Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 32


Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 32




   "Gihu, harap selama ini kau dalam sehat saja," kata-katanya amat mengharukan hati Lie Bu Tek. Ingin sekali pendekar buntung ini memeluk anak angkatnya yang amat dikasihinya akan tetapi ia menahan perasaan hatinya dan hanya kedua matanya dikejap-kejapkan menahan runtuhnya air mata. Akhirnya ia dapat juga mengeluarkan kata-kata yang terdengar berat dan serak.

   "Buktikan dulu kebersihanmu, baru kau datang kepadaku."

   Wan Sin Hong memberi hormat lalu berdiri, untuk sejenak berpandangan dengan ayah angkatnya, dua pasang mata memandang penuh rindu dan akhirnya Sin Hong memeluk ayah angkatnya.

   "Mohon berkahmu, Gihu...." ia melepaskan pelukannya dan berjalan dengan langkah tenang dan lambat ke tengah lapangan. matanya selalu ditujukan kepada Kong Ji. Lie Bu Tek mengikuti putera angkatnya dengan mata digenangi butir air mata, mengikutinya dengan pandang mata penuh kasih sayang.

   "Benar-benarkah dia tidak berdosa?" kata-kata ini terlepas dan mulut Ciang Le yang terharu juga menyaksikan sikap Sin Hong terhadap Lie Bu Tek.

   Lie Bu Tek menggerakkan pundaknya.

   "Kita sama-sama lihat saja!"

   Juga Bi Lan berbisik di dekat puterinya.

   "Pemuda itu aneh sekali. Benar-benarkah dia seorang penjahat besar dan keji?"

   Tak terasa Hui Lian mengepal tangannya dan berkata.

   "Entahlah, Ibu, akan tetapi aku pernah melihat dia mengejar dan mencoba menculik seorang gadis cantik." Terdengar suara menggetar penuh kekecewaan dan kegetiran dalam suara ini dan terbayanglah semua pengalamannya dengan Wan Sin Hong. Sementara itu, Cam-kauw Sin-kai memanggil Go Ciang Le dan isterinya. Tentu saja Ciang Le merasa heran dan cepat-cepat bersama Bi Lan ia mendekati kakek yang bersila itu, lalu berlutut dan duduk bersila pula.

   "Go-taihiap dan Lihiap, tak lama lagi aku mati. Sebelum itu, aku hanya ingin bicara sedikit untuk penghabisan kali karena kalau pembicaraan ini selesai, aku hendak menghabiskan sisa hidupku menikmati cara bagaimana pemuda she Wan itu menyelesaikan semua perkara ini. Go-taihiap, kau dan isterimu sudah melihat muridku, Coa Hong Kin. Dia seorang yang baik dan melihat hubungannya dengan puterimu, biarpun sekarang bukan saat yang tepat dan bukan di tempat sang patut, mengingat usiaku tak panjang lagi, aku mengajukan lamaran kepada putrimu agar menjadi calon jodoh murindku Hong Kin."

   Ciang Le dan istennya saling pandang, sukar untuk memutuskan perkara yang muncul tiba-tiba ini. Sebagai suami isteri yang saling mencinta, kedua orang ini saling dapat mengerti perasaan hati masing-masing hanya dengan saling pandang saja, tadi mereka sudah menyaksikan ketulusan dan kebaikan hati Hong Kin yang tidak segan-segan mengakui Soan Li sebagai isterinya hanya untuk memberikan muka keluarga Go Ciang Le, maka di dalam hati kedua suami iste ri ini memang sudah ada perasaan suka kepada Hong Kin. Apalagi Hong Kin adalah murid terkasih dari Cam kauw Sin-kai dan pemuda itu selain memiliki pribadi baik juga wajahnya tampan dan kepandaian silatnya lumayan. Apalagi yang menjadi halangan? Ciang Le dan Bi Lan saling memberi tanda dengan mata. Mereka harus memberi keputusan sekarang karena usia kakek pengemis itu takkan lama lagi.

   Ciang Le menoleh kepada Cam kau Sin-kai dan berkata.

   "Pinanganmu kami terima, Lo-enghiong. Semoga muridmu dapat membahagiakan hidup puteri kami." Cam-kauw Sin-kai berseri wajahnya dan dengan tangannya ia melambai kepada Hong Kin, pemuda ini cepat menghampiri suhunya dan alangkah kagetnya ketika suhunya berkata,

   "Lekas kau memberi hormat kepada calon gakhu (ayah mertua) dan gakbo-mu mertua)!" Karena suhunya menudingkan jari kepada Ciang Le dan Bi Lan, maka dengan hati berdebar girang Hong Kin lalu menjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada Ciang Le dan Bi Lan sebagai calon- calon ayah dan ibu mertuanya!

   Saking girangnya dan ingin menikmati saat yang terakhir, Cam-kauw Sin-kai timbul kegembiraannya dan dipanggilnya Hui Lian.

   "Nona mantuku, lekas kau mendekat. Aku ingin memberi berkah kepadamu dalam saat terakhir ini!"

   Tentu saja Hui Lian yang sejak tadi miemperhatikan Wan Sin Hong, tidak mengerti maksudnya dan mengira kakek yang menderita luka berat ini sudah berubah ingatannya. Akan tetapi Bi Lan membantunya dan berkata.

   "Mendekatlah, Lian-ji, dan lakukan permintaan Cam-kauw Lo-enghiong. Ketahuilah, bahwa telah diikat tali perjodohan antara kau dan Coa Hong Kin."

   Merah sekali wajah Hut Lian mendegar ini dan ia memandang kepada Hong Kin dengan lirikan matanya, kemudian pandang matanya menyapu wajah ayah bundanya dan Cam-kauw Sin-kai. Dan dibayangkan betapa hati dan perasaan gadis ini tergoncang hebat dan pikirannya menjadi bingung. Seperti kilat cepatnya pikirannya melayang dan terbayanglah wajah Sin Hong wajah Pangeran Wanyen Ci Lun dan wajah Hong Ki Kemudian teringat pula akan semua kebaikan yang telah dilakukan oleh Hong Kin. Ketika matanya melirik kepada wajah ayah bundanya, ia dapat membayangkan kepastian yang tak dapat dibantah lagi.

   Tak terasa lagi dua butir air mata menggenangi sepasang mata yang jeli itu dan dengan kedua kaki gemetar Hui Lian lalu berlutut di depan Cam-kauw Sin kai. Kakek pengemis ini lalu meletakkan ke dua tangan ke atas kepala Hui Lian, mulutnya berkemak kemik membaca doa. Sementara itu, di lereng Bukit Ngo heng-san terjadi hal lain yang hebat juga.

   Orang muda yang terluka oleh jarum-jarum beracun, dan yang menggeletak di dalam hutan dan ditolong orang bermuka merah, sebetulnya adalah Pangeran Wanyen Ci Lun. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Pangeran Wan-yen Ci Lun berpamit kepada kaisar untuk pergi sendiri menyelidiki keadaan pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng- san. Dengan menyamar sebagai orang biasa, Pangeran Wanyen Ci Lun pergi ke Ngo heng-san. Pangeran ini sebetulnya juga bukan seorang yang lemah. Sejak kecil, di samping pelajaran ilmu sastera yang tinggi, dia juga mempelajari ilmu silat dari para busu yang tinggi kepandaiannya sehingga pangeran ini memiliki ilmu yang lumayan juga.

   Karena ia melakukan perjalanan cepat ia dapat selalu mengamat-amati perajalanan See-thian Tok-ong dan juga dapat mengawasi Hui Lian dan Hong Kin. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat betapa Hui Lian dan Hong Kin tertawan oleh Kong Ji dan kawan-kawannya.

   Dengan amat cerdik, Wanyen Ci Lun dapat menyelundup ke dalam rombongan orang-orang Kwan-cin -pai yang pakaiannya macam-macam itu setelah mereka tiba di puncak Ngo-heng san. Dengan hati-hati ia lalu berusaha untuk menolong dan membebaskan Hui Lian dan Hong Kin dan seperti telah dituturkan di bagian depan, usaha ini berhasil setelah diam-diam mendapat bantuan orang yang tidak memperlihatkan diri.

