Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 23


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 23



"Ahhh....!"

   Sim Hong Bu terkejut bukan main mendengar penuturuan ini.

   "Melihat itu, Suheng lalu lari melakukan pengejaran dan meninggalkan aku,"

   Kata Ci Sian dengan suara tak senang.

   "Maka aku lalu mengejar pula, akan tetapi tentu saja Suheng lenyap karena cepatnya gerakannya."

   "Ah! Ke mana perginya kakek yang menculik Sumoi itu? Aku harus menolongnya!"

   "Hemm, kalau aku tahu, apa kau kira aku berada di sini? Aku pun sedang mencari-cari Suheng yang melakukan pengejaran.

   "Kalau begitu, biar aku mencarinya untuk membantu Suhengmu menghadapi dua orang kakek itu dan menolong Sumoi."

   "Ke mana kau hendak mencarinya? Pula, kau pikir Suheng membutuhkan bantuanmu? Kita tunggu saja di sini, pasti Suheng akan datang membawa Sumoimu itu dalam keadaan selamat."

   "Benarkah? Benarkah Suhengmu akan dapat menyelamatkannya? Apakah tidak perlu kucari mereka dan kubantu Suhengmu?"

   "Hemm, bantuanmu itu hanya akan membikin Suheng repot saja dan mem-bantunya berarti menghinanya. Sudahlah, kita tunggu di sini, Suheng pasti akan dapat mencari aku di sini"

   Sejenak Hong Bu merasa bimbang. Akan tetapi kemudian menurut apa yang diusulkan oleh Ci Sian. Pertama, kalau dia mencari, ke mana dia harus mencari kalau tidak tahu ke arah mana sumoinya dilarikan dua orang kakek itu, dan juga, bukankah pendekar Kam Hong yang sakti itu telah melakukan pengejaran? Ke dua, kalau dia pergi, lalu bagaimana dengan Ci Sian yang seorang diri itu?

   "Kalau begitu, marilah kita masuk ke dalam guha, Ci Sian. Hari sudah hampir gelap dan hawa akan sangat dingin malam ini di luarsini. Di dalam lebih hangat dan kita bisa menanti di dalam."

   "Akan tetapi bagaimana kalau Suheng datang mencariku di sini?'"

   "Hemm, bukankah Suhengmu sedang menolong Sumoi? Sumoi tahu akan tempat ini walaupun dia belum pernah memasuki guha ini. Dan andaikata sumoi langsung kembali ke lembah, besok pagi-pagi kita dapat menyusul ke lembah dan tentu kita akan mendengar segalanya dan engkau akan dapat bertemu dengan Su-hengmu."

   Karena tidak ada lain jalan dan memang cuaca mulai menjadi gelap dan hawa menjadi dingin sekali, Ci Sian mengikuti Hong Bu memasuki guha itu dan dia melihat dengan penuh takjub betapa pemuda itu mendorong batu besar itu dengan tangan kirinya saja untuk menutup lubang guha itu!

   Diam-diam dia merasa heran mengapa tadi ketika menangkisnya, dia tidak merasakan kedahsyatan tenaga tangan pemuda itu!Akan tetapi dia tidak sempat lagi memikirkan hal ini karena ketika Hong Bu menyalakan api penerangan, dia menjadi takjub bukan main menyaksikan keindahan guha itu yang seolah-olah merupakan sebuah dunia lain dengan dinding-dinding es yang kemilau dan runcing bergantungan dari langit. Akan tetapi, untuk tidak membuka rahasia tempat itu, Hong Bu tidak mengajak Ci Sian ke sebelah dalam di mana terdapat mayat-mayat yang tidak rusak karena terbungkus oleh es. Mereka hanya duduk di ruangan depan yang luas dan Ci Sian menerima dengan girang ketika Hong Bu menghidangkan roti kering dan air jernih untuk makan malam.

   Mereka makan minum sambil mengobrol dan diam-diam Hong Bu harus mengakui bahwa dia tertarik sekali kepada Ci Sian, dan dia merasa khawatir karena menduga bahwa dia telah jatuh cinta kepada dara itu! Segala gerak-gerik bibirnya ketika bicara, cara dara itu menggerakkan cuping hidung tanpa disadarinya, lesung pipit di tepi mulut sebelah kiri, cara dara itu memandang dengan kepala agak dimiringkan, cara dara itu mengusap anak rambut yang berjuntai di dahinya, pendeknya setiap gerak-gerik dara itu begitu menarik dan mempesonakan hatinya, membuatnya tergila-gila! Di lain pihak, Ci Sian juga amat suka kepada Hong Bu karena semenjak pertemuan lima tahun yang lalu, dia tahu bahwa pemuda itu adalah seorang pemuda yang berwatak mulia, gagah perkasa dan juga jujur.

   Oleh karena itu, ketika malam telah larut dan dia telah mengantuk, dia tidak ragu-ragu sama sekali ketika Hong Bu mempersilakan dia mengaso dan tidur di atas setumpuk daun kering di sudut ruangan depan guha itu. Dia tidak merasa takut dan khawatir sama sekali dan sebentar saja, dara yang sudah lelah ini tertidur pulas. Hong Bu berjaga tak jauh di situ sambil menjaga api unggun agar tidak sampai padam untuk memberi hawa hangat kepada dara yang sedang tidur pulas. Sambil menatap ke arah wajah dan tubuh yang tidur miring itu, berkali-kali Hong Bu menghela napas panjang. Melihat betapa hawa amat dingin dan biarpun di situ tidak sedingin di luar, apalagi sudah ada api unggun yang bernyala, akan tetapi tetap saja dara itu tidur meringkuk kedinginan, dia lalu masuk ke dalam, mengambil baju mantelnya dan menyelimuti Ci Sian, kemudian duduk kembali dekat api unggun.

   Sementara itu, Kam Hong yang melakukan pengejaran terpaksa harus mengerahkan tenaganya karena dua orang kakek yang menawan Pek In itu juga lihai sekali dan dapat melarikan diri dengan kecepatan luar biasa dan selain itu memang jarak di antara mereka cukup jauh. Baiknya, dua orang kakek itu sama sekali tidak mengira bahwa kini mereka telah dikejar orang. Karena inilah agaknya maka Kam Hong akhirnya dapat juga menyusul dua orang kakek itu. Setelah kini dapat melihat jelas, diam-diam Kam Hong terkejut. Dia belum pernah jumpa dengan dua orang kakek itu, akan tetapi melihat bentuk tubuh mereka, dia dapat menyangka bahwa dua orang kakek yang menawan Pek In itu tentulah dua orang di antara Im-kan Ngo-ok dan kalau dia tidak salah, kakek yang berpakaian seperti tosu yang tingginya luar biasa itu, sedikitnya dua setengah meter, tentulah Ngo-ok Toat-beng Sian-su,

   Sedangkan kakek yang berkepala gundul berpakaian hwesio, bertubuh gendut pendek sekali, hanya setengahnya Ngo-ok itu tentulah Su-ok Siauw siang-cu atau orang ke empat Im-kan Ngo-ok! Kam Hong telah mendengar tentang mereka satu demi satu, akan tetapi belum pernah bertemu dengan mereka. Kini, melihat betapa tubuh Pek In tak bergerak dipanggul di pundak kakek tinggi kurus itu, dia mempercepat larinya. Akan tetapi, ternyata dua orang kakek itu lihai bukan main karena tiba-tiba mereka menengok dan melihat betapa ada orang mengejar mereka dengan amat cepatnya mereka pun segera mempercepat lari mereka! Kam Hong terus mengejar dan ternyata dua orang itu melarikan diri ke sebuah kuil tua yang berada di kaki bukit, agaknya kuil kosong yang sudah ditinggalkan penghuni bertahun-tahun yang lalu karena kuil itu tidak terawat.

