Memburu Iblis 32
Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 32
"Heh-heh, Tok-ong... kau tak usah mengumpat dia! Bagaimanapun juga kita dapat untung pula. Ternyata Bok Siang Ki juga salah perhitungan. Dia terlalu memandang ringan kepada kita sehingga ia terpaksa melepaskan dua pertiga bagian dari Buku Rahasia asli itu kepada kita berdua, heh-heh-heh!" Bu tek Sin-tong tertawa terkekeh-kekeh. Sekali lagi wajah Bok Siang Ki menjadi merah.
"Benar. Aku memang telah salah memperhitungkan kemampuan kalian. Aku tak menyangka kalau kalian berdua juga tidak kalah liciknya dengan aku," ia mengakui. Giok-bin Tok-ong mendengus melalui lubang hidungnya.
"Tapi... dengan cara bagaimana kau menyusun urut-urutan daftar jago persilatan itu? Bukankah selama ini kau tak pernah mendatangi mereka itu satu persatu dan mencobai semua kepandaian mereka itu?" Bok Siang Ki tertawa dingin.
"Hoho... apa sulitnya mengerjakan urutan itu? Siapakah yang bisa menandingi ginkang Ui-soa-pai di dunia ini?" Giok-Bin Tok-ong mengerutkan keningnya.
"Maksudmu...?" desaknya kurang paham.
"Huh, maksudku tentu saja... aku tidak perlu mencobai semua kepandaian mereka itu! Cukup kukarang dan kukira-kira saja tingkat kemampuan mereka itu berdasarkan pengamatan yang amat teliti. Memang sekali waktu aku juga mengerahkan orang-orangku untuk mencobanya apabila aku kurang yakin terhadap pengamatanku itu. Tapi biasanya aku juga hanya memutuskannya sendiri. Aku tak peduli putusan itu benar atau tidak. Bukankah yang perlu dunia persilatan menjadi kacau-balau karena daftar urut-urutan itu? Hohoho...!"
"Gila!" Liu Yang Kun mengumpat.
"Hehehe... aku memang gila! Gila akan kedudukan dan kehormatan! Aku ingin menjadi jago nomer satu di dunia persilatan demi arwah para leluhur perguruan Ui-soa-pai! Aku ingin menjadi murid yang berbakti terhadap para leluhurku itu! Aku ingin namaku nanti dicatat dan dikenang oleh anak murid perguruan Ui-soa-pai sampai ke anak-cucu mereka!" Bok Siang Ki menjawab bersemangat.
"Tapi ternyata cita-citamu itu tak terlaksana, Bok Siang Ki." Bun Hoat Sian-seng berkata perlahan.
"Walaupun kau bisa mengalahkanku pun kau takkan dapat disebut sebagai jago nomer satu di dunia persilatan, karena...ternyata kau telah dikalahkan oleh pemuda di depanmu itu!" Bok Siang Ki melirik ke arah Liu Yang Kun. Wajahnya menjadi tegang dan merah padam, namun apa daya ia memang telah dikalahkan oleh pemuda itu.
"Sudahlah. Siang Ki..." akhirnya Bun-hoat Sian-seng menarik napas panjang.
"...Lupakan saja niatmu untuk menjagoi dunia persilatan itu. Lebih baik kau pulang kembali ke Gurun Gobi untuk membangun Ui-soa-pai. didiklah anak muridmu sebaik-baiknya agar kelak mereka menjadi pendekar-pendekar yang gagah perkasa. Dengan demikian perguruan Ui-soa-pai akan terkenal dan tersohor kembali seperti dahulu kala ketika dipegang oleh nenek moyangmu. Dan dengan demikian namamu juga akan terpateri pula di dalam hati anak muridmu, sehingga otomatis namamu juga akan dicatat pula di dalam sejarah perkembangan perguruanmu." Ucapan Bun-hoat Sianseng yang panjang lebar itu tampaknya masuk ke dalam hati sanubari Bok Siang Ki. Beberapa saat lamanya tokoh perguruan Ui-soa-pai itu berdiam diri untuk memikirkannya. Akhirnya penguasa tertinggi Ui-soa pai itu berdesah perlahan.
"Baiklah, Sian-seng. Aku akan pulang kembali ke Ui-soa-pai. Tapi... benarkah Buku Rahasia itu tak mengandung pelajaran ilmu silat sama sekali? Jawablah yang jujur agar hatiku menjadi lapang, karena buku itu akan kukembalikan lagi kepadamu...!"
"Benar, Sian-seng. Aku pun akan mengembalikan pula bagian Buku Rahasia yang ada padaku bila kau mau menjawab..." Bu-tek sin-tong bersuara pula. Tiba-tiba Bun-hoat Sian-seng tersentak diam. Beberapa saat lamanya ia termangu-mangu dan tak segera menjawab pertanyaan itu. Tampaknya ada sesuatu yang sedang dipikirkannya dan sulit untuk memutuskannya.
"Bagaimana, Sian-seng?" Bok Siang Ki mendesak. Akhirnya orang tua dari Gunung Hoa san itu menghela napas panjang.
"Baiklah, Siang Ki... aku akan berterus terang kepadamu. SebenarnyaIah bahwa bukuku itu tidak memuat sejurus pelajaran ilmu silatpun. Namun demikian apabila orang yang membacanya mau meneliti, menekuni dan mengupas seluruh isinya, tak pelak orang itu akan memperoleh kemajuan di dalam ilmu silatnya. Seperti halnya kalian semua yang telah membawanya selama setahun ini, bukan?"
"Jadi...?" Bok Siang Ki belum puas juga.
"Aaah, sudahlah. Bukankah aku sudah mengatakannya kepadamu? Sekarang kembalikanlah buku itu kepadaku!" Bun-hoat Sian-seng memperingatkan. Bok Siang Ki me langkah mundur dua tindak, yang kemudian juga diikuti pula oleh Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong.
"Kalau begitu... perbolehkanlah kami meminjamnya...barang setahun atau dua tahun lagi. Kami akan mempelajarinya dengan lebih tekun, agar kami dapat memperoleh hasil yang lebih baik lagi." Bok Siang Ki menolak. Tiba-tiba wajah Bun-hoat Sian-seng menjadi keruh.
"Tidak bisa! Buku itu tidak untuk dipinjamkan. Kalau sekarang aku hanya memintanya kembali, tanpa menghukum atau bertindak terhadap kalian bertiga, hal itu karena aku merasa tak perlu berlaku kasar terhadap kalian. Dan juga...aku memang tidak ingin memperpanjang urusan ini dengan pertikaian atau permusuhan di antara kita."
"Jadi...?" Bok Siang Ki berseru tegang.
"Kembalikanlah sekarang juga, atau...?"
"Bagus! Aku memang ingin mencoba kepandaianmu! Bukumu akan aku kembalikan bila engkau bisa mengalahkanku!" Bok Siang Ki menantang.
"Setuju...!" Bu-tek Sin-tong ikut berteriak pula dengan gembira.
"Akupun akan menyerahkannya bila Bun-hoat Sian-seng dapat menundukkan aku, he heh!" Bun-hoat Sian-seng mengawasi Souw Lian Cu yang ada di sampingnya,kemudian mengangkat bahunya.
"Baiklah... kalau itu yang kalian inginkan. Tapi... bagaimana dengan lembaran buku yang ada padamu, Tok-ong?" Giok-bin Tok-ong menjadi gugup.
"A-aku... aku... eh, maaf... bukuku berada di tangan pemuda itu!" ujarnya kemudian dengan terbata-bata. Jarinya menuding ke arah Liu Yang Kun. Tentu saja Liu Yang Kun tersentak kaget.
"Huh... apa katamu? Jangan main tuduh sembarangan! Kapan aku mengambilnya dari tanganmu, heh?" pemuda itu berteriak gusar.
"Bangsat...!" Giok Bin Tok-ong menjerit pula tidak kalah berangnya.
"Kau jangan berpura-pura lagi! Bukankah kau telah menemukan bukuku di reruntuhan rumah Coa In Lok? Huh! Kau jangan mungkir! Ketiga orang muridku pun telah melihatmu pula! Kau membaca buku itu di dalam hutan!"
"Muridmu...?" Liu Yang Kun berseru semakin tak mengerti. Namun demikian pemuda itu tak berani mendesak lagi.Tiba-tiba saja pemuda itu teringat kembali akan 'penyakitnya". Ia menjadi ragu-ragu. Jangan-jangan apa yang diucapkan oleh Giok-bin Tok-ong tersebut memang benar adanya. Bun-hoat Sian-seng cepat menengahi mereka.
