Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 12


Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 12




   Adapun Hui Lian seorang gadis remaja yang masih hijau, tidak dapat menangkap maksud buruk di hati Kong Ji, dan menghadapi rayuan dan sikap mengasih dari Kong Ji pun percaya bahwa hatinya telah terpikat oleh pemuda ini.

   Pada suatu malam, Hui Lian tidak dapat tidur karena hawa terlalu panas. Musim panas telah tiba dan kamarnya demikian panas tidak enak sehingga ia membuka pintu dan berjalan ke belakang, dengan maksud hendak pergi ke taman mencari hawa segar. Ketika ia lewat dekat ruangan belakang, ia mendengar ayah bundanya bercakap-cakap dengan Soan Li. Ia mendengar Soan Li terisak, maka tertariklah hatinya. Dian-diam mendekati pintu dan mendengarkan percakapan itu. Kalau saja sucinya tidak menangis, tentu dia tidak mau melakukan pengintaian, akan tetapi karena sucinya menangis, sebagai seorang wanita, sudah sewajarnya kalau ia ingin tahu sekali. tidak berani muncul begitu saja, maka tiada lain jalan baginya kecuali berdiri di luar pintu dan mendengar percakapan mereka.

   "Soan Li mengapa kau menangis. Ingat kau sudah berusia dua puluh tiga tahun, sudah lebih cukup bagimu untuk berumah tangga," kata Bi Lan dengan suaranya yang halus.

   "Semenjak kau berusia tujuh belas tahun, banyak sudah orang ternama di dunia kang-ouw dan orang-orang bangsawan kaya raya di daerah ini datang meminangmu, akan tetapi kau selalu menolak. Hal itu memang kami anggap betul, karena kami sendiri pun ingin memilihkan seorang suami yang baik untukmu, Soan Li. Akan tetapi, menurut pandanganku, Kong Ji seorang yang cukup baik dipandang dari sudut kepandaiannya maupun dari sikapnya. Dia tepat sekali menjadi suamimu, dan ketahuilah, semenjak kami bertemu dengan Kong Ji, memang aku dan Subomu telah merencanakan hendak menjodohkan kau dan Kong Ji. Hanya karena kami menganggap bahwa sebelum kalian tamat belajar belum tepat melangsungkan perjodohan, maka baru sekarang ini kami memberitahukan padamu," kata Ciang Le panjang lebar sehingga Soan Li dan Bi Lan merasa agak heran. Tidak biasanya Ciang Le bicara demikian banyaknya. Mendengar ini, Soan Li makin terengah-engah menangisnya. Kemudian ia dapat menguasai dirinya dan berkata lirih,

   "Suhu, dan juga Subo, mohon ampun sebanyaknya. Suhu dan Subo maklum bahwa teecu tidak hanya menganggap Suhu dan Subo sebagai guru, bahkan teecu menganggap sebagai ayah bunda sendiri." Sampai di sini, Soan Li kembali mengalirkan air mata karena terharu. Adapub Hui Lian yang mendengarkan percakapan dari luar, wajahnya berubah pucat sekali, hatinya perih dan tak terasa pula dua titik air mata melompat ke atas sepasang pipinya. Ia merasa telah jatuh cinta kepada Kong Ji, dan percaya pula bahwa pemuda itu suka kepadanya, ada pun hubungan Kong Ji dengan Soan Li demikian jauh dan dingin. Sekarang mendengar bahwa Kong Ji hendak dijodohkan dengan Soan Li, maka ia merasa terkejut sekali. Dadanya berdebar-debar dan ia ingin sekali mendengar apa yang akan dikatakan oleh Soan Li.

   "Muridku yang baik, kau pun kami anggap sebagai anak sendiri. Kami menganggapmu sebagai kakak dari Hui Lian oleh karena itulah maka kami sengaja memilih-milih jodoh yang tepat untukmu," kata Bi Lan dengan suara menghibur dan ia mengelus-elus rambut gadis itu yang duduk di atas bangku rendah di sebelahnya. Mendengar ini, makin membanjir air mata dari mata Soan Li. Gadis ini menjatulikan diri berlutut dan menyembunyikan mukanya di pangkuan Bi Lan.

   "Anak. mengapa kau kelihatan begItu berduka? Apakah yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ciang Le yang bermata tajam dan yang dapat menduga bahwa tentu ada sesuatu yang terkandung di dalam hati muridnya ini.

   "Teecu, layak dipukul mati...." kata Soan Li.

   "Seharusnya teecu berterima kasih atas budi kecintaan Suhu dan Subo, rela untuk mengorbankan nyawa teecu yang tidak berharga untuk Suhu dan Subo, akan tetapi sekarang, baru urusan perjodohan saja teecu sudah memperhkatkan sikap tidak menyenangkan...."

   "Katakanlah, apa yang kaupikirkan, Soan Li?" tanya Bi Lan, kini ingin tahu juga apa yang hendak diajukan Soan Li sebagai alasan keberatan terhadap perjodohan itu.

   "Sesungguhnya amat sukar teecu bicara, dan seyogyanya teecu minerima saja tanpa banyak rewel. Akan tetapi, karena teecu anggap bahwa hal ini harus teecu kemukakan demi kebaikan Suhu dan Subo sendiri, terutama demi kebaikan Adik Hui Lian, terpaksa teecu memberanikan diri membuka mulut. Teecu rela menerima hukuman setelah teecu bicara, dan setelah Suhu mendengar keterangan teecu, teecu pun siap menerima semua keputusan." Hui Lian makin terkejut dan detak jantungnya menghebat. Apa maksud Soat Li maka membawa-bawa namanya dalan urusan itu?

   "Semenjak Liok-sute datang ke sini entah mengapa teecu selalu merasa tidak suka kepadanya. Teecu sering kali menegur perasaan sendiri dan menganggap bahwa teecu tentu keliru. Akan tetepi akhir-akhir ini, ternyata perasaan teecu itu tidak membohongi teecu. Ada sesuatu yang membuat teecu terpaksa harus berterus terang kepada Suhu dan Subo tentang din Liok-sute...."

   Sampai di sini, kembali Soan Li kelihatan ragu-ragu dan pada saat itu tiba-tiba Ciang Le menengok ke arah pintu sambil membentak dengan alis berkerut.

   "Hui Lian sejak kapan kau belajar menjadi pengintai? Hayo kau masuk saja!"

   Hui Lian kaget bukan main. ia memang tahu betul akan kelihaian ayahnya, namun dapat mengetahui kedatangannya biarpun ia telah mempergunakan ginkangnya, itulah hebat! Ia makin kagum kepada ayahnya dan dengan muka merah sekali ia masuk melalui pintu ke dalam ruang belakang ini.

   "Ayah, aku merasa panas di kamar dan hendak ke taman...." katanya gagap.

   "Aku tahu, kau mendengar percakapan kami dan berdiri di luar pintu. Hui Lian, jangan sekali-kali kau berbuat hal seperti itu lagi. Kalau mau masuk, masuk saja, kalau tidak lebih baik pergi menjauh, jangan mendengar percakapan orang!" kata ayahnya.

   Hui Lian menundukkan mukanya dan ia lalu duduk di atas sebuah bangku rendah tak jauh dan ayahnya. Melihat munculnya Hui Lian, Soan menjadi makin tidak enak hati. Ia berkali-kali memandang kepada Suhunya kemudian kepada Hui Lian, hatinya berat sekali untuk bicara.

   "Soan Li kauteruskan keteranganmu. Tak usah kau berlaku sungkan dan tak usah kau menyembunyikan sesuatu. Biar pun Hui Lian berada di sini, namun adalah Sumoimu atau seperti Adikmu sendiri. Kita semua adalah sekeluarga dan sekarang ini adalah percakapan keluarga yang tak boleh diadakan segala macam rahasia!" kata pula Ciang Le dan biarpun suaranya halus dan tenang, namun mengandung pengaruh besar dan membuat hati Soan Li dan Hui Lian tunduk dan takut.

   "Suhu dan Subo, demi kebahagian rumah tangga Suhu, teecu akan berterus- terang. Ada sesuatu dalam diri Liok-sute yang ganjil, seakan-akan dia menyembunyikan sesuatu rahasia yang aneh dan menakutkan."

