Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 46


Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 46




   "Hantam saja! Apa gunanya kita bersikap baik kepada pembunuh seperti dia? Mari kita membalaskan dendam Thio suhu!" Demikianlah, orang-orang Kim-liong Piauw-kiok itu lalu mengeluarkan cambuk mereka! Kemudian semuanya menyebar mengelilingi Yang Kun. Mereka berjumlah kira-kira empat belas atau lima belas orang, sehingga ruang pendapa itu menjadi penuh dengan mereka. Tapi orang yang berada di dalam kepungan mereka itu ternyata tidak takut atau gemetar sama sekali. Pemuda itu malah memandang mereka acuh tak acuh.

   "Lekas katakan kepada Sucouw kalian agar datang kemari! Dan jangan coba-coba membuat aku marah!" pemuda itu mulai kehilangan kesabarannya.

   "Persetaaaan...!! Bunuh dia!" wakil pihak tuan rumah tadi menjerit. Dan...orang-orang itu segera menyerang Chin Yang Kun dengan cambuknya. Taaar! Taaar! Taaar! Terdengar letupan cambuk mereka berkali-kali.

   Dan sebentar kemudian mereka telah bertempur seru di dalam ruangan yang sempit tersebut. Meja dan kursi segera terbalik dan terlempar ke mana-mana. Chin Yang Kun mengerahkan sebagian dari tenaga saktinya, lalu dengan Hok-te Ciang-hoat ia melayani para pengeroyoknya. Tubuhnya yang ringan dan gesit itu meloncat dan melejit ke sana kemari menghindari cambuk yang berseliweran di sekitar tubuhnya. Beberapa kali tangannya menangkis ujung cambuk yang tak sempat dia hindarkan, lalu ganti menyerang pemegangnya dengan tebasan tangan yang kuat dan tajam bagai golok! Dan satu atau dua orang dari para pengeroyoknya segera menjadi korban dari telapak tangannya yang ampuh! Tapi keributan tersebut segera menarik perhatian orang orang Kim-liong Piauw-kiok yang lain.

   Mereka segera berdatangan ke tempat itu dan ikut mengeroyok Chin Yang Kun. Demikianlah, pertempuran semakin berkobar dan melibatkan seluruh anak murid Kim-liong Piauw-kiok yang ada di dalam gedung itu. Sampai-sampai orang yang bertugas menjaga mayat Thio Lung di ruang tengahpun ikut-ikutan pula mengeroyok Chin Yang Kun! Dan karena pendapa tersebut sudah tidak muat lagi, maka pertempuran itu lalu bergeser ke luar, yaitu ke halaman depan.Semula Chin Yang Kun memang tidak ingin memperuncing urusan pembunuhan itu dengan pembunuhan pula. Tapi menghadapi sedemikian banyak orang, mana mampu ia mengontrol gerakannya lagi? Satu dua orang mulai roboh dengan luka yang cukup parah terkena pukulannya. Mereka cepat digotong keluar arena oleh teman-temannya, takut terkena senjata nyasar atau terinjak-injak.

   "Berhentiiiii...! Mengapa kalian tidak mau berhenti juga? Apakah kalian semua menginginkan pertumpahan darah di halaman ini?" di dalam kesibukannya Chin Yang Kun masih dapat berteriak memperingatkan lawan-lawannya.

   "Persetan! kau lah tadi yang memulainya! Mengapa sekarang kau pura-pura tidak menginginkan pertumpahan darah ini? Bukankah keributan seperti ini yang kau idam-idamkan di dalam hatimu? Sebab dengan kericuhan seperti ini kau dapat melampiaskan nafsu membunuhmu sepuas-puasnya! Tidak...! Kami tidak akan berhenti melawanmu! Kami tidak takut mati!" lelaki yang menyambut kedatangan Chin Yang Kun tadi berteriak pula untuk menjawab tantangan Chin Yang Kun itu.

   "Kalianlah yang memulainya! Bukan aku! Mengapa kalian tidak lekas-lekas mengeluarkan Kim-liong Lojin tadi?"

   "Bangsat! Sungguh hanya mau menangnya sendiri saja! Bukankah tadi sudah kukatakan sebab-sebabnya?"

   "Aaah...itu cuma alasan kalian saja!"

   "Keparaaaaaat!" lawan Chin Yang Kun mengumpat kasar sekali, suatu tanda bahwa hatinya benar-benar marah dan mendongkol sekali. Dan pertempuranpun berlangsung lagi dengan sengitnya. Orang-orang Kim-Liong Piauw-kiok itu menyerang semakin beringas dan dengan kemarahan yang meluap-luap. Begitu ramai dan riuhnya pertempuran mereka sehingga mengagetkan para tetangga dan orang-orang yang lewat di jalan raya. Maka sebentar saja suasana menjadi ribut.

   "Tahaaaan!" Tiba-tiba dari atas pendapa terdengar suara lantang yang memekakkan telinga!

   Begitu kuatnya pengaruh suara tesebut, sehingga orang-orang yang berada di halaman itu seperti mendengar suara geledek di telinganya. Beberapa orang tampak terhuyung-huyung mau jatuh. Sekarang Chin Yang Kun benar-benar terkejut! Ulu hatinya terasa seperti digempur oleh getaran tenaga yang tak kelihatan ujudnya. Dan hal ini berarti bahwa di dalam arena telah muncul lawan baru yang menyerang dia dengan ilmu semacam Sai-cu Ho-kang (Auman Singa) yang maha dahsyat! Otomatis Chin Yang Kun menoleh ke atas pendapa. Seorang kakek tinggi kurus dengan kumis dan jenggot putih, tampak berdiri tegak memandang ke arahnya. Mata kakek itu luar biasa tajamnya dan menatap dirinya tanpa berkedip. Dan semua orang yang mengeroyoknya tadi tampak memberi hormat kepada kakek tersebut.

   "Hmmm, inikah Kim-liong Lojin itu?" Chin Yang Kun berkata di dalam hatinya.

   "Tapi...kenapa tidak kelihatan sedikitpun kalau ia sedang sakit?" Perlahan-lahan kakek itu menuruni tangga pendapa. Dan orang-orang Kim-liong Piauw-kiok itu segera menyibak begitu kaki kakek jangkung tersebut menginjak halaman. Otomatis Chin Yang Kun dan kakek itu lalu saling berhadapan dalam jarak enam atau tujuh tombak. Keduanya saling menatap seperti ayam jago di dalam kalangan.

   "Ada apa di sini? Mengapa kalian ribut-ribut dalam suasana berkabung begini!" kakek itu tiba-tiba memalingkan mukanya dan bertanya ke arah orang-orang Kim-liong Piauw-kiok itu. Lelaki yang bertindak sebagai tuan rumah tadi bergegas keluar dari barisan.

   "Pemuda itu adalah pembunuh Thio-suhu, Lo-enghiong...!" lapornya seraya membungkuk.

   "Kurang ajar! Apa katamu...?" Chin Yang Kun berteriak marah. Tubuhnya tiba-tiba melesat ke arah laki-laki itu dan dari telapak tangannya menghembus udara yang kuat luar biasa. Dan sekejap kemudian...

   "Bhlaaaar!" Gerakan pemuda itu mendadak tertahan di udara, lalu tubuhnya tertolak ke belakang dan...terbanting ke atas tanah! Semua kejadian itu, yaitu dari serangan Chin Yang Kun yang dilakukan sambil melompat tadi, kemudian adanya sebuah tenaga yang menahan gerakan tersebut, dan akhirnya yang membuat pemuda itu terbanting ke atas tanah, semuanya hanya berlangsung dalam waktu yang sangat pendek! Chin Yang Kun bangkit kembali dengan cepat, dan dari mulutnya tampak menetes darah segar. Matanya mencorong dingin menakutkan. Setapak demi setapak pemuda itu melangkah mendekati kakek jangkung tersebut. Dan langkahnya baru berhenti ketika jarak di antara mereka tinggal satu setengah tombak saja.

   "Kau...? kau siapakah? Mengapa kau ikut campur dan membokong aku?" dengan suara bergetar karena menahan kemarahannya Chin Yang Kun menuding muka kakek itu. Kakek itu menanggapi kemarahan Chin Yang Kun tersebut dengan sikap acuh tak acuh. Dengan tenang kedua lengannya justru dilipat di depan dadanya.