   Mereka berdua lenyap memasuki kuil melalui pintu depan yang tidak berdaun pintu lagi dan keadaan amat sunyi di situ ketika Kam Hong tiba di pekarangan depan kuil yang tidak terawat, yang dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan liar yang dapat tumbuh di tempat dingin itu. Tidak ada salju di sini, akan tetapi hawa udara bahkan lebih dingin daripada di puncak bukit yang tertiup salju. Kam Hong tidak berani ceroboh memasuki kuil. Dia tahu bahwa Im-kan Ngo-ok adalah datuk-datuk kaum sesat yang berkedudukan tinggi sekali, maka menghadapi mereka tidak boleh disamakan dengan menghadapi penjahat-penjahat biasa. Sejenak dia meneliti keadaan dan setelah dia merasa yakin bahwa dari tempat dia berdiri itu dia akan dapat melihat apabila ada orang keluar dari dalam kuil itu baik melalui jurusan manapun juga, dia lalu berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua lengan bersilang di depan dada, kemudian dia berseru dengan suara tenang dan nyaring.

   "Yang berada di dalam kuil, bukanlah Im-kan Ngo-ok? Silakan keluar, aku Kam Hong ingin bicara!"

   Hening sejenak sampai gema suara Kam Hong itu menghilang. Kemudian terdengar teriakan dari dalam kuil.

   "Mana keluarga Cu? Apakah orang yang datang ini utusan keluarga Lembah Gunung Suling Emas?"

   Suara yang berteriak itu terdengar menggetar penuh dengan tenaga khi-kang yang amat kuat dan tahulah Kam Hong bahwa orang yang berteriak itu sengaja memamerkan kepandaian untuk menakutinya.

   "Aku bukan utusan siapa pun, aku datang atas namaku sendiri karena melihat seorang gadis kalian tawan!"

   Kata Kam Hong terus terang.

   "Huh, apamukah Nona ini maka engkau lancang mencampuri?"

   Terdengar suara orang membentak marah dari dari dalam kuil itu.

   "Bukan keluarga bukan teman bukan apa-apa, akan tetapi melihat seorang gadis ditawan dengan paksa apakah kalian mengira bahwa aku akan diam saja? Im-kan Ngo-ok, sudah lama aku mendengar nama besar kalian sebagai datuk-datuk perkasa, apakah sekarang aku harus melihat kenyataan bahwa kalian hanyalah penculik-penculik gadis yang pengecut saja dan tidak berani menghadapi aku sebagai laki-laki?"

   "Sombong....!"

   Tiba-tiba sesosok bayangan seperti bola menggelundung dari pintu kuil dan tahu-tahu seorang pendek gendut seperti hwesio itu sudah mencelat ke depan dan menghantam ke arah dada Kam Hong setelah tadi menggelundung seperti seekor binatang trenggiling turun dari lereng. Hantaman itu dahsyat bukan main sampai angin pukulan terasa menyambar oleh Kam Hong. Melihat serangan maut ini, Kam Hong maklum betapa lihai dan kejamnya orang ini, maka dia pun mengerahkan tenaga pada lengan kirinya dan menangkis.

   "Dukkk! Bresss!"

   Tubuh yang pendek gendut itu terguling dan kembali tubuh itu bergulingan menjauh, lalu meloncat bangun dengan mata terbelalak memandang ke arah pemuda yang mampu menangkis serangannya sehebat itu. Dugaan Kam Hong memang tepat karena pada saat itu, dari pintu kuil keluarlah empat orang lain dan dengan penuh perhatian Kam Hong memandang ke arah mereka, dan dia kini bertemu dengan lima orang yang gambarannya telah lama dia dengar sebagai Im-kan Ngo-ok. Orang pertama adalah seorang kakek yang wajahnya mirip seekor gorila, gerak-geriknya halus dan biarpun wajahnya mengerikan seperti gorila, namun mulutnya selalu membayangkan senyum ramah! Inilah Toa-ok Su Lo Ti, orang pertama dari Im-kan Ngo-ok. Orang ke dua merupakan seorang nenek yang mukanya tertutup topeng tengkorak. Tubuhnya kecil ramping seperti tubuh wanita muda.

   Sepasang mata di balik tengkorak itu mencorong seperti mata setan, agak ke-merahan mengerikan. Inilah Ji-ok Kui bin Nio-nio orang ke dua dari Lima Jahat Dari Akhirat ini. Orang ke tiga merupakan seorang kakek raksasa yang berkepala botak, memakai mantel merah dan pakaiannya mewah, sikapnya penuh wibawa dan pandang matanya bengis. Inilah Sam-ok Ban Hwa Sengjin, orang ke tiga. Orang ke empat adalah Su-ok Siauw siang-cu yang tadi telah menyerang Kam Hong, seorang hwesio pendek gendut yang mukanya nampak gembira. Sedang-kan orang ke lima, yang kini memanggul tubuh Pek In yang lemas, adalah Ngo-ok Toat-beng Sian-su yang jangkung seperti gila. Kakek ke lima ini mukanya selalu nampak sedih dan matanya sipit hampir selalu terpejam. Setelah yakin benar bahwa mereka ini adalah Im-kan Ngo-ok, Kam Hong lalu menjura dan berkata.

   "Kiranya benar bahwa aku berhadapan dengan Im-kan Ngo-ok yang tersohor. Mengingat akan besarnya nama Ngo-wi, maka aku harap Ngo-wi akan bersikap sesuai dengan kedudukan dan suka membebaskan gadis ini, dan aku bersedia untuk minta maaf atas gangguanku ini."

   Kam Hong tidak ingin menanam bibit permusuhan, apalagi dengan lima orang datuk kaum sesat ini. Bukan dia merasa takut, akan tetapi dia merasa segan untuk mencari permusuhan yang berarti akan mendatangkan gangguan terus-menerus dalam kehidupannya. Lima orang itu pun mengamati Kam Hong dengan penuh perhatian dan mereka pun merasa heran mengapa mereka belum mengenal pemuda ini, padahal, melihat betapa pemuda ini tadi menangkis serangan Su-ok, jelas membuktikan bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan!

   "Siapakah engkau?"

   Tanya Toa-ok Su Lo Ti, seperti biasa suaranya amat halus dan ramah.

   "Namaku Kam Hong dan sekali lagi kuharap Ngo-wi suka membebaskan gadis ini."

   "Hemmm, engkau sudah mengenal kami, akan tetapi masih berani mencampuri urusan kami? Apakah kau bosan hidup? Eh, bocah she Kam, kalau kami tidak mau membebaskan gadis ini, habis engkau mau apa?"

   Tiba-tiba Su-ok yang merasa penasaran bertanya sambil mendekati Kam Hong.

   "Kalau Ngo-wi memaksa, apa boleh buat, aku akan memberanikan diri untuk menyelamatkan gadis ini dengan menggunakan kekerasan."

   Kata Kam Hong.

   "Apa? Engkau menantang kami? Nah, mampuslah kalau begitu!"

   Su-ok sudah menerjang dan gerakannya cepat bukan main karena memang demikian watak para datuk sesat ini, selalu tidak segan-segan menggunakan kecurangan demi untuk mencapai kemenangan. Agaknya dari pertemuan tenaga pertama kali tadi, Su-ok maklum bahwa pemuda sastrawan itu bukan merupakan lawan yang lemah, maka kini begitu dia menyerang, dia telah mempergunakan ilmunya yang paling diandalkan, yaitu pukulan Katak Buduk. Angin pukulan dahsyat menyambar disertai bau yang amis sekali, menyambar ke arah perut Kam Hong! Namun pemuda ini sudah siap sejak tadi, maka pukulan itu pun sudah dihadapinya dengan tenang. Cepat dia mengelak ke kiri dan mengambil keputusan untuk tidak memperpanjang waktu per-kelahian. Yang terpenting bukanlah perkelahian itu, melainkan bagaimana dia harus menyelamatkan Pek In yang masih berada dalam pondongan Ngo-ok.

   Kalau dia dapat merampas Pek In, dia dapat melarikan dara itu dan dia percaya bahwa dia akan dapat melarikan diri dengan selamat mengandalkan gin-kangnya yang kini sudah meningkat dengan hebat sekali sejak dia mempelajari ilmu dengan menghimpun khi-kang melalui Ilmu bertiup suling. Maka, sekali mengelak ke kiri, dia sudah menu-bruk ke arah Ngo-ok yang berdiri tak jauh dari situ, tangan kiri mencengkeram ke arah muka Si Tinggi Kurus itu sedangkan tangan kanannya berusaha untuk merampas tubuh Cu Pek In. Serangannya ini dilakukan dengan kecepatan kilat sehingga mengejutkan Ngo-ok. Akan tetapi, sayang sekali bahwa justeru Ngo-ok ini merupakan orang yang paling tinggi gin-kangnya di antara para saudaranya, maka biarpun serangan itu amat hebat dan mengejutkan, Si Jangkung itu masih mampu melesat ke samping sehingga cengkeraman kedua tangan Kam Hong itu meleset dan saat itu Su-ok sudah datang lagi menubruk dan menghantamnya.