   Ciang Le mengangguk.

   "Sejak dulu aku pun mempunyai keraguan, dari sinar matanya memang ada sesuatu yang aneh. Karena itu aku tidak mau menurunkan Ilmu Pak kek Sin-ciang kepadanya. Akan tetapi sikapnya selama delapan tahun ini baik sekali sehingga keraguanku lenyap dan dia mendatangkan kesan baik dalam hatiku."

   "Akan tetapi Suhu, belum lama ini tecu kebetulan sekali melihat dia... melatih diri dengan Pak-kek Sin-ciang!"

   Keterangan ini demikian mengejutkan hingga keadaan di situ sunyi, Hui Lian menundukkan mukanya. Ciang Le memandang kepada Soan Li dengan mata terbelalak, sedangkan Bi Lan mengerling ke arah puterinya.

   "Apa kaubilang? Betul-betulkah itu? Apakah boleh jadi dia mengintai ketika aku memberi latihan kepada kau dan Hui Lian?"

   "Entahlah, Subo. Hanya teecu mellhat gerakannya itu, biarpun boleh dibilang baik sekali, namun isinya tidak seperti sebagaimana mestinya. Isi pukulan dan jurus-jurus Pak-kek Sin ciang yang dia mainkan itu adalah hawa pukulan yang aneh dan dahsyat."

   "Aneh, aneh sekali. teruskan keteranganmu, Soan Li. Apa pula yang kau ketahui tentang Sutemu itu."

   "Teecu memberitahukan hal ini karena itu adalah sesuatu yang amat ganjil sehingga teecu pikir Suhu akan dapat berlaku hati-hati. Dan soal ke dua, membuat teecu berani menyatakan tidak setuju akan perjodohan itu, bukan sekali kali hanya berdasarkan rasa tidak suka teecu kepadanya, akan tetapi sesungguhnya...." Sampai di sini Soan Li memandang kepada Hui Lian dan mukanya menjadi sedih.

   "Teruskan saja, Soan Li. Kau tidak mengadu atau bicara jahat, akan tetapi demi kebaikan bersama," kata Bi Lan. Nyonya ini maklum bahwa tentu ada suatu dengan diri Hui Lian, dan ia sudah merasa tegang dan cemas.

   "Sumoi, kauampunkan Cicimu ini yang jahat dan rendah budi. Namun aku terpaksa... demi kebaikanmu sendiri...." Hu Lian mengangkat mukanya. Gadis ini mempunyai kejujuran dan di samping ini juga ketabahan, maka sambil tersenyum akan tetapi mukanya pucat ia berkata,"

   "Teruskanlah Suci. Tak usah khawatir kalau memang yang keluar dari mulut adalah hal-hal yang sebenarnya."

   "Suhu, dan juga Subo. Teecu melihat bahwa hubungan antara Adikku Hui Lian dan Liok Sute amat erat, amat rukun dan baik. Bahkan, kalau teecu tidak salah kira di antara mereka ada rasa suka yang besar. Dan selain itu... mereka sering kali berlatih bersama dan Sumoi seakan-akan amat tertarik kepadanya. Hal inilah yang menggelisahkan hati teecu selama ini. Menurut anggapan teecu, Sute hendak mempermainkan Sumoi, sangat boleh jadi dia sengaja menarik hati Sumoi yang masih amat muda ini untuk".. untuk dapat belajar Pak-kek Sin-ciang."
(Lanjut ke Jilid 12)
Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 12
"Suci kau tak tahu malu!" Hui Lian membentak sambil berdiri, mukanya merah dan matanya bersinar-sinar.

   "Kau... kau iri hati...!!"

   "Hui Lian, diam kau!!" Ciang Le membentak marah. Pendekar ini sekarang lenjadi pucat wajahnya, sedangkan Bi Lan juga pucat sekali.

   Terdengar Soam Li menangis.

   "Suhu dan Subo, juga kau Adikku Hui Lian, aku bersumpah kepada Thian bahwa tidak sekali-kali dalam hatiku ada maksud jahat Suhu, sesungguhnya teecu khawatir kalau sampai Adik Hui Lian masuk perangkap dan teecu khawatir kalau kalau Suhu salah pilih ketika mengambil Sute sebagai murid. Kalau semua dugaan teecu keliru boleh bunuh teecu sekarang juga! Sebaliknya kalau Suhu tetap hendak menjodohkan teecu dengan dia, biarpun tercu tidak suka kepadanya, teecu akan menerima dengan hati berdarah. Apa saja untuk membalas budi Suhu dan Subo" Hati Ciang Le tidak karuan rasanya. Seakan-akan hendak meledak dadanya, Ia marah sekali, marah kepada Kong Ji kepada Hui Lian, juga kepada Soan Li.

   "Hui Lian, apakah engkau memberi pelajaran Pak-kek Sin-ciang kepadanya?"" tanyanya kepada puterinya itu yang membelalakkan mata, takut kalau-kalau ayahnya akan memukulnya saking marah. Hui Lian menjadi pucat sekali, namun ia tidak gentar. ia berdiri menghadap ayahnya dan berkata tegas.

   "Memang betul, Ayah! Akan tetapi bukan sekali-kali anak membuka rahasia Pak-kek Sin-ciang karena anak sengaja tidak membocorkannya dan melanggar sumpah. Anak pikir bahwa akhirnya sebagai murid Ayah, Suheng tentu akan menerima pelajaran Pak-kek Sin-ciang pula. Dan selain ini, Suheng tidak menerima begitu saja, hanya mendengar teorinya dari anak dan sebagai imbalannya, anak diberi pelajaran olehnya..." Sampai di sini Hui Lian tiba-tiba menghentikan kata-katanya karena baru ia ingat bahwa ia tidak boleh membocorkan rahasia suhengnya itu!

   Akan tetapi sudah terlanjur dan tak dapat ditarik kembali. Ayahnya menahan kemarahannya dan di dalam hatinya, pendekar yang bijaksana ini memang dapat menganggap bahwa alasan Hui Lian memang tepat.

   "Pelajaran apakah yang dapat ia berikan kepadamu?" tanyanya.

   Terpaksa Hui Llan mengaku terus terang karena ia sudah tak dapat mundur lagi.

   "Ayah, sesungguhnya Suheng bukanlah seorang yang bodoh seperti yang kita kira. Dia mempunyai banyak ilmu silat yang aneh-aneh, dan teecu menerima sebuah di antaranya, yakni Ilmu silat yang mempunyai kelihatan hampir sama dengan Pak kek Sin-ciang, bahkan dalam penggunaan tenaga agaknya lebih hebat. Ciang Le mengerutkan alisnya, nampaknya tertarik sekali. ia lalu melompat berdiri.

   "Coba kau serang aku dengan ilmu aneh itu!" perintahnya.

   Hui Ltan tidak ragu-ragu lagi karena ia maklum akan kelihaian ayahnya di dalam kesempatan ini ia hendak memperlihatkan kehebatan ilmu pukulann yang ia peroleh dari Kong Ji, maka ia lalu mengerahkan tenaga Tin-san-kang dan menyerang dengan sungguh-sungguh. Dengan begini ia harap ayahnya akan menghargai ilmu ini dan tidak akan terlalu menyalahkannya bahwa ia telah menukarnya dengan teori Pak kek Sin ciang.

   "Jagalah, Ayah!" katanya gembira dan ia lalu memukul, dengan kedudukan tubuh rendah. Dengan kedua tangan ia mendorong dada ayahnya, inilah pukulan yang terkuat daripada Tin-san-kang.

   Ciang Le terkejut sekali ketika merasa sambaran hawa pukulan yang amat dahsyat ke arah dadanya. Ia lalu mengerahkan tenaga lweekang, mempergunakan hawa murni menjadi tenaga lemas dan dadanya menerima dorongan itu. Dada itu terasa oleh kedua tangan Hui Lian amat lunak, akan tetapi tenaga Tin-san-kang di tangannya dihisap lenyap dan ia sendiri yang terhuyung-huyung setelah terpental ke belakang oleh kembalinya tenaganya sendiri"

   "Pukulan apakah ini" Ciang Le benar-benar terkejut karena dengan Pak-kek-sin-ciang, tak mungkin putertnya mempunyai hawa dorongan yang demikian dahsyatnya. ia memang belum pernah melihat Tin-san-kang yang diciptakan oleh Giok Seng Cu belum lama berselang, sedangkan dahulu ketika ia menghadapi Seng Cu (baca Pendekar Budtman). Giok Seng Cu belum mempunyai Tin-san-kang.

