu penjahat cabul yang berkeliaran di kota ini adalah engkau?!

   "Suheng, jangan menuduh sembarangan!! Tiba-tiba Suma Hui membentak suhengnya dengan muka merah karena marah.

   Akan tetapi Cin Liong hanya tersenyum "Maafkan dia, Hui-moi. Dia terdorong oleh perasaan dendam dan duka.!

   "Louw-suheng, buang jauh-jauh pikiran yang tidak sehat itu. Engkau belum mengenal siapa adanya Kao Cin Liong. Ketahuilah bahwa dia ini adalah Jenderal Muda Kao Cin Liong, panglima muda di kota raja yang menjadi kepercayaan sri baginda kaisar, berkedudukan tinggi dan diapun putera tunggal dari pendekar sakti Si Naga Sakti Gurun Pasir. Nah, apakah engkau masih mempunyai kecurigaan bahwa dia adalah seorang penjahat cabul?!

   Pemuda itu duduk bengong, mulutnya ternganga dan matanya terbelalak. Tahulah dia bahwa dia dan ayahnya telah menghantam batu karang! Siapa yang mengira bahwa pemuda ini adalah seorang panglima kota raja dan bahkan putera pendekar sakti yang amat ditakuti semua orang itu? Ayahnya tentu saja bukan lawan pemuda ini dan tidak heran kalau ayahnya membunuh diri karena khawatir tertawan kemudian terbuka rahasianya.

   "Ahhh....!! keluhnya lirih.

   "Maafkan, aku tidak menuduh siapa-siapa akan tetapi agaknya ayah menyangka engkau penjahat itu.!

   Cin Liong mengangguk-angguk.

   "Hanya itulah satu-satunya kemungkinan yang ada. Mungkin memang ada penjahat cabul berkeliaran dan ayahmu belum mengenal mukanya, lalu menyangka aku, atau memang ada kemiripan wajah antara penjahat itu dan aku atau....! Cin Liong berhenti.

   "Atau kemungkinan apa lagi?! Suma Hui mendesak.

   "Tidak ada lagi,! kata Cin Liong menahan diri karena dia tadi teringat akan sikap aneh Tek Ciang yang membayangi kemarin.

   "Bagaimanapun juga, penjahat cabul itulah yang menjadi biang keladi kematian ayah!! teriak Tek Ciang.

   "Aku takkan tinggal diam dan setiap malam aku akan mencoba melanjutkan usaha ayah, mencari jejaknya.!

   Suma Hui dan Cin Liong tak dapat mencegah dan pemuda itu memang benar-benar setiap malam keluar rumah dan baru pada pagi harinya pulang dengan wajah pucat dan tubuh lesu. Tek Ciang melakukan hal ini sama sekali bukan karena dia percaya adanya penjahat cabul yang berkeliaran, melainkan hal itu dilakukan karena kecerdikannya. Dia tahu bahwa penjahat cabul itu tidak ada dan bahwa ayahnya memaki Cin Liong saking marahnya melihat Cin Liong sebagai penghalang perjodohannya dengan Suma Hui.

   Cin Lionglah yang dimaki ayahnya sebagai penjahat cabul yang hendak merusak Suma Hui! Akan tetapi, untuk mempertebal kesan di hati Suma Hui dan Cin Liong bahwa memang ayahnya tidak punya rahasia lain lagi dan bahwa benar ada penjahat cabul, maka diapun berpura-pura mencari penjahat cabul itu setiap malam!

   Sebenarnya, ke manakah perginya pemuda ini setiap malam? Dia pergi ke tempat sunyi di luar kota Thian-cin, di dalam sebuah kuil tua yang sudah tidak terpakai lagi dan duduk melamun sampai kantuk membuatnya tertidur di tempat itu pula. Pada malam ke tiga, selagi dia duduk melamun, dia mendengar suara orang berdehem di bagian belakang kuil. Tek Ciang terkejut sekali.

