Bu Kek Siansu 7
Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 7
Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya yang berdasarkan hawa murni dari im-kang
(Lanjut ke Jilid 07)
Bu Kek Siansu (Seri ke 01 Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 07
yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu silat tangan kosong Jit-cap-jiseng (Tujuh Puluh Dua Bintang) yang mempunyai tujuh puluh dua jurus-jurus ampuh.
Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya sediri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong. Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar. Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh.
"Aihhh...!"
Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat keatas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuh-nya sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah melancarkan serangan dengan jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah bergerak mencengkram kearah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu!
"Hayaaa...!"
Kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri kebelakang sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk berguling di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakainnya kotor terkena debu, namun dia selamat dan dapat menghindar-kan diri dari serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Haiiiiiiittt!!"
Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sin-kangnya.
"Sumoi, jangan....!"
Sin Hong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya itu mengguna-kan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinkang paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas salju, tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han Ti Ong, tentu saja Swat Hong telah menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagi lawan terdesak.
"Ciaaaattt...!!"
Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa serangan itu dengan dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinkang bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung bibirnya mengucur darah! Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek!
Ketua Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw Kong Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya lega kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak nyangka bahwa tubuh lawan akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi!
Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong telah berada di dekat sumoinya. Dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan dia menyampok ke atas dan kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!"
Ouw Kong Ek turun dari kursinya dan melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!"
Swat Hong menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu."
Sin Liong mencegah sumoinya.
"Tidak, aku akan menghadapi sendiri!"
Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata,
"Ouw-tocu, benarkah Tocu menantang sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu, cukup gagah biarlah aku menerima tantanganmu tadi. mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah, terserah kepada Tocu. kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman. Bagaimana?"
"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak takut!"
Swat Hong berteriak-teriak. Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah. Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak-anak dan perempuan lagi! Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak perempuan kecil!
"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong,"
Katanya. Sin Liong menoleh kepada sumoinya.
"Nah, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, bukan kau, Sumoi. Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek,
"Aku selalu masih siap untuk melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga."
Ouw Kong Ek dan Sin Liong sudah saling berhadapan dan keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolah-olah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan dengan pandangan matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari rasa takut maupun kebencian dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan menulis huruf indah atau meniup suling.
"Orang muda, mulailah!"
Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk menggunakan kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini, maka biarlah aku hanya menjaga diri saja."
Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!"
Bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, gerakannya perlahan saja namun didahului sambaran angin pukulan dari kedua telapak tangannya.
"Wuuuuuttt... wuuuuttt!!"
Hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu mengge-rakan kedua tangannya memukul. Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelah sampai berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan berikutnya tanpa berhenti sedikit pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari segala jurusan! barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya.
"Bagus!"
Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berhasil menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk.
Kemudian dia menerjang lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak dengan cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak ke sanansini dan hanya kalau terpaksa dia menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau tangan lawan! Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas serangan lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas.
"Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak memungut mantu kepadamu?"
Swat Hong berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja.
Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari silat yang tinggi sekali tingkatannya, bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kakek yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa dengannya itu. Kini mendengar ejekan Swat Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang.
Guncangan ini memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia terhuyung ke belakang. Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda itu membalas serangannya, mungkin dia akan kalah! maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.
"Wuuut-plak-plak! Wuuu-plak-plak!!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkraman yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyapoknya! Bahkan pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat dia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat dengan tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt...dess!!"
Setelah berhasil mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerah-kan tenaga inti salju.
Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan rasa dingin sudah terusir. Dia memandang lawannya dengan mata terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik kearah Sin Liong. Sin Liong terkejut sekali, dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!"
Tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening. Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras!
"Belum cukupkah, Tocu?"
Sin Liong bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal yang sama sekali tidak disukainya.
"Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!"
Dan kini kakek itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan alis berkerut.
Dia merasa heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak dikenalnya? Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan nenek moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga menyembur uap hitam yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang hali pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan menang-kis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan dengan ilmu mujijat yang didapatnya dari kitab, yaitu mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?"
Swat Hong berteriak lagi. Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan dipermainkan, membentak,
"Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main.
Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut oleh Swat Hong! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.
"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini?"
Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang membuat dia terguling. Dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya! Sin Liong menjura dan melangkah mundur.
"Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri...."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu.
"Kwa Sin Liong... engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu,
"Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata.
"Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu."
Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang sengaja mengalah kepadaku,"
Kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah.
Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja. Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikan tubuh dan berlari pergi! Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu.
Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong. Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apalagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan dengan sikap penuh hormat.
Setelah "terpaksa"
Tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga mudah saja di antara mereka terjalin persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terang-terangan tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyata-kan suka dan cintanya kepada Sin Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu. Diam-diam menaruh hati kasihan kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati suhengnya itu jauh daripada cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara mereka, juga suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu.
Dianggapnya suhengnya itu terlalu "dingin"
Dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat suhengnya sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat! Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya, sungguhpun dia merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu saja dia merasa tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang "dingin"
Saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal, tentu saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan suka, bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga kalau semua orang laki-laki jatuh cinta kepadanya!
Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong diantar oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap dengan layar, dayung,dan bekal makanan. Soan Cu mengantar dengan mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong.
"Hushhh, apakah kau gila?"
Demikian kakeknya menjawab.
"Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang meng-injakan kaki ke Pulau Es? Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar hukum!"
Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya.
Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es. Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis.
"Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!"
Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau.
Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka. Dia maklum bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu. Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?"
Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pulau Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..."
"Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudalah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua."
"Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa pun."
"Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat."
Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka.
Makin tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee. Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-lari datang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya dengan girang melihat di pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak,
"Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!"
"Ayah...!!"
"Suhu...!!"
"Plak! Plak!!"
Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu.
"Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han! Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!"
"Ayahhhh.... apa... apa yang terjadi....? Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!" "Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!"
Swat Hong yang berlutut itu menangis sesungguhnya.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!"
Suara Sin Liong ini mengandung wibawa sedemikian hebatnya sehingga Han Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri puterinya.
Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong The Kwat lin, menyuruhnya berhenti untuk mengu-burkan mayat-mayat. Seperti itu pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang mata itu. Sepasang mata yang sedikitpun tidak membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan, hanya membayangkan kelembutan yang mengharukan.
"Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa memberitahu kesalahan orang, sungguh tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri."
Bangkit kembali marah Han Ti Ong.
Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya? Kau masih berpura-pura lagi? Dia pergi tanpa pamit, hal itu masih belum apa-apa, akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi sampai berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian tidak tahu malu, dan menodakan nama baik keluarga Kerajaan Han!"
Diam-diam Sin Liong terheran. mengapa suhunya berubah seperti ini? Tentu saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang membenci Liu Bwee telah menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa penghukuman atas diri Liu Bwee itu untuk membakar hati raja ini, terutama sekali melalui mulut permaisuri!
"Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan. Aku memang pergi dan bertemu dengan suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?"
"Hemm, apa, salahnya, ya? Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan seorang dara berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya? Mungkinkah tidak akan terjadi apa-apa antara kalian, di tempat sunyi, hanya berdua saja! Hem... hemmm... siapa percaya tidak akan terjadi apa-apa yang kotor?"
Ucapan ini keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang tersenyum mengejek.
"Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka, mengapa ribut-ribut?"
Tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru berusia kurang lebih delapan tahun itu, berkata dengan suara nyaring.
"Hussshhh! Tutup mulutmu!"
Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut, tapi memandang kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang mata mengejek.
Hampir saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang didengarnya. Ayah dan ibu tirinya menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri dan meloncat bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya.
"Ayah! Mengapa ada fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah, Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan..."
"Plak! Desss!!"
Tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena tamparan dan pukulan tangan ayahnya sendiri.
"Suhu, ini tidak adil sama sekali!"
"Plak! Desss!!!"
Tubuh Sin Liong juga terjungkal, Akan tetapi pemuda ini sudah meloncat bangun kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini dia memandang tajam kepada Han Ti Ong.
"Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, sudah sepatutnya karena karena tee-cu hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan dari Suhu dan tee-cu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetapi, Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa Suhu begitu tega? Di manakah rasa kasih di hati Suhu?"
"Keparat!"
Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat betapa Sin Liong berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar kepercayaannya akan desas-desus bahwa puterinya main gila dengan muridnya ini.
"Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang lain, aku tidak akan perduli apa yang dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka aku perlu mengajarnya!"
"Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu? Cinta suhu siap untuk berubah menjadi kemarahan, kebencian yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu tidak menyenangkan hati suhu? itu bukan cinta, Suhu! Suhu hanya mementingkan diri sendiri, kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu perlakukan dengan baik, akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!"
"Plak-plak! Dess...!"
Kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan hidungnya.
"Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!"
Swat Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suhengnya.
"Anak durhaka, murid murtad! Dess!"
Kini Swat Hong yang mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu.
Masih untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat membunuh, tentu mereka sudah tak benyawa lagi. Saking marahnya, biarpun melihat murid dan puterinya sudah beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan hidung mengeluarkan darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja menghajar mereka.
"Ongya, harap ampunkan mereka..."
Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama berlutut di depan Raja yang marah ini dan menyabarkan hatinya. Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah, mata terbelalak dan muka merah sekali. dia menjadi hampir putus napasnya saking marahnya.
"Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!"
Katanya.
"Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa diadili lebih dulu, harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal semenjak ratusan tahun,"
Kata seorang pembantu yang sudah berusia lanjut.
Han Ti Ong menghela napas panjang dan dia teringat. Sebetulnya, dia sedang ber-ada dalam keadaan duka dan kecewa. duka mengingat akan istrinya, Liu Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu. Kecewa karena serangkaian peristiwa yang tidak menyenangkan hatinya, mengganggu ketentraman hidupnya di Pulau Es.
"Anak durhaka, untung engkau belum kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang akan kau katakan!"
Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu Sumoinya, bangkit duduk, bahkan tidak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya, kemudian menarik sumoinya untuk berlutut di depan raja yang sedang marah itu.
"Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu..."
Bisiknya.
"Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas dan akan dibunuhnya... tentu akan puas hatinya... hu-hi-huuuuukkk...."
Swat Hong menangis terisak-isak. Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh juga rasa hati Raja Han Ti Ong.
"Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami semua menuduh kalian berdua selama berbulan-bulan dan tentu kalian telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohonng, akan kubunuh kau sekarang juga!"
"Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu tidak membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu. Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi membuang diri ke Pulau Neraka dan melihat Subo juga pergi, teecu merasa kasihan dan berkhawatir sekali. Maka teecu diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka."
Kemudian dengan panjang lebar dan jelas Sin Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan mengapa mereka sampai berbulan-bulan berada di pulau itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya kepada muridnya ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat membo-hong dengan sikap seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya tidak berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar betapa Pulau Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera!
"Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?"
Bentaknya kepada dara yang masih menangis sesenggukan itu.
"Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh seribu kali juga tidak apa."
Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia memiliki watak keras, tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap berani dan menantang!
"Siapkan pasukan, tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!"
Raja itu memerintah kepada pembantunya dengan suara marah dan pada hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke Pulau Neraka!
Dapat dibayangkan betapa kagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es itu berada di Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan keadaan sebenarnya, tepat seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin Liong. Maka mulailah raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu menghajar, bahkan hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya tidak berdosa.
Mulailah dia teringat bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata yang membakar dari permaisurinya. Dia menjadi marah sekali dan kemarahannya itu dilampi-askannya di Pulau Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai hukuman telah berani menahan puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan pengobatanya, dihancurkan dan dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong memimpin pasukannya meninggalkan Pulau Neraka, meninggalkan para penghuni yang banyak menderita luka lahir batin itu dan Raja ini telah menanamkan dendam yang makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka.
Sepekan kemudian, barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es dan wajah Raja ini seketika pucat setelah dia mendengar berita yang lebih hebat dan mengejutkan lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat, permaisuri dan pangeran telah pergi meninggalkan Pulau Es! Dan belum pulang. Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta benda berupa mas dan permata yang disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan bahwa permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat!
"Mengapa tidak kalian larang mereka pergi? Mengapa? Sin Liong, engkau muridku, mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa pusaka-pusaka kita?"
Dalam bingung dan marahnya dia menegur Sin Liong.
"Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul ke Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak ada yang mengira bahwa Subo tak akan kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap maafkan teecu."
