Ceritasilat Novel Online

Mutiara Hitam 12


Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



Suling Emas adalah orang yang sudah matang jiwanya. Kesabarannya sudah sampai pada dasar batinnya, maka ia pun tidak marah mendengar ucapan yang sombong ini. Namun, ia terkejut juga mendengar bahwa Ketua Im-yang-kauw yang memang pernah dikenalnya itu tewas di tangan Bu-tek Siu-lam. Ia tahu bahwa Ketua Im-yang-kauw itu seorang pendeta yang suci, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau Ketua Im-yang-kauw itu sampai terbunuh oleh Bu-tek Siu-lam, terbuktilah berita bahwa Bu-tek Siu-lam memiliki kepandaian yang hebat. Jelas bahwa tokoh ini merupakan ancaman di dunia.

   "Hemm, Ji-wi Toyu tak dapat menerima kata-kata halus. Masa bodoh dan terserahlah, karena saya sebagai orang Khong-sim Kai-pang, tetap hendak mempertahankan kai-pang dari tangan-tangan jahat, juga menghukum mereka yang menyeleweng daripada peraturan kai-pang."

   "Bagus. Tadi dengan Coam-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) kau telah membantu kakek jembel dan mengalahkan Suteku secara curang. Sekarang lawanlah kami berdua secara berterang. Hendak kami lihat apakah kau pantas menjadi Ketua Khong-sim Kai-pang."

   Dengan sikap tenang Suling Emas menjawab.

   "Ji-wi Toyu, silakan maju. Saya siap menerima pengajaran"

   Suling Emas maklum bahwa dua orang tosu ini pun merupakan penyeleweng-penyeleweng daripada agama mereka maka ia menganggap perlu memberi hajaran kepada mereka, selain demi kebaikan mereka sendiri, juga agar menundukkan sikap para pengemis yang hendak menyeleweng mengandalkan pengaruh luar.

   Pernah ia bertemu dengan Ketua Im-yang-kauw yang berjuluk Sin-hong (Angin Sakti), dan mereka telah bertukar pendapat tentang ilmu silat. Ketua Im-yang-kauw itu merasa tunduk akan pengertian Suling Emas, bahkan berterima kasih sekali karena mendapat petunjuk-petunjuk berharga, maka sebagai balas kebaikan, ketua itu telah memberikan dasar-dasar Im-yang-kun dan minta supaya ditunjuk kesalahan-kesalahannya. Karena ini maka tentu Suling Emas sudah mengenal baik dasar gerakan Im-yang-kun sehingga tadi ia dapat memberi petunjuk kepada Ciam lokai untuk mengatasi lawan.

   Dua orang tosu itu, apalagi Bu Liang Cu, maklum bahwa ketua kai-pang ini amat lihai. Seorang yang sudah dapat menguasai Ilmu Coam-im-kang, yaitu mengirim suara dari jarak jauh dengan kekuatan khikang, adalah seorang yang sudah memiliki tenaga sakti yang hebat. Akan tetapi karena mereka berdua yakin akan kedahsyatan Im-yang-kun yang dimainkan oleh mereka berdua maka mereka tidak menjadi gentar dan ingin menebus kekalahan yang tadi. Dari kiri dan kanan, dua orang tosu itu lalu menyerang. Bu Liang Cu menggunakan Im-kang (Tenaga Lemas) menyerang dari kiri, mengarah lambung dengan pukulan yang amat perlahan dan lambat, sebaliknya dari kanan Bu Keng Cu sudah menerjang dengan cepat dan kuat sekali, mempergunakan Yang-kang (Tenaga Kasar).

   Kehebatan Im-yang-kun ini adalah perubahan dua macam tenaga yang berlawanan. Dua orang tosu itu dapat sewaktu-waktu merobah tenaga mereka sehingga lawan yang dikeroyok dua akan menjadi bingung menghadapi penyerangan-penyerangan tenaga yang berlawanan dan berubah selalu itu. Suling Emas maklum akan hal ini, akan tetapi tentu saja ia sama sekali tidak bingung karenanya. Apalagi baru dua orang tosu itu, biar ketuanya sendiri belum mampu menandingi ilmu-ilmunya. Begitu melihat datangnya serangan dua orang tosu yang berlawanan tenaganya dan dilakukan secara berbareng ini, Suling Emas sama sekali tidak mengelak maupun menangkis. Pukulan dari kiri ke arah lambung dan dari kanan menuju leher itu diterimanya sambil mengerahkan Iweekang, kedua tangannya bergerak dan mulutnya berseru,

   "Pergilah"

   "Desss.., plakkk.."

   Wuuuuttt.."

   Dua pukulan itu tepat mengenai lambung kiri dan leher kanan Suling Emas, akan tetapi tubuh pendekar sakti itu bergoyang sedikit pun tidak, sebaliknya kedua tangannya sudah menerkam baju kedua lawan bagian dada dan sekali ia menggerakkan kedua lengan, tubuh dua orang tosu itu terlempar jauh ke bawah panggung.

   Kedua tosu itu kaget setengah mampus. Akan tetapi mereka bersyukur sekali bahwa lawan yang sakti itu masih menaruh kasihan kepada mereka sehingga mereka terbanting ke atas tanah dalam keadaan berdiri sehingga hanya terhuyung-huyung saja. Kalau terbanting dengan kepala atau badan lebih dahulu, setidaknya mereka tentu akan babak-belur. Tahulah mereka bahwa "Yu Kang Tianglo"

   Itu benar-benar amat lihai, maka tanpa banyak cakap lagi mereka berdua lalu ngeloyor pergi secepatnya.

   Semua pengemis yang setia bersorak. Sebaliknya mereka yang menyeleweng menjadi pucat dan berlutut ketakutan. Akan tetapi Suling Emas mengampuni mereka, hanya menyuruh mereka itu mengaku terus terang akan penyelewengan mereka, mengembalikan semua rampasan kepada yang berhak. Gak-lokai dan Ciam-lokai membantu Suling Emas meneliti semua bekas penyeleweng, menurunkan kedudukan dan bahkan membagi-bagi hukuman yang ringan namun cukup meyakinkan hati mereka. Atas permohonan Gak-lokai dan Ciam-lokai, Suling Emas tinggal di kuil itu sampai beberapa lama untuk menjaga kalau-kalau golongan sesat datang lagi mengacau.

   "Harap Pangcu menaruh kasihan kepada kami semua,"

   Demikian kata Gak-lokai.

   "Kekalahan pihak sesat yang tadinya menguasai Khong-sim Kai-pang, tentu takkan diterima begitu saja oleh kawan-kawan mereka. Di samping itu, juga kemenangan dan kembalinya Pangcu di sini akan membangkitkan semangat bagi para anggauta kai-pang yang lain. Biarlah kesempatan ini kita pergunakan untuk mengundang, kai-pang-kai-pang lain sehingga terdapat kesatuan yang kuat untuk menghadapi gangguan kaum sesat. Setelah Pangcu memimpin pertemuan itu dan keadaan kita benar-benar kuat, barulah Pangcu dapat meninggalkan kami."

   Suling Emas merasa kasihan dan menyatakan kesanggupannya. Semua pengemis menjadi gembira sekali dan undangan lalu dikirim. Bendera Khong-sim Kai-pang kini berkibar megah di atas kuil. Di waktu senggang, Suling Emas menurunkan beberapa ilmu pukulan untuk menyempurnakan kepandaian Gak-lokai dan Ciam-lokai yang ia harapkan akan memimpin Khong-sim Kai-pang kalau ia meninggalkan kai-pang itu. Dua orang kakek itu menjadi girang sekali dan karena mereka itu memang dua orang ahli yang sudah tahu akan dasar-dasar ilmu silat tinggi, maka dalam beberapa hari saja mereka dapat menguasai rahasia ilmu pukulan yang diajarkan Suling Emas.

