Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 10


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 10



"Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu! Bagus, ternyata aku melakukan pi-bu dengan orang yang telah bernama besar dan memiliki kepandaian yang pantas untuk bertanding melawanku. Nah, mari kita mencoba ilmu silat masing-masing! Awas serangan!"

   Baru saja ucapan itu berhenti, orangnya sudah mencelat ke depan dan mengirim serangan dengan kecepatan yang mengejutkan sekali. Akan tetapi, hanya terdengar Tang Cun Ciu tertawa merdu dan tubuh wanita cantik ini pun sudah mencelat dan lenyap, tahu-tahu dia sudah berada di tempat tinggi dan kini tubuhnya melayang turun dan melakukan serangan balasan dengan tendangan dahsyat!

   "Bagus....!"

   Si Ulat Seribu memuji dan selain terkejut juga gembira sekali karena ternyata lawannya ini pun merupakan seorang ahli gin-kang yang hebat. Dia cepat mengelak dan kini kedua orang wanita yang wajahnya sungguh amat berlawanan itu, yang seorang amat buruk dan yang seorang lagi amat cantik, mulai serang-menyerang dengan gerakan-gerakan yang cepat sekali. Bukan hanya cepat, akan tetapi juga dari setiap serangan mereka itu menyambar hawa pukulan yang kadang-kadang mengeluarkan suara bercuitan saking kuatnya! Berbeda dengan tadi ketika berkelahi untuk memperebutkan pedang pusaka, Si Ulat Seribu tidak menggunakan ulat-ulatnya.

   Dia tahu bahwa dia berada di tempat musuh, di tempat berbahaya dan bahwa pertandingan ini hanya merupakan adu ilmu silat belaka, untuk menguji siapa yang lebih pandai. Maka dia hanya mengandalkan ilmu silatnya yang aneh dan gin-kangnya yang tinggi. Ilmu silat dari wanita bermuka buruk ini memang luar biasa sekali. Tubuhnya melejit-lejit ke atas dengan tubuh melengkung-lengkung, seperti loncatan semacam ulat. Dan gerakannya amat gersitnya sehingga beberapa kali Tang Cun Ciu sendiri sampai terkejut. Akan tetapi, ternyata bahwa tingkat kepandaian silat Dewi Pengejar Arwah ini masih lebih unggul, dan dasar ilmu silatnya lebih aseli dan lebih tinggi. Bahkan dalam gerakan yang mengandalkan gin-kang yang lihai, ternyata Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu juga lebih tinggi dan matang.

   Si Ulat Seribu hanya menang aneh saja, namun intinya kalah kuat. Itulah sebabnya maka setelah lewat lima puluh jurus, Si Ulat Seribu mulai terdesak hebat dan tidak mampu balas menyerang lagi karena dia sibuk harus menghindarkan diri dari serangan yang amat cepat, bertubi-tubi dan teratur baik, kuat dan indah. Dan akhirnya, Cui-beng Sian-li mengeluarkan lengking panjang yang menggetarkan jantung, tubuhnya mencelat ke atas menukik turun dan seperti garuda menyambar ular dia menyerang dari atas. Si Ulat Seribu berusaha menghindar, namun dia kalah cepat dan pundaknya kena didorong oleh Cui-beng Sian-li. Tidak dapat dihindarkan lagi, Si Ulat Seribu terpelanting roboh bergulingan. Lawannya meloncat dan hendak menyusulkan tamparan berikutnya, akan tetapi terdengar bentakan Cu Han Bu,

   "Cukup, Toa-so!"

   Aneh sekali, biarpun dia amat dihormat dan disebut kakak ipar, wanita itu agaknya taat kepada adik mendiang suaminya ini, karena dia pun menahan serangannya dan berdiri dan memandang kepada Si Ulat Seribu dengan senyum mengejek. Si Ulat Seribu maklum bahwa kalau tadi pihak tuan rumah tidak menahan dan dia diserang lagi, tentu dia akan celaka, maka dia melangkah mundur dan duduk kembali di atas kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Wajahnya yang buruk itu nampak semakin buruk.

   "Siapa lagi di antara para tamu yang masih meragukan kepandaian kami? Boleh maju!"

   Karena kemenangannya, Cui-beng Sian-li menantang. Para tamu itu terdiri dari orang-orang pandai, Sai-cu Kai-ong Yo Kong Tek melihat benar betapa lihainya wanita itu, memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi sehingga dia sendiri pun tidak berani sembrono untuk maju dalam pi-bu dan mencari penyakit seperti Si Ulat Seribu tadi. Akan tetapi di antara mereka terdapat Im-kang Ngo-ok, lima orang datuk kaum sesat yang merasa bahwa merekalah yang merupakan orang-orang paling pandai di dunia persilatan. Lima orang kakek sakti ini sudah saling pandang.

   Tentu saja diam-diam mereka pun merasa tidak puas bahwa perjalanan susah payah mereka untuk merebut pedang pusaka itu berakhir seperti ini, hanya menjadi tamu di Lembah Suling Emas dan melihat pedang pusaka yang diinginkan itu kembali kepada pemiliknya. Tentu saja diam-diam mereka mencari akal untuk dapat merampas pedang itu, bahkan begitu mereka tahu bahwa tempat itu adalah Lembah Suling Emas yang tentu menyimpan banyak macam pusaka, diam-diam mereka merasa girang dan timbul keinginan mereka untuk dapat merampas pusaka-pusaka yang berada di tempat tersembunyi itu. Akan tetapi mereka pun bukan orang-orang bodoh yang sembrono. Mereka maklum bahwa mereka berada di tempat berbahaya, tempat yang hanya mempunyai hubungan dengan dunia melalui jembatan terbang itu, dan bahwa pihak tuan rumah terdiri dari orang-orang yang lihai,

   Maka semenjak mereka datang, mereka belum melihat cara yang baik untuk dapat memetik keuntungan dari kunjungan ini. Ketika melihat Si Ulat Seribu beraksi, diam-diam mereka menjadi girang. Mungkin inilah kesempatan itu, ialah dengan cara berpibu! Dalam pi-bu itu, kalau mereka berlima dapat mengalahkan pihak tuan rumah, bukankah mereka memperoleh kekuasaan? Dan menguji kepandaian pihak tuan rumah melalui pi-bu adalah cara yang halus dan tidak kentara! Betapapun juga, kegirangan mereka itu dikejutkan dan disapu pergi ketika mereka menyaksikan sepak terjang wanita cantik yang berjuluk Cui-beng Sian-li itu. Wanita itu saja sudah demikian lihainya! Dari gerakan Cui-beng Sian-li, ketika melayani Si Ulat Seribu, Im-kan Ngo-ok maklum bahwa tingkat kepandaian wanita itu saja sudah mengimbangi tingkat Su-ok atau Ngo-ok!

   Ini berarti bahwa yang agaknya dapat dipastikan untuk dapat menghadapi Cui-beng Sian-li hanya Sam-ok, Ji-ok atau Toa-ok sendiri. Dan di pihak tuan rumah masih ada tiga orang saudara Cu itu yang mereka belum dapat mengukur sampai di mana kelihaian mereka. Sam-ok Ban-Hwa Seng-jin adalah seorang yang cerdik, paling cerdik di antara kelima Im-kan Ngo-ok. Karena ke-cerdikannya itulah maka dia pernah diangkat menjadi Kok-su dari Negara Nepal. Dan di antara lima orang Im-kan Ngo-ok itu, dialah yang dianggap sebagai pengatur siasat, bahkan Toa-ok sendiri mengakui kecerdikan adik ke tiga ini. Maka kini empat pasang mata itu pun memandang kepada Sam-ok seolah-olah mereka menyerahkan tindakan selanjutnya kepada Si Jahat Nomor tiga ini untuk mengaturnya. Sam-ok lalu bangkit dan sambil tersenyum dia menjura dan memuji.

   "Hebat.... hebat sekali. Sudah lama kami mendengar kebesaran nama majikan Lembah Suling Emas dan ternyata nama besar itu bukan kosong belaka. Si Ulat Seribu sungguh tak tahu diri sehingga membentur batu karang! Karena kami Im-kang Ngo-ok amat kagum sekali. Dan kami percaya bahwa tidak ada seorang pun di antara para tamu yang akan berani menganggap pihak tuan rumah kurang patut memiliki pedang pusaka itu."

