Jodoh Rajawali 18
Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bagian 18
"Di sana terdapat selaksa perajurit pilihan yang sudah siap untuk menghancurkan daerah ini dan menangkap Gubernur Ho-nan kalau dia tidak mau hadir di sini. Nah, kau pergilah!"
Kata kakek itu dengan sikap penuh wibawa kepada Ciu-lo-mo. Ciu-lo-mo bersikap hormat, jantungnya berdebar penuh ketegangan. Kakek ini dapat memimpin pasukan yang begitu besar, tahu-tahu sudah memasuki Propinsi Ho-nan tanpa ada penjaga tapal batas yang datang memberi kabar. Hal ini saja sudah membuktikan bahwa kakek ini memang hebat luar biasa dan bahwa Propinsi Ho-nan terancam bahaya hebat. Dia menjura dengan hormat dan berkata,
"Baiklah, saya akan menyampaikan pesan itu kepada Kui-taijin. Akan tetapi bolehkah saya mengetahui siapa gerangan Locianpwe, agar saya dapat memperkenalkan kepada Kui-taijin?"
Kakek itu tidak menjawab, bahkan memandang pun tidak kepada Ciu-lo-mo. Adalah komandan Souw Kee An yang menjawab,
"Ketahuilah olehmu, Ho-nan Ciu-lo-mo Wan Lok It. Beliau ini adalah utusan yang dipercaya oleh Sri Baginda Kaisar untuk menuntut pertanggungan jawab Gubernur Ho-nan atas peristiwa yang terjadi di Ho-nan tempo hari. Dunia kang-ouw mengenal beliau sebagai Saicu Kai-ong (Raja Pengemis Singa) dan secara tidak resmi seluruh perkumpulan kai-pang (persatuan kaum pengemis) memujanya sebagai seorang pemimpin dan pengawas."
Siapakah sebenarnya kakek yang hebat ini? Memang kakek ini hanya terkenal di antara para tokoh dunia pengemis saja, sungguhpun dia tidak pernah berpakaian pengemis. Kakek ini yang berjuluk Sai-cu Kai-ong dan dianggap sebagai raja oleh seluruh pengemis yang bagaimana rendah sampai tinggi pun, yang lemah sampai yang sakti, ini sebenarnya bernama Yu Kong Tek dan memang nenek moyangnya dahulu merupakan tokoh-tokoh pengemis yang hebat-hebat. Yu Kong Tek ini masih keturunan dari Yu Jin Tianglo, ketua perkumpulan pengemis Khong-sim Kai-pang yang amat terkenal di jaman Suling Emas! Yu Jin Tianglo mempunyai putera Yu Kang, kemudian Yu Kang mempunyai putera Yu Siang Ki (baca cerita Mutiara Hitam) yang menikah dengan Song Goat puteri seorang berilmu yang berjuluk Si Raja Obat (Yok-ong) dan kemudian suami isteri ini hidup sebagai orang-orang biasa dan membuka sebuah toko obat.
Biarpun Yu Siang Ki sudah tidak mengurus perkumpulan pengemis, bahkan telah mengundurkan dlri dari dunia pengemis, namun dia selalu masih menghargai kedudukan nenek moyangnya. Oleh karena itu, turun-menurun keluarga Yu ini masih menggunakan tradisi nenek moyang mereka, yaitu di waktu muda mengembara sebagai seorang pengemis untuk menggembleng diri lahir batin! Sampai kepada Kakek Yu Kong Tek, tokoh ini pun tidak pernah melupakan tradisi nenek moyangnya dan biarpun dia sekarang sebagai seorang kakek tidak lagi berpakaian pengemis, namun dia memakai julukan pengemis, yaitu Sai-cu Kai-ong! Dan biarpun dia tidak langsung menjadi raja pengemis, namun namanya dikenal dan dihormati oleh seluruh kaum pengemis, dari anggauta terkecil sampai dengan para ketua perkumpulan yang berkepandaian tinggi.
Bagi para pembaca yang telah membaca, cerita Suling Emas dan cerita Mutiara Hitam, tentu akan bertemu dengan nenek moyang Sai-cu Kai-ong Yu Kong Tek ini. Karena nenek moyangnya di fihak ayah adalah seorang ahli silat yang sakti sedangkan dari fihak ibu adalah seorang ahli pengobatan, maka Yu Kong Tek ini selain mewarisi ilmu silat tinggi, juga mahir ilmu pengobatan. Dia jarang mun-cul, namun akhirnya dapat menjadi kepercayaan kaisar karena komandan Souw Kee An yang memperkenalkan namanya kepada kaisar.
Semenjak istana ditinggalkan oleh Puteri Milana, kaisar kehilangan orang kepercayaan yang memiliki kesaktian, maka banyak ponggawa yang setia memperkenalkan banyak orang-orang pandai, akan tetapi Sai-cu Kai-ong memperoleh kepercayan kaisar dan dalam kesempatan ini kepandaian dan kesetiaan tokoh ini diuji oleh kaisar dengan mengutusnya untuk membereskan kekacauan di Ho-nan. Ho-nan Ciu-lo-mo Wan Lok It tidak mengenal kakek ini. Tokoh Ho-nan berambut merah yang lihai ini hanya pernah mendengar bahwa di kalangan para pengemis terdapat seorang tokoh yang dijunjung tinggi dan dihormat oleh para pengemis, yang besar sekali pengaruhnya secara turun-temurun dan ilmu silat keluarga tokoh ini kabarnya amat hebat, bahkan menurut dongeng, tidak kalah hebatnya oleh ilmu silat keluarga Suling Emas!
Menurut dongeng yang didengarnya, antara keluarga tokoh pengemis itu dan keluarga Suling Emas, dahulu, ratusan tahun yang lalu, memang terdapat hubungan yang amat erat, seperti keluarga saja. Seperti dikabarkan orang, ilmu keluarga Suling Emas katanya terjatuh ke tangan keluarga Pulau Es, dan ilmu keluarga pengemis aneh itu entah terjatuh ke tangan siapa. Apakah benar kakek ini keturunan dari keluarga pengemis aneh itu? Hatinya penuh ketegangan dan setelah memberi hormat dan berjanji akan menyampaikan semua kepada majikannya, Ciu-lo-mo lalu pergi meninggalkan mereka. Setelah jagoan Ho-nan yang berambut kemerahan dan membawa guci arak itu pergi, pengemis setengah tua yang tadi bertanding melawan Ciu-lo-mo segera melangkah maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan kakek gagah itu.
"Suhu!"
Kakek yang berjuluk Sai-cu Kai-ong itu memandang muridnya dan bertanya,
"Bagaimana hasil penyelidikanmu?"
Pengemis setengah tua itu adalah murid pertama dari Sai-cu Kai-ong dan dia pun hanya menggunakan nama julukan saja, sungguhpun dia masih memperkenalkan she-nya (nama keturunannya), yaitu she Gu. Dia berjuluk Gu Sin-kai (Pengemis Sakti she Gu). Mendengar pertanyaan gurunya, Gu Sin-kai lalu menceritakan tentang pemilihan pengawal yang diadakan oleh Gubernur Ho-nan, sampai dia dicurigai dan dikejar oleh Ho-nan Ciu-lo-mo tadi.
"Selain itu, teecu juga melihat suatu keanehan luar biasa, Suhu,"
Sambungnya.
"Teecu melihat sute, akan tetapi sungguh mengherankan teecu melihat sute memasuki sayembara pula dan dia berhasil dipilih sebagai pengawal gubernur tingkat ke tiga, yaitu sesudah seorang pincang gagu dan seorang kongcu yang tampan."
Diceritakanlah jalannya pertandingan pemilihan pengawal itu. Sai-cu Kai-ong mengerutkan alisnya yang tebal.
"Ahhhhh....! Memang telah kuberitahukan bahwa dia telah tamat belajar dan dia sudah bebas untuk menjadi pengemis atau orang biasa, akan tetapi sungguh tidak kuduga mengapa dia mengangkat diri menjadi pengawal Gubernur Ho-nan yang tersesat itu!"
