Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 10


Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 10




   Dulu pemuda itu beranggapan bahwa pembunuh keluarganya tentunya orang-orang yang ingin merebut pusaka warisan itu. Dan karena yang dijumpainya pertama kali dan terbukti juga ingin merebut pusaka itu adalah rombongan dari orang berbaju putih itu, maka saat itu ia telah memastikan bahwa orang-orang itulah yang telah membantai seluruh keluarganya. Tidak tahunya yang mengincar dan ingin memiliki pusaka warisan itu tidak hanya satu golongan saja. Tidak hanya rombongan orang berbaju putih itu saja. Tetapi masih ada golongan yang lain! Wah, repot juga sekarang, pemuda itu berpikir di dalam hati. Dugaannya bahwa orang berbaju putih dan gerombolannya itu yang bertanggung jawab terhadap kematian keluarganya menjadi pudar sekarang. Artinya bisa juga orang-orang itu yang berbuat, tapi bisa juga tidak!

   "Terpaksa aku harus menyelidikinya lagi secara lebih teliti," pemuda itu memutuskan dalam hati. Ketika Yang Kun memandang lagi ke depan dilihatnya kedua orang itu telah bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tersebut. Orang berkerudung itu telah berdiri berdampingan dengan laki-laki berbaju putih di atas tanah. Kepalanya yang tertutup topi lebar itu mendongak ke arah bulan muda yang baru saja muncul di atas langit.

   "Kwa-heng, aku mendengar kedatangan seseorang ke tempat ini. Mari kita pergi!"

   "Marilah, Ongya..." Tetapi belum juga mereka melangkah, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sangat mengagetkan semua pihak. Baik pihak kedua orang itu maupun pihak Yang Kun yang masih berada di tempat persembunyiannya!

   "Berhenti!!"

   Dua orang yang sesungguhnya telah bersiap-siap untuk pergi itu benar-benar terkejut dengan kehadiran orang yang sangat tiba-tiba tersebut. Mereka sungguh tidak menduga sama sekali bahwa gerakan orang yang baru tiba itu demikian cepatnya. Baru saja orang berkerudung itu mendengar langkahnya, orang itu telah berada di depan mereka. Begitu juga dengan Yang Kun. Selain dikagetkan oleh kehebatan ginkang orang itu, Yang Kun dikagetkan pula oleh kenyataan tentang siapa yang telah datang di hadapan kedua orang yang diintipnya itu. Yang Kun benar-benar masih dapat mengingat dengan jelas, siapakah orang yang baru saja tiba itu. Pemuda itu tidak mungkin melupakannya karena dia berhutang jiwa dengan orang itu. Tetapi sungguh di luar dugaan. Ternyata orang itu juga sangat kaget begitu tahu siapa yang berdiri di samping orang berkerudung itu.

   "Kau...?" desah orang itu tertahan.

   "Kau...?" laki-laki berbaju putih itu berdesah pula.

   "Hei?!?" orang berkerudung itu mengangkat wajahnya.

   "Kwa-heng, apakah kau juga telah mengenal orang ini?" Laki-laki berbaju putih itu cepat menggangguk dengan tegas.

   "Tentu saja, Ongya. Bangsat inilah yang telah memelet dan membujuk adik siauwte dengan ketampanan wajahnya sehingga adik siauwte yang belum berpengalaman itu menjadi terpikat olehnya."

   "Kurang ajar...!" saking marahnya orang yang baru datang itu sampai tidak dapat berkata apa-apa selain mengumpat. Orang berkerudung itu menoleh kepada pembantunya.

   "Kwa-heng, orang ini sungguh tidak tahu diri. Sudah mengaet adik orang, masih memaki-maki kakaknya pula! Hmm, mengapa tidak kau bunuh saja dia?"

   "Siauwte memang akan membunuhnya! Sejak dia menggoda adik Siauwte, siauwte telah berketetapan hati untuk melenyapkannya dari muka bumi." laki-laki berbaju putih itu mengeram. Orang yang baru datang itu menggeram pula menahan hati. Tapi agaknya ia tidak bernapsu untuk melayani tantangan orang berbaju putih tersebut. Dia justru menghadapi orang berkerudung dengan mata yang menyala nyala.

   "Hmm... akupun tidak akan lari apabila saudara memang ingin membuat perhitungan dengan aku. Tapi tidak sekarang! Kedatanganku kali ini untuk membuat perhitungan lebih dulu dengan Ongyamu yang bergelar Hek-eng-cu (Bayangan Hitam) itu!"

   "Apa maksudmu?" laki-laki berbaju putih itu membentak. Pendatang baru itu mengebutkan ujung lengan bajunya yang lebar.

   "Sudahlah! Biar aku berurusan sendiri dengan Hek-eng-cu! kau minggirlah!"

   "Anjing kurapan! Selesaikan dulu urusan kita!" orang berbaju putih itu meloncat marah. Melihat orang berbaju putih itu menyerang dirinya, orang yang baru datang itu cepat meloncat ke samping. Kemudian sambil membalikkan badan ia balas menyerang dengan cengkraman tangan kanannya ke arah mata lawan. Lengan bajunya yang longgar itu sampai melembung saking cepatnya tangan itu bergerak. Orang berbaju putih itu tersentak kaget juga melihat kegesitan lawannya. Dengan amat tangkas ia menarik kepalanya ke belakang, sehingga cengkraman orang itu gagal memcapai wajahnya. Lalu sebelum lawannya itu sempat menyusuli lagi dengan serangan lain, orang berbaju putih itu cepat melangkah dua tindak ke belakang dan kembali di tempatnya semula.

   Orang yang baru datang itu juga tidak mengejar lebih jauh. Masing-masing berdiri berhadapan kembali seperti tadi. Masing-masing menatap lawannya dengan tajam, seolah-olah ingin menjajaki kemajuan apa yang didapat oleh lawan selama lima tahun tidak berjumpa. Selama ini, masing-masing merasa telah memperoleh kemajuan yang pesat dalam ilmu masing-masing. Tapi dalam gebrakan pertama tadi masing-masing merasa pula bahwa pihak lawan juga telah mendapatkan kemajuan dalam ilmu silatnya. Oleh karena itu tampaknya keduanya menjadi lebih berhati-hati. Masing-masing tidak berani gegabah dan memandang enteng lawannya lagi. Sementara itu di balik tempat persembunyiannya Yang Kun menggeleng-gelengkan kepalanya.

   Hatinya kagum bukan main melihat ketangkasan dan kegesitan orang-orang itu. Inilah baru benar-benar jago silat kelas satu. Gerakan mereka dalam menyerang, mengelak, meloncat, berputar lalu berdiri tegak kembali di tempat semula itu mereka lakukan dengan amat cepat dan manis serta tidak lebih dari pada sekejap mata! Betapa mengagumkan! Melihat ini, jago-jago silat seperti para pengemis Tiat-tung Kaipang, para piauwsu Kim-liong Piauwkiok dan gadis berbaju hitam itu menjadi seperti tidak ada artinya lagi. Orang berbaju putih itu tampak mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, sehingga beberapa saat kemudian tampak semua keringat yang berada di badannya seperti menguap menjadi kabut tipis di sekeliling tubuhnya. Bau dupa hio tercium semerbak ke mana-mana.

   "Hio-yen Sinkang...!" lawannya menggeram. "Kwa Sun Tek! Apakah engkau tidak dapat menunda dulu urusan kita ini? Apakah engkau tidak mau memberi sedikit kesempatan kepadaku untuk membuat perhitungan dengan Hek-eng-cu itu?"

   "Tidak bisa, Seng Kun! Sebab bila kuberi kesempatan itu kepadamu, selama hidup aku tidak akan bisa mengadakan perhitungan denganmu..." laki-laki berbaju putih yang dipanggil dengan nama Kwa Sun Tek itu menggelengkan kepalanya.

   "Maksudmu...?" pendatang baru yang ternyata adalah pemuda ahli pengobatan itu bertanya menegaskan.