"Sudahlah, Tok-ong. Aku tahu kau telah kehilangan buku yang kau bawa karena muridku ini juga sudah melaporkannya kepadaku," katanya perlahan seraya menoleh ke arah Souw Lian Cu.
"Maka dari itu aku memberi kelonggaran kepadamu. Kau boleh mcngembalikan bukumu yang hilang itu setengah tahun lagi. Ingat! Setengah tahun lagi! Lebih dari batas waktu yang kuberikan itu, kau akan memperoleh hukuman..."
"Persetan dengan waktumu! Bangsat...!" Giok-bin Tok-ong mengumpat. Tapi Bun-hoat Sian-seng tak mempedulikan kegusaran lawannya. Dengan tenang orang tua itu menghadapi Bok Siang Ki kembali.
"Bagaimana, Siang Ki? Kita jadi bergebrak sekarang?"
"Tentu saja! Apa kau kira aku takut kepadamu?"
"Bagus! Mari kita mulai! Anggap saja aku sekalian menjadi juri bagi kalian bertiga. Aku akan menilai, siapa yang lebih banyak memperoleh kemajuan dari Buku Rahasia itu, sehingga kalian tak perlu mengadakan pertemuan di bangunan kuno itu lagi."
"Kurang ajar! Kau jangan terlalu menyombongkan dirimu...!" Bok Siang Ki menggeram gusar. Telapak tangannya segera meluncur ke depan, menampar ke arah mulut Bun-hoat Sian-seng.Liu Yang Kun terbeliak kagum menyaksikan kecepatan tangan Bok Siang Ki. Tangan itu menyambar dengan cepat laksana kilat, sehingga lapat-lapat terdengar suaranya yang mencicit seperti suara desing senjata tajam. Tadi ketika menghadapi sendiri pemuda itu tak merasakannya.
Kini setelah melihat lagi dari luar arena, barulah hatinya menjadi kagum bukan main. Memang tidak keliru kalau penguasa tertinggi Ui-soa-pai itu menyombongkan ginkangnya. Tapi ternyata Bun-hoat Sian-seng juga tidak kalah gesitnya. Meskipun tidak selincah Bok Siang Ki namun sebagai jago nomer satu ternyata ginkangnya juga tidak dapat dipandang enteng. Sambil mendorong tubuh Souw Lian Cu ke luar arena, ia menggeliatkan badannya ke belakang, hingga tamparan itu tak mengenainya. Kemudian dengan kecepatan yang hampir sama ia balas menyerang dengan cengkeraman jari-jari tangannya. Tentu saja Bok Siang Ki tak ingin tangannya patah atau hancur diremas jari tangan lawannya. Oleh karena itu lengannya segera ditarik, dan sebagai gantinya ia menerjang perut Bun-hoat Sianseng dengan ujung sepatunya.
"Plaaak! Plaaaak!" Bun-hoat Sianseng menekuk lengannya yang terulur itu untuk menghantam ujung sepatu Bok Siang Ki! Dan benturan tersebut ternyata menimbulkan suara yang amat keras dan nyaring! Masing-masing segera tergetar mundur empat langkah ke belakang. Dan setiap langkah mereka selalu meninggalkan bekas tapak sepatu yang dalam di tanah, suatu tanda bahwa mereka berdua benar-benar telah mengeluarkan tenaga dalam yang amat dahsyat! Namun demikian tampaknya Bok Siang Ki sudah menyadari bahwa tenaga dalamnya masih lebih rendah dari pada lawannya. Hal itu dapat dilihat dari bekas tapak sepatu itu. Tapak sepatunya tampak tinggi rendah tak beraturan, sementara tapak sepatu lawannya kelihatan urut dan rapi, baik jarak maupun kedalamannya! Oleh karena itu Bok Siang Ki segera mengerahkan ilmu puncaknya!
Penguasa tertinggi Ui-soa-pai itu berpendapat bahwa tak ada gunanya bertempur terlalu lama dengan lawannya! Dengan sebat kedua lengannya segera bersilang di depan dadanya. Dan sekejap saja tubuhnya seperti memancarkan hawa dingin ke arah lawannya! Hawa dingin yang persis seperti hawa dingin dipancarkan Liu Yang Kun apabila pemuda itu mengerahkan tenaga sakti Liong-cu i-kangnya! Bedanya udara dingin yang terpancar dari dalam tubuh Liu Yang Kun menyebar ke segala penjuru dan benar-benar terasa menggigilkan kulit dan tubuh orang-orang yang ada di sekelilingnya, sedangkan hawa dingin yang keluar dari dalam tubuh Bok Siang Ki cuma tertuju kepada Bun-hoat Sian-seng saja! Itupun juga hanya terbatas pada perasaan dan pikiran Bun-hoat Sian-seng pula, karena 'hawa dingin" yang ditimbulkan Bok Siang Ki tersebut adalah ilmu sihir belaka.
"Bagus, Siang Ki! Ternyata kau langsung mempergunakan ilmu puncakmu! Oleh karena itu akupun juga takkan segan segan pula mengeluarkan segala kemampuanku! Nah, marilah kita lihat siapa yang lebih unggul di antara kita...!" Bun-hoat Sian-seng berkata tegas. Kemudian orang tua itu berdiri tegak sambil merangkapkan kedua telapak-tangannya di depan dada. Dan sesaat kemudian di atas ubun-ubunnya tampak mengepul asap tipis berwarna putih dan merah. Asap itu kemudian turun dengan cepat membungkus tubuhnya, bagaikan kabut tipis yang menyelimuti bumi. Hanya yang sangat aneh kedua macam kabut itu tidak mau saling bercampur. Kabut yang berwarna putih hanya menyelimuti bagian tubuh sebelah kiri, sementara kabut yang berwarna merah juga hanya membungkus tubuh bagian kanan pula.
"Ang-pek Sinkang dari keluarga Souw...!" Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong berdesis perlahan. Setelah tubuhnya terbungkus kabut tipis itu, Bun-hoat Sian-seng lalu melangkah maju mendekati Bok Siang Ki. Dengan berani kakek itu menentang mata Bok Siang Ki, seakan-akan kakek itu tak terpengaruh oleh ilmu sihir lawannya yang menggiriskan itu. Tentu saja Bok Siang Ki sangat terkejut. Apalagi ketika pandangannya menjadi silau, seolah-olah kabut yang membungkus tubuh lawannya itu dapat memantulkan cahaya.
"Gila...!" Bok Siang Ki mengumpat, lalu melesat ke depan menyerang lawannya. Gerakan Bok Siang Ki benar-benar cepat bukan main! Demikian cepatnya sehingga tubuhnya seakan-akan menghilang menjadi bayang-bayang yang melesat dibawa angin! Tampaknya Bok Siang Ki menyadari kalau ilmu sihirnya sudah tidak bisa diandalkan lagi. Maka seperti halnya ketika melawan Liu Yang Kun tadi, Bok Siang Ki lalu menghentakkan seluruh kemampuan ginkangnya. Dengan harapan satu-satunya keunggulannya itu bisa untuk mengatasi kesaktian lawannya. Meskipun ilmu sihirnya juga masih tetap dipakainya pula.
"Oooooooh...???" semua orang yang menyaksikan pertempuran tersebut berdesah. Namun orang orang itu berdesah bukan karena menyaksikan keajaiban kabut merah putih yang diciptakan Bun-hoat Sian-seng ataupun kegesitan yang diperlihatkan oleh Bok Siang Ki tapi mereka berdesah karena merasa kaget dan ngeri melihat keanehan yang terjadi pada diri Bok Siang Ki itu sendiri!
Di mata mereka, tubuh Bok Siang Ki yang sedang melompat menyerang Bun-hoat Sian-seng itu tiba-tiba 'pecah' menjadi beberapa bagian! Dan anehnya setiap bagian itu tiba-tiba juga menjadi Bok Siang Ki pula, sehingga dalam waktu yang hanya sekejap itu tiba-tiba ada belasan orang Bok Siang Ki yang menerjang ke arah Bun-hoat Sian-seng! Tapi mereka tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berbicara tentang keanehan itu, sebab di lain saat pertempuran tersebut telah berlanjut pula dengan sengitnya. Bun-hoat Sian-seng telah mengelak dengan memutar tubuhnya kemudian dengan cepat tangannya membalas pula serangan tersebut. Terdengar suara mencicit ketika dari ujung-ujung jari tangan orang tua itu meluncur angin tajam yang mampu melobangi benda-benda yang dilanggarnya!
