Pedang Penakluk Iblis 29
Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 29
Baru sekarang Li Hwa benar-benar menyerang dalam arti kata sedalam-daTamnya. Ia mengerahkan seluruh tenaga lweekang bagian "Im", yakni tenaga lemas dan mengeluarkan tipu-tipu atau jurus-jurus ilmu silat seperti yang digambarkan dalam coretan-coretan ke enam dari Pat-jiu Nio-nio. Bukan tubuh Kian Hok Taisu yang diserangnya, melain bagian lengan yang memegang pedang atau gagang pedang.
Kadang-kadang ujung ikat pinggang sutera itu menyambar-nyambar bagai ular, menerjang dengan totokan ke arah pundak kanan atau sambungan siku pergelangan tangan atau menyerang jari tangan yang memegang gagang pedang. Semua jalan darah di bagian lengan tak luput dan sasaran sehingga boleh dibilang sabuk sutera itu hidup mengikuti jalannya pedang yang mengeluarkan sinar kehijauan.
Ke manapun juga tangan kanan Kian Hok Taisu dengan pedang hijau itu bergerak, selalu sabuk sutera mengikuti dan menyerang dengan totokan-totokan dan kepretan- kepretan lihai. Pertempuran kali ini amat indah dipandang. Kian Hok Taisu yang tidak membiarka lengannya tertotok, menggerakkan Cheng liong-kiam dengan cepat sehingga merupakan gulungan sinar hijau. Kini sinar hijau itu ke manapun juga diikuti oleh segunduk sinar kuning yang seakan-akan membayangi sinar hijau. Sinar ini adalah sinar dari sabuk sutera kuning yang digerakkan secara cepat oleh Li Hwa.
Kian Hok Taisu mulai sibuk. Beberapa kali pedang Cheng-liong-kiam ia sabetkan ke arah sabuk sutera akan tetapi karena sabuk itu lemas dan kuat, serta dimainkan oleh Li Hwa dengan pengerahan tenaga "im" hasilnya sia sia saja, sabuk itu tidak mau putus. Kini terpaksa Kian Hok Taisu melakukan serangan balasan, karena hanya dengan serangan balasan saja ia dapat menahan desakan Li Hwa.
Baru sekarang pertempuran itu benar-benar merupakan pertempuran, saling serang dan saling mempertahankan dan baru sekarang Li Hwa mendapat kenyataan bahwa hwesio tua itu benar-benar lihai. Pedang yang dimainkan itu berubah menjadi gulungan sinar hijau yang amat kuat, mengurung dan menindihnya sehingga sebentar saja Li Hwa terkurung dan terdesak hebat. Keadaan jadi sebaliknya. Kalau tadinya Li Hwa selalu menjadi penyerang dan hwesio itu yang mempertahankan, adalah sekarang gadis itu yang diserang dan terdesak hebat oleh Kian Hok Taisu dengan pedangnya yang ampuh.
Li Hwa mulai putus asa. Gadis maklum bahwa andalkata hwesio itu tidak memegang pusaka yang ampuh belum tentu ia dapat menang. Apalagi sekarang hwesio itu mainkan Cheng liong-kiam yang amat tajam sedangkan senjatanya sendiri hanya sehelai sabuk sutera! Bagaimanapun juga, tak mungkin ia menang, tak mungkin ia dapat merampas pedang.
Apakah riwayat Pat-jiu Nio-nio akan terulang lagi? Apakah nasibnya akan seperti Pat-jiu Nio-nio, setiap kali berusaha merampas pedang dan gagal? Tidak pikir Li Hwa dengan hati dan kepala panas, aku tidak mau seperti itu. Sekarang juga aku harus dapat merampas pedang atau biar aku mati di bawah pukulan pedang itu!
Pikiran ini membuat Li Hwa menjadi nekat. Kini ia menyerang dengan tangan kirinya. Sabuk sutera dan tangan kiri dengan gerakan-gerakan nekad dan cepat menyerang ke arah lengan yang memegang pedang.
Kian Hok Taisu mengeluarkan suara terkejut. Hampir saja pedang Cheng-liong-kiam mampir di leher nona itu kalau ia tak cepat-cepat menahan tenaganya dan menarik kembali pedangnya. Nona itu sekarang menyerangnya dengan hebat dan nekad, sama sekali tidak memperdulikan ancaman pedang lagi, merangsek hebat ke arah lengan kanan yang memegang pedang dengan tekad bulat untuk merampasnya!
Kian Hok Taisu mengeluh di dalam hatinya. Tak mungkin ia melukai nona ini. Hatinya tidak tega melukai seorang gadis muda. Bukan hanya tidak tega, juga ia merasa malu kalau harus mengundurkan gadis ini dengan melukainya, apalagi membunuhnya. Terpaksa ia menghentikan semua serangannya karena gadis itu tidak mau menjaga diri lagi dan kini terpaksa ia mengerahkan kepandaiannya untuk menjaga agar pedang jangan sampai terampas.
Akan tetapi usahanya ini jauh lebih berat daripada tadi. Kalau tadi Li Hwa masih memperhatikan penjagaan diri sehingga serangan-serangan tidak sepenuhnya, adalah sekarang gadis yang nekad itu sama sekali tidak perhatikan tentang penjagaan diri dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk merampas pedang, bahkan kini bukan hanya dengan tangan kanan yang memegang sabuk sutera, melainkan dibantu pula oleh tangan kirinya yang mainkan ilmu silat semacam ilmu mencengkeram. Gerakannya cepat dan dahsyat dan diam-diam Kia Hok Taisu kagum, kakek gundul ini tahu bahwa ilmu Silat Eng-jiauw-kang (Cengkeraman Kuku Garuda) yang aseli, ciptaan dari Pat-jiu Nio-nio dan yang diajarkan kepada seluruh anggauta Hui-eng-pai.
Kian Hok Taisu hanya dapat mempertahankan pedangnya selama empat puluh jurus. Dengan keadaan yang amat terdesak, akhirnya ujung sabuk sutera itu berhasil menotok jalan darah di pundaknya. Biarpun ia sudah mengerahkan tenaga menolak hawa totokan, namun karena jalan darahnya terkena tepat sekali, jalan darah itu masih kena digetarkan yang membuat lengannya kesemutan dan gerakannya menjadi lambat. Kesempatan tidak disia-siakan oleh Li Hwa. Gadis itu menggerakkan tangan kanan dengan cepat dan di lain saat pedang itu sudah pindah ke dalam tangannya!
Kian Hok Taisu menghentikan gerakannya, menarik napas dan berkata.
"Pinceng terima kalah. Kau patut sekali mewarisi pokiam (pedang pusaka) itu, Nona. Harap saja pedang itu di tanganmu akan mendatangkan kebaikan untuk dunia dan jangan sampai digunakan untuk melakukan kejahatan- kejahatan."
Li Hwa bukan seorang yang bodoh dan buta. Ia tahu bahwa dalam hal perebutan pedang tadi, ia berhasil hanya karena hwesio tua ini mengalah. Kalau hwesio itu menghendaki, sudah sejak tadi ia roboh terluka oleh pedang. Maka ia lalu menjura dan berkata,
"Taisu, terima kasih bahwa kau sudah mengembalikan pedang sehingga aku dapat memenuhi pesanan Nio-nio. Pedang ini asalnya milik Nio-nio dan karena Nio-nio bukan orang jahat, bagaimanapun pedang ini akan dapat dilakukan untuk perbuatan jahat? Nah, selamat tinggal sampai berjumpa kembali, Tai-suhu." Setelah berkata demikian, nona itu berkelebat, kelihatan sinar kehijauan dari pedang
Cheng-liong-kiam yang berada di tangannya dan sebentar saja Li Hwa lenyap dari depan Kian Hok Taisu. Kakek gundul itu menarik napas panjang dan berkata kepada muridnya "Omitohud... lihai sekali bocah itu. Setelah pedang itu berada di tangannya, biarpun pinceng sendiri belum tentu aku dapat menundukkannya...."