   Cui-beng Sian-li yang masih berdiri itu tersenyum. Dia paling tidak suka mendengar orang bicara bertele-tele dan berputar-putar, maka dia lalu tertawa dan berkata dengan suara mengejek.

   "Kalau Im-kan Ngo-ok hendak menguji kepandaian kami pun boleh saja! Perlu apa banyak bicara nmemuji-muji kosong? Kami tidak butuh pujian."

   Tiba-tiba terdengar suara tertawa merdu dan nyaring, disusul suara melengking tinggi.

   "Cui-beng Sian-li bicara besar! Apa dikiranya Im-kan Ngo-ok terdiri dari bocah-bocah penakut? Biar aku mencobanya, Sam-te!"

   Dan Ji-ok Kui Bin Nio-nio sudah berada di depan Cui-beng Sian-li. Sungguh mereka merupakan dua orang wanita yang amat berlawanan. Yang seorang bertubuh ramping dan berwajah cantik, yang ke dua juga bertubuh ramping seperti tubuh wanita muda, akan tetapi karena mukanya ditutup topeng tengkorak, maka amat menyeramkan, bahkan lebih menakutkan daripada wajah Si Ulat Seribu yang buruk itu.

   Dari balik topeng tengkorak itu mengintai sepasang mata yang mengeluarkan sinar mencorong dan liar seperti mata setan, dan rambut di kepala itu telah putih semua. Melihat Ji-ok telah maju, Sam-ok tersenyum dan mengundurkan diri. Dia sendiri merasa bahwa dia akan dapat menundukkan wanita cantik itu, akan tetapi karena Ji-ok juga wanita dan lebih tepat untuk menguji lawannya yang juga perempuan, maka dia mengalah dan mengundurkan diri tanpa berkata apa pun. Suara Ji-ok yang melengking nyaring itu membayangkan adanya khi-kang dan sin-kang yang amat kuat, maka Cu Han Bu memberi isarat dengan pandang matanya kepada Cu Kang Bu. Pria tinggi be-sar dan gagah perkasa yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun, lalu bangkit berdiri dan segera ia menghampiri Cui-beng Sian-li yang agaknya sudah bersiap untuk menandingi Ji-ok.

   "Harap Toa-so yang sudah capek melayani lawan suka mengaso, biar aku yang menghadapi Ji-ok."

   Melihat munculnya adik iparnya ini, Cui-beng Sian-li mengangguk dan dia kembali ke tempat duduknya, lalu menyambar cawan araknya, mengisinya dengan arak dari guci dan meminumnya. Sementara itu, pemuda yang tinggi besar dan gagah perkasa itu kini sudah menghadapi Ji-ok. Suaranya lantang dan kasar ketika dia berkata dengan sikap gagah.

   "Aku Ban-kin-sian Cu Kang Bu sudah lama mendengar nama Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang tersohor kejam, jahat dan lihai! Maka sekarang memperoleh kesempatan untuk bertanding, sungguh aku merasa girang!"

   Semua orang terkejut. Betapa besar bedanya sikap Cu Han Bu dan adiknya yang bernama Cu Kang Bu ini. Orang ini memiliki watak yang sama dengan bentuk tubuhnya yang tinggi besar dan gagah. Wataknya kasar, jujur dan tidak menyimpan rahasia dalam hatinya. Maka begitu bertemu, dia dengan jujur dan dengan suara yang tidak mengandung ejekan melainkan sewajarnya telah mengatakan Ji-ok kejam dan jahat! Dan julukannya adalah Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati) yang juga merupakan julukan yang terang-terangan, tanda bahwa dia memiliki tenaga yang besar.

   Seperti semua tokoh di Lembah Suling Emas itu, nama Cu Kang Bu juga tidak terkenal sama sekali, bahkan kalah terkenal dibandingkan dengan Cui-beng Sian-li yang menjadi toa-sonya itu. Oleh karena itu, Ji-ok belum pernah mendengarnya dan tentu saja orang nomor dua dari Im-kan Ngo-ok ini memandang rendah. Akan tetapi watak Im-kan Ngo-ok memang aneh. Mereka sudah menggunakan julukan Ngo-ok (Lima Jahat) dan ini bukan nama kosong belaka. Kejahatan bagi mereka ini bukan merupakan suatu hal buruk yang patut membuat mereka malu, sebaliknya malah, mereka itu seperti mengagungkan kejahatan dan malah merasa bangga kalau disebut jahat dan kejam! Oleh karena itu, ketika Cu Kang Bu secara jujur menyebutnya kejam dan jahat, Ji-ok tersenyum di balik kedoknya dan sepasang mata di balik kedok itu berseri-seri!

   "Ha-ha-hi-hik, bagus sekali! Aku girang sekali mendengar bahwa namaku sampai dikenal di tempat yang tersembunyi ini. Ban-kin-sian Cu Kang Bu, engkau hendak mewakili pihak tuan rumah menguji kepandaianku? Bagaimana kalau sampai engkau terluka parah atau mati? Ketahuilah, Ji-ok sekali turun tangan tentu ada yang mati!"

   Cu Kang Bu tertawa dan wajahnya nampak tampan kalau dia tertawa.

   "Ha-ha-ha, bicaramu lucu, Ji-ok! Pibu, kalah, menang, luka dan mati adalah hal-hal yang merupakan rangkaian tak terpisahkan. Sudah berani pi-bu tentu berani kalah, luka atau mati. Akan tetapi ingat, hal itu berlaku untuk kedua pihak. Bukan hanya aku yang mungkin luka atau mati, akan tetapi engkau juga."

   "Hi-hik, bagus! Kalau begitu bersiaplah engkau untuk mati, orang she Cu!"

   Baru saja dia berkata demikian, tahutahu Ji-ok sudah menubruk maju, kedua tangannya membentuk cakar-cakar setan dan gerakannya cepat bukan main, tahu-tahu tangan kiri mencengkeram ke arah kedua mata lawan sedangkan tangan kanan mencengkeram ke arah kemaluan! Bukan main bahayanya serangan ini, semacam serangan yang amat curang dan kotor, yang tidak akan dilakukan oleh ahli silat tinggi.

   "Duk! Desss!"

   Serangar, maut itu sama sekali tidak dielakkan oleh Cu Kang Bu, melainkan ditangkis dengan kekerasan!

   Kedua lengannya yang kuat itu menangkis dengan pengerahan tenaga dan adu lengan itu membuat Ji-ok meringis di balik kedoknya karena kedua lengannya yang kecil itu seolah-olah bertemu dengan dua batang baja besar yang amat kuat! Ji-ok bukan seorang ahli silat sembarangan. Tangkisan yang amat kuat itu biarpun membuat kulitnya terasa nyeri, akan tetapi tidak sampai melukai lengannya dan dia yakin akan kekuatan lawan yang berjuluk Dewa Bertenaga Selaksa Kati itu, maka dia pun mengandalkan kecepatan gerakannya dan mulailah dia menghujani lawan dengan serangan-serangannya. Setiap serangan merupakan serangan maut yang mengerikan, dan sekali saja tangan Ji-ok mengenai sasaran, akan celakalah lawannya. Pihak tuan rumah memandang dengan alis berkerut, maklum betapa kejinya serangan-serangan yang dilakukan oleh Ji-ok itu.

   Sama sekali tidak pantas dinamakan pi-bu atau mengadu ilmu silat untuk mengukur kepandaian masing-masing, lebih patut dinamakan serangan-serangan yang mengarah nyawa lawan! Akan tetapi, betapa terkejut hati Ji-ok ketika dia melihat bahwa semua serangannya itu, betapa cepat dan kuatnya karena dia mengerahkan segenap tenaganya, tidak ada satu pun yang mampu membobolkan pertahanan orang muda itu! Cu Kang Bu bergerak dengan tenang sekali, mantap dan tubuhnya seolah-olah dilindungi oleh benteng baja yang tercipta dari gerakan tubuhnya, setiap serangan dapat ditangkisnya dengan amat mudah dan sekali-kali dia membalas dengan tamparan atau dorongan tangan yang mengandung kekuatan dahsyat! Ji-ok bukan seorang bodoh.

