Naga Beracun 12
Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Bagian 12
Diam diam Siauw Can merasa girang bukan main akan nasibnya yang amat baik. Tanpa disangka-sangka, dengan mudah saja dia diangkat menjadi pengawal pribadi dan kepala pengawal dari Pangeran Tua! Sungguh merupakan kedudukan yang amat tinggi dan memberi harapan dan masa depan yang amat cerah, karena dia tahu bahwa pangeran itu merupakan orang yang kekuasaannya besar, merupakan orang ke tiga setelah kaisar dan putera mahkota. Dan di istana pangeran itu terdapat Li Ai Yin yang jelas merupakan wanita yang akan mudah dia dekati! Siapa tahu, melalui gadis itu dia akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi lagi dari pada sekarang.
Bi Lan sendiri juga girang dengan keadaannya. Ia hidup serba kecukupan. Juga Lan Lan berada di antara keluarga yang baik. Keluarga pangeran itu rata-rata ramah dan berpendidikan. Ia sendiri tidak mempunyai banyak pekerjaan kecuali hanya bersikap waspada menjaga keamanan keluarga itu. Isteri dan para selir pangeran semua bersikap manis kepadanya dan kepada Lan Lan. Hanya satu hal yang membuat Bi Lan merasa tidak senang, yaitu sikap Li Ai Yin. Memang, diakuinya bahwa gadis yang lincah dan genit itu bersikap cukup baik dan bersahabat dengannya, bahkan harus diakui bahwa gadis itu memiliki bakat yang cukup baik dalam ilmu silat. Akan tetapi, gadis itu terlalu genit dan secara terbuka sering membicarakan Siauw Can dengannya.
Gadis itu jelas amat tertarik dan kagum kepada Siauw Can! Gadis seperti ini akan mudah tergelincir dan ia melihat bahaya mengancam gadis remaja yang amat genit ini. Dan ia merasa menjadi tugas kewajibannya untuk mengamati gadis ini agar jangan sampai terjerumus, walaupun ia belum menganggap Siauw Can seorang pria yang berwatak buruk. Hanya saja, pernah ia melihat sinar mata Siauw Can menyala aneh ketika pemuda itu memandang Ai Yin, dan iapun merasa khawatir.
Beberapa hari kemudian, ketika Siauw Can duduk di pos penjagaan depan istana, mengobrol dengan dua orang perwira pasukan pengawal, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan seekor kuda besar dibalapkan penunggangnya memasuki halaman istana itu.
Tentu saja hal ini merupakan larangan dan semua penjaga sudah berloncatan, termasuk dua orang perwira yang sedang asyik mengobrol dan memberi keterangan tentang keadaan dan tugas-tugas di situ kepada Siauw Can.
Siauw Can sendiri mengangkat muka dan bersikap waspada. Siapa tahu penunggang kuda itu akan membuat kerusuhan dan dia harus siap siaga.
Akan tetapi, betapa herannya ketika dia melihat para penjaga itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut menghadap si penunggang kuda yang sudah menghentikan kudanya di pekarangan.
Bahkan dua orang perwira yang tadi bicara dengan dia, juga berlutut kepada penunggang kuda itu.
Siapakah penunggang kuda yang dihormati seperti itu oleh para penjaga? Siauw Can mengamati penuh perhatian tanpa keluar dari pos penjaga.
Penunggang kuda itu adalah seorang laki-laki muda. Usianya paling banyak duapuluh tiga tahun, akan tetapi dia bersikap anggun dan gagah, juga amat berwibawa. Pakaiannya seperti seorang bangsawan muda, akan tetapi sederhana kalau dibandingkan dengan para pemuda bangsawan lainnya, dan biarpun pakaiannyya lebih mirip seorang pelajar, namun jelas bahwa gerakannya mengandung kekuatan besar. Terutama sekali sepasang matanya, mencorong dan penuh wibawa, seperti mata naga saja!
"Selamat datang, Yang Mulia Pangeran!" kata kedua orang perwira itu sambil berlutut.
Pemuda itu memandang kepada dua orang perwira yang berlutut itu sambil mengerutkan alisnya.
"Kalian perwira komandan pasukan pengawal di rumah paman pangeran ini?"
Suaranya tegas dan lantang.
"Benar, yang mulia!"
"Hemm, apakah kalian belum mendengar bahwa aku paling tidak suka melihat kelemahan para perajuritku? Setiap orang perajurit, termasuk kalian, kalau bertemu denganku, harus menghormat seperti perajurit menghormati atasannya, panglimanya!"
Mendengar ini dua orang perwira dan anak buah mereka cepat bangkit dan kini berlutut dengan sebelah kaki, melintangkan lengan ke depan dada dan menghormat secara militer!"Selamat datang, Panglima Besar!" teriak mereka serentak. Wajah yang gagah itu kehilangan kekerasannya dan bibirnya tersenyum, mengangguk sedikit.
Melihat dan mendengar semua in Siauw Can merasa betapa kedua kakinya gemetar. Kiranya pemuda itu adalah Sang Putera Mahkota, juga Panglima Besar Li Si Bin.! Inilah orangnya yang telah berhasil menggulingkan Kerajaan Sui, dan kemudian mengangkat ayahnya menjadi Kaisar Tang Kao Cu, sedangkan dia sendiri menjadi putera mahkota dan juga panglima besar!
Semua itu sudah didengarnya akan tetapi tidak pernah dia melihat tokoh ini, karena ketika kerajaan Sui jatuh, dia berada di penjara, kemudian dikeluarkan oleh Pangeran Cian Bu Ong dan menjadi pembantu pangeran Kerajaan Sui itu yang mencoba untuk melakukan pemberon takan terhadap kerajaan Tang yang baru namun gagal, Setelah mengetahui bahwa pemuda itu adalah Pangeran Li Si Bin, Siauw Can cepat keluar dari dalam pos penjagaan, langsung dia menghadap pangeran itu dan berlutut dengan sebelah kaki seperti para perwira, memberi hormat dengan sigapnya.
"Panglima Besar!" serunya dengan sikap hormat dan siap.
Pangeran Li Si Bin memandang kepadanya dan sejenak Siauw Can merasa seolah-olah seluruh tubuhnya digerayangi sinar mata itu, membuat dia merasa ngeri dan bulu tengkuknya meremang. Belum pernah dia berjumpa dengan orang yang memiliki wibawa sebesar ini!
"Hemm, engkau berpakaian seperti pelajar akan tetapi memberi hormat seperti seorang perwira militer! Engkaukah yang bernama Siauw Can dan menjadi pengawal pribadi baru dari Paman Pangeran Tua?"
Diam-diam Siauw Can terkejut dan dia mencatat di dalam hatinya, bahwa selain wibawa yang amat besar, juga putera mahkota ini memiliki kecerdikan yang mungkin akan dapat membahayakan dirinya.
"Benar sekali, Yang mulia!" jawabnya.
"Perwira, rawat kudaku ini, beri rumput yang segar!" kata sang pangeran sambil menyerahkan kendali kuda ke perwira yang cepat meloncat berdiri dan menerima tugas itu.
"Minggirlah, jangan menghalangi jalan!" kata pangeran Li Si Bin dan dengan gerakan wajar, ketika dia melangkah maju hendak menuju ke beranda depan, dia mendorong ke arah Siauw Can yang masih berlutut dengan sebelah kaki. Dan betapa kagetnya hati Siauw Can karena dari tangan pangeran itu menyambar hawa pukulan yang amat dahsyat, tanda bahwa pangeran mahkota ini memiliki kekuatan sin-kang yang hebat!
Dia menjadi serba salah. Dia tahu bahwa putera mahkota itu tidak bermaksud menyerangnya, melainkan mungkin sekali hanya ingin mengujinya. Dia tidak boleh menangkis sehingga membuat pangeran itu kesakitan, juga kalau dia mengelak begitu saja dan dorongan itu luput, berarti dia melakukan perlawanan.