   "Siapakah yang membokongmu, anak muda? Jangan menuduh orang sembarangan saja. Aku tadi hanya mencoba memapaki seranganmu dengan pukulan jarak jauh pula. Dan aku melakukannya dari depan, bukan dari arah belakang..."

   "Tapi kau melakukannya tanpa memberi tahu aku lebih dahulu. Padahal di antara kita tidak ada perselisihan." Kakek itu mengelus jenggotnya.

   "Hmmm, anak muda...kau jangan hanya mau menang sendiri saja! Bukankah kedatanganmu kemari sehingga terjadi pertempuran itu sudah menunjukkan perselisihan di antara kita? Dan...apakah kau tadi juga memperingatkan lebih dulu ketika menyerang lelaki itu?" Chin Yang Kun diam tak bisa menjawab. Tapi sejalan dengan itu di dalam tubuhnya telah bergolak kemarahan yang membuat seluruh tenaga sakti Liong cu-i-kangnya bangkit dari tan-tian dan...tak bisa dibendung lagi! Kulit tubuhnya berubah menjadi gelap kekuning-kuningan dan udara atau hawa yang sangat dingin terasa menghembus melalui jalan pernapasannya. Begitu tajam dan kuatnya pengaruh hawa dingin tersebut sehingga kakek jangkung itu merasakannya juga.

   "Hah?!" kakek itu mengangkat wajahnya dengan kaget.

   "Baiklah, orang tua...Agaknya semua orang di tempat ini telah menuduh aku sebagai pembunuh Thio Lung. Dan kelihatannya semua sanggahan atau kata-kataku sudah tidak akan dipercaya lagi. Kini semua orang hanya mempunyai satu niat, yaitu...membunuh aku! Kalau demikian halnya...apa boleh buat, aku akan mempertahankan nyawaku sedapat dapatnya! Marilah...!!" Chin Yang Kun merendahkan tubuhnya dan dari mulutnya terdengar suara mendesis yang amat keras. Kemudian kedua tangannya yang terkepal di samping pinggangnya itu tiba-tiba meluncur ke depan dengan kekuatan penuh, menghantam ke arah dada kakek jangkung tersebut.

   "Whuuuuussss...!" Kakek itu cepat memasang kuda-kuda pula. Sepasang lengannya terulur pula dengan cepat ke depan, menyongsong pukulan Chin Yang Kun! Melihat tenaga yang dikeluarkan oleh pemuda tersebut terasa hebat luar biasa, maka kakek itupun juga tidak berani bermain-main lagi. Meskipun demikian kakek itu yang merasa kepandaian dan ilmunya lebih tinggi dari pada ilmu dan kepandaian lawannya, hanya mengerahkan tiga perempat bagian saja dari seluruh tenaga saktinya. Tapi biarpun cuma tiga perempat bagian saja, ternyata perbawanya sungguh telah menggiriskan hati para penonton di sekitarnya. Semuanya segera menyingkir ketika tiba-tiba muncul pusaran angin yang bergemuruh dari tubuh kakek itu!

   "Bhlaaaaar...!!!" Dua pasang lengan berbenturan di udara, menimbulkan suara nyaring di telinga para pendengarnya! Tapi benturan antara dua tenaga sakti itu menimbulkan perbawa lain di hati para penonton di halaman tersebut! Benturan itu seolah-olah menimbulkan getaran keras yang menghantam rongga dada mereka, sehingga mereka merasa seperti ada suara menggelegar di dalam jantung mereka!

   belasan orang menjadi sempoyongan karena tergoncang keseimbangannya! Dan...akibat dari benturan tersebut ternyata juga mengejutkan para pelakunya sendiri! Keduanya ternyata juga tidak menyangka bahwa lawan yang mereka hadapi mempunyai kesaktian demikian hebatnya! Terutama bagi kakek jangkung itu! Kakek jangkung itu yang dengan mengerahkan tiga perempat bagian sinkangnya merasa sudah terlalu cukup untuk menggempur lawannya, ternyata terkejut sekali ketika kuda-kudanya terguncang dan kemudian malah...Terbanting jatuh ke atas tanah seperti yang dialami oleh lawannya tadi! Darah menetes pula dari sudut bibirnya, membasahi kumis dan jenggotnya yang putih! Kakek itu bangun kembali dengan cepat. Mukanya pucat karena malu, sementara matanya melotot seolah-olah tak percaya apa yang telah dialaminya.

   "Bo-bocah kurang ajar...!" kakek itu mengumpat dengan suara tertahan di dalam kerongkongannya. Kemudian dengan kemarahan yang meluap ia mengerahkan seluruh kekuatannya. "Terimalah pukulanku...!" geramnya.

   Dan sekejap kemudian tubuh Chin Yang Kun bagai hendak dihempas oleh pusaran angin ribut yang lebih dahsyat dari pada tadi. Gemuruh suaranya! Tetapi Chin Yang Kun cepat merendahkan tubuhnya.Badannya yang penuh terisi tenaga sakti Liong-cu I-kang itu menerjang pusaran angin selangkah demi selangkah ke depan, seperti seekor naga yang merayap dalam derasnya gelombang Sungai Huang-ho. Dan begitu sudah berhadapan langsung dengan lawan, pemuda itu segera menyerang dengan jurus Kai-chuang-kan-seng (Membuka Jendela Melihat Bintang) ke arah lutut kakek itu. Di dalam kekagetannya, karena Chin Yang Kun ternyata mampu menerjang hembusan angin pukulannya, kakek jangkung itu meloncat ke samping menghindari cengkeraman tangan Chin Yang Kun yang mengarah ke lututnya.

   Lalu dari arah samping kakek itu membalas pula dengan pukulan lurus dari atas ke bawah ke arah ubun-ubun Chin Yang Kun. Gerakan tersebut disebut jurus Menancap Tiang di Puncak Gunung! Chin Yang Kun melangkah mundur kembali, sehingga pukulan kakek itu lewat di depan mukanya. Kemudian pemuda itu menerjang ke depan Iagi dengan dua buah kepalannya. Tapi dengan mudah kakek itu juga dapat mengelakkannya. Selanjutnya kedua orang itu lalu bertarung dengan dahsyatnya. Masing-masing mencoba dengan segala kemampuannya untuk mengalahkan lawannya. Para penonton semakin lama semakin menjauhi arena, sebab perbawa yang dikeluarkan oleh kedua orang itu semakin lama juga semakin membahayakan orang-orang di dekat mereka.

   Angin pukulan mereka saja ternyata mampu meledakkan dan menghancurkan benda-benda yang berada jauh dari tempat mereka bertempur! Semakin hebat dan seru mereka bertempur kakek jangkung itu semakin heran dan penasaran menyaksikan kedahsyatan ilmu Chin Yang Kun! Pemuda belasan tahun yang patut menjadi cucu atau anaknya dapat mengimbangi seluruh kemampuan dan pengalamannya selama berpuluh-puluh tahun! Dan yang benar-benar sangat mentakjubkan dan mengherankan hati kakek itu adalah kesempurnaan Iweekang pemuda remaja tersebut. Lweekang pemuda itu demikian sempurna dan hebatnya, sehingga Iweekang tersebut seakan akan telah dihimpun dan dipelajari oleh pemuda itu selama berpuluh-puluh atau bahkan lebih dari seratus tahun.

   Sebaliknya, Chin Yang Kun sendiri juga tidak kalah takjub dan herannya menyaksikan kehebatan dan kedahsyatan ilmu kepandaian orang tua itu. Rasa-rasanya pemuda itu belum pernah melihat ilmu silat yang bisa menimbulkan badai angin yang bergemuruh seperti itu. Dan pemuda itu semakin takjub lagi apabila kakek tua itu kadang-kadang mengeluarkan pukulan jarak jauhnya yang meledak-ledak bagai petir menyambar! Maka di dalam hatinya pemuda itu lantas bertanya-tanya, siapakah sebenarnya kakek tua itu? Yang jelas baginya adalah kakek tersebut tentu bukan Kim Liong Lojin, karena selain Kim liong Lojin sedang menderita sakit, orang-orang Kim-liong Piauw-kiok tadi tidak menyebutnya Sucouw tetapi Lo-enghiong!

