Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 27


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 27



Karena dikeroyok dua, Hek-i Mo-ong terkena pukulan Jai-hwa Siauw-ok yang menggunakan Ilmu Kiam-ci. Jari tangan yang tajam seperti pedang itu menyerempet lambungnya, merobek baju dan kulit lambung sehingga mengeluarkan darah dan pada saat itu juga, hantaman tangan Tek Ciang yang disertai tenaga Hwi-yang Sin-ciang mengenai punggung kakek iblis itu.

   "Dukkk....!! Hek-i Mo-ong terpelanting roboh. Melihat ini, giranglah hati Jai-hwa Siauw-ok. Kakek iblis ini harus ditewaskan dulu, baru dengan mudah akan dapat mereka hadapi muridnya dan merampas gadis itu. Diapun menubruk ke bawah, hendak menghabisi nyawa Hek-i Mo-ong dengan Kiam-ci. Akan tetapi, pada saat itu, tiba-tiba saja Hek-i Mo-ong mengeluarkan bentakan nyaring sekali.

   "Diam kau....!! Dibentak dengan kekuatan sihir ini, seketika Jai-hwa Siauw-ok terdiam dan tubuhnya seperti menjadi kaku. Pengaruh bentakan itu hebat sekali dan biarpun hanya beberapa detik dia berhenti, sudah cukup bagi Hek-i Mo-ong untuk melontarkan serangannya. Jari tangan kirinya mencengkeram, terdengar suara berbeletok ketika jari-jari tangan itu terhunjam ke dalam kepala Jai-hwa Siauw-ok dan penjahat cabul ini menjerit mengerikan, tubuhnya terjengkang roboh dan dari kepala yang berlubang-lubang itu mengalir keluar darah bercampur otak!

   Melihat ini, wajah Tek Ciang menjadi pucat sekali, matanya terbelalak dan tanpa menoleh lagi ke arah mayat gurunya, pemuda pengecut inipun sudah meloncat jauh dan melarikan diri tunggang-langgang! Hek-i Mo-ong bangkit berdiri, terhuyung-huyung dan dari mulutnya dia muntahkan darah segar! Kiranya tenaga yang diperas dalam perkelahian itu, apalagi pukulan-pukulan lawan, membuat luka yang dideritanya semakin parah. Diapun cepat menjatuhkan dirinya duduk bersila dan mengatur pernapasan.

   Ceng Liong menurunkan tubuh Bi Eng. Setelah Jai-hwa Siauw-ok tewas dan kini tinggal Tek Ciang yang juga sudah melarikan diri, dia tidak khawatir lagi menurunkan dara itu. Andaikata Tek Ciang datang lagi, dia dapat menghadapinya tanpa mengkhawatirkan keadaan Bi Eng. Kemudian Ceng Liong menghampiri gurunya yang duduk mengatur pernapasan. Tadi dia tidak membantu Hek-i Mo-ong karena melihat bahwa gurunya belum perlu dibantu. Ketika gurtnya terjatuh, diapun sudah tahu bahwa jatuhnya kakek itu setengah disengaja untuk memancing lawan dan ternyata akalnya itu berhasil. Akan tetapi diapun tahu bahwa luka di dalam tubuh gurunya semakin hebat.

   Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Ceng Liong bersila di depan gurunya, menempelkan kedua tangannya di dada dan pundak, lalu diapun mengerahkan sin-kangnya untuk membantu gurunya. Ketika Hek-i Mo-ong merasa ada saluran hawa panas memasuki tubuhnya, dia membuka matanya dan melihat betapa muridnya yang membantunya, diapun tersenyum lebar dengan wajah berseri gembira.

   "Heh-heh, manusia macam Ouw Teng itu berani melawan aku? Hah, dia bosan hidup!! katanya terengah-engah.

   "Mo-ong, tenanglah dan beristirahatlah. Biarkan aku membantumu meringankan penderitaanmu,! kata Ceng Liong dengan halus. Kakek itu terdiam dan beberapa lamanya mereka duduk bersila, berhadapan dan Ceng Liong membantu gurunya dengan penuh ketekunan. Bi Eng melihat semua itu dengan sinar mata penuh keheranan. Jelas bahwa Ceng Liong bukan orang jahat, akan tetapi bagaimana seorang pemuda seperti ini bisa menjadi murid datuk sesat yang demikian mengerikan seperti Hek-i Mo-ong?

   Akhirnya Hek-i Mo-ong berkata.

   "Cukup untuk sementara ini. Ceng Liong, lekas bawa aku pergi dari sini....!! Di dalam ucapan itu terkandung rasa gentar.

   "Akan tetapi.... aku ingin membawa nona Kam kepada orang tuanya agar dapat memperoleh pengobatan,! Ceng Liong membantah.

   "Apa engkau ingin melihat aku dibunuh mereka? Aku sudah terluka dan tidak mungkin melakukan perlawanan.!

   "Tapi, luka nona Kam Bi Eng juga parah....!

   "Bawa ia bersama kita, aku dapat mengobati luka akibat pukulan Hoa-mo-kang,! kata kakek itu.

   Melihat keraguan Ceng Liong, Bi Eng berkata.

   "Turutilah permintaannya, Ceng Liong, karena kalau ayah dan ibu melihatnya tentu mereka akan turun tangan membunuhnya, membikin aku merasa tidak enak kepadamu. Mari kita pergi.!

   Ceng Liong memandang heran. Sungguh makin tidak mengerti saja dia terhadap watak gadis ini. Akan tetapi diapun menjadi girang dan tanpa banyak cakap dia memondong tubuh Bi Eng dan bersama gurunya diapun lari meninggalkan tempat itu. Gurunya yang mencari jalan dan ternyata Hek-i Mo-ong yang banyak pengalamannya itu amat cerdik.

   Dia menuruni kaki gunung dan meninggalkan Pegunungan Tai-hang-san karena dia dapat menduga bahwa Kam Hong dan isterinya yang tidak tahu harus mengejar ke mana itu tentu akan mencari-cari di sekitar Pegunungan Tai-hang-san dan untuk mencari daerah yang luas itu membutuhkan waktu sedikitnya tiga hari!

   Maka dia meninggalkan daerah Tai-hang-san. Kalau tidak cerdik, tentu dia memilih yang dekat, dan dianggap aman, yaitu di dalam hutan-hutan yang lebat dari daerah itu dan kalau dia berbuat demikian, tak mungkin dia dapat menghindarkan diri dari suami isteri yang luar biasa lihainya itu.

   Pada keesokan harinya, di dalam sebuah hutan di luar Tai-hang-san, di tepi pantai Sungai Huang-ho, mereka beristirahat. Seperti yang telah dijanjikannya, Hek-i Mo-ong mencarikan obat untuk Bi Eng. Obatnya aneh karena dia menyuruh Ceng Liong mencari anak-anak katak yang banyak terdapat di tepi sungai. Puluhan ekor katak kecil itu diremas-remas oleh Hek-i Mo-ong, air perasan ditampung dan dicampur dengan obat pulung yang dibawanya. Hampir tidak dapat Bi Eng menelannya karena baunya yang amis, akan tetapi Ceng Liong membujuknya dengan halus.

   "Minumlah, Bi Eng. Ini obat dan aku yakin bahwa obat dari Hek-i Mo-ong tentu manjur. Minumlah.!

   Bi Eng teringat akan puluhan ekor anak katak yang diperas dan ia bergidik. Akan tetapi ia percaya sepenuhnya kepada Ceng Liong dan sambil memejamkan kedua matanya iapun menuang obat cair itu ke dalam perut dan terus ditelannya. Dengan menutup hidungnya, obat itu tidak terasa apa-apa, bahkan baunya yang amispun tidak terasa. Baru setelah obat itu memasuki perutnya dan ia melepaskan jari tangan yang menutup hidung, tercium bau amis yang hampir membuat ia muntah. Akan tetapi, dara remaja yang sejak kecil menerima gemblengan orang tuanya itu cepat mengerahkan tenaga mencegah muntah.

   Akan tetapi, dorongan dari dalam hampir tak dapat dikuasainya lagi dan pada saat wajahnya menjadi pucat sekali menahan rasa hendak muntah, terdengar suara Hek-i Mo-ong.