Han Ti Ong membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi dia memeriksa dan melihat kehilangan pusaka Pulau Es. Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong dan Swat Hong melihat perubahan hebat terjadi pada diri raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang mata yang biasanya bersinar dan berpengaruh itu, menjadi redup seperti lampu kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak berubah hampir seluruhnya, dan suaranya tidak bersemangat ketika berkata,
"Sin Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan aku..."
"Suhu...!"
Sin Liong berlutut dan menundukan muka.
"Ayah... jangan berkata begitu Ayah...!"
Swat Hong meloncat menubruknya. Ayah dan anak itu saling rangkulan dan Sin Liong makin menundukan mukanya ketika mendengar suhunya menangis mengguguk seperti anak kecil! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai kembali hatinya dia mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong menyusuti air matanya dan berlutut di dekat Sin Liong.
"Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu... aku telah berdosa. Mungkin sekali... tidak, aku yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya terkena fitnah... aih, apa yang telah kulakukan? Dan aku hampir saja membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anakku. Orang macam apa aku ini? Dan aku mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada cinta di dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya nafsu berahi sehingga mudah saja aku dipermainkan oleh wanita itu. Aihhhh....kalian maafkan aku. Swat Hong, hanya satu pesanku kepadamu, anakku. Kau... kau menjadilah jodoh Sin Liong. Jadilah kalian suami istri, baru akan terobati hatiku..."
"Suhu...!"
"Ayah...!"
"Muridku... anakku..., maukah kalian melegakan hatiku? Aku ingin menebus kesalahanku... aku ingin melihat kalian menjadi suami istri, kalian anak-anak malang..."
"Suhu, teecu mohon ampun. Teecu...tidak ada dalam hati teecu untuk memikirkan soal jodoh..."
"Ayah, mengenai jodoh tidak dapat ditentukan begitu saja. Biarkan kami menentukannya sendiri..."
Han Ti Ong menarik napas panjang, memejamkan mata sebentar, kemudian bangkit berdiri, membalikan tubuh dan berjalan memasuki kamarnya meninggalkan dua orang muda yang masih berlutut itu.
Semenjak saat itu, sampai berhari-hari lamanya, Raja itu tidak pernah keluar dari kamarnya sehingga membuat gelisah semua pembantunya. Keadaan di Pulau Es tidak seperti biasa, semua penghuni dapat merasakan ini. Semenjak terjadinya peristiwa yang memalukan dan menyedihkan menimpa keluarga Raja Han Ti Ong, keadaan Pulau Es sunyi dan semua wajah para penghuni kelihatan muram. bahkan cuaca juga seolah-olah berubah suram, seringkali malah menjadi gelap oleh mendung tebal. Hati semua orang merasa gelisah tanpa mereka ketahui sebabnya, seolah-olah merupakan tanda rahasia bahwa akan terjadi hal-hal lebih hebat lagi.
Peristiwa yang menyedihkan yang menimpa Han Ti Ong bisa menimpa diri setiap orang, dan memang kita sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar kesenangan sama artinya dengan memanggil kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal akan keadaan yang lebih baik, lebih menyenangkan dari pada keadaan seperti apa adanya. Kita tidak pernah membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat ini, tidak dapat melihat bahwa saat ini mencakup segala keindahan. Dengan membandingkan keadaan kita dengan keadaan lain, kita selalu menganggap bahwa keadaan buruk tidak menyenangkan, dan kita selalu memandang jauh kedepan, mencari-cari dan menghayalkan yang tidak ada, keadaan yang kita anggap lebih menyenangkan. Karena kebodohan kita inilah maka kita hidup dikejar-kejar oleh kebutuhan setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan. Kebutuhan adalah keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejar-kejar.
Lupa bahwa kalau yang satu itu dapat tercapai, didepan masih menanti serbu yang lain yang akan menjadi keinginan dan kebutuhan kita selanjutnya. Maka, berbahagialah dia yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti menolak segala kesenangan, melainkan tidak mengejar apa-apa sehingga kalau ada sesuatu yang datang menimpa diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan dihadapi sebagai suatu yang sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah keindahan yang murni! Demikian pula keadaan Raja Han Ti Ong. Dia seorang yang sakti dan bijaksana namun tiba saatnya dia lengah dan menganggap bahwa dia menemukan kebahagiaan dalan diri The Kwat Lin.