   "Kalau begitu...orang tua ini tentulah yang mereka katakan sebagai kawan akrab Kim-liong Lojin tadi." pemuda itu berkata di dalam hatinya. Demikianlah, seratus jurus telah lewat dan pertempuran mereka belum juga bisa menunjukkan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Padahal keduanya benar-benar telah berusaha dengan sekuat tenaga mereka, biarpun keduanya memang belum merasa perlu untuk mengeluarkan ilmu simpanan mereka masing-masing. Tapi sejenak kemudian merekapun lantas menjadi sadar bahwa yang mereka hadapi kali ini memang bukanlah lawan sembarangan. Masing-masing lalu berpikir untuk mempergunakan ilmu simpanan mereka.

   Kakek itulah yang mula-mula meloncat mundur menjauhi lawannya. Dengan kedua kaki terpentang lebar kakek itu memasang kuda-kuda rendah sekali. Kedua telapak tangannya bertemu di depan dada seperti orang yang hendak bersemedhi, sementara punggung dan kepalanya tampak tegak ke depan ke arah Chin Yang kun. Chin Yang Kun diam pula tak bergerak. Pemuda itu juga tidak mengejar ketika lawannya meloncat mundur, karena pemuda itupun sudah memutuskan untuk mengeluarkan Kimcoa-ih-hoatnya. Maka begitu lawannya tadi meloncat mundur, pemuda itu buru-buru mempersiapkan dirinya pula. Terdengar suara berkerotokan di dalam tubuh Chin Yang Kun, seolah-olah semua tulang-tulangnya saling berbenah diri, agar tidak mengecewakan dalam memainkan ilmu Kim-coa ih-hoat nanti.

   Kemudian tenaga sakti Liong-cu I-kangnya ia kumpulkan sepenuhnya di tan-tian, agar setiap saat bisa ia kerahkan ke seluruh tubuh! Kakek itu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya satu sama Iain, lalu sekejap kemudian telapak tangan kanannya tiba-tiba meluncur ke depan dengan disertai suara yang bergemuruh. Dan hawa yang sangat panas mendadak menyengat kulit dada Chin Yang Kun! Chin Yang Kun cepat menggeser kakinya ke samping, lalu tangan kirinya menepis ke depan dalam jurus Panglima Yi Po Mengatur Barisan, yaitu jurus ke tujuh belas dari ilmu silat keluarganya. Hanya bedanya tepisan tangan itu sekarang dilandasi dengan Liong-cu I-kang, bukan Iweekang ajaran paman bungsunya!

   "Thanggg!" Kedua telapak tangan yang masing-masing penuh dengan tenaga dalam itu saling berbenturan di udara! Suaranya mengiang nyaring seperti suara dua batang tongkat besi yang diadu satu sama lain! Chin Yang Kun kaget bukan main! Biarpun lengan lawan yang keras bagai besi baja itu dapat ia tepiskan, tapi sengatan hawa panas itu ternyata masih tetap menerjangnya juga. Tiba-tiba tubuh bagian kirinya terasa pedih sekali! Dan...bukan main terkejutnya pemuda itu ketika menyaksikan lengan bajunya sebelah kiri hancur berserpihan ditiup angin! Dan matanya semakin melotot tatkala melihat kulit di bawah baju itu tampak terbakar kemerah-merahan seperti bekas kulit yang tersiram air panas!

   Dari kaget pemuda itu menjadi marah bukan kepalang! Dan kemarahan itu tidak cuma karena kulitnya yang terbakar, tapi sebagian besar disebabkan karena rusaknya baju buatan Souw Lian Cu yang kini dipakainya itu! Dengan suara desisnya yang khas pemuda itu menggeliat ke depan bagai ular naga yang sedang marah. Lalu tangan kanannya secara mendadak menyambar ke arah pinggang kakek jangkung itu dalam jurus Merentang Tali Meniti Jembatan, yaitu salah sebuah jurus dari Kim-coa ih-hoat! Kaki kanan dan kiri berdiri sejajar dalam satu garis, dengan tubuh atas mendoyong ke depan, sementara kedua lengannya juga terpentang lurus ke muka dan ke belakang! Hembusan angin yang luar biasa dinginnya mendahului sambaran tangan Chin Yang Kun, sehingga kakek itu cepat menyadari bahaya yang hendak menerkamnya.

   Otomatis kakek itu bergeser menjauh seraya menghantamkan sikunya ke bawah untuk mematahkan pergelangan tangan Chin Yang Kun. Dan sesudah itu kakek jangkung tersebut bermaksud menghajar kepala lawannya dengan pukulannya yang bersifat panas itu lagi. Tapi maksudnya itu ternyata tidak dapat ia laksanakan! Malahan sebaliknya kakek itu sendirilah yang jatuh bangun dikocok serangan Chin Yang Kun sebelum dapat melaksanakan niatnya tersebut. Ternyata sambaran tangan Chin Yang Kun tadi tidak berhenti begitu saja ketika berhasil dielakkan oleh kakek jangkung itu. Lengan pemuda itu segera memanjang lagi ketika korbannya bergeser dan berusaha menjauhkan diri, sehingga pinggang kakek itu tetap terancam juga oleh cengkeraman jari-jari Chin Yang Kun!

   Dengan secara otomatis pula lagi kakek itu semakin menjauhkan dirinya. Tapi bagaikan seutas tali saja, lengan itu juga terentang semakin panjang pula. Kakek itu mulai panik! Siku tangannya yang sedianya akan menghantam pergelangan tangan Chin Yang Kun menjadi gagal pula. Bagaimana mungkin ia meneruskan hantaman sikunya itu kalau jari-jari tangan Chin Yang Kun akan datang lebih dulu di pinggangnya? Tubuhnya akan menjadi lumpuh dan hantaman tersebut sudah tidak ada gunanya lagi! Kakek itu secara mati-matian menjejakkan kakinya ke samping seraya memutar tubuh sebisa-bisanya dan ternyata gerakannya itu untuk sesaat bisa membebaskan dirinya dari kejaran lengan Chin Yang Kun! Kemudian dengan terburu buru kakek itu mengirimkan pukulan tangan kirinya yang sejak tadi tergantung bebas di sisi tubuhnya!

   Kembali terdengar suara gemuruh melanda Chin Yang Kun! Dan hawa panaspun lalu tersebar ke segala penjuru! Tapi dengan tangkas Chin Yang Kun menjatuhkan dirinya ke tanah. Tiba-tiba tubuhnya mengkerut dengan cepat, sehingga pukulan kakek itu tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tanah di samping Chin Yang Kun meledak dengan dahsyatnya! Tanah dan debu berhamburan kemana-mana! Demikianlah Chin Yang Kun dan kakek jangkung itu lalu bertempur kembali. Dan pertempuran mereka kali ini benar benar lebih dahsyat dari pada pertempuran mereka tadi. Kesaktian mereka yang tidak lumrah manusia itu sungguh membuat takjub para penonton yang berada di halaman tersebut.

   Kakek jangkung itu meskipun sudah tua ternyata kemampuan dan kekuatannya justru semakin menjadi-jadi malah! Seluruh gerakan kaki dan tangannya selalu menimbulkan badai atau pusaran angin yang maha hebat, sementara pukulan tangannya selalu meledak-ledak laksana petir menyambar. Sebaliknya, meskipun masih muda belia, ternyata ilmu kesaktian Chin Yang Kun juga tidak kalah dahsyatnya. Tubuhnya yang juga tinggi jangkung itu bagaikan sebuah boneka karet, yang bisa memanjang-memendek, dan bisa ditekuk kesana kemari sesuka hatinya! Sepintas lalu tubuhnya yang panjang jangkung itu seperti tubuh ular yang berlenggak-lenggok lemas dalam setiap gerakannya. Tetapi meskipun gerakannya lemas dan halus, ternyata tenaga yang ia keluarkan benar-benar hebat luar biasa.