   Sebetulnya, seperti pembaca telah dapat menduga, penolong tersembunyi itu adalah Wan Sin Hong sendiri. Kemudian setelah Wanyen Ci Lun keluar dari rombongan orang-orang Kwan-cin pai bersama Hui Lian dan Hong Kin, dan terkena jarum beracun, muncullah orang tersembunyi atau Wan Sin Hong itu yang ternyata telah mengenakan obat pengganti warna muka sehingga mukanya menjadi merah sekali. Wan Sin Hong menolong Wanyen Ci Lun dan membawanya lari sampai kemudian meninggalkan pangeran itu setelah mengobatinya, di bawah penjagaan sepuluh orang anggauta Hui eng-pai.

   Pangeran Wanyen Ci Lun tidak begitu sembrono dan bodoh untuk melakukan perjalanan yang berbahaya dan jauh itu seorang diri saja tanpa kawan. Sebetulnya, diam- diam ia pun telah mengerahkan pasukan kepercayaannya yang terdiri dari tiga puluh orang, untuk menyusul perjalanannya dan menjaga di lereng Ngo-heng-san, menjaga kalau-kalau ada terjadi sesuatu yang memerlukan bantuan mereka. Sungguh tidak tersangka sama sekali bahwa ia baru menyelundup ke dalam pasukan Kwan-cin-pai dan akhirnya terluka, maka hal ini tidak ketahuan oleh pasukan pengawalnya yang datang belakangan.

   Demikianlah, setelah ia diobati oleh Wan Sin Hong dan ditinggalkan di dalam hutan, akhirnya ia siuman dan alangkah herannya ketika ia mendapatkan dirinya berbaring di atas rumput dan dijaga oleh sepuluh orang gadis yang cantik-cantik dan kelihatan gagah-gagah.

   "Mimpikah aku...?" bisiknya, kemudian ia teringat bahwa ia telah terluka dan pundaknya terasa sakit bukan main.

   "Ah... tentu aku sudah mati dan kalian ini bidadari-bidadari sorga...." Karena Pangeran Wanyen Ci lun memang tampan wajahnya, mendengar kata-kata ini para gadis penjaga itu saling pandang dan tertawa cekikikan.

   "Nona-nona manis, jangan ganggu aku. Ceritakanlah di mana aku berada. Benar-benar matikah aku?"

   Seorang di antara para gadis itu menjawab.

   "Belum, kau belum mati, baru hampir. Apakah namamu Wan Si Hong?"

   "Bukan, namaku Wanyen Ci Lun." meraba pundaknya yang sakit dan melihat obat yang tertempel di situ ia segera bertanya.

   "Siapakah yang menolongku? Apakah kalian yang mengobati luka-lukaku ini?"

   Gadis-gadis itu menggeleng kepala mereka yang cantik.

   "Kau ditolong oleh seorang bernama Wan Sin Hong, dan yang mukanya sama benar denganmu...."

   "Ke mana dia sekarang"

   "Ke puncak sana bersama Niocu."

   "Siapakah itu Niocu?"

   "Ketua kami, sudahlah, kau harus istirahat di sini dan kami ditugaskan menjagamu." Karena memang tubuhnya masih lemas dan pundaknya masih amat sakit rasanya, Wanyen Ci Lun tidak banyak membantah. Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring.

   "Lepaskan Siauw-ongya...!"

   Muncullah tiga puluh orang pengawal yang baru sekarang tiba di situ dan melihat pangeran itu dijaga oleh sepuluh orang gadis, mengira bahwa majikan mereka ditawan. Sebaliknya sepuluh orang gadis itu tentu saja tidak membiarkan orang mendekati pemuda yang diserahkan penjagaan mereka. Cepat mereka mencabut pedang dan segera meyerang! Memang gadis-gadis ini boleh dibilang setengah liar, hidup di dalam hutan di puncak gunung, tak pernah bergaul dengan dunia ramai, maka watak mereka keras sekali.

   Sebaliknya, para pengawal yang menduga bahwa gadis- gadis ini tentulah sebangsa penjahat wanita, lalu melakukan perlawanan, maka terjadilah pertempuran hebat. Para pengawal adalah orang-orang pilihan yang berkepandaian tinggi akan tetapi di lain pihak para gadis pun merupakan orang-orang kepercayaan Siok Li Hwa, merupakan anggauta anggauta Hui-eng-pai yang sudah tinggi ilmunya, maka pertempuran itu bukan main serunya.

   Tiba-tiba di antara gerombolan pohon berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu seorang gadis cantik yang berwajah pucat menerobos masuk memandang wajah Pangeran Wanyen Ci Lun yang menggeletak di atas tanah, kemudian secepat kilat ia menyambar tubuh itu dipondongnya dan dibawa lari!

   "Lepaskan Siauw-ongya...!" lima orang pemimpin pasukan pengawal itu membentak dan cepat mengejar, sedangkan pengawal-pengawal yang lain masih ramai bertempur melawan gadis Hui-eng-pai.

   Akan tetapi gadis bermuka pucat yang membawa lari tubuh Wanyen Ci Lun itu memiliki ginkang yang luar biasa. Biarpun ia memondong tubuh seorang muda, akan tetapi para pengejarnya ia dapat menyusulnya. Makin lama makin jauh dan akhirnya lenyap dari pandangan mata para pengejarnya!

   Demikianlah peristiwa yang terjadi di lereng gunung dan biarlah kita meningalkan pertempuran antara gadis-gadis Hui-eng-pai melawan para pengawal pribadi Pangeran itu, dan mari kita menengok lagi ke atas, ke puncak Gunung Ngo-heng-san di mana terjadi peristiwa yang lebih hebat.

   Di puncak bukit, Wan Sin Hong berjalan perlahan ke tengah lapangan. Semua mata memandang ke arahnya. Tiba-tiba didahului oleh Liok Kong Ji, orang-orang di situ berseru.

   "Tangkap penjahat Wan Sin Hong! Bunuh penjahat Wan Sin Hong!"

   "Bu Kek Siansu, kau sebagai pemimpin pertemuan ini, apakah tidak bisa menenteramkan mereka? Wan Sin Hong seorang calon, dia berhak bicara!" kata Cam-kauw Sin-kai. Terpaksa Bu Kek Siansu berlari ke tengah lapangan dan dengan kedua tangan diangkat ke atas ia berseru mengerahkan lweekangnya.

   "Cuwa-enghiong, bukan begitu caranya membereskan perkara. Andaikata benar Wan Sin Hong seorang penjahat keji yang harus dibasmi, akan tetapi pada saat ini dia adalah calon bengcu yang di pilih oleh Cam-kauw Sin-kai. Oleh karena itu, dia berhak bicara sebagai calon bengcu untuk membela diri"

   Keadaan menjadi reda dan Wan Sin Hong menjura kepada Bu Kek Siansu selaku ucapan terima kasih. Akan tetapi Bu Kek Siansu tidak mempedulikan, bahkan lalu meninggalkan tempat itu. Wan Sin Hong tidak merasa sakit hati karena maklum bahwa kakek Ketua Bu-tong- pai itu tentu masih menganggap ia seorang penjahat besar. Ta tersenyum pahit, kemudian ia memandang kepada Liok Kong Ji dengan sinar mata menyala nyala. Lalu disapunya semua hadirin dengan pandang matanya sebelum ia bicara. Suaranya tenang dan lantang.

   "Cuwi-enghiong yang mulia. Memang benar bahwa aku adalah Wan Sin Hong dan aku mengaku pula bahwa selama beberapa bulan ini, di dunia muncul seorang penjahat yang melakukan segala macam perbuatan kotor dan keji dan penjahat itu mengaku bernama Wan Sin Hong!"

   "Sudah terang dosa-dosamu, penjahat besar, masih banyak omong lagi?" Kong Ji berteriak.

   "Manusia macam kau harus dibunuh!"

   Teriakan ini disambut oleh anak buahnya.

   "Bunuh...! Bikin mampus penjahat Wan Sin Hong!"

   Sin Hong tersenyum dan mengangkat kedua tangannya.