   Beberapa hari kemudian, hari yang ditentukan untuk pertemuan para kaipang telah tiba. Semenjak pagi, kuil yang menjadi pusat Khong-sim Kai-pang dikunjungi banyak sekali rombongan pengemis yang dipimpin ketua masing-masing. Mereka ini datang dari segala penjuru, merupakan kai-pang-kai-pang yang membawa bendera perkumpulan masing-masing. Ban-hwa Kai-pang dari Sin-yang, Hwa-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Kembang), Ang-tung Kai-pang (Tongkat Merah) dan masih banyak lagi kai-pang lain yang hadir. Diantaranya malah tampak wakil-wakil dari Hek-coa Kai-pang dan Hek-peng Kai-pang yang tampak mencolok dengan pakaian mereka yang bersih dan mentereng"

   Tentu saja Suling Emas yang berpandangan tajam itu dapat menduga kai-pang mana yang menyeleweng dari pada jalan benar, namun sebagai seorang yang bijaksana, ia memerintahkan Gak-lokai dan Ciam-lokai untuk menerima semua kai-pang itu dengan penghormatan yang sama. Semua bendera kai-pang yang menjadi tamu dipasang di sekeliling panggung di mana berkibar bendera Khong-sim Kai-pang, dan para wakil pimpinan kai-pang-kai-pang itu dipersilakan duduk di sebelah kanan panggung, menduduki kursi-kursi yang berhadapan dengan kursi ketua yang diduduki oleh Suling Emas sendiri. Semua anak buah partai-partai, pengemis itu duduk mengelilingi panggung, ada yang duduk ada yang berjongkok, ada yang berdiri.

   Pada saat itu, di sebelah luar kumpulan pengemis yang mengelilingi panggung itu, terdapat seorang pengemis muda yang tampan dan seorang gadis cantik. Mereka ini bukan lain adalah Yu Siang Ki dan Kwi Lan. Wajah Siang Ki agak pucat dan sepasang matanya terbelalak penuh ketegangan. Ia sama sekali tidak peduli ketika beberapa orang pengemis yang duduknya paling belakang memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kemarahan. Mereka itu adalah pengemis-pengemis baju butut yang tentu saja menjadi marah melihat Siang Ki yang berpakaian bersih, mengira bahwa pengemis muda ini tentulah golongan para pengemis aliran baru, yaitu pengemis-pengemis baju bersih yang dipimpin kaum sesat. Hati Yu Siang Ki terlampau tegang untuk memperhatikan sikap mereka itu. Ia memandang ke atas panggung, sinar matanya berkilat-kilat ketika ia melihat seorang kakek pengemis bertopi lebar dengan muka ditutup saputangan duduk di atas kursi ketua Khong-sim Kai-pang.

   "Siang Ki, kenapa kau tidak maju dan terjang badut tua itu?"

   Tanya Kwi Lan ketika menyaksikan sikap pemuda teman barunya ini. Yu Siang Ki menggeleng kepala, lalu menjawab sambil menggerakkan tangan kiri menunjuk ke arah Suling Emas.

   "Tidak boleh aku berlaku lancang, Kwi Lan. Memang ketika mendengar dari pengemis-pengemis di sepanjang jalan bahwa ada orang yang mengaku sebagai Ayahku datang merampas kedudukan Ketua Khong-sim Kai-pang, aku menjadi marah sekali dan berniat untuk membuka kedoknya dan menyerangnya. Akan tetapi setelah tiba di sini, aku menjadi ragu-ragu. Demi menjaga nama baik Khong-sim Kai-pang, aku harus bersabar. Menurut cerita mereka itu, orang yang mengaku sebagai Ayahku amat aneh dan tinggi ilmunya, bahkan telah membunuh oknum-oknum jahat yang memegang pimpinan Khong-sim Kai-pang, bahkan menghukum para anggauta yang menyeleweng, juga ia dibantu oleh Gak-lokai dan Ciam-lokai, dua tokoh Khong-sim Kai-pang yang dulu menjadi sahabat baik dan pembantu Kakek Yu Jin Tianglo. Aku harus menyaksikan dulu sepak terjangnya, siapa tahu dia itu seorang tokoh pengemis yang berusaha menyelamatkan Khong-sim Kai-pang dari tangan oknum-oknum jahat dengan menggunakan nama Ayah untuk mencari wibawa."

   Kwi Lan mengangguk-angguk. Ia heran mengapa pemuda ini berpikir sedalam itu padahal kalau menurut dia, orang yang memalsukan Yu Kang Tianglo yang sudah meninggal, wajib dikutuk dan dihajar. Coba seandainya yang menghadapi urusan itu dia sendiri, atau orang-orang seperti Tang Hauw Lam si Berandal atau Siangkoan Li tentu takkan menunggu-nunggu dan melihat gelagat. Memang pengemis muda ini lain lagi sifatnya, hati-hati dan berpandangan luas. Betapapun juga karena yang dipalsukan namanya adalah ayah pemuda ini, bukan ayahnya, maka ia pun tinggal diam saja menanti perkembangannya lebih lanjut.

   "Orang sesabar dan selemah engkau baru sekali ini kujumpai"

   Omelnya sambil memandang wajah yang terlalu tampan untuk menjadi wajah seorang pengemis itu. Yu Siang Ki juga memandang. Pandang mata mereka bentrok, bertaut sejenak dan pemuda itu tersenyum.

   "Sebelum tahu betul apa kehendak orang itu memalsukan nama Ayah, bagaimana aku dapat bertindak? Ayah sendiri memesan agar aku berusaha membela dan membersihkan Khong-sim Kai-pang. Kalau orang aneh yang memalsukan nama Ayah itu bermaksud baik dan membela Khong-sim Kai-pang, andaikata Ayah sendiri masih hidup dan berada di sini, tentu beliau juga tidak akan menghalanginya."

   Kwi Lan tidak berkata apa-apa lagi dan ia hanya menurut ketika pemuda itu mengajaknya memilih tempat di belakang akan tetapi dari mana mereka dapat memandang, ke atas panggung cukup jelas. Mereka berdua duduk dan menonton dengan penuh perhatian. Makin lama makin banyaklah pengemis yang datang memenuhi pekarangan depan kuil yang menjadi markas Khong-sim Kai-pang itu. Kemudian tampak Gak-lokai dan Ciam-lokai melangkah maju, memberi hormat kepada Suling Emas, kemudian mereka berdua menjura ke arah belasan orang yang duduk di kursi kehormatan yaitu para pimpinan kai-pang-kai-pang lain yang menjadi tamu. Sebagai wakil Khong-sim Kai-pang yang menjadi tuan rumah, Gak-lokai lalu berkata suaranya lantang dan jelas.

   "Saudara sekalian yang kami undang telah sudi datang memenuhi undangan, hal ini amat menggembirakan karena jelas ternyata bahwa persatuan diantara kai-pang masih erat. Kami mengundang Saudara sekalian untuk mempererat persatuan ini dan hendak memperkenalkan Saudara tua kami yang telah puluhan tahun mengasingkan diri dan kini berkenan kembali untuk memimpin kita sekalian, yaitu Yu Kang Tianglo, Pangcu (Ketua) Khong-sim Kai-pang"

   Tepuk sorak menyambut ucapan ini dan Suling Emas segera bangkit dari tempat duduknya, berdiri dan menjura ke sekeliling panggung. Melihat tubuh Suling Emas yang tinggi besar dan tegap, sepasang mata di bawah topi lebar yang tajam berkilat, muka yang bagian bawahnya ditutupi saputangan, semua pengemis memandang dengan bermacam-macam perasaan. Ada yang heran, ada yang kagum, penuh harapan, curiga dan sebagainya. Puluhan tahun yang lalu, Yu Kang Tianglo muncul untuk membunuh It-gan Kai-ong kemudian melenyapkan diri kembali. Tak seorang pun di antara para pengemis yang belum mendengar namanya, namun tidak ada yang pernah melihat mukanya.

