Ceritasilat Novel Online

Pendekar Super Sakti 16


Pendekar Super Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 16



Ini juga mengandung panas yang hebat, namun di samping hawa panas ini juga membawa bau amis dan mengeluarkan suara bercicitan sangat tinggi menggetarkan jantung. Sesuai dengan julukannya, kedua tangan wanita ini memiliki pukulan-pukulan beracun yang amat hebat karena yang teracun oleh pukulan ini adalah darah lawan yang langsung akan membunuh lawan dari dalam. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek maklum akan kelihaian tiga orang lawan mereka. Biarpun lawan mereka itu bertangan kosong, namun sesungguhnya gerak pukulan mereka lebih berbahaya dari pada datangnya luncuran anak panah beracun. Mereka memutar pedang melindungi tubuh, namun karena terus menerus diserang secara bertubi tubi, pedang mereka itu hanya dapat dipergunakan untuk pertahanan, sama sekali mereka tidak mendapat kesempatan untuk menggerakkan pedang membalas.

   Karena ini, mereka segera mengeluarkan suara keras dan itulah suara sebagai tanda bagi Siauw-lim Chit-kiam untuk mengeluarkan ilmu yang mereka andalkan, ilmu pedang yang amat ampuh yang khusus diajarkan oleh ketua Siauw-lim-pai kepada tujuh orang tokoh Siauw-lim itu, yaitu Chit-seng-sin-kiam (Pedang Sakti Tujuh Bihtang). Begitu kedua orang ini mainkan Chit-seng-sin-kiam dengan pedang .mereka, tiga orang lawan mereka berseru kaget dan meloncat mundur. Ilmu pedang Chit-seng-sin-kiam ini memang hebat luar biasa, diciptakan oleh ketua Siauw-lim-pai dengan bantuan suhunya yang masih hidup dan sudah berusia tua sekali. Bukan sembarangan ilmu pedang, melainkan ilmu pedang yang digerakkan dengan sinkang yang kuat sehingga sinar pedangnya menjadi bergulung-gulung panjang dan dapat melukai lawan dari jarak jauh.

   Apalagi kalau dimainkan oleh ketujuh orang Siauw-lim Chit-kiam, keampuhannya menggila sehingga pernah Siauw-lim Chit-kiam ini dapat menandingi Setan Botak yang terkenaI sebagai seorang di antara datuk-datuk hitam yang sakti. Sungguhpun akhirnya Siauw-lim Chit-kiam terdesak, namun tidaklah mudah bagi datuk hitam itu untuk mencapai kemenangan. Kini, dimainkan oleh orang ke enam dan ketujuh dari tujuh pendekar pedang Siauw-lim itu, sudah cukup hebat sehingga membuat ketiga orang murid Setan Botak terdesak mundur, gentar menghadapi sinar pedang yang berkilauan dan mengandung hawa yang dingin namun berbahaya itu. Dua gulungan sinar pedang itu kini bersatu, merupakan sinar kilat yang membentuk lingkaran-lingkaran aneh mengurung dan menindih tiga orang tokoh hitam yang terpaksa harus meloncat kesana kemari untuk menghindarkan diri dari sinar pedang yang berbahaya itu.

   "Rebahlah."

   Bentakan ini keluar secara berbareng dari mulut Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek dan sinar pedang mereka tiba-tiba berpisah, terpecah dua dan secepat kilat membabat tangan Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong yang melakukan pukulan mendorong. Kedua orang kakek ini terkejut sekali, cepat menarik kembali tangan mereka, akan tetapi sinar pedang itu dari kanan kiri meluncur kearah dada mereka.

   "Aihhhhh...."

   Hek-giam-ong terpaksa mengerahkan tenaga di tangan kanannya, menangkis sinar itu sambil mengerahkan Toat-beng Hwi-ciang. la berhasil menangkis pedang itu, akan tetapi lengannya-tergores ujung pedang dan terluka sehingga mengeluarkan darah. Pek-giam-ong yang tenaganya tidak sehebat Hek-giam-ong, tidak berani menangkis melainkan cepat membuang diri ke belakang, akan tetapi pundaknya tetap saja kena dlserempet pedang sehingga terluka.

   "Hiaaaaattt....."

   Ma Su Nio menggunakan kesempatan itu memukul dengan kedua tangannya yang merah ke arah lambung kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu, akan tetapi dengan gerakan otomatis kedua orang pendekar pedang itu menyabetkan pedang mereka ke belakan sambil memutar tubuh.

   "Ayaaaaa......"

   Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio menjerit dan cepat ia menarik kembali kedua lengannya yang berbalik menjadi terancam. la dapat menyelamat kan kedua lengannya, akan tetapi tubuhnya terhuyung ke belakang dan saat itu dipergunakan oleh Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek untuk menerjang maju, mengirim tusukan maut ke arah tubuh wanita iblis yang amat lihai itu.

   "Tranggg..., Tranggggg....."

   Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek terkejut, sekali karena pedang mereka ter-pental dan hampir terlepas dari tangan mereka. Terutama sekali Liok Si Bhok yang merasa betapa pedangnya tergetar sehingga setelah tertangkis masih tergetar mengeluarkan suara mengaung, tanda betapa penangkisnya memiliki sinkang yang hebat sekali. Lebih kaget dan heran dia ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya itu hanyalah sebatang payung di tangan gadis Mancu yang tadi duduk di atas tiang balok melintang.

   Adapun yang menangkis pedang Liong Ki Tek adalah sebatang pedang bersinar kuning di tangan pemuda tampan tadi. .Kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu maklum bahwa mereka terancam bahaya. Dua orang muda itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, sedangkan tiga orang murid Kang-thouw-kwi Gak Liat hanya terluka kecil saja. Bahkan Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio hanya mengalami kekagetan saja, belum terluka. Kalau mereka itu mau pula membantu tentu mereka berdua akan terancam bahaya maut. Akan tetapi, sebagai pendekar-pendekar besar, mereka tidak menjadi gentar, bahkan saling berdekatan,berdampingan sambil menyilangkan pedang mereka di depan dada. Liok Si Bhok dengan sikap dan suara tenang bertanya.

   "Siapakah kalian orang-orang muda?"

   Gadis Mancu yang cantik itu tersenyum, pandang matanya melebihi tajamnya pedang diangan pemuda itu dan lebih runcing daripada ujung payung ditangannya, namun senyumnya amat manis, membuka sepasang bibir yang indah bentuknya, memperlihatkan kemerahan rongga mulut di balik deretan gigi seperti mutiara.

   "Memang amat tidak enak mati dalam penasaran. Kalian berdua orang Siauw-lim-pai yang keras hati dan keras kepala sudah menghadapi kematian, agar tidak mati dalam penasaran baiklah kalian mengenal kami. Aku adalah Puteri Nirahai, puteri ke tujuh belas dari Kaisarl Adapun dia ini adalah Ouwyang Seng, putera Pangeran Ouwyang Cin Kok, murid bungsu namun paling lihai dari Kang-thouw-kwi Gak Liat."

   Kedua orang pendekar pedang itu terkejut. Biarpun mereka belum pernah mendengar nama kedua orang muda ini,namun melihat gerakan mereka dan tenaga sinkang mereka, tentu mereka ini merupakan lawan berat Apalagi kalo gadis ini benar benar seorang puteri kaisar, tentu di situ terdapat banyak pe-ngawal-pengawal istana yang setiap saat dapat datang mengeroyok mereka. Mereka tidak takut, akan tetapi ingin sekali mengetahui apa yang menyebabkan puteri ini melakukan semua perbuatan ini.

   "Mengapa kalian membunuh tiga orang anak murid Siauw-lim-pai, melempar mayat mereka di depan kuil dan meng-gunakan nama Hoa-san-pai?"

   Tanya pula Liok Si Bhok.

   "Adik Nirahai, kita bunuh saja mereka."