   Akan tetapi dia bukanlah seorang penakut, apalagi setelah dia merasa menjadi murid pendekar sakti Suma Kian Lee. Dia melompat berdiri dan cepat menuju ke ruangan belakang. Sinar bulan memasuki ruangan itu dari atap yang sebagian besar telah berlubang dan rusak. Dan di bagian belakang kuil itu, di ruangan sembahyang yang lantainya sudah disapu bersih, dia melihat seorang laki-laki duduk bersila!

   Diam-diam dia merasa heran bukan main. Kapan datangnya orang ini dan kalau baru saja datang, mengapa dia tidak mendengar kedatangannya? Laki-laki itu berusia lima puluh tahun lebih namun masih nampak ganteng dan pakaiannya juga rapi dan serba baru. Di dekatnya terdapat sebatang dupa yang mengepul dan bau harum aneh kini tercium oleh Tek Ciang.

   Agaknya angin datang dari arah depan kuil sehingga asap hio wangi itu terbang ke arah belakang. Kalau terjadi sebaliknya, tentu sejak tadi dia mencium bau harum ini karena dupa itu telah terbakar setengahnya lebih. Dan di sebelah kanannya terdapat pula sebuah karung besar terbuat dari sutera yang isinya entah apa akan tetapi besarnya sama dengan tubuh seorang manusia.

   "Siapakah engkau....?! Dengan memberanikan diri Tek Ciang menegur.

   Laki-laki yang tadinya bersila sambil memejamkan matanya itu kini membuka mata memandang lalu tersenyum.

   "Engkau hendak mencari seorang pemetik bunga? Nah, di sinilah aku, lalu engkau mau apa?!

   Jawaban dan pertanyaan itu membuat Tek Ciang terheran. Tentu saja dia sama sekali tidak pernah mencari penjahat pemerkosa yang biasanya disebut jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) karena hal itu dikemukakan kepada Cin Liong dan Suma Hui hanya untuk menutupi rahasia ayahnya saja. Dan orang ini begitu saja mengaku dirinya jai-hwa-cat dan bahkan tahu bahwa dia mencari jai-hwa-cat!

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Yang mendengar pernyataannya itu hanya Cin Liong dan Suma Hui, bagaimana orang ini dapat mengetahuinya? Tentu orang ini kaki tangan Cin Liong! Benar, bukankah Cin Liong katanya seorang jenderal dan panglima? Tentu banyak anak buah dan kaki tangannya, dan orang ini tentu diutusnya untuk menyelidikinya. Tek Ciang merasa kaget dan juga marah. Dia bukan seorang bodoh yang mudah dipancing begitu saja.

   "Hemm, setiap orang bisa saja mengaku sebagai jai-hwa-cat, akan tetapi apa buktinya bahwa engkau seorang jai-hwa-cat tulen ataukah palsu hanya pura-pura saja?!

   "Bocah tolol, berani engkau mengatakan aku jai-hwa-cat palsu? Hati-hati menjaga mulutmu!! Orang itu menegur dengan alis berkerut, jelas merasa tidak senang dikatakan penjahat palsu.

   Sebaliknya, Tek Ciang yang masih menaruh hati curiga, mendengar ucapan keras itu juga menjadi marah.

   "Habis engkau mau apa? Engkau tentu datang untuk memata-mataiku, keparat!! Pemuda ini lalu menerjang ke depan menyerang orang itu dengan kedua kepalan tangannya, menghantam dua kali berturut-turut ke arah kepala orang itu.

   Akan tetapi, sebelum kedua kepalannya menyentuh orang itu, yang diserang mengulur tangan dengan jari tangan terbuka didorongkan ke depan dan akibatnya tubuh Tek Ciang terlempar ke belakang, terjengkang seperti tertolak oleh kekuatan dahsyat yang tidak nampak! Pemuda ini kaget bukan main. Akan tetapi dia bukan seorang penakut dan dengan penasaran dia sudah menubruk maju lagi, mengirim pukulan yang lebih dahsyat. Kembali orang itu mendorongkan tangannya dan makin keras pukulan Tek Ciang, makin keras pula dia terjengkang dan terbanting ke atas lantai kuil yang berlubang-lubang.