Siluman Kecil yang masih mengintai dan mendengarkan, menjadi maklum bahwa ternyata Sai-cu Kai-ong yang gagah perkasa itu adalah guru dari Siauw-hong! Maka dia merasa tidak enak untuk mengintai terus, apalagi ketika guru dan murid itu membicarakan urusan mereka sendiri. Dia tidak perlu mendengarkan terus karena bagi dia masih banyak urusan menanti, yaitu mencari nenek pencuri dan kemudian mencari pencuri kitab-kitab pusaka Suling Emas. Maka keluarlah Siluman Kecil dari tempat persembunyian dan dia berjalan pergi.
"Eh, apakah dia itu temanmu?"
Tiba-tiba Sai-cu Kai-ong bertanya kepada Gu Sin-kai.
"Teecu tidak mengenal dia, tidak tahu pula bahwa dia berada di sini."
"Ah....!"
Sai-cu Kai-ong mengeluarkan suara gerengan seperti singa dan tahu-tahu tubuhnya mencelat ke depan dan karena dia menaruh curiga kepada kakek yang diam-diam menyelinap pergi dari tempat persembunyiannya itu, langsung saja Sai-cu Kai-ong mengulur tangan hendak mencengkeram pundak Siluman Kecil dan menangkapnya untuk diperiksa. Dia sedang memimpin pasukan dengan tugas amat penting dari kaisar, maka tentu saja kakek sakti itu harus bersikap waspada terhadap gerak-gerik musuh yang mungkin sudah menyebar mata-mata dan di antaranya barangkali adalah kakek yang hendak ditangkapnya itu.
"Wuuuttttt....!"
Tangan Sai-cu Kai-ong seperti cakar singa yang menyambar, cepat dan kuat bukan main menuju ke pundak kiri Siluman Kecil.
"Plakkkkk!"
Tanpa menoleh, Siluman Kecil menggerakkan tangannya menangkis sehingga dua tangan bertemu di udara. Keduanya tergetar dan Sai-cu Kai-ong yang tubuhnya masih melayang tadi, cepat berjungkir-balik dan turun ke atas tanah dengan mata terbelalak lebar! Sungguh tidak disangkanya bahwa orang itu mampu menangkis cengkeramannya dan bukan hanya mampu, bahkan dia merasa betapa lengannya tergetar hebat!
Juga Siluman Kecil merasa lengannya tergetar, tanda bahwa Sai-cu Kai-ong memang benar seorang sakti yang memiliki sinkang kuat sekali. Sai-cu Kai-ong makin curiga. Orang yang dapat menangkis dengan kekuatan seperti itu, malah agaknya jauh lebih kuat daripada Ciu-lo-mo tadi, tentulah seorang yang benar-benar merupakan mata-mata pilihan dari Gubernur Ho-nan dan merupakan bahaya bagi tugasnya. Maka dengan cepat dia sudah menerjang lagi, kini menambah tenaga dalam gerakan tangannya. Di lain fihak, ketika dia merasakan betapa lengannya sendiri tergetar hebat dalam pertemuan tangan tadi, Siluman Kecil menjadi gembira dan ingin sekali dia menguji kehebatan guru Siauw-hong itu, maka ketika melihat kakek gagah itu menyerang dengan cepat dan kuat, dia pun cepat bergerak mengelak dan balas menyerang tidak kalah hebatnya.
"Plak! Plakkk!"
Kembali ada pertemuan tenaga yang dahsyat melalui dua pasang telapak tangan dan keduanya terdorong mundur.
"Uhhh....!"
Sai-cu Kai-ong makin penasaran, mendengus keras dan menyerang lagi. Akan tetapi, Siluman Kecil sudah lenyap dari depannya seperti setan dan tahu-tahu telah menyerangnya dari atas, mencengkeram ke arah batok kepalanya.
"Hebat....!"
Sai-cu Kai-ong menggerakkan tubuhnya miring dan tangannya menyambar, dapat ditangkis oleh Siluman Kecil yang selanjutnya mengeluarkan ilmunya yang mujijat, yaitu gerakan yang amat cepat seperti berkelebatnya kilat, seperti seekor burung yang beterbangan ke sana-sini dengan kecepatan yang mentakjub-kan. Namun, dia harus mengakui bahwa daya tahan kakek itu pun hebat sekali sehingga setelah dia berkelebatan dan bertanding sampai lima puluh jurus, barulah dia berhasil melubangi ujung lengan baju kakek itu.
"Bukan main....!"
Sai-cu Kai-ong melompat ke belakang dan memeriksa lengan baju-nya yang sudah bolong!
Kalau tidak menghadapinya sendiri tentu dia tidak akan percaya. Biarpun hanya merupakan kekalahan tipis saja, namun ternyata bahwa kakek di depannya ini telah dapat mengalahkannya! Sungguh sukar dipercaya. Tidak mungkin kiranya kalau Gubernur Ho-nan memiliki mata-mata yang seperti itu kepandaiannya, sedangkan orang kepercayaan gubernur itu saja, si Ciu-lo-mo, tingkat kepandaiannya baru setingkat dengan muridnya, Gu Sin-kai. Di lain fihak, Siluman Kecil juga kagum karena kembali dia bertemu dengan seorang yang sakti! Kalau mereka berdua bertanding sungguh-sungguh, dia masih belum dapat memastikan apakah dia akan dapat mengalahkan kakek ini dengan mudah. Maka dia merasa ragu-ragu untuk maju, hanya menanti gerakan lawannya.
"Sabar, tahan dulu! Siapakah engkau dan mengapa engkau mengintai di sini?"
Tanya Sai-cu Kai-ong sambil memandang kakek di depannya itu penuh perhatian. Siluman Kecil menjura dan menjawab,
"Maaf, saya tidak sengaja mencampuri urusan Locianpwe. Saya kebetulan lewat, hanya orang lewat biasa saja.... maaf."
Siluman Kecil menjura lagi dan memutar tubuhnya hendak pergi dari situ.
"Sahabat yang baik, tunggu dulu!"
Sai-cu Kai-ong berseru. Kakek ini sungguh luar biasa, pikirnya, berwatak demikian sederhana dan merendah, kepandaiannya begitu tinggi namun masih menyebut dia "locianpwe".
"Setelah kita bertemu di sini, setelah tanpa disengaja kita saling menguji kepandaian, apakah sahabat menganggap saya terlalu rendah untuk dijadikan kenalan? Saya disebut orang Sai-cu Kai-ong dan saya merasa kagum sekali kepadamu yang memiliki kepandaian hebat. Bolehkan saya mengetahui namamu yang terhormat?"
Siluman Kecil menggeleng kepalanya yang penuh rambut putih menutupi mukanya yang keriputan.
"Saya tidak bernama....saya tidak mempunyai nama...."
Sai-cu Kai-ong tidak merasa heran mendengar ini. Dia maklum bahwa makin tinggi kepandaian orang, makin seganlah dia memperkenalkan namanya. Dia sendiri pun tidak pernah menyebutkan namanya sendiri dan membiarkan orang lain menamakannya. Tidak pernah nama aselinya, yaitu Yu Kong Tek, dikenal orang.
"Sahabat yang baik, biarpun engkau tidak sudi memperkenalkan nama, akan tetapi dengan hormat saya mengundangmu untuk menemani kami. Harap saja engkau orang tua tidak akan menolak undangan kami"
Siluman Kecil sebetulnya tidak suka untuk berkenalan dengan orang banyak. Akan tetapi, mendengar tentang urusan Pangeran Yung Hwa tadi, dia merasa tertarik sekali dan sebetulnya ingin juga dia mengetahui bagaimana perkembangan urusan yang menyangkut diri pangeran itu, maka tanpa banyak cakap dia lalu mengangguk. Sai-cu Kai-ong girang sekali dan dia lalu bersama Siluman Kecil, diiringkan oleh Gu Sin-kai dan Panglima Souw Kee An, kembali ke perkemahan para pasukan di balik bukit, di mana dia menjamu Siluman Kecil dan bercakap-cakap tentang ilmu silat. Makin gembiralah hati Sai-cu Kai-ong mendengar betapa tamunya itu ternyata luas sekali pengetahuannya tentang ilmu silat.