   "Pernahkah di antara para hadirin melihat sendiri penjahat ini? Bukankah aneh sekali bahwa setiap kali penjahat itu melakukan kejahatannya ia sengaja meninggalkan nama Wan Sin Hong tanpa berani memperlihatkan mukanya? Di antara yang hadir, tadinya ada dua saksi yang pernah bertemu muka dengan penjahat itu, yang pertama adalah Nona Cun Eng anggauta Hui-eng- pai. Sayang dia sudah membunuh diri karena tidak tidak tahan mendengar penghinaan yang diucapkan oleh seorang yang hadir di sini" Setelah berkata demikian Sin Hong menatap wajah Kong Ji dengan tajam.

   Akan tetapi Kong Ji hanya menyeringai dan membalas pandangan dengan penuh ejekan.

   "Orang ke dua adalah Nona Gak Soan Li murid dari pendekar besar Hwa I Enghiong. Akan tetapi sayang Nona Gak Soan Li juga sudah turun gunung, sama saja halnya, tidak tahan mendengar kata-kata yang keluar dari mulut busuk seorang yang hadir di sini!"

   "Bohong...! Penjahat Wan Sin Hong mencari alasan kosong untuk membersihkan diri. Serbu dan bunuh saja!" Kong Ji berteriak.

   Sin Hong mengangkat tangan.

   "Tahan...!" Orang-orang yang tadinya sudah siap menyerbu, tertegun karena suara itu mengandung pengaruh yang luar biasa sehingga Ciang Le sendiri diam-diam terkejut sekali.

   "Semua keributan dipelopori oleh Liok Kong Ji. Eh, Kong Ji, apakah kau sekarang sudah menjadi seorang pengecut besar? Kalau kau memang berani, tunggulah, nanti akan tiba saatnya kita berhadapan satu sama lain tanpa tangan kaki-tanganmu! Cuwi enghiong, aku adalah seorang calon bengcu, aku berhak memberi keterangan sejelasnya!" Keadaan menjadi tenang kembali dan pada wajah Kong Ji terbayang kecemasan.

   "Aku ulangi lagi, kalau saja Nona Gak Soan Li tidak terpengaruh oleh racun berbahaya, tentu dia akan menjadi saksi utama akan kebinatangan seorang yang selalu menggunakan nama Wan Sin Hong untuk mengelabuhi mata orang lain dan sekalian untuk merusak namaku. Kalau saja Nona Soan Li berada di sini, kiranya aku akan dapat mencoba menyembuhkannya agar ia dapat membuat pengakuan sejujurnya. Kalau sudah terjadi demikian, dunia akan terbuka matanya dan akan mengalihkan pandangan menuntut dari aku kepada orang itu!" Dengan telunjuknya Sin Hong menuding ke arah Liok Kong Ji yang menjadi pucat sekali.

   "Bohong! Omong kosong!" katanya gagap.

   Giok Seng Cu tampil ke depan.

   "Wan Sin Hong, bisa saja kau mempengaruhi orang-orang di sini dengan lidahmu yang berbisa. Aku sendiri menjadi saksi dan mau bersumpah bahwa aku pernah melihatmu bersama Nona Gak Soan Li. Kau hendak menggunakan Nona itu sebagai saksi? Ha, ha, ha, tentu saja akan membelamu. Pernah aku melihatmu betapa engkau memijat-mijat kedua pahanya. Ha, ha, ha, aku masih merasa muak dan malu sekali kalau teringat akan pemandangan itu!"

   Hui Lian dan Bi Lan mengeluarkan suara tertahan. Sebagai wanita-wanita sopan mereka merasa tertusuk sekali mendengar kata-kata ini. Sebaliknya, Li Hwa hanya memandang kepada Wan Sin Hong saja, penuh perhatian karena hendak melihat bagaimana pemuda itu membela diri terhadap tuduhan yang amat memalukan ini. Akan tetapi Wan Sin Hong hanya tersenyum, tetap tenang. Hanya suaranya saja terdengar menggeledek ketika menjawab.

   "Giok Seng Cu, setelah menjadi anjing dari Liok Kong Ji, kau ternyata pandai sekali bicara. Di waktu aku masih kecil kau mencoba membunuhku di puncak Luliang-san. Kemudian ketika kau bertemu dengan Nona Gak Soan Li kau telah memukul kedua pahanya dengan pukulan Tin-san-kang sehingga dua paha nona itu remuk tulang-tulangnya. Baiknya aku keburu datang dan menolong mengobati kedua pahanya yang kau katakan memijit-mijit itu. Hemm, semua orang yang mengerti ilmu pengobatan tentu akan tahu bahwa menyambung tuang patah masih mudah, akan tetapi membenarkan tulang-tulang yang remuk akibat pukulanmu tidaklah mudah. Aku memijit-mijit pahanya untuk mengobati, apakah salahnya? Kemudian kau pula menculiknya dan tentu kau telah bersekongkol dengan Liok Kong Ji. Kau ini orang tua yang sudah bejat batinmu, sungguh memalukan sekali kalau mendiang Pak Hong Siansu mendengar tentang sifat pengecut dari muridnya."

   Belum habis Sin Hong bicara, Giok Seng Cu sudah mengeluarkan suara geraman seperti singa dan tiba-tiba ia menerkam dengan pukulan Tin-san-kang kearah dada Sin Hong. Pemuda ini tidak berkisar dari tempatnya melainkan menggerakkan kedua tangan yang kiri dari atas yang kanan dari bawah.

   Aneh sekali, hawa pukulan Tin-san-kang yang biasanya membunuh orang dari jauh tanpa tangan yang memukul menyentuh kulit, kini musnah kekuatannya bahkan nampak kakek itu seperti dibetot ke depan dan tahu-tahu lehernya telah dicekal oleh tangan kiri Sin Hong dan tangan kanan pemuda itu sudah memegang ikat pinggangnya. Kemudian dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, tanpa menggerakkan kedua kaki, tubuh kakek itu sudah diangkat ke atas dibanting ke bawah.

   "Brukkk...!" Saking kerasnya bantingan dan saking kuatnya tubuh Giok Seng Cu, tubuh bagian bawah dari kaki sampai ke paha amblas ke dalam tanah!

   Wan Sin Hong tersenyum.

   "Itu tadi adalah pukulan Tin-san-kang yang sudah mematahkan kedua paha Nona Gak Soan Li. Dan beginilah nasib orang jahat, Giok Seng Cu, aku masih belum begitu tega untuk menewaskanmu, mengingat bahwa kau masih terhitung murid keponakan dari Suhu Pak Kek Siansu. Pergilah!"

   Kembali tangan kiri pemuda itu bergerak dan tahu-tahu tubuh Giok Seng Cu telah "tercabut" dari tanah dan kini dilemparkan ke arah Liok Kong Ji. Kong Ji menerima tubuh Giok Seng Cu yang pingsan dan sekali melihat ia tahu bahwa kakek itu telah patah kedua tulang kakinya! Wan Sin Hong kembali bicara kepada orang banyak seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu.

   "Setelah berbulan-bulan melakukan penyelidikan dengan susah payah, bahkan telah mengalami usaha-usaha membunuhku yang dilakukan oleh penjahat yang merusak namaku, di antaranya aku dicoba untuk dikubur hidup- hidup di lereng gunung Luliang-san, akhirnya berhasil jugalah usahaku dan ternyata bahwa iblis jahat yang selama ini merusak namaku bukan lain adalah Liok Kong Ji!"

   "Jahanam bermulut jahat!" Kong Ji membentak dan di lain saat pedang Pak kek Sin-kiam sudah berada di tangannya. Akan tetapi ia didahului oleh Bu Kek Siansu yang diiringi oleh Leng Hoat Taisu ketua Thian-san-pai dan Tai Wi Siansu ketua Kun-lun-pai yang kini sudah dapat memulihkan kekuatannya. Tadi Tai Wi Siansu telah terluka hebat oleh Kong Ji, akan tetapi berkat obat dari Kun-lun-pai dan tenaga lweekangnya yang tinggi, biarpun lukanya belum sembuh betul, akan tetapi tenaganya sudah pulih. Kini mendengar ucapan Wan Sin Hong, tiga orang tua tokoh besar kang-ouw ini cepat datang karena menganggap keterangan itu amat penting dan perlu dibuktikan kebenarannya.