   "Ha-ha-ha, sebagai murid Suma Kian Lee, engkau masih kosong! Dan kenapa engkau menyerangku kalau kita mempunyai kepentingan bersama? Engkau kematian ayahmu dan tunanganmu direbut orang. Engkau mendendam kepada Kao Cin Liong, dan akupun juga. Kalau kita bekerja sama, tentu akan lebih mudah membalas dendam!!

   Tek Ciang memandang dengan mata terbelalak dan muka berobah. Orang ini agaknya mengetahui segala-galanya! Tidak mungkin dia kaki tangan Cin Liong. Bahkan Cin Liong sendiri, juga Suma Hui, tidak tahu bahwa dia telah diangkat menjadi calon suami Suma Hui, akan tetapi orang ini mengatakan bahwa tunangannya direbut orang!

   "Siapakah engkau....?! Kembali dia bertanya, akan tetapi sekali ini dia sudah kehilangan keberaniannya. Orang itu jelas memiliki kesaktian yang luar biasa sehingga tanpa menyentuh sudah dapat membuat dia terjengkang dua kali.

   "Di dunia kang-ouww, di mana engkau tentu masih asing, aku disebut orang Jai-hwa Siauw-ok. Tentu engkau belum mengenal namaku, akan tetapi kalau engkau mencari pemetik bunga, aku adalah Raja Pemetik Bunga!!

   Orang itu memang Jai-hwa Siauw-ok Ouw Teng, seorang di antara sekutu Hek-i Mo-ong ketika para datuk kaum sesat itu melakukan penyerbuan ke Pulau Es. Seperti telah kita ketahui, Jai-hwa Siauw-ok Ouw Teng berhasil menawan Suma Hui yang dibawanya lari ke daratan dan kemudian dia hendak mempermainkan dan memperkosa dara cucu Majikan Pulau Es itu. Akan tetapi perbuatan keji ini gagal ketika Cin Liong muncul dan nyaris dia celaka kalau dia tidak segera melarikan diri. Tentu saja hatinya merasa kecewa bukan main dan diapun tidak mau berhenti sampai di situ saja.

   Diam-diam dia melakukan penyelidikan ke Thian-cin dan dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, dia dapat membayangi Suma Kian Lee ketika berkunjung ke rumah guru silat Louw Kam, dan kemudian diapun dapat mendengar percakapan rahasia antara guru silat itu dan puteranya. Setelah dia melihat Loaw Kam tewas dan Louw Tek Ciang yang diangkat menjadi murid dan calon mantu oleh Suma Kian Lee itu mendendam terhadap Cin Liong, dia menjadi girang sekali. Apalagi setelah dia melakukan penyelidikan dan tahu akan isi perut Louw Tek Ciang.

   Dia melihat seorang pembantu yang amat baik dalam diri Tek Ciang, seorang pembantu yang akan dapat melampiaskan dendam dan kebenciannya terhadap keluarga Pulau Es, terutama Suma Hui dan Cin Liong. Demikianlah, diam-diam dia membayangi Tek Ciang dan malam itu memperoleh kesempatan baik untuk melakukan penjajagan terakhir dengan menjumpai pemuda itu di kuil tua.

   Sementara itu, mendengar bahwa orang ini mengaku berjuluk Jai-hwa Siauw-ok (Si Jahat Kecil Pemetik Bunga), hati Tek Ciang menjadi bimbang. Dia tidak mengenal orang ini, bagaimana mungkin dia akan membuka rahasia hatinya yang amat berbahaya? Memang, setelah ayahnya tewas, dalam keadaan seperti itu dia membutuhkan seorang teman dan pembantu yang boleh dipercaya. Akan tetapi dia harus berhati-hati. Biarpun orang ini lihai sekali, akan tetapi dia belum mengenalnya dan untuk itu dia harus yakin dulu sebelum membuka rahasianya.