   "Ha-ha, nona kecil, kalau engkau muntah, engkau akan langsung mati, dan kalau engkau menahan muntah itu, engkau akan mati dalam waktu tiga hari lagi, ha-ha-ha!!

   Dapat dibayangkan betana kagetnya hati Bi Eng mendengar ucapan itu dan seketika rasa hendak muntah itu hilang. Tentu saja ia tidak mau muntah langsung mati! Biarpun demikian, wajahnya menjadi semakin pucat karena nyawanya hanya tinggal tiga hari saja.

   Kekagetan hati Bi Eng kiranya tidak sehebat Ceng Liong ketika dia mendengar ucapan gurunya. Dia meloncat ke depan kakek itu, matanya mencorong menakutkan.

   "Mo-ong, apa artinya kata-katamu itu?! tanyanya dengan suara membentak.

   "Heh-heh, Ceng Liong. Kata-kataku sudah jelas bukan? Gadis ini akan mati seketika kalau muntah, dan akan mati tiga hari kemudian kalau tidak muntah.!

   "Mo-ong, engkau sengaja meracuni Bi Eng?! Ceng Liong berkata lagi dan dia mengepal kedua tangannya.

   Kakek itu mengangguk dan tertawa.

   "Ha-ha, aku melakukan demi engkau, muridku yaug baik.!

   Keheranan yang amat besar melanda hati Ceng Liong, membuat dia melupakan rasa marahnya.

   "Apa.... apa maksudmu....?!

   "Heh-heh, kau tunggulah saja.! Kakek itu lalu memandang Bi Eug yang masih duduk dengan muka pucat dan memegangi perutnya yang mual.

   "Nona, nyawamu tergantung kepada keputusanmu sendiri. Yang kaumakan tadi menambah hebatnya pengaruh pukulan Hoa-mo-kang dan engkau tentu akan mati dalam waktu tiga hari. Tidak ada obat yang akan dapat menyembuhkanmu kecuali obat dari pemilik ilmu Hoa-mo-kang atau.... obat dariku. Sekarang, aku mau menukar nyawamu itu dengan sebuah janjimu.!

   Bi Eng merasa marah sekali, akan tetapi karena maklum bahwa nyawanya berada di tangan kakek itu, ia menjawab dengan ketus.

   "Kakek iblis berhati keji! Janji apakah yang kau kehendaki dariku maka engkau tidak segan melakukan kekejian yang kotor ini?!

   "Berjanjilah bahwa engkau kelak akan menjadi isteri Ceng Liong, dan aku akan mengembalikan nyawamu!!

   "Ahhhh....!! Teriakan ini keluar dari mulut Ceng Liong yang sudah menerjang gurunya dengan pukulan keras.

   "Dukkk!! Hek-i Mo-ong menangkis dan terjengkang, dari mulutnya keluar darah segar lagi karena untuk menangkis pukulan hebat tadi dia harus mengeluarkan tenaga sin-kang sekuatnya, padahal luka di dalam tubuhnya belum sembuh benar.

   "Ahhh....! kembali Ceng Liong berseru, kini bukan karena marah melainkan karena kaget melihat suhunya terjengkang lalu bangkit berdiri sambil terhuyung. Cepat dia menubruk dan merangkul suhunya, dipapahnya duduk di atas rumput. !Heh-heh-heh....!! Hek-i Mo-ong terkekeh melihat betapa muridnya yang tadinya memukulnya itu kini malah memapahnya.

   "Engkau murid yang baik, heh-heh.... selama menjadi muridku, baru sekarang berani memyerangku, kusangka tadinya engkau lemah, kiranya berani memukulku. Hebat....!

   Ceng Liong sudah lama hidup di dekat kakek iblis itu dan sudah mengenal wataknya yang amat aneh, tidak lumrah manusia. Diapun tahu bahwa kakek itu dalam pandangan umum tentu merupakan iblis yang kejam dan ganas, akan tetapi dia sendiri mengenalnya sebagai seorang kakek yang wataknya aneh dan kekejaman-kekejamannya itupun termasuk satu di antara keanehan-keanehannya yang tidak normal.

   Kadang-kadang dia berpikir bahwa gurunya ini sebenarnya menderita suatu penyakit dalam otaknya atau jiwanya, sudah gila sehingga segala yang dilakukannya itu sama sekali bukan karena kekejaman, melainkan karena pandangannya yang berbeda, bahkan kadang-kadang terbalik dari pandangan umum. Kinipun gurunya telah melakukan hal yang amat luar biasa.

   Guru ini dapat tertawa bergelak kesenangan melihat muridnya berani melawan dan memukulnya. Mana ada guru macam ini di seluruh dunia ini? Dan dia sendiri merasa amat menyesal. Dia dapat merasakan cinta yang mendalam di hati gurunya terhadap dirinya, dan kini dia berani memukul gurunya yang sedang terluka parah itu! Diapun merasa tidak perlu minta maaf walaupun hatinya menyesal. Bagi orang seperti Hek-i Mo-ong, tidak ada kata maaf!

   "Mo-ong, mengapa kau lakukan itu? Terlalu sekali engkau!!

   "Apanya yang terlalu? Sudahlah, kau diam saja dan biarkan aku menyelesaikan urusanku denggan gadis itu!! Kakek itu masih bersila, akan tetapi kini sambil mengatur pernapasan, dia memandang kepada Bi Eng yang berdiri bengong terlongong, sebentar memandang kepada Ceng Liong dan sebentar pula kepada kakek iblis itu, mukanya yang tadi pucat tiba-tiba berobah merah, lalu pucat kembali.

   "Bagaimana, nona cilik? Jawablah sebelum terlambat. Kalau racun itu keburu bekerja, engkau takkan bisa menjawab lagi.!

   "Kakek iblis! Kau kira aku ini orang macam apa? Kau kira aku takut mampus? Lebih baik mati daripada menuruti kehendakmu yang hina!!

   "Eh-eh-eh, bocah sombong! Kau bilang hina kalau aku minta engkau menjadi calon isteri Ceng Liong? Ha-ha-ha, bercerminlah. Sepuluh kali engkau pun belum tentu pantas menjadi isteri muridku, tahu?!

   "Mo-ong....!! Ceng Liong memprotes.

   "Diamlah dan jangan mencampuri urusanku!! kakek itu membentak muridnya dan Ceng Liong terdiam sambil cemberut. Sungguh keterlahuan gurunya ini. Membicarakan urusan perjodohannya dan mengatakan bahwa dia tidak boleh mencampuri urusannya. Diam-diam dia merasa geli. Biarkan saja kakek gila ini melanjutkan kehendaknya. Masih ada batu penghalang besar bagi keinginannya yang gila itu. Kalau gurunya itu nanti hendak melanjutkan niatnya, masih ada dia yang tentu saja boleh dan berhak menolak! Kalau gadis itu tidak mampu menolak karena tertekan dan terancam nyawanya, masih ada dia yang dapat menolak dan dia tidak terancam apapun!

   "Iblis tua, kenapa engkau mempunyai pikiran yang gila ini, tanpa sebab menyuruh aku berjanji.... seperti itu?! Bi Eng yang menjadi tertarik dan ingin tahu, mengajukan pertanyaan sebelum mengambil keputusan, walaupun dara ini tadi sudah menunjukkan ketidaksetujuannya tanpa memperdulikan ancaman nyawa.

   "Heh-heh, kenapa aku ingin menjodohkan muridku denganmu, begitukah maksud pertanyaanmu? Karena.... karena dia mencintamu, anak bodoh!!

   "Ahhhh....!! Kembali Ceng Liong yang berteriak mendengar ini dan matanya melotot, mukanya menjadi merah sekali dan dia memandang gemas kepada gurunya, namun teringat bahwa dia harus membiarkan gurunya itu menyelesaikan "urusannya! dengan gadis itu.

   Bi Eng memandang kepada Ceng Liong dan berjebi, tersenyum mengejek. Perbuatan kakek itu otomatis membuat dia juga membenci pemuda yang menjadi murid kakek iblis ini. Bahkan kini timbul dugaannya bahwa Ceng Liong menolongnya dengan niat buruk, mungkin sudah diatur terlebih dahulu dengan gurunya! Siapa tahu sikap pemuda itupun hanya pura-pura, hanya sandiwara saja!