   Terpaksa Kam Hong menangkis dan melayani Suok yang merupakan seorang lawan yang tidak boleh dipandang ringan. Selagi dia mendesak Su-ok, tiba-tiba ada sambaran angin dari belakangnya. Cepat dia membalik dan menangkis sambil balas memukul. Kiranya Ngo-ok sudah datang mengeroyoknya! Ketika Kam Hong melirik, ternyata bahwa Si Jangkung itu telah melepaskan Pek In ke atas tanah, akan tetapi dara itu berada dalam keadaan tertotok sehingga tidak mampu bergerak dan di sana masih ada tiga orang dari Im-kan Ngo-ok yang menjaganya! Diam-diam Kam Hong merasa kecewa sekali. Kalau begini caranya, akan lebih sukar untuk merampas Pek In dan agaknya jalan satu-satunya baginya adalah bahwa dia harus mengalahkan mereka lebih dulu!

   "Baiklah kalau kalian menghendaki kekerasan!"

   Bentaknya dan segera tubuhnya bergerak dengan aneh dan cepat. Sedemikian, cepat gerakannya sehingga para pengeroyoknya itu tidak merasa mengeroyok satu orang lagi, bahkan mereka berhadapan dengan lebih dari dua orang!

   Apalagi karena Kam Hong mengerahkan tenaga khi-kang sehingga setiap kali mereka beradu lengan, Su-ok dan Ngo-ok selalu terpental dan terhuyung, tanda bahwa mereka berdua itu kalah kuat! Melihat betapa lihainya lawan, Ngo-ok mengeluarkan gerengan seperti seekor serigala dan tubuhnya sudah berjungkir balik dan dia sudah menyerang Kam Hong dengan kedua kakinya yang panjang dan berada di atas, dibantu oleh kedua tangan dari bawah. Gerakannya bahkan lebih gesit dan lebih cepat dibandingkan kalau dia berdiri dengan kedua kaki di bawah! Sedangkan Su-ok juga sudah mengirim pukulan-pukulan Katak Buduk yang amat dahsyat itu. Akan tetapi, Kam Hong tidak gentar menghadapi mereka. Dengan Khong-sim Sin-ciang, dibantu oleh tenaga khi-kang dahsyat yang disalurkan kepada seluruh tubuh, terutama kepada kedua lengannya,

   Dia masih dapat mendesak kedua orang lawan itu, bahkan dia telah berhasil menampar masing-masing satu kali kepada dua orang pengeroyoknya dan biarpun tamparan itu tidak mengenai dengan telak, namun cukup membuat mereka menjadi agak jerih dan selanjutnya terus didesaknya dua orang lawan itu dengan hebat. Melihat ini, Toa-ok, Ji-ok dan Sam-ok terbelalak memandang penuh kagum. Kalau saja yang dikeroyok oleh Su-ok dan Ngo-ok itu merupakan tokoh kang-ouw sakti yang sudah mereka kenal maka tentu saja mereka tidak akan merasa penasaran dan heran melihat betapa mereka terdesak. Akan tetapi pemuda ini sama sekali belum mereka kenal. Bagaimana mungkin kini pemuda yang agaknya baru muncul di dunia kang-ouw ini telah dapat memiliki ilmu kepandaian sedemikian lihainya?

   "Tahan....!"

   Tiba-tiba Sam-ok meloncat ke depan dan menahan pukulan Kam Hong yang mendesak Su-ok yang sudah bergulingan itu.

   "Dukk!"

   Sam-ok tergeser mundur oleh tangkisan itu dan diam-diam dia makin terkejut. Ketika dia menangkis untuk menyelamatkan Su-ok dan juga untuk menghentikan perkelahian itu tadi, dia menggunakan tenaga sepenuhnya, akan tetapi pertemuan tenaga lewat lengan itu ternyata membuat dia terdorong dan kuda-kudanya tergeser! Bukan main hebatnya kekuatan pemuda sastrawan ini, pikirnya. Karena pihak lawan minta dihentikan perkelahian dan ingin bicara, Kam Hong tidak melanjutkan serangan dan dia pun berdiri tegak dan memandang dengan sikap tenang, namun dengan penuh kewaspadaan karena dia sudah mendengar akan nama Im-kan Ngo-ok yang tersohor sebagai datuk-datuk kaum sesat yang paling curang dan paling jahat.

   "Orang she Kam, sesungguhnya kami tidak ingin bermusuhan dengan engkau yang tidak kami kenal. Biarpun engkau memiliki sedikit kepandaian, akan tetapi jangan harap engkau akan dapat menentang kami. Jangan kau mencampuri urusan kami yang tidak kau ketahui sama sekali.

   "Hemm, apa artinya aku bersusah payah mempelajari ilmu kalau aku harus mendiamkan saja melihat seorang dara diculik orang?"

   Jawab Kam Hong dengan suara dingin.

   "Ahhh, kau salah paham, sobat muda."

   Kata Sam-ok. dengan nada suara mengejek.

   "Kami tidak bermaksud mengganggu anak perempuan ini. Kami hanya me-nahannya untuk memaksa ayahnya datang menemui kami...."

   "Hemm.... sungguh cara yang curang untuk bertemu dengan penghuni Lembah Gunung Suling Emas. Kalau ada kepentingan, mengapa tidak langsung saja menemui keluarga Cu di sana?"

   Kam Hong mencela.

   "Mengapa harus menawan puterinya?"

   Lima orang itu saling lirik.

   "Aha, jadi engkau mengenal mereka, ya? Engkau sahabat mereka dan hendak membela mereka?"

   "Aku bukan sahabat mereka dan aku hanya membela orang yang terancam bahaya, dalam hal ini adalah Nona inilah. Bebaskan dia dan aku tidak akan mencampuri urusanmu dengan keluarga Cu di sana."

   "Engkau tidak tahu persoalannya, orang muda. Kami ingin keluarga itu menukar puteri mereka dengan pedang pusaka yang kami kehendaki...."

   "Hemm, Koai-liong-pokiam yang diperebutkan itu, ya?"

   Kam Hong sudah mendengar tentang ribut-ribut pedang pusaka itu yang dulu kabarnya dilarikan pencuri dari istana kaisar.

   "Aku pun tidak peduli tentang pedang itu, akan tetapi rebutlah dengan cara yang jantan, bukan dengan menawan seorang gadis remaja."

   "Bocah sombong, engkau sungguh bosan hidup!"

   Sam-ok sudah tak dapat menahan kesabarannya lagi dan dia sudah menerjang dengan dahsyatnya.

   Kam Hong cepat mengelak dan balas menyerang, akan tetapi pada saat itu Su-ok dan Ngo-ok sudah mengeroyoknya pula. Dikeroyok oleh tiga orang tokoh yang lihai ini, terutama sekali Sam-ok yang lebih lihai daripada Su-ok dan Ngo-ok, Kam Hong merasa repot juga. Ilmu kepandaian tiga orang pengeroyoknya itu telah berada di tingkat yang amat tinggi dan jurus-jurus ilmu silat mereka aneh-aneh dan berbahaya sekali, maka Kam Hong menggerakkan tangan kirinya dan nampak sinar putih ketika dia mencabut kipasnya dan dia pun mulai melayani mereka dengan kipasnya. Dengan ilmu silat Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan) yang diwarisi dari peninggalan nenek moyangnya, dia melawan mereka, dibantu oleh tangan kanannya yang melancarkan tamparan-tamparan dan totokan-totokan dahsyat, dia berhasil menahan mereka bertiga.