   Ouwyang Seng, pemuda tampan itu berkata sambil mengerutkan alisnya yang hitam tebal. Akan tetapi gadis Mancu itu sambil tersenyum menggoyang tangan kirinya yang kecil dan berkulit halus.

   "Jangan membikin mereka mati penasaran, Ouw-yang-twako. Mereka toh pasti akan mati di tangan kita, mengapa tergesa-gesa? Biar mereka tahu lebih dulu akan duduknya persoalan, toh kita tidak usah khawatir kelak roh mereka. akan membuka rahasia kepada para pimpinan Siaw-lim-pai dan Hoa-san-pai."

   Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu bergidik. Gadis ini bicara dengan sikap dingin, tidak sombong akan tetapi mengandung wibawa yang mengerikan.

   "Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dengarlah baik-baik. Tiga orang muridmu itu memang kami yang membunuhnya dan sengaja kami pergunakan untuk mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi siapa nyana, kalian keras kepala dan tidak mau masuk perangkap, bahkan seorang muridmu yang belum mati membuka rahasia sehingga kalian dapat menemukan tempat ini. Sekarang kami hendak membunuhmu, dan akan kami atur agar para pimpinan Siauw-lim-pai menganggap bahwa kematianmu berada di tangan orang-orang Hoa-san-pai. Takkan dapat dicegah lagi, Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai akan bermusuhan, bertanding dan bunuh-bunuhan sampai keadaan mereka menjadi lemah. Bukankah ini merupakan siasat yang baik sekali."

   "Keji! Iblis betina yang keji."

   Liong. Ki Tek memaki.

   "Kalau benar kalian ini puteri Kaisar, tentu mengerti akan peradaban, kebudayaan dan setidaknya mengenal prikemanusiaan. Akan tetapi engkau palsu dan keji, lebih patut menjadi puteri siluman."

   "Manusia biadab lancang mulut.."

   Ouw-yang Seng membentak dan hendak menyerang, akan tetapi kembali ia ditahan oleh Puteri Nirahai yang masih tetap tersenyum-senyum dan sedikit pun tidak kelihatan marah. Hal ini saja sudah mengagetkan hati kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Gadis masih begitu muda remaja sudah pandai menguasai perasaan tanda bahwa dia betul-betul memiliki.. ilmu yang tinggi lahir batin.

   "Orang-orang Siauw-lim-pai, pandanganmu amat picik. Aku melakukan semua itu semata-mata untuk kepentingan kerajaan Ayahku yang menjadi Kaisar, untuk kejayaan bangsaku, untuk kemenangan negaraku. Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai diam-diam menentang Kerajaan Ceng merupakan musuh-musuh dan karena kedua partai ini amat kuat dan berbahaya maka perlu sekali dibikin lemah. Siasat ini merupakan siasat perang, dan kulakukan dengan dasar berbakti kepada Ayah dan negara, kepada bangsa yang tercinta. Apakah bedanya dengan perbuatanmu menentang kerajaan kami? Kalian melakukan hal itu dengan dalih mengabdi bangsa, aku pun melakukan hal ini dengan dasar mengabdi bangsa, apa bedanya? Perbuatan kalian mungkin dianggap patriotik dan gagah perkasa oleh bangsa-mu dan kalian dianggap sebagai pahlawan oleh bangsamu. Akan tetapi aku pun dianggap seorang pahlawan wanita oleh bangsaku. Antara kalian dan aku hanya ada satu perbedaan, yaitu perbedaan dalam penilaian. Kalian berjuang untuk kebaikan, aku pun demikian. Yang menjadi pertanyaan besar, apakah itu yang dikatakan kebaikan?"

   "Akan tetapi, kami penjunjung kegagahan, kebenaran dan keadilan pantang untuk melakukan siasat-siasat busuk yang hina seperti yang kaulakukan."

   Kata pula liok Si Bhok setelah tercengang sejenak mendengar ucapan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gadis remaja berusia dua puluh tahun itu.

   "Hi-hik, ucapanmu itu menandakan bahwa engkau bukanlah seorang ahli perang. Mengandalkan kejujuran dan welas asih dalam perang, mana mungkin dapat menang? Perang ialah mengadu siasat, makin keji makin baik, mengadu kekerasan dan kekejaman. Sudahlah, kini bersiaplah kalian untuk mati"

   "Baru saja ucapan ini habis dikeluar kana tiba-tiba Liok Si Bhok melihat sinar .hitam yang lebar sekali mengembang didepannya dan gadis itu tiba-tiba lenyap, kemudian tahu-tahu ujung payung yang runcing telah meluncur secepat kilat menusuk dadanya"

   Kaget sekali pendekar ini, namun tidak percuma ia menjadi orang ke-enam dari Siauw-lim Chit-kiam karena pedangnya sudah bergerak dengan pemutaran pergelangan tangannya, langsung menangkis ujung payung dar samping.

   "Crinngggg."

   Liok Si Bhok terpaksa meloncat ke belakang sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Lengan kanannya seperti kesemutan, pedangnya masih tergetar dan diam-diam ia kaget dan kagum bukan main. Kiranya gadis itu telah menggerakkan payungnya secara luar biasa dahsyatnya. la memandang dengan penuh perhatian. Senjata itu adalah sebuah payung biasa yang batangnya tentu terbuat dari baja pilihan yang amat kuat. Gagangnya melengkung seperti payung biasa, ruji-rujinya dari baja keras pula dan payungnya dari kain tebal berwarna hijau, ujung batangnya runcing seperti pedang. Tadi ketika gadis itu menyerangnya, payung itu berkembang sehingga menyembunyikan tangan dan tubuh gadis itu dan disinilah letak kehebatan senjata ini.

   Kalau payung berkembang, lengan dan tangan yang memegang payung tersembunyi dan tidak tampak oleh lawan. Padahal, dalam bertanding, yang penting adalah memperhatikan gerak lawan yang dapat dilihat sebelum senjata digerakkan dari gerakan tangan, lengan dan pundak. Kalau semua bagian tubuh ini tersembunyi, maka gerakan-gerakan selanjutnya dari lawan takkan tampak dan perkembangan serangannya takkan dapat diduga terlebih dulu. Sementara itu, Ouwyang seng juga sudah enerjang Liong Ki Tek dengan pedangnya. Liong Ki Tek cepat menangkis, akan tetapi pada saat pedang ber temu, tangan kiri Ouwyang Seng yang terbuka itu mendorong ke depan dan serangkum hawa panas yang lebih hebat daripada ilmu Toat-beng Hwi-ciang dari Hek-pek Giam-ong menyambar ke depan.

   "Aihhh...."

   Liong Ki Tek cepat meloncat ke belakang dan agak terhuyung saking kagetnya. Ouwyang seng tertawa mengejek dan menerjang terus ke depan dengan pedangnya diseling pukulan-pukulan yang lebih berbahaya daripada pedang itu sendiri karena pemuda ini menggunakan pukulan sakti Hwi-yang sin-ciang. Di dalam jilid-jilid yang lalu banyak diceritakan tentang Ouwyang seng ini sebagai murid Gak Liat yang lihai dan sejak kecil sudah memiliki watak yang keras dan kejam. Namun di samping watak ini, dia merupakan seorang murid yang amat tekun dan disayang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat, maka setelah kini berusia dua puluh tahun, ia telah menjadi seorang murid yang paling pandai diantara semua murid Si Setan Botak.

   Bah-kan Hwi-yang Sin-ciang yang tidak dapat dimiliki murid-murid lain, telah dikuasai oleh Ouwyang Seng yang ikut berlatih bersama suhunya dengan masakan batu batu bintang. Toat-beng Hwi-ciang boleh jadi amat lihai, dan Hiat-ciang lebih dahsyat lagi, akan tetapi dibandingkan dengan Hwi-yang Sin-ciang, kedua ilmu pukulan yang berdasarkan Yang-kang itu masih kalah jauh. Setelah dewasa, tentu saja Ouwyang Seng yang terkenal dengan sebutan Ouw-yang-kongcu menjadi seorang yang penting kedudukannya dalam tokoh-tokoh pembela Kerajaan Ceng. Ayahnya seorang pangeran yang terkenal juga, Pangeran Ouwyang Cin Kok yang menjadi seorang di antata para penjilat yang terlihai di dekat Kaisar Mancu. Dan mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, Ouwyang-kongcu ini bergerak dalam bidang pengamanan kerajaan terhadap ancaman para pejuang yang bergerak secara rahasia menentang pemerintah Mancu.