Maka dia berpura-pura tidak tahu bahwa pangeran itu mendorongnya dengan kekuatan sin-kang. Dia bahkan mengerahkan tenaga membuat tubuhnya kaku dan ketika terdorong, tubuhnya terlempar dalam keadaan setengah berlutut dan turun lagi sampai tiga meter di belakangnya, dalam keadaan berlutut seperti tadi, seolah-olah dia adalah sebuah arca yang dipindahkan Sedikitpun dia tidak terguncang, dan keadaannya sama seperti tidak berubah! Kalau pangeran itu telah memperlihatkan kekuatan yang dahsyat, sebaliknya Siauw Can memperlihatkan ilmu meringankan tubuh yang luar biasa pula!
Pangeran Li Si Bin memandang dan sinar kagum memancar sebentar saja dari matanya. Dia mengangguk dua kali lalu melanjutkan langkahnya menuju beranda depan, dan meloncat masuk istana itu begitu saja seperti memasuki rumah sendiri. Hal ini tidaklah aneh. Pangeran Tua Li Siu Ti adalah adik kaisar, jadi pamannya sendiri dan dia sudah biasa keluar masuk ke rumah pamannya itu secara kekeluargaan.
Para penjaga pintu yang melihatnya, segera memberi hormat. Mereka melihat betapa pangeran mahkota tadi menegur para perwira, maka merekapun tahu diri dan cepat berlutut dengan sebelah kaki dan memberi hormat secara militer!
Siauw Can menarik napas panjang ketika ia bangkit berdiri. Kagum bukan main. Dengan hawa pukulannya, pangeran mahkota itu telah dapat membuat dia terlempar sampai tiga meter! Jelas bahwa pangeran ini diam-diam memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, dan mungkin memiliki ilmu kepandaian silat yang hebat pula, jauh lebih hebat dibandingkan dua orang raksasa kembar pengawal pribadi Raja Muda Baducin! Dia harus berhati-hati terhadap pangeran ini yang selain berkuasa besar, juga lihai dan cerdik bukan main. Dia mulai merasa khawatir karena darimana pangeran mahkota itu mengenalnya kalau tidak mendengar dari orang-orang Turki itu?
Keheranannya berkurang ketika dia ingat bahwa putera mahkota tadi, sejak mudanya telah memimpin pasukan besar yang berhasil menumbangkan Kerajaan Sui.
Seorang panglima besar seperti itu, sudah pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi. Seorang perwira yang melihat betapa tubuh Siauw Can tadi terlempar sampai tiga meter, hanya menduga bahwa pengawal baru ini telah dikalahkan oleh sang pangeran, maka dia menghampiri Siauw Can dan berkata.
"Taihiap, kepandaian Yang Mulia Panglima Besar memang seperti dewa saja!"
Ucapannya mengandung kebanggaan seolah hendak mengatakan bahwa bagaimanapun juga, pemuda ini masih kalah oleh junjungannya! Siauw Can hanya tersenyum, mengangguk dan diapun melangkah memasuki istana dengan kepada menunduk.
Sementara itu, di dalam taman bunga di sebelah belakang istana, taman bunga yang indah, di dekat kolam ikan emas, Ai Yin sedang berlatih ilmu silat, di bawah pimpinan Kwa Bi Lan.
Bi Lan memberi pelajaran dasar-dasar ilmu silat yang diambilnya dari ilmu silat Siauw-lim-pai, yaitu ilmu silat para pendeta yang semula diajarkan hanya untuk memperkuat dan menyehat kan badan, namun kemudian oleh para murid bukan pendeta, dikembangkan menjadi ilmu bela diri yang kokoh dan tangguh. Ai Yin memang berbakat, dan tubuhnya lentur. Apa lagi ditambah orangnya memang genit, maka gerakan-gerakannya juga penuh gairah!
"Bhe-si (Kuda-kuda) itu kurang sempurna, siocia," kata Kwa Bi Lan.
"Eh, Bukankah punggung harus lurus ke atas, kepala dikedikkan dengan pandang mata menatap ke depan lurus. Kedua tangan santai di kedua pinggang dengan kepala menelentang, dan kedua kaki ditekuk bersiku lurus dan kekuatan dipusatkan di tengah-tengah?" bantah Ai Yin. Ia sedang membuat kuda-kuda yang disebut"menunggang kuda" dengan kedua kaki ditekuk menjadi siku, dipentang seperti orang menunggang kuda.
Ia sudah melatih kuda-kuda ini berhari-hari lamanya, seperti anjuran Bi Lan bahwa ilmu silat yang baik memiliki dasar kuda kuda yang kuat karena ibarat membuat bangunan, kuda-kuda merupakan tiangnya, maka harus kokoh kuat dan tidak boleh bosan berlatih.
Pada hari-hari pertama, seluruh tubuh Ai Yin terasa nyeri, terutama sekali di bagian betis dan belakang paha. Untuk jongkok saja rasanya kaku dan nyeri. Akan tetapi kini rasa nyeri sudah banyak berkurang dan mendengar kuda-kuda itu masih dikatakan kurang sempurna tentu saja ia menjadi kecewa dan membantah.
"Memang sudah tepat, siocia, hanya sedikit kesalahannya.""Di bagian mana yang salah?" Kwa Bi Lan tersenyum geli."Di pinggul itu, terlalu menonjol ke belakang!"
Sang puteri berdiri dan cemberut."Ihh! Tentu saja! Memang bukit pinggulku besar menonjol. Bagus, ya?" Ia mengusap-usap pinggulnya dengan bangga.
Melihat ini, Bi Lan makin geli. Memang pinggul puteri itu indah dan montok membusung, akan tetapi ketika memasang kuda-kuda tadi, terlalu ditonjolkan belakang!
"Memang indah, siocia. Akan tetapi dalam memasang kuda-kuda, haruslah punggung lurus benar. Dari tengkuk sampai ke pinggul, jangan ditonjolkan pinggul itu terlalu ke belakang."
Ai Yin memasang kuda-kuda lagi, kini menarik sedikit tonjolan pinggulnya sehingga menjadi siku benar.
"Nah, bagus begitu. Kalau terlalu ditonjolkan ke belakang, perubahan gerakan kakimu bisa kaku dan terlambat. Sekarang tirukan gerakanku. Ini merupakan jurus baru, siocia."
Dengan penuh.perhatlan Ai Yin meniru gerakan silat Bi Lan, sedangkan Lan Lan bermain-main dengan daun-daun kering yang rontok terlanda angin. Dengan tekun kedua orang wanita cantik ini berlatih silat sampai Ai Yin berkeringat, dan napasnya agak memburu sehingga ia menghentikan gerakannya. Ia telah pandai memainkan belasan jurus ilmu silat yang indah dan tangguh.
"Bagus sekali!" terdengar seruan disusul tepuk tangan.
Ai Yin dan Bi Lan cepat membalikkan tubuh dan Bi Lan mengerutkan alisnya ketika melihat seorang pria muda telah berdiri di situ. Muncul dari balik sebatang pohon dan kini bertepuk tangan memuji.
Betapa kurang ajarnya laki-laki ini, pikirnya dan ia memandang dengan curiga, dan siap menghadapinya kalau orang ini hendak membuat keributan. Akan tetapi, kalau tadinya ia mengira sang puteri akan marah-marah, sebaliknya begitu melihat laki-laki yang bertepuk tangan memuji itu, Ai Yin tersenyum girang dan lari menghampiri.
"Aih, kiranya paduka yang datang, pangeran.! Kenapa tidak memberitahu lebih dulu agar kami dapat menyambut." Dan Ai Yin cepat memberi hormat dengan setengah berlutut.
Pemuda itu menyentuh pundak Ai Yin dan berkata,
"Bangkitlah, Ai Yin. Kita ini keluarga sendiri, mengapa harus memberi kabar lebih dulu? Dan aku girang sekali tadi tidak memberi kabar sehingga dapat melihat engkau berlatih silat. Engkau hebat! Kelak tentu akan menjadi seorang wanita sakti. Ha-ha-ha kelak suamimu harus berhati-hati, jangan sampai membuat kesalahan padamu, bisa remuk kepalanya, ha-ha..!"
Ai Yin juga tertawa gembira. Bi Lan tertegun. Inikah putera mahkota yang juga menjadi panglima besar itu? Inikah putera kaisar yang pernah ia dengar dari Siauw Can? Bukan main! Masih begini muda sudah dapat memimpin rakyat dan menggulingkan pemerintah Kerajaan Sui! Bahkan mendiang suaminya pernah bicara tentang Li Si Bin sebagai seorang pemuda yang menerima petunjuk Tuhan sehingga mampu menggerakkan peran rakyat jelata! Namanya berada di ujung bibir setiap orang yang memuji dan memujanya. Inikah orangnya?