   "Maksudku... engkau tak mungkin hidup lagi bila berhadapan dengan Ongya."

   "Bedebah bermulut lancang...! kalau begitu majulah kalian berbareng! Akan kulihat macam apa kepandaian kalian itu!" Chu Seng Kun berteriak marah sekali. Pemuda ahli pengobatan itu menerangkapkan kedua belah telapak tangannya di depan dada.

   Tubuhnya tampak bergetar menahan tenaga Pai-hud Sing-kang (Tenaga Sakti Menyembah Buddha) yang tersalur ke seluruh badannya. Paihud Sing-kang adalah ciptaan mendiang Bu-eng Sin-yok-ong yang sakti. Lalu bersama-sama dengan hentakan napasnya yang berat Chu Seng Kun menyerang lawannya. Kedua belah telapak tangannya yang tadi terkatup di depan dada ia lontarkan ke depan dalam jurus Kim-hongpai-thian (Burung Hong Emas Menyembah langit)! Jurus ke tiga dari ilmu silat andalan mendiang Bu-eng Sin-yok-ong yang disebut Kim-hong-kun hoat (Ilmu Pukulan Burung Hong Emas). Udara hangat menerpa tubuh Kwa Sun Tek. Rasanya nyaman dan nikmat ke dalam badan. Tapi orang itu tidak mau lengah karenanya, sebab di balik kehangatan itu terkandung bahaya yang dapat membawa maut.

   Cepat Hio-yen Sing-kang yang telah ia persiapkan tadi ia salurkan ke lengan tangannya, lalu dengan membentak keras kedua tangannya mendorong ke depan untuk memapaki pukulan Chu Seng Kun. Sebuah tenaga sedot yang luar biasa kuatnya seperti mau menarik tubuh pemuda ahli pengobatan itu ke arah lawannya. Tapi biarpun demikian, ilmu pukulan lawan yang bersifat aneh itu tidak membuat pemuda itu menjadi takut atau tergetar hatinya. Bagi seorang ahli pengobatan seperti dia, tak sebuah hal pun yang membuat dirinya takut atau merasa aneh. Apalagi dia memang sudah sangat mengenal ilmu silat lawannya itu. Adik Kwa Sun Tek adalah calon istrinya. Dan ilmu kepandaian Kwa Siok Eng, calon istrinya itu, tidak kalah pula tingginya dengan lawannya ini.

   "Deeessssssss....!!" Dua buah tenaga sakti yang berlainan sifatnya tetapi sama sama merupakan ilmu yang sukar dicari tandingannya, saling berbenturan satu sama lain.Tampak asap mengepul dari kedua pasang tangan mereka yang bertemu. Kwa Sun Tek tampak terhuyung-huyung ke belakang dua tiga langkah, sementara Chu Seng Kun tampak terseret pula dua langkah ke depan oleh daya sedot lawannya yang aneh itu.

   Lalu keduanya berdiri tegak kembali untuk mempersiapkan diri. Chu Seng Kun mengamat-amati kedua belah lengannya, kalau-kalau pukulan Hiat-chuo-kun-hoat (Ilmu Pukulan Penghisap Darah) lawannya dapat menembus pertahanannya. Dan hatinya menjadi lega begitu melihat kedua lengannya tetap dalam keadaan bersih, tak setetespun darahnya yang merembes keluar dari kulitnya. Sebaliknya Kwa Sun Tek juga meneliti keadaan di dalam tubuhnya. Dan begitu terasa olehnya semua jalan darah dalam keadaan normal dan tidak kurang suatu apa diapun menjadi lega pula. Beberapa saat kemudian kedua orang itu terlibat pula kembali dalam sebuah pertempuran yang dahsyat. Mereka sama-sama keturunan dari Datuk Besar Persilatan yang hidup pada ratusan tahun yang lalu.

   Kwa Sun Tek adalah keturunan Cui-beng Kui-ong dari Tai-bong-pai, sedangkan Chu Seng Kun adalah keturunan Bu-eng Sin-yok-ong! Masing-masing mempunyai keistimewaan dan kehebatannya sendiri-sendiri. Pertempuran itu benar-benar suatu pertempuran yang hebat dan dahsyat. Masing-masing mengerahkan segala kemampuannya. Kedua-duanya tidak membawa senjata. Mereka bertempur dengan tangan kosong. Tapi dengan tingkat kesaktian seperti mereka, tangan dan kaki sama juga berbahayanya dengan senjata. Dengan tangan kosong mereka mampu membelah batu dengan kakinya mereka mampu meruntuhkan batu karang! Baru kali inilah Yang Kun dapat menyaksikan sebuah pertarungan yang demikian hebatnya. Debu dan pasir, bahkan kerikil dan batu-batu kecil yang berhamburan ke mana-mana terlanda angin pukulan mereka.

   Sehingga sepintas lalu tempat tersebut seperti sedang dilanda oleh angin puting beliung. Bahkan batu besar tempat dia berlindung juga tidak luput dari hamburan pasir dan batu tersebut. Dan lapat-lapat hidung pemuda itu mencium bau hio yang menyesakkan nafas. Orang berkerudung yang di kalangan persilatan dikenal dengan sebutan Hek-eng-cu itu tampak pula menjauhi badai pasir tersebut. Di dunia persilatan orang itu mendapat gelar Hek-eng-cu, karena ilmu meringankan tubuhnya telah sempurna, sehingga banyak orang yang hanya mampu melihat bayangannya saja tanpa dapat mengenal siapa dirinya. Meskipun demikian ternyata orang ini juga menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ilmu meringankan tubuh Chu Seng Kun yang mempesonakan itu. Pek-in Ginkang warisan Bu-eng Sin-yok-ong itu memang bukan main hebatnya!

   "Untunglah aku memperoleh warisan buku-buku pusaka itu. Kalau tidak, akupun takkan mampu menghadapi Pek-in ginkang (Ilmu Meringankan Tubuh Awan Putih) pemuda ini." Hek-eng-cu berkata di dalam hati. Apa yang dikatakan oleh orang berkerudung itu memang benar adanya. Satu-satunya kelebihan dari Chu Seng Kun atas lawannya memang hanyalah ilmu meringankan tubuhnya yang hebat itu.

   Kim-hong-kun-hoat (Ilmu Pukulan Burung Hong Emas) yang dikeluarkannya ternyata tidak dapat menindih Hiat-chuo-kun-hoat lawannya. Begitu pula tenaga Pai-hud-sinkangnya, sedikitpun tidak bisa mengungguli Hio-yen-sinkang lawannya. Dalam segala hal mereka memang seimbang. Maka dari itu Chu Seng Kun tidak menyia-nyiakan kelebihannya itu. Ia mengerahkan Pek-in ginkang sepenuhnya sehingga lawannya menjadi repot dalam mengembangkan ilmunya yang aneh dan mengerikan tersebut. Dan akhirnya biarpun lambat pemuda itu dapat mendesak laki-laki berbaju putih yang bernama Kwa Sun Tek itu. Diam-diam Yang Kun bersorak di dalam hatinya. Kebalikannya, orang berkerudung itu tampak tegang dan khawatir. Jari-jarinya yang panjang-panjang itu tampak mencengkeram batu karang yang berada di sebelahnya.

   "Gila! Lihai benar bocah ini!" gumamnya perlahan.

   "Duueesssssss...!!" Sekali lagi kedua buah pasang lengan mereka saling beradu di udara. Chu Seng Kun tergetar mundur tiga langkah, sementara Kwa Sun Tek tampak terhuyung-huyung tidak dapat menjaga keseimbangannya. Sejenak mereka saling berdiri beradu pandang. Sedikitpun tidak ada tanda-tanda kelelahan setelah sekian lamanya mereka mengadu tenaga. Tiba-tiba Chu Seng Kun dikagetkan oleh perubahan gerak gerik lawannya. Tampak oleh pemuda ahli obat itu lawannya melipat kedua belah lengannya di depan dada seperti orang yang kedinginan. Sedangkan tubuhnya yang kurus itu tampak berdiri lurus seperti sebuah tonggak kayu yang tertancap di atas tanah. Hanya yang sangat aneh tapi juga sangat mengerikan adalah gerak-gerik dari tubuh yang kaku kejang tersebut.