Demikianlah setelah dapat merampas kembali pedang Cheng-liong-kiam, Li Hwa lalu menjalankan pesan yang ketiga dari mendiang Pat-jiu Nio-nio, yakni membangun kembali perkumpulan Hui-eng-pai. Untuk ini ia dapat banyak bantuan dari lima pendeta perempuan bekas anggauta terpenting dari Hui-eng-pai dahulu. Untuk memenuhi kehendaknya Li Hwa tidak ragu-ragu untuk menculik gadis-gadis kampung dan gunung untuk dijadikan anggauta perkumpulannya! Dalam hal ini ia selalu memilih gadis yang cantik dan bersih. Tak lama kemudian, ia telah dapat mengumpulkan seratus orang anggauta perkumpulan Hui-eng-pai, seratus orang gadis yang rata-rata memiliki kecantikan mengagumkan. Mulailah ia mengatur anggautanya, melatih ilmu silat dan melakukan pekerjaan untuk kepentingan mereka semua di puncak tersembunyi dari Go-bi-pai itu.
Sementara itu, setelah mendapatkan Cheng-liong-kiam, Li Hwa tidak membuang waktu dengan sia-sia belaka. Ia memperdalam ilmu silatnya dan di dalam kitab memang terdapat ilmu pedang yang disebut Cheng-liong-kiam-sut, yakni Ilmu Pedang Naga Hijau yang tentu saja amat cocok dan tepat kalau untuk mainkan ilmu pedang ini digunakan pedang Cheng-liong-kiam sendiri! Ilmu silatnya maju pesat dan demikian hebat kemajuan yang diperoleh Li Hwa sehingga kepandaiannya sudah menyusul tingkat mendiang Pat-jiu Nio-nio. Bahkan ia kini sudah dapat meniru pekik burung elang yang dahulu hanya dapat dilakukan oleh Pat- jiu Nio-nio, pekik yang menjadi tanda dari perserikatan itu. Anggauta-anggauta lain dapat juga mengeluarkan pekik itu akan tetapi harus dibantu dengan alat tiup terbuat daripada daun bambu muda. Hanya Li Hwa seoranglah yang dapat mengeluarkan pekik ini tanpa bantuan alat, melainkan dengan pengerahan tenaga lweekang yang tinggi. Oleh karena ini, pekiknya adalah pekik yang lebih aseli dan yang berbeda daripada pekik para anggautanya, sehingga dapat dibedakan siapa kepalanya siapa anak buahnya.
Kurang lebih tiga bulan sebelum pertemuan di puncak Ngo-heng-san itu, terjadilah hal yang menggegerkan penghidupan para anggauta Hui-eng-pai di puncak Go-bi-san. Penstrwa ini terjadi pada suatu malam, yang menimpa seorang di antara para anggauta yang bernama Cun Eng, seorang gadis yang manis dan menarik, memiliki potongan tubuh yang menggairahkan. Selagi gadis ini seorang diri meronda sebagaimana tiap malam dilakukan secara bergiliran untuk menjaga keamanan gedung seperti istana itu, tiba-tiba ia melihat bayangan hitam berkelebat.
Sebelum Cun Eng dapat melihat siapa bayangan itu, tahu-tahu ia telah diserang, tertotok roboh. Bayangan itu ternyata ialah seorang laki-laki yang berkepandaian tinggi dan yang kemudian membawa Cun Eng pergi dan situ.
Gadis ini tidak berdaya lagi dan tak kuasa mempertahankan diri dari gangguan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. Ta hanya dapat melihat bentuk badan orang itu, dan mendengar suaranya ketika laki-laki itu hendak meninggalkannya berkata.
"Manis, kalau kelak kau merasa rindu kepadaku dan hendak mencariku, carilah di dunia kang-ouw. Namaku Wan Sin Hong sudah cukup terkenal." Cun Eng sambil menangis lalu melaporkan penghlnaan ini kepada Li Hwa yang membuat sepasang alis Li Hwa berdiri saking marahnya.
"Keparat jahanam Wan Sin Hong, kalau belum memenggal lehermu aku tak mau pulang!" serunya marah. Cepat mengumpulkan para anggauta yang sudah agak pandai sebanyak empat puluh orang kemudian ia melakukan pengejaran yang tiada henti-hentinya. Di mana saja ia mendengar jejak Wan Sin Hong tentu akan disusulnya sampai akhirnya tiba di Puncak Ngo-heng-san!
Demikianlah sebabnya mengapa begitu melihat Liok Kong Ji, Li Hwa terus saja menerjang. Hal ini adalah karena Cun Eng yang memberi tahu kepadanya bahwa pemuda yang memegang hudtim itu seperti orang yang telah melakukan perbuatan keji kepadanya. Tni pula sebabnya mengapa Li Hwa menjadi marah dan menendang Cun Eng karena itu tidak berani mengambil keputusan apakah Li Kong Ji itu orang yang mereka kejar-kejar atau bukan. Kecewa karena tidak bisa menentukan penjahat yang dikejar-kejarnya sampai berbulan-bulan, Li Hwa lalu menghibur dirinya dengan menonton pemilihan bengcu yang tanpa disengaja ia kunjungi.
Setelah melihat bahwa tempat itu sudah penuh dengan orang-orang gagah dari seluruh penjuru dan tidak ada tamu baru yang datang lagi, tiga ciangbunjin dari Thian san pai, Kum-lun-pai dan Bu-tong-pai yang dianggap sebagai pemimpin pertemuan, saling memberi tanda bahwa urusan segera dapat dimulai dan pertemuan dibuka.
Tai Wi Siansu, Ketua Kun-lun-pai yang usianya sudah delapan puluh tahun lebih dan dianggap yang paling tua, segera berdiri dan diapit oleh Leng Hwat Taisu Ketua Thian- san-pai dan Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai, ia bicara dengan suaranya yang tenang, halus dan penuh kesabaran, akan tetapi karena diucapkan dengan tenaga lweekang, maka dapat didengar oleh semua orang yang berkumpul di situ, bahkan orang-orang yang berdiri paling pinggir dapat juga mendengar dengan jelas.
"Cuwi sekalian tentu sudah mengerti apa maksud kita bersama mengadakan pertemuan di tempat yang bebas ini." Ia membuka kata-katanya dengan tenang.
"Yang dimaksudkan bebas adalah karena Ngo-heng-san memang tidak ada partai persilatan sehingga pertemuan diadakan di tempat ini merupakan pertemuan bebas, jadi bukan merupakan undangan dari partai atau pihak tertentu. Dengan demikian, maka tidak adalah tuan rumah atau tamu."
"Sekarang setelah kita semua berkumpul dan kelihatannya di sini sudah penuh dengan wakil-wakil dari semua golongan, marilah kita masing masing mengajukan calon bengcu agar pemilihan dapat segera dilakukan." Demikian Tai Wi Siansu mengakhiri kata-katanya yang singkat. Ramai suara hadirin yang hendak mengajukan calon masing-masing. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara keras, ternyata yang bicara adalah Liok Kong Ji. Pemuda ini mengerahkan suaranya sehingga mengatasi suara orang- orang bicara.
"Nanti dulu, Tai Wi Siansu! Aku mau tahu dengan cara bagaimanakah calon-calon itu akan dipilih? Bagaimana cara untuk menetapkan bengcu yang dipilih?"
Wi Siansu memandang dengan sinar mata dingin ke arah pemuda itu. Kakek ini yang dahulu pernah bertemu dengan Kong Ji ketika ia ikut mengejar dan mengepung penjahat Wan Sin Hong, memang kurang suka melihat pemuda ini yang biarpun berkepandaian tinggi, namun sikapnya amat tidak menyenangkan dan agak sombong.
"Tentu saja akan dipergunakan aturan lama yang sudah dipakai oleh nenek moyang kita. Di antara para calon bengcu harus kita pilih bersama dan masing-masing boleh menyatakan pendapatnya mengapa memilih bengcu itu, kemudian pertentangan pendapat diselesaikan dengan melihat keadaan calon bengcu maing-masmg. Kalau perlu boleh diukur tentang pribadi, kepandaian, keturunan dan lain-lain."