"Tai-lek Pek-khong-ciang (Pukulan Udara Kosong Bertenaga Seribu Kati)...!" Giok-bin Tok-ong bergumam perlahan.
"Benar, Tai-lek Pek-khong-ciang dari keluarga Souw yang tersohor..." Bu-tek Sin-tong menambahkan. Demikianlah, meskipun kalah gesit dan kalah cepat, namun Bun-hoat Sian-seng memiliki serangan jarak jauh yang ampuh serta menakutkan. Sehingga kemanapun tubuh Bok Siang Ki bergerak, pukulan jarak jauh orang tua itu selalu bisa mengejar dan memburunya. Maka akibatnya bisa diduga. Sedikit demi sedikit orang tua itu bisa mendesak Bok Siang Ki. Apalagi penguasa tertinggi Ui-soa-pai itu sama sekali tak berdaya dengan ilmu sihirnya. Padahal dimata Bu-tek Sin-tong maupun Giok-bin Tok-ong ilmu sihir yang dipergunakan oleh Bok Siang Ki itu benar-benar mengerikan dan membingungkan sekali. Belasan tubuh Bok Siang Ki yang bertebaran di sekeliling Bun-hoat Sian-seng itu benar-benar memusingkan mereka.
"Setan! Demit! Heh, Sin-tong... bingung aku melihatnya! Kau tahu mana Bok Siang Ki yang asli?" Giok bin Tok-ong berteriak-teriak bingung.
"Huh! Aku juga tak tahu! Coba kau tanyakan pada anak itu! Dia tentu mengetahuinya, karena dia tadi bisa menghadapi Bok Siang Ki dengan baik..." Bu-tek Sin-tong menyahut sambil menunjuk ke arah Liu Yang Kun. Liu Yang Kun tersentak kaget, karena dia sendiri juga tak bisa membedakannya. Kalau dia tadi bisa mengalahkan Bok Siang Ki, hal itu bukan karena ia tidak terpengaruh oleh ilmu sihir penguasa Ui-soa-pai itu. Ia bisa melayani Bok Siang Ki karena ia memejamkan matanya, sehingga ia tak melihat keanehan-keanehan yang diciptakan oleh lawannya. Namun demikian kalau Cuma membedakan mana Bok Siang Ki yang asli saja pemuda itu tidak mendapatkan kesukaran. Dengan kecerdikannya ataupun dengan ilmunya yang menyerupai Lin-cui-sui-hoat itu Liu Yang Kun mampu menebak dan mengira-ngira Bok Siang Ki yang asli.
"Mengapa mesti sulit membedakan mereka? Asal Lo-Cianpwe mau memperhatikan cara-cara Bun-hoat Sian-seng melawan mereka, Lo-Cianpwe tentu dapat menebak pula mana Bok Siang Ki yang asli..." dengan suara dingin pemuda itu berkata.
"Setan Demit! Anak iblis yang tak tahu diri, kubunuh kau...!" Giok-bin Tok-ong menjerit gusar. Tangannya terangkat, siap untuk menerjang. Tapi dengan cepat Bu-tek Sin-tong melompat ke tengah-tengah mereka. Kedua lengannya terpentang lebar untuk mencegah kawannya bertindak lebih jauh.
"Goblog! Kita memang goblog, Tok ong! Anak itu benar," teriaknya keras.
"Apanya yang benar?" Giok-bin Tok-ong berteriak pula. Namun demikian tangannya yang terangkat tadi telah diturunkannya lagi.
"Coba kau perhatikan Bun-hoat Sian-seng itu! Aku berani bertaruh dia tentu tidak terpengaruh oleh ilmu sihir Bok Siang Ki ini! Kalaupun dia juga terpengaruh oleh ilmu sihir ini, setidaknya dia tentu bisa mengatasinya. Buktinya ia bisa melawan Bok Siang Ki dengan baik. Bahkan ia seperti tidak terpengaruh sama sekali oleh ilmu sihir itu. Nah, sekarang perhatikan cara-cara Bun-hoat Sian-seng dalam melayani Bok Siang Ki itu! Kau akan mengerti pula nanti!" Tiba-tiba Giok-bin Tok-ong seperti tersadar dari kebodohannya.
"Benar. Wah, aku memang goblog! Bun-hoat Sian-seng selalu memburu salah seorang dari belasan Bok Siang Ki itu! Hoho..., tentu dialah yang asli! Benar, bukan," serunya kemudian seolah bersorak. Sementara itu Liu Yang Kun sendiri sudah tidak peduli lagi kepada orang tua itu. Dengan langkah seenaknya ia menghampiri Souw Lian Cu dan Yap Kiong Lee.
"Selamat malam, nona Souw. Apakah nona tadi telah kembali ke penginapan?" tegurnya ramah. Gadis itu memandang Liu Yang Kun lalu menggeleng. Mulutnya tetap terdiam. Sikapnya masih kelihatan kaku terhadap Liu Yang Kun. Tapi Liu Yang Kun tidak menjadi tersinggung karenanya. Dengan sabar pemuda itu tetap juga mengajaknya berbicara.
"Emm... lalu bagaimanakah dengan urusan yang pernah nona ceritakan itu? Apakah urusan itu sudah beres?" Sekali lagi mata yang bening indah itu menatap kepada Liu Yang Kun. Namun hanya beberapa saat saja, karena beberapa saat kemudian gadis ayu itu telah mengalihkan pandangannya kembali.
"Sudah..." Bibir itu bergetar pendek, kemudian terdiam pula kembali. Sungguh mengherankan sekali! Liu Yang Kun yang biasanya mudah tersinggung itu ternyata tidak menjadi marah atau merasa sakit hati mendapat perlakuan dingin seperti itu. Pemuda itu justru bertambah banyak bicaranya. Nada suaranya juga sangat riang, seolah-olah ia memang sangat gembira dapat berdekatan kembali dengan Souw Lian Cu. Padahal gadis itu sendiri hampir tak pernah menyahut atau menjawab perkataannya. Paling-paling hanya mengangguk, menggeleng atau bergumam saja. Tentu saja Yap Kiong Lee lah yang menjadi tak enak hatinya. Bagaimanapun juga Liu Yang Kun adalah seorang Pangeran. Putera Hongsiang pula. Maka sungguh tidak selayaknya kalau dia memperoleh perlakuan seperti itu.
"Pangeran..." ia menyela dengan hati-hati sekedar untuk ikut berbicara agar Liu Yang Kun tidak hanya berbicara sendirian.
"Ternyata nona Souw ini memang sedang mengemban tugas dari Bun-hoat Sian-seng untuk melacak Buku Rahasia yang dibawa oleh ketiga orang itu. Itulah sebabnya nona Souw selalu mengikuti jejak mereka selama ini..."
Liu Yang Kun terbelalak sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memang telah mendengar perdebatan mereka tentang Buku Rahasia itu tadi. Tapi tak mengira kalau ternyata Souw Lian Cu juga terlibat pula di dalam urusan itu. Sementara itu pertempuran antara Bok Siang Ki melawan Bun-hoat Sianseng juga telah menampakkan tanda-tanda akan berakhir pula. Meskipun masing-masing memiliki keistimewaan dan kehebatan sendiri-sendiri, tapi ternyata ilmu kepandaian Bun-hoat Sian-seng masih lebih unggul dari pada Bok Siang Ki.
Pakaian Bok Siang Ki yang longgar itu tampak berlubang di beberapa tempat terkena sambaran Tai-lek Pek-khong-ciang yang memancar dari ujung jari Bun-hoat Sian-seng, walaupun sebenarnya dengan ginkangnya yang maha tinggi itu Bok Siang Ki juga telah berusaha pula untuk mengelakkannya. Untunglah tokoh Ui-soa-pai itu memiliki juga ilmu kebal atau Tiat-poh-san yang cukup sempurna, sehingga kulitnya tidak menjadi terluka karenanya. Namun demikian gempuran-gempuran ujung jari yang mengandung tenaga dahsyat itu membuatnya sakit pula. Bahkan semakin lama gempuran-gempuran itu semakin menggoyangkan benteng ilmu kebalnya, sehingga beberapa saat kemudian kulitnya mulai bisa tergores oleh hentakan-hentakan ujung jari tersebut. Dan selanjutnya darahpun mulai menetes membasahi bajunya.
