Ceritasilat Novel Online

Jodoh Rajawali 40


Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bagian 40



Yang tidak ikut dibakarnya hanya anak-anak kecil yang belum satu tahun usianya, ada puluhan orang anak banyaknya, dibawanya mereka semua ke dalam guanya, dipelihara baik-baik sampai gemuk-gemuk, akan tetapi setiap hari tentu berkurang satu anak karena menjadi "jamunya"! Dan menurut kabar, ilmu kepandaian wanita ini juga luar biasa sekali. Tadi saja sudah terbukti betapa lengking suaranya mengandung khikang yang demikian ampuhnya sehingga tanpa disengaja mampu menembus jalan darah kedua orang kakek iblis itu. Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang tidak berdaya sama sekali karena jalan darah kematian dan ubun-ubun mereka telah diancam oleh dua orang anggauta Ngo-ok, dan mereka kini hanya dapat memandang ke depan, ke arah wanita yang baru datang itu dengan jantung berdebar tegang.

   Wanita itu memang menyeramkan sekali. Bahkan dua orang kakek iblis yang namanya saja biasanya membikin orang menggigil ketakutan itu kini merasa betapa bulu tengkuk mereka meremang. Wanita itu bertubuh tinggi langsing, seperti tubuh seorang wanita yang masih muda. Mukanya tidak dapat dilihat karena muka itu memakai topeng, bukan topeng buatan biasa atau topeng palsu, melainkan topeng dari tengkorak manusia sungguh-sungguh! Tengkorak manusia yang masih lengkap dengan giginya yang besar-besar dan matanya yang berlubang dan dari lubang mata tengkorak ini nampak sepasang mata yang tajam dan liar atau mengerikan, bukan seperti manusia melainkan pantasnya menjadi mata setan! Hanya rambutnya yang sudah putih semua itu membuktikan bahwa wanita ini sesungguhnya adalah seorang nenek yang sudah tua! Kabarnya, sebelum menjadi anggauta nomor dua dari Im-kang Ngo-ok,

   Wanita ini adalah seorang yang memiliki ilmu tinggi yang hidup malang melintang di Ko-le-kok, di mana dia ditakuti sebagai seorang yang amat tinggi ilmunya. Akan tetapi, perangainya berubah ketika dia jatuh cinta kepada seorang pangeran negeri itu dan karena cintanya tidak dibalas dan pangeran itu menikah dengan wanita lain, dalam perayaan pesta dia mengamuk, membunuhi sang pangeran dan isterinya dan seluruh keluarga, bahkan ratusan orang tamu ikut pula menjadi korban. Dan dia lalu memenggal leher pangeran itu, membawa kepalanya ke mana-mana sampai menjadi tengkorak, bahkan dia lalu memakai tengkorak itu sebagai topengnya ketika dia menjadi anggauta Im-kan Ngo-ok untuk menunjukkan bahwa dia cukup kejam dan pantas menjadi tokoh ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu!

   "Ahhh, Ji-ci mengapa begitu sungkan? Bukankah kita memenuhi panggilan dari Sam-ko untuk berkumpul? Setelah berkumpul, mengapa kita tidak sekalian mencoba kepandaian masing-masing? Siapa tahu aku dari Su-ok bisa menjadi Ji-ok! Ha-ha-ha!"

   "Huh, cebol kepala gundul tak tahu diri! Engkau hendak menandingi cicimu? Oho, kau boleh belajar seratus tahun lagi, adikku!"

   Si topeng tengkorak itu mengejek. Wanita ini adalah Ji-ok (Jahat ke Dua) yang bernama Kui-bin Nio-nio (Wanita Muka Setan) yang juga seperti yang lain telah lama sekali mengundurkan diri dan baru sekarang muncul karena undangan Sam-ok yang kini telah menjadi Koksu Negara Nepal! Mungkin karena jabatan koksu inilah yang membuat Ji-ok yang setingkat lebih tinggi itu sudi pula untuk datang memenuhi panggilan!

   "Lihat ini!"

   Wanita itu menudingkan telunjuknya dan menggerakkan sedikit tangannya.

   "Cuiiiiittttt....!"

   Dari telunjuknya itu menyambar hawa yang dingin sekali, mengenai batu besar di dekat Su-ok dan debu beterbangan seolah-olah batu itu di "bor"

   Dan ketika wanita topeng tengkorak menghentikan gerakannya, maka terdapat ukiran berbunyi "Ji-ok"

   Di permukaan batu itu! Su-ok menjulurkan lidahnya dan masih tertawa-tawa sambil berkata nyaring.

   "Aha, kepandaian Ji-ci masih hebat! Akan tetapi aku bukan batu mati, dan agaknya tidak akan mudah begitu saja Kiam-ci (Jari Pedang) dari Ji-ci akan dapat mengalahkan aku!"

   Akan tetapi agaknya wanita itu merasa sebal dan tidak bersemangat untuk berdebat atau bertanding. Dia memandang ke sekeliling dan berseru,

   "Mana dia adik ke tiga si Sam-ok? Apakah setelah menjadi koksu dia begitu congkak tidak mau menyambut kita? Dan apakah Twa-ko tidak mau datang?"

   Tiba-tiba menyambar angin halus dan terdengar suara dari jauh sekali, akan tetapi suara itu terdengar amat jelas, satu-satu seolah-olah orangnya berada di situ, akan tetapi tidak nampak apa-apa. Hal ini kembali mengejutkan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi karena hal itu menandakan bahwa orang itu sudah memiliki kepandaian yang sukar diukur tingginya, sudah mampu melakukan Ilmu Coan-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh) secara sempurna sekali.

   "Hemmm, aku orang tua tak berguna bisa apakah?"

   "Twa-ko....!"

   Tiga orang itu berseru secara berbareng dan ketiganya bangkit berdiri memandang ke arah datangnya suara seolah-olah hendak menyambut. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi.

   Kalau tadi mereka tidak berani berkutik adalah karena nyawa mereka terancam. Akan tetapi begitu kedua orang itu bergerak bangun, secepat kilat mereka sudah bergerak dan menghantam ke arah punggung para penawan mereka! "Ha-ha-ha!"

   Si pendek gendut sudah bergerak ke depan, lalu menggelinding sehingga terlepas dari hantaman Hek-hwa Lo-kwi, sedangkan si jangkung itu dengan langkah lebar juga mengelak dan membalik hendak menangkap lengan Hek-tiauw Lo-mo. Akan tetapi Hek-tiauw Lo-mo yang berkepandaian tinggi itu sudah cepat mengelak dan kembali mengirim serangan yang ampuh, yaitu dengan ilmu pukulan Hek-coa-tok-ciang yang diciptakannya dari kitab curiannya ketika dia memperoleh sebagian kitab dari Si Dewa Bongkok. Hawa beracun berupa uap hitam mengepul dari kedua tangannya ketika dia menyerang si jangkung itu.

   "Hemmm....! Ngo-ok Toat-beng Sian-su mendengus dan tiba-tiba dia sudah berjungkir-balik. Agaknya dia mengenal pula pukulan sakti maka dia tahu bahwa lawannya ini bukan orang sembarangan, maka orang ke lima dari Im-kan Ngo-ok itu sudah berjungkir-balik untuk me-ngeluarkan kepandaiannya yang istimewa! Dan benar saja, Hek-tiauw Lo-mo menjadi bingung karena sasarannya menjadi aneh.

   Kalau biasanya dia memukul dada, kini pukulannya itu bertemu dengan paha dan ditangkis oleh tangan yang panjang itu, kalau dia memukul kepala, kini bertemu dengan lutut yang dapat bergerak dan menyerangnya kembali! Dan setiap gerakan kakek jangkung itu mendatangkan angin pukulan dahsyat, sedangkan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang dimain-kannya itu agaknya tidak mempengaruhi si jangkung karena beberapa kali si jangkung berani menangkisnya tanpa keracunan. Sebaliknya, sepasang kaki si jangkung membuat dia bingung karena kaki itu secara tiba-tiba dapat "memukulnya"

   Dari belakang, ke arah punggungnya! Demikian pula, dengan keadaan Hek-hwa Lo-kwi. Kakek iblis ketua Kwi-liong-pang ini terkejut bukan main ketika menghadapi lawannya yang pendek gemuk itu.