   Tubuh itu bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri seperti tonggak pohon yang mau rebah karena tertiup badai. Dan belum juga rasa kaget itu hilang, Chu Seng Kun melihat tubuh yang kaku seperti mayat itu melayang ke arah dirinya. Heran! Bersamaan dengan tubuh lawan yang melayang ke arah dirinya itu, Seng Kun merasa serangkum hawa yang luar biasa dinginnya menerjang dan melibat tubuhnya. Begitu dingin hawa tersebut sehingga rasa-rasanya pemuda itu ingin melipat lengannya seperti yang dilakukan oleh lawannya. Selain itu, Chu Seng Kun merasa adanya suatu perubahan yang aneh pada alam sekelilingnya! Udara seperti berubah menjadi gelap dan suasana alam seperti berubah menjadi sunyi. Padahal pemuda itu masih melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit. Dan bulanpun masih pula tampak bersinar di angkasa.

   "Hmm, sungguh gila! Ini pengaruh dari ilmu Kwa Sun Tek yang aneh itu. Bocah ini benar-benar telah mewarisi semua ilmu iblis dari Tai-bong-pai!" Chu Seng Kun menggeram didalam hatinya.

   Pemuda ahli obat itu lalu teringat pada kata-kata yang pernah diucapkan oleh Kwa Siong Eng, tunangannya, bahwa salah sebuah ilmu rahasia dari Tai-bong-pai yang paling mengerikan adalah Ilmu Silat Mayat Mabuk. Ilmu tersebut sangat sukar dipelajari, karena harus mempergunakan ilmu sihir dan ilmu hitam untuk melengkapinya. Hanya ayahnya, ketua Tai-bong-pai, yang telah menguasainya. Ternyata pemuda berbaju putih itu kini telah menguasainya pula. Tapi Chu Seng Kun tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan ilmu silat lawan yang aneh itu. Beberapa detik kemudian tubuh kaku dari lawannya telah meluncur tiba. Bagai sebatang anak panah yang dilepaskan dari busurnya, kepala dari Kwa Sun Tek menghantam ke arah dadanya.

   Chu Seng Kun mengerahkan Pek-in ginkangnya untuk meloncat dan menghindari serangan itu. Dan tubuh Kwa Sun Tek meluncur lewat di sampingnya. Sehingga tubuh yang lurus kaku itu menghujam ke arah batu besar di belakang Chu Seng Kun dengan kepala terlebih dahulu. Yang Kun hampir saja memejamkan matanya karena tak ingin melihat kepala orang berbaju putih itu pecah berantakan menghantam batu besar tersebut. Tapi mata yang telah hampir terpejam itu menjadi terbelalak kembali ketika melihat tubuh kaku Kwa Sun Tek itu membuat suatu gerakan aneh dan menakjubkan sebelum membentur batu. Beberapa jengkal sebelum menghantam batu, kedua buah lengan yang semula terlipat di dalam dada tiba-tiba mengembang keluar. Bagaikan sepasang per baja, kedua buah lengan itu melindungi kepala dan menahan daya luncur dari tubuhnya.

   "Dunggggg!" Tubuh yang lurus dan kaku itu menekuk sebentar ketika menghantam batu, lalu bagai seekor ulat daun, tubuh itu melenting kembali ke arah Chu Seng Kun dengan kecepatan yang berlipat ganda. Kali ini tubuh kaku itu meluncur dengan kaki terlebih dahulu. Dengan deras dan kuat tumit itu meluncur ke arah pinggang dan punggung Chu Seng Kun yang terbuka. Kembali Yang Kun menggeleng-gelengkan kepalanya. Pengalaman yang dilihatnya kali ini benar-benar sangat berharga sekali. Tampak oleh Yang Kun orang berkerudung yang berdiri tak jauh dari tempatnya itu juga menghela napas kagum. Beberapa kali dilihatnya orang itu mengangguk-angguk, sehingga tirai sutera hitam yang menutupi wajahnya itu kelihatan melambai-lambai. Mungkin juga baru kali inilah dia menyaksikan seluruh kepandaian dari pembantunya yang dipercaya itu.

   Gerakan melenting dan membalik dari Kwa Sun Tek itu memang sangat aneh dan di luar dugaan semua orang. Termasuk pula Chu Seng Kun yang menjadi sasaran dari serangan tersebut! Pemuda ahli pengobatan itu benar-benar tidak menyangka bahwa lawannya akan menyerang lagi dengan gerakan yang begitu aneh, sehingga ketika tumit itu tinggal sejengkal lagi dari punggungnya, baru pemuda itu menyadari akan keterlambatannya. Dan keterlambatannya itu benar-benar dibayar mahal oleh Chu Seng Kun. Tak ada kesempatan lagi buat pemuda ahli pengobatan itu untuk mengelakkan serangan tersebut. Padahal untuk menangkisnya juga sulit, karena harus memutar tubuh dahulu baru menangkis. Sehingga satu satunya jalan hanya menahan serangan itu dengan pengerahan lweekangnya.

   "Desssss...!" Kedua buah tumit Kwa Sun Tek tepat mengenai sasarannya, sehingga tubuh Chu Seng Kun terbanting dengan keras ke tanah.

   Untunglah dalam saat-saat terakhir pemuda itu dengan Pek-in ginkang masih mampu menggeser badannya, sehingga sasaran dari serangan tersebut bergeser ke arah pundak dan siku tangannya. Sekali sudah terbanting ke atas tanah, pemuda ahli obat itu sudah tidak bisa memperbaiki posisinya lagi. Dan lawannyapun tidak mau memberi kesempatan pula, sehingga dalam keadaan terbaring Chu Seng Kun dicecar habis-habisan oleh lawannya! Tak ada kesempatan sedikitpun bagi Chu Seng Kun untuk bangkit dari atas tanah. Bagai seekor cacing tanah yang sedang dipermainkan oleh paruh burung bangau, pemuda itu menggeliat ke sana ke mari untuk menghindari serangan lawannya. Dan keadaan ini tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian pemuda itu terpaksa tidak dapat menghindari lagi serangan Ilmu Silat Mayat Mabuk itu.

   "Desss...!"

   "Aughh...!" Tersentak Yang Kun melihat pemandangan itu. Saking kagetnya pemuda itu meloncat keluar dari tempat persembunyiannya tanpa terasa, lalu dengan sigap menghambur ke arena untuk menolong pemuda yang pernah melepas budi kepadanya itu. Tampak oleh Yang Kun, orang berbaju putih itu sudah bersiap-siap untuk melepaskan serangan berikutnya.

   "Berhenti...!"

   Yang Kun berteriak sekuat tenaga. Tubuhnya yang jangkung itu menyambar ke arah pertempuran dengan dahsyatnya. Tangan kanannya terulur ke depan untuk mencengkeram punggung laki-laki berbaju putih itu, dengan maksud agar orang itu mengurungkan maksudnya menyerang Chu Seng Kun yang sudah tidak berdaya. Dan penampilan Yang Kun yang sangat tiba-tiba itu memang mengagetkan semua pihak. Terutama orang berbaju putih yang sudah siap dengan serangan mautnya. Orang ini mengira bahwa kawan dari Chu Seng Kun telah datang untuk menolong calon korbannya itu. Begitu pula orang berkerudung yang sedari tadi menyaksikan pertarungan itu. Selain sangat kaget karena tidak dapat mengetahui kehadiran Yang Kun yang berada di balik batu tersebut, orang misterius itu juga menyangka bahwa Yang Kun adalah kawan dari Chu Seng Kun pula.