Pangeran itu sudah menggandeng tangan Ai Yin dan menghampirinya. Melihat Kwa Bi Lan hanya berdiri tertegun, Ai Yin segera berseru,
"Heii, enci Bi Lan. Cepat beri hormat. Ini adalah kakak sepupuku, yang mulia Pangeran Mahkota Li Si Bin, panglima besar yang namanya sudah menggetarkan seluruh kolong langit!"
Bi Lan cepat memberi hormat kepada pangeran itu, kemudian ia memondong Lan Lan dan berdiri dengan kepala tertunduk, karena pangeran itu mengamatinya dengan pandang mata tajam penuh silidik. Mata itu! Mencorong seperti mata naga, pikirnya dengan jerih. Wibawanya luar biasa, membuat ia merasa dirinya menjadi kecil sekali.
"Engkaukah yang bernama Kwa Bi Lan dan kini menjadi pengawal keluarga di rumah pamanku?" tanya Pangeran L I Si Bin.
"Benar, pangeran," jawab Bi Lan lirih, diam-diam merasa heran bahwa pangeran ini sudah mendengar pula tentang dia.
"Bukan hanya pengawal keluarga, pangeran. Akan tetapi juga menjadi guruku. Akan tetapi aku tidak mau menyebutnya subo (ibu guru). Lihat ia masih begitu muda dan cantik, bagaimana aku dapat menyebutnya subo? Enci Bi Lan, kau belum memberitahu, berapa sih usiamu?"
Bi Lan merasa canggung dan sungkan sekali. Kalau mereka berada berdua saja, tentu semua pertanyaan pribadi dari Ai Yin akan dijawabnya dengan senang hati. Akan tetapi kini pertanyaan tentang umur ditanya kan di depan seorang pria, walaupun pria itu adalah putera mahkota dan panglima besar! Betapapun juga, ia tidak berani untuk tidak menjawab, maklum akan kekerasan hati Ai Yin yang mudah tertawa, mudah menangis dan mudah marah-marah itu.
"Duapuluh empat tahun, siocia," jawabnya lirih sambil menundukkan mukanya."Sungguh membuat orang kagum.!" Kata pangeran itu dengan suara lirih dan sungguh-sungguh, tidak bernada mengeluarkan pujian kosong atau merayu belaka.
"Seorang wanita semuda ini sudah dapat memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan mampu mengalahkan seorang jagoan seperti Gondalu! Sungguh paman pangeran beruntung sekali mendapatkan seorang pengawal keluarga seperti nyonya muda ini. Akan tetapi, sungguh menyedihkan dan mengharukan, wanita semuda ini telah menjadi seorang janda dengan seorang anak."
Berdebar rasa jantung dalam dada Bi Lan. Ucapan itu begitu jujur dan sempat membuat ia terharu, akan tetapi ia tetap menunduk dan tidak menjawab, hanya mendekap Lan Lan ke dadanya.
"Pangeran belum melihat kakak sepupunya yang bernama Siauw Can. Dia lebih lihai lagi dan sekarang menjadi pengawal pribadi ayah!" kata Ai Yin.
"Aku sudah bertemu dengan dia di luar tadi," kata Pangeran Li Si Bin, lalu dia kembali memandang kepada Bi Lan yang menunduk saja.
"Kwa Bi Lan, kulihat tadi engkau mengajarkan kuda-kuda dan jurus-jurus ilmu silat Siauw-lim-pai. Apakah engkau murid Siauw-lim-pai?"
Bi Lan terkejut. Kiranya pangeran ini berpemandangan tajam dan pasti pandai ilmu silat maka dapat mengenal jurus-jurus Siauw-lim-pai. Tanpa mengangkat muka ia mengangguk."Benar, pangeran......"
"Bi Lan, angkat mukamu dan pandanglah aku kalau bicara denganku. Aku tidak suka bicara dengan orang yang selalu menundukkan mukanya seperti orang yang menyembunyikan kesalahan." Ucapan itupun bukan kata-kata yang mengandung kemarahan, akan tetapi mengandung perintah yang mutlak dan tidak mungkin dapat dibantah atau tidak ditaati.
Bi Lan mengangkat muka memandang.
"Hamba pernah menjadi murid Siauw-lim-pai, pangeran...." katanya lirih, hamper tidak kuat menahan sinar mata mencorong seperti naga itu, yang memandang kepadanya dengan bersih dan jujur akan tetapi seperti hendak mengukur kedalaman isi hatinya.
"Hemm, sekarang ini jarang ada pendekar Siauw-lim-pai yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi. Sungguh saying. Kelaliman Kerajaan Sui telah menghancurkan Siauw-lim-pai, sehingga ketuanya membakar diri! Sekarang aku bertemu murid Siauw-lim-pai yang pandai. Bi Lan, coba kauperlihatkan ilmu silatmu dengan melayaniku beberapa jurus."
Setelah berkata demikian, Pangeran Li Si Bin sudah menuju ke tempat tadi kedua orang wanita itu berlatih silat, yaitu di lapangan rumput yang luas dekat kolam ikan.
Bi Lan menunduk lagi."Hamba.......hamba tidak berani, pangeran......"
Pangeran Li Si Bin mengerutkan alisnya."Ini perintah, Kwa Bi Lan!"
Ai Yin segera berkata."Enci Bi lan, ayah sendiri tidak akan membangkang terhadap perintah pangeran Mahkota, apalagi engkau!" ia lalu menghampiri Bi Land an memondong Lan Lan,"Kupangku dulu Lan Lan, kaulayani pangeran!"
Bi Lan terkejut. Hampir ia lupa bahwa pangeran yang berada di depannya ini merupakan orang yang paling berkuasa di kerajaan Tang! Bahkan menurut Siauw Can, kaisar sendiri, ayah pangeran ini, masih kalah besar kekuasaannya!
Maka ia cepat memberi hormat lalu bangkit dan menghampiri pangeran yang sudah berada dilapangan rumput.
Pangeran itu tersenyum senang.
"Nah, begitu sebaiknya, Bi Lan. Aku ingin melihat apakah engkau tepat untuk melatih pasukan pengawal wanita di istana yang sedang kupersiapkan! Bah, kau maju dan seranglah aku, dan jangan sungkan atau takut. Keluarkan kepandaianmu agar aku dapat menilainya."
Tepat dugaannya. Pangeran ini hendak menguji kepandaiannya dan mendengar bahwa pangeran ini ingin agar ia melatih pasukan pengawal di istana, jantungnya berdebar penuh ketegangan. Ia akan menjadi pelatih di istana Kaisar! Bukan main! Tak pernah ia bermimpi untuk dapat memasuki istana Kaisar, apalagi menjadi pelatih di sana.
Ia melihat betapa pangeran itu sudah memasang kuda-kuda yang kokoh. Kuda-kuda yang dikenalnya sebagai kuda-kuda ilmu silat aliran Kun-lun-pai, maka iapun cepat menyalurkan sin-kang ke arah kedua tangannya, kemudian menggeser kakinya maju, mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan, kemudian berkata lembut,
"Maafkan hamba!"
"Mulailah!" Pangeran Li SI Bin tampak gembira sekali melihat gerakan kaki dan tangan wanita itu yang biarpun nampak lembut dan indah, namun mengandung tenaga sin-kang yang membuat setiap gerakan itu Nampak mantap berisi.
Bi Lan tidak ragu-ragu lagi setelah melihat betapa pangeran itu memang seorang ahli silat. Ia menerjang maju dengan pukulan tangan terbuka, dan mempergunakan jurus-jurus ilmu silat Siauw- lim-pai yang pernah dipelajarinya sebelum ia menjadi murid Sin-tiauw Liu Bhok Ki. Tentu saja ia memilih jurus-jurus terampuh, dank arena ia telah memperoleh kemajuan dalam hal sin-kang dan gin-kang setelah belajar kepada Sin-Tiauw Liu Bhok Ki, tentu saja gerakannya jauh lebih hebat dibandingkan sebelumnya. Gerakannya cepat dan setiap serangannya mengandung tenaga yang kuat sekali.