   "Coba kau bersilat dengan ilmu itu sampai habis." perintahnya kepada Hui Lian. Gadis ini tadi terkejut sekali karena ternyata bahwa pukulan Tin-san-kang itu tidak ada artinya bagi ayahnya, maka kini ia bersilat sebaiknya mainkan ilmu silat yang selalu mengambil kedudukan rendah itu.

   "Cukup!" kata Ciang Le.

   "Dari mana dia mendapatkan ilmu silat ini?"

   "Menurut Suheng, katanya ia belajar dari See-thian Tok-ong," jawab Hui Lian perlahan.

   Ciang I.e berpikir keras. ia tahu bahwa See-thian Tok-ong adalah orang dari See-thian (barat) sedangkan ilmu silat yang baru saja dimainkun oleh puterinya itu, biarpun gerakan-gerakan aneh, namun kedudukan kakinya jelas sekali menunjukkan gaya dari utara bahkan satu sumber dengan Pak-kek Sin-ciang!

   "Panggil Kong Ji ke sini. Lekas!" bentaknya kepada Hui Lian. Gadis ini segera berlari keluar menuju ke kamar Kong Ji yang terletak di bangunan sebelah kiri, agak jauh dari bangunan pusat, terhalang oleh taman.

   Akan tetapi, ketika Hui Lian tiba di kamar Kong Ji melihat kamar itu kosong. Sunyi sekali di situ karena memang situ tidak ada pelayan dan biasanya Kong Ji berada seorang diri saja di kamarnya. Hui Lian berdiri bagaikan patung, hatinya tidak karuan rasanya.

   "Liok-suheng...!" ia memanggil perlahan, keluar dari kamar itu, berdiri di tengah taman.

   "Sumoi, aku di sini. Kau keluarlah...!" terdengar suara Kong Ji dari luar pagar tembok taman!

   Hui Lian berlari dan melompat tembok pagar itu. Ketika ia tiba di luar pagar tembok, ia melihat bayangan Kong Ji di situ, dan pemuda ini telah menggendong buntalan pakaian yang besar.

   "Sumoi, hayo kita pergi agak jauh untuk bicara!" Sambil berkata demikian pemuda itu lalu berlari cepat menuju ke utara di mana terdapat sebuah hutan kecil.

   Hui Lian ragu-ragu.

   "Suheng, Ayah hendak bicara denganmu...."

   "Marilah ikut sebentar, kita dapat bicara di tempat agak jauh," kata Kong Ji tanpa menoleh. Terpaksa Hui Lian berlari mengejar Setelah tiba di dekat hutan, barulah Kong Ji menghentikan larinya.

   "Sumoi, aku tak dapat bertemu dengan Ayahmu. Suhu tentu marah besar kepadaku. Suci sudah mengadu yang bukan-bukan, sungguh memalukan dan menyedihkan." Sampai di sini Kong Ji terisak, dan karena keadaan gelap Hui Lian tidak dapat melihat wajah suhengnya, namun ia tahu bahwa suhengnya menangis saking sedihnya.

   "Kau tahu semua yang dibicarakan Suheng?"

   "Aku tahu, aku sudah sejak tadi mendengar dari atas genteng." Diam-diam Hui Lian memuji dan kagum sekali. Dia yang hanya berdiri di luar pintu, ayahnya tahu akan kehadirannya. Akan tetapi suhengnya ini dapat mengintai dari atas genteng tanpa diketahui ayahnya!

   "Lebih baik kau berterus terang kepada Ayah. Kau toh tidak ada kesalahan apa-apa. Kau belajar Pak kek Sin ciang dariku, dan akulah yang bersalah," kata Lian Hui menghibur.

   "Tidak, Sumoi. Biarpun Suhu tidak akan marah kepadaku, akan tetapi aku malu dan sakit hati sekali kepada Suci yang sudah menghinaku dan mengira yang akan-bukan. Lagi pula aku... aku tidak suka dijodohkan dengan dia...." suara Kong Ji perih sekali karena mendengar penolakan Soan Li. Ketika ia mendengar bahwa ia akan dijodohkan dengan Soan Li, ia, bisa berjingkrak-jingkrak saking girangnya, akan tetapi alangkah hancur hatinya ketika ia mendengar betapa Soan Li tidak saja menolak, bahkan memburuk-burukkan namanya dan dengan jelas sekali menelanjangi dadanya sedemikian rupa. Berbahaya benar Soan Li agaknya yang dapat tahu segala isi hatinya itu.

   "Suheng, Suci adalah seorang yang baik...."

   "Tidak, Sumoi, apakah kau masih belum tahu bahwa bukan dia yang menawan hatiku?"

   Berdebarlah hati Hui Lian mendengar ini. Ia maklum bahwa suhengnya ini sayang atau cinta kepadanya, hal ini sering dapat ditangkap dari kata-kata dan sikap pemuda itu terhadapnya. Diam-diam ia bersyukur mendengar kata-kata terakhir ini.

   "Habis, kalau pergi. bagaimana, Suheng....? hendak ke manakah kau, dan apakah Ayah takkan marah...?"

   "Sumoi, aku benar-benar sakit terhadap hinaan Suci. Aku harus melakukan sesuatu, melakukan sesuatu untuk membuktikan kepala Suhu bahwa tidak percuma aku menjadi muridnya. Aku hendak pergi mencari orang-orang jahat dari Im-yang-bu-pai, hendak kuhancurkan Im yang-bu-pai, hendak kubasmi Bu-cin pang yang sudah menjadi biang keladi kehancuran Hoa-san-pai, hendak kucari See-thian Tok-ong dan Giok Seng Cu, akan kukalahkan mereka untuk menjunjung nama besar Suhu. Juga akan kucari di mana adanya Lie Bu Tek Suheng, akan kucari pula Adik Sin Hong dan terutama sekali... akan kucari kitab-kttab rahasia peninggalan Sucouw Pak Kek Siansu. Akulah yang akan menjadi ahli warisnya dan aku yang akan menjunjung tinggi nama Luliang-san juga nama Suhu."

   Hui Lian mendengarkan dengan hati berdebar. Alangkah gagah dan mulianya hati suhengnya ini. Sucmya, Soan Li benar-benar tolol dan salah duga. Orang begini mulia dan gagah dicaci maki sedemiktan rupa!

   "Sumoi, kalau kau... suka turut kepadaku kau pun akan mengambil bagian dalam tugas-tugas suci ini. Siapa tahu kita berdua yang akan mendapatkan kitab rahasia itu, kita berdua yang akan menghancurkan musuh-musuh besar yang dibenci Ayahmu. Marilah kau ikut dengan aku, Sumoi." Berdebar lebih keraslah hati Hut Lian.

   "Akan tetapi, Ayah...."

   "Sumoi, bukan aku saja yang dihina oleh Suci Soan Li. Kau pun dihinanya, dibuka rahasiamu mengajar Pak-kek Sinkang kepada Suhu. Suci ternyata memunyai hati yang penuh iri dan dengki, dan celakanya, agaknya Suhu dan Subo percaya kepadanya. Biarlah Suhu dan Subo kelak melihat bahwa kau dan aku yang betul, bahwa Suci tidak bisa apa-apa hanya bisa mengacaukan saja. Marilah kita pergi, Sumoi." Pada saat itu bulan tersembul di balik awan dan Hui Lian melihat pedang tergantung di pinggang Kong Ji.

   "Eh, kau membawa Pak-kek-sin kiam?" tanyanya terkejut.