   "Kwa-heng, awas di belakangmu...!" Hek-eng-cu memberi peringatan kepada pembantunya. Orang berbaju putih itu merasakan pula hawa pukulan Yang Kun yang tertuju ke arah punggungnya, tapi dia tidak bergitu mengacuhkannya. Selain dia sangat percaya pada kemampuan ilmunya, serangan yang tertuju ke arah punggungnya itu masih terlalu jauh pula darinya. Sehingga ia masih mempunyai banyak kesempatan untuk menangkis atau menghadapinya setelah dia membereskan korbannya itu terlebih dahulu.

   Tetapi bukan main terperanjatnya orang berbaju putih itu. Hampir-hampir dia tidak percaya pada apa yang telah terjadi. Ternyata semuanya berjalan di luar dugaan, tidak seperti yang telah dia bayangkan semula. Semula Kwa Sun Tek berpikir bahwa ia masih mempunyai banyak waktu untuk menghadapi serangan ke arah punggungnya itu, karena orang yang menyerangnya itu masih empat lima meter jauhnya dari tempat dia berdiri. Di luar dugaan serangan itu ternyata justru datang lebih cepat dari pada maksud hatinya untuk memukul mati Seng Kun! Baru saja tangannya bergerak ke atas, serangan yang tertuju ke arah punggungnya itu telah menyelinap tiba! Dengan tergesa-gesa Kwa Sun Tek meloncat menjauh untuk menghindari cengkeraman lawannya yang baru tiba itu.

   Tapi belum sempat juga ia berbalik, tahu-tahu punggung bajunya telah kena dicengkeram lawan. Dan di lain saat tubuhnya telah terlempar tinggi di udara. Begitu mendarat lagi di atas tanah. Kwa Sun Tek terlongong-longong tak habis mengerti. Dilihatnya orang yang menyerang dirinya itu masih tegak berdiri dua tiga meter jauhnya dari tempat dia berdiri tadi. Tapi... benar-benar sial dangkalan, mengapa punggung bajunya sampai kena dicengkeramnya tadi? Hek-eng-cu yang dari semula selalu mengawasi gerak-gerik Chin Yang Kun, tersentak kaget sekali setelah dengan jelas dapat mengetahui siapa sebenarnya pemuda yang menolong Chu Seng Kun itu. Tidak itu saja. Diapun mengetahui dengan jelas apa yang telah terjadi dengan pembantunya itu sehingga pembantunya tersebut terlempar ke udara.

   "Kwa-heng...kau tidak apa-apa, bukan? Lihatlah anak muda itu! Dia...dia...bukankah dia Chin Yang Kun yang dulu kau tangkap dan kita jebloskan ke penjara di bawah tanah itu?"

   "Chin Yang Kun..." laki-laki berbaju putih itu mendesah.

   "Saudara Yang Kun..." terdengar suara Chu Seng Kun menyapa begitu mengetahui siapa yang telah datang menolongnya. Dengan tersenyum puas karena dapat menolong Chu Seng Kun, Yang Kun menghampiri ahli pengobatan itu dan membuatnya bangkit dari atas tanah.

   "Chu-Twako... engkau tidak apa-apa bukan?" Yang Kun bertanya khawatir melihat muka Chu Seng Kun yang pucat. Bibirnya membiru dan tubuh yang dipegangnya terasa dingin bukan main.

   "Jangan khawatir, aku tidak apa-apa...! Ini hanya pengaruh dari ilmu silat orang itu saja. Begitu aku terkena pukulannya, tenaga Pai-hud Sinkang yang kukerahkan menjadi buyar sehingga pertahananku menjadi lemah. Akibatnya pengaruh dari ilmu iblis itu memasuki diriku... saudara Yang Kun, terima kasih! Sebentar kalau aku telah memakan obat, badanku tentu akan menjadi baik kembali."

   "Syukurlah kalau begitu..." Sementara itu Hek-eng-cu dan Kwan Sun Tek semakin yakin kalau orang yang berada di depan mereka itu memang benar-benar Chin Yang Kun adanya.

   "Ongya, anak ini memang bocah yang kita cari dahulu...Tapi mengapa sekarang...?"

   "Benar! Aku juga sangat heran! Dari mana anak ini memperoleh ilmu yang begitu dahsyat? Kwa-heng tidak melihatnya tadi...ketika ia menyerang punggung Kwa-heng dari kejauhan, lengannya mulur (memanjang) menjadi dua kali lipat panjangnya! Oleh karena itu biar Kwa-heng meloncat pergi, tangan itu tetap mengejar juga."

   "Oh? Jadi... hmm?!? Dan... lweekang anak itu juga hebat sekali! Hio-yen Sinkang yang siauwte kerahkan ternyata tidak berhasil membendung tenaganya."

   "Jika demikian kita memang harus berhati-hati menghadapinya."

   "Ongya apakah kita akan menangkapnya sekali lagi untuk memaksa agar dia mengaku di mana cap Kerajaan itu disembunyikan? Kita telah membongkar hampir semua goa di negeri kita, baik yang bernama goa harimau maupun yang bukan, tapi benda itu tetap belum kita ketemukan."

   "Ya! Tapi kita tidak boleh memandang rendah bocah itu sekarang! Kepandaian bocah itu ternyata telah meningkat dengan hebatnya." Tapi belum juga mereka menggerakkan kaki untuk melangkah, tampak Yang Kun dan Chu Seng Kun mendahului tiba di depan mereka. Kedua orang ini tampak datang dengan pandang mata merah penuh rasa dendam. Chu Seng Kun yang telah menjadi baik kembali setelah minum obat, tampak menatap Hek-eng-cu dengan mata menyala. Sementara Yang Kun juga memandang mereka tanpa berkedip.

   "Nah, Hek-eng-cu! Di mana adikku kau sembunyikan? Lekas katakan!" teriak Chu Seng Kun kepada Hek-eng-cu. Tidaklah mengherankan kalau Chu Seng Kun yang biasanya tenang dan sabar itu kini dapat menjadi demikian kasar dan marahnya. Ketenangan dan kesabaran hatinya telah habis dimakan perasaan tegang dan khawatir selama berbulan-bulan sejak ia berkelana ke seluruh pelosok negeri untuk mencari jejak adiknya yang hilang. Apalagi usaha pencariannya itu dapat dikatakan sebagai usaha yang sangat mustahil dan penuh sia-sia. Sehingga pertolongan dari seorang Kaisar seperti Kaisar Hanpun tidak memperoleh hasil apa-apa. Usaha pemuda itu dalam mencari adiknya dapat diibaratkan sebagai mencari sebuah jarum yang terjatuh ke dalam samodra luas.

   Sangat sulit dan mustahil diketemukan kembali! Betapa tidak? pemuda itu tidak mempunyai petunjuk sama sekali, ke mana atau di mana adik perempuannya itu pergi. Pemuda itu juga tidak mengetahui, apa yang menyebabkan adiknya itu pergi meninggalkan rumah dan dengan siapa adiknya itu pergi. Adiknya seperti hilang begitu saja dari muka bumi ini. Satu-satunya petunjuk yang dapat dipegangnya hanyalah sebuah topi bambu lebar yang pada pinggirnya digantungi kain sutera tipis berwarna hitam. Itupun kalau boleh dianggap sebagai petunjuk. Karena topi tersebut hanyalah pemberian dari seorang pemilik warung, yang merasa bahwa tempat tinggalnya pernah dipakai oleh seorang laki-laki yang terlihat oleh pemilik warung itu berjalan bersama dengan adiknya.

   Tapi bagaimana mungkin untuk mencari pemilik topi tersebut di antara jutaan penduduk di dunia ini? Tapi karena terdorong oleh perasaan sayang dan cinta terhadap adiknya, membuat pemuda itu tidak pernah mengenal perasaan putus-asa. Biarpun kawan-kawannya yang membantu dia telah putus-asa dan menghentikan usaha pencarian itu, ia tetap tekun dan terus mencari tanpa mengenal lelah. Thian agaknya merasa kasihan juga kepada pemuda itu, sehingga akhirnya ketekunannya tersebut membuahkan hasil juga. Ketika keluar dari kota Tie-kwan bersama-sama dengan Kwa Siok Eng, tunangannya, dan nona Ho Pek Lian, murid Kaisar Han, Chu Seng Kun menuju ke kota Lou-yang dan menginap di kota itu.

