Memburu Iblis 31
Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 31
"Gila!" pemuda itu mengumpat di dalam hati. Kemudian dengan cepat Liu Yang Kun menggeser kakinya ke samping. Pemuda itu merasa betapa berat dan kuatnya tenaga gabungan tersebut, sehingga ia tidak berani menghadapinya dari depan. Terpaksa ia menggeser ke samping dan kemudian baru berani menyongsongnya dengan sekuat tenaganya. Meskipun demikian akibat dari benturan tersebut ternyata tetap hebat sekali.
"Whuuuaaauuusssh!" Sekejap tubuh Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong seperti tertahan oleh bentakan tenaga Liu Yang Kun, Bahkan setelah itu tubuh mereka seperti didorong dengan kuatnya ke belakang. Dan sedetik kemudian tubuh mereka benar-benar terbanting ke samping dengan hebatnya. Sekilas masih kelihatan wajah Butek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong yang tiba-tiba menjadi pucat pasi. Bahkan sekilas masih tampak pula matanya yang terbelalak seolah tak percaya. Namun itu semua segera hilang setelah tubuh mereka terbentur ke dinding gua dengan dahsyatnya! Tapi pada saat itu pula tubuh Liu Yang Kun yang menerima gempuran tenaga gabungan mereka, juga terlempar dengan kuatnya keluar pintu gua!
"Oooh...?!" Han Sui Nio yang hampir tertimpa tubuh Liu Yang Kun menjerit kaget. Tapi dengan tangkas Liu Yang Kun berdiri tegak kembali.
"Jangan hiraukan saya! Saya tidak apa-apa! Cepatlah Lo-Cianpwe menghindar dari tempat ini!" serunya kemudian dengan tergesa-gesa.
"Tapi...?" Han Sui Nio menjawab ragu, karena bagaimanapun juga dia tak enak hati untuk meninggalkan orang yang menolongnya di dalam bahaya.
"Percayalah kepada saya! Kedua iblis tua itu tak pernah bisa mengalahkan saya!" sekali lagi Liu Yang Kun membesarkan hati pendeta wanita itu.
"Lekaslah! Cuma saya minta tolong, kalau Lo-Cianpwe di jalan nanti berjumpa dengan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee, harap memberitahukan kepadanya bahwa aku berada di tempat ini. Katakan pula bahwa Giok-bin Tok-ong sudah saya ketemukan..."
"Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee pendekar dari istana itu...?" Han Sui Nio berdesah kaget.
Tapi dengan cepat Liu Yang Kun mendorong wanita tua itu, karena dari dalam gua telah terdengar sumpah serapah Giok-bin Tok-ong. Bahkan bersamaan dengan perginya Han Sui Nio, tokoh puncak dari perguruan Lembah Tak Berwarna itu telah muncul pula dengan langkah terhuyung-huyung. Dan kakek tampan itu tidak dapat segera melihat Liu Yang Kun karena kedua belah tangannya sedang sibuk mengusap dan membersihkan debu serta pasir yang mengotori rambut, wajah dan pakaiannya. Di belakangnya tampak Bu-tek Sin-tong yang juga sibuk pula membersihkan rambutnya. Hanya bedanya kakek kerdil itu tidak terhuyung-huyung seperti Giok-bin Tok-ong walaupun sebentar-sebentar ia tak bisa menyembunyikan batuknya. Ternyata keduanya telah terpengaruh juga oleh pukulan sakti Liu Yang Kun.
"Bangsat kurang ajar! Setan! Demit! Iblisss...! Siapa sebenarnya bocah itu, heh? Berani benar dia melawan Giok-bin Tok-ong! Huh! Akan kucari mayatnya! Lalu akan kucerai-beraikan bangkainya dan kemudian akan kusebar pula tulang belulangnya agar puas hatiku! Bangsat...!"
"Jangan cuma membuka mulut saja! Ayoh... lekas kita cari dia! Dia tentu sedang dalam keadaan sekarat sekarang," Bu-tek Sin-tong membentak kesal. Giok-bin Tok-ong menoleh dengan marah.
"Sekarat katamu? Mana ada kesempatan untuk sekarat lagi baginya? Mana ada orang yang mampu menerima tenaga gabungan kita di dunia ini? Jangankan bocah itu, Bun-hoat Sian-seng pun takkan kuat menghadapi tenaga gabungan kita! Huh! Aku tanggung nyawanya tentu sudah lebih dahulu terbang ke langit sebelum ia menerima pukulan kita. he-he-he...! Mungkin kita sekarang justru mendapat kesulitan untuk mencari sisa-sisa tubuhnya. Atau mungkin kita hanya akan... hah???" Tiba-tiba kakek tampan itu terbelalak. Hampir saja dia menabrak Liu Yang Kun, orang yang dikiranya sudah mati itu.
"Sssssin... Tttttooooong?" kakek tampan itu memanggil Bu-tek Sin-tong dengan suara gugup dan ketakutan. Hampir-hampir saja ia lari meninggalkan tempat itu.
"Hei... kenapa kau? Apa kau... hah?" tiba-tiba Bu-tek Sin-tong berteriak tinggi pula.
Seketika wajahnya menjadi pucat. Apa lagi ketika kemudian ia mengenali wajah Liu Yang Kun. Tapi memang tidak mengherankan bila kedua kakek sakti itu menjadi kaget dan ketakutan ketika melihat wajah Liu Yang Kun. Selain mereka tidak memiliki bayangan bahwa yang mereka hadapi itu adalah Liu Yang Kun, mereka sendiri juga tidak menyangka pula kalau pemuda itu ternyata masih hidup. Bagi Bu-tek Sin-tong, pemuda itu sudah lama mati, terkubur di Lembah Dalam satu tahun yang lalu. Pada waktu itu secara kebetulan dia juga sedang bersama-sama dengan Giok-bin Tok-ong pula. Bahkan dia juga melihat sendiri, bagaimana pemuda itu tertimbun oleh bukit yang longsor ke bawah. Adalah tidak mungkin kalau pemuda itu bisa menyelamatkan diri dalam timbunan tanah itu. Maka dari itu betapa kagetnya dia ketika tiba-tiba melihat wajah Liu Yang Kun di tempat tersebut.
Sebaliknya bagi Giok-bin Tok-ong yang sudah memperoleh kesempatan berjumpa dengan Liu Yang Kun beberapa hari yang lalu, pertemuan yang kedua ini benar-benar menimbulkan rasa takut di dalam hati sanubarinya. Bagaimana tidak. Sudah beberapa kali pemuda itu lolos dari maut. Baik dari timbunan bukit longsor yang maha dahsyat itu maupun dari keganasan peluru pek-lek-tannya. Bahkan yang terakhir kalinya dia merasa telah menewaskan pemuda itu di dalam ledakan pek-lek-tannya beberapa hari yang lalu. Maka dari itu sungguh tidak mengherankan bila ia menjadi ketakutan begitu melihat wajah Liu Yang Kun kembali. Ia merasa seperti berjumpa dengan 'hantu" Liu Yang Kun.
"Kau... kau... kau masih hidup juga? Kau tidak hancur terkena ledakan peluru pek-lek-tanku itu?" Giok-bin Tok-ong-berdesah gemetar seraya mundur mundur sehingga hampir menginjak kaki Bu-tek Sin-tong.
"Ba-bagaimana dia keluar dari timbunan bukit longsor itu, Tok-ong? Apakah ia memiliki ilmu tikus tanah?" kakek kerdil itu bertanya pula. Nada suaranya juga amat heran dan tak percaya. Liu Yang Kun mengertakkan giginya.
"Hmh... jadi memang benar kau yang melukai aku beberapa hari yang lalu? Bagus! Kalau begitu tak sia-sia aku mencarimu, Giok-bin Tok-ong! Hemmm... manakah temanmu yang lain itu? Dimana pula orang yang bernama Bok Siang Ki itu?" Giok-bin Tok-ong semakin menjadi gugup. Ditolehnya Bu-tek Sin-tong yang berdiri di sampingnya, seolah-olah ia ingin mencari bantuan kepada kakek kerdil itu. Tapi kakek kerdil itu sendiri seakan-akan juga sudah mencium pula bahaya yang akan ia hadapi bila ia ikut-ikutan memusuhi pemuda itu. Oleh karena itu dengan cerdik ia melangkah ke samping, menjauhi Giok-bin Tok-ong.