   Tentu saja Sam-ok merasa penasaran sekali melihat betapa mereka bertiga sama sekali tidak mampu mendesak lawan, bahkan dia sendiri pun harus berhati-hati karena gerakan kipas itu benar-benar amat dahsyatnya. Semua serangan kandas oleh tangkisan-tangkisan gagang kipas yang sambil menangkis juga langsung menotok jalan darah di pergelangan tangan atau sikut, dan angin yang menyambar dari kipas yang dikembangkan kadang-kadang membuat dia bingung sehingga dua kali dia hampir tertotok oleh gagang kipas. Harus diakuinya bahwa tanpa bantuan dua orang saudaranya, seorang diri saja dia akan sukar sekali dapat bertahan melawan pendekar muda yang belum dikenalnya itu! Dia merasa semakin penasaran, akan tetapi juga geram mendengar betapa Ji-ok memuji-muji pemuda itu.

   "Bagus, bagus! Ilmu kipas yang bagus! Wah, Sam-te, engkau dengan bantuan Su-te dan Ngo-te masih tidak mampu mengalahkan dia? Sungguh memalukan sekali!"

   "Ji-ci, daripada banyak cerewet, lebih baik lekas bantu kami agar urusan kita dapat segera diselesaikan!"

   Kata Sam-ok dengan marah karena ejekan itu.

   "Hi-hik! Kalau aku sekali turun tangan, tentu bocah ganteng ini akan kehilangan kepala. Sungguh sayang!"

   "Hemm, Si Mulut Besar! Hendak kulihat kenyataan bualanmu!"

   Kata pula Sam-ok karena dia merasa yakin bahwa biarpun Ji-ok sendiri agaknya akan mengalami kesulitan untuk mengalahkan bocah ini. Kepandaiannya sendiri tidaklah lebih rendah dibandingkan dengan Ji-ok, sungguhpun sampai sekaran dia belum mampu menandingi Kiam-ci (Jari Pedang) dari nenek itu yang benar-benar luar biasa hebatnya, namun pada umumnya kepandaiannya setingkat dibandingkan dengan Ji-ok.

   "Hi-hik, kau lihat sajalah!"

   Kata Ji ok dan dia pun menerjang ke depan.

   "Singggg.... cuiiiiitttt...."

   "Ehhh....!"

   Kam Hong terkejut sekali dan cepat meloncat ke belakang untuk menghindarkan diri dari sinar kilat ketika telunjuk tangan nenek itu menyambar dan mengeluarkan hawa dingin berkilat yang amat dahsyatnya.

   "Hi-hi-hik, kau kaget, bocah ganteng? Nah, lekaslah berlutut minta ampun, Nenekmu akan mempertimbangkan."

   Kata Ji-ok. Akan tetapi Kam Hong sudah menjadi marah sekali. Tak disangkanya bahwa nama besar Im-kan Ngo-ok yang tersohor sebagai datuk-datuk kaum sesat yang berkedudukan tinggi itu ternyata sekelompok orang yang berjiwa pengecut dan tidak segan-segan dan tidak malu-malu untuk melakukan pengeroyokan untuk mencapai kemenangan.

   "Siapa takut padamu?"

   Bentaknya dan di lain saat, empat orang pengeroyoknya itu menjadi silau dan terkejut melihat berkelebatnya sinar kuning emas yang cemerlang. Ketika mereka melihat betapa kini pemuda yang mereka dikeroyok itu memegang sebatang suling emas yang berkilauan, mereka terkejut bukan main.

   "Suling Emas....!"

   Tiba-tiba Toa-ok berseru keras.

   "Cepat rampas suling pusaka itu!"

   Empat orang itu pun sudah mengenal suling emas yang pernah mereka dengar seperti dongeng itu, maka mereka serentak menerjang ke depan untuk menyerang dan berusaha merampas benda pusaka itu.

   Akan tetapi, Kam Hong sudah mainkan ilmu silat sakti dengan mencorat-coretkan sulingnya di udara, membentuk huruf Thian (Langit). Empat kali sulingnya membuat gerakan mencoret ke kanan dari kiri dua kali untuk menangkis serangan Ngo-ok dan Sam-ok, disusul coretan dari atas kanan ke kiri, disusul dari atas ke kanan memanjang dan Ji-ok tertangkis mundur sedangkan Su-ok terjungkal lalu bergulingan. Ternyata dalam segebrakan itu saja, sebuah jurus dari ilmu sakti Hong-in-bun-hoat yang merupakan gerakan silat yang berdasarkan mencorat-coret atau "menulis"

   Huruf di udara menggunakan suling, sekaligus telah menangkis serangan empat orang sakti bahkan telah melukai pundak Suok dan juga membuat tangan Ji-ok terasa nyeri bukan main! Empat orang itu terkejut dan sejenak mereka merasa gentar.

   "Hayo serang dia!"

   Toa-ok memberi komando, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara lengking panjang bersama sinar emas bergulung-gulung, dan itulah sinar suling emas yang digerakkan oleh Kam Hong dengan Ilmu Silat Kim-siauw Kiam-sut yang baru saja dia pelajari sambil mengerahkan seluruh tenaga khi-kangnya sehingga suling yang dimainkan itu mengeluarkan suara melengking tinggi dan semakin lama semakin tinggi sekali. Empat orang itu kalang-kabut dan mengelak ke sana-ke sini, akan tetapi mereka terserang oleh suara melengking-lengking itu, makin tinggi suaranya makin menusuk telinga dan seolah-olah hen-dak menembus jantung! Ketika lima orang itu menjauh dan sengaja mengerahkan sin-kang untuk melindungi diri dari ancaman suara khi-kang suling itu dan bersiap untuk mengepung,

   Tiba-tiba saja Kam Hong meloncat ke arah Pek In yang masih rebah di atas tanah, menyambar tubuh dara itu, memanggulnya dengan lengan kiri setelah menyimpan kipasnya, kemudian meloncat jauh dan terus berloncatan sambil mengerahkan gin-kangnya. Sejenak Im-kan Ngo-ok tertegun, akan tetapi mereka segera menjadi marah sekali dan langsung saja mereka berloncatan melakukan pengejaran sambil memaki-maki karena merasa dipermainkan oleh pemuda itu. Biarpun pada waktu itu Kam Hong telah memiliki kepandaian ilmu berlari cepat yang hebat berkat tenaga khi-kang yang terhimpun di dalam tubuhnya, namun para pengejarnya itu adalah datuk-datuk kaum sesat yang menduduki tingkat satu dan mereka, terutama sekali Ngo-ok, memiliki gin-kang yang amat hebat. Apalagi Kam Hong harus memondong tubuh Cu Pek In dan senja mulai tiba, maka setelah berlari cukup lama, tetap saja lima orang itu masih terus mengejarnya.

   Kam Hong berpikir bahwa kalau dia tidak lari ke bagian yang ditumbuhi pohon-pohon yang pada itu sebagian besar gundul, sukar baginya untuk membebaskan diri karena di daerah pegunungan salju itu dari jarak yang jauh pun dia masih akan nampak dan dapat terus dikejar. Maka dia pun lalu melarikan diri ke sebuah bukit yang berbatu-batu dan ditumbuhi pohon-pohon. Sementara itu, malam mulai tiba dan keadaan cuaca mulai gelap sehingga hal ini pun menyukarkan Kam Hong untuk dapat berlari cepat karena kegelapan akan memungkinkan dia salah langkah dan tergelincir ke dalam jurang. Maka dengan hati-hati dia memasuki daerah yang tidak gundul itu. Batang-batang pohon dan batu-batu dapat menyembunyikan dirinya dari penglihatan musuh.

   Akan tetapi betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa lima orang itu masih terus mengejarnya. Dia teringat, bahwa biarpun dia tidak kelihatan, akan tetapi lima orang itu dapat mengikutinya dari jejak kakinya di atas tanah yang tertutup salju. Dan pula dara ini bagi mereka amat penting untuk di jadikan sandera, guna ditukar dengan pedang pusaka, maka tentu lima orang itu tidak mau mengalah dan akan terus mengejarnya. Karena itu, Kam Hong pun tidak pernah berhenti, mengharapkan bahwa setelah cuaca gelap benar, lima orang itu akan kehilangan jejak kakinya. Harapannya itu memang tidak sia-sia. Setelah cuaca menjadi gelap benar, Im-kan Ngo-ok terpaksa menghentikan pengejaran mereka. Akan tetapi mereka sama sekali bukan berarti mundur dan menghentikan usaha mereka, karena Toa-ok berkata,

   "Kita berhenti di sini. Besok pagi kita lanjutkan mengikuti jejak kakinya."

