Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 25


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 25



"Kalian minggirlah!"

   Kata Tek Hoat dan kedua tangannya sudah dipentang untuk mendorong mereka ke kanan kiri, akan tetapi kembali dua orang muda itu dengan langkah kaki yang ringan dan sigap sekali telah dapat mengelak, bahkan lalu menangkap pergelangan tangannya dari kanan kiri!

   "Paman Pouw menyuruh kau berhenti!"

   Kata seorang di antara mereka, entah yang bicara tadi atau bukan sukar bagi Tek Hoat untuk mengenalnya karena wajah mereka yang sama benar. Cara mereka mengelak kemudian menangkap pergelangan kedua tangannya membuktikan bahwa mereka memang benar-benar memiliki ilmu silat yang lihai sekali, maka timbul keinginan dalam hati Tek Hoat untuk mencoba mereka. Dia tahu bahwa dua orang pemuda kembar yang lihai ini tentu masih keluarga pelukis aneh itu, maka tentu saja dia pun tidak mempunyai niat buruk melainkan hanya ingin menguji mereka. mempunyai niat buruk melainkan hanya ingin menguji mereka.

   "Kalian hendak menggunakan kekerasan? Baiklah!"

   Katanya dan dia pun lalu menggunakan kepandaiannya, sekali bergerak kedua lengannya terlepas dan dia pun lalu mengirim serangan ke arah mereka dengan kedua tangannya secara bertubi-tubi, yaitu menampar dari samping dengan tangan terbuka.

   Dua orang pemuda kembar itu bukan lain adalah Gak Jit Kong dan adik kembarnya, yaitu Gak Goat Kong. Tentu saja keduanya, biar baru berusia tujuh belas tahun, telah memiliki ilmu kepandaian yang hebat karena sejak kecil mereka digembleng oleh ayah dan ibu mereka, yaitu pendekar sakti Gak Bun Beng dan Puteri Milana! Mula-mula mereka terkejut ketika melihat betapa pengemis yang dikejar-kejar oleh Pouw Toan itu dapat melepaskan pegangan dengan mudah, dan lebih kaget lagi mereka melihat tamparan-tamparan tangan yang jelas mengandung tenaga sin-kang yang amat tangguh itu. Cepat mereka pun bergerak mengelak dan balas menyerang, karena mengira bahwa pengemis ini tentu orang jahat yang entah melakukan apa terhadap Pouw Toan.

   Terjadilah perkelahian satu lawan dua yang amat hebat. Makin lama, Tek Hoat menjadi semakin kagum. Tak disangkanya dia akan bertemu dengan dua orang pemuda remaja kembar yang demikian tangguhnya! Ilmu silat mereka amat halus dan tangguh, ilmu silat golongan bersih yang luar biasa sekali dan anehnya, gerakan-gerakan mereka baginya tidak begitu asing, bahkan seolah-olah ada dasar-dasar yang sama antara ilmu silat mereka dengan ilmu silatnya yang pernah dipelajarinya dari Sai-cu Lomo. Di lain pihak, dua orang saudara kembar itu pun terkejut sekali mendapat kenyataan bahwa pengemis itu benar-benar amat lihai, memiliki ilmu silat tinggi sehingga pengeroyokan mereka tidak membuat pengemis itu terdesak.

   Sejak tadi Pouw Toan hanya menonton saja sambil tersenyum. Dia cukup maklum akan watak dua orang pemuda kembar itu yang tidak akan menjatuhkan tangan kejam kepada siapapun juga, apalagi kepada orang yang tidak mereka ketahui kesalahannya seperti Tek Hoat itu. Dan dia pun maklum bahwa Tek Hoat adalah seorang pendekar, biarpun sedang bingung, yang tidak akan mencelakakan orang tanpa sebab. Biarkanlah mereka saling bertanding dan saling berkenalan melalui ilmu silat, pikirnya, karena pelukis yang banyak bergaul dengan orang-orang dari dunia persilatan ini maklum akan "penyakit"

   Para pendekar yang suka sekali akan pertandingan ilmu silat, menonton atau ditonton! Setelah membiarkan mereka bertanding sampai beberapa lamanya Pouw Toan yang tidak mengenal ilmu silat itu merasa khawatir juga. dan dia pun cepat maju, dan berseru keras,

   "Jangan berkelahi....! Kalian masih saudara-saudara sendiri, masih keluarga sendiri!"

   Tentu saja mendengar seruan ini mereka berhenti dan dua orang pemuda kembar itu memandang kepada Tek Hoat dengan terheran-heran. Keluarga sendiri? Mereka sungguh tak dapat menduga siapa adanya jembel yang dikatakan keluarga sendiri oleh pelukis itu. Sedangkan Tek Hoat yang tadinya tidak mau pedulikan segala hal, kini menjadi tertarik juga dan dia menoleh kepada Pouw Toan dengan sinar mata bertanya.

   "Murid-muridku yang baik, ini dia Si Jari Maut, Wan Tek Hoat yang menjadi keponakan tiri dari Ibu kandung kalian."

   Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong terkejut sekali. Tentu saja mereka sudah pernah mendengar nama ini dari penuturan ibu mereka, akan tetapi ibunya menggambarkan orang yang bernama Wan Tek Hoat dan berjuluk Si Jari Maut itu tidak seperti seorang jembel seperti ini. Betapapun juga, mereka tidak meragukan keterangan Pouw Toan dan mereka lalu menjura kepada Tek Hoat.

   "Wan-piauwko, maafkan kami yang tidak mengenalmu."

   Kata Jit Kong.

   "Wan-taihiap, mereka adalah adik-adik misanmu sendiri, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong, putera kembar Bibi tirimu Puteri Milana dan suaminya. Mereka ini diserahkan kepadaku untuk belajar sastra, ha-ha-ha!"

   Giranglah hati Tek Hoat dan dia kagum sekali melihat Puteri Milana, bibi tirinya itu, telah mempunyai putera kembar setampan dan selihai ini.

   "Ah, tidak mengapa, Adik-adikku yang lihai. Maafkan, aku tidak dapat menemani kalian lebih lama lagi. Paman Pouw, terima kasih atas segala-galanya dan selamat tinggal!"

   "Taihiap....!"

   Akan tetapi seruan ini percuma karena sekali ini Tek Hoat telah berkelebat dan lenyap dengan cepat sekali dari situ. Pouw Toan menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Aneh....dia manusia aneh.... kasihan sekali...."

   "Tapi.... Si Jari Maut yang digambarkan Ibu tidak seperti itu, melainkan seorang pria yang kata Ibu tampan dan gagah, bukan seorang pengemis yang begitu terlantar...."

   Goat Kong berkata. Pouw Toan menghela napas.

   "Begitulah kehidupan manusia. Manusia boleh saja mempelajari segala macam ilmu, menjadi orang pandai, menjadi orang perkasa, namun selama dia tidak mampu membebaskan diri dari segala nafsu yang mencengkeramnya, dia akan menjadi permainan suka duka. Kedukaan kadang-kadang membuat manusia kehilangan kesadaran dan menyeretnya ke lembah kesengsaraan yang hebat seperti dia itu."

   Bagaimanakah dua orang pemuda kembar itu dapat muncul pada saat itu? Seperti telah kita ketahui, lima tahun yang lalu dua orang pemuda ini pernah ikut pula dengan arus orang-orang kang-ouw, berkeliaran di Pegunungan Himalaya! Pada waktu itu, usia mereka baru kurang lebih dua belas tahun! Dan seperti kita ketahui, mereka itu disusul oleh Su-bi Mo-li, yaitu wanita-wanita iblis yang terkenal sebagai murid-murid utama Im-kan Ngo-ok, ditawan dan dibawa kembali ke kota raja.