   "Wan Sin Hong bukti-bukti bahwa kau tidak berdosa belum ada, mengapa kau bahkan menimpakan semua kesalahan kepada Liok Kong Ji. Apakah bukti dari tuduhanmu ini," tanya Tai Wi Siansu.

   Pertanyaan ini kalau didengar begitu saja seakan-akan Tai Wi Siansu membela Liok Kong Ji. Akan tetupi sebetulnya dia dan dua orang kawannya cepat bertindak untuk mencegah Kong Ji menyerang Wan Sin Hong sebelum rahasia dibuka, dan untuk memberi kesempatan kepada Sin Hong menjelaskan tuduhannya.

   "Sam-wi Locianpwe, apakah Samwi masih belum tahu bahwa di dalam permilihan bengcu ini pun, jahanam Kong Ji telah mempergunakan siasat busuk? Apakah di sini terdapat tokoh-tokoh semua partai? Apakah semua ketua partai belum hadir di samping Sam wi Locianpwe?"

   "Semua hadir, biarpun bukan ketuanya, akan tetapi partai-partai lain mengirimkan wakil masing-masing."

   "Betulkah itu? Adakah wakil dari partai Teng-san-pai di sini?"

   Kong Ji yang tidak mengira bahwa Sin Hong sudah tahu akan pemalsuan wakil ini, berkata keras.

   "Tentu saja ada! Mereka inilah wakilnya dengan membawa surat kuasa. Partai-partai besar, termasuk Teng-san-pai telah memilihku!" Kong Ji berkata demikian untuk menjatuhkan Sin Hong atau untuk membuat pemuda itu kecele.

   Akan tetapi, Sin Hong bergerak cepat dan sekali berkelebat ia telah dapat menangkap seorang di antara wakil-wakil Teng-san-pai itu. Ta mengangkat orang itu tinggi-tinggi dan biarpun orang itu hendak memukul, namun ia tidak bergeming di dalam cengkeraman tangan kiri Sin Hong yang amat kuat.

   "Samwi Locianpwe, lihatlah baik-baik. Dia ini bukan wakil dari Teng-san-pai Wakil dari Teng-san-pai telah dibunuh di tengah perjalanan, surat kuasanya dirampas dan diganti oleh anjing-anjing ini. Semua ini tentu pekerjaan orang she Liok si iblis jahat!"

   Mendengar ini, Kong Ji menjadi makin pucat dan diam-diam ia telah memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap sedia menyerbu. Adapun Tai Siansu dan kawan-kawannya menjadi kaget setengah mati. Bu Kek Siansu merampas orang itu dari tangan Sin Hong, membantingnya ke bawah lalu mengancamnya.

   "Betulkah itu? Hayo kau mengaku terus terang sebelum kuhancurkan kepalamu!" Tiba-tiba orang itu menjerit dan roboh terguling dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Dia telah terkena pukulan Tin-san-kang dari jauh yang dilakukan oleh Kong Ji.

   Sin Hong tertawa.

   "Tentu orang lain tidak tahu bahwa kau yang membunuhnya, akan tetapi aku tahu bahwa orang itu terbunuh oleh pukulan Tin-san-kang, pukulan yang telah meremukkan tulang paha Nona Soan Li, yang sudah melukai Tai Wi Siansu Locianpwe!"

   Tai Wi Siansu kaget sekali akan ketajaman mata Sin Hong yang sekali pandang saja sudah tahu bahwa ia terluka oleh Pukulan Tin-san-kang.

   "Sam-wi sekarang tentu tahu dan dapat menduga bahwa partai-partai lain yang menyokong Kong Ji, bukanlah wakil-wakil yang sesungguhnya, melainkan orang-orang palsu yang merampas surat kuasa!"

   Semua orang kini memandang kepada Kong Ji. Pemuda ini membusungkan dada dan berkata lantang.

   "Kalian orang-orang bodoh, mudah saja ditipu oleh penjahat besar Wan Sin Hong. Mana buktinya semua tuduhannya kepadaku itu. Kalau aku yang menjadi penjahatnya, apa buktinya dan siapa saksinya? Kalau dia sudah banyak bukti perbuatannya yang terkutuk. Apakah kalian buta dan tidak dapat melihat bahwa hal itu menipu?"

   Tai Wi Siansu, Bu Kek Siansu, Leng Hoat Taisu adalah tokoh- tokoh besar yang tidak mau bertindak sembarangan dan tidak mau mereka begitu saja percaya kepada Sin Hong. Teringat akan pertemuan mereka dahulu dengan Sin Hong, Tai Wi Siansu berkata pada pemuda ini.

   "Wan Sin Hong, tentang keadaan Liok Kong Ji bisa kami selidiki nanti, akan tetapi tentang kau sendiri yang hendak membebaskan diri dari tuduhan. Apa jawabanmu tentang gadis yang mengaku telah kau ganggu dan yang dahulu membunuh diri dengan melempar diri ke dalam jurang?"

   Sin Hong tersenyum.

   "Bagus, Tai Wi Siansu, memang segala apa harus secara terang-terangan, adil dan tidak berat sebelah. Tentang itu tentu saja aku sudah menyelidiki dan ketahuilah bahwa aku dapat membongkar rahasia ini, sebagian adalah karena gadis itu. Aku sudah bertemu dengan dia dan sebentar Samwi ini semua Enghiong yang berada di sini akan mendengar sendiri keterangan dari mulutnya."

   Kong Ji terkejut bukan main dan pada saat itu terdengar pekik yang nyaring pekik yang sudah didengar oleh semua orang yang berada di situ, yakni pekik seperti suara burung garuda, tanda dari Hui-eng-pai. Mendengar pekik ini dari lereng gunung, Siok Li Hwa lalu membalas dengan pekiknya yang lebih nyaring dan gadis ini lalu berlari cepat sekali. Sin Hong mengerutkan kening dan setelah berpikir sejenak ia berkata,

   "Sam-wi Locianpwe, aku harus pergi sebentar!" Baru saja kata-katanya habis diucapkan, tubuhnya sudah berkelebat lenyap menyusul Li Hwa.

   Ternyata bahwa yang mengeluarkan pekik tadi adalah para anggauta Hui-eng-pai yang sedang bertanding melawan para pengawal pribadi Pangeran Wanyen Ci Lun. Melihat betapa seorang gadis pucat yang cantik dan cepat gerakannya, telah memondong dan melarikan Wanyen Ci Lun dan mereka sendiri tidak berdaya, mengejar, para gadis Hui-eng-pai ini lalu memberi tanda kepada ketua mereka.

   Sebaliknya, para pengawal pangeran itu mengira bahwa gadis cantik yang melarikan Pangeran Wanyen Ci Lun adalah kawan dari para gadis yang bertempur dengan mereka maka mereka terus mendesak dan menyerang dengan hebat. Para gadis Hui eng-pai itu benar-benar lihai karena sebentar saja sudah ada beberapa orang lawan yang roboh terkena pedang. Akan tetapi mereka terdesak dan terkurung karena kalah banyak.

   Ketika Li Hwa tiba di situ, ia masih marah sekali melihat anak buahnya dikeroyok. Sekali pedang hijau berkelebat, robohlah dua orang pengawal. Li Hwa hendak mengamuk terus, tiba-tiba lengan kanannya ada yang memegang dan terdengar suara Sin Hong,

   "Nona, perlahan dulu. Lebih baik kita kita selidiki siapa mereka ini."

   Li Hwa mencoba untuk mengerahkan tenaga, meronta dan melepaskan lengannya, akan tetapi sia-sia saja sehingga diam-diam ia kagum bukan main akan kelihaian pemuda ini. Adapun Sin Hong setelah melepaskan lengan Li Hwa, lalu menghadapi orang-orang itu yang kini berdiri bengong dan memandangnya seperti orang melihat setan. Bagaimana mereka tidak terheran-heran kalau kini tiba-tiba saja melihat Pangeran Wanyen Ci Lun yang tadi terluka dan dibawa lari gadis pucat itu kini tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka dengan pakaian berbeda? Melihat betapa pangeran ini mempunyai hubungan baik dengan para gadis cantik, para pengawal menjadi ketakutan, takut kalau dimarahi karena penyerangan mereka tadi. Maka cepat-cepat mereka lalu menjatuhkan diri berlutut dan seorang di antara mereka berkata,

   "Siauw-ong-ya mohon ampun atas kelancangan hamba sekallan karena sesungguhnya hamba tadi melihat Siauw-ongya terluka... hamba kira Siauw-ong-ya perlu bantuan...."