   "Hanya pinjam untuk menunaikan tugas ini, Sumoi. Pedang ini dahulu aku yang mendapatkan, bahkan kalau tidak aku yang memberi tahu, Suhu juga tidak akan tahu bahwa pedang ini berada di tangan See-thian Tok-ong. Sekarang aku bukan mencuri, hanya akan meminjam dan mewakili Suhu menghajar kepada orang-orang jahat itu, untuk membalas dendam ayah bundaku, membalas dendam Ayah Bunda Adik Sin Hong, dan membalas dendam Hoa-san-pai serta kematian Suhu Liang Gi Tojin. Hayo ikut saja, Sumoi. Akulah yang menjamin bahwa kelak Ayahmu tidak akan marah bahkan bangga melihat puterinya demikian gagah perkasa dan berjiwa pendekar seperti ayahnya!"

   Hui Lian memang masih berhati kanak-kanak. Ia mudah sekali dibujuk dan timbulnya ialah karena ia sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Kong Ji. Melihat keraguan Hui Lian, Kong Ji mulai merasa mendapat angin.

   "Sumoi, tanpa bantuanmu, mungkin aku kurang kuat. Mungkin aku akan tewas dalam melakukan tugas ini. Akan tetapi dengan kau di sampingku, aku merasa kuat sekali, biar raja iblis keluar dari neraka, dengan kau di sampingku, aku akan sanggup mengalahkannya. Kalau kau tidak mau ikut, aku pun tidak dapat memaksa, dan dalam setiap pertempuran berbahaya, aku hanya akan membayangkan wajahmu dan menganggap kau disampingku sehingga aku akan kuat. Kalau aku kalah dan tewas.... sudahlah, kita takkan bertemu kembali, Sumoi. Selamat tinggal...." Kembali suara Kong Ji terdengar seperti orang terisak menangis dan pemuda ini lalu berjalan pergi.

   Untuk beberapa lama Hui Lian berdiri termenung, kemudian ia memanggil: "Tunggu dulu, Suheng...."

   Kong Ji cepat membalikkan tubuhnya.

   "Jadi kau mau ikut, Sumoi...?" tanyanya girang.

   "Akan tetapi Ayah dan Ibu... tak mungkin aku pergi begini saja tanpa. memberi tahu mereka..."

   "Kalau memberi tahu, tentu Ayah Bundamu mencegah. Kita pergi bukan untuk berbuat jahat, kita berjuang, menunaikan tugas suci, mengapa harus ragu-ragu dan memberi tahu? Lebih baik tidak memberi tahu dan kelak kalau kita sudah berhasil pulang, tentu mereka akan lebih bangga lagi."

   "Hui Lian.....!. terdengar panggilan. Itulah suara Soan Li. Agaknya gadis itu menyusul dan mencarinya, tentu disuruh oleh Ciang Le untuk menyusul Hui Lian yang begitu lama belum juga kembali dari memanggil Kong Ji.

   Memang benar demikian, Soan Li tadinya disuruh menyusul Hui Lain, akan tetapi ketika mendapatkan sumoinya itu tidak ada, sedangkan Kong Ji juga tidak dapat dicari, Soan Li menjadi curiga dan gelisah sekali. ia melompat ke atas pagar tembok dan memandang ke sekelilingnya, akan tetapi karena malam itu agak gelap, ia tidak melihat sesuatu, juga tak mendengar suara orang.

   Soan Li lalu melompat turun dan mengejar ke utara, karena ia pikir bahwa hanya di utara terdapat hutan, jadi kalau ada orang melarikan diri, hutan itulah yang paling tepat untuk dituju. Dengan gerakannya yang gesit dan ringan sekali, Soan Li bergerak maju. Di dalam gelap, ia kelihatan seperti bayangan iblis menghitam yang terbang karena kedua kakinya tertutup oleh pakaian yang panjang dan longgar. Akan tetapi, di waktu bulan muncul keluar dari balik mega dan meyinari gadis yang baru lari cepat ini, nampak seperti seorang bidadari yang turun dari bulan untuk bermain-main di tempat sunyi itu. Sambil berlari, Soan Li menengok ke sana ke mari dan memasang telinga, kadang-kadang memanggil nama Hui Lian,

   "Hui Lian...! Hui Lian Sumoi...!!"

   Tiba-tiba dari belakang sebatang pohon berkelebat bayangan hitam dan Kong Ji muncul di hadapannya.

   "Gak-suci, mencari siapakah?" tanya pemuda ini. Melihat munculnya pemuda ini begitu tiba-tiba mau tak mau Soan Li menjadi terkejut juga dan hatinya berdebar.

   "Kau...? Suhu memanggilmu lekas pulang. Di mana Hui Lian Sumoi yang tadi mencarimu atas perintah Suhu?" Akan tetapi sebagai jawaban tiba-tiba kedua tangan Kong Ji bergerak menyerangnya! Tangan kiri pemuda ini dengan jari terbuka menotok ke arah lambungnya, dilakukan dengan cepat dan bertenaga.

   Soan Li kaget sekali. Di dalam gelap ia tidak begitu dapat melihat gerak Kong Ji namun gadis ini telah terlatih baik, pendengarannya amat tajam, dan dari sambaran angin yang dahsyat, maklum bahwa Kong Ji telah menyerang lambungnya dengan tenaga yang akan dapat menewaskannya, sedikitnya melukainya dengan hebat.

   "Bangsat!" bentaknya dan gadis ini cepat menggunakan lengan kanan menangkis mengerahkan tenaga lwekangnya dan siap untuk menyusulkan tangan kiri membalas serangan Kong Ji.

   Akan tetapi, ia tadi tidak melihat gerakan tangan kanan pemuda itu yang tiba-tiba mengebutkan sesuatu di depan mukanya. Soan Lt mengelak dan dengan mudah kebutan itu dapat dihindarkan dan mukanya tidak terkena serangan aneh itu. Namun tiba-tiba Soan Li mengeluh, matanya berkunang, hidungnya mencium bau harum yang amat menyesakkan dada dan kepalanya seperti berputar. Ia kaget bukan main dan biarpun ia belum mempunyai banyak pengalaman pertempuran dan tidak pernah menghadapi orang-orang kang-ouw, namun ia sudah banyak mendengar penuturan Suhunya.

   Oleh karena itu ia maklum bahwa ia telah terkena hawa beracun yang disebar oleh Kong ji. Dengan sekuat tenaga ia menahan napas dan mengerahkan hawa murni di dalam tubuh untuk mengusir pengaruh bisa itu, namun Kong Ji sudah mendahuluinya. Sekali saja tangan Kong Ji bergerak, jalan darah thi hu-hiat di tubuhnya telah kena ditotok dan seketika itu juga lemaslah tubuh Soan Li. Kong Ji memeluknya, memeluk dengan erat lalu berbisik di dekat telinganya.

   "Soan Li, kau sungguh kejam, kau menghinaku semau dan seenaknya saja. Kau keterlaluan, Soan Li. Semenjak dulu aku tergela-gila kepadamu. Alangkah cantiknya wajahmu, akan tetapi hatimu kejam terhadapku. Biarpun demikian, Soan Li aku tetap cinta padamu dan aku bersumpah bahwa pada suatu hari kau tentu akan tunduk kepadaku, kau pasti akan menjadi kekasihku yang taat." Terdenga Kong Ji tertawa menyeramkan, tertawa perlahan dan lambat dan tangannya membelai-belai muka yang halus itu, membelai rambut yang lemas dan hitam itu.

   Bergidiklah Soan Li ketika mendengar suara ketawa ini. Semenjak kenal dengan Kong Ji belum pernah ia mendengar pemuda itu tertawa seperti ini, seperti suara ketawa iblis. Terpaksa ia meramkan mata ketika merasa betapa pemuda itu meraba-raba mukanya, membelai-belai rambutnya. Selama hidupny ia belum pernah Soon Li tersentuh oleh tangan laki-laki, dan sekarang berada dalam pelukan Kong Ji dan dirayu sedemikian itu, ia hampir pingsan karena muak dan benci!

   "Suheng, lekaslah, aku khawatir kalau-kalau Ayah akan menyusul ke sini," terdengar suara Hui Lian dan dalam hutan. Kong Ji tersentak kaget dan sadar kembali dari pengaruh hawa nafsunya yang membuatnya seperti iblis.

   "Baik, Sumoi, tunggu sebentar!" jawabnya kemudian ia mendckatkan mukanya di telinga Soan Li dan berbisik.