   "Lociapwe adalah seorang yang berilmu tinggi, hal ini aku dapat percaya,! katanya hati-hati.

   "akan tetapi aku belum mengenal locianpwe, bagaimana mungkin aku dapat percaya begitu saja akan maksud baik locianpwe terhadap diriku?!

   "Ha-ha-ha, di dalam dunia kita, tidak dikenal maksud baik. Aku membutuhkan bantuanmu, karena itu aku menghubungimu, dan engkau membutuhkan aku, maka engkau pun sepatutnya menerima uluran tanganku untuk bekerja sama. Dan kalau engkau belum yakin bahwa aku adalah seorang Raja Pemetik Bunga, lihatlah, ini korbanku terakhir malam ini, baru saja kuambil dari dalam kamarnya, ha-ha-ha!!

   Jai-hwa Siauw-ok menarik ujung karung dan isinyapun menggelinding keluar. Tek Ciang terkejut melihat bahwa isi karung itu ternyata adalah seorang gadis muda berusia paling banyak lima belas tahun, wajahnya cantik akan tetapi pucat sekali, rambutnya awut-awutan dan sepasang matanya yang indah lebar itu seperti mata kelinci yang berada dalam cengkeraman harimau, penuh rasa ngeri dan takut.

   Gadis itu tadinya tidak mampu bergerak atau mengeluarkan suara, ketika Jai-hwa Siauw-ok menggerakkan tangan menotoknya, iapun dapat meronta dan mengeluh lirih, dan melihat Tek Ciang ia lalu merintih memohon.

   "Tolonglah aku.... tolonglah aku.... lepaskan aku....!

   Tanpa disadarinya sendiri, melihat gadis remaja cantik ini ketakutan setengah mati, Tek Ciang merasa gembira. Dia memang pembenci wanita, dan kalau dia suka mendekati wanita, hanyalah untuk mempermainkannya, bersenang-senang diri dengan menghina wanita yang dibencinya. Kini, melihat gadis itu menderita, diapun merasa gembira dan puas. Seri wajah dan sinar matanya tidak lepas dari pengamatan Jai-hwa Siauw-ok, walaupun cuaca di situ remang-remang saja, hanya ada sedikit cahaya bulan yang masuk.

   "Ha-ha-ha, memang cocok sekali. Engkau adalah calon seorang jai-hwa-cat yang hebat! Engkau pembenci wanita, dan dalam hal itu, aku kalah olehmu!! kata Jai-hwa Siauw-ok.

   "Nah, Louw Tek Ciang, apakah engkau masih sangsi bahwa aku adalah seorang Raja Pemetik Bunga dan apakah engkau masih curiga kepadaku?!

   Tek Ciang menggeleng kepala.

   "Kesangsian dan kecurigaanku sudah mulai berkurang, locianpwe.!

   "Bagus! Nah, kau bersenang-senanglah, baru nanti kita bicara lagi,! katanya sambil menunjuk ke arah gadis yang masih ketakutan dan yang kini mundur-mundur merangkak dan mepet di sudut ruangan itu. Pakaiannya masih utuh akan tetap kusut dan kini saking takutnya ia sudah tidak mampu mengeluarkan kata-kata lagi, hanya memandang bergantian kepada Siauw-ok dan Tek Ciang, merasa putus asa karena pemuda itu ternyata agaknya sahabat dari penculiknya.

   Tadi, dia masih menyulam di kamarnya dan belum tidur ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat, jendelanya terbuka dan tahu-tahu ada laki-laki itu berdiri di depannya. Ia hendak menjerit, akan tetapi tiba-tiba saja ia tidak mampu bersuara, bahkan tubuhnya seketika menjadi lemas ketika ia dipondong, kemudian dimasukkan karung dan merasa tubuhnya terayun-ayun dan dilarikan cepat sekali. Berkali-kali ia pingsan dan ketika sadar, ia masih berada di dalam karung, di ruangan itu, akan tetapi baru mampu bergerak dan bersuara setelah dikeluarkan dari dalam karung.