   Setelah melakukan penyerangan hampir lima puluh jurus lamanya, dia sudah tahu bahwa tingkat kepandaian lawan itu ternyata luar biasa tingginya dan sukarlah baginya untuk mencapai kemenangan! Maka dia pun lalu mengeluarkan suara melengking nyaring dan dia sudah mempergunakan ilmunya yang terbaru, ilmu dahsyat sekali yang merupakan andalannya, yaitu Kiam-ci (Jari Pedang)! Jari telunjuknya bergerak dan hawa yang seperti kilat cepatnya, amat dingin dan tajamnya seperti pedang pusaka, menyambar ke arah dada Cu Kang Bu! Hawa pukulan jari mujijat ini mengeluarkan suara bercuitan amat mengerikan. Cu Kang Bu maklum akan hebatnya pukulan itu, dia mengenal ilmu mujijat. Cepat dia menangkis dengan dorongan telapak tangannya dari samping dan memutar lengan.

   "Brett....!"

   Tetap saja lengan bajunya dekat pangkal lengan terobek oleh hawa pukulan dari Kiam-ci! Karena dia tidak menyangka, maka kulit pangkal lengannya ikut terobek dan mengeluarkan sedikit darah, seperti bekas dicakar kucing!

   "Hi-hi-hik!"

   Ji-ok tertawa mengejek di balik kedoknya, akan tetapi suaranya tertawa itu segera terhenti karena Cu Kang Bu kini sudah menyerangnya dengan hebat, kedua lengan yang besar kuat itu bergerak-gerak bergantian ke depan, kedua kakinya juga menggeser maju. Dari kedua telapak tangan itu menyambar hawa pukulan dahsyat sekali ke arah lawan! Ji-ok tidak berani menghadapi dengan kekerasan, maklum akan kekuatan lawan, maka dia sibuk menghindarkan diri dan mengelak ke sana-sini, terus didesak oleh lawan. Ji-ok menjadi marah sekali. Dia harus menang, demikian pikirnya. Di depan begitu banyak orang kang-ouw, akan rusaklah nama besarnya kalau sampai dia kalah oleh seorang lawan yang sama sekali tidak memiliki nama besar di dunia persilatan, walaupun sungguh harus diakui bahwa tingkat kepandaian lawannya ini benar-benar amat tinggi.

   Dia mengeluarkan bentakan yang menggetarkan seluruh tempat itu dan tiba-tiba, dalam keadaan terdesak itu dia mengirim serangan balasan, kedua jari telunjuknya mencuat ke depan seperti sepasang pedang dan ada hawa pukulan yang amat dingin menyambar dahsyat ke arah lawan! Diam-diam Cu Kang Bu terkejut. Serangan ini adalah serangan mengadu nyawa, karena wanita berkedok tengkorak itu menyerangnya dengan sepenuh tenaga tanpa mempedulikan penjagaan diri lagi, pendeknya ingin membunuh lawan dengan taruhan nyawa sendiri! Tentu saja dia tidak sudi untuk mengorbankan nyawa dan mati bersama lawan yang amat keji dan jahat ini. Dia pun mengeluarkan seruan panjang dan kedua tangannya dibuka menyambut terjangan ganas itu.

   "Bresss....!"

   Dua tenaga sakti bertemu amat hebatnya dan akibatnya, tubuh Ji-ok terpelanting dan terbanting ke belakang sampai bergulingan! Tubuh Cu Kang Bu tetap berdiri, akan tetapi kedua lengannya berdarah karena kulitnya tergores seperti tergores pedang.

   Dia menderita luka tergores kulitnya dan mengeluarkan darah sedangkan Ji-ok terbanting keras, maka dalam adu tenaga ini pihak tuan rumah yang menang, sungguhpun mengenai ilmu pukulan, sungguh Ji-ok memiliki Kiam-ci yang amat ganas dan dahsyat! Ji-ok sudah meloncat bangun kembali, dan sebelum dia sempat menyerang lagi, tiba-tiba terdengar gerengan keras, nampak bayangan besar berkelebat dan tahu-tahu Yeti, mahluk raksasa itu telah berdiri di depannya dengan sikap beringas dan mengancam! Yeti mengembangkan kedua lengannya yang panjang dan besar, menggereng dan memukul-mukul dada dengan tangan kiri seolah-olah menantang lawan, dan kemudian tangan kanannya menunjuk-nunjuk keluar sambil menggereng. Jelas sekali gerakannya ini, yaitu dia menantang Ji-ok kalau mau berkelahi, dan mengusir semua orang agar pergi meninggalkan tempat itu!

   "Cuuuuttt....!"

   Kiam-ci dari tangan kiri Ji-ok, yaitu telunjuk kirinya telah mengirim serangan ke arah Yeti. Mahluk itu menggereng saja, seolah-olah kurang cepat mengelak dan hawa pukulan dari telunjuk kiri itu mengenai dadanya, disusul telunjuk itu menotok dadanya.

   "Dukkk!"

   Ji-ok berteriak dan meloncat ke belakang. Hampir patah telunjuknya ketika mengenai dada Yeti. Kiranya Yeti memiliki kekebalan yang amat luar biasa sehingga ilmu pukulan itu tidak mempan. Dan pada saat itu Yeti menggerakkan lengannya. Hampir saja kepala wanita berkedok itu kena dicengkeram kalau saja dia tidak cepat membuang tubuh ke belakang dan berjungkir balik beberapa kali. Melihat mahluk itu menyerang Ji-ok, Toa-ok sudah bergerak ke depan, kedua tangannya membuat gerakan memutar dan ada angin dahsyat menyambar ke arah Yeti! Tubuh Yeti yang tinggi besar itu terbawa oleh angin dahsyat ini sampai terhuyung, akan tetapi ketika Toa-ok menampar dengan tangan kiri, Yeti juga menggerakkan tangannya dan tak dapat dicegah lagi dua dengan itu saling beradu.

   "Desss....!"

   Dan akibatnya, mereka berdua terpental ke belakang! Bukan main kagetnya hati Toa-ok. Dia tadi telah mengerahkan tenaga sin-kangnya yang paling kuat, namun Yeti itu dapat me-nangkisnya dan ternyata tenaga mereka seimbang! Dan dia tahu benar bahwa Yeti itu juga memiliki tenaga sin-kang, bukan hanya tenaga otot seperti layaknya binatang buas! Benar-benar dia tidak mengerti dan terheran-heran. Seperti juga tadi, Yeti memukul-mukul dada sendiri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menunjuk keluar seperti orang mengusir. Ngo-ok berlima kini sudah mengepung Yeti dengan sikap mengancam. Melihat ini, Cu Han Bu bangkit berdiri dan berkata, suaranya berwibawa dan tegas,

   "Harap Im-kan Ngo-ok suka mundur dan tidak membikin ribut di tempat kami!"

   Lima orang datuk kaum sesat itu melirik ke arah Cu Han Bu. Ji-ok mengeluarkan suara ketawa mengejek, Su-ok dan Ngo-ok juga tersenyum menyeringai. Tentu saja di dalam hati mereka tidak sudi mentaati permintaan orang yang dianggap masih muda itu. Akan tetapi berbeda dengan saudara-saudaranya, Toa-ok dan Sam-ok yang cerdik melihat betapa selain Cu Han Bu, juga Cu Seng Bu yang bermuka pucat dan Cu Kang Bu sudah bangkit berdiri, juga Tang Cun Ciu wanita lihai itu. Yeti itu lihai sekali, dan keluarga Cui itu pun tak boleh dipandang ringan, maka kalau mereka nekat, tentu mereka berlima akan mengalami rugi. Toa-ok lalu tersenyum ramah dan menjura ke arah Cu Han Bu sambil berkata,

   "Maaf.... maaf.... kami hanya main-main saja melihat Yeti menantang."

   Cu Han Bu memandang kepada Sim Hong Bu dan berkata,

   "Bujuk dia agar jangan membikin ribut."

   Hong Bu lalu menghampiri Yeti, dipegangnya tangan Yeti itu sambil berkata.

   "Mari kita duduk kembali dan tidak perlu membikin ribut di tempat ini...."

   Yeti masih menggereng-gereng, akan tetapi dia menurut saja dituntun oleh Hong Bu ke pinggir.

   "Pek In, kau bagi-bagi pek-giok (batu kumala putih) itu kepada para tamu, masing-masing sebutir!"

   Tiba-tiba Cu Han Bu berkata kepada pemuda tanggung tampan yang sejak tadi hanya menonton dengan anteng itu.

