Ceritasilat Novel Online

Bu Kek Siansu 6


Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Melihat sikap tenang dan ucapan yang berwibawa ini, belasan orang yang mengurung Sin Liong dengan sikap mengancam tadi kelihatan ragu-ragu. Akan tetapi Sin Long lalu melangkah ke depan dan berkata,

   "Marilah bawa aku ke kamar tahanan."

   "Jangan ganggu dia, biar dia mengaso di kamar tahanan dan layani baik-baik sampai puteri Han Ti Ong mucul. kalau dia membohong, hemm, baru kita akan berpesta membunuhnya!"

   Ketua Pulau Neraka berkata sambil terkekeh-kekeh karena hatinya senang sekali mendengar betapa Han Ti Ong sampai membuang istrinya sendiri ke Pulau Neraka, kemudian puterinya malah membuang diri ke Pulau Neraka. Biarpun dia belum percaya benar akan cerita ini sebelum dia menyaksikan buktinya, namun berita itu saja sudah mendatangkan rasa senang di dalam hatinya. Dengan sikap gagah dan tenang sekali Sin Liong digiring ke dalam kamar tahanan, diikuti oleh pandang mata penuh khawatir dari anak perempuan tadi. Setelah rombongan itu lenyap, anak perempuan itu mencela ketua Pulau Neraka,

   "Kong-kong kenapa dia ditahan? Dia luar biasa, berani dan pandai sekali!"

   "Hushh! Dia orang Pulau Es, dia murid Han Ti Ong, karena itu dia adalah musuh kita. Mengerti?"

   Anak perempuan itu cemberut, lalu meninggalkan kakek itu sambil bersungut-sungut sedangkan kakeknya tertawa bergelak dengan hati senang.

   Dia lalu memberi isyarat memanggil seorang kepercayaannya, lalu berbisik-bisik sambil tersenyum-senyum. Pembantunya juga tertawa, mengangguk-angguk lalu pergi. Kakek ini, ketua Pualu Neraka yang memiliki kepandaian tinggi, sama sekali tidak curiga kepada cucunya sendiri, tidak tahu bahwa cucunya itu tadi menyelinap dan mendengarkan perintah yang dia berikan kepada orang kepercayaannya. Sin Liong adalah seorang pemuda yang tidak pernah mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain. Dia belum banyak mengenal kepalsuan watak manusia dan biarpun terhadap orang-orang Pulau Neraka, dia tetap menaruh kepercayaan.

   Maka diapun percaya penuh akan kata-kata ketua Pulau Neraka dan dengan suka rela dia menyerahkan diri, tidak melawan ketika digiring memasuki kamar tahanan! Setelah berada di dalam kamar di bawah tanah yang sempit itu, dengan jendela dan besi dari baja, dan ruji baja yang kuat memenuhi jendela sebagai jalan hawa, dia segera duduk bersila. Dia tak menaruh khawatir akan keadaan dirinya, akan tetapi dia merasa gelisah mengapa sumoinya belum tiba di Pulau Neraka? Dia percaya bahwa ketua Pulau Neraka tidak membohonginya. Kalau benar bahwa Swat Hong telah berada di Pulau Neraka, tentu tidak seperti ini sikap mereka terhadap dirinya.

   Kalau begitu, jelas bahwa Sumoinya belum tiba di Pulau Neraka, padahal telah berangkat lebih dahulu. Ke manakah perginya sumoinya itu? Tengah malam telah lewat dan keadaan sunyi sekali dalam kamar tahanan itu. Tidak ada penjaga di luar pintu atau jendela, akan tetapi dia tahu bahwa di pintu masuk lorong tahanan itu terdapat beberapa orang penjaga yang selalu siap dengan senjata di tangan. Tiba-tiba dia mendengar suara wanita yang marah-marah di sebe-lah luar dan suara para penjaga ketakutan.

   "Kalian berani melarangku masuk?"

   Terdengar suara wanita itu.

   "Nona, tahanan ini adalah orang penting! dan..."

   "Dan kau anggap aku bukan orang penting? Kau kira aku mau apa? Aku mau mengejeknya dan memakinya, dia adalah musuh besarku. Apakah kau berani melarangku? Coba kau melarang dan aku akan mengatakan kepada Kong-kong bahwa kalian berani kurang ajar kepadaku hendak menggodaku, aku mau melihat apakah kepala kalian masih akan menempel di leher!"

   "Ah, tidak... bukan begitu..."

   "Maafkan, Nona..."

   "Silahkan masuk, silahkan "

   "Awas kalau ada yang mengikuti aku dan mengintai, berarti dia mau kurang ajar dan akan kuberitahukan kepada Kong-kong!"

   Sin Liong sudah menduga siapa wanita yang bicara di luar dan ribut-ribut dengan para penjaga itu, akantetapi begitu dara itu muncul di bawah sinar lampu di luar ruji jendelanya, hampir saja dia berteriak memanggil karena mengira bahwa Swat Hong yang muncul itu. Di bawah sinar lampu yang tidak begitu terang memang gadis cucu ketua Pulau Neraka ini hampir sama dengan Swat Hong. Setelah melihat jelas bahwa yang datang adalah cucu ketua Pulau Neraka dan mengingat akan kata-kata gadis ini di luar tadi bahwa kedatangannya dengan niat mengejek dan memakinya, Sin Liong tetap duduk bersila dan bahkan memejamkan matanya, pura-pura tidur.

   "Ssssttt..."

   Sin Liong tidak menjawab, bergerak sedikitpun tidak.

   Perlu apa melayani seorang bocah yang hanya datang hendak mengejek dan memakinya? Demikian pikirnya sungguhpun hatinya terasa tidak enak juga harus mendiamkan saja orang yang susah payah datang sampai ribut mulut dengan para penjaga. Tentu akan kecewa hatinya, pikir Sin Liong dan diam-diam dia mengintai dari balik bulu matanya yang direnggangkanya sedikit.

   "Pssstttt... kau tidak tidur, bulu matamu bergerak-gerak, jangan kau tipu aku..."

   Anak perempuan itu berkata lagi dengan suara bisik-bisik dan meruncingkan bibirnya di antara ruji-ruji jendela. Sin Liong menarik napas panjang dan membuka matanya.
(Lanjut ke Jilid 06)

   Bu Kek Siansu (Seri ke 01 Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06
"Hah, kau boleh mengejek dan memaki sesukamu, kemudian pergilah agar aku dapat mengaso benar-benar,"

   Katanya.

   "Hi-hik!"

   Gadis itu menahan ketawanya, menutupi mulutnya yang kecil.