   Sepasang mata Tek Ciang berkilat. Dia belum pernah memperkosa wanita, dalam arti kata memperkosa mempergunakan kekerasan. Tentu saja diapun sudah memperkosa banyak wanita dengan uangnya, kemudian mempermainkan wanita itu dan menghinanya. Sesaat timbul nafsu berahinya, akan tetapi kesadarannya melarangnya. Dia masih dalam kesulitan. Dia masih mempunyai perkara besar yang harus diselesaikan. Di samping itu, dia masih belum yakin sepenuhnya kepada orang ini. Siapa tahu semua ini hanya pancingan belaka dan kalau dia terpancing, orang lihai ini akan turun tangan mencegahnya memperkosa gadis itu, atau malah membunuhnya!

   Tek Ciang menggeleng kepala.

   "Tidak, locianpwe. Aku.... aku tidak ingin....!

   Siauw-ok menyeringai.

   "Siapa bilang tidak ingin? Nafsu berahimu membakar sampai nampak di pandang matamu, akan tetapi engkau tidak berani, engkau takut dan masih belum percaya kepadaku. Hemm, kalau begitu biarlah kunikmatinya sendiri. Nanti lewat tengah malam baru kita bicara!!

   Setelah berkata demikian, Siauw-ok mengangkat muka memandang kepada gadis remaja yang mepet di sudut ruangan itu dan menggapai.

   "Manis, ke sinilah engkau!!

   Tentu saja gadis itu makin ketakutan, menggeleng-geleng kepalanya dan makin mepet dinding, seolah-olah ia hendak melarikan diri dengan menembuskan tubuhnya pada dinding itu.

   "Ke sinilah, jangan malu-malu dan jangan takut-takut....! kata Siauw-ok lagi sambil menggapai dan tersenyum ramah.

   Gadis itu menoleh ke kanan kiri, dan akhirnya ia melihat bagian belakang ruangan itu yang kosong. Jalan ke belakang! Bagaikan memperoleh tenaga dan semangat baru, gadis remaja itu bangkit dan meloncat lalu berlari ke arah pintu belakang itu.

   "Ahh, jangan lari, manis!! Siauw-ok berkata, suaranya masih halus, tangannya bergerak ke depan dan gadis itu menjerit, tubuhnya terguling seolah-olah kakinya ada yang menjegalnya.

   "Ha-ha-ha, engkau tidak mungkin bisa lari dariku, manis!! Siauw-ok berkata dan kembali ia mengggerakkan kedua tangannya ke depan dan.... Tek Ciang memandang kagum dan heran melihat betapa tubuh gadis itu terguling-guling ke arah Siauw-ok seperti ditarik oleh suatu kekuatan yang hebat.

   "Uhhh....!! Gadis itu mengerang ketika tangan Siauw-ok tiba-tiba memegangnya. Terdengar suara kain robek berkali-kali disusul jerit tangis gadis itu. Tek Ciang tersenyum melihat betapa pakaian gadis itu robek-robek, kemudian diapun meninggalkan ruangan belakang itu, menuju ke ruangan depan di mana dia duduk melamun, mendengarkan tangis dan rintihan yang terdengar dari ruangan belakang itu. Mendengar rintihan yang memelas itu, dia tersenyum dan hatinya merasa senang sekali.

   Rasakan engkau sekarang! Demikian bisik hatinya puas. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan penasaran dan sedih, kalau saja dia sudah tidak curiga sama sekali terhadap orang itu, tentu dia ingin sekali melaksanakan sendiri penyiksaan dan penghinaan terhadap gadis itu, atau setidaknya menonton dengan puas. Kini, dia hanya memuaskan hatinya dengan pendengarannya saja. Rintihan dan jerit tangis wanita itu baginya terdengar seperti musik merdu yang mengelus hatinya yang luka penuh dendam dan kebencian!