Liok Kong Ji mengeluarkan suara dingin.
"Aturan lama yang sudah usang!" Ia lalu menghadapi semua orang dan berkata nyaring.
"Aturan lama yang sudah usang itu hanya akan memancing keributan di antara kita sendiri. Menurut pendapatku, lebih baik kalau diadakan pemilihan di antara calon bengcu berdasar suara terbanyak! Yang paling banyak dapat sokongan suara dialah yang menang,"
Kembali terdengar suara gaduh ribut menyambut usul ini. Seorang tosu tinggi kurus berjenggot putih, yakni Yang Seng Cu, murid tertua dari Tai Siansu, berdiri dan berkata keras.
"Aturan itu tidak boleh dipakai sama sekali! Kita tidak bisa meninggalkan aturan lama yang sudah disaring orang- orang gagah jaman dahulu. Memilih berdasarkan suara terbanyak amat berbahaya. Tentu saja yang menang adalah mereka yang membawa banyak konco dan kaki tangan, sedangkan mereka yang dengan jujur datang hanya membawa sedikit kawan akan kalah suara. Paling perlu dilihat buktinya apakah emas yang dipilih itu tulen atau palsu. Memilih bengcu sama dengan memilih barang berharga, harus diteliti benar-benar. Kalau sampai kita salah pilih dan mendapatkan seorang yang berwatak bejat menjadi bengcu, bukankah kita bersama diseret ke lembah kehinaan? Paling baik para calon bengcu itu memperlihatkan kepandaian masing-masing agar kita semua dapat membuka mata dan menilai."
"Akur! ini akur sekali!" terdengar banyak suara menyambut.
"Tidak cocok! Lebih baik menurut usul Tung-nam Tai-bengcu"" terdengar suara di sana-sini dan jumlah suara ini banyak sekali. Diam-diam Tai Wi Siansu terkejut dan berdebar hatinya. Mengapa di antara orang-orang yang menyatakan setuju akan usul Liok Kong Ji itu terdapat orang-orang dari rombongan Siauwlim dan partai-partai lain? Benar-benar aneh sekali.
Kong Ji tersenyum.
"Sudahlah, hal ini tak perlu diributkan. Kita lihat saja macam apa calon-calon bengcu yang dimajukan. Tentang mengukur kepandaian boleh saja, bahkan tentu para pemilih juga menjagoi dan membela calon masing-masing." Kata kata ini merupakan sindiran bahwa tentu akan terjadi keributan dan pertentangan mengadu kepandaian dalam pemilihan ini dan menyatakan tidak takut sama sekali. Hal ini memang tidak aneh. Setiap kali orang- orang kangouw yang rata-rata mengandalkan kekerasan dan kepandaian ini melakukan pemilihan sesuatu, pasti akan terjadi bentrok dan pertempuran akan tetapi akhirnya hal itu akan beres yang dipilih didapatkan dengan tepat dan cocok, sedangkan pertempuran itu bahkan ada baiknya karena biasanya lalu siapa atau pihak mana yang betul dan pihak mana yang menyeleweng. Oleh karena itu, semua orang gagah tidak takut menghadapi bentrok dalam pemilihan ini.
Karena mengira bahwa calon-calon bengcu yang diajukan tentu banyak sekali, Tai Wi Siansu segera minta nama-nama calon bengcu itu disebutkan. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia hanya mendapatkan lima orang calon saja! Pertama-tama adalah Liok Kong Ji yang disebut Tung-nam Tai-bengcu, kedua adalah dia sendiri, orang ketiga adalah Go Ciang Le yang dipilih oleh tokoh-tokoh partai lain terutama sekali oleh Tai Wi Siansu sendiri. Ke empat adalah See-thian Tok-ong yang didukung oleh anak isterinya dan delapan orang pengiringnya, juga oleh beberapa orang kang- ouw yang sudah mendengar nama besar Raja Racun dari Barat ini. Adapun orang kelima adalah Cam-kauw Sin-kai yang ditunjuk dan diusulkan oleh Ciang Le dan isterinya serta oleh Lie Bu Tek pendekar buntung.
"Hanya lima orang saja calon bengcu?" tanya Tai Wi Siansu dengan wajah terheran-heran.
"Pada pemilihan bengcu dahulu, calonnya saja mendekati lima puluh orang!" Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang anggauta Hui-eng-pai telah berdiri di depan Tai Wi Siansu. Dengan hormat dia menjura dan bertanya.
"Totiang, saya disuruh oleh Niocu untuk bertanya apakah para calon bengcu ini nanti mengukur kepandaian masing-masing?"
Tai Wi Siansu mengangguk-angguk "Memang seharusnya demikianlah."
Gadis yang manis dan bertahi lalat pada telinga kirinya ini berseri wajahnya dan berkata cepat.
"Kalau begitu harap catat ketua kami sebagai calon ke enam!"
Tat Wi Siansu mengerutkan keningnya dan mengerling ke arah rombongan Hui-eng-pai di mana ia melihat Li Hwa duduk sambil tersenyum manis dan sepasang matanya bersinar-sinar. Ia hanya bisa mengangguk menyatakan setuju dan gadis suruhan itu melompat kembali ke tempatnya di mana dia dan kawan-kawannya berbistk dan nampaknya bergembira.
"Calon ke enam telah dipilih, yakni Hui-eng Niocu Siok Li Hwa Ketua Hui eng-pai!" kata Tat Wi Siansu memperkenalkan kepada orang banyak. Terdengar orang bertepuk tangan menyambut pemberitahuan ini. Dapat dimengerti bahwa yang bersorak ini sebagian besar adalah orang-orang muda yang mengagumi kecantikan Li Hwa. Pula di situ hanya ada seorang saja wanita yang berani terjun menjadi calon bengcu, siapakah yang tidak menjadi kagum? Akan tetapi diam-diam. banyak yang tertawa geli kalau memikirkan alangkah janggalnya kalau dunia kang-ouw dikepalai oleh seorang bengcu wanita!
Hal ini memang disengaja oleh Li Hwa. Tidak saja ia teringat akan pesan mendiang Pat-jiu Nio-nio bahwa ia harus dapat mengangkat derajat wanita dan ini memperlihatkan bahwa wanita pun tak kalah oleh pria, juga sebagai seorang muda yang berdarah panas ia sudah gatal- gatal tangan untuk menguji kepandaiannya dengan para calon bengcu! Jarang ia bertemu dengan lawan yang tangguh dan sekaranglah saatnya baginya untuk menguji kepandaian yang sekian lamanya ia pelajari dengan rajin sekali. Kemudian Kong Ji meloncat ke depan, mengibas-ngibaskan hudtimnya dengan lagak sombong sekali.
"Biarpun pemilihan calon bengcu itu tidak didasarkan suara terbanyak, akan tetapi setidaknya harus diumumkan dan didengar oleh semua orang siapa-siapakah yang memilih calon-calon bengcu yang sekarang ini agar tidak main gila dalam pemilihan ini dan agar diketahui oleh semua orang bahwa calon yang diajukan benar-benar dikehendaki orang banyak di dunia kang-ouw!"
Wajah Tai Wi Siansu menjadi merah. Kata-kata ini mengandung sindiran dan pernyataan tidak percaya kepada para pemimpin pertemuan seakan-akan para pemimpin pertemuan akan berlaku curang dalam pemillhan ini!
"Sudah tentu!" kata Tai Wi Siansu kasar, karena memang betapapun juga permintaan ini cukup pantas dan tak dapat ditolak lagi. Tai Wi Siansu lalu berkata kepada orang banyak.
"Cuwi-enghiong yang berada di sini harap suka mengangkat tangan apabila nama calon bengcu pilihan pinto sebut. Kemudian setelah memandang ke empat penjuru ia berkata dengan suaranya yang ringan tapi halus.