   "Soan Li, kau tinggi hati dan sombong, Kau memandang rendah kepadaku, akan tetapi kelak aku akan mematahkan kesombonganmu itu. Kelak kau akan tahu bahwa Kong Ji bukanlah orang yang boleh kauhina begitu saja. Rebahlah!" ia mendorong tubuh Soan Li yang segera terguling dan rebah di atas tanah yang basah dan dingin. Kong Ji kembali tertawa perlahan seperti tadi, kemudian sekali berkelebat ia menghilang di dalam hutan.

   Dengan sekuat tenaga, Soan Li mengerahkan lweekangnya. Setelah bergulat dengan pengaruh totokan, akhirnya ia dapat membebaskan diri dan begitu sadar, ia segera bangun duduk dan menangis tersedu-sedu. Ia merasa malu, kecewa, gemas, dan benci. Ia merasa terhina luar biasa sekali dan ingin ia segera membunuh diri karena gemas terhadap diri sendiri mengapa ia begitu sembrono sehingga mudah saja diserang secara menggelap oleh Kong Ji. Kalau saja Kong Ji tidak mempergunakan hawa beracun yang lihai dan tidak terduga datangnya tadi, tak mungkin ia akan kalah. Ia merasa kulit mukanya yang tadi diraba-raba oleh Kong Ji amat panas, merasa seakan-akan kulit muka itu menjadi kotor sekali dan ingin ia membeset membuang kulit muka yang telah dijamah itu. Bahkan rambut yang dibelai-belai terasa gatal dan kotor dan ingin menjambak dan mencabuti rambut itu.

   "Jahanam Kong Ji... tunggulah saja, aku bersumpah akan membalas penghinaanmu ini!" sambil menangis tersedu-sedu ia berkata seorang diri penuh kebencian terhadap Kong Ji. Kadang-kadang ia bergidik kalau memikirkan peristiwa tadi. Kong Ji benar-benar seorang iblis suara tawanya, suara bicaranya, benar-benar mendirikan bulu tengkuk. Kalau ia membayangkan apa yang akan terjadi dengannya kalau Hui Lian tidak memanggil Kong Ji, gemetarlah tubuh Soan Li.

   "Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri, Jahanam...." berkali-kali ia mengambil keputusan.

   "Soan Li, mengapa kau menangis di sini?" tiba-tiba terdengar suara teguran di belakangnya dan hampir saja Soan Li berseru kaget. Ia tersentak dan cepat memandang. Ketika melihat bahwa yang berdiri di situ adalah subonya, ia cepat menjatuhkan diri berlutut dan menangis lagi.

   "Soan Li, apa yang telah terjadi?" Bi Lan bertanya.

   "Tenangkan hatimu dan bicaralah."

   "Sumoi telah,.. pergi bersama dia. Teecu berhasil mengejar dan tak terduga- duga manusia busuk itu menyerang, teecu... roboh dan tak dapat mengejar lebih lanjut."

   "Kau maksudkan Kong Ji? Dia merobohkanmu lalu melarikan diri bersama Hui Lian!" Bi Lan berseru keras dan nyonya ini mulai marah.

   "Betul, Subo. Kalau jahanam itu berkelahi dengan jujur, belum tentu teecu mudah dikalahkan, akan tetapi dia curang sekali dan dia mempergunakan sesuatu entah apa, hanya tiba-tiba teecu mencium bau yang harum menyesakkan napas dan kepala teecu pusing, maka teecu tidak berdaya dan kena ditotok." Tiba-tiba Ciang Le mendekati Soan Li dan hidungnya berkembang-kempis di dekat rambut gadis itu.

   "Hmm, dia telah mempergunakan racun Bunga Ang-goat-hoa (Bunga Bulan Merah) yang hanya terdapat di barat. Racun ini tentu dia dapatkan dan pelajari dari See-thian Tok-ong."

   "Kemana lari mereka?" tanya Bi Lan bernafsu.

   "Ke dalam hutan, Subo, selanjutnya entah ke mana karena teecu tidak berdaya dan lama baru berhasil membebaskan diri dari totokan."

   "Keparat!" Bi Lan berkelebat dan menghilang ke dalam hutan. Ciang Le melompat dan berseru,

   "Isteriku, takkan ada gunanya! Malam begini gelap dan hutan itu banyak sekali jurusannya, ke mana kita harus mengejar?" Akhirnya Bi Lan terpaksa menyerah dan tak melanjutkan pengejarannya, karena mengejar di dalam gelap tanpa mengetahui arah tujuan mereka yang dikejar, benar-benar merupakan hal tak masuk di akal.

   "Suhu dan Subo, biarlah teecu yang akan mencari mereka sampai dapat, kalau belum bertemu, teecu takkan kembaIi." kata Soan Li menahan tangisnya.

   "Aku sendiri yang akan pergi, Soan Li bersama Subomu. Kalau benar seperti dugaanmu bahwa dia jahat sekali, dia amat berbahaya dan terlalu kuat bagimu. Ilmu silat yang diperlihatkan Hui Lian saja sudah amat berbahaya apalagi kalau dia masih mempergunakan hawa pukulan beracun. Dia bukan Iawanmu, Soan Li."

   Gadis itu tidak membantah, Ciang Le lalu mengajak isterinya untuk pulang dan berkemas, karena pada keesokan harinya mereka akan berangkat mencari Hui Lian dan Kong Ji. Soan Li diperkenankan terus ke kamarnya untuk beristirahat, karena gadis itu baru saja menghadapi hal sangat menggelisahkan dan menegangkan hati. Akan tetapi, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Ciang Le dan Bi Lan mendapatkan kamar Soan Li sudah kosong! Mudah saja bagi Ciang Le dan isterinya untuk menduga bahwa gadis itu tentu telah pergi untuk mencari Hua Lian.

   Ciang Le menarik napas panjang "Benar-benar tidak baik kejadian Kong Ji pergi membawa Pak-kek Sin kiam, dan dengan kepandaian serta pedang itu kalau dia benar-benar amat jahat seperti yang diduga oleh Soan Li, dia merupakan bahaya besar. Hui Lian amat bodoh dan kini dia ikut pergi dengan Kong Ji. Sekarang ditambah Soan Li pergi lagi seorang diri, aah benar-benar sekarang kita tidak boleh menyembunyikan diri dan berpeluk tangan saja. Mari kita berangkat, siapa tahu kalau-kalau mereka semua itu, anak-anak yang masih hijau, akan menghadapi bahaya."

   Maka pada hari itu juga. berangkatlah Ciang Le bersama isterinya meninggalkan Pulau Kim-bun-to (Pulau Pintu Emas). Mereka mendapat keterangan dari tukang-tukang perahu bahwa memang mereka melihat Soan Li menyeberangi selat dengan menyewa perahu layar, akan tetapi tak seorang pun tahu atau melihat Kong Ji dan Hui Lian. Kong Ji memang diam-diam menyeberangi selat pada malam hari mempergunakan sebuah perahu kecil yang didayungnya sendiri. Setelah menyeberangi selat dan tiba di daratan Ttongkok, Ciang Le dan isterinya lalu melanjutkan perjalanan mereka dengan menunggang kuda.

   Kong Ji yang pergi bersama Hui Lian, membatalkan niatnya ke Luliang-san untuk mencari kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu yang pernah dilihatnya di dasar jurang, ia pikir bahwa pada waktu itu, amat berbahaya untuk pergi ke Luliang-san. ia merasa pasti bah suhu dan subonya tentu akan mengejarnya, dan sungguh besar kemungkinannya suhu dan subonya akan langsung menuju ke bukit itu. Untuk sementara ini, ia ingin jangan sampai bentrok dengan suhu dan subonya, karena sungguhpun ia tidak takut menghadapi siapapun juga, namun menghadapi suhunya, ia merasa gentar juga. Apalagi Hui Lian berada di sampingnya dan kalau sampai terjadi pertentangan antara ia dan Ciang Le, tentu gadis ini akan memihak ayahnya.

   "Liok-suheng, kita sekarang hendak menuju ke manakah?" tanya Hui Lian pada Kong Ji. Mereka juga melakukan perjalanan berkuda karena begitu tiba didaratan Tiongkok, Kong Ji lalu membeli dua ekor kuda yang dibelinya dengan sepasang gelang di tangan Hui Lian. Mereka tidak membawa uang dan untuk mencuri kuda tentu saja Hui Lian tidak sudi, maka gadis ini rela menukarkan sepasang gelangnya yang indah dengan dua ekor kuda yang kuat.