"Hmm... tampaknya kau memang suka mencampuri urusan orang, sehingga di mana-mana engkau mendapatkan musuh. Belum juga urusan diantara kita selesai, urusan yang lain telah menghadangmu. Nah, kalau begitu... biarlah aku mengalah dahulu. Kau selesaikan dulu urusanmu dengan pemuda ini, aku akan pergi mengurus masalahku sendiri!" Kakek kerdil itu cepat-cepat berkata. Begitulah, selesai berkata Bu-tek Sin-tong segera beranjak dari tempatnya. Kakek cebol tersebut bermaksud untuk mengejar Han Sui Nio dan merebut kembali bayi yang ada di dalam pelukan Tui Lan.Tapi belum juga dua langkah kakek cebol itu bergerak, Liu Yang Kun sudah lebih dahulu menghadangnya.
"Berhenti! Kau juga tidak boleh pergi dari tempat ini!" hardik pemuda itu keras-keras.
"Apa...? Kurang ajar! Kau berani membentak aku?" Bu-tek Sin-tong tiba-tiba menggeram marah. Matanya mendelik ganas. Sebenarnya diantara Liu Yang Kun dan Bu-tek Sin-tong tidak pernah terjadi perselisihan apa-apa. Mereka sudah beberapa kali bertemu sebelumnya. Walaupun di dalam setiap pertemuan itu mereka sering berada di pihak yang berlawanan. Namun demikian di antara mereka tak pernah ada dendam pribadi atau sakit hati. Dan selama ini Liu Yang Kun selalu bersikap segan dan hormat kepada Bu-tek Sin-tong. Maka bisa dimengerti kalau kakek Kerdil itu menjadi marah mendengar bentakan Liu Yang Kun tersebut. Padahal semua itu dilakukan oleh Liu Yang Kun karena ia sudah lupa atau tidak mengenal kakek itu lagi.
"Persetan! Pokoknya tak seorangpun aku perbolehkan mengganggu wanita-wanita itu!" Liu Yang Kun menggeram pula tak kalah kakunya.
"Huh! Apa hubunganmu dengan mereka? Kenapa kau membelanya?"
"Aku tak punya hubungan apa-apa dengan mereka. Tapi aku merasa berkewajiban untuk melindungi mereka dari gangguan orang-orang jahat seperti kalian ini."
"Kurang ajar! Kau memang sudah bosan hidup! Lihat pukulan...!" Butek Sin-tong menjerit berang, kemudian menyerang Liu Yang Kun dengan ganasnya.
"Bagus, Sin-tong! Anak itu memang perlu mendapat pelajaran agar tidak menjadi sombong!" Giok-bin Tok-ong segera bertepuk tangan dan berteriak memanasinya.
"Diam! Tunggulah, kaupun akan kulabrak pula nanti! Kita juga punya urusan yang belum terselesaikan!" sambil bertempur Bu-tek Sin-tong masih sempat juga memaki.
"Baik! Apa kau kira aku juga takut kepadamu, Manusia Kura-kura?" Giok-bin Tok-ong menjawab tantangan itu dengan makian pula. Sementara itu pertarungan antara Liu Yang Kun dan Bu-tek Sin-tong semakin menjadi seru juga. Masing-masing segera mengeluarkan ilmu andalan mereka, karena masing-masing sudah pernah melihat mutu kepandaian lawannya.
Mula-mula Liu Yang Kun hanya mengeluarkan ilmu warisan Keluarga Chin. Tapi ketika ia mulai terdesak oleh ilmu lawannya, maka ia lalu menggantinya dengan salah sebuah dari ilmu warisan Bit-bo-ong almarhum, yaitu ilmu silat Kim-liong Sin-kun. Namun ilmu yang inipun juga tidak dapat berbuat banyak terhadap lawannya. Selain ia tak membawa badik pusaka, ia pun juga tidak mengenakan mantel pusaka pula. Padahal kedua buah pusaka tersebut menjadi inti dari ilmu Kim-liong Sin-kun. Mungkin untuk menghadapi jago-jago persilatan yang lain ilmu itu sudah lebih dari cukup. Namun untuk menghadapi Bu tek Sin-tong, tokoh nomer tiga di dunia persilatan, ilmu yang hebat itu menjadi kehilangan keampuhannya. Walaupun sebenarnya untuk menunjang kekurangannya Liu Yang Kun telah mengerahkan pula tenaga sakti Liong-cu i-kangnya.
"Hehehe...? Ayoh, anak muda! Kau tumpahkanlah semua ilmumu di hadapanku! Aku akan melihat sampai dimana kehebatanmu, hehehe...!" Kakek kerdil itu tertawa terkekeh-kekeh. Tapi beberapa saat kemudian kakek itu mengerutkan dahinya. Berkali-kali diperhatikannya ilmu Kim-liong Sin-kun yang dimainkan oleh Liu Yang Kun.
"Hei, anak muda! Tampaknya ada sesuatu yang kurang pada ilmu silatmu ini. Kalau tidak karena lweekangmu yang dahsyat itu, ilmu ini benar-benar tidak ada artinya. Dari mana kau memperoleh ilmu ini, heh?" katanya kemudian dengan sungguh-sungguh.
"Persetan dengan segala macam ocehanmu. Aku sendiri juga tidak tahu dari mana ilmu ini kuperoleh! Tahu-tahu sudah mendarah daging begitu saja di dalam tubuhku. Hmmh...apa kau ingin minta yang lain? Baik! Lihatlah...!" Liu Yang Kun menyahut dengan suara penasaran. Kemudian dengan mengerahkan Bu-eng Hwe-tengnya, Liu Yang Kun mengeluarkan ilmu warisan Bit-bo-ong yang lain, yaitu Pat-hong sin-ciang!
Ilmu Pukulan Sakti Delapan Penjuru yang dilandasi dengan ginkang Bu-eng Hwe-teng ini benar-benar hebat bukan main. Apalagi Liu Yang Kun telah mempelajarinya sampai ke tingkat puncaknya. Maka dapat dibayangkan betapa repotnya Bu-tek Sin tong melayaninya. Udara malam yang amat dingin itu menjadi semakin dingin pula oleh pengaruh ilmu silat Pat-hong Sin-ciang. Apa lagi ketika pengaruh magis yang diciptakan oleh ilmu tersebut telah diungkapkan pula oleh Liu Yang Kun. Sedikit demi sedikit Bu-tek Sin-tong merasakan adanya tekanan yang semakin berat terhadap akal dan pikirannya. Rasanya kakek sakti itu menjadi semakin bingung dan salah tingkah terhadap gerakan yang dikeluarkan Liu Yang Kun. Bahkan akhirnya kakek itu juga menjadi bingung dan sa lah tingkah pula terhadap dirinya sendiri.
"Berhenti! Eh-eh... tahan! Jangan memukul lagi!" sambil menghindar kesana kemari akhirnya Bu-tek Sin-tong berteriak dan menjerit-jerit. Karena memang tidak merasa bermusuhan dengan Bu-tek Sin-tong, maka Liu Yang Kun mau berhenti pula. Dengan wajah puas ia memandang kakek kerdil itu.
"Hei, Sin-tong! Kenapa kau minta berhenti, heh? Apakah kau merasa kewalahan menghadapi anak itu?" dari luar arena Giok-bin Tok-ong berteriak. Tapi kakek kerdil itu tak mempedulikan seruan Giok-bin Tok-ong. Sebaliknya dengan roman muka bersungguh-sungguh ia menghadapi Liu Yang Kun.
"Anak muda! Rasa-rasanya aku mengenal ilmu silatmu! Coba katakan, siapakah gurumu? Kau mempunyai hubungan apa dengan Perguruan Ui-soa-pai? Ada hubungan keluarga apakah antara kau dengan Bok Siang Ki? Lekas jawab!" Liu Yang Kun mendengus marah. Namun demikian dahinya juga kelihatan berkerut ketika menjawab pertanyaan kakek kerdil tersebut.
"Aku tak tahu apa yang kau katakan. Aku tidak pernah merasa belajar kepada siapa-siapa. Aku belum pernah mendengar Ui-soa-pai. Dan aku juga tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan orang yang bernama Bok Siang Ki. Bahkan aku merasa belum pernah me lihat atau mengenal orang itu. Hmh, mengapa kau tanyakan semua itu kepadaku? Apakah kau mencurigai ilmu silatku?" Bu-tek Sin-tong menggeram.