   "Baik, Ayah."

   Jawab Cu Pek In. Pemuda tampan ini mengeluarkan sebuah kantung kuning, membuka tali mulut kantung dan merogoh dengan tangan kanan.

   "Cu-wi, harap suka menerima pemberian hadiah dari Kim-siauw-san-kok!"

   Katanya nyaring dan tangan kanannya sudah mengeluarkan sebutir batu berwarna putih bening sebesar gundu dan dia melemparkan gundu itu ke arah Si Ulat Seribu. Bukan sembarang lemparan karena gundu itu berobah menjadi sinar putih menyambar ke arah mata kanan Si Ulat Seribu!

   Namun wanita berwajah buruk ini dengan mudah menyambut dan menerima batu itu, memeriksanya penuh perhatian. Cu Pek In sudah melempar-lemparkan batu-batu putih itu, satu demi satu ke arah para tamu, setiap lemparan dilakukan dengan gaya yang indah namun batu itu meluncur dengan cepatnya ke arah sasaran. Karena mereka yang menjadi tamu adalah orang-orang kang-ouw yang rata-rata berilmu tinggi, tentu saja mereka semua dapat menerima lontaran batu itu dengan mudah, akan tetapi diam-diam mereka pun terkejut karena mereka dapat merasakan betapa tenaga lontaran pemuda tanggung itu sudah mengandung tenaga sin-kang yang cukup kuat! Hanya Hong Bu yang tidak diberi batu itu, demikian pula Yeti. Kepada Hong Bu, pemuda tanggung yang tampan itu berkata halus.

   "Karena engkau dan Yeti telah mengembalikan pedang pusaka kami, maka Ayahku sendiri yang akan memberi hadiah kepada kalian."

   Hong Bu tidak menjadi kecewa. Dan tidak mengharapkan dan membutuhkan hadiah. Dikembalikannya pedang pusaka kepada keluarga Cu itu adalah hal yang wajar dan bahkan sudah sepatutnya, maka dia tidak mengharapkan upah apa pun.

   "Harap Cu-wi tidak memandang rendah batu kecil itu."

   Terdengar Cu Han Bu berkata kepada para tamu yang masih meneliti batu sebesar gundu di tangan mereka.

   "Itu adalah pek-giok tulen. yang terdapat dalam tempat rahasia di Pegunungan Himalaya, dan sebagai orang-orang kang-ouw, tentu Cu-wi tahu akan khasiat pek-giok yang tulen. Apabila terkena racun apa pun, dia akan berubah menjadi hijau. Dengan pek-giok di tangan, Cu-wi takkan sampai terjebak oleh makanan beracun."

   Semua orang tahu akan kegunaan pek-giok itu, maka mereka lalu menyimpan batu kecil itu ke dalam saku baju masing-masing.

   "Dan sekarang kami persilakan Cu-wi untuk meninggalkan tempat kami. Jite dan Sam-te, kalian antar mereka keluar lembah. Sim Hong Bu, engkau dan Yeti tinggal dulu di sini, kami akan bicara dengan kalian."

   Sebetulnya penahanan tuan rumah terhadap Hong Bu ini ada maksudnya.

   Melihat betapa pemuda tanggung itu tidak memiliki ilmu kepandaian tinggi, dan para orang kang-ouw itu selain lihai juga di antara mereka banyak terdapat orang-orang jahat seperti Im-kang Ngo-ok, maka melepas pemuda itu bersama mereka sungguh merupakan hal yang amat berbahaya bagi pemuda itu. itu. Apalagi kalau pemuda itu membawa hadiah pusaka yang berharga, tentu akan dirampas oleh mereka. Biarpun ada Yeti yang agaknya melindungi pemuda itu, namun Yeti berada dalam keadaan terluka dan hal ini diketahui benar oleh fihak tuan rumah yang bermata tajam itu. Oleh karena itulah maka Cu Han Bu sengaja menahan Hong Bu agar keluarnya dari tempat itu tidak berbareng dengan rombongan itu. Cu Seng Bu dan Cu Kang Bu lalu mengantar rombongan itu yang berjumlah delapan belas orang, diikuti pula oleh Tang Cun Ciu dari belakang.

   Seperti ketika mereka memasuki lembah, kini mereka pun harus menggunakan satu-satunya jalan keluar, yaitu melalui jembatan tambang yang berbahaya di atas jurang yang amat lebar dan dalam itu. Setelah mereka semua menyeberang sampai ke seberang sana, tiba-tiba tali yang menjadi jembatan itu dikendurkan dan tali itu turun ke bawah sampai lenyap di balik kabut yang memenuhi jurang di bawah itu. Ketika Cu Seng Bu, Cu Kang Bu dan Tan Cun Ciu kembali ke rumah yang disebut Istana Lembah Suling Emas itu, terjadi keributan di situ. Kiranya, setelah rombongan orang-orang kang-ouw itu pergi, tiba-tiba Yeti mengeluh dan roboh terpelanting. Sim Hong Bu terkejut sekali dan cepat dia berlutut di dekat tubuh Yeti. Ternyata Yeti itu telah roboh pingsan dan dari mulutnya keluar darah menetes-netes!

   "Yeti....! Yeti....! Ah, Locianpwe, tolonglah....!"

   Hong Bu berteriak dan Cu Han Bu cepat menghampiri dan memeriksa keadaan Yeti dengan meraba dada, memeriksa urat nadi dan lain-lain. Dan tuan rumah ini terkejut bukan main. Kiranya Yeti ini telah parah sekali keadaannya, bukan hanya terluka di sebelah dalam tubuhnya, akan tetapi juga jalan darahnya kacau-balau dan ada tanda-tanda bahwa darahnya keracunan hebat!

   "Mari kita membawanya ke dalam untuk dirawat."

   Katanya singkat dan dengan bantuan Hong Bu, mereka menggotong tubuh Yeti itu ke sebelah dalam dan merebahkannya ke atas sebuah pembaringan dalam sebuah kamar kosong. Cu Han Bu lalu meninggalkan kamar itu untuk mencari obat-obat yang kiranya dapat menolong Yeti. Ketika itulah dua orang adiknya dan twakonya kembali ' dari mengantar para tamu dan mereka pun terkejut mendengar bahwa Yeti telah pingsan dengan tiba-tiba dan keadaannya payah sekali.

   "Agaknya luka oleh Koai-liong-pokiam yang lama itu telah membuat dia keracunan dan kini darahnya telah keracunan, juga perlawanannya terhadap banyak orang kang-ouw mendatangkan luka parah dalam tubuhnya. Dan lebih-lebih lagi ketika dia tadi beradu tenaga dengan Twa-ok, agaknya hal itu membuat lukanya semakin parah. Keadaannya mengkhawatirkan sekali, betapapun juga, kita harus berdaya untuk menolongnya."

   Kata Cu Han Bu kepada adik-adiknya dan twasonya. Mereka berempat lalu pergi ke kamar itu dan Cu Han Bu sudah membawa obat-obat yang diperlukan. Akan tetapi ketika mereka tiba di depan kamar, mereka terkejut mendengar suara Hong Bu yang memanggil-manggil sambil meratap sedih.

   "Ouwyang-locianpwe....! Ouwyang-Locianpwe, kau.... sadarlah. Cu Pek In yang diam-diam datang pula di belakang ayahnya dan paman-pamannya, mendengar suara Hong Bu itu segera berkata heran.

   "Ah, bocah itu pun telah menjadi gila!"

   Akan tetapi ayahnya dan dua orang pamannya tidak mempedulikannya dan segera meloncat masuk kamar. Mereka melihat Hong Bu berlutut dan mengguncang-guncang tubuh Yeti sambil menangis! Kiranya Hong Bu yang melihat keadaan Yeti yang terus mengeluarkan darah dari mulut itu menjadi sedemikian khawatir dan kasihan sehingga dia memanggil-manggil dengan nama itu karena dia yakin bahwa Yeti adalah penyamaran Ouwyang Kwan seperti yang riwayatnya dia baca dalam guha es. Apalagi ketika tadi dia mendengar bisikan Yeti dalam keadaan tidak sadar,

   "Loan Si.... Loan Si...."