"Calon pertama, Tung-nam Tai-bengcu Liok Kong Ji!" Terdengar suara gemuruh orang-orang menyambut dengan sorakan dan banyak sekali lengan tangan kanan diangkat tinggi-tinggi di atas kepala. Melihat banyaknya pendukung, Tai Wi Siansu tidak merasa aneh. Akan tetapi ketika ia dengan perhatian ke arah para penyokong calon ia menjadi kaget sengah mati. Demikian pun Leng Hoat Taisu
Ketua Thian-san-pai dan Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai semua menahan napas agar tidak mengeluarkan seruan kaget. Mereka hanya dapat saling pandang, penuh rahasia dan perasaan terkejut dan terheran-heran. Kini dengan jelas terlihat oleh mereka bahwa semua wakil yang terdiri dari rombongan-rombongan kecil wakil-wakil dari partai-partai besar di dunia, Kiang san-pai ikut mengangkat lengan menyokong nama Liok Kong Ji Juga semua pemimpin dari partai-partai kecil lainnya seperti partai-partai Im-yang-bu- pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shansi Kai-pang. Twa-to Bu- pai dan lain-lain juga menyokong Liok Kong Ji. Kalau partai- partai ini menyokong pemuda itu, masih tidak aneh karena bukankah pemuda itu juga sudah diangkat sebagai bengcu dari timur dan selatan oleh mereka ini? Akan tetapi, kalau partai-partai Siauw-lim-pai, Go-bi-pai lain-lain ikut memilihnya, inilah hebat.
Juga tokoh-tokoh lain yang tidak ikut memilih Liok Kong Ji, saling pandang dengan hati kecut. Dilihat begitu saja malah yang memilih Liok Kong Ji lebih dari setengah orang yang hadir di situ dan kalau sampai terjadi keributan akibat rebutan kursi bengcu, pemuda itu bersama pendukungnya yang amat banyak tentu merupakan lawan yang amat berat. Apalagi ketika di antara para pendukung itu terdapat tokoh besar seperti Gi Seng Cu, para ketua partai dan wakil-wakil partai besar yang amat banyak pula anak buahnya. Akan tetapi kini sudah terdengar lagi. suara Tat Wi Siansu yang mengumumkan nama calon ke dua.
"Calon ke dua, Hwa I Enghiong Go Ciang Le!"
Nama besar Go Ciang Le murid Pak Kek Siansu, siapakah yang belum pernah mendengar? Semua orang memandang kepada pendekar besar itu, kagum dan segan. Akan tetapi yang mendukung pendekar besar ini tidak berapa banyak. Hal ini disebabkan oleh karena bukan saja mereka yang hadir itu sebagian besar adalah kaki tangan Liok Kong Ji, akan tetapi juga karena selama ini Go Ciang Le menyembunyikan diri saja tidak terjun di dunia kang-ouw sehingga orang-orang hanya mengenaI nama besarnya saja akan tetapi tidak pernah menyaksikan sepak-terjangnya. Tentu saja orang-orang masih ragu-ragu untuk memilihnya sebagai bengcu. Akan tetapi sebaliknya, tokoh-tokoh besar seperti Tat Wi Siansu tidak ragu-ragu lagi untuk memilih Go Ciang Le sebagai bengcu.
"Calon ke tiga, Cam-kauw Sin-kai!"
Pendukung kakek pengemis sakti ini banyak juga, karena selain Ciang Le, isterinya, Lie Bu Tek dan beberapa orang tokoh perkumpulan-perkumpulan pengemis yang sudah mengenal kakek ini, juga ada orang-orang kang-ouw yang sudah lama mengagumi Cam-kauw Sin-kai memberikan suaranya dan mengangkat tangan tanda mendukung. Cam-kauw Sin-kai sendiri hanya tertawa tawa berkata perlahan.
"Tua bangka macam aku mana pantas menjadi bengcu?" Tai Wi Siansu sudah mengumumkan lagi.
"Calon ke empat, See-thian Tok-ong suaranya terdengar nyaring dan nama menimbulkan gelisah dan rasa ngeri dalam hati para pendengarnya. Nama Racun dari Barat ini sudah terkenal bagai tokoh berwatak iblis yang menakutkan, apalagi sekarang menyaksikan orangnya yang memang menyeramkan. Kecut-kecut hati semua orang yang memilih calon lain, karena di samping Liok Kong Ji yang banyak pengikutnya, See-thian Tok-ong inilah yang merupakan lawan berat dan juga merupakan orang yang tak disuka.
"Calon ke lima, yang sesungguhnya tak perlu diadakan, adalah pinto sendiri," kata Tat Wi Siansu. Kata kata ini disambut oleh suara ketawa banyak orang yang menganggap kakek itu berkelakar. Memang lumayan juga kelakar ini, untuk selingan dan menghibur hati yang berdebar tegang menghadapi pemilihan bengcu dan mendengar nama See thian Tok-ong tadi.
Tiba-tiba terjadi keributan kecil di rombongan Teng-san-pai.. Semua orang memandang dan ternyata yang membikin ribut adalah Cam-kauw Sin-kai. Kakak pengemis sakti ini entah kapan, tahu-tahu telah berada di situ dan menyerang seorang di antara rombongan Teng-san-pai itu sambil berseru,
"Kau tukang colong ayam!" Seruan ini dibarengi oleh serangannya memukul ke dada dengan tangan kanan dan mencengkeram pusar dengan tangan kiri. Serangan yang hebat, cepat dan kuat sekali! Semua orang terkejut melihat ini, terutama orang yang diserangnya itu. Orang itu adalah seorang yang berpakaian seperti tosu dan dia adalah seorang di antara para wakil Teng-san-pai, muka dan lagaknya menunjukkan bahwa dia adalah seorang ahli silat pandai.
Menghadapi serangan yang demikian dahsyat dari Cam-kauw Sin-kai tosu ini cepat membanting tubuh ke belakang sambil berpoksai dengan cara berjungkir balik. Akan tetapi terdengar suara ketawa bergelak dan kaki Cam-kauw Sin-kay menyentuh pantatnya sehingga tosu itu terpental dan jatuh bergulingan seperti sebuah bal karet ditendang. Cam-kauw Sin-kay mengeluarkan suara ketawa bergelak-gelak, suara ketawanya aneh sekali dan pengemis ini lalu melompat kembali ke dekat Gak Soan Li. Memang sejak tadi, pengemis ini nampak bicara perlahan- lahan dengan nona yang siuman dari pingsan ini.
Ciang Le, isterinya, dan Lie Bu Tek memandang kepada pengemis tua itu dengan heran. Mereka tidak melihat sesuatu alasan mengapa Cam-kauw Sin- kai melakukan penghinaan kepada wakil Teng-san-pai itu. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang melihat pandang mata reka hanya tersenyum-senyum, wajahnya berseri-seri aneh. Kemudian ia berdiri dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil berkata kepada Tai Wi Siansu,
"Masih ada lagi calon ke tujuh, akulah orangnya yang memilihnya dan harap diumumkan!" Semua orang mendengar ucapan yang dilakukan dengan pengerahan lweekang yang tinggi ini. Tai Wi Siansu sudah mengenal siapa adanya Cam-kauw Sin-kai dan melihat kelakuan pengemis tua ini, Ketua Kun- lun-pai tersenyum dan menjawab sabar.
"Cam-kauw Sin-kai, kauumumkan sendiri agar kita semua mendengar, Siapakah adanya calon pilihanmu yang terhormat itu?" Cam-kauw Sin-kai memandang ke empat penjuru memutar-mutar tubuhnya lalu berkata dengan keras sekali setelah mengumpulkan tenaga dan napasnya.
"Aku mengajukan calon bengcu kiranya paling tepat pada waktu ini menjadi pemimpin kita, dia itu bernama Wan Sin Hong!" Untuk sedetik terdengar suara seruan kaget, lalu disusul suasana sunyi senyap. orang-orang memandang kepada
Cam-kauw Sin-kai seolah-olah pengemis itu telah berubah ingatannya. Bahkan orang-orang yang berpihak kepadanya juga memandang dengan heran. Ciang Le sendiri memandang dengan muka tercengang, sedangkan Lie Bu Tek memandang kepada Cam-kauw Sin-kai dengan mata menjadi basah air mata!