   Tek Ciang melamun dan tenggelam dalam renungan sampai suara rintihan dan isak tangis itu makin lemah dan akhirnya terhenti sama sekali. Dia terkejut ketika tiba-tiba namanya dipanggil.

   "Louw Tek Ciang! Ke sinilah engkau!!

   Tek Ciang mengenal suara Siauw-ok. Dia menengadah, memandang ke langit melalui atap yang berlubang besar itu. Bulan telah condong ke barat. Tengah malam telah tiba dan diapun bangkit berdiri, lalu melangkah memasuki ruangan belakang di mana kini sinar bulan masuk agak banyak melalui atap bolong karena lubang atap di bagian ruangan ini menghadap agak ke barat. Tek Ciang menyapu dengau pandang matanya. Siauw-ok sudah duduk pula seperti tadi, bersila dan seperti tidak nampak perobahan, hanya mukanya agak basah oleh peluh yang diusapnya.

   Di sebelahnya nampak sesosok tubuh yang putih tak berpakaian itu. Tubuh gadis remaja tadi yang kini rebah terlentang, nampak wajahnya yaug pucat seperti mayat, napasnya yang empas-empis dan matanya terpejam. Tek Ciang terpaksa menahan senyumnya yang timbul dari hati yang puas. Dia lalu duduk di depan Siauw-ok, tidak lagi memperdulikan gadis itu.

   "Nah, sekarang kita bicara tentang urusan kita.! kata Siauw-ok, juga sikapnya sama sekali tidak perduli akan gadis yang telah diperkosa dan dipermainkannya itu.

   "Locianpwe telah tahu mengapa aku mendendam kepada Kao Cin Liong. Akan tetapi aku belum tahu mengapa locianpwe jugamemusuhinya .! Tek Ciang memulai. Untuk bekerja sama dengan seseorang, dia harus tahu lebih dulu dasar yang mendorong orang itu untuk bekerja sama.

   "Kao Cin Liong adalah seorang panglima yang sudah banyak menghancurkan dan membunuh golongan kita, bahkan suboku dan semua supek dan susiokku juga tewas di tangan dia dan kawan-kawannya.!

   "Lalu apa maksud locianpwe untuk mengajakku bekerja sama? Aku bukan tandingan Cin Liong, dan locianpwe sendiri adalah seorang yang berilmu tinggi, mengapa mengajak kerja sama dengan aku yang masih hijau dan lemah?!

   "Kita dapat saling bantu, Tek Ciang. Engkau sudah melihat kepandaianku, dan aku telah mengenalmu, mengetahui segala hal mengenai dirimu dan rahasia ayahmu. Karena itu, engkau tidak mempunyai pilihan lain kecuali bekerja sama denganku. Beberapa patah kata saja dariku tentang engkau dan ayahmu, jangan harap engkau akan dapat terus menjadi murid Suma Kian Lee, apalagi menjadi mantunya.!

   Diam-diam Tek Ciang terkejut. Dia tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang yang amat licik, curang dan kejam sekali, juga amat lihai.

   "Locianpwe, sebelum kita berunding, aku ingin lebih dulu mengetahui keuntungan apa yang dapat kuperoleh dengan kerja sama kita ini.!

   Siauw-ok tertawa.

   "Ha-ha-ha, engkau cerdik, jauh lebih cerdik daripada ayahmu yang tolol itu, yang berani mencoba untuk menyerang Kao Cin Liong.!

   "Harap locianpwe tidak membawa-bawa ayahku yang sudah meninggal, dan katakan keuntungan apa yang dapat kuperoleh.!