"Benar. Ilmu meringankan tubuh dengan gaya melenting dan melayang itu hanya dimiliki oleh cikal bakal Perguruan Ui-soa pai. Dan ilmu silat yang dilambari dengan ilmu sihir dan ilmu Kebatinan itu juga hanya dimiliki oleh pendiri perguruan Ui-soa-pai pula. Itulah sebabnya mengapa kutanyakan kepadamu semuanya itu."
"Lalu apa hubungannya orang yang bernama Bok Siang Ki itu dengan pertanyaanmu itu?"
"Bok Siang Ki adalah orang yang paling berkuasa di U i-soa-pai sekarang. Hmm, apakah kau belum pernah mendengarnya?" Liu Yang Kun menggelengkan kepalanya.
"Aku memang belum pernah mendengarnya. Bahkan seperti yang telah kukatakan tadi, aku belum pernah mengenal dia. Melihat wajahnyapun juga belum pernah pula. Aku memang benar-benar bukan orang Ui-soa-pai. Aku adalah aku. Jangan menduga dan berprasangka yang lain-lain!"
"Bohong! Bohong kalau dia bilang belum pernah bertemu dan mengenal Bok Siang Ki! Beberapa hari yang lalu aku dan Bok Siang Ki pernah bertempur dengan dia! Hei, apakah kau sudah lupa?" tiba-tiba Giok-bin Tok-ong berseru memotong pembicaraan mereka. Liu Yang Kun melirik ke arah Giok-bin Tok-ong sebentar, lalu menatap Butek Sin-tong kembali, ia tak menjawab atau menanggapi ucapan kakek tampan itu, karena ia sudah tak ingat lagi akan kejadian-kejadian itu.
"Hei, benarkah kata-katanya itu? Mengapa kau berkelahi dengan Bok Siang Ki? Hmmh, apakah kau seorang murid murtad yang melarikan diri dari perguruan Ui-soa-pai?" Bu-tek Sin-tong menyambung perkataan Giok-bin Tok-ong. Tiba-tiba Liu Yang Kun mengertakkan giginya. Dengan marah ia membentak.
"Sudah kukatakan bahwa aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Bok Siang Ki ataupun Perguruan Ui-soa-pai itu! Titik! Kenapa kau belum percaya juga? Apa maumu sebenarnya? Kau ingin berkelahi atau hanya ingin bersilat lidah saja?" Tersinggung juga hati Bu-tek Sin-tong dibentak-bentak begitu.
"Kurang ajar! Kalau aku menanyakan semua itu kepadamu, itu hanya karena aku tak ingin salah tangan membunuh warga sendiri! Tahu? Akupun juga datang dari perguruan Ui-soa-pai pula! Bahkan kalau diurut-urutkan, aku ini masih supek dari Bok Siang Ki itu, itulah sebabnya aku segera mengenal ciri-ciri dari ilmu silat yang kau mainkan. Karena ciri-ciri ilmu silat yang kau mainkan tadi hampir sama dengan ciri-ciri ilmu silat Ui-soa-pai. Nah, kalau kau ini benar-benar anak murid perguruan Ui-soa-pai, bukankah aku akan menyesal sekali bila nanti terlanjur membunuhmu?"
"Hei...? Jadi kau ini orang dari perguruan Ui-soa-pai, heh? Wah, sungguh tak kusangka. Tapi kenapa kepandaianmu malah berada dibawah kepandaian Bok Siang Ki. su-titmu (keponakanmu) itu? Aneh benar!" sekali lagi Giok-bin Tok-ong menyela pembicaraan mereka. Kulit muka kakek kerdil itu menjadi merah seketika. Tapi sebelum kemarahannya itu benar benar meledak, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendatangi tempat itu. Dan di lain saat, di dekat mereka telah berdiri seorang lelaki jangkung berusia lima puluhan tahun, berkumis dan berjanggut panjang teratur rapi.
"Tidak ada yang aneh, Tok-ong. Memang benar apa yang dikatakan oleh Butek Sin-tong itu." orang yang baru saja datang, yang tidak lain adalah Bok Siang Ki sendiri itu menyahut ucapan Giok-bin Tok-ong.
"Bok Siang Ki...?" Giok-bin Tok-ong dan Bu-tek Sin-tong berdesah berbareng.
"Benar, akulah yang datang..." Bok Siang Ki mengangguk. Kemudian katanya lagi kepada Liu Yang Kun.
"Ah... tak kusangka kau masih hidup pula. Kukira kau telah hancur berkeping-keping terkena peluru maut Giok-bin Tok-ong itu. hmmm... kepandaianmu benar-benar hebat sekali! Sebagai penguasa tertinggi di Perguruan Ui-soa-pai, aku ikut berbangga pula karenanya..." Liu Yang Kun menatap Bok Siang Ki lekat-lekat.
"Maksudmu...?" tanyanya kemudian dengan suara dingin. Bok Siang Ki tertawa dingin pula.
"Wah... kelihatannya kau sangat sombong dan tinggi hati. Tapi tak apalah. Kau belum mengenal betul siapa aku ini. Dengarlah! Seperti halnya Bu-tek Sin-tong tadi, akupun menjadi curiga pula kepada ilmu silatmu. Bahkan di dalam hati kecilku aku berani memastikan bahwa ilmu silat yang kau mainkan tadi tidak lain adalah ilmu perguruan Ui-soa-pai. Memang di dunia ini banyak ilmu silat yang memiliki kesamaan dan kemiripan di dalam gerakannya. Tapi hal seperti itu takkan terjadi pada ilmu-silat Perguruan Ui-soa-pai. Betul bukan kata-kataku ini, Sin-tong?" Bu-tek Sin-tong mengangguk-anggukkan kepalanya. Bok Siang Ki tersenyum.
"Wah, kau lihat itu...! Dahulu Bu-tek Sin-tong juga anak murid Perguruan Ui-soa-pai pula. Karena malu atas perbuatan ayahnya yang berkhianat terhadap Perguruan Ui-soa-pai, Bu-tek Sin-tong lalu pergi mengasingkan diri bertapa selama hidupnya."
"Jangan kau ungkat-ungkat lagi peristiwa itu!" Bu-tek Sin-tong menggeram marah.
"Maaf. Tapi pengkhianatan ayahmu itu telah mencoreng dan menjatuhkan martabat kebesaran Perguruan Ui-soa-pai, karena pengkhianatan ayahmu, maka sejarah kebesaran Ui-soa pai menjadi hancur. Tak seorangpun dari anak murid perguruan Ui-soa-pai, setelah pengkhianatan itu, yang mampu keluar dari pintu perguruan. Selama hampir seabad anak murid perguruan Ui-soa-pai hanya mampu merenungi diri di dalam rumah perguruannya. Coba kalau waktu itu kau mau keluar dari lobang pertapaanmu, kau akan bisa melihat betapa nistanya kehidupan anak murid bekas perguruanmu itu. Selama hampir seabad mereka tak mampu atau tak berani menampakkan dirinya di muka umum, sementara ayahmu malang melintang di dunia persilatan dengan sebutan yang menakutkan. Bit-bo-ong! Betapa menyakitkan..." Bok Siang Ki menjawab pula dengan tak kalah geramnya.
"Bit bo-ong (Si Raja Kelelawar)...?" Giok-bin Tok-ong dan Liu Yang Kun mengulang ucapan Bok Siang Ki. Sekali lagi Liu Yang Kun merasa seperti pernah mendengar atau sangat dekat dengan nama itu. Tapi seperti biasanya pula pemuda itu tak bisa mempergunakan ingatannya untuk mengingat-ingat atau mengenal nama tersebut. Sebaliknya bagi Giok-bin Tok-ong bukan nama itu yang mengagetkannya, tapi hubungan yang tak terduga antara nama itu dengan Bu-tek Sin-tong lah yang justru sangat mengejutkannya.
"Hoi, Sin-tong! Jadi kau ini anak Si Hantu Kelelawar yang termashur itu, heh? Oh, bukan main! Benar-benar tak kusangka! Lalu... jika demikian berapa umurmu sekarang?"
"Diam, bangsat! Jangan berani kau mengusik-usik hal itu! Kubunuh kau!"