   Sin Hong bertukar pandang dengar Li Hwa dan pemuda itu menarik napas.

   "Sudah nasibku selalu ditukar dengan lain orang..." Kemudian dengan gemas membentak orang-orang itu.

   "Cukup ini semua! Aku bukan Pangeran Wanyen Ci Lun!" Para pengawal terkejut dan seorang demi seorang berdiri. Setelah memandang tegas, baru mereka melihat perbedaan antara majikan mereka dengan pemuda ini.

   "Kau... kau siapa?" tanya seorang pemimpin mereka.

   "Aku siapa bukan soal," jawab Sin Hong.

   "yang penting sekali, Pangeran Wanyen Ci Lun tadi terluka dan dijaga oleh Nona-nona ini. Mengapa kalian datang menyerbu? Kalian ini siapa?"

   "Kami adalah pengawal-pengawal pribadi Pangeran Wanyen, dan kami kira bahwa dia tadi...."

   "Celaka, kalian ceroboh sekali! Dimana Pangeran Wanyen Ci Lun sekarang?"

   Dengan suara riuh para gadis dan para pengawal itu menuturkan bagaimana seorang gadis cantik yang berwajah pucat membawa lari pangeran itu. Seorang di antara gadis Hui-eng-pai berkata kepada ketuanya.

   "Kami sedang sibuk mengalami pengeoyokan orang-orang tolol ini, maka tidak sempat memperhatikan dan tidak sempat melihat siapa adanya gadis yang membawa lari pangeran itu."

   "Sudahlah, kita selidiki hal itu nanti," kata Sin Hong.

   "Kalian para pengawal boleh mencoba untuk mengejar dan mencari majikan kalian di sekitar gunung ini. Kami hendak kembali ke puncak." Setelah berkata demikian, Sin Hong meagajak Li Hwa dan anak buahnya kembali ke puncak di mana orang-orang sedang menantinya.

   Orang-orang yang berada di puncak Gunung Ngo-heng- san sudah ramai membicarakan tentang munculnya Wan Sin Hong. Keadaan sekarang jauh berbeda dengan tadi, kini penuh ketegangan. Tanpa diketahui oleh orang-orang lain, secara diam-diam Liok Kong Ji sudah berunding dengan kawan-kawannya dan mengatur siasat. Gentar juga hati pemuda yang biasanya tabah dan penuh akal ini, terutama sekali karena melihat pembantunya yang paling boleh diandalkan, yakni Giok Seng Cu, sudah tak berdaya sama sekali. Juga See-thian Tok-ong yang tadinya diharapkan untuk menjadi kawan dan pembantu, kini sudah bersila dalam keadaan terluka oleh tendangan Hwa T Enghiong Go Ciang Le tadi.

   Akan tetapi Kong Ji berbesar hati. Pembantu-pembantunya banyak sekali jumlahnya, merupakan pasukan-pasukan besar yang akan membelanya dengan setia. Apalagi semua tuduhan Wan Sin Hong tadi tak dapat dibuktikan sama sekali. Ia takut apakah? Kata-kata Sin Hong tadi seakan-akan membayangkan bahwa Sin Hong sudah bertemu dengan Nalumei. Tak mungkin, pikirnya. Bukankah Nalumei sedang ke utara dan mungkin waktu ini sudah berada di sekitar Ngo-heng-san bersama pasukannya? Dia dahulu menyuruh Nalumei kembali ke utara dengan alasan mengumpulkan pasukan untuk membantunya, sebetulnya hanya mengandung maksud untuk menyingkirkan Nalumei saja.

   Nalumei sudah cukup membantunya, bahkan Nalumei sekarang merupakan bahaya karena pernah menjadi saksi atas semua perbuatannya, di samping ini, sekarang Nalumei mulai rewel dan sering cemburu. Lebih-lebih lagi, karena ia memang sudah bosan dan jemu dekat dengan wanita suku bangsa Naiman itu. Ia mengirim Nalumei ke utara seperti menyuruh kelinci memasuki hutan sarang harimau karena ia maklum bahwa di utara, pengaruh dan kekuasaan Temu Cin sudah demikian meluas sehingga tak mungkin lagi Nalumei dapat mencari sisa suku bangsanya yang tidak takluk kepada Temu Cin. Andaikata benar Sin Hong telah bertemu dengan wanita itu, tak mungkin Nalumei mau mengkhianatinya, demikian pikir Kong Ji.

   Akan tetapi, semangatnya sudah terbang rasanya ketika ia melihat Sin Hong muncul lagi bersama Li Hwa dan anak buah Hui-eng-pai dan di sebelah kiri Sin Hong berjalan seorang perempuan cantik yang pakalannya menunjukkan bahwa dia itu bukanlah seorang wanita Han.

   "Nalumei...!" Kong Ji berseru perlahan demi melihat wanita ini dan wajahnya berubah pucat. Sin Hong tersenyum dan menghadap Tai Wi Siansu dan tokoh lain.

   Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tai Wi Siansu, kenalkah Locianpwe kepada wanita ini?" Tentu saja tokoh-tokoh besar yang berada di situ mengenalnya, yakni mereka yang dahulu mendengar pengakuan nona ini dan kemudian melihat sendiri betapa gadis itu membuang diri ke dalam jurang. Akan tetapt bagaimana gadis ini masih hidup dan berpakaian seperti orang asing?

   "Bukankah dia ini nona yang dulu menuduhmu, kemudian membuang diri ke dalam jurang?" kata Tat Wi Siansu. Hui Lian yang melihat gadis itu pun berbisik kepada ibunya.

   "Ibu gadis itulah yang dulu kulihat diserang dan dikejar oleh Wan Sin Hong dan aku bersama Tang Hwesio membantunya sehingga ia dapat melarikan diri" Gadis ini benar-benar merasa heran dan ingin sekali melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

   "Benar, Loctanpwe, dia inilah nona yang dulu membuang diri dan nona ini pula yang bernama Nona Nalumei, puteri kepala suku bangsa Naiman di utara yang telah menjadi korban Liok Kong Ji, kemudian bahkan dipergunakan untuk membantunya dalam siasat memburukkan namaku." Kong Ji melangkah maju, memandang kepada Nalumei dengan mata tajam lalu berkata.

   "Nalumei apakah yang telah dilakukan oleh penjahat Wan Sin Hong ini kepadamu?"

   Kong Ji sama sekali tidak tahu bahwa telah terjadi perubahan hebat dalam pikiran Nalumei. Seperti telah diceritakan di bagian depan, nona ini menuju ke utara untuk mengumpulkan pasukan seperti yang diminta oleh Kong Ji. Akan tetapi setelah tiba di utara, ia melihat bahwa semua suku bangsanya telah menjadi pembantu setia dari Temu Cin. Bahkan Nalumei bertemu dengan paman-pamannya, dan dengan seorang pemuda Naiman bekas kekasihnya sebelum menjadi kekasih paksaan dari Kong Ji, dan oleh mereka inilah Nalumei dicuci otaknya. Baru ia merasa betapa ia selama ini menjadi permainan Kong Ji, bahwa sebetulnya Kong Ji adalah seorang manusia berhati iblis yang amat keji.

   Mendengar penuturan Nalumei tentu semua pengalamannya dengan terus terang, paman paman dan bekas kekasih Nalumei, juga suku bangsanya, menjadi kecewa dan memandang rendah bekas puteri kepala ini. Bahkan paman-paman Nalumei mengusir gadis yang mereka anggap telah mengotori nama baik bangsa Naiman sebagai bangsa yang gagah berani.

   Dengan hati hancur Nalumei kembali ke selatan tanpa membawa seorang pun kawan. Timbul marah dan sakit hatinya, kepada Kong Ji, apalagi kalau ia teringat akan kebiadaban Kong Ji terhadap gadis-gadis lain seperti Gak Soan Li dan banyak lagi gadis muda yang menjadi korbannya. Ia akan ke Ngo-heng-san sesuai dengan kehendak dan pesan Kong Ji, akan tetapi sama sekali bukan untuk membantunya, melainkan untuk membalas dendam untuk membunuhnya!