   Sukar sekali menyerang lawan itu karena tubuh lawan itu bergerak secara aneh sekali, kadang-kadang bergulingan, kadang-kadang meloncat dan berlari-lari di sekelilingnya, dan kadang-kadang menerima pukulannya akan tetapi pada saat pukulan hampir mengenai tubuh, dia melejit lenyap dan tahu-tahu sudah mem-balas serangannya dari bawah dengan dasyat! Hek-hwa Lo-kwi merasa penasaran sekali. Tidak peduli siapa adanya lawan ini, si pendek ini sudah menghinanya secara keterlaluan sekali, menduduki kepalanya dan tadi ketika si pendek ini duduk di atas kepalanya, biarpun tidak ada yang tahu karena tidak mengeluarkan suara, akan tetapi dia tahu betul bahwa dua kali si pendek ini melepas kentut yang bau busuk! Maka saking marahnya, Hek-hwa Lo-kwi lalu mengeluarkan ilmu barunya yang sakti dan mengerikan, yaitu Pek-hiat-hoat-lek.

   "Hehhhhh....!"

   Dia berseru keras, kedua tangannya bergerak melakukan dorongan ke depan. Nampaklah uap putih mengepul dan angin dahsyat menyambar ke arah kakek pendek itu.

   "Krok-krokkk!"

   Kakek pendek yang menghadapi pukulan maut itu tiba-tiba berjongkok, memasang kuda-kuda seperti seekor katak buduk dan kedua tangannya juga mendorong ke depan.

   "Desss....!"

   Akibat pertemuan tenaga yang dahsyat, tubuh Hek-hwa Lo-kwi terjengkang dan dia terbanting roboh dengan kepala pening. Akan tetapi kakek muka seperti tengkorak yang tinggi kurus ini dengan cekatan telah meloncat ba-ngun dan menyerang lagi kalang-kabut. Ternyata ilmu barunya itu cukup tangguh sehingga menghadapi pukulan llmu Katak Buduk dari si pendek itu dia tidak sampai mengalami luka, hanya terjengkang saja. Melihat ini, Su-ok Siauw-siang-cu merasa kagum juga.

   "Bagus, jongos maling, ilmumu lumayan juga!"

   Katanya memuji akan tetapi sambil memaki. Justeru, Hek-hwa Lo-kwi paling benci kalau diingatkan bahwa dia dahulu adalah seorang pelayan dan seorang pelayan yang telah mencuri kitab majikannya!

   Maka sambil menggereng dia menubruk ke depan, akan tetapi si pendek melejit lenyap dan main kucing-kucingan sambil tertawa-tawa. Di fihak lain, Hek-tiauw Lo-mo juga repot bukan main. Beberapa kali tubuh belakangnya kena digajul oleh kaki lawan secara aneh sampai dia hampir terpelanting. Ngo-ok Toat-beng Sian-su tidak pernah mengeluarkan suara, akan tetapi tangan dan kakinya sungguh jahil dan menghina sekali. Kadang-kadang kedua tangan kakek ini bergerak cepat, tangan yang panjang itu tahu-tahu sudah menyentil telinga Hek-tiauw Lo-mo, kemudian kakinya menendang pinggulnya secara aneh melalui belakangnya. Kalau menggerakkan tangannya, maka kakek yang tingginya tidak lumrah ini hanya mengunakan kepala sebagai kaki, dan dia berloncatan sehingga kepalanya mengeluarkan bunyi

   "duk-duk-duk!"

   Memukul tanah! Tiba-tiba terdengar suara yang tadi, suara halus yang tadi terdengar dekat,

   "Hemmm, Ngo-ok dan Su-ok masih repot melayani dua ekor kera tua ini, sungguh harus dikatakan bahwa kepandaian kalian selama ini tidak ada kemajuan sama sekali!"

   Yang bicara itu adalah seorang kakek yang luar biasa sekali. Kakek ini tidak pantas disebut manusia, lebih patut dinamakan gorila atau monyet besar sekali, seekor monyet besar yang memakai sepatu dan pakaian seperti manusia, akan tetapi pakaiannya amat sederhana. Mukanya adalah muka campuran antara manusia dan monyet, akan tetapi masih lebih mendekati monyet daripada manusia, sehingga pantasnya dia dinamakan monyet yang mirip manusia. Bahkan dari bibir monyetnya itu menonjol keluar dua buah taring di kanan kiri!

   Hanya kulitnya saja yang tidak seperti monyet, karena kulit muka dan tangannya tidak berbulu, dan rambutnya juga seperti rambut manusia, pendek sampai di pundaknya dan masih banyak hitamnya. Kedua tangannya besar, seperti tangan manusia, akan tetapi kedua lengannya panjang melampaui lututnya, ciri lengan tangan monyet! Dan biarpun wajahnya menyeramkan seperti monyet, akan tetapi suaranya halus dan lemah lembut seperti suara seorang pendeta, dan pakaiannya amat sederhana! Padahal dia adalah orang nomor satu dari Im-kan Ngo-ok, dan dia inilah yang disebut Twa-ok (Jahat Nomor Satu) bernama Su Lo Ti, sebuah nama yang berasal dari Pegunungan Himalaya, dan dia ini adalah suheng (kakak seperguruan) dari Koksu Nepal!

   Tentu saja, sebagai Twa-ok, kepandaiannya juga amat tinggi, jauh lebih tinggi daripada tingkat sutenya yang hanya menduduki tingkat Sam-ok, dan dalam hal kekejaman, kiranya tidak ada lawannya di dunia ini! Akan tetapi hebatnya, biarpun wajahnya menyeramkan dan bengis, sikap dan suaranya lemah lembut seperti orang yang sabar dan memiliki watak budiman! Empat orang dari Im-kan Ngo-ok yang kesemuanya sudah menyembunyikan diri selama belasan tahun, bertapa di tempat persembunyian mereka, menjauhkan diri dari dunia ramai itu, semua berpakaian sederhana sekali. Pakaian, cara kehidupan, dan sikap sederhana ini selalu menarik perhatian orang dan menimbulkan rasa hormat dalam hati setiap orang. Benarkah semua itu yang dinamakan kesederhanaan? Kita sudah terbiasa untuk menilai segala sesuatu dari lahiriah belaka.

   Dan kita selalu mengejar sesuatu juga untuk kepentingan kesenangan diri sendiri dengan dasar-dasar lahiriah pula. Kesederhanaan adalah suatu hal yang menyangkut suatu keadaan rohani, keadaan batiniah yang tidak ada sangkut-pautnya dengan keadaan jasmaniah atau lahiriah. Seorang pertapa boleh jadi hanya mengenakan cawat saja sebagai penutup tubuh, hanya makan sehari sekali atau kurang dari makanan seadanya, akan tetapi belum tentu dia itu berjiwa se-derhana! Ada orang-orang yang kelihatan sederhana. Namun kesederhanaannya itu dipergunakannya sebagai pameran, memamerkan kesederhanaannya, agar semua orang tahu bahwa dia adalah orang sederhana! Kesederhanaan macam ini adalah kesederhanaan palsu, biarpun dia telah menyiksa tubuhnya sendiri, memaksa tubuhnya agar melaksanakan apa yang dianggapnya kesederhanaan.

   Kesederhanaan yang diakuinya sendiri, dirasakannya sendiri ini hanyalah kesederhanaan pura-pura yang pada hakekatnya tak lain tak bukan hanyalah suatu kesombongan yang terselubung, suatu pamrih atau keinginan menonjolkan diri yang dibungkus dan diberi etiket berbunyi: Kesederhanaan! Kesederhanaan lahiriah yang disengaja seperti itu hanyalah merupakan daya upaya, merupakan cara untuk mencapai sesuatu belaka, yaitu: Agar orang lain tahu bahwa dia sederhana, bahwa dia suci, baik dan sebagainya yang pada akhirnya hanya menunjukkan bahwa dia berpamrih agar terpandang! Dan "terpandang"

   Ini merupakan sesuatu yang menyenangkan hati! Jadi kesimpulannya adalah bahwa dia memperguna-kan kesederhanaan lahiriah sebagai kedok untuk mengejar kesenangan!