"Hehaheh...,!" Giok-bin Tok-ong tetap tertawa tapi tak berani meneruskan godaannya.
"Kalau dihitung-hitung usia Bu-tek Sin-tong tentu sudah lebih dari se ratus tahun. Tapi karena ia tak pernah meninggalkan goa pertapaannya, maka ia tetap awet muda dan segar bugar. Padahal anak murid Ui-soa-pai yang seangkatan dengan dia sudah tiada semua. Bahkan tokoh tua atau 'sesepuh' kami yang seangkatan di bawahnya pun juga telah pergi semua." Bok Siang Ki menjawab pertanyaan Giok-bin Tok-ong.
"Ya, tapi dengan meringkuk di dalam gua yang pengap selama puluhan tahun, membuat perkembangan tubuhnya menjadi kacau. Dia tidak tumbuh menjadi besar, tapi sebaliknya justru mengkerut menjadi kecil, hahahah...! Lain halnya dengan aku! Meskipun usiaku juga hampir setua dia, tapi karena aku nikmati kehidupan ini dengan sebaik baiknya, maka tubuhku tetap tumbuh dengan subur dan terawat baik..." Giok-bin Tok-ong tertawa lagi.
"Kurang ajar! Kau tidak juga mau membungkam mulutmu?" Bu-tek Sin-tong membentak dan berusaha menghajar mulut yang usil tersebut.
"Thaaas!" Giok-bin Tok-ong menangkis dan keduanya segera terpelanting mundur beberapa langkah. Cuma Giok-bin Tok-ong tampak lebih jauh dan agak terhuyung, sehingga dengan marah kakek-tampan tersebut merogoh saku bajunya. Siap dengan segala macam senjata-senjata beracunnya! Tapi sebelum mereka bergebrak kembali, Bok Siang Ki telah terlebih dahulu menengahinya.
"Jangan berkelahi sekarang! Bukankah kita telah menetapkan diri untuk bertemu tengah malam nanti di bangunan tua itu? Kita bertiga akan menetapkan, siapakah diantara kita bertiga yang lebih banyak kemajuannya setelah mempelajari isi Buku Rahasia yang asli itu? Oleh karena itu tunda dulu perkelahian kalian! Kita lebih baik mengurus dulu anak muda ini...!"
"Baik! Aku memang ingin menghukum anak ini. Dia telah berani menggagalkan keinginanku untuk memelihara bayi sebagai penyambung hidup dan ilmuku besok." Bu-tek Sin-tong menggeram setuju.
"Benar! Anak itu juga telah mengacaukan urusanku dengan bekas gundikku itu. Aku juga akan minta pertanggungjawabannya pula. Kalau perlu akan kulenyapkan dia...!" Giok-bin Tok-ong ikut mengancam Liu Yang Kun.
"Bagus! Kalau begitu kita bertiga mempunyai urusan dengan anak muda ini. Kita selesaikan urusan ini satu persatu. Sekarang akulah yang akan lebih dulu mengurusnya..." Bok Siang Ki berkata tegas.
(Lanjut ke Jilid 31)
Memburu Iblis (Seri ke 03 - Darah Pendekar)
Karya : Sriwidjono
Jilid 31
"Hei! Mengapa harus kau yang lebih dahulu? Bukankah engkau datang belakangan?" Giok-bin Tok-ong menyela penasaran.
"Benar! Mengapa kau yang lebih dahulu?" Bu-tek Sin-tong mengancam pula. Hok Siang Ki tertawa dingin.
"Karena akulah yang paling tinggi tingkatannya diantara kita bertiga. Aku nomor dua di dalam urut-urutan Buku Rahasia itu, sedang kalian nomer tiga dan empat. Bukankah hal ini sudah adil?"
'"Adil? Huh! Jangan coba-coba mengelabuhi aku! Paling-paling kau ingin lebih dahulu merampas bukuku yang ada di tangan anak muda itu, bukan?" Giok-bin Tok-ong yang merasa bahwa buku bagiannya masih berada di tangan Liu Yang Kun itu membantah berang.
"Hei? Apakah anak itu telah merampas Buku Rahasia yang menjadi bagianmu?" Bu-tek Sin-tong menyela. Matanya yang kecil itu menatap dengan curiga kepada Giok-bin Tok-ong.
"Tutup mulutmu! Kau jangan turut campur dalam urusan ini!" hardik kakek tampan itu kesal.
"Bangsat kurang ajar! Kuhancurkan kepalamu!" Bu-tek Sin-tong menjadi marah juga. Tapi dengan tangkas Bok Siang Ki melerai mereka lagi.
"Tahan! Sudah kukatakan jangan berkelahi dulu! Kita masih cukup waktu untuk melakukannya nanti!" Penguasa dari Ui-soa-pai itu memperingatkan. Kemudian katanya lagi yang dia tujukan kepada Giok-bin Tok-ong.
"Tok-ong! Kau tak perlu takut aku akan merampas buku yang menjadi bagianmu itu sekarang. Sebab hal itu akan aku lakukan secara terhormat di pertemuan kita tengah malam nanti. Di dalam pertemuan itu aku akan merampas bagian-bagian dari Buku Rahasia yang ada di tangan kalian semua, sehingga buku itu akan menjadi lengkap kumiliki. Setelah itu...hahaha.. baru aku akan menantang Bun-hiat Sian-seng! Akan kubuktikan siapa yang paling jago di dunia ini, haha...!" Sementara itu Liu Yang Kun yang sejak tadi hanya diam saja, karena bingung dan tak paham apa yang mereka percakapkan, tiba-tiba menggeram marah. Dari sela-sela bibirnya tiba-tiba juga terdengar desis mengerikan seperti suara desis ular marah.
"Hmmh! Kalau memang semuanya ingin berurusan dengan aku, kenapa kalian hanya berdebat saja tiada hentinya? Ayoh majulah, kalian bersama-sama! Kita selesaikan secepatnya segala macam urusan itu!" Ketiga orang sakti itu terperanjat bukan main. Mereka menatap anak muda yang mereka anggap terlalu sombong dan berani itu dengan wajah tegang serta kaku. Beberapa saat lamanya mereka malah tidak bisa berkata apa-apa. Mereka seperti tak percaya pada kata-kata yang keluar dari mulut anak muda itu.
"Anak muda...! Aku tahu namamu tercantum pula di dalam daftar Tokoh-tokoh Persilatan terkemuka di Dunia itu. Dan dilihat dari sudut usia, memang kaulah yang termuda di antara tokoh-tokoh itu. Tapi hal itu tampaknya justru membuatmu sombong dan takabur. Sama sekali kau tak memandang sebelah mata kepada kami bertiga, tokoh-tokoh yang kedudukannya jauh berada di atasmu. Kau cuma tertulis di urutan yang ke tujuh, sementara kami bertiga berada di urutan yang kedua, ketiga dan keempat," akhirnya Bok Siang Ki sambil menekan kegeraman hatinya berkata kaku.
"Persetan dengan tokoh-tokoh atau urutan segala macam itu! Aku tak perduli! Yang penting kenyataannya! Habis perkara! Ayoh, majulah...?"
"Kurang ajar! Tampaknya kau memang sudah bosan hidup atau... pikiranmu memang sudah tidak waras lagi! Baiklah, akan kuturuti kemauanmu? Tapi., sebelum kau tewas di tanganku, lebih baik kau berterus terang dahulu kepadaku. Siapa sebenarnya kau ini? Dari mana kau memperoleh ilmu-ilmu yang mirip dengan ilmu-silat perguruan Ui-soa pai itu? Apakah kau memiliki hubungan tertentu dengan mendiang Bit-bo-ong atau Keluarga Souw?"
"Aku tidak tahu-menahu tentang segala macam hantu seperti Bit-bo-ong itu. Dan aku juga tidak mempunyai sangkut-paut dengan... keluarga Souw!" Tiba-tiba suara Liu Yang Kun menurun ketika menyebut nama keluarga Souw, karena tiba tiba pula melintas di dalam pikirannya wajah Souw Lian Cu, yang juga keturunan keluarga Souw.
"Hmm... mengapa kau sebut-sebut pula nama keluarga Souw dalam urusan ini? Apakah hubungan keluarga Souw dengan ilmu silatku?" kemudian pemuda itu menambahkan. Bok Siang Ki mendengus dingin.