   Mereka ingin memulai penyelidikan mereka di kota tersebut. Ketika Chu Seng Kun yang selalu tekun dan selalu memanfaatkan setiap waktunya untuk mencari adiknya itu secara kebetulan berjalan-jalan seorang diri di pinggiran kota, matanya melihat seorang gemuk tinggi besar sedang berusaha mengobati luka-lukanya. Sebagai seorang ahli obat Chu Seng Kun menjadi sangat tertarik dengan mendekati orang itu. Maksudnya hanyalah ingin membantu orang itu mengobati luka-lukanya. Tak disangkanya orang itu justru menjadi marah dan mengusirnya pergi. Tentu saja keadaan itu membuat Chu Seng Kun menjadi melongo keheranan. Sungguh aneh sekalisikap orang itu! Biasanya orang tentu sangat berterima kasih apabila ada orang yang memperhatikan penderitaannya.

   Oleh karena merasa penasaran atas sikap orang yang sangat aneh itu, Chu Seng Kun secara diam-diam justru selalu membayanginya. Dalam hati sebenarnya ia hanya ingin mengetahui, apa sebenarnya yang menyebabkan sehingga orang itu mempunyai kelakuan yang begitu anehnya. Kemanapun orang itu pergi, Seng Kun selalu mengikutinya. Begitu juga ketika orang itu berlari keluar kota dan menuju ke arah bukit-bukit kecil yang melingkari kota tersebut. Di sebuah kuil kosong yang telah hampir roboh karena tidak terawat, orang itu berhenti. Kedua tangannya bertepuk tiga kali, setelah itu dengan mendongakkan kepala ke atas orang itu bersuit panjang satu kali. Lalu beberapa saat kemudian dari dalam kuil terdengar suara nyaring yang mempersilahkan orang itu masuk ke dalam kuil.

   "Wan Li-heng (saudara Wan)... silahkan masuk! Kami semua telah menanti Wan-Loheng sejak tadi." Karena hari masih sore dan di sekitar tempat itu tidak ada tempat berlindung yang baik, maka Chu Seng Kun tidak berani mengikuti orang itu masuk ke dalam kuil.

   Chu Seng Kun berlindung di antara semak-semak yang tumbuh tidak jauh dari bangunan tersebut. Dengan sabar dia menanti di tempat itu, biarpun sebenarnya hatinya ingin segera mengetahui apa yang diperbuat oleh orang itu dan kawan-kawannya di dalam kuil. Tetapi untuk berlari menyeberangi halaman kuil yg terbuka itu terang tidak mungkin! Tetapi sebelum hari menjadi gelap, orang yang tadi dia ikuti telah melangkah keluar dari pintu kuil. Seng Kun segera memasang matanya dengan seksama. dia ingin tahu, siapa saja yang berada di dalam kuil tersebut. Dan...kedua buah matanya terbelalak lebar begitu melihat orang-orang yang melangkah keluar dari dalam kuil tersebut. Beberapa orang di antara mereka telah dikenalnya atau diketahuinya dengan baik. Di antaranya adalah Si Tikus Tanah Beracun dan tiga orang adik seperguruannya, yaitu Iblis Kembar Jeng-bin Siang-kwi dan Si Gundul Ceng-ya-kang!

   Adapun seorang lagi yang telah dikenalnya pula dengan baik adalah Song-bun-kwi Kwa Sun Tek (Setan Berkabung)! Yaitu laki-laki rambut riap-riapan yang mengenakan baju putih bersih itu. Tapi yang membuat kaget dan terbelalak mata Chu Seng Kun bukanlah orang-orang yang telah dikenalnya itu, tetapi justru orang yang belum pernah dilihat maupun dikenalnya malah. Orang yang dimaksudkan itu berperawakan tinggi kurus dan melangkah di samping Song-bun-Kwi Kwa Sun Tek. Pakaiannya yang berwarna kelabu tua itu tertutup oleh sebuah mantel hitam sampai di bawah lututnya. Tetapi bukan pakaian maupun jubah mantelnya yang lebar itu yang membuat Chu Seng Kun tergetar di dalam hati, tapi...Topi lebar yang dikenakan oleh orang itu!

   Topi itu terbuat dari anyaman bambu yang sangat halus. Dan pada pinggirannya terjuntai kain sutera tipis yang menutupi wajah pemakainya. Otomatis Chu Seng Kun menjadi teringat pada topi pemberian seorang pemilik warung minuman kepadanya. Topi tersebut sampai sekarang masih disimpan dengan baik dan rupa maupun bentuknya...persis dengan yang dipakai oleh orang yang sedang keluar dari kuil itu! Chu Seng Kun merasa dadanya seperti mau meledak saking menahan perasaan gembira yang memenuhi seluruh rongga hatinya. Ia seperti menemukan jarum yang selama ini dicaricarinya di dalam gelombang samodra luas. Biarpun dalam kegembiraannya kali ini dia juga tidak mau meninggalkan kewaspadaannya. Dia tidak mau tergesa-gesa mencegat orang itu untuk menanyakan persoalan adiknya.

   Sekarang orang itu sedang dikelilingi oleh tokoh-tokoh silat yang bukan sembarangan. Mereka adalah iblis-iblis dari dunia persilatan yang mempunyai kepandaian atau kesaktian yang tidak lumrah manusia. Begitulah, karena takut kehilangan jejak orang bertopi lebar tersebut, Chu Seng Kun tidak sempat memberi tahu kepada nona Ho dan tunangannya di penginapan. Dengan Pek-in ginkangnya yang hebat pemuda itu membuntuti orang-orang tersebut kemanapun mereka pergi, dengan sangat hati-hati sekali. Tujuh orang itu berlari-lari menyusup hutan keluar hutan dan melalui tanah kosong serta perbukitan. Dan akhirnya mereka masuk ke dalam sebuah lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit yang tinggi. Beberapa orang bersenjata tampak menyongsong mereka, kemudian bersama-sama dengan ketujuh orang itu memasuki pintu gerbang lembah.

   Chu Seng Kun terpaksa mencari tempat yang terlindung dan menaiki bukit untuk masuk ke dalam lembah tersebut. Dan... Seng Kun melihat perkemahan orang-orang bersenjata yang menebar di tanah yang luas! Tampak pula oleh Seng Kun ketujuh orang itu telah berada di suatu tanah yang lapang, dikelilingi oleh ribuan orang bersenjata. Seng Kun menjadi berdebar-debar hatinya. Pasukan apa pula ini? Mengapa ada pemusatan pasukan di tempat yang tersembunyi begini? Pasukan siapakah gerangan? Tak mungkin kalau orang-orang ini adalah pasukan pemerintah, karena pasukan kerajaan maupun pasukan para kepala daerah tentu memakai seragam dan perlengkapan perang yang komplit.

   Sedangkan pasukan yang berada di lembah itu tampak bercampur baur serta tak berseragam. Sepintas lalu seperti kumpulan orang-orang kang-ouw (persilatan) yang sedang berkumpul untuk memilih seorang Bengcu (pemimpin rakyat)! Malam itu Chu Seng Kun terpaksa tidur di atas pohon. Maksud hatinya untuk bertemu empat mata dengan orang berkerudung itu belum dapat terlaksana. Orang itu selalu dikelilingi oleh kawan-kawannya! Menjelang pagi Seng Kun dikejutkan oleh langkah kaki beberapa orang yang lewat di bawah pohon tempat dia berlindung. Ketujuh orang yang dibuntutinya itu tampak sedang pergi meninggalkan lembah itu lagi. Dengan tergesa gesa Seng Kun turun dari atas pohon dan mengikuti langkah mereka.