   Ada pula orang yang sengaja hidup sederhana, bertapa di gunung-gunung dan gua-gua, berpakaian setengah telanjang, jarang makan minum, menyiksa diri. Akan tetapi semua itu pun merupakan bentuk pemaksaan belaka, semua itu pun merupakan suatu jalan untuk mencapai sesuatu, oleh karena itu pun palsu adanya. Hanya sebagai cara memenuhi keinginannya, mencapai sesuatu dan segala yang berpamrih sudah pasti palsu adanya, tidak WAJAR! Mungkin si pertapa yang menyiksa diri memaksa diri sederhana itu menghendaki sesuatu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan duniawi, bukan menghendaki harta, bukan pula menghendaki nama, atau menghendaki kedigdayaan yang kesemuanya adalah duniawi, bukan pula ingin memperoleh kemuliaan duniawi,

   Akan tetapi menginginkan sesuatu yang dinamakannya "lebih tinggi"

   Yang pada umumnya dinamakan "kesempurnaan", atau "kesucian", atau "kebahagiaan", bahkan ada pula yang menyebutnya Tuhan! Akan tetapi, semua sebutan itu pasti dihubungkan sebagai hal yang MENYENANGKAN! Baik itu kesempurnaan, kebahagiaan atau lainnya, tentu digambarkan oleh PIKIRAN sebagai sesuatu YANG MENYENANGKAN, atau yang lebih baik, lebih enak, lebih menyenangkan daripada yang sekarang ada padanya! Dengan demikian, kembali lagi lingkaran setan itu terbukti, bahwa yang dikejar adalah kesenangan! Baik jasmaniah, atau pun batiniah, tetap saja yang dicari-cari adalah kesenangan menurut ukuran pikiran! Karena yang selalu mengukur sesuatu dengan untung rugi, dengan senang susah, yang selalu mengejar-ngejar kesenangan adalah pikiran itulah!

   Kesederhanaan, seperti cinta kasih seperti juga kebenaran, kebaikan, kebajikan dan sebagainya, jelas tidak dapat dilatih! Karena sesuatu yang dilatih itu berarti penekanan, berarti pemaksaan, dan sesuatu yang dilatih itu sudah pasti mengandung pamrih untuk memperoleh sesuatu! Dan kalau sudah ada pamrih, dan semua pamrih selalu berputar untuk kemudian menuju kepada pencapaian kesenangan sendiri, apakah itu dapat dinamakan kesederhanaan lagi? Kesederhanaan, seperti juga kebaikan atau kebajikan, adalah suatu keadaan, bukan suatu hal yang mati. Sekali kita merasa bahwa kita baik, maka itu bukanlah baik lagi namanya! Sekali kita menganggap bahwa kita sederhana, itu tiada lain hanyalah kesombongan yang berselubung dengan cap kesederhanaan.

   Kita dapat melihatnya semua ini secara gamblang di dalam diri kita sendiri kalau kita mau membuka mata setiap saat dan memandang diri sendiri. Dan untuk mengenal apa yang dinamakan cinta kasih, kebahagiaan, keindahan, keagungan alam, apa yang dinamakan kekuasaan Tuhan yang biasanya kita hanya menerima saja dari pendapat-pendapat yang sudah ditentukan oleh kitab dan para ahli, untuk dapat mengenal itu semua secara nyata, bukan hanya teori belaka, bukan hanya harapan belaka, dibutuhkan jiwa yang sungguh-sungguh sederhana! Dan kesederhanaan tak mungkin ada selama di situ terdapat aku yang berpamrih, aku yang ingin senang, selama terdapat pikiran yang mencari-cari hal yang menyenangkan. Batin yang hening, tidak dibikin hening dengan sengaja, melainkan batin yang hening dengan sendirinya, bukan buatan,

   Batin yang tidak pernah mengharap, tidak pernah menginginkan sesuatu yang tidak ada, batin demikian ini yang berada dalam keadaan sederhana. Namun sayang, sejak kecil kita sudah terbiasa oleh hal-hal yang palsu. Pendapat-pendapat umum yang dibangun semenjak kita dapat berpikir, mempengaruhi kita, membutakan mata kita betapa palsunya semua itu. Kita menjadi buta dan hanya melihat hal-hal lahiriah belaka. Oleh karena itu maka kebanyakan dari kita mempergunakan hal-hal lahiriah ini untuk mengelabuhi orang lain, yang tentu saja bersumber lagi kepada pamrih untuk menarik keuntungan lahir batin sebanyaknya, pamrih untuk mengejar kesenangan pribadi. Empat orang dari Im-kan Ngo-ok itu tentu saja hanya mempergunakan pakaian dan sikap sederhana untuk pamer belaka. Biarpun tidak kelihatan demikian, namun seolah-olah mereka itu berkaok-kaok,

   "Lihat nih! Aku adalah orang sederhana, lain daripada yang lain! Aku bukan orang biasa! Aku sederhana dan baik, suci dan sebagainya!". Ketika mendengar teguran twako mereka, Ngo-ok dan Su-ok menjadi merah mukanya, akan tetapi pada saat itu, Ji-ok Kui-bin Nio-nio sudah berkata dengan suaranya yang nyaring melengking,

   "Hai, Twa-ko! Yang mendekati ilmumu hanya aku, mari kita berlomba mempermainkan dua orang iblis ini!"

   "Hemmm, kau boleh lihat, Ji-moi. Dua ekor kera ini boleh kita jadikan alat percobaan!"

   Memang menggelikan sekali mereka itu. Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang memakai topeng tengkorak dan lebih mirip iblis daripada manusia itu paling suka menamakan orang lain iblis, dan sebaliknya Twa-ok Su Lo Ti yang mukanya benar-benar mirip kera itu paling suka memaki orang lain monyet!

   Demikianlah watak dan sifatnya orang-orang yang tidak pernah mau mengenal diri sendiri. Kalau saja mereka itu, seperti kita, mau pula untuk belajar hidup setiap hari, belajar mengerti hidup dengan mengamati diri sendiri, mengenal diri sendiri setiap saat, maka kiranya mereka tidak akan mencela dan memaki orang lain. Kalau kita nnencela orang lain, ini sudah pasti terjadi karena kita menganggap diri sendiri sebagai orang baik, setidaknya lebih baik daripada dia yang kita cela. Akan tetapi benarkah demikian? Mari kita bercermin setiap hari, bukan hanya bercermin untuk melihat wajah kita setiap hari, melainkan terutama sekali bercermin setiap seat dengan mengamati diri sendiri dalam hubungan kita setiap hari dengan orang lain atau dengan benda,

   Dengan pikiran dan apa saja, yaitu mengamati setiap saat segala macam pikiran kita, perasaan kita, gerak-gerik kita lahir batin. Bukan mengendalikan diri sendiri. Bukan mengoreksi diri sendiri, bukan mencari kesalahan diri sendiri, karena semua itu merupakan bentuk-bentuk perlawanan dan pemaksaan belaka yang akhirnya ternyata adalah permainan pikiran yang berpamrih menghendaki sesuatu yang "lebih"! Mengamati saja, memandang saja, dengan penuh perhatian, tanpa mencela atau memuji, tanpa pamrih sama sekali. Dapatkah? Tiba-tiba Ji-ok Kui-bin Nio-nio dan Twa-ok Su Lo Ti bergerak hampir bersamaan, meloncat ke depan dan ketika kedua orang ini menggerakkan tangan ke depan, Ngo-ok dan Su-ok terpaksa minggir dan melompat ke belakang karena ada suara angin mencicit keluar dari gerakan mereka berdua itu.

   Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang tadi dipermainkan oleh Ngo-ok dan Su-ok, kini tiba-tiba merasa ada angin menyambar dahsyat. Keduanya cepat membalik dan berusaha menangkis dengan pengerahan tenaga sinkang, akan tetapi tiba-tiba saja tangan mereka yang menangkis itu seperti lumpuh dan tanpa mereka ketahui bagaimana caranya, tahu-tahu tengkuk mereka telah dipegang dan tubuh mereka telah diangkat ke atas lalu dilontarkan! Ji-ok menangkap Hek-tiauw Lo-mo dan melontarkan kakek raksasa itu ke arah Twa-ok, sebaliknya Twa-ok telah mencengkeram tengkuk Hek-hwa Lo-kwi dan kini melontarkan tubuh kakek ini ke arah Ji-ok! Ji-ok menerima tubuh Hek-hwa Lo-kwi, memandang wajah kakek ini sambil berkata,

   "Wajahmu tidak buruk!"