   Kini tokoh besar itu muncul lagi dengan muka tertutup sehingga bermacam dugaan yang aneh-aneh timbul. Ketika Suling Emas berdiri, keadaan menjadi sunyi dan semua orang menanti dengan hati berdebar untuk mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh Yu Kang Tianglo, tokoh pengemis yang tak pernah dijumpai orang namun namanya amat terkenal itu. Dua pasang mata memandang ke arah Suling Emas dengan penuh perhatian dan juga dengan terheran-heran betapa beraninya memalsukan nama orang yang sudah meninggal dunia. Kwi Lan terheran bercampur marah sedangkan Yu Siang Ki terheran dan ingin sekali tahu siapa orang itu dan apa kehendaknya.

   "Saudara-saudara para pimpinan dan anggauta kai-pang"

   Suara Suling Emas lantang dan nyaring, akan tetapi halus.

   "Maafkan bahwa saya menutupi muka, karena memang sesungguhnya bukan maksud saya mencari ketenaran diri dengan hadir saya di sini. Sudah semenjak dahulu saya selalu berusaha menyembunyikan diri dan menjauhkan diri dari pada urusan dunia. Akan tetapi, dua kali saya terpaksa menampilkan diri, pertama kali dahulu di waktu It-gan Kai-ong mengotorkan dunia pengemis dengan kejahatannya. Sekarang, mendengar betapa dunia pengemis kembali diselundupi kaum sesat, mau tidak mau saya terpaksa menampilkan diri untuk menegakkan kembali kebenaran dan kebersihan di dunia pengemis. Terutama sekali Khong-sim Kai-pang yang semenjak mendiang Ayah saya dahulu merupakan kai-pang yang bersih dan gagah ternyata telah diselundupi oknum-oknum jahat yang mengangkat diri sendiri menjadi pimpinan dan menyelewengkan kai-pang ke jalan sesat. Terpaksa saya turun tangan membasmi mereka. Karena itu, dalam kesempatan ini saya peringatkan kepada saudara-saudara pimpinan kai-pang lain agar berhati-hati dan bersatu padu untuk menghalau kaum sesat yang hendak mencari tempat dan menguasai kai-pang."

   "Bagus, bagus."

   "Akur.., Akur.."

   Para pengemis bertepuk sorak. Yu Siang Ki mengangguk-angguk dan hatinya lega. Kiranya benar seperti dugaannya. Orang aneh ini sengaja memalsukan nama mendiang ayahnya dengan maksud baik, yaitu hendak mengandalkan nama ayahnya untuk mempengaruhi kai-pang dan mengajak mereka melawan kaum sesat. Ia menoleh ke arah Kwi Lan yang juga memandang ke atas panggung dengan mata terbelalak. Pada saat itu, Kwi Lan menyentuh tangannya.

   "Siang Ki, lihat.."

   Yu Siang Ki cepat menengok dan matanya tajam masih sempat melihat sinar hitam melayang ke arah leher dan lambung orang aneh yang memalsukan nama ayahnya itu. Jelas bahwa sinar itu adalah senjata rahasia yang halus sekali, yaitu jarum-jarum rahasia.

   "Celaka"

   Bisiknya khawatir. Akan tetapi ia dan Kwi Lan memandang dengan melongo ketika Suling Emas dengan tenang menerima jarum-jarum itu dengan leher dan lambung, kemudian tangan kirinya seperti mengusir lalat di leher dan lambungnya dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam melesat dan jarum-jarum itu sudah di "retour"

   Kembali kepada pengirimnya, namun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat sekali.

   Terdengar jerit-jerit kesakitan dan dua orang pengemis baju bersih yang berdiri di antara banyak pengemis itu roboh dan tewas seketika karena leher dan lambung mereka termakan jarum rahasia mereka sendiri. Hanya para pengemis yang sudah tinggi ilmunya saja menyaksikan gerakan Suling Emas dan maklum apa yang telah terjadi. Yang tidak begitu tinggi ilmunya terheran-heran dan tidak tahu apa yang terjadi sehingga keadaan menjadi panik. Suling Emas mengangkat kedua tangan ke atas memberi isyarat kepada semua orang agar tidak menjadi panik. Kemudian terdengar suaranya lantang.

   "Harap Saudara semua tenang. Matinya dua orang itu menjadi peringatan bagi kita bahwa di mana-mana kaum sesat sudah menyelundup sehingga perlu kita waspada karena mereka berdua itu adalah
(Lanjut ke Jilid 12)
Mutiara Hitam (Seri ke 04 "

   Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 12
orang-orang jahat yang berusaha untuk membunuh saya. Sebaliknya pihak kaum sesat juga telah mendapat peringatan"

   Suara ini tegas dan penuh wibawa.

   "Mereka itu pengemis baju bersih"

   Basmi para pengemis baju bersih yang jahat"

   Terdengar teriakan-teriakan marah. Kembali Suling Emas mengangkat tangannya.

   "Dengarlah baik-baik. Menilai orang bukan dari pakaian bersih atau kotor. Menilai orang harus dari sepak terjangnya, dari perbuatannya. Pengemis memang orang miskin. Sedapat mungkin orang harus berpakaian bersih dan baik, akan tetapi kalau tidak ada, apa boleh buat, kotor pakaiannya asal tidak kotor hati dan pikirannya. Orang-orang yang pernah menyeleweng dari pada kebenaran bukan sekali-kali berarti bahwa mereka itu selama hidupnya menjadi orang-orang jahat yang harus dikutuk. Karena itu, kami anjurkan kepada saudara-saudara kaum kai-pang yang pernah menyeleweng, kembalilah ke jalan benar dan bertobatlah. Apabila kalian tidak insyaf, kami kaum kai-pang yang sudah bersatu akan membasmi kalian"

   Kembali tepuk sorak menyambut ucapan yang lantang dan penuh semangat dari Suling Emas ini, karena semua orang menyetujui pendiriannya. Akan tetapi tentu saja tidak termasuk mereka yang memang hadir dengan maksud menentang, seperti rombongan Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dua kai-pang ini memang sudah seluruhnya dikuasai kaum sesat, bahkan dua kai-pang ini pula yang belum lama ini mengadakan pertemuan di dunia kaum sesat untuk membicarakan soal pemilihan bengcu golongan hitam. Oleh karena itu, kedatangan dua rombongan ini tentu saja berdasarkan menyelidik dan juga untuk menghalangi pergerakan kaum pengemis yang dipimpin oleh Yu Kang Tianglo. Bahkan dua orang pengemis yang tewas karena senjata jarum mereka diretour oleh Suling Emas tadi adalah anggauta-anggauta Hek-coa Kai-pang. Di antara tepuk sorak gemuruh itu, tiba-tiba terdengar suara nyaring yang mengatasi kegaduhan itu.

   "Siapa di antara kita yang mampu menandingi Locianpwe Bu-tek Siu-lam?"

   Pernyataan nyaring yang entah dikeluarkan oleh siapa ini menusuk telinga semua orang dan seketika kegaduhan terhenti, tak seorang pun berani mengeluarkan suara lagi. Pada saat itu dua orang kakek pengemis sudah melompat bangun dari barisan kursi pimpinan kai-pang yang menjadi tamu. Mereka ini lalu melangkah maju ke tengah panggung, menghadapi semua pengemis yang hadir. Keduanya adalah kakek yang usianya sudah enam puluh tahun, berpakaian sebagai pengemis akan tetapi pakaian mereka bersih dan baru yang sengaja ditambal-tambal. Mereka ini memegang tongkat panjang dan melihat betapa pada baju bagian dada mereka terdapat gambar garuda dan ular, maka mudah diduga bahwa mereka tentulah tokoh-tokoh dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dan memang betul sekali.