   "Sumoi, aku mendengar bahwa musuh-musuh kita terutama sekali orang-orang Im-yang-bu-pai berada di daerah utara. Maka sekarang kita harus menyusul mereka ke sana."

   Sebetulnya, Kong Ji mempunyai rencana lain. Pemuda ini pernah mendengar suhunya bercakap-cakap dengan sahabat yang baru datang dari pedalaman, tentang adanya bangsa Mongol yang mulai berkembang, dan tentang surutnya pemeintah Kin. Diam-diam pemuda ini memptinyai cita-cita yang besar sekali. ia dahulu seringkali mendengar dari para anggauta Im-yang-bu-pai ketika ia masih berada di perkumpulan itu sebagai wakil suhunya, bahwa orang-orang Mongol memang merupakan pasukan yang kuat dan gagah berani, dan betapa orang-orang gagah saling berlumba untuk meruntuhkan pemeritah Kin. Mendengar semia ini, diam-diam Kong Ji berpikir bahwa kalau saja ia dapat menggulingkan pemerintah Kin dan dapat memimpin orang-orang Mongol, ada harapan ia akan menggantikan kedudukan kaisar! Memang aneh, di dalam otak anak ini terdapat lamunan-lamunan yang luar biasa dan tidak sewajarnya.

   Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hui Lien baru beberapa kali mengadakan perjalanan dengan ayah bundanya di daratan Tiongkok, itu pun hanya ketika ia masih belum dewasa dan semua gerakannya terbatas. Kini ia telah dewasi, telah berusia delapan belas tahun dan di samping suhengnya, ia merasa sudah dapat kekuatan sendiri. Oleh karena itu, ia merasa amat gembira melakukan perjalanan jauh ini dan kesedihannya karena harus berpisah dari ayah bundanya, perlahan-lahan mengurang.

   Kong Ji juga tidak bodoh. Pemuda ni pandai sekali mengambil sikap dan dia tetap memperlihatkan kasih sayang dan sopan-santun bagaikan seorang kakak seperguruan terhadap adiknya, sungguhpun beberapa kali ia memperlihatkan sikap dan mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaannya sehingga gadis itu mengerti bahwa suhengnya benar-benar cinta kepadanya, bukan hanya cinta seorang kakak terhadap adik seperguruan, melainkan terutama sekali cinta seorang pria terhadap seorang wanita. Namun Hui Lian yang masih bersifat kanak-kanak itu seakan-akan tidak merasa atau tidak tahu, dan sikapnya tetap lincah jenaka, tidak ada perubahan sama sekali.

   Tentu saja Kong Ji sama sekali tidak mengira bahwa di dalam kepala Hui Lian yang cantik jelita itu, tersembunyi kecerdikan ayah bundanya. Ketika malam hari itu ia diajak pergi oleh Kong Ji hatinya memberontak dan perasaannya tidak mengijinkan ia pergi meninggalkan ayah bundanya begitu saja. Akan tetapi, ketika mendengar suara panggilan Soan Li, tiba-tiba ia melihat sikap Kong Ji berubah.

   "Sumoi, kautunggu dulu di situ, biar aku yang menghadapi Suci," kata Kong Ji yang cepat meloncat untuk menyambut kedatangan Soan Li. Gadis ini merasa curiga sekali dan diam-diam ia memutar otaknya. Ia memang jujur dan ia percaya penuh bahwa suhengnya itu se-orang yang bersemangat gagah dan baik budinya, akan tetapi kini ia mulai menaruh hati curiga.

   "Suheng memang mempunyai sikap yang agak aneh," pikirnya sambil mengenang segala peristiwa yang baru terjadi.

   "dia pandai ilmu bahkan lebih tinggi dari aku atau Suci, akan tetapi merahasiakan semua kepandaiannya itu, bahkan terhadap Ayah ia berlaku pura-pura bodoh. Kemudian ia berkeras hendak mempelajari Pak-kek Sin--ciang, benar-benar sikapnya aneh sekali. Lebih baik aku menyelidiki dan kebetulan ia mengajak aku pergi melakukan tugas membasmi musuh-musuh besar, alangkah baiknya kalau aku ikut dan diam-diam memperhatikan semua sepak terjangnya. Kalau ia memang baik dan Suci yang salah sangka, berarti aku menjadi saksi akan kebaikannya itu, dan sebaliknya kalau ternyata ia berbahaya dan jahat, mudah aku turun tangan""

   Demiklanlah, Hui Lian mengambil keputusan untuk ikut dengan Kong Ji. Dengan adanya perasaan ini di hati Hui Lian maka biarpun luarnya kedia orang muda ini kelihatan akur sekalI, namun mereka menyimpan suara hati dan rahasia masing-masing.

   Akan tetapi, di sepanjang perjalanan itu, selama berpekan-pekan sampai berbulan-bulan, Kong Ji selalu memperlihatkan sikap yang amat baik dan tidak ada tanda-tanda bahwa ia mempunyai niat jahat. Setiap kali bermalam di sebuah kota, mereka selalu menyewa dua buah kamar di rumah penginapan dan tak pernah pemuda itu memperlihatkan sikap tidak sopan.

   Akan tetapi terjadilah hal-hal di luar tahunya Hui Lian. Gadis ini merasa heran ketika pada suatu pagi, setelah mereka meninggalkan kota di mana mereka menginap dalam sebuah hotel, tahu tahu pemuda itu mempunyai sekantong uang emas.

   "Suheng, dari mana kau mendapatkan uang begitu banyak?" tanyanya terheran-heran.

   Kong Ji tersenyum.

   "Malam tadi aku tidak dapat tidur, Sumoi, dan melihat kamarmu sudah gelap dan sunyi, aku tidak berani mengganggu dan keluar seorang diri untuk berjalan-jalan dan melihat-lihat. Ketika aku sedang berjalan di bagian yang sunyi, tiba-tiba aku melihat berkelebatnya bayangan hitam atas genteng. Aku bercuriga dan cepat mengejarnya. Dia itu seorang yang memakai kedok hitam dan membawa pedang. Ternyata dia seorang maling yang pandai, maka aku lalu membekuknya, mengancam agar dia tidak melakukan pencurian lagi. Ia tunduk kepadaku dan sebagai tanda takluk, ia menyerahkan kantong ini kepadaku." Kong ji tertawa gembira.

   "Kebetulan sekali karena memang kita membutuhkan bekal dalam perjalanan ini."

   "Akan tetapi uang itu uang curian, Suheng!"

   "Belum tentu, dan kalau sekiranya memang betul demikian, bukan kita yang mencurinya. Misalnya ini uang curian, tentu yang kecurian seorang hartawan besar yang takkan terasa diambil hartanya hanya sekian ini. Bukankah sudah biasa para pendekar perantau kalau kekurangan bekal suka mengambil dari milik hartawan yang jahat?"

   Hui Lian tidak berkata apa-apa lagi hanya ia merasa menyesal mengapa tidak ikut menghadapi peristiwa itu. Baiknya mereka pagi-pagi sudah meninggalkan kota, kalau tidak tentu Hui Lian akan mendengar kabar yang menggegerkan, bahwa semalam rumah seorang hartawan didatangi penjahat yang selain mengambil uang emas hartawan itu juga mengambil nyawa hartawan itu tanpa alasan. Kalaupun ia mendengar berita ini, tentu tidak akan mengira bahwa yang membunuh dan mencuri uang itu sebetulnya adalah Kong Ji sendiri.

   Apakah sebenarnya yang terjadi? Memang Kong Ji keluar dari kamarnya, mempergunakan kepandaiannya untuk berjalan di atas rumah-rumah orang, dan tiba-tiba ia melihat sinar terang di rumah seorang hartawan. Rumah itu besar dan indah dan lapat-lapat terdengar suara nyanyian wanita diiringi oleh tetabuhan yang merdu. Kong Ji tertarik lalu mengintai dari atas genteng yang tinggi sekali. Kiranya hartawan yang sudah setelah tua itu sedang menghibur diri di atas loteng dihibur oleh isteri-isterinya yang lima orang jumlahnya. Isteri-Isteri inilah yang bernyanyi dan menabuh gamelan.