   Padahal wajah Hek-hwa Lo-kwi seperti tengkorak hidup! Agaknya karena mirip tengkorak itulah maka dia dipuji, akan tetapi tahu-tahu tubuh kakek ini sudah melayang lagi ke udara, berbareng dengan tubuh Hek-tiauw Lo-mo yang juga melayang kembali ke arah Ji-ok. Demikianlah, dua orang pertama dan ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu telah mempermainkan tubuh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi seperti dua orang anak kecil bermain bola saling mengoperkan tanpa dua orang kakek iblis itu mampu melawan!

   Tentu saja dua orang kakek iblis yang berkepandaian tinggi itu berusaha melawan, akan tetapi setiap kali mereka menggerakkan tangan untuk memukul, lengan mereka menjadi lumpuh karena mereka jauh kalah cepat, lebih dulu ditotok lumpuh untuk beberapa menit lamanya dan dilontar-lontarkan di antara dua orang manusia aneh itu! Tentu saja dua orang kakek itu marah bukan main, marah, penasaran dan merasa terhina dan malu sekali! Akan tetapi dalam adu ilmu secara aneh ini nampak betapa Ji-ok masih kalah setingkat, buktinya, tubuh dua orang kakek iblis itu lebih gencar melayang ke arah Ji-ok sehingga nenek ini menjadi kewalahan! Baru saja dia melontarkan tubuh seorang kakek kembali kepada Twa-ok, tubuh kakek ke dua sudah datang menyambar, dan sambaran itu makin lama makin berat terasa olehnya, tanda bahwa Twa-ok menambah tenaga lontarannya!

   "Ah, Twa-ko dan Ji-ci, harap suka hentikan main-main itu!"

   Tiba-tiba terdengar suara orang berseru keras dan kaget.

   "Mereka itu adalah pembantu-pembantu kita sendiri!" "Ha-ha-ha, Sam-ko telah mengkhawatirkan orang-orangnya!"

   Terdengar si gendut pendek Su-ok tertawa. Akan tetapi mendengar suara Koksu Nepal ini, dua orang yang sedang bermain-main itu lalu melontarkan tubuh dua orang kakek itu ke arah Ban Hwa Sengjin! Koksu Nepal ini mengebutkan kedua tangannya dan tubuh dua orang kakek itu meluncur turun ke atas tanah. Setelah kini tidak tertotok lagi, Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi berseru keras, berjungkir balik dan turun ke atas tanah dalam keadaan berdiri dan tidak terbanting. Mereka memandang kepada Twa-ok dan Ji-ok dengan mata marah, kemudian mereka mengeluarkan suara menggereng dan siap untuk menerjang maju.

   "Sudahlah, Lo-mo dan Lo-kwi. Mereka ini adalah saudara-saudaraku sendiri!"

   Koksu ini berkata kepada dua orang pembantu itu.

   "Mereka itu menghina kami!"

   Berkata Hek-tiauw Lo-mo dengan marah.

   "Tidak ada orang boleh mempermain-kan kami seperti itu!"

   Hek-hwa Lo-kwi juga berkata dengan geram.

   "Sudahlah, dua orang kakakku ini memang gemar bermain-main dan andaikata mereka tidak tahu bahwa kalian adalah orang-orang sendiri, apakah kalian kira saat ini kalian masih dapat hidup?"

   Kata pula Ban Hwa Sengjin dengan suara sungguh-sungguh. Dua orang kakek iblis itu terpaksa membenarkan pendapat ini karena kalau mereka tadi menghendaki, dua orang itu tentu sudah dapat membunuh mereka berdua dengan amat mudahnya. Diam-diam mereka bergidik menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian empat orang di antara Ngo-ok itu.

   "Ah, Koksu yang mulia, sungguh tidak melanggar janji. Sayangnya masih ada orang-orang yang mengintai kami, apakah Koksu sengaja menyambut kami dengan mata-mata yang menyelidik?"

   Tanya Twa-ok Su Lo Ti, suaranya masih halus seperti tadi.

   "Heh-heh-heh, agaknya Koksu sudah kurang percaya kepada kita, Twa-ko!"

   Kata Ji-ok Kui-bin Nio-nio sambil tertawa. Koksu Nepal itu mengerutkan alisnya dan mengelus jenggotnya.

   "Hemmmmm, hemmm.... mengapa Twa-ko dan Ji-ci menyebut koksu kepadaku? Tidak seperti Su-te dan Ngo-te yang masih bersikap biasa!"

   "Ha-ha-ha, mungkin pakaianmu, Sam-ko!"

   Kata Su-ok sambil bergelak tertawa, sedangkan Ngo-ok hanya berdiri diam saja dengan muka muram dan mulut cemberut seperti orang ngambek.

   "Pakaianku, mengapa? Ah, pakaian mewah ini? Tentu saja aku harus menyesuaikan diri dengan kedudukanku. Hendaknya Twa-ko dan Ji-ci ingat bahwa aku adalah koksu, yang memimpin negara yang rakyatnya berjuta orang! Aku harus menjaga nama dan kehormatan."

   "Lalu bagaimana dengan mata-mata yang mengintai itu?"

   Tanya pula Twa-ok, masih halus suaranya akan tetapi jelas nampak tidak senang.

   "Mata-mata yang mana yang Twako maksudkan? Aku datang, tidak tahu tentang mata-mata,"

   Tanya Ban Hwa Sengjin.

   "Hi-hik, kalau begitu bukan mata-mata yang dipasang oleh Sam-te, Twako!"

   Kata Ji-ok.

   "Aku tidak melihat orang lain!"

   Kata Su-ok.

   "Twa-ko dan Ji-ci lihai, aku pun tidak melihat orang!"

   Kata Ngo-ok, kini dia pun tertarik dan menoleh ke kanan kiri, mencari-cari dan membuka kedua matanya yang sipit dan seperti mau tidur terus saja itu.

   "Heh-heh, Twa-ko, kalau begitu mari kita sekali lagi bertanding ilmu, siapa yang dapat merobohkan mata-mata itu lebih dulu, dia lebih unggul!"

   Kata Ji-ok dan nenek yang tidak peduli akan segala kecurangan ini sudah mendahului, tiba-tiba saja tangannya bergerak dan terdengar suara mencicit ketika jari telunjuk tangannya menyambar hawa dingin ke arah semak-semak. Twa-ok Su Lo Ti juga sudah bergerak, tangan kanannya mendorong ke arah sebatang pohon.

   "Krakkkkk!"

   Biarpun kakek bermuka gorila itu bergerak belakangan, akan tetapi akibat hantamannya telah lebih dulu mengenai sasaran dan pohon itu roboh. Dari balik pohon itu berkelebat bayangan orang yang cepat bukan main dan dengan kibasan lengan bajunya, bayangan itu telah dapat menangkis tenaga dahsyat yang dilepas oleh Twa-ok Su Lo Ti tadi! Bahkan kini bayangan itu mencelat ke belakang semak-semak yang diserang oleh pukulan jarak jauh dengan ilmu mujijat Kiam-ci (Jari Pedang) dari nenek bertopeng tengkorak itu.

   "Syeeettttt....!"

   Cabang ranting dan daun semak-semak itu berhamburan, akan tetapi tubuh Siang In telah didorong sampai terguling-guling oleh Kian Lee sehingga dara ini terbebas dari maut!

   Kiranya sejak tadi Kian Lee dan Siang In telah tiba di tempat itu dan diam-diam mereka melakukan pengintaian dengan hati-hati sekali. Orang-orang seperti Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, juga yang lebih lihai lagi seperti Ngo-ok dan Su-ok, tidak melihat tempat persembunyian mereka. Ban Hwa Sengjin juga tidak melihat karena memang kakek botak ini baru tiba, akan tetapi ternyata Twa-ok dan Ji-ok dapat mengetahuinya. Hal ini saja sudah membukti-kan betapa lihainya orang pertama dan orang ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu! Serangan kedua orang itu memang hebat bukan main karena mereka tadi menyerang untuk membunuh dan karena mereka mempergunakan serangan itu untuk menguji kepandaian masing-masing antara orang pertama dan orang ke dua, tentu saja mereka telah mengerahkan tenaga agar lebih dulu merobohkan lawan.

