Pendekar Penyebar Maut 13
Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 13
Tapi ia menjadi ragu-ragu. Ia telah berjanji dengan Chu Seng Kun tadi bahwa ia tidak akan membunuh mereka. Ia takut kalau tenaga Liong-cu I-kangnya itu tidak mampu mereka tahan, sehingga mereka menjadi lumat karenanya. Selain itu ia telah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan membalas perlakuan mereka dahulu dengan mempergunakan racun mereka sendiri. Agar mereka juga tahu bagaimana rasanya Racun Ubur-ubur laut itu! Oleh karena itu pertempuran satu lawan tiga tersebut masih berlangsung dengan sengitnya. Tung-hai Sam-mo yang marah dengan garang berusaha meringkus lawannya yang masih muda, sementara lawannya itu masih juga meloncat loncat mengitari barisan mereka.
"Memecah Karang memotong jalan...!" Toa-mo meneriakkan jurus yang harus mereka lakukan.
"Melepas Sirip berbalik jalan!" sambungnya lagi. Tidak mengherankan kalau selama ini barisan mereka itu belum pernah menemukan lawan. Gerakan mereka memang benar-benar gesit dan tangkas. Sepintas lalu hampir tak terlihat lowongan sedikit pun pada pertahanan mereka. Mereka melenting, meloncat, menerkam dan menghindar secara berbareng.
Mereka bagaikan terdiri dan satu perasaan saja. Tenaga yang mereka lontarkan juga bukan main kuatnya, karena dalam barisan itu tenaga mereka juga terkumpul menjadi satu. Setiap serangan dan tangkisan yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka tak ubahnya kekuatan gabungan dari mereka bertiga! Untunglah Hok-te Ciang-hoat dari Chin Yang Kun telah disempurnakan oleh neneknya sehingga kehebatannya sudah menjadi berlipat ganda pula. Oleh karena itu meski Ang-cio hi-tin demikian hebatnya, pemuda itu tetap bisa melayaninya dengan tangkas, tanpa mengalami kesulitan sama sekali. Tentu saja keadaan itu membuat Chu Seng Kun yang tadi juga menghadapi barisan itu menggeleng-geleng kagum. Sungguh bukan main pesatnya kemajuan yang dicapai oleh temannya itu.
"Moga-moga hati dan jiwanyapun berkembang ke arah yang baik dan lurus. Pemuda dengan kepandaian seperti dia sungguh sangat berbahaya apabila sampai berjalan di jalan yang gelap dan kotor..." pemuda ahli pengobatan itu berdoa dalam hati. Ketika sekali lagi Yang Kun mampu meloloskan diri dari serangan lawannya yang hebat dan ganas, Chu Seng Kun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ilmu silat kawannya ini benar-benar hebat, katanya dalam hati. Mungkin dia sendiri tidak bisa berbuat seperti itu. Dan hebatnya pemuda itu seperti belum mengeluarkan seluruh kepandaiannya! Kadangkadang tampak pemuda itu seperti masih mau menjajagi kepandaian Tung-hai Sam-mo! belasan jurus telah berlalu pula. Sekarang kelihatan kalau Tung-hai Sam-mo mulai dijalari oleh kegelisahan.
Lawan yang dulu pernah mereka kalahkan itu kini ternyata telah berubah menjadi sangat perkasa. Jangankan mengalahkannya, sedang untuk melindungi diri dan mempertahankan barisan merekapun kini tampaknya mulai susah. Gerakan tangan dan kaki lawan mereka semakin tampak membingungkan serta sulit diduga! Agaknya Chin Yang Kun sudah dapat menyelami gaya permainan ketiga iblis tersebut. Beberapa kali pemuda itu seperti sudah dapat membaca maksud dan arah dari gerakan mereka. Sehingga setiap jurus yang mereka keluarkan tentu akan dipotong dan dibikin kocar-kacir sebelum jurus itu selesai mereka lakukan. Dan agaknya kegelisahan Tung-hai Sam-mo ini terasa pula oleh anak buah mereka yang berada di pinggir arena. Mereka tampak mulai ribut dan siap untuk turun tangan membantu pemimpin mereka itu.
"Nah! Apakah kalian belum juga mengaku kalah dan meletakan pedang itu?" Yang Kun mengejek. Ternyata ketiga iblis itu sudah mata gelap! Rasa malu dan penasaran membuat mereka gelap mata dan tak mempedulikan lagi keselamatan mereka! Mereka menyerang membabi-buta.