Bi Lan menjadi kagum. Kiranya pangeran itu benar lihai sekali, melampaui dugaannya. Setiap serangannya dapat dielakkan atau ditangkis oleh pangeran itu, dan setiap kali lengan mereka bertemu, ia merasa betapa lengannya tergetar hebat!
Agaknya Pangeran Li Si Bin tidak main-main dalam menguji wanita itu. Ia memang membutuhkan seorang pelatih yang baik untuk regu pengawalnya yang baru dibentuknya. Dia sedang membentuk sebuah regu pengawal wanita, terdiri dari para dayang, gadis-gadis muda pilihan untuk menjaga keamanan keluarga di dalam istana, sehingga tidak perlu menggunakan pengawal thai-kam (orang kebiri).
Memang banyak jagoan silat di istana, akan tetapi kalau dia menyuruh seorang jagoan untuk melatih dan menggebleng regu pengawal wanita itu, tentu akan terjadi hal-hal yang tidak enak. Dia tidak dapat menyalahkan para jagoan itu. Siapa dapat bertahan diri menghadapi seregu dayang yang muda dan cantik-cantik itu? Maka, sebaiknya mencari pelatih seorang wanita pula dan kalau Kwa Bi Lan ini mempunyai kepandaian tinggi seperti yang didengarnya, dia akan minta agar wanita ini menggembleng regunya itu.
Karena dia ingin mengukur Bi Lan, maka Pangeran Li Si Bin segera membalas serangan Bi Lan dengan serangan yang tak kalah hebatnya!
Bi Lan cepat mengelak dan mengandalkan kecapatan gerakannya untuk menghindarkan diri. Akan tetapi pangeran itupun dapat begerak cepat mengimbangi kecepatannya, sehingga sejenak Bi Lan terdesak dan main mundur sambil mengelak dan menangkis! Karena pangeran itu terus mendesak, tiba-tiba Bi Lan mengubah gerakannya dan tubuhnya mencelat ke udara lalu ia menukik dan menyambar bagaikan seekor burung rajawali. Ia telah memainkan ilmu silat Hui-tiauw Sin-kun (Silat sakti Rajawali terbang), yang dipelajarinya dari mendiang suaminya!
Begitu ia menyerang dengan ilmu silat ini, keadaannya menjadi terbalik! Kini pangeran itu terdesak dan berulang-ulang dia berseru kaget dan kagum. Dengan serangan yang menyambar- nyambar seperti itu, pangeran Li Si Bin nampak bingung dan beberapa kali hampir saja tangan Bi Lan mengenai pundak dan dadanya.
Akan tetapi tentu saja wanita itu tidak berani melanjutkan serangannya dan selalu menarik kembali serangannya, apabila serangannya hampir mengenai sasaran.
"Cukup....!" Pangeran Li Si Bin berseru dan Bi Lan meloncat mundur, merangkap kedua tangan memberi hormat.
"Harap paduka memaafkan hamba....."
"Wah, engkau memang hebat!" Pangeran itu berseru,"Akan tetapi, ilmu silatmu yang terakhir tadi tentu bukan dari Siauw-lim-pai!"
"Maafkan hamba, karena paduka tadi mendesak, terpaksa hamba mempergunakan ilmu simpanan itu yang memang bukan dari Siauw-lim-pai."
Pangeran Li Si Bin mengerutkan alisnya. Dia merasa penasaran karena sudah banyak dia mengenal ilmu silat, akan tetapi ilmu silat yang menyambar-nyambar dan membingungkannya seperti tadi belum pernah dilihatnya.
"Ilmu silat apakah itu?"
"Namanya Hui-tiauw Sin-kun."
"Hemm, memang pantas. Engkau menyambar-nyambar bagaikan burung rajawali saja. Dari siapa engkau mempelajari ilmu hebat itu, Bi Lan?"
"Dari.... mendiang suami hamba pangeran."
"Siapakah mendiang suamimu yang lihai itu?"
"Namanya Liu Bhok Ki...."
"Si Rajawali Sakti? Aih, pantas. Kiranya engkau isteri seorang pendekar besar. Hemm, jadi engkau ini isterinya dan dia sudah meninggal dunia? Engkau janda pendekar itu dan itu......anakmu?" Pangeran Li Si Bin menunjuk kepada Lan Lan.
"Benar, pangeran ."
Pada saat itu muncul Pangeran Tua Li Siu Ti sambil tertawa-tawa. Biarpun dia paman dari pangeran muda ini, namun karena kedudukannya kalah tinggi, Pangeran Li Siu Ti lebih dulu member hormat kepada keponakannya.
"Pangeran, sudah lamakah datang berkunjung? Ai Yin, kenapa tidak member tahu kepadaku?"
"Kanda pangeran menguji kepandaian enci Bi Lan, ayah," kata Ai Yin gembira dan bangga karena gurunya membuat pangeran itu kagum.
"Maaf, paman," kata pangeran Li Si Bin."Saya mendengar tentang dua orang anda yang menjadi pengawal di sini. Saya kagum sekali setelah menguji kepandaian Kwa Bi Lan. Paman memang beruntung sekali mendapatkan dua orang muda itu sebagai pengawal pribadi. Setelah menguji Kwa Bi Lan, saya ingin mengajukan sebuah permintaan kepada paman, harap paman suka mengabulkannya."
Diam-diam pangeran Tua Li Siu Ti merasa khawatir. Mungkinkah putera mahkota ini tertarik kepada Bi Lan dan ingin mengambilnya untuk tinggal dalam istananya sendiri? Kalau demikian halnya, dia akan kehilangan sekali. Sukar mencari pengganti seorang wanita perkasa seperti Bi Lan. Tentu saja dia tidak berani menyatakan kekhawatirannya ini.
Tidak demikian dengan Ai Yin. Biarpun dia selalu bersikap ramah dan sopan penuh hormat kepada putera mahkota yang ia tahu memiliki kekuasaan tertinggi, akan tetapi gadis ini lebih berani dan terbuka, tidak seperti ayahnya.
Maka iapun segera berkata,"Aihh, kanda pangeran, apakah paduka akan membawa enci Bi Lan pindah dari sini ke istana paduka? Lalu bagaimana dengan saya?"
Pangeran Li Si Bin tersenyum.
"Tidak, Ai Yin, aku hanya ingin agar ia suka melatih pasukan dayang pengawal khusus di istana, setiap hari beberapa jam saja. Tentu saja kalau paman pangeran membolehkan dan terutama sekali kalau Bi Lan yang bersangkutan tidak berkeberatan."
Bi Lan terbelalak. Pangeran ini yang kekuasaannya demikian besar, ternyata masih bersikap demikian lunak! Kalau ia tidak berkeberatan? Sungguh sikap yang sama sekali tidak pernah disangkanya, dan sikap pangeran ini membuat Bi Lan semakin kagum dan suka sekali kepada pangeran muda yang rendah hati dan tidak sewenang-wenang itu.
"Aih, tentu saja saya setuju, pangeran!" kata Pangeran Tua Li Siu Ti dengan ramah.
"Bagus! Terima kasih, paman. Dan bagaimana dengan engkau Bi Lan? Maukah engkau membantuku melatih pasukan dayang agar mereka dapat menjadi pengawal yang dapat diandalkan? Setiap hari tiga atau empat jam saja dan untuk jerih payahmu itu, tentu saja kami akan memberi imbalan."
"Hamba akan mentaati perintah paduka, pangera." Kata Bi Lan dengan wajah berseri. Entah bagaimana, ia merasa senang dapat bekerja kepada seorang pangeran seperti ini.!
"Baik, terima kasih. Mulai besok pagi, aku akan menyuruh jemput dengan kereta,s etelah selesai melatih, engkau akan diantar kembali kesini dengan kereta. Kalau anakmu itu tidak dapat berpisah darimu, boleh kauajak ke istana."
Setelah berkata demikian, Pangeran Li Si Bin berpamit dari rumah pamannya dan iapun melangkah keluar, diantar oleh Pangeran tua Li Siu Ti sampai di depan istananya.