Padahal yang dia temukan hanyalah kesenangan yang timbul dari kenikmatan badani, dari terpuaskannya nafsu. Dia seolah-olah hidup dialam khayal, di alam mimpi. Setelah dia sadar dari mimpi, terasa bahwa yang manis menjati pahit bukan main, baru sadar bahwa perubahan dari senang ke susah sama mudahnya dengan membalikan telapak tangan! Dan mengalah, suka dan duka hanyalah dwi muka (kedua muka) dari sebuah tangan yang sama! Perahu kecil itu terayun-ayun kekanan kiri seperti menari-nari karena tidak dikuasai oleh layar maupun dayung, melainkan sepenuhnya dikuasai oleh air laut yang tenang.
Dua orang yang duduk diperahu itu seperti dua buah arca, diam dan pandang mata mereka melayang jauh ke kaki langit, melayang-layang di permukaan laut seperti mencari-cari sesuatu yang hilang. Dan memang fikiran Sin Liong dan Swat Hong, dua orang di perahu itu, sedang mencari-cari jawaban pertanyaan hati mereka sendiri. Pulau Es hanya kelihatan sebagai sebuah garis mendatar putih dekat kaki langit. mereka berangkat pagi-pagi meninggalkan Pulau Es, setelah tiba di tempat jauh yang sunyi ini, mereka menggu-lung layar dan membiarkan perahu mereka dibuai gelombang kecil. Mereka sudah lama berdiam diri seperti itu, dibuai oleh lamunan masingmasing, lamunan yang timbul karena keadaan di Pulau Es yang menyedihkan.
"Suheng..."
Suara panggilan Swat Hong ini lirih saja, namun karena sejak tadi mereka tidak mendengar suara apa-apa, maka suara panggilan ini seolah-olah mengandung getaran hebat yang memenuhi seluruh ruang kesunyian. Sin Liong menoleh dan dia pun seolah-olah baru sadar dari alam mimpi.
"Hemmmm...?"
Jawabannya masih ragu-ragu.
"Suheng mengajakku meninggalkan pulau dan setelah tiba disini, mengapa suheng tidak lekas bicara melainkan melamun saja?"
"Aku terpesona akan keindahan alam yang sunyi ini, Sumoi...."
"Aku pun tadi terseret, Suheng. Akan tetapi melihat batu karang menonjol di depan itu, aku tersadar. Apakah aku akan menjadi setua batu karang itu yang kerjanya hanya termenung di tempat sunyi! Suheng, kau tadi bilang bahwa untuk membicarakan urusan kita, engkau mengajakku ketengah laut. Mengapa?"
"Engkau sudah mengerti sendiri. Fitnah yang dilontarkan kepada kita, bahwa ada terjadi sesuatu yang rendah di antara kita, membuat aku merasa tidak enak kalau mengajak kau bicara berdua saja di tempat sunyi di atas pulau itu. Dapat menimbulkan prasangka yang bukan-bukan. Karena itulah maka kuajak kesini, agar kita dapat bicara dengan tenang dari hati ke hati tanpa ada yang mendengar dan melihat. Pula, kuharap ditempat yang sunyi ini, yang membuat kita seolah-olah berada di dalam alam lain, kita akan menemukan ilham..."
Swat Hong tertawa. Timbul kembali kegembiraan dara ini setelah dia tidak berada di Pulau Es yang membuat dia selama ini ikut muram dan berduka.
"Wah, Suheng! Kadang-kadang kau bicara seperti seorang pendeta saja! Apa sih yang akan dibicarakan sampai-sampai kau membutuhkan ilham segala?"
"Mari kita bicara tentang cinta, Sumoi."
Wajah dara muda jelita itu terheran, matanya memandang terbelalak dan perlahan-lahan kedua pipinya menjadi agak kemerahan.
"Aihh... apa maksudmu, Suheng?"
Sin Liong menarik napas panjang, dan menyentuh tangan sumoinya.