   "Kakek iblis, kau kira aku sudi menjadi isteri murid seorang iblis macam engkau? Lebih baik seribu kali mati dari pada.... aukhhh....!! Dara remaja itu hampir muntah. Ia menekuk tubuhnya dan menekan perutnya yang terasa mual. Sekali meloncat, Ceng Liong sudah berada di dekatnya dan menyentuh pundak dara itu.

   "Bi Eng, jangan muntah....! katanya khawatir sekali. Sekali muntah, dara ini akan tewas! Betapa mengerikan bayangan ini.

   "Ha-ha-ha, bocah sombong kau! Kau belum tahu siapa muridku ini, hah? Dia adalah Suma Ceng Liong, cucu Pendekar Super Sakti majikan Pulau Es, dan kau bilang seribu kali lebih baik mati daripada menjadi isterinya?!

   "Mo-ong....!! Ceng Liong meloncat dan kembali dia memukul ke arah gurunya karena tidak dapat menahan kemarahan hatinya. Gurunya ini sungguh amat menghina Bi Eng dan seolah-olah memaksa gadis itu agar mau berjanji menjadi isterinya!

   "Desss....!! Dalam keadaan bersila itu, Hek-i Mo-ong menangkis hantaman muridnya yang tertuju ke arah kepalanya dan tubuhnya terlempar dan bergulingan. Ketika dia bangkit duduk, dia tertawa-tawa sambil muntahkan darah segar lagi.

   "Ahhh!! Ceng Liong terkejut dan cepat menghampiri, berlutut dan membantu pernapasan gurunya dengan saluran sin-kang dari telapak tangannya.

   "Heh-heh-heh,! Hek-i Mo-ong merangkulnya penuh kasih sayang.

   "Tahukah engkau bahwa baru ini engkau memukulku? Semua terjadi karena engkau mencinta gadis itu, tahukah engkau?!

   Ceng Liong terkejut bukan main. Memang aneh. Dia merasa berhutang budi kepada kakek ini, bahkan tanpa disadarinya, dia merasa sayang kepadanya. Dan memang benarlah, dia menyerang gurunya sampai dua kali karena kemarahan melihat gurunya menghina Bi Eng!

   "Tapi, Mo-ong, kenapa kau lakukan ini? Kenapa....?!

   "Uakhhhh....!! Mendengar suara muntah ini, Ceng Liong menoleh dan dapat dibayangkan betapa kagetnya melihat Bi Eng tak dapat menahan lagi muntahnya, dan sudah mulai hendak muntah. Melihat ini, sekali meloncat tubuh Ceng Liong mencelat ke dekat Bi Eng dan tangannya bergerak menotok. Bi Eng yang sedang dilanda rasa muak hehat itu tidak sempat mengelak dan roboh terkulai. Ceng Liong cepat memondongnya dan merebahkannya di atas rumput. Dalam keadaan tertotok pingsan, dara itu tidak jadi muntah.

   Kini Ceng Liong kembali meloncat ke dekat gurunya.

   "Mo-ong, cepat, sembuhkan Bi Eng! Cepat sebelum ia muntah!! teriaknya kepada gurunya sambil memegang pundak gurunya.

   "Heh-heh-heh....!! Kakek itu hanya tertawa.

   "Cepat, Mo-ong!! Ceng Liong mengguncang-guncang pundak itu sehingga tubuh Hek-i Mo-ong bergoyang-goyang keras.

   "Heh-heh, kalau aku tidak mau mengobatinya?!

   Tangan yang mengguncang pundak itu mencengkeram makin kuat.

   "Kalau tidak mau, aku akan memaksamu!! bentak Ceng Liong.

   "Ha-ha-ha, muridku yang pandai. Dengan cara bagaimana....?!

   Ceng Liong kehabisan akal dan tidak mampu menjawab. Bagaimana mungkin dia akan dapat memaksa kakek iblis ini? Gertakan-gertakannya tentu hanya akan disambut dengan ketawa geli saja. Menghadapi kakek iblis ini dia merasa kalah segala-galanya.

   "Ha-ha-ha, engkau paling-paling hanya dapat membunuhku! Dan kalau engkau membunuhku, gadis itupun akan mati dan engkau ditinggalkan dua orang yang mencintamu, atau setidaknya ditinggalkan aku yang mencintamu dan gadis itu yang kau cinta. Ha-ha, apa enaknya hidup begitu? Masih lehih enak aku yang mati!!

   Melihat bahaya mengancam nyawa Bi Eng dan mendengar ucapan gurunya yang menutup semua harapan dan jalan keluar, tiba-tiba Ceng Liong menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya! "Suhu, kau tolonglah Bi Eng....!!

   Tiba-tiba sepasang mata Hek-i Mo-ong terbelalak dan dia meloncat berdiri, mukanya yang tadinya pucat itu berobah merah. Memang seorang manusia yang luar biasa kakek ini! Menerima penghormatan seperti itu dia malah merasa tersinggung dan marah, sedangkan kalau muridnya bersikap tak acuh dan tidak menghormat, menyebutnya Mo-ong saja dia malah merasa girang!

   "Enak saja! Aku baru mau mengobatinya kalau kau mau berjanji. Kalau tidak, biar kau membunuhku, aku tidak akan sudi mengobatinya!!

   "Baiklah, suhu, aku akan memenuhi semua permintaanmu.!

   "Nah, berjanjilah bahwa kelak engkau akan menjadi suami gadis ini!!

   Ceng Liong terbelalak. Bi Eng sendiri yang rebah tak berdaya juga terkejut mendengar permintaan aneh itu.

   "Hayo cepat berjanji sebelum aku berobah pikiran dan menolak pengobatan atas diri gadis ini!! Hek-i Mo-ong mengancam.

   Tidak ada lain jalan bagi Ceng Liong.

   "Baiklah, aku berjanji kelak akan menjadi suami gadis ini....!

   "Sebutkan namamu dan nama nona itu!!

   "Aku Suma Ceng Liong berjanji kelak akan menjadi suami nona Kam Bi Eng....! katanya dengan suara terpaksa sekali. Sementara itu, wajah Bi Eng berobah merah, akan tetapi nona ini tidak mampu berkutik. Kalau ia bisa berkutik, tentu ia akan mengamuk dan menyerang guru dan murid itu kalang kabut. Akan tetapi ada keheranan besar di dalam hatinya, keheranan yang muncul ketika ia mendengar bahwa Ceng Liong she Suma dan cucu Pendekar Super Sakti majikan Pulau Es.

   Benarkah itu? Menurut penuturan ayahnya, Pendekar Super Sakti adalah seorang pendekar yang amat tinggi ilmunya, seorang pendekar terkenal yang memiliki keluarga hebat terdiri dari pendekar-pendekar budiman. Mengapa kini cucu pendekar itu malah menjadi murid seorang datuk sesat macam Hek-i Mo-ong? Benar-benar ia tidak mengerti sama sekali.

   "Ha-ha-ha, bagus, bagus! Ingat, seorang gagah harus memegang teguh janjinya sampai mati!! kata kakek itu dengan girang bukan main.

   "Suhu....!

   "Heh? Apakah engkau sudah lupa bahwa aku ini Hek-i Mo-ong dan tidak menyebutku Mo-ong lagi?!

   "Tidak, engkau adalah guruku dan sudah sepatutnya kusebut suhu. Nah, suhu, sekarang cepatlah obati Bi Eng agar sembuh dan tidak terancam nyawanya.!

   "Ha-ha-ha, siapa yang mengancam nyawanya? Ia sudah sembuh kalau engkau tidak usil tadi. Bebaskan totokan itn dan biarkan ia muntah-muntah, tentu sembuh!!

   Ceng Liong melongo.

   "Ehh....? Jadi....!

   "Jadi apa? Yang kuminumkan tadi memang obatnya, dan memang wajar kalau ia mau muntah karena racun itu sudah terkumpul dan tersedot oleh obat, kini tinggal muntahkan saja dan sembuh!!