   Akan tetapi siapa kira, serangan mereka keduanya tidak berhasil dan kini muncullah seorang pernuda yang gagah dan tampan sekali bersama seorang dara yang amat cantik jelita dari dua tempat yang mereka serang tadi, berdiri ber-dampingan dengan gagah perkasa dan penuh keberanian! Diam-diam Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang mengenal Kian Lee terkejut sekali. Mereka maklum akan kelihaian pemuda putera Pendekar Super Sakti dari Pulau Es itu, akan tetapi karena mereka masih merasa mendongkol kepada empat orang dari Im-kan Ngo-ok, maka, mereka diam saja, hendak melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Di lain fihak, Kian Lee juga kaget sekali ketika mengenal orang-orang yang amat lihai itu. Dia sudah mengenal Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, akan tetapi dua orang kakek iblis ini tidak membuat dia jerih.

   Hanya ketika mengenal Ban Hwa Sengjin, diam-diam dia merasa khawatir akan keselamatan Siang In karena dia tahu betapa lihainya Koksu Nepal ini. Dan biarpun dia belum mengenal empat orang aneh yang lain itu, namun dari gerakan-gerakan mereka tadi saja dia sudah tahu bahwa mereka itu pun merupakan lawan-lawan yang amat tangguh! Sementara itu, Ngo-ok Toat-beng Sian-su yang sejak tadi diam saja dan seperti orang mengantuk atau orang murung dan ngambek, tiba-tiba kini membelalakkan matanya yang sipit, memandang kepada Siang In dan seketika mulutnya mengeluarkan air liur yang keluar dari ujung kiri mulutnya, hampir menetes turun akan tetapi sudah cepat disedotnya kembali ke dalam mulutnya. Dia mulai menyeringai, kemudian dia berkata,

   "Berikan kuku ibu jarimu kepadaku!"

   Dan tiba-tiba saja dia sudah menubruk dengan gerakan mengejutkan ke arah Siang In! Karena langkahnya panjang, dan lengannya yang panjang sudah menyambar hendak menangkap tangan Siang In, maka gerakannya itu cepat bukan main dan hampir saja lengan dara itu dapat di-tangkapnya! "Ihhh!"

   Siang In menjerit dan tubuhnya mencelat ke belakang dengan hati penuh jijik melihat orang jangkung ini.

   Akan tetapi Ngo-ok yang melihat betapa sambarannya yang pertama dapat dielakkan, tahu bahwa dara yang luar biasa cantiknya itu ternyata memiliki kepandaian yang boleh juga, sudah menerjang lagi, kini kedua lengannya yang panjang itu seperti sepasang capit kepiting menyerang dari atas, tinggi sekali dan kedua tangannya menyambar turun ke bawah, dari kanan kiri menutup semua jalan lari dari Siang In! Teng Siang In adalah murid terkasih dari See-thian Hoat-su, maka selain ilmu sihir, tentu saja dia banyak mewarisi ilmu silat tinggi yang lihai dari gurunya itu. Menghadapi serangan yang amat aneh dan dahsyat ini, dia terkejut akan tetapi tidak menjadi gugup. Payungnya sudah menyambar dan tubuhnya bergerak cepat, dia sudah mengelak dari sambaran tangan kiri, payungnya menangkis tangan kanan lawan dan secepat kilat dia balas menyerang dengan tendangan Soan-hong-twi!

   "Dukkk!"

   Biarpun payung di tangan Siang In membalik, namun tangan kanan kakek jangkung itu dapat tertangkis dan kini secara tiba-tiba saja kaki yang kecil mungil itu telah menyambar ke arah pusar Ngo-ok! Betapapun lihainya Ngo-ok Toat-beng Sian-su, akan tetapi dia tidak mau coba-coba menerima tendangan yang jelas dilakukan dengan pengerahan sinkang kuat itu dengan pusarnya karena hal ini amat berbahaya. Maka si jangkung ini cepat menekuk tubuhnya melengkung ke belakang sehingga tendangan itu luput! Karena tubuh itu jangkung dan panjang sekali, maka dengan melengkung tengahnya ke belakang, dia sudah dapat mengelak dan tendangan pertama dari Siang In jauh dari sasarannya. Akan tetapi ilmu tendangan Soan-hong-twi dari dara itu hebat bukan main.

   Biarpun tendangan pertama luput, akan tetapi tendangan ke dua, ke tiga, ke empat dan seterusnya datang bertubi-tubi menghujani bagian-bagian tubuh yang berbahaya dari si kakek jangkung! Kini kakek itu agak repot juga. Tubuhnya yang panjang itu melengkang-lengkung ke sana-sini untuk mengelak dan beberapa kali kedua tangannya juga menangkis sehingga perkelahian itu kelihatan ramai. Semua orang menonton dan tidak ada yang mempedulikan Kian Lee karena mereka tidak inginketinggalan menonton perkelahian itu! Akan tetapi, segera nampak keunggulan Ngo-ok. Setelah si jangkung ini dapat memulihkan ketenangannya menghadapi serangan tendangan dari dara itu, mulailah dia menangkis, kaki Siang In membalik dan dara itu menyeringai kesakitan. Maklumlah Siang In bahwa lawannya memang hebat, maka tiba-tiba saja dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan cepat dia membentak,

   "Lihat siapa aku!"

   Mendengar ini, otomatis Ngo-ok memandang ke arah wajah dara itu dan pada saat itu Siang In berseru nyaring, suaranya mengandung getaran hebat dan aneh,

   "Aku adalah ibumu, kau tidak lekas berlutut?"

   Tiba-tiba Ngo-ok mengeluarkan suara aneh, matanya terbelalak memandang wajah dara yang cantik jelita itu. Siapa tidak akan menjadi kaget dan heran kalau tiba-tiba melihat ibunya yang telah puluhan tahun meninggal dunia itu kini berdiri di depannya dalam keadaan segar bugar? Seluruh tubuh Ngo-ok menggigil dan dia menjatuhkan dirinya berlutut! Pada saat itu, Siang In mengirim tendangan Soan-hong-twi.

   "Duk-plak-desss....!"

   Tubuhnya yang jangkung itu terguling-guling dan pada saat itu terdengar suara melengking nyaring, suara yang dikeluarkan oleh Ji-ok Kui-bin Nio-nio. Siang In terkejut karena suara ini menggetarkan jantungnya dan sekaligus membuyarkan kekuatan sihirnya atas batin Ngo-ok. Ngo-ok yang bergulingan terkena tendangan bertubi-tubi itu, kini meloncat bangun dan menggosok-gosok matanya karena melihat bahwa "ibunya"

   Sudah lenyap dan yang adalah dara cantik yang telah menendanginya seenaknya!

   "Arghhh....!"

   Dia menggereng, maklum bahwa dia telah dipermainkan dengan sihir, maka tiba-tiba saja tubuhnya sudah berjungkir-balik dan kini bagaikan badai mengamuk, tubuh yang membalik itu telah menyerang kalang-kabut ke arah Siang In! Dara ini terkejut bukan main. Untuk menggunakan sihirnya, amat sukar karena mencari wajah orang itu pun sudah amat sukar. Empat kaki dan tangan itu bergerak-gerak aneh, semua menyambar ke arahnya dengan cepat bukan main dan betapapun dia berusaha mengelak dan menangkis, tetap saja dia kena ditampar dan ditendang. Tamparan ke tiga yang mengenai tengkuknya membuat dia terlempar dengan kepala pening dan tahu-tahu dia telah dirangkul Kian Lee dan sudah menggerakkan tangan menangkis tamparan berikutnya dari tangan panjang itu.

   "Desss....!"