"Bok Siang Ki...! Apakah kau tidak juga mengakui kekalahanmu? Apakah kau ingin salah seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa di tempat ini...?" tiba-tiba terdengar suara Bun-hoat Sian-seng dari dalam arena itu. Tapi tak ada jawaban dari Bok Siang Ki. Tokoh Ui-soa-pai itu masih juga bertempur dengan gigihnya. Tampaknya ia masih juga belum mau menyadari keadaannya. Namun, hal itu bisa dimengerti pula, karena bagaimanapun juga tokoh Ui-soa-pai itu merasa telah dapat mengenai tubuh lawannya pula.
Biar pun semua yang telah dilakukannya tersebut hampir tak berarti bagi Bun-hoat Sian-seng yang memiliki tenaga dalam lebih tinggi. Demikianlah, semuanya itu ternyata tak luput pula dari penglihatan Bu-tek Sin-tong dan yang lainnya. Bahkan Liu Yang Kun yang sejak semula selalu dapat mengikuti jalannya pertempuran tersebut menjadi berdebar-debar pula hatinya. Setiap kali tubuh Bok Siang Ki yang asli itu terluka dan mengeluarkan darah, maka pemuda itu juga melihat yang serupa pula pada bentuk-bentuk kembaran Bok Siang Ki yang lain. Dan sejalan dengan semakin banyaknya luka yang diderita oleh Bok Siang Ki asli itu, maka semakin susut pulalah jumlah bentuk-bentuk semu dari Bok Siang Ki tersebut. Sehingga beberapa waktu kemudian semua bentuk-bentuk semu itu lenyap dari pandangan.
"Hei, lihat...! Sekarang Bok Siang Ki tinggal seorang saja lagi! Dan... dia telah menderita luka di beberapa tempat!" Bu-tek Sin-tong tiba-tiba berseru sambil menunjukkan jari telunjuknya ke dalam arena pertempuran.
"Ya! Tampaknya dia telah banyak kehilangan kekuatannya, sehingga kemampuannya untuk membangkitkan ilmu sihirnya juga telah berkurang pula." Giok-bin Tok-ong menyahut. Bu-tek Sin-tong tiba-tiba menoleh ke arah Giok-bin Tok-ong.
"Tok-ong...! Apa yang harus kita kerjakan sekarang? Membiarkan Bok Siang Ki kalah atau membantunya...?" Giok-bin Tok-ong melangkah dengan cepat ke depan.
"Kita bantu saja dia...! Sebab setelah Bok Siang Ki kalah, tentu kita pula yang akan menjadi giIirannya. Nah, dari pada menunggu nanti-nanti.. ehm, bukankah lebih baik kita maju sekarang? Kita bisa bertiga malah!"
"Bagus! Kalau begitu tunggu apa lagi? Marilah..." Bu-tek Sin-tong berkata dengan gembira pula, kemudian bersama-sama dengan Giok-bin Tok ong dia menerjang ke dalam arena pertempuran.
"Cuuus! Cuus! Plaak! Plaaak...!" Dengan tangkas Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong menangkis sambaran angin tajam yang meluncur dari ujung jari Bun-hoat Sian-seng. Angin tajam yang mampu menembus atau menggores kulit seperti layaknya sebilah pedang itu hampir saja mengenai dada Bok Siang Ki. Untunglah pada saat yang tepat Bu tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong datang menolongnya, walaupun akibatnya kedua kakek sakti itu harus menderita kesakitan pula.
"Bangsat!" Giok-bin Tok-ong mengumpat seraya memandangi kulit lengannya yang lecet ketika membentur "angin tajam" itu.
"Bukan main! Tak kusangka Tai-lek Pek-khong-ciang demikian hebatnya...!" Bu-tek Sin-tong menggeram pula sambil me lihat-lihat telapak tangannya yang kemerah-merahan.
"Hmmh, Sin-tong... Tok-ong! Apa maumu? Mengapa kau ikut-ikutan menangkis seranganku? Apakah kau tak sabar lagi untuk menunggu giliranmu?" Bun-hoat Sian-seng menegur perlahan.
"Benar. Ini tidak adil...!" Souw Lian Cu tiba-tiba melompat ke dalam arena dan berdiri di samping gurunya.
"Kalian telah diberi kesempatan oleh suhu untuk mempertahankan buku yang kalian curi. Mengapa kalian masih juga kurang terima? Apakah kalian tidak merasa malu?" Wajah Bok Siang Ki menjadi merah. Begitu pula dengan Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong. Mereka menjadi malu juga mendengar perkataan gadis itu.
"Baiklah...! Aku memang sudah kalah. Biarlah aku kembali saja ke Gurun Gobi. Nih, kukembalikan buku itu," tiba-tiba Bok Siang Ki mendengus, Lalu merogoh sakunya dan melemparkan bagian Buku Rahasia yang disimpannya kepada Souw Lian Cu. Selesai berkata Bok Siang Ki lalu melesat pergi meninggalkan jurang tersebut.
"Hei? Siang Ki...? Kenapa kau"Tunggu...!" Bu-tek Sin-tong berteriak memanggil.
(Lanjut ke Jilid 32)
Memburu Iblis (Seri ke 03 - Darah Pendekar)
Karya : Sriwidjono
Jilid 32
"Sudahlah! Aku akan pulang untuk bertapa lagi!" terdengar jawaban Bok Siang Ki di tempat yang jauh.
"Bangsat! Lalu bagaimana dengan pertemuan kita di bangunan kuno itu?" Giok-bin Tok-ong berseru pula.
"Tak usah! Kita tak perlu lagi menguji kepandaian kita! Semuanya sudah kelihatan tadi...!" sayup-sayup masih terdengar jawaban Bok Siang Ki.
"Kurang ajar! Huh, benar-benar kurang ajar..!" Bu-tek Sin-tong menggeram dengan suara mendongkol. Lalu sambungnya pula kepada Giok-bin Tok-ong.
"Eh Tok-ong! Bagaimana menurut pendapatmu?" Tiba-tiba Giok-bin Tok-ong mengertakkan giginya yang masih utuh.
"Huh...! Mengapa kita mesti takut? kalau satu lawan satu kita memang bukan lawannya. Tapi kalau kita maju bersama-sama? Huh, belum tentu kita kalah!"
"Tapi... bagaimana dengan gadis itu?" tiba-tiba Bu-tek Sin-tong merendahkan nada suaranya.
"Persetan dengan perempuan kecil itu! Marilah...!" Kemudian tanpa menunggu jawaban lagi Giok-bin Tok-ong menyerang Bun-hoat Sian-seng. Tangannya tiba-tiba telah menggenggam sebuah saputangan hitam, dan saputangan itu kelihatan berkibar ketika menyambar ke depan.
"Wuuuuuuus!" Bau harum yang sangat semerbak bertiup ke arah hidung Bun-hoat Sian-seng! Dan bau harum itu terasa nikmat ketika dihirup ke dalam dada! Terutama bagi wanita muda seperti Souw Lian Cu itu! Namun hal itu ternyata sangat mengejutkan Bun-hoat Sian-seng. Sambil mendorong gadis itu ke pinggir, Bun-hoat Sian-seng berbisik,
"Kerahkan tenaga saktimu! Keluarkan kembali bau harum yang kau isap itu! Lekas!"
"Suhu? Mengapa aku...???" Belum juga gadis itu sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba tubuhnya sudah terhuyung. Matanya yang indah itu terbeliak kaget. Napasnya tersengal-sengal.
"Lian Cu...!" Bun-hoat Sian-seng berdesah kaget. Tapi ketika orang tua itu hendak menolong, tiba-tiba Bu-tek Sin-tong juga sudah datang pula menyerangnya. Kakek kerdil itu menyabetkan rambutnya yang terurai panjang ke arah wajahnya. Terpaksa Bun-hoat Sian-seng mengurungkan niatnya. Bergegas orang tua itu mengerahkan Iwee kangnya ke tangan, kemudian mengibaskan tangan tersebut ke depan untuk menyongsong serangan rambut Bu-tek Sin-tong itu.