   Ceng Liong tertegun. Kiranya kakek ini tidaklah sekejam yang disangkanya. Sama sekali kakek ini bukan hendak mencelakai Bi Eng! Dia percaya sepenuhnya dan cepat dia menotok tubuh Bi Eng sehingga gadis itu dapat bergerak kembali. Begitu bangkit duduk, Bi Eng muntah-muntah! Dan yang dimnntahkan adalah gumpalan-gumpalan darah hitam! Ceng Liong mendekatinya, berlutut dan menekan-nekan tengkuk dan mengelus punggung gadis itu untuk membantunya mengeluarkan semua racun dari dalam tubuhnya.

   Mula-mula Bi Eng yang dirangsang muntah itu membiarkan saja, akan tetapi setelah ia berhenti muntah-muntah, ia menepiskan tangan Ceng Liong, meloncat bangun berdiri dengan sinar mata galak. Ia merasa kepalanya agak pening dan tubuhnya gemetar, wajah dan lehernya penuh keringat, akan tetapi dalam tubuhnya terasa ringan danenak. Ia benar-benar telah sembuh.

   Dengan pikiran tidak karuan, bercampur aduk antara rasa girang dan marah, terima kasih dan dendam, ia memandang kepada guru dan murid itu, kehabisan akal harus bicara apa dan bertindak bagaimana. Mereka telah menghinanya, menipunya, akan tetapi juga telah menyelamatkan nyawanya! Apa yang harus dilakukannya untuk mengimbangi semua perbuatan mereka? Mendadak ia memejamkan matanya karena rasa pusing membuat pandangan matanya berputar melihat segala di sekelilingnya.

   "Calon mantuku, engkau baru saja terbebas dari serangan racun yang amat berbahaya. Duduklah dan bersilalah menghimpun hawa murni.! kata Hek-i Mo-ong dan seperti mimpi Bi Eng duduk bersila dan ia memejamkan mata, menaati perintah itu karena sebagai puteri seorang pendekar sakti iapun tahu bahwa nasihat itu amat tepat baginya. Begitu bersila dan mengatur pernapasan, tubuhnya terasa amat enak dan nyaman. Akan tetapi pikirannya tidak mau diam, melayang-layang tidak karuan. Penyebab kacaunya pikiran itu adalah ingatan tentang keadaan Ceng Liong seperti yang dikatakan oleh kakek iblis itu tadi. Cucu Pendekar Super Sakti majikan Pulau Es! Hal inilah yang mengganggu pikirannya.

   Pada saat itu terdengar bentakan orang.

   "Hek-i Mo-ong, akhirnya aku dapat juga menemukanmu setelah mencari bertahun-tahun lamanya!!

   Hek-i Mo-ong saat itu sudah duduk bersila dan mengatur pernapasannya. Dia telah menderita luka yang cukup berat. Pukulan yang diterimanya dari mendiang Jai-hwa Siauw-ok membuat luka dalam yang dideritanya ketika dia melawan Pendekar Suling Emas Kam Hong makin menghebat dan dalam keadaan luka parah sekali itu dia masih mengadu tenaga dengan muridnya sendiri.

   Kalau bukan Hek-i Mo-ong yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, tentu dia sudah roboh dan tewas oleh pukulan sakti yang melandanya bertubi-tubi itu. Maka ketika terdengar bentakan itu, walaupun telinganya dapat menangkapnya, dia masih saja duduk bersila dengan mata terpejam dan dia sibuk mengatur pernapasan. Juga Bi Eng masih duduk bersila dan mengatur pernapasan mengusir kepeningan kepalanya. Tinggal Ceng Liong seorang yang begitu mendengar bentakan ini lalu membalikkan tubuh menghadapi orang yang baru datang itu.

   Ternyata yang muncul itu seorang pemuda yang usianya antara sembilan belas atau dua puluh tahun. Seorang pemuda bertubuh jangkung, dengan punggung agak bongkok, pakaiannya sederhana dan sikapnya juga sederhana seperti orang biasa. Akan tetapi sepasang mata yang mencorong itu, dan wajah yang mengandung bayangan dendam penuh kebencian, membuat Ceng Liong cukup waspada karena dia dapat menduga bahwa orang ini datang bukan dengan niat hati yang baik. Dengan penuh perhatian dia mengamati wajah pemuda itu karena dia merasa seperti pernah mengenal wajah ini, akan tetapi telah lupa lagi kapan dan di mana.

   Pemuda itu agaknya tidak memperhatikan Ceng Liong karena pandang matanya ditujukan terus kepada Hek-i Mo-ong yang masih duduk bersila. Kemudian, dengan sikap perlahan dan tenang namun penuh ketegasan, dia melolos pedang dari balik jubahnya dan terkejutlah Ceng Liong ketika dia mengenal sebatang pedang pusaka yang ampuh. Pedang itu mengeluarkan sinar berkilat ketika dicabut dan tahulah dia bahwa pedang itu bukan pedang sembarangan, melainkan sebatang pedang yang terbuat dari bahan yang amat baik dan ampuh.

   "Hek-i Mo-ong, jangan berpura-pura tidak tahu. Bangkitlah dan lunasi hutangmu!! pemuda itu membentak dan dengan langkah perlahan dia menghampiri Hek-i Mo-ong yang masih duduk bersila tanpa membuka kedua matanya.

   "Perlahan dulu, sobat!! Tiba-tiba Ceng Liong berseru dan sekali menggerakkan kedua kakinya, tubuhnya sudah mencelat ke depan pemuda berpedang itu dan dia bertolak pinggang menghadang.

   "Mau apa engkau datang menghampiri guruku dengan menghunus pedang?!

   Pemuda itu tertegun, mengamati wajah Ceng Liong dan akhirnya dia berkata setelah menarik napas panjang.

   "Aih, jadi engkau ini murid Hek-i Mo-ong, bocah setan itu? Bagus, membasmi pohon beracun harus dengan akar-akarnya agar tidak tumbuh lagi!!

   Ceng Liong mengerutkan alisnya dan kini dia melihat sesuatu yang menggugah ingatannya. Tahi lalat di ujung bawah telinga kiri itu! Terbayanglah dia ketika anak laki-laki berusia tiga belas tahunan itu memondong jenazah Yang I Cin-jin yang tewas di tangan Hek-i Mo-ong, pandang mata anak laki-laki itu yang penuh dendam kebencian kepada Hek-i Mo-ong!

   "Ah, kiranya engkau murid mendiang Yang I Cin-jin....!!

   Pemuda itu tersenyum.

   "Dan engkau murid Hek-i Mo-ong yang memiliki ingatan baik sekali. Memang, aku Pouw Kui Lok, murid suhu yang dahulu membawa pergi jenazah suhu ketika suhu terbunuh oleh gurumu. Dan sekarang tiba saatnya bagiku untuk membalas dendam yang bertumpuk-tumpuk!!

   Ceng Liong melihat betapa sikap pemuda ini gagah dan tidak kelihatan jahat. Diapun teringat kepada mendiang Yang I Cin-jin yang juga lebih pantas menjadi seorang pendekar daripada seorang sesat, walaupun pada waktu itu Yang I Cin-jin agaknya ikut pula bersekutu dengan para pemberontak. Diapun menarik napas panjang.

   "Pouw Kui Lok, urusan antara guruku dan gurumu dahulu itu adalah urusan pribadi. Tentu engkau pada waktu itu mengetahui juga bahwa yang menyerang lebih dahulu adalah gurumu dan mereka lalu berkelahi secara adil. Kalau seorang di antara mereka kalah dan tewas, bukankah hal itu wajar saja? Urusan di antara mereka, kenapa engkau harus mencampurinya?!

   Diam-diam Pouw Kui Lok tertegun mendengar ucapan ini. Sama sekali tidak disangkanya bahwa murid seorang iblis seperti Hek-i Mo-ong itu mempunyai pandangan seperti itu! Maka, kemarahannya terhadap Ceng Liong sebagai murid Hek-i Mo-ong mereda dan suaranyapun terdengar lembut.

   "Orang muda, urusan antara aku dan gurumu juga urusan pribadi. Engkau tidak tahu berapa banyak hutang gurumu kepadaku. Dia pernah membunuh mendiang kakek guruku yang bernama Thian Teng Losu, kemudian membunuh paman guruku Yang Heng Cin-jin dan memperkosa isterinya. Kemudian, ketika guruku mencoba untuk membalas dendam, guruku malah tewas di tangannya. Sebagai muridnya, mana mungkin aku mendiamkannya saja? Selama ini aku menggembleng diri tak kenal lelah, semua kulakukan hanya untuk hari ini, untuk membalas semua itu kepada gurumu. Sebaiknya engkau jangan mencampuri, dan aku tidak akan mengganggumu. Biarlah permusuhan habis di sini saja setelah gurumu atau aku tewas dalam suatu perkelahian yang adil!!