   Kakek yang baju di dadanya tergambar garuda hitam adalah seorang tokoh Hek-peng Kai-pang, sedangkan yang dadanya tergambar ular hitam adalah seorang tokoh Hek-coa Kai-pang. Sejak tadi, kehadiran rombongan Hek-coa Kai-pang dan Hek-peng Kai-pang sudah merupakan hal yang menimbulkan tegang di hati para pengemis karena mereka semua itu tahu dengan jelas siapakah mereka ini. Boleh dibilang pada waktu itu, pelopor para kai-pang yang menggabung dengan kaum sesat adalah dua buah perkumpulan inilah. Maka semua orang sudah dapat menduga bahwa munculnya tokoh-tokoh dua kai-pang ini tentulah mengandung maksud kurang baik. Kini melihat dua orang kakek ini muncul di panggung, semua orang diam dan memandang penuh perhatian. Kakek yang dadanya bergambar ular hitam itu tubuhnya kecil tinggi, kepalanya besar. Setelah memandang ke sekeliling ia lalu berkata.

   "Kami adalah wakil dari Hek-coa Kai-pang. Mendengar uraian pangcu dari Khong-sim Kai-pang tadi, kami setuju sekali. Memang di antara kai-pang harus diadakan persatuan erat untuk menghadapi musuh-musuh kita. Dan untuk memperkuat para kai-pang kita harus memilih seorang pemimpin yang cakap. Kami dari pihak Hek-coa Kai-pang dan juga saudara-saudara kita dari Hek-peng Kai-pang dalam pertemuan orang-orang gagah telah bersepakat untuk mengangkat Locianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai bengcu kita."

   "Benar apa yang diucapkan oleh Saudara dari Hek-coa Kai-pang ini"

   Kata kakek ke dua yang dadanya bergambar garuda hitam. Kakek ini mukanya merah dan matanya sipit sampai hampir terpejam selalu, tapi mulut lebar dan bibirnya tebal sekali.

   "Hanya di bawah bimbingan seorang Locianpwe yang sakti seperti Bu-tek Siu-lam saja maka derajat golongan kita dapat terangkat. Kami rasa Yu Kang Tianglo dari Khong-sim Kai-pang cukup bijaksana untuk menyadari hal ini dan menyetujui pengangkatan Locianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai pimpinan tertinggi semua kai-pang"

   Para pengemis menyambut ucapan dua orang kakek itu dengan berbisik. Dari rombongan pimpinan kai-pang sudah meloncat maju lagi dua orang kakek pengemis berpakaian butut. Seorang di antara mereka berteriak.

   "Apa? Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu kita? Setelah ia membunuh secara keji dua ratus orang golongan kita?"

   Yang berteriak ini adalah Ketua Ang-tung Kai-pang, seorang kakek bertubuh kecil pendek akan tetapi bermata lebar. Ia memutar-mutar tongkat merahnya dengan sikap marah sekali. Ketika Bu-tek Siu-lam melakukan pembunuhan terhadap dua ratus orang pengemis, belasan orang pengemis anak buahnya ikut terbunuh, maka tentu saja ia marah-marah mendengar betapa dua orang kakek itu hendak mengangkat Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu.

   "Cocok. Tidak sudi kami menerima tokoh jahat itu menjadi bengcu"

   Teriak pula pengemis ke dua yang sudah meloncat maju. Dia ini adalah wakil dari Ban-hwa Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Laksaan Bunga).

   "Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kaipang memang perkumpulan yang menyeleweng dan bersekongkol dengan kaum sesat"

   Teriakan-teriakan itu terdengar saling bantah dan suasana menjadi berisik sekali melebihi pasar.

   "Yang dibunuh adalah pengemis-pengemis jahat"

   "Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang menyenangkan hidup anak buahnya"

   "Hidup Locianpwe Bu-tek Siu-lam"

   Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang pro kepada tokoh yang diusulkan menjadi bengcu itu.

   "Basmi penyeleweng-penyeleweng"

   "Basmi Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang"

   "Bu-tek Siu-lam musuh besar kai-pang"

   Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang anti sehingga keadaan menjadi ribut dan tegang karena setiap saat dapat timbul perang saudara antara para pengemis ini. Gak-lokai dan Ciam-lokai menjadi pucat wajahnya dan mereka sudah hendak bergerak, akan tetapi Suling Emas mencegah dan berkata halus.

   "Biarkan saja. Malah lebih baik. Dengan begini kita dapat melihat siapakah di antara mereka yang menyeleweng. Kalau mereka sudah menyatakan pendapat, baru kita turun tangan melakukan pembersihan."

   Sementara itu, di atas panggung sudah terjadi perdebatan yang makin lama menjadi saling maki antara tujuh orang pimpinan pengemis baju bersih yang dikepalai oleh dua orang dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang, dan pihak lawan mereka adalah sebelas orang pimpinan dari kai-pang-kai-pang lain yang rata-rata berpakaian butut. Suling Emas hanya duduk di atas kursi sambil menatap tajam, meneliti mereka yang pro dan mereka yang anti terhadap Bu-tek Siu-lam. Juga Kwi Lan dan terutama sekali Yu Siang Ki, memandang dengan hati tegang dan tertarik. Diam-diam Yu Siang Ki terheran menyaksikan orang aneh yang memalsukan nama ayahnya. Ia masih belum dapat menyelami isi hati orang itu. Kalau benar tindakannya itu demi perbaikan dan pembersihan kai-pang, kenapa kini ia diam saja melihat keadaan kacau-balau itu? Pihak manakah yang dibelanya?

   Suling Emas yang duduk tak bergerak di atas kursinya dapat melihat betapa semua pengemis yang pro kepada Bu-tek Siu-lam dipimpin oleh dua orang kakek Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dilihat dari sikap mereka, memang agaknya dua orang kakek ini sudah mengaturnya terlebih dahulu, sengaja untuk mengacaukan pertemuan ini dan bahkan kini tampak olehnya betapa rombongan pengemis yang duduk di sebelah timur, yang jumlahnya banyak, adalah anak buah mereka yang diam-diam sudah siap untuk turun tangan jika terjadi perkelahian. Yang menyeleweng secara sadar hanya beberapa orang saja, pikirnya. Sebagian besar di antara para pengemis itu hanya ikut-ikutan karena tertarik oleh tingkat hidup yang lebih baik dan kemewahan.

   Kalau sampai terjadi pertempuran, tentu akan banyak roboh korban di kedua pihak. Suling Emas tidak menghendaki hal ini terjadi, maka ia sudah siap untuk menegur mereka dan merobohkan para pimpinan pengacau. Orang-orang yang melakukan penyelewengan secara ikut-ikutan seperti mereka itu, sekali pimpinannya roboh, tentu akan mudah diinsyafkan dan diajak kembali ke jalan benar. Yang menjadi sumber penyelewengan para anggauta kai-pang ini sebetulnya adalah tokoh yang bernama Bu-tek Siu-lam. Karena munculnya tokoh sakti yang sudah berhasil membunuh Ketua Im-yang-kauw itulah maka para pengemis yang lemah batinnya, mudah dibawa menyeleweng, karena ada yang mereka andalkan.

   Akan tetapi dalam keadaan ketegangan tengah memuncak itu, sebelum Suling Emas sempat turun tangan atau membiarkan Gak-lokai dan Ciam-lokai mengurus keributan, tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak. Suara ketawa ini datangnya dari.. udara. Begitu nyaring dan hebat sehingga seakan-akan menggetarkan papan panggung.

   "Hua-ha-ha-ha. Jembel-jembel busuk ini seperti sekumpulan anjing berebut tulang"

   "Heh-heh-heh. Tidak usah berebut pangkat, kamilah yang akan menjadi raja-raja kalian. Heh-heh"

   "Hua-ha-ha, Benar sekali. Aku ingin menjadi raja pengemis"

   Bagaikan dua ekor burung rajawali, dari atas menyambar turun tubuh dua orang kakek yang mengerikan keadaannya. Yang seorang bertubuh kurus bermuka putih seperti orang kehabisan darah, kepalanya botak dan rambutnya jarang seperti sutera tua. Orang ke dua bertubuh besar kuat dan mukanya merah sekali, muka yang ditumbuhi rambut sehingga muka itu menyerupai muka singa. Bukan main hebatnya gerakan kedua orang kakek yang sudah amat tua ini. Begitu keduanya turun ke atas papan panggung, sambil tertawa-tawa mereka menggerakkan kedua tangan ke sekeliling dan.. tubuh para, pimpinan pengemis yang tadinya berhadapan dan cekcok saling maki itu seperti layang-layang putus talinya, terlempar ke bawah panggung. Dan hebatnya, kedua orang kakek itu tidak pilih-pilih orang, siapa saja yang tadi saling maki memenuhi panggung itu mereka lemparkan turun.