   Pukulan petir si kakek yang berhawa panas itu ternyata menjadi hilang pengaruhnya bila membentur pertahanannya. Malah beberapa saat kemudian kakek itulah yang menjadi bingung dan repot karena terkecoh dan tertipu oleh ilmu silatnya yang aneh! Sehingga akhirnya kakek itu tidak berani bertempur terlalu dekat dengannya. Lima puluh jurus telah berlalu pula. Meskipun demikian pertempuran itu belum juga menunjukan tanda-tanda akan selesai. Sepintas lalu kakek itu memang tampak lebih repot dibandingkan Chin Yang Kun, tapi hal itu juga belum dapat dijadikan ukuran bahwa Chin Yang Kun akan bisa menundukkan lawannya nanti. Kenyataannya, biarpun repot ternyata kakek itu selalu bisa melayani ilmu silat Chin Yang Kun yang aneh dan menggiriskan itu.

   Padahal sejak keluar dari gua di dalam tanah itu Chin Yang Kun belum pernah menjumpai lawan yang bisa bertahan menghadapi Kim-coa-ih hoat! Malahan kalau dilihat dengan teliti, bukan Kim-coa ih hoat itu yang membuat repot si kakek jangkung, melainkan tenaga sakti Liong-cu I-kang itulah! Dan para penontonpun semakin takjub melihat pertempuran tingkat tinggi itu. Rasa-rasanya pertempuran yang mereka saksikan itu bukan lagi dilakukan oleh dua orang manusia biasa, tetapi dilakukan oleh dua malaikat atau dewa yang sedang turun di dunia. Begitu hebatnya, sehingga para penonton itu terpaku diam di tempat masing-masing! Sementara itu selagi semua orang sedang dicekam oleh rasa takjub melihat pertempuran tersebut, dari ruang dalam gedung itu muncul seorang kakek tua lagi, berjalan keluar pendapa dipapah oleh dua anak murid Kim-liong piauw-kiok.

   "Ohhh...hentikan! Oooh...! Yap beng-yu (Sahabat Yap), kau...kau berhentilah bertempur!" begitu menginjak halaman kakek tua itu berteriak dengan suaranya yang serak. Dan suara kakek itu ternyata sangat mengejutkan kakek jangkung yang sedang bertempur dengan Chin Yang Kun itu.

   "Hei...Lojin! Mengapa kau keluar juga? Bagaimana dengan sakitmu?" kakek jangkung yang tidak lain adalah Yap Cu Kiat itu cepat melompat keluar dari arena pertempuran. Bergegas orang tua itu mendekati Kim-liong Lojin, sahabatnya,

   "Yap-Loheng, kau berkelahi dengan siapa...? Mengapa ramai dan ribut benar?" Kim-liong Lojin bertanya. Yap Cu Kiat menghela napas panjang.

   "Lojin, kau tak perlu turun tangan sendiri! Biarlah Lohu (aku) membantu menangkap orang yang telah membunuh muridmu itu."

   "Siapa? Pembunuh Thio Lung? Mana dia...?" Kim-liong Lojin berteriak, lalu dengan tergesa-gesa kakinya melangkah sehingga dua orang yang memapahnya terpaksa menyangganya kuat-kuat agar tidak terjatuh.

   "Mana dia...?" Kim-liong Lojin berteriak lagi sambil mencengkeram lengan Yap Cu Kiat.

   "Itu dia...!" Yap Cu Kiat menunjuk ke arah Chin Yang Kun yang menatap buas kepadanya.

   "Dia...?" Kim-liong Lojin berdesah perlahan. Matanya menatap wajah Chin Yang Kun tajam-tajam. Beberapa kali keningnya berkerut, seolah-olah ia tak percaya atau ragu ragu. Sementara itu melihat kedatangan Kim-liong Lojin yang dicarinya Chin Yang Kun segera melangkah maju.

   "Hmm, Kim-liong Lojin...akhirnya kau keluar juga. Nah, sekarang lihatlah baik-baik rupa dan wajahku! Benarkah orang yang membunuh Thio Lung itu wajahnya seperti aku?" Kim-liong Lojin tampak kaget sekali. Dilepaskannya lengan Yap Cu Kiat seraya melangkah mundur. Matanya menatap wajah Chin Yang Kun seperti orang yang sangat kecewa.

   "Bukan...! bukan dia! Yap-Loheng...kalian telah salah menuduh orang!" gumamnya perlahan.

   "Apa? Bukan dia...? lalu...eh, bagaimana ini?" Yap Cu Kiat berseru seraya berpaling ke arah penonton, mencari anak murid Kim-liong Piauw-kiok yang melapor kepadanya tadi. Dan lelaki yang melapor tadi cepat keluar pula dari kerumunan para penonton. Dengan air muka ketakutan laki-laki itu segera berlutut di depan Kim-liong Lojin dan Yap Cu Kiat.

   "Su-Sucouw, maafkanlah Siauwte...tadi...tapi memang dia...dialah yang bernama Yang Kun, pemuda yang dahulu pernah menolong orang-orang kita di tempat pengungsian! siauwte tidak...tidak berbohong..." lelaki itu berkata dengan suara gagap karena takut.

   "Benarkah...?" Kim-liong Lojin menegaskan dengan muka tak percaya. Lalu dengan rasa ingin tahu ketua Kim-liong Piauw-kiok itu berpaling kepada Chin Yang Kun.

   "Saudara, benarkah namamu Yang Kun?"

   "Benar! Aku memang Yang Kun, orang yang dahulu pernah menolong murid-muridmu ketika bentrok dengan para pengemis dari Tiat-tung Kai-pang! Ada apa? Apakah kau masih menuduh aku yang membunuh muridmu?" Chin Yang Kun menjawab keras, sedikitpun tidak merasa takut dikepung dan dikelilingi sedemikian banyak orang. Ketua Kim-liong Piauw-kiok itu tampak kebingungan.

   "Anu...eh, begini saudara...kau...kau memang bukan si pembunuh itu! Tapi...tapi pembunuh itu juga mengaku bernama Yang Kun," katanya terputus-putus. Chin Yang Kun dan Yap Cu Kiat mengerutkan dahi.

   "Pembunuh itu mengaku bernama Yang Kun?" Chin Yang Kun berseru tak percaya.

   "Eh, Lojin...bagaimanakah bentuk wajah dan potongan si pembunuh itu?" Yap Cu Kiat ikut bertanya pula kepada sahabatnya.

   "Ah...kalau tak salah orang itu berusia kira-kira empat puluh atau lebih sedikit. Memakai kumis tipis dan bersenjata pedang. Dan kedatangannya kemari membawa dua orang teman, lelaki dan perempuan..."

   "Hei! Apakah pedang yang dibawanya itu dihiasi dengan batu-batu permata yang gemerlapan? Dan...apakah teman lelaki yang dibawanya itu berwajah tampan serta necis dandanannya?" tiba-tiba Chin Yang Kun memotong perkataan Kim-liong Lojin.

   "Ya-ya, benar! Pedang itu memang tampak gemerlapan kena sorot lampu! Dan teman laki-lakinya itu memang tampan dan kelihatannya juga necis dan suka berdandan,..." dengan bersemangat Kim liong Lojin menjawab seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.

   "Bangsat kurang ajar! Jadi...bangsat-bangsat pengecut itu telah mendahului datang kemari untuk melenyapkan saksi yang masih hidup," Chin Yang Kun menggeram dan mengumpat-umpat. Yap Cu Kiat, Kim-liong Lojin dan semua orang yang berada di halaman itu memandang Chin Yang Kun dengan wajah bingung dan tak mengerti.

   "Hmmm, tampaknya saudara mencurigai seseorang..." Yap Cu Kiat bertanya kepada Chin Yang Kun. Kakek ini sudah tidak menunjukkan rasa permusuhannya lagi kepada Chin Yang Kun. Malah dari nada suaranya, kakek jangkung itu kelihatan menyesal telah ikut-ikutan menuduh Chin Yang Kun tadi. Chin Yang Kun menatap bekas lawannya yang lihai luar biasa itu beberapa saat lamanya. Lalu dengan tenang namun tegas pemuda itu mengangguk.

   "Ya! Aku memang mencurigai Pendekar Li dan kawan-kawannya, yaitu Jai-hwa Toat-beng-kwi dan Pek-pi Siau-kwi! Orang-orang itu mempunyai sebuah urusan pribadi dengan aku. Dan tidak seorangpun di dunia ini yang mengetahui urusan pribadi itu selain kami dan...Thio Lung!"

   "Ahh! Jadi...?" Yap Cu Kiat mendesak sambil mengerutkan keningnya.