Ketika Cam-kauw. Sin-kai menyebut nama bengcu yang dipilihnya, nama "Wan Sin Hong" la sebutkan dengan pengerahan tenaga sekuatnya sehingga lama setelah ia menutup mulut gema suaranya masih terdengar dari sekeliling puncak itu. Tiba-tiba dari jauh sekali, terdengar suara ketawa yang aneh gemanya bergemuruh seperti suara geluduk dari jauh. Semua orang terkejut sekali, bahkan
Ciang Le dan tokoh-tokoh besar yang berada di situ juga kaget karena hanya orang yang memiliki khikang tinggi bukan main yang dapat mengeluarkan suara seperti itu gemanya! Akan tetapi suara itu hanya timbul sebentar saja karena lalu lenyap tak disusul oleh suara apapun juga.
Kemudien terdengar pekik lain yang nyaring sekali, disusul oleh pekikan semacam itu yang kurang nyaring, kemudian nampak bayangan-bayangan putih berkelebatan, bayangan-bayangan putih yang cepat sekali gerakannya laksana kelompok burung garuda menyambar. adalah pekik yang dikeluarkan oleh Siok Li Hwa, disambut oleh pekik dari para anggautanya. Pekik ini merupakan pekik aba-aba dan sebentar saja Li Hwa dan para anggautanya sudah mengurung tempat di mana berdiri Cam-kauw Sin-kai dan rombongan Go Ciang Le! Li Hwa sendiri lalu melangkah maju, pedang hijau berkilauan di tangannya. Ia menghadapi Cam-kauw Sin-kai dengan wajah keren dan mata berapi-api.
Melihat ini, Bi Lan sudah naik darah dan kalau tidak dikedipi suaminya, tentu nyonya ini sudah menerjang maju mengusir Li Hwa yang bersikap demikian kurang ajar dan galak. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang di hadapi oleh Li Hwa, tersenyum-senyum saja, bahkan lalu menjura dan berkata,
"Bukankah nona calon ke enam yang tadi disebut bernama Siok Li Hwa, berjuluk Hut-eng Niocu dan menjadi ketua dari Hui-eng-pai? Apakah maksudmu terbang ke suni dan kelihatan marah kepada lohu?"
"Pengemis bangkotan tak perlu memutar omongan lagi! Kau tadi menyebut-nyebut nama penjahat besar Wan Sin Hong yang kaupilih menjadi bengcu. Bagus sekali! Hayo lekas kaukeluarkan jahanam busuk itu agar dapat kubawa kepalanya ke tempatku untuk ditaruh di meja sembahyang sehingga noda yang mencemarkan pada nama baik perkumpulan kami dapat dicuci bersih!"
"Dia tidak ada di sini pada saat ini. Entah nanti!" jawab Cam kauw Sin-kai dan suaranya terdengar bersungguh- sungguh.
"Jangan kau membohong!"
"Eh, eh, kau ini masih muda akan tetapi sikapmu agak galak sekali. Kalau kau tidak percaya carilah sendiri kalau becus. Aku boleh memilih calon bengcu siapa saja, adapun dia itu hadir atau tidak, bagaimana aku bisa memaksa?"
"Pengemis tua, kau sengaja hendak menyembunyikannya! Kalau begitu, kaulah yang harus kutahan untuk memancing penjahat Wan Sin Hong datang Sambil berkata demikian Li Hwa menyerang dengan pedangnya untuk membikin putus urat sambungan siku kakek itu!
"Ganas kau!" Cam-kauw Sin-kai mernbentak marah karena serangan gadis itu benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau sampai mengenai sasaran maka akan menjadi orang yang cacad! Cepat ia menggerakkan tongkatnya, dengan gerakan istimewa dari ilmu tongkat Cam-kauw-tunghwat ciptaannya yakni bagian gerakan menggait" dan "membetot".
Terdengar bunyi keras dan tongkatnya berhasil menempel pedang nona itu, akan tetapi sebelum membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas kembali, dan ia ternyata nona itu telah dapat membebaskan pedang dengan amat mudahnya dan tenaga tempelan yang luar biasa itu. Di lain saat pedang itu telah menjadi sinar hijau dan kini menyerang ke arah pundak untuk membikin putus tulang pundak! Ternyata dari serangan serangannya ini bahwa nona itu tidak bermaksud mengambil nyawa, hanya untuk merobohkan dan menawan Cam-kauw Sin-kai. Tentu saja pengemis sakti ini tidak mandah begitu saja dan cepat memutar tongkat melakukan perlawanan. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Siluman betina jangan banyak tingkah!" Yang membentak ini adalah Liang Bi Lan isteri Hwa l Enghiong Go Ciang Le. Melihat sikap Siok Li Hwa, Bi Lan yang berwatak keras tak dapat menahan sabar lagi.
Sekali kakinya menotol tanah, tubuhnya melayang dan menerjang Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin- kai. Melihat gerakan yang luar biasa cepatinya ini, dua orang anggauta Hui-eng-pai menyambut dengan pedang dilintangkan di depan dada, mencegah nyonya ini mengganggu ketua mereka yang sedang menyerang Cam- kauw Sin-kai.
Akan tetapi, sekali mengulur kedua tangan, Bi Lan telah berhasil merampas pedang di tangan dua orang nona ini dan tendangan berantai yang ia lancarkan membuat dua orang lawannya ini cepat- cepat lari meninggalkannya! Liang Bi Lan lalu melontarkan dua pedang rampasan itu ke arah Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin-kai.
Li Hwa sejak tadi melihat gerak, Bi Lan ini bukan main terkejutnya melihat nyonya cantik yang begitu lihai. Segera ia menangkis dengan Cheng-liong-kiam di tangannya dan dua batang pedang dilontarkan itu dengan mudah terbabat putus. Dengan adanya campur tangan dari Bi Lan ini, Cam- kauw Sin-kai bebas dari desakan dan kini Li Hwa menghadapi Bi Lan.
"Bocah siluman, kaukira dirimu ini apakah mau menjual lagak di sini?"
Li Hwa memandang kepada Bi Lan dengan matanya yang bening dan bersih. Dua orang wanita, sama cantiknya, yang seorang gadis remaja, yang kedua telah setengah tua, berdiri berhadapan saling pandang. Bi Lan dengan sinar mata marah, sebaliknya Li Hwa memandang kagum, karena baru kali ini ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi.
"Toanio mengapa marah-marah kepadaku? Aku berurusan dengan pengemis tua ini yang menyebut-nyebut nama penjahat yang kucari, apa sangkutannya dengan toanio?" akhirnya Li Hwa mengeluarkan suara bertanya, sikapnya sungguh-sungguh dan tidak mengandung suara bermusuhan.
Liang Bi Lan terkenal sebagai seorang wanita yang mudah gembira dan mudah marah. Di waktu mudanya ia jenaka dan gembira, akan tetap, memiliki keberanian yang luar biasa dan kalau ia marah maka tentu akan timbul geger. Sebetulnya dalam dadanya terdapat hati yang penuh welas asih, hati yang suka mengalah sabar, hanya wataknya yang membuat ia kadang-kadang mudah sekali tersinggung. Kalau saja kata-katanya tadi dijawab kata kata keras pula oleh Li Hwa pasti ia akan menyerang gadis itu tak banyak cakap lagi. Akan tetapi, mendengar ucapan Li Hwa yang lemah-lembut dan hormat, seketika itu juga api yang membakar hatinya padam. Namun ia tak mau melayani kelemahlembutan itu, maka jawabnya mengandung teguran,
"Bocah, bagaimana aku tidak akan mencampuri? Urusanmu dengan Wan Sin Hong atau dengan siapapun juga memang tiada sangkut pautnya dengan kami dan aku Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan sekali-kali bukan orang usilan yang suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Cam- kauw Sin-kai adalah seorang di antara rombonganku, bahkan dia juga merupakan calon bengcu yang kami pilih. Adapun dia memillh seorang bernama Wan Sin Hong menjadi calon, itu sih haknya karena semua orang merdeka untuk memillh calon masing-masing, megapa kau begitu tak tahu aturan mengandalkan kegalakanmu? Apa kaukira di dunia ini tidak ada orang lain berani menentangmu? Kau mengganggu seorang anggauta rombongan kami, berarti kau menghina aku. Hayo, sekarang kau mundur atau hendak mengadu kepandaian dengan aku?"