   Kini tubuh yang berjungkir balik itu terlempar oleh tangkisan Kian Lee! Ngo-ok terkejut bukan main dan cepat dia bangkit berdiri sambil memandang dengan penuh perhatian kepada Kian Lee. Tak disangkanya betapa tangkisan itu mengandung hawa panas yang seperti hendak membakar seluruh langannya tadi, maka saking kagetnya dia telah membalik dan menghentikan serangannya. Siang In yang masih pening kini duduk di atas tanah sambil memijit-mijit tengkuknya yang kena ditampar tadi. Melihat Ngo-ok, Su-ok dan Ji-ok hendak maju, tiba-tiba Twa-ok Su Lo Ti berteriak,

   "Biarkan dia menghadapi aku! Dia sudah menjadi lawanku sejak pertama tadi!"

   Mendengar teriakan halus ini, tiga orang adik angkatnya itu tidak berani maju,

   Sedangkan Ban Hwa Sengjin yang juga mengenal Kian Lee hanya memandang dengan tenang. Dia merasa girang dengan munculnya saudara-saudaranya, karena hal itu berarti memperkuat kedudukannya dan kini dia hendak menikmati tontonan menarik, betapa suhengnya atau juga twakonya itu akan menandingi pemuda yang dia tahu amat lihai ini. Dia merasa yakin bahwa suhengnya sudah pasti akan mampu mengalahkan pemuda ini, maka hatinya tidak khawatir dan dia hanya menonton dengan tenang. Juga Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi menonton dengan jantung berdebar tegang. Mereka mengenal kelihaian putera Pendekar Super Sakti, maka mereka kini ingin melihat sampai di mana kelihaian kakek seperti monyet besar itu.

   Kian Lee maklum bahwa dia menghadapi banyak lawan tangguh. Tak disangkanya bahwa sejak para penculik putera Ceng Ceng itu menuju ke lembah di mana dia akan bertemu dengan begini banyak orang lihai yang aneh-aneh dan belum pernah dijumpainya. Karena sudah terlanjur ketahuan, maka dia harus menghadapi segala bahaya, untuk membela diri dan juga untuk menyelamatkan Siang In, karena dari sikap dan ucapan-ucapan mereka maklumlah dia bahwa dia berhadapan dengan datuk-datuk dari kaum sesat yang amat jahat dan kejam sehingga kalau sampai dia dan Siang In tertawan, maka keadaan dan keselamatan dara yang cantik jelita itu pasti terancam hebat! Maka melihat betapa kakek yang seperti gorila itu kini melangkah maju menghampirinya,

   Dia sudah siap dan diam-diam dia telah mengerahkan sinkangnya untuk menghadapi segala kemungkinan sambil matanya menatap tajam wajah lawan dan gerak-gerik lawan yang aneh. Dia melihat kakek itu berdiri biasa saja, dengan kedua kaki agak terpentang dan agak ditekuk, punggungnya membongkok dan kedua lengan panjang itu bergantung ke bawah, persis sikap seekor monyet besar! Kemudian, perlahan-lahan kedua tangan itu diangkat ke depan, dengan jari-jari terbuka dan telapak tangan menghadap keluar, juga gerakan ini tiada ubahnya seekor monyet! Kian Lee belum pernah menyaksikan pasangan kuda-kuda ilmu silat seperti itu, kecuali kalau kuda-kuda itu dilakukan oleh seekor monyet yang hendak menyerang musuh! Akan tetapi dia tetap waspada dan ketika kakek itu menggerakkan tangan kiri yang mukanya menghadapi kepadanya itu, dia siap.

   "Wirrrrr....!"

   Angin yang dahsyat keluar dari tangan kiri kakek itu dan angin ini berpusing seperti angin puyuh, menyambar ke arah Kian Lee, disusul oleh sebuah tangan yang tiba-tiba "mulur"

   Sehingga biarpun jarak antara kakek itu dan dia ada dua meter jauhnya, bahkan lebih, tangan itu masih dapat mencapainya dengan cengkeraman ke arah ubun-ubun kepalanya! Hebat, pikir Kian Lee! Akan tetapi dia tidak menjadi gentar. Melihat betapa angin pukulan tangan kiri itu berhawa dingin, dia lalu mengerahkan tenaga Swat-im Sin-ciang dan dengan tangan kanannya dia menangkis cengkeraman itu sambil memperkuat kedudukan kuda-kuda kakinya.

   "Dukkk!"

   "Ehhh....?"

   
Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kakek itu mengeluarkan seruan kaget dan tangannya yang mulur tadi kini mengkeret kembali. Akibat pertemuan kedua lengan itu, cengkeraman kakek itu dapat tertangkis akan tetapi kuda-kuda kaki Kian Lee agar tergeser sedikit, tanda betapa kuatnya tenaga sinkang kakek gorila itu! Hanya sebentar saja kakek itu terheran dan kaget karena kini tangan kanannya yang bergerak ke depan, juga mulur seperti tangan kirinya tadi. Kini tangan kanan itu didahului angin yang mengeluarkan suara mendesis-desis dan Kian Lee merasa betapa tangan yang kini menampar ke arah lehernya itu mendatangkan hawa panas membakar! Dia pun tidak mau kalah, cepat mengerahkan Ilmu Hwi-yang Sin-ciang dan kembali dia menangkis.

   "Desss....!"

   Pertemuan kedua lengan sekali ini lebih hebat lagi, keras lawan keras sehingga kini tubuh Kian Lee terhuyung ke belakang, akan tetapi kakek itu menjadi makin kaget dan matanya yang seperti mata monyet itu mendelik. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa ada seorang pemuda yang berhasil menangkis serangan tangan kiri dan kanannya, dan yang juga menggunakan hawa Im-kang yang amat kuat kemudian tenaga Yang-kang yang juga amat dahsyat!

   "Kau.... kau.... dari Pulau Es?"

   Tanyanya kaget, karena dia mendengar bahwa hanya orang-orang dari Pulau Es saja yang memiliki kemampuan untuk menguasai dua macam tenaga Im dan Yang secara berselang-seling seperti itu. Kini Hek-tiauw Lo-mo mendapatkan kesempatan untuk mengejek,

   "Ha-ha-ha, baru puteranya saja sudah mengejutkan orang, apalagi kalau ayahnya yang datang, agaknya si kaki buntung itu tidak ada yang berani melawannya!"

   Wajah kakek gorila itu berseri dan mulutnya menyeringai memperlihatkan gigi dan taring yang menyeram-kan, akan tetapi dia segera kembali bersikap lemah lembut.

   "Aha, kiranya kau benar putera Pendekar Siluman dari Pulau Es? Bagus, sudah lama memang aku ingin mencoba kelihaian Pulau Es."

   Setelah berkata demikian, tiba-tiba kakek ini menggerakkan tubuhnya berpusing!

   Makin lama makin cepat tubuhnya berpusing, seperti seorang penari ballet yang mahir. Sukar sekali dilihat ke mana dia menghadap, akan tetapi tubuh yang berpusing itu mengeluarkan angin yang dahsyat, juga berpusing sehingga orang-orang yang ber-dekatan cepat mundur. Tubuh itu kini menerjang ke arah Kian Lee dan dari pusingan itu nampak menyambar kaki atau tangan yang mencuat dengan cepat dan dahsyat secara tiba-tiba, tidak tentu mana yang diserangnya sehingga sukar untuk dijaga. Akan tetapi, Kian Lee adalah putera Pendekar Super Sakti. Biarpun dia maklum bahwa lawannya ini hebat bukan main kepandaiannya, bahkan lebih hebat daripada tingkat kepandaian Koksu Nepal, dan hal ini dapat diukurnya ketika dia dua kali menangkis pukulannya tadi, namun dia tidak menjadi gentar.

   Kian Lee adalah seorang pemuda yang tenang dan waspada, maka kini dia mempergunakan ketenangannya itu untuk membentuk benteng pertahanan yang kokoh kuat. Dia tidak bergerak, hanya diam saja penuh kewaspadaan, hanya setiap kali ada kaki atau tangan menyambar saja maka dia bergerak untuk mengelak atau menangkis dengan pengerahan seluruh tenaga, kadang-kadang tenaga Swat-im Sin-ciang, kadang-kadang tenaga Hwi-yang Sin-ciang. Akan tetapi, kakek itu memang benar-benar hebat. Agaknya dia hendak menguras ilmu dari pemuda itu, maka dia sengaja mempermainkan Kian Lee. Hal ini dirasakan pula oleh Kian Lee yang mulai menjadi pening juga ketika kakek itu berputaran di sekeliling tubuhnya. Sukar baginya untuk menyerang dan hanya mempertahankan diri saja tentu lama-lama dia takkan dapat bertahan terus.