Betapa indahnya taman itu, seperti taman sorga dalam dongeng. Matahari senja Nampak bulat merah redup, seperti sebuah lampu gantung yang besar dan bulat. Matahari sudah hamper menyelesaikan tugasnya sehari penuh dan biarpun nampaknya tidak berkuasa dan bersinar lagi,namun bekas kekuasaannya masih Nampak membakar langit.
Langit kebakaran, merah kuning dan ada garis-garis biru putih di sana-sini, adapula warna seperti lautan perak dihias awan putih lembut begumpal-gumpal seperti sekawanan domba putih sedang berangkat pulang ke kandang.
Keindahan alam yang membuat hati terasa nyaman, membuat orang ingin bersenandung. Dan sesosok bayangan seorang pria menghampiri. Bi Lan tersenyum dan perasaan hangat mesar menyelubungi hatinya. Betapa besar cinta kasihnya kepada suaminya! Suaminya, Sin-tiauw Liu Bhok Ki menghampirinya dengan langkahnya yang tegap, dengan wajahnya yang jantan, dengan sinar matanya yang penuh kasih dan penuh kebijaksanaan, dengan senyumnya yang menenangkan hati.
Ketika suaminya mendekat sambil mengembangkan kedua lengan, iapun membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan mesra.Bibir itu mengecup lehernya, panas. Terasa betapa lehernya digigit dengan dengus penuh nafsu.
Suaminya tidak pernah berbuat hal seperti ini. Suaminya selalu tenang dan tidak pernah dilanda gairah nafsu yang menggelora seperti ini.
Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
'Ihhh...!" ia merenggut dirinya lepas. Bukan suaminya! Dan ia tidak berada di dalam taman, di senja yang indah. Ia berada di dalam kamarnya, di atas pembaringan dan yang tadinya muncul sebagai suaminya dalam mimpi, ternyata adalah Siauw Can atau Can Hong San! Ia tadi bermimpi!
Dan kenyataannya, Can Hong San telah memasuki kamarnya seperti maling dan tadi telah memeluknya dan mengecup, menggigit lehernya dengan penuh nafsu.
"Kau.....!" bentaknya dengan lirih dan kini ia sudah meloncat turun dari atas pembaringan. Wajahnya menjadi merah dan terasa panas sekali ketika melihat betapa kancing bajunya bagian atas terlepas sebagian. Jari-jari tangannya cepat mengancingkan kembali baju itu dan matanya mencorong menatap wajah pemuda itu.
"Bi Lan..Lan-moi....engkau tahu betapa aku mencintaimu, Lan-moi..! Aku cinta padamu dan tidak tahan lagi,..Kuharap engkau tidak membuat aku terpaksa menggunakan paksaan...."
Bi Lan teringat bahwa kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi darinya dan kalau pemuda ini menggunakan paksaan, mungkin ia tidak akan mampu menghindarkan diri dari penghinaan, dari perkosaan.
Cepat ia meloncat dan di lain saat, ia telah berada di dekat pembaringan kecil di sudut, di mana Lan Lan tertidur, dan sekali sambar, ia telah memondong anaknya yang masih tidur itu."Kalau engkau tidak segera pergi, aku akan berteriak dan melawan mati-matian, aku akan melaporkan kepada Pangeran Tua dan Pangeran Mahkota. Akan hancur semua pekerjaan kita selama ini!"
"Lan-moi, kenapa....? Bukankah selama ini aku baik kepadamu, selalu membantumu? Aku cinta padamu, dan aku percaya bahwa engkaupun cinta padaku."
"Cukup, pergilah atau aku akan berteriak!" kembali Bi Lan mengancam. Hal ini sungguh tidak disangka sama sekali Can Hong San atau yang sekarang dikenal sebagai Siauw Can. Tadinya dia merasa yakin bahwa kalau dia melakukan pendekatan, janda muda itu tentu akan menyambutnya dengan hangat. Dari sikap janda itu, sinar matanya kalau memandangnya, senyumnya, semuanya menunjukkan bahwa janda itu kagum dan suka kepadanya.
Apalagi kalau diingat bahwa sejak pertemuan pertama, dia selalu menolong janda itu, bukan saja menyelamatkan nya, juga selanjutnya membimbingnya sehingga mereka berdua dapat memperoleh kedudukan yang menyenangkan dan mulia di rumah Pangeran Tua, bahkan janda itu kini ditugaskan melatih pasukan dayang di istana!
Dia tahu betapa Bi Lan merasa berhutang budi kepadanya, oleh karena itu, kalau dia melakukan pendekatan, tentu Bi Lan akan menyambutnya dengan mesra. Ketika tadi dia memperoleh kesempatan, berhasil menyelinap memasuki kamar janda itu, lalu merangkul, membelai dan mengecupnya, dalam keadaan setengah sadar Bi Lan menyambutnya dengan hangat. Akan tetapi, kenapa sekarang keadaannya berubah sama sekali? Tentu saja dia merasa kecewa bukan main, kecewa, mendongkol dan menyesal. Sia-sia saja semua kebaikan yang dilakukannya selama ini terhadap Bi Lan.!
"Lan-moi, benarkah engkau menolak cintaku? Engkau mengusirku?"
"Sudahlah, pergi cepat! Aku bukan menggertak saja!" Bi Lan mencabut sepasang pedangnya yang tergantung di dinding.
"Baik, aku pergi. Tak kusangka bahwa engkau adalah seorang perempuan yang tidak mengenal budi!"
"Dan aku tidak menyangka bahwa engkau hanyalah seekor binatang buas berbulu domba!" balas Bi Lan.
"Uhh!" Siauw Can keluar dari dalam kamar itu melalui daun jendela, sepeti masuknya tadi. Bi Lan menutupkan daun jendela, merebahkan kembali Lan Lan, kemudian ia terhuyung dan menjatuhkan diri di atas pembaringannya. Seluruh tubuhnya gemetar dan lemas, dan iapun tak dapat menahan diri lagi, menangis tanpa suara!
Betapa mengerikan bahaya yang tadi mengancam dirinya. Kalau saja ia tidak bermimpi bertemu mendiang suaminya, kalau saja ia tidak sadar, betapa akan mudahnya terjeblos, betapa akan mudahnya menyeleweng dan menyerahkan dirinya kepada pemuda yang sesungguhnya amat dikagumi dan disukainya!
Dan kini ia menangis bukan karena marah, melainkan karena penyesalan melihat kenyataan yang amat pahit itu. Siauw Can bukanlah pria seperti yang dibayangkannya semula! Dan inilah yang membuatnya kini menangis. Ia merasa kehilangan seorang sahabat baik, seorang yang selama ini dianggapnya seperti kakak sendiri.
Bahkan ia harus mengakui bahwa besar sekali kemungkinannya kelak ia akan menerima cinta kasih pemuda itu dengan hangat, dengan penuh harapan. Akan tetapi kini semua telah musnah! Semua telah hancur, karena perbuatan Siauw Can malam itu. Ia kini merasa hidup seorang diri, dan tidak dapat mengandalkan siapapun.
Sementara itu, Siauw Can memasuki kamarnya dengan wajah muram. Berulang kali dia mengepal tinju dan menyumpah-sumpah dalam hatinya. Dia telah gagal sama sekali! Kegagalan yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan. Dia memang sengaja hendak merayu Bi Lan, bahkan kalau perlu menggunakan paksaan untuk menggauli janda itu.
Sekali Bi Lan telah menyerahkan dirinya, dia tidak akan kehilangan janda yang sesungguhnya telah menjatuhkan hatinya itu. Dia mencintai Bi Lan. Inilah yang memusingkan dirinya. Kalau tidak demikian halnya, tentu dia tidak akan sekecewa ini. Banyak wanita yang lebih cantik daripada Bi Lan bias dia dapatkan. Akan tetapi dia mencintai Bi Lan dan tidak ingin kehilangan Bi Lan. Tadinya, usahanya malam ini adalah untuk mengikat agar Bi Lan tidak akan terlepas lagi dari tangannya.