   "Kiranya engkau sama bodohnya dengan para penjaga itu, percaya saja apa yang kukatakan di luar tadi!"

   Sin Liong bangkit berdiri dan menghampiri jendela kamar tahanan. Mereka saling berhada-pan dan saling pandang melalui ruji-ruji jendela.

   "Apa yang kau maksudkan, Nona?"

   Mulut yang tersenyum itu kini cemberut dan terdengar suaranya manja,

   "Kau tadi menyebutkan Adik yang manis. Mengapa sekarang menjadi Nona? kau benar pandai mengecewakan hati orang!"

   Mau tidak mau Sin Liong tersenyum. Bocah ini manja dan lincah, mengingatkan dia kepada Han Swat Hong. Banyak persamaan antara kedua orang perempuan itu.

   "Baiklah, Adik yang manis. sebenarnya, mau apa kau datang ke sini kalau bukan untuk mengejek dan memaki aku yang dianggap musuh oleh kakekmu?"

   "Aku datang untuk bercakap-cakap."

   "Hemm, waktu dan tempatnya tidak tepat untuk bercakap-cakap. Aku adalah seorang tahanan dan engkau adalah cucu To-cu di sini, tempat ini di kamar tahanan yang kotor dan sempit dan sekarang sudah lewat tengah malam. Harap engkau kembali ke kamarmu dan tidur yang nyenyak. jangan-jangan kau akan dimarahi Kong-kongmu."

   "Aku tidak takut! Aku sengaja datang ke sini untuk bercakap-cakap denganmu. Siapa berani melarangku?"

   Sikapnya menjadi galak, matanya bersinar-sinar dan Sin Liong menarik napas panjang. Sejak lama dia memperoleh kenyataan betapa ganjilnya watak wanita. Dia melihat watak-watak yang aneh dan sukar dimengerti yang dilihatnya pada diri Sia Gin Hwa yang menyeleweng dari suaminya, berjinah dengan Lu Kiat, pada diri Liu Bwee ibu Swat Hong yang tadinya periang lalu berubah pemurung dan berhati begitu sabar dan mengalah terhadap suaminya yang menyakitkan hatinya, pada diri The Kwat Lin yang juga amat berubah setelah menjadi istri raja, pada diri Swat Hong yang telah nekad membuang diri ke Pualu Neraka.

   Dan kini dia berhadapan dengan seorang gadis yang juga berwatak aneh sekali.

   "Baiklah, jangan marah karena tidak ada yang melarangmu di sini. Kalau kau ingin bercakap-cakap, nah, bercakaplah dan aku akan mendengarkan."

   Gadis itu melongo.

   "Bercakap apa?"

   Diam-diam Sin Liong merasa geli. Benar-benar seorang gadis yang masih seperti kanak-kanak dan mungkin semua sikapnya tadi, ketika ber-gembira dan ketika marah, tidaklah setulusnya hati maka demikian mudah berubah.

   "Bercakap apa saja sesukamu, misalnya siapa namamu, siapa pula nama Kong-kongmu dan keadaan di pulau ini dan lain-lain."

   Wajah itu berseri kembali, gembira setelah ingat bahwa sesungguhnya banyak sekali bahan untuk dibicarakan.

   "Namaku Soan Cu, Ouw Soan Cu...."

   "Namamu indah."

   Sin Liong memuji untuk menyenang-kan hatinya. Dan memang hati Soan Cu senang sekali mendengar pujian ini.

   "Benarkah? Benarkah namaku indah?"

   Dengan penuh gairah dia lalu menceritakan riwayatnya secara singkat.

   Ketua atau Majikan Pulau Neraka itu bernama Ouw Kong Ek bukanlah seorang buangan dari Pulau Es, melainkan keturunan orang buangan yang semenjak ratusan tahun menjadi ketua di situ karena memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kakek dari Ouw Kong Ek, seorang buangan dari Pulau Es yang berilmu tinggi, adalah seorang pertama yang menjadi "Ketua"

   Di Pulau Neraka, kemudian menurunkan kedudukan ini kepada anaknya sampai kepada Ouw Kong Ek. Ouw Kong Ek sendiri mengambil seorang buangan dari Pulau Es, seorang bekas pelayan permaisuri Raja Pulau Es yang dijatuhi hukuman buang karena fitnah dan sesungguhnya dia tidak mau melayani seorang pangeran yang tergila-gila kepadanya, menjadi istrinya mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Ouw Sian Kok.

   Akan tetapi istrinya meninggal dunia ketika Ouw Sian Kok menikah dengan seorang gadis Pulau Neraka dan Ketua Pulau Neraka ini tinggal menduda. Dia mencurahkan pengharapannya kepada putera tunggalnya yang mewarisi semua ilmunya dan yang diharapkan kelak akan menggantikan kedudukanya kalau dia sudah mengundurkan diri. Namun nasib buruk menimpa keluarga Ouw. Ketika istri Ouw Sian Kok melahirkan seorang anak, yaitu Soan Cu, ibu muda ini meninggal dunia. Ouw Sian Kok demikian berduka sehingga ingatannya terganggu, menjadi gila dan melarikan diri dari Pulau Neraka, tak seorangpun tahu kemana perginya orang gila itu.

   "Demikianlah riwayatku yang tidak mengembirakan,"

   Soan Cu mengakhiri ceritanya. Sejak kecil aku tidak pernah melihat wajah ibu dan ayahku.

   Ayah sampai sekarang tidak pulang dan tidak ada yang tahu berada di mana. Aku dipelihara dan dididik oleh Kong-kong yang mengharapkan kelak aku menggantikan kedudukan ketua di sini. Akan tetapi aku tidak sudi!"

   "Mengapa tidak suka, Soan Cu?"

   "Siapa sudi mengurusi orang-orang gila itu! Mereka semua gila dan jahat, karena itu aku suka kepadamu Sin Liong. Engkau lain dari pada mereka, engkau berani dan baik. Maka aku datang untuk menolongmu. Ketahuilah, sebentar lagi, kalau kau dikira sudah tidur, engkau akan dibunuh!"

   Sin Liong terkejut akan tetapi tetap bersikap tenang.

   "Benarkah? Mengapa aku dibunuh? Bukankah Kongkongmu berjanji bahwa kita akan menunggu sampai Sumoiku tiba di Pulau Neraka?"

   "Uhh, kau percaya kepada Kong-kong! Hmm, dia hanya membohong."

   "Ah, mengapa begitu? Sebagai seorang ketua tidak sepatutnya kalau dia menipu."