   Maka dia tidak ragu-ragu lagi. Melihat masuknya keluarga Cu, Hong Bu sadar dan terkejut bahwa dia telah membuka rahasia itu, maka untuk menutupinya dia berkata,

   "Locianpwe, harap Locianpwe sudi menolong Yeti...."

   Akan tetapi Cu Kang Bu yang kasar itu telah menangkap bahunya dan menariknya bangun.

   "Kau tadi menyebut-nyebut Ouwyang-locianpwe! Siapa dia?"

   Pertanyaan itu amat keras dan agak membentak. Akan tetapi Hong Bu adalah seorang anak yang luar biasa tabah dan tidak pernah mengenal takut. Makin diperlakukan dengan kasar, dia akan semakin melawan. Maka dengan mata melotot dia menatap orang yang mencengkeram bahunya itu tanpa menjawab! Melihat ini, Cu Kang Bu yang paling menghargai keberanian, diam-diam merasa kagum sekali. Dan Cu Han Bu segera berkata halus,

   "Sim Hong Bu, engkau tadi menyebut-nyebut Ouwyang-locianpwe, ada hubungan apakah nama itu dengan Yeti ini?"

   Ditanya secara halus, Hong Bu yang sudah dilepaskan bahunya itu menjadi cair kemarahannya, dan dengan muka menunduk dan halus dia berkata.

   "Maaf, Locianpwe. Saya tidak berani bicara tentang itu...."

   "Sim Hong Bu, engkau menyebut nama Ouwyang-locianpwe, apakah engkau hendak maksudkan bahwa Yeti ini adalah seorang yang bernama Ouwyang Kwan....?"

   Diam-diam Hong Bu terkejut dan menyesal sekali bahwa dalam kekhawatirannya akan keselamatan Yeti itu tadi dia telah lupa diri dan menyebut-nyebut nama itu, Ouwyang Kwan telah bersusah payah menyembunyikan diri dan menyamar sebagai Yeti, tentu ada sebabnya, maka kalau dia sekarang membuka rahasia sungguh dia merasa bersalah besar terhadap Yeti yang sudah menjadi penolong jiwanya berkali-kali itu.

   "Tidak.... tidak tahu.... saya tidak berani bicara...."

   Ratapnya.

   "Ah, tidak mungkin!"

   Kata Cu Kang Bu keras.

   "Dia ini.... Ouwyang Kwan....? Mana mungkin....!"

   Kata pula Cu Seng Bu. Tiba-tiba Yeti yang tadi tidak bergerak-gerak itu mengeluarkan suara gerengan, Hong Bu meloncat bangun dan menubruk dengan girang. Akan tetapi tiba-tiba dia terkejut mendengaar Yeti itu bicara, suaranya kaku dan aneh, seperti suara orang yang sudah hampir lupa akan bahasanya.

   "Dia.... anak ini.... benar.... aku adalah.... Ouwyang.... Kwan...."

   Mendengar ini, tiga orang pria itu terkejut dan cepat menjatuhkan diri berlutut di dekat pembaringan sambil menyebut,

   "Twa-supek....!"

   Melihat ini, Tang Cun Ciu juga ikut menjatuhkan diri dan juga Cu Pek In lalu berlutut sambil memandang dengan mata terbelalak. Tentu saja Sim Hong Bu menjadi terkejut, heran dan juga girang! Kiranya Ouwyang Kwan benar adalah Yeti ini dan ternyata masih keluarga orang-orang gagah ini! Malah mereka menyebut Twa-pek, berarti bahwa Ouwyang Kwan yang menyamar sebagai Yeti adalah kakak dari ayah tiga orang she Cu itu.

   "Ouwyang Twa-pek.... kenapa Twapek menjadi begini....?"

   Cu Han Bu bertanya dengan suara halus penuh penghormatan.

   "Krettt....!"

   Tiba-tiba Yeti itu menggunakan kedua tangannya merobek bibirnya yang tebal dan terobeklah muka Yeti menjadi dua, dan nampak kini wajah seorang laki-laki yang tua, sedikitnya ada tujuh puluh tahun usianya, rambut, alis dan jenggotnya sudah putih semua, dan sepasang matanya kelihatan penuh duka. Kiranya Yeti itu hanya merupakan kedok saja, kedok yang amat bagus dan agaknya sudah menempel pada muka pria itu karena ketika dirobek, ada sebagian leher dan pipi kakek itu yang lecet-lecet dan berdarah! Kedua mata tua itu berlinang air mata dan dari ujung mulutnya masih menetes-netes darah segar. Dengan suara yang amat kaku karena puluhan tahun tidak pernah bicara, kakek itu lalu berkata lirih dan didengarkan oleh semua orang dengan penuh perhatian.

   "Aku.... aku seperti baru sadar dari mimpi buruk.... dalam saat terakhir ini baru aku sadar bahwa aku telah berobah menjadi mahluk ganas...."

   "Harap Twa-pek jangan berkata demikian. Twa-pek terlampau lelah dan terluka, biarlah kami merawat Twa-pek sampai sembuh. Sementara ini sebaiknya Twa-pek mengaso...."

   Kata Cu Han Bu dengan lembut. Akan tetapi kakek itu mengangkat tangan kanannya yang besar dan masih merupakan tangan Yeti.

   "Tidak ada gunanya.... aku akan mati.... akan tetapi aku harus lebih dahulu menceritakan semuanya kepada kalian keponakan-keponakanku.... dan meninggalkan pesan untuk.... bocah ini...."

   Tangan yang besar itu mengelus kepala Sim Hong Bu yang masih berlutut di dekatnya dengan penuh kasih sayang. Kakek yang menyamar sebagai Yeti selama puluhan tahun itu lalu bercerita. Dia bernama Ouwyang Kwan, dan di dalam keluarga Cu, sebenarnya dia adalah keturunan luar. Ibunya she Cu yang menikah dengan seorang luar she Ouwyang. Akan tetapi karena dia memiliki bakat yang amat baik dalam ilmu silat, maka oleh keluarga Cu dia diberi hak untuk mewarisi ilmu-ilmu keluarga itu yang amat tinggi.

   Bahkan kakeknya, yaitu Cu Hak pembuat pedang pusaka Koai-liong-pokiam itu amat sayang kepada cucu luar yang berbakat ini. Akan tetapi ketika Ouwyang Kwan telah menjadi seorang pemuda gagah perkasa, terjadilah malapetaka itu. Di Lembah Gunung Suling Emas datang sepasang suami isteri yang masih pengantin baru, yaitu pendekar silat dan sastrawan yang bernama Kam Lok dan berjuluk Sin-ciang Eng-hiong bersama isterinya yang bernama Loan Si, seorang wanita yang amat cantik. Hati Ouwyang Kwan yang masih muda dan belum berpengalaman itu seketika jatuh dan tergila-gila kepada isteri orang itu! Karena dia bersikap menggoda terhadap Loan Si, maka terjadilah kesalah-pahaman dan terjadilah perkelahian antara Sin-ciang Eng-hiong Kam Lok dan Ouwyang Kwan.

   Dalam pertandingan ini, Ouwyang Kwan harus mengakui kelihaian lawannya dan dia tahu bahwa kalau dilanjutkan perkelahian itu, dia tidak akan menang. Sesuai dengan julukannya, yaitu Sin-ciang Eng-hiong (Pendekar Bertangan Sakti), Kam Lok memiliki ilmu silat yang hebat dan kekuatan tangannya mengejutkan. Akan tetapi, keluarga Cu lalu melerai dan melihat bahwa keluarga fihak mereka yang bersalah, keluarga Cu lalu menegur Ouwyang Kwan minta maaf kepada suami isteri yang menjadi tamu itu. Kam Lok dan isterinya lalu berpamit dan meninggalkan Lembah Suling Emas. Akan tetapi, Ouwyang Kwan yang sudah tergila-gila itu lalu mencuri pedang pusaka Koai-liong-pokiam peninggalan kakek-nya Cu Hak, lalu minggat dari Lembah Suling Emas!

   "Aku.... aku berdosa kepada keluarga Lembah Suling Emas...."

   Demikian kakek yang menyamar sebagai Yeti itu berkata, menghentikan ceritanya sebentar. Semua orang mendengarkan dengan hati amat tertarik, dan Sim Hong Bu kini mengerti mengapa keluarga Cu merahasiakan kehilangan pedang pusaka keluarga itu kepada para tokoh kang-ouw.