Sebaliknya, Siluman Kecil terkejut ketika mendengar pengakuan tuan rumah bahwa kakek gagah itu ternyata adalah keturunan dari para pendiri Khong-sim Kai-pang dan nenek moyangnya menjadi sahabat-sahabat baik dari keturunan Pendekar Sakti Suling Emas! Siluman Kecil mendengarkan pula penuturan tentang lenyapnya Pangeran Yung Hwa yang tadinya menjadi utusan kaisar, lenyap ketika terjadi keributan di taman bunga istana Gubernur Ho-nan. Yang menceritakan urusan ini adalah Perwira Souw Kee An. Menjelang sore hari itu, penjaga melaporkan bahwa di kejauhan muncul kurang lebih seribu orang perajurit dari Ho-nan dan utusan pasukan itu datang menyampaikan berita bahwa Gubernur Ho-nan telah datang untuk menemui pimpinan pasukan kota raja yang diutus oleh kaisar dan ingin bicara! Mendengar ini, Sai-cu Kai-ong mengangguk-angguk.
"Baik sekali kalau dia datang bicara,"
Katanya di hadapan Siluman Kecil, Souw Kee An, dan Gu Sin-kai.
"Aku pun tidak akan merasa senang kalau harus menggempur Ho-nan dan mengorbankan banyak perajurit dan rakyat yang tidak berdosa."
Kakek gagah ini lalu memerintahkan penjaga untuk membawa utusan pasukan gubernur itu menghadap. Setelah perajurit yang bermuka pucat itu menghadap, Sai-cu Kai-ong berkata,
"Sampaikan kepada Gubernur Kui Cu Kam, bahkan saya akan menantinya di puncak bukit, dan saya mempersilakan dia datang tanpa pasukan, hanya bersama satu orang pengawal saja. Pergilah!"
Perajurit itu pergi dan Sai-cu Kai-ong berkata,
"Sahabat yang baik, kini aku minta kepadamu untuk menemaniku menemui gubernur."
"Baik, Kai-ong,"
Jawab Siluman Kecil.
"saya pun ingin sekali mendengar bagaimana nasib pangeran itu."
Siluman Kecil kini menyebut tuan rumah itu Kai-ong, karena Sai-cu Kai-ong menolak ketika disebutnya locianpwe.
Sedangkan Saicu Kai-ong hanya menyebut Siluman Kecil "sahabat"
Saja karena Siluman Kecil berkeras tidak mau memperkenalkan namanya. Berangkatlah dua orang itu ke puncak bukit. Dan mereka melihat bahwa dari depan, ada dua orang pula yang mendaki puncak bukit kecil itu dan ternyata mereka itu adalah Gubernur Kui Cu Kam sendiri yang dikawal oleh seorang kakek yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, kepalanya botak, mantelnya lebar dan berwarna merah darah, dan mulutnya selalu menyeringai lebar dengan lagaknya yang congkak. Orang ini bukan lain adalah Ban Hwa Sengjin, koksu dari Nepal yang telah bersekutu dengan Gubernur Ho-nan! Setelah empat orang ini saling berjumpa di puncak bukit itu, mereka tidak saling memberi hormat, melainkan saling pandang dengan sinar mata penuh selidik. Akhirnya, Gubernur Ho-nan bertanya,
"Menurut pelaporan Ciu-lo-mo, engkau mengundang kami datang ke sini. Apakah urusannya?"
Dari suaranya, jelas bahwa gubernur ini marah sekali karena sesungguhnya dia datang dengan terpaksa karena khawatir mendengar ancaman itu, bahwa kalau dia tidak datang maka Ho-nan akan diserbu. Menurut para penyeli-diknya, memang ada sepuluh ribu orang perajurit kota raja siap di balik puncak bukit ini! Sai-cu Kai-ong mengangguk dan berkata,
"Gubernur Kui Cu Kam, kami memenuhi peritah kaisar untuk menuntut agar engkau suka membebaskan Pangeran Yung Hwa dan memberi penjelasan akan sikapmu yang tidak layak itu!"
Suara Sai-cu Kai-ong menggeledek dan muka gubernur itu menjadi agak pucat. Akan tetapi, Ban Hwa Seng-jin hanya tersenyum mengejek dan memandang rendah, bahkan dia menggerak-gerakkan kakinya untuk menghilangkan lumpur dari bawah sepatunya pada sebongkah batu karang. Nampak bunga api berpijar ketika bawah sepatunya bertemu dengan batu karang dan ujung batu karang itu pun hancur lebur oleh injakan sepatunya yang dilapis tapal baja! Tentu saja suara tapal baja mengenai batu karang itu nyaring dan mengganggu dan memang inilah yang dimaksudkan oleh Ban Hwa Seng-jin untuk memperlihatkan sikap bahwa dia sama sekali tidak memandang sebelah mata kepada dua orang kakek di depannya itu. Gubernur Kui tersenyum dan matanya yang sipit menyambar penuh kecerdikan.
"Kalau memang manusia she Hok dari Ho-pei itu sudah mengadu ke sana, penjelasan dari kami apalagi artinya? Tentu keadaan yang sebenarnya telah diputarbalikkan oleh orang she Hok Gubernur Hopei itu. Di antara dia dan kami memang sudah lama ada pertikaian mengenai wilayah di perbatasan, dan pertikaian itu meletus ketika dia mengantar Pangeran Yung Hwa sebagai utusan kaisar. Keributan antara dia dan kami serta para pembantu kami kedua fihak tak dapat dicegah lagi. Sudah tentu saja dia memutarbalikkan kenyataan dan mendongeng di kota raja bahwa fihak kami sengaja hendak mencelakakan Pangeran Yung Hwa. Padahal, fihak orang she Hok itulah yang sengaja memancing timbulnya keributan di taman istana kami agar dapat mempergunakan sebagai bahan fitnah."
Sai-cu Kai-ong mengerutkan alisnya. Dia pribadi tentu saja tidak akan berfihak kepada Gubernur Ho-nan ini atau kepada Gubernur Ho-pei, dan dia tidak pula mengatahui apa urusannya antara mereka berdua. Akan tetapi sebagai utusan, dia hanya akan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya.
"Gubernur Kui, penjelasanmu tentu akan kami sampaikan kepada Sri Baginda Kaisar. Sekarang, kami harap engkau suka membebaskan Pangeran Yung Hwa agar beliau dapat kembali ke kota raja bersama kami."
Gubernur itu kembali tersenyum, lalu berkata lantang,
"Anggapan bahwa kami menangkap Pangeran Yung Hwa tentu timbul karena fitnah yang dilontarkan oleh Gubernur Ho-pei itu. Padahal, kami hanya melindungi Pangeran Yung Hwa karena kami tahu bahwa fihak Ho-pei tentu berusaha sekuat mungkin untuk dapat membunuh pangeran itu sehingga kemudian kami pula yang akan dituduh sebagai pembunuhnya. Pangeran Yung Hwa kami lindungi dan dalam keadaan selamat. Tentu akan kami bebaskan dan setelah mendengar perjelasan kami ini, maka pengiriman pasukan dari kota raja itu sungguh tidak pada tempatnya dan harap sekarang juga ditarik mundur kembali."
"Hemmm, mudah saja menarik mundur pasukan. Akan tetapi saya hanya akan menarik mundur pasukan kalau sudah melihat Pangeran Yung Hwa dibebaskan dan berada di antara kami."
"Orang tua yang tinggi hati! Kami mendengar bahwa engkau bukanlah seorang panglima, dan menurut Ciu-lo-mo, engkau hanya seorang kang-ouw yang berjuluk Sai-cu Kai-ong."
"Memang benar demikian,"
Jawab kakek itu tenang.
"Mengapa orang seperti engkau tidak mempercayai kami?"
Bentak gubernur itu, marah bukan main bahwa seorang "raja pengemis"
Saja berani tidak percaya kepadanya."
"Tidak ada soal percaya atau tidak percaya, Kui-taijin. Kami hanya menjalankan tugas yang akan kami pertahankan sampai detik terakhir. Kami ulangi bahwa kami baru akan menarik mundur pasukan kalau Pangeran Yung Hwa sudah diserahkan kepada kami."
Gubernur itu menoleh kepada Ban Hwa Sengjin dan sampai beberapa lamanya mereka bertemu pandang, kemudian Gubernur Kui berkata,
"Baiklah, kau tunggu saja. Besok akan kami bebaskan Pangeran Yung Hwa. Hari sudah mulai gelap, kami akan kembali dulu."
Setelah berkata demikian, gubernur itu mengangguk kepada Ban Hwa Sengjin. Koksu dari Nepal yang bertubuh seperti raksasa itu lalu memondong tubuh Gubernur Kui, kemudian dia berlari cepat sekali menuruni bukit itu. Gerakannya gesit dan larinya seperti terbang saja.