"Wuuuuuuut! Praaaaaaaaat...!" Rambut Bu-tek Sin-tong yang bergumpal kaku seperti kawat baja itu terpental balik ketika membentur tangan Bun-hoat Sian-seng. Bahkan gumpalan rambut itu hampir saja menyambar kepala Giok-bin Tok-ong yang sudah datang kembali dengan saputangannya. Sementara itu Liu Yang Kun menjadi kaget pula melihat Souw Lian Cu. Bergegas pemuda itu melompat ke depan untuk menolong. Tapi gadis itu dengan cepat mengibaskan tangannya, sehingga pemuda itu segera terdorong mundur kembali.
"Nona Souw...? Kau...?" Tapi gadis itu tak mempedulikannya. Dengan cepat gadis itu duduk di atas tanah dan berbuat seperti apa yang diperintahkan gurunya, yaitu mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir hawa beracun yang memasuki paru-parunya. Tentu saja Liu Yang Kun menjadi gelisah melihatnya. Dengan wajah tegang serta khawatir pemuda itu berdiri di dekat Souw Lian Cu.
"Apa yang telah terjadi, Pangeran?" Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee datang pula menghampiri dan bertanya kepada Liu Yang Kun.
"Entahlah. Mungkin... terkena racun Giok-bin Tok-ong."
"Racun...? Eh, mengapa Pangeran tidak segera mengobatinya? Bukankah Pangeran tadi siang juga berhasil menyembuhkan Hek-pian-hok Ui Bun Ting? Apakah Pangeran lupa membawa mustika itu?"
"Mustika? Mustika apa...? Aku sama sekali tak...?" Liu Yang Kun bertanya bingung sambil merogoh sakunya.
"Maaf, Pangeran... Saya tak sengaja ketika melihat Pangeran mengeluarkan batu mustika itu. Batu mustika yang tuan genggam dan kemudian tuan tempelkan di pergelangan tangan Ui Bun Ting itu...,"
"Tapi aku sama sekali tak punya batu..., eh?" Tiba-tiba Liu Yang Kun tersentak kaget. Tangannya yang merogoh saku tadi tiba-tiba telah keluar memegang Po-tok-cu.
"Eh... ini... ini? Mengapa ada benda semacam ini di sakuku? inikan batu yang Ciangkun maksudkan itu? Oough... ya... ya! Ingat aku sekarang. Aku memang telah menggunakan batu ini untuk menyembuhkan Ui Bun Ting... Tapi... tapi mengapa mendadak aku telah melupakannya?" Mula mula Yap Kiong Lee menjadi bingung juga menyaksikan keadaan Liu Yang Kun itu. Namun setelah berpikir lagi dengan lebih seksama, maka jagoan dari Istana itu segera bisa mengurai pula apa yang terjadi.
"Ah, Pangeran tidak perlu terlalu resah memikirkannya. Selama penyakit 'lupa ingatan' itu belum sembuh kembali, maka hal-hal seperti itu akan sering terjadi pada diri Pangeran. Sebab penyakit itu membuat Pangeran seolah-olah memiliki dua jiwa, yaitu... jiwa Pangeran yang asli dan jiwa Pangeran yang cacat. Dalam keadaan sadar seperti sekarang ini Pangeran justru dalam keadaan jiwa yang cacat tersebut, tapi sebaliknya, apabila Pangeran di dalam keadaan tidak sadar, maka Pangeran justru berada dalam keadaan yang normal dan sehat malah. Pada saat yang seperti itu Pangeran justru benar benar sebagai Pangeran Liu Yang Kun yang asli." Liu Yang Kun mendengarkan sambil mengangguk-angguk. Tangan pemuda itu juga masih tetap menimang-nimang Po-tok-cu itu pula.
"Nah... itu pulalah sebabnya mengapa Pangeran bisa mengobati Ui Bun Ting, karena pada saat itu Pangeran secara kebetulan bertindak tanpa sadar dan hanya menurutkan naluri saja. Tapi..., lihatlah sekarang! Karena Pangeran telah berada dalam keadaan sadar kembali, maka semuanya itu lalu hilang. Pangeran menyandang sebagai penderita cacat jiwa kembali..."
"Oooooch...!" Liu Yang Kun berdesah paham. Sementara itu di depan mereka Souw Lian Cu masih tetap berjuang melawan racun yang masuk ke dalam dadanya. Dan racun yang terkandung di dalam saputangan Giok-bin Tok-ong itu tampaknya sangat hebat sekali, sehingga gadis sakti semacam Souw Lian Cu pun masih tetap kewalahan mengatasinya.
"Pangeran...? Mengapa Pangeran tidak segera menolongnya?" tiba-tiba Yap Kiong Lee mendesak. Liu Yang Kun tersentak kaget dari lamunannya,
"Eh-uh... ya-ya, baik...!" pemuda itu menjawab gugup. Dengan hati-hati pemuda itu lalu duduk bersila di belakang Souw Lian Cu. Tangannya yang menggenggam Po-tok-cu itu ia tempelkan di punggung gadis itu.
"Maaf, nona Souw..." Gadis itu sedikit terkejut. Sekejap tubuhnya terasa bergetar. Namun di lain saat gadis itu dapat tenang kembali, Nafasnya semakin teratur. Dan pada saat itu pula pertempuran ditengah-tengah arena telah sampai pada puncaknya juga. Giok-bin Tok-ong benar-benar berpesta-pora dengan segala macam racunnya, sehingga arena pertempuran itu benar-benar seperti neraka saja layaknya. Segala macam bentuk racun bertebaran dimana-mana. Akibatnya tidak hanya Bun-hoat Sian-seng yang menjadi repot, tapi Bu-tek Sin-tong pun ikut menjadi sibuk pula menghindari racun-racun itu. Sambil bertempur kakek kerdil itu mengumpat dan memaki tiada habis-habisnya. Mengumpat dan memaki Giok-bin Tok-ong, temannya sendiri.
"Gila! Uhh! Banyak benda yang baik serta menyenangkan di dunia ini, tapi... kenapa kau pilih juga barang-barang busuk semacam ini, heh?"
"Heh-heh... peduli amat! Kalau kau tak tahan... yah, silahkan pergi! Biarlah kuhadapi sendiri Bun-hoat Sian-seng ini!"
"Jangan sombong kau! Kau kira kau mampu menghadapi sendiri. Bun... aduh!"
Tiba-tiba Bu-tek Sin-tong mengaduh kesakitan. Sedikit saja ia membagi perhatiannya ternyata pundaknya telah disambar oleh pukulan lawan. Dan sekejap kemudian darahpun segera mengucur dari lukanya yang panjang. Bu-tek Sin-tong cepat mendekap luka itu. Matanya melancarkan sinar kemarahan yang amat sangat. Tapi ia tetap tak bisa apa-apa, karena serangan Bun-hoat Sian-seng yang lain telah datang lagi seperti badai. Tiada jalan yang lain bagi Bu-tek Sin-tong selain mengadu nyawa. Sambil menghindar kakek kerdil itu mengeluarkan senjata rahasianya yang berbentuk paser-paser kecil berujung ganda. Begitu ada kesempatan sedikit, maka paser-paser itupun segera melesat menyerang Bun-hoat Sian-seng. Sebenarnya bukan cuma Bu-tek Sin-tong yang repot, sebab Giok-bin Tok-ong pun juga tidak kalah sibuknya menghadapi Tai-lek Pek-khong-ciang Bun-hoat Sian-seng.
Walaupun tampaknya racun-racunnya dapat menguasai arena, tapi tak sepercik-pun diantaranya yang mampu melumpuhkan lawannya. Sebaliknya justru hentakan-hentakan "angin tajam" Bun-hoat Sian-seng yang tidak kelihatan ujudnya itu yang setiap saat selalu mengintai nyawanya. Bahkan keadaan Giok-bin Tok-ong sendiri sebenarnya lebih parah dari pada Bu-tek Sin-tong. Sudah beberapa kali ia terhindar dari maut. Namun demikian ia tetap tak luput dari luka-luka kecil atau goresan-goresan luka yang diakibatkan oleh 'tusukan' angin tajam tersebut. Pakaian yang dikenakannyapun sudah tidak berbentuk lagi. Di sana-sini telah sobek atau berlubang, warnanya pun juga sudah dikotori pula oleh bercak bercak darah yang mengering.