   "Keuntungannya? Wah, banyak sekali bagimu. Pertama, engkau akan terus menjadi murid Suma Kian Lee. Ke dua, engkau dapat dipastikan akan menjadi suami Suma Hui, atau setidaknya engkau sudah dapat menikmati kegadisannya. Dan ke tiga, engkau akan dapat membalas dendam kepada Kao Cin Liong dengan membuat dia sengsara, terputus hubungannya dengan Suma Hui, bahkan besar sekali kemungkinan dimusuhi oleh keluarga Suma. Ha-ha, mereka itu, keluarga Suma dan keluarga Kao, akan menjadi musuh yang saling menghancurkan! Betapa hebat dan bagusnya rencanaku ini!!

   Tentu saja hati Tek Ciang tertarik sekali. Begitu banyak hal-hal yang menguntungkan baginya. Akan tetapi dia masih menawar.

   "Apakah tidak bisa Cin Liong kulihat mampus di depan kakiku?!

   "Oho-ho-ho-ho, bicara sih mudah! Engkau tahu, ilmu kepandaian Kao Cin Liong itu hebat sekali dan agaknya Si Naga Sakti Gurun Pasir yang menjadi ayahnya itu telah mewariskan ilmu-ilmunya yang hebat. Aku sendiripun tidak sanggup mengalahkannya, apalagi membunuhnya. Lebih-lebih engkau. Kalau dia tidak sampai terbunuh oleh siasatku ini, kelak engkau masih mempunyai banyak harapan untuk melakukannya sendiri. Bukankah engkau menjadi murid yang akan mewarisi ilmu-ilmu dari Pulau Es? Nah, kelak masih banyak kesempatan bagimu kalau hendak membunuhnya dengan tangan sendiri. Akan tetapi, mungkin siasatku ini akan menjerumuskannya ke dalam permusuhan dengan keluarga Suma dan siapa tahu dia akan mampus karena permusuhan itu.!

   "Baik, locianpwe, aku setuju untuk bekerja sama. Nah, apa yang harus kulakukan sekarang?!

   "Mendekatlah dan dengar baik-baik....! kata Siauw-ok. Tek Ciang mendekat dan datuk sesat itu lalu berbisik-bisik dengan suara yang hanya dapat terdengar oleh mereka yang berada di dalam ruangan itu.

   Sampai lama mereka berbisik-bisik dan tahu-tahu malam telah terganti fajar. Mereka sudah selesai bicara dan bangkitlah keduanya, lalu mereka berjalan ke arah pintu depan. Tiba-tiba Tek Ciang teringat sesuatu dan menoleh ke arah gadis remaja yang masih rebah terlentang. Kini gadis itu agaknya sudah siuman, terdengar ia merintih perlahan dan mukanya miring, matanya terbuka dan air mata mengalir di sepanjang pipi dan lehernya.

   "Bagaimana dengan perempuan itu? Ia mungkin mendengar semua percakapan kita,! kata Tek Ciang.!Dibiarkanpun ia akan mati, tapi lebih aman begini!! Tiba-tiba Siauw-ok menggerakkan lengannya berputar, dan ketika dia melakukan gerakan memukul dengan jari terbuka ke arah gadis itu, terdengar gadis itu menjerit lemah dan tubuhnya terkulai. Di dadanya, di antara buah dadanya, nampak guratan merah yang mengeluarkan darah seolah-olah dada itu baru saja ditusuk pedang. Itulah Ilmu Kiam-ci (Jari Pedang) yang amat lihai dari Siauw-ok, yang diwarisinya dari mendiang Ji-ok yang menjadi guru dan juga kekasihnya. Melihat ini, Tek Ciang melongo penuh kagum. Membunuh orang dari jarak jauh dengan pukulan sudah banyak didengarnya, akan tetapi dengan pukulan yang mengakibatkan luka seperti ditusuk pedang, baru sekali ini dilihatnya, bahkan belum pernah didengarnya.

   "Engkau sungguh hebat, locianpwe.!