   Siapakah wanita cantik yang amat hebat itu? Dia memang seorang puteri,ber nama Puteri Nirahai, puteri dari Kaisar Mancu yang lahir dari seorang selir berbangsa Khitan. Puteri Nirahai ini rnemiliki kepandaian yang dahsyat, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ouwyang-kongcu sendiri. Dibandingkan dengan tingkat para tokoh datuk hitam, dia hanya kalah sedikit. Memang sukar untuk dipercaya bagaimana seorang gadi berusia dua puluh tahun telah memiliki ilmu kepandaian sedahsyat itu, akan tetapi hal ini tidak akan mengherankan orang lagi kalau diingat bahwa dia adalah ahli waris dari kitab pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi dari mendiang puteri Ratu Khitan yang dahulu terkenal diseluruh dunia kang-ouw dengan julukan Mutiara Hitam.

   Mutiara Hitam adalah seorang pendekar wanita sakti yang amat hebat ilmu kepandaiannya dan memiliki banyak kitab kitab pusaka ilmu silat yang aneh-aneh dan amat tinggi. Kitab-kitab itu adalah peninggalan seorang tokoh wanita sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cilik"

   Beracun) Liu Lu Sian yang bukan lain adalah ibu kandung Suling Emas yangt amat terkenal (baca cerita Suling Emas, Cinta Bernoda Darah dan Mutiara Hitam). Selama puluhan tahun, tidak ada kabar ceritanya tentang kitab-kitab itu dan secara kebetulan beberapa buah diantara kitab-kitab itu terjatuh ke tangan Puteri Nirahai inilah. Di antara ilmu-ilmu silatnya yang hebat, Nirahai dapat mewarisi tiga buah ilmu kepandaian Mutiara Hitam, yaitu pertama adalah Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti),

   Ke dua Ilmu, Pedang Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu Pedang De-lapan Iblis), dan yang ke tiga adalah ilmu senjata rahasia Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi). Yang amat hebat adalah ilmu pedangnya Pat-mo-kiam-hoat yang sukar dicari bandingnya karena memang dahsyat dan ganas sekali. Apalagi gadis ini mainkan ilmu itu dengan senjatanya yang istimewa yang disebut Tiat-mo-kiam (Pedang Payung Besi), maka kehebatannnya bertambah. Dapat dibayangkan betapa lihainya permainan pedang yang tersembunyi di batik payung sehingga lawan tak dapat melihat gerakan-gerakannya. Sebetulnya ilmu ini tadinya merupakan ilrnu pedang, akan tetapi dengan senjata seperti itu, sama dengan permainan pedang dibantu perisai, namun disatukan sehingga merupakan senjata yang ampuh dan jika tidak dipakai bertanding,

   Dapat dipergunakan sebagai payung biasa untuk berlindung dari serangan hujan dan panas, juga menambah gaya bagi seorang gadis jelita seperti Nirahai. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang sudah tinggi tingkat ilmu kepandaiannya.Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, Tujuh Pedang Siauw-lim yang amat disegani orang. Mereka adalah murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai yang selain ahli dalam bermain pedang, juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, di samping pengalaman bertanding yang sudah luas. Akan tetapi sekali ini, bertemu dengan Nirahai dan Ouwyang Seng, sebentar saja dua orang tokoh Siauw-lim-pai ttu terdesak hebat. Ilmu pedang yang dimainkan Nirahai dengan senjata payung luar biasa sekali dan tidak sampai lima puluh jurus,

   Liok Si Bhok yang bertubuh gemuk pendek itu tak mampu balas menyerang lagi karena dari balik payung hitam itu menyambar-nyambar sinar pedang bagaikan sinar kilat dari balik awan hitam yang tebal. Tiba-tiba Nirahai mengeluarkan suara melengking tinggi dari balik payung menyambar sinar berkeredepan yang berbau harum ke arah leherl Liok Si Bhok. Tokoh ini terkejut, maklum bahwa itulah senjata rahasia yang amat berbahaya. Dan memang dugaannya benar karena yang menyambar ltu adalah Siang-tok-ciam, segenggam jarum beracun yang berbau harum. Liok Si Bhok cepat mengelak dengan miringkan diri ke kiri, akan tetapi ternyata bahwa serangan jarum itu hanya merupakan pancingan karena kini tahu-tahu ujung paying itu telah menusuk perutnya.

   "Crinnggg."

   Pedang di tangan Liok Si Bhok tergetar, bertemu dengan ujung payung dan melekat. Pada detik berikut nya, dari batik payung itu menyambar kaki Nirahai yang kecil bersepatu indah, menendang dengan gerakan cepat sekali dan tahu-tahu telah mengenai lambung liok Si Bhok. Tokoh Siauw-ljm-pai yang bertubuh gendut pendek ini mengeluh dan tubuhnya terbanting ke belakang. Dua kali ia masih berhasil menangkis sinar pedang Nirahai, akan tetapi yang ketiga kalinya, tangkisamya meleset dan ujung payung itu menancap memasuki lehernya menembus dari kanan ke kiri. Tanpa sempat berteriak lagi Liok Si Bhok tewas dengan leher hampir putus.

   "Ouwyang-twako, jangan robohkan dia dengan sin-ciang. Pukulan itu akan dikenaI orang dan menggagalkan rencana-ku."

   Nirahai berseru ketika melihat betapa Ouwyang Seng mendesak Liong Ki Tek dengan pedang dan pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang. Ouwyang Seng yang melihat betapa puteri itu telah berhasil merobohkan lawannya, menjadi penasaran dan malu.Tanpa mengandalkan Hwi-yang Sin-ciang, bagaimana ia akan mampu merobohkan lawan yang tangguh ini? Akan tetapi pada saat itu, Nirahai telah menerjang maju dan menyerang Liong Ki Tek dengan payungnya yang hebat itu. Seperti juga Liok Si Bhok tadi, kini menghadapi serangan payung, Liong Ki Tek terkejut dan bingung.

   Tahulah pendekar ini mengapa suhengnya tewas di tangan puteri ini, ternyata bahwa senjata payung pedang itu benar-benar sukar dilawan. Ia mengerahkan tenaganya menangkis dan terdengar suara keras diikuti muncratnya bunga api. Dibandingkan dengan suheng-nya, Liong Ki Tek yang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang lebih kuat sungguhpun ilmu pedangnya tidak sehebat Liok Si Bhok. Akan tetapi tangkisannya yang mengandung tenaga kuat itu pun tidak mampu membikin payung terpental,bahkan kini pedangnya melekat pula pada ujung payung itu, tak dapat ia lepaskan. Dan saat ini dipergunakan dengan baik oleh Ouwyang Seng yang sudah menusukkan pedangnya ke perut Liong KI Tek sampai tembus ke punggung.

   "Ihhh...., kau kasar sekali, Twako."

   Nirahai menarik payungnya dan cepat meloncat ke belakang agar jangan terkena semburan darah dari perut Liong Ki Tek. Ouwyang Seng menjadi merah mukanya. Memang, tadi ia menyerang dengan kasar saking gemas dan penasaran bahwa ia harus dibantu oleh gadis ini untuk merobohkan tokoh Siauw-lim-pai ini sehingga kekasaran serangannya itu nyaris mendatangkan noda darah yang menyembur keluar dari perut Liong Ki Tek pada baju nona itu.,

   "Sesudah dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tewas, apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Adik Nirahai? Kurasa permainanmu terlalu berbahaya sekarang. Untuk menutupi kenyataannya bahwa dia tidak secepat Nirahai merobohkan lawan. bahkan mendapat bantuan gadis perkasa itu, Ouwyang Seng menekan gadis itu dengan kata-kata yang sifatnya menegur ini. Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, dan kekuatan Siauw-lim-pai sama sekali tidak boleh dipandang ringan."