   Ketujuh orang itu berlari menuju ke arah sungai dan menyewa sebuah perahu besar. Chu Seng Kun terpaksa menyewa sebuah perahu pula. Mereka berperahu hampir sepanjang hari. Beberapa buah dusun dan kota telah mereka lewati, sehingga akhirnya pada suatu sore hari perahu orang-orang itu berlabuh di suatu perkampungan kecil. Ketujuh orang itu turun dari perahu dan kembali berlari-lari melintasi bukit dan pegunungan. Dan akhirnya mereka berhenti di kaki sebuah bukit terjal yang mempunyai puncak menembus awan. Satu persatu mereka merembet naik. Chu Seng Kun yang selalu mengikuti langkah mereka juga turut memanjat tebing itu pula. Sampai di atas tampak oleh pemuda itu sebuah gua besar yang menghadap ke arah timur.Mulut gua itu menyerupai mulut seekor harimau yang sedang menganga.

   Tempat itu benar-benar sangat sepi. Ketujuh orang yang telah naik terlebih dahulu tadi tak seorangpun yang kelihatan. Agaknya mereka telah masuk semua ke dalam gua tersebut. Biarpun hatinya sangat berhasrat untuk melihat ke dalam. tapi Chu Seng Kun tidak berani secara gegabah memasuki gua itu. Pemuda itu memilih di luar saja menunggu mereka. Bintang tampak mulai bermunculan di langit. Sinarnya yang berkelap-kelip itu ternyata mampu mengusir kegelapan yang menyelubungi bukit terjal tersebut, sehingga Seng Kun dapat melihat dengan jelas seluruh permukaan bukit itu. Dengan hati tegang Seng Kun duduk mengawasi ke arah mulut gua. Dan baru pada saat menjelang tengah malam orang-orang itu keluar lagi dari dalam gua. wajah mereka kelihatan lesu, marah dan kecewa.

   "Gila! Mungkinkah pemuda itu membohongi aku?" Tiba-tiba orang yang pertama-tama dibuntuti Chu Seng Kun itu mengeram marah. Sambil melangkah ke tempat di mana mereka tadi memanjat tebing, kawan-kawannya menyabarkan orang itu.

   "Sudahlah, Wan-Loheng! Mungkin yang dimaksudkan oleh pemuda itu bukanlah Goa Harimau Gunung) ini. Mungkin yang dimaksudkan adalah Goa Harimau yang lain." Tee-tok-ci yang berperawakan kecil itu menghibur dengan suaranya yang nyaring.

   "Benar...! Rasanya memang tidak mungkin kalau bocah itu sampai membohongi Wan Lo-Cianpwe. Sandiwara yang Wan Lo-Cianpwe lakukan waktu itu sungguh sangat hebat, sampai aku sendiri juga tidak menyangka maupun menduganya." Song-bun-kwi Kwa Sun Tek ikut meredakan
kemarahan orang itu.

   "Tentu saja Kwa-sicu tidak akan menduga akan hal itu, karena sandiwara itu memang telah dipersiapkan oleh Ongya untuk menjebak bocah she Chin itu. Kami sebelumnya juga belum pernah mengenal Wan-Loheng! Baru setelah Ongya menemui kami dan Tee-tok-ci suheng serta memberi perintah tentang rencana jebakan itu kami berkenalan dengan Wan-Loheng," salah seorang dari Jeng-bin Siang-kwi berkata sambil tersenyum ke arah kawannya yang berbaju putih tersebut. Orang berkerudung yang selalu diincar oleh Chu Seng Kun itu tampak menghentikan langkahnya, kemudian kepalanya yang tertutup oleh kerudung hitam itu menoleh kepada orang yang dipanggil dengan nama Wan-Loheng-tersebut.

   "Wan-Loheng jangan cepat menjadi kecewa! Perkataan saudara-saudara kita ini memang benar. Marilah kita pergi ke Laut Timur! Aku pernah mendengar bahwa di salah satu pantainya juga terdapat sebuah goa yang bernama Goa Harimau. Mungkin goa itulah yang dimaksudkan oleh pemuda itu." Demikianlah, dengan terpaksa Chu Seng Kun mengikuti mereka kembali ke arah yang mereka tuju. Pemuda itu selalu berharap bahwa sekali waktu orang berkerudung tersebut pergi meninggalkan teman-temannya barang sebentar agar ia dapat berhadapan muka satu lawan satu.

   Tapi harapannya itu tidak pernah terlaksana. Orag itu kelihatannya sangat diagung-agungkan oleh teman-temannya, sehingga kemanapun orang itu pergi tentu ada beberapa orang yang menemaninya.

   Jilid 08
Selain bingung memikirkan siapa sebenarnya wajah di balik kerudung itu, Chu Seng Kun sangat kaget melihat apa yang dilakukan oleh kelompok tujuh orang tersebut di sepanjang perjalanan mereka. Hampir di setiap tempat ketujuh orang itu tentu mengunjungi tempat-tempat pemusatan pasukan liar yang tersembunyi di daerah sepi dan jarang dikunjungi orang. Lambat-laun Chu Seng Kun menjadi curiga juga. Kelihatannya orang-orang itu telah mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan pemerintah.

   Tak mungkin kelompok-kelompok pasukan orang bersenjata yang sedemikian banyak dan di tempatkan di berbagai daerah seperti yang dilihatnya itu hanya merupakan sebuah pertemuan antara orang-orang persilatan. Orang-orang itu tentulah merupakan sebuah kekuatan yang dipersiapkan untuk melakukan suatu hal yang besar dan hebat. Dan satu-satunya kemungkinan yang paling tepat adalah... sebuah pemberontakan! Chu Seng Kun mengikuti mereka sampai di daerah pantai Laut Timur. Dengan lebih meningkatkan kewaspadaannya pemuda itu selalu membayang-bayangi ketujuh orang tersebut, karena di tempat yang terbuka seperti itu sungguh sangat berbahaya baginya. Orang-orang itu berjalan menyusuri pantai untuk mencari goa yang mereka maksudkan. Tapi setelah berhari-hari mereka menyusuri pantai, goa itu baru mereka ketemukan.

   Dan kali inipun mereka dikecewakan lagi dengan kenyataan bahwa di dalam goa tersebut juga tidak mereka dapatkan benda yang mereka cari-cari itu. Kemudian ketujuh orang itu pergi meninggalkan daerah pantai tersebut dan mengembara kembali untuk mencari sebuah goa yang bernama Goa Harimau. Dan seperti seekor anjing pelacak yang baik Chu Seng Kun membuntuti mereka dengan sabar dan tekun. Berbulan-bulan mereka berjalan dari tempat yang satu ke tempat yang lain, hingga akhirnya mereka tiba di dekat Kotaraja. Dan secara kebetulan ketujuh orang tersebut saling berpisah pula di tempat itu. Masing-masing mendapat tugas dari orang berkerudung tersebut untuk memeriksa dan melihat keadaan pasukan-pasukan mereka sehubungan dengan terjadinya bencana gempa bumi dua hari yang lalu.

   Dan saat yang seperti itulah yang sangat dinanti-nantikan oleh Chu Seng Kun. Berhadapan muka satu lawan satu dengan orang berkerudung itu! Tapi ternyata kali ini Chu Seng Kun salah duga lagi. Kalau selama ini dia dapat membayang-bayangi mereka hal itu disebabkan oleh karena mereka selalu berjalan bersama-sama. Sehingga masing-masing dari mereka tidak pernah mempergunakan ginkang mereka secara sepenuhnya. Tapi begitu tinggal berjalan seorang diri, orang berkerudung itu ternyata tancap-gas dengan ginkangnya! Sebentar saja orang itu hilang lenyap dan pandang matanya, sehingga Chu Seng Kun yang keturunan jago ginkang nomer wahid di dunia itu menjadi kehilangan jejak sama sekali!