"Hemmm, raksasa itu lihai sekali dan gubernur itu amat cerdik,"
Kata Sai-cu Kai-ong dan Siluman Kecil mengangguk.
"Saya kira juga ada sesuatu yang direncanakannya,"
Kata Siluman Kecil. Sai-cu Kai-ong lalu mengajak Siluman Kecil kembali ke perkemahan dan dia mengadakan rapat kilat di antara para pembantunya. Semua pembantunya juga menyatakan rasa curiga mereka terhadap Gubernur Kui, maka akhirnya diambil keputusan bahwa Sai-cu Kai-ong sendiri, dibantu oleh Gu Sin-kai, pergi menyelidiki ke istana Gubernur Kui di Lok-yang dan atas permintaan Sai-cu Kai-ong, Siluman Kecil mau juga menemani mereka. Berangkatlah mereka bertiga pada malam hari itu juga menuju ke Lok-yang. Malam itu amat sunyi di istana gubernuran di kota Lok-yang.
(Lanjut ke Jilid 18)
Jodoh Rajawali (Seri ke 10 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 18
Karena menurut keterangan dari Ho-nan Ciu-lo-mo bahwa Gubernur Kui sedang sibuk dengan urusan penting dan belum sempat berbicara dengan tiga orang jagoan yang terpilih sebagai pengawal-pengawal pribadi, maka tiga orang yang memenangkan sayembara yang diadakan di Ceng-couw itu kini diserahi tugas menjaga keamanan di istana gubernuran, ditemani oleh Ciu-lo-mo sendiri. Seperti diceritakan di bagian depan, yang memang dalam pertandingan itu adalah tiga orang, yaitu pertama adalah laki-laki pincang yang gagu, ke dua adalah, Kang Swi pemuda royal itu, dan ke tiga adalah Siauw-hong, yaitu pengemis muda yang tadinya menjadi tukang kuda dari Kang Swi. Setelah menang dalam sayembara, Kang Swi memberikan empat ekor kudanya kepada A-cun, kacungnya itu dan menyuruh kacungnya itu pergi.
Kang Swi yang berwatak ugal-ugalan dan manja, juga agak angkuh itu, masih merasa penasaran karena dia hanya jatuh nomor dua, dinyatakan kalah oleh si pincang gagu! Padahal, siapakah si gagu itu? Orang yang sama sekali tidak punya nama! Benar-benar tidak punya nama karena si gagu itu tidak bisa menjawab ketika ditanyai namanya, dan ketika disuruh tuliskan namanya, dia menggeleng-geleng kepala dan menggoyang-goyangkan tangannya sebagai tanda bahwa dia tidak dapat menulis. Pincang, gagu, dan buta huruf! Akan tetapi toh dianggap pengawal nomor satu dan dia berada di bawahnya! Karena malam itu sunyi dan mereka menanti berita dari gubernur, maka mereka merasa kesal juga. Setelah makan malam, Ciu-lo-mo lalu mengajak mereka bermain kartu. Akan tetapi, dalam permainan ini pun si gagu amat bodoh dan sukar diajari sehingga Kang Swi merasa makin tidak senang.
"Aku berani bertaruh bahwa kumismu itu palsu, Gagu!"
Katanya. Karena tidak punya nama, maka laki-laki pincang gagu yang menjadi yang nomor satu atau juara di antara tiga pengawal baru yang terpilih itu, disebut Gagu. Dan si Gagu ini biarpun tidak pandai bicara, rupanya dapat mengerti semua kata-kata orang yang ditujukan kepadanya. Akan tetapi, ternyata orangnya pendiam, sabar dan terhadap goda-godaan dan gangguan-gangguan Kang Swi dia sama sekali tidak mau melayani-nya.
"Kang-sicu, harap kau suka hentikan godaan-godaanmu itu. Jangan sampai dia menjadi marah dan terjadi keributan antara engkau dan dia."
Ciu-lo-mo akhirnya menegur Kang Swi yang terus-menerus menggoda Gagu.
"Hemmm, kalau dia marah aku pun tidak takut,"
Kata Kang Swi.
"Bukan soal takut, akan tetapi kalau sampai terjadi keributan di sini, bukankah hal itu tidak baik sekali?"
Ciu-lo-mo menasihatinya. Akan tetapi, di dalam hatinya Kang Swi masih merasa penasaran dan marah karena dikalahkan oleh orang gagu dan pincang ini, maka dia tetap saja membantah.
"Mana dia berani ribut-ribut? Akan kubuka kedoknya kalau dia ribut-ribut. Dia ini orang palsu, entah darimana dia. Kalau dia berani ribut, kuajak keluar dia dan dalam pertandingan sungguh-sungguh, tentu pedangku mampu membuka kedoknya!"
Ciu-lo-mo mengerutkan alisnya dan tiba-tiba si gagu menggebrak meja, lalu bangkit berdiri dan meninggalkan mereka bertiga. Kang Swi juga bangkit, akan tetapi Ciu-lo-mo berkata,
"Kang-sicu, harap kau jangan mencari keributan di sini. Biarlah dia sendiri dan jangan mengganggu lagi!"
Suaranya mulai terdengar keras sehingga Kang Swi menengok kepadanya.
"Apa yang dikatakan oleh Ciu-lo-mo memang benar, Kang-kongcu. Sebagai pengawal-pengawal baru, sungguh tidak baik kalau membuat ribut-ribut. Kalau nanti taijin datang dan mendengar bahwa antara engkau dan si Gagu terjadi keributan, tentu beliau menjadi marah."
Siauw-hong juga membujuk Kang Swi.
Pemuda tampan ini mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya seolah-olah dia tidak takut akan semua akibatnya, akan tetapi akhirnya dia duduk lagi dan mereka bertiga melanjutkan permainan mereka tanpa mempedulikan si Gagu yang kelihatan berjalan-jalan perlahan seperti orang yang sedang meronda, memandang ke sana-sini dengan penuh perhatian. Ketika Ciu-lo-mo menoleh kepadanya, si Gagu memberi isyarat dengan kedua tangannya bahwa dia hendak meronda dan berkeliling memeriksa istana itu untuk menjaga keamanan. Ciu-lo-mo dapat mengerti maksudnya, maka untuk mencegah agar jangan sampai si Gagu itu digoda terus oleh pemuda she Kang itu, dia mengangguk memberi ijin.
Mula-mula si Gagu meronda di dekat sekitar tempat itu dan masih kelihatan oleh tiga orang pengawal yang bermain kartu, akan tetapi ketika dia mendapat kenyataan bahwa dirinya tidak lagi diperhatikan oleh tiga orang yang makin asyik bermain kartu setelah tidak ada gangguan dari si Gagu yang kurang pandai bermain, si Gagu menyelinap dan masuk ke bagian belakang dari istana itu. Dan begitu dia menyelinap masuk dan tidak nampak lagi oleh tiga orang itu, tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan dengan kecepatan luar biasa dia telah meloncat ke dalam taman dan mencari-cari! Agaknya dia tidak asing dengan tempat itu, buktinya dia berlari ke sana-sini dengan cepatnya dan akhirnya tibalah dia di tempat tahanan yang tersembunyi, yaitu di bagian ujung belakang istana.
Dia melihat enam orang perajurit pengawal berjaga di luar sebuah kamar sambil bercakap-cakap. Si Gagu lalu keluar dari tempat sembunyinya, dan berjalan seenaknya menghampiri mereka. Enam orang perajurit itu ketika melihat si Gagu, cepat berdiri dan memberi hormat. Mereka tentu saja sudah mengenal si Gagu yang telah diperkenalkan kepada semua pasukan pengawal, bahkan tiga orang pengawal pribadi gubernur yang baru itu tadi menjadi bahan percakapan mereka, terutama si Gagu ini yang membuat mereka merasa kagum sekali. Pincang, gagu dan kabarnya buta huruf, namun memiliki kepandaian yang amat tinggi sehingga mengalahkan semua peserta sayembara. Bahkan mereka mendengar bahwa tingkat kepandaian si Gagu ini kiranya masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ciu-lo-mo sendiri.
"Selamat malam, Ciangkun!"