   Mereka berdua itu sempat ditolong oleh Bu Ci Sian yang dibantu oleh gurunya, yaitu See-thian Coa-ong, Akan tetapi melihat keganasan ular-ular yang dipergunakan oleh Ci Sian, dua orang pemuda kembar itu memaki Ci Sian sebagai siluman ular lalu pergi meninggalkan para penolongnya untuk mengejar Su-bi Mo-li. Kiranya mereka itu memang sengaja membiarkan diri ditawan oleh Su-bi Mo-li untuk dibawa menghadap Sam-thaihouw yang mengutus empat orang wanita iblis itu! Dua orang anak kembar ini adalah putera pendekar sakti, dan ibunya adalah seorang yang amat terkenal pula, maka tentu saja mereka memiliki watak aneh dan keberanian luar biasa sekali. Biarpun usia mereka baru dua belas tahun, namun di dalam darah mereka terdapat jiwa petualang besar. Maka ketika mereka mendengar tentang lenyapnya pedang pusaka Koai-liong-kiam secara aneh dari gudang pusaka keraton,

   Jantung mereka berdegup penuh ketegangan dan dua orang saudara kembar itu diam-diam lalu berunding dan akhirnya mereka memutuskan untuk pergi melakukan pengejaran dan pencarian terhadap pencuri pedang itu! Memang lucu sekali kalau diingat betapa mereka itu, biarpun sejak kecil digembleng ilmu silat tinggi, tentu saja tidak mungkin dapat menandingi kehebatan seorang pencuri yang dapat mengambil sebatang pedang pusaka dari dalam gudang pusaka istana begitu saja tanpa ada yang mengetahui! Pencuri seperti ini tentulah seorang pencuri yang sakti. Mereka pergi diam-diam dan hanya meninggalkan pesan kepada seorang kakek tetangga yang tinggal jauh di dusun kaki Gunung Beng-san agar kakek itu suka memberi kabar kepada ayah mereka bahwa mereka berdua hendak pergi "merantau"

   Untuk me-luaskan pengetahuan!

   Tentu saja Gak Bun Beng dan Milana terkejut bukan main mendengar berita dari kakek tetangga itu. Mereka sudah mencoba untuk mencari-cari, namun tidak ada hasilnya. Dua orang anak mereka seolah-olah lenyap ditelan bumi tanpa meninggalkan bekas! Mereka sudah mencari keterangan, akan tetapi tidak ada yang pernah melihat dua orang anak laki-laki kembar lewat di tempat mereka! Hal ini adalah karena kecerdikan kakak beradik itu yang meninggalkan tempat mereka sambil menyamar, berpakaian lain dan juga Jit Kong merobah cara dia menggelung rambut dan mencoreng-moreng mukanya sehingga tidak sama dengan muka adik kembarnya! Baru setelah mereka berdua pergi jauh sesudah lewat berpekan-pekan mereka berpakaian biasa kembali seperti anak kembar. Akhirnya Gak Bun Beng dan isterinya kembali ke rumah mereka di puncak Beng-san.

   "Tenanglah, tidak mungkin anak-anak kita itu akan mengalami bencana. Mereka sudah cukup besar dan mereka pun bukan anak-anak yang biasa ceroboh. Juga, kurasa kepandaian mereka sudah cukup untuk mereka pergunakan melindungi diri sendiri."

   "Tapi mereka itu baru berusia dua belas tahun, masih belum dewasa dan di dunia ini terdapat amat banyak orang jahat!"

   Kata Puteri Milana menyatakan kekhawatirannya.

   "Betapapun juga, mereka pergi berdua dan mereka dapat saling bantu. Biarlah, biar mereka mencari pengalaman dan merasakan betapa pahitnya dan bahayanya hidup di dunia ramai. Ingat, isteriku, kita pun dahulu merupakan petualang-petualang besar dan kita tetap selamat sampai setua ini. Mengapa terlalu mengkhawatirkan mereka?"

   Puteri Milana adalah seorang wanita gagah perkasa, bahkan beberapa kali dia pernah memegang kedudukan panglima yang memimpin pasukan pemerintah untuk menghadapi pemberontak-pemberontak, maka sudah tentu saja dia bukan seorang wanita cengeng. Maka biarpun kekhawatiran masih kadang-kadang mencekam hatinya, dia dapat menenteramkan diri dan menanam keyakinan bahwa apa yang diucapkan suaminya itu memang benar. Betapapun juga, suaminya harus berjanji kepadanya bahwa kalau sampai satu tahun anak kembar mereka itu belum pulang, mereka berdua akan turun gunung mencarinya sendiri! Demikianlah asal mulanya Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong dapat berada di Pegunungan Himalaya, terbawa arus orang-orang kang-ouw yang mereka dengar berlumba mencari pedang pusaka yang jejaknya dikabarkan menuju ke pegunungan itu.

   Mereka tidak tahu bahwa kehadiran mereka diketahui oleh Im-kan Ngo-ok, dan kemudian murid-murid mereka, yaitu empat orang iblis betina Su-bi Mo-li (Empat Iblis Betina Cantik) melakukan pengejaran dan menawan dua orang anak kembar itu. Karena maklum bahwa empat orang wanita itu lihai sekali, apalagi mereka adalah murid-murid utama dari Im-kan Ngo-ok yang juga nama besar mereka telah didengar oleh Jit Kong dan Goat Kong, maka dua orang anak kembar ini tidak melakukan perlawanan dan menurut saja dibawa kembali ke timur, untuk menjaga agar mereka tidak lari, mereka diborgol! Sampai mereka berdua itu bertemu dengan Ci Sian yang menolong mereka. Kalau Jit Kong dan Goat Kong meng-hendaki, tentu saja dengan mudah mereka dapat melepaskan diri. Empat orang iblis betina itu terlalu memandang rendah tawanan mereka. Kalau kedua orang anak kembar itu menghendaki, sekali berontak mereka akan dapat mematahkan borgol mereka dan dapat melarikan diri.

   Akan tetapi mereka tidak mau melakukan ini dan pura-pura menjadi anak-anak tak berdaya dan menyerahkan diri saja karena mereka itu diam-diam merasa gembira dan ingin tahu apa yang akan terjadi kalau mereka sudah dihadapkan dengan majikan dari Su-bi Mo-li, yaitu yang katanya adalah Sam-thaihouw atau Ibu Suri Ke Tiga di istana kerajaan. Tentu saja mereka tidak merasa takut karena bukankah mereka berdarah keluarga kaisar? Nenek mereka adalah Puteri Nirahai yang kini menjadi isteri Pendekar Super Sakti di Pulau Es. Nenek mereka itu adalah seorang puteri istana aseli, masih terhitung bibi dari kaisar sekarang, sungguhpun neneknya itu puteri selir saja. Kalau dihitung-hitung, ibu kandung mereka masih terhitung saudara misan dari kaisar yang sekarang, malah mereka sendiri pun sebetulnya masih merupakan dua orang pangeran! Ingin mereka tahu apa yang akan terjadi dengan mereka, apalagi kalau diketahui bahwa mereka adalah putera dari Panglima Milana, cucu dari Puteri Nirahai yang amat terkenal itu!

   Akan tetapi Ci Sian, gadis yang mengerikan dengan ular-ularnya itu, telah "menolong"

   Mereka dan merusak permainan sandiwara mereka. Betapapun juga, semua pengalaman mereka itu membuka mata mereka bahwa merantau di tempat itu sungguh amat berbahaya dan ternyata di situ banyak berkeliaran orang-orang pandai dan orang-orang jahat. Maka, mereka pun mengambil keputusan untuk pulang ke Beng-san, apalagi mereka kini teringat bahwa tentu ayah bundanya akan menjadi khawatir sekali dengan kepergian mereka. Dan memang dugaan mereka itu benar. Ketika mereka tiba di rumah orang tua mereka, yaitu di Puncak Telaga Warna di Pegunungan Beng-san, mereka disambut oleh tangis kegembiraan oleh ibu mereka, akan tetapi kemudian mereka pun menerima teguran keras dari ayah bunda mereka atas kelancangan mereka pergi merantau.

   "Bukan kalian tidak boleh pergi merantau, akan tetapi harus mendapat restu orang tua, lebih dulu diperbincangkan dengan kami sehingga tidak menyusahkan hati orang tua. Pula, kalian masih terlalu muda untuk pergi mencari pengalaman di luar."

   Demikian antara lain ayah mereka menegur.

   "Kemana saja engkau pergi selama setengah tahun ini?"

   Milana bertanya, matanya masih basah akan tetapi wajahnya berseri kembali setelah selama berbulan-bulan ini nampak muram dan ge-lisah.

   "Kami mendengar tentang pusaka Koai-liong-kiam yang hilang dari istana dan kabarnya dilarikan maling ke Pegunungan Himalaya, maka kami berdua pergi ke sana dengan harapan kalau-kalau kami akan dapat menemukan kembali pedang pusaka istana itu."

   Kata Jit Kong. Milana terbelalak.

   "Kalian ke Pegunungan Himalaya?"

   Dan wanita cantik ini tertawa geli.

   "Ah, Ayahmu ingin sekali ikut mengejar barat, dan andaikata kalian tidak pergi, tentu Ayahmu juga pergi ke sana."

   Gak Bun Beng tertawa dan menggeleng-geleng kepala.

   "Aih, sungguh tidak kunyana, aku yang ingin sekali pergi, malah kalian yang mendahului. Akan tetapi biarlah, hitung-hitung kalian mewakili aku. Asal saja kalian di sana tidak melakukan hal-hal yang memalukan. Apa yang telah kalian alami di sana? Banyakkah orang kang-ouw pergi ke sana?"

   "Banyak sekali, Ayah. Terdapat banyak sekali orang-orang aneh dan orang-orang pandai."

   Kata Goat Kong.

   "Dan bagaimana kabarnya dengan pedang pusaka itu? Apakah sudah ditemukan pencurinya dan pedang itu dapat dirampas kembali?"

   Tanya Milana. Jit Kong menggeleng kepala.

   "Mereka itu agaknya bukan mencari pedang untuk dikembalikan ke istana, Ibu, melainkan saling memperebutkan untuk diri sendiri masing-masing."

   "Ahh....!"

   Milana berseru kecewa.

   "Tidak aneh, apa engkau lupa akan watak orang-orang kang-ouw yang tamak akan benda-benda pusaka, isteriku? Lalu kabarnya siapa yang mendapatkan pusaka itu?"

   Kata Bun Beng.

   "Kami tidak tahu, Ayah, karena baru saja tiba di sana kami sudah ditangkap orang."

   Kata Jit Kong. Tentu saja keterangan ini mengejutkan hati suami isteri pendekar itu. Milana bangkit dari tempat duduknya, mukanya yang masih cantik dalam usianya yang sudah mendekati lima puluh tahun itu menjadi kemerahan.

   "Ditangkap orang? Siapa yang menangkap kalian dan mengapa kalian ditangkap?"

   "Kami ditangkap oleh empat orang wanita berjuluk Su-bi Mo-li...."

   "Hemm! Su-bi Mo-li? Siapa mereka itu?"

   Milana membentak, marah.

   "Aku pun tidak mengenal nama itu."

   Kata Gak Bun Beng dan memang suami isteri ini selama ini tidak pernah keluar ke dunia kang-ouw sehingga mereka sama sekali tidak mengenal nama-nama baru.

   "Siapakah mereka itu?"

   Tanyanya kepada dua orang puteranya.

   "Menurut yang kami dengar, mereka itu adalah murid-murid dari Im-kan Ngo-ok...."

   "Ah, keparat! Kiranya murid-murid Im-kan Ngo-ok?"

   Bentak Bun Beng dan Milana terkejut sekali mendengar nama Im-kan Ngo-ok yang dia tahu amat terkenal sebagai datuk-datuk kaum sesat dan amat lihai itu.

   "Kenapa kalian ditangkap mereka? Apakah kalian tidak melawan?"

   "Mereka menghadang kami dan mengatakan bahwa kami harus ikut bersama ke kota raja untuk menghadap Sam-thaihouw. Kami tidak melawan dan membiarkan diri ditangkap karena kami ingin sekali melihat apa yang akan terjadi dengan kami di istana. Kami tidak takut untuk dibawa ke istana!"

   "Sam-thaihouw....?"

   Milana terbelalak dan dia lalu mengangguk-angguk,

   "Pantas...., kiranya empat iblis betina itu adalah kaki tangan Sam-thaihouw....!"

   Gak Bun Beng juga sudah tahu betapa Sam-thaihouw, ibu suri ke tiga itu menaruh dendam kepada isterinya karena banyak hal, dan terutama karena kegagalan pemberontakan dua orang Pangeran Liong. Maka kini dia pun mengerti mengapa dua orang puteranya itu ditangkap atas perintah Sam-thaihouw dan dia mengerutkan alisnya, akan tetapi kemudian merasa lega bahwa dua orang puteranya itu telah selamat.

   "Sudahlah, sekarang ceritakan bagaimana kalian ditawan dan bagaimana pula kalian dapat meloloskan diri dan pulang ke sini."

   Katanya kemudian. Dengan cara bergantian, Jit Kong dan Goat Kong lalu menceritakan semua pengalaman mereka semenjak mereka pergi dari rumah menuju ke Himalaya dan betapa mereka ditangkap, kemudian betapa mereka ditolong oleh seorang gadis cantik bersama kakek Nepal yang mendatangkan ular-ular dan yang mengalahkan Su-bi Mo-li.

   "Gadis itu mengacaukan rencana kami, Ayah!"

   Kata Jit Kong.

   "Dia itu seperti siluman ular saja. Mengerikan!"

   Kata pula Goat Kong.

   "Eh, eh! Bagaimana kalian dapat ber-kata demikian? Bukankah mereka telah bersusah payah melawan Su-bi Mo-li untuk menolong kalian?"

   Tanya Milana. Dua orang anak kembar itu bersungut-sungut.

   "Akan tetapi, kami memang sengaja menyerahkan diri untuk ditangkap karena kami ingin melihat apa yang terjadi di istana dengan kami. Kami hanya pura-pura menyerah.... tahu-tahu gadis liar itu merusak sandiwara kami dan mencampuri. Karena sudah terlanjur bebas, maka kami lalu pulang karena daerah itu amat berbahaya dan terdapat banyak orang jahat yang amat lihai."

   "Siapakah gadis yang bermain-main dengan ular itu? Siapa namanya?"

   Tanya Milana yang merasa tertarik.

   "Kami tidak tahu, Ibu. Kami tidak tanyakan namanya. Untuk apa menanyakan nama gadis siluman ular itu?"

   Kata Goat Kong.

   "Ah, jangan berkata demikian!"

   Milana membentak.

   "Apa kau kira asal orang bermain atau mampu mendatangkan ular-ular lalu kau anggap dia jahat dan siluman? Tahukah kalian bahwa Bibimu, Isteri dari Pamanmu Suma Kian Lee juga seorang ahli tentang ular beracun?"

   Dibentak demikian oleh ibunya, dua orang anak kembar itu diam saja dan di dalam hati mereka mengaku bahwa mereka memang bersikap salah terhadap gadis yang menolong mereka itu. Sesungguhnya bukan semata-mata ular-ular itu yang membuat mereka tidak suka kepada gadis itu, melainkan melihat keganasan ular-ular itu dan juga karena gadis itu telah menggagalkan rencana dan sandiwara mereka. Pada malam harinya, setelah dua orang anak mereka itu tidur di kamar mereka sendiri, suami isteri pendekar ini lalu mengadakan perundingan. Mereka maklum bahwa dalam keadaan seperti dua orang anak mereka itu, yang sedang remaja dan menjelang dewasa, maka jiwa petualangan mereka itu sedang mencapai puncaknya, maka kalau tidak diberi saluran, mungkin saja pada suatu hari mereka itu minggat lagi.

   Mereka lalu berunding untuk menyerahkan mereka kepada sastrawan Pouw Toan yang tinggal di lereng sebelah utara, seorang sastrawan yang menjadi sahabat baik mereka yang mereka hormati karena sastrawan itu merupakan seorang terpelajar yang amat mulia dan bijaksana. Biarlah anak mereka itu belajar ilmu tentang hidup dan memperdalam ilmu kesusastraan dari kakek itu. Dan mereka mengenal betul siapa Pouw Toan, seorang ahli sastra, seorang ahli lukis, seorang seniman sejati yang biarpun tidak pernah belajar ilmu silat, namun memiliki tubuh sehat kuat karena suka merantau dan yang mengenal hampir semua pendekar sakti di dunia ini. Demikianlah, beberapa pekan kemudian suami isteri ini pergi mengunju-ngi rumah pondok Pouw Toan di lereng utara dan kebetulan sekali bagi mereka bahwa Pouw Toan baru saja kembali dari perantauannya.

   Pouw Toan menyambut kunjungan suami isteri sahabatnya itu dengan ramah dan gembira. Dia amat mengagumi pendekar dan isterinya itu, apalagi mengingat bahwa isteri pendekar itu adalah seorang puteri kandung dari Pendekar Super Sakti dan Puteri Nirahai, masih berdarah keluarga kaisar akan tetapi memilih tinggal di puncak sunyi itu, rela meninggalkan kemuliaan dan kemewahan memilih hidup sederhana namun tenteram. Setelah minum arak yang disuguhkan Pouw Toan, mereka duduk bercakap-cakap dan suami isteri ini menceritakan tentang petualangan dua orang putera kembar mereka sampai ke Pegunungan Himalaya! Mendengar itu Pouw Toan tersenyum dan amat tertarik. Setelah selesai dia menarik napas panjang.

   "Ahhh, sungguh hebat puteramu itu, Taihiap. Akan tetapi aku tidak dapat menyalahkan mereka. Mereka itu adalah putera-putera suami isteri pendekar seperti Ji-wi, tentu saja mempunyai keberanian dan jiwa petualang, dan tentu tertarik mendengar akan lenyapnya pedang pusaka itu. Aku sendiri seorang tua bangka lemah ini pun amat tertarik dan aku sudah banyak mendengar dan menyelidiki tentang pedang itu, sungguhpun aku tidak berkesempatan untuk ikut beramai-ramai pergi ke Himalaya!"

   Setelah bercakap-cakap tentang bermacam hal sampai beberapa lamanya, akhirnya suami isteri itu menyatakan keperluan mereka datang berkunjung kepada sastrawan itu, yaitu untuk menitipkan dua orang putera mereka agar belajar ilmu sastra dan filsafat kepada kakek itu.

   "Setelah mereka pergi dengan diam-diam, kami berdua merasa khawatir kalau-kalau mereka pergi lagi. Mereka masih hijau, apalagi dalam soal-soal hidup, oleh karena itu kami mohon Pouw Twako suka menerima mereka menjadi murid."

   "Ha-ha-ha, sungguh lucu mendengar bahwa Ji-wi, suami isteri pendekar sakti yang amat kukagumi malah menyerahkan putera Ji-wi kepadaku untuk menjadi murid! Betapapun juga, hati siapa takkan merasa bangga menjadi guru dari cucu Pendekar Super Sakti? Tentu saja aku dengan senang hati menerimanya, akan tetapi, untuk mematangkan mereka, bukan hanya harus belajar dari buku-buku melainkan mengajak mereka merantau dan melihat kehidupan di tempat-tempat ramai."

   "Terserah kepada Pouw-twako kalau hendak mengajak mereka merantau. Biarlah mereka itu belajar selama dua tiga tahun sebelum mereka mempelajari Ilmu-ilmu silat yang lebih berat dan mendalam. Selain itu, juga kami berdua ingin pergi ke kota raja untuk menyelidiki apa maksudnya menculik anak-anak kami."

   Setelah mereka bersepakat, Jit Kong dan Goat Kong diberi tahu. Dua orang anak ini menerima dengan girang perintah ayah mereka,

   Apalagi ketika mendengar bahwa mereka selain diajar Ilmu kesusastraan juga akan diajak pergi merantau oleh Paman Pouw yang sudah mereka kenal dan yang mereka kagumi karena kakek itu pandai melukis dan pandai sajak. Demiklanlah, sejak itu, Jit Kong dan Goat Kong ikut dengan Pouw Toan, bahkan lalu diajak pergi merantau oleh kakek yang tidak betah tinggal terlalu lama di suatu tempat itu. Dan pada hari itu, seperti telah diceritakan di bagian depan, kakek itu bertemu dengan Wan Tek Hoat. Ketika dia berjumpa dengan Tek Hoat dan ketika dia dibawa pergi oleh tiga orang untuk dipaksa melukis hartawan Thio, dua orang muridnya itu sedang pergi untuk memberi peringatan atau hajaran kepada seorang penguasa dusun tak jauh dari kota itu yang terkenal sebagai penindas dan pemeras para penduduknya.

   Memang Pouw Toan tidak melarang, bahkan menganjurkan dua orang muridnya itu untuk mempergunakan ilmu silat yang mereka pelajari dari orang tua mereka untuk melawan kelaliman di manapun mereka berada. Dan malam itu juga Jit Kong dan Goat Kong pergi membereskan penasaran yang terjadi di dusun itu, mendatangi kepala dusun, menundukkannya, kemudian pada keesokan harinya mereka memaksa kepala dusun untuk mengembalikan sawah ladang yang dirampasnya dari para penduduk tani, dan menyaksikan kepala dusun mengucapkan janji untuk menjadi kepala dusun yang baik di depan para penduduk. Setelah selesai, barulah dua orang remaja kembar yang luar biasa ini meninggalkan dusun dan kembali ke kota di mana mereka melihat gurunya mengejar-ngejar seorang laki-laki jembel.

   Setelah pertemuan dengan Wan Tek Hoat itu, Pouw Toan lalu melanjutkan perjalanan bersama dua orang murid kembarnya menuju ke utara, karena dia ingin mengajak dua orang muridnya merantau ke kota raja. Sementara itu, bagaikan orang kesetanan, Wan Tek Hoat melakukan perjalanan cepat sekali, hampir tak pernah berhenti kecuali kalau kedua kakinya sudah seperti hendak patah-patah, napasnya seperti hendak putus dan tenaganya sudah habis saking lelah, haus dan laparnya, menuju ke timur. Dia melakukan perjalanan sambil berlari cepat siang malam, hanya kalau terpaksa saja dia berhenti untuk minum, makan dan tidur. Tujuannya hanya satu, yaitu ke Kim-coa-to, tempat tinggal kekasihnya, Syanti Dewi! Pendekar yang sudah hampir rusak hidupnya dan kini seperti orang dalam kegelapan melihat titik cahaya terang itu,

   Sama sekali tidak tahu bahwa pada saat itu di Pulau Kim-coa-to sedang dipersiapkan oleh penghuni atau majikan Pulau Kim-coa-to, yaitu Bu-eng-kwi Ouw Yang Hui, yang disebut Toanio (Nyonya Besar) oleh semua orang yang mengenalnya, dan selain dihormati, juga amat disegani bahkan ditakuti karena semua orang tahu belaka betapa nyonya yang berwajah amat cantik jelita dan kadang-kadang bermata dingin ini berdarah dingin pula dan mudah membunuh orang dengan kepandaiannya yang luar biasa lihainya! Pesta apakah gerangan yang diadakan oleh Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui yang biasanya pendiam dan suka menyendiri, tidak suka akan segala keramaian itu? Pesta ini diadakan demi rasa sayangnya kepada Syanti Dewi yang dianggap sebagai muridnya, adiknya, bahkan seperti anaknya sendiri itu. Pesta perayaan ulang tahun Syanti Dewi genap tiga puluh tahun! Tadinya Syanti Dewi menolak diadakannya pesta itu.

   "Enci Hui...."

   Bantahnya, dan memang dua orang wanita yang sama cantiknya ini saling menyebut enci dan adik,

   "Perlu apa diadakan pesta perayaan ulang tahun? Selain aku tidak menginginkan itu, juga apa sih enaknya dirayakan ulang tahun kita, kalau kita sudah berusia tiga puluh tahun. Kiraku, tidak ada wanita yang suka memamerkan ketuaan umurnya!"

   Ouw Yan Hui tersenyum.

   "Adikku yang manis, jangan kau berkata demikian. Pesta ini memang kusengaja, dengan bermacam maksud yang tersembunyi di baliknya. Sudah berkali-kali kukatakan kepadamu, Adikku, bahwa keramahanmu yang menerima semua persahabatan dari sekian banyaknya pria amatlah tidak baik jadinya. Oleh karena itu, biarlah kuadakan pesta ini untuk melihat siapakah sesungguhnya di antara mereka yang patut menjadi suamimu. Maka, dalam pesta ini akan kujadikan suatu kesempatan bagimu untuk memilih jodoh."

   "Enci....!"

   "Jangan kau menolak lagi sekali ini, Syanti! Engkau takkan hidup seratus tahun dan biarpun engkau memiliki kecantikan seperti bidadari, dua puluh tahun lagi engkau sudah berusia setengah abad! Lihatlah diriku! Aku memang tetap cantik, akan tetapi apa gunanya semua kecantikan ini? Jangan kau sia-siakan hidupmu, Adikku. Maka biarkanlah aku yang mengatur semua itu. Aku akan memilihkan seorang di antara mereka yang paling tampan, paling gagah, paling kaya dan pendeknya yang tiada tandingnya di antara semua pria yang pernah kau kenal. Atau setidaknya, biarlah pangeran mahkota sendiri yang akan mempersuntingmu!"

   "Enci....!"

   "Adikku, mengapa engkau selalu berkeras hati? Aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang wanita yang dingin seperti aku. Aku tahu bahwa engkau adalah seorang wanita berdarah panas yang selalu mendambakan cinta kasih seorang pria. Dan cintamu terhadap kekasihmu yang pertama itu tak pernah padam! Itu menunjukkan betapa panasnya cintamu. Akan tetapi, kalau orang yang kaucinta sudah tidak peduli lagi akan dirimu, apakah engkau akan tetap setia dan menantinya sampai akhir jaman? Tidak, Adikku, itu sama sekali tidak benar dan aku yang amat sayang kepadamu akan menentang ini!"

   Menghadapi wanita yang biasanya pendiam dan dingin akan tetapi sekarang begitu banyak bicara karena penasaran itu, Syanti Dewi tidak dapat banyak membantah. Betapapun juga, dia pun sayang kepada wanita ini dan dia sudah berhutang budi sampai bertumpuk-tumpuk kepada wanita ini. Memang, tadinya terdapat rasa sayang yang tidak wajar da-lam hati Ouw Yan Hui, rasa sayang bercampur berahi yang aneh, yang dimiliki oleh wanita yang kini lebih suka bercumbu dan bermain
(Lanjut ke Jilid 24)
Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 24
cinta dengan sesama wanita karena dia pembenci pria. Akan tetapi setelah Ouw Yan Hui yakin benar bahwa Syanti Dewi tidak sudi melayani hasrat berahinya yang tidak wajar itu,

   Ouw Yan Hui tidak memaksanya dan berahinya lenyap bersatu dalam cinta kasihnya sebagai seorang sahabat atau saudara atau bahkan seorang ibu! Syanti Dewi merasakan benar kasih sayang wanita ini terhadap dirinya dan biarpun kasih sayang itu, sifatnya tidak ingin menguasai dirinya, namun sedikitnya dia harus tahu diri dan tidak boleh selalu membantah mengukuhi kehendak sendiri. Selain itu, diam-diam dia pun melihat kebenaran dalam pendapat-pendapat Ouw Yan Hui. Memang dia masih mencinta Tek Hoat, akan tetapi mungkinkah pria itu dapat diharapkan lagi? Mengapa dia begitu bodoh menyiksa diri dalam kedukaan dan selalu menolak cinta kasih pria yang demikian banyaknya? Dia tinggal memilih! Tepat seperti yang dikata-kan oleh Ouw Yan Hui. Dan usianya kini sudah tiga puluh tahun!

   "Tiga puluh tahun! Ah, perlukah dirayakan Enci Hui? Bukankah itu sama dengan membuka rahasia bahwa aku sudah tua sekali?"

   "Hemm, tiga puluh tahun belumlah tua sekali, Adikku. Pula, biarlah mata mereka terbuka bahwa engkau sudah berusia tiga puluh tahun, sudah cukup matang dan bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi juga agar mereka semua melihat betapa dalam usia tiga puluh tahun engkau tidak kalah segar dan cantiknya dibanding dengan seorang dara berusia tujuh belas tahun!"

   "Aihh, Enci bisa saja menjawab."

   "Bagaimana, engkau sekali ini tidak akan mengecewakan hati Encimu, bukan?"

   Syanti Dewi menunduk, merasa seperti seorang dara disuruh kawin dan mukanya menjadi merah sekali.

   
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Terserah kepadamu sajalah, Enci. Aku merasa seperti menjadi barang dagangan di pulau Kim-coa-to ini dan engkau hendak mencari pembeli yang berani menawar paling tinggi!"

   Mendengar ucapan ini, Ouw Yan Hui lalu merangkul Syanti Dewi. Kalau saja dia dirangkul oleh wanita lain, atau kalau saja dia tidak sudah tahu akan kesukaan Ouw Yan Hui bermain cinta dengan sesama wanita, tentu dia akan merasa terharu dan senang dirangkul. Akan tetapi kini, rangkulan Ouw Yan Hui terasa lebih menyeramkan daripada rangkulan seorang pria yang tidak dikenalnya, dan Ouw Yan Hui juga merasakan betapa tubuh puteri itu menegang, maka dia pun cepat melepaskan rangkulan sambil menarik napas panjang. Padahal dia tadi merangkul dara itu dengan perasaan seorang ibu merangkul anaknya.

   "Syanti Dewi, mengapa engkau sekejam itu berkata demikian kepadaku? Engkau tahu bahwa seujung rambutku tidak ada pikiran mengganggumu sebagai barang dagangan. Engkau boleh memilih sendiri pria yang cocok, dan bukan karena melihat uangnya, melainkan semuanya. Ya hartanya, ya kedudukannya, ya ketampanannya, ya kegagahannya. Pendeknya, seorang pria pilihan!"

   "Terserah kepadamu, Enci!"

   Kata pula Syanti Dewi sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan. Ouw Yan Hui tersenyum, menepuk-nepuk pundak puteri itu, kemudian me-ninggalkannya. Dan mulailah persiapan dilakukan, undangan-undangan dibagi dan pengumuman-pengumuman disebar sampai jauh ke daratan besar, bahkan undangan khusus disampaikan kepada Pangeran Mahkota Kian Liong! Juga disampaikan undangan kepada para pemuda yang dianggap pantas untuk menjadi tamu undangan, pemuda putera para ketua perkumpulan yang berpengaruh,

   Hartawan-hartawan dan para pemuda yang tampan, ahli sastra atau ahli silat. Pendeknya, Ouw Yan Hui akan mengumpulkan semua pemuda pilihan yang bisa didapatkan di seluruh daerah yang dikenalnya, termasuk Sang Pangeran Mahkota sendiri yang memang sudah menjadi sahabat baik dari Syanti Dewi! Undangan-undangan yang dikirim, juga pengumuman-pengumuman itu tentu saja hanya berisi undangan untuk menghadiri perayaan hari ulang tahun Syanti Dewi, akan tetapi di samping itu, sebagai berita desas-desus yang santer dan menarik, dikabarkan bahwa Sang Puteri cantik itu hendak mempergunakan kesempatan itu untuk menen-tukan pilihan jodohnya! Berita desas-desus inilah yang menggemparkan hati semua pemuda yang sudah lama tergila-gila kepada puteri yang amat cantik jelita seperti bidadari itu.

   Pulau Kim-coa-to terletak di Laut Kuning, beberapa mil jauhnya dari muara Sungai Huai. Dari tepi pantai hanya nampak sebagai sebuah titik kecil saja kalau laut sedang tenang, dan kalau orang naik perahu layar, maka dalam waktu empat lima jam akan sampai di pulau itu. Kota Tung-king berada tak jauh dari muara itu, dan pada hari itu kota Tung-king yang berada di lembah Sungai Huai nampak lebih ramai daripada biasanya. Kota itu memang diramaikan oleh tamu-tamu yang hendak berkunjung ke Pulau Kim-coa-to! Pembesar setempat, yaitu Kepala Daerah Tung-king juga ikut menjadi sibuk karena hari itu Pangeran Kian Liong datang berkunjung bersama pasukan pengawalnya yang berjumlah dua losin orang! Sang Pangeran yang biasanya suka melakukan perjalanan secara menyamar itu,

   Sekali ini karena menerima undangan resmi, berkunjung sebagai pangeran dan tentu saja dikawal dan mengendarai kereta yang indah. Karena hari telah menjadi senja ketika tiba pangeran itu memutuskan untuk bermalam di kota Tung-king dan tentu saja kepala pengawal langsung membawa kereta menuju ke gedung kepala daerah yang menjadi sibuk bukan main! Pangeran Mahkota sendiri yang datang bertamu, tentu saja dia menjadi sibuk. Akan tetapi alangkah bingung dan herannya ketika pangeran itu dengan suara tegas melarang dia terlalu menyibukkan diri, hanya cukup kalau dia diberi sebuah kamar biasa dan makan malam biasa pula, menolak untuk diberi hidangan apalagi ditemani wanita. Baru sekarang ini selama hidupnya Lu-taijin kepala daerah kota Tung-king itu mendengar bahkan menghadapi sendiri seorang pangeran,

   Bahkan pangeran mah-kota pula, yang mau tidur di kamar biasa, makan biasa pula dan menolak hiburan dan wanita! Di samping kebingungan dan keheranan-nya, dia pun merasa kagum sekali dan diam-diam dia memperoleh kenyataan akan berita bahwa Sang Pangeran Mahkota ini adalah seorang pemuda yang sederhana, terpelajar, pandai dan tidak suka akan kemewahan yang berlebihan, tidak suka berfoya-foya sebagaimana lajimnya para pangeran dan pembesar lainnya. Tentu saja para pengawal mempersiapkan diri, menjaga keamanan pangeran mahkota itu, dan karena pasukan pengawal ini adalah pengawal dalam istana, maka pakaian mereka yang berwarna biru dan bersulamkan benang emas itu amat indah dan megah, selain itu,

   Mereka adalah pasukan pengawal pilihan, dengan tubuh tegap-tegap dan wajah tampan-tampan, mengagumkan semua orang, juga mendatangkan kesenangan. Sementara itu, di sebuah rumah makan kecil di sudut kota, malam itu terdapat tiga orang laki-laki yang makan minum sambil bercakap-cakap dengan suara berbisik-bisik. Biarpun tiga orang itu berpakaian biasa saja, akan tetapi sikap dan keadaan mereka tentu menimbulkan kecurigaan mereka yang berpemandangan tajam. Seorang di antara mereka adalah seorang kakek yang usianya tentu sudah ada enam puluhan tahun, pakaiannya seperti penduduk biasa saja, akan tetapi matanya tinggal yang sebelah kanan saja karena yang sebelah kiri telah buta. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya perkasa, kuncir rambutnya yang masih panjang hitam itu besar melingkari lehernya.

   Biarpun orang ini kelihatan mengenakan pakaian biasa saja, namun sesungguhnya dia bukanlah orang biasa, melainkan seorang tokoh kang-ouw yang cukup terkenal, terutama sekali di daerah Propinsi Ho-pai karena dia dahulu adalah seorang jagoan yang dipercaya oleh Gubernur Ho-pei. Dia berusia enam puluh satu tahun bernama Liong Bouw dan julukannya adalah Tok-gan Sin-ciang (Tangan Sakti Mata Tunggal). Sekarang Liong Bouw telah pensiun dan hidup sebagai petani, akan tetapi dia masih selalu aktip dalam dunia kang-ouw sebagai seorang yang disegani dan di samping kegagahannya sebagai pendekar, juga ia masih amat setia kepada kerajaan. Orang ke dua dan ke tiga adalah tokoh-tokoh Siauw-lim-pai, dua orang kakak beradik berusia kurang lebih lima puluh tahun yang memiliki ilmu silat Siauw-lim-pai yang tinggi.

   Dua orang tokoh Siauw-lim-pai untuk menyelidiki keadaan Kaisar Yung Ceng karena terdengar desas-desus bahwa setelah menjadi kaisar, maka Yung Ceng yang pernah menjadi murid Siauw-lim-pai itu banyak melakukan penyelewengan-penyelewengan. Dan biarpun Yung Ceng kini telah menjadi kaisar, Siauw-lim-pai berhak untuk menyelidiki kelakuannya dan kalau murid Siauw-lim-pai itu melanggar larangan-larangan, Siauw-lim-pai berhak untuk mengeluarkan dari perguruan sebagai seorang murid yang melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, para pimpinan Siauw-lim-pai mengutus Ciong Tek dan Ciong Lun, dua orang kakak beradik itu, untuk melakukan penyelidikan di kota raja, mereka memperoleh kenyataan bahwa memang benar murid Siauw-lim-pai yang telah menjadi kaisar itu melakukan banyak pelanggaran,

   Di antaranya yang paling parah adalah menguasai isteri orang dengan jalan kekerasan! Memang ada beberapa kali Yung Ceng merampas isteri orang, yaitu pejabatnya sendiri, yang kecantikannya membuatnya tergila-gila. Maka mereka lalu melaporkan kepada para pimpinan Siauw-lim-pai dan dengan suatu upacara antara pimpinan, Yung Ceng dinyatakan sebagai murid murtad dan tidak diakui sebagai murid Siauw-lim-pai lagi. Selain kenyataan ini, juga dua orang saudara Ciong melaporkan tentang kebaikan-kebaikan Pangeran Mahkota Kian Liong. Oleh karena itu, mereka diberi tugas untuk bersama dengan para pendekar lainnya yang diam-diam melakukan perlindungan kepada Pangeran Mahkota yang banyak melaku-kan perjalanan secara menyamar itu.

   Memang Pangeran Kian Liong banyak melakukan perjalanan menyamar sebagai rakyat biasa dan dengan cara ini dia dapat bergaul dengan rakyat kecil, mendengarkan percakapan mereka, pendapat mereka tentang pemerintah dan dia pun mendengar celaan-celaan yang ditujukan kepada kaisar. Dan karena tanpa setahunya banyak pendekar sakti yang diam-diam melindunginya, maka setiap kali terjadi malapetaka yang hendak menimpanya, selalu dapat dihalau sehingga orang-orang mulai menanam kepercayaan yang bersifat tahyul, yaitu bahwa pangeran mahkota itu telah dijaga oleh malaikat, dan ini menjadi tanda bahwa dia benar-benar seorang calon kaisar yang hebat! Tiga orang yang kini bercakap-cakap di rumah makan itu adalah tiga orang perkasa yang diam-diam melakukan perlindungan kepada Pangeran Kian Liong. Mereka berbisik-bisik dan bicara dengan serius, dengan nada suara penuh khawatir.

   "Benarkah penyelidikan kalian itu?"

   Si Mata Satu bertanya sambil menoleh ke kanan kiri, memperhatikan dengan sapuan pandang matanya yang tinggal satu ke seluruh sudut, takut kalau-kalau percakapan mereka didengar orang lain.

   "Benar, Liong-lo-enghiong, kami sudah menyelidiki dengan seksama. Semua itu digerakkan oleh Sam-thaihouw...."

   "Ssttt.... hati-hati kalau bicara...."

   Liong Bouw bangkit dan kembali memeriksa ke seluruh ruangan. Tidak. Tidak ada yang mencurigakan dan dia pun duduk kembali.

   "Apa kau bilang? Sam-thaihouw...."

   Nama Sam-thaihouw memang amat menakutkan banyak orang, seolah-olah nama itu dapat mendatangkan bencana, biarpun hanya disebut saja. Memang pengaruh dan kekuasaan Sam-taihouw ini besar sekali, dan dia amat bengis sehingga banyak sudah orang-orang yang dianggapnya bersalah terhadapnya harus menerima hukuman yang mengerikan. Bahkan kaisar sendiri pun agaknya tidak mampu mencegah segala perbuatan Sam-thaihouw yang mempunyai banyak jagoan yang tangguh. Seorang menteri, yaitu Menteri Kim sebagai Menteri Kebudayaan, beberapa bulan yang lalu pernah berani mengecam nenek yang menjadi Ibu Suri Ke Tiga ini di depan kaisar.

   Dan apa yang terjadi kemudian? Beberapa malam sesudah itu, Sang Menteri tewas di dalam kamarnya, bersama isterinya dan tiga orang puteranya dan tidak ada seorang pun tahu siapa pembunuhnya! Akan tetapi kaisar tidak memerintahkan penyelidikan tentang pembunuhan ini dan dengan lantang Sam-thaihouw berkata kepada siapa saja yang kebetulan dijumpainya bahwa itulah hukuman menteri yang lancang mulut itu! Masih banyak orang-orang yang harus tewas dalam keadaan mengerikan karena berani menentang Sam-thaihouw sehingga namanya merupakan sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan. Itulah sebabnya ketika Ciong Tek menyebut nama Sam-thaihouw, Liong Bouw menjadi terkejut dan khawatir sekali, maklum betapa bahayanya kalau nama ini disebut-sebut. Lalu dia berbisik, bertanya dengan hati tertarik,

   "Apakah yang sesungguhnya terjadi?"

   "Agaknya Sam-thaihouw telah mampu mempengaruhi Kaisar sehingga percaya kepada Nenek itu bahwa Pangeran Kian Liong dianggap sebagai pengundang datangnya bahaya bagi pribadi Kaisar sendiri. Karena itu, persekutuan antara mereka itu memutuskan untuk mengenyahkan Pangeran itu atau setidaknya membatalkan dia sebagai calon pengganti Kaisar."

   "Ah, mana mungkin! Pangeran itu adalah putera kaisar sendiri!"

   Bantah Si Mata Satu.

   "Itulah anehnya! Bekas murid Siauw-lim-pai yang murtad itu ternyata telah berobah menjadi seorang pria yang lemah, yang tunduk di bawah kekuasaan mulut manis seorang wanita cantik yang telah membuatnya tergila-gila. Selirnya yang ke tiga, yang juga mempunyai seorang putera itulah yang menjadi senjata ampuh Sam-thaihouw untuk menjatuhkan hati Kaisar. Dan agaknya kaisar telah setuju untuk menggantikan pangeran mahkota dengan pangeran yang usianya baru lima tahun itu, putera dari selir ke tiga itu. Dan semua ini adalah hasil bujukan Sam-thaihouw yang telah menge-rahkan banyak tokoh kaum sesat untuk membantunya. Kabarnya malah Im-kan Ngo-ok telah dapat diperalatnya."

   "Aih, berbahaya sekali kalau begitu. Darimana kalian dapat memperoleh semua rahasia kerajaan ini?"

   "Seorang murid keponakan kami, murid Siauw-lim-pai, kebetulan menjabat pangkat komandan muda dalam pasukan pengawal dalam istana. Dialah yang melakukan semua penyelidikan itu untuk kami, karena sebagai murid Siauw-lim-pai dan menganggap hal itu sebagai tugas sucinya untuk menyelidiki kelakuan murid Siauw-lim-pai yang telah menjadi kaisar itu."

   Hening sejenak dan tiga orang itu tenggelam dalam lamunan masing-masing. Mereka tahu akan adanya bahaya besar berhadapan dengan kekuasaan di tangan nenek iblis yang berkuasa di istana itu. Akhirnya Tok-gan Sin-ciang Liong Bouw bertanya,

   "Menurut kalian, apa yang akan terjadi dan bahaya apakah yang mengancam diri Pangeran?"

   Lalu disambungnya dengan nada suara gentar,

   "Apakah kalian kira Im-kan Ngo-ok sendiri akan turun tangan?"

   Dua orang kakak beradik itu saling pandang lalu menggeleng kepala.

   "Kami rasa hal itu tidak akan mungkin terjadi."

   Kata Ciong Lun.

   "Ini bukan urusan kecil, dan mereka itu sudah dikenal di dunia kang-ouw. Kalau mereka berani turun tangan sendiri mengganggu Pangeran, tentu seluruh orang gagah di dunia kang-ouw akan mencarinya dan mereka tentu tidak berani menghadapi resiko sehebat itu. Tidak, mereka tentu hanya akan mengirim orang yang tidak terkenal, sungguhpuh sudah dapat dipastikan suruhan mereka itu tentu amat lihai. Oleh karena itu, kita harus siap siaga dan berhati-hati."

   "Menurut penyelidikan kalian, apa yang akan mereka lakukan terhadap Pangeran?"

   "Entah, hal itu kami belum dapat mengetahuinya. Akan tetapi yang kami tahu adalah bahwa sebelum Pangeran berangkat, Sam-thaihouw mengadakan pertemuan dengan Im-kan Ngo-ok yang diwakili oleh Toa-ok sendiri dan murid keponakan kami hanya dapat menangkap bahwa mereka itu membicarakan tentang kepergian Pangeran ke Kim-coa-to ini. Maka agaknya di Kim-coa-to itulah akan terjadinya hal-hal yang penting. Kabarnya pemilihan suami oleh Syanti Dewi itu dilakukan dengan sayembara ilmu silat pula. Nah, agaknya itulah kesempatan untuk mencelakai Pangeran."

   "Betapapun juga, kita tidak boleh lengah. Baiknya Sang Pangeran juga dikawal oleh sepasukan pengawal yang baik. Pasukan Pengawal Garuda itu boleh diandalkan dan setia. Kita harus menyamar sebagai tamu-tamu di Kim-coa-to dan selalu membayangi Pangeran."

   Kata Liong Bouw dan setelah selesai berunding dan makan, mereka membayar makanan, kemudian meninggalkan rumah makan itu dengan berpencar. Memang mereka bekerja melindungi Pangeran Kian Liong secara berpencar agar mereka lebih leluasa bergerak dan tidak mudah diketahui lawan.

   Apakah yang sesungguhnya terjadi di dalam istana kaisar? Rakyat banyak tidak mengetahui karena segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga kaisar amat dirahasiakan dan dari luar nampaknya bahwa kehidupan keluarga kaisar itu tenang-tenang saja, bergelimang kemuliaan, kekayaan dan kemewahan, selalu riang gembira dan tenggelam dalam hiburan-hiburan. Akan tetapi, sesungguhnya kehidupan seorang kaisar, tiada bedanya dengan kehidupan seorang petani biasa, bahkan kalau dipandang bukan dengan ukuran kesenangan duniawi, kehidupan keluarga petani jauh lebih tenteram dibandingkan dengan kehidupan keluarga kaisar!

   Kehidupan keluarga kaisar penuh dengan konflik yang selalu disembunyikan di balik senyum dan tata cara sopan santun yang berkelebihan. Orang yang berlutut di depan kaisar dengan dahi dibentur-benturkan lantai dengan penuh khidmat dan hormat, yang mulutnya mengucapkan "ban-ban swe" (hidup selaksa tahun)! sebagai pengucapan hormat dan pujian bagi kaisar, yang dari ujung rambut sampai ujung sepatu membayangkan kesetiaan, penghormatan dan kebaktian, mungkin saja di balik semua itu menaruh dendam yang amat mendalam! Dan antara keluarga kaisar, di antara selir-selir dan putera-putera, yang kesemuanya hidup menurut adat-istiadat dan tata cara istana, hampir semua menggunakan sikap sebagai pakaian saja. Di sebelah dalam terdapat hati yang bermacam-macam, penuh ambisi, penuh pamrih, penuh iri, penuh dendam dan persaingan.

   Konflik terjadi setiap saat, akan tetapi hanya terjadi di dalam batin saja. Sam-thaihouw adalah Ibu Suri Ke Tiga yang sudah nenek-nenek namun masih mempunyai ambisi besar sekali. Kegagalan dua orang Pangeran Liong dalam pemberontakan mereka (baca KISAH SEPASANG RAJAWALI ),bahkan yang disusul oleh kematian mereka, diam-diam menikam perasaan Sam-thaihouw yang diwaktu mudanya amat sayang kepada dua pangeran yang menjadi adik iparnya itu, adik ipar tiri. Akan tetapi tentu saja sakit hati ini dipendamnya dalam hati. Oleh karena itu, dia menaruh dendam mendalam kepada Milana dan keluarga Pulau Es yang dianggap menjadi biang keladi kegagalan gerakan dua orang pangeran itu. Juga, dia ingin menanamkan kekuasaannya di dalam istana, maka dia pun berhasil mendekati Kaisar Yung Ceng.

   Kaisar ini diwaktu mudanya merupakan seorang pangeran yang gagah perkasa, bahkan pernah menjadi murid dalam Siauw-lim-si, mempelajari ilmu-ilmu silat Siauw-lim-pai yang tangguh. Akan tetapi setelah dia menjadi kaisar, setelah seluruh kekuasaan negara berada di tangannya, dia menjadi mabok akan kekuasaan, mabok pula akan penjilatan dan sanjungan. Mulailah lenyap sifat-sifat gagahnya dan mulailah dia menghambakan diri kepada kesenangan-kesenangan yang menumpuk nafsu-nafsu menjadi majikan dari batinnya. Sanyak sudah para pemimpin atau pembesar yang menasihatinya dengan halus dan kadang-kadang nasihat itu ada manfaatnya pula, mengingatkannya. Namun, di samping mereka yang menasihatinya,

   Lebih banyak pula yang menjilat-jilatnya dan mendorongnya untuk berenang dalam kesenangan, karena hanya dengan demikian itu sajalah para penjilat dapat melihat kaisar menjadi lemah dan mereka itu dapat merajalela! Di antara para penasihatnya, majulah Pangeran Yung Hwa (baca cerita KISAH SEPASANG RAJAWALI dan JODOH RAJAWALI), seorang pangeran yang tadinya amat dekat dengan Kaisar Yung Ceng sewaktu masih pangeran. Namun, pengaruh nasihat Pangeran Yung Hwa ini kalah oleh pengaruh bujukan-bujukan yang mulai dilancarkan oleh Sam-thaihouw yang mendekati kaisar sebagai putera tirinya itu, dan Ibu Suri Ke Tiga ini bahkan memasukkan racun bisikan bahwa Pangeran Yung Hwa agaknya iri hati dengan kedudukan kakaknya. Dan akibatnya, Pangeran Yung Hwa lalu diangkat menjadi gubernur di barat, di daerah Se-cuan yang jauh!

   Namanya saja diangkat dan diberi kedudukan, akan tetapi sebetulnya itu merupakan suatu pembuangan agar pangeran itu jauh dari istana! Demikianlah keadaan di istana. Kegilaan para penjilat dan pembujuk yang dikepalai oleh Sam-thaihouw itu semakin berani saja, semakin gila sehingga mereka tidak segan-segan untuk mulai mengutik-utik kedudukan Pangeran Mahkota Kian Liong! Untuk melakukan ini, Sam-taihouw mempunyai pembantu yang amat baik, yaitu selir ke tiga dari Kaisar Yung Ceng, selir yang cantik jelita dan yang dirampasnya dari tangan seorang pembesar istana pula! Selir ini mempunyai seorang putera yang usianya sudah lima tahun, maka tentu saja dia pun berambisi untuk melihat puteranya itu menjadi putera mahkota yang kelak akan menggantikan kedudukan kaisar!

   Dan melihat kesempatan ini, Sam-thaihouw yang merasa tidak senang kepada Pangeran Kian Liong yang tidak dapat didekatinya, bahkan yang berani menentangnya secara terang-terangan, mulailah nenek ini untuk menghasut dan menjauhkan hubungan antara ayah kandung dan putera mahkota ini, antara Kaisar dan Putera Mahkota Kian Liong! Demikianlah keadaan di dalam istana, di mana terjadi persaingan dan pertentangan hebat tanpa diketahui oleh rakyat jelata. Bahkan hanya beberapa orang tertentu saja di istana yang mengetahui akan hal ini, dan yang mengetahui tidak berani membuka mulut untuk bercerita kepada siapa pun, bahkan kepada anak isteri pun tidak berani, karena kalau sampai ketahuan oleh pihak yang bersangkutan,

   Tentu mereka tidak akan mampu menyelamatkan nyawanya, bahkan mungkin nyawa keluarganya pula. Pangeran Kian Liong sendiri bukan tidak tahu akan segala konflik yang terjadi di dalam keluarga ayahnya. Itulah sebabnya dia merasa tidak betah dan muak berada di istana yang dianggapnya sebagai sumber segala kepalsuan, penjilatan, kepura-puraan dan iri hati, di mana setiap saat terjadi persaingan untuk mencari muka kepada kaisar dan terdapat perebutan kekuasaan yang amat memuakkan hatinya. Dia lebih senang merantau, dengan menyamar sebagai orang biasa, bergaul dengan rakyat jelata, tanpa pengawal, tanpa ada yang tahu bahwa dia adalah pangeran mahkota! Dengan cara demikian pangeran ini pernah bekerja membantu nelayan, petani dan sebagainya!

   Dan tentu saja seringkali dia terancam bahaya, akan tetapi selalu saja ada bintang penolong yang menolongnya dengan sembunyi. Ketika pangeran ini mendengar tentang Syanti Dewi, hatinya tertarik dan dia pun datang berkunjung ke Kim-coa-to, bukan menyamar, sebagai pangeran akan tetapi secara sederhana. Dan dalam pertemuan itu, kedua pihak merasa kagum. Pangeran Kian Liong kagum sekali melihat seorang wanita yang demikian cantik jelita, berdarah bangsawan bahkan puteri Raja Bhutan, dengan kecantikan seperti bidadari, juga memiliki pengertian yang amat mengagumkan tentang sastra, pandai menari, bernyanyi dan bersajak, bahkan pandai ilmu silat pula! Dan pandangan-pandangannya tentang hidup sedemikian matangnya sehingga pangeran ini tertarik untuk bersahabat.

   Pangeran Kian Liong bukanlah seorang pemuda mata keranjang, dia lebih mengagumi kecantikan batiniah daripada kecantikan lahiriah, dan kalau dia tertarik oleh Syanti Dewi, adalah karena pribadi wanita itulah, bukan kecantikannya semata-mata. Dan tertariknya pun bukan tertarik dengan gairah nafsu birahi, melainkan tertarik untuk bersahabat, bercakap-cakap, bercengkerama dan bergurau, kadang-kadang melihat dara itu menari atau mendengarkan bernyanyi, dan membuat sajak bersama-sama atau bicara tentang orang-orang kang-ouw dan ilmu silat. Biarpun dia sendiri hanya mempelajari ilmu silat dasar saja untuk olahraga menjaga kesehatan, namun Pangeran Kian Liong senang sekali mendengar pembicaraan tentang ilmu silat dan dia mengagumi kehidupan para pendekar. Dalam diri Syanti Dewi dia mendapatkan seorang sahabat yang amat menyenangkan dan cocok.

   Di lain pihak, Syanti Dewi sendiri amat suka kepada pangeran yang biarpun usianya lebih muda namun telah memilliki pandangan tentang filsafat dan hidup, dengan amat luasnya. Juga pangeran ini berbeda dengan semua pria yang mendekatinya. Semua pria, tua atau muda, yang mendekatinya, selalu memandang kepadanya dengan mata terpesona dan penuh kagum akan kecantikannya, dan di balik pandang mata itu terdapat nafsu berahi yang bernyala-nyala, akan tetapi kekaguman yang terpancar keluar dari pandang mata pangeran ini bersih, kekaguman yang wajar seperti orang mengagumi setangkai bunga mawar atau mengagumi langit di waktu matahari terbenam. Oleh karena itu, biarpun usia mereka berselisih sepuluh tahun, keduanya dapat bersahabat dengan baiknya dan saling merasa akrab, sama sekali tidak canggung.

   

Jodoh Rajawali Eps 48 Kisah Sepasang Rajawali Eps 59 Jodoh Rajawali Eps 7

Cari Blog Ini