   Sikap Pouw Kui Lok gagah sekali dan diam-diam Ceng Liong merasa menyesal mengapa dia harus berdiri di situ sebagai murid Hek-i Mo-ong, sehingga dia terpaksa terlibat dalam urusan permusuhan pribadi yang tidak menyenangkan itu, karena bagaimanapun juga dia dapat merasakan bahwa permusuhan itu diawali oleh perbuatan gurunya yang tidak benar.

   "Pouw Kui Lok, adalah hakmu untuk menuntut balas kematian gurumu. Aku tidak akan mencampuri urusan permusuhan pribadi, akan tetapi pada saat ini Hek-i Mo-ong sedang dalam keadaan sakit, maka aku akan melarangmu kalau engkau hendak menyerangnya. Aku terpaksa mencampuri karena melihat ketidakadilan....!

   "Ho-ho-ho, siapa bilang aku sakit? Ha-ha, kalau hanya murid Yang I Cin-jin, jangankan hanya seorang, biar ada sepuluh orang aku masih sanggup untuk membunuhnya satu demi satu!! Tiba-tiba Hek-i Mo-ong bangkit berdiri dan tertawa-tawa dengan sikap mengejek.

   "Suhu....!! Ceng Liong berseru kaget dan juga marah karena dia tahu bahwa suhunya hanya berpura-pura saja karena sebenarnya suhunya terluka parah dan tidak mungkin dapat menghadapi lawan tanggah.

   "Heh-heh, Ceng Liong. Sejak kapan gurumu ini gentar menghadapi ancaman musuh? Jangan kau turut campur, biar kuhabiskau riwayat bocah scmbong itu!!

   Mendengar ini, Pouw Kui Lok menjadi marah. Kalau tadinya dia merasa agak ragu-ragu mendengar bahwa musuh besarnya berada dalam keadaan sakit, kini mendengar ucapan dan tantangan Hek-i Mo-ong, tentu saja dia merasa lega. Dengan pedang di tangan, dia lalu mengeluarkan suara geraman nyaring menyerang ke arah Hek-i Mo-ong. Akan tetapi, bayangan Ceng Liong berkelebat dan pemuda remaja ini sudah menghadangnya dan memandangnya dengan tajam.

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Guruku sedang sakit, engkau tidak boleh mengganggunya sekarang!!

   "Bocah tolol, minggirlah dan jangan mencampuri urusanku!!

   Akan tetapi Ceng Liong tidak mau minggir sehingga terpaksa Pouw Kui Lok menusukkan pedangnya. Ceng Liong mengelak dan membalas dengan tendangan kilat, membuat Pouw Kui Lok terkejut dan meloncat ke samping. Pada saat itu, muncullah dua orang tosu berpakaian kuning dan mereka segera menghadapi Ceng Liong dari kanan kiri sambil berkata.

   "Pouw-taihiap, biar pinto berdua menghadapi iblis muda ini!! Dan merekapun langsung menyerang Ceng Liong dengan tangan kosong.

   Ceng Liong melihat betapa gerakan kedua orang tosu ini cukup lihai. Mereka bertangan kosong akan tetapi ketika mereka menyerang, ujung kedua lengan baju mereka menyambar dahsyat dengan kekuatan yang cukup ampuh. Tahulah dia bahwa dua orang tosu ini bukan lawan yang lunak, maka diapun cepat mengelak dan menangkis pukulan tosu ke dua untuk mengukur tenaganya.

   "Dukk!! Tosu itu hampir terjengkang dan melangkah sampai lima langkah ke belakang dengan muka berobah.

   "Siancai....! Iblis muda ini berbahaya....!! katanya dan mereka berdua bersikap hati-hati sekali menahan Ceng Liong agar pemuda ini tidak dapat membantu gurunya yang sudah diserang oleh Pouw Kui Lok.

   Hek-i Mo-ong memang seorang aneh. Dia sengaja tadi mengejek dan menantang musuhnya, hanya untuk melihat sampai di mana kesetiaan muridnya kepadanya! Padahal, sikapnya ini amat membahayakan dirinya. Gerakan Pouw Kui Lok amat cepat dan kuat, pedangnya lenyap bentuknya berobah menjadi sinar terang yang menyambar laksana kilat.

   Memang sesungguhnya pemuda ini telah menggembleng diri dan telah berhasil mewarisi ilmu pedang mendiang Yang I Cin-jin, bahkan telah memperdalam ilmu pedangnya di Kun-lun-pai sehingga dia menjadi seorang ahli pedang yang lihai. Yang I Cin-jin adalah seorang tosu, dan biarpun bukan menjadi pendekar budiman yangg terkenal, setidaknya bukan penjahat dan sudah kenal baik dengan para tosu Kun-lun-pai. Inilah sebabnya ketika Pouw Kui Lok menceritakan tentang kematian gurunya di tangan datuk sesat Hek-i Mo-ong, mereka mau membantunya, menggemblengnya, bahkan ketika pemuda ini mencari musuh besarnya, dua orang tosu Kun-lun-pai yang menjadi para suhengnya menemaninya.

   Sebagai pendekar-pendekar Kun-lun-pai, dua orang tosu itu tidak berniat mengeroyok Hek-i Mo-ong karena urusan antara Hek-i Mo-ong dan Pouw Kui Lok adalah urusan pribadi. Akan tetapi mereka menemani pemuda itu karena ingin membantunya kalau-kalau sute mereka yang ilmu pedangnya amat lihai itu dikeroyok oleh kawan-kawan atau anak buah Hek-i Mo-ong. Inilah sebabnya ketika Ceng Liong maju, mereka berdua langsung turun tangan mencegah Ceng Liong membantu gurunya dan memberi kesempatan kepada Pouw Kui Lok untuk bertanding secara adil melawan musuh besarnya.

   Biarpun kini tingkat kepandaian Pouw Kui Lok sudah lebih tinggi dari mendiang gurunya, akan tetapi andaikata keadaan Hek-i Mo-ong seperti biasa, sehat dan tidak sedang menderita luka yang amat parah, jangan harap pemuda itu akan mampu mengalahkannya. Akan tetapi saat itu Hek-i Mo-ong memang sudah payah sekali. Dipakai bernapas saja dadanya terasa nyeri, apalagi kalau dia mengerahkan sin-kang, rasanya seperti ditusuk-tusuk jantungnya.

   Dan penyerangnya yang muda itu benar-benar amat lihai. Pedangnya membuat sinar bergulung-gulung dan repotlah Hek-i Mo-ong mengelak ke sana sini. Dia tidak berani mempergunakan kekebalannya untuk menghadapi pedang lawan. Pertama karena pedang lawan amat ampuh dan kuat, kedua kalinya karena dia tidak berani mengerahkan terlalu banyak tenaga sin-kang.

   Hal ini bisa membuat lukanya menjadi semakin parah. Maka tidaklah mengherankan apabila dia terdesak hebat dan main mundur terus, mengelak ke kanan kiri dan terhuyung-huyung.

   Hek-i Mo-ong bukanlah seorang tolol yang ingin membiarkan dirinya mati konyol. Kalau dia tahu bahwa pemuda musuh besarnya itu dibantu oleh dua orang tosu Kun-lun-pai yang demikian lihai, tentu dia tidak mengeluarkan ejekan dan tantangan tadi. Kini, dia terkejut melihat betapa muridnya dihadang dua orang tosu itu sehingga tentu saja Ceng Liong tidak dapat membantunya. Dia harus menghadapi sendiri amukan Pouw Kui Lok dan ternyata pemuda ini lihai bukan main ilmu pedangnya. Lewat beberapa puluh jurus saja, sudah dua kali tubuhnya terserempet ujung pedang sehingga bajunya robek dan kulitnya juga robek. Darah bercucuran!