   Mereka itu berjumlah belasan orang, hampir dua puluh, dan rata-rata adalah pimpinan kai-pang yang memiliki kepandaian tinggi. Ketika dua orang kakek aneh ini muncul dan menyergap, belasan orang itu sudah berusaha menerjang dan memukul roboh dua orang kakek pengacau, bahkan banyak di antara mereka yang menggunakan tongkat besi menggebuk. Memang terdengar suara bak-bik-buk ketika tongkat-tongkat itu mengenai tubuh dua orang kakek ini, akan tetapi sama sekali tidak dirasakannya, dan tanpa dapat dicegah lagi semua orang itu telah mereka lempar-lemparkan dengan cara yang luar biasa mudahnya. Dalam waktu beberapa menit saja, delapan belas orang pimpinan para pengemis baju bersih dan baju butut itu telah dilempar turun dari atas panggung.

   "Dua orang iblis dari mana berani mengacau pertemuan Khong-sim Kai-pang?"

   Teriakan ini keluar dari mulut Gak-lokai dan Ciam-lokai yang sudah melompat maju dan menerjang dengan tongkat mereka.

   Suling Emas terlampau heran dan kaget menyaksikan munculnya dua orang kakek luar biasa itu sehingga ia tidak sempat mencegah majunya Gak-lokai dan Ciam-lokai. Dengan muka berubah Suling Emas bangkit dari kursinya, memandang dengan mata terbelalak. Hampir ia tidak percaya akan pandang matanya sendiri bahwa dua orang kakek yang muncul itu bukan lain adalah Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong. Dua orang kakek yang sakti itu tiba-tiba saja muncul di situ. Apakah kehendaknya? Benarkah mereka menghendaki menjadi raja pengemis?

   Teringatlah Suling Emas pada pertemuannya dengan kedua orang tokoh ini puluhan tahun yang lalu. Ketika itu pun dua orang kakek ini mengacau Khitan dan ingin menjadi raja di Khitan (baca cerita CINTA BERNODA DARAH). Hanya dengan susah payah, setelah dibantu Lin Lin (Ratu Yalina di Khitan), Liu Hwee puteri Ketua Beng-kauw, dan Kauw Bian Cinjin tokoh Beng-kauw, ia berhasil mengusir dua orang kakek itu. Kini secara tiba-tiba dan tak terduga-duga dua orang kakek ini muncul lagi dan begitu muncul telah mengacaukan keadaan dengan sepak terjang mereka yang aneh. Melihat bahwa mereka berdua itu tidak memilih bulu, merobohkan semua pengemis baik yang berpakaian butut maupun yang bersih, jelas bahwa mereka ini bukan penggerak kaum sesat dan tidak mewakili mana-mana, hanya bergerak menurutkan kata hati mereka sendiri yang aneh luar biasa.

   Terjangan Gak-lokai dan Ciam-lokai dahsyat sekali. Mereka ini memang merupakan dua orang tokoh Khong-sim Kai-pang yang sudah tinggi tingkat ilmu silatnya, apalagi dalam beberapa hari ini mereka telah mendapat petunjuk dari Suling Emas, maka tentu saja terjangan mereka itu amat hebat. Akan tetapi, dengan gerakan yang tenang sekali, dua orang kakek aneh di atas panggung itu menggeser kaki dan terjangan kedua lokai itu hanya mengenai angin belaka.

   "Ha-ha-ha-ha. Bagus sekali, Makin banyak muncul tokoh jembel makin baik. Hayo naiklah, keroyoklah kami, ha-haha"

   Seru Lam-kek Sian-ong Si Muka Merah.

   "Bagus sekali, Ang-bin Siauwte (Adik Muka Merah). Baru sekarang kita bisa berkelahi dengan enak"

   Dua orang kakek itu terkekeh-kekeh dan menghadapi terjangan Gak-lokai dan Ciam-lokai seenaknya saja, dengan tangan kosong.

   Si Kakek Muka Merah menghadapi Ciam-lokai, sedangkan kakek muka putih menghadapi Gak-lokai. Mereka ini memang merupakan dua orang tokoh yang berwatak luar biasa. Makin tua makin gila dan sejak dahulu mereka amat doyan berkelahi. Tidak ada kesenangan yang lebih menggembirakan hati mereka melebihi perkelahian yang ramai. Melihat terjangan dua orang pengemis bertongkat itu, mereka sudah bergembira karena mengira tentu akan menghadapi lawan tangguh karena mereka pun maklum bahwa di dunia pengemis terdapat banyak orang-orang berilmu tinggi. Akan tetapi mereka kecewa sekali ketika mendapat kenyataan bahwa dua orang tokoh Khong-sim Kai-pang yang menyerang mereka itu sama sekali bukan tandingan mereka.

   "Ho-ha-ha, kiranya jembel busuk tidak ada harganya"

   Lam-kek Sian-ong Si Muka Merah terbahak-bahak dan pada saat Ciam-lokai memukulkan tongkatnya ke arah dada, ia menyambut dengan kepalan tangannya.

   "Krakkk"

   Tongkat di tangan Ciam-lokai itu patah-patah menjadi beberapa potong dan setiap kali pengemis tua itu menghantamkan tongkatnya selalu disambut kepalan dan terpotong-potong lagi. Sementara itu, Pak-kek Sian-ong yang menghadapi Gak-lokai juga merasa kecewa.

   Akan tetapi berbeda dengan Si Muka Merah yang mendemonstrasikan tenaga Yang-kang dahsyat dan amat kuatnya itu, ia mengeluarkan keahliannya, yaitu tenaga Im yang lemas dan halus. Ketika Gak lokai menghantamnya dengan tongkat, ia menyambut dengan telapak tangan dan.. tubuh Gak-lokai bersama tongkatnya mencelat ke atas. Gak-lokai terkejut, namun karena ia pun seorang yang lihai biarpun tubuhnya mencelat ke atas, ia bergerak di udara dan menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Pak-kek Sian-ong. Kakek muka putih ini lagi-lagi menyambut dengan telapak tangan dan sekali lagi tubuh Gak-lokai mencelat ke atas. Berkali-kali hal ini terjadi sehingga tubuh Gak-lokai bagaikan sebuah bal yang dipermainkan lawan.

   "Iblis-iblis tua, berani kau mempermainkan Khong-sim Kai-pang?"

   Bentakan halus ini keluar dari mulut Yu Siang Ki. Pemuda ini menjadi marah ketika menyaksikan betapa dua orang kakek aneh itu mengacaukan pertemuan kai-pang yang mempunyai maksud baik itu. Apalagi ketika melihat betapa Gak-lokai dan Ciam-lokai dipermainkan, ia segera tahu bahwa dua orang tokoh pengemis itu bukanlah lawan dua orang kakek yang datang mengacau. Ia sendiri belum tentu dapat mengalahkan dua orang kakek yang sakti itu, namun melihat usaha persatuan yang diadakan Khong-sim Kai-pang itu terancam bahaya, ia segera meloncat naik, menegur dan sekaligus ia melemparkan hiasan bunga yang biasanya menghias topinya.

   Lontaran itu bukanlah sembarang lontaran, melainkan serangan yang hebat dan yang mengancam jalan darah di dekat siku Lam-kek Sian-ong. Siang Ki sengaja menyerang kakek muka merah karena melihat betapa kakek muka merah ini amat dahsyat kedua tangannya dan pada saat itu keadaan Ciam-lokai amat berbahaya. Sekali saja tangan kakek muka merah itu berhasil menonjok tubuh Ciam-lokai, tentu tokoh Khong-sim Kai-pang itu akan roboh tewas.

   "Aihh.."