   "Membohong dan menipu merupakan perbuatan yang menguntungkan dan bahkan dianggap baik dan layak di sini! itu adalah tanda dari kecerdikan seseorang!"

   "Pantas kau tadi pun membohongi penjaga."

   Sin Liong mencela.

   "Memang, kalau tidak membohong, mana bisa masuk dengan mudah? Dan kau tentu akan celaka kalau akau tidak membohong."

   "Hmm..., alasan dicari-cari dan ngawur. Jadi mereka hendak membunuhku? Mudah saja, apa dikira aku begitu mudah dibunuh?"

   "Kau tidak tahu kecerdikan Kong-kong, Sin Liong. Kalau diguna-kan kekerasan, agaknya kau akan melawan dan sudah melihat kau tadi sudah lihai. Akan tetapi, mereka akan mengerahkan binatang-binatang berbisa untuk mengeroyokmu dan membunuhmu di kamar sempit ini! Kalau segala macam ular, kalajengking, kelabang, lebah dan lain binatang berbisa itu datang memenuhi tempat ini dan mengeroyokmu, apa yang akan dapat kau lakukan untuk menyelamatkan diri?"

   "Hemm, aku akan berusaha membela diri, kalau aku gagal, aku akan mati dan habis perkara. tidak ada hal yang menggelisahkan hatiku."

   "Kau sombong! Kau tidak minta tolong kepadaku?"

   "Andaikata aku minta tolong juga, kalau kau tidak mau menolong, apa artinya? Tanpa kuminta sekalipun, kalau kau mau menolong, bagaimana caranya? Sudahlah, kau hanya akan menyusahkan dirimu sendiri saja, Soan Cu. Betapapun juga terima kasih atas kedatanganmu dan kebaikan hatimu. Kau seorang dara yang cantik dan baik budi, sayang kau berada diantara orang-orang liar itu. Pergilah, jangan sampai kakekmu melihat engkau berada disini."

   Soan Cu mengeluarkan sebuah bungkusan.

   "Inilah yang akan menyelamatkanmu. Kau pergunakan obat bubuk ini untuk menggosok semua kulit tubuhmu yang tampak, dan sebarkan sebagian di sekelilingmu. Tidak akan ada seekorpun binatang berbisa yang berani datang mendekat, apalagi menggigitmu. Nah, sebetulnya kedatanganku hanya untuk menyerahkan ini, akan tetapi kita terlanjur ngobrol panjang lebar. Selamat tinggal, Sin Liong."

   Sin Liong menerima bungkusan itu, mengulurkan tangan dari antara ruji jendela dan memegang lengan dara itu.

   "Nanti dulu, Soan Cu."

   "Ada apa lagi?"

   Gadis itu membalikan tubuh dan mereka saling berpegangan tangan. Hal ini dilakukan oleh Sin Liong karena dia merasa ter-haru juga oleh pertolongan yang sama sekali tidak disangka-sangka itu.

   "Soan Cu, tahukah engkau apa yang akan terjadi padamu kalau sampai Kong-kongmu mengetahui akan perbuatanmu ini?"

   "Menolong engkau? Ah, paling-paling dia akan membunuhku!"

   "Hemm, begitu ringan kau memandang akibat itu? Soan Cu, mengapa kau melakukan ini untukku? Mengapa kau menolongku dengan mempertaruhkan nyawa?"

   "Sudah kukatakan tadi. Kau lain dari pada semua orang yang kulihat di pulau ini. Aku suka padamu dan aku tidak ingin mendengar apalagi melihat engkau mati. Sudahlah, hati-hati menjaga dirimu, Sin Liong!"

   Gadis itu meloncat dan berlari keluar.

   Sin Liong berdiri temenung sejenak, kemudian kembali ke tengah kamar tahanan dan duduk bersila menenangkan hatinya. Andaikata tidak ada Soan Cu yang datang memberikan obat penawar dan pengusir binatang berbisa, dia pun tidak kan gentar dan belum tentu dia akan celaka oleh binatang-binatang itu, sungguhpun dia sendiri belum mau memba-yangkan apa yang akan dilakukanya kalau serangan itu tiba. Apalagi sekarang ada obat bubuk itu. Dia teringat betapa penghuni Pulau Neraka dapat menjelajahi hutan yang penuh binatang berbisa dengan enaknya karena tubuh mereka sudah memakai obat penawar.

   Agaknya inilah obat penawar itu. Dia membuka bungkusan dan melihat obat bubuk berwarna kuning muda yang tidak akan kentara kalau dioleskan di kulit tubuhnya. Sin Liong bersila dan mengatur pernapasan, melakukan siulian (samadhi) lagi. Pendengarannya menjadi amat terang dan tajam sehingga dia dapat menangkap suara mendesis dan suara yang dikenalnya sebagai suara lebah yang datang dari jauh, makin lama makin mendekat itu. Tahulah dia bahwa apa yang diceritakan oleh Soan Cu memang tidak bohong. Sekali ini agaknya anak itu tidak membohong!

   Maka dia lalu membuka bungkusan, menggosok kulit tubuhnya yang tidak tertutup pakaian dengan obat itu. Mukanya sampai ke leher, tangan dan kakinya, digosoknya sampai rata. Kemudian sambil membawa bungkusan yang terisi sisa obat itu, dia menanti. Tak lama kemudian, suara itu menjadi makin dekat dan tiba-tiba saja munculah mereka! Diam-diam Sin Liong bergidik juga. Tentu dia akan melompat kalau saja dia tidak mempunyai obat penolak itu. Dari bawah pintu, puluhan ekor ular kecil dan kelabang besar, kalajengking yang besarnya sebesar ibu jari, merayap dengan cepat memasuki kamar, berlomba dengan lebah-lebah putih yang beterbangan masuk melalui jendela.

   Sin Liong cepat menyebarkan bubuk obat ke sekeliling di atas lantai, dan menaburkan sebagian ke atas, ke arah lebah-lebah yang berterbangan. Dia tersenyum kagum melihat akibatnya. Semua binatang berbisa itu, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, tiba-tiba serentak membalik saling terjang dan saling timpa, lari cerai berai meninggalkan kamar. Lebah-lebah putih juga terbang dengan kacau, menabarak dinding dan banyak yang jatuh mati, yang sempat terbang keluar jendela saling tabrak seperti mabok, dan sebentar saja suara binatang-binatang itu sudah menjauh. Akan tetapi mendadak Sin Liong meloncat berdiri ketika medengar suara lain yang membuat jantungnya berdebar. Suara seorang wanita memaki-maki,

   "Iblis kalian semua! Manusia-manusia gila! Kalau tidak dapat membasmi kalian, jangan sebut aku Han Swat Hong!"