Dia merencanakan hal yang lebih besar. Dia ingin mendekati Li Ai Yin! Kalau dia berhasil mendapatkan dara bangsawan itu, membuatnya tergila-gila, dan berhasil menjadi mantu Pangeran Tua, tentu dia memperoleh kemajuan yang hebat! Dan biarpun hal itu terjadi, kalau Bi Lan sudah berhasil dikuasainya, tentu Bi Lan tidak dapat berbuat sesuatu!
Kelak dia menikah dengan Ai Yin, dan Bi Lan menjadi selirnya. Betapa akan membahagiakan hatinya. Wanita yang akan mengangkat derajatnya menjadi isterinya dan wanita yang dicintanya menjadi selirnya!
Akan tetapi, dia telah gagal sama sekali! Bi Lan menolaknya, dan ancaman Bi Lan bisa berbahaya. Tidak, selama dia tidak mengganggu lagi, Bi Lan juga tidak akan begitu bodoh untuk melaporkan apa-apa kepada Pangeran Tua maupun Putera Mahkota. Laporan yang tidak ada buktinya! Pula, kalau melaporkan peristiwa semalam, kedua orang bangsawan itupun tidak akan mencampuri, dan andaikata kedua bangsawan itu tidak suka kepadanya, tentu Bi Lan akan terbawa pula.
Siauw Can merebahkan diri tanpa melepas sepatunya, rebah terlentang di atas pembaringannya sambil melamun.
Kini dia telah tahu akan segala rahasia Pangeran Tua. Pangeran itu merupakan orang yang berambisi besar dan seorang pembenci Turki. Dan dia sendiri telah menjadi orang kepercaya an Pangeran Tua Li Siu Ti, disamping Poa Kiu. Baru kemarin dia menerima tugas yang amat berat, akan tetapi juga amat rahasia. Tugas itu saja menunjukkan betapa Pangeran Li Siu Ti percaya sepenuhnya kepadanya. Dan jantungnya masih berdebar tegang kalau dia menge nang kembali tugasnya itu, yang dilaksanakan dengan baiknya malam kemarin.
Sebelumnya dia sudah melakukan penyelidikan sehubungan dengan tugas rahasia itu dan dia tahu bahwa Gala Sing, putera Raja Baducin, pemuda berusia tigapuluh tahun yang tukang pelesir dan mata keranjang itu, malam itu berada di pondok indahnya di luar kota raja. Seperti biasa, Gala Sing bersenang-senang di pondoknya itu, dijaga oleh seregu anak buahnya, tukang-tukang pukulnya.
Setelah membuat rencana dengan masak, seorang diri dia menyusup ke dalam istana bagian puteri dan tidak terlalu sukar baginya untuk menangkap seorang selir kaisar, menotoknya sehingga tidak dapat bergerak dan tak mampu bersuara lagi. Dengan kepandaiannya yang tinggi,Siauw Can berhasil memanggul selir yang dimasukkannya ke dalam kantung kain besar itu keluar dari tembok istana, bahkan membawanya keluar dari kotaraja, menuju ke pondok indah milik Gala Sing di lereng sebuah bukit kecil.
Gegerlah istana di malam hari itu.!
Beberapa orang dayang yang melayani selir itu, hanya melihat bayangan hitam berkelebat, berkedok dan selir itu diculik si bayangan hitam. Mereka menjerit dan para pengawal segera mencoba melakukan pencarian, namun sia-sia. Bayangan itu telah menghilang bersama selir kaisar.
Mendengar ini, kaisar menjadi marah dan malam itu juga, kaisar memerintahkan pasukan keamanan untuk melakukan penggeledahan dan pencarian di seluruh kota raja. Namun sia-sia saja hasilnya.
Dan pada keesokan harinya, yaitu pagi-pagi tadi, terjadi kejadian yang lebih menghebohkan lagi. Para pengawal Gala Sing, pagi itu menemukan majikan mereka, Gala Sing, sudah menggeletak di atas pembaringan dalam keadaan telanjang bulat dan mati! Dadanya terluka bekas tusukan pisau yang menembus jantungnya! Dan di sampingnya, Nampak selir kaisar yang sudah mati dengan tangan kanan masih memegang pisau yang menancap di dadanya sendiri.
Seperti keadaan Gala Sing, selir inipun mati dalam keadaan telanjang bulat. Selain mereka berdua, di lantai juga terdapat mayat lain, mayat seorang gadis penari yang malam itu dipanggil oleh Gala Sing untuk menemaninya bersenang-senang. Juga penari ini tewas dengan tusukan di dada dan leher.
Para penyelidik dari kota raja segera berdatangan dan menurut pemeriksaan mereka, selir itu telah diperkosa.
Mudah saja diambil kesimpulan melihat keadaan di kamar itu. Tentu selir itu diculik orang, dan dibawa ke kamar itu, diperkosa oleh Gala Sing. Kemudian selir itu mendapat kesempatan untuk menyambar pisau, menusuk Gala Sing, juga membunuh penari yang mungkin membantu Gala Sing, kemudian untuk mencuci aib, membunuh diri sendiri. Tidak ada kemungkian lain lagi, kecuali kesimpulan itu!
Siauw Can tersenyum sendiri. Dia telah bertindak cerdik sekali. Tugas rahasia itu adalah agar Gala Sing dibunuh dan agar diatur supaya terjadi bentrok antara pihak kaisar dan pihak Raja Muda Baducin. Hanya itu tugasnya dan dia sendiri yang mengatur siasatnya. Tentu saja dia yang menculik selir itu dan tanpa setahu para penjaga di luar pondok indah itu, dia berhasil membawa selir itu masuk. Dia membunuh Gala Sing dan penari itu. Dia pula yang memperkosa selir itu kemudian membunuhnya, akan tetapi semua itu diatur sedemikian rupa sehingga menimbul kan kesimpulan di atas tadi!
Dan benar saja. Terjadi geger dan keadaan menjadi gawat. Raja Muda Baducin marah-marah dan berduka sekali karena putera tersayang tewas. Juga kaisar mencak-mencak karena selirnya diculik, diperkosa dan membunuh diri. Hal itu dianggap suatu penghinaan besar sekali. Dan Pangeran Tua Li Siu Ti merangkul pundaknya dengan girang bukan main.
"Tidak percuma engkau menjadi tangan kananku!" bisik pangeran itu setelah mendengar berita yang mengheboh kan itu. Dan sore tadi, Pangeran Li Siu Ti dipanggil oleh kaisar. Tentu diadakan rapat atau perundingan yang serius sekali sehubungan dengan peristiwa itu sehingga sampai malam pangeran Tua belum juga kembali. Dan kesempatan itu dia pergunakan untuk mendekati Bi Lan. Namun sekali ini dia gagal!
Tidak mengapa, dia menghibur diri sendiri. Bi Lan tentu tidak akan berani menceritakan kepada siapapun juga. Andaikan diceritakanpun, apa salahnya kalau dia menyatakan cintanya kepada seorang janda, walaupun janda itu diakuinya sebagai saudara misan? Tentu Bi Lan akan ditertawakan orang dan hal itu bahkan mendatangkan aib bagi dirinya sebagai janda muda! Tidak,
Bi Lan tidak akan membuka mulut. Biarlah malam ini gagal, kelak masih banyak kesempatan dan masih banyak cara untuk membuat usahanya berhasil. Sekarang dia harus mengatur langkah berikutnya, yaitu pendekatan terhadap Li Ai Yin!
Siauw Can atau Can Hong San pernah menyesali semua perbuatannya yang sesat, dan ketika dia bertemu dengan Bi Lan, dia sedang berusaha untuk menjadi orang baik! Dia ingin belajar menjadi orang baik.
Kebaikan adalah suatu keadaan batin, keadaan batin yang bersih dari pada pengaruh nafsu daya rendah. Keadaan batin, yaitu akal pikiran yang sepenuhnya digerakkan oleh jiwa, dibimbing kekuasaan Tuhan Yang Maha Kasih! Belajar baik atau melatih kebaikan hanya akan membuahkan kemunafikan, karena kebaikan itu timbul dari keinginan. Ingin Baik! Dan keinginan baik ini tentu timbul pula dari keadaan. Seperti Hong San.