   "Tenanglah, Ouwyang-twako dan serahkan saja padaku karena aku telah membuat rencana yang baik sekali, jauh lebih baik dari pada rencana semula. Engkau tahu,Twako. Untuk memancing ikan besar harus menggunakan umpan besar dan dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam ini merupakan umpan besar sekali yang kematiannya akan membikin geger Siauw-lim-pai dan sekali lni kutanggung bahwa Siauw-lim-pai akan memusuhi Hoa-san-pai sehingga kita tidaklah harus bersusah payah lagi menggempur keduanya."

   Dengan wajah manis dan sikap tenang gadls itu lalu menceritakan rencananya kepada Ouwyang Seng. Pemuda ini mendengarkan penuh perhatian, makin lama makin tertarik dan setelah gadis itu menyelesaikan penuturan tentang rencana dan siasatnya, ia bangkit berdiri dan menyura kepada Nirahai sambi"

   Berkata.

   "Wah, engkau hebat sekali, Adik Nirahai. Sungguh mengagumkan, Makin besar dan berbahagialh hatiku kalau aku teringat bahwa engkau yang begini cantik jelita, begini lihai ilmu silatnya, begini cerdik pandai adalah tunanganku.."

   "Hemmm, jangan tergesa-gesa, Twa-ko..."

   Nirahai memotong, sepasang alisnya yang kecil panjang dan hitam itu berkerut, akan tetapi bibirnya yang merah tersenyum tenang.

   "Nirahai... aku tidak tergesa-gesa, akan tetapi... bukankah sudah setengah resmi perjodohan kita..?"

   Ouwyang Seng berlutut dan suaranya gemetar penuh perasaan.

   "Diantara Ayahmu dan Ayahku..

   "

   "Nirahai menundukkan muka memandang wajah pemuda yang tampan itu. Ia suka kepada pemuda yang selalu pandai mengambi"

   Hatinya ini akan tetapi... Ouwyang Seng bukanlah pria yang memenuhi idaman hatinya.

   "Ouwyang-twako yang akan berjodoh adalah kita, bukan Ayah Kita.."

   "Nirahai....."

   Ouwyang Seng memandang dengan sinar mata penuh cinta kasih dan permohonan sehingga Nirahai menjadi kasihan, mengulurkan tangannya. Ouwyang Seng menangkap jari-jari tangan yang halus meruncing itu dengan kedua tangannya, lalu menciumi jari-jari tangan.itu penuh nafsu birahi dan cinta kasih.

   "Ohhh, Nirahai puteri jelita, pujaan hati-ku. Aku cinta padamu.."

   Sejenak puteri itu membiarkan jari tangannya dibelai dan dicium akan tetapi mulutnya berkata halus,

   "Aku tahu bahwa engkau mencintaku, Twako. Akan, tetapi aku tidak..ah, belum lagi aku dapat menjatuhkan cinta kasihku kepada seseorang..."

   "Aku dapat menanti, sayang. Aku dapat bersabar, akan kunanti penuh harapan berseminya cinta kasih di hatimu terhadap diriku. Nirahai..."

   Puteri itu menarik tangannya terlepas dan berkata, biarpun mulutnya masih tersenyum namun suaranya agak dingin,

   "Cukuplah, Twako. Kita sedang bertugas,dan aku tidak senang bicara tentang hal itu. Harap kau suka mempersiapkan pasukan pengawal dan sediakan dua buah peti mati akan tetapi jangan kelihatan seperti peti mati, melainkan peti untuk mengirim barang berharga. Aku hendak menyampaikan berita kematian ini kepada anak murid Siauw-Jim Chit-kiam yang kebetulan berada di kota Kok-lee-bun tak jauh dari sini, kemudian aku akan ke Kwan-teng menemui Tan-piauwsu kepaIa Pek-eng-piauwkiok. Siasatku ini harus berjalan lancar dan harus berhasil,Twako."

   Ouwyang Seng adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ia dapat menangkap nada suara dingin itu dan tidak berani melanjutkan rayuannya tentang cinta. Ia bangkit berdiri, menghela napas dan berkata,

   "Baiklah, Nirahai. Aku sudah maklum akan rencanamu tadi."

   Nirahai lalu berkelebat cepat ke arah belakang kuil tua itu, meloncat ke punggung kuda yang disembunyikan jauh dari situ kemudian membalap untuk melaksanakan siasatnya. Apakah siasat puteri yang cerdik ini? Seperti telah diceritakan di bagian depan, siasatnya mengadu domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai ternyata hampir berhasil atau hanya setengah berhasil karena secara tak tersangka-sangka muncul tokoh aneh yang mengacaukan urusan, yaitu Han Han dan Lulu.

   Keadaan dalam kuil Siauw-lim-si yang menjadi pusat Siauw-lim-pal dan diketuai oleh Ceng San Hwesio kini diliputi awan kedukaan dan penasaran. Beberapa hari yang lalu, datanglah Lauw Sin Lian murid terkaslh Siauw-Iim Chit-kiam bersama beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai mengawal sebuah kereta yang terisi dua peti yang terisi mayat-mayat Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek.

   Juga mayat tujuh Qrang anak murid Siauw-lim-pai tingkat rendah. Dapat dibayangkan betapa kaget dan berduka hati Ceng San Hwesio dan para tokoh Suw-lim-pai ketika melihat dua mayat tokoh Siauw-lim-pai yang telah rusak itu. Mayat-mayat itu cepat diperabukan dan setelah mereka semua berkabung, Ceng San Hwesio lalu mengumpulkan anak murid dan adik-adik seperguruan untuk berunding. Biarpun Lauw Sin Lian terhitung hanya cucu murid ketua Siauw-lim-pai ini, akan tetapi karena tingkat kepandaian Sin Lian sebagai murid terkasih Siauw-lim Chit-kiam sudah amat tinggi dan pula karena gadis inilah menjadi saksi utama mengenai bentrokan dengan Hoa-san-pai, maka Sin Lian juga hadir dalam pertemuan besar itu.

   "Sungguh tidak nyana sekali Hoa-san-pai menjadi perkumpulan yang rendah dan dapat diperalat oleh kaum penjajah."

   Ceng San Hwesio ketua Siauw-lim pa imengerutkan alisnya dan mengepal tasbih di tangannya erat-erat, wajahnya yang kurus itu menjadi merah sekali warnanya.

   "Amatlah keji perbuatan mereka terhadap dua orang muridku itu dan agaknya mereka itu sudah menyatakan permusuhan secara terbuka. Sute, mulai saat ini, harap Sute suka mengatur seluruh anak murid kita untuk melakukan penjagaan ketat siang malam menjaga keamanan kuil Semua anak murid yang berada di dalam kuil tidak diperbolehkan keluar dan segala bentrokan dengan golongan apa pun juga harus ditiadakan. Selain itu, Sute harap mengutus anak murid untuk mengundang semua saudara dan murid untuk berkumpul di sini, selambatnya sebulan. Sebelum tenaga kita berkumpul semua dan kedudukan kita cukup kuat, jangan ada yang lancang turun tangan terhadap anak murid Hoa-san-pai. Nanti kalau semua tenaga sudah terkumpul, pinceng sendiri yang akan memimpin pasukan Siauw-lim-pai menuju ke Hoa-san-pai dan menuntut balas atas kekejaman Hoa-san pai terhadap kita."