   Sin Liong meloncat ke arah jendela, kedua tangannya bergerak dan terdengar suara keras ketika ruji-ruji jendela jebol semua.

   Dia meloncat dan keluar dari kamarnya, terus berlari keluar melalui lorong. Setibanya di luar, tampaklah olehnya Swat Hong berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak pinggang, dua orang anggota Pulau Neraka roboh dan mengaduh-aduh di bawah sedangkan belasan orang lain mengurung gadis itu. Sin Liong menggeleng-geleng kepala. Sumoinya memang galak dan pemberani. Bukan main gagahnya. Dikurung oleh orang-orang Pulau Neraka itu masih enak-enak saja, bahkan tidak mencabut pedang, padahal semua yang mengurungnya memegang senjata.

   "Heiii! Mundur kalian, jangan ganggu dia!!"

   Sin Liong sudah meloncat ke depan.

   "Kau yang mundur! Mengapa ikut-ikut keluar?"

   Swat Hong membentak dan memandang Sin Liong dengan mata mendelik.

   "Ehh? Sumoi...? Aku hanya ingin menolongmu."

   "Siapa membutuhkan pertolonganmu? kembalilah ke kamar tahananmu itu dengan... dengan..."

   Akan tetapi Swat Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya karena kini orang-orang Pulau Neraka telah mengeroyoknya.

   "Wuuuttt... siuuuuttt!"

   Tubuh Swat Hong sudah menyambar ke sana-sini, selain mengelak dari serbuan banyak senjata itu, juga untuk mengirim serangan serangan balasan dengan tangan dan kakinya yang bergerak cepat sekali.

   Bukan main hebatnya Swat Hong yang bergerak cepat dan yang didorong oleh perasaan marah itu. Dia memang marah, bukan marah kepada orang-orang Pulau Neraka, melainkan marah kepada... Sin Liong! Kiranya tanpa diketahui oleh Sin Liong sendiri, sudah sejak tadi Swat Hong tiba di tempat itu, menggunakan kepandaiannya menyelundup sehingga tidak diketahui para penjaga dan dia telah dapat mendengarkan percakapan antara suhengnya dan Soan Cu. Hatinya menjadi panas! Dia sendiri tidak tahu akan hal ini, tidak sadar mengapa dia menjadi tidak senang mendengar betapa suhengnya bercakap-cakap dengan ramah bersama seorang gadis! karena itu, niatnya untuk menolong suhengnya menjadi buyar dan dia hanya menonton saja ketika suhengnya diserbu binatang berbisa dan dapat menolong diri dengan obat penolak yang diberikan oleh Soan Cu.

   Ketika Swat Hong yang marah menyaksikan ibunya dijatuhi hukuman buang melarikan diri dari Pulau Es, dara ini segera berlayar menggunakan sebuah perahu Pulau Es. Tujuannya memang hendak membuang diri ke Pulau Neraka menggantikan ibunya, dan terutama hal ini dilakukannya sebagai protes kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia belum pernah pergi ke pulau tempat buangan itu, dan pula karena sudah jauh meninggalkan Pulau Es dia mulai merasa gelisah dan ngeri memikirkan keadaan Pulau Neraka yang kabarnya amat berbahaya itu, maka dia tersesat jalan, mendarat di pulau-pulau kosong sekitar Pulau Neraka.

   Akhirnya dia melihat dari jauh perahu Sin Liong meluncur di antara gumpalan-gumpalan es yang menggunung. Dia merasa heran sekali melihat suhengnya dan merasa khawatir kalau-kalau suhengnya itu mengejarnya atas suruhan raja untuk memaksanya kembali ke Pulau Es. Maka diam-diam ia lalu mengikuti dari jauh sampai akhirnya dia melihat suhengnya mendarat di Pulau Neraka. Dengan menggu-nakan kepandaianya. Swat Hong berhasil pula mendarat di Pulau Neraka. Dia tidak khawatir akan serangan binatang-binatang berbisa, karena sebelum berangkat Swat Hong membawa batu mustika hijau yang dia dapat dahulu dari ayahnya.

   Di bagian tertentu di dasar laut dekat Pulau Es terdapat batu mustika hijau ini yang amat sukar didapat dan hanya beberapa orang penghuni Pulau Es saja yang berhasil mendapatkannya. Batu mustika hijau ini mengandung khasiat yang mujijat terhadap ular berbisa dan semua binatang berbisa, selalu ditakuti binatang-binatang itu, juga dapat dipergunakan untuk mengobati luka terkena gigitan binatang berbisa. Maka, dengan batu mustika ditangannya, dengan mudah Swat Hong dapat memasuki Pulau Neraka tanpa mendapat gangguan sedikit pun dari binatang berbisa yang hidup di pulau itu.

   Ketika Swat Hong tiba di tengah pulau, dia sempat melihat sinar, maka dia menanti sampai larut malam dan menyelundup ke dalam tempat tahanan, dengan maksud menolong suhengnya, akan tetapi tanpa disengaja dia dapat mendengarkan percakapan antara suhengnya dengan Soan Cu. Inilah yang membuat hatinya menjadi panas sehingga ketika dia ketahuan para penjaga dan dikroyok, dia menolak keras bantuan Sin Liong! Tentu saja Sin Liong menjadi terheran-heran melihat sikap sumoinya dan memandang dengan alis berkerut dan hati khawatir. Sudah ada enam orang pengeroyok terguling roboh oleh gerakan kaki tangan Swat Hong yang marah itu, padahal dara itu belum mencabut pedangnya. Dapat dibayangkan betapa akan hebatnya kalau dara itu sudah menggunakan senjata!

   "Sumoi, tahan...!"

   Dia meloncat maju.

   "Singgg...! Mundur kau!"

   Sin Liong terkejut melihat sumoinya mencabut pedang! Dan pada saat itu, terdengar bentakan keras,

   "Siapakah gadis cilik itu berani mengacau disini? Ahhh, Kwa Sin Liong, engkau berani lolos dari tempat tahanan?"

   Yang datang adalah Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka! Tentu saja ketua ini tidak mengenal Swat Hong, sebaliknya, dara itupun tidak mengenal kakek berkepala besar ini, maka dia memandang rendah dan membentak,

   "Siapa kau? Kalau sudah bosan hidup, majulah!"