   Sejak tadi Bi Eng menonton perkelahian itu dengan mata terbelalak dan bingung. Dara ini tidak mengenal siapa adanya pemuda dan dua orang tosu yang memusuhi Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong. Akan tetapi, iapun cukup mengerti bahwa biasanya, tosu adalah pendeta yang mengutamakan kebaikan.

   Bagaimanapun juga, ia adalah puteri Pendekar Suling Emas dan ayahnya sudah seringkali memperingatkan kepadanya bahwa ia tidak boleh menilai orang dari keadaan lahirnya. Manusia tidak dapat dinilai dari pakaiannya, kekayaannya, kepandaiannya, agamanya dan sebagainya. Semua itu hanya pakaian. Yang penting adalah manusianya itu sendiri, lepas dari pada semua pakaiannya yang kadang-kadang hanya dipakai untuk menutupi dan menyembunyikan kekotoran dan keburukannya.

   Ternyata dua orang tosu itu lihai sekali, walaupun mereka behum juga dapat mendesak Ceng Liong. Melihat betapa pemuda itu mampu menahan dua orang tosu yang demikian lihainya, diam-diam Bi Eng menjadi semakin kagum saja kepadanya. Dan ketika dara remaja ini menoleh dan memandang kepada Hek-i Mo-ong, ia mengerutkan alisnya. Kakek itu sedang terluka parah dan kini didesak amat hebatnya oleh pemuda berpedang. Sudah terluka di sana-sini dan tubuhnya berlumuran darah.

   Akan tetapi, Bi Eng mempunyai harga diri. Ia tidak mungkin danat turun tangan membantu Hek-i Mo-ong. Hal itu akan berarti pengeroyokan dan ia sama sekali tidak mempunyai sangkut paut dengan urnsan pribadi dua orang itu. Bagaimanapun juga, kakek iblis itu telah menyelamatkan nyawanya, kalau kini ia mendiamkan saja kakek itu terancam bahaya, kalau sampai kakek itu dibunuh orang di depan matanya tanpa ia berusaha menyelamatkannya, sungguh ia akan menjadi orang yang tidak mengenal budi sama sekali! Secara otomatis, matanya mulai mencari-cari senjata karena suling emasnya telah hilang ketika ia berkelahi melawan Louw Tek Ciang.

   Melihat keadaan Hek-i Mo-ong makin lemah, Pouw Kui Lok memperhehat desakannya. Pedangnya membentuk sinar bergulung-gulung yang seperti tali-temali melibat-libat tubuh Hek-i Mo-ong.

   "Cetttt....!! Kembali ujung pedang itu merobek pundak kiri Hek-i Mo-ong. Kakek itu terhuyung dan terjengkang. Melihat ini, Pouw Kui Lok menubruk ke depan dengan serangan kilatnya. Demikian hebat serangannya itu sehirgga tahu-tahu pedangnya telah amblas ke dalam dada Hek-i Mo-ong.

   "Cratttt....!! Kakek itu meregang, akan tetapi tangan kirinya dengan membentuk cakar menyambar ke arah kepala Pouw Kui Lok. Pemuda ini terkejut setengah mati. Tak disangkanya bahwa kakek yang sudah ditembusi pedang dadanya itu masih mampu melakukan serangan sedemikian hebatnya! Itulah ilmu mujijat Coan-kut-ci (Jari Penembus Tulang) dari Hek-i Mo-ong! Kalau tadi kakek itu tidak mengeluarkan ilmu ini adalah karena ilmu ini membutuhkan pengerahan sin-kang yang amat kuat dan untuk mengerahkan ini, sama saja dengan membunuh diri karena luka di dalam tubuhnya tentu akan makin menghebat. Maka baru sekarang, setelah pedang lawan menembus dadanya, dia mengeluarkan ilmu ini.

   "Crokkk....!! Betapapun lihainya Pouw Kni Lok dan biarpun dia sudah berusaha untuk mengelak, dia hanya berhasil menyelamatkan kepalanya saja dan jari-jari tangan kakek itu tetap saja mencengkeram pundaknya sehingga kulit dan daging pundak itu menjadi hancur, dan ujung tulang pundak juga patah! Pouw Kui Lok mengeluh kesakitan dan meloncat ke belakang. Pundak kirinya terluka parah dan lengan kirinya lumpuh sama sekali. Akan tetapi melihat kakek itu masih belum tewas, dia menjadi nekat dan maju lagi untuk memberi tusukan-tusukan lagi. Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dan sebatang ranting digerakkan secara istimewa menyerangnya dari samping!

   Pouw Kui Lok terkejut dan menangkis dengan pedangnya.

   "Trakkk!! Ranting itu tertangkis, akan tetapi melesat dengan gerakan menyerong dan tahu-tahu ujung runting hampir menusuk matanya! Pouw Kui Lok berseru kaget dan melempar tubuhnya ke belakang, terus bergulingan. Dia selamat, akan tetapi keringat dingin membasahi lehernya karena nyaris matanya buta oleh tusukan ranting tadi. Ketika dia meloncat dan menyeringai kesakitan karena pundak yang terluka tadi terasa nyeri sekali ketika dipakai bergulingan, dia melihat dengan heran bahwa yang menyerangnya dengan ranting hanyalah seorang gadis remaja yang wajahnya masih pucat, agaknya baru sembuh dari sakit.

   "Suheng, pergi....!! Pouw Kui Lok berseru. Dia sudah terluka parah, dan dia sudah berhasil menusuk tembus dada musuhnya sehingga dia merasa yakin bahwa musuh besarnya pasti akan mati, dan di situ selain ada murid Hek-i Mo-ong yang amat lihai, terdapat pula gadis remaja yang memiliki ilmu silat istimewa pula. Dua orang tosu yang memang kewalahan menghadapi Ceng Liong, nmeloncat jauh ke belakang dan mereka bertiga melarikan diri.

   "Suhu....!! Ccng Liong berseru ketika melihat kakek itu berdiri dengan mendekapkan tangan kiri ke dadanya, wajahnya berseri akan tetapi pucat sekali dan berdirinya terhuyung-huyung. Ketika Ceng Liong merangkul gurunya, kakek itu tertawa.

   "Ha-ha-ha, dalam saat terakhir, muridku membelaku dan calon isterinya juga membantuku. Aku puas sudah.... ha-ha-ha, Hek-i Mo-ong.... hari akhirmu diantar oleh hati orang-orang muda yang sayang kepadamu.... ha-ha!! Dan kakek itu tentu terguling kalau tidak cepat dipondong oleh Ceng Liong.

   Gurunya setengah pingsan dan ketika Ceng Liong memondongnya dan merebahkannya di atas rumput, terasa oleh Ceng Liong betapa kakek yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa itu kini amatlah kurusnya dan amat ringannya. Hatinya merasa terharu, apalagi ketika melihat bahwa gurunya telah menderita luka parah sekali. Dada dan punggungnya berlubang dan mengucurkan darah, napasnya tinggal satu-satu. Bi Eng juga berlutut di dekat tubuh kakek itu yang dengan lemah memandangi mereka berdua.

   Pada saat itu ada angin menyambar dan berkelebat dua bayangan orang. Tahu-tahu di situ telah berdiri Kam Hong dan isterinya! Akhirnya, suami isteri ini dapat juga menyusul dan betapa kaget, heran dan juga girang rasa hati mereka melihat Bi Eng berada di tempat itu dalam keadaan selamat, akan tetapi gadis itu berlutut di dekat tubuh Hek-i Mo-ong yang terluka parah, bersama seorang pemuda yang tampaknya sedang berusaha menotok beberapa jalan darah di tubuh kakek itu untuk menghentikan darah yang bcrcucuran dan menghilangkan rasa nyeri.

   Akan tetapi begitu melihat siapa yang datang, Hek-i Mo-ong mendorong tangan muridnya dengan halus dan diapun seperti memperoleh kekuatan baru, bangkit duduk lalu berdiri menghadapi Pendekar Suling Emas dan isterinya! "Heh-heh-heh, orang she Kam! Engkau datang untuk melanjutkan perkelahian denganku? Baik, hayolah, aku sudah siap!! katanya menantang.

   Tentu saja Kam Hong menjadi marah. Gara-gara kakek ini dan kaki tangannya, dia kehilangan nyawa beberapa orang murid, bahkan puteri merekapun terculik dan nyaris celaka.