   "Yaah...tampaknya orang-orang itu memang membunuh Thio Lung untuk melenyapkan saksi dari urusan pribadi kami itu!" Chin Yang Kun menggeram dengan wajah mendongkol.

   "Sungguh keji...!" Kim-liong Lojin menggeram pula dengan suara serak. Sekejap orang-orang di halaman itu menjadi ribut. Mereka berteriak-teriak serta mengumpat-umpat Pendekar Li dan kawan-kawannya. Sementara itu, selagi orang-orang Kim-liong Piauw-kiok pada ribut dan berteriak-teriak, sebuah kereta barang tampak memasuki halaman tersebut. Kereta itu lalu berhenti di dekat kerumunan mereka membuat orang-orang itu menjadi Kaget melihatnya. Kemudian tampak dua orang lelaki turun dari kereta, memapah seseorang yang kelihatannya sedang menderita sakit.

   "Eh...Tuan Hua!" orang-orang Kim-Iiong Piauw-kiok itu berdesah hampir berbareng, dan keributan itu pun lalu berhenti dengan tiba-tiba. Semuanya memandang Tuan Hua, satu-satunya kawan mereka yang hidup ketika rombongannya dihadang perampok di dekat kota Poh-yang itu. Tuan Hua mengangguk ke arah kawan-kawannya, kemudian dengan dibantu dua orang kawannya tadi ia melangkah ke tempat Kim-liong Lojin berdiri. Lelaki itu bermaksud memberi penjelasan dan laporan mengenai bencana yang ia terima di luar kota Poh-yang kemarin siang. Tapi baru tiga langkah ia berjalan, tiba-tiba matanya melihat Chin Yang Kun yang berdiri tegak di tengah-tengah halaman. Sekejap Tuan Hua tak percaya. Tapi serentak yakin bahwa pemuda itu memang benar-benar Chin Yang Kun, penolongnya, Tuan Hua bergegas menghampirinya.

   "Saudara Yang Kun,...! kau sudah sampai di sini? Kapan kau datang?" Tuan Hua menyapa Chin Yang Kun dengan hangat. Meskipun lukanya belum sembuh tapi wajahnya tampak gembira berseri-seri melihat pemuda itu.

   "Suhu...! Inilah saudara Yang Kun, pemuda yang pernah kuceritakan itu!" sambil berpaling ke arah Kim-liong Lojin laki-laki itu menjelaskan. Orang-orang yang berada di halaman itu semakin yakin bahwa Chin Yang Kun memang bukan pembunuh Thio Lung. Oleh karena itu mereka lantas meminta maaf kepada pemuda itu, termasuk pula kakek jangkung Yap Cu Kiat. Malah selain meminta maaf kakek tersebut juga memuji dan mengagumi ilmu silat Chin Yang Kun yang hebat luar biasa itu.

   "Sudahlah! Marilah kita sekarang masuk dan berbicara di dalam! Nanti kita usut dan kita bicarakan urusan ini sambil duduk! Dan...ayoh, kalian semua kembali ke tempat tugas masing-masing!" akhirnya Kim-liong Lojin mengajak teman-temannya ke pendapa, serta sekalian memerintahkan pada anak muridnya agar kembali ke tugasnya masing-masing. api dengan cepat Chin Yang Kun menolaknya.

   "Maaf, Lojin...Sebetulnya aku bergembira sekali dapat berkenalan dengan semua tokoh di sini. Sejak bertemu dan berkenalan dengan murid-murid Lojin di tempat penampungan para pengungsi itu, aku sudah berniat untuk berkunjung kemari. Tetapi sayang sekali aku tak dapat mewujudkan niatku itu sekarang, karena malam ini aku masih harus menyelesaikan beberapa urusan lagi. Aku sungguh menyesal sekali..." pemuda itu menjura sambil meminta diri.

   "Ohhh..." Kim-liong Lojin dan murid-muridnya tampak kecewa sekali. Tapi mereka tak bisa mencegah maksud pemuda itu.

   "Baiklah! Bagaimanapun juga kami memang tak bisa menahanmu kalau kau ingin pergi. Hanya sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas keteranganmu tentang para pembunuh Thio Lung itu," Kim-liong Lojin berkata seraya membalas penghormatan Chin Yang Kun.

   "Memang sayang sekali. Sebenarnya lohu juga ingin sekali mengenal lebih banyak tentang saudara Yang Kun ini." Yap Cu Kiat ikut menyatakan kekecewaannya pula.

   "Eh, sebenarnya...siapakah saudara Yang ini? Maksudku...maksudku, saudara Yang ini dari perguruan mana dan siapakah gurunya?" Chin Yang Kun yang sudah terlanjur membalikkan tubuhnya itu menoleh. Otomatis langkahnya terhenti.

   "Ah...Lo-Cianpwe, apa perlunya kita mengetahui asal-usul kita masing-masing? Akupun juga tak tahu asal-usul dan nama Lo-Cianpwe. Yang penting bagi kita sekarang adalah bahwa kita sudah saling mengenal dan bersahabat. Kukira hal itu sudah cukup banyak bagi kita,...!" pemuda itu berkata sambil meneruskan langkahnya.

   "Eh! Tapi..., nama juga perlu buat orang yang bersahabat. Bagaimana kau akan menyebut nama sahabatmu kalau kau tak tahu namanya? Hmm, tapi...baiklah kalau memang itu yang kau inginkan." Yap Cu Kiat saling memandang dengan Kim-Iiong Lojin. Sambil menghela napas kakek jangkung itu berkata,

   "Sungguh aneh sekali wataknya! Tampaknya ia mempunyai sejarah yang suram tentang hidupnya. Tapi lepas dari semua itu...kepandaiannya benar-benar hebat luar biasa! Setua ini umurku, belum pernah rasanya aku bertemu dengan anak muda sehebat dia...!"

   "Loheng benar...! Akupun tadi juga merasa heran melihat anak itu mampu bertempur denganmu," Kim-Iiong Lojin mengangguk-angguk.

   "Tidak hanya mampu malah! Justru akulah yang menjadi repot!" Yap Cu Kiat mengakui tanpa malu-malu.

   "Tapi zaman memang sudah berubah, dan kita orang tua ini benar-benar sudah ketinggalan dengan yang muda-muda."

   "Katamu memang betul, Loheng. Anak sekarang memang hebat-hebat. Lihat! Tak usah jauh-jauh! Puteramu si Kiong Lee itu juga hebat bukan main! Mungkin kau sendiri juga tidak bisa mengalahkannya lagi sekarang..." Diingatkan kepada puteranya kakek jangkung itu justru menjadi muram malah. Wajahnya tertunduk.

   "Anak itu memang anak yang baik..." desahnya pelan.

   "Ah, maafkan aku...Yap-Loheng! Aku tak bermaksud membuatmu sedih..." Kim-liong Lojin menyesali kata katanya.

   "Sudahlah! Marilah kita ke dalam!" Kedua kakek yang bersahabat erat itu lalu masuk ke dalam, diikuti oleh Tuan Hua dan dua pengawalnya. Mereka tidak jadi duduk di ruang depan yang sedang dibersihkan dan dirapihkan kembali oleh para anggota Kim-liong Piauw-kiok, tapi mereka terus langsung saja ke belakang, yaitu ke kamar Kim-liong Lojin. Sambil minum teh panas, karena kesehatan Kim-liong Lojin tidak memungkinkan untuk meminum minuman keras, mereka saling berbicara tentang keadaan mereka masing masing. Mula-mula Tuan Hua dulu yang bercerita tentang tugasnya yang kandas di tengah jalan akibat dirampok orang.

   Bagaimana dia dan rombongannya melawan si perampok muda yang lihai luar biasa yang hanya dengan bersenjatakan busur dan anak panah, bisa membunuh seluruh anggota rombongannya, termasuk murid-murid langsung Kim-liong Lojin sendiri, yang pada waktu itu juga ikut mengawal barang hantaran tersebut, kecuali dia! Lalu Tuan Hua juga bercerita tentang bagaimana Yang Kun memberi pertolongan kepada dirinya, sehingga pemuda itu dapat membunuh perampok lihai tersebut. Kemudian Tuan Hua juga menyinggung tentang keterlibatan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dalam peristiwa itu, yaitu sebagai pengawal si perampok muda sehingga hampir saja pendekar yang terkenal itu berhadapan dengan Yang Kun. Cerita Tuan Hua itu ternyata sangat mengejutkan Yap Cu Kiat!