   Dara itu dengan gerakan gagah melintangkan pedangnya di depan dada. Sin Liong cepat melangkah maju. Dia tahu betapa lihainya kakek ini, maka untuk mencegah pertempuran, dia cepat berkata,

   "Tocu, jangan salah sangka. Dia adalah sumoiku, dia adalah puteri Suhu, Raja dari Pulau Es!"

   Semua orang terkejut mendengar ini dan para pengurung melangkah mundur dengan mata terbelalak. Betapapun juga, nama Raja Pulau Es masih merupakan nama ampuh dan selain dibenci, juga amat ditakuti oleh mereka. Tentu saja sebagai puteri Raja Pulau Es, dara itu merupakan musuh yang dibenci dan juga ditakuti. Pantas saja dara itu demikian lihai, pikir mereka. Hati mereka gentar. Tidak demikian dengan Ouw Kong Ek. Dia memandang Swat Hong dan tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, jadi dia inikah puteri Raja Pulau Es? Puteri Han Ti Ong? Bagus, hayo tangkap dia hidup-hidup!"

   Perintahnya kepada para pembantunya yang segera melompat ke depan.

   "Tahan dulu!"

   Sin Liong sudah mengangkat tangan kanannya ke atas. Semua orang, termasuk Ouw Kong Ek sendiri, memandang pemuda ini. Betapapun juga mereka maklum bahwa pemuda ini lihai sekali, buktinya penyerbuan binatang-binatang berbisa untuk membunuhnya di dalam kamar tahanan telah gagal, bahkan binatang-binatang itu lari cerai berai dan kini pemuda itu sudah lolos dari dalam penjara.

   "Ouw-tocu, seperti sudah kuceritakan kepadamu, biarpun sumoi adalah puteri Raja Han Ti Ong, akan tetapi ia menentang Ayahnya dan mewakili Ibunya dihukum ke Pulau Neraka. Dia tidak memusuhi Pulau Neraka...."

   "Ha-ha-ha, apa pun yang kau katakan, dia tetap adalah puteri Han Ti Ong, musuh besar kami. Mana kami dapat percaya kepada kalian, puteri dan murid Han Ti Ong? Tangkap mereka!"

   "Nanti dulu, Tocu! Mengapa engkau melanggar janji? Aku sudah mengatakan bahwa kedatanganku ke pulau ini hanya untuk mencari Sumoi dan ternyata sekarang Sumoi telah tiba di sini, maka harap Tocu bersikap bijaksana dan membiarkan kami pergi dari tempat ini."

   "Hai, Kakek berkepala besar yang tolol! Kau mudah saja dibohongi Suheng! Kami memang datang untuk membasmi iblis-iblis di Pulau Neraka. Nah, kau mau apa?"

   "Sumoi!"

   Sin Liong membentak kaget dan cepat berkata kepada ketua Pulau Neraka,

   Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tocu, jangan dengarkan dia. Agaknya dia telah mengalami tekanan batin yang hebat sehingga mengeluarkan kata-kata kacau balau tidak karuan."

   Swat Hong mengangkat dada, menegakan kepalanya dan menghadapi Sin Liong dengan mata mendelik dan berkata lantang,

   "Apa? Kau mau bilang bahwa aku telah menjadi gila?"

   "Sumoi, kalau kau bicara seperti tadi, membohong tidak karuan, memang agaknya kau telah gila?"

   "Kau yang gila! Kau yang tidak waras dan berotak miring! Kalau aku membohongi iblis-iblis ini, apa hubungannya dengan kau?"

   Sin Liong benar-benar menjadi bingung. Biasanya Swat Hong bersikap manis kepadanya dan biarpun dia tahu bahwa dara ini berhati keras, akan tetapi belum pernah bersikap sekeras itu kepadanya. Tiba-tiba muncul Soan Cu yang berkata kepada kakeknya, suaranya nyaring sehingga terdengar oleh semua orang.

   "Kong-kong, apa yang dikatakan Sin Liong memang benar! Dia beriktikad baik terhadap kita, Kong-kong. Malam tadi aku datang kepadanya untuk mengejeknya, akan tetapi dia sebaliknya malah menunjukkan bahaya maut yang mengancam diriku."

   Kakek itu terkejut.

   "Bahaya maut? Apa maksudmu?"

   "Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali. begitu melihat aku, dia mengatakan bahwa aku terserang hawa beracun dari sebelah dalam dan jika tidak diobati dengan tepat, dalam waktu kurang dari setahun aku tentu akan mati."

   "Hahh...??"

   Kakek itu dan semua pembantunya terbelalak kaget memandang dara itu yang bersikap sungguh-sungguh.

   "Dan dia memang benar. Dia mengantakan bahwa setiap tengah malam aku tentu merasa pening dan dibagian punggung seperti ditusuk-tusuk jarum, kalau pagi kedua kaki pegal-pegal dan sehabis makan tentu merasa mual hendak muntah. Semua yang dikatakanya itu ternyata tepat sekali, Kong-kong."

   Berubah wajah kakek itu.

   Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya, bahkan disayang oleh pembantunya karena dara inilah yang akan mewarisi seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan menggantikannya menjadi Ketua Pulau Neraka. Tentu saja mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal setahun, dia terkejut bukan main dan cepat memandang kepada Sin Liong. Sin Liong sendiri bengong dan terheran-heran. Akan tetapi ketika dia memandang Soan Cu ketika kakek itu membalik dan menghadapinya, dia melihat dara itu secara lucu telah mengejapkan mata kirinya, maka mengertilah dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan cerdik bukan main dalam usahanya untuk menolongnya!

   "Kwa Sin Liong, benarkah cucuku diancam hawa beracun? Benarkah??"

   Melihat sikap Sin Liong meragu, agaknya sukar bagi pemuda itu untuk membohong maka Soan Cu cepat berkata lagi,

   "Kong-kong, dia mengatakan bahwa dia dapat memberikan obatnya, akan tetapi dia hanya mau memberi obat kalau dia dan sumoinya dibebaskan dari sini. Terserah kepada Kong-kong berat aku atau berat mereka itu."

   Swat Hong sudah hampir membuka mulutnya memaki dara itu yang dia tahu telah membohong.

   Dia sendiri mendengar percakapan mereka dan dara itu sama sekali tidak sakit, bahkan telah memberi obat penolak binatang beracun kepada Sin Liong, dan menyatakan betapa dara tak tahu malu itu amat suka dan kagum kepada Sin Liong, maka datang menolongnya. Sekarang dara itu mengatakan hal yang bukan-bukan! Akan tetapi, ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu, tahulah dia bahwa dara itu kini membohong untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari Pulau Neraka! Kenyataan ini membuat dia bungkam kembali.