   Dan Kam Hong pun terpaksa menghentikan langkahnya karena cuaca amat gelapnya dan amat berbahaya untuk melanjutkan perjalanan. Dia menurunkan Pek In dan setelah meraba tengkuk, kedua pundak dan punggung dara itu, dia menotoknya dan membebaskannya dari totokan. Dara itu mengeluh lirih, memijit-mijit kaki tangannya yang terasa lemas.
(Lanjut ke Jilid 22)

   Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22
"Kiranya engkau malah yang telah menolongku...."

   Katanya lirih.

   "Hemm, hanya kebetulan saja. Aku harus membebaskanmu dari mereka yang jahat."

   "Im-kan Ngo-ok sungguh manusia-manusia busuk tak tahu malu. Mereka pernah berkunjung ke lembah sebagai tamu, dan sekarang malah hendak menawanku sebagai sandera. Kalau Ayah tahu, mereka pasti takkan diberi ampun. Eh, di mana dia?"

   "Siapa?"

   "Anak perempuan itu, eh, Ci Sian...."

   "Kutinggalkan dia di puncak sebuah bukit. Tak kusangka bahwa aku akan berhadapan dengan Im-kan Ngo-ok dan memakan waktu lama untuk membebaskanmu, bahkan sekarang pun mereka tak jauh dari sini. Tentu mereka menanti dan besok pagi akan melanjutkan pengejaran. Kita sendiri tidak dapat melanjutkan perjalanan, begini gelap dan aku tidak mengenal jalan...."

   "Aku mengenal tempat ini, akan tetapi malam gelap begini tidak mungkin kita melanjutkan perjalanan. Besok pagi-pagi kita dapat pergi dari sini.... dan tempat Suheng bertapa tidak jauh dari sini, kita bisa ke sana dan minta bantuannya."

   "Suhengmu? Bertapa?"

   "Ya, dan dia tentu akan dapat menghalau Im-kan Ngo-ok, dia tidak kalah lihai dibandingkan Ayah."

   Kam Hong tidak bertanya lagi, akan tetapi diam-diam dia kagum sekali dan teringat akan pesan Cu Han Bu ketika mereka hendak saling berpisah. Tokoh keturunan kakek pencipta suling emas itu mengatakan bahwa keluarga mereka masih mempunyai Ilmu pusaka yaitu Koali-liong Kiam-sut yang mereka harapkan kelak akan dapat mengalahkan Kim-siauw Kiam-sut yang diwarisinya. Keluarga itu memang hebat, maka tidaklah aneh andaikata benar ucapan Pek In bahwa dara ini masih memiliki seorang suheng yang sedang bertapa dan bahwa suheng ini memiliki kepandaian tidak kalah lihai dibandingkan dengan kepandaian ayahnya. Malam itu mereka terpaksa berdiam di tempat itu.

   "Kau tidurlah Nona. Biar aku menjagamu di sini. Sayang bahwa kita tidak dapat menyalakan api unggun untuk membantu menghangatkan tubuh karena kalau kita lakukan Itu tentu mereka akan melihat dan akan datang."

   Pek In merasa lelah dan baru saja mengalami ketegangan dan kini merasa lega, segera merebahkan diri miring dah tak lama kemudian dia tidur pulas dengan tubuh meringkuk kedinginan. Melihat ini, hanya melihat dengan remang-remang saja karena yang membantu pandangan mata hanya sedikit sinar bintang di langit, Kam Hong lalu melepaskan jubahnya yang lebar dan menyelimutkan jubahnya pada tubuh dara itu.

   Dia sama sekali tidak dapat menduga bahwa pada saat yang sama, di dalam sebuah gua, seorang pemuda lain sedang menyelimuti tubuh Ci Sian pula! Sebetulnya, baik Ci Sian maupun Pek In sudah memiliki kepandaian dan tenaga sin-kang yang cukup kuat untuk melawan dingin saja. Akan tetapi dalam keadaan tidur tentu saja mereka tidak dapat mengerahkan sin-kang dan hawa dingin membuat mereka dalam keadaan tidak sadar itu meringkuk seperti anak kecil kedinginan. Adapun Kam Hong yang berilmu tinggi, tentu saja dapat menahan hawa dingin itu dengan penyaluran sin-kangnya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Pek In sudah terbangun dan dia cepat merenggut jubah itu dari tubuhnya ketika melihat betapa dirinya diselimuti jubah itu. Dia bangkit dan melihat Kam Hong masih duduk bersila tak jauh dari situ. Cuaca masih gelap remang-remang tertutup kabut.

   "Engkau sudah bangun?"

   Kam Hong yang peka sekali pendengarannya itu menoleh.

   "Terima kasih untuk jubahmu ini, kata Pek In sambil mengembalikan baju itu kepada Kam Hong yang menerimanya.

   "Kita harus berangkat sekarang, aku tahu jalannya."

   "Masih agak gelap, sukar melihat jelas ke depan."

   Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Aku tahu jalannya, marilah."

   Keduanya lalu bangkit dan berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itu. Biarpun Pek In sebagai penunjuk jalan berjalan di depan, akan tetapi Kam Hong tak pernah mengurangi kewaspadaan, diam-diam menjaga kalau-kalau Pek In terperosok ke dalam jurang atau mengalami halangan lain. Matahari pagi telah mengusir kabut gelap ketika mereka keluar dari daerah berbatu itu dan tiba di kaki sebuah bukit.

   "Tak jauh lagi dari sini, di lereng bukit itu tempat Suheng bertapa."

   Kata Pek In dengan nada suara girang.

   "Lihat, mereka sudah mengejar!"

   Tiba-tiba Kam Hong berkata.

   "Mari kita cepat lari!"

   Pek In menengok dan benar saja, lima sosok bayangan sedang menuruni lereng dari mana mereka berdua datang tadi dan gerakan mereka amat cepat.

   "Mari kupondong kau, Nona!"

   Kata Kam Hong.

   "Tidak, jangan sentuh aku!"

   Tiba-tiba Pek In berkata dengan cepat dan wajah Kam Hong menjadi merah sekali ketika dia bertemu pandang dengan dara itu. Dari pandang mata itu dia melihat kemarahan!

   "Ahh, aku hanya bermaksud agar kita dapat melarikan diri lebih cepat, Nona, tiada maksud lain."

   Katanya menghela napas. Sejenak mereka berpandangan, kemudian Pek In menunduk.

   "Maafkan aku.... aku.... biarlah aku lari sendiri saja."

   "Terserah."

   Mereka lalu lari mendaki bukit itu. Akan tetapi, Kam Hong maklum bahwa betapapun lihainya nona ini, namun dalam hal berlari cepat, dia masih kalah jauh dibandingkan dengan Im-kan Ngo-ok, maka kalau terlalu lama waktunya berlari, tentu akan dapat disusul oleh Im-kan Ngo-ok. Dugaannya benar karena kini terdengar bentakan-bentakan dari belakang, tanda bahwa lima orang lawan itu sudah mengejar semakin dekat.

   "Nona, mereka telah datang dekat."

   Kata Kam Hong, tidak berani menawarkan lagi untuk memondong nona itu, sungguhpun dia ingin sekali untuk diperbolehkan memondongnya, karena dengan jalan itu dia masih sanggup untuk melarikan diri dari jangkauan lima orang itu. Akan tetapi Pek In berkata, sambil menunjuk ke depan.

   "Tempat Suheng sudah dekat!"

   "Kalau begitu, cepat kau lari ke sana dan berlindung, biar aku menghalangi mereka mengejarmu, Nona."