Kata mereka serentak, bingung harus menyebut apa kepada si Gagu yang tak bernama ini. Si Gagu mengangguk-angguk sambil tersenyum lebar, kemudian dengan tangannya dia menuding ke arah kamar dan menunjuk dada sendiri, lalu menunjuk dua orang di antara mereka. Dengan jelas dia memberi isyarat bahwa dia ingin memeriksa kamar itu dan minta agar ditemani oleh dua orang diantara mereka.
Mereka saling pandang dengan ragu-ragu, akan tetapi karena si Gagu ini adalah orang baru yang menjadi pengawal pribadi gubernur, mereka tentu saja tidak berani membantah, apalagi ada mereka di situ, dan si Gagu minta diantar oleh dua orang. Dua orang pengawal lalu mengantarnya membuka pintu kamar dengan kunci dan masuklah mereka bertiga. Ternyata Pangeran Yung Hwa yang berada di dalam kamar itu, kamar yang cukup mewah dan indah, dan pangeran itu kelihatan sehat-sehat saja, bahkan ketika mereka memasuki kamar itu, pa-ngeran yang muda itu sedang asyik membaca kitab. Ketika mendengar pintu dibuka, dia menoleh dan memandang tiga orang yang masuk itu dengan alis berkerut, kemudian Pangeran Yung Hwa membentak,
"Mau apa kalian? Berani sekali masuk tanpa kupanggil!"
Dua orang pengawal itu menjura dengan hormat sekali.
"Harap Paduka maafkan, Pangeran. Perwira....eh, Gagu yang baru saja diangkat menjadi pengawal ini...."
Tiba-tiba orang itu menghentikan kata-katanya karena pada saat itu, berbareng dengan temannya dia sudah roboh pingsan ditotok dengan jari-jari tangan si Gagu di arah tengkuk mereka. Si Gagu cepat menyambar tubuh mereka agar tidak roboh. Pangeran Yung Hwa tentu saja terkejut sekali, akan tetapi tiba-tiba orang yang dinamakan Gagu itu berkata lirih kepadanya,
"Harap Paduka tenang saja, Pangeran. Saya datang untuk menolong Paduka keluar dari tempat tahanan ini."
Ternyata si Gagu itu sama sekali tidak gagu! Bahkan dia dapat bicara dengan halus sekali.
"Akan tetapi...."
Pangeran Yung Hwa berkata dengan mata terbelalak, bingung dan juga curiga.
"Sssttttt...."
Si Gagu itu memberi tanda dengan jari di depan bibir, kemudian dia berjalan ke pintu, membuka pintu sedikit dan memberi isyarat kepada para penjaga di luar pintu agar dua di antara mereka masuk. Dua orang pengawal bergegas masuk, akan tetapi begitu mereka tiba di dalam, sebelum mereka sempat berteriak, mereka sudah roboh oleh totokan si Gagu yang amat lihai. Kembali dia menjenguk keluar pintu dan dua orang penjaga lainnya dipanggilnya masuk dengan isyarat tangan, dan mereka ini pun dirobohkannya. Enam orang pengawal itu roboh semua dalam keadaan pingsan tertotok!
"Apa artinya ini?"
Pangeran Yung Hwa bertanya sambil berdiri tegak dan memandang tajam kepada orang yang tidak dikenalnya itu.
"Maaf, Pangeran. Kiranya tidak banyak waktu untuk memberi penjelasan. Akan tetapi saya datang untuk membebaskan Paduka...."
Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, akan tetapi aku tidak ditahan! Aku malah dilindungi di sini."
Si Gagu menjadi terkejut dan memandang heran.
"Dilindungi?"
"Benar, Gubernur Ho-nan telah menyelamatkan aku dan melindungi aku dari ancaman Gubernur Ho-pei yang hendak memberontak! Aku tidak diperbolehkan kembali karena khawatir kalau tertimpa bencana, bahkan katanya sampai sekarang orang-orangnya Gubernur Ho-pei masih mencari-cariku. Dan kau.... jangan-jangan.... kau...."
Pangeran itu memandang tajam penuh kekhawatiran.
"Ah, Paduka telah ditipu! Gubernur Ho-nan itulah yang akan memberontak! Saya mengalaminya sendiri, juga Gubernur Ho-pei hampir saja tewas! Percayalah Paduka kepada saya, dan mari kita lari selagi masih ada waktu."
"Hemmm, engkau orang aneh, aku tidak mengenalmu, akan tetapi.... memang aku juga selalu curiga kepada Gubernur Ho-nan. Katanya aku selalu dilindungi dan dijaga, akan tetapi aku dilarang keluar dari kamar, seperti orang tahanan saja."
"Memang Paduka ditawan...., marilah...."
Si Gagu lalu menggandeng tangan Pangeran Yung Hwa diajak lari keluar dari dalam kamar itu. Dengan cepat dia mengajak pangeran itu ke ruangan dalam dan dia mencari-cari jalan keluar yang paling aman.
"Sebaiknya kalau saya menyelidiki dulu keadaan di luar harap Paduka menunggu...."
Bisiknya dan dia lalu menghampiri jendela ruangan itu, menjenguk ke luar untuk melihat keadaan. Kemudian perlahan-lahan dia membuka pintu ruangan itu untuk meneliti keadaan di luar.
"Wuuuttttt....!"
Terkejutlah si Gagu ketika dia melihat ada bayangan orang menyambar turun dari atas genteng dan tahu-tahu orang itu telah tiba di depan pintu ruangan. Orang ini adalah seorang pengemis setengah tua. Si Gagu terkejut sekali melihat munculnya seorang yang berpakaian pengemis. Juga pengemis itu pun terkejut melihat seorang laki-laki bercambang bauk berada di dalam tempat itu bersama Pangeran Yung Hwa yang sudah dikenalnya.
"Pangeran, harap, Paduka tenang. Kami datang untuk menolong Paduka!"
Kata si pengemis dan secepat kilat dia sudah menyerang si Gagu!
Tentu saja si Gagu terkejut dan dia pun cepat mengelak dan balas menyerang, karena dia sendiri tidak percaya bahwa pengemis ini datang untuk menolong Pangeran Yung Hwa. Keadaan negara sedang kacau dan banyak terdapat orang-orang yang berniat membantu pemberontak, maka dia tidak boleh percaya kepada siapapun juga dalam hal menolong Pangeran Yung Hwa ini. Pengemis setengah tua itu bukan lain adalah Gu Sin-kai, murid dari Sai-cu Kai-ong yang datang ke istana itu bersama gurunya dan Siluman Kecil. Mereka bertiga melakukan penyelidikan secara berpencar untuk mencari tempat ditahannya Pangeran Yung Hwa dan kebetulan sekali Gu Sin-kai melihat si Gagu bersama Pangeran Yung Hwa di dalam ruangan itu. Tentu saja Gu Sin-kai menganggap si Gagu itu orangnya gubernur dan langsung saja dia menyerangnya.
Terjadilah pertempuran di dalam ruangan itu. Pangeran Yung Hwa sendiri hanya menonton saja dengan bingung. Dua orang yang saling hantam ini keduanya mengaku datang hendak menolongnya, akan tetapi kedua-duanya tidak dia kenal, maka tentu saja dia tidak tahu harus percaya dan membantu yang mana. Karena itulah maka dia diam saja dan hanya menanti perkembangan selanjutnya. Akan tetapi ternyata kepandaian si Gagu terlalu tinggi bagi Gu Sin-kai dan dalam belasan jurus saja Gu Sin-kai sudah terdesak hebat sekali sampai beberapa kali terhuyung dan nyaris roboh. Baiknya bagi pengemis ini adalah kenyataannya bahwa si Gagu tidak mau menurunkan tangan besi, karena kalau demikian, kiranya pengemis itu sudah roboh sejak tadi. Tiba-tiba terdengar suara menggele-dek,
"Muridku, mundurlah kau!"
Dan dari luar menerjang masuk seorang kakek yang gagah perkasa, yang datang-datang terus menerjang si Gagu dengan pukulan yang mendatangkan angin bersuitan saking kuatnya tenaga sinkang yang terkandung di dalamnya. Gu Sin-kai cepat melompat mundur dan hatinya girang melihat kedatangan gurunya, yaitu Saicu Kai-ong.