   Betapa baiknya dara itu dan betapa akan buruknya dia kalau dia membongkar rahasia gadis itu. Tentu Sin Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin benci kepadanya. Pikiran inilah yang membuat dia membungkam dan tidak melanjutkan niatnya untuk membantah Soan Cu. Hati kakek itu makin bingung. Lenyaplah semua nafsunya untuk menawan Sin Liong dan Swat Hong. Dia memandang Sin Liong dan bertanya,

   "Orang muda, benarkah engkau dapat menyelamatkan cucuku?"

   Kini Sin Liong yang menjadi bingung. Pemuda ini sama sekali tidak pernah membohong dan hatinya tidak akan dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia menyangkal kata-kata Soan Cu, sama saja mencelakakan gadis yang berniat baik kepadanya itu. Maka dia lalu menjawab dengan suara ragu-ragu dan perlahan,

   "Aku dapat memberi obat pembersih darah dan penguat tulang kepadanya, Tocu."

   "Dan kau menjamin bahwa cucuku tentu akan sembuh dan terhindar dari ancaman maut hawa beracun di tubuhnya itu?"

   Kakek itu mendesak.

   "Kong-kong mengapa tidak percaya kepadanya? lekas minta obatnya dan engkau yang harus menjamin bahwa dia dan sumoinya tidak akan diganggu,"

   Kata Soan Cu. Kakek berkepala besar itu meraba-raba jenggotnya.

   "Hemmm, harus ada buktinya dulu. Kwat Sin Liong, mulai saat ini engkau dan Sumoimu puteri Han Ti Ong harus tinggal di pulau ini sebagai tamu sambil menanti hasil pengobatanmu kepada cucuku. Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm, aku tidak akan mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku sembuh, barulah kita bicara lagi."

   Sin Liong mengerutkan alisnya hendak membantah peraturan yang berat sebelah ini, akan tetapi dia melihat Soan Cu mengedipkan mata kirinya maka dia menarik napas panjang dan mengangguk lalu berkata,

   "Harap sediakan alat tulis, biar kulukiskan bentuk daun yang harus dicari."

   Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam daun yang mudah dicari dan yang mempunyai khasiat biasa saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh.

   Ouw Kong Ek lalu menyuruh seorang pembantunya untuk mencari daun-daun yang dilukis itu di pulau sebelah Pulau Neraka di mana terdapat banyak tetumbuhan. Adapun Sin Liong dan Swat Hong lalu diperlakukan sebagai tamu terhormat, bahkan disediakan dua kamar yang bersih untuk mereka, dilayani baik-baik dan tentu saja di samping pelayanan ini, para pelayan yang terdiri dari pembantu-pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga!

   "Kuperingatkan kepada kalian agar menanti sampai cucuku sembuh. Lari pun tidak akan ada gunanya bagi kalian karena perahu-perahu kalian telah kami simpan dan di sekeliling Pulau Neraka tidak akan ada perahu sebuahpun. Tanpa perahu, bagaimana kalian akan dapat meninggalkan pulau ini?"

   Demikian pesan Ouw Kong Ek sebelum dia meninggalkan dua orang itu sehingga Swat Hong menjadi mendongkol sekali dan hampir saja dia memaki-maki ketua itu kalau tidak ditahan oleh Sin Liong yang memegang lengannya. Setelah ketua itu meninggalkan mereka berdua di dalam pondok di mana mereka untuk sementara tinggal, Sin Liong menegur sumoinya ,

   "Sumoi, mengapa kau bersikap seperti itu?"

   "Suheng, aku tidak nyangka sama sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal alim kini bermain gila dengan gadis puteri ketua Pulau Neraka. Huhh!"

   Sin Liong mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada sumoinya, hatinya bertanya mengapa sumoinya memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut paut dengan sumoinya.

   "Sumoi, engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu melakukan hal itu demi menolong kita. Siapakah yang main-main dengan dia?"

   "Hemm, apa kau kira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan sengaja mendatangi kamar tahananmu untuk merayumu?"

   "Sumoi! jadi sudah selama ini kau berada di sini? Dan aku diam saja? Sumoi, mengapa kau menyangka yang bukan-bukan? Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya itu, tentu kau tahu juga bahwa dia datang untuk memberi obat penolak binatang-binatang berbisa. Sumoi, kita semestinya berterima kasih kepadanya, dia bermaksud baik bahkan tidak segan-segan membohong kepada Kong-kongnya demi keselamatan kita."

   "Ya, ya, memang dia baik sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?"

   "Sumoi..., harap jangan marah. Dia adalah seorang gadis yang bernasib buruk sekali, ibunya meninggal ketika melahirkan dia, ayahnya pergi entah kemana dan sampai kini belum kembali..."

   "Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang patut dikasihani, tidak seperti aku..."

   Dan Swat Hong lalu menelungkupkan muka di atas meja dan menangis! Sin Liong terkejut, beberapa kali hendak memegang lengan sumoinya akan tetapi ditahannya tangannya.

   "Aihh... Sumoi, engkau pun bernasib buruk, dan aku merasa kasihan sekali kepadamu. Karena aku merasa kasihan aku menyusulmu. Sumoi, diamlah jangan menangis. Apakah Sumoi telah bertemu dengan Ibumu?"

   Swat Hong seketika berhenti menangis, mengangkat mukanya yang basah air mata dan memandang kepada Sin Liong. Pemuda itu merasa kasihan sekali, lalu mengeluarkan saputangannya dan mengapus air mata yang membasahi muka gadis itu.

   "Suheng... apa maksudmu? Apa yang terjadi dengan dia? Bukankah ibu berada di Pulau Es dan aku sudah mewakilinya?"

   Mendengar tentang ibunya, seketika lupalah Swat Hong akan kemarahan dan kedukaan hatinya sendiri.

   "Ibumu juga telah pergi meninggalkan Pulau Es..."

   Dengan singkat Sin Liong lalu menceritakan apa yang terjadi setelah gadis itu lari pergi dari Pulau Es, betapa ibunya juga pergi, tidak mau disuruh tinggal di Pulau Es setelah puterinya membuang diri ke Pulau Neraka.

   "Aku tadinya mengharapkan engkau dapat bertemu dengan ibu maka aku tidak melihatmu di sini, Sumoi. Jadi engkau belum bertemu dengan ibumu?"

   Gadis itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala, kelihatan muram wajahnya mendengar akan kepergian ibunya.

   "Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?"