"Karena Bit-bo-ong itu sebenarnya juga berasal dari keluarga Souw.
Dengan tipu muslihat dan kelicikannya dia berhasil menyelundup ke dalam perguruan Ui-soa pai. Meskipun akhirnya dia juga dibunuh oleh keluarga Souw sendiri, tapi perguruan Ui-soa-pai sudah terlanjur rusak pula oleh ulahnya, ia telah berani membunuh tokoh-tokoh tua yang telah dengan susah payah membimbingnya dalam ilmu silat. Bahkan ia telah berani pula merusak dinding gua semadi perguruan Ui-soa-pai, yang penuh dengan tulisan dan petunjuk-petunjuk rahasia tentang ilmu silat kami, sehingga kami para angkatan yang lebih muda menjadi kehilangan pegangan dalam ilmu-silat kami sendiri. Nah, anak muda... itulah sebabnya hal itu kutanyakan kepadamu. Sebab aku percaya dan yakin bahwa kau tentu memiliki hubungan dengan salah seorang dari nama yang kusebutkan itu, Bit-bo-ong atau keluarga Souw!" Liu Yang Kun menggeretakkan giginya.
"Tapi aku benar-benar tak merasa memiliki hubungan dengan keduanya!" jawabnya keras. Ia yang telah kehilangan 'ingatannya" itu memang tak bisa mengingat apa-apa lagi.
"Lalu dari mana kau mempelajari ilmu silatmu itu?"
"Aku tidak tahu! Ilmu itu sudah melekat dan mendarah daging di dalam jiwaku. Mungkin sejak lahir aku sudah menguasainya." Liu Yang Kun yang telah kehilangan 'masa lalunya' itu menjawab gusar.
"Omong kosong! Mana ada bayi lahir bisa ilmu silat? Kau jangan seenaknya saja berbicara!"
"Persetan! Kaulah yang sedari tadi berbicara seenaknya! Main tuduh dan curiga tanpa alasan!"
"Keparat...! Kau memang sudah bosan hidup!" Bok Siang Ki berteriak nyaring, kemudian melompat menyerang Liu Yang Kun. Kedua belah telapak tangannya terpentang lebar, sehingga jari-jarinya membentuk dua buah cakar yang siap untuk meremas kepala lawannya.Dan gerakan kedua cakar itu bukan main cepatnya. Mungkin lebih cepat dari pada sambaran burung elang di udara, karena perguruan Ui-soa-pai yang pernah menelurkan Bit-bo-ong itu memang jagonya ginkang di dunia.Tapi Bu-eng Hwe-teng juga bersumber pada ilmu meringankan tubuh Ui-soa pai pula. Bahkan ginkang itu diciptakan Bit-bo-ong dengan gaya yang lebih tangkas karena Bit-bo-ong telah menambah dan memperbaikinya berdasarkan ilmu-ilmu dari perguruan lain yang pernah digelutinya pula.
Maka tidaklah mengherankan bila Liu Yang Kun juga bisa bergerak segesit dan selincah lawannya. Bahkan dengan gaya yang lebih indah dipandang. Bit-bo-ong memang seorang seniman silat pada zamannya. Demikianlah di jurang yang sunyi dan sepi itupun lalu berlangsung sebuah pertandingan ginkang dengan dahsyatnya. Keduanya mengeluarkan segala macam ilmu yang ada pada dirinya. Ilmu ilmu yang dahsyat yang jarang terlihat di dunia persilatan. Liu Yang Kun mengeluarkan ilmu-ilmu warisan Bit-bo-ong, seperti Kim-liong Sin-kun dan Pat hong Sin-ciang. Sementara Bok Siang Ki sebagai penguasa tertinggi di perguruan Ui-soa-pai juga melepaskan ilmu-ilmu warisan leluhurnya. Mereka bertarung dengan cepat sekali, karena masing-masing memang mengerahkan seluruh ginkangnya.
Mereka bergumul, berbelit dan saling berpencar kembali dengan cepatnya, sehingga gerakan mereka menimbulkan pusaran angin yang menghantam semak-semak dan pohon-pohon di sekitar mereka. Daun-daun pun lantas berguguran. Ranting-ranting serta dahan-dahan yang tidak seberapa kuatpun juga terlepas pula dari tangkainya. Bahkan semak-semak kering yang tumbuh terlalu dekat pun juga terlepas pula bersama akar-akarnya. Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong terpaksa melangkah mundur menjauhi arena. Diam-diam hati mereka merasa kaget dan kagum juga menyaksikan kedahsyatan ilmu kedua orang yang sedang berlaga tersebut. Dan diam-diam hati mereka juga merasa bergetar pula melihat 'kesaktian' yang benar-benar diluar dugaan mereka itu. Terasa hati mereka menjadi kecut.
Dan otomatis keberanian dan kegarangan mereka menyusut dengan cepatnya. Lima puluh juruspun telah berlalu dengan cepatnya. Liu Yang Kun tetap mempergunakan ilmu warisan Bit-bo-ong. Dan pemuda itu sudah mulai menyalurkan 'tenaga batin" untuk mempengaruhi jiwa dan pikiran lawannya. Inilah tingkat yang tertinggi dalam buku warisan Bit-bo-ong, yang oleh Hoa-san Lojin telah disobek karena sangat berbahaya untuk dipelajari. Namun dengan ketajaman indera dan perasaannya, akibat ilmu Lin-cui-sui-hoat yang ada pada dirinya, ternyata Liu Yang Kun mampu mengurai dan mengarang sendiri inti ilmu yang hilang tersebut. Selanjutnya dengan mulai tersebarnya "tenaga batin' yang dilontarkan oleh Liu Yang Kun, maka suasana alam di sekitar tempat itupun lalu berubah pula dengan perlahan-lahan.
Setiap orang tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh menerkam perasaan mereka, terutama Bok Siang Ki yang langsung berhadapan dengan lontaran ilmu itu. Perlahan-lahan Giok-bin Tok-ong dan Bu-tek Sin-tong merasa seperti ada perubahan hawa di sekitar mereka. Udara malam yang amat dingin itu lambat-laun terasa semakin dingin, sehingga tubuh mereka seolah-olah bergetar kedinginan. Bahkan langit yang terang berbintang itu sedikit demi sedikit juga berubah pula menjadi gelap, sehingga rasa-rasanya mata mereka semakin terhalang untuk menyaksikan sesuatu di sekitar mereka. Dan lambat laun pula wajah dan sepak terjang Liu Yang Kun semakin tampak amat garang dan menakutkan hati mereka. Dan perasaan yang serupa juga mencekam pula pada hati dan perasaan Bok Siang Ki. Bahkan dalam kadar yang jauh lebih kuat.
"Gila! inilah ilmu perguruan Ui-soa-pai yang hilang dirusak oleh Bit-bo-ong itu. Aku harus cepat-cepat melawannya dengan ilmu itu pula. Selama ini aku telah berusaha sekuat tenaga untuk menggapai dan menemukan kembali ilmu yang hilang itu. Semoga apa yang kucapai selama ini sudah cukup untuk melawannya," katanya di dalam hati. Sekejap kemudian Bok Siang Ki pun lalu melontarkan pula ilmu puncaknya, yaitu ilmu silat Ui-soa-pai yang telah diisi dengan kekuatan batinnya. Sebuah kekuatan yang hampir sama dengan kekuatan yang dilontarkan oleh Liu Yang Kun, yaitu semacam ilmu sihir yang dapat mempengaruhi rasa dan pikiran lawannya.
Sehingga apa yang terjadi kemudian benar-benar suatu pertarungan yang dahsyat, ngeri serta menegangkan. Dan oleh karena pertempuran tersebut adalah pertempuran yang menitik-beratkan pada kekuatan tenaga sakti dan kemampuan tenaga dalam serta tenaga batin mereka maka gerakan-gerakan yang mereka lakukan pun lantas menjadi lambat dan tampak sangat berat sekali. Namun demikian ternyata pengaruhnya justru lebih berbahaya dari pada tadi. Selain masing-masing harus menerima dan melayani secara wajar semua serangan-serangan lawannya, merekapun harus menghadapi pula tekanan dan desakan tenaga batin lawan yang hendak merampas serta mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka masing-masing.