   "Jadi...jadi Pangeran Muda itu sudah mati di tangan Yang Kun? Oooooh...!" kakek sakti itu berdesah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tentu saja Tuan Hua dan Kim-liong Lojin yang tidak mengerti persoalannya menjadi heran mendengar kata-kata Yap Cu Kiat tersebut. Apalagi orang tua itu menyebut Pangeran Muda segala.

   "Tenanglah, Loheng...! kau kenapa? Mengapa kau kelihatan begitu kaget?" Kim-liong Lojin cepat memegang lengan sahabatnya itu. Muka Yap Cu Kiat semakin tampak tua. Beberapa kali tangannya mengelus-elus jenggotnya yang putih.

   "Sungguh nelangsa sekali hidupnya. Seorang pangeran pewaris mahkota...mati sebagai perampok?" Kemudian agar sahabatnya itu tidak menjadi bingung menyaksikan sikapnya tadi, Yap Cu Kiat lalu bercerita pula serba sedikit tentang Putera Mahkota Chin yang berusaha untuk merampas kembali singgasana yang direbut oleh Liu Pang, tapi gagal. Dan bagaimana dia dan isterinya sampai berselisih paham dengan kedua orang puteranya, karena mereka berempat saling berselisih paham. Kedua orang puteranya itu memihak Liu Pang, sementara dia dan isterinya tetap membantu keturunan mendiang Kaisar Chin Si.

   "Dan kalau benar apa yang diceritakan oleh Tuan Hua tadi, maka tak salah lagi perampok tersebut adalah Pangeran Muda, putera dari Putera Mahkota. Oooh...bila demikian halnya akupun juga ikut bersalah kepada kalian semua, karena...aku juga pernah ikut pula memberi pelajaran silat kepadanya barang sedikit." kakek Yap itu menutup perkataannya.

   "Yap-Loheng..." Kim-liong Lojin yang telah kehilangan semua muridnya itu berdesah pula dengan sedihnya. Meskipun demikian kakek itu tetap juga menghibur sahabatnya.

   "Sudahlah, Loheng...kita berdua orang tua ini tampaknya memang bernasib sama, sama-sama menderita di hari tua. kau berselisih jalan dengan anakmu, sedangkan aku kehilangan semua murid dan perusahaanku."

   "Aku tidak cuma berselisih jalan dengan kedua anakku saja, ibunyapun sekarang telah berselisih jalan denganku..."

   "Kau...berselisih jalan dengan isterimu? Eh, bagaimana ini? Bukankah kau tadi mengatakan bahwa kalian berdua ikut membantu perjuangan Putera Mahkota?" Kim-liong Lojin bertanya dengan wajah bingung. Yap Cu Kiat bangkit berdiri sambil menghela napas panjang. Matanya memandang redup ke depan.

   "Lojin...! Semula aku memang membantu Putera Mahkota. Tidak hanya aku malah. Beng Tian Goanswe yang terkenal itupun ikut membantu pula. Tapi setelah semuanya kupikirkan benar-benar, aku menjadi sadar bahwa tindakanku itu salah. Kedua anakku itulah yang benar. Seperti juga kita semua ini, zamanpun juga telah berubah. Yang dulu benar dan betul, belum tentu sekarang juga benar dan betul pula. Tiada sesuatupun yang abadi di dunia ini. Dahulu Dinasti Chin memang memerintah dengan baik dan dicintai rakyatnya. Tapi sejak Kaisar Chin Si bertakhta di Singgasana suasana menjadi berubah. Biarpun negeri tampak lebih besar dan ternama, tapi rakyat sudah tak senang lagi kepada Kaisarnya. Apalagi dengan tindakan Kaisar Chin Si yang sewenang-wenang dalam mendirikan Tembok Besar serta perlakuannya yang lain, yaitu memusuhi kaum beragama! Maka aku kira rakyat yang dipimpin oleh Liu Pang itu juga tidak salah! Agaknya memang sudah saatnya negeri ini berubah. Dan kita tidak boleh tetap bermimpi tentang masa lampau, apalagi sampai menghalang-halangi jalannya perubahan itu..." Semuanya berdiam mendengarkan perkataan Yap Cu Kiat yang panjang lebar itu. Mereka mengangguk-angguk seakan akan membenarkan semua ucapan Yap Cu Kiat itu.

   "Maka...akupun lalu pergi meninggalkan Putera Mahkota. Ternyata Beng Tian Goanswe juga sependapat dengan aku, sehingga diapun ikut pula meninggalkan Putera Mahkota. Tinggal isteriku saja yang kini masih tetap bertahan untuk membantu Putera Mahkota. Tapi itupun bisa kumaklumi, karena isteriku itu memang masih kerabat dari Keluarga Chin..." Yap Cu Kiat mengakhiri kata-katanya seraya duduk kembali. Mereka lalu berdiam diri kembali. Masing-masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri-sendiri. Baru beberapa saat kemudian Kim-liong Lojin sebagai tuan rumah membuka percakapan itu kembali, yaitu dengan cerita tentang kematian Thio Lung kemarin malam.

   "Semula aku tak menyangka bahwa ketiga orang yang masuk ke kamar Thio Lung itu hendak berbual jahat. Dari kamarku kudengar mereka bercakap-cakap seperti halnya kawan lama yang baru saja berjumpa. Maka akupun tak bercuriga terhadap mereka. Baru setelah kudengar teriakan Thio Lung aku menjadi sadar bahwa tentu telah terjadi apa apa dengan murid sulungku itu. Dalam keadaan lemah dan sakit aku terpaksa keluar kamar. Tapi hanya dengan sekali sabet saja pedang orang itu telah melukaiku. Mereka Iantas berlari keluar, dan sebelum hilang di balik tembok mereka menyebutkan nama...Yang Kun!"

   "Hei! Jadi...Thio suheng juga dibunuh orang?" tiba-tiba Tuan Hua menjerit, lalu bergegas keluar kamar dibantu oleh dua orang pengawalnya. Memang sejak tadi lelaki itu tak mengetahui bahwa di antara mayat-mayat yang tergeletak di ruang dalam tersebut terdapat pula mayat Thio Lung, tokoh nomer dua dari Kim-liong Piauw-kiok. Kamar itu lalu menjadi sunyi kembali. Dua orang kakek itu tampak merenung diam di atas kursi masing-masing.

   "Lojin...aku sudah memutuskan untuk kembali saja ke tempat pertapaanku di tengah tengah telaga itu. Aku bermaksud mengasingkan diri selama hidupku di sana. Aku masih meninggalkan seorang murid yang menjaga tempat itu. Biarlah dia yang merawatku nanti..." tiba-tiba Yap Cu Kiat memecahkan kesunyian mereka dengan mengatakan rencananya untuk masa depan. Kim-liong Lojin menundukkan kepalanya.

   "Kau lebih beruntung dari pada aku, Loheng. Meskipun telah berselisih jalan, tapi kau masih tetap mempunyai sebuah keluarga dan murid yang akan merawatmu apabila kau membutuhkan nanti. Lain halnya dengan aku ini. Perusahaan jatuh, kini kedelapan orang muridkupun telah mati semua. Padahal aku sakit-sakitan begini. Lalu apa yang hendak kuharapkan lagi? Memang masih ada Tuan Hua di sini. Tapi dia hanya pembantuku dalam urusan piauw-kiok, bukan muridku, biarpun selama ini kami membiarkan dia ikut berlatih bila aku mengajar silat kepada murid-muridku..."

   Jilid 35
Yap Cu Kiat menatap sahabatnya itu dengan perasaan kasihan. Apalagi jika ia mengingat sahabatnya itu tidak mempunyai keluarga sama sekali.

   "Lojin, kalau kau suka, marilah kita pergi bersama-sama ke pertapaanku itu! Maukah kau...?" akhirnya kakek jangkung itu berkata.

   "Sungguhkah ajakanmu ini, Loheng?" Wajah yang pucat itu mendadak menjadi merah berseri-seri kembali.