   "Ha-ha, kalau siasat kita berhasil dan kita menjadi sahabat, aku tidak akan berkeberatan kelak mengajarmu Ilmu Kiam-ci ini. Nah, sekarang bawalah tubuh itu berikut semua pakaiannya, kita harus membuang jauh-jauh dari tempat ini yang akan menjadi tempat pertemuan kita.!

   Tek Ciang menurut. Dia menghampiri mayat gadis itu, memanggulnya dan membawa semua robekan pakaiannya, kemudian meugikuti Siauw-ok keluar dari kuil itu. Di tempat sunyi, jauh dari situ, mereka melemparkan mayat dan sisa-sisa pakaiannya ke dalam sebuah jurang yang amat da1am sehingga tidak terdapat kemungkinan mayat itu akan ditemukan orang. Kemudian mereka berdua berpisah dan mengambil jalan masing-masing tanpa banyak cakap lagi karena semua rencana siasat mereka telah mereka bicarakan sampai jelas sekali malam tadi.

   Louw Tek Ciang pulang ke rumah suhunya dengan dendam yang sudah digodok matang dengan rencana siasat keji yang diatur oleh Jai-hwa Siauw-ok Ouw Teng!

   Dua hari kemudian, pada suatu sore, seperti biasa Cin Liong datang mengunjungi kekasihnya, disambut dengan gembira oleh Suma Hui. Mereka lalu duduk di ruangan tamu dan pada sore hari itu, seperti sudah dijanjikan, Cin Liong harus makan malam di situ karena sudah dipersiapkan oleh kekasihnya. Dan baru pada waktu makan itulah, setelah lewat beberapa hari, Cin Liong berkesempatan jumpa dengan Tek Ciang. Dia memandang tajam dan mendapat kenyataan bahwa pemuda itu sudah berobah. Tidak muram atau pucat lagi, bahkan hormat dan ramah kepadanya.

   "Kao-taihiap, aku minta maaf atas segala kesalahanku....!

   "Ah, Louw-susiok mengapa menyebutku taihiap segala?!

   "Suheng, engkau kenapa sih? Kenapa menyebut taihiap kepada Cin Liong?! Suma Hui juga menegur sambil tersenyum, merasa geli oleh sikap baru ini.

   Tek Ciang menarik napas panjang.

   "Ahh, aku ingin menampar pipi sendiri kalau berani menyebut nama begitu saja.!

   "Ih, kenapa begitu, suheng? Cin Liong ini memang masih terhitung keponakanku, maka sudah sepatutnya dia menyebutmu susiok dan engkau menyebut namanya begitu saja. Bukankah yang sudah-sudah engkau pun menyebut namanya saja?!

   "Karena aku belum mengenal siapa dia! Kalau dia seorang biasa yang lemah seperti aku masih mending. Akan tetapi dia adalah seorang pendekar sakti, seorang jenderal, dan jauh lebih tua dariku. Kalau aku menyebut namanya begitu saia tentu aku akan menjadi buah tertawaan orang. Tidak, aku harus menyebut taihiap atau aku tidak akan berani menyebut sama sekali.!

   Cin Liong tersenyum, di dalam hatinya dia membenarkan Suma Hui yang menceritakan kepadanya bahwa pemuda itu selalu ramah dan hormat.

   "Baiklah, Louw-susiok, sesukamulah. Apa artinya dalam sebuah sebutan? Akan tetapi, mengapa engkau minta maaf?!

   "Karena aku telah bersikap kasar selama ini terhadap taihiap, juga menyangka yang bukan-bukan berhubung dengan kematian ayah, dan juga.... ketika pertama kali taihiap datang, aku.... aku telah membayangimu sampai ke rumah penginapan, maklumlah, aku.... aku ketika itu menaruh curiga kepadamu.!

   

Suling Emas Naga Siluman Eps 31 Jodoh Rajawali Eps 64 Jodoh Rajawali Eps 51

Cari Blog Ini