   "Hek-i Mo-ong, orang seperti engkau ini adalah iblis jahat yang sudah sepatutnya dienyahkan dari muka bumi!! bentak Kam Hong, siap untuk menyerang.

   "Ha-ha-ha, biar jahat seperti aku atau baik seperti engkau, kita semuapun pada akhirnya akan lenyap dari muka bumi! Hayo, sudah lama aku menanti saat ini, dan aku tidak akan merasa penasaran kalau engkau yang mengantar kematianku, orang she Kam, karena engkau lah yang berhasil mengalahkan aku!! Keadaan kakek itu sebetulnya sudah payah sekali, bicarapun sudah terengah-engah, sudah lebih mendekati mati daripada hidup. Akan tetapi dia kelihatan gembira menghadapi kematiannya dan dengan kedua tangannya membentuk cakar penuh pengerahan hawa sakti dari Ilmu Coan-kut-ci, dia berdiri menghadapi musuh besarnya.

   Akan tetapi, Kam Hong adalah seorang pendekar besar yang pantang melakukan hal-hal yang rendah atau licik. Dia sudah melihat betapa payah keadaan musuhnya, maka biarpun dia marah sekali mengingat betapa kakek iblis ini telah menyebabkan tewasnya para pelayannya yang dianggap sebagai murid-murid pula, namun dia nampak ragu-ragu untuk menyerang orang yang sudah tidak mampu melawan lagi.

   Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan seorang pemuda remaja telah berdiri menghadang antara pendekar ini dan kakek iblis itu. Pemuda yang bertubuh tinggi tegap, wajahnya cerah dan gagah, sinar matanya mencorong aneh, akan tetapi belum dewasa benar sehingga nampak lucu bahwa seorang pemuda remaja yang masih hijau itu berani berdiri menghadapi dan menentang seorang pendekar seperti Kam Hong!

   "Suhuku sudah terluka dan tidak dapat melawan, biarlah aku yang menggantikannya menghadapimu kalau engkau hendak menyerangnya.! kata Ceng Liong dengan sikap tenang sekali, menandakan bahwa nyalinya amat besar dan dia tidak takut menghadapi lawan yang berpakaian sasterawan sederhana ini. Diapun tahu dari ucapan gurunya tadi bahwa sasterawan inilah musuh besar gurunya yang dapat diduganya tentu lihai bukan main.

   Kam Hong mengerutkan alisnya. Kini dia tahu bahwa tentu pemuda ini yang mengaku murid Hek-i Mo-ong yang telah menculik Bi Eng.

   "Hemm, tidak patut aku menyerang seorang bocah, akau tetapi mengingat engkau murid iblis tua ini, sudah semestinya kalau aku mengenyahkan engkau pula yang tentu akan menjadi lebih jahat daripada gurunya kelak!!

   Akan tetapi anak muda itu hanya berdiri memandangnya dan tidak juga bergerak menyerang.

   "Majulah,! kata Kam Hong.

   "Engkau boleh mewakili gurumu menghadapiku!!

   Akan tetapi Ceng Liong menggeleng kepala.

   "Aku tidak ingin memusuhi siapapun juga, akan tetapi aku harus melindungi guruku dari serangan siapapun juga!!

   Kerut di antara alis pendekar itu mendalam dan dia mengeluarkan dengus mengejek dari hidungnya.

   "Hemm, seorang murid yang berbakti, ya? Murid iblis tua tentu menjadi calon iblis pula!!

   "Heh-heh-heh, muridktu yang baik! Tidak percuma aku mendidikmu bertahun-tahun dan mewariskan semua ilmuku kepadamu. Lebih baik menjadi murid iblis akan tetapi berbakti daripada menjadi murid pendekar akan tetapi murtad, heh-heh!! Hek-i Mo-ong terkekeh, akan tetapi terpaksa dia cepat duduk bersila dan mengatur pernapasan karena kata-katanya dan tawanya tadi membuat darah mengucur keluar dari luka di dadanya.

   "Hahh!! Kam Hong sudah menyerang dengan tamparan kilat ke arah leher Ceng Liong. Tamparan yang selain amat cepat, juga mengandung hawa pukulan yang amat kuat sehingga terdengar suara angin mendesis.!Dukk! Dukk! Dukkk!! Tiga kali Kam Hong melakukan tamparan bertubi yang amat hebat, akan tetapi semua serangan itu dapat ditangkis dengan baiknya oleh Ceng Liong.

   Barulah mata Kam Hong terbelalak ketika dia merasa betapa tangkisan-tangkisan itu selain cepat dan tepat, juga mengandung tenaga yang hebat, yang mampu menahan tenaganya sendiri! Tahulah dia bahwa ucapan Hek-i Mo-ong tadi tidaklah bualan belaka. Anak ini, biarpun masih muda, telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari kakek iblis itu!

   Tentu saja dia tidak tahu bahwa sebetulnya, pada saat itu, andaikata diadukan antara Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong, agaknya kakek itupun belum tentu akan mampu mengalahkan muridnya, terutama sekali dalam hal tenaga sakti. Seperti kita ketahui, Suma Ceng Liong telah mewarisi tenaga sakti dari kakeknya, yaitu Pendekar Super Sakti Suma Han. Selain itu, juga semua ilmu yang dimiliki Hek-i Mo-ong telah diwarisinya.

   Setelah merasa yakin akan kelihaian lawan yang amat muda ini, Kam Hong tidak mau membuang waktu lagi dan diapun mencabut suling emasnya. Sinar emas berkilat menyilaukan mata ketika suling tercabut dan melihat ini, tiba-tiba saja Bi Eng melompat ke depan. Gadis ini sejak tadi dirangkul oleh ibunya yang merasa lega dan girang sekali melihat bahwa puterinya dalam keadaan sehat dan selamat.

   Tadinya, Bi Eng juga diam saja tidak mau mencampuri urusan antara Hek-i Mo-ong dan ayahnya karena iapun tahu bahwa Hek-i Mo-ong dan kawan-kawannya datang untuk memusuhi dan menyerbu keluarga ayahnya sehingga mengakibatkan tewasnya para pelayan. Akan tetapi ketika ia melihat ayahnya menyerang Ceng Liong, kemudian ayahnya mencabnt suling emas, hatinya merasa ngeri. Ia tahu akan kehebatan suling emas di tangan ayahnya dan ia tidak ingin ayahnya membunuh Ceng Liong yang telah begitu baik terhadap dirinya.

   "Ayah....! Jangan....!! teriaknya sambil melompat.

   Kam Hong terkejut, juga heran sekali melihat puterinya mencegahnya menyerang murid musuh besar yang berbahaya itu. Dia menunda gerakannya, berdiri dan memandang puterinya dengan mata tajam dan alis berkerut tak senang.

   "Bi Eng! Kau kenapakah?! bentak ayah ini. Tentu saja dia marah. Bukankah para pelayannya telah terbunuh oleh musuh, bahkan Bi Eng sendiri diculik. Sekarang, anaknya itu malah melarangnya membunuh musuh yang jahat ini!

   Bi Eng maklum apa yang dipikirkan ayahnya, maka ia dengan cepat maju dan berdiri di dekat Ceng Liong dengan sikap seperti hendak melindungi pemuda itu dari kemarahan ayahnya.

   "Ayah, jangan serang dia! Ceng Liong tidak bersalah apa-apa....!!

   "Hemm, bukankah dia murid iblis tua itu?! tanya Kam Hong meragu.

   "Benar, akan tetapi dialah yang menyelamatkan aku, ayah. Aku roboh oleh penjahat cabul dan tentu akan celaka kalau tidak dibawa lari dan diobati oleh Ceng Liong ini. Ayah, dia telah menyelamatkan puterimu, apakah sekarang, sebagai imbalannya ayah hendak membunuhnya?!

   Kam Hong menjadi bingung. Tentu saja dia merasa heran. Pemuda yang lihai ini adalah murid Hek-i Mo-ong, lalu bagaimana dia harus bersikap kalau murid musuh besarnya itu menolong puterinya.

   "Tapi.... tapi mereka membunuh para pelayan kita....!!

   "Bukan Ceng Liong yang membunuh, melainkan penjahat cabul itu dan gurunya!! Bi Eng membela.