Demikianlah, ketika Bu-tek Sin-tong melepaskan paser-pasernya itu, Giok-bin Tok-ong pun telah membarengi pula dengan melemparkan 'peluru mautnya'! Tampaknya iblis dari Lembah Tak berwarna itu juga sudah berputus-asa pula.Maka pada waktu yang hampir bersamaan ketiga tokoh sakti itu telah melepaskan serangan akhir untuk menghentikan perlawanan musuhnya. Bun hoat Sian-seng meningkatkan badai 'angin tajamnya", Bu-tek Sin-tong meluncurkan paser-pasernya dan Giok-bin Tok-ong melontarkan senjata pamungkasnya! Sementara itu Yap Kiong Lee menjadi gugup juga melihat pek-lek-tan yang dilepas oleh Giok-bin Tok-ong itu. Tanpa pikir panjang lagi ia merangkul tubuh Souw Lian Cu dan Liu Yang kun, serta membawa mereka bertiarap di atas tanah!
"Dhuaaaaaaaaaaaar...!!!" Malam yang sepi itu tiba tiba dikejutkan oleh suara ledakan pek-lek-tan yang amat dahsyat. Debu mengepul jauh tinggi ke udara, menggelapkan jurang yang cukup dalam itu! Seusai suara gema ledakan itu maka keadaan menjadi lengang kembali. Tinggallah kemudian asap tebal yang sedikit demi sedikit juga hilang ditiup angin. Dan samar-samar terlihat pula keadaan di bekas arena itu. Yap Kiong Lee bergegas bangun. Tanpa memperdulikan debu dan tanah yang berjatuhan dari tubuhnya ia mengguncang tubuh Liu Yang Kun.
"Pangeran...! Pangeran!" serunya gugup dan khawatir. Seberapa bongkah tanah dan batu yang menindih tubuh Liu Yang Kun ia singkirkan. Dan tubuh yang tertelungkup itu ia balikkan pula. Namun mata Liu Yang Kun tetap tertutup, meskipun pernapasannya masih tetap berjalan dengan normal. Demikian gelisahnya Yap Kiong Lee memikirkan keselamatan Liu Yang Kun, sehingga dia lupa kepada Souw Lian Cu. Dia baru sadar ketika mendengar suara keluhan gadis itu.
"Nona Souw...! Bangunlah! Bagaimana keadaanmu?" serunya kemudian agak khawatir pula. Gadis itu menggeliatkan badannya sehingga tanah dan pasir yang menimbunnya rontok ke bawah. Dan kemudian seperti orang kaget gadis itu meloncat bangun. Matanya nyalang melihat ke arena. Sementara itu asap dan debu yanq bergulung gulung di tempat itu telah bertebaran dibawa angin. Arena dimana para tokoh sakti tadi bertarung kini telah berubah menjadi kubangan atau sumur besar yang cukup dalam. Mulut gua yang tadi menganga di belakang arena itu telah tertimbun oleh bongkahan-bongkahan tanah longsor. Pohon siong tua berbatang besar itu bahkan telah tumbang bersama akar-akarnya.
"Suhu...??? Dimana suhu?" Souw Lian Cu tiba-tiba menjerit.
"Aku berada di sini, Lian Cu..." terdengar suara Bun-hoat Sian-seng lemah namun jelas. Souw Lian Cu mengerutkan dahinya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Begitu melihat gurunya berada di dekat pohon siong yang tumbang itu ia segera berlari mendekat. Sama sekali ia sudah lupa kepada Liu Yang Kun yang telah menolongnya. Ia baru teringat kembali kepada kekasihnya itu ketika telah berada di depan Bun-hoat Sian-seng.
"Suhu...?" gadis itu berdesah bingung dan berdiri termangu-mangu di depan gurunya. Beberapa kali ia menoleh ke arah dimana Liu Yang Kun masih terbaring. Bun-hoat Sian seng duduk bersila di atas tanah. Di depannya tergeletak tubuh Bu-tek Sin tong yang terluka parah. Baik Bun-hoat Sian-seng maupun Bu-tek Sin-tong hampir tidak mengenakan pakaian sama sekali. Pakaian mereka nyaris hancur oleh ledakan pek-lek-tan tadi.
"Suhu! kau... kau tidak apa-apa? Dimanakah Giok-bin Tok-ong tadi?" Souw Lian Cu bertanya gemetar. Kulit muka Bun-hoat Sian-seng tampak pucat sekali. Bahkan pada rambut kumisnya yang putih itu masih kelihatan bekas darah yang telah mengering. Namun demikian orang tua itu tersenyum menyaksikan kekhawatiran muridnya.
"Jangan cemas, Lian Cu, Aku tidak apa-apa. Aku memang terluka cukup parah. Tapi aku bisa menjaga diri. Aku malah mengkhawatirkan luka Bu-tek Sin-tong ini. Dia telah menerima dua macam gempuran sekaligus. Pukulan Tai-lek Pek-khong-ciangku dan ledakan peluru Giok-bin Tok-ong itu! Tapi aku telah membantunya untuk mengembalikan kekuatannya..."
"Ooooh..." Souw Lian Cu menghela napas lega.
"...Lalu dimanakah Giok-bin Tok-ong sekarang?"
"Dia telah pergi. Tapi dia juga menderita luka pula seperti Kami. Mungkin lebih parah malah... Hemm, bagaimana dengan engkau sendiri? Racun itu sudah kau keluarkan?" Tiba-tiba Souw Lian Cu tersentak kaget. Gadis itu teringat kembali kepada Liu Yang kun. Otomatis kepalanya menoleh lagi.
"Oooooh!" desahnya lega begitu melihat 'kekasihnya' itu telah bangkit berdiri kembali.
Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lian Cu, kenapa kau...? Bagaimana dengan racun itu? Apakah...?"
"Tidak apa-apa. suhu. Racun itu telah hilang. Pemuda itu yang membantuku menghilangkannya."
"Oooooo..." Bun-hoat Sian-seng mengangguk-angguk.
"...Kalau begitu mengucaplah terima kasih kepadanya. Tampaknya dia terkena hawa ledakan itu pula."
"B-ba-baik, suhu..." Sementara itu Yap Kiong Lee menolong Liu Yang Kun membersihkan pakaiannya.
"Bagaimana keadaan Pangeran? Ada sesuatu yang tidak beres? Dimanakah mustika itu?" jagoan dari istana itu berbisik.
"Tidak apa-apa, Ciangkun. Aku cuma kaget, sehingga tenaga saktiku membalik. Untunglah pada saat yang tepat aku bisa menghentikan saluran tenaga dalamku. Kalau tidak...emm, entah apa jadinya dengan nona Souw tadi," jawab Liu Yang Kun sambil memperlihatkan po-tok-cu yang masih tergenggam di telapak tangannya.
"Syukurlah, Pangeran. Saya sendiri memang sangat tergesa-gesa tadi. Begitu kagetnya saya ketika melihat Giok-bin Tok-ong melemparkan peluru mautnya, sehingga tiada jalan lain yang terpikirkan oleh saya selain membawa Pangeran bertiarap..."
"Peluru Giok-bin Tok-ong itu memang dahsyat bukan main." Demikianlah, setelah mengucapkan rasa terima kasihnya, Souw Lian Cu lalu mengajak Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee ke tempat Bun-hoat Sian-seng. Dan gadis itu sedikit tercengang ketika tidak melihat Bu-tek Sin-tong lagi di tempat tersebut.
"Suhu, perkenalkanlah... beliau-beliau ini adalah para bangsawan istana. Beliau..."
"Ooh? Aku sudah dua kali bertemu dengan jiwi (tuan berdua) ini. Tapi aku tak menyangka kalau beliau datang dari istana..." Bun-hoat Sian-seng memotong perkataan muridnya.
"Suhu sudah mengenal mereka?"
"Sudah. Bukankah jiwi ini bernama Yap Kiong Lee dan..., Liu Yang Kun?"
"Pangeran Liu Yang Kun! Beliau ini adalah putera Hongsiang!" Souw Lian Cu membetulkan perkataan gurunya.
"Oooh...?" Bun-hoat Sian-seng tertegun.
"Bukan main. Hongsiang sungguh beruntung sekali memiliki putera seperti ini." Souw Lian Cu mendengus pelan. Entah mengapa hatinya tidak senang mendengar gurunya memuji Liu Yang kun. Oleh karena itu untuk mengalihkan pembicaraan yang kurang ia senangi itu Souw Lian Cu lalu bertanya tentang Bu-tek Sin-tong.