   Kalau seorang ketua perkumpulan besar seperti Siaw-Lim-pai sudah rnenyatakan hendak rnemimpin sendiri penyerbuan, hal ini menandakan bahwa ketua itu sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dan memang demikianlah keadaan Ceng San Hwesio yang sudah marah sekali. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua di antara murid-murid yang paling ia sayang, kini melihat murid-muridnya itu tewas dalam keadaan mengenaskan, hwesio tua ini tak mampu lagi mengendalikan kemarahannya. Sutenya, Ceng To Hwesio yang bertugas menjaga kuil dan membantu pekerjaan suhengnya yang menjadi ketua, juga merupakan guru dan pelatih dari sebagian besar murid-murid Siauw-lim-pai, menariknapas panjang dan berkata.

   "Baiklah, Suheng. Penjagaan akan diperkuat, dan pinceng akan mengutus murid-murid mengumpulkan tenaga. Akan tetapi, maaf, Suheng. Mengenai hal yang menyangkut permusuhan dengan pihak Hoa-san-pai ini, apakah tidak sebaiknya kalau kita bertanya nasihat kepada Su-pek?"

   "Bagaimana kita dapat mengganggu Supek dengan urusan ini? Supek sudah bertahun-tahun bertapa dalam sebuah diantara kamar-kamar penyiksaan diri, tidak mau diganggu. Biarpun bagi kita urusan ini adalah urusan besar yang tidak hanya menyangkut nyawa murid-murid kita, juga menyangkut nama dan kehormatan Siauw-lim-pai, akan tetapi bagi Supek yang sudah mengasingkan diri dari dunia ramai, tidak melibatkan diri dengan urusan dunia, tentu merupakan hal yang tidak ada artinya sama sekali, Tidak, Sute, tidak semestinya kalau kita mengganggu Supek untuk urusan ini.Urusan mengenai Siauw-lim-pai menjadi tugas pinceng sebagai ketua dan tugas semua anak murid Siauw-lim-pai."

   "Terserah keputusan Suheng, pinceng hanya mentaati perintah,"

   Jawab Ceng To Hwesio yang menjadi tegang hatinya karena maklum bahwa kalau suhengnya itu mengumumkan perang terhadap Hoa-san-pai, akan terjadi geger dan tentu akan mengambil korban yang banyak sekali di kedua pihak.

   "Bagus, Sute. Dan engkau Sin Lian, engkau mengatakan bahwa menurut dugaanmu, kedua orang Gurumu itu terbunuh oleh seorang pemuda bernama Sie Han. Mungkinkah itu? Seorang pemuda dapat membunuh dua di antara tujuh orang Gurumu?"

   "Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong (Kakek Guru). Han Han.eh, Sie Han itu kini ternyata telah menjadi seorang pemuda yang pandai ilmu iblis."

   "Coba ceritakan keadaannya dan bagaimana engkau dapat mengenali dia?"

   "Ketika masih kecil, Sie Han ini adalah seorang gelandangan. seorang pengemis yang terlantar. Kemudian Ayah yang menaruh kasihan, membawanya dan mengambilnya sebagai murid. akan tetapi hanya sebentar karena dia itu berkhianat, malah kemudian menjadi murid atau pelayan dari Kang-thouw-kwi Gak Liat....."

   "Omitohud..."

   Ceng San Hwesio berseru kaget. Nama tokoh datuk hitam ini selalu mengejutkan hati semua orang pandai.

   "Dia menjadi murid setan itu Akan tetapi... andaikata benar menjadi muridnya. pinceng tetap masih meragukan apakah bocah itu mampu mengalahkan Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek"

   "Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong. Ketika berusaha menghajar orang-orang Hoa-san-pai dan bergebrak dengan Han Han itu, dalam bentrokan tenaga teecu mendapat kenyataan bahwa tenaga sinkang bocah itu melampaui sinkang semua suhu."

   "0mitohud..., mana mungkin...?"

   Ceng San Hwesio kembali berseru.

   "Teecu tidak berbohong, Sukong. Ketika itu, teecu menyerangnya dan mengirim pukulan dengan pengerahan lweekang sekuatnya. Pukulan teeucu itu adalah jurus Cam-liong-jiu (Pukulan Membunuh Naga) dan dia sama sekali tidak menangkis. Teecu yakin bahwa tujuh orang Suhu tidak akan dapat menerima pukulan itu dengan dada, akan tetapi Han Han menerima dengan dadanya dan akibatnya teecu sendiri yang terbanting roboh dan tangan teecu membengkak."

   "Hemmm..."

   Ceng San Hwesio mengulur lengannya ke depan dan membuka tangan dengan telapak di atas.

   "Coba engkau menggunakan Cam-liong-jiu dengan kekuatan seperti yang kau gunakan memukul bocah itu, dengan mengukur kekuatan pukulanmu dapat kiranya sedikit banyak menilai kepandaiannya."

   Lauw Sin Lian maklum akan maksud kakek gurunya Itu, maka ia lalu mengerahkan tenaga dan mengayun kepalan tangannya, memukul ke arah telapak tangan kakek tua itu.

   "Plakkk."

   Sin Lian merasa betapa kulit tangannya panas dan tergetar, maka ia cepat menarik kembali tangannya.

   "Omitohud, sukar dipercaya kalau bocah itu mampu menerima pukulanmu tadi dengan dadanya."

   Ketua Siauw-lim-pai berseru kaget.

   "Memang dia luar biasa, Sukong."

   "Kalau murid Hoa-san-pai semuda itu takkan mungkin memiliki sinkang yang cukup kuat untuk menerima pukulanmu tadi. Akan tetapi kalau dia murid Gak Liat yang menjadi kaki tangan penjajah, bagaimana dia dapat membantu Hoa-san-pai yang selama ini anti penjajah?"

   "Siapa tahu Hoa-san-pai menyeleweng atau mungkin hanya Pek-eng-piauwkiok atau sebagian murid Hoa-san-pai saja yang bersekutu dengan kaki tangan penjajah. Urusan ini amat berbahaya, kalau Sukong mengijinkan, biarlah teecu pergi menyusul lima orang Suhu untuk diundangke sini."

   "Memang, semua murid Siauw-lim-pai harus berkumpul. Terutama sekali para Gurumu yang tinggal lima orang itu..."

   Kakek gundul ini menarik napas duka teringat akan dua orang muridnya yang tewas.

   "Apakah engkau tahu di mana mereka itu kini merantau?"

   "Teecu mendengar bahwa para Suhu merantau ke Telaga Barat, tentu masih berada di sana. Teecu akan menyusul mereka dan menyampaikan berita duka tentang kematian Liok-suhu clan Jit-suhu (Guru ke Enam dan ke Tujuh)."

   "Baiklah, Lian-ji, berangkatlah sekarang juga. Pinceng amat membutuhkan bantuan guru-gurumu."

   Pada hari itu juga, berangkatlah Lauw Sin Lian pergi menyusul guru-guru nya untuk menyampaikan berita kematian dua orang gurunya dan undangan ketua Siauw-lim-pai, dan selain Sin Lian, berangkat pula murid-murid Siauw-lim-pai yang diutus oleh Ceng San Hwesio untuk mengundang tokoh-tokoh Siauw-lim-pai yang kebetulan melakukan perjalanan, atau yang memang tidak lagi bertempat ting-gal di pusat ini. Beberapa hari kemudian semenjak para murid Siauw-lim-pai pergi melakukan tugas masing-masing menghimpun tenaga yang diundang ke pusat, para hwesio penjaga pintu gerbang Siauw-lim-pai menyambut datangnya dua orang tamu dengan pandangan mata penuh kecurigaan.

   Tamu ini bukan lain adalah Han Han dan Lulu. Seperti biasa, pemuda ini tenang-tenang saja menghampiri pintu gerbang, diikuti dari belakang oleh Lulu yang juga bersikap tenang. Dara ini makin cantik jelita saja, apalagi kini di punggungnya tampak sebatang pedang yang amat indah gagangnya, yaitu pedang pusaka Cheng-kong-kiam yang dirampasnya dari tangan Kong Seng-cu tokoh Hoa-san-pai. Biarpun di luarnya kelihatan tenang, namun di sebelah dalam dada gadis ini terjadi ketegangan karena ia ingin sekali segera bertemu dengan Sin Lian untuk bertanya di mana adanya Lauw-pangcu, musuh besarnya. SembiIan orang hwesio penjaga yang segera datang ke pintu gerbang itu mengangkat tangan sebagai tanda penghormatan dan seorang di antara mereka ber-tanya.