   Kata Kam Hong dan dia sudah berdiri tegak membalikkan diri, menanti datangnya lima orang itu dengan kipas di tangan kiri dan suling emas di tangan kanan. Sikapnya amat gagah sehingga sejenak Pek In memandang penuh kagum, kemudian dia pun segera lari menuju ke lereng bukit di mana dia tahu terdapat guha tempat suhengnya "bertapa"

   Dan melatih diri dengan Ilmu Pedang Koai-liong Kiam-sut. Dia belum pernah memasuki guha itu karena dilarang oleh ayahnya, akan tetapi dia sudah tahu tempatnya maka kini dia pun tidak ragu-ragu lari menuju ke situ. Sementara itu, Kam Hong yang berdiri tegak itu, menghadang datangnya Im-kan Ngo-ok, kini sudah berhadapan dengan mereka.

   "Im-kan Ngo-ok, kalau kalian berkeras, terpaksa aku melupakan bahwa kalian adalah tokoh-tokoh besar dunia kang-ouw!"

   Bentak Kam Hong dengan suara tegas dan penuh wibawa.

   "Bocah lancang she Kam, lebih baik serahkan suling itu kepada kami!"

   Bentak Sam-ok sambil memandang ke arah suling emas di tangan Kam Hong seperti seorang anak kecil melihat sebuah mainan yang amat menarik hatinya. Tentu saja Im-kan Ngo-ok sudah pernah mendengar tentang keluarga Suling Emas yang meninggalkan pusaka suling emas dan ilmu-ilmu mujijat dan kini melihat pemuda ini, perhatian mereka bercabang, sebagian masing menginginkan Koai-liong Pokiam akan tetapi sebagian lagi menginginkan suling emas pusaka itu!

   "Hemm, kalian ini orang-orang tua yang terlalu jauh tersesat."

   Kata Kam Hong dan dia pun segera menggerakkan suling dan kipas untuk menerjang mereka. Kini dia menerjang lebih dulu karena dia sedang berusaha untuk mencegah mereka mengejar Pek In yang sudah melanjutkan larinya. Biarlah dara itu menyelamatkan diri lebih dulu karena kalau dara itu sudah terbebas dari ancaman lima orang ini, dia pun akan mudah meninggalkan mereka. Akan tetapi sekali ini, lima orang Im-kan Ngo-ok agaknya sudah mempersiapkan diri. Dan memang semalam mereka telah berunding bagaimana sebaiknya kalau mereka berhadapan lagi dengan pemuda yang amat lihai itu. Kemarin sore, Ji-ok, Sam-ok, Su-ok dan Ngo-ok telah mengeroyoknya dan merasakan kelihaiannya yang luar biasa, dan kini mereka semua maju, dipimpin oleh Toa-ok mengeluarkan suara geraman aneh, mereka berlima sudah berlompatan mengurung Kam Hong.

   Mula-mula Ngo-ok mengeluarkan gerengan serigala dan tubuhnya sudah berjungkir balik, berloncatan di atas kedua tangan dan kadang-kadang menggunakan kepalanya dengan gerakan yang gesit dan terlatih. Su-ok sudah me-rendahkan tubuhnya yang sudah pendek sekali itu sehingga dia nampak seperti seekor katak yang siap hendak menerkam dan meloncat, perutnya menggembung mengumpulkan tenaga pukulan Katak Buduk. Adapun Sam-ok Ban Hwa Sengjin, yang biarpun termasuk orang ke tiga dari mereka namun memiliki kepandaian yang setingkat dengan Ji-ok dan memiliki pengalaman yang paling luas, di antara para saudaranya, juga sudah memasang kuda-kuda kemudian tubuhnya mulailah bergerak berpusing perlahan-lahan seperti kitiran yang mulai digerakkan oleh angin lembut! Inilah pembukaan dari Ilmunya yang paling dia andalkan, yaitu Ilmu Thian-te Hong-i (Hujan Angin Langit Bumi).

   Ji-ok, nenek bertopeng tengkorak tulen itu sudah siap dengan ilmunya yang hebat, yaitu pukulan-pukulan dengan Ilmu Kiam-ci atau Jari Pedang, dengan kedua telunjuk tangan berobah berkilauan itu. Dan orang pertama dari mereka, Toa-ok, juga sudah siap dengan kedua tangan panjang tergantung di kanan kiri, kelihatannya seperti tidak memasang kuda-kuda, akan tetapi kakek seperti gorila ini sesungguhnya amat berbahaya. Melihat mereka berlima sudah siap dan mulai bergerak mengelilinginya dalam kepungan, Kam Hong menerjang ke arah Toa-ok sebagai orang pertama yang disangkanya tentu paling lihai, sulingnya berobah menjadi sinar kuning emas yang lebar, panjang dan terang, yang mengeluarkan suara melengking merdu. Suara itu menyambar ke arah telinga sedangkan ujung suling menotok ke arah jalan darah di bawah telinga itu.

   "Huhhh....!"

   Toa-ok mendengus dan lengan kirinya yang panjang itu menyambar, lengannya menangkis suling sedangkan tangannya dilanjutkan mencengkeram ke arah leher lawan.

   Namun Kam Hong sudah mengelak dan menggerakkan su-lingnya ke atas, siap melanjutkan serangannya dan kipasnya dibuka dan diputar ke kiri untuk menangkis serangan Ngo-ok dan Ji-ok sekaligus. Kemudian, dengan mengeluarkan suara berdengung aneh, sulingnya membuat corat-coretan di udara secara aneh karena tubuhnya juga terbawa oleh gerakan suling dan ternyata dia menulis di udara, mencorat-coretkan huruf Tiong yang membuat sulingnya bergerak melingkar membentuk segi empat dan sekaligus setiap gerakan menyerang seorang lawan sehingga empat orang lawan di sekeliling itu disambar sinar suling semua, kecuali Toa-ok yang menerima serangan langsung sebagai penutup huruf Tiong itu, serangan mengerikan karena suling itu menyambar dari atas ke bawah seperti petir menyambar.

   "Ohhhh....!"

   Toa-ok menahan dengan kedua lengannya, dibantu oleh Ji-ok yang menahan suling itu dengan Kiam-ci.

   "Dessas.... takkkk!"

   Tubuh Toa-ok dan Ji-ok terpelanting.

   Mereka tidak terluka hebat, akan tetapi tetap saja mereka terpelanting dan mengalami kekagetan hebat karena serangan suling tadi seolah-olah mereka rasakan seperti serangan petir sungguh-sungguh. Mereka menjadi marah dan mulailah mereka menghujankan serangan bertubi-tubi dan secara teratur, satu demi satu namun saling berganti dan saling membantu sehingga serangan itu terus menerus dan sambung-menyambung. Menghadapi penyerangan Im-kan Ngo-ok yang agaknya menggabungkan ilmu mereka itu, Kam Hong tidak berani berlaku lengah atau sembrono, maka dia pun mengeluarkan teriakan melengking nyaring dan tiba-tiba gerakan sulingnya berobah. Dia telah menyimpan kipasnya dan kini dia sepenuhnya mengandalkan sulingnya dalam permainan Kim-siauw Kiam-sut yang luar biasa hebatnya.

   Nampaklah gelombang sinar dan suara, sinar kuning emas yang memenuhi tempat itu dan gelombang suara yang tinggi rendah, amat aneh dan menggetarkan jantung siapa yang mendengarnya. Sementara itu, dengan lari secepatnya, akhirnya Cu Pek In telah tiba di daerah guha yang dijadikan tempat berlatih Sim Hong Bu, suhengnya. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya ketika dia melihat suhengnya itu duduk di luar guha yang tertutup batu besar itu, duduk di atas sebongkah batu dan di depannya duduk pula seorang gadis cantik yang segera dikenalnya karena gadis itu bukan lain adalah Ci Sian! Akan tetapi rasa girang dan lega hatinya mengalahkan keheranannya maka begitu Hong Bu bangkit berdiri dan memandang kepadanya dengan mata terbelalak dan berseru,

   "Sumoi....!"

   Dia lalu menghampiri dan segera merangkul pundak suhengnya itu dan menangis!

   "Eh, ada apakah, Sumoi? Apa yang telah terjadi?"