   Kiranya pedang itu hilang dari keluarga Lembah Suling Emas karena dicuri dan dilarikan oleh seorang anggauta keluarga mereka sendiri! Ouwyang Kwan melanjutkan ceritanya dengan suara lirih dan terputus-putus. Beberapa kali para anggauta keluarga Cu itu hendak menghentikan ceritanya, melihat keadaan kakek itu yang payah, akan tetapi Ouwyang Kwan memaksa, bahkan mengatakan bahwa ceritanya itu merupakan pesan terakhir! Dengan pedang pusaka keluarganya sendiri di tangan, Ouwyang Kwan mengejar Sin-ciang Eng-hiong Kam Lok dan dengan terang-terangan dia minta agar Loan Si diberikan kepadanya! Tentu saja Kam Lok menjadi marah. Mana mungkin isteri diminta orang begitu saja? Dan tentu saja pertemuan itu disusul dengan perkelahian yang lebih seru dan dahsyat lagi.

   Akan tetapi kini Ouwyang Kwan memegang Koai-liong-pokiam, sebatang pedang pusaka yang amat ampuh. Dan dengan pedang di tangan ini, Ouwyang Kwan membuat lawannya terdesak dan akhirnya Sin-ciang Eng-hiong tidak kuat melawan terus, dan melarikan diri bersama isterinya. Maka terjadilah kejar-kejaran. Setiap kali terkejar, Kam Lok melawan hanya untuk mengakui keunggulan Ouwyang Kwan, atau, lebih tepat kehebatan Koai-liong-pokiam karena sesungguhnya pedang pusaka itulah yang membuat Ouwyang Kwan dapat membuat lawannya repot. Tanpa adanya pedang itu Ouwyang Kwan takkan mampu menandingi Kam Lok. Dan akhirnya, Kam Lok dan isterinya berputar-putar di daerah Pegunungan Himalaya dan bersembunyi di dalam guha batu dan es.

   Akan tetapi, Ouwyang Kwan yang sudah tergila-gila kepada Loan Si, yang sudah bersumpah tidak akan berhenti mengejar sebelum dia dapat memiliki wanita yang membuat dia jatuh hati itu, terus mencari dan bertemulah kedua orang musuh besar ini di dalam guha! Terjadilah perkelahian mati-matian yang amat seru, akan tetapi akhirnya, pedang Koai-liong-pokiam bersarang di dada Kam Lok dan pendekar itu pun tewaslah! Akan tetapi, kenyataan tidaklah sama indahnya dengan apa yang dicita-citakan dan diharapkan. Biarpun Ouwyang Kwan berhasil membunuh Kam Lok, namun dia tidak berhasil menundukkan hati Loan Si. Wanita ini tidak mau diperisteri olehnya. Loan Si hanya mencinta seuaminya seorang, dan tentu saja terhadap Ouwyang Kwan, dia tidak hanya bersikap tidak peduli dan tidak mau membalas cintanya,

   Bahkan timbul rasa bencinya karena pendekar gagah perkasa ini telah membunuh suaminya! Segala bujuk rayu Owyang Kwan tidak menarik hatinya dan tidak ada hasilnya. Untuk menggunakan kekerasan, Ouwyang Kwan tidak mau. Dia bukan seorang pria yang begitu rendahnya untuk memperkosa wanita, dan pula, wanita itu amat dicintanya sehingga dia tidak tega untuk menghinanya. Dia menghendaki agar Loan Si menyerahkan diri kepadanya dengan sukarela! Dan ternyata hal itu sama sekali tidak mungkin sehingga akibatnya dia sendiri yang merana dan mulailah dia menyerahkan perbuatannya terhadap Kam Lok yang sama sekali tidak bersalah kepadanya itu. Betapapun juga, gairah cintanya terhadap Loan Si makin menghebat dan inilah yang membuat dia makin merana.

   Api berahi berkobar-kobar di dalam dirinya dan dia seperti orang terbakar dari sebelah dalam. Ketika pada suatu hari dia melihat betapa takutnya Loan Si melihat seekor biruang besar di luar guha, Ouwyang Kwan lalu mendapat akal. Diam-diam ia membunuh biruang salju itu, mengulitinya dan dia lalu memakai kulit biruang salju itu sebagai kedok, dengan sedikit merobah muka atau kulit muka biruang itu. Maka terciptalah Yeti, manusia salju mengerikan. Dengan penyamaran ini, dia hendak menakut-nakuti Loan Si dengan harapan agar dalam keadaan takut itu Loan Si mau menoleh kepadanya, minta tolong kepadanya, dan menyerahkan diri dengan suka rela kepadanya! Namun, apa yang terjadi sungguh di luar dugaannya. Memang tadinya Loan Si ketakutan setengah mati.

   Munculnya biruang setengah monyet setengah manusia itu amat mengejutkan hatinya dan hampir membuat dia pingsan. Akan tetapi, pada saat dia ketakutan dan hampir memanggil musuh besarnya, Ouwyang Kwan, untuk menolong dan melindunginya, dia teringat akan kebenciannya terhadap Ouwyang Kwan dan mengurungkan niatnya itu. Lebih baik dia dibunuh mahluk ini daripada minta tolong kepada Ouwyang Kwan! Dan terjadilah hal yang sama sekali tidak diduga-duga oleh Ouwyang Kwan! Loan Si bukan menjadi takut kepada Yeti dan bukan minta tolong kepadanya, bahkan Loan Si menyerahkan dirinya kepada Yeti! Wanita cantik jelita itu, yang membuatnya tergila-gila, menolaknya mati-matian dan kini menyerahkan diri kepada Yeti yang begitu mengerikan, menjijikkan dan menakutkan!

   Akan tetapi, karena yang menjadi Yeti itu adalah Ouwyang Kwan, maka melihat penyerahan diri wanita yang membuatnya tergila-gila itu, dia lupa diri dan terjadilah cinta semalam suntuk di depan mayat Kam Lok yang dibiarkan membeku dalam tumpukan salju dan es di dalam guha itu! Biarpun dia masih menyamar sebagai Yeti, namun Ouwyang Kwan mencurahkan seluruh cinta kasihnya malam itu kepada Loan Si, tak pernah mengenal puas. Di lain fihak, Loan Si juga merasa betapa dia jatuh cinta kepada mahluk buas itu! Maka terjadilah hal yang luar biasa itu, saling memberi dan saling mengambil, dengan sepenuh hati, dengan mesra dan juga dengan buas dan liar! Akhirnya, Ouwyang Kwan tidur kelelahan sambil memeluk tubuh wanita yang dicintanya.

   Dan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Loan Si terbangun lebih dulu dan mendapat kenyataan bahwa semalam suntuk tadi dia telah menyerahkan diri, dengan sukarela, bahkan dengan panas, kepada Ouwyang Kwan! Ada rasa bahagia dalam hatinya, karena memang dia mulai tertarik dan jatuh cinta kepada pria ini, akan tetapi perasaan malu terhadap jenazah suaminya yang semalam suntuk telah "menonton"

   Perbuatannya yang berjina itu, jauh lebih besar daripada rasa senangnya. Dia malu, dan dia merasa telah mengkhianati suaminya yang tercinta. Dan dia melihat pedang pusaka Koai-liong-pokiam menggeletak di dekat tubuh Ouwyang Kwan. Maka disambarnya pedang itu dan di lain saat pedang itu telah menembus jantungnya! Bercerita sampai di sini, kedua mata tua Ouwyang Kwan menitikkan air mata.

   
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku manusia berdosa.... aku telah menjadi Yeti, mahluk buas....!"

   Demikian keluhnya. Semua pendengarnya memandangnya dengan muka pucat, kecuali Hong Bu yang memang sudah tahu akan cerita itu, sudah dibacanya catatan dari suami isteri yang mati di dalam guha itu. Kemudian Ouwyang Kwan melanjutkan ceritanya.

   "Melihat wanita yang kucinta sepenuh nyawaku itu roboh tak bernyawa di sampingku, bergelimang darah yang keluar dari dadanya karena tusukan pedang Koai-liong-pokiam, aku menjadi seperti gila. Dan memang aku telah gila.... aku telah gila....!"

   Kembali Ouwyang Kwan menghentikan ceritanya dan menangislah kakek itu!