   "Haittttt....!"

   Tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya mencelat ke sana-sini ketika Kian Lee mulai membalas dengan serangan-serangannya. Akan tetapi, terdengar kakek itu tertawa girang dan kakek itu menandinginya tanpa menyerang lagi, hanya mengelak ke sana-sini dengan tubuh masih berpusing.

   Melihat ini, sadariah Kian Lee bahwa fihak lawan akan mempelajari ilmu silatnya, maka dia lalu menyimpan kembali jurus-jurus Toat-beng Bian-kun, satu di antara ilmu silat tinggi yang dikuasai pemuda itu. Dia baru mengeluarkan beberapa jurus dari melihat betapa ilmu silatnya ini tidak akan berhasil merobohkan lawan, bahkan mungkin akan dapat dipelajari dan dicuri oleh kakek iblis ini sehingga kelak akan merugikan pihak Pulau Es. Setelah memancing terus tanpa hasil, kakek itu menjadi jengkel juga maka dia berseru keras sekali, dari tubuhnya yang berpusing itu menyambar hawa pukulan dahsyat bukan main. Kian Lee yang sudah siap waspada itu menggunakan kedua tangannya menangkis, akan tetapi tetap saja tubuhnya terpental dan terbanting keras di atas tanah dan dia tak dapat bangkit karena kepalanya terasa pening!

   "Lee-koko....!"

   Siang In menjerit dan cepat menubruk pemuda itu, kemudian dara ini mengembangkan payungnya, memandang kepada mereka sambil berteriak nyaring,

   "Kami berdua pergi!"

   Ngo-ok dan Su-ok terkejut, demikian pula Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi karena benar saja, tiba-tiba dara cantik dan pemuda itu lenyap dari situ!

   Akan tetapi kembali Ji-ok sudah mengeluarkan suara melengking nyaring, suara lengking yang mengandung khikang amat kuatnya dan kini mereka berempat melihat betapa pemuda itu digandeng dan dibantu oleh dara itu sedang berjalan pergi meninggalkan tempat itu dengan diam-diam! Siang In yang menyangka bahwa sihirnya sekali ini berhasil, melihat betapa orang-orang tua yang buruk rupa itu berdiri diam tak bergerak, maka dia merasa girang sekali dan menarik lengan tangan Kian Lee agar cepat-cepat pergi dari tempat itu. Setelah dia merasa aman, dia menoleh dan tidak lagi melihat mereka, hatinya lega sekali, akan tetapi tiba-tiba dia mendengar sesuatu. Dia mengangkat mukanya dan.... tujuh orang tua aneh itu kembali sudah berdiri di situ, mengurung dia dan Kian Lee!

   "Ohhh.... tidak....!"

   Dia menjerit dan kembali dia mengerahkan sihirnya, menggerakkan payungnya yang terbuka menutupi tubuh mereka berdua sambil berseru nyaring sekali,

   "Kami berdua pergi!"

   Kembali terdengar Ji-ok Kui-bin Nio-nio mengeluarkan suara melengking dan Siang In cepat-cepat mengajak Kian Lee pergi, dibiarkan saja oleh tujuh orang tua itu. Ketika Siang In dan Kian Lee tiba di atas lapangan rumput, kembali terdengar suara dan tujuh orang kakek itu telah mengurung mereka berdua!

   "Percuma, In-moi, mereka tidak terpengaruh sihirmu"

   Dengan perlahan Kian Lee berkata. Dia tahu apa yang terjadi. Sihir dari Siang In selalu dibuyarkan oleh suara lengking dari nenek bertopeng tengkorak itu yang agaknya kebal terhadap pengaruh sihir nona itu.

   "Huh, kau mau lari ke mana? Kuku ibu jari tanganmu harus menjadi milikku!"

   Kembali Ngo-ok Toat-beng Sian-su berseru dan lengannya yang panjang menyambar Siang In yang sudah lemah dan masih pening oleh tamparan tadi, berusaha mengelak, akan tetapi dia kalah cepat dan pundaknya sudah kena dicengkeram, kemudian tubuhnya diangkat tinggi sekali oleh tangan itu sampai dia menjerit ketakutan. Kakek itu memang sudah amat tinggi, kini lengannya yang panjang itu mengangkat tubuh Siang In ke atas, tentu tingginya lebih dari tiga meter dari tanah!

   "Huh!"

   Kini tangan kiri kakek itu sudah mencengkeram ke arah pakaian Siang In, siap untuk merobeknya karena Ngo-ok ini akan memperli-hatkan kekejamannya yang luar biasa, yaitu memperkosa dara itu di depan mata semua orang begitu saja sebelum disiksa dan dicabuti kukunya, dibeset-beset kulit dagingnya sampai mati seperti biasa! Sam-ok atau Ban Hwa Sengjin sudah mengenal kebiasaan Ngo-ok ini, maka tiba-tiba dia berkata dengan suara yang nyaring berwibawa,

   "Ngo-te, jangan lakukan itu! Kau lepaskan dia!"

   Sejenak si jangkung itu menentang pandang mata koksu, mukanya yang sudah muram itu makin keruh dan dia seperti akan menangis, mula-mula dia seperti hendak menentang, akan tetapi akhirnya dia melemparkan tubuh Siang In.

   "Brukkk....!"

   Dara itu merangkak mendekati Kian Lee yang masih lemah dan pening.

   "Sam-ko, apa artinya sikapmu ini?"

   Ngo-ok menuntut dengan suara marah.

   "Ha-ha-ha-ha-ha, setelah menjadi koksu, Sam-ko telah berubah rupanya! Telah menjadi lemah dan menaruh kasihan. Ha-ha-ha! Betapa lucunya, ada seorang anggauta Ngo-ok yang menaruh kasihan! Ha-ha-ha, kalau begitu memang sepatutnya disebut koksu saja!"

   "Sute, jangan bicara sembarangan kau!"

   Tiba-tiba koksu berkata, suaranya terdengar nyaring.

   "Aku sama sekali tidak lemah seperti yang kalian kira! Akan tetapi aku ingin bertanya dulu, kalian berempat ini, sudah sudi datang ke sini atas undangan dan permintaanku, sebetulnya mau apakah? Apakah hanya mau mempermainkan anak yang tidak ada artinya ini? Ataukah mau membantu gerakan kami yang besar, yang kelak akan dapat mengangkat nama kita sebagai Ngo-ok sehingga nama kita menjadi termasyur dan harum sampai selama-lamanya?"

   "Tentu saja kita semua ingin membantumu, Sam-te. Kalau tidak, perlu apa kita meninggalkan tempat klta yang aman dan enak!"

   Kata Twa-ok.

   "Benar, tanpa dasar itu, perlu apa aku berkeliaran ke sini?"

   Kata pula Ji-ok.

   "Ha-ha-ha, benar juga. Aku pun begitu, akan tetapi aku tetap tidak mengerti, mengapa kau melarang Ngo-te untuk bermain-main dengan gadis ini agar aku dapat menonton dengan enak!"

   "Ya, pertanyaan itu harus dijawab!"

   Kata Ngo-ok.

   "Kalian tahu bahwa aku adalah seorang koksu yang memimpin pergerakan besar yang dikepalai oleh Pangeran Bharuhendra dari Nepal! Ini urusan besar, urusan negara, mengertikah kalian? Karena kita adalah orang-orang penting yang memegang puncak pimpinan, maka kita harus mementingkan urusan negara dan pergerakan lebih dulu. Urusan pribadi adalah urusan kecil dan kelak kalau sudah selesai pergerakan ini, biar Ngo-ok mau mempermainkan puteri-puteri cantik sehari sampai seratus orang, siapa peduli? Akan tetapi kalau kini dia melakukan hal itu, lalu terlihat oleh semua anak buah, apa akan kata mereka? Tentu akan merendahkan nama puncak pimpinan dan juga memberi contoh buruk sehingga akan ditiru oleh para pasukan. Kalau pasukan melakukan hal seperti itu, menuruti nafsu belaka, apa gunanya mereka dalam perang? Tentu pergerakan kita akan gagal!"