   Tanya Sim Hong Bu dengan kaget bukan main. Dia tadi sudah merasa terheran-heran melihat Pek In berlari-lari mendatangi di pagi hari itu dan kini keheranannya bertambah dan dia terkejut melihat sumoinya menangis, hal yang amat jarang terjadi karena sumoinya adalah seorang dara perkasa yang gagah dan bahkan agaknya pantang menangis atau setidaknya juga tidak secengeng wanita biasa.

   "Suheng.... aku.... aku baru saja terlepas dari bahaya.... Im-kan Ngo-ok telah menangkapku.... aku.... aku tertolong oleh...."

   "Di mana mereka?"

   Hong Bu sudah memotong kata-kata itu. Pada saat itu terdengarlah bunyi lengking suling itu.

   "Penolongku sedang menghadapi mereka.... kau bantulah dia, Suheng...."

   Kata Pek In dan mendengar suling itu, Ci Sian sudah melompat bangun,

   "Itu.... itu suling Paman.... eh.... Suhengku Kam Hong....!"

   Dan dia pun lalu lari ke arah suara suling itu. Sementara itu, tahulah Hong Bu bahwa sumoinya telah tertolong oleh suheng dari Ci Sian seperti yang diceritakan oleh dara itu, maka dia pun cepat lari memasuki guha, mengambil pedangnya menutup kembali batu depan guha dan menarik tangan sumoinya,

   "Mari kita bantu dia!"

   Mereka pun berlari-lari menuju ke arah suara itu ke mana Ci Sian sudah lebih dulu lari. Ketika Hong Bu dan Pek In tiba di tempat itu, mereka melihat Ci Sian sudah berada di situ dan mendengar dara ini mengeluarkan suara keras, memaki-maki dan mengejek lima orang pengeroyok itu.

   "Cih, kalian ini lima ekor siluman tua bangka sungguh tak bermalu! Mau ditaruh ke mana muka kalian yang perot kempot itu, hah? Lima tua bangka mengeroyok seorang pemuda, sungguh tak tahu malu. Itukah namanya tokoh kang-ouw? Huh, pengecut curang, tak berharga! Malu! Malu!"

   Diam-diam Hong Bu tersenyum geli dan tahulah dia bahwa Ci Sian adalah seorang dara yang penuh semangat dan gairah, jenaka, galak, keras, hangat dan beraninya luar biasa. Akan tetapi dia pun amat kagum menyaksikan sinar kuning emas bergulung-gulung seperti gelombang dahsyat itu, dan karena memang sejak pertemuan pertama kali dia sudah amat kagum kepada Kam Hong, maka kini diam-diam dia merasa semakin kagum dan suka kepada pendekar sakti itu. Akan tetapi dia pun terkejut karena maklum bahwa lima orang pengeroyok itu pun bukan orang sembarangan dan merupakan orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi bukan main. Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu lagi dia pun lalu meloncat ke depan, menghunus pedangnya dan berseru.

   "Kam-taihiap, biar aku membantumu!"

   Kam Hong sudah melihat munculnya Ci Sian dan hatinya merasa girang, akan tetapi juga mulai khawatir.

   Tadi dia melindungi Pek In dan setelah nona itu dapat menyelamatkan diri, eh, kini muncul Ci Sian yang tentu saja harus dilindunginya! Kemudian muncul pula Pek In dan seorang pemuda yang kelihatannya gagah perkasa sekali. Ketika dia melihat pemuda itu mencabut pedang dan meloncat ke dalam pertandingan, dia merasa kaget dan kagum bukan main, juga sekarang dia mulai ingat bahwa dia agaknya, pernah bartermu dengan pemuda perkasa ini. Namun dia tidak sempat bertanya atau mengingat-ingat karena dia sudah dibikin kagum bukan main menyaksi-kan gerakan pedang dari pemuda itu. Gerakan pedang yang mengimbangi gelombang sinar suling-nya, dan pedang itu bahkan mengeluarkan pula suara mengaung-ngaung yang menandingi lengking suara sulingnya! Sebatang pedang yang ampuh dan Ilmu pedang yang luar biasa.

   "Ah, Koai-liong Po-kiam dan Suling Emas kedua-duanya diserahkan kepada kita, ha-ha!"

   Sam-ok tertawa akan tetapi suara ketawanya ini sebetulnya hanya untuk menyembunyikan rasa khawatirnya menyaksikan permainan pedang sehebat itu yang membantu gelombang sinar suling yang sukar dilawan itu. Dan memang kekhawatiran Sam-ok itu beralasan. Hebat bukan main permainan suling dan pedang itu, bergulung-gulung seperti dua ekor naga bermain-main di angkasa, bergelombang seperti badai mengamuk sehingga tempat itu penuh dengan sinar pedang yang kebiruan dan sinar suling yang keemasan!

   Indah bukan main sehingga baik Pek In maupun Ci Sian sampai memandang bengong terlongong. Indah dan juga menggetarkan sampai debu salju bertebaran dan semua itu ditambah lagi dengan suara melengking dari suling dan suara mengaung dari pedang, seolah-olah ada dua suara saling sahut atau saling mengiringi dalam perpaduan suara yang aneh sekali. Lima orang Im-kan Ngo-ok itu berusaha untuk mempertahankan diri, akan tetapi kini keadaannya berbalik sudah. Bukan Im-kan Ngo-ok berlima yang mengeroyok, bahkan mereka berlima itulah yang terkurung dan terdesak oleh sinar pedang dan suling yang datang dari semua jurusan, seolah-olah mereka itu dikeroyok oleh belasan orang lawan! Selama mereka hidup, baru sekarang Im-kan Ngo-ok mengalami hal seperti ini, bertemu dengan dua orang muda yang tak terkenal,

   Akan tetapi telah memiliki kepandaian yang luar biasa dahsyatnya dan masing-masing memegang pusaka-pusaka yang telah di jadikan perebutan oleh dunia kang-ouw. Suling Emas dan Pedang Naga Siluman muncul bersama! Bukan main! Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan susul-menyusul dan mula-mula tubuh Ngo-ok yang berjungkir balik itu roboh terguling disusul terlemparnya tubuh Su-ok dan keduanya memegangi pundak dan paha yang berdarah terkena sambaran pedang! Kemudian disusul Toa-ok terjengkang terkena totokan ujung suling yang mengenai pundak kirinya, dan juga Ji-ok terkena hantaman suling pada punggungnya yang membuat nenek ini terguling. Pada saat yang berikutnya, hanya berselisih beberapa detik saja, sinar pedang dan sinar suling menyambar ke arah Sam-ok! Sam-ok sudah ternganga ketika sinar biru menyambar ke arah lehernya!

   "Tak perlu membunuh!"

   Terdengar Kam Hong berseru dan Sam-ok roboh terguling kena tertotok ujung suling yang mengenai tengkuknya, disusul suara "cringgg!"

   Nyaring sekali disertai muncratnya bunga api ketika suling itu langsung menangkis pedang yang nyaris membabat leher Sam-ok. Baik Kam Hong maupun Hong Bu meloncat ke belakang dengan tangan tergetar dan cepat mereka memeriksa senjata masing-masing dan merasa lega bahwa senjata mereka tidak rusak. Lima orang Im-kan Ngo-ok itu tidak terluka parah dan mereka sudah bangkit kembali, sejenak memandang kepada dua orang muda itu bergantian, kemudian mereka lalu melompat dan pergi meninggalkan tempat itu tanpa sepatah kata pun kata keluar dari mulut mereka.

   "Tak usah dikejar, musuh yang sudah mengaku kalah dan melarikan diri."

   Kata pula Kam Hong melihat Hong Bu hendak mengejar mereka. Sim Hong Bu menyimpan pedangnya dan menghadapi Kam Hong, sinar matanya penuh kagum dan ia lalu menjura.

   "Sungguh beruntung dapat bertemu dengan Kam-taihiap lagi di tempat ini, terutama dapat menikmati Ilmu Taihiap yang sungguh mengagumkan sekali."

   Kam Hong menarik napas panjang. Dia kini dapat mengerti bahwa pemuda inilah yang menjadi suheng dari Pek In dan kalau pemuda ini dengan pedang yang diandalkan oleh keluarga Cu, maka mereka itu bukanlah omong kosong belaka,

   "Engkau pun memiliki kepandaian. yang amat mengagumkan hatiku, orang muda...."