Setelah dia hidup bergelimang kejahatan, dia mendapat kenyataan bahwa hidup secara itu tidak mendatangkan keuntungan, bahkan membuat dia selalu gagal dan sengsara. Kegagalan hidup dan kesengsaraan yang diakibatkan oleh perbuatan jahatnya itulah yang menimbulkan keinginan di dalam hatinya, ingin menjadi orang baik!
Tentu saja pamrihnya adalah agar akibat perbuatan baik itu membuat dia berhasil dan senang dalam hidupnya. Jadi, kebaikan itu bukanlah sasaran mutlak, melainkan hanya akan dipergunakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuannya, yaitu kesenangan. Sasaran dari nafsu hanyalah satu,yaitu kesenangan.!
Usaha seperti itu, yaitu belajar menjadi baik, berlatih menjadi baik, jelas masih merupakan hasil karya nafsu, karena sasarannya adalah kesenangan sebagai akibat kebaikannya.
Kalaupun orang menjadi baik karena itu, maka kebaikannya hanya merupakan kemunafikan belaka. Kebaikan seperti itu hanya polesan, mudah luntur. Karena yang diutamakan sasarannya, yaitu kesenangan, maka kebaikan yang hanya menjadi cadar itu dapat saja dengan mudah diganti dengan kebalikannya, yaitu kejahatan, asalkan sasarannya lebih cepat dapat dicapai, yaitu kesenangan.
Apakah kalau begitu kita tidak perlu belajar menjadi orang baik? Siapa sesungguhnya yang mengajukan pertanyaan seperti itu? Siapa yang ingin belajar menajdi orang baik? Tentu saja pikiaran, dan pikiran kita telah bergelimang nafsu, telah dicengkeram oleh nafsu daya rendah.
Dengan keadaan seperti itu, apapun yang diusahakan pikiran selalu hanya demi kepentingan diri pribadi. Dan ini memang menjadi tugas dari pikiaran. Pikiran merupakan satu di antara alat yang membantu manusia agar hidupnya di dunia dapat dipertahankan dpat diatur. Demikian pula dengan daya-daya rendah yang menyertai jiwa dalam kehidupannya sebagai manusia di dunia ini. Daya- daya rendah itu memang disertakan kepada kita sebagai alat, sebagai pembantu.
Tanpa adanya nafsu-nafsu itu, kita tidak akan hidup sebagai manusia. Akan tetapi, kalau sampai nafsu-nafsu yang semula ditugaskan menjadi pembantu kita itu dibiarkan meliar dan menjadi majikan, mencengkeram dan menguasai hati dan akal pikiran, maka kita akan diseret dan yang kita kejar hanyalah kesenangan-kesenangan duniawi yang membuat kita mabok dan tidak pantang melakukan hal-hal yang amat buruk.
Lalu bagaimana daya kita? Kita hidup membutuhkan nafsu, akan tetapi nafsu juga yang menyeret kita ke dalam kegelapan. Kitapun tidak dapat mengendalikan nafsu, karena kita yang ingin mengendalikan inipun dikemudikan nafsu!
Tidak ada kekuasaan di dunia ini yang akan dapat menguasai nafsu kecuali kekuasaan Sang Maha Pencipta. Tuhan yang mencipta semua itu, dan hanya Tuhan pula yang akan dapat mengatur dan membereskan keadaan yang menyimpang dari kebenaran itu. Kini manusia hanya tinggal menyerah! Kita menyerah sepenuhnya dengan tawakal dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Kuas, batin dan lahir. Batinnya menyerah kepada Tuhan sebagai dasar yang kokoh, lahirnya kita berusaha dan berikhtiar agar selalu melalui jalan hidup yang benar. Dengan demikian terdapat keseimbangan lahir dan batin. Doa dan kerja! Yang dua ini harus selalu jalan bersama.
Hidup bagaikan naik perahu. Doa merupakan kemudinya, kerja merupakan pendayungnya. Tanpa kemudi perahu akan tersesat. Tanpa pendayung, perahu takkan maju. Tanpa kerjasama antara keduanya, perahu akan ditelan ombak.
"Sialan, semua siasat kita telah gagal akibat ulah Pangeran Li Si Bin keparat itu!" Pangeran Tua Li Siu Ti berjalan mondar-mandir di ruangan rumahnya yang luas itu, wajahnya muram alisnya berkerut dan kedua tangannya dikepal. Dia marah sekali.
Yang menjadi saksi ulahnya ini hanya dua orang saja, dua orang kepercayaannya, yaitu Poa Kiu dan Siauw Can! Tentu saja kalau orang lain mendengar ucapannya tadi, orang itu akan terkejut dan heran bukan main mendengar pembesar itu berani memaki Pangeran Li Si Bin! Kemudian tiba-tiba pangeran tua itu menjatuhkan diri duduk di atas kursinya berhadapan dengan dua orang kepercayaannya dan berkata dengan tegas,
"Kalian berdualah yang kupercaya. Kalian harus menemukan cara bagiku, dan harus berhasil! Poa Kiu, pergunakan kecerdikanmu dan engkau Siauw Can, pergunakan kepandaian silatmu!"
Siauw Can saling pandang dengan Poa Kiu. Siauw Can atau Can Hong San diam-diam merasa heran mengapa majikannya itu membenci benar orang-orang Turki dan mengapa pula hendak mengadu domba antara orang-orang Turki dengan kaisar.
"Harap paduka ceritakan dulu, kenapa paduka marah-marah? Bukankah tugas saya telah terlaksana dengan baik?" Tanya Siauw Can, penasaran.
"Poa Kiu, kauceritakan kepadanya." Kata Pangeran Tua Li Siu Ti."Kau ceritakan segalanya, kemudian kalian berunding dan nanti sampaikan usul-usul kalian kepadaku!"
Setelah berkata demikian, Li Siu Ti bangkit dan meninggalkan dua orang kepercayaannya itu berbicara berdua saja di ruangan tertutup itu.
(Lanjut ke Jilid 15)
Naga Beracun (Seri ke 02 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 15
"Sungguh heran, mengapa dia marah-marah?" Tanya Siauw Can setelah pembesar itu pergi.
"Bukankah tugasku sudah kulaksanakan dengan berhasil baik? Kenapa dia mengatakan siasat kita gagal karena ulah Pangeran Li Si Bin? Apa artinya itu?"
Poa Kiu menghela napas panjang. Pangeran Tua Li Siu Ti sudah menceritakan segalanya kepadanya dan dia tahu bahwa Siauw Can dapat dipercaya. Bukankah tadi pangeran tua itu menyuruh dia menceritakan segalanya kepada pemuda perkasa itu?
"Tugas yang kaulaksanakan dengan baik itu bertujuan mengadu domba antara orang-orang Turki dan Kaisar memang hampir berhasil. Kaisar marah-marah karena selirnya diculik dan diperkosa dan dibunuh, dan raja Muda Baducin juga marah-marah karena puteranya, Gala Sing, terbunuh. Memang keduanya sudah siap untuk saling menyalahkan dan kemungkinan besar terjadi bentrokan dan permusuhan di antara mereka. Akan tetapi muncullah Pangeran Li Si Bin dan pangeran ini melerai, mengakurkan kembali Baducin dan Kaisar. Dia mengatakan bahwa urusan pribadi tidak semestinya berkembang menjadi urusan Negara. Dan dia menghibur kedua belah pihak, mengatakan bahwa penculik dan pemerkosa selir kaisar sudah terhukum dan terbunuh, sebaliknya pembunuh Gala Sing juga sudah membunuh diri. Keduanya sudah mati, semua dendam sudah terbalas. Nah, turun tangannya Pangeran Li SI Bin itulah yang membuat keributan mereda, dan baik Baducin maupun Kaisar sudah dapat menerima kenyataan dan tidak marah-marah lagi."
Siauw Can mengangguk-angguk. Pantas saja Pangeran Li Siu Ti marah-marah karena memang semua jeruh payahnya itu sia-sia saja, tidak ada hasilnya.
Sudah sejak dia diterima menjadi pembantu pangeran Li Siu Ti, dia merasa heran mengapa majikannya yang adik kaisar itu nampaknya tidak suka kepada kaisar dan membenci orang Turki.
Kesempatan baik ini harus dia pergunakan untuk mengetahui dasar pemikiran dan perasaan majikannya, apalagi karena dia bercita-cita untuk dapat menjadi mantunya!