Seorang kakek lain yang sebenarnya adalah penyamaran Siluman Keciil, juga sudah tiba di situ dan Siluman Kecil hanya menonton saja ketika melihat Sai-cu Kai-ong bertanding melawan laki-laki penuh cambang bauk itu. Tidak perlu membantu seorang yang sakti seperti Sai-cu Kai-ong, pikirnya dan di dunia ini jarang ada orang yang akan mampu menandingi kakek itu. Akan tetapi, makin lama dia menjadi makin terheran-heran dan memandang dengan mata terbelalak kaget dan kagum ketika dia melihat betapa lawan Sai-cu Kai-ong itu ternyata memiliki gerakan yang cepat dan hebat bukan main! Tentu saja Sai-cu Kai-ong sendiri merasa terkejut ketika tangkisan lengan lawannya itu membuat dia terhuyung ke belakang. Dia menjadi penasaran dan menubruk dengan pengerahan tenaga dahsyat karena dia ingin cepat merobohkan lawan ini agar dapat menolong Pangeran Yung Hwa.
"Desssss....!"
Pertemuan tenaga itu amat hebatnya dan akibatnya tubuh Sai-cu Kai-ong terlempar ke belakang dan dia harus berjungkir-balik beberapa kali baru dapat berdiri dan memandang ke-pada lawannya dengan mata terbelalak. Kemudian dia menerjang lagi dan kini Siluman Kecil yang menjadi bengong. Orang itu ternyata dapat melancarkan pukulan-pukulan Swat-im Sin-ciang dan Hwi-yang Sin-ciang dari Pulau Es!
"Keparat!"
Bentaknya dan ketika kembali Sai-cu Kai-ong terdorong mundur dengan muka pucat dan tubuh menggigil kedinginan, Siluman Kecil sudah menerjang ke depan, disambut oleh si Gagu dengan sama kuatnya. Keduanya terkejut karena ternyata serangan mereka dapat dielakkan oleh lawan dengan mudah. Melihat kesaktian lawannya, Siluman Kecil langsung saja mengeluarkan ilmu-nya, ilmu yang hebat, yaitu ilmu gerak kilat yang diberi nama Sin-ho-coan-in (Bangau Sakti Menerjang Awan). Hebat bukan main pertandingan itu. Tubuh Siluman Kecil mencelat ke sana-sini, namun tidak mudah baginya untuk dapat mengalahkan si Gagu yang ternyata benar-benar sakti dan menyimpan banyak ilmu-ilmu mujijat dan sakti itu. Sai-cu Kai-ong yang berdiri menonton berkali-kali menggeleng kepalanya. Baru sekarang ini selama hidupnya dia menyaksikan pertandingan yang seperti ini hebatnya.
Dia seorang sakti, keturunan dari keluarga yang gagah perkasa, namun pandang matanya sampai menjadi kabur ketika dia menyaksikan kakek berambut putih itu bertanding melawan laki-laki bercambang bauk. Sukar mengatakan siapa yang terdesak karena keduanya berkelebatan seperti dua ekor bucung garuda bertanding di angkasa. Di seluruh ruangan itu menyambar-nyambar angin pukulan yang bercampur aduk, sebentar panas sebentar dingin sehingga Pangeran Yung Hwa sendiri sudah bersembunyi di balik meja di sudut ruangan karena tidak tahan menghadapi sambaran-sambaran angin itu. Kulit mukanya terasa sakit semua dilanda hawa yang amat panas dan kadang-kadang berubah amat dingin itu, bahkan Gu Sin-kai sendiri juga sudah menjauh sampai mepet dinding ruangan.
Si Gagu agaknya merasa penasaran bukan main. Selama ini, dia hanya mengeluarkan sebagian kecil saja kepandaiannya untuk melayani musuh, akan tetapi sekarang ini, biarpun dia sudah menge-luarkan semua ilmu simpanannya, dia masih tidak mampu menang, bahkan mulai terdesak karena gerakan kilat lawannya benar-benar amat hebat. Dengan penasaran dia lalu mengerahkan seluruh tenaga di kedua tangannya, lalu memukul dengan dorongan kuat. Siluman Kecil terkejut bukan main. Dia tahu bahwa pukulan lawannya itu merupakan pukulan maut yang amat hebat, maka dia pun lalu menerimanya dengan dua tangan didorongkan ke depan sambil mengerahkan tenaga sakti yang selama ini dilatihnya, yaitu tenaga sakti yang merupakan penggabungan dari inti tenaga Im dan Yang.
"Bresssss....! Tubuh si Gagu terlempar seperti sehelai daun tertiup angin dan tubuh Siluman Kecil terhuyung-huyung sampai jauh ke belakang. Hebat bukan main pertemuan tenaga itu, terasa oleh semua orang dan dinding ruangan itu sampai tergetar. Tubuh si Gagu rebah terlentang dan dia mengeluh perlahan, kulitnya luka-luka seperti terkena air mendidih. Cambang bauk dan kumisnya ternyata palsu semua dan kini cambang bauk itu copot semua, meninggalkan pemuda yang tampan. Akan tetapi, Siluman Kecli juga kehilangan topeng penyamarannya yang dilakukan oleh Kang Swi. Topeng itu terkupas oleh hawa pukulan lawan sehingga kelihatanlah wajah yang aseli, wajah seorang pemuda yang tampan akan tetapi dengan rambut panjang berwarna putih semua, wajah Siluman Kecil yang aseli!
"Kokooooo....!"
Tiba-tiba Siluman Kecil lari dan menubruk si "Gagu"
Yang masih terlentang di atas lantai ruangan itu.
"Koko.... ah, Kian Lee koko.... kiranya engkau.... ya Tuhan, apa yang telah kulakukan tadi....?"
Dan Siluman Kecil merangkul dan memeluk tubuh si "Gagu"
Itu dan menangis sejadi-jadinya! Semua orang terkejut bukan main menyaksikan peristiwa aneh ini.
Sai-cu Kai-ong sampai melongo karena tidak disangkanya bahwa "kakek"
Sakti yang menjadi temannya itu ternyata adalah seorang yang masih amat muda dan yang kini menangis, seperti anak kecil memeluk bekas lawannya yang juga masih amat muda. Sementara itu, si "Gagu"
Yang ternyata adalah penyamaran Suma Kian Lee, membuka mata memandang orang yang memeluknya. Luka yang dideritanya akibat pukulan gabungan tenaga Im dan Yang dari Siluman kecil itu hebat sekali, akan tetapi dia tidak pingsan, bahkan kini dia tidak mengeluh sama sekali, menahan rasa nyeri yang seolah-olah menghancurkan seluruh tulang di dalam tubuhnya. Mula-mula dia memandang penuh keraguan ke arah wajah pemuda berambut putih itu, rambut putih itulah yang meragukannya, akan tetapi kemudian dia pun menggerakkan kedua lengannya yang lemah, memeluk dan berkata,
"Aihhhhh.... Kian Bu adikku.... sayang, betapa sukarnya mencarimu, Bu-te. Engkaukah kiranya si kakek rambut putih tadi? Bukan main, adikku, kau hebat.... sekali...., ah, kau maju pesat sekali.... uhhh, adikku, betapa selama bertahun-tahun aku rindu kepadamu, Bu-te...."
"Koko, ah, Koko.... apa yang telah kulakukan tadi....?"
Siluman Kecil yang ternyata bukan lain adalah Suma Kian Bu, masih menangis melihat keadaan kakaknya. Pukulannya tadi hebat sekali, pukulan yang dilatihnya selama bertahun-tahun ini, pukulan yang mengandung penggabungan dari inti tenaga sakti Im dan Yang.
Di tempat asal mereka, yaitu di Pulau Es, mereka berdua memang telah digembleng oleh ayah mereka, Si Pen-dekar Super Sakti, dan telah melatih diri dengan ilmu inti hawa sakti Im, yaitu Swat-im Sin-kang dan Hwi-yang Sin-kang, inti dari hawa sakti Yang. Dan ayah mereka pun telah melatih mereka dengan penggabungan antara kedua ilmu itu, akan tetapi penggabungan itu hanya merupakan kerja sama, yaitu menggunakan Hwi-yang Sin-kang dan Swat-im Sin-kang secara bergantian, atau juga berbareng dengan tangan kanan dan kiri. Akan tetapi, penggabungan kedua tenaga yang berlawanan, sehingga merupakan tenaga yang mujijat sekali, yang ketika melatihnya hampir saja mengorbankan nyawanya akan tetapi ternyata dia telah berhasil menguasai tenaga mujljat itu. Dan kini, yang menjadi korban adalah kakaknya sendiri!