   Kakek muka merah itu mengeluarkan seruan kaget ketika lengannya terasa kesemutan karena jalan darah di sikunya secara tepat sekali tertusuk gagang hiasan bunga.

   Tadi ia melihat benda ini menyambar, akan tetapi tentu saja ia memandang rendah. Siapa kira, totokan gagang bunga itu cukup mengandung tenaga Iwee-kang yang dahsyat sehingga lengannya kesemutan, ia terheran-heran. Ini bukan sambitan orang biasa. Maka ia berseru kaget dan memutar tubuh menghadapi Yu Siang Ki. Keheranannya bertambah ketika ia mendapat kenyataan bahwa yang menyambitnya hanya seorang pemuda tampan yang masih amat muda. Pada saat itu, Ciam-lokai yang merasa marah dan penasaran, menggunakan sisa tongkatnya menusuk dari belakang, mengarah lambung dan menusuk di bagian yang mematikan.

   "Dukk"

   Tusukan tongkat itu tepat mengenai lambung, akan tetapi membalik seperti menusuk karet yang keras saja.

   Ciam-lokai kaget sekali akan tetapi sebelum hilang kagetnya, tiba-tiba tubuhnya sudah melayang jauh turun ke bawah panggung karena pada saat itu kaki Lam-kek Sian-ong sudah melakukan gerakan menyepak (menendang ke belakang) persis seperti gerakan kaki kuda. Tanpa menoleh kakek muka merah itu mampu menendang Ciam-lokai yang lihai itu sampai terlempar ke bawah panggung. Hal ini benar-benar membuktikan bahwa kesaktiannya memang luar biasa. Yu Siang Ki maklum akan hal ini maka pemuda ini tidak berani sembrono. Tadi pun menyaksikan sambitannya yang tepat mengenai jalan darah itu tidak melumpuhkan lengan kakek muka merah, ia sudah tahu bahwa lawannya benar-benar sakti. Kini pemuda itu sudah menyambar tongkatnya dan berseru keras.

   "Tak seorang pun boleh menghina Khong-sim Kai-pang"

   Ia lalu menggerakkan tongkat dan menerjang dengan gerakan yang mantap dan penuh tenaga sin-kang.

   "Hua-ha-ha, bagus, bagus. Eh, Pek-bin-twako (Kakak Muka Putih). Kau lihat lawanku ini biarpun masih muda, baru berharga untuk diajak main-main"

   Ia bicara sambil menggerakkan tubuh mengelak. Sekali lihat saja Lam-kek Sian-ong mengerti bahwa ilmu tongkat pemuda ini hebat dan tak boleh dipandang ringan, maka timbullah kegembiraannya untuk melayani Yu Siang Ki.

   "Eh, Kakek tua, kau mundurlah. Kau bukan lawan iblis ini"

   Inilah suara Kwi Lan. Ketika gadis ini melihat Yu Siang Ki sudah melompat naik ke atas panggung dan turun tangan, ia pun tidak mau tinggal diam.

   Tentu saja ia pun mengenal dua orang kakek itu. Ia tahu bahwa mereka itu, Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, guru Siangkoan Li, adalah dua orang kakek yang sakti. Tentu Yu Siang Ki tidak mengenal mereka maka pemuda itu secara gegabah berani maju. Kalau tidak ia bantu, mana mungkin Yu Siang Ki dapat menandingi dua orang kakek itu. Biarpun ia maklum bahwa dengan bantuannya sekalipun amat sukar untuk mendapat kemenangan, namun ia tidak bisa membiarkan sahabatnya menghadapi bahaya seorang diri. Maka ia pun lalu meloncat tinggi keudara. Ia anggap bahwa gerakan Gak-lokai yang dibuat permainan oleh Pak-kek Sian-ong itu hanya akan menghalangi dan membuatnya tidak leluasa, maka sekali meloncat, ia sudah mengeluarkan ucapan tadi dan tahu-tahu diudara ia sudah menjambret leher baju Gak-lokai dan melemparkan kakek itu ke bawah panggung.

   Gerakan ini tentu saja kelihatan hebat luar biasa. Inilah demonstrasi ginkang yang hebat, juga sekali jambret saja ia dapat melemparkan seorang tokoh seperti Gak-lokai sudah membuktikan betapa lihainya gadis ini. Semua pengemis yang menyaksikan ini menjadi makin bengong dan bingung. Bahkan Suling Emas sendiri yang tadi terkejut melihat munculnya pengemis muda yang berani menentang Lam-kek Sian-ong, kini melongo menyaksikan munculnya seorang gadis remaja yang bagaikan seekor naga muda kini sudah menerjang Pak-kek Sian-ong dengan pedangnya.

   "Ho-ho-ho, Ang-bin Siauwte kau bilang lawanmu hebat? Kau lihat ini, Nona muda yang galak ini apakah kalah hebatnya?"

   Pak-kek Sian-ong berkata demikian, akan tetapi cepat mengelak dari gulungan sinar pedang yang menyambar-nyambar dahsyat. Pertandingan di atas panggung kini benar-benar mengagumkan dan membuat para pengemis terlongong keheranan. Dua orang kakek tua renta itu dengan gerakan-gerakan aneh dan ringan menghadapi seorang pengemis muda yang memutar tongkat secara hebat dan seorang gadis cantik yang memainkan pedang secara ganas. Gak-lokai dan Ciam-lokai juga sudah bangun. Untung bahwa tadi mereka tidak terbanting hebat dan juga tidak terluka. Hati mereka menjadi gentar karena maklum bahwa orang-orang yang sedang bertanding di atas panggung itu adalah orang-orang sakti yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada kepandaian mereka.

   Suling Emas sejak tadi sudah bangkit berdiri. Matanya tajam menonton pertandingan, menimbang dan menilainya. Sebentar ia memandang ke arah pengemis muda yang menghadapi Lam-kek Sian-ong, sebentar kemudian ia memandang ke arah gadis cantik yang menerjang Pak-kek Sian-ong. Ia makin terheran-heran. Pengemis muda itu ilmu tongkatnya hebat dan tinggi, tenaganya kuat dan memiliki kecepatan gerak yang membuktikan bahwa dia bukan ahli silat sembarangan. Diam-diam ia menjadi kagum sekali dan ia merasa seperti pernah mengenal ilmu tongkat yang dimainkan pemuda itu. Kalau dasarnya sudah jelas ilmu silat dari pantai timur, akan tetapi siapakah pernah mainkan tongkat seperti ini? Ia lupa lagi.

   Namun kekagumannya terhadap pemuda tampan itu tidak ada artinya ketika ia menonton pertempuran antara kakek muka putih dan gadis cantik. Suling Emas melongo dan benar-benar ia terheran-heran menyaksikan sepak terjang gadis itu. Ilmu silat apa gerangan yang dimainkan oleh gadis dengan pedang kayunya itu? Dalam hal Ilmu pedang, setidaknya telah mengenal dasar-dasarnya. Akan tetapi gerakan pedang yang dimainkan gadis itu benar-benar membuat ia terlongong. Gerak kakinya seperti gerak kaki ilmu silat Siauw-lim-pai, tegap dan digeser-geser kuat. Akan tetapi ketika sambaran pedang diimbangi tendangan kaki, maka tendangan itu bukanlah tendangan ilmu sliat Siauw-lim-pai, lebih mirip tendangan ilmu silat utara Gobi-pai.

   Dan gerakan pedang itu, kacau balau antara ilmu pedang Beng-kauw dan Ilmu pedang Kun-lun. Aneh bukan main, kacau-balau namun justeru kekacauannya inilah yang merupakan sifat ilmu silat gadis itu yang benar-benar luar biasa dan dahsyatnya bukan main, keganasannya membuat Suling Emas mengerutkan kening. Pantas saja Pak-kek Sian-ong berkali-kali mengeluarkan seruan kaget dan kagum, dan agaknya kakek yang doyan berkelahi itu melayaninya dengan sungguh-sungguh sambil memperhatikan ilmu silat gadis itu. Namun sukarlah untuk mengenal atau mempelajari ilmu kacau balau ini sehingga Si Kakek merasa sayang kalau cepat-cepat menghentikan pertandingan.