"Perlukah aku menjelaskan lagi? Suhu, Ayahmu sedang dilanda duka dan kedukaannya yang terakhir sekali ini adalah menyangkut hubungan antara kita. Suhu menghendaki agar kita berjodoh, dan kita secara jujur telah menyatakan tidak setuju akan kehendaknya itu. Dan memang kita benar, Sumoi. Perjodohan tidak bisa ditentukan begitu saja, karena perjodohan merupakan hal gawat bagi seseorang, akan melekat selama hidupnya. Akan tetapi bagaimana kita tahu kalau hal ini tidak kita bicarakan secara terus terang? Maka, agar kita dapat mengambil keputusan yang tepat tentang kehendak Suhu ini, marilah kita bicara tentang cinta!"
"Hemm, bicaralah. Aku tidak tahu apa-apa,"
Kata Swat Hong yang tentu saja merasa malu untuk bicara tentang hal yang asing baginya itu.
"Swat Hong, apakah kau cinta kepadaku?"
Dara itu makin merah mukanya. Tak disangkanya bahwa suhengnya akan bertanya secara langsung seperti itu sehingga dia merasa seperti diserang dengan tusukan pedang yang amat dhasyat! Dia mengangkat muka memandang suhengnya dengan bingung.
"Aku... aku... ah, aku tidak tahu..."
Dan dia menundukan mukanya.
"Sumoi, sudah sering aku melihat sikapmu yang aneh. Engkau marah-marah ketika kita berada di Pulau Neraka. Engkau cemburu melihat Soan Cu berbuat baik kepadaku, dan kau tidak senang melihat Kongkongnya hendak menjodohkan Soan Cu dengan aku. Sumoi, aku tidak tahu apa cemburu itu tandanya cinta? Akan tetapi, jawablah demi pemecahan persoalan yang kita hadapi ini. Cintakah kau kepadaku?"
Disinggung-singgung tentang sikapnya di Pulau Neraka yang jelas menadakan rasa cemburunya, Swat Hong menjadi makin malu. Dicobanya untuk menjawab, akan tetapi begitu dia bertemu pandang dengan suhengnya, dia menjadi makin malu dan ditutupinya mukanya dengan kedua tangan, kepalanya digeleng-gelengkan dan dia ber-kata,
"Aku tidak tahu.. aku tidak tahu... kau saja yang bicara, Suheng. Kau saja yang menjawab apakah kau cinta padaku atau tidak!"
Dan kini dia menurunkan kedua tangannya, sepasang matanya yang bening itu kini dengan penuh selidik menatap wajah Sin Liong! Sin Liong menarik napas panjang.
"Itulah yang membingungkan hatiku selama ini, Sumoi. Mau bilang tidak mencintaimu, buktinya aku suka kepadamu. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa aku cinta padamu, sulit pula karena aku sendiri tidak tahu bagaimana sesungguhnya cinta itu. Apakah seperti cintanya suhu terhadap ibumu yang berakhir dengan peristiwa menyedihkan itu? ataukah seperti cintanya Ibumu kepada Suhu? Ataukah seperti cintanya The Kwat Lin dan suhu? Hemm, mengapa semua cinta itu demikian palsu dan mengakibatkan hal yang amat menyedihkan? Aku menjadi ngeri melihat cinta macam itu, Sumoi."
Swat Hong memandang heran.
"Ahhh, aku tidak pernah memikirkan cinta seperti yang kau kemukakan ini, suheng."
"Mudah saja. Lihat saja apa yang terjadi antara Suhu, Ibumu, dan The Kwat Lin. Seperti itukah cinta? Hanya mendatangkan cemburu, kemarahan, kebencian, dan permusuhan hebat. Apakah itu cinta? Kalau seperti itu, aku ngeri dan aku tidak berani berlancang mulut menyatakan cinta kepada siapapun, Sumoi. Karena, kalau hanya seperti itu akibatnya, maka cinta yang kunyatakan hanyalah merupakan kembang bibir elaka, hanya cinta palsu belaka. Bayangkan saja, Sumoi. Di antara kita berdua, sejak kecil sampai sekarang menjelang dewasa, tidak pernah ada pertentangan dan tidak pernah ada urusan apa-apa. Akan tetapi, setelah kita berdua mengaku cinta, lalu timbul soal-soal ceburu, kecewa dan lain-lain. Apalagi setelah menjadi suami istri... hemm, betapa mengerikan kalau melihat contoh yang kita saksikan di Pulau Es ini."
Swat Hong menunduk dan tak mampu menjawab.