Li Hwa tersenyum, matanya memandang kagum akan tetapi wajahnya berubah agak pucat. Ia marah sekali. Kalau saja orang lain yang bicara seperti itu, sudah dapat dipastikan pedang hijaunya akan menyerang. Akan tetapi sikap Bi Lan amat mengesankan hatinya, membuat ia kagum dan tertarik. Tidak tegalah hatinya untuk bermusuh dengan nyonya yang gagah ini. Bukan sekali-kali ia tidak berani, hanya ia merasa lebih suka bersahabat daripada bermusuh dengan wanita gagah itu.
"Toanio, aku tidak ingin bermusuh denganmu. Tidak ada sebab-sebabnya harus melawanmu, sungguhpun aku sekali tidak takut. Mungkin tadi aku terlalu terburu nafsu. Asal saja kau suka memberi tahu apakah di rombonganmu ada penjahat Wan Sin Hong atau tidak aku suka mengundurkan diri dan menghabiskan urusan ini."
"Kau kira kami menyembunyikan penjahat? Setan alas! Baik yang bernama Wan Sin Hong atau siapapun juga, rombongan kami tidak ada penjahatnya. Li Hwa tersenyum dan mengerling ke arah Cam-kauw Sin-kai.
"Cam-kauw Sin-kai, maaf kalau tadi aku terburu nafsu. Akan tetapi kau telah seorang jahat yang menjadi musuhku, berarti kau pun bukan orang baik. Tunggu saja, bukankah kita berdua sama-sama calon bengcu? Tunggu sampai kita bertemu di gelanggang adu kepandaian!" Setelah berkata demikian, Li Hwa lalu melompat kembali ke tempat yang tadi, diikuti oleh semua rombongannya. Keadaan tenang kembali.
Akan tetap, baru saja Li Hwa mengundurkan diri, Liok Kong Ji sudah melompat maju. Kebutan di tangannya digoyang-goyangkan dengan lagak agung serperti seorang pangeran saja. Bibirnya tersenyum, penuh keyakinan akan ketampanan wajahnya, dadanya diangkatnya dan hanya memandang liar ke kanan kiri. Pemuda ini sejak tadi telah mempertimbangkan siapa-siapa calon yang menjadi lawan berat. Baginya adanya See-thian Tok-ong menjadi calon, tidak begitu dipikirkan oleh karena ia percaya bahwa orang ini dapat ia tarik menjadi kawan.
Juga ia tidak memandang sebelah mata kepada Tat Wi Siansu Ketua Kunlun-pai dan kepada Cam-kauw Sin-kai. Kini tinggal tiga orang yang menjadi buah pikiran, yakni Go Ciang Le. Siok Li Hwa, dan akhirnya yang amat mengejutkan hatinya adalah Wan Sin Hong yang dipilih sebagai bengcu ke tujuh oleh Cam-kauw Sin-kai. Maka ia lalu maju ke depan dan sebelum perang adu kepandaian dimulai, ia hendak mempergunakan siasat perang lidah.
"Cuwi-enghiong yang hadir di sini sudah mendengar jelas siapa-siapa adanya tujuh orang bengcu." Ia mulai bicara dengan layak seorang pemimpin ulung! "Pilihan calon ketua bagi yang lain-lain aku sudah setuju sekali karena memang mereka itu adalah locianpwe-locianpwe yang patut menjadi pemimpin serta berkepandaian tinggi. Akan tetapi aku merasa amat keberatan mendengar nama tiga orang yang dicalonkan, karena aku menganggap mereka itu tidak layak menjadi calon bengcu yang terhormat!"
Semua orang yang mendengar kata-kata ini menjadi tertarik. Benar-benar seorang pemuda yang berani mati. Tiga orang calon bengcu yang manakah ia berani mencela-celanya? Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak seorang pun mau memotong ucapannya. Setelah memandang ke kanan kiri dan merasa puas melihat wajah orang-orang itu memperhatikan kata-katanya, Kong Ji melanjutkan.
"Pertama tama, aku ingin bicara tentang calon bengcu yang ke enam, yaitu nona Siok Li Hwa ketua dari Hui-eng-pai. Bukan sekali-kali aku kurang menghargainya, bahkan aku merasa kagum sekali, akan kemajuan yang dicapa, oleh Nona Siok, biarpun wanita dan masih muda sudah menjadi Ketua Hui-eng-pai. Akan tetapi sudah berani maju sebagai calon bengcu. Akan tetapi, bengcu yang akan dipilih ini adalah ketua dari semua orang gagah di kolong langit, apakah patut kalau bengcu seorang wanita?"
Dari rombongan Hui-eng-pai terdengar suara nyaring seorang gadis anggauta rombongan itu.
"Orang she Liok, jangan kau sombong! Biarpun seorang wanita, hanya Niocu kami tidak akan kalah olehmu. Lihat saja nanti"
Kong Ji, tersenyum dan mengangkat pundak.
"Demi kesopanan dan kepantasan aku sudah bicara, kalau Nona Siok bertekad mendapatkan kedudukan bengcu, terserah. Sekarang orang ke dua. Dia ini benar benar tidak layak menjadi bengcu, lebih tidak patut lagi direndengkan para orang gagah yang terpilih hadir di sini. Dia itu adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang tadi dipilih oleh Cam- kauw Sin-kai. Pantas saja Nona Siok marah terhadap Cam- kauw Sin-kai, karena memang perbuatannya itu amat lancang. Bagaimana seorang manusia sudah tersohor akan kejahatannya itu dijadikan calon bengcu? Apakah Cam-kai Sin-kai menghendaki kita semua dipimpin oleh seorang penjahat ? Sungguh lucu!"
"Semua orang menuduh Wan Sin Hong seorang penjahat besar. Mana buktinya?" Suara Cam-kauw Sin-kai berkumandang ketika ia mengatakan ucapan ini.
Liok Kong Ji tertawa terbahak-bahak "Ha-ha, omongan Cam-kauw Sin-kai seperti omongan anak kecil saja! Yang tidak dapat melihat bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat besar, dia itu seorang buta! Yang tidak mendengar akan kenyataan itu, dia itu seorang tuli! Siapakah yang belum mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong? Mau bukti? Terlalu banyak! Bukankah baru saja sudah dibukan dengan kemarahan Nona Siok Li Hwa yang mencari penjahat besar Wan Sin Hong sampai berbulan-bulan lamanya? Apakah masih belum puas lagi? Tanya saja Nona Cun Eng, apa yang telah diperbuat oleh Wan Sin Hong kepadanya!"
(Lanjut ke Jilid 29)
Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 29
Terdengar pekik mengerikan dan terjalilah ribut ribut di rombongan Hui-eng-pai. Ternyata bahwa Cun Eng telah menggunakan pedang menusuk dadanya sendiri ketika mendengar kata-kata Kong Ji itu. Aib yang menimpa dirinya dibuka begitu saja oleh Kong Ji di depan umum, maka gadis itu tidak melihat jalan lain kecuali membunuh diri!
Siok Li Hwa dengan muka merah lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengurus jenazah Cun Eng, kemudian ia berkata dengan suara nyaring.
"Untuk ini Wan Sin Hong akan membayar dengan nyawanya!" Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak, lalu memandang kepada Cam-kauw Sin-kai dengan penuh ejekan.