"Tahan...!" Yang Kun berseru, hingga ketiga orang lawannya terpaksa menghentikan amukan mereka. "Agaknya kalian belum sadar kalau kalah. Kalian belum percaya kalau aku masih menyayangi jiwa kalian. Huh, kalau aku mau, tanpa bergerak ke tempat lainpun kalian takkan bisa
mencelakakan diriku..."
"Babi sombong...! coba buktikan ucapanmu," Toa-mo berteriak makin marah. Bersama kedua adiknya ia kembali menerjang Chin Yang Kun. Yang Kun tertawa gembira.
"Baik, lihatlah...!" Pemuda itu melingkar ke samping untuk menghindari terkaman ujung pedang Toa-mo. Lalu ketika dilihatnya iblis itu masih juga memburunya pemuda itu cepat-cepat melangkah mundur lima tindak ke belakang. Melihat gerakan itu Toa-mo yang sedang marah menjadi tertawa dan menghentikan serangannya.
"Hahaha... anak muda, kau tadi bilang tidak akan bergerak dari tempatmu. Lalu mengapa kau sekarang malah berlari mundur sambil terkencing-kencing begitu?" Sekejap Yang Kun seperti mau marah, tetapi di lain saat matanya menjadi redup kembali.
"Hm, jangan bergembira dahulu...! aku memang belum mulai..."
"Persetan! Kalau begitu mengapa engkau tidak lekas lekas memulainya? Masih menunggu saat yang baik bagi kematianmu? Ayoh!" Tiga orang iblis dari Laut Timur itu memasang kuda-kuda berdasarkan barisan Ang-cio hi-tin mereka. Toa-mo yang berdiri di depan menyilangkan tangan kirinya di depan dada, sementara tangan kanannya yang memegang pedang terjulur lurus ke atas. Ji-mo yang berdiri di belakangnya tampak menyilangkan juga kedua bilah pedangnya diatas kepala, sementara kedua kakinya ditekuk rendah sekali. Sedang Sammo yang berada di ujung belakang dari barisan itu tampak memegang tangkai pedangnya dengan kedua buah telapak tangannya, seperti layaknya seorang tukang kayu yang ingin membelah tonggak pohon dengan kapaknya! Itulahpembukaan dari jurus Ikan Cucut Menunggang Ombak!
Sebuah jurus yang kaya dengan variasi dan kembangan! Jurus itu biasa mereka pergunakan untuk menghadapi musuh yang lihai dan sukar mereka hadapi. Karena dengan jurus yang kaya dengan perubahan tersebut mereka cepat dapat menyesuaikan diri dengan gaya dan gerakan lawan apabila mereka secara tak terduga menemukan lawan yang berat. Dan itu berarti ketiga iblis tersebut mulai berhati-hati dalam menghadapi Chin Yang Kun. Agaknya mereka mulai berpikir kalau-kalau lawannya kali ini memang telah maju pesat sejak pertemuan mereka dahulu. Siapa tahu pemuda ini telah memperoleh seorang guru yang pandai? Sebaliknya, pemuda yang secara diam diam sudah menyiapkan sebuah cara untuk menundukkan Ang-cio-hi tin itu dengan tenang mengerahkan sebagian dari tenaga Liongcu-i-kangnya.
Tampaknya pemuda itu juga tidak mau meremehkan barisan Cucut Merah lawannya. Dahulu ia pernah pula merasakan bagaimana hebatnya barisan tersebut. Apalagi dalam perang tanding seperti kali ini mereka tentu akan mengerahkan segala kemampuan yang mereka miliki untuk menjaga nama baiknya selama ini. Oleh karena itu tentu tidak mudah pula bagi pemuda tersebut untuk begitu saja menjalankan rencananya. Mereka tentu akan melindungi tempat kelemahan mereka itu dengan ketat sekali. Sementara itu suasana di luar arena terjadi sedikit kegaduhan ketika dari dalam rumah besar yang dijaga ketat itu keluar seorang pemuda berpakaian sutera indah. Pemuda itu berjalan tegap diikuti oleh seorang laki-laki gagah bertubuh tinggi besar.
"Siauw-ongya...! Siauw-ongya..!" para perampok itu berteriak teriak menyambut pemuda berpakaian indah tersebut. Semula, baru mendengar nama Hong-gi-hiap Souw Thian Hai disebut oleh pangeran itu saja Chu Seng Kun sudah merasa kaget setengah mati. Kini begitu melihat siapa yang benar-benar datang di belakang pangeran itu, Chu Seng Kun rasanya malah seperti sedang bermimpi dan hampir-hampir tidak mempercayai apa yang telah dilihatnya. Laki-laki tampan bertubuh tinggi besar itu sungguh sungguh Hong-gi-hiap Souw Thian Hai yang sangat dikenalnya!