   
Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah meneliti sejenak tahulah Suling Emas bahwa dua orang muda itu benar-benar bukan orang sembarangan, tentu murid-murid orang pandai yang memiliki kepandaian luar biasa. Juga ia sudah mengenal sifat-sifat dan keampuhan Ilmu silat mereka. Ia sudah tahu pula akan sifat Pak-kek Sian-ong. Dibandingkan dengan Lam-kek Sian-ong, kakek muka putih itu lebih lunak dan agaknya tidak akan tega untuk mencelakai orang muda. Oleh karena itu, ia lalu meloncat ke dekat Lam-kek Sian-kong dan berkata kepada Yu Siang Ki sambil menangkis sebuah pukulan tangan kiri, Lam-kek Sian-ong,

   "Orang muda, kau bantulah gadis itu. Biarkan dia yang menyerang, kau memperkuat pertahanan kalian"

   "Dukkk.."

   Dua lengan yang sama-sama mengandung tenaga sinkang yang dahsyat bertemu. Lam-kek Sian-ong sejak tadi tidak pernah ditangkis Yu Suang Ki karena pemuda yang cerdik itu maklum bahwa ia kalah tenaga, kini melihat ada orang yang berani menangkis, sengaja mengerahkan tenaga Yang-kang yang menjadi keistimewaannya. Akibatnya, pertemuan kedua lengan itu membuat Suling Emas terhuyung ke belakang, akan tetapi Lam-kek Sian-ong juga terjengkang dan hampir roboh. Bukan main kaget dan herannya sehingga kakek muka merah mengeluarkan seruan seperti seekor singa yang membuat papan panggung tergetar dan sejenak ia hanya berdiri memandang dengan mata melotot. Sementara itu Yu Siang Ki yang melihat gerakan orang bertopeng yang mengaku ayahnya itu, seketika maklum bahwa orang ini kepandaiannya hebat, maka tanpa ragu-ragu lagi ia menerjang Pak-kek Sian-ong yang sedang melayani Kwi Lan.

   "Kau seranglah terus, biar aku yang menahannya"

   Bisiknya kepada Kwi Lan. Pertandingan dilanjutkan dengan hebat dan makin gembiralah hati Pak-kek Sian-ong. Setelah kini dikeroyok dua barulah ia merasa seimbang dan tidak ragu-ragu lagi untuk mengeluarkan kepandaian.

   Diam-diam ia kagum kepada pemuda yang tadi menjadi lawan Lam-kek Sian-ong ini. Bagaimana pemuda ini dapat mengatur sedemikian tepatnya, dengan membagi dua daya tempur mereka? Memang sifat ilmu pedang gadis ini liar dan ganas bukan main, serangan-serangannya kuat, pendeknya letak kelihaian Ilmu pedang ini berada pada daya serangnya. Adapun ilmu tongkat pemuda itu lebih mengutamakan pertahanannya sehingga apabila dipergunakan untuk menjaga diri dan mempertahankan, amatlah tepat. Gembiralah hatinya menghadapi serangan-serangan pedang yang demikian berbahaya dan menghadapi pertahanan seperti benteng baja kuatnya dari tongkat pemuda itu. Di lain pihak, dua orang muda itu juga berbesar hati karena begitu mereka berdua bertanding dengan sikap seperti yang dianjurkan Suling Emas tadi, ternyata mereka dapat mengimbangi kelihaian kakek muka putih.

   Sementara itu, pertandingan antara Suling Emas dan Lam-kek Sian-ong juga bukan main hebatnya. Setelah beberapa kali hawa pukulan mereka saling bertemu dan membuat keduanya terdorong mundur diam-diam mereka menjadi kaget. Lam-kek Sian-ong selama "dalam hukuman"

   Di lereng Lu-liang-san, bersama Pak-kek Sian-ong memperdalam Ilmu silat mereka dengan maksud menghadapi Bu Kek Siansu yang sakti. Dapat dimengerti bahwa ilmu kepandaiannya jauh lebih hebat daripada dua puluh tahun yang lalu ketika ia bertemu dengan Suling Emas di Khitan. Di jaman itu, hanya beberapa orang saja yang memiliki tingkat kepandaian setinggi Lam-kek Sian-ong. Akan tetapi mengapa orang bertopeng ini mampu menandinginya? Sama sekali kakek muka merah ini tidak mengira bahwa yang dihadapinya adalah lawan lama, Suling Emas.

   Di pihak Suling Emas sendiri juga terheran-heran karena selama ini pun ia memperhebat kepandaiannya, bahkan ia yakin akan kekuatan sinkang di dalam tubuhnya. Namun ternyata bertemu dengan kakek muka merah ini, ia hanya dapat mengimbangi kekuatannya. Maka ia lalu merobah gerakannya, hendak mencari kemenangan dengan menggunakan Ilmu silatnya yang ia yakin lebih murni dan lebih banyak ragamnya daripada ilmu silat Lam-kek Sian-ong. Ia lalu menggerakkan kedua tangannya, mulai "menulis"

   Hurut-huruf mulia di udara. Tampaknya saja seperti menulis huruf, pada hakekatnya semua gerakan itu mengandung hawa serangan yang amat dahsyat sehingga terdengar anginnya bersiutan, karena Inilah Hong-In-bun-hoat (Silat Huruf Angin dan Awan).

   Lam-kek Sian-ong yang merasa tergetar oleh angin pukulan gerakan tangan lawan, menjadi kaget sekali dan berulang-ulang ia mengeluarkan seruan keras. Pak-kek Sian-ong yang senang gembira melayani dua orang muda yang mengeroyoknya terheran-heran mendengar seruan kawannya. Seruan-seruan itu menandakan bahwa kawannya kaget dan terheran, menemui lawan berat. Tidak sembarang orang dapat membuat Lam-kek Sian-ong mengeluarkan seruan-seruan seperti itu. Pak-kek Sian-ong mencari kesempatan, lalu menengok. Alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa kawannya terdesak hebat oleh pengemis berkedok yang gerakannya luar biasa sekali. Ia berseru keras dan kedua lengannya lalu ia dorongkan ke depan, ke arah Kwi Lan dan Yu Siang Ki.

   Karena kakek ini mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya dan sekaligus menyerang mereka berdua, tentu saja Siang Ki tidak dapat menahan dua serangan ini sekaligus dan terpaksa Kwi Lan menjaga diri dengan memutar pedangnya. Namun hebat sekali angin pukulan yang keluar dari dorongan kedua telapak tangan yang terbuka itu. Betapapun Yu Siang Ki dan Kwi Lan mempertahankan diri, tetap saja mereka terhuyung-huyung ke belakang sampai lima enam langkah. Kesempatan yang memang dicari oleh Si Muka Putih itu lalu dipergunakan sepenuhnya. Bagaikan kilat cepatnya, tubuhnya sudah mencelat ke arah Suling Emas yang sedang berhantam dengan Lam-kek Sian-ong. Gerakan Pak-kek Sian-ong ini luar biasa cepatnya dan tak terduga-duga sama sekali.

   Memang Pak-kek Sian-ong adalah seorang ahli yang memiliki keistimewaan sebaliknya daripada Lam-kek Sian-ong. Kalau Lam-kek Sian-ong ahli dalam penggunaan tenaga sakti yang ia salurkan menjadi tenaga yang dahsyat, keras dan amat kuat, adalah Pak-kek Sian-ong menyalurkan tenaga saktinya menjadi tenaga yang amat halus dan tidak menimbulkan suara. Akan tetapi kekuatannya tidak kalah oleh kakek muka merah, bahkan melebihinya. Demikian pula ketika ia meloncat, tanpa mengeluarkan suara tahu-tahu lengannya sudah menyelonong ke depan dan jari tangan kirinya mencengkeram kepala didahului oleh jari tangan kanan yang menotok ke arah leher.

   "Kepandaianmu boleh juga"

   Demikian Pak-kek Sian-ong berseru sebagai tanda serangannya.