   Kebetulan sekali, ketika ia tiba dekat Gunung Ngo-heng san, ia bertemu dengan Wan Sin Hong. Pemuda ini cepat memegang pergelangan lengannya, dan berbeda dengan dahulu, Nalumei tidak melawan, tidak memberontak, bahkan tersenyum duka sambil berkata,

   "Wan Sin Hong, aku memang sudah berdosa terhadapmu. Akan tetapi kau dan aku ini hanya menjadi korban orang lain. Kau lihai, kalau kau sakit hati terhadap aku bunuhlah, aku tidak penasaran. Hanya aku tidak akan mati meram sebelum dapat membelek dada iblis Liok Kong Ji" Setelah berkata demikian Nalumei menangis terisak-isak. Sin Hong melepaskan pegangannya dan dari gadis ini ia mendengar semua rahasia tentang cara-cara Kong Ji merusak namanya.

   Gadis itu mengaku pula betapa atas perintah Kong Ji, ia pernah mengadakan pengakuan palsu di hadapan para tokoh kang-ouw bahwa ia telah menjadi korban kekejian penjahat Wan Sin Hong. Kemudian, atas siasat yang diatur oleh Kong Ji pula, ia melompat dan melempar diri dari atas jurang. Tentu saja ia tidak menghadapi bahaya karena di bawah telah menanti Kong Ji yang siap membantunya. Inilah sebabnya maka Sin Hong tidak dapat menemukan gadis itu di bawah jurang.

   Sin Hong berterima kasih sekali dan berjanji akan membawa Nalumei ke atas puncak setelah selesai urusannya dengan Kong Ji. Ketika ia kembali ke puncak bersama Li Hwa, ia sengaja menjemput Nalumei yang dibuat tak berdaya oleh sikap lemah lembut pemuda ini, dan bersama gadis Naiman itu ia kembali ke puncak seperti telah dituturkan di bagian depan.

   Nalumei mengangkat muka memandang kepada Kong Ji dengan mata penuh kebencian, kemudian ia mengangkat dada mengumpulkan keberanian dan menghadapi Tat Wi Siansu dan yang lain-lain sambil berkata nyaring.

   "Tidak salah apa yang dikatakan oleh Wan Sin Hong. Semua perbuatan keji yang selama ini dilakukan atas nama Wan Sin Hong, sebetulnya adalah perbuatan jahanam Liok Kong Ji yang mengunakan nama Wan Sin Hong!"

   "Bohong" Nalumei, kau sudah gila...." Kong Ji berseru marah dan heran sambil melangkah maju.

   "Memang aku telah gila semenjak aku percaya omonganmu. Aku lebih dari gila, mempercayai seorang iblis seperti engkau dan meninggalkan suku bangsaku. Kau keji dan buas menyuruh aku pura-pura membuat pengakuan telah diperkosa oleh Wan Sin Hong, padahal kau sendiri yang merusak hidupku! Biarpun aku tidak menyaksikan sendiri apa yang kau perbuat terhadap diri Gak Soan Li dan banyak pula gadis lain, aku dapat menduganya kau... kau... jahanam...." Setelah berkata demikian tiba-tiba Nalumei melompat dan menerkam Kong Ji dalam usahanya menyerang hebat.

   Sin Hong kaget sekali, namun ia terlambat. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Nalumei akan melakukan serangan nekad. Sejak tadi hanya memperhatikan Kong Ji, sehingga kalau andaikata Kong Ji menyerang Nalumei biar secara menggelap sekalipun, pasti Sin Hong akan melihatnya dan dapat melindungi Nalumei. Akan tetapi sekarang terjadi sebaliknya daripada yang ia khawatirkan, bukan Kong Ji menyerang Nalumei, bahkan gadis bangsa Naiman itu yang menyerang Kong Ji. Ia menjadi tertegun sejenak, dan waktu yang amat singkat ini sudah cukup bagi Kong Ji untuk bertindak. Pedang Pak-kek Sin-kiam berkelebat dan Nalumei menjerit roboh dengan mandi darah yang mengucur keluar dari dadanya yang tadi ditembus pedang Pak kek Sin-kiam"

   Tai Wi Siansu dan tokoh-tokoh lain menjadi marah sekali. Mereka sudah siap menyerbu pemuda iblis itu, akan tetapi Sin Hong mendahului mereka sambil berseru."Cuwi Locianpwe, serahkan saja jahanam ini kepadaku!" Dengan gerakan lincah Sin Hong sudah melompat dan menghadapi Kong Ji dengan pedang di tangan. Dua orang pemuda ini, sekarang berhadapan satu lawan satu. Kong Ji memandang penuh kebencian kepada Sin Hong, sebaliknya Sin Hong hanya tersenyum mengejek. Kong Ji marah bukan main, sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi-api, giginya berkerot-kerot. Dalam diri Kong Ji ia melihat seorang musuh besar yang menjadi penghalang cita-citanya, maka kini nafsu membunuh memenuhi dadanya.

   "Sin Hong...." dengusnya dengan suara mendesis melalui celah bibirnya.

   "Alangkah bencinya melihatmu... lihat, sebentar lagi akan kupenggal lehermu, kuminum darahmu, kucincang hancur tubuhmu!"

   "Kong Ji semenjak kecil kau sudah jahat, sekarang kau menjadi iblis. Sudah menjadi tugasku membasmi seorang iblis jahat." Dengan mata marah Kong Ji menyapu para tokoh kang- ouw yang kiranya tidak akan membantunya, lalu berkata suaranya menyeramkan.

   "Aku Tung-nam Tai bengcu Liok Kong Ji, sekarang sebagai calon bengcu besar hendak mengadu kepandaian dengan seorang calon lain, siapakah ada maksud hendak mengeroyokku? Awas, kalau ada yang membantu lawanku secara sembunyi aku pun mempunyai banyak sekali kawan berkumpul di sini yang akan sanggup membasmi kalian!" Kini semua orang tersenyum mengejek mendengar kata-kata ini bahkan Hui-eng Niocu Siok Li Hwa berkata setelah tertawa nyaring.

   "Wan Sin Hong, jangan bunuh dia dulu, biarkan aku yang membunuhnya! Atau, kalau kau bunuh juga, jangan diganggu lehernya ingin aku memenggal batang lehernya dan mengambil kepalanya untuk menyembahyangi roh dari Cun Eng!"

   Sin Hong tersenyum, lalu menantang.

   "Kong Ji, sudah cukupkah kau mengobrol ?"

   Kong Ji tidak menanti sampai Sin Hong menghabiskan kata katanya. Cepat sekali dia menyerang dengan Pak-kek Sin-kiam yang diputar cepat dan beberapa serangan secara bertubi-tubi telah menyambar ke arah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dari Sin Hong. Sin Hong maklum bahwa ilmu silat dari Kong Ji memang amat lihai ditambah lagi dengan Pak-kek Sin-kiam di tangan, pemuda itu merupakan lawan yang amat berbahaya. Cepat ia mengelak dan di lain saat dua orang pemuda itu sudah bertempur hebat. Kong Ji berlaku nekad, mendesak terus sambil mengeluarkan segala kepandaiannya. Tidak hanya pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang menyambar-nyambar sebagai tangan maut, juga tangan kirinya tiada hentinya mengirim pukulan Tin-san-kang sehingga debu berhamburan terkena sambaran hawa pukulan yang dahsyat ini.

   Di lain pihak, Sin Hong dapat mengimbangi kecepatan Kong Ji dan tidak terdesak oleh lawannya. Akan tetapi tidak berani mengadu pedang, karena maklum bahwa betapapun baik pedangnya takkan kuat bertahan menghadapi ketajaman dan keampuhan Pak-kek Sin kiam. Ia selalu mempergunakan kehebatan ilmu pedangnya untuk menghindarkan bertemunya kedua pedang, dan berusaha untuk merobohkan Kong Ji dengan serangan balasan. Namun ternyata bahwa Kong Ji juga bertempur amat hati-hati. Pemuda ini maklum akan kehebatan yang biarpun hanya memegang pedang biasa, namun sekali terkena serangan Sin Hong berarti ia akan kalah.