   "Tentu saja, kenapa tidak? Bukankah aku menjadi tidak kesepian lagi dalam masa-masa yang suram itu?" Kedua kakek itu lalu berpelukan.

   "Tapi biarlah kita tunggu kesembuhanmu dahulu. Selain kita harus menyelesaikan semua urusan di sini, perjalanan itu juga amat jauh..." Yap Cu Kiat menggenggam tangan sahabatnya. Demikianlah, ternyata ada juga secuil perasaan manis dalam kepahitan yang mereka reguk di hari tua mereka itu.

   Dan perasaan itu sungguh sangat membahagiakan hati mereka, sehingga segala macam kesuraman yang menyelimuti hati dan pikiran mereka menjadi hilang, tersapu bersih oleh kegembiraan dan kegairahan mereka dalam menghadapi masa depan. Sementara itu begitu keluar dari halaman gedung Kim-liong Piauw-kiok, Chin Yang Kun segera dikagetkan oleh kedatangan seseorang yang tak disangka-sangkanya. Orang itu muncul begitu saja dari kerumunan orang yang bubaran dari menonton peristiwa di halaman gedung Kim-liong Piauw-kiok tadi. Topi bambunya yang lebar dan menutupi hampir seluruh kepalanya itu cepat mengingatkan pemuda tersebut kepada si pemakainya. Apalagi caranya membawa tongkat besi yang hanya diseret begitu saja di atas jalan itu!

   "Ah...Kakek peramal! Mengapa kau juga telah sampai di sini pula?" Chin Yang Kun menyapa lebih dahulu.

   "Oh...cuma kebetulan saja. Saya memang selalu berputar-putar untuk mencari Iangganan. Dan saya segera tertarik ketika terjadi ribut-ribut di sini tadi. Wah...saya benar-benar tak mengira kalau tuan muda mempunyai kesaktian demikian hebatnya! Padahal lawan tuan muda tadi adaIah Yap Cu Kiat, jago tua keturunan Sin-kun Bu-tek yang hidup pada zaman seratus tahun lalu..."

   "Yap Cu Kiat...? Maksudmu Yap Lo-Cianpwe...ayah dari Hong-lui-kun Yap Kiong Lee itu?" Chin Yang Kun berseru dengan kagetnya.

   "Benar! Eh, apakah tuan muda tidak mengetahuinya?" Pemuda itu cepat menggelengkan kepalanya.

   "Tidak! Aku sama sekali tidak peduli dengan siapa aku berkelahi tadi, sehingga aku tidak tahu siapa dia. Aku hanya mengagumi ilmu silatnya yang hebat luar biasa." Mereka bercakap-cakap sambil berjalan ketika tiba-tiba...

   "Hei, kek...kudaku! Aku lupa membawanya kembali!" Chin Yang Kun berseru.

   Tapi ketika pemuda itu hendak berbalik kembali, tangannya segera ditahan oleh kakek peramal itu.

   "Tak usah repot-repot! Sebentar juga kuda itu akan datang sendiri...!" kakek itu berkata sambil tersenyum.

   "Ahh, kakek ini...Masakan kuda itu bisa lepas dari kandang dan mencari aku ke sini?" Chin Yang Kun membantah sambil membalikkan tubuhnya, untuk mengambil kudanya kembali.

   "Eee...tuan muda tidak percaya kepadaku?"

   "Sudahlah, kek. kau tunggu saja aku di sini, sebentar aku akan kembali mengambiI kudaku dahulu! Kuda itu dimasukkan ke dalam kandang dan penjaganya tidak tahu kalau aku pulang, padahal semua orang yang berada di dalam gedung itu sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri-sendiri. Tak seorang pun yang akan memperhatikan kudaku itu!" Tapi baru selangkah pemuda itu berjalan, dari arah gedung Kim-liong Piauw-kiok berderap seekor kuda mendatangi. Bulunya yang hitam legam itu tampak mengkilap kebiru-biruan terkena sorot Iampu jalanan. Dan kuda itu segera meringkik panjang ketika melihat Chin Yang Kun. Kaki kakinya yang ramping panjang itu cepat berhenti begitu tiba di samping pemuda itu. Seorang Iaki-laki yang dikenal oleh Chin Yang Kun sebagai penjaga yang tadi mengurus kudanya segera turun dari punggung kuda itu.

   "Tuan Yang...! Tuan lupa membawa kuda ini kembali.Hampir saja dia mengamuk di kandang kuda tadi..." penjaga itu melapor seraya menyerahkan kendali kuda itu kepada Chin Yang Kun.

   "Terima kasih! Aku memang lupa dan bermaksud kembali kesana tadi," pemuda itu menyatakan perasaan terima kasihnya. Setelah penjaga itu kembali, Chin Yang Kun memeriksa buntalan yang ia taruh di atas pelananya. Semuanya masih utuh, baik pakaian maupun uang pemberian Liu-Twakonya. Dan pemuda itu lalu mengeluarkan baju luarnya yang panjang dan lebar, kemudian dikenakannya di atas bajunya yang sobek agar tidak kelihatan dari luar.

   "Mengapa tidak tuan lepaskan saja baju yang robek itu, tuan muda?" Kakek Peramal itu bertanya. Chin Yang Kun kaget. Wajahnya mendadak menjadi merah. Pertanyaan itu sungguh tak terduga, tapi benar-benar membuat pemuda itu tersipu-sipu malu.

   
Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah...ini...ini...aku cuma tak enak hati untuk berganti pakaian di jalan raya begini," jawab pemuda itu terbata-bata.

   "Ohh...benar. Bodoh benar aku!" kakek itu berkata sambil mengetuk-ngetuk dahinya sendiri. Belum juga mereka berjalan, dari gang kecil di dekat mereka berderap dua ekor kuda dengan kencangnya, keluar menuju jalan raya. Begitu mendadak kedatangan mereka sehingga mengagetkan Si Cahaya Biru. Kuda mustika itu meloncat mundur kemudian menyepakkan kaki belakangnya keras-keras ke samping, persis ke arah para pejalan kaki yang kebetulan lewat di dekatnya. Tentu saja peristiwa yang sangat mendadak itu benar benar mengejutkan Chin Yang Kun dan Kakek Peramal itu.

   Dengan sekuat tenaga mereka mencoba menghentikan ulah Si Cahaya Biru, terutama Chin Yang Kun yang merasa menjadi pemilik kuda tersebut. Pemuda itu melesat cepat menyambar kendali kuda itu, sementara Kakek Peramal melesat ke tengah jaIan untuk menjaga segala sesuatunya. Tapi sebelum kudanya berhasil melaksanakan niatnya atau rencananya itu, tiba-tiba kuda tersebut melambung tinggi ke udara bagai dihempaskan oleh badai atau topan secara mendadak! Dan kuda itu kemudian jatuh ke arah...dua orang penunggang kuda yang baru keluar dari gang kecil tadi! Semua orang yang kebetulan menyaksikan kejadian itu menjerit kaget, tidak terkecuali Chin Yang Kun dan Kakek Peramal! Mereka tidak tahu apa yang menyebabkan kuda itu tiba-tiba terlempar ke udara.

   Sekilas mereka hanya melihat seorang kakek tua mengibas ngibaskan lengan bajunya, persis di tempat dimana kuda itu tadi menyepak dan terlempar ke udara! Beberapa orang pejalan kaki tampak menggeletak kaget di sekitar tempat kakek tersebut berdiri! Chin Yang Kun melongo, begitu pula halnya dengan si Kakek Peramal! Kejadian tersebut berlangsung demikian mendadak dan mengagetkan sekali, sehingga tak ada kesempatan sama sekali bagi mereka untuk menyelamatkan kuda itu atau si Penunggang Kuda itu. Sekilas mereka mendengar ringkik ketakutan Si Cahaya Biru! Tetapi selagi semua orang berputus-asa melihat kejadian itu, kedua orang penunggang kuda yang hendak tertimpa bencana tersebut tiba-tiba membuat sebuah kejutan besar yang mengundang kekaguman semua orang!