   Suling Emas terkejut sekali. Menghadapi seorang di antara dua kakek ini saja, tidak mudah baginya untuk memperoleh kemenangan. Kalau ia dikeroyok, hal ini bukan main beratnya. Cepat sekali ia menendang lengan tangan Lam-kek Sian-ong yang sudah menyerangnya dan pada detik lain tubuhnya sudah mencelat ke atas. Terpaksa ia akan menyambut serangan Pak-kek Sian-ong dari atas itu dengan cara keras melawan keras. Sambil mengerahkan tenaga, ia menangkis totokan pada lehernya dan balas menghantam dada sambil miringkan kepalanya yang dicengkeram. Cepat sekali gebrakan yang terjadi di udara ini. Terdengar suara "plak-plak"

   Dan tubuh Pak-kek Sian-ong terlempar ke belakang dan ketika turun kakek itu terhuyung-huyung dan berseru.

   "Bagus.."

   Di tangannya terdapat sehelai saputangan yang tadi menutupi muka Suling Emas. Suling Emas kaget dan cepat ia berjungkir balik membuat salto sampal lima kali di udara sebelum turun karena ia khawatir akan penyerangan Lam-kek Sian-ong yang tentu akan hebat sekali karena posisi dirinya tidak menguntungkan. Akan tetapi ketika kedua kakinya turun di atas papan, ia melihat betapa dua orang kakek itu hanya berdiri dan memandangnya dengan mata terbelalak.

   "Suling Emas.."

   Dua orang kakek itu berseru heran. Sungguh tak mereka sangka bahwa mereka akan berhadapan dengan Suling Emas di situ. Saking heran, sejenak mereka tak dapat bicara.

   Tadinya Pak-kek Sian-ong yang gagal dalam serangannya dan hanya berhasil merenggut saputangan penutup muka akan tetapi ia sendiri menerima pukulan di pundak yang membuat bagian tubuh itu terasa ngilu, merasa penasaran sekali. Kini, setelah mendapat kenyataan bahwa lawan yang amat tangguh itu adalah Suling Emas, penasarannya hilang, terganti rasa heran. Bukan hanya kedua orang kakek tua renta ini yang terkejut dan terheran melihat Suling Emas, juga semua orang yang berada di situ. Bermacam perasaan teraduk dalam hati mereka. Ada yang merasa kagum dan girang karena maklum bahwa pendekar sakti yang dicinta kawan ditakuti lawan ini adalah seorang pendekar yang sejak dahulu bersahabat dengan kaum kai-pang. Ada pula yang marah dan benci karena memang sejak dahulu mengandung hati dendam kepada Suling Emas, karena Suling Emas adalah putra tunggal Iblis betina Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian (baca cerita SULING EMAS) yang melakukan banyak kejahatan sehingga banyak orang kang-ouw mendendam kepadanya. Yang paling gentar adalah kaum sesat yang menyelundup menjadi anggauta kai-pang.

   Mereka maklum bahwa bukan saatnya bagi mereka untuk menentang kaum pengemis baju butut setelah Suling Emas berada di situ. Diam-diam para pengemis Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang segera pergi dari situ untuk menyelamatkan diri dan hendak melaporkan peristiwa ini kepada junjungan mereka, yaitu Bu-tek Siu-lam. Sementara itu Suling Emas yang sudah terbuka rahasianya, menarik napas panjang tiga kali, memandang ke sekeliling kemudian mengeluarkan sebatang suling dari balik jubahnya. Sambil melintangkan suling emasnya di depan dada, ia menatap dua orang kakek itu sambil berkata.

   "Baiklah, Ji-wi Sian-ong (Sian-ong Berdua). Agaknya memang Ji-wi paling suka mengacau semenjak dahulu, tetapi jangan mengira aku akan diam saja melihat kalian mengacau Khong-sim Kai-pang. Aku akan mewakili sahabat baikku Yu Kang Tianglo untuk melindungi kai-pang dari gangguan kalian."

   Suara ini jelas dikeluarkan dengan halus akan tetapi jelas terdengar oleh semua pengemis yang hadir di situ. Gak-lokai dan Ciam-lokai berdiri bengong, sama sekali tidak mengira bahwa mereka betul-betul telah salah sangka. Kiranya orang yang mereka sangka Yu Kang Tianglo itu adalah Suling Emas, pendekar sakti yang namanya menggetarkan Jagad selama puluhan tahun.

   Yu Siang Ki berdiri dengan muka pucat. Sama sekali di luar persangkaannya bahwa yang memalsukan nama ayahnya adalah Suling Emas, pendekar yang dicari-carinya, pendekar yang dihormati dan dijunjung tinggi selalu oleh ayahnya. Tak salah dugaannya bahwa orang aneh ini memang bermaksud menyelamatkan kai-pang dengan, menggunakan nama ayahnya? Akan tetapi mengapa menggunakan nama ayahnya? Nama Suling Emas sendiri jauh di atas nama Yu Kang Tianglo, jauh lebih terkenal dan ditakuti orang jahat. Mengapa Suling Emas menggunakan nama ayahnya yang sudah meninggal dunia? Mengapa pula memakai kedok saputangan seperti orang takut dikenal? Mengapa Suling Emas seakan-aakan hendak menyembunyikan diri? Saking heran dan bingungnya, pemuda yang merasa girang di hatinya berdiri memandang dengan bengong.

   Kwi Lan memandang dengan sinar mata bercahaya. Ia kagum sekali terhadap Suling Emas. Kagum menyaksikan sepak terjangnya ketika menghadapi dua orang kakek yang sakti itu, dan terutama kagum sekali setelah kini saputangan itu terbuka. Wajah laki-lakl yang amat gagah dan entah bagaimana, jantungnya berdebar dan ia merasa tertarik sekali. Kini ia tidak akan sesalkan ibu kandungnya andaikata Ibu kandungnya itu mencinta laki-laki ini. Makin besar keinginan hatinya untuk bicara dengan Suling Emas, untuk bertanya kepada pendekar ini tentang Ratu Yalina di Khitan. Pada saat itu ia melihat Suling Emas sudah mencabut Sulingnya, melihat pula betapa dua orang kakek itu sambil tertawa-tawa girang sudah mencabut pedang mereka, Si Kakek Muka Putih mencabut pedang putih sedangkan kakek muka merah mencabut pedangmerah. Ia maklum betapa lihainya dua orang kakek itu maka timbullah kekhawatiran di hatinya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia meloncat maju menghadapi dua orang kakek itu sambil menudingkan pedangnya ke arah hidung mereka.

   "Kalian ini dua orang tua bangka benar-benar tak tahu malu"

   Tidak hanya para pengemis yang kaget setengah mati, bahkan Suling Emas yang sejak tadi sudah kagum dan heran melihat Ilmu silat gadis ini, sekarang bengong melihat betapa gadis ini berani memaki-maki dua orang kakek sakti itu. Anehnya, dua orang kakek itu hanya tersenyum lebar dimaki-maki.

   "Kalian ini sudah tua bangka seperti kanak-kanak nakal saja. Lupa lagikah kalian betapa secara pengecut kalian memukul Bu Kek Siansu? Lupa lagikah kalian betapa kalian menangis dan menyesali perbuatan, betapa kalian bersumpah akan mentaati pesan beliau sampai mati? Apakah yang dipesan oleh Bu Kek Siansu?"

   Pak-kek Sian-ong hanya meringis dan menundukkan muka, akan tetapi, Lam-kek Sian-ong dengan melotot lalu membentak,

   "Bocah kurang ajar. Siapa bilang kami lupa akan pesan Bu Kek Siansu?"

   Sepasang mata yang jeli itu bersinar-sinar tajam, bibir yang merah itu tersenyum mengejek, pedang kayu di tangan masih menuding ke arah hidung Lam-kek Sian-ong, ketika gadis itu berkata nyaring.

   

Cinta Bernoda Darah Eps 7 Suling Emas Eps 15 Suling Emas Eps 16

Cari Blog Ini