   Oleh karena itu, ia tidak berani memandang rendah dan berkelahi penuh perhatian dan amat teliti menjaga diri sehingga tiap kali pedang Sin Hong berkelebat membalas serangannya, ia sudah siap untuk membabat pedang lawan itu. Tentu saja setiap kali Sin Hong menarik kembali serangannya, karena kalau dilanjutkan ada bahaya pedangnya terbabat putus.

   Seratus kurus lebih telah lewat dan pertempuran ini menjadi makin seru. Semua orang dari kedua pihak menonton dengan hati berdebar. Beberapa kali terdengar Hui-eng Niocu Siok Li Hwa mencela Sin Hong sebagai seorang "terlalu sabar", terlalu mengalah dan sebagainya.

   Tentu saja nona ini berpendapat demikian karena dia sendiri memiliki pedang pusaka Cheng-liong kiam yang tidak takut menghadapi Pak-kek Sin-kiam. Akan tetapi Ciang Le berpendapat lain. Pendekar besar ini maklum mengapa Sin Hong seakan-akan mengalah dalam pertempuran itu, akan tetapi diam-diam ia harus mengakui bahwa Kong Ji lihai bukan main dan merupakan lawan yang sulit dikalahkan.

   Tiba-tiba terdengar suara keras disusul oleh suara ketawa menyeramkan dari Liok Kong Ji. Gerakan dua orang muda itu terlalu cepat hingga amat sukar diikuti oleh pandangan mata. Ketika semua orang memperhatikan, ternyata bahwa pedang di tangan Sin Hong tinggal gagangnya saja, pedang itu sendiri sudah terbabat putus oleh Pak kek Sin-kiam yang ampuh dan tajam!

   "Ha, ha, ha, Wan Sin Hong! Bersiaplah kau untuk menjadi setan neraka. Ha, ha, ha!" Kong Ji tertawa bergelak dan pedangnya kini makin cepat menyambar dengan serangan bertubi-tubi sehingga Sin Hong terpaksa harus melompat ke sana ke mari untuk menghindarkan diri dari pedang yang tajam itu.

   Sementara itu, Siok Li Hwa Ketua Hui-eng pai membanting-banting kakinya, mencabut Cheng-liong-kiam, menggerak-gerakkan pedangnya itu sambil berseru.

   "Wan Sin Hong! Kalau kau tidak bisa bertempur, mundurlah, biar aku menghadapi Siauw-koai (Setan Cilik) itu!"

   Sin Hong kelihatannya gugup dan bingung menghadapi desakan pedang Pak kek Sin-kiam, gerakannya kacau balau dan ia melompat ke sana ke mari tanpa berdaya membalas. Selalu terancam oleh sinar pedang. Akan tetapi ia masih sempat menjawab.

   "Biarlah Hui-eng Niocu, aku masih penasaran!" Kong Ji tertawa lagi, pedangnya digerak-gerakkan seperti seorang dewasa mengancam dan menakut-nakuti seorang anak kecil, sikapnya memandang rendah sekali. Kemudian ia menoleh ke arah Siok Li Hwa.

   "Hui-eng Niocu, Nona manis. Kau bersabarlah. Biar aku menyembelih anjing kurus ini dulu, nanti kita bermain-main sepuasnya ha, ha, ha!"

   Li Hwa mendongkol dun gemas seperti cacing terkena abu panas. Ta membanting-banting kaki, menyabet-nyabetkan pedang di tengah udara sambil memaki-maki Sin Hong sebagai seorang tolol, bodoh dan tidak tahu bagaimana harus berkelahi. Sebaliknya memaki-maki Kong Ji sebagai seorang sombong, kepala batu, menjemukan dan lain-lain. tentu saja dua orang muda yang sedang bertempur mati-matian itu tidak menghiraukannya.

   Tidak seorang pun tahu, juga Kong Ji sendiri tidak, bahwa Sin Hong telah mengatur siasat. Ta maklum bahwa kepandaian Kong Ji benar-benar lihai sekali, ditambah dengan pedang Pak-kek Sin-kiam, kiranya tidak mudah baginya untuk merobohkannya. Apalagi kalau Kong Ji bertempur demikian hati-hati menjaga dirinya dengan pedang pusaka itu. Maka Sin Hong lalu mencari akal. Ta harus membikin besar hati Kong Ji, menimbulkan kesombongan lawan ini sehingga memandang rendah kepadanya. Hanya kalau dia berhasil dalam hal ini baru Kong Ji akan kurang waspada, akan kurang kuat penjagaannya dan hanya akan mengerahkan tenaga dan perhatian dalam serangan-serangannya.

   Oleh karena itu, dengan gerakan indah tidak kentara seakan-akan ia terdesak dan tidak ada jalan lain untuk menghindarkan sebuah sabetan pedang Kong Ji kecuali menangkis, ia lalu menangkis yang mengakibatkan pedangnya terbabat putus. Gerakan ini sewajarnya, membuat Kong Ji tertawa bergelak saking girangnya, dan membuat Ciang Le mengerutkan keningnya. Biarpun pendekar ahli pedang ini sendiri pun tidak tahu akan siasat Sin Hong dan mengira bahwa Sin Hong memang kalah
(Lanjut ke Jilid 32)
Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32
karena Kong Ji berpedang pusaka.

   Memang siasat Sin Hong berhasil baik. Apalagi ketika ia mengambil sikap bingung dan sengaja mengacaukan gerakannya ketika ia mengelak dan berloncat-loncatan menghindarkan serangan Kong Ji seakan-akan ia sudah terdesak betul-betul. Kong Ji makin memandang rendah kepadanya. Kong Ji terlalu menyombongkan kepandaian sendiri dan ia memastikan bahwa kali ini Sin Hong akan mati di tangannya, maka ia memperhebat serangannya dan tak lama kemudian ia telah mengeluarkan seluruh kepandaian mengerahkan seluruh tenaga dan perhatian dalam menyerang Sin Hong.

   Inilah saat yang dinanti-nanti oleh Sin Hong setelah bertempur selama seratus tiga puluh jurus lebih. Setelah yakin Bahwa seluruh perhatian Kong Ji mulai ditujukan untuk menyerang, ia memanaskan hati lawannya dengan cara berloncatan ke kanan kiri membuat pedang lawan hanya menyerempet sedikit saja ujung bajunya. Kong Ji gemas, berseru keras dan tiba-tiba sinar hitam meluncur ke arah leher Sin Hong, disusul oleh pukulan Tin-san-kang dan dibarengi dengan sebuah tusukan pedang ke arah lambung. Inilah serangan tiga jurusan yang hebat bukan main. Sinar hitam itu adalah jarum-jarum Hek-tok-ciam yang dilepas oleh Kong Ji dalam saat Sin Hong sudah amat terdesak.

   Jarum-jarum Hek-tok-ciam itu sudah lihai, akan tetapi pukulan tangan kirinya ke arah dada lebih berbahaya, karena pukulan Tin-san-kang ini dapat menghancurkan isi dada Sin Hong. Akan tetapi yang paling hebat adalah tusukan pedang itu, sebuah gerak tipu dari Ilmu Pedang Pak-kek-sin-kiam-sut yang dicuri oleh Kong Ji dari Ciang Le melalui tipuannya kepada Hui Lian. Semua orang terkejut, juga Cia Le berdebar karena ia sendiri tak dapat melihat jalan keluar dari tiga serangan sekaligus ini.

   Akan tetapi Sin Hong tenang-tenang saja. Ia hendak mencari keuntungan dari keadaan bahaya ini. Tanpa melepaskan perhatiannya kepada kedua tangan lawan, ia hanya miringkan kepala dan leher sedikit saja agar jalan darah di lehernya jangan sampai terkena Hek-tok ciam. Akan tetapi tetap saja pundak dan kulit lehernya tergores dua batang Hek tok-ciam yang amat berbisa itu. Memang Sin Hong sengaja membiarkan dirinya terserang Hek-tok-ciam agar tidak membuang waktu.

   Pada saat yang sama, dua tangannya bergerak cepat, yang kanan menyambut pukulan Tin-san-kang, yang kiri mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan yang memegang pedang. Gerakan Sin Hong ini cepat bukan main dan dilakukan dengan pengorbanan pundak dan leher jadi sasaran Hek-tok-ciam sehingga Kong Ji menjadi lalai karena tidak menduga sebelumnya. Di lain saat, dua pasang tangan telah bertemu.