Persoalan yang diajukan oleh Sin Liong itu terlampau berat baginya, sulit untuk dimengerti. Baginya, sebagai seorang wanita, dia haus akan cinta kasih, akan perhatian, akan pemanjaan dari seorang pria yang menyenangkan hatinya, seperti suhengnya ini. Akan tetapi, setelah mendengar uraian Sin Liong tentang cinta yang diambilnya peristiwa di Pulau Es sebagai contoh, dia pun ngeri dan tidak berani menyatakan perasaanya itu.
"Aku tidak tahu, Suheng.., aku tidak mengerti. Terserah kepadamu sajalah..."
Sin Liong kembali menarik napas panjang. Dia memang sudah mengambil keputusan di dalam hatinya bahwa dia harus membalas budi kebaikan suhunya yang sudah berlimpah-limpah diberikan kepadanya. Satu-satunya jalan untuk membalas budi hanya dengan menyenangkan hati suhunya yang sedang berduka itu. Dia harus menerima keputusan suhunya, yaitu menerima menjadi jodoh Swat Hong! Akan tetapi dia tidak boleh membuat dara itu menderita dengan keputusannya ini, maka dia harus tahu terlebih dahulu bagaimana pendirian Swat Hong. Dan sekarang, dara itu sama sekali tidak berani menga-ku tentang cinta.
"Sumoi, sekarang begini saja. Andai kata aku memenuhi permintaan suhu, yaitu mau menerima ikatan jodoh denganmu, menjadi calon suamimu, bagaimana dengan pendapatmu?"
Swat Hong menunduk dan menggigit bibirnya. Akhirnya dia dapat berbisik.
"Aku tidak tahu, terserah kepadamu dan kepada ayah..."
"Maksudku, apakah engkau merasa terpaksa? Apakah hal ini menyenangkan hatimu? Sumoi, harap kau suka berterus terang. Kalau kau, seperti aku, tidak bisa mengaku cinta begitu saja, setidaknya kukatakan apakah ikatan jodoh ini tidak menimbulkan penyesalan bagimu?"
Swat Hong tidak menjawab, hanya menggeleng kepala.
"Kalau begitu, andaikata aku menerima, engkau pun akan menerimanya dengan senang hati?"
Swat Hong mengangguk!
"Kalau begitu, mari kita pergi menghadap Ayahmu. Aku akan menerima permintaannya, karena betapapun juga, kita harus menghiburnya, menyenangkan hatinya. Aku telah berhutang banyak budi dari suhu, maka kalau dengan penerimaan ini aku dapat sekedar membalas budinya, aku akan merasa senang."
Sin Liong mengambil dayung perahu itu dan menggerakan dayung.
"Suheng, kau menerima karena kasihan kepada Ayah? jadi kau...kau tidak cinta kepadaku?"
"Sumoi aku tidak berani berlancang mulut mengaku cinta. Aku telah banyak menyaksi-kan cinta kasih yang kuragukan kemurniannya. Aku khawatir bahwa sekali cinta diucapkan dengan mulut, maka itu bukanlah cinta lagi. Aku tidak tahu, apakah cinta itu sesungguhnya, maka aku tidak berani lancang mengaku, Sumoi..."
"Ahhh...!!"
Jeritan Swat Hong ini adalah campuran dari rasa kecewa dan juga kekagetan hebat, matanya terbelalak memandang kedepan. Melihat wajah Sumoinya, Sin Liong cepat menengok dan pada saat itu terdengar ledakan dahsyat dibarengi dengan cahaya kilat yang seolah-olah membakar dunia. Tampak oleh Sin Liong yang terbelalak memandang itu air muncrat tinggi sekali disusul asap dan api, muncul dari permukaan laut antara perahunya dan Pulau Es.
Kedua orang muda yang terbelalak dengan muka pucat itu tidak berkesempatan untuk terheran lebih lama lagi karena tiba-tiba karena perahu mereka dilontarkan keatas, dalam saat lain perahu itu telah dipermainkan oleh gelombang yang mendahsyat dan menggunung. Suara mengguruh memenuhi telinga mereka dan keheningan yang baru saja mencekam lautan itu kini terisi dengan kebisingan yang sukar dilukiskan. Sin Liong berteriak,
Tangan Geledek Eps 7 Pedang Penakluk Iblis Eps 27 Tangan Geledek Eps 7