   Entah mengapa, tiba-tiba Kong Ji merasa iri hati dan benci kepada hartawan itu, kebencian yang timbul dalam hatinya tanpa sebab-sebab yang ia ketahui. ia hanya benci sekali melihat kesenangan yang dimiliki oleh hartawan itu, apalagi kalau memikirkan nasib sendiri yang semenjak kecil tidak pernah mengalami kesenangan sama sekali. Menurutkan perasaan yang timbul tiba tiba Kong Ji melayang turun, tanpa banyak cakap ia memukul kepala hartawan itu dengan kepalan tangan sehingga tanpa dapat berteriak lagi hartawan itu roboh binasa dengan kepala pecah. Kemudian, entah apa yang menyebabkannya, Kong Ji mencabut pedangnya, digerak-gerakan di sekitar leher lima orang wanita yang tadi menghibur hartawan itu. Karuan saja para wanita yang sudah merasa ngeri melihat pembunuhan itu, kini menjadi ketakutan sampai mereka roboh pingsan, karena mengira, bahwa si pedang itu akan menebas leher merekai Kon Ji tertawa bergelak-gelak merasa lucu sekali, kemudian ia memeriksa ke dalam kamar hartawan itu dan menggondol pergi sekantong uang emas.

   Memang semenjak kecil, di dalam diri Kong Ji mengalir watak yang amat aneh yang membikin dia seakan-akan merasa gembira dan senang sekali kalau melihat orang mengalami penderitaan. Akan tetapi ia dapat menyembunyikan perasaan yang ganjil ini dengan selimut sikap yang sewajarnya, bahkan sikap seorang yang amat baik hati. ia dapat menangis tersedu sedu, dapat bicara halus dan lemah lembut, dan dapat kelihatan terharu dan sebagainya. Namun di lubuk hatinya, selalu terkandung perasaan iri hati dan dengki melihat orang lain bahagia dan selalu ia rindu akan penglihatan menyedihkan yang menimpa diri orang lain.

   Perasaannya terhadap Soan Li, yang sudah menarik hatinya, yang membuat rindu dan tergila-gila, dan selalu ditahan-tahannya, mendatangkan penyakit lain dalam lubuk hatinya. Mendatangkan atau membangkitkan nafsu buruk, nafsu hewani dan yang membuat ia mempunyai watak seperti orang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga). Oleh karena itu, di waktu malam, kalau Hui Lian yang tidak menyangka sesuatu sudah pulas di dalam kamarnya sendiri, pemuda ini pergi pada tengah malam dan kembali menjelang fajar. Dan pada keesokan harinya, tentu ada kehebohan di dalam kota atau dusun itu karena seorang wanita cantik kedapatan tewas atau membunuh diri di dalam kamarnya sendiri!

   Namun Hui Lian sama sekali tidak tahu akan hal ini dan masih mengira bahwa suhengnya itu bukanlah seorang jahat sebagaimana sangkaan Soan Li. Sampai pada suatu malam terjadi hal yang menimbulkan kecurigaan hati gadis itu.

   Ketika itu, mereka telah tiba di kota Keng-sin-bun di kaki Bukit Mao-san. Ketika hendak memasuki pintu kota itu, mereka berdua bertemu dengan serombongan orang berkuda dan ternyata bahwa mereka itu adalah serombongan piauwsu (pengantar barang) yang sedang mengawal sebuah kereta. Di dalam kereta itu kelihatan dari balik tirai, kepala seorang wanita muda yang cantik bersama seorang laki-laki yang dari pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pembesar. Rupa-rupanya mereka baru saja meninggalkan Keng-sin-bun dan hendak pergi jauh dan agaknya mereka membawa barang-barang berharga pula, buktinya piauwsu yang mengawal mereka sampai belasan orang jumlahnya.

   Hui Lian tidak begitu memperhatikan mereka, akan tetapi tiba-tiba ia tertarik sekali oleh gerakan tangan Kong Ji yang seakan-akan melambaikan tangannya ke arah kuda. Terjadilah hal yang menimbulkan keributan karena dua ekor kuda yang menarik kereta itu tiba-tiba meringkik dan berjingkrak-jingkrak! Pengemudi kereta mencoba untuk menarik kendali kuda dan menenangkan sepasang binatang yang mengamuk itu, namun sia-sia, bahkan kuda-kuda itu lalu kabur tak terkendalikan lagi! Pembesar dan isterinya yang berada di kereta berteriak-teriak minta tolong, sedangkan belasan orang piauwsu itu lalu membedal kuda mengejar.

   Hui Lian tadinya masih duduk di atas kudanya dengan bengong karena ia masih belum tahu apakah yang terjadi, akan tetapi tiba-tiba ia menjadi pucat ketika ia melihat wajah suhengnya, Kong Ji seperti orang tertawa bergelak-gelak, mulutnya terbuka dan bergerak-gerak, matanya bersinar-sinar akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya. Melihat keadaan suhengnya ini berdirilah bulu tengkuk Hui Lian. Muka suhengnya begiu berubah pada saat itu sehingga ia tentu takkan mengenalnya kalau tidak yakin betul bahwa pemuda yang kini mukanya demikian mengerikan adalah Kong Ji.

   Sementara itu, kereta yang dibawa kabur oleh kuda-kuda yang marah itu mulai miring dan hampir terguling. Hui Lian melihat ini lalu membedal kudanya dengan cepat sekali. Ia melalui beberapa orang piauwsu, kemudian setelah dekat dengan kereta, secepat kilat Hui Lian meloncat. Sekali loncatan saja sudah berdiri di tempat pengemudi yang sedang duduk dengan muka pucat memegangi kendali tanpa berdaya lagi. Hui Lian merampas kendali, mempergunakan lweekangnya yang disalurkan pada kendali-kendali itu, menycntak kuda dan sepasang kuda itu tak dapat menahan tenaga hebat ini. Mereka terpaksa menghentikan larinya dan mengangkat kaki depan tinggi-tinggi, mengeluarkan suara meringkik-ringkik dan keringat mereka membasahi punggung dan paha.

   Para piauwsu cepat-cepat membuka pintu kereta dan menolong bangsawan dan isterinya turun dari kereta, sedangkan piauwsu-piauwsu lain lalu memegang kendall, kuda di dekat hidung. Hui Lian meloncat turun dan ketika ia menghampiri kuda, ia menjadi kaget bukan main. Ternyata bahwa pada leher kuda itu kelihatan tanda-tanda menghitam. Tanda ini hanya dapat didatangkan oleh pukulan Tin-san-kang yang hebat. Suami isteri bangsawan itu menghampiri Hui Lian dan hendak menjatuhkan diri berlutut, namun Hui Lian memegang tangan wanita cantik tadi dan berkata,

   "Sudahlah, tak perlu banyak melakukan sungkan. Lebih baik suruh orang mengganti kuda dan melanjutkan perjalanan." Akan tetapi, melihat isterinya pucat dan menggigil ketakutan setelah mengalami peristiwa tadi, pembesar yang usianya sudah tua itu berkata,

   "Tak usah diteruskan sekarang. Perjalanan ditunda dan mari kita bermalam di Keng-sin-bun menghilangkan kekagetan." Para piauwsu memandang kepada Hui Lian dengan penuh kekaguman. Seorang di antara mereka, yang tertua dan yang membawa golok di pinggangnya, menjura dan berkata,

   "Lihiap sungguh mengagumkan sekali. Kami berterima kasih atas pertolongan Lihiap. Kami adalah piauwsu-piauwsu dari Bu-cin-pang dan bolehkah kami mengetahui nama Lihiap yang mulia?"

   Sebelum Hui Lian menjawab, Kong Ji sudah membalapkan kudanya menghampiri tempat itu sambil berkata.

   "Ha, aku mendengar bahwa Bu-cin-pang adalah perkumpul orang-orang gagah, tidak tahunya yang mengawal kereta ini hanya gentong-gentong kosong belaka," ia berpaling kepada pembesar itu sambil berkata.