   Secara serentak mereka melejit dari punggung kuda masing-masing, menyongsong kedatangan si Cahaya Biru dengan keempat tangan mereka, lalu membawanya turun ke tanah perlahan-lahan. Begitu indahnya gerakan mereka dan begitu hebatnya kekuatan tenaga mereka, sehingga semua kejadian itu bagaikan sebuah pertunjukan akrobat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Semua kejadian yang diceritakan secara panjang lebar itu sebenarnya hanya berlangsung dalam sekejap mata atau beberapa detik saja! Dan ketika semuanya telah selesai, orang-orang yang melihatpun masih termangu-mangu bagai patung di tempat masing-masing...! Barulah semuanya menjadi sadar tatkala terdengar umpat dan caci-maki kakek tua yang sedang mengebut-ngebutkan lengan bajunya itu.

   "Bangsat! Binatang goblok tak tahu aturan! Masakan seenaknya saja mau menaruh kaki di dahiku! Huh, keparat! Apa kiranya aku ini bininya? Kurang ajar...!" Semuanya memandang orang tua yang sedang marah marah itu.

   "Put-ceng-li Lojin...!" tiba-tiba kedua orang penunggang kuda itu menyapa orang tua tersebut dengan suara kaget. Dan orang tua yang baru saja melemparkan si Cahaya Biru ke udara itu mengerutkan keningnya. Badannya yang agak bungkuk itu sedikit mendoyong ke depan, sementara kepalanya yang berambut putih itu sedikit miring ke samping karena melirik ke arah dua orang penunggang kuda itu. Matanya yang sudah berkeriput dan sangat sipit itu tampak berkedip-kedip, seakan-akan sedang berpikir dengan keras. Tiba-tiba orang tua yang tidak lain adalah Put-ceng-li Lojin itu tersenyum geli.

   "Bangsat, kukira siapa...hehehe! Tak tahunya Siang kau Tai Shih (Dua utusan Agama) dari Aliran Mo-kauw." orang tua itu menjawab seenaknya.

   "Benar, Lojin...kamilah yang datang." kedua orang penunggang kuda itu mengangguk. Lalu keduanya menoleh ke arah Kakek Peramal yang kini telah berdiri di dekat Chin Yang Kun. "Dan...selamat bertemu lagi, Toat-beng-jin!" Chin Yang Kun terperanjat. Sedetik pemuda itu menjadi bingung, serta mengira dua orang itu sedang berkelakar atau memperolok-olokkannya. Tapi sekejap kemudian wajahnya menjadi merah ketika Kakek Peramal itu membuka topi lebarnya.

   "Selamat bertemu dan selamat datang Bhong Tai-shih, Leng Tai-shih dan...Put-ceng-li Lojin!" Kakek Peramal yang tidak lain adalah Toat-beng-jin dari Aliran Im-yang-kauw itu menyapa orang-orang itu.

   "Hei...Toat-beng-jin!" Chin Yang Kun tertegun pula.

   "Hahah...benar, Yang-hiante. Maaf...aku telah membuatmu bingung untuk beberapa saat lamanya." Chin Yang Kun tersenyum kecut, teringat akan perjumpaannya yang pertama kali dengan kakek itu. Dahulu kakek itu juga menyamar sebagai kakek pikun yang bodoh dan menangis kalau dibentak-bentak. Dan kakek itu kemudian membungkukkan tubuhnya.

   "Marilah cuwi semua...! Saya memang mendapat tugas untuk melihat-lihat kedatangan cuwi. Sekarang marilah saya antar ke gedung kami, Taisi-ong sudah menantikannya sejak tadi sore..."

   "Ahh...jadi surat yang kami kirimkan itu sudah sampai di Gedung Pusat Im-yang-kauw?" Bhong Kim Cu melangkah ke depan Toat-beng-jin dengan air muka berseri-seri. Orang tua yang pintar meramal itu tersenyum.

   "Tentu saja. Kalau belum...masakan saya diberi tugas menyongsong kedatangan saudara Bhong di sini?"

   "Tapi...tak enak juga rasanya hati kami mengirimkan surat itu. Kami takut sahabatsahabat kami dari Im-yang-kauw tidak setuju dengan maksud kami itu,...padahal kami juga sudah telanjur mengundang Put-ceng-li Lojin segala."

   "Hahah...kenapa mesti sungkan-sungkan pula?" tiba-tiba Put-ceng-li Lojin tertawa dan menyahut perkataan Bhong Kim Cu. "Asal semuanya itu cocok dengan hati kita...hmm, peduli amat dengan pendapat orang! Seperti juga dengan aku sekarang ini. Karena kurasakan maksud Bhong Loheng untuk mempertemukan kita itu sangat baik, maka akupun lantas datang. Habis perkara!" Semuanya tersenyum memandang ketua Aliran Bing-kauw yang terkenal karena tidak mengindahkan tata cara itu. Tapi tak seorangpun menyahut ucapan Put-ceng-li Lojin tersebut. Bagaimanapun kurang sopannya orang tua itu dalam setiap penampilannya, semuanya sudah maklum dan mengerti, sehingga seperti yang selalu terjadi merekapun cuma tertawa dan tak mempedulikannya lagi.

   "Betul sekali ucapan Bing-Kauwcu itu. Seluruh warga Im-yang-kauw benar-benar amat gembira dan menghargai sekali maksud Bhong Loheng itu. Malah kami merasa bangga dan berterima kasih karena Bhong LoHeng-telah menunjuk tempat kami sebagai ajang dari pertemuan itu. Nah...apalagi yang perlu diragukan?" Toat-beng-jin memberi keterangan. Kemudian katanya lagi.

   "Malah sekarang akan saya perkenalkan kepada saudara-saudara sekalian, seorang sahabatku kami, yang.memang sengaja kami undang untuk menyaksikan jalannya pertemuan kita nanti. Nah, perkenalkanlah...Saudara Yang Kun! Seorang pendekar muda yang kelak atau sebentar lagi tentu akan menggeser ketenaran orang-orang tua tidak berguna seperti kita ini!"

   Bhong Kim Cu, Leng Siau dan Put-ceng-li Lojin menatap Chin Yang Kun dengan dahi berkerut. Mereka melihat pemuda tinggi jangkung berparas tampan itu dengan perasaan ragu dan kurang percaya pada kata-kata Toat-beng-jin. Beberapa saat lamanya mereka tidak menjawab ucapan tokoh lm-yang-kauw tersebut. Mereka masih sangsi, apakah orang tua itu berkata sebenarnya ataukah hanya ingin berolok-olok saja dengan mereka? Sementara itu kata-kata yang diucapkan oleh Toat-beng-jin tadi benar-benar sangat mengejutkan Chin Yang Kun. Belum juga hatinya yang baru saja didera oleh "kejutan" bertubi-tubi itu menjadi tenang kembali, kini sudah dihantam lagi dengan kejutan lain yang dibuat oleh Toat-beng-jin, yaitu undangan untuk menyaksikan atau menjadi saksi pertemuan besar tiga golongan aliran kepercayaan ternama di saat itu.

   "Lo-Cianpwe, kau...kau jangan bergurau! siauwte masih banyak urusan, masakan siauwte dapat...eh...berani menjadi saksi pertemuan antara tokoh-tokoh persilatan tingkat tinggi seperti...seperti Lo-Cianpwe semua ini? Masakan siauwte sudah demikian tak tahu diri dan demikian gilanya...?" pemuda itu berseru dengan suara gagap dan penasaran.

   Kerut-merut di dahi Bhong Kim Cu dan Leng Siau semakin rapat dan banyak, berkali-kali kedua tokoh Mo-kauw itu menatap Toat-beng-jin dan Chin Yang Kun berganti-ganti. Di dalam hatinya kedua tokoh Mo-kauw itu semakin bingung dan tak mengerti apa yang sebenarnya hendak dilakukan oleh Toat-beng-jin tersebut. Dan Toat-beng-jin sendiri memang mempunyai keperluan atau rencana khusus terhadap Chin Yang Kun. Tokoh lm-yang-kauw ini tak mungkin melepaskan kesempatan bagus tersebut. Yaitu kesempatan untuk membawa Chin Yang Kun ke Gedung Pusat Aliran Im-yang-kauw. Seperti telah diketahui bahwa beberapa orang tokoh Im-yang-kauw telah mendapatkan semacam "wangsit" atau isyarat tentang masa depan dari aliran kepercayaan mereka.

   

Pendekar Tanpa Bayangan Eps 12 Darah Pendekar Eps 31 Darah Pendekar Eps 26

Cari Blog Ini