"Paman Poa," kini sebagai rekan dia menyebut paman kepada pembesar itu,"kalau boleh aku mengetahui, kenapa Pangeran Li Siu Ti membenci orang-orang Turki dan mengapa pula nampaknya tidak suka kepada Pangeran Li Si Bin?"
Poa Kiu mengangguk-angguk."Memang sebaiknya kalau engkau mengetahui semuanya, Siauw Can, dan pangeran juga sudah memberi ijin kepadaku untuk menceritakannya kepadamu." Pembesar itu lalu menceritakan semua keadaan dengan terus terang kepada Siauw Can.
Pangeran Tua Li Siu Ti merasa ikut berjasa ketika terjadi gerakan menggulingkan Kerajaan Sui. Ketika kakaknya, Li Goan, diangkat menjadi kaisar pertama Kerajaan Tang sebagai Kaisar Tang Kao Cu, Pangeran Li Siu Ti tentu saja mengharapkan agar kelak dia menjadi pengganti kakaknya,mengingat bahwa kakanya tidak mempunyai anak laki-laki dari permaisuri. Akan tetapi, ketika Li SI Bin menjadi putera mahkota, mulailah dia merasa iri dan marah. Li Si Bin hanyalah anak dari selir bangsa Turki! Perasaan iri hati ini membuat ia membenci orang-orang Turki yang membantu Li Si Bin.
"Demikianlah Siauw Can. Pangeran Tua Li Siu Ti merasa bahwa dialah keturunan keluarga Li yang asli setelah kakaknya, dan Pangeran Li Si Bin hanyalah seorang berdarah Turki yang tidak pantas menjadi putera mahkota dan kelak menggantikan kedudukan kaisar. Karena orang-orang Turki itu mendukung Pangeran Li Si Bin, maka mereka perlu disingkirkan, dan untuk itulah engkau bertugas mengadu domba itu. AKan tetapi ternyata siasat itu gagal, maka kita harus mencari siasat baru."
Siauw Can menganggu-angguk."Ah, kalau saja tahu lebih dahulu, tentu aku tidak menyetujui siasat mengadu domba itu. Bagaimana mungkin mereka diadu domba kalau Pangeran Li Si Bin berdarah Turki pula? Tentu dia akan selalu menentang perpecahan di antara mereka.! Sebaiknya diatur agar kedudukan pemerintahan menjadi lemah dengan jalan membujuk Kaisar dan Putera Mahkota agar tenggelam ke dalam kesenangan dan kurang memperhatikan pemerintahan. Dengan jalan demikian, para pejabat tinggi dan rakyat akan merasa tidak suka kepada kaisar. Kalau sudah begitu, baru ada kemungkinan menjatuhkan mereka. Sementara itu, Pangeran Li Siu Ti harus dapat mengangkat namanya agar popular di kalangan rakyat. Juga perlu mengumpulkan orang-orang pandai untuk membantu."
"Hemm, kiranya di samping lihai ilmu silatmu, juga engkau memiliki kecerdikan, Siauw Can. Engkau telah dapat melihat cita-cita menjatuhkan kaisar dan putera mahkota, agar kedudukan kasisar dapat beliau kuasai. Dan kalau kita membantu sekuat tenaga, kita akan dapat menikmati hasilnya."
Siauw Can mengangguk-angguk. Dalam keadaan seperti itu, dia harus menempel orang kurus bungkuk ini!
"Baik, paman Poa Kiu. Aku akan membantumu sekuat tenagaku. Bahkan semua usulku tadi anggap saja sebagai buah pikiranmu sendiri terhadap pangeran. Engkaulah yang mengatur semuanya, aku yang melaksanakan. Engkau menjadi otak pangeran, aku yang menjadi kaki tangannya. Tentu kita harus saling bantu, bukan?"
Poa Kiu amat cerdik. Dia tahu bahwa ada udang di balik batu, maka dia harus mengetahui udang macam apa itu.
"Siauw Can, aku terima uluran tanganmu. Nah, jangan ragu, katakana bantuan apa yang dapat kuberikan padamu."
Siauw Can juga tidak kalah cerdiknya. Dia dapat menjenguk isi hati orang itu, maka diapun tidak merasa ragu lagi untuk membuka rahasia hatinya.
"Paman tentu mengerti bahwa seorang laki-laki harus dapat memperhitungkan dan menye suaikan jalan pikiran dan perasaan hatinya. Nah. Terus terang saja, hatiku tertarik oleh puteri Li Ai Yin, dan aku jatuh cinta kepadanya. Aku yakin bahwa tidak sukar menjatuhkan hati puteri itu. Kalau saja aku dapat menjadi suaminya, maka seiringlah jalannya perasaan dan pikiranku. Aku mendapatkan isteri yang tercinta, juga aku mendapatkan mertua yang kita bantu agar kelak menjadi kaisar. Dengan demikian maka ikatan hubungan di antara kita dapat lebih erat lagi. Bukankah begitu, paman?"
Poa Kiu memandang kepada pemuda itu dengan kagum. Pemuda ini memang hebat. Tinggi ilmu silatnya, cerdik dan mempunyai ambisi yang besar! Dia menagangguk dan mengelus jenggotnya yang jarang.
"Semua itu memang baik sekali, Siauw Can. Akan tetapi dalam hubungan asmara ini,bagaimana aku dapat membantumu?"
Siauw Can tersenyum."Urusanku dengan Ai Yin, tentu tidak perlu dibantu, karena itu tergantung dari diriku sendiri. Akan tetapi setidaknya paman dapat membantu agar aku nampak berharga di mata pangeran, agar kelak tidak timbul tentangan darinya kalau tiba saatnya aku melamar puterinya."
"Ahhh, baiklah. Itu mudah sekali, Siauw Can. Tentu saja engkaupun harus memperlihatkan jasa- jasa yang lebih banyak lagi."
"Kalau kita berkerja sama, pasti kita berdua akan dapat membuat jasa, paman."
"Akan tetapi, bagaimana dengan nyonya muda Kwa Bi Lan, adik misanmu itu? Apakah ia akan suka bekerja sama dengan kita?"
"Ia adalah seorang wanita dan ia belum tahu akan kerjasama ini, ia belum tahu pula akan cita- cita pangeran. Menghadapi wanita haruslah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa. Biarlah semua ini kita rahasiakan dulu darinya dan perlahan-lahan aku akan membujuknya agar ia suka membantu kita. Serahkan saja ia kepadaku, aku akan berusaha untuk menundukkannya."
"Baik kalau begitu. Aku merasa agak khawatir. Pertama, ia seorang wanita yang lihai dan kedua,dan ini yang paling berbahaya, ia telah ditarik oleh Pangeran Li Si Bin untuk melatih pasukan dayang setiap hari. Ini berarti ia dekat dengan putera mahkota dan bisa berbahaya sekali..."
"Atau bisa menguntungkan sekali!" kata Siauw Can tersenyum."Kalau aku berhasil menundukkannya, bukankah kedekatannya dengan putera mahkota itu mendatangkan keuntungan besar? Ia dapat kita jadikan mata-mata yang dapat selalu mengamati gerak-gerik kaisar dan putera mahkota."
Poa Kiu tertawa girang."Ah, engkau benar dan engkau cerdik, Siauw Can. Engkau harus dapat menundukkan adik misanmu yang cantik dan janda itu!"
Dalam ucapan ini jelas terkandung dorongan yang sejalan dengan pikiran Siauw Can, yaitu bahwa dia harus dapat menundukkan Bi Lan lahir batin, yaitu lahirnya wanita itu harus jatuh ke dalam pelukannya, sehingga batinnya akan selalu taat akan semua kehendak dan perintahnya!
Dan pemuda yang cerdik ini sudah dapat menemukan cara yang amat baik dan yang pasti akan berhasil! Akan tetapi dia tidak boleh tergesa- gesa. Baru saja dia gagal mendekati Bi Land an membuat janda muda itu marah. Dia harus pandai membawa diri, memperlihatkan penyesalannya agar kemarahanan Bi Lan mereda dan wanita itu tidak menaruh kecurigaan kepadanya.
Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 2 Dendam Sembilan Iblis Tua Eps 3 Pedang Naga Hitam Eps 9