   Kemudian, dengan suara yang semakin payah, dengan napas satu-satu yang menyesak dada, Ouwyang Kwan melanjutkan ceritanya. Dia pun mendudukkan wanita yang tercinta itu di samping Kam Lok, membiarkan tubuh Loan Si membeku terbungkus es seperti keadaan mayat Kam Lok. Kedukaannya membuat dia seperti linglung, apalagi ketika ditemukannya buku catatan Kam Lok yang kemudian disambung dengan catatan Loan Si yang menyatakan betapa wanita itu mulai meragu, mulai jatuh cinta kepadanya, akan tetapi munculnya Yeti itu meng-gagalkan segalanya! Kiranya sebelum membunuh diri, Loan Si masih sempat melanjutkan tulisannya dalam buku catatan itu. Makin hancur rasa hati Ouwyang Kwan dan dia tidak lagi mau menanggalkan penyamarannya sebagai Yeti! Dia merasa dirinya bukan manusia, lebih patut menjadi mahluk buas Yeti!

   "Pedang pusaka itu yang telah membunuh Kam Lok dan Loan Si, membuat aku benci melihatnya dan kubuang jauh-jauh ke dalam jurang yang curam."

   Demikian katanya.

   "Dan aku tidak ingat apa-apa lagi, tidak ingat bahwa aku adalah manusia. Aku merasa bahwa aku adalah Yeti, mahluk buas!"

   Dia berhenti dan memejamkan mata, seolah-olah merasa ngeri setelah dia kini teringat akan semua itu.

   "Kemudian, pada suatu hari, aku melihat seorang wanita yang membawa pedang itu. Aku mengenal pedang itu dan timbul kemarahanku. Apalagi ketika wanita itu menyerangku. Agaknya, selama aku lupa segalanya itu, hanya Ilmu silat yang tak pernah kulupakan, bahkan aku memperdalam ilmu silat selama puluhan tahun itu....!

   "Maafkan saya, Ouwyang Twa-pek...."

   Terdengar Cui-beng Sian-li Tang, Cun Ciu berkata ketika mendengar penuturan itu.

   "Ya, engkaulah wanita itu. Aku mulai teringat segalanya ketika Sim Hong Bu ini membawaku ke lembah ini. Ketika aku melarikan diri, kalian belum ada di dunia ini, akan tetapi mendengar semuanya, aku teringat kembali dan aku mulai mengerti. Tubuhku telah kulatih sehingga kebal terhadap segala macam senjata, namun agaknya tidak cukup kebal menghadapi Koai-liong-pokiam.... ah, pedang yang kupakai membunuh Kam Lok dan telah menembus jantung Loan Si kekasihku itu, kini ternyata mengantar pula nyawaku ke alam baka menyusul mereka. Aku tidak penasaran...."

   Sampai di sini Ouwyang Kwan mengeluh panjang dan roboh pingsan. Tentu saja tiga orang kakak beradik Cu itu menjadi sibuk dan berusaha menolong. Kini semua orang mengerti atau dapat menduga apa yang terjadi.

   Agaknya pedang pusaka itu setelah dibuang oleh Ouwyang Kwan ke dalam jurang, kemudi-an ditemukan oleh seseorang dan akhirnya pedang pusaka itu, entah bagaimana, mungkin melalui jual beli yang mahal, terjatuh ke tangan Kaisar dan menjadi pengisi kamar pusaka istana. Ketika hal ini diketahui oleh keluarga di Lembah Suling Emas, Tang Cun Ciu lalu menerima tugas untuk mengambilnya kembali. Pencurian atau lebih tepat pengambilan kembali pedang ini menggegerkan dunia kang-ouw. Seperti diketahui, Tang Cun Ciu yang membawa pulang pedang itu, di tengah perjalanan bertemu dengan Yeti dan karena kaget dan takut, dia menyerang mahluk itu. Terjadi perkelahian dan ternyata mahluk itu terlalu tangguh bagi Tang Cun Ciu sehingga ketika pedang pusaka itu berhasil menusuk paha Yeti, wanita ini melarikan diri.

   Dan terjadilah peristiwa-peristiwa yang menggegerkan itu di daerah Pegunungan Himalaya. Pada malam hari itu, Ouwyang Kwan siuman dari pingsannya. Tiga orang kakak beradik Cu itu yang merupakan ahli-ahli pula dalam urusan kesehatan, maklum bahwa keadaan Twa-pek mereka tidak mungkin dapat tertolong lagi. Seluruh darah telah keracunan dan luka di dalam tubuh Twa-pek itu pun amat hebat. Dengan napas terengah-engah Ouwyang Kwan yang tubuhnya panas sekali itu memberi isyarat kepada Hong Bu untuk mendekat. Pemuda tanggung ini maju berlutut dan Ouwyang Kwan membelai kepalanya. Kemudian kakek itu memandang kepada kakak beradik Cu yang berkumpul dalam kamar itu,lalu berkata lemah sekali.

   "Dia ini sudah kupilih menjadi muridku.... jadi terhitung saudara kalian sendiri.... aku ada mencatatkan ilmu pedang yang kuciptakan di balik kulit Yeti ini.... baru kalian boleh buka setelah aku mati.... dan kupesan agar kalian menuntun Sim Hong Bu ini untuk mempelajarinya dan sampai dapat menguasainya.... dan karena ilmu ini kuciptakan untuk pedang Koai-liong-pokiam.... maka kuminta.... kelak kalau dia sudah menguasai ilmunya.... kalian serahkan pedang itu kepadanya...."

   Mulut itu masih bergerak-gerak, akan tetapi tidak ada suaranya lagi dan kepalanya lalu terkulai,

   Maka tamatlah riwayat Ouwyang Kwan yang hidup merana karena asmara gagal itu. Sim Hong Bu seorang yang menangisi kematian kakek itu. Dia merasa suka, sayang dan kasihan kepada "Yeti"

   Ini, dan kematiannya amat menyedihkan. Tiga orang kakak beradik Cu lalu mengurus jenazah twa-pek mereka, dengan hati-hati membuka kulit biruang yang sudah melekat pada kulit twa-pek mereka itu sehingga di sana-sini kulit Twa-pek itu ikut terobek dan lecet-lecet. Dan ternyata bahwa di sebelah dalam kulit ini terdapat coretan-coretan ilmu yang dimaksudkan itu. Dengan hati-hati Cu Han Bu lalu menyimpan kulit itu dan dengan penuh khidmat jenazah Ouwyang Kwan itu lalu dibersihkan, kemudian dilakukan pembakaran jenazah itu dalam keadaan berkabung.

   "Mulai sekarang, Sim Hong Bu, engkau sudah murid kami! Ingat, murid Lembah Suling Emas harus bersumpah untuk melaksanakan semua peraturan yang ada pada keluarga kami. Pertama, engkau tidak boleh meninggalkan tempat ini tanpa ijin dari kami. Ke dua, engkau tidak boleh mengajarkan ilmu-ilmu dari kami kepada orang lain tanpa persetujuan dari keluarga kami. Ke tiga, engkau harus menjunjung tinggi nama Lembah Gunung Suling Emas dan tidak menyeret nama baiknya dengan perbuatan-perbuatan jahat. Masih ada peraturan-peraturan tambahan yang kelak akan diberitahukan kepadamu, dan kalau engkau melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan kami, maka engkau akan dianggap musuh oleh Lembah Suling Emas."

   Sim Hong Bu menjatuhkan diri berlutut di depan tiga orang laki-laki gagah perkasa itu, disaksikan Tang Cun Ciu dan Cu Pek In yang tersenyum-senyum melihat ini semua.

   "Bagimu aku adalah Twa-suhu, Cu Seng Bu adalah Ji-suhu, dan Cu Kang Bu adalah Sam-suhu. Akan tetapi karena aku telah dan sedang mengajarkan ilmu-ilmu kepada anakku sendiri, maka Ji-suhu dan Sam-suhumu yang akan membimbingmu."

   Sim Hong Bu yang sudah yatim piatu itu merasa girang dan cepat memberi hormat dan menyatakan sumpahnya. Demikianlah, mulai saat itu Sim Hong Bu diterima sebagai "anggauta keluarga"

   Lembah Suling Emas, suatu hal yang amat beruntung baginya, dan hal itu hanya mungkin terjadi karena pertemuannya dengan Yeti!