   Sin Liong termenung dan diam-diam dia pun merasa prihatin sekali akan nasib wanita itu. Tiba-tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju, mukanya agak pucat ketika dia berkata,

   "Aku mau pergi dari sini sekarang juga! Aku harus mencari ibu sampai ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau Es! Aku tidak akan sudi menggantikan ibu di Pulau Neraka ini pula. Bukan-kah ibu sudah meninggalkan Pulau Es sehingga percuma saja aku mewakilinya?"

   "Nanti dulu, Sumoi, kau tidak bisa pergi begitu saja. Tentu mereka akan menghalangimu!"

   "Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan kubunuh!"

   "Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita mencari permusuhan dengan mereka yang berjumlah banyak? Bukan soal takut atau tidak takut, akan tetapi mereka adalah manusia-manusia yang bernasib buruk sekali, dipaksa tinggal di tempat seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh dibilang senasib dengan ibumu dan denganmu sendiri. Selain itu ke manakah kita harus mencari ibumu? Kalau kita berbaik dengan mereka, bukankah kemudian mereka dapat membantu kita mencari? Dengan tenaga banyak orang kukira akan lebih mudah mencari Ibumu yang tidak jelas ke mana perginya itu."

   Swat Hong dapat dibujuk dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil mengerutkan alisnya dengan wajah muram.

   Betapapun juga, setelah dia sadar bahwa cemburunya terhadap suhengnya dan Soan Cu tidak berdasar, kini terasalah olehnya betapa hatinya sesungguhnya merasa lega dan senang karena dapat bertemu dan berkumpul dengan suhengnya, apalagi di tempat yang berbahaya ini. Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum "Obat"

   Yang terbuat dari daun-daun seperti yang dilukiskan oleh Sin Liong. Setiap hari kakeknya bertanya dan dia menjawab bahwa penyakitnya yang dideritanya, rasa nyeri seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsur-angsur sembuh!

   Girang bukan main hati kakek itu, akan tetapi hati Swat Hong yang mendongkol melihat betapa Soan Cu seolah-olah mengulur waktu "penyembuhannya"! Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu menda-tangi pondok tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong. Dua orang muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di depan pondok dengan hati tidak sabar, menanti berita kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka menyambut ketua Pulau Neraka dan cucunya itu dengan penuh harapan itu, melihat betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri. Setelah tiba di depan mereka, Soan Cu segera berkata,

   "Sin Liong, Kakek merasa berterima kasih sekali kepadamu dan menyetujui kau melanjutkan pengobatan dengan menggunakan sinkang!"

   "Apa...?"

   Akan tetapi kata-kata Sin Liong yang bingung dan tidak mengerti itu segera diputus oleh Soan Cu,

   "Bukankah dulu kau katakan setelah beberapa hari minum obat penawar racun, kau akan melenyapkan sama sekali hawa beracun itu dengan menggunakan sinkang menyedot keluar hawa itu dari punggungku?"

   Ouw Kong Ek tertawa.

   "Orang muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah kupercaya penuh, tentu aku tidak mengijinkan pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu, maka silahkan. Mudah-mudahan saja dalam waktu singkat cucuku akan sembuh sama sekali."

   Setelah berkata demikian, kakek itu membungkuk ke arah Sin liong dan Swat Hong, lalu meninggalkan cucunya.

   "Soan Cu, apa maksudmu?"

   Sin Liong segera berbisik menegur.

   "Huh, tentu ingin berduaan denganmu di dalam kamar, apa lagi?"

   Swat Hong mengejek.

   "Husshhh, harap kalian jangan ribut-ribut,"

   Bisik Soan Cu.

   "Mari kita masuk ke kamar dan bicara."

   Dia menggandeng tangan Sin Liong dan diajaknya masuk. Melihat Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata,

   "Sumoi, mari-lah."

   "Aku tidak sudi menggangu kalian!"

   "Aih Enci Hong, mengapa begitu? Yang hendak kubicarakan adalah kepentingan kalian berdua. Marilah."

   Soan Cu berkata dan agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak pernah mengerti apa yang diejekan oleh Swat Hong. Agaknya cara hidup di Pulau Neraka membuat dia kurang mengerti akan tata susila sehingga tak pernah merasa melanggar sesuatu biarpun dia memasuki kamar berdua dengan seorang pemuda. Sambil bersungut-sunggut menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah menduga yang bukan-bukan, Swat Hong ikut masuk.

   "Aku memang berpura-pura, mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini karena aku mendengar bahwa Kong-kong dan para pembantunya tidak membebaskan kalian setelah aku sembuh."

   "Keparat! Kong-kongmu memang bukan manusia baik-baik! pantas menjadi ketua di Pulau Neraka! Aku akan menemuinya!" "Hushhh, Sumoi, Bersabarlah, dan mari kita dengar kata-kata Soan Cu."

   Dengan muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang wajah Soan Cu. Wajah yang manis sekali, pikirnya, manis dan polos. Pantaslah kalau andaikata Sin Liong jatuh cinta kepada gadis ini, pikirnya lagi dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir.

   "Kong-kong telah berjaga-jaga dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga kalau-kalau kalian melarikan diri. Berbahaya sekali." "Habis bagaimana baiknya, Soan Cu?"

   "Ada jalan,"

   Kata dara yang lincah dan cerdik itu.

   "Menurut pendengaranku ketika Kong-kong merundingkan di kamar rahasia bersama para pembantunya yang paling dipercaya, Kong-kong tidak berniat buruk kepada kalian. Setelah kau dapat menyembuhkan aku, maka Kong-kong membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di pulau ini. Dia hendak menahanmu agar kau dapat mengobati setiap penghuni yang terserang penyakit. Adapun Enci Hong ditahan di sini sebagai sandera, untuk menahan kekuasaan Pulau Es."

   "Keparat....!"

   "Jangan marah, Enci Hong. kurasa kita harus menghadapi Kong-kong yang berwatak kasar dengan sikap dan akal halus. Kalau aku sudah sembuh, yaitu kalau kunyatakan bahwa aku sudah sembuh sama sekali, sedikit banyak Kong-kong tentu akan berterima kasih. Kemudian Liong-ko... heh, Sin Liong mengajarkan Kong-kong mengenal daun obat-obatan dengan janji akan membebaskan kalian. Kurasa Kong-kong akan mau menerimanya karena sebenarnya yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang ilmu pengobatan itu. Dengan demikian, kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan dianggap sebagai sahabat dan penolong. Bagaimana?"

   "Kurasa baik juga akal ini,"

   Kata Sin Liong.