"Cam-kauw Sin-kai, masih kauragukan lagi dan masih hendak melihat bukti lagi? Lihat, Nona yang sekarang sudah menjadi mayat itu telah menjadi korban kejahatan Wan Sin Hong."
"Sayang, sayang kehilangan lagi orang saksi utama! Liok Kong Ji, mengapa kau begitu girang melihat kematian Nona Cun Eng?" Tiba-tiba saja kalimat terakhir ini diucapkan oleh Cam-kauw Sin-kai sambil menatap wajah pemuda itu dengan tajam. Akan tetapi wajah Kong Ji tidak berubah, hanya senyumnya agak berbeda dengan tadi. Kini timbul kebengisan pada wajahnya yang tampan.
"Cam-kauw jangan kau mencoba mengacau-balau untuk menyembunyikan ketololanmu. Kau sudah memilih seorang penjahat menjadi calon bengcu dan aku hanya mengemukakan alasa-alasan disertai saksi-saksi hidup, Kau masih mau saksi lagi? Kau lihat dia itu," Kini telunjuk tangan kanan Kong Ji menuding ke arah Gak Soan Li!
Wajah Soan Li berubah dan matanya memandang kepada Kong ji dengan terbuka lebar-lebar. Kasihan sekali nasib gadis yang malang ini. Biarpun dengan penuh perhatian dan mengerahkan seluruh kepandaiannya Cam-kauw Sin-kai telah mengobatinya, namun tetap saja tidak dapat mengembalikan ingatannya. Sampai sekarang ia masih belum dapat ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya, siapa orang yang telah berlaku keji kepadanya. ia hanya ingat bahwa orang ini jahat dan mengganggunya bernama Wan Sin Hong sedangkan penolongnya ialah Gong Lam! Kini melihat wajah Kong Ji dan mendengar nama ini hanya merasa muak dan benci.
Hal ini tidak mengherankan oleh karena semenjak dahulu, semenjak Kong Ji masih menjadi murid Ciang Le dan masih belajar ilmu silat bersama-sama di dalam hati Soan Li sudah merasa tidak suka kepada pemuda ini. Maka sekarang biarpun ia tidak ingat lagi siapa adanya Kong Ji ia tetap merasa tidak suka dan benci. Sekarang, melihat Kong Ji menunjuk kepadanya untuk di jadikan saksi dan bukti kejahatan Wan Sin Hong, tahulah Soan Li apa yang hendak dimaksudkan oleh pemuda itu. Seperti pula Cun Eng tadi, ia pun hendak dijadikan sasaran penghinaan. Maka ia memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Juga Cam kauw Sin-kai menjadi pucat, demikian pula Ciang Le dan istri nya. Tidak mereka sangka bahwa Kong Ji akan begitu kejam mencemarkan nama baik saudara seperguruannya sendiri, bahkan nama baik gurunya sendiri! Lie Bu Tek memandang kepada Kong Ji dengan mata mengeluarkan sinar berapi.
Teringat ia betapa Kong Ji telah membuntungi lengannya dan betapa Kong Ji telah berlaku kejam sekali terhadap Wan Sin Hong. Sekarang ini, biarpun Wan Sin Hong disohorkan orang menjadi penjahat, akan tetapi Kong Ji pulalah yang agaknya memburuk-burukkan nama Wan Sin Hong! Kong Ji memandang kepada para hadirin dengan sinar mata penuh kesombongan dan kemenangan.
"Cuwi-enghiong, para orang yang berkumpul di sini. Perlu aku memperkenalkan Nona yang menjadi saksi dan bukti ke dua atas kejahatan Wan Sin Hong. Nona itu adalah Nona Gak Soan Li murid pertama dari Hwa I Enghiong Ciang Le."
Semua mata memandang dan di antaranya banyak yang kagum melihat Soan Li yang cantik dan agung, akan tetapi pucat wajahnya dan sinar matanya seperti bingung dan muram, bahkan ada tanda-tanda air mata mengembeng di pelupuk matanya.
"Tanyalah kepada Nona Gak Soan Li itu apa yang telah diperbuat oleh jahanam Wan Sin Hong kepadanya seperti yang telah diperbuat oleh penjahat itu kepada mendiang Nona Cun Eng tadi! Kalau ia tidak mau bicara dan kalau Cu- wi betul-betul ingin mengetahui, aku dapat memberi keterangan karena kebetulan sekali aku sendirilah orangnya yang telah menolongnya dari cengkeraman siluman Wan Sin Hong! Eh, Cam-kauw Sinkai,....... kau masih mau bukti-bukti lagi?"
Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terdengar teriakan menyayat hati dan tubuh Soan Li berkelebat ketika gadis itu dengan cepat sekali pergi dari situ turun dari puncak Ngo-heng-san dengan kecepatan seperti terbang sambil mengeluarkan rintihan sepanjang jalan!
"Liok Kong Ji, tutup mulut! Apakah kau bermaksud menghinaku? Kalau kau bermaksud menghina, katakan terus terang agar aku dapat memutuskan untuk mengadu nyawa denganmu di sini dan sekarang juga!" kata-kata ini keluar dari mulut Go Ciang Le yang sudah melompat ke depan Kong Ji dengan sikap menantang, berdin tegak dengan gagahnya dan menatap wajah bekas muridnya itu dengan sinar mata berapi-api. Gentar juga Kong Ji melihat sikap bekas gurunya ini, akan tetapi sambil tersenyum menjura dan berkata,
"Hwa I Enghiong, seorang gagah yang sudah disebut pendekar besar, bahkan yang sudah terpilih menjadi calon bengcu, apakah demikian mudah saja mencari permusuhan? Kau tahu bahwa aku tidak bermaksud menghina, melainkan mengemukakan kejahatan Wan Sin Hong yang agaknya dibela mati-matian oleh Cam-kauw Sin-kai. Sekarang Nona Gak sudah melarikan diri berarti bahwa kata-kataku semua berbukti, Cuwi-enghiong yang hadir di sini menjadi saksi." Karena jawaban ini menyangkal bahwa Kong Ji menghina Ciang Le tidak bisa apa-apa.
la tadinya sudah marah sekali, akan tetapi bagi seorang pendekar ia tidak berani berlaku sewenang-wenang, maka sengaja memancing bekas muridnya itu. Kalau sengaja Kong Ji berani menghinanya, ia mempunyai cukup alasan untuk menyerang pemuda itu. Akan tetapi ternyata dengan cerdik dan Licin sekali Kong Ji mengelak sehingga terpaksa Ciang Le menahan sabar dan kembali ke tempatnya.
"Cam-kauw Sin-kai sudah banyak buktinya bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat keji dan tidak patut dijadikan calom bengcu. Kalau kau belum puas dapat juga aku menyebutkan kejahatannya satu demi satu, misalnya pembunuhan terhadap murid Kun-tun-pai Tim Beng dan isterinya, lalu perampokan, pembunuhan-pembunuhan dan gangguan-ganguan terhadap wanita-wanita yang banyak disaksikan oleh orang-orang gagah sedunia. Tanya saja kepada para pemimpin partai-partai besar seperti Siauw lim-pai, Teng-san-pai, Go-bi-pai dan lain lain yang kini hadir, apakah mereka itu belum pula mengenal kejahatan Wan Sin Hong. Cam-kauw Sin-kai, jangan kau berpura-pura, ataukah kau betul-betul buta dan tuli maka kau memilih Sin Hong?"
Banyak tokoh yang berada di sini, biarpun mereka ini tidak memihak dalam percekcokan itu, namun mereka ini rata-rata sudah mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong, maka pemilihan nama ini sebagai calon bengcu tentu saja tak dapat mereka setujui. Mendengar uraian Kong ji serentak mereka menyataka setuju.