   Tentu saja Chu Seng Kun menjadi penasaran sekali. Jerih payahnya selama ini ternyata lenyap begitu saja. Berbulan bulan dia hidup seperti orang gila, makan tak teratur tidurpun tak tentu sehingga tubuhnya menjadi kurus kering dan matanya cekung. Tapi begitu kesempatan itu terpampang di depan mata, buruan itu lenyap tanpa dia sanggup menahannya. Dapat dibayangkan betapa sakit dan penasaran hatinya! Ingin rasanya dia menangis. Tahu begitu, lebih baik dia menggasak orang itu dulu-dulu! Tak perduli orang tersebut berkawan atau tidak! Chu Seng Kun menjadi teringat kembali pada tunangannya yang ditinggalkan di kota Lou yeng tanpa pamit itu. Ah, gadis itu tentu bingung mencarinya.

   Apa lagi sampai berbulan bulan dia tak memberi kabar maupun berita apa apa. Ah, jangan-jangan gadis yang sangat mencintainya itu menjadi pendek pikiran. Tapi... tapi disana ada nona Ho Pek Lian yang tentu dapat menghiburnya dan mengawaninya! Hmm, ternyata kekhawatirannya terhadap nasib adik satu-satunya itu membuat dia melupakan segala-galanya. Sampai-sampai keadaan dirinya sendiripun juga dilupakannya! Bagaikan orang yang tidak waras pemuda itu berputar putar di daerah tersebut untuk mencari-cari orang berkerudung yang lenyap dari depan matanya. Oleh karena itu dapat dimengerti kalau di depan telah diceritakan betapa marah dan kasarnya pemuda itu ketika dapt menemukan kembali buruannya di dekat mata air baru tersebut! Marah dan penasaran, tapi juga lega!

   "Hek-eng-cu... dimana adikku kau sembunyikan? Katakanlah lekas!" Chu Seng Kun mengulangi bentakannya. Orang berkerudung itu kelihatan tersinggung hatinya.

   "Huh, mengapa kau tanyakan hal itu kepadaku? Apakah...?"

   "Diam! Jangan mungkir! Lihat, benda apakah ini?" Chu Seng Kun membentak lagi dengan keras. Tangannya merogoh buntalan yang berada di atas punggungnya, lalu mengambil sesuatu dan membantingnya di depan orang tersebut. Hek-eng-cu hampir terlonjak saking kagetnya. Di depannya, diatas tanah, terlentang sebuah topi lebar yang serupa benar dengan topi kerudung yang sekarang dikenakan di atas kepalanya. Oleh karena itu mulutnya menjadi terdiam tak bisa berkata apa-apa.

   "Seseorang telah memberi tahu kepadaku, bahwa orang yang membawa pergi adik perempuanku ialah orang yang selalu mengenakan topi khusus seperti ini. Setahun lebih aku berkelana di seluruh pelosok negeri, kulihat dan kuselidiki semua tokoh persilatan yang ada, ternyata hanya engkaulah yang mengenakan tanda khusus seperti ini. Oleh karena itu engkau tidak bisa mengelak lagi..."

   "Benar! Akulah yang menculik gadis ayu itu! Nah, engkau mau apa? Membalas dendam? He-he" kalau begitu... ayolah! kuantar sekalian kau menyusul dia ke akherat!"

   "A-apa k-katamu...? kau... kau a-apakan adikku?" Chu Seng Kun tergagap.

   "Kubunuh! Kubunuh dia setelah kuperkosa lebih dahulu...!" jawab orang berkerudung itu menyakitkan hati. Wajah pemuda yang cekung kurus itu seketika menjadi pucat! Jantungnya seakan copot dengan mendadak sehingga aliran darahnya juga seakan berhenti mengalir pula! Bibirnya tampak bergetar, tapi tak sebuah suarapun yang terucapkan! Lidahnya keluar, matanya melotot!

   "Bangsat...!" Akhirnya bibir itu mengeluarkan suara serak dan perlahan. Ternyata Hek-eng-cu tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Selagi lawannya dalam keadaan kaget dan berdiri mematung seperti orang kehilangan akal, ia menyerang dengan sepenuh tenaganya. Memang agaknya dia tidak ingin membuang-buang waktunya di tempat itu. Maka sekali gempur dia ingin membinasakan Chu Seng Kun.

   Perbawa dari pukulan orang itu memang benar-benar menggiriskan! Tidak heran kalau orang-orang sakti seperti Song-bun-kwi, Tee tok-ci, Jeng bin Siang-kwi dan yang lain-lain sampai begitu mengagung-agungkan dan begitu tunduk kepadanya. Perbawa dari pukulan yang kini sedang dilontarkan ke arah Chu Seng Kun itu ternyata tidak hanya dirasakan oleh pemuda ahli obat tersebut tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang sekarang berada di tempat itu. Termasuk pula Chin Yang Kun dan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek! Setiap orang yang sekarang berdiri di sekitar orang berkerudung tersebut merasa seolah-olah dari segala penjuru bertiup angin badai yang menggencet ke arah diri mereka masing-masing, sehingga tubuh mereka seperti terpaku di atas tanah tempat mereka berpijak. Sukar sekali rasanya untuk menggerakkan anggota badan mereka.

   "Pat-hong sin-ciang (Tangan Sakti Delapan Penjuru)...!" Song-bun-kwi berbisik perlahan. Dapat dibayangkan, jikalau yang lain saja sampai merasakan kehebatan ilmu tersebut, apalagi Chu Seng Kun yang langsung menjadi sasaran dari pada ilmu pukulan itu.

   Lebih lebih pemuda itu kini sedang dalam keadaan bengong ditempatnya! Untunglah Yang Kun yang sedari tadi selalu memperhatikannya segera bergerak menolong. Lebih dahulu pemuda itu mengerahkan Liong cu-I-kangnya untuk mengusir pengaruh ilmu lawan yang mengerikan tersebut, setelah itu baru dia maju menyongsong pukulan lawan dengan kedua belah tangannya. Di balik kain kerudungnya Hek-eng-cu tersenyum menghina. Anak muda ini sungguh tidak melihat tingginya langit, sehingga berani menyongsong pukulannya yang dahsyat. Jangankan baru bocah kemarin sore seperti dia, sedang orang-orang sakti seperti mendiang Empat Datuk Besar Persilatan itu jika masih hidup tentu harus berpikir seribu kali bila ingin adu tenaga dengan dirinya!

   "Bresss...!!" Yang Kun merasakan sebuah kekuatan yang maha dahsyat menghantam dadanya dan menghimpit seluruh urat-urat darahnya. Untuk sesaat pemuda itu menjadi gelagapan seperti anak ayam terbenam di dalam empang. Tubuhnya yang jangkung itu bergetar menahan Pat hong-sin-ciang yang maha hebat! Memang. Betapapun tingginya tenaga Liong-cu I-kang yang kini terkandung di dalam tubuh Yang Kun, tapi pemuda itu belum dapat menyesuaikan dirinya, sehingga kekuatan tersebut belum mampu dia kendalikan maupun dia pergunakan menurut keinginan hatinya. Dapat diibaratkan sebagai sebuah pusaka yang ampuh, kehebatan maupun kedahsyatannya akan tetap tersembunyi bila berada di tangan seorang yang belum dapat menjiwai dan mengungkapkannya.

   Antara orang dan pusaka itu harus terdapat suatu pertalian jiwa dan persenyawaan yang sangat erat! Dan hal seperti itu tentu saja harus membutuhkan waktu dan usaha yang lama. Padahal Yang Kun baru mendapatkan tenaga sakti itu dua hari yang lalu. Meskipun demikian, Liong-cu I-kang memang bukan ilmu yang sembarangan. Apalagi telah dipupuk dan dihimpun selama seratus tahun lebih oleh orang sakti seperti Chin Hoa itu. Kedahsyatan dan keampuhannya tak dapat diragukan lagi. Oleh karena itu biarpun berada di tangan seorang yang belum berpengalaman seperti Chin Yang Kun, kehebatannya toh masih terpancar pula dengan sendirinya!