"Suhu, kemanakah Bu-tek Sin-tong tadi?" Bun-hoat Sian-seng menghela napas panjang.
"Dia telah pergi. Tapi bukunya telah ia kembalikan kepadaku. Inilah dia!" katanya kemudian sambil menunjukkan sobekan Buku Rahasia yang semula dibawa oleh Bu-tek Sin-tong.
"Ah, kalau begitu tinggal bagian depan saja yang belum kembali." Souw Lian Cu berkata pula seraya mengeluarkan sobekan Buku Rahasia yang tadi diberikan oleh Bok Siang ki kepadanya. Diam-diam gadis itu melirik kepada Liu Yang Kun, karena menurut Giok-bin Tok-ong tadi, sebagian dari buku yang belum kembali itu kini berada di tangan pemuda itu. Dan ketika gadis itu melihat ke arah gurunya, ia juga menyaksikan gurunya itu menatap aneh kepada Liu Yang Kun. Tampaknya gurunya itu agak segan pula untuk berbicara tentang buku itu kepada Liu Yang Kun. Untunglah Liu Yang Kun sendiri dapat merasakan pula sikap mereka itu. Dengan nada pasrah ia berkata kepada Souw Lian Cu.
"Nona, kau tahu sendiri bagaimana keadaan ingatanku sekarang. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Giok-bin Tok-ong tadi, bahwa aku telah merebut bukunya itu. Tapi yang jelas aku sekarang tidak membawanya. Maka terserah kepadamu, apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku. Tapi bila aku boleh meminta, biarlah penyakitku ini hilang dahulu. Apabila kemudian buku itu memang ada padaku, aku tentu akan mengembalikannya. Bukan watakku untuk memiliki benda yang bukan hakku." Bun-hoat Sian-seng menjadi bingung mendengar ucapan Liu Yang Kun tersebut. Bolak-balik orang tua itu memandangi Souw Lian Cu dan Liu Yang Kun berganti-ganti.
"Lian Cu...! Ada apa ini sebenarnya? Mengapa Pangeran Liu Yang Kun ini berkata seperti itu?" Souw Lian Cu tertunduk. Ia memang belum menceritakan tentang hal Liu Yang Kun itu kepada gurunya. Karena kini tak mengelak lagi, maka ia pun lalu terpaksa menceritakannya kepada gurunya. Tapi tentu saja ia tak bercerita tentang masa lalunya dengan pemuda itu. Ternyata Bun-hoat Sian-seng menjadi heran juga mendengar 'penyakit' yang diderita Liu Yang Kun itu. Dengan pandang mata heran, namun juga kasihan, orang tua itu mengawasi pemuda yang memiliki ilmu sangat tinggi itu.
"Sayang aku tak mempunyai banyak pengetahuan tentang iImu pengobatan. Rasanya ingin juga ikut membantu mengembalikan ingatannya yang hilang itu. Ehmm, jadi...kau mau membawanya ke depan ibu tirimu itu? Bagus! Agaknya memang cuma dia yang mampu mengobati penyakit itu. Aku juga pernah mendengar tentang kehebatan Bu-eng Sin-yok-ong di masa lalu," katanya kemudian dengan suara perlahan.
"Jadi... suhu setuju aku mengantar... mengantar Pangeran Liu ini?" Souw Lian Cu bertanya.
"Mengapa tidak? Kau telah berpisah dengan ayahmu sedemikian lamanya. Kini tugasmu juga sudah selesai pula. Tinggal sebagian lagi sobekan Buku Rahasia itu yang belum kembali. Itupun kukira juga sudah tidak sulit lagi. Asal Pangeran Liu Yang Kun ini sudah sembuh kembali, sobekan Buku Rahasia itu tentu akan cepat diketemukan pula..." Souw Lian Cu memandang Liu Yang Kun dengan sudut matanya, kemudian menghela napas panjang.
"Terima kasih, suhu. Kalau begitu aku akan berangkat lebih dahulu. Aku akan segera kembali apabila sobekan Buku Rahasia yang terakhir itu telah kuketemukan." Tiba-tiba Liu Yang Kun melangkah maju.
"Lo-Cianpwe, percayalah...! Apabila kelak buku itu memang ada padaku, aku tentu akan segera mengembalikannya kepada Io-Cianpwe!" katanya tegas.
"Terima kasih, Pangeran...! Nah, Lian Cu... kau berangkatlah!"
"Suhu, kau...??!"
"Jangan pikirkan aku! Aku dapat mengurus diriku sendiri. Pergilah...!" Bun-hoat Sianseng berkata dengan suara lembut namun tegas, sehingga Souw Lian Cu tidak berani membantah lagi. Demikianlah Souw Lian Cu lalu kembali ke dalam kota lagi. Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee mengikuti di belakangnya. Karena pintu gerbang kota telah ditutup, maka mereka bertiga terpaksa memanjat dan melompatinya. Malam telah larut dan penjagapun telah tidur lelap pula, sehingga gerak-gerik mereka tidak ada yang mengetahui. Pengurus penginapanpun telah tertidur pula. Terpaksa mereka langsung menuju ke kamar yang mereka pesan, Souw Lian Cu tidur sendiri, sedangkan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee tidur sekamar. Embun malam telah mulai turun ke bumi. suatu tanda bahwa malam telah merayap turun pula dari puncaknya.
Suasana di dalam rumah penginapan itu benar-benar sepi. Sepi dan sunyi bagaikan kuburan. Satu-satunya benda yang tampak hidup hanyalah lampu minyak yang apinya bergoyang-goyang ditiup angin. Banyak tamu yang menginap di penginapan itu, tapi hanya mereka bertiga yang belum memicingkan mata. Hati dan pikiran mereka masih digeluti oleh peristiwa yang baru saja mereka alami, meskipun sebenarnya mereka telah berusaha untuk melupakannya. Di kamarnya sendiri, Souw Lian Cu duduk bersila di atas pembaringan. Gadis itu berusaha untuk bersemadi dan melepaskan lelahnya, tapi hati dan pikirannya tetap saja sulit ia kendalikan. Apalagi ketika pikirannya melayang kepada ayahnya, Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai, yang telah bertahun-tahun ia tinggalkan. Tak terasa air matanya meleleh turun membasahi pipinya.
Dan air mata itu semakin banyak membanjiri pangkuannya tatkala pikirannya mulai merambat menyusuri nasibnya sendiri. Sejak dilahirkan ke dunia ternyata nasibnya selalu kurang beruntung. Walaupun dilahirkan di lingkungan keluarga baik-baik serta tersohor, namun sejak berumur dua tahun ia telah ditinggaIkan keluarganya. Kakek, nenek, serta ibunya mati dibunuh orang. Sedangkan ayahnya menjadi gila sejak kematian ibu dan kakeknya itu. Untunglah masih ada keluarga pelayannya yang mau merawat dia. Tapi musuh yang telah membasmi keluarganya itu ternyata masih saja mencari dirinya. Ketika ia telah mulai besar, keluarga yang merawatnya itu juga dibasmi pula oleh musuhnya. Bahkan di dalam kekalutan dan pelariannya akibat peristiwa itu, tangan kirinya juga dibabat putus oleh lawan lawannya.
Saat itu ia telah berusia sebelas atau dua belas tahun. Pada waktu itu ia ditolong oleh Chu Bwee Hong, Ho Pek Lian dan... ayahnya sendiri! Tapi tentu saja ia tak mengenal ayahnya itu. Apalagi ayahnya itu juga belum sembuh dari sakit gilanya. Sakit gila atau sakit 'lupa ingatan', persis seperti yang diderita oleh Liu Yang Kun sekarang. Mengenangkan hal itu diam-diam Souw Lian Cu tersenyum sendirian. Senyum diantara derai air matanya. Sungguh aneh sekali. Mengapa orang-orang yang sangat dekat di hatinya itu mengalami penderitaan yang sama? Souw Lian Cu menarik napas dalam-dalam. Tangannya mengambil saputangan dan menyeka air matanya. Pikirannya segera menerobos dinding kamarnya. Sedang apakah Liu Yang Kun itu sekarang? Apakah pemuda itu juga sedang memikirkan dirinya?