"Penjahat Wan Sin Hong jangan dijadikan calon...!" pekik ini terdengar simpang-siur dan akhirnya merupakan sorak riuh rendah.Ternyata bahwa tidak saja kaki tangan atau pendukung Liok Kong Ji yang ikut bersorak-sorak, bahkan para undangan lain juga terpengaruh oleh kata-kata Kong Ji. Melihat ini Ciang Le tak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera mengerahkan tenaga dan berseru keras sekali,
"Diam semua...!!"
Suara ini menggeledek dan menggelarkan jantung sehingga beberapa orang yang kurang kuat terpelanting jatuh! Yang lain-lain menjadi pucat dan suara riuh tadi berhenti seperti seekor orong-orong terpijak. Keadaan menjadi sunyi ketika Ciang Le dengan langkah tenang dan lebar menghampiri Kong Ji yang sudah siap sedia menghadapi segala kemungkinan.
"Liok Kong Ji, lebih baik tutup mulutmu yang kotor berbisa itu." Suara Ciang Le amat keras sehingga mudah terdengar oleh semua orang yang hadir di situ.
"Semua ucapanmu hanya untuk menjelekkan orang lain, tidak ingat bahwa kau sendiri seorang manusia busuk dan kotor! Kau telah melarikan diri dari pulau, meninggalkan perguruan dan membawa minggat pedang pusakaku yang kau curi. Kedosaan di dunia kang-ouw memang banyak sekali, akan tetapi mencuri pedang guru sendiri kemudian membelakangi guru dan bersikap seolah-olah lupa kepada semua pelajaran yang pernah terima dari gurunya, itu termasuk dua macam kedosaan besar tak berampuni. Kau sudah menipu orang-orang kang-ouw, mengadukan ke sana ke mari!" Kemudian Ciang Le menengok kepada Tai Wi Siansu dan berkata.
"Tai Wi Siansu, daripada mendengarkan obrolan kosong dari bocah ini, bukankah lebih baik melanjutkan saja pemilihan calon bengcu?" Setelah berkata demikian, Ciang Le kembali ke dalam rombongannya. Akan tetapi dengan muka merah Kong Ji melanjutkan kata-katanya,
"Hwa I Enghiong telah bicara, akan tetapi memutarbalikkan kenyataan" Kata-katanya juga nyaring dan dapat terdengar oleh semua orang. Para pendengar menjadi gembira oleh karena mereka memang sudah mengerti bahwa dalam pertemuan ini tentu akan terjadi pertentangan-pertentangan.
"Memang aku pernah menjadi muridnya, akan tetapi kalau aku merasa dibeda-bedakan sehingga tidak senang dan rminggalkan perguruan, apakah salahnya? Bukan dia seorang saja guruku! tentang pedang pusaka Pak-Lek Sin-kiam, siapakah yang tidak tahu bahwa pedang ini diperebutkan oleh seluruh orang di dunia kang-ouw? Hwa I Enghiong merebutnya dan orang lain, jadi siapa yang kuat dialah yang memiliki pedang. Aku yang telah mendapatkan tempat sembunyi Pak Kek Siansu di mana beliau menyimpan kitab kitabnya, akulah yang berhak memiliki pedang itu dan siapa yang kuat boleh coba-coba, merampasnya dari tanganku!"
Bi Lan yang lebih mudah naik darah daripada suaminya, mendengar omongan ini lalu menjawab.
"Bocah she Liok, kau benar-benar tak tahu malu dan manusia durhaka! Kecil kecil kau sudah membuntungi lengan Bu Tek Suheng yang semenjak kau masih kecil menjadi suhengmu dan momeliharamu! Kemudian kau menipu sana-sini dan akhirnya menipu kami sehingga dapat mencuri ilmu silat dan pedang pusaka. Dan perbuatanmu benar-benar sudah menjadi alasan cukup kuat untuk kami bertindak memberi hukuman." Kong Ji pura-pura tidak mendengar bahkan lalu menghadapi orang banyak. dan berkata,
"Cuwi-enghiong, tadi belum saya lanjutkan alasan-alasan yang kukemukaka mengapa tiga orang calon bengcu tidak pantas menjadi calon! Pertama-tama Ketua Hut-eng pai karena dia seorang wanita, ke dua Wan Sin Hong, karena di penjahat besar, dan ke tiga adalah Hwa I Enghiong. Dia ini biarpun menyebut diri pendekar besar, akan tetapi sudah berapa belas tahunkah dia menyembunyikan diri saja dan tidak mempedulikan urusan kang-ouw. Kalau dia pendekar besar, bagaimana sampai ada penjahat-penjahat seperti Wan Sin Hong itu berani muncul? Bahkan yang celaka sekali, murid perempuannya yang bernama Gak Soan Li tadi menjadi korban Wan Sin Hong pula tanpa Hwa I Enghiong berani berbuat apa-apa. Ha, ha, ha, coba Cuwi-enghiong bertanya, Nona Gak Soan Li melahirkan anak siapakah? Kecemaran yang luar biasa besarnya ini ditimbulkan oleh penjahat Wan Sin Hong dan Hwa I Enghiong tidak berani berbuat apa-apa. Patutkah orang seperti dia menjadi calon bengcu?"
Inilah hinaan yang hebat. Serentak Ciang Le dan Bi Lan melompat maju menerjang Liok Kong ji dengan pedang masing-masing! Akan tetapi dari belakang Kong Ji melompat keluar Giok Seng Cu yang menggunakan pukulan Tin-san-kang menangkis serangan Bi Lan sedangkan serangan pedang Ciang Le yang amat hebat itu ditangkis oleh Kong Ji.
Ciang Le diam-diam kaget juga karena tak disangkanya sama sekali sejurus serangan dari ilmu pedangnya Pak-kek-kiam-hwat dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Kong Ji, bahkan kalau ia tidak berlaku hati-hati dan cepat menarik kembali pedangnya, ada bahaya pedangnya akan terbabat putus oleh Pak kek Sin kiam!
"Hwa I Erighiong, apakah kau benar- benar tidak punya malu? Mengapa kau datang datang menyerangku? Lebih baik kau menjawab tidak betulkah tuduhanku, semua tadi? Kalau kau dapat membuktikan bahwa aku tadi hanya memfitnah belaka dan keteranganku tidak betul, biarlah semua enghiong yang berada di sini menghukumku sebagai penipu dan pembohong! Akan tetapi kalau memang betul, mengapa kau tidak tahu malu bahkan menyerangku? Dimana keadilan mu?" teriak Kong Ji sambil melintangkan pedangnya.
Merah muka Ciang Le. Memang, kalau ia melanjutkan penyerangannya, tentu semua orang lalu menganggap dia keterlaluan. Memang dalam pemilihan bengcu, calon-calon bengcu boleh saja menyerang lawannya dengan tuduhan- tuduhan yang berbukti untuk melemahkan kedudukan lawan, hal ini sudah lazim.
Dan betapapun juga kurang ajarnya Kong Ji dalam kata- katanya tadi, memang berbukti. Memang Soan Li, menurut pengakuan gadis yang telah hilang ingatannya itu telah menjadi korban Wan Sin Hong, bahkan belum lama ini, Soan Li telah... melahirkan seorang putera! Hal itu benar-benar merupakan alb yang memalukan.
Merupakan noda yang mencemarkan nama baiknya. Kalau saja Soan Li melakukan hal yang tidak patut itu dalam keadaan sadar, tentu ia akan turun tangan dan mungkin ia akan menewaskan muridnya itu. Akan tetapi, Soan Li merupakan korban perbuatan orang jahat, dan melihat keadaan gadis yang hilang ingatannya itu, Ciang Le, Bi Lan dan yang lain-lain merasa amat kasihan.
Bersama-sama Cam kauw Sin-kai, memang berusaha menyembuhkan Soan Li, bahkan sedikit demi sedikit mereka mendapat kesimpulan bahwa di balik segala peristiwa hebat yang menimpa diri Soan Li tersembunyi rahasia besar yang aneh dan yang sukar sekali dipecahkan. Misaknya tentang diri Wan Sin Hong.
Pendekar Budiman Eps 12 Pendekar Pedang Pelangi Eps 10 Memburu Iblis Eps 18