Begitu hebatnya pengaruh ilmu yang terlontar dari dalam tubuh mereka, sehingga Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong yang berada di luar arena pun kadang-kadang ikut terpengaruh pula. Beberapa kali mereka berdua secara tak sadar ikut mengelak atau menghindar apabila tokoh yang mereka lihat itu kebetulan juga berkelit atau meloncat. Keduanya baru sadar kembali setelah tangan atau kaki mereka itu terlanjur bergerak. Bahkan lebih dari pada itu, pengaruh tenaga batin yang terlontar dari mata Liu Yang Kun dan Bok Siang Ki seringkali membuat Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong terpesona atau terpaku diam di tempat mereka tak tahu apa yang harus mereka perbuat. Dan yang paling parah, mereka berdua kadang-kadang menjadi kehilangan kesadaran mereka untuk beberapa saat lamanya, sehingga mereka menjadi bingung ketika tiba-tiba kesadaran mereka pulih kembali.
"Gila! Sin-tong...! Ilmu apa ini, heh? Kenapa keduanya sama-sama memiliki ilmu seaneh ini?" dengan rasa penasaran Giok-bin Tok-ong bertanya kepada Bu-tek Sln-tong.
"Itulah ilmu yang paling rahasia di perguruan Ui-soa-pai. Huh, semakin yakin aku sekarang. Anak itu tentu memiliki hubungan yang erat dengan perguruan itu." Demikianlah, dua puluh juruspun telah berlalu pula. Mereka benar-benar telah bertempur dengan sekuat tenaga mereka. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Liu Yang Kun tampak lebih tinggi dan lebih kuat tenaga dalamnya, sementara Bok Siang Ki yang memiliki dasar ilmu silat asli U i-soa-pai itu tampak lebih lincah, lebih gesit dan lebih cepat ilmu meringankan tubuhnya. Namun karena ilmu silat yang mereka pergunakan ternyata memiliki banyak persamaan, maka pertempuran itu seolah-olah tidak pernah mendapatkan lobang atau kunci untuk mencapai kemenangan.
Masing-masing seperti sudah mengenal dan mengerti arah tujuan lawan, sehingga akhirnya mereka seperti sedang berlatih ilmu silat saja. Meskipun demikian karena semuanya itu dilontarkan dengan pengerahan ilmu puncak, maka pengaruh dan akibat yang ditimbulkannyapun menjadi hebat dan menggiriskan hati. Keadaan itu tentu saja sangat menggelisahkan hati Bok Siang Ki. Dia yang sejak melangkah keluar dari pintu perguruannya belum pernah menemukan lawan yang berarti, kini dipaksa untuk bertarung seimbang dengan hanya seorang pemuda yang masih amat muda usianya. Tentu saja hatinya menjadi penasaran. Masakan ia harus kalah melawan tokoh yang duduk di nomer ketujuh? Sebaliknya keadaan itu juga membikin dongkol pula di hati Liu Yang Kun. Sebagai anak muda yang masih berdarah panas, keadaan tersebut benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran.
Namun karena ia memang telah mengerahkan segala kemampuannya, maka ia tetap tak bisa berbuat apa-apa lagi. Memang, beberapa kali terlintas di dalam pikiran Liu Yang Kun untuk mempergunakan ilmu silatnya yang lain, misalnya Kim-coa-ih hoat! Tapi setiap kali pula pemuda itu selalu membatalkan niatnya tersebut. Kim-coa ih-hoat merupakan sebuah ilmu silat yang gerakan-gerakannya boleh dikatakan amat berlawanan dengan gerakan ilmu silat kebanyakan. Dan cara penyaluran tenaganya pun juga berbeda pula, yaitu patah-patah dan tidak selalu searah pula. Pemuda itu menjadi kurang yakin akan bisa menghadapi lawan dengan ilmu itu. Apalagi untuk itu ia juga harus melepaskan lontaran 'tenaga-batinnya' pula, sebab dengan cara penyaluran tenaga sakti yang patah patah dan tidak selalu searah itu tak mungkin ia memusatkan pikiran untuk membangun tenaga batinnya.
Alhasil pertempuran itu terus berlanjut dengan ramai dan seimbang. Liu Yang Kun yang merasa memiliki lwee kang lebih kuat, berusaha dengan segala cara untuk menekan lawannya. Sebaliknya Bok Siang Ki yang agak lebih tinggi ginkangnya berusaha melepaskan diri dan menghindari benturan tenaga secara langsung. Sehingga dengan demikian pertempuran itu berlangsung semakin seru dan ramai. Namun juga sangat mengerikan. Karena dengan kekuatan tenaga batin mereka, banyak hal-hal yang tak masuk akal terjadi di dalam pertempuran itu. Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong lah yang kemudian menjadi tidak sabar hatinya. Suasana sudah mendekati tengah malam, tapi pertempuran itu ternyata tidak kunjung selesai juga.
"Hei, Bok Siang Ki...! Lihat! Tengah malam sudah hampir tiba! Apakah pertempuran itu tidak jadi kita laksanakan?" kakek kerdil itu berseru keras.
"Benar! Jangan-jangan kau malah tak bisa datang karena pertempuranmu ini!" Giok-bin Tok-ong ikut membakar pula.
"Huh! Percuma saja ditulis di urutan nomer dua kalau begitu! Masakan menghadapi si Nomer Tujuh saja kewalahan..." Bu-tek Sin-tong mengejek lagi. Giok-bin Tok-ong tertawa pula.
"Memang urut-urutan itu perlu ditinjau kembali kebenarannya. Siapa tahu Bok Siang Ki sekarang tidak... hei?" Tiba-tiba baik Giok-bin Tok-ong maupun Bu-tek Sin-tong terbelalak memandang kepada Bok Siang Ki. Di mata mereka, Bok Siang Ki yang marah itu mendadak berubah menjadi dua kali lipat besarnya. Kedua buah lengannya yang kini juga menjadi sangat panjang itu tampak menyambarnyambar dengan ganasnya. Sementara kedua kakinya yang juga membengkak seperti kaki gajah itu juga tampak menghentak kesana-kemari seakan-akan hendak menginjak dan meremukkan tubuh lawannya yang kecil. Giok-bin Tok-ong dan Bu-tek Sin-tong bersandar di tebing jurang. Dengan wajah pucat pasi mereka menatap sepak-terjang Bok Siang Ki yang menggiriskan hati itu.
"Sin-tong...? Apa katamu tentang Bok Siang Ki itu? Ilmu apa lagi itu?"
"Tenanglah, Tok-ong! Ini tentu cuma tipuan saja! Tak mungkin manusia bisa berubah menjadi raksasa seperti itu. Mungkin ini... Ini merupakan tambahan ilmu yang didapatkan Bok Siang Ki dari sobekan Buku Rahasia itu."
"Ooooooh. lalu... apa yang mesti kita perbuat?"
"Goblog! Tentu saja kerahkan seluruh tenaga dalammu! Kuasai dengan baik hati dan pikiranmu sendiri. Jangan biarkan perasaan dan pikiranmu itu terbuai oleh mimpi yang diciptakan Bok Siang Ki! Ingatlah! Dia tetap seorang manusia biasa. Tak mungkin dia memiliki tubuh sebesar itu! Itu cuma permainan..." Bu-tek Sin-tong menggeram sambil memusatkan pikirannya sendiri. Giok-bin Tok-ong tersadar. Buru-buru ia memusatkan pikirannya.
Lalu dikerahkannya pula tenaga dalamnya, sehingga beberapa waktu kemudian hatinya menjadi tenang kembali. Dan ketika ia membuka pelupuk matanya, Bok Siang Ki telah kembali ke ujudnya yang semula. Bahkan jago nomer dua di dunia persilatan itu tampak memperoleh kesulitan sekarang.Bagaimanakah sebenarnya yang terjadi? Betulkah Bok Siang Ki mempergunakan ilmu yang diperolehnya dari sobekan Buku Rahasia itu? Dan bagaimana pula pengaruhnya terhadap Liu Yang Kun? Seperti telah diketahui bahwa setahun yang lalu Bok Siang Ki, Bu-tek Sin tong dan Giok-bin Tok-ong saling berebut Buku Rahasia, sehingga buku itu terbagi menjadi tiga bagian. Masing-masing memperoleh satu bagian. Dan sebelum berpisah mereka berjanji untuk bertemu lagi setahun kemudian, yaitu persis pada malam ini, di luar kota Lai-yin, di sebuah bangunan kuno yang telah rusak dan tak terpakai lagi.