   "Taijin, kalau kau melakukan perjalanan jauh bersama puterimu, kalian akan mengalami bencana, karena pengawal-pengawal ini sama sekali tidak becus!"

   Pembesar itu menjadi merah mukanya. Wanita muda yang cantik itu adalah isterinya, akan tetapi oleh Kong Ji disebut "puterimu"! Akan tetapi, biarpun para piauwsu menjadi pucat dan marah sekali mendengar ejekan ini, Kong Ji tidak pedulikan mereka, bahkan lalu berkata kepada Hui Lian.

   "Sumoi, hayo pergi"

   Mendengar pemuda tampan itu menyebut "sumoi" kepada Hui Lian, para piauwsu terpaksa menahan marah mereka. Baru sumoinya saja demikian lihai apalagi suhengnya. Adapun Hum Lian yang terheran-heran dan tidak senang atas sikap suhengnya, tidak mau bercekcok dengan Kong Ji di depan orang maka ia hanya mengagguk kepada mereka dan melompat ke atas kudanya menyusul Kong Ji.

   "Suheng, mengapa kau begitu kasar terhadap mereka?"

   Kong Ji tersenyum manis ketika menoleh kepada Hui Lian dan gadis ini kembali teringat betapa jauhnya perbedaan wajah ini dengan tadi ketika kereta itu kabur.

   "Sumoi kaumaksudkan terhadap piauwsu-piauwsu tadi?"

   "Ya, mereka tidak mengganggumu, mengapa kau menghina dan mengejek?"

   "Sumoi yang baik, apakah kau tadi tidak mendengar bahwa mereka itu adalah piauwsu-piauwsu dari perkumpulan Bu-cin-pang?"

   "Habis mengapa?"

   "Ah, kau tidak mengerti, Sumoi. Ho-san-pai yang kelihatan dari sini itu yang menjulang tinggi di sana. Tahukah kau mengapa Hoa-san-pai rusak binasa?""

   "Ya, sudah kudengar penuturanmu dari orang-orang Im-yang-bu-pai."

   "Akan tetapi yang membawa naik orang-orang Im-yang-bu-pai adalah ketua dari Bu-cin-pang yang bernama Sian pian Giam-ong Ma Ek ini, atau lebih tepat perkumpulan Bu-cin-pang, pernah bentrok dengan Suheng Lie Bu Tek dan karenanya ketika orang-orang Im-yan bu pai hendak menyerbu ke Hoa-san-pai. Ma Ek yang menjadi penunjuk jalan. Dengan demikian berarti bahwa Bu-cin-pai termasuk musuh-musuh dari Hoa-san-pai yang harus kuberi pengajaran. Inilah sebabnya mengapa aku tadi bersikap kasar terhadap mereka."

   Hui Lian menarik napas lega. Setelah mendengar ini, ia tidak dapat menyalahkan suhengnya karena memang sudah sepatutnya Bu-cin-pang dibalas untuk menebus dosa mereka terhadap Hoa-san-pai dan terutama sekali atas kematian Liang Gi Tojin dan terlukanya Lie Bu Tek. Akan tetapi ia masih teringat akan pukulan Tin-san-kang kepada sepasang kuda itu, dan tentang perubahan air muka Kong Ji, maka sambil memandang kagum ia bertanya lagi,

   "Akan tetapi, apakah kesalahan pembesar dan isterinya yang duduk di dalam kereta?"

   "Mereka mengapa""

   "Suheng, jangan berpura-pura. Aku tahu bahwa kau memukul kuda-kuda itu dengan pukulanmu dari jauh." Kong Ji memang terkejut dalam hatinya, namun pada mukanya tidak terbayang sesuatu, bahkan ia tersenyum dan sepasang matanya berseri.

   "Sumoi, kau benar-benar lihai dan matamu amat awas! Pukulan itu aku lakukan dengan sengaja karena hendak kupermainkan orang orang Bu-cin-pang itu. Aku takkan mencelakakan suami isteri itu, karena andaikata kau tidak turun tangan, aku tentu akan menolong mereka." Kembali alasan ini masuk di akal dan Hun Lian tentu akan merasa puas kalau saja tadi ia tidak melihat muka Kong Ji yang menyeramkan.

   "Akan tetapi mengapa kau sengaja menyebut isteri bangsawan itu sebagai puterinya? Mengapa harus membuat diaI malu?"

   Kong Ji tertawa geli.

   "Sumoi, kaulihat. Bangsawan itu usianya sudah lima puluh tahun lebih, sedangkan isterinya masih begitu muda. ia tentu bukan seorang bangsawan yang baik. Siapa tahu ia adalah seorang di antara golongan bangsawan yang setelah melakukan korupsi besar-besaran, lalu melarikan diri bersama isterinya yang amat muda. Apa salahnya menggodanya agar ia tahu diri?"

   Mau tidak mau Hui Lian tersenyum mendengar ini. Kecurigaannya lenyap dan ia hanya masih merasa seram kalau mengingat perubahan wajah pemuda itu tadi.

   Mereka masuk ke kota Keng- sin-bun dan menyewa dua kamar yang letaknya agak berjauhan, terhalang oleh dua taman yang sudah diisi oleh tamu lain. Dua orang saudara seperguruan ini lalu membersihkan diri dan memesan makanan. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara berisik di luar dan ternyata bahwa rombongan tadi telah memasukl pekarangan hotel.

   "Cu-taijin telah datang kembali..." terdengar pelayan berseru.

   Lalu terdengar suara pembesar itu.

   "Ya, kami akan bermalam di sini lagi untuk satu dua malam. Sediakan kamar yang bersih."

   Muncullah pembesar itu bersama isterinya yang muda dan cantik. Melihat Kong Ji dan Hui Lian sedang duduk di depan meja makan, pembesar itu nampak gembira, akan tetapi ia mengelakkan pandang mata Kong Ji.

   "Ah, Lihiap kau pun bermalam di sini?" katanya gembira.

   Hui Lian berdiri.

   "Taijin, harap kau berdua tidak banyak mengalami kekagetan."

   Tiba-tiba Kong Ji juga berdiri dan berkata.

   ""Taijin, Hujin (Nyonya), mari makan bersama kami."

   Mendengar pemuda itu menyebut "hujin" kepada "jsterinya, pembesar itu hilang kemendongkolan hatinya dan ia menghampiri meja mereka sambil menuntun tangan isterinya.

   "Ah, kebetulan sekali, kami pun belum makan. Apa? Kalian menjamu kami. Tak mungkin. Heei, pelayan! Lekas sediakan meja dengan lengkap, datangkan hidangan yang paling enak untuk empat orang"

   Pembesar itu lalu menarik tangan isterinya dan mengajaknya duduk di depan meja itu. Sikapnya amat ramah-tamah dan isterinya yang ternyata memang cantik itu tidak likat-likat lagi melihat keramahan Hui Lian kepadanya.

   "Jiwi yang gagah, perkenalkanlah, aku adalah Cu Hian, tadinya menjadi Tihu di Kian-kang, akan tetapi sekarang sudah pensiun dan hendak kembali ke selatan bersama isteriku, hendak hidup tenteram di dusun menunggu sawah." ia tertawa puas.

   "Bolehkah kami mengenal nama jiwi yang gagah?"

   "Aku Ta Kauw dan ini Sumoiku Bi Hoa" Kong Ji menjawab cepat sebelum Hui Lian menjawab. Diam-diam Hui Lian merasa geli sekali akan jawaban ini, Suhengnya benar-benar kadang-kadang suka berjenaka dan juga aneh. Menyebut diri sendiri dengan nama Ta Kauw (Pemukul Anjing), dan baiknya ia diberi nama Bi Hoa (Bunga Cantik) sehingga Hui Lian tidak berkecil hati. Pembesar itu nampak tercengang, karena nama yang diperkenalkan ini memang agak aneh terdengarnya. Akan tetapi ia tersenyum dan memandang kepada Hui Lian.

   "Lihiap benar-benar gagah perkasa. Kalau tidak mehhat sendiri, siapa dapat percaya bahwa seorang dara semuda lihiap dapat melakukan hal yang hebat itu?"

   

Memburu Iblis Eps 23 Pendekar Pedang Pelangi Eps 1 Pendekar Pedang Pelangi Eps 17

Cari Blog Ini