   Ketika tangannya beradu dengan tangan Hek-eng-cu, untuk sesaat Yang Kun memang menjadi gelagapan seperti anak ayam tercebur ke kolam. Tapi sesaat kemudian tenaga sakti Liong-cu I-kang yang tersimpan di dalam tubuhnya meronta dengan dahsyat dan menggempur gencetan Pat-hong-sinciang lawan bagai seekor ayam aduan yang membalas sabetan Iawan dengan tajinya! Akibatnya, orang berkerudung itulah kini yang menggelepar seperti ayam jago kalah perang. Senyum hina yang tadi terlukis di balik kerudungnya seketika lenyap bersama dengan terbantingnya dia dari tempatnya berdiri. Mata di balik kerudung itu juga melotot seakan tak percaya pada apa yang telah terjadi! Pat-hongsin-ciang yang dibangga-banggakannya itu ternyata dengan mudah digempur oleh kekuatan lawan yang masih sangat muda tersebut.

   Song-bun kwi Kwa Sun Tek melompat ke depan untuk menolong kawannya, tapi Hek-eng-cu dengan tangkas telah berdiri tegak kembali. Tak seorangpun mengetahui apa yang tersimpul pada wajah yang terbungkus oleh kerudung hitam tersebut. Yang terang orang itu seperti menggigil menahan suatu perasaan yang tak tertahankan. Kadang-kadang secara tidak sadar jari-jarinya tampak berusaha menggaruk kulit tubuhnya yang terbungkus mantel jubah yang lebar itu, seakan di balik baju dan mantelnya tersebut telah bersarang kutu dan semut gatal. Tentu saja kawannya merasa heran sekali melihatnya! Tapi sebelum semuanya menyadari apa yang telah terjadi, orang berkerudung itu telah menyambar lengan pembantunya dan lenyap ditelan oleh redupnya malam. Ketika Yang Kun bermaksud untuk mengejar Chu Seng Kun segera mencegahnya.

   "Percuma! Orang itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang dinamakan orang Bu-eng Hweteng. Sebuah ilmu sakti yang dahulu pernah dipunyai oleh mendiang Bit-bo-ong. Tak seorang pun di dunia ini yang mampu mengejarnya apa bila dia sudah berlari begitu!"

   "Tapi... bagaimana dengan... dengan nona...?"

   "Adikku? saudara Yang Kun terima kasih! Terima kasih atas perhatian saudara terhadap adikku. Yang-hiante tentu juga dapat merasakan betapa dendamku pada orang berkerudung itu. Dia telah" ohh, lihat" aku tentu akan membunuhnya sendiri nanti! Tapi aku sudah terluka, padahal dia sakti bukan main. Entah dari mana asalnya, ternyata orang itu kini mewarisi semua ilmu-ilmu iblis dari Si Raja Kelelawar Bit-bo-ong almarhum lengkap dengan seluruh ciri-ciri kebesarannya""

   "Lalu..., mengapa kita melepaskannya? Belum tentu kita akan kalah!"

   "Sudahlah, Yang-hiante! Aku percaya pada suatu saat tentu akan kuketemukan juga dia, lambat atau cepat. Tapi aku harus bersabar dan tidak boleh bertindak sembrono apabila aku ingin berhasil dalam membalas dendam terhadapnya. Karena salah-salah aku bisa gagal atau menjadi korbannya.Oleh karena itu sekarang yang harus aku perbuat adalah mengobati lukaku, kemudian membenahi ilmu silatku. Baru setelah itu aku akan mencarinya lagi untuk membunuhnya! Dan aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa orang itu akan dengan...cara yang sangat sengsara sekali!" Chu Seng Kun mengakhiri keterangannya dengan nada yang mengerikan sekali, sehingga Yang Kun yang mendengarkan kata kata itu menjadi meremang bulu kuduknya.

   Kalau yang mengucapkah kata seperti itu adalah orang lain, mungkin Yang Kun tidak akan merasa ngeri seperti itu. Tapi karena yang mengucapkan sekarang adalah Chu Seng Kun, seorang ahli pengobatan yang ia kenal sangat sabar dan lemah lembut, maka Yang Kun ikut merasa seram pula mendengarnya. Tapi dengan demikian Yang Kun semakin bisa merasakan, gejolak apa yang sebenarnya sedang bergulat di dada pemuda ahli pengobatan itu. Hanya karena cara berpikirnya yang telah matang itu saja yang membuat Tabib muda itu mampu mengendalikan perasaannya. Yang Kun membuang napas dengan berat. Ia sangat terpengaruh akan perkataan Chu Seng Kun tersebut sehingga dia menjadi urung menceriterakan persoalannya sendiri yang mungkin juga akan melibatkan orang berkerudung itu pula.

   "Yang-hiante... sebelumnya kita belum pernah saling mengenal sama sekali. Tapi agaknya Tuhan telah menakdirkan kepada kita untuk saling bersahabat dan saling menolong. Dua kali kita bertemu dan kedua pertemuan itu benar benar sangat bermanfaat bagi kita masing masing. Eh... kemana saja Yang-hiante selama beberapa bulan ini? Agaknya Yang-hiante telah memperdalam ilmu silat serta tenaga dalam yang hilang itu, benarkah? Kulihat lweekang Yang-hiante telah pulih kembali malah kurasa menjadi lebih hebat malah! Hek-eng-cu yang tersohor dengan Pat hong-sin ciangnya yang berbau sihir itupun dapat saudara gertak dengan sekali pukul." Yang Kun mengangguk biasa. Sedikitpun tidak ada tanda tanda kalau dia merasa senang dengan kemenangannya itu.

   "Chu-Twako, siauwte memang merasa penasaran sekali atas lenyapnya Iweekang siauwte dahulu itu. Maka siauwte lantas mencari tempat sepi untuk mempelajari kembali apa yang telah hilang itu," pemuda itu berbohong. Sebenarnya Chu Seng Kun kurang begitu mempercayai jawaban tersebut, tapi sebagai orang yang tidak mau mencampuri urusan pribadi orang lain maka dia tidak mengurusnya lebih lanjut.

   "Lalu ke mana tujuan Yang-hiante sekarang?" tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan mengenai hal itu. Tiba-tiba Yang Kun mengertakkan giginya.

   "Seperti juga dengan Chu-Twako, Siauwtepun sedang mencari musuh besar yang telah menganiaya siauwte dan keluarga Siauwte!" geramnya keras. Suasana menjadi hening kembali. Masing-masing sibuk dengan khayalan mereka sendiri-sendiri. Mendadak terdengar suara ketawa riuh di kejauhan yang mengagetkan mereka. Yang Kun tiba-tiba menjadi teringat akan maksudnya semula, yaitu untuk menghajar para perampok yang menculik dan menduduki dusun sebelah!

   "Chu-Twako! Suara itu adalah suara para perampok yang sedang berpesta pora di dusun sebelah. Menurut beberapa orang penduduk yang tadi siauwte temui, mereka telah mengganggu dan menculik gadis-gadis di daerah ini. Maka siauwte saat ini sebenarnya sedang dalam perjalanan ke tempat itu."

   "Hah? Ada perampok di dekat Kotaraja? Gila, orang-orang itu benar benar sangat berani! Agaknya mereka memanfaatkan keadaan saat ini, dimana Kaisar dan para perajuritnya tentu sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri sendiri akibat malapetaka gempa itu. Huh, Yang-hiante! Marilah, kita pergi bersama-sama ke sana! Akupun paling benci dengan segala macam perampok!"

   Kedua orang pemuda yang sama-sama jangkungnya itu bergegas pergi menuju ke tempat para perampok itu berpesta pora. Masing-masing mengerahkan ginkang mereka yang tinggi. Tetapi baru saja mereka menginjakkan kakinya di jalan besar yang menuju ke dusun itu, telinga mereka dikejutkan oleh suara keleningan kuda yang datang dari arah utara. Chu Seng Kun yang berada di sebelah depan cepat menghentikan larinya, sehingga Chin Yang Kun juga ikut berhenti pula di sampingnya.

   

Harta Karun Kerajaan Sung Eps 6 Darah Pendekar Eps 36 Pendekar Tanpa Bayangan Eps 11

Cari Blog Ini