Namun ternyata semuanya menjadi kecewa. Buku yang sangat tersohor dan diperebutkan orang itu ternyata Cuma berisi catatan-catatan, syair-syair, sejarah, ramalan dan segala macam petunjuk tentang kehidupan manusia di dunia. Tak secoret pun ulasan atau tulisan tentang ilmu silat, apalagi tentang pelajaran atau jurus-jurus ilmu silat. Kalaupun dibilang ada, itupun hanya petunjuk-petunjuk tentang kesehatan tubuh dan cara-cara perawatannya. Meskipun mereka bertiga dapat juga menyadap dan mengambil manfaat dari petunjuk petunjuk tentang kesehatan itu bagi kemajuan ilmu silat mereka masing masing. Dengan petunjuk-petunjuk itu Giok-bin Tok-ong bisa mengobati salah ilmu yang biasa diderita oleh orang yang bergelut dengan racun seperti dia sehingga dengan demikian ia dapat meningkatkan kemampuan ilmunya lebih tinggi lagi.
Dan berdasarkan pada petunjuk petunjuk tentang kesehatan itu pula Butek Sin-tong mampu meningkatkan ginkangnya sehingga ilmu meringankan tubuhnya sekarang benar-benar amat sempurna. Lebih sempurna dari pada Bu-eng Hwe-teng maupun ginkang Ui-soa-pai yang tersohor itu. Demikian pula halnya dengan Bok Siang Ki. Berpedoman pada petunjuk-petunjuk itu ia mampu pula meningkatkan kemampuan ilmu sihirnya, sehingga ia mampu menciptakan bentuk-bentuk semu yang dapat mengelabui pandangan lawannya. Jadi selain dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran lawannya, Bok Siang Ki juga bisa mengelabuhi pandangan mata orang pula. Dan kemampuan itu pula yang kini dia keluarkan untuk menghadapi Liu Yang Kun. Sambil tetap berusaha mempengaruhi pikiran dan perasaan Liu Yang Kun, Bok Siang Ki juga berusaha mengelabuhi penglihatan lawannya tersebut.
Bok Siang Ki membentuk dirinya menjadi raksasa yang tingginya dua kali lipat tinggi manusia biasa, sehingga Liu Yang Kun menjadi kaget dan bingung menghadapinya.Sekejap Liu Yang Kun dapat dipengaruhi oleh bentuk semu itu, sehingga kekuatannya tiba-tiba seperti menyusut dan tak mampu berbuat banyak terhadap kekuatan lawan yang berubah menjadi raksasa. Namun beberapa waktu kemudian pemuda itu menjadi sadar kembali bahwa dirinya sedang berkelahi dengan seorang lawan yang memiliki kekuatan sihir pula seperti dirinya, walau dalam bentuk lain. Tanpa berpikir panjang lagi Liu Yang Kun lalu memejamkan matanya. Entah bagaimana nantinya, tapi pemuda itu berpendapat bahwa tanpa melihat lawan ia tentu terbebas dari bentuk semu itu.
Dengan ketajaman panca inderanya pemuda itu lalu melawan musuhnya dengan mata tertutup. Dan ternyata itulah awal dari kesulitan Bok Siang Ki! Seperti telah diceritakan di bagian depan bahwa selain memiliki ilmu silat yang tinggi Liu Yang Kun diam-diam juga memiliki "ketajaman batin" yang amat kuat pula. Bila dikehendaki pemuda itu dapat memusatkan pikiran dan batinnya, sehingga dia bisa "melihat" atau "membayangkan" di dalam otaknya, apa saja yang tergelar dan terjadi disekitarnya tanpa ia harus melihat dengan kedua buah matanya. Dan kemampuan itu pulalah yang kini dipergunakan oleh Liu Yang Kun untuk menghadapi 'bentuk-bentuk semu' Bok Siang Ki. Dengan memejamkan matanya dan kemudian membangkitkan 'kemampuannya' tersebut, Liu Yang Kun melayani serangan Bok Siang Ki dengan tangkasnya.
Bahkan beberapa waktu kemudian ketika 'kemampuannya' tersebut sudah berkembang semakin kuat dan mantap, maka pemuda itu dapat pula 'mencium" atau 'menduga' apa yang hendak dilakukan oleh lawannya. Tentu saja cara-cara yang dilakukan oleh Liu Yang Kun itu benar-benar sangat mustajab. Otomatis kedahsyatan ilmu sihir Bok Siang Ki menjadi hilang dan tidak bermanfaat lagi menghadapi Liu Yang Kun yang telah memejamkan matanya. Bahkan ketika pemuda itu kemudian mengeluarkan Kim-coa ih-hoatnya, karena pemuda itu sudah tidak takut lagi kepada "kekuatan sihir' lawannya, maka Bok Siang Ki benar-benar jatuh ke dalam kesulitan. Apalagi ketika kemudian pemuda itu dapat 'menebak" pula apa yang hendak dilakukan oleh Bok Siang Ki sebelum tokoh Ui-soa-pai itu sendiri bergerak melakukannya!
"Anak iblis! Si-siapa... kau sebenarnya?" dalam kekalutan dan kerepotannya Bok Siang Ki berseru dengan suara gemetar. Penguasa tertinggi dari perguruan Ui-soa-pai itu mulai goyah hatinya. Kemampuan-kemampuan Liu Yang Kun yang amat mentakjubkan itu mulai menurunkan kegarangannya.Bahkan kemudian mulai timbul pula perasaan sangsi dan takut di dalam hatinya. Apapula ketika menyaksikan Kim-coa ih-hoat yang aneh dan mengerikan itu.
"Dhuuuugh! Plaaaaak! Plak!" Di dalam kerepotannya Bok Siang Ki terpaksa menangkis dan menyongsong beberapa pukulan dan tebasan tangan Liu Yang Kun! Dan akibatnya sungguh berat bagi Bok Siang Ki! Tokoh sakti itu terpental dan terhuyung-huyung hampir jatuh. Tenaga dalamnya benar-benar tak mampu menandingi tenaga dalam Liu Yang Kun! Maka ketika sekali lagi Liu Yang Kun menerjang dengan kaki tangannya yang bertambah panjang satu setengah kali lipat panjang aslinya, maka Bok Siang Ki benar-benar tak bisa bertahan lagi. Tokoh tertinggi dari perguruan Ui-soa-pai itu kembali terlempar dengan kuatnya, meskipun ia sudah menangkis dengan siku tangannya.
"Breeeeees!" Tubuh Bok Siang Ki menabrak pohon siong tua itu dengan kerasnya, sehingga daun-daunnyapun segera berguguran ke bawah. Namun dengan cepat pula orang itu berdiri tegak kembali menghadapi Liu Yang Kun, walaupun sekejap kemudian tampak darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
"Anak Iblis!" jago Ui-soa-pai itu mengumpat marah. Ternyata penguasa tertinggi dari perguruan Ui-soa-pai itu mendapat 'luka dalam' yang cukup parah. Gempuran tangan Liu Yang Kun yang penuh tenaga sakti Liong-cu i-kang itu benar-benar sangat dahsyat dan tak kuasa ditahannya. Sementara itu di luar arena, Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong pun juga amat kaget pula menyaksikannya. Selain terkejut mereka juga takjub pula melihat kehebatan ilmu silat Liu Yang Kun. Keduanya baru sadar sekarang bahwa anak muda itu memang benar-benar hebat luar biasa. Terutama bagi Giok-bin Tok-ong yang telah beberapa kali bertemu serta menyaksikan sepak terjang Liu Yang Kun! Kini semuanya menatap Liu Yang Kun dengan tatapan mata yang berbeda. Ada rasa jeri atau takut di dalam mata itu.
"Nah, Bok Siang Ki...! Apakah kau masih menghendaki pertarungan ini dilanjutkan lagi?" tiba-tiba terdengar suara Liu Yang Kun menantang. Dan mendadak pula Bok Siang Ki mengendorkan otot-ototnya. Sambil menghela napas panjang ia menggeram.
"Baiklah, aku mengaku kalah hari ini. Hari telah larut malam dan aku mempunyai urusan yang tidak bisa ditunda lagi. Lain waktu kita berjumpa pula..." Liu Yang Kun tersenyum dingin. Pemuda itu lalu melirik Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong.
Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana dengan kalian berdua...? apakah kalian masih menginginkan bayi dan pendeta wanita itu?"
"Bangsat keparat! Mentang-mentang bisa mengungguli kita semua, sikapmu lantas menjadi sombong dan sangat menghina sekali! Kurang ajar..." Giok-bin Tok-ong menjerit marah, namun tak bisa berbuat apa-apa.
"Huh, bocah sombong! Kau kira aku takut kepadamu? Huh? Kalau aku tak mengingat bahwa malam ini ada urusan penting yang harus kulakukan, aku akan mengadu nyawa denganmu! Biarlah untuk sementara urusan tentang bayi itu kusampingkan dahulu! Tapi... awas! Setelah Semua urusanku itu selesai, aku akan mencarimu untuk membuat perhitungan!" Bu-tek Sin-tong berseru pula dengan berangnya.
"Benar! Kalau urusanku juga telah rampung, aku akan mencari kau pula! Akan kulihat sekali lagi, apakah kau masih mampu menghindarkan diri dari peluru mautku!" Giok-bin Tok-ong ikut mengancam pula.
Sekali lagi Liu Yang Kun tersenyum dingin. Namun sebelum pemuda itu menjawab tiba-tiba terdengar suara tertawa lembut di dalam jurang itu. Dan ketika semuanya menengadahkan kepalanya, maka mereka melihat seorang sastrawan tua renta di atas cabang pohon siong itu. Dan bersamaan dengan saat itu pula, tiba-tiba dari arah barat muncul dua sosok bayangan mendatangi. Bayangan seorang lelaki dan seorang wanita yang kemudian berdiri di dekat Liu Yang Kun. Liu Yang Kun sangat kaget, karena kedua orang itu tak lain adalah Yap Kiong Lee dan Souw Lian Cu! Namun seperti halnya yang lain, rasa kaget itu tidaklah sebesar rasa kagetnya melihat sastrawan tua renta di atas pohon siong tua itu. Karena sastrawan tua itu tidak lain adalah pemain catur yang tinggal di warung makan itu.
"Lo-Cianpwe...?" Liu Yang Kun menyapa perlahan.
"Bun hoat Sian seng...!!" Bok Siang Ki, Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong berseru tertahan.
"He-he-he-he...!" Kakek tua renta yang tidak lain memang Bun hoat Sian-seng itu tertawa panjang. Suaranya terdengar bening, sebening wajah dan pandang matanya. Lalu dengan amat ringan, seperti daun kering yang tanggal dari tangkainya, orang tua itu melayang turun ke atas tanah. Bagaikan sudah berjanji sebelumnya Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong segera melangkah mendekati Bok Siang Ki. Mereka bertiga tampak siap sedia menghadapi Bun-hoat Sian-seng.
"Hmm, selamat bertemu kembali, Bok Siang Ki, Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong...,! Bagaimanakah khabar kalian selama setahun ini? Apakah bukuku itu sudah selesai kalian baca? Eh, kalau sudah...tolong kau kembalikan lagi dia kepadaku! Aku memerlukannya." Orang tua itu menyapa lebih dulu. Sementara itu Souw Lian Cu cepat melangkah pula menyongsong kedatangan Bun-hoat Sian-seng.
"Suhu...!" sapanya gembira.
"Pangeran...?" Yap Kiong Lee berbisik pula kepada Liu Yang Kun.
"Pangeran berlari cepat sekali. Saya tak bisa mengikuti. Hmm... bagaimana Pangeran tadi bisa menemukan orang-orang itu?" Liu Yang Kun tersenyum.
"Hanya kebetulan saja. Dan... aku telah berkelahi dengan mereka. Eh, bagaimanakah dengan Han Sui Nio? Apakah Ciangkun bertemu dengan dia tadi?"
"Ya! Dialah yang menunjukkan tempat ini kepadaku. Sementara itu di jalan aku bertemu dengan nona Souw. Dia juga sedang mengikuti jejak Giok-bin Tok-ong." Liu Yang Kun melirik ke dalam arena kembali. Dia melihat Bok Siang Ki, Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong saling berbisik. Tampaknya mereka bertiga sedang berunding tentang Buku Rahasia yang ada di tangan mereka.
"Bagaimana...? Apakah kalian mau mengembalikan buku itu kepadaku?" Bun-hoat Sian-seng mengulangi permintaannya. Bok Siang Ki melangkah maju mewakili teman-temannya.
"Baiklah! Buku itu akan kami kembalikan kepadamu. Tapi sebelum itu... tolong kau terangkan kepada kami tentang isi buku itu. Mengapa buku yang pernah menggegerkan dunia persilatan itu cuma berisi tentang silsilah, ramalan, pantun-pantun dan beberapa buah petunjuk tentang kehidupan dan kesehatan manusia? Mengapa tidak tertulis tentang ilmu silat sedikitpun? Apakah kau telah menipu kami?" Bun-hoat Sian-seng kembali tertawa panjang.
"Sudah kukatakan sejak semula bahwa buku itu bukan buku pelajaran ilmu silat tapi kalian tak pernah mempercayainya. Namun begitu... kulihat ilmu silat kalian juga bertambah baik tadi. Lebih baik dari pada ilmu silat kalian setahun yang lalu. Bukankah itu sudah lumayan pula?" Baik Bok Siang Ki, Bu-tek Sin-tong maupun Giok-bin Tok-ong menjadi merah mukanya. Namun demikian mereka tetap diam dan pura-pura tak mendengar sindiran orang tua itu. Bahkan Bok Siang Ki melanjutkan lagi kata-katanya tadi.
"Tapi... buku itu pernah tersohor dan menjadi buah bibir kaum persilatan pada beberapa ratus tahun yang silam yaitu jauh sebelum zaman keemasan Bit-bo-ong dan Empat Datuk Persilatan itu. Kasarannya buku itu pernah menelorkan seorang Pendekar Tak Terkalahkan dari Keluarga Souw, sehingga sampai sekarangpun keluarga itu selalu dihormati orang..." Sekali lagi Bun-hoat Sian-seng tertawa.
"Ya! Tapi buku itu tak pernah membuat heboh dan membuat kacau dunia persilatan seperti sekarang ini. Karena ulah kalian yang memalsu buku itu dan mempertontonkannya di dunia kang ouw, maka dunia kang ouw menjadi gempar dan panas. Orang-orang persilatan menjadi ribut dan saling membunuh hanya karena "soal nama'. Bahkan sebagian besar dari mereka makin berduyun-duyun ke tempat tinggalku di puncak Gunung Hoa-san untuk melihat atau menantang aku. Semua itu terjadi karena di dalam buku palsu kalian itu kalian cantumkan urut-urutan Daftar Tokoh-tokoh Persilatan Terkemuka dewasa ini. Padahal di dalam buku aslinya, daftar itu sama sekali tidak ada..." Katanya kemudian dengan nada kesal.
"Hmmh, tapi kalau tidak kubuat dengan cara yang demikian itu, kau tentu takkan keluar dengan buku aslimu!" Bok Siang Ki menjawab tegas.
"Hei? Jadi kau sendiri yang membuat Buku Rahasia palsu itu?" tiba-tiba Bu Tek Sin-tong dan Giok-bin Tok ong berseru kaget.nBok Siang Ki menoleh.
"Benar. Semua itu kubuat agar dia mau keluar dari tempat persembunyiannya. Kalau tempat pertapaannya yang tenang dan indah itu tiba tiba dibanjiri orang untuk melihat dan membuktikan kesaktian Si Jago Nomer Satu di dunia persilatan, dia pasti keluar karena penasaran. Dan apabila setiap orang yang datang itu menanyakan tentang urut-urutan Daftar Tokoh-Tokoh Persilatan Terkemuka di Dunia Persilatan itu, dia tentu dengan geram akan menunjukkan buku aslinya! Hehehe...! dan semua rencanaku itu ternyata memang berhasil. Dan kalian berdua ini memang juga kupersiapkan untuk bersama-sama mengeroyok dia. Karena aku sendiri merasa belum dapat menandinginya..."
"Bangsat iblis!" Giok-bin Tok-ong mengumpat.
Darah Pendekar Eps 36 Pendekar Penyebar Maut Eps 50 Pendekar Penyebar Maut Eps 14