   Kam Hong mengangguk-angguk. Dia tahu siapa yang dimaksudkan puterinya dengan penjahat cabul itu. Tentu pemuda lihai yang menjadi murid Jai-hwa Siauw-ok itu. Kalau memang pemuda remaja ini tidak ikut melakukan pembunuhan, dan sudah menyelamatkan Bi Eng, memang tidak layak kalau dia membunuhnya.

   "Baik,! katanya.

   "akan tetapi suruh dia minggir agar aku dapat membunuh raja iblis jahat Hek-i Mo-ong itu.! Diapun melangkah maju dengan suling di tangannya.

   "Siapapun hanya dapat menyerang suhu dengan melangkahi mayatku!! kata Ceng Liong, sikapnya tenang akan tetapi suaranya terdengar tegas. Sikap pemuda ini kembali membangkitkan kemarahan di hati Kam Hong. Siapa orangnya tidak akan marah kalau menghalangi dia menghukum iblis yang telah menyebar maut di tempat tinggalnya?

   "Ayah, Hek-i Mo-ong juga telah menyelamatkan nyawaku. Bahkan.... dia berkorban nyawa untuk membelaku....!

   "Apa....?! Ayahnya bertanya, terkejut juga kini karena pernyataan puterinya itu sungguh tak disangkanya.

   "Aku dirobohkan oleh penjahat cabul lalu ditolong oleh Ceng Liong. Akan tetapi aku terluka parah karena pukulan beracun penjahat itu. Ketika penjahat-penjahat guru dan murid itu hendak merampasku, kakek ini mempertahankan dan dia membunuh guru penjahat itu akan tetapi dia sendiri terluka. Dan luka beracun di tubuhku juga diobati oleh Hek-i Mo-ong.!

   Kembali Kam Hong menjadi bingung, tak tahu harus berbuat apa. Dia tahu benar bahwa Hek-i Mo-ong adalah seorang datuk kaum sesat, seorang penjahat besar yang kejam dan ganas. Entah berapa banyak orang yang celaka atau tewas di tangannya. Akan tetapi, kakek itu telah menyelamatkan puterinya. Kalau kini dia menyerang dan membunuhnya, apakah dia tidak akan merasa menyesal selama hidupnya? Akan tetapi, kalau dia tidak turun tangan, berarti pula bahwa dia membiarkan saja penjahat keji berkeliaran dan ini bertentangan dengan watak seorang pendekar.

   Hek-i Mo-ong yang duduk bersila itu kini membuka matanya memandang, mulutnya menyeringai dalam usahanya untuk tersenyum mengejek, akan tetapi dia tidak berani tertawa karena luka di dalam tubuhnya amat parah. Dengan mengerahkan kekuatan terakhir yang masih bersisa, dia berkata.

   "Orang she Kam, lihat bagaimana seorang jahat dan sesat seperti aku dibela oleh dua orang muda yang gagah! Dan yang seorang puterimu sendiri malah. Hati siapa takkan bangga dan senang? Jangan khawatir, tanpa kau turun tanganpun aku takkan hidup lama lagi. Akan tetapi sebelum mati aku ingin memberitahu kepadamu bahwa puterimu ini akan menjadi isteri muridku....!

   "Apa? Tidak mungkin! Hek-i Mo-ong, aku tidak akan membunuhmu karena engkau pernah menolong puteriku, akan tetapi jangan harap lebih daripada itu. Sampai mati kami tidak sudi berbesan denganmu!!

   "Tapi.... tapi.... puterimu telah berjanji untuk menjadi isteri Ceng Liong muridku ini!!

   Kam Hong dan isterinya terkejut dan Bu Ci Sian yang sejak tadi hanya menonton saja, tiba-tiba menjadi marah.

   "Bi Eng! Apa artinya ini? Benarkah engkau berjanji seperti itu?!

   "Tidak, ibu. Aku tidak pernah berjanji!! jawab Bi Eng dengan sungguh-sungguh.

   Akan tetapi Bu Ci Sian yang biasanya berwatak keras, hanya setelah menjadi isteri Kam Hong saja ia dapat merobah kekerasannya di bawah pimpinan suaminya, masih belum puas dengan jawaban itu. Hati ibu ini sungguh merasa khawatir membayangkan puterinya akan menjadi isteri murid seorang datuk seperti Hek-i Mo-ong, walaupun ia harus mengakui bahwa pemuda remaja itu gagah, tampan dan juga berilmu tinggi seperti yang dilihatnya tadi ketika pemuda itu mampu menahan serangan suaminya.

   "Bi Eng, katakanlah, apakah engkau mau menjadi mantu seorang penjahat terkutuk seperti Hek-i Mo-ong itu? Apakah engkau mau menjadi calon isteri murid orang sesat ini?!

   Didesak oleh ibunya seperti itu, Bi Eng menggeleng kepalanya. Ia sendiri sebetulnya tidak pernah mempertimbangkan hal itu. Ketika Hek-i Mo-ong mengajukan syarat agar ia berjanji mau menjadi calon isteri Ceng Liong untuk diobati, ia menolak keras, bukan karena ia membenci Ceng Liong melainkan karena ia tidak sudi ditekan dan ia tidak mau tunduk. Akan tetapi, mengenai perjodohannya, sama sekali ia tidak pernah memikirkan. Biarpun demikian, ketika didesak ibunya, dalam keadaan seperti itu, tentu saja ia merasa tidak enak dan jalan satu-satunya bagi Bi Eng hanyalah dengan menolak.

   "Tidak, ibu, aku tidak mau.!

   Hening sejenak setelah dara itu memberikan jawabannya dan diam-diam Ceng Liong merasa sesuatu yang amat tidak enak dalam hatinya. Dia sendiri sama sekali belum pernah memikirkan tentang perjodohan dan perasaannya terhadap Bi Eng hanyalah perasaan suka biasa saja.

   Kalau dia bersikeras menolong dara itu adalah karena terdorong rasa iba dan karena pada dasarnya dia memang tidak senang melihat kejahatan dilakukan orang di depan matanya. Biarpun demikian, melihat dan mendengar betapa dara itu dan ayah bundanya jelas memperlihatkan sikap tidak suka kepadanya merupakan suatu hal yang amat tidak enak. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau membuka mulut dan hanya memandang kepada suhunya dengan hati kasihan. Dia sudah berjanji kepada gurunya untuk kelak menjadi suami dara ini, bukan karena memang dia sudah mengambil keputusan itu, melainkan hanya untuk menyenangkan hati gurunya dan agar kakek itu mau mengobati Bi Eng.

   "Hemm, kakek iblis! Engkau mendengar sendiri bahwa puteriku tidak sudi menjadi isteri muridmu!! kata nyonya itu dengan hati lega.

   Hati Ceng Liong diliputi rasa iba melihat betapa gurunya yang sudah tua itu kini memandang dengan mata sayu dan wajah kakek yang biasanya keras itu kini nampak begitu kecewa sehingga mewek-mewek seperti anak kecil yang mau menangis. Sepasang mata kakek itu yang sudah kehilangan sinarnya memandang kepada Ceng Liong, kemudian kepada Bi Eng dengan penuh duka, kemudian kepada suami isteri pendekar itu.

   "Tapi.... tapi.... muridku sudah berjanji akan menjadi suaminya.... dan aku.... ah, aku tidak akan dapat mati dengan tenang kalan mereka belum terikat jodoh....! Seluruh sikap dan kata-kata, terutama pandang mata kakek itu penuh diliputi kekecewaan dan penyesalan yang antat menyedihkan.

   Akan tetapi, tentu saja hal ini hanya terasa oleh Ceng Liong. Bagi Kam Hong dan Bu Ci Sian, sikap itu tentu saja malah menjengkelkan. Puteri tunggal mereka hendak dijodohkan dengan murid datuk sesat itu? Sungguh merupakan suatu penghinaan besar! Kalau saja tidak ingat bahwa kakek itu pernah menyelamatkan Bi Eng dan kini berada dalam keadaan luka parah sekali, tentu Kam Hong atau Bu Ci Sian sudah menyerangnya.

   

Suling Emas Naga Siluman Eps 17 Jodoh Rajawali Eps 63 Suling Emas Naga Siluman Eps 31

Cari Blog Ini