   "Ji-wi hendak mencari siapakah?"

   Dengan sikap tenang akan tetapi membalas penghormatan itu, berbeda dengan Lulu yang memandang ke kanan kiri penuh perhatian, Han Han lalu menjawab.

   "Saya ingin bertemu dengan Nona Lauw Sin Lian, dan dengan ketua dari Siauw-lim-pai."

   Para hwesio penjaga itu saling pandang. Keadaan pemuda yang aneh Ini mencurigakan. Pakaian pemuda ini sederhana, akan tetapi rambutnya dibiarkan riap-riapan begitu saja, sungguh mencurigakan, dan lebih-lebih sepasang-mata itu yang amat tajam.

   "Nona Lauw Sin Lian tidak berada disini, sedangkan keinginan Kongcu untuk berjumpa dengan Ketua, agaknya hal ini tidaklah mudah dilaksanakan. Hendaknya Kongcu berdua suka memberitahukan nama dan keperluan barulah kami akan menyampaikan keatasan apakah permohonan Kongcu, menghadap dapat dikabulkan"

   "Han Han mengerutkan alisnya yang tebal, masih dapat menahan kesabarannya, akan tetapi Lulu yang mendengar bahwa Sin Lian yang dicarinya itu tidak -berada di kuil itu, sudah kehilangan kesabarannya dan ia membentak.

   "Wah-wah, seorang pendeta biarpun sudah menjadi ketua, masa lagaknya melebihi seorang raja saja? Orang mau berjumpa saja sukarnya setengah mati."

   
Pendekar Super Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Para hwesio penjaga itu memandang dengan muka tidak senang dan wakil pembicara mereka segera menjawab,

   "Nona, kalau yang kau maksudkan raja penjajah, memang ketua kami jauh lebih tinggi dan terhormat. Ada perkumpulan ada pula peraturan, dan Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar yang memegang teguh peraturannya, siapa pun tidak berhak melanggarnya."

   "Waduh-waduh, galaknya. Eh, hwesio-gundul, apakah engkau ini ber-liamkeng (membaca doa) dan bersembahyang, memantang makanan berjiwa yang enak-enak, bertapa susah payah, hanya untuk belajar galak kepada orang lain? Kalau sikapmu masih galak dan tidak ramah-tamah terhadap orang, tidak baik budi, percuma saja dong rambutmu dibuang. Ternyata kepalamu menjadi bertambah panas."

   Sikap dan omongan Lulu yang ugal-ugalan ini membuat para hwesio menjadi merah mukanya, akan tetapi karena kata-kata itu tepat menusuk hati dan merupakan sindiran bagi mereka, sejenak mereka tak mampu membantah. Kalau mereka menuruti nafsu kemarahan, hal ini hanya membuktikan betapa tepatnya ucapan gadis nakal itu, kalau tidak marah, hati yang tidak kuat.

   "Heiii, dia inilah bocah setan itu. Dia yang membunuh saudara-saudara kita, dia yang membela orang-orang Hoa-san-pai."

   Tiba-tiba terdengar suara dua orang anggauta Siauw-lim-pai yang bukan lain adalah Liong Tik dan seorang sutenya, dua orang di antara sembilan murid Sauw-lim-pai yang tidak tewas ketika mengeroyok Han Han.

   "Kepung, jangan sampat dia lari."

   Liong Tik yang marah sekali melihat musuh besarnya ini telah mengeluarkan senjatanya, sepasang tombak cagak dan para hwesio lainnya telah pula siap dengan senjata masing-masing. Dua oranghwesio sudah berlari masuk memberi laporan. Han Han masih bersikap tenang, dan Lulu sudah berkata lagi,

   "Wah, tidak hanya galak, malah agaknya para pendeta Siauw-lim-pai terkenal sebagai tukang mengeroyok orang. Apakah kalian masih belum kapok, hendak mengeroyok Kokoku?"

   Han Han berdiri dengan kedua kaki terpentang, tegak dan matanya melirik ke kanan kiri ketika kini berdatangan belasan orang hwesio yang sudah me-ngurungnya. Ia tidak ingin berkelahi karena kedatangannya lni hendak men-jelaskan persoalan yang timbul antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai.

   "Bocah iblis, apakah engkau datang hendak mengacau Siauw-lim-pai?"

   Liong Tik membentak, masih ragu-ragu untuk menyerang karena ia maklum akan kepandaian pemuda itu yang amat menggiriskan hati.

   "Cu-wi sekalian harap sabar. Aku datang sama sekali bukan hendak mengacau, bukan pula hendak menimbulkan perkelahian. Aku datang untuk bicara dengan Nona Lauw Sin Lian, dan dengan ketua Siauw-lim-pai untuk menjelaskan persoalan yang baru-baru ini terjadi."

   "Engkau sudah membunuh saudara-saudara kami, masih datang hendak bicara dengan ketua kami?"

   Pertanyaan ini timbul dari hati yang terheran-heran. Alangkah beraninya pemuda ini. Ataukah karena sombongnya maka sengaja datang hendak menantang ketua Siauw-lim-pai?

   "Kalau aku tidak datang memberi penjelasan, bagaimana urusan dapat dibereskan? Semua terjadi karena salah paham..."

   "Jahanam! Sudah membunuh banyak orang, enak saja mengatakan bahwa semua terjadi karena salah paham"

   Saudara-saudara, mari kita basmi iblis ini."

   Liong Tik berkata marah, akan tetapi sebelum mereka turun tangan, terdengar bentakan halus.

   "Para murid Siauw-Lim-pai, minggirlah."

   Mendengar suara ini, para murid yang tadinya mengurung Han Han serentak minggir dan membentuk lingkaran kipas yang lebar. Han Han memandang mereka yang datang dan ternyata dari dalam kuil keluarlah lima orang hwesio yang usianya rata-rata sudah lima puluh tahun lebih. Sikap mereka agung dan keren, dan seorang di antara mereka pincang kakinya sehingga jalannya dibantu sebatang tongkat.

   Pakaian mereka sederhana, namun menyaksikan gerak-gerik mereka yang tenang dan keren, dapat diduga bahwa mereka ini merupakan tokoh-tokoh penting dari Siauw-lim-pai. Dan dugaan Han-Han ini memang benar karena lima orang hwesio itu adalah murid-murid kepala dari Ceng To Hwesio, sute dari ketua Siauw-lim-pai itu. Tingkat kepandaian lima orang hwesio ini sudan tinggi, bahkan tugas mengajar semua murid yang menjadi tugas Ceng To Hwesio, diwakili oleh lima orang ini. Biarpun tingkat mereka masih kalah sedikit kalau dibandingkan dengan tingkat Siauw-lim Chit-kiam, namun karena mereka terhitung adik-adik seperguruan Siauw-lim Chit-kiam, maka mereka merupakan tokoh-tokoh tingkat tiga di Slauw-tim-pai. Han Han yang dapat mengenal orang-orang pandai segera rnengangkat kedua tangan depan dada dan berkata,

   "Saya Sie Han dan adik saya Lulu mohon perkenan Lo-suhu sekalian agar dapat bertemu dan bicara dengan ketua Siauw-tim-pal dan dengan Nona Lauw Sin Lian."

   Lima orang hwesio itu tadi sudah mendapat laporan bahwa yang datang ini adalah pemuda lihai yang membantu Hoa-san-pai dan yang telah membunuh tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai, bahkan yang mungkin juga menjadi pembunuh dua orang suheng mereka, Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek. Kini, melihat betapa pemuda itu masih amat muda, mereka sudah terheran-heran sekali, apa lagi menyaksikan sikap pemuda ini yang sopan santun, mereka menjadi ragu-ragu dan hampir tidak percaya bahwa seorang pemuda seperti ini dapat memiliki kepandaian yang tinggi. Mereka segera membalas penghormatan Han Han karena biarpun tamu itu masih muda, adalah menjadi kewajiban para hwesio untuk bersikap hormat dan lemah lembut kepada siapa saja.

   "Sicu hendak bertemu dengan murid kami Lauw Sin Lian?"

   Berkata seorang diantara mereka yang mukanya kurus.

   "Sayang sekali, Nona Lauw sedang melakukan tugas keluar kota, tidak berada disini. Akan tetapi Supek kami, ketua Siauw-lim-pai, berada di dalam. Kalau Sicu berdua hendak menghadap Supek, silakan masuk."

   Han Han mengangguk dan hatinya lega. Kiranya tokoh-tokoh Siauw-lim-pal adalah orang-orang gagah yang mudah diajak urusan, tidak seperti anak buahnya tadi yang bersikap kasar, sungguhpun ia dapat memaafkan kekasaran mereka kalau ia ingat bahwa dia telah membunuh tujuh orang saudara mereka. Dengan langkah lebar dan tenang ia memasuki pintu gerbang didahui oleh lima orang hwesio itu. lulu menyentuh tangan Hanl Han dari belakang sehingga pemuda itu menengok dan memandang-nya. Gadis itu berbisik,

   "Koko, aku merasa khawatir sekali. Jangan-jangan kita masuk perangkap mereka."

   "Nona, kami menjunjung tinggi kegagahan dan kebenaran, anti akan segala kejahatan dan kecurangan. Tidak perluk hawatir."

   Terdengar jawaban dari hwesio pincang bertongkat yang masih berjalan di depan, tanpa menengok. Dapat mendengar bisikan Lulu yang begitu perlahan cukup membuktikan betapa tajam pendengaran para hwesio ini. Rombongan lima orang hwesio yang mengantar Han Han dan Lulu itu kini memasuki ruangan depan kuil besar yang menjadi pusat perkumpulan Siauw-lim-pai itu.

   Bersih dan luas sekali ruangan itu dan dari situ tampak meja sembahyang di sebelah dalam yaitu di dalam ruangan sembahyang yang kelihatan tenang dan sunyi, yang mengebulkan asap tipis berbau harum dari mana terdengar lirih suara hwesio berdoa. Adapun para hwesio lain yang menjadi anak buah dan bertugas menjaga hanya berkumpul di pekarangan depan tidak diperkenankan masuk karena kini dua orang tamu itu telah berada di dalam tangan lima orang hwesio kepala ini. Dengan slkap tenang akan tetapi alis berkerut karena dapat menduga bahwa para hwesio Siauw-lim-pai ini menyambut nya dengan penuh kecurigaaan dan sikap bermusuhan, Han Han memasuki ruangan depan yang bersih ltu, diikuti oleh Lulu yang sikapnya biasa saja bahkan gadis itu seperti biasa tidak dapat menahan rasa ingin tahunya dan menonton ke kanan kiri memandangi keadaan di situ.

   "Sicu dan Nona, silahkan masuk ruangan disebelah, para pimpinan Siauw-tim-pal telah menanti di sana. Pinceng berlima hanya bertugas mengantar Ji-wi sampai di luar pintu"

   Berkata hwesio pengantar, sedangkan ernpat orang hwesio lainnya hanya berdiri dan rnengangkat tangan memberi hormat.

   "Koko, jangan percaya kepada mereka ini."

   Kata Lulu.

   "Biar kita menanti disini saja dan suruh mereka panggil keluar Lauw Sin Lian dan ketua mereka."

   "Mengapa mesti takut? Kita adalah tamu dan tamu harus tunduk akan peraturan tuan rumah. Kalau mereka menghendaki dengan peyambutan besar-besaran, biarlah, Adikku. Mari kau ikut aku, tak usah takut"

   "Siapa takut?"

   Lulu menjebikan bibir-nya.

   "Aku hanya berhati-hati, bukannya takut."

   Dengan langkah lebar dan dada terangkat, Han Han dan lulu memasuki pintu yang menembus ke ruangan samping yang sesungguhnya adalah ruangan terbesar karena ini adalah ruangan lian-bu-thia (belajar silat) yang luas sekali.

   Begitu Han Han dan Lulu memasuki ruangan ini, tampak oleh mereka sepasukan hwesio muda berdiri berbaris di tengah ruangan. Mereka terdiri dari tiga belas orang, berdiri dengan sikap berbaris, bertangan kosong .dan nampaknya kuat-kuat. Lengan baju mereka digulung sampai ke siku dan, mereka berdiri dengan bhesi (kuda-kuda) yang amat kuat, yaitu kuda-kuda Ji-ma-she dengan kedua kaki terpentang dan lutut ditekuk, kedua kepalan tangan di kanan kiri lambung. Tiga belas orang hwesio muda itu hanya berdiri dalam keadaan siap sarnbil memandang ke arah Han Han, tanpa mengeluarkan kata-kata, tanpa bergerak. Han Han tidak tahu harus berbuat apa karena barisan ini menghalang di jalan. Akan tetapi terdengarlah suara keren dari mulut seorang hwesio tua yang berdiri di sudut, hwesio tua yang bermata tajam dan suaranya nyaring.

   "Khong-jiu-tin (Barisan Tangan Kosong) Siauw-lim-pai merupakan ujian pertama bagi orang yang berani minta berjumpa dengan ketua Siauw-lim-pai."

   Mendengar ini, Lulu meloncat maju dan menudingkan telunjuknya yang kecil runcing kepada hwesio tua ini sambil memaki,

   "Hwesio busuk Orang mau berjumpa dengan ketua Siauw-lim pai pakai diuji segala macam. Peraturan apakah ini? Hayo suruh minggat barisan yang tiada gunanya ini, dan panggil ketuamu ke sini kami ingin bicara."

   Hwesio tua itu yang sesungguhnya adalah Ceng To Hwesio, mengerutkan keningnya dan matanya memandang marah.

   "Nona, pernah ada jaman di mana wanita dilarang masuk ke ku.il Siauw-lim-si dengan ancaman hukuman mati. Pinceng akan senang sekali kalau peraturan itu kini masih berlaku. Sayang kini peraturan diperlunak dan kalau kalian tidak berani menghadapi ujian kami, lebih baik pergi saja dari sini."

   "Eh, hwesio sombong, siapa yang tidak berani? Biar ditambah lima kali ini, aku tidak takut."

   Lulu sudah bergerak maju hendak menerjang barisan itu. Tiba-tiba tiga betas hwesio itu menggerakkan kaki dan menggeser kaki, kiri ke belakang mengubah kuda-kuda. Gerakan mereka itu mantap dan kuat juga amat rapi sehingga Han Han yang melihat ini cepat berkata.

   "Lulu, mundurlah. Kalau memang begini peraturan Siauw-lim-pai, biar aku coba menghadapi barisan ini."

   Lulu melangkah mundur dan mengomel,

   "Hemmm. hwesio-hwesio sial Sekali ini agak baik nasib kalian sehingga tidak jadi mati ditanganku. Kakakku terlalu baik hati untuk membunuh kalian sehingga kalian hanya akan luka-luka ringan saja. Katau aku yang maju sendiri..hemmm, jangan tanya-tanya lagi tentang dosa."

   Biarpun sikapnya masih kekanak-kanakan namun Lulu sebetulnya adalah seorang yang cerdik dan dapat menyembunyikan kecerdikannya di balik sikap kekanak-kanakannya. Ia sudah mengenal watak kakaknya yang setiap kali berhadapan dengan lawan-lawan tangguh dalam sebuahah pertandingan lalu timbul watak beringas dan kejam seolah-olah haus darah dan ia tahu pula bahwa pihak lawan tentu akan toboh tewas kalau bertemu dengan kakaknya yang luar biasa. Dia tidak menghendaki kakaknya menjadi seorang kejam yang membunuhi manusia seperti membunuh semut saja, maka tadi ia sengaja berkata demikian untuk mengingatkan Han Han agar tidak membunuh lawan. Han Han mengerti akan sindiran Lulu maka ia berkata.

   "Lulu, tewas atau luka dalam pertandingan adalah hal biasa. Yang penting, kalau sampai terjadi pertandingan, hal itu bukanlah kehendak kita, melainkan dikehendaki oleh para hwesio ini. Minggirlah."

   Lulu minggir dan Han Han lalu melangkah lebar menghampiri barisan yang sudah siap menyambutnya. Dengan sinar matanya, Han Han menyapu barisan itu dan diam-diam ia merasa amat kagum karena sikap dan kedudukan pasangan kuda-kuda tiga belas orang hwesio yang rata-rata berusia tiga puluh tahun itu amatlah kuat dan kokoh seperti batu karang. Dari pasangan kuda-kudanya saja dapat diketahui bahwa Siauw-lim-pai memiliki murid-murid yang baik-baik dan ilmu silat Siauw-lim-pai bukanlah omong kosong belaka.

   "Majulah."

   Han Han berseru dan menerjang maju, kedua tangannya dengan jari-jari terbuka dilambaikan ke depan dari kanan kiri. Ia tidak ingin menyerang lebih dulu dan ingin sekali menyaksikan bagaimana kehebatan Khong-jiu-tin ini. Setelah belajar ilmu di Pulau Es, Han Han amat suka melihat ilmu silat dan ingin sekali meluaskan pengalamannya dengan menyaksikan ilmu-ilmu silat didunia kang-ouw.

   "Sambut serangan."

   Tiba-tiba bentakan ini keluar dari tiga belas buah mulut secara serentak dan bergeraklah tiga belas orang hwesio itu menyerang Han Han. Gerakan mereka amat cepat dan langkah-langkah mereka teratur, pukulan-pukulan yang dilancarkan mantap dan kuat. Han Han menggunakan ginkangnya, tubuhnya bagaikan tubuh seekor walet saja ringannya dan dengan kecepatan yang mengagumkan ia telah mengelak dari setiap pukulan yang menyerangnya. Akan tetapi betapapun cepat gerakannya, ia tidak dapat mengatasi kecepatan gerakan tiga belas orang sekaligus. Apalagi ketika tiga belas orang itu ternyata bukan sembarangan bergerak mengandalkan kepandaian perorangan, melainkan bergerak menurut ilmu barisan yang aneh dan hebat.

   Ke manapun Han Han mengelak, di situ telah menanti pukulan tangan kosong lain hwesio yang disusul dengan pukulan-pukulan lain dari segala jurusan sehingga bagi Han Han seolah-olah tidak ada jalan keluar lagi. Terpaksa pemuda ini menggunakan lengannya menangkis. Beberapa kali saja menangkis, terdengar seruan-seruan kesakitan daripara hwesio yang tertangkis lengannya,dan segera gerakan para hwesio itu berubah, kini tidak pernah mereka membiarkan lengan mereka tertangkis lagi. Tiap kali lengan meereka ditangkis, mereka sudah menarik kembali tangan mereka untuk disusul dengan lain pukulan dari lain jurusan oleh hwesio lain. Han Han makin kagum. Sudah beberapa kali terdengar suara bak-bik-buk ketika beberapa buah pukulan para pengeroyoknya tak dapat ia elakkan dan terpaksa ia terima dengan tubuhnya yang sudah kebal.

   Ia maklum bahwa andaikata ia tidak memiliki sinkang yang jauh lebih tinggi sehingga ia dapat mengandalkan kekebalan tubuhnya yang dilindungi sinkang dan mengandalkan pula kecepatan gerakannya mengandalkan ginkang, kiranya ia akan celaka di tangan tiga belas orang ini. Kalau hanya mengandalkan ilmu silat, agaknya akan sukarlah menandingi barisan yang hebat ini. Ia mulai memperhatikan gerakan mereka dan mengertilah ia bahwa sesungguhnya Khong jiu-tin yang terdiri dari pada tiga belas orang itu adalah dua macam barisan yang digabung menjadi satu. Pertama barisan Pat-kwa-tin yang terdiri dari delapan orang, ke dua barisan Ngo-heng-tin yang terdiri dari lima orang. Kedua barisan itu kadang-kadang melakukan gerakan terpisah saling membantu, kadang-kadang membentuk lingkaran dengan Pat-kwa-tin di sebelah luar dan Ngo-heng-tin di sebelah dalam.

   Karena dalam hal ilmu silat Han Han memang belum dapat dikatakan mahir, menghadapi kedua barisan yang digabung merupakan Khong-jiu-tin yang mengandung jurus-jurus Ilmu Silat Lo-han-kun yang amat hebat dari Siauw-lim-pai ini, tentu saja Han Han tidak mampu melawannya dan terpaksa ia harus mengandalkan sinkangnya yang membuat tubuhnya kebal dan menerima belasan kali pukulan-pukulan keras sebelum ia sempat melihat jalannya barisan yang amat mengagumkan itu. Karena khawatir kalau-kalau pukulan-pukulan yang makin berbahaya melanda tubuhnya, Han Han mengerahkan khikangnya, mengeluarkan suara melengking nyaring dan kedua lengannya mendorong ke arah lawan yang mengeroyok dengan pengerahan tenaga sakti Im-kang.

   Dapat dibayangkan betapa hebatnya dorongan-dorongan tenaga Im-kang ini kalau diingat bahwa bertahun-tahun pemuda ini melatih diri di Pulau Es yang amat dingin, sehingga ia telah dapat menyedot inti sari hawa dingin, membuat Im-kangnya yang dipelajari menurut kitab-kitab Ma-bin Lo-mo menjadi hebat, lebih hebat dari Swat-im Sin-ciang milik Ma-bin Lo-mo sendiri. Terdengar keluhan-keluhan ketika tiga belas orang itu terhuyung-huyung dan roboh semua dengan muka pucat dan tubuh menggigil kedinginan"

   Untung bahwa Han Han teringat akan sindiran Lulu tadi sehingga ia tidak menurunkan tangan maut, membatasi tenaga dorongannya sehingga darah tiga belas orang itu tidak membeku.

   "Omitohud..., luar biasa..."

   Terdengar Ceng To Hwesio berseru. Tiga belas orang hwesio anggauta barisan Khong-jiu-tin itu saling bantu can mundur. Tempat mereka kini diganti oleh sebuah barisan lain yang terdiri dari sembilan orang hwesio-hwesio tua berusia antara lima puluh tahun, rata-rata bertubuh kurus kering dan kelihatannya lemah sekali.

   "Eh, hwesio curang. Sudah jelas barisan tadi tidak mampu menahan Kakakku, sekarang hwesio-hwesio tua kurus kering ini mau coba lagi?"

   Bentak Lulu yang menghampiri kakaknya dan mengusap-usap leher kanan Han Han yang agak merah karena tadi terpukul, bahkan sebelah kanan bibirnya pecah dan berdarah sedilkit, bajunya robek-robek.
(Lanjut ke Jilid 16)

   Pendekar Super Sakti (Serial 07 - Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16
"Koko tidak sakitkah?"

   Han Han menggeleng kepala dan dengan halus mendorong tubuh adiknya kepinggir sambil berkata,

   "Lulu, tenanglah barisan yang datang ini lebih berat."

   "Apa? hwesio-hwesio kurus kering ini? Jumlahnya pun hanya sembilan orang, Sekali dorong saja roboh Tak usah di dorong kautiup saja mereka akan roboh semua. Mereka ini hanyalah penderita-penderita penyakit encok dan batuk."

   Ceng To Hwesio tldak rnempedulikan ulah dan kata-kata kakak beradik itu lalu berkata dengan suara nyaring.

   

Kisah Pendekar Bongkok Eps 20 Istana Pulau Es Eps 13 Istana Pulau Es Eps 26

Cari Blog Ini