   Sudah terlalu lama kita meninggalkan Kam Hong bersama Bu Ci Sian yang terasing dari dunia
(Lanjut ke Jilid 10)
Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 10
sekitarnya karena terdampar ke "pulau"

   Yang merupakan gunung diselimuti es yang terkurung jurang-jurang yang amat curam sehingga tidak memungkinkan mereka keluar dari "pulau"

   Itu! Biarpun dia terkurung di tempat itu, namun Kam Hong tidak merasa kesal. Pertama, kakinya yang patah tulangnya itu memerlukan waktu untuk sembuh sehingga andaikata tidak terkurung dan terasing pun, dia toh tidak dapat pergi ke mana pun dan perlu berisirahat dan menghimpun kekuatan untuk mempercepat pertumbuhan tulangnya yang patah. Selain itu, semenjak dia menemukan ilmu dari catatan di tubuh jenazah kakek kuno itu, Kam Hong dengan amat tekunnya melatih diri. Setiap hari dia berlatih meniup suling! Memang sungguh luar biasa kalau dipikir betapa sejak kecilnya Kam Hong sudah pandai sekali meniup suling.

   Akan tetapi dia meniup suling untuk berlagu merdu dan sekali ini dia belajar meniup suling dengan cara yang lain sama sekali! Kini dia belajar meniup suling sebagai cara untuk berlatih agar dia bisa mencapai tingkat yang amat tinggi dalam ilmu sin-kang dan khi-kang! Dia berlatih menurut petunjuk dalam catatan yang dibuat oleh Ci Sian itu, dan karena catatan itu merupakan huruf-huruf kuno yang ditiru oleh Ci Sian yang kadang-kadang hanya mencontoh saja tanpa tahu artinya, maka sebelum melatih diri dia harus lebih dulu meneliti apa yang menjadi isi dan maksud dari catatan-catatan itu. Dan setelah dia melatih diri, barulah dia tahu bahwa ilmu itu bukanlah ilmu sembarangan dan amat sukar untuk dapat meniup suling seperti yang dimaksudkan oleh nenek moyang Suling Emas yang aseli itu! Ketika terjadi pertempuran antara Yeti dan para orang kang-ouw di puncak yang berada di seberang sana, dari jauh Kam Hong dapat melihat peristiwa itu.

   Tentu saja hatinya ingin sekali untuk menghampiri dan menonton pertempuran dahsyat itu, akan tetapi kakinya dan tempat di mana dia berada tidak memungkinkan hal itu, maka dia hanya dapat melihat dari jauh dan tidak tahu siapa yang bertempur itu dan apa yang terjadi kemudian karena tak lama setelah pertempuran itu, orang-orang yang nampak di atas puncak di seberang itu pun menghilang. Tentu saja dia tidak melihat betapa orang-orang kang-ouw itu disambut oleh penghuni Lembah Suling Emas. Dengan tekun sekali sehingga lupa akan keadaan dirinya yang berada di tempat terasing itu, Kam Hong terus belajar menyuling. Hal ini tentu saja jauh bedanya dengan keadaan Bu Ci Sian. Dara cilik ini setiap hari murung saja karena merasa kesal! Bagaimana dia tidak menjadi kesal? Berada di tempat terasing itu, setiap hari hanya makan panggang daging burung dan hanya kadang-kadang saja dia dapat menangkap binatang kelinci yang sesungguhnya adalah tikus salju.

   Siapa tidak akan menjadi bosan? Akan tetapi kekesalannya itu segera berubah ketika dia mulai menerima petunjuk dari Kam Hong yang mulai mengajarnya dengan ilmu-ilmu silat atau dasar-dasar ilmu silat tinggi dan ternyata Ci Sian merupakan seorang murid yang cerdas dan juga berbakat. Demikianlah, dua orang itu melewatkan waktu dan mengusir kekesalan dengan berlatih ilmu. Hanya suara suling yang itu-itu saja, tanpa melagu, hanya tuat-tuit kadang-kadang panjang kadang-kadang pendek itu kadang-kadang menimbulkan kebosanan pada Ci Sian dan kalau sudah begitu dia lalu murung dan tidak mau berlatih, kadang-kadang marah. Baru setelah Kam Hong menghiburnya dengan kata-kata manis kemarahannya berkurang kemudian lenyap lagi.

   "Paman Kam Hong, aku pernah mendengar engkau meniup suling itu dengan lagu yang amat merdu dan indah menyenangkan, mengapa sekarang setelah engkau mempelajari catatan-catatan dari kakek pelawak itu engkau kini belajar menyuling seburuk itu? Hanya tuat-tuit menulikan telinga saja!"

   Pernah Ci Sian menegur Kam Hong yang sedang meniup suling emasnya. Kam Hong tersenyum.

   "Ah, engkau tidak tahu, Ci Sian, Kelihatannya saja aku belajar meniup suling, akan tetapi sesungguhnya ini merupakan pelajaran latihan sin-kang dan khi-kang yang paling tinggi tingkatnya!"

   "Aihhh....!"

   Anak perempuan itu memandang dengan mata terbelalak dan diam-diam Kam Hong harus mengakui bahwa selama hidupnya belum pernah melihat mata seindah itu!

   "Kalau begitu, kau ajarilah aku meniup suling seperti itu, Paman! Ingat, aku pun membantumu mencatat pelajaran itu, aku berhak mempelajarinya!"

   Kam Hong tersenyum dan mengangguk.

   "Jangan khawatir Ci Sian. Memang kita berdua yang menemukan jenazah dan pelajaran itu. Akan tetapi ketahuilah, pelajaran meniup suling ini sama sekali tidaklah mudah, melainkan merupakan latihan sin-kang dan khi-kang tingkat tinggi. Engkau tidak akan mungkin dapat melatihnya sebelum engkau memiliki tenaga sin-kang yang kuat. Maka, biarlah kuajarkan engkau latihan sin-kang melalui siulian dan kelak, kalau engkau sudah kuat, aku mau memberimu pelajaran dari catatan ini."

   Dan Ci Sian mulai melatih dengan menghimpun tenaga sin-kang seperti yang diajarkan oleh Kam Hong. Dengan latihan-latihan ini setiap hari maka sang waktu lewat tanpa terlalu menimbulkan kejemuan biarpun mereka setiap hari harus makan daging burung dan tikus!

   Tiga bulan lewat dengan cepatnya dan setelah tiga bulan, Kam Hong yang sudah memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat itu, yang sukar dicari bandingnya, ternyata baru mampu berlatih meniup suling dengan satu lubang saja. Baru tingkat permulaan dari latihan menurut catatan itu! Betapapun juga, giranglah hati Kam Hong karena biarpun baru mencapai tingkat permulaan, ternyata kini sin-kangnya sudah bertambah kuat, jauh lebih maju dibandingkan dengan sebelum dia berlatih meniup suling. Pada suatu pagi, selagi dia asyik berlatih meniup suling, dia mendengar jerit panjang yang mendiri-kan bulu roma-nya, karena dia mengenal suara itu adalah suara Ci Sian! Suara jerit mengerikan seolah-olah dara itu berada dalam ancaman bahaya besar dan dalam keadaan ketakutan.

   Dengan hati penuh kekhawatiran, sekali menggerakkan tubuh, Kam Hong telah meloncat jauh dari tempat duduknya, ke arah suara itu dan berlarilah dia secepatnya. Kini kakinya telah sembuh dan tulang yang patah telah tersambung kembali. Biarpun telah sembuh selama beberapa hari, namun biasanya dia masih amat berhati-hati kalau berjalan. Akan tetapi pada saat itu, begitu mendengar jerit suara Ci Sian, dia lupa akan kakinya dan berlari secepatnya dan ternyata bahwa kakinya yang patah tulangnya itu kini telah benar-benar sembuh sama sekali. Akan tetapi, ke mana pun Kam Hong lari dan mencari, dia tidak melihat dara itu! Padahal tadi jeritnya terdengar jelas di tepi sebelah barat dari bukit atau pulau terpencil terkurung jurang itu! Berlarilah Kam Hong ke sana ke mari, mengelilingi sepanjang tepi jurang. Dan mulailah dia merasa gelisah sekali.

   

Jodoh Rajawali Eps 44 Jodoh Rajawali Eps 40 Jodoh Rajawali Eps 12

Cari Blog Ini