"Ah, tentu tidak... Bukankah ia sudah beristeri? Bukankah ia sudah kawin dengan Tiauw Li Ing? Ooooohh...!" tiba-tiba Souw Lian Cu berdesah tanpa terasa. Dan tiba-tiba pula air matanya kembali turun membasahi pipinya. Pada waktu yang sama di kamar sebelah Liu Yang Kun juga sedang merenung pula seperti halnya Souw Lian Cu. Dan seperti ada selarik benang yang menghubungkan hati mereka, maka Liu Yang Kun juga sedang berpikir pula tentang gadis itu. Bahkan begitu asyiknya Liu Yang Kun melamunkan gadis itu, sehingga ucapan dan kata-kata Yap Kiong Lee tidak pernah diperhatikannya. Dia hanya mengangguk atau menggeleng saja bila jagoan istana itu mengajaknya berbicara.
"Eh, dia... sedang menangis? Tampaknya.,tampaknya dia juga tidak bisa tidur pula," tiba-tiba Liu Yang Kun bergumam lirih seperti kepada dirinya sendiri. Ternyata saking kuatnya Liu Yang Kun berpikir tentang Souw Lian Cu, maka ilmunya yang sejajar dengan Lin-cui-sui-hoat itu bangkit dengan sendirinya. Dinding tebal yang memisahkan kamar itu dengan kamar Souw Lian Cu seperti tak kuasa menghalangi tatapan 'mata batinnya'. Dengan jelas pemuda itu seperti melihat segala tingkah laku Souw Lian Cu.
"Eiiii, Pangeran bilang apa tadi...?!" Yap Kiong Lee terkejut mendengar gumam Liu Yang Kun tadi. Liu Yang Kun tersentak dari lamunannya. Dengan gugup pemuda itu menjawab,
"Ah, tidak...! T-ti-tidak apa-apa. Ciang kun juga belum mengantuk?"
"Belum. Pikiranku masih tercekam oleh peristiwa di dasar jurang itu. Aku benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan Bun-hoat Sian seng, Jago Nomor Satu di dunia Persilatan itu. Dan pertarungan dahsyat di dasar jurang itu benar-benar telah membuka mataku pula, betapa kecilnya aku dibandingkan dengan mereka. Namun demikian masih ada juga perasaan bangga menyelinap di dalam hatiku yang kecil ini bila menyaksikan..."
"Menyaksikan apa, Ciangkun...?" Yap Kiong Lee tersenyum.
"Bila menyaksikan sepak terjang Pangeran tadi!" Liu Yang Kun menoleh dengan kaget.
"Sepak terjangku? Apa maksud, Ciangkun?" Sekali lagi Ya Kiong Lee tersenyum,
"Maaf, Pangeran. Saya benar-benar bangga menyaksikan sepak terjang Pangeran di dalam menghadapi mereka tadi. Saya sungguh sangat berbesar hati melihat Pangeran dapat mengalahkan tokoh-tokoh sakti itu. Hmm, saya lantas teringat kepada Hongsiang. Betapa bangganya beliau bila mengetahui puteranya yang dibangga-banggakan itu benar-benar menjadi seorang pendekar yang gagah perkasa."
"Aaaaaaah!" Liu Yang kun berdesah. Yap Kiong Lee mengerutkan keningnya. Ada nada sangsi dan ragu pada suara pemuda itu. Tapi Yap Kiong Lee segera memakluminya. Pemuda itu masih belum yakin siapa sebenarnya dirinya. Tiba-tiba Liu Yang Kun berdiri, sehingga mengejutkan Yap Kiong Lee.
"Ciangkun, silahkan kau beristirahat dahulu...! Mataku sulit sekali dipejamkan. Biarlah aku keluar dulu di halaman. Siapa tahu udara di luar dapat membuatku mengantuk..." Liu Yang Kun berkata perlahan. Yap Kiong Lee bangkit berdiri pula.
"Tapi... eh, bolehkah saya menemani?" Liu Yang Kun tersenyum.
"Apakah Ciangkun takut aku akan lari? Ah... Hilangkanlah prasangka seperti itu. Percayalah..." katanya kemudian dengan nada bergurau.
"Ah, Pangeran mana... mana aku berani berbuat demikian? Silahkanlah! Silahkan...!" Yap Kiong Lee menyahut dengan kikuk dan cepat-cepat duduk kembali.
"Terima kasih." Liu Yang Kun lalu melangkah keluar dari kamar itu. Ketika menoleh ke kamar Souw Lian Cu, pemuda itu menjadi kaget sekali. Ternyata gadis itu juga sedang membuka pintunya. Dan gadis ayu itu juga sedang menoleh pula ke arahnya. Liu Yang Kun menjadi merah mukanya. Begitu pula dengan Souw Lian Cu. Bahkan dengan cepat mereka menundukkan wajah mereka. Entah mengapa tiba-tiba mereka menjadi kikuk. Tampaknya mereka menjadi malu karena baru saja masing-masing melamunkan yang lain. Tapi dengan cepat pula Liu Yang Kun dapat menguasai dirinya kembali.
"Nona hendak kemana...?" sapanya dengan suara sedikit gemetar, sehingga pemuda itu menjadi benci kepada suaranya sendiri.
"A-aku tak bisa tidur. Maka... aku bermaksud keluar untuk mencari hawa segar..." Ternyata Souw Lian Cu pun menjadi gemetar pula ketika menjawab.
"Oh, kalau begitu... sama dengan aku. Aku juga tak bisa tidur." Liu Yang Kun menghela napas. Perlahan-lahan kakinya melangkah menghampiri Souw Lian Cu. Mendadak ia seperti mendapatkan keberaniannya kembali.
"Kalau memang benar aku pernah menjalin hubungan batin dengan dia, maka sekarang aku harus memperbaikinya kembali." pemuda itu berpikir.
"Nona...! Sebenarnya ada sesuatu hal yang hendak aku bicarakan denganmu. Tapi aku takut kau tak mau mendengarkannya." Liu Yang Kun berkata perlahan ketika sudah berada di depan Souw Lian Cu. Matanya menatap tajam, seolah-olah ingin menjenguk ke dalam hati gadis itu. Souw Lian Cu menengadah dengan cepat. Matanya yang bulat bening seperti bintang kejora itu membalas pandangan Liu Yang Kun dengan tak kalah tajamnya.
"Pangeran hendak berbicara denganku? Berbicara soal apa? Silahkanlah! Aku tentu akan mendengarkannya," katanya perlahan pula, namun tegas. Liu yang Kun menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Tapi tak enak rasanya berbicara di tempat ini. Bagaimana kalau kita berbicara sambil berjalan jalan di luar sana...? Nona keberatan?" Sekali lagi mata yang bening itu menatap Liu Yang Kun dengan tajamnya. Baru beberapa saat kemudian wajah yang ayu itu menggelengkan kepalanya.
"Marilah..." jawabnya pendek. Sekejap wajah Liu Yang Kun tampak berseri. Matanya berbinar menandakan kebahagiaan yang amat sangat. Namun di lain saat pemuda itu menjadi sadar pula kembali. Tergesa-gesa ia membalikkan badan untuk menyembunyikan rasa kikuknya.
"Marilah...!" katanya kemudian sambil melangkah mendahului. Mereka turun ke halaman, kemudian berjalan ke jalan raya. Semuanya tampak lengang dan sunyi. Di beberapa tempat masih kelihatan lampu-lampu minyak yang dipasang penduduk di kanan-kiri jalan itu, sementara lampu-lampu yang lain telah banyak yang mati karena kehabisan minyak. Beberapa ekor anjing tampak berlarian melintasi jalan itu, sementara di ujung jalan terdengar lolongan mereka yang panjang dan menggiriskan hati.
"Sepi benar"" Liu Yang Kun bergumam.
"Rasa-rasanya tak seorangpun yang masih terjaga pada malam yang telah larut seperti ini. Hmm...rasanya tengkukku juga menjadi tebal. Jangan-jangan Hantu Kuntilanak yang diributkan orang itu tiba-tiba muncul di jalan ini"," Liu Yang Kun mencoba bergurau untuk memancing percakapan dengan Souw Lian Cu. Dan pancingan tersebut agaknya memang berhasil.
"Hmm... lagi-lagi Hantu Kuntilanak! Lagi-lagi Hantu Kuntilanak! Mengapa Pangeran selalu berbicara tentang hantu itu? Apakah Pangeran mempunyai hubungan dengan dia...?" dengan nada agak kesal Souw Lian Cu menyahut.
Pendekar Penyebar Maut Eps 20 Pendekar Penyebar Maut Eps 46 Pendekar Penyebar Maut Eps 20