Sementara itu empat orang jago yang telah siap untuk bertarung di dalam arena itu telah mulai berlaga. Mereka tidak mempedulikan sama sekali keributan kecil yang disebabkan oleh kedatangan pangeran itu. Masing-masing telah dicekam suasana tegang di antara mereka sendiri. Masing-masing tidak mau melepaskan mata dan perhatian kepada lawan yang berada di depannya. Dan pertempuran mereka kali ini benar benar hebat luar biasa. Tung-hai Sam-mo yang menyadari bahwa mereka kini sedang berhadapan dengan seorang jago muda berkepandaian tinggi, benar-benar mengerahkan segala kemampuan mereka dalam Barisan Cucut Merah itu. Mereka bertiga bergerak dengan lincah dan gesit secara berbareng, sehingga sepintas lalu mereka seperti bukan terdiri dari tiga orang manusia tetapi seperti lengket menjadi satu jiwa saja.
Mereka meloncat, menerjang, menghindar dan menjatuhkan diri dengan manis sekali seperti tiga orang pemain akrobat yang sedang memainkan gaya dan gerakan ikan cucut di lautan. Mereka menyerang dan bertahan dengan rapi sekali. Mereka agaknya juga telah menyadari tempat kelemahan mereka, sehingga dalam pertempuran mereka itu mereka sungguh sungguh memperkuat tembok pertahanan dari barisan mereka tersebut. Sedangkan Chin Yang Kun yang kali ini ingin membuktikan ucapannya bahwa ia sebenarnya mampu menundukkan Ang cio-hi-tin juga berusaha sekuat tenaga untuk membuktikannya. Biarpun karena alasan-alasan yang telah disebutkan di muka pemuda itu tidak mau mengeluarkan ilmu pemberian nenek buyutnya.
Ternyata Hok te Ciang-hoat yang telah disempurnakan itu telah lebih dari cukup untuk menghadapi Barisan Cucut Merah ketiga iblis tersebut. Gerakan tangan dan kakinya yang kuat dan cepat itu ternyata mampu menahan dan membendung gerakan ikan cucut yang dilakukan oleh ketiga iblis tersebut! Sehingga lambat laun ikan yang ganas itu semakin terpojok dan sulit bergerak seperti layaknya seekor ikan yang terperangkap di dalam jarring! Kemanapun mereka akan bergerak rasa rasanya selalu membentur kekuatan lawan yang melingkupinya. Akhirnya beberapa saat kemudian justru ketiga orang itulah yang terkurung dan tidak bisa bergerak lagi dengan leluasa. Hok te Ciang-hoat dari Chin Yang Kun yang hebat itu mengurung dan mendesak mereka.
"Setan! Ibliiis...!" Toa-mo yang suka mengumpat itu berteriak penasaran.
"Hei, kau memaki siapa?" Yang Kun dengan tenang membalas seloroh itu. "Apakah engkau memaki dirimu sendiri? Haha... sungguh baru kali ini aku mendengar ada orang memaki julukannya sendiri! Benar benar tidak aturan!"
"Anjing! Babi! Cacing busuk...! Kubunuh kau!" Toa-mo meralat makiannya.
"Hahaha... cobalah kalau bisa! Tapi sementara itu aku akan membuktikan bahwa Ang-cio hi-tin kalian ini benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa kepadaku meski aku hanya berdiri diam saja di suatu tempat...!"
"Bangsaaaat...! kau sungguh sombong sekali! Lekas kau lakukan... Iekaaaas...!" Kemarahan Tung-hai Sam-mo benar-benar telah mencapai ubun-ubun.
Dengan Ang-cio hi-tin mereka menerjang Chin Yang Kun tanpa perhitungan lagi. Dalam benak mereka hanya ada satu keinginan yaitu lekas-lekas menggasak pemuda sombong itu dan mencincangnya sampai lumat. Begitu bernafsunya mereka sehingga mereka tidak begitu memperhatikan lagi pertahanan mereka! Dan inilah yang dikehendaki Chin Yang Kun. Di antara amukan mereka yang membabi-buta ia melihat banyak lowongan yang terbuka. Maka tanpa menanti waktu lebih lama lagi Yang Kun melejit ke depan, menerobos pertahanan lawan dan menurunkan kakinya di samping tubuh Ji-mo. Ji-mo segera menyongsong dengan pedang gergajinya. Tapi pemuda itu dengan mudah mengelakkannya, lalu dengan sedikit mengerahkan Liong-cu I-kang pada jari-jarinya pemuda itu menjentik pedang lawan.
"Tingggg!" Pedang itu membalik dