Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 7


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 7



Melainkan hanya sekedar menambah pengalaman belaka. Demikianlah, ketika lima orang murid Kun-lun-pai ini tiba di daerah bersalju, tiba-tiba mereka bertemu dengan tiga orang tua aneh yang memandang kepada tiga orang gadis muda itu sambil tertawa-tawa. Lima orang murid Kun-lun-pai itu tidak mengenal mereka ini, tidak tahu bahwa mereka itu adalah tiga orang tokoh kaum sesat yang amat terkenal dan lihai sekali. Mereka itu adalah bekas para pembantu dari tokoh sesat Hwai-kongcu Tang Hun Ketua Liong-sim-pang yang kemudian bergabung dengan pemberontak Pangeran Nepal dan kemudian tewas di tangan pendekar yang terkenal Suma Kian Bu atau lebih terkenal lagi dengan julukan Pendekar Siluman Kecil (baca kisah JODOH SEPASANG RAJAWALI).

   Tiga orang aneh ini adalah orang-orang yang sudah biasa berkecimpung dalam dunia kejahatan. Yang pertama berpakaian seperti seorang tosu, usianya kurang lebih enam puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus berwajah bengis. Orang ke dua adalah Ban-kin-kwi Kwan Kok, usianya sebaya dengan tosu tadi, tubuhnya tinggi besar dan mukanya hitam. Kalau Hak Im Cu terkenal dengan gin-kangnya yang hebat, orang ke dua ini, sesuai dengan julukannya, yaitu Ban-kin-kwi (Setan Selaksa Kati), tenaganya sebesar gajah dan dia adalah seorang yang memiliki sin-kang kuat sekali dan kedua kepalan tangannya merupakan senjata ampuh. Orang ke tiga adalah Hai-liong-ong Ciok Gu To, usianya juga sebaya, kepalanya gundul akan tetapi dia bukanlah seorang hwesio.

   Tubuhnya pendek gemuk, tidak sesuai dengan keahliannya, yaitu ahli bermain dalam air dan memiliki tenaga dalam yang kuat pula. Orang ke tiga ini suka tertawa-tawa, dan tangannya memegang sebatang dayung yang kini dipergunakan sebagai tongkat. Sesungguhnya, sebelum mereka bertiga ini menghambakan diri kepada ketua Liong-sim-pang, biarpun mereka itu termasuk tokoh-tokoh kaum sesat, namun mereka bertiga tidak atau jarang sekali menggoda wanita. Akan tetapi, semenjak mereka menjadi pembantu-pembantu Hwa-i-kongcu yang selalu menghibur mereka dengan wanita-wanita cantik, ketiga kakek ini berubah menjadi orang-orang yang haus akan pemuasan nafsu berahi mereka yang bangkit karena kebiasaan di Liong-sim-pang itu.

   Maka, kini ketika mereka melihat ada tiga orang gadis muda yang manis-manis, bertemu dengan mereka di tempat sunyi, tentu saja mereka menjadi tertarik karena pikiran mereka sudah membayangkan pengalaman pengalaman lalu dengan wanita-wanita muda dan membayangkan betapa akan senangnya kalau mereka mendapatkan teman seorang satu di tempat yang sunyi dan berhawa dingin itu! Demikianlah timbulnya nafsu berahi atau nafsu apapun juga yang menguasai hati dan pikiran, menguasai batin kita setiap saat dan yang kemudian menjadi pendorong dari setiap perbuatan kita dalam hidup ini. Pikiranlah sumbernya. Pikiran yang bekerja mengenangkan segala kesenangan yang pernah dialami. Pikiran yang merupakan gudang dari pengalaman dan ingatan.

   Kalau mata kita tertarik dan suka melihat segala sesuatu yang indah setangkai bunga yang indah warnanya, awan berarak di langit, tamasya alam terbentang luas di depan kita, matahari senja yang mentakjubkan, wajah seorang wanita yang cantik manis, semua rasa suka memandang itu adalah wajar, karena mata kita sudah dibentuk sejak kecil untuk menilai apa yang dinamakan indah dan apa yang buruk itu. Kalau yang ada hanya memandang saja, maka hal itu wajar dan tidak terjadi konflik. Akan tetapi sayang, setiap kali kita memandang, pikiran yang penuh dengan ingatan ini selalu campur tangan. Pikiran yang mendambakan kesenangan ini lalu membayangkan kembali segala kesenangan yang pernah dialami atau pernah didengarnya, lalu membayangkan hal-hal yang menimbulkan nafsu.

   Mata melihat wanita cantik jelita dan terjadi daya tarik, timbul semacam dorongan untuk memandang keindahan yang terdapat pada wajah itu. Kalau yang ada hanya memandang saja, maka setelah wanita itu lewat dan lenyap, habislah saja sampai di situ. Akan tetapi, kalau pikiran memasukinya, lalu membayangkan betapa akan senangnya kalau dapat bercinta dengannya dan sebagainya, maka timbullah nafsu berahi! Pikiran adalah sumber segala konflik. Pikiran menjadi tempat bertumpuknya kenangan akan hal-hal yang telah lalu, yang pernah kita alami dan selalu pikiran mengejar kesenangan atau lebih tepat lagi, mengejar pengulangan kesenangan yang lalu dengan menciptakan kesenangan yang ingin dialami di masa mendatang, dan selalu karenanya menolak dan menghindarkan ketidaksenangan.

   Karena keinginan mengejar kesenangan inilah maka timbul perbuatan-perbuatan yang menyeleweng dari pada kebenaran, perbuatan-perbuatan jahat yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Setelah melihat semua ini, dapatkah kita membebaskan diri dari pencampurtanganan pikiran? Dapatkah kita memandang atau mendengar saja penuh perhatian, tanpa adanya pikiran yang membandingkan, mempertimbangkan lalu memutuskan baik buruknya senang susahnya? Dapatkah pikiran berhenti mengoceh dan menghidupkan kembali hal-hal yang telah lalu? Tentu saja bukan berarti bahwa kita hidup tanpa pikiran! Hal itu sama sekali tidaklah mungkin! Pikiran adalah alat yang amat dibutuhkan untuk hidup, atau untuk melengkapi hidup ini. Tanpa pikiran, tanpa ingatan tentu saja kita tidak akan dapat pulang ke rumah, takkan dapat melakukan pekerjaan, takkan dapat menghitung, membaca dan sebagainya lagi.

   Pikiran amatlah penting bagi kita, yaitu dalam soal-soal teknis saja. Dalam soal-soal keperluan lahiriah saja. Akan tetapi begitu pikiran penuh ingatan memasuki batin, mengusik hubungan antara kita dengan manusia lain, akan terjadilah konflik. Dalam komunikasi antara kita dengan manusia lain, dengan benda, dengan batin, tidak dibutuhkan pikiran yang menilai berdasar-kan ingatan masa lalu. Melihat sikap tiga orang kakek yang jelas membayangkan bahwa mereka itu adalah tokoh-tokoh berilmu, sebagai orang-orang muda yang tahu aturan kang-ouw, lima orang murid Kun-lun-pai itu lalu berhenti melangkah, dan menjura kepada tiga orang kakek itu dengan sikap hormat. Tan Coan sebagai yang tertua dan pemimpin rombongan, lalu melangkah maju.

   "Sam-wi Locianpwe (Tiga Orang Gagah), selamat berjumpa dan persilakan Sam-wi lewat."

   Mereka lalu berdiri di tepi jalan untuk membiarkan mereka lewat lebih dulu. Tiga orang kakek itu saling pandang dan Hai-liong-ong Ciok Gu To yang biasanya terus menyeringai dan tertawa-tawa itu berkata.

   "Aha, kalian adalah orang-orang muda yang tahu aturan dan menyenangkan sekali. Siapakah kalian?"

   "Kami berlima adalah murid-murid Kun-lun-pai...."

   "Wah-wah-wah, murid-murid Kun-lun-pai juga berkeliaran sampai ke sini? Apakah kalian juga ingin pula memperebutkan pedang keramat Koai-liong-po-kiam?"

   Hak Im Cu berkata dengan nada suara mengejek. Diam-diam Tan Coan terkejut dan tidak senang melihat sikap mereka dan mendengar ucapan-ucapan yang nadanya mengejek itu. Sikap mereka tidak menghormat Kun-lun-pai itu saja sudah dapat menimbulkan dugaan bahwa mereka ini adalah orang-orang dari golongan hitam! Kaum bersih, di mana juga dia berada, tentu akan menghormat Kun-lun-pai yang merupakan sebuah di antara partai-partai persilatan besar. Akan tetapi dia menahan kesabaran dan menjura sambil berkata, suaranya tetap tenang dan halus.

   "Kami mendengar tentang pokiam itu, akan tetapi kami hanya datang untuk melihat dan mendengar, meluaskan pengalaman kami yang dangkal. Harap Sam-wi Locianpwe tidak mentertawakan kami yang bodoh."

   "Huh, orang-orang Kun-lun-pai selamanya sombong dan tinggi hati!"

   Tiba-tiba Ban-kin-kwi Kwan Ok mencela, suaranya berat dan memang dia pernah menaruh dendam karena pernah dia dikalahkan oleh seorang tosu Kun-lun-pai beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi Hai-liong-ong Ciok Gu To yang masih tersenyum sambil memandangi tiga orang gadis itu, masih bicara dengan ramah.

   "Orang-orang muda, ketahuilah bahwa tempat ini amat berbahaya! Ada Yeti mengamuk dan sudah banyak sekali orang kang-ouw yang tewas."

   "Oleh karena itu."

   Sambung Hak Im Cu,

   "tidak baik bagi nona-nona ini untuk melakukan perjalanan sendiri! Kalian dua orang pemuda boleh saja berjalan sendiri, akan tetapi biarlah tiga orang nona ini melanjutkan perjalanan bersama dengan kami. Kami akan menjaga dan melindungi keselamatan kalian, Nona-nona manis!"

   "Bagus! Seorang satu, itu baru adil namanya."

   Kata pula Ciok Gu Tosu sambil tertawa bergelak.

   "Marilah, Nona-nona, kalian akan melakukan perjalanan yang menyenangkan, selain akan aman juga tidak akan kedinginan lagi, ha-ha-ha!"

   Lima orang murid Kun-lun-pai itu terkejut bukan main. Muka mereka sudah berobah merah sekali dan sinar mata mereka bernyala karena marah. Mereka telah diperingatkan oleh guru mereka agar tidak bermusuhan dan agar jangan berkelahi, akan tetapi kalau berhadapan dengan tiga orang kurang ajar semacam tiga orang kakek ini, apakah mereka juga harus bersahabat? Bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang muda gemblengan, maka Tan Coan dapat menyabarkan adik-adik seperguruannya dengan pandang matanya, kemudian dia menjura lagi dan berkata kepada tiga orang kakek itu, nada suaranya masih halus namun penuh ketegasan.

   "Kiranya Sam-wi adalah orang-orang yang merupakan tokoh besar di dunia kang-ouw, maka agaknya sengaja Sam-wi hendak menggoda kami orang-orang muda dari Kun-lun-pai! Akan tetapi para pemimpin dan guru-guru kami telah berpesan kepada kami agar kami tidak berlaku kurang ajar dan tidak mencari per-musuhan dengan siapapun juga. Oleh karena itu, harap Sam-wi menaruh kasihan kepada kami dan membiar-kan kami pergi melanjutkan perjalanan kami."

   "Heh, bocah yang bermulut manis! Kalau engkau mau pergi bersama temanmu pemuda yang satunya lagi itu, lekaslah minggat dan menggelinding pergi! Akan tetapi tinggalkan tiga orang gadis manis itu untuk menemani kami!"

   Bentak Ban-kin-kwi Kwan Ok dengan bentakan keras. Tak mungkin kini mereka berlima dapat menahan kemarahan mereka yang memuncak oleh ucapan yang amat menghina ini. Jelaslah kini bagi mereka bahwa mereka berhadapan dengan tokoh-tokoh golongan hitam yang jahat sekali. Lim Sun yang lebih muda dan lebih berdarah panas itu lalu maju membentak.

   "Siapakah kalian bertiga yang bersikap seperti memusuhi Kun-lun-pai?"

   Bentaknya dengan melotot. Hak Im Cu tertawa menyambut pertanyaan ini.

   "Ha-ha-ha, memang sebaiknya kami memperkenalkan diri, agar kalian berdua tidak mati penasaran dan agar ketiga orang gadis itu akan merasa lebih senang karena telah kami pilih sebagai teman-teman seperjalanan di tempat dingin ini. Dengarlah baik-baik, Pinto adalah Hak Im Cu, dia itu adalah Ban-kin-kwi Kwan Kok, sedangkan Si Gundul itu adalah Hai-liong-ong Ciok Gu To! Nah, sudah jelaskah?"

   Lima orang muda Kun-lun-pai itu memang belum banyak pengalaman di dunia kang-ouw, apalagi dunia penjahat, maka tentu saja nama-nama itu asing, bagi mereka.

   "Sekali lagi kami harap Sam-wi tidak menanam permusuhan dengan kami orang-orang muda yang tidak ingin berkelahi dengan siapapun juga dan membiarkan kami pergi."

   Tan Coan berkata lagi, sungguhpun nada suaranya tidak sehormat tadi, akan tetapi juga tidak kasar dan dia memberi tanda Kepada adik-adik seperguruannya untuk meninggalkan tempat itu.

   "Haiiiit, tahan dulu!"

   Bentak Hai-liong-ong Ciok Gu To yang biarpun tubuhnya pendek gemuk akan tetapi dapat bergerak gesit sekali karena tahu-tahu dia sudah berkelebat dan menghadang di depan mereka berlima.

   "Tulikah kalian? Yang dua laki-laki boleh minggat, akan tetapi yang tiga wanita harus tinggal!"

   "Manusia jahat!"

   Bentak Tio Ang Bwee, murid perempuan Kun-lun-pai yang baru berusia enam belas tahun itu dan dia sudah menyerang dengan pedangnya yang dicabut secepatnya.

   "Ha-ha-ha, engkau memilih aku sayang? Aha, engkau tidak salah pilih!"

   Si Pendek Gendut yang berkepala gundul ini tertawa dan dengan tenang saja dia mengelak dari sambaran pedang Tio Ang Bwee. Sementara itu, empat orang murid Kun-lun-pai yang lain sudah mencabut pedang dan mereka pun menerjang maju. Hak Im Cu dan Ban-kin-kwi Kwan Ok menyambut mereka dengan tertawa mengejek. Dan memang sesungguhnya tingkat kepandaian murid-murid kelas dua dari Kun-lun-pai ini masih kalah jauh kalau dibandingkan dengan tingkat kepandaian tiga orang tokoh sesat itu. Tanpa mengerahkan banyak tenaga, lewat belasan jurus saja lima orang muda itu sudah terdesak hebat dan akhirnya Tan Coan dan Lim Sun roboh oleh pedang Hak Im Cu dan senjata dayung di tangan Hai-liong-ong Ciok Gu To, sedangkan tiga orang gadis itu telah roboh tertotok!

   Sambil tertawa-tawa tiga orang kakek yang kejam seperti binatang buas itu telah memilih masing-masing seorang gadis, mengangkat dan memondong mereka itu sambil terkekeh dan hendak membawa mereka pergi. Pada saat itu berkelebat bayangan yang cepat sekali dan tahu-tahu di situ telah berdiri dua orang lain. Melihat dua orang ini, tiga orang kakek itu terkejut bukan main dan wajah mereka berobah pucat. Yang baru muncul ini adalah dua orang kakek lain yang amat luar biasa. Yang seorang amat pendek, jauh lebih pendek gendut dibandingkan dengan Hai-liong-ong Ciok Gu To, karena Si Pendek yang berkepala gundul dan berpakaian seperti hwesio ini tingginya tidak lebih dari satu seperempat meter!

   Dia berdiri di situ sambil tertawa ha-ha-ha-ha seperti orang gendeng akan tetapi sepasang matanya mencorong menyeramkan. Orang ke dua tidak kalah anehnya. Sebagai kebalikan dari Si Gendut Pendek, orang ke dua ini berpakaian tosu, kurus sekali dan tingginya sampai dua setengah meter, dua kali lebih tinggi daripada Si Pendek. Kalau Si Gendut Pendek itu berwajah riang gembira, Si Tinggi Kurus ini mukanya sedih seperti orang menangis, sepasang matanya sipit seperti terpejam. Tentu saja tiga orang kakek jahat itu terkejut seperti melihat setan, karena memang dua orang di depan mereka itu seperti manusia-manusia setan yang terkenal sebagai manusia-manusia yang paling jahat di kolong langit! Mereka itu adalah orang ke empat dan ke lima dari sekelompok orang-orang sakti jahat yang terkenal dengan julukan Im-kan Ngo-ok (Lima Jahat Dari Akhirat).

   Si Pendek itu adalah Su-ok (Jahat ke Empat) Siauw-siang-cu, sedangkan Si Jangkung itu adalah Ngo-ok (Jahat ke Lima) Toat-beng Sian-su! Para pembaca cerita JODOH SEPASANG RAJAWALI tentu sudah mengenal mereka ini karena mereka adalah tokoh-tokoh utama yang memimpin pemberontakan Pangeran Nepal terhadap Kerajaan Ceng beberapa tahun yang lampau. Dan karena tiga orang kakek jahat itu tadinya menjadi pembantu-pembantu Hwai-kongcu yang juga bersekutu deangan pemberontak tentu saja mereka bertiga mengenal siapa adanya dua orang aneh ini. Hak Im Cu dan dua orang kawannya cepat melepaskan tubuh tiga orang gadis Kun-lun-pai itu dan menjura dengan sikap hormat sekali kepada Su-ok dan Ngo-ok.

   "Sungguh tidak mengira akan bertemu dengan Ji-wi Locianpwe di sini!"

   Kata Hak Im Cu. Orang seperti Hak Im Cu sampai menyebut Locianpwe terhadap mereka berdua, sungguh merupakan penghormatan yang amat besar.

   "Selamat berjumpa, apakah selama ini Ji-wi Locianpwe baik-baik saja?"

   Ban-kin-kwi Kwan Ok juga menyapa dengan ramah.

   "Kami menghaturkan hormat kepada Ji-wi Locianpwe!"

   Kata pula Hai-liong-ong Ciok Gu To. Akan tetapi Su-ok dan Ngo-ok tidak menjawab. Su-ok hanya tetap ha-ha-he-he menyeramkan, sedangkan Ngo-ok yang cemberut itu memandang kepada tubuh tiga orang gadis muda yang tak dapat bergerak karena tertotok itu. Akhirnya Su-ok menoleh kepada Ngo-ok dan melihat betapa mata yang sipit itu ditujukan ke arah tiga orang gadis Kun-lun-pai itu, Su-ok tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, kalau engkau menghendaki mereka, tiga ekor anjing tua ini harus dibunuh dulu."

   Ngo-ok mengangguk.

   "Untuk apa kalau tidak dibunuh!"

   Katanya. Hak Im Cu dan dua orang kawannya terkejut bukan main.

   "Ji-wi Locianpwe mengapa berkata demikian? Kalau Lo-cianpwe menghendaki mereka, biarlah kami mengalah dan menghaturkan mereka kepada Locianpwe dengan senang hati.

   "Ha-ha, anjing-anjing tua pengecut. Sudah berani naik ke sini mengapa takut mati? Hayo majulah, bagaimanapun juga kami harus membunuh kalian."

   Tiga orang tokoh sesat itu makin ketakutan sampai wajah mereka berobah pucat.

   "Locianpwe sungguh tidak adil!"

   Ban-kim-kwi Kwan Ok berkata.

   "Kami bertiga adalah sahabat-sahabat yang tidak pernah mengganggu Locianpwe, bahkan dengan hormat kami mempersembahkan tiga orang gadis ini kalau Locianpwe menghendaki. Mengapa hendak membunuh kami?"

   "Siapa bilang kita bersahabat?"

   Ngo-ok mendengus dan matanya terbuka sedikit, sikapnya sungguh mengerikan.

   "Locianpwe, bukankah kita pernah bersama-sama membantu Pangeran Nepal? Bukankah kita adalah orang-orang sendiri dan karena itu bersahabat?"

   Hak Im Cu berkata.

   "Ha-ha-ha!"

   Si Pendek Gendut Suok tertawa mengejek.

   "Memang ketika itu kalian menguntungkan, maka bersahabat. Sekarang, kalian merupakan saingan kami dalam mencari dan memperebutkan Koai-liong-pokiam, maka kalian adalah saingan kami atau musuh dan harus dibunuh. Lain dulu lain sekarang! Dulu menguntungkan maka sahabat, sekarang merugikah maka musuh!"

   Sungguh pendapat yang sama sekali mau enak sendiri saja! Akan tetapi, benarkah sikap Su-ok dan Ngo-ok itu aneh dan jahat? Lupakah kita bahwa kita sendiri pun dengan diselubungi oleh segala sopan santun dan kebudayaan, pada hakekatnya mempunyai perhitungan dan pandangan yang tidak jauh bedanya dengan sikap dua orang manusia iblis itu? Sebaiknya kalau kita meneliti dan memandang diri sendiri, mengenal diri sendiri. Coba kita renungkan dan pandang dengan sejujurnya, mengapa kita mempunyai saha-bat-sahabat dan mengapa pula kita mempunyai musuh-musuh?

   Bukankah orang yang kita anggap sahabat itu adalah orang yang kita pandang menguntungkan kita, baik keuntungan lahir maupun batin? Dan sebaliknya bukankah orang yang kita anggap musuh itu adalah orang yang kita pandang merugikan lahir maupun batin? Dan orang yang sekarang kita anggap sahabat, kalau pada suatu hari dia itu merugikan kita lahir atau batin, apakah dia masih kita anggap sahabat, ataukah lalu kita anggap sebagai musuh? Berapa banyaknya orang yang kini kita anggap musuh itu dahulu pernah menjadi sahabat kita? Ah, kehidupan kita penuh dengan penilaian yang didasarkan untung rugi bagi kita sendiri, oleh karena itulah maka kita memisah-misahkan orang-orang lain sebagai yang disuka dan yang tidak disuka, sebagai sahabat atau musuh.

   Bukankah pada dasarnya kita, yang masih mempunyai sahabat dan musuh, tidak jauh beda pandangan kita dengan Su-ok dan Ngo-ok? Tiga orang kakek itu sendiri adalah tokoh-tokoh jahat dan kejam. Baru saja mereka sudah memperlihatkan watak mereka yang kejam, dengan membunuh dua orang pemuda Kun-lun-pai yang tidak berdosa dan hendak memaksa tiga orang gadis Kun-lun-pai untuk melayani mereka. Maka, kini melihat sikap Su-ok dan Ngo-ok, maklumlah mereka bahwa tidak ada jalan lain bagi mereka selain membela diri mati-matian. Dan karena mereka sudah tahu akan kelihaian Su-ok dan Ngo-ok, maka mereka pun tidak mau mengalah dan tidak segan melakukan kecurangan demi untuk menyelamatkan diri.

   "Haiiittt....!"

   Tiba-tiba Hai-liong-ong Ciok Gu To yang berdiri di sebelah agak kiri dari Su-ok, sudah menggerakkan dayungnya yang terbuat dari pada kuningan itu dan menghantam ke arah ke-pala Su-ok yang pendek gendut seperti dirinya, akan tetapi tetap saja dia masih lebih tinggi sehingga Su-ok itu hanya sampai di bawah telinganya saja tingginya.

   Dayung itu menyambar dengan dahsyat sekali. Melihat ini, Hak Im Cu sudah menerjang maju lagi dengan pedangnya, sedangkan Ban-kin-kwi Kwan Ok sudah menggunakan kepalan tangannya untuk membantu Ciok Gu To mengeroyok Su-ok yang mereka tahu lebih lihai daripada Ngo-ok Si Jangkung itu. Terjadilah perkelahian yang amat seru. Su-ok dengan enak saja menyelinap ke bawah dan dayung itu menyambar ke atas kepalanya. Ketika melihat berkelebatnya bayangan Ban-kin-kwi yang memukul sehingga menyambar angin pukulan dahsyat dari tokoh bertenaga gajah ini, Su-ok tertawa dan tubuhnya sudah bergulingan ke atas tanah sehingga pukulan itu pun luput. Dua orang lawannya terus mengepung dan mengirim serangan bertubi-tubi,

   Namun Su-ok selalu dapat mengelak dengan ilmu silatnya yang aneh, tubuhnya kadang-kadang berloncatan, kadang-kadang menggelundung ke sana-sini seperti trenggiling dan kalau dia meloncat dari atas tanah, dia sudah mengirimkan pukulan yang amat kuat sehingga beberapa kali kedua orang lawan yang sudah mengelak itu tetap saja terhuyung, terbawa angin pukulan yang amat dahsyat! Sementara itu, Ngo-ok juga dengan enaknya menghadapi pedang di tangan Hak Im Cu. Tubuhnya yang jangkung itu kalau mengelak hanya dengan lengkungan-lengkungan panjang dan pedang itu selalu mengenai angin, kemudian kedua tangan itu dari atas menyambar dengan lengan yang panjang seperti dua ekor burung menyambar-nyambar dari atas membuat Hak Im Cu sibuk sekali untuk melindungi tubuhnya dari sambaran dua buah tangan itu.

   Pedangnya terpaksa diputarnya secepat mungkin karena membentuk sinar bergulung-gulung merupakan benteng yang melindungi tubuhnya. Tingkat ilmu silat dari tiga orang kakek itu sesungguhnya sudah mencapai tingkat tinggi dan nama mereka di dunia kang-ouw sudah terkenal sekali. Murid-murid Kun-lun-pai kelas dua tadi pun sama sekali bukan lawan mereka, dan di dunia kaum sesat mereka ini sudah merupakan tokoh-tokoh yang disegani. Akan tetapi sekali ini mereka bertemu dengan datuk-datuk kaum sesat yang jauh lebih lihai daripada mereka. Baru ada satu saja di antara Im-kan Ngo-ok, ada Su-ok atau Ngo-ok seorang saja, belum tentu mereka bertiga akan mampu mengalahkannya. Apalagi sekarang sekali muncul ada dua orang tentu saja mereka menjadi kewalahan sekali. Yang pertama kali mengalami desakan hebat adalah Hak Im Cu.

   Hal ini tidak mengherankan karena biarpun tingkat kepandaian Ngo-ok masih kalah setingkat dibandingkan dengan tingkat kepandaian Su-ok, akan tetapi Hak Im Cu menghadapi tokoh ini seorang diri saja, dan watak Ngo-ok berbeda dengan Su-ok. Su-ok adalah orang yang suka bergurau dan suka mempermainkan orang, maka kini menghadapi pengeroyokan dua orang lawan itu dia pun sengaja mempermainkan mereka, seperti dua ekor tikus dipermainkan seekor kucing yang sudah merasa yakin akan kekuatan dan kemenangannya. Oleh karena itulah maka kalau Ngo-ok sudah dapat mendesak lawannya. Su-ok masih belum mendesak dan membiarkan dua orang lawannya itu melakukan serangan bertubi-tubi yang dapat dihindarkannya dengan mudah saja. Ngo-ok sudah mendesak hebat dan kedua tangannya makin gencar melakukan serangan ke arah kepala Hak Im Cu.

   Tosu ini sudah mandi keringat karena berkali-kali tangan yang berlengan panjang itu hampir saja berhasil menotoknya atau menghantam kepalanya dari arah yang tidak terduga-duga sebelumnya karena dia tidak mungkin dapat mengikuti gerakan dari atas itu. Dengan kegelisahan yang membuatnya nekat, tiba-tiba dia menusuk ke depan, memutar pedang itu dan tangan kirinya ikut melancarkan pukulan yang mengandung sin-kang kuat ke arah dada lawan, pedangnya berputar hendak merobek perut. Serangan ini dahsyat bukan main sehingga biarpun Ngo-ok amat lihai, tokoh ini terkejut juga. Dan tiba-tiba terjadilah apa yang dikhawatirkan sejak tadi oleh Hak Im Cu. Tubuh tinggi kurus itu tiba-tiba berjungkir balik dan selagi Hak Im Cu terkejut dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi lawan ini, tahu-tahu ubun-ubun kepalanya kena dicium ujung jari kaki kanan Ngo-ok.

   "Aughh....!"

   Hak Im Cu terhuyung ke belakang, pandang matanya berkunang-kunang dan pada saat itu, Ngo-ok sudah menubruk ke depan dengan tubuh berjungkir balik kembali seperti semula, dua kali tangannya menampar terdengar suara

   "krek! krek!"

   Dan patahlah kedua pergelangan tangan Hak Im Cu. Pedangnya terlempar jauh dan tahu-tahu jari-jari tangan kiri yang panjang dari Ngo-ok telah mencekik lehernya dari belakang disambung oleh jari-jari tangan kanannya dari depan. Hak Im Cu meronta-ronta, tidak mampu melakukan tendangan karena tubuh lawan berada di belakangnya, sedang kedua lengannya sudah tak dapat dipergunakan lagi. Dia meronta-ronta dan tubuhnya berkelojotan, namun sia-sia belaka. Cekikan itu makin kuat saja. Sungguh merupakan penglihatan yang mendirikan bulu roma apa yang dilakukan oleh Ngo-ok secara kejam bukan main itu. Akhirnya tubuh itu berhenti berkelojotan dan Ngo-ok melemparkan tubuh Hak Im Cu yang telah mati dengan mata melotot dan lidah keluar
(Lanjut ke Jilid 07)
Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 07
sampai memanjang.

   "Aha, engkau keburu-buru amat, Ngo-te!"

   Su-ok yang dikeroyok dua itu masih sempat mentertawa-kan Ngo-ok. Akan tetapi Ngo-ok sudah tidak mau mempedulikan lagi karena manusia iblis ini dengan langkah panjang sudah menghampiri Tio Gin Bwee, gadis Kun-lun-pai yang berusia delapan belas tahun itu. Tiga orang gadis itu tidak pingsan, hanya tertotok saja dan tidak mampu menggerakkan tubuhnya. Semenjak tadi, mereka itu menangis melihat dua orang suheng mereka tewas, kemudian mereka menonton pertempuran antara manusia-manusia iblis itu dengan hati merasa ngeri dan takut.

   Mereka adalah gadis-gadis yang menerima gemblengan lahir batin, akan tetapi baru sekarang mereka merasa ngeri dan takut karena maklum betapa mereka itu sama sekali tidak berdaya dan mereka terjatuh ke dalam tangan manusia-manusia yang lebih jahat daripada iblis sendiri. Ketika Si Jangkung itu menghampirinya dan menyambarnya seperti seekor elang menyambar anak ayam saja, mengangkatnya tinggi-tinggi, Tio Gin Bwee menjadi ketakutan dan merintih. Dua orang lainnya memandang dengan mata terbelalak dan jantung berdebar. Rintihan Gin Bwee makin lama menjadi jeritan-jeritan menyayat hati ketika dia dibawa ke balik tumpukkan salju oleh Si Jangkung itu dan akhirnya tidak terdengar lagi jeritannya. Tak lama kemudian Ngo-ok sudah datang lagi dan kini tangannya yang berlengan panjang itu menyambar tubuh Lim Siang, juga seperti tadi dibawanya gadis itu ke balik tumpukan salju.

   Terdengar oleh Ang Bwee bagaimana sucinya ini menjerit-jerit akan tetapi makin lama jeritannya menghilang terganti isak tangis yang menyedihkan. Sementara itu, Su-ok tertawa dan kini mulailah dia menyerang dua orang pengeroyoknya. Tubuhnya merendah seperti berjongkok dan ketika tangannya dihantamkan ke depan, Hai-liong-ong Ciok Gu To berteriak dan tubuhnya terlempar ke belakang, terbanting dan tewas seketika, dari mulutnya menyembur darah segar. Itulah pukulan Katak Buduk yang berbau amis dan beracun, akan tetapi juga ampuhnya menggila itu! Melihat ini, Ban-kin-kwi Kwan Ok tidak mempedulikan rasa malu lagi, dia sudah meloncat hendak melarikan diri. Akan tetapi tahu-tahu Si Pendek itu sudah berada di depannya dan sekali Su-ok melancarkan pukulannya seperti tadi, Ban-kin-kwi juga terjengkang dan tewas seketika dengan muntah-muntah darah!

   "Ho-ho-ha-ha-ha....!"

   Su-ok tertawa dan pada saat itu Ngo-ok sudah menangkap Ang Bwee, gadis ke tiga. Gadis ini saking takut dan ngerinya sudah berhasil membebaskan diri dari totokan, maka kini dia merontak-ronta dan melawan, menangis sambil berusaha mencakar dengan kedua tangannya. Akan tetapi Ngo-ok tidak peduli, lalu membawa gadis itu ke tempat tadi, diikuti oleh Su-ok dan dengan buas dia merenggut dan merobek-robek pakaian Ang Bwee, kemudian memperkosa gadis itu di bawah penglihatan Su-ok yang tertawa-tawa gembira. Ang-Bwee sempat mengeluarkan jerit yang amat melengking saking takut dan ngerinya, akan tetapi selanjutnya dia tidak berdaya seperti dua orang sucinya yang sudah rebah sambil menangis dan dalam keadaan setengah pingsan itu.

   Agaknya jeritan inilah yang terdengar oleh Sim Hong Bu dan Sim Tek. Dua orang paman dan keponakan yang melakukan perjalanan mencari Yeti ini mendengar suara jerit aneh di tempat sunyi itu. Mereka tadinya mengira bahwa jerit-jerit yang mereka dengar terdahulu dan hanya terdengar lapat-lapat itu adalah jerit dari mahluk yang mereka buru, yaitu Yeti. Maka mereka menuju ke tempat itu, di balik puncak, dengan hati-hati agar mereka tidak sampai bertemu begitu saja dengan mahluk berbahaya itu. Mereka berindap-indap dan mendekati tempat itu sambil berlindung. Akan tetapi jerit terakhir yang mereka dengar, yaitu jerit yang keluar dari mulut Ang Bwee, adalah jerit yang jelas dapat mereka kenal sebagai jerit yang keluar dari seorang wanita yang mungkin berada dalam keadaan ketakutan hebat.

   Maka kini keduanya berlari-lari menuju ke arah datangnya suara. Mereka mendengar suara orang tertawa-tawa di balik tumpukkan salju dan jerit wanita tadi tidak terdengar lagi. Maka keduanya lalu meloncat dan menuju ke balik tumpukan salju. Apa yang mereka saksikan membuat kedua orang pemburu ini berdiri terpukau dengan mata terbelalak dan sejenak mereka seperti berobah menjadi patung. Kemudian wajah mereka menjadi merah sekali, terutama sekali Sim Hong Bu. Mereka melihat seorang kakek tinggi kurus sedang memperkosa seorang gadis yang bergerak meronta lemah, sedangkan seorang kakek lain berpakaian hwesio dan berkepala gundul sedang menonton sambil tertawa-tawa seolah-olah sedang menonton pertunjukkan yang amat lucu dan menyenangkan.

   "Manusia hina-dina! Manusia iblis tak berjantung!"

   Sim Hong Bu sudah memaki dan dia meloncat ke depan sambil mencabut pedang dengan tangan kanan dan tangan kiri memegang busurnya. Niatnya untuk menerjang kakek yang sedang memperkosa gadis itu, akan tetapi tiba-tiba kakek gundul itu menggerakkan tangannya menampar dan angin dahsyat menyambar ke arah Sim Hong Bu dan membuat pemuda ini terjengkang dan bergulingan.

   "Ha-ha-ha-ha! Ada lagi yang bosan hidup!"

   Kata Su-ok ketika dia melihat Sim Tek yang juga sudah tidak dapat bertahan menyaksikan peristiwa yang terkutuk itu, sudah menyerang pula dengan pedang di tangan kanan dan busur di tangan kiri. Dia maklum bahwa kakek gundul pendek itu lihai bukan main, akan tetapi untuk membela gadis yang diperkosa itu, dia tidak peduli apa pun dan bersedia untuk mengorbankan nyawanya kalau perlu. Juga Hong Bu sudah bangkit lagi dan membantu pamannya menyerang.

   Akan tetapi tetap saja mereka berdua tidak mampu menyerang kakek jangkung yang sedang memperkosa gadis itu, karena kakek pendek gundul selalu menghadang mereka. Maka terpaksa mereka kini menerjang kakek gundul dan terjadilah perkelahian yang tidak seimbang. Apalagi dikeroyok oleh dua orang pemburu paman dan keponakan ini. Sedangkan pengeroyokan dua orang berilmu tinggi seperti Ban-kin-kwi Kwan Kok dan Hai-liong-ong Ciok Gu To pun berakhir dengan kematian dua orang lihai itu! Kini dengan enaknya Su-ok mempermainkan paman dan keponakan itu. Dia hanya berdiri saja sambil bertolak pinggang, sedikit pun tidak bergerak, hanya kalau dua orang itu datang menyerang, dia mendorong dengan tangan kanan atau kiri dan dua orang itu sudah terjengkang sebelum disehtuh oleh telapak tangannya!

   Melihat ini, Sim Tek marah sekali dan cepat dia memasang anak panah pada busurnya. Memang dia seorang pemburu yang pandai dan terlatih, juga berpengalaman, maka begitu dia mainkan anak panah pada busurnya, dengan cepat sekali anak panah menyambar bertubi-tubi ke arah Su-ok. Melihat ini, Hong Bu juga meniru perbuatan pamannya, akan tetapi dia tidak membidik ke arah Su-ok, melainkan menujukan anak-anak panahnya ke arah punggung dan pinggul Ngo-ok yang telanjang! Terjadilah hal-hal yang amat luar biasa. Su-ok hanya menggerakkan kedua tangannya dan semua anak panah yang dilepas oleh Sim Tek itu kembali ke arah penyerangnya dengan kecepatan jauh lebih laju lagi daripada ketika anak-anak panah itu tadi meluncur dari gendewa Sim Tek!

   Pemburu ini terkejut dan berusaha mengelak, akan tetapi sebatang anak panah yang ditangkap oleh Su-ok dan dilontarkannya, seperti kilat menyambar dan menembus dadanya! Robohlah pemburu itu dengan dada tertembus anak panah sampai ke punggung dan tentu saja dia roboh dan tewas! Anak-anak panah yang dilepas oleh Hong Bu dengan tepat mengenai punggung dan pinggul Si Jangkung, akan tetapi anak panah itu seperti mengenai tubuh dari baja saja, semua terpental dan meleset, tidak ada sebatang pun yang mampu melukai tubuh Ngo-ok! Dan sebelum Hong Bu dapat memanah lagi, tahu-tahu tengkuknya telah dipegang oleh Su-ok dan dia tidak mampu bergerak lagi, hanya meronta-ronta di udara dan memaki-maki.

   "Kalian membunuh Pamanku! Kalian Iblis-iblis terkutuk, kalian manusia-manusia jahanam! Hayo, bunuh aku sekalian!"

   Teriaknya sambil kakinya menendangnendang.

   "Su-ko, jangan bunuh bocah itu. Mulutnya kotor, dia cocok untuk menjadi bujang kita."

   Ngo-ok berkata dan dia sudah bangkit berdiri. Kemudian, di depan mata Hong Bu yang terbelalak penuh kengerian, Ngo-ok mencabuti kuku ibu jari tiga orang gadis yang rebah diperkosanya itu. Gadis-gadis itu menjerit satu kali dan roboh pingsan. Kemudian, setiap habis mencabut kedua kuku ibu jari tangan, Ngo-ok melemparkan tubuh itu dan dia sengaja membanting secara keras sehingga kepala gadis yang dibantingnya itu menimpa batu dan pecah, tewas seketika! Tiga orang gadis itu tewas dalam keadaan yang amat mengerikan dan menyedihkan.

   "Iblis kau! Bukan maanusia kau! Terkutuk kau, menjadi intip neraka kelak, jahanam busuk!"

   Sim Hong Bu memaki-maki dan hampir dia pingsan saking ngeri menyaksikan kekejaman yang belum pernah disaksikan sebelumnya, bahkan belum pernah dia mendengar atau mimpi tentang kekejaman sehebat itu!

   "Uhh, mulutmu benar busuk! Kau sungguh pandai memaki, bagus sekali!"

   Su-ok tidak marah bahkan memuji-muji! Tentu saja Hong Bu tidak sudi dipuji dan dia memaki-maki makin hebat.

   "Anjing kau, babi kau! Kalian buas dan keji, melebihi binatang, melebihi iblis!"

   "Hemm, suruh dia diam, Su-ko. Biarpun dia pandai bernyanyi, akan tetapi lama-lama bosan juga."

   Kata Ngo-ok.

   "Atau biar kurobek saja perutnya dan kita lihat isi perut anak yang begini berani?"

   "Ha-ha-ha, nanti dulu, Ngo-te. Di tempat seperti ini kita butuh pembantu, dan anak ini mempunyai bakat yang baik sekali untuk menjadi seorang tokoh kita kelak. Lihat, keberaniannya menonjol, dan mulutnya pun cukup busuk. Kalau kelak tindakannya sebusuk mulutnya, wah, dia bisa menandingi kita."

   "Jahanam keparat, siapa sudi ikut kalian? Hayo bunuhlah aku, keparat. Kaukira aku pengecut takut mati? Mau merobek perutku, robeklah, siksalah, kalian memang anjing-anjing serigala yang buas. Lihat saja, kalau ada Pendekar Siluman Kecil di sini, kepala kalian tentu akan dihancurkan!"

   Saking marahnya dan karena merasa tidak berdaya melihat orang-orang ini berbuat kejam, dia teringat kepada pen-dekar yang dikaguminya itu dan menyebut namanya. Akan tetapi, dua orang tokoh sesat itu terkejut bukan main, wajah mereka berobah dan mereka memandang ke kanan kiri, seperti orang ketakutan!

   "Di mana Pendekar Siluman Kecil?"

   Bentak Ngo-ok yang biasanya pendiam dan tenang itu, kini kelihatan beringas dan gentar. Hong Bu adalah seorang anak yang cerdik sekali. Melihat perubahan pada wajah kedua orang manusia iblis ini, tahulah dia bahwa nama pendekar yang dijunjungnya itu kiranya juga sudah dike-nal oleh mereka ini dan mereka kelihatan gentar terhadap pendekar itu, maka dia lalu tertawa.

   "Kalian masih bertanya lagi? Kalian tentu tahu sendiri kalau sudah mengenal beliau bahwa beliau adalah malaekat yang bisa menghancurkan iblis-iblis macam kalian dan dapat muncul sewaktu-waktu!"

   "Kau ingin mampus!"

   Ngo-ok menghantam ke arah kepala Hong Bu dan anak ini tanpa berkedip menanti datangnya maut.

   "Plakk!"

   Tangan Ngo-ok itu ditangkis oleh Su-ok.

   "Eh, kau mengapa, Su-ko?"

   Ngo-ok mendengus marah.

   "Bodoh, anak ini agaknya mengenal dia dan kalau benar dia muncul, kita dapat mempergunakan dia sebagai sandera, tolol!"

   Hong Bu juga segera mengerti persoalan ini dan dia tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, kiranya kalian ini hanya garang kalau menghadapi orang lemah saja. Sekali mendengar nama Pendekar Siluman Kecil, kalian terkencing-kencing dan terkentut-kentut ketakutan dan menggunakan akal licik dan curang untuk meng-gunakan aku sebagai sandera. Ha-ha-ha lihat siapa di sana itu?"

   
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tiba-tiba dia menuding ke kanan. Dua orang itu terkejut bukan main, cepat menoleh ke kanan akan tetapi di situ tidak ada siapa-siapa.

   "Oho, siapa itu di sana?"

   Kembali Hong Bu menuding ke kiri, dan secepat itu, pula kedua orang itu menengok ke kiri, sikap mereka jelas membayangkan ketakutan sehingga Hong Bu mentertawakan mereka.

   "Bocah ini mempermainkan kita!"

   Ngo-ok mengomel.

   "Sudah kukatakan dia berbakat untuk menjadi tokoh golongan kita."

   Kata Su-ok.

   "Mari kita pergi!"

   Dia lalu melompat sambil tetap mencengkeram tengkuk Hong Bu, diikuti oleh Ngo-ok.

   "Eh, kalian tidak tahu? Didepan situ, lihat siapa yang menanti kalian!"

   Kata pula Hong Bu yang sengaja hendak mempermainkan mereka. Dia tidak berdaya, tidak mampu melawan, tidak mampu membalas, maka dia hanya dapat membalas mereka dengan menakut-nakuti mereka saja.

   "Bocah tolol, kamu kira dapat menakut-nakuti...."

   Tiba-tiba ucapan Ngo-ok ini terhenti dan dia berdiri seperti patung, juga Su-ok mengeluarkan seruan kaget. Bahkan Hong Bu sendiri juga terkejut setengah mati ketika pada saat itu terdengar suara geraman yang luar biasa dahsyatnya, suara geraman yang membuat salju berhamburan dan tanah yang mereka injak berguncang!

   Dan di depan mereka telah berdiri seekor mahluk yang mengerikan dan menakutkan sekali. Tingginya luar biasa sekali, sama dengan tingginya Ngo-ok yang sudah terlalu luar biasa itu, akan tetapi kalau Ngo-ok kecil kurus, mahluk itu sebaliknya tinggi besar, lebih besar daripada Su-ok yang gendut. Otomatis Su-ok melepaskan Hong Bu karena dia harus bersiap siaga menghadapi mahluk ini yang mereka sudah dapat menduganya karena selama beberapa pekan ini mereka sudah mendengar tentang mahluk ini. Yeti! Sepasang mata mahluk itu kemerahan dan liar, beringas seperti sedang marah sekali. Sebatang pedang menancap di paha kanannya dan dia berdiri agak membungkuk, agaknya siap untuk menyerang!

   "Yeti....!"

   Sim Hong Bu merangkak ke samping, lalu terduduk dengan kedua kaki lemas karena tegang dan ngerinya. Dia belum pernah merasa takut, walaupun di dalam perburuan semenjak dia kecil, banyak sudah dia menghadapi bahaya maut dan menghadapi binatang-binatang buas yang kuat dan liar. Akan tetapi belum perah dia bertemu dengan mahluk seperti ini! Tidak seperti binatang buas lain, juga jauh daripada manusia liar, melainkan lebih dekat dengan ujud dari setan neraka sendiri! Ah, sayang pamannya telah tewas. Kalau ada pamannya di situ, tentu pamannya itu akan terpesona dan hatinya dipenuhi kebanggaan. Kebanggaan seorang pemburu yang menjadi pemburu pertama yang berhadapan dengan Yeti, mahluk yang selama ini hanya terdapat dalam dongeng belaka!

   Sementara itu, Su-ok dan Ngo-ok sudah bersiap siap. Sebagai ahli-ahli ilmu silat tinggi, mereka tidak mau mendahului karena mereka sudah mendengar betapa tangguhnya dan berbahayanya mahluk ini. Banyak sudah tersiar berita betapa orang-orang kang-ouw yang pandai-pandai menjadi korban Yeti ini. Hal itu mereka tidak pedulikan, karena sesungguhnya bukan hanya Yeti yang membunuh mereka. Banyak pula yang mati di tangan Im-kan Ngo-ok! Memang, mereka ini membunuhi banyak orang kang-ouw, terutama dari pihak kaum bersih, agar mengurangi saingan dalam memperebutkan pedang pusaka yang terkenal itu. Dan kini, melihat sebatang pedang menancap di paha Yeti, timbullah niat mereka untuk merobohkan mahluk Ini.

   Dua pasang mata yang tajam itu mengenal pedang yang baik, dan bukan tidak boleh jadi bahwa pedang itulah yang sedang diperebutkan orang-orang kang-ouw. Pedang itulah yang bernama Koai-liong-pokiam! Akan tetapi bagaimana pedang yang diperebutkan oleh semua orang kang-ouw itu menancap di paha Yeti? Su-ok dan Ngo-ok tidak mempedulikan hal ini. Yang penting bagi mereka adalah merobohkan Yeti dan merampas pedang itu. Dan sekali Yeti terluka oleh pedang itu, agaknya tidak akan sukar bagi mereka untuk menunduk-kannya. Selama ini semua orang yang bertemu dengan Yeti tentu mati, maka tidak ada seorang pun yang pernah bercerita tentang pedang yang menancap di paha Yeti. Kalaupun ada yang melihatnya, agaknya juga tidak akan mau membuka rahasia ini kepada orang lain!

   "Ngo-te, siap, kau di belakangnya. Hati-hati, dia nampak kuat, pergunakan semua pukulan mematikan!"

   Kata Su-ok. Akan tetapi Ngo-ok adalah seorang yang sombong dan terlalu mengagulkan kepandaiannya sendiri. Dia memandang rendah mahluk ini. Hanya binatang buas yang agak besar, apanya yang berbahaya, pikirnya.

   "Mampuslah....!"

   Bentaknya dan tiba-tiba dia sudah menerjang dari samping, lengannya yang panjang itu terulur dan dengan pengerahan sin-kang yang amat dahsyat tangan itu menghantam ke arah kepala mahluk itu dari atas ke arah ubun-ubun yang dianggap tempat yang lemah dan agaknya Ngo-ok ini hendak merobohkan mahluk itu dengan sekali pukul saja maka dia mengerahkan seluruh tenaganya. Melihat Si Jangkung ini sudah menyerang,

   Su-ok juga membarengi dengan pukulan dahysat, Katak Buduk yang dilakukan sambil berjongkok, menghantam ke arah perut mahluk itu. Serangan orang ke empat dan ke lima dari Im-kan Ngo-ok itu dahsyat bukan main dan seorang ahli silat yang jagoan sekalipun kiranya tidak akan begitu mu-dah untuk menghindarkan diri dari serangan-serangan yang hebat itu. Mahluk yang disebut Yeti itu mengeluarkan gerengan dahsyat sekali, seolah-olah tidak tahu bahwa dirinya diserang oleh pukulan pukulan maut dan tanpa mempedulikan serangan lawan, kedua lengannya yang besar panjang berbulu itu sudah mencengkeram ke arah dua orang lawan yang menyerangnya. Jadi serangan-serangan lawan itu dibalasnya dengan serangan pula dari jari-jari tangan yang berkuku panjang dan runcing tajam melengkung itu!

   "Dess! Bukkk!"

   Hantaman Ngo-ok pada kepala dan hantaman Su-ok pada perut itu tepat mengenai sasaran, akan tetapi seperti menghantam bola karet saja karena kedua pukulan dahsyat itu membalik begitu menyentuh tubuh Yeti! Kiranya Yeti itu memiliki kekebalan yang sungguh luar biasa dan selamanya belum pernah dilihat oleh dua orang datuk kaum sesat itu. Dan pada saat itu, kedua tangan Yeti sudah menyambar ke arah leher mereka dengan cepat dan kuatnya!

   Dua orang datuk kaum sesat itu berseru keras dan melempar tubuh ke belakang, akan tetapi angin sambaran tangan itu menyambar dan membuat mereka merasa leher mereka perih seperti diserempet pedang tajam! Kagetlah kedua orang datuk itu dan mereka tahu bahwa Yeti itu ternyata bukan lawan sembarangan, melainkan mahluk yang memiliki kekebalan sukar dipercaya. Maka mereka berhati-hati dan kini Ngo-ok mengeluarkan suara mendengus dan tubuhnya sudah berjungkir balik, sedangkan Su-ok sudah mengumpulkan kekuatannya dan bergulingan seperti seekor trenggiling! Yeti menggereng-gereng dan berdiri agak membungkuk, kedua tangan diangkat seperti sikap seekor biruang, dengan gerakan kepala dan lirikan matanya yang merah itu dia mengikuti gerakan aneh dari dua orang pengeroyoknya itu.

   Yang seorang berjungkir balik dan berloncatan dengan kepala menjadi kaki sehingga terdengar suara dak-duk-dak-duk sedangkan yang seorang lagi bergulingan seperti trenggiling atau seperti seorang anak kecil yang rewel! Tiba-tiba Ngo-ok mendengus lagi dan tubuhnya menyambar ke depan, mulailah dia menyerang dengan kedua kakinya, dengan ujung kaki dia menotok ke arah jalan darah di leher dan sebelah kaki lagi menusuk ke mata Yeti itu! Sedangkan dari arah lain Su-ok yang tadinya bergulingan itu kini telah berjongkok serendahnya sehingga perut gendutnya mengenai tanah, sikapnya seperti seekor kodok tulen, dan dari bawah itu dia mengeluarkan pukulan yang ampuh dengan pengerahan seluruh tenaga sehingga tercium bau amis bukan main ketika terdengar suara mencicit diikuti angin berdesir dari kedua telapak tangannya,

   Menghantam ke arah Yeti. Agaknya Yeti itu pun tahu bahwa dua orang lawannya ini adalah orang pandai, dan mungkin pengetahuannya ini timbul ketika dia merasakan hantaman mereka yang pertama tadi, yang biarpun dapat diterimanya dengan kekebalan yang luar biasa, namun agaknya juga terasa olehnya. Pukulan kaki Ngo-ok ke arah leher dan mata datang lebih dulu dari serangan Su-ok. Yeti itu tiba-tiba miringkan tubuh atas sehingga totokan itu luput dan dengan cepat dia menyambar dengan tangannya. Gerakannya itu cepat bukan main dan tahu-tahu sebelah kaki Ngo-ok telah dapat dicengkeramnya! Ngo-ok terkejut bukan main, mengerahkan tenaga dan meronta. Pada saat itu, pukulan Su-ok telah tiba dan menghantam dada Yeti.

   "Desss!"

   Sekali ini karena Yeti itu membagi tenaganya untuk menangkap kaki Ngo-ok dan Su-ok memukul dengan pengerahan seluruh tenaga, maka Yeti menggereng, pegangannya terlepas dan dia terlempar ke belakang, lalu jatuh terbanting. Akan tetapi hal ini membuatnya semakin marah dan agaknya dia hanya nanar sedikit saja, lalu dia meloncat dan menubruk ke arah Su-ok! Bukan main kagetnya orang pendek gendut ini ketika merasa betapa tubrukan ini mengandung tenaga sedikitnya seribu kati. Dia melempar tubuh ke belakang dan bergulingan sehingga terhindar dari tu-brukan itu. Sebaliknya, yang kena ditubruk adalah sebuah batu besar terbungkus salju dan terdengar suara keras ketika batu itu pecah berhamburan mencelat ke sana-sini! Su-ok bergidik juga menyaksikan kedahsyatan Yeti itu.

   Kini dia dan terutama sekali Ngo-ok tidak berani main-main lagi. Mereka berdua lalu menerjang dari depan belakang, mengeluarkan semua ilmu kepandaian mereka, mengandalkan kegesitan dan secara bertubi-tubi akan tetapi hati-hati mereka menyerang dengan pukulan-pukulan sakti. Yeti itu agaknya juga berhati-hati kini. Dan mulailah dia menggerak-gerak kan kedua tangannya dan sungguh aneh sekali, gerakan-gerakannya itu biarpun kelihatan kaku dan lucu, namun ternyata mengandung dasar-dasar ilmu silat tinggi, juga demikian pula gerakan dan loncatan kedua kakinya sambil terpincang-pincang sehingga terjadilah pertempuran yang amat hebat. Melihat ini, Sim Hong Bu yang sejak tadi merasa kasihan kepada Yeti yang kakinya sudah tertusuk pedang itu, memaki-maki dua orang datuk kaum sesat itu,

   "Kalian berdua kakek tua bangka yang jahat! Manusia berwatak iblis! Yeti itu sudah terluka pedang, dan kalian masih mendesaknya. Sungguh tidak tahu malu sama sekali! Kalian lebih buas dan liar daripada binatang! Tak tahu malu! Pengecut, beraninya mengeroyok dua seekor binatang yang sudah terluka pula. Cih, tak tahu malu!"

   Dan untuk melampiaskan kedongkolan hatinya, Sim Hong Bu mencari batu-batu sebesar kepalan tangan dan mulailah dia menyambiti dua orang kakek yang mengeroyok Yeti itu! Tentu saja sambitan-sambitan itu tidak ada artinya bagi Suok dan Ngo-ok, akan tetapi mereka tidak dapat melayani Hong Bu dan tidak mempedulikan anak itu karena mereka sendiri terdesak hebat oleh Yeti!

   Memang hebat sekali mahluk itu. Setiap kali dua orang datuk itu beradu lengan atau kaki Ngo-ok bertemu dengan lengan yang berbulu itu, mereka berdua merasa betapa tubuh mereka tergetar hebat. Diam-diam mereka merasa heran dan juga terkejut, karena mereka tahu bahwa Yeti itu bukan hanya mempergunakan tenaga kasar atau tenaga otot seperti binatang-binatang buas pada umumnya, melainkan tenaga sin-kang yang luar biasa kuatnya! Sungguh sukar dapat dimengerti bagaimana mungkin mahluk yang seperti binatang buas ini dapat menghimpun sin-kang yang sedemikian kuatnya! Dua orang datuk itu telah merasa lelah dan seluruh tubuh sakitsakit, juga pipi Su-ok telah berdarah terkena cakar, sedangkan telinga kiri Ngo-ok pecah-pecah terkena sambaran pukulannya! Mereka kewalahan sekali dan akhirnya dengan marah Su-ok berkata.

   "Ngo-te, mari satukan tenaga dan serang dia!"

   Ngo-ok yang juga merasa penasaran sekali, lalu meloncat ke dekat Su-ok. Memang mereka merasa penasaran. Masa mereka, dua orang di antara Im-kan Ngo-ok yang menggetarkan dunia persilatan, kini harus mengaku kalah terhadap seekor binatang, padahal mereka maju bersama? Hal ini kalau sampai diketahui dunia kang-ouw, bukankah nama mereka akan runtuh dan terseret ke dalam lumpur? Su-ok kini berjongkok mengerahkan tenaga Katak Buduk, sedangkan Ngo-ok juga mengerahkan tenaganya, kemudian dengan berbareng mereka menghantamkan kedua tangan mereka dengan tangan terbuka ke arah Yeti yang menerjang maju. Angin yang dahsyat sekali menyambar ke depan, dan inilah pukulan jarak jauh yang disertai penggabungan tenaga sin-kang oleh kedua orang datuk kaum sesat itu.

   Agaknya Yeti itu pun maklum akan hal ini, maka sambil menggereng, gerengan yang menggetarkan jantung dua orang lawannya dia pun mendorongkan kedua tangannya ke arah mereka! Terjadilah adu tenaga yang amat hebat di tengah udara yang dingin itu dan akibatnya, Yeti itu terhuyung ke belakang akan tetapi dua orang datuk kaum sesat itu terlempar ke belakang seperti dua buah layang-layang putus talinya! Akhirnya mereka terbanting ke atas salju dan keduanya mengeluh panjang, lalu merangkak bangun, menoleh ke arah Yeti dengan muka pucat dan melihat Yeti masih berdiri dengan tubuh agak membungkuk mata merah penuh kemarahan itu, keduanya lalu lari tunggang-langgang!

   Adu tenaga yang terakhir itu meyakinkan hati mereka berdua bahwa mereka sungguh kalah kuat dan kalau dilanjutkan pertempuran itu, agaknya mereka akhirnya akan kalah. Yeti itu tidak mengejar, dan setelah dua orang lawan yang tangguh itu lenyap, dia jatuh terduduk! Yeti itu mengeluarkan suara merintih-rintih dan kedua tangannya memijit-mijit pahanya yang tertusuk pedang. Sim Hong Bu yang masih duduk di atas batu itu memandang dengan bengong. Dia melihat Yeti itu merintih dan dari kedua mata yang merah itu turun beberapa tetes air mata! Yeti itu menangis! Tadi Hong Bu merasa kagum bukan main menyaksikan sepak terjang Yeti. Sungguh di luar dugaannya bahwa dua orang manusia iblis yang luar biasa lihainya itu bukan hanya tidak mampu menandingi Yeti,

   Bahkan mereka terdesak hebat dan kemudian mereka bahkan lari tunggang langgang. Ingin rasanya dia bersorak-sorai dan bertepuk tangan menyaksikan kesudahan dari, perkelahian yang seru dan dahsyat itu karena memang di dalam hatinya dia menjagoi dan berpihak kepada Yeti. Akan tetapi kini melihat Yeti ini merintih-rintih, bahkan menangis, timbul rasa kasihan yang mendalam di hatinya. Dia sendiri tidak perlu melarikan diri, karena merasa percuma saja. Mana mungkin melarikan diri dari mahluk yang amat dahsyat itu? Sekali loncat saja Yeti itu akan dapat menangkapnya, karena itulah maka tadi dia pasrah saja. Akan tetapi Yeti itu tidak mengganggunya, menengok puh tidak, bahkan kini merintih-rintih, memijati kakinya yang tertusuk pedang dan menangis.

   "Ah, Yeti itu sesungguhnya tidak jahat!"

   Kini Hong Bu teringat bahwa tadi pun bukan Yeti itu yang lebih dulu menyerang dua orang datuk sesat itu, melainkan mereka yang lebih dulu menyerang, barulah Yeti bergerak melawan. Makin kasihanlah rasa hatinya. Luka itu hebat, dan kalau dibiarkan tentu akan membengkak dan membusuk.

   Sebagai seorang pemburu, tentu saja di dalam saku baju Hong Bu tersimpan obat-obat, terutama sekali obat luka, obat untuk melawan racun dan gigitan binatang berbisa. Bagaimanapun juga, tadi dia telah terjatuh ke dalam tangan dua orang kakek iblis yang telah membunuh pamannya itu, dan tipislah harapannya untuk dapat selamat di tangan mereka itu. Kini dia terbebas dan hal ini tak dapat disangkal lagi adalah karena pertolongan Yeti ini. Maka, akan malulah dia kalau sekarang tidak membalas budi selagi Yeti itu dalam keadaan yang demikian sengsara! Maka Hong Bu lalu bangkit berdiri, perlahan-lahan dia melangkah menghampiri Yeti yang masih duduk di atas salju memijit-mijit kaki atau paha kanannya itu. Luka yang tertusuk pedang itu kini mengeluarkan darah yang agak kehitaman.

   "Ah, dia keracunan, pikir Hong Bu. Harus cepat diberi obat."

   Ketika Hong Bu sudah tiba dekat di depan Yeti itu, tiba-tiba Yeti itu mengangkat kepalanya, sepasang mata merah itu memandang, mata yang masih basah oleh air mata dan tiba-tiba Yeti itu menggereng dengan geram. Hong Bu terkejut sekali, akan tetapi anak ini sudah bertekad untuk menolong mahluk itu, maka dia menuding ke arah paha Yeti sambil berkata.

   "Yeti.... aku.... aku hanya ingin membantumu, mengobati luka di pahamu itu."

   Yeti itu masih menggereng-gereng, tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi seolah-olah hendak menghantam. Akan tetapi Hong Bu yang sudah nekat itu memandang dengan sepasang matanya yang jernih, terang dan tajam, sedikit pun tidak merasa takut. Dia sudah melampaui rasa takut karena maklum bahwa melawan atau tidak, lari atau tidak, kalau Yeti itu menghendaki, dia tentu akan mudah dibunuhnya!

   "Aku mempunyai obat untuk luka, dan lukamu itu sudah keracunan. Biarlah aku merawatmu dan mengobatimu untuk membalas budimu telah membebaskan aku dari dua orang jahat tadi."

   Hong Bu menuding ke arah larinya dua orang kakek iblis tadi, kemudian dia mengeluarkan bungkusan obat dari dalam saku jubahnya sebelah dalam. Yeti itu masih menggereng-gereng, akan tetapi hanya perlahan saja dan kelihatannya tidak marah lagi, sungguhpun masih nampak curiga.

   

Jodoh Rajawali Eps 52 Kisah Sepasang Rajawali Eps 57 Jodoh Rajawali Eps 59

Cari Blog Ini