   Kong Ji kaget sekali dan ia mengerahkan seluruh tenaga sinkang yang disalurkan pada dua lengannya untuk melukai lawan dan terutama sekali untuk merampas kembali pedangnya. Namun, alangkah kagetnya ketika ia merasa kedua pergelangan tangannya seperti patah-patah, sakitnya terasa sampai di ulu hatinya. Akan tetapi Kong Ji tetap berkeras, tidak mau melepaskan Pak-kek Sin-kiam, bahkan sekali lagi ia mengerahkan tenaga berbisa, yakni Hek-tok-ciang.

   Ia melihat wajah Sin Hong menjadi pucat dan lehernya kehitaman akibat serangan jarum berbisa tadi, akan tetapi tenaga yang keluar dari sepasang tangan Sin Hong makin besar saja. lnilah kehebatan sinkang dalam tubuh Sin Hong yang dapat menampung tenaga lawan dan mengembalikannya sebagai senjata makan tuan.

   Adu tenaga ini memakan waktu lama sampai keduanya kelihatan menggigil seluruh tubuhnya dan akhirnya Kong Ji tidak dapat menahan lagi dan harus mengaku bahwa Sin Hong lebih unggul dari padanya. Sambil mengeluarkan pekik mengerikan Kong Ji terlempar tiga tombak ke belakang, jatuh berguling dan pedang Pak-kek Sin-kiam kini telah berada tangan Sin Hong!

   Akan tetapi Sin Hong sendiri juga payah keadaannya karena dalam pengerahan tenaga tadi, racun Hek-tok-ciam dari lehernya menjalar ke bagian lain. Ta tidak mengejar Kong Ji, melainkan cepat-cepat mengambil obat dari sakunya dan menelan beberapa butir pel biru, kemudian dengan jarum perak ia menusuk beberapa bagian jalan darah di leher dan pundaknya. Barulah keadaannya tidak mengkhawatirkan dan ia memandang ke arah Kong Ji yang sementara itu sudah bangun kembali.

   Kong ji menyeringai, rambutnya awut-awutan, mukanya sebentar pucat sebentar merah, matanya merah dan melotot akan tetapi agak basah. Seperti anak kecil yang kehilangan barang kesayangannya, ia hampir menangis dan marah- marah, kemudian ia melompat lagi menghadapi Sin Hong, mengirim pukulan Tin-san-kang dengan tangan kanan dan pukulan Hek-tok-Ciang dengan tangan kiri. Akan tetapi dengan kebutan ujung lengan baju, kedua pukulan ini dapat dipunahkan oleh Sin Hong dan sekali kaki Sin Hong bergerak kembali tubuh Kong Ji melayang sampai empat tombak jauhnya.

   "Binasakan saja iblis itu"" terdengar teriakan-teriakan dari pihak yang pernah dirugikan oleh Kong Ji dengan menggunakan nama Wan Sin Hong.

   "Kong Ji, bersiaplah untuk mati oleh Pak-kek-sin-kiam!" Sin Hong berseru dan kini dia yang mengejar.

   "Wan Sin Hong, biar aku yang menamatkan riwayatnya!" dari lain jurusan datang Li Hwa mengejar dengan pedang pusaka Cheng liong-kiam di tangannya. Dengan demikian dua orang mengejar dan seakan-akan berlumba untuk membunuh Kong Ji.

   Liok Kong Ji melihat datangnya dua orang yang sama-sama lihainya itu dari kanan kiri dengan pedang-pedang pusaka di tangan, timbul takutnya. Ia lalu melompat bangun dan berlari cepat menghampiri Ciang Le yang berdiri, didampingi oleh Bi Lan, Hui Lian, Lie Bu Tek, Coa Hong Kin dan Cam-kauw Sin-kai yang masih bersila di atas tanah.

   "Suhu... mohon pertolongan Suhu.. tolonglah nyawa teecu!" ia meratap dengan wajah pucat, takut setengah mati. Ciang Le merasa muak perutnya menyaksikan sikap pengecut pemuda ini "Aku tidak mempunyai murid macam kau!" bentaknya marah.

   "Suhu, lupakah kau bahwa tadi aku telah menyelamatkan nyawa Sumoi Go Hui Lian?" Suara Kong Ji makin ketakutan karena Sin Hong dan Li Hwa sudah mengejar dekat.

   "Apa kau bilang...?" Ciang Le membentak lagi sambil mengerutkan kening mukanya berubah marah.

   "Suhu dan Subo, apakah kalian begitu tak kenal budi? Tidak mau membayar kembali hutang nyawa anakmu?" Kong Ji mendesak. Ciang Le bergerak maju dan berhasil menangkis pedang di tangan Sin Hong yang menyerang Kong Ji dari belakang. Di saat berikutnya, Bi Lan juga memutar pedangnya menangkis serangan pedang Li Hwa yang kalah dulu oleh Sin Hong.

   "Kami membayar hutang nyawa. La rilah, lain kali kami akan bantu membinasakan kau!" Cing Le membentak kepada Kong Ji yang sudah bersembunyi di belakangnya. Pemuda ini melihat siasatnya berhasil, tidak mau menyia- nyiakan kesempatan itu terus melarikan diri turun gunung dengan cepat sekali. Ta tidak takut dikejar orang. Terhadap orang lain ia tidak usah takut, sedangkan orang yang ia takuti, yakni Sin Hong dan Li Hwa, sudah dihadang oleh Ciang Le dan Bi Lan.

   Sin Hong marah sekali, demikian pula Li Hwa.

   "Kong Ji jangan lari" seru Sin Hong.

   "Bangsat, kau hendak lari ke mana?" seru Li Hwa. Dua orang muda ini hendak mengejar, akan tetapi Ciang Le da Bi Lan dengan pedang di tangan menghadang mereka.

   "Apa artinya ini? Apakah Suheng hendak melindungi iblis jahat itu?" tanya Sin Hong, sepasang matanya memandang tajam kepada Ciang Le. Ciang Le tidak dapat menahan pandang mata pemuda ini, teringat betapa ia dahulu pernah menghajar pemuda yang ternyata tidak berdosa dan kini bahkan ia sendiri melindungi bekas muridnya yang jahat dari kejaran Sin Hong.

   "Untuk saat ini dia berada dalam perlindungan kami." jawab Ciang Le tenang.

   "setelah ia pergi dari gunung ini, terserah kau mau kejar dan bunuh dia."

   "Dia muridnya, tentu saja dilindungi!" kata Li Hwa mengejek dan gadis ini mempedulikan hadangan Bi Lan, sudah hendak lari melanjutkan pengejaran. Juga Sin Hong mendengar ini hendak melanjutkan pengejaran. Melihat ini Ciang Le menjadi bingung. Apakah dan isterinya harus menyerang dua orang muda itu? Kalau sampai terjadi demikian, dia akan ditertawai oleh seluruh orang gagah di dunia ini. Sebaliknya kalau sampai dua orang muda ini dibiarkan saja mengejar Kong Ji sampai tersusul lalu terbunuh di daerah Ngo-heng-san berarti ia tidak dapat memegang janjinya untuk membayar hutang nyawa kepada Kong Ji.

   "Nanti dulu!" serunya dan tubuhnya sudah bergerak dan menghadang.

   "Kalian berdua adalah calon-calon bengcu, demikian pula aku. Karena sekarang calon-calon bengcu hanya tinggal kita bertiga, aku tantang kalian untuk mengadu ilmu dan menentukan siapa yang berhak menjadi bengcu" Sin Hong yang cerdik maklum bahwa ini hanya alasan untuk memberi waktu dan kesempatan kepada Kong Ji agar dapat melarikan diri.

   "Aku tidak ingin menjadi bengcu, kalau Suheng mau, silakan menjadi bengcu, tak usah berpibu dengan aku." Kembali ia hendak lari, akan tetapi tiba-tiba Ciang Le menyerangnya dan berkata.

   

Pendekar Budiman Eps 3 Memburu Iblis Eps 31 Pendekar Budiman Eps 13

Cari Blog Ini