   "Hemm, terserahlah. Akan tetapi jangan ada akal bulus di balik semua ini!"

   Swat Hong mengancam. Soan Cu menarik napas panjang.

   "Enci Hong, harap jangan mencurigai aku. Aku sudah menyesal sekali menjadi seorang yang terlahir di tempat ini, dan aku ingin melanjutkan cita-cita Ayah bundaku yang kabarnya dahulu juga selalu berusaha agar penghuni Pulau Neraka tidak menjadi orang liar yang tidak mengenal perikemanusiaan."

   Setelah berkata demikian, Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu dengan muka tunduk.

   "Seorang anak yang baik...."

   Sin Liong memuji sambil memandang tubuh dara itu yang melangkah pergi meninggalkan pondok.

   "Maksudmu, seorang dara yang cantik dan berbudi!"

   Tanpa menoleh Sin Liong mengangguk.

   "Memang, dia cantik dan berbudi."

   "Huh! Sudah kusangka demikian!"

   Sin Liong menoleh kaget dan memandang wajah sumoinya,

   "Sumoi, apa maksudmu?"

   Swat Hong membuang muka.

   "Hemm, tidak apa-apa. Begitulah!"

   Lalu dia lari memasuki kamarnya, membanting daun pintu keras-keras.

   Sin Liong menggeleng kepalanya, makin tidak mengerti dia akan sikap wanita pada umumnya dan saat itu, sikap Swat Hong khususnya, juga sikap Soan Cu yang amat aneh kalau diingat bahwa dia adalah cucu ketua Pulau Neraka yang berwatak aneh dan kejam. Semua terjadi seperti direncanakan oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh sama sekali dan Sin Liong bersama Swat Hong menghadap ketua untuk minta pembebasan, Ouw Kong Ek menggeleng kepalanya dan berkata,

   "Kwa Sin Liong, kami berterima kasih sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu itu, kami tidak akan menggangu kalian, bahkan menganggap kalian sebagai orang-orang berjasa. Akan tetapi, terpaksa kami tidak dapat membebaskan kalian karena kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di pulau ini. Maka, harap kalian suka mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggallah di sini dan menjadi orang-orang terhormat menjadi pembantuku yang paling baik."

   "Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para penghuni Pulau Neraka. Akan tetapi sungguh tidak adil kalau menyuruh kami tinggal di sini selamanya, apa lagi amat tidak adil bagi Sumoi. Betapapun juga, karena aku mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini saja. Aku akan sementara waktu tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan kepada Tocu, akan tetapi kuminta agar Sumoi sekarang juga dibebaskan, diberi sebuah perahu agar sumoi dapat pergi lebih dahulu meninggalkan Pulau Neraka. Adapun aku sendiri, kalau Tocu sudah mengenal semua daun dan bahan pengobatan, baru aku akan pergi dari sini. Bagaimana?"

   Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang duduk di sebelahnya dan menundukan kepala saja.

   "Hemmm, boleh juga sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan jasamu, biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau.... ah, aku sangat mengharapkan agar engkau menjadi.... keluarga kami, orang muda."

   Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukan mukanya yang menjadi merah sekali.

   "Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw!"

   Beberapa orang membantu berkata sambil tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka.

   "Aku tidak mau pergi!"

   Tiba-tiba Swat Hong berkata lantang.

   "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau... kalau ada pengantian di sini, kalau suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi saksinya!"

   Ucapan itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan tetapi para pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya dengan suara ketawa.

   Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan Sumoinya itu. Ada kesempatan yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau berbahaya itu, dan kesempatan itu dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong. Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali.

   "Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Aku akan memberi pelajaran ilmu pengebatan kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas."

   Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut, berkali-kali dia melirik ke arah cucunya.

   Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab. Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melaju maju. Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar.

   Dia adalah pembantu utama dari Ouw Kong Ek, seorang yang lihai ilmu kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang dariPulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau Neraka dia memperdalam ilmi-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong Ek.

   
Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Twako (Kakak),"

   Lo Thong berkata dan tidak seperti lain penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak,

   "Mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!"

   Ouw Kong Ek memandang pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet.

   "Kalau begitu, bagaimana baiknya, Lo-tee?"

   "Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She Kwa ini dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni pulau ini seperti kita semua."

   "He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?"

   Swat Hong berteriak nyaring.

   "Twako kalah? Ha-ha, mana mungkin?"

   Lo Thong menjawab.

   "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda She Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan bebas."

   "Usul yang bagus sekali!"

   Ouw Kong Ek berseru gembira.

   "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet. Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."

   Sin Liong menggeleng kepalanya.

   "Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara kekerasan untuk menahan kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami.

   "Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!"

   Ketua itu berkeras. Tiba-tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan kepalanya.

   "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalian!"

   "Sumoi...!!"

   Sin Liong menegur.

   "Suheng, aku tidak takut!"

   Swat Hong membantah. Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya.

   "Soan Cu, kau layani bocah liar yang sombong ini!"

   Katanya.

   "Baik Kong-kong."

   Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong.

   "Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?"

   Soan Cu meragu, memandang kepada Kong-kongnya, kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi.

   "Soan Cu...."

   Kakeknya menegur.

   "Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."

   Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak.

   "Kau...kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!"

   Dia tertawa karena sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap perin-tahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata Suhengnya melarang Soan Cu dan dan putri Pulau Neraka itu begitu taat!

   "Ouw Kong Ek, kalau cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!"

   Dia menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus mencegah sumoinya. Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri!

   "Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang ini"

   Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan.

   "Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh."

   "Baik saya mengerti, Twako."

   Lo Thong menjawab lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang. Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya mengejek.

   "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi dari sini?"

   "Tidak", jawab Lo Thong.

   "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku."

   "Setan alas! Siapa takut padamu?"

   Swat Hong yang sudah kena dibakar hatinya itu membentak.

   "Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang juga!"

   Sin Liong berteriak.

   "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan kepandaian aku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kau keluarkan segala ilmumu!"

   "Bocah sombong, sambutlah ini!"

   Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang memandang rendah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya.

   "Wuuuuuttt... sirrr...desss!"

   Mula-mula Lo Thong menggerakan tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke arah pinggang dara itu. Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang mengenai lengan lawan. LoThong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga-duga lawan.

   "Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!"

   Sin Liong berseru dan diam-diam Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal dimana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi. Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan.

   Namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu.

   

Tangan Geledek Eps 1 Pedang Penakluk Iblis Eps 12 Tangan Geledek Eps 9

Cari Blog Ini