"Sudahlah,.... jangan berduka, adikku.... aku.... aku mati pun tidak akan penasaran.... engkau tidak bersalah.... kita saling menyamar dan tidak mengenal.... dan kau hebat sekali, Bu-te....eh, adikku, kenapa rambutmu menjadi putih semua....? Apakah untuk menyamar? Bu-te.... kalau kau pulang nanti.... jangan bilang kepada Ayah dan Ibu.... bahwa.... kita saling bertanding...."
Napas Kian Lee terengah-engah dan agaknya sukar sekali baginya untuk bicara.
"Koko....!"
Kian Bu memeluknya. Sampai dalam keadaan hampir tewas pun kakaknya ini tidak menyalahkannya, bahkan ingin agar tidak sampai diketahui oleh orang tua mereka bahwa adiknya yang telah memukulnya seperti itu!
"Kian Lee koko.... kalau kau mati.... aku pun tidak mau hidup!"
"Ah, jangan begitu, Bu-te...."
Kakak dan adik ini berpelukan. Melihat ini, Saicu Kai-ong yang sejak tadi melongo dan hanya mendengarkan saja dua orang pemuda luar biasa itu berangkulan dan bicara, kini melangkah maju dan berkata.
"Biarkan saya memeriksa dan mengobatinya."
Kian Bu menoleh kepadanya.
"Locian-pwe, dia ini kakakku, dan dia hampir tewas oleh pukulanku sendiri. Kalau Locianpwe dapat menyembuhkannya, aku Suma Kian Bu akan berterima kasih sekali dan tidak akan melupakan budimu."
"Suma....?"
Kini Sai-cu Kai-ong terkejut setengah mati.
"Kalian she Suma? Ada hubungan apa dengan majikan Pulau Es, Suma Han?"
"Dia adalah ayah kami...."
Kata Suma Kian Bu dengan suara lirih dan lemah.
"Ahhh....! Ya Tuhan, kalian putera Pendekar Super Sakti dan telah saling hantam sendiri? Minggirlah, biarkan aku memeriksanya dan aku akan berusaha mati-matian untuk menyelamatkan dia."
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara ribut-ribut. Ternyata kini pasukan pengawal telah mengepung ruangan itu! Melihat munculnya banyak pengawal, otomatis Kian Bu memondong tubuh kakaknya sedangkan Sai-cu Kai-ong cepat memondong Pangeran Yung Hwa.
"Dari mana datangnya penjahat-penjahat yang bosan hidup berani mengancam di sini?"
Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan seperti seekor burung melayang tahu-tahu di antara para pasukan pengawal itu meloncat masuk seorang pemuda tampan yang bukan lain adalah Kang Swi. Pemuda ini langsung menyerang ke arah Sai-cu Kai-ong untuk merampas Pangeran Yung Hwa yang dipondong oleh kakek itu. Akan tetapi, kakek gagah perkasa itu sudah melompat ke samping dan terdengar Gu Sin-kai membentak marah lalu kakek pengemis inilah yang menerjang dan menyambut Kang Swi. Mereka segera bertanding dengan hebat sedangkan para pengawal sudah menyerbu ke dalam ruangan itu sehingga kakek gagah perkasa dan Kian Bu yang masing-masing menggendong Pangeran Yung Hwa dan Kian Lee, mengamuk dengan tamparan satu tangan dan tendangan-tendangan kaki mereka.
Sepak terjang kakek itu hebat, dan Kian Bu yang marah dan berduka melihat keadaan kakaknya, juga marah bukan main sehingga setiap tendangan atau tamparan tangannya tentu merobohkan seorang pengeroyok. Senjata-senjata beterbangan dan para pengeroyok terlempar ke sana-sini di tengah-tengah teriakan-teriakan mereka. Akan tetapi, Gu Sin-kai terdesak hebat oleh Kang Swi yang amat lihai, apalagi setelah Kang Swi mencabut pedangnya. Biarpun Gu Sin-kai melawan mati-matian dengan tongkatnya, namun tetap saja dia menjadi kewalahan karena pedang di tangan Kang Swi benar-benar amat lihai, mengeluarkan suara bersuitan dan mengandung hawa yang panas dan tajam. Tiba-tiba Gu Sin-kai berteriak kaget ketika ujung pedang itu mencium pundaknya sehingga bajunya robek dan pundaknya berdarah.
"Mundurlah, Gu Sin-kai, biarkan saya yang menghadapinya!"
Teriak Kian Bu marah dan biarpun dia menggunakan tangan kirinya untuk memanggul tubuh kakaknya, namun dengan berani dia menerjang Kang Swi dengan tangan kosong.
"Wuuuuuttt....!"
Angin pukulan dahsyat menyambar ganas ke arah pemuda royal itu.
"Eihhhhh...., kau....?"
Kang Swi berseru kaget sekali, tidak mengira bahwa Siluman Kecil yang telah menjadi "sahabatnya"
Itu kini menyerangnya demikian ganas. Dia cepat mengelak, akan tetapi tetap saja sambaran hawa pukulan itu membuat dia terdorong mundur dan terhuyung-huyung!
"Saudara Kang Swi, mundurlah! Kau telah keliru membela orang! Gubernur Ho-nan adalah seorang pemberontak,"
Kian Bu berkata.
"Jangan kau halangi kami menyelamatkan Pangeran Yung Hwa!"
"Twako, aku telah menjadi pengawal, aku harus setia kepada tugasku. Kembalikan Pangeran Yung Hwa dan aku akan membiarkan kalian pergi dengan baik-baik!"
Kata Kang Swi.
"Bandel, kalau begitu terpaksa kita harus menjadi lawan!"
Kian Bu menerjang lagi. Kang Swi menyambut dengan pedangnya yang ditusukkan ke arah lambung Kian Bu sedangkan kakinya menendang ke arah lutut Siluman Kecil itu.
"Huhhh!"
Kian Bu mendengus, tangannya tidak ditarik mundur melainkan langsung menangkis pedang itu! Dan dia pun menyambut tendangan lawan dengan tendangan kakinya.
"Tranggg.... dukkk.... aihhhhh....!"
Kang Swi menjerit dan tubuhnya terlempar ke belakang, terbanting keras dan dia bangkit duduk dengan mata terbelalak sambil memijit-mijit kakinya. Tulang keringnya bertemu dengan kaki Siluman Kecil, bukan main nyerinya, kiut-miut rasanya menusuk-nusuk tulang sumsum, sedangkan pedangnya yang bertemu dengan tangan pendekar itu tadi telah terlempar, entah lenyap kemana.
Tentu saja dia bengong dan hampir tidak percaya bahwa dia dirobohkan dalam segebrakan saja, dan betapa pedangnya ditangkis oleh tangan kosong saja! Akan tetapi, Kian Bu tidak mempedulikannya lagi karena pada saat itu telah muncul Ho-nan Ciu-lo-mo dan Siauw-hong! Di belakang mereka nampak banyak pengawal lagi yang memenuhi tempat itu! Ho-nan Ciu-lo-mo segera mengenal Kian Lee yang berada di atas pundak Kian Bu, maka tahulah dia bahwa istana itu telah kebobolan mata-mata dari Ho-pei, akan tetapi ketika dia melihat Sai-cu Kai-ong, dia terkejut setengah mati. Kiranya orang tua gagah yang memimpin pasukan besar dari kota raja itu pun telah berada di situ dan kini sudah memondong Pangeran Yung Hwa. Dia maklum akan siasat majikannya, maka dia lalu membentak marah,
"Penculik-penculik hina, lepaskan Pangeran Yung Hwa!"
Bentaknya dan bersama beberapa orang pembantu dia sudah menerjang maju. Akan tetapi Kian Bu yang tidak ingin melihat pangeran itu terancam bahaya, sudah memapaki si muka dan rambut merah itu dengan tamparan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memondong tubuh kakaknya.
"Wuuuttttt....!"
Ciu-lo-mo cepat mengelak dan terkejut melihat sambaran tenaga dahsyat itu. Cepat dia menggerakkan guci araknya menyerang ke arah kepala Kian Bu, sedangkan arak dari guci itu muncrat menyerang ke arah muka Kian Lee yang setengah pingsan.
"Keparat!"
Kian Bu. membentak, dengan gerakan tangannya dia menangkis dan sekaligus membuyarkan percikan arak itu dengan tiupan mulutnya.
"Tranggg!"