   Ngo-ok bersungut-sungut, akan tetapi dia mengangguk dan tangannya mengeluarkan seuntai kuku yang bermacam-macam bentuknya, akan tetapi semua kuku yang diuntai itu adalah kuku wanita-wanita yang telah menjadi korbannya.

   "Sayang.... kuhitung kemarin.... empat ratus kurang satu! Kalau ditambah kukunya, genap empat ratus...."

   Siang In mengkirik dan mau muntah menyaksikan kuku-kuku yang diuntai itu dan tanpa disadari dia menggenggam semua kuku jarinya, seolah-olah hendak menyembunyikan kuku-kuku itu agar jangan dicabut!

   "Ha-ha-ha, omongan Sam-ko sebagai koksu memang hebat!"

   Si pendek gundul mengacungkan ibu jari tangan kanannya ke atas tinggi-tinggi, akan tetapi karena tubuhnya cebol, tetap saja ibu jarinya tidak mencapai perut si jangkung Ngo-ok.

   "Lalu, ingin sekali aku melihat bagaimana keputusan seorang koksu negara besar terhadap dua orang mata-mata musuh yang tertangkap. Ha-ha-ha, aku mendengar bahwa seorang koksu amat bijaksana dan keputusannya ditaati semua orang, adil dan memuaskan. Ha-ha-ha, yang mulia Koksu, hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada dua orang mata-mata ini? Ataukah mereka itu akan dibebaskan begitu saja?"

   Akan tetapi Ban Hwa Sengjin tidak mempedulikan ejekan dari Su-ok itu, dan dengan sikap keren dan berwibawa dia lalu menghadapi Kian Lee yang masih menunduk pening dan Siang In yang mulai merasa ngeri menyaksikan sikap orang-orang aneh yang luar biasa lihainya itu. Ketika tadi mendengar bahwa pemuda itu adalah putera dari Pulau Es, Ban Hwa Sengjin terkejut dan dia pun tidak berani main-main. Bermusuhan dengan Pulau Es merupakan suatu hal yang amat berbahaya, pikirnya. Akan tetapi, setelah pemuda ini menentang mereka, lebih baik kalau dibunuh saja agar jangan sampai ada yang tahu dan kalau tidak ada saksinya, tentu Pendekar Super Sakti tidak akan tahu pula ke mana lenyapnya puteranya ini dan siapa yang membunuhnya! Akan tetapi, dia adalah seorang koksu, tidak bisa membunuh secara begitu saja, dan dia harus memperlihatkan wibawanya!

   "Heh, kalian dua orang muda yang sudah lancang menjadi mata-mata dan menentang kami, dengarlah baik-baik keputusanku! Menurut patut, kalian memang sudah semestinya dihukum mati dan sudah patut pula kalau Ngo-ok Toat-beng Sian-su mempermainkan kalian lalu membunuh kalian. Akan tetapi, kami adalah orang-orang yang tahu akan peraturan, tahu akan hukum, maka kalian akan dijatuhi hukuman menurut aturan! Akan tetapi, tidak ada hukuman tanpa pembelaan, maka kalian kuberi kesempatan untuk menentukan hukuman kalian. Kalian boleh mengeluarkan pendapat terakhir dan kalau pendapat kalian itu tepat, hukuman kalian akan lebih ringan!"

   Sampai di sini, Ban Hwa Sengjin tersenyum-senyum dan memandang kepada para saudaranya untuk melihat reaksi mereka. Empat orang saudaranya itu memandang kagum dan Siang In memandang penuh harapan, sedangkan Kian Lee masih menunduk saja.

   "Orang tua, lekas katakan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada kami? Dan benarkah engkau ini seorang pembesar tinggi?"

   Siang In bertanya, bingung menyaksikan sikap mereka yang aneh-aneh itu. Ban Hwa Sengjin tersenyum lebar.

   "Nona cilik, ketahuilah olehmu bahwa aku adalah Ban Hwa Sengjin, aku adalah koksu dari negara Nepal yang agung, dan bahwa keputusanku merupakan hukum yang harus dilaksanakan. Nah, kalau kalian mengeluarkan pendapat yang keliru dan tidak tepat, kalian akan kuserahkan kepada Ngo-ok Toat-beng Sian-su agar menyiksa kalian sampai mati, dan mungkin saja kuku ibu jarimu itu akan melengkapi koleksinya, Nona!"

   Siang In bergidik ngeri melihat wajah si jangkung itu makin muram, dan wajah si pendek terkekeh geli, sedangkan nenek muka tengkorak dan kakek gorila itu memandang seperti patung, sedikit pun tidak bergerak atau berkedip.

   "Dan kalau pendapat kami benar kau akan membebaskan kami?"

   Siang In bertanya penuh harapan. Dia akan dapat mengandalkan kecerdikannya untuk mencari kata-kata yang benar atau tepat agar dapat selamat. Akan tetapi dengan muka keren Ban Hwa Sengjin berkata, suaranya lantang sekali,

   "Mana ada aturan membebaskan orang yang bersalah? Kalau pendapat kalian benar, kalian memperoleh keringanan, yaitu bukan dihukum mati, melainkan dihukum potong hidung dan kedua telinga agar semua orang selamanya akan tahu bahwa kalian telah berani melakukan dosa terhadap Koksu Nepal!"

   Mendengar ini, Su-ok Siauw-siang-cu bertepuk tangan memuji dan tertawa gembira.

   "Ha-ha-ha-ha-ha, kiranya Sam-ok Ban Hwa Sengjin masih mempertahankan gelarnya!"

   Memang, begitu berkumpul dengan saudara-saudaranya, kumat lagilah watak Sam-ok ini. Dia mempermainkan orang, memberi harapan, akan tetapi hanya untuk di "banting"

   Dengan keputusan hukuman yang mengerikan itu, hanya untuk membuktikan bahwa kejahatan dan kekejamannya masih belum berubah dan dia masih patut menjadi Sam-ok!

   Tentu saja luar biasa kejamnya menghukum orang-orang muda yang begitu tampan dan begitu cantik jelita dengan potong hidung dan telinga, hukuman yang bahkan lebih berat daripada mati! Mendengar ini, biarpun mukanya masih keruh, Ngo-ok sudah menggosok-gosok kedua tangannya yang panjang dan menjilat-jilat bibirnya yang basah karena kembali dia sudah mulai mengilar. Kini agaknya dia akan memperoleh kesempatan untuk menonjolkan kekejamannya di depan saudara-saudaranya! Dan sekali ini untuk melaksanakan "hukuman", jadi demi negara dan pergerakan! Mendengar ucapan Koksu Nepal itu, marahlah Suma Kian Lee. Dia masih pening dan belum dapat bangkit untuk melawan, akan tetapi dia mengangkat muka dan memandang kakek raksasa yang botak itu.

   "Ban Hwa Sengjin, bagus sekali omonganmu! Engkau sebagai seorang Koksu Negara Nepal telah merencanakan pemberontakan dengan Gubernur Ho-nan, siapa yang tidak tahu akan hal itu? Sekarang aku telah terjatuh ke tanganmu, mau bunuh hayo bunuhlah, siapa sih yang takut mati? Tidak perlu lagi engkau mengeluarkan segala omongan kosong!"

   Akan tetapi Siang In memegang lengan pemuda itu dan cepat dia mendahului koksu itu, berkata,

   "Koksu, aku mendengar bahwa pangkat koksu amatlah tinggi dalam sebuah negara, dan bahwa kata-kata koksu merupakan keputusan yang harus ditaati, hampir sama kuatnya dengan kata-kata keputusan raja sendiri. Sekali seekor koksu mengeluarkan kata-kata, maka kata-katanya itu merupakan keputusan yang tidak boleh dibantah, tidak boleh ditarik mundur kembali. Pendeknya, seorang koksu berbeda dengan seekor anjing keparat yang curang dan yang suka makan tahi, bukan?"

   

Kisah Sepasang Rajawali Eps 23 Kisah Sepasang Rajawali Eps 14 Kisah Sepasang Rajawali Eps 59

Cari Blog Ini