   "Taihiap, namaku adalah Sim Hong Bu, kita pernah saling bertemu beberapa tahun yang lalu...."

   "Hong Bu pernah menolongku ketika Su-bi Mo-li muncul dahulu, Paman.... eh, Suheng....!"

   Kata Ci Sian dan mendengar sebutan yang ragu-ragu ini, Kam Hong tersenyum. Dia maklum akan isi hati dara ini, yang tentu telah bercerita kepada Hong Bu bahwa dia adalah suhengnya, maka kini menyebutnya suheng. Dan memang sesungguhnyalah, bukankah Ci Sian itu sumoinya, mengingat bahwa mereka berdualah yang berhak menjadi murid kakek kuno yang mewariskan ilmu-ilmu itu. Mereka berdua sajalah yang berhak menyebut diri sebagai pewaris-pewaris ilmu itu dan menjadi murid jenazah kuno yang bernama Cu Keng Ong itu. Dan karena itu, maka sudah sepatutnyalah kalau mereka berdua saling menyebut suheng dan sumoi. Untuk meng-hilangkan keraguan Ci Sian dan juga untuk memberi muka kepada dara itu, dia pun lalu menjawab.

   "Ya, aku teringat akan hal itu, Sumoi. Memang Sim Hong Bu ini seorang yang gagah, dahulu menolongmu dan sekarang pun menolongku pula."

   "Ah, Kam-taihiap harap jangan merendahkan diri, sesungguhnya bukan aku yang menolong Taihiap, melainkan Taihiaplah yang menolong Sumoiku...."

   "Eh, Hong Bu, setelah kita saling mengenal seperti ini, perlu lagikah engkau menyebut-nyebut Taihiap kepada Suheng? Rasanya tidak enak benar."

   Ci Sian mencela. Kam Hong tertawa.

   "Benar apa yang dikatakan Sumoi. Hong Bu, mulai sekarang, jangan menyebut Taihiap, sebut saja Toako, cukuplah."

   "Suheng, mari kita pergi dari sini.... Ayah tentu akan merasa gelisah sekali karena sejak kemarin aku belum pulang. Kau antarlah aku pulang agar Ayah dan para Paman percaya apa yahg telah terjadi."

   Kata Pek In dan dia pun lalu memegang tangan Hong Bu dan menarik pemuda itu untuk pergi.

   "Sumoi, engkau telah diselamatkan oleh Kam-tai.... Kam-twako, sepatutnya kita menghaturkan terima kasih."

   "Aku.... aku....!"

   Pek In memandang bingung dan membuang muka. Kam Hong maklum akan apa yang dirasakan oleh dara itu, maka dia pun tertawa.

   "Sudahlah, di antara kita, perlukah bersikap sungkan dan pakai segala macam terima kasih segala?"

   "Suheng, marilah!"

   Pek In kembali menarik tangan Hong Bu. Pemuda ini memandang kepada Ci Sian dengan pandang mata penuh kasih sayang dan kemesraan, juga penuh dengan perasaan kecewa dan duka karena mereka harus berpisah itu.

   "Ci Sian.... kapankah kita dapat saling bertemu kembali?"

   Suara pemuda remaja itu terdengar gemetar penuh perasaan, penuh harapan. Sinar matanya dan suaranya ini tidak terlepas dari perhatian Kam Hong yang berpandangan tajam dan tahulah dia bahwa pemuda perkasa itu agaknya jatuh hati kepada Ci Sian!

   Juga Pek In adalah seorang wanita dan biasanya, seorang wanita amat peka terhadap sikap pria dan seorang wanita akan mudah sekali mengetahui apabila melihat pria yang jatuh cinta, maka Pek In juga dapat melihat sinar mata penuh kasih dan suara yang menggetar mesra penuh harapan itu. Pada saat yang sama itu, timbullah rasa cemburu yang amat menyakitkan hati di dalam diri Cu Pek In dan.... Kam Hong! Pendekar ini terkejut sendiri dan cepat dia memejamkan mata dan menarik napas panjang untuk mengusir pikiran yang dianggapnya tidak benar itu. Mengapa dia merasa cemburu kalau ada seorang pemuda jatuh cinta kepada Ci Sian, hal yang sudah sewajarnya itu? Sementara itu, Ci Sian sendiri hanya merasa suka terhadap Hong Bu, pemuda yang selain amat baik, gagah perkasa, ternyata juga memiliki ilmu kepandaian yang hebat itu.

   Dalam keadaan biasa, tentu dia pun akan bersikap biasa dan ramah saja. terhadap pemuda itu. Akan tetapi melihat betapa sikap Pek In amat mesra dan manja, melihat betapa dara itu kelihatan tidak senang ketika Hong Bu bicara dengannya, timbul perasaan panas di hati dara ini. Maka dia pun tersenyum manis sekali kepada Hong Bu dan berkata.

   "Hong Bu, kalau ada jodoh tentu kita kelak akan dapat saling bertemu kembali! Selamat berpisah Hong Bu."

   Ucapan ini sebetulnya biasa, akan tetapi karena sikap Ci Sian sengaja dibuat menjadi amat mesra, maka tentu saja kata-kata itu bisa diartikan lain, yaitu memang dara ini mengharapkan dengan sangat akan pertemuan kembali antara mereka, bahkan memakai kata "jodoh"

   Segala! Pek In menjadi semakin cemberut, menarik tangan suhengnya dan berkata,

   "Marilah Suheng!", Karena ditarik tangannya, terpaksa Hong Bu pergi juga, akan tetapi sampai tiga kali dia menoleh ke arah Ci Sian yang berdiri sambil memandang dengan tersenyum manis.

   "Dia memang seorang pemuda yang hebat!"

   Mendengar ucapan Kam Hong ini, Ci Sian terkejut. Dia tadi masih memandang ke arah lenyapnya bayangan dua orang itu, dan kini dia terkejut mendengar kata-kata Kam Hong, bukan terkejut karena isi kalimatnya, melainkan karena suaranya. Suaranya amat berbeda, dan ketika dia menoleh dan memandang, dia merasa lebih berat lagi karena pada wajah yang tampan itu tampak bayangan kemarahan!

   "Paman.... eh, Suheng.... bolehkan aku mulai sekarang menyebutmu Suheng saja? Bukankah engkau telah menganggapku sebagai Sumoi karena kita sama-sama menjadi murid jenazah kuno.... eh, siapa namanya...., Cu Keng Ong itu?"

   Baru saja hatinya penuh dengan cemburu, akan tetapi kini melihat wajah Ci Sian yang cerah dan mendengar ucapannya, lenyaplah rasa cemburu itu dan Kam Hong tersenyum, lalu mengangguk.

   "Tentu saja boleh, bahkan engkau seharusnya menyebut aku Suheng, Sumoi."

   Ci Sian juga sudah merasa lega melihat Kam Hong tersenyum,

   "Eh, Suheng, engkau tadi kenapa sih?"

   "Kenapa bagaimana?"

   "Suaramu tadi kaku dan wajahmu.... ah, aku berani bersumpah bahwa engkau tadi, baru saja, sedang dilanda kemarahan besar. Kenapa sih?"

   Kam Hong merasa betapa wajahnya menjadi panas, maka cepat-cepat dia mengerahkan sin-kang untuk menahan agar wajahnya tidak berubah merah. Dia tersenyum lagi dan cepat mencari alasan untuk sikapnya tadi,

   "Ah, aku hanya tidak setuju melihat sikap Nona Cu tadi, menarik-narik Hong Bu seperti itu...."

   "Memang gadis banci itu amat menjemukan! Dia kelihatan begitu manja dan mesra kepada Hong Bu, seolah-olah...."

   "Memang Nona itu amat mencinta Hong Bu, apakah engkau tidak dapat menduganya?"

   Kam Hong berkata dengan cepat dan agaknya kata-kata ini merupakan berita menyenangkan yang harus disampaikan secepatnya kepada Ci Sian. Dara itu memandang kepada Kam Hong dengan alis berkerut, agaknya berita itu tidak menyenangkan hatinya.

   

Jodoh Rajawali Eps 12 Jodoh Rajawali Eps 31 Jodoh Rajawali Eps 38

Cari Blog Ini