Guci arak membalik dan nyaris terlepas dari tangan Ciu-lo-mo saking kerasnya terpental oleh tangkisan itu.
"Hong-ji (Anak Hong)....!"
Terdengar Sai-cu Kai-ong berseru ketika dia melihat Siauw-hong menyerbu ke dalam.
"Suhu....!"
"Apa kau sudah gila? Kau membantu musuh-musuhku?"
Kakek itu membentak lagi sambil merobohkan seorang pengawal yang menyerangnya dengan golok dari samping dengan tendangan kakinya yang panjang dan besar.
"Suhu....!"
Siauw-hong memandang bingung.
"Teecu.... teecu menjadi pengawal dengan baik...."
"Tolol! Yang kau bantu adalah seorang pemberontak!"
"Ahhhhh....!"
Siauw-hong memandang bingung.
"Hayo kau bantu kami keluar dari tempat ini, menyelamatkan Pangeran ini!"
Kakek itu kembali berseru.
"Baik, Suhu!"
Siauw-hong berseru dan kini dia membalik, sekali bergerak dia telah merobohkan dua orang pengawal! Akan tetapi, kini banyak sekali pengawal yang sudah mengepung tempat itu sehingga tidak ada lagi jalan keluar yang terbuka. Para pengawal yang tidak kebagian ruangan berjejal di depan pintu dan jendela, siap dengan senjata di tangan untuk menggantikan kawan-kawan mereka yang roboh. Melihat ini, Kian Bu merasa khawatir. Betapapun lihainya mereka, menghadapi begitu banyak lawan di tempat sempit ini amat berbahaya, pikirnya. Apalagi amat berbahaya bagi kakaknya yang terluka parah.
"Mampuslah!"
Dia membentak dan melancarkan pukulan Hwi-yang Sin-ciang ke arah Ciu-lo-mo. Kakek pemabuk ini terkejut mendengar suara pukulan yang bercicitan suaranya itu. Dia cepat menggerakkan guci araknya dengan sepenuh tenaga untuk menangkis.
"Pyarrrrr....!"
Guci arak itu pecah berantakan araknya muncrat berhamburan dan tubuh si muka dan rambut merah itu roboh terjengkang!
"Siauw-hong, kau tolong panggul kakakku ini, biar aku membuka jalanl"
Tiba-tiba Kian Bu berseru kepada Siauw-hong yang juga masih mengamuk dan melindungi suhunya.
"Baik, Taihiap,"' jawab Siauw-hong dan dia cepat mendekati Kian Bu dan menerima tubuh Kian Lee yang sudah lemas setengah pingsan itu lalu dipondongnya. Melihat ini, Sai-cu Kai-ong merasa girang.
"Hong-ji, kau sudah mengenal pendekar ini?"
Tanyanya sambil bergerak ke sana-sini sambil menggerakkan lengan bajunya yang lebar untuk menghalau senjata-senjata yang datang menyerangnya.
"Tentu saja, Suhu,"
Jawab Siauw-hong sambil meloncat ke kiri untuk membiarkan lewat sebatang tombak yang menusuknya, kemudian tangan kanannya mendorong dan si pemegang tombak itu menjerit dan roboh terjengkang.
"Taihiap ini adalah Siluman Kecil."
"Ahhhhh...."
Sai-cu Kai-ong berteriak kaget. Sungguh dia telah mendengar banyak hal yang aneh dan mengejutkan. Tadi, pemuda berambut putih itu mengaku sebagai putera Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, dan kini ternyata menurut penuturan muridnya, pemuda itu adalah juga Siluman Kecil yang namanya sudah tersohor! Kini Kian Bu yang sudah tidak lagi memondong tubuh kakaknya, mengamuk bagaikan seekor naga sakti. Dia menggunakan ilmunya yang mujijat, yaitu ilmu Sin-ho-coan-in, tubuhnya berkelebatan ke sana-sini dengan cepatnya dan kedua tangannya menyambar-nyambar ganas sehingga dalam waktu pendek saja, semua pengawal yang berada di ruangan itu sudah roboh malang melintang seperti disambar petir.
"Mari keluar, biar aku membuka jalan!"
Teriaknya dan dia sudah menerjang ke pintu, sekali dorong saja dia merobohkan enam orang pengawal di luar pintu. Tentu saja kehebatan pemuda yang rambutnya putih terurai ini mengejutkan orang-orang, apalagi ketika mereka mengenal bahwa pemuda itu bukan lain adalah Siluman Kecil!
"Siluman Kecil....!"
"Celaka, dia mengamuk. Minggir....!"
Para perwira pengawal dan para anggauta pengawal yang sudah pernah melihat bayangan Siluman Kecil,
Bahkan pernah menyanjungnya sebagai seorang pendekar perkasa yang mengamankan Ho-nan, menjadi gentar sekali dan mereka semua mundur. Memang nama Siluman Kecil sudah terkenal sekali di Ho-nan. Dia pernah membersihkan Ho-nan dari gangguan orang-orang jahat, bahkan pernah mengakurkan semua fihak yang bertentangan dari orang-orang kang-ouw, dan dia pernah diterima oleh Gubernur Ho-nan sendiri sebagai seorang pahlawan. Dan kini, Siluman Kecil mengamuk dan membantu orang-orang yang hendak melarikan Pangeran Yung Hwa. Keraguan dan rasa jerih menghantui hati para pengawal sehingga mereka tidak banyak melawan atau menghalangi ketika Kian Bu mempelopori teman-temannya keluar dari ruangan itu dan langsung melarikan diri keluar dari daerah istana gubernuran.
"Siluman Kecil mengamuk!"
"Siluman Kecil melarikan Pangeran Yung Hwa!"
Teriakan-teriakan para pengawal ini membuat para pengawal lain menjadi gentar hatinya dan mereka tidak banyak melakukan usaha pencegatan sehingga rombongan Kian Bu dapat terus melarikan diri sampai ke pintu gerbang.
Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Buka pintu! Aku, Siluman Kecil, hendak lewat bersama teman-temanku! Jangan membikin aku marah!"
Kian Bu membentak, suaranya nyaring dan menggema karena memang dia sengaja mengerahkan khikangnya dan dia sengaja menggunakan nama julukannya untuk menggertak agar mereka tidak perlu mengerahkan tenaga dan membuang waktu untuk menggunakan kekerasan terhadap para penjaga di pintu gerbang itu. Dia harus cepat dapat menyelamatkan kakaknya. Jangan-jangan kakaknya yang dipondongnya lagi itu telah tewas! Dia menunduk, dan melihat bahwa Suma Kian Lee ternyata masih membuka mata memandangnya dengan kagum.
"Kau hebat, adikku.... kau hebat...."
Bisik Kian Lee.
"Ahhhhh....!"
Jantung Kian Bu rasanya seperti ditusuk dan bagi pendengarannya, pujian kakaknya itu seperti ujung pedang menghujam dadanya karena kehebatannya itu dipergunakan untuk memukul roboh kakaknya sendiri!
"Lekas buka! Kalau tidak, kubunuh kalian semua!"
Bentaknya geram untuk menutupi hatinya yang tersiksa rasanya.
"Baik.... baik, Taihiap!"
Terdengar jawaban seorang penjaga dan bergegas dia membuka pintu benteng itu dibantu oleh kawan-kawannya. Keluarlah mereka dari tembok kota yang merupakan benteng pertahanan kota Lok-yang. Akan tetapi, malam telah mulai terganti pagi dan tiba-tiba nampak debu mengebul dan dari depan datanglah serombongan orang berkuda yang dipimpin oleh seorang raksasa berkepala botak bermantel merah. Ban Hwa Sengjin koksu dari Nepal bersama pengawal-pengawal pribadi Gubernur Kui dari Ho-nan! Kiranya sudah ada berita terdengar oleh Gubernur Kui yang masih berada di Ceng-couw dan mendengar berita bahwa ada keributan di Lok-yang, maka gubernur minta bantuan Koksu Nepal yang sakti itu untuk memimpin serombongan pengawal cepat-cepat menuju ke Lok-yang dan kebetulan sekali mereka bertemu dengan rombongan yang melarikan Pangeran Yung Hwa itu di luar tembok benteng Lok-yang!
Kisah Sepasang Rajawali Eps 49 Kisah Sepasang Rajawali Eps 49 Kisah Sepasang Rajawali Eps 56