Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pedang Iblis 31


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 31



Tangan itu dilawan oleh sin-kangnya, namun dia roboh terpelanting, libatan kedua ujung lengan bajunya pada toya terlepas dan toya itu telah dirampas kembali oleh Bok Sam yang menggunakan toya untuk menodong dada hwesio yang sudah rebah terlentang.

   "Pinceng sudah kalah, perlu apa menodong dan mengancam? Kalau mau bunuh, lakukanlah, pinceng tidak takut mati!"

   Kata Ceng Sim Hwesio yang merasa terhina dengan penodongan toya di atas dadanya itu. Milana yang sudah merobohkan lawannya dan sedang meloncat ke atas sebuah kuburan untuk menyerang hwesio muka tengkorak yang ternyata telah merobohkan dua orang pembantunya berturut-turut cepat berseru,

   "Kiang-lopek! Jangan lancang membunuh!"

   Bok Sam tentu saja tidak berani melanggar larangan puteri ketuanya. Dia menodong hanya untuk membuktikan keunggulannya saja, maka kini ujung toyanya bergerak cepat menotok jalan darah di pundak Ceng Sim Hwesio, mem-buat hwesio itu mengeluh dan tak dapat bergerak lagi. Sementara itu, hwesio muka tengkorak yang memegang kebutan dan tasbih, ternyata dengan gerakan kebutannya telah berhasil merobohkan pula seorang anggauta Thian-liong-pang yang tadi menerjangnya dengan sebatang pedang, gerakan hwesio ini hebat sekali, dan begitu memandang, tahulah Bok Sam bahwa hwesio kurus itu ternyata jauh lebih lihai daripada Ceng Sim Hwesio!

   Hwesio kurus itu telah merobohkan tiga orang temannya dan seorang lagi telah roboh oleh hwesio lain. Kini di pihak Thian-liong-pang hanya tinggal dia, puteri Ketuanya, dan seorang pembantu lagi, yaitu Su Kak Liong yang masih bertanding seru melawan seorang hwesio pendek bersenjata toya. Biarpun dia lihai, Su Kak Liong terdesak juga oleh dua orang pengeroyoknya. Milana sudah menerjang hwesio kurus yang bersenjata hud-tim dan tasbih, dikeroyok oleh hwesio itu dan seorang hwesio lain yang bersenjata pedang. Karena percaya akan kelihaian Milana, Bok Sam membiarkan Milana menghadapi dua orang pengeroyoknya dan dia sendiri cepat meloncat ke depan membantu Su Kak Liong.

   Begitu Si Lengan Buntung ini maju, keadaan berubah sama sekali. Hwesio pendek yang bersenjata toya sama sekali bukan tandingan Si Lengan Buntung, biarpun senjata mereka serupa dan hwesio itu mengguna-kan kedua tangannya untuk mainkan senjatanya. Dalam belasan jurus saja, hwesio pendek itu tak kuat bertahan iagi, toyanya patah menjadi dua dan dia roboh dengan sambungan lutut terlepas karena hantaman toya lawan. Juga hwesio muda yang bersenjata golok sudah roboh oleh Su Kak Liong, terluka pundaknya. Bok Sam cepat meloncat dan membantu Milana yang masih dikeroyok dua. Ternyata hwesio kurus bermuka tengkorak itu benar-benar lihai sekali. Permainan kombinasi sepasang senjatanya yang aneh memiliki gerakan-gerakan aneh dan tenaga sin-kang yang terkandung dalam gerakan senjata-senjatanya amat kuat.

   Kebutan di tangan kanan itu kadang-kadang lemas dan dipergunakan untuk membelit pedang untuk merampasnya, akan tetapi kadang-kadang dapat menjadi keras dan kaku bulu-bulunya sehingga dapat dipergunakan untuk menotok jalan darah. Sedangkan tasbihnya menyelingi gerakan kebutan dengan sambaran-sambaran ke arah kepala lawan. Milana terkejut dan tertarik sekali. Dia sudah mengenal dasar ilmu silat Siauw-lim-pai maka dia menjadi heran sekali ketika melihat bahwa dasar ilmu silat hwesio kurus ini jauh berbeda dengan Siauw-lim-pai, bahkan mendekati ilmu silat dari barat! Setelah kini Bok Sam maju membantunya dan menghadapi hwesio yang ber-senjata pedang, Milana mendapat kesempatan untuk menghadapi hwesio muka tengkorak itu satu lawan satu dan dengan mengerahkan gin-kangnya yang luar biasa,

   Milana dapat memancing hwesio itu mengeluarkan semua jurus-jurusnya yang sama sekali bukan ilmu silat Siauw-lim-pai. Tiba-tiba untuk kesekian kalinya, tasbih menyambar dari udara, mengeluarkan bunyi bersuitan. Tasbih itu telah dilepas oleh tangan kiri hwesio kurus, dan melayang-layang seperti seekor burung me-nyambar ke arah kepala Milana. Dara ini tidak menjadi gugup. Tadi pun dia pernah diserang seperti itu dan ketika ia mengelak, tasbih itu dapat kembali ke tangan lawan! Kini dia sengaja menggunakan pedangnya menangkis dengan hantaman miring dari samping ke arah tasbih sambil membagi perhatian ke depan karena selagi tasbih itu melayang turun, hud-tim di tangan kanan lawannya juga tidak tinggal diam, bahkan mengirim penyerangan cepat sekali.

   "Cringgg!"

   Milana terkejut karena tangkisan itu membuat tangannya tergetar dan ternyata bahwa tasbih itu tidak tertolak oleh tangkisannya, melainkan terus melibat pedangnya. Kiranya tasbih itu dilempar dengan gerakan berputar sehingga ketika ditangkis terus melibat! Padahal pada saat itu kebutan di tangan kanan hwesio itu telah meluncur datang, ujung kebutan bergerak cepat sekali seolah-olah berubah menjadi banyak dan mengirim totokan Secara bertubi-tubi ke arah jalan-jalan darah di bagian depan tubuh Milana dan pinggang ke atas.

   "Wuuuuttt.... singgg!"

   Milana menggunakan gin-kangnya, tubuhnya mencelat ke atas, pedang dikelebatkan dengan pengerahan sin-kang sehingga tasbih yang melilit pedangnya itu terlepas menyambar ke depan, menangkis ke arah kebutan.

   "Wuuuut!"

   Dengan lihainya hwesio kurus itu menggerakkan kebutan menangkap tasbihnya, dan sudah siap untuk menerjang lagi sambil diam-diam memuji ketangkasan dara itu.

   "Tahan!"

   Tiba-tiba Milana membentak sambil melintangkan pedangnya di depan dada.

   "Siapa engkau? Aku yakin bahwa engkau bukanlah seorang hwesio tokoh Siauw-lim-pai!"

   Hwesio itu tersenyum mengejek, kemudian memandang kepada enam orang hwesio yang semua telah roboh terluka. Hwesio berpedang yang tadinya membantu dia mengeroyok Milana, telah roboh pula di tangan Bok Sam yang kini sudah berdiri dengan memegang toya tegak lurus di depannya, siap untuk menerjangnya. Enam orang temannya sudah kalah semua, tinggal dia seorang, sedangkan di pihak Thian-liong-pang masih ada tiga orang termasuk nona muda yang amat lihai dan Si Lengan Buntung yang juga lihai sekali itu.

   "Pinceng Mo Kong Hosiang memang bukan seorang tokoh Siauw-lim-pai, akan tetapi pinceng adalah sahabat baik Ketua Siauw-lim-pai. Pinceng datang dari barat dan mendengar akan sepak terjang Thian-liong-pang yang telah merendahkan diri menjadi kaki tangan pemerintah penjajah, pinceng dan para sahabat ini...."

   "Aihh, kiranya engkau seorang pemberontak dari Tibet, bukan?"

   Milana memotong, dan hwesio itu kelihatan terkejut.

   "Bagaimana Nona dapat menyangka demikian?"

   "Aku mengenal gaya bahasamu dan dasar gerak silatmu. Tibet sudah takluk, akan tetapi banyak tokohnya diam-diam masih ingin memberontak. Tentu engkau adalah seorang di antara mereka yang ingin memberontak, maka kini engkau menghasut para Lo-suhu dari Siauw-lim-pai untuk menentang kami. Hemm, Mo Kong Hosiang, karena engkau bukan orang Siauw-lim-pai, maka urusan antara engkau dan kami lain lagi. Engkau seorang pemberontak dan sudah menjadi tugas kami untuk membasmi pemberontak."

   "Ha-ha-ha, perempuan sombong! Kau kira pinceng takut....?"

   Baru sampai di sini ucapannya, terdengar suara gerengan keras dan Bok Sam telah menerjang maju dengan dahsyat, menggerakkan toyanya menusuk ke arah dada hwesio kurus itu.

   Mo Kong Hosiang cepat mengelak sambil menggerakkan hud-tim di tangannya yang menyambar dari samping ke arah lambung Si Lengan Buntung. Serangan berbahaya ini dapat dielakkan oleh Bhok Sam dan segera terjadi pertandingan hebat antara kedua orang itu.

   Sekali ini, pertandingan terjadi lebih he-bat daripada tadi karena kalau tadi masing-masing pihak masih menjaga agar jangan sampai menjatuhkan pukulan maut kepada pihak lawan, kini kedua orang ini bertanding dengan niat membunuh! Milana sudah mengukur tingkat kepandaian hwesio kurus itu, maka kini ia mengerutkan alis menyaksikan kelancangan Bok Sam yang terlalu berani turun tangan. Dia maklum bahwa pembantu ibunya itu memiliki ilmu yang boleh diandalkan, akan tetapi dia khawatir kalau pembantu ibunya itu bukan tandingan Mo Kong Hosiang yang amat lihai. Biarpun hatinya tidak senang menyaksikan kelancangan dan kekerasan hati Bok Sam, namun karena dia tahu bahwa Si Buntung ini mendahuluinya bukan hanya karena keras hati akan tetapi juga karena menyayangnya menghadapi lawan tangguh,

   Maka di lubuk hatinya Milana merasa tidak tega dan tidak mau membiarkan Si Lengan Buntung itu menghadapi bahaya maut. Diam-diam ia bersiap sedia untuk menolong apabila pembantu ibunya itu terancam bahaya. Kiang Bok Sam bukan seorang bodoh. Begitu terjadi saling serang beberapa jurus saja, tahulah dia bahwa lawannya ini benar-benar amat lihai, sama sekali tidak boleh disamakan dengan Ceng Sim Hwesio. Gerakan hud-tim itu membingungkan hatinya karena amat cepat dan aneh, selain itu, juga hud-tim yang kadang-kadang lemas kadang-kadang kaku itu membuat dia sukar sekali menduga gerakan serangan lawan. Namun, dia tidak menjadi jerih dan toyanya diputar amat cepatnya ketika dia membalas dengan serangan-serangan maut yang tidak kalah hebatnya.

   Permainan toyanya yang khusus diturunkan oleh Ketua Thian-liong-pang kepadanya memang dahsyat sekali, apalagi di balik toya ini tersembunyi lengan tunggal yang memiliki keampuhan luar biasa. Toya ini selain merupakan senjata, juga merupakan semacam kedok yang menyembunyikan senjatanya yang paling utama dan ampuh, yaitu tangan kanannya. Lawan biasanya akan memandang rendah apabila dia kehilangan toyanya, dan hal ini pun tadi telah mengakibatkan robohnya Ceng Sim Hwesio. Mo Kong Hosiang maklum bahwa lawan yang berbahaya adalah Si Buntung ini dan nona muda itu, maka dia harus dapat merobohkan seorang di antara mereka baru dia mempunyai harapan untuk keluar dari pertandingan dengan selamat.

   Maka kini melihat gerakan toya Si Lengan Buntung, dia memandang rendah. Si Buntung ini memang amat cepat dan kuat sin-kangnya, namun masih jauh ka-lau dibandingkan lawannya dengan nona muda yang cantik itu. Dia harus dapat mengalahkan lawannya dengan cepat. Tiba-tiba hwesio kurus itu mengeluarkan suara bentakan melengking sehingga ter-kejutlah lawannya karena bentakan ini mengandung tenaga khi-kang yang menggetarkan jantung. Pada saat itu, hud-tim di tangan Mo Kong Hosiang meluncur ke depan, menjadi lemas dan telah melibat ujung toya yang tadi menusuk ke arah dadanya, sedangkan tasbih di tangan kirinya sudah dilontarkannya ke atas dan kiri tasbih itu meluncur turun ke arah kepala lawan selagi lawan masih terkejut dan berusaha membetot toyanya.

   "Sinngggg.... tranggg!"

   Tasbih itu putus dan runtuh ke atas tanah, kesambar pedang yang dilontarkan oleh Milana.

   Pedang itu pun runtuh ke atas tanah, akan tetapi telah berhasil menyelamatkan Si Lengan Buntung dari ancaman maut! Pada saat itu Bok Sam melepaskan toyanya dan hal ini dianggap oleh Mo Kong Hosiang sebagai kemenangan. Dia berseru girang walaupun tadi kaget melihat tasbihnya runtuh, dengan gerak kilat tangan kirinya menghantam ke arah lawan. Pukulannya cepat dan keras bukan main sehingga didahului oleh hawa pukulan yang kuat. Seperti juga Ceng Sim Hwesio, hwesio dari Tibet ini telah salah menduga keadaan lawan. Disangkanya bahwa Si Lengan Buntung itu hanya mengandalkan toyanya, maka begitu toya terlepas dianggapnya Si Lengan Buntung itu menjadi tak berdaya dan lemah. Maka hwesio kurus itu hanya tersenyum mengejek ketika Bok Sam menggerakkan lengan tangannya menangkis dengan tangan terbuka miring.

   "Krakkkk....!"

   Mo Kong Hosiang berteriak kaget setengah mati ketika pergelangan tangannya terasa nyeri dan tulangnya ternyata patah begitu berternu dengan tangan miring lawan.

   "Celaka....!"

   Dia cepat meloncat ke belakang, lengan kirinya tergantung lumpuh karena tulangnya patah, namun hud-timnya berhasil merampas toya. Kini dia menggerakkan hud-timnya dan toya itu meluncur seperti anak panah yang besar ke arah Bok Sam!

   "Wuuuttt.... wirrrr!"

   Tiba-tiba toya yang meluncur itu berhenti dan tertarik ke atas oleh sinar hitam yang meluncur cepat dari tangan Milana. Kiranya dara perkasa ini telah menggunakan sebatang tali sutera, sebuah di antara senjatanya yang amat lihai, dilontarkannya tali itu dan berhasil menangkap toya! Kini toya itu telah kembali ke tangan pemiliknya yang mengangguk sebagai tanda terima kasih kepada Milana. Lontaran toya tadi benar-benar tidak terduga dan amat cepatnya sehingga kalau tidak ditolong Milana, tentu dia akan celaka, setidaknya terluka.

   Sambil menggereng seperti seekor harimau terluka, Bok Sam menerjang maju dan terpaksa dilawan oleh Mo Kong Hosiang yang keadaannya tidak berbeda jauh dengan lawannya. Kalau lawannya itu hanya menggunakan lengan kanan karena lengan kirinya buntung, hwesio Tibet ini pun hanya menggunakan lengan kanan karena lengan kirinya lumpuh dan patah tulangnya. Maklum bahwa selain terluka parah, juga di samping lawannya yang lihai ini masih terdapat puteri Ketua Thian-liong-pang yang lebih lihai lagi, maka Mo Kong Hosiang berlaku nekat, menubruk maju dengan dahsyat, hendak mengadu nyawa dan mengajak lawannya mati bersama! Akan tetapi Bok Sam tentu saja tidak suka nekat seperti lawannya karena dia sudah berada di pihak lebih kuat. Menghadapi terjangan nekat ini, dia mengayun toyanya menangkis dengan pengerahan tenaga sekuatnya.

   "Desss! Krakkk!"

   Hud-tim dan hoya di tangan kedua orang lawan itu patah menjadi dua disusul pekik Mo Kong Hosiang yang roboh terjengkang karena dadanya terkena pukulan tangan kanan Bok Sam yang amat ampuh. Biarpun dengan sin-kangnya dia masih dapat membuat dadanya kebal, namun getaran hebat membuat jantungnya pecah dan isi dadanya rusak sehingga hwesio Tibet ini tewas seketika!

   Milana cepat menyuruh anak buahnya mundur, kemudian dia menghampiri enam orang hwesio Siauw-lim-pai yang sudah bangkit berdiri saling bantu. Ceng Sim Hwesio berdiri dengan muka pucat.

   "Ceng Sim Hwesio, engkau tadi telah mendengar sendiri bahwa kami membunuh Mo Kong Hosiang bukan sebagai seorang tokoh Siauw-lim-pai karena menurut pengakuannya sendiri, dia bukan seorang anggauta Siauw-lim-pai. Kami membunuhnya sebagai seorang pemberontak. Adapun Cu-wi Lo-suhu, enam orang anggauta Siauw-lim-pai telah kalah dalam ujian kepandaian melawan kami, hal ini kami rasa sudah sewajarnya, apalagi kalau diingat bahwa yang menantang mengadu ilmu adalah pihak Siauw-lim-pai sendiri. Harap saja Lo-suhu tidak akan memutarbalikkan kenyataan ini dalam laporan Lo-suhu kepada Ketua Siauw-lim-pai."

   Ceng Sim Hwesio tersenyum pahit lalu menghela napas panjang.

   "Biarpun Mo Kong Hosiang bukan anggauta Siauw-lim-pai, namun dia adalah seorang saudara kami, sudah sepatutnya kalau kami membawa pergi jenazahnya. Tentang urusan antara kita, hemmm.... kami sudah kalah, tidak perlu banyak bicara lagi! Selamat tinggal, mudah-mudahan dalam pertemuan mendatang kami akan lebih berhasil."

   Setelah berkata demikian, Ceng Sim Hwesio mengajak anak buahnya pergi sambil menggotong jenazah Mo Kong Hosiang. Rombongan Pulau Neraka yang bersembunyi sambil menonton, melihat bahwa biarpun pihak Thian-liong-pang memperoleh kemenangan, akan tetapi rombongan itu tidak meninggalkan tempat itu, hanya mengobati empat orang anggauta yang terluka dalam pertandingan tadi. Bahkan mereka bermalam lagi di tempat itu melakukan penjagaan secara bergiliran. Kiranya, bukan hanya dari partai persilatan Siauw-lim-pai saja yang datang.

   Pada keesokan harinya datang pula rombongan orang-orang kang-ouw yang juga mempunyai niat yang sama dengan rombongan Siauw-lim-pai, yaitu mereka me-nentang Thian-liong-pang yang oleh dunia kang-ouw dianggap telah menyeleweng dari peraturan kang-ouw, yaitu telah mencampurkan diri dengan urusan politik, bahkan telah mengekor dan meng-hambakan diri kepada pemerintah penjajah. Betapapun juga, partai-partai persilatan besar dan orang-orang gagah di dunia kang-ouw itu biar tidak secara terang-terangan memberontak atau menentang pemerintah penjajah, namun di dalam hati mereka masih berpihak kepada orang-orang yang memberontak terhadap kaum penjajah. Oleh karena itu, mendengar betapa Thian-liong-pang mem-bantu pihak pemerintah, mengejar-ngejar pemberontak dan membasmi mereka, golongan kang-ouw menjadi marah dan sengaja menentang Thian-liong-pang!

   Setiap hari terjadilah pertempuran di tanah kuburan itu dan karena di pihak Thian-liong-pang terdapat Si Lengan Buntung yang amat lihai dan puteri Ketua Thian-liong-pang yang sukar menemui tandingan, maka pihak Thian-liong-pang selalu dapat menang dan mengusir musuh-musuh mereka dengan alasan yang sama seperti yang mereka kemukakan kepada Siauw-lim-pai. Pihak yang merasa penasaran mereka lawan dengan mengadu kepandaian. Rombongan Pulau Neraka sekarang mengerti mengapa Bu-tek Siauw-jin, datuk mereka yang aneh sekali wataknya itu memilih tempat ini untuk berlatih! Kiranya kakek yang tidak lumrah manusia biasa itu agaknya sudah tahu bahwa tempat itu dijadikan gelanggang pertandingan oleh Thian-liong-pang yang menyambut musuh-musuhnya, maka dia sengaja memilih tempat itu yang dianggapnya menarik!

   Kalau tidak untuk keperluan ini, apa perlunya kakek itu menyuruh belasan orang Pulau Neraka menggotong-gotong peti mati kosong itu sampai ratusan mil jauhnya? Padahal untuk latihan itu, di mana-mana pun ada tanah, di mana-mana pun ada tanah kubur-an! Diam-diam para anak buah Pulau Neraka merasa mendongkol sungguhpun tentu saja tidak berani menyatakan ini, karena mereka berada dalam keadaan serba salah, setiap hari harus menyaksikan ketegangan-ketegangan tanpa berani berkutik. Akhirnya terlewat jugalah jarak waktu sepekan yang dibutuhkan oleh Bu-tek Siauw-jin untuk latihan bersama muridnya! Akan tetapi, tepat pada hari terakhir itu terjadi pula pertandingan antara Thian-liong-pang dan rombongan Hoa-san-pai yang terdiri dari orang-orang pandai sebanyak sepuluh orang! Seperti juga ketika menyambut rombongan Siauw-lim-pai,

   Milana mewakili ibunya memberi alasan-alasan kuat, dan perbantahan itu berakhir dengan adu kepandaian pula, karena pihak Hoa-san-pai itu adalah murid-murid Thian Cu Cin-jin Ketua Hoa-san-pai yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Pertandingan hebat terjadi sampai lewat tengah hari dan berakhir dengan kemenangan pihak Thian-liong-pang, akan tetapi biarpun orang-orang Hoa-san-pai itu dapat diusir pergi dalam keadaan luka-luka, Pihak Thian-liong-pang sendiri kehilangan seorang anggautanya yang terluka terlalu parah sehingga nyawanya tidak tertolong lagi dan tewas tak lama setelah rombongan Hoa-san-pai pergi! Melihat betapa pihak musuh tiada hentinya datang menantang mereka, Milana merasa penasaran dan juga berduka sekali, apalagi setelah melihat di pihaknya jatuh korban seorang tewas dan lima orang masih luka-luka.
"Lebih baik kita meninggalkan tempat ini membuat laporan kepada Pangcu,"

   Katanya kepada Bok Sam.

   "Sebaiknya demikian, Nona. Akan tetapi karena kebetulan kita berada di tanah kuburan, sebaiknya kita mengubur jenazah anak buah kita yang tewas itu di tempat ini."

   Milana mengerutkan alisnya, akan tetapi menganggap bahwa memang sebaiknya demikian sehingga mereka tidak perlu membawa-bawa jenazah.

   "Terserah kepadamu, Kiang-lopek, akan tetapi di tempat jauh dari kota ini, bagaimana kau bisa mendapatkan sebuah peti mati?"

   Si Lengan Buntung itu menengok ke kanan-kiri yang penuh dengan batu nisan dan gundukan tanah kuburan.

   "Hemm, banyak tersedia peti mati di sini, mengapa mesti susah-susah mencari tempat jauh? Biar aku mencarikan sebuah peti mati yang masih baik untuk jenazah kawan klta."

   Si Lengan Buntung ini lalu mengajak beberapa orang anak buahnya mencari kuburan yang masih belum begitu lama sehingga peti mati di dalamnya tentu belum rusak pula. Tentu saja perhatian mereka segera tertarik oleh gundukan tanah yang masih baru, yaitu kuburan Bu-tek Siauw-jin dan Kwi Hong! Tanah yang digundukkan di situ baru sepekan lamanya.

   "Bagus, ini kuburan baru sekali! Tentu peti matinya pun masih baik. Hayo kita gali dan keluarkan peti matinya!"

   Bok Sam berkata dengan wajah berseri, berbeda dengan biasanya yang selalu kelihatan muram. Memang dia merasa gembira mendapatkan kuburan yang baru itu, hal yang sama sekali tidak disangka-sangkanya karena tanah kuburan itu penuh dengan kuburan-kuburan yang sudah tua sekali. Setelah berkata demikian, Si Lengan Buntung ini mempelopori anak buahnya, menggunakan tangannya menggempur gundukan tanah dan sekali tangan tunggalnya mendorong, gundukan tanah yang baru itu terbongkar dan tampaklah sebuah peti meti di bawahnya, berjajar dengan sebuah peti mati lain yang masih tertutup tanah. Peti mati yang tampak itu adalah peti mati Kwi Hong!

   "Heii, keparat! Tahan....!"

   Orang-orang Thian-liong-pang terkejut dan mereka semua melihat dengan mata terbelalak ketika belasan orang Pulau Neraka muncul dari kanan-kiri. Benar-benar mengejutkan melihat orang-orang yang mukanya beraneka warna itu bermunculan di tanah kuburan itu, tidak ubahnya seperti setan-setan kuburan. Si Lengan Satu yang kehilangan lengan kirinya dalam pertandingan melawan orang-orang Pulau Neraka, segera mengenal musuh-musuh lama ini, maka dia terkejut dan marah sekali.

   "Gerombolan Iblis Pulau Neraka! Apakah kalian kembali hendak mengganggu urusan Thian-liong-pang?"

   Bentaknya marah sekali. Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka yang berkepala gundul bermuka merah muda dan bertubuh gendut pendek, menyeringai ketika menjawab.

   "Orang-orang Thian-liong-pang yang sombong! Sudah sepekan kami berada di sini menyaksikan sepak terjang kalian dan kami diam-diam saja. Siapa sudi mencampuri urusan orang lain yang tidak harum? Akan tetapi kalian berani mengganggu kuburan yang kami jaga, tentu saja kami turun tangan. Kuburan yang satu ini berada di bawah pengawasan kami dan tidak ada seorang pun manusia atau iblis boleh mengganggunya. Kalau kalian membutuhkan peti mati, boleh mencari ku-buran lain!"

   "Kau sudah bosan hidup!"

   Bok Sam membentak dan langsung menerjang ke depan, disambut oleh Kong To Tek sehingga terjadilah perkelahian yang seru antara kedua tokoh ini. Ternyata ilmu kepandaian mereka seimbang sehingga pertandingan itu hebat bukan main. Anak buah Thian-liong-pang yang lain sudah pula bertanding melawan anak buah Pulau Neraka. Perkelahian itu segera terdengar oleh Milana dan anak buahnya, maka dara ini cepat membawa anak buahnya menyerbu dan kembali tempat itu menjadi medan perang kecil-kecilan yang dahsyat sekali.

   Milana mempunyai rasa tidak suka kepada Pulau Neraka, maka kini melihat betapa orang-orang dengan muka beraneka warna itu bertempur melawan orang-orangnya, dia segera terjun ke medan pertandingan dan sepak terjang dara ini membuat orang-orang Pulau Neraka terdesak hebat. Bok Sam yang bertanding melawan Kong To Tek merupakan tandingan seimbang dan seru, akan tetapi Si Gundul Kong To Tek itu mulai terdesak karena lawannya menggunakan pukulan-pukulan Ilmu Telapak Tangan Golok yang dahsyat bukan main. Kong To Tek terkenal dengan ilmunya memukul sambil berjongkok dan dari mulutnya keluar asap beracun. Namun karena dia pernah mengacau ke Thian-liong-pang dan kepandaiannya ini sudah diketahui oleh Bok Sam, Si Lengan Buntung dapat menjaga diri dan selalu meloncat tinggi melampaui kepala lawan yang berjongkok itu,

   Kemudian membalik dan melancarkan pukulan-pukulan maut dengan lengan tunggalnya yang ampuh bukan main. Adapun orang ke dua yang lihai dalam rombongan Pulau Neraka itu adalah Chi Song, tokoh Pulau Neraka yang tinggi besar dan berperut gendut. Chi Song ini memiliki dua macam ilmu simpanan yang hebat dan pernah pula dia bersama Kong To Tek mengacau Thian-liong-pang dan akhirnya dikalahkan oleh Gak Bun Beng yang pada waktu itu me-nyamar sebagai Ketua Thian-liong-pang. Dua ilmu simpanannya itu memang dahsyat, yaitu Ilmu Pukulan Beracun yang berbahaya sekali. Kalau dia mendorong dengan telapak tangan terbuka, dari te-lapak tangannya menyambar uap beracun yang dapat merobohkan lawan sebelum pukulannya sendiri mengenai sasaran.

   Adapun keistimewaannya yang ke dua adalah ilmu tendangan yang dahsyat, yang dilakukan sambil meloncat sehingga dinamakan Tendangan Terbang. Banyak lawan yang dapat menghindarkan diri dari pukulannya yang beracun roboh oleh tendangan dahsyat yang amat cepat dan tidak terduga-duga datangnya ini. Biarpun tingkat kepandaiannya masih kalah sedikit dibandingkan dengan Kong To Tek, namun Chi Song bukanlah seorang tokoh rendahan saja di Pulau Neraka. Sial baginya, sekali ini dia bertemu dengan Milana, puteri Ketua Thian-liong-pang! Betapapun lihainya, dan biarpun dia telah dibantu oleh tiga orang untuk mengeroyok Milana, tetap saja dia dan kawan-kawannya dihajar babak belur oleh tali sutera hitam yang dimainkan sebagai cambuk tangan Milana!

   Kalau dara remaja ini menghendaki, tentu dengan mudah dia dapat menyebar maut di antara rombongan orang-orang Pulau Neraka itu. Akan tetapi biarpun dia puteri Ketua Thian-liong-pang yang terkenal berwatak keras dan ganas, pada hakekatnya Milana memiliki watak halus dan tidak tega membunuh orang kalau tidak secara terpaksa sekali. Dia tidak suka kepada orang-orang Pulau Neraka, akan tetapi karena yang mengeroyoknya hanya orang-orang yang tingkatnya jauh lebih rendah daripadanya, dia tidak mau menurunkan tangan maut, dan hanya menghajar mereka dengan lecutan-lecutan tali suteranya sehingga mereka itu terdesak mundur, bahkan beberapa kali Chi Song roboh bergulingan, pakaiannya robek-robek dan kulitnya lecet-lecet.

   Sepak terjang Milanna ini hebat sekali, membuat para anak buah Pulau Neraka menjadi kacau balau. Apalagi ketika Bok Sam berhasil melukai pundak Kong To Tek dengan Telapak Tangan Goloknya sehingga tokoh gundul Pulau Neraka itu terpaksa mundur untuk mengobati lukanya dan Si Lengan Buntung itu kini mengamuk secara lebih hebat daripada Milana karena Si Lengan Buntung ini tidak menaruh segan-segan untuk membunuh atau menimbulkan luka parah di antara pengeroyoknya, pihak Pulau Neraka benar-benar terdesak hebat dan hanya main mundur. Tiba-tiba terdengar pekik dari atas, disusul kelepak sayap dan seekor burung rajawali hitam menyambar turun, langsung mencengkeram ke arah Si Lengan Buntung Kiang Bok Sam yang sedang mengamuk dan menyebar maut di antara orang-orang Pulau Neraka!

   "Haiiiitttt!"

   Bok Sam berseru kaget, cepat dia melempar tubuh ke bawah dan bergulingan di atas tanah. Burung rajawali mengejar dan menyambar. Tiba-tiba Bok Sam meloncat bangun, tangan kanannya bergerak memukul ke arah sebuah di antara sepasang cakar yang menyambarnya.

   "Desssss!"

   Burung rajawali itu memekik keras, akan tetapi tubuh Bok Sam juga terlempar bergulingan sampai jauh. Kiranya ketika kaki burung itu bertemu dengan pukulan Telapak Tangan Golok, ada sebuah tangan lain yang mendorong ke bawah dengan kekuatan yang amat dahsyat, yang selain menyelamatkan kaki burung itu, juga membuat tubuh Si Lengan Buntung bergulingan. Burung itu hinggap di atas tanah dan dari punggungnya meloncat seorang pemuda yang bertubuh jangkung dan berwajah tampan sekali.

   Kemudian burung itu terbang ke atas, hinggap di atas cabang pohon. Su Kak Liong, tokoh Thian-liong-pang yang melihat betapa hampir saja Bok Sam celaka oleh pemuda dengan burung rajawalinya ini, menerjang maju dengan sebatang golok besar. Pemuda itu sedang berdiri sambil bertolak pinggang memandang ke sekeliling, sama sekali tidak memperhatikan atau memperdulikan terjangan Su Kak Liong dengan golok, juga dia tidak meraba gagang pedangnya yang tersembunyi di balik jubahnya yang panjang. Sikapnya tenang sekali, alisnya yang tebal agak berkerut, matanya bergerak ke kanan-kiri, mulutnya tersenyum simpul seperti orang mengejek, namun sikapnya angkuh seolah-olah dia memandang rendah kepada semua orang yang berada di sekelilingnya.

   Golok di tangan Su Kak Liong menyambar dekat, hampir menyentuh lehernya. Tiba-tiba tanpa mengubah kedudukan kedua kakinya, pemuda itu membalikkan tubuh atas, tangan kirinya bergerak menangkap golok yang sedang menyambar, dijepit di antara jari tangannya sehingga golok itu tiba-tiba terhenti gerakannya. Su Kak Liong memandang dengan mata terbelalak hampir tidak percaya bahwa ada orang mampu menyambut hantaman goloknya dengan jari tangan menjepitnya sedemikian rupa sehingga dia tidak mampu lagi menggerakkan goloknya. Matanya masih tetap terbelalak akan tetapi mulutnya mengeluarkan pekik menyeramkan dan segera disusul menyemburnya darah segar ketika tangan kanan pemuda itu menepuk ulu hatinya dan seketika robohlah Su Kak Liong dalam keadaan tak bernyawa lagi!

   "Keparat....! Kau berani membunuhnya? Rasakan pembalasanku!"

   Bok Sam yang melihat peristiwa ini, menjadi marah bukan main. Biarpun dia maklum bahwa pemuda itu benar-benar lihai sekali, namun dia tidak menjadi gentar. Kemarahannya membuat ia lupa diri dan dengan nekat dia menerjang maju, tangan tunggalnya diangkat ke atas kepala dengan telapak tangan terbuka, dia sudah mengerahkan tenaga Telapak Tangan Golok dan siap membacokkan tangannya ke arah kepala pemuda itu. Si Pemuda tetap berdiri dan kini bahkan melongo memandang ke arah Milana yang mengamuk dengan sabuk suteranya, sama sekali tidak mempedulikan makian dan serangan Si Lengan Buntung yang kini menggunakan Ilmu Telapak Tangan Golok sekuatnya itu!

   "Plakkk!"

   Ketika tangan kanan Bok Sam itu sudah dekat kepalanya, Si Pemuda tiba-tiba mengangkat tangan kanannya ke atas, melindungi kepala dan menyambut pukulan itu sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu dan melekat! Bok Sam mengerahkan seluruh tenaganya, tenaga sin-kang yang istimewa untuk ilmunya Telapak Tangan Golok, namun betapapun dia menekan, tetap saja tangan pemuda itu tidak dapat didorongnya, bahkan dia tidak dapat lagi melepaskan tangannya dari telapak tangan Si Pemuda. Kemarahannya memuncak. Pemuda inilah yang telah membuntungi lengan kirinya maka tadi dia marah sekali dan telah mengerahkan seluruh tenaga untuk membalas dendam dan membunuhnya. Siapa kira, kini pukulannya yang istimewa disambut oleh pemuda itu seenaknya saja dan dia tidak mampu menarik kembali tangannya.

   Dengan kemarahan meluap, Bok Sam lalu menggunakan kepalanya. Untuk menggunakan tangan kiri, dia sudah tidak mempunyai lengan kini, menggunakan kedua kaki, jarak mereka terlalu dekat karena tangan mereka sudah saling melekat, maka satu-satunya yang dapat dia pergunakan untuk menyerang musuh yang paling dibencinya ini adalah menggunakan kepalanya! Dengan menunduk, dia lalu membenturkan kepalanya dengan sekuat tenaga ke arah dada pemuda itu! Pemuda itu bukan lain adalah Wan Keng In, putera dari Ketua Pulau Neraka, murid yang amat lihai dari Cui-beng Koai-ong, datuk pertama dari Pulau Neraka! Melihat serangan kepala ini, Wan Keng In tetap tenang bahkan dia meloncat sedikit ke atas sehingga kepala lawan tidak mengenai dada, melainkan mengenai perutnya.

   "Capppp!"

   Perut itu mengempis dan kepala itu menancap di perut sampai setengahnya, tak dapat dicabut kembali. Bok Sam merasa betapa kepalanya nyeri bukan main, seolah-olah telah memasuki tempat perapian. Makin lama makin panas. Dia meronta-ronta akan tetapi karena tangan kanannya sudah melekat dengan tangan pemuda itu, kepalanya sudah terjepit di rongga perut, yang bergerak hanya pinggul dan kedua kakinya yang menendang-nendang tanah!

   "Manusia tak tahu diri, mampuslah!"

   Pemuda itu menggumam sambil mengerahkan tenaga mujijat di rongga perutnya. Terdengar bunyi keras ketika kepala Bok Sam retak-retak oleh tekanan perut yang amat kuat itu dan ketika Wan Keng In melontarkan tubuh Si Lengan Buntung dengan jalan mengembungkan perutnya, tubuh itu telah menjadi mayat dengan kepalanya retak-retak dan berwarna kehitaman!

   Semua ini dilakukan oleh Wan Keng In tanpa mengalihkan pandang matanya dari Milana yang masih menghajar orang-orang Pulau Neraka dengan tali suteranya yang meledak-ledak di udara seperti cambuk. Pandang matanya menjadi berseri, mulutnya tersenyum ketika ia melangkah dengan tenang, menghampiri tempat pertempuran itu, seolah-olah dia terpesona oleh gerak-gerik tubuh yang tinggi semampai dan lemah gemulai itu, oleh wajah yang amat cantik manis, bahkan amukan Milana pada saat itu menambah kejelitaan dalam pandang mata Wan Keng In ketika ia melangkah terus makin dekat.

   "Aduhai, Nona yang cantik jelita seperti dewi kahyangan! Siapakah gerangan engkau?"

   Para anak buah Pulau Neraka yang terdesak hebat oleh rombongan Thian-liong-pang kini menjadi girang bukan main ketika melihat munculnya Wan Keng In. Terdengar seruan di antara mereka.

   "Siauw-tocu (Majikan Muda Pulau) telah datang!"

   Ketika mendengar seruan ini, Milana menengok dan kalau tadinya dia terheran mendengar kata-kata yang dianggapnya menyenang-kan akan tetapi juga kurang ajar itu kini dia kaget bukan main. Kiranya pemuda ini adalah Majikan Muda Pulau Neraka! Teringat ia akan cerita Bun Beng kepadanya dan marahlah hatinya. Pemuda ini yang telah merampas pedang Lam-mo-kiam dari tangan Bun Beng. Ketika ia memandang, baru sekarang tampak olehnya bahwa Su Kak Liong dan Bok Sam telah menggeletak menjadi mayat! Tahulah dia bahwa dua orang pembantunya yang paling lihai itu telah tewas, dan melihat munculnya pemuda Pulau Neraka ini, mudah diduga bahwa tentu mereka tewas di tangan pemuda ini. Agaknya Wan Keng In dapat mendu-ga isi hati Milana ketika melihat dara jelita itu memandang ke arah mayat ke dua orang tokoh Thian-liong-pang dengan wajah berubah, maka dia tertawa lalu berkata,

   "Ha-ha-ha, jangan kaget, Nona manis. Kedua orang itu telah berani menyerangku, terpaksa aku bunuh mereka. Orang-orang macam itu sungguh tidak patut menjadi pembantu-pembantumu. Nona, siapakah engkau? Heran sekali di dunia ini bisa terdapat seorang dara secantik jelita engkau, dan selama ini aku tidak pernah bertemu denganmu. Nona, baru sekali ini hatiku tergetar hebat dengan seorang wanita. Aku yakin, engkaulah satu-satunya wanita yang diciptakan di dunia ini, khusus untuk menjadi pasanganku!"

   Bukan main marahnya hati Milana. Tak dapat disangkal lagi, pemuda itu amat tampan menarik, masih muda, sebaya dengannya, pakaiannya indah, kulit mukanya putih bersih, matanya bersinar-sinar, pendeknya dia seorang pemuda yang tampan gagah sukar dicari keduanya. Akan tetapi sinar matanya yang agak aneh itu mengandung sesuatu yang mengerikan, sedangkan kata-kata dan sikapnya membuat Milana merasa muak dan membangkitkan perasaan tidak senang yang mendekatkan kebencian.

   "Jadi engkau adalah bocah Pulau Neraka yang amat jahat itu? Engkau yang merampas pedang Lam-mo-kiam milik Gak Bun Beng?"

   Wan Keng In mengerutkan alisnya yang tebal hitam.

   "Eh, engkau mengenal Gak Bun Beng? Dia sudah mati, bukan? Engkau siapa, Nona?"

   "Siauw-to-cu, dia adalah puteri Ketua Thian-liong-pang. Dia lihai sekali,"

   Seorang anggauta Pulau Neraka tiba-tiba berkata sambil mencoba untuk bangkit. Tulang kakinya pecah terkena cambukan tali sutera Milana tadi.

   "Aihhhh, kiranya puteri Ketua Thian-liong-pang? Pantas saja cantik jelita dan lihai. Sungguh tepat kalau begitu. Engkau puteri Ketua Perkumpulan Thian-liong-pang yang terkenal di seluruh dunia, aku pun putera Majikan Pulau Neraka yang tidak kalah terkenalnya. Sungguh merupakan jodoh yang setimpal sekali!"

   "Tutup mulutmu yang kotor!"

   Milana memaki dan tangannya bergerak.

   "Tar-tar!"

   Ujung tali sutera hitam melecut di udara dan menyambar ke arah kedua pelipis kepala Wan Keng In dengan kecepatan kilat. Sekali ini,

   Milana bukan sekedar menggerakkan senjata untuk menghajar, melainkan dia memberi serangan totokan yang merupakan serangan maut. Biasanya Wan Keng In memandang rendah kepada semua orang. Akan tetapi begitu bertemu dengan Milana, entah bagaimana, hatinya tertarik seperti besi tertarik oleh besi sembrani. Belum pernah selama hidupnya dia tertarik oleh wanita seperti itu. Dia bukan seorang mata keranjang sungguhpun dia biasa disanjung wanita dan biasanya dia memandang rendah wanita-wanita cantik yang dianggapnya belum cukup untuk duduk berdampingan dengannya! Sekali ini, begitu melihat Milana, dia tergila-gila. Ketika dia menyaksikan gerakan ujung tali sutera, dia menjadi makin gembira dan kagum. Gerakan ini bukanlah gerakan sembarangan dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan!

   "Engkau hebat, Nona!"

   Dia memuji akan tetapi cepat ia miringkan kepala untuk menghindar-kan totokan maut itu, kemudian tangannya cepat menyambar untuk menangkap ujung tali sutera hitam.

   "Cuiittt.... taaar!"

   Lihai sekali Milana bermain tali sutera yang digerakkan seperti pecut itu. Begitu totokannya pada pelipis yang bertubi-tubi menyerang pelipis kanan-kiri itu tidak mengenai sasaran, bahkan hampir dicengkeram oleh tangan Wan Keng In, dara itu telah membuat gerakan dengan pergelangan tangannya dan ujung tali sutera itu sudah melecut dan menotok ke arah jalan darah di pergelangan tangan yang hendak menangkapnya!

   "Trikkkk!"

   "Engkau memang hebat, Nona manis!"

   Keng In kembali memuji sambil tersenyum lebar. Akan tetapi Milana kini terkejut bukan main.

   Pemuda itu tadi telah menggunakan jari telunjuknya untuk menyentik ujung tali suteranya yang menotok ke arah pergelangan tangan. Gerakan itu demikian tepat mengenai ujung tali sutera sehingga ujung tali terpental. Hanya orang yang telah memiliki ilmu kepandaian tinggi saja yang dapat melakukan hal ini! Namun, tentu saja Milana tidak menjadi jerih. Dia tidak pernah mengenal takut dan dia pun sudah percaya penuh akan kepandaian sendiri. Biarpun tak mungkin dia dapat mewarisi seluruh ilmu kepandaian ibunya yang amat banyak itu, namun kiranya hanya beberapa macam ilmu yang amat tinggi dan terlalu sukar saja yang belum diajarkan ibunya kepadanya dan kalau hanya melawan musuh yang sebaya dengannya saja, kiranya di dunia ini sukar ada yang akan dapat menandinginya.

   "Jahanam busuk, bersiaplah untuk mampus!"

   Bentaknya dan kini terdengarlah ledakan-ledakan nyaring ketika ujung tali sutera itu menari-nari di tengah udara, membentuk lingkaran-lingkaran yang besar kecil saling telan, kemudian lingkaran-lingkaran hitam itu berjatuhan ke bawah, susul-menyusul dalam serangkaian serangan maut ke arah tubuh Wan Keng In dengan kecepatan kilat yang menyilaukan mata karena lingkaran itu tidak lagi berupa sabuk atau tali sutera, melainkan tampak seperti sinar hitam saja.

   "Bagus sekali....!"

   Wan Keng In kembali memuji dan tiba-tiba tubuhnya bergerak lenyap, lalu tampak berkelebatan seperti bayangan setan menari-nari di antara sinar hitam yang bergulung-gulung dan melingkar-lingkar! Wan Keng In tidak mau menggunakan pedangnya yang ampuh.

   Kalau dia menggunakan pedang Lam-mo-kiam, sekali sambar saja tentu akan putus tali sutera hitam itu. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini, karena selain dia tidak mau menghina Milana, juga dia ingin memamerkan kepandaiannya. Memang hebat sekali pemuda ini. Gerakannya yang cepat itu hanya membuktikan bahwa gin-kangnya (ilmu meringanken tubuh) sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga tubuhnya itu amat ringan dan amat cepat, dapat mengelak dari setiap sambaran sinar tali sutera! Menyaksikan pertandingan yang amat hebat, luar biasa dan indah dipandang ini, otomatis perkelahian-perkelahian antara rombongan Pulau Neraka dan rombongan Thian-liong-pang terhenti. Mereka menonton karena maklum bahwa pertandingan antara kedua orang muda putera dan puteri ketua masing-masing rombongan itu merupakan pertandingan yang menentukan.

   Kalah menangnya pertandingan antara kedua orang muda yang lihai bukan main itu berarti kalah menangnya pula perang kecil antara kedua rombongan itu! Gerakan tali sutera itu makin hebat dan bukan lagi lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh sinar hitam itu, melainkan bentuk-bentuk segi tiga, segi empat, bahkan ada kalanya sinar itu membentuk segi delapan. Ujung sabuk itu menyerang dari delapan penjuru, setiap gerakan merupakan totokan maut dan didasari tenaga sin-kang yang sangat kuat. Bukan hanya amat indahnya sinar hitam itu membentuk segi tiga yang ajaib itu, juga gerakannya mengeluarkan bunyi bercuitan, seolah-olah sinar hitam itu hidup! Itulah permainan tali sutera atau sabuk yang gerakannya berdasarkan Ilmu Silat Pat-sian-sin-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa) warisan dari kitab-kitab pusaka peninggalan Pendekar Wanita sakti Mutiara Hitam!

   Nirahai telah menciptakan ilmu dengan tali sutera ini khusus untuk puterinya setelah dia meemperoleh kenyataan bahwa puterinya berbakat baik sekali dalam menggunakan sabuk atau tali sutera halus dan lemas sebagai senjata yang ampuh. Diam-diam Wan Keng In terkejut dan makin kagum. Dia maklum bahwa kalau dia menghadapi permainan tali sutera lawan yang amat lihai ini dengan tangan kosong saja, lama-lama dia terancam bahaya maut. Ternyata tingkat kepandaian puteri Ketua Thian-liong-pang ini benar-benar mengejutkan hatinya. Kalau dia berpedang, agaknya dia masih akan dapat keluar sebagai pemenang dengan membabat putus tali itu. Akan tetapi, kalau dia menggunakan pedang dan terpaksa merusak tali sutera itu,

   Tentu dara yang menjatuhkan hatinya itu akan tersinggung dan marah. Sebaliknya kalau hendak menaklukkan dara ini dengan tangan kosong, benar-benar merupakan hal yang amat sulit, betapa pun tinggi ilmu kepandaiannya. Dia harus menggunakan akal dan hal ini merupakan kelebihan dalam kepala Wan Keng In dibandingkan dengan orang-orang muda lainnya. Pemuda ini cerdik bukan main, pandai menggunakan siasat-siasat yang tak terduga-duga dalam keadaan darurat seperti saat itu. Ketika ujung sabuk atau tali hitam itu untuk kesekian kalinya menotok ke arah jalan darah Kin-ceng-niat di pundak kiri, tempat yang tidak begitu berbahaya dan yang dapat ia tutup dengan hawa sin-kang, dia sengaja berlaku lambat dan ujung tali sutera itu dengan tepat menotok pundaknya yang sudah ia tutup jalan darahnya dan terlindung oleh sin-kang yang kuat.

   "Prattt!"

   Tepat pada saat ujung tali sutera itu menotok pundak, tangan kanan Wan Keng In menyambar dan ia berhasil menangkap ujung tali sutera hitam! Milana terkejut bukan main. Tadinya dia sudah merasa girang karena totokannya berhasil, akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa pemuda itu sama sekali tidak menjadi lumpuh, bahkan telah berhasil menangkap ujung tali su-teranya! Namun, Milana tidak menjadi panik. Dia mengerahkan sin-kangnya, mainkan pergelangan tangannya dan dengan penyaluran tenaga sin-kang dia menggerakkan tali suteranya dan.... tubuh Wan Keng In terbawa oleh meluncurnya tali sutera itu ke udara! Milana terus menggerakkan tali suteranya, memutar tali itu ke atas, makin lama makin cepat sehingga tubuh Wan Keng In yang masih berada di ujung tali karena pemuda itu tidak mau melepaskan ujung tali sutera, terbawa pula terputar-putar!

   Para anak buah rombongan kedua pihak yang menjadi penonton dengan hati diliputi penuh ketegangan itu menonton dengan mata terbelalak. Demikian tegang rasa hati mereka itu menahan napas ketika menyaksikan pertendingan mati-matian yang kelihatannya seperti main-main atau permainan akrobat yang dilakukan oleh dua orang muda-mudi yang elok dan tampan! Wan Keng In sengaja membiarkan dirinya terbawa oleh tali yang diputar-putar itu. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mengerahkan sin-kang dan mengadu kekuatan dengan dara itu memperebutkan tali sutera. Akan tetapi hal ini tentu akan mengakibatkan tali itu putus, hal yang tidak dia kehendaki karena putusnya tali itu bukan berarti bahwa dia telah menang, akan tetapi yang jelas gadis itu tentu akan marah dan benci kepadanya. Tidak, dia tidak menggunakan akal itu, melainkan hendak menggunakan akal lain.

   Kalau dia dapat merayap melalui tali, makin lama makin dekat, tentu akhirnya dia akan berhadapan dengan dara jelita itu dan kalau sudah begitu, mudahlah baginya untuk membuat dara itu tidak berdaya tanpa melukainya. Dengan hati-hati dan perlahan, mulailah Wan Keng In merayap melalui tali yang panjang itu, sedikit demi sedikit, bergantung dengan mengganti-ganti tangan sambil tubuhnya masih terputar-putar cepat sekali sehingga dalam pandangan orang lain, tubuhnya berubah menjadi banyak sekali! Mungkin bagi penonton lain tidak ada yang tahu akan usaha Wan Keng In mendekati lawan dengan cara merayap perlahan-lahan melalui tali sutera yang panjang itu, akan tetapi Milana dapat melihat atau lebih tepat lagi dapat merasakan gerakan lawan yang berada di ujung tali sutera itu.

   Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dara ini tidak bodoh, dan maklum bahwa kalau sampai pemuda itu dapat mendekatinya, belum tentu dia akan dapat menandingi pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa itu. Maka begitu melihat pemuda itu perlahan-lahan merayap dekat, diam-diam Milana menggerakkan tangan kirinya dan hanya memutar tali itu dengan tangan kanan. Tangan kirinya menyusup ke dalam kantung jarumnya dan tampak tiga kali dia menggerakkan tangan kirinya ke depan. Gerakan tangan yang tidak begitu tampak, karena sambitan jarum-jarumnya itu ia lakukan dengan pergelangan tangan dan jari-jari tangan. Namun, tiga kali tampak sinar halus menyambar ke arah tubuh Wan Keng In yang terbawa tali berputaran, sinar ke-merahan halus dari jarum-jarum Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi)!

   "Celaka....!"

   Wan Keng In berseru kaget ketika melihat menyambarnya sinar halus dan mencium bau harum. Tahulah dia bahwa dia yang sedang diputar-putar seperti kitiran itu kini diserang dengan senjata-senjata rahasia yang amat halus dan mengandung racun yang bahunya harum pula! Namun Wan Keng In selain telah mempelajari ilmu-ilmu tingkat tinggi dari ibunya, juga telah menerima gemblengan dari Cui-beng Koai-ong yang sakti,

   Maka biarpun keadaannya itu amat berbahaya, namun dia masih bersikap tenang dan tiba-tiba tubuhnya yang berada di ujung tali sutera itu membuat gerakan berputar pula! Hebat bukan main pemandangan di waktu itu. Tubuh di ujung tali sutera itu berputaran, sedangkan tali itu sendiri berputar cepat. Dengan gerakan berputaran ini, Wan Keng In dapat menyelamatkan diri dan mengelak dari sambaran jarum-jarum Siang-tok-ciam. Namun dia juga telah menemukan akal baru yang luar biasa dan cerdik sekali. Dengan pengukuran tenaga yang tepat, Wan Keng In dapat mengerahkan sin-kangnya dan memberatkan tubuhnya sehingga tiba-tiba tali sutera yang berputar itu tak dapat dikuasai lagi oleh kedua tangan Milana dan berputar melibat tubuh dara itu.

   "Aihhhh....!"

   Milana menjerit kaget, sadar setelah terlambat karena tali yang berputar cepat itu kini telah membuat beberapa putaran mengelilinginya dan karena tali menurun akibat beratnya tubuh Wan Keng In, maka tali itu membelit-belit tubuhnya, menelikung kedua lengannya sendiri! Terdengar suara Wan Keng In tertawa-tawa sambil terus membuat gerakan mengayun sehingga tali itu biarpun tidak lagi dipegang oleh Milana, masih terus berputar melibat tubuh Milana yang berusaha meronta-ronta.

   "Ha-ha-ha, Nona manis. Bukankah dengan begini berarti engkau telah tertawan olehku seperti tertawannya hatiku olehmu?"

   Tiba-tiba terdengar bunyi keras.

   "Krakkkkk!"

   Dan dari dalam lubang ku-buran tampak bayangan berkelebat, didahului sinar kilat menyambar ke arah tali sutera.

   "Bretttt!"

   Tali sutera itu putus dan tubuh Wan Keng In yang masih terayun di ujung tali, tentu saja terpelanting. Untung dia masih dapat berjungkir balik sehingga tidak terbanting ke atas tanah. Milana mempergunakan kesempatan baik itu untuk melepaskan diri.

   Ketika dia melihat bahwa yang muncul adalah seorang wanita muda yang cantik, segera dia mengenal wanita itu sebagai gadis yang pernah mengacau Thian-liong-pang di rumah penginapan. Dia menjadi terkejut dan khawatir sekali, maka menggunakan kesempatan selagi gadis itu berhadapan dengan Wan Keng In, dia memberi isyarat kepada anak buahnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat. Anak buahnya pergi sambil membawa jenazah-jenazah para kawan yang menjadi korban. Rombongan Pulau Neraka tidak mencegah mereka melarikan diri karena merasa jerih terhadap Milana, apalagi kini tuan muda mereka sedang menghadapi lawan baru berupa dara perkasa yang galak, murid dari datuk mereka yang selama sepekan ini berlatih di dalam tanah kuburan bersama datuk mereka, Bu-tek Siauw-jin! Mereka menjadi bingung dan tidak berani turut campur, memandang dengan hati penuh ketegangan.

   "Keparat, siapa engkau....? Ehhh, kiranya kau, bocah setan dari Pulau Es? Ha-ha-ha, kukira siapa! Dan Li-mo-kiam masih berada di tanganmu? Bagus....! Kau harus berikan Li-mo-kiam kepadaku, agar dapat kuhadiahkan kepada calon isteri.... haiiii! Ke mana dia....!"

   Wan Keng In menoleh dan ketika dia melihat Milana sudah tidak berada di situ lagi, dia menjadi bengong dan mencari ke sana-sini dengan pandang matanya.

   "Siauw-tocu, mereka telah pergi....!"

   Kata seorang di antara anak buahnya.

   "Tolol! Goblok kalian semua! Mengapa boleh pergi? Hayo kita...."

   Belum habis ucapannya Wan Keng In terkejut sekali dan terpaksa dia melempar tubuh terjengkang ke belakang untuk menghindarkan
(Lanjut ke Jilid 30)
Sepasang Pedang Iblis (Serial 08 - Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 30
sinar kilat yang menyambar tubuhnya. Kiranya Kwi Hong telah menyerang dengan menusukkan Li-mo-kiam ke arah dadanya. Gerakan gadis ini cepat sekali sehingga hampir saja dia menjadi korban. Marahlah Wan Keng In.

   "Kau berani melawan aku? Hemm, apa yang kau andalkan? Pedang itu? Baik, kita lihat siapa yang lebih unggul antara murid Pulau Neraka dan murid Pulau Es!"

   Setelah berkata demikian, Wan Keng In menggerakkan tangan kanannya, meraba punggung di balik jubah. Ketika tangannya diangkat, tampak sinar kilat dan Lam-mo-kiam sudah berada di tangannya! Kwi Hong amat membenci pemuda ini. Kemarahannya memuncak ketika dia melihat Lam-mo-kiam di tangan pemuda itu. Dia tahu bahwa itu adalah pedang Gak Bun Beng yang dirampas oleh Keng In. Semenjak dia masih belum dewasa, bocah Pulau Neraka ini sudah menjadi musuhnya.

   "Keparat jahanam! Manusia tidak kenal malu! Pedang curian kau pamerkan di sini. Bukan aku yang harus menyerahkan Li-mo-kiam kepadamu, melainkan engkau yang harus memberikan Lam-mo-kiam itu kepadaku sebelum lehermu putus!"

   "Singgggg....!"

   Sinar kilat di tangan Kwi Hong menyambar ke depan, disambut sinar kilat yang sama di tangan Wan Keng In.

   "Wuuuuiiiitttt!"

   Dua orang itu terkejut bukan main karena pedang mereka tertolak ke belakang sebelum bertemu! Seolah-olah dari sepasang pedang itu timbul hawa yang ajaib yang membuat kedua pedang tidak dapat saling sentuh, melainkan terdorong membalik oleh tenaga mujijat tadi! Namun Kwi Hong tidak mempedulikan hal ini dan cepat dia menyerang lagi. Terjadilah perang tanding yang amat hebat, lebih menegangkan daripada pertandingan antara Wan Keng In dan Milana tadi, karena kini kedua orang muda itu mempergunakan sepasang pedang yang membuat para penonton merasa tubuhnya panas dingin. Baru sinar dan hawa pedang itu telah membuat mereka yang berada di situ meremang semua bulu di badan dan mengkirik.

   Hal ini tidaklah mengherankan karena kini yang mengeluarkan sinar adalah Sepasang Pedang Iblis yang memiliki hawa mujijat seolah-olah dikendalikan oleh roh-roh dan iblis-iblis yang haus darah! Memang hebat sekali pertandingan antara kedua orang muda itu. Hebat, menyilaukan mata dan amat aneh sehingga menyeramkan para penonton. Betapa tidak aneh kalau kedua orang itu bergerak cepat sehingga bayangan mereka tertutup gulungan dua sinar pedang yang seperti kilat berkelebatan, akan tetapi sama sekali tidak pernah terdengar suara beradunya senjata? Seolah-olah tidak pernah ada yang menangkis, padahal kedua orang itu mainkan pedang secara dahsyat dan ada kalanya untuk menye-lamatkan diri, jalan satu-satunya hanya menangkis. Akan tetapi, begitu seorang di antara mereka menggerakkan pedang menangkis,

   Serangan lawan terhalau oleh tangkisan tanpa kedua pedang itu saling bersentuhan karena keduanya tentu terpental oleh tenaga mujijat. Seolah-olah Sepasang Pedang Iblis itu keduanya saling tidak mau bersentuhan. Sebetulnya, kalau ditilik dasarnya, ilmu silat kedua orang muda ini masih satu sumber. Wan Keng In adalah putera dari Lulu yang sejak kecil menerima gemblengan ilmu dari ibunya ini. Lulu adalah adik angkat Pendekar Super Sakti dan biarpun kemudian Lulu menjadi murid Nenek Maya, namun sumber dari ilmu silatnya masih tetap sama, yaitu yang berasal dari Pulau Es, berasal dari Bu Kek Siansu. Tentu saja karena tingkat kepandaian Pendekar Super Sakti jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Lulu, apa yang diajarkan kepada Kwi Hong sebenarnya bermutu lebih tinggi pula daripada pelajaran yang diterima Wan Keng In dari ibunya.

   Akan tetapi, setelah Keng In digembleng oleh kakek sakti yang tidak seperti manusia, Cui-beng Koai-ong, kepandaian pemuda itu meningkat secara tidak lumrah se-hingga tingkatnya kini bahkan sudah melampaui tingkat kepandaian ibunya sendiri! Keng In merasa penasaran sekali. Kalau saja tidak mengingat bahwa gadis ini adalah murid Pendekar Siluman atau Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es, tentu dia sudah mengeluarkan ilmu-ilmunya yang mujijat, yang ia dapatkan dari gurunya. Akan tetapi dia tidak mau membunuh Kwi Hong. Dia ingin menawannya, untuk menunjukkan kepada Majikan Pulau Es yang dibencinya, orang yang telah membikin sengsara hati ibu kandungnya, bahwa dia tidak takut menghadapi Pulau Es, dan dia bahkan ingin memperguna-kan nona ini untuk meman-cing datangnya Pendekar Siluman untuk bertanding!

   Tiba-tiba Wan Keng In mengeluarkan suara gerengan yang tidak lumrah manusia. Gerengan yang keluar dari pusarnya, melalui kerongkongan dan mengeluarkan getaran yang seolah-olah membuat bumi tergetar! Kwi Hong sendiri menjadi pucat wajahnya dan biarpun dia telah mengerahkan sin-kang, tetap saja jantungnya tergetar dan gerakannya tidak tetap. Pada saat itu, ilmu pedang yang dimainkan oleh Keng In telah berubah aneh dan ganas bukan main. Kwi Hong merasa gentar, jantungnya berdebar dan melihat pemuda itu menggerakkan pedangnya, ia menjadi pening, seolah-olah ia melihat lawannya menjadi tinggi besar dan menakutkan, gerakannya menjadi luar biasa cepat dan kuatnya! Kalau saja dia tidak sedikit-sedikit memetik gerakan kilat gurunya, tentu saja sudah kena dicengkeram oleh tangan kiri Keng In yang menyelingi gerakan pedangnya!

   

Kisah Pendekar Bongkok Eps 16 Kisah Pendekar Bongkok Eps 6 Pendekar Super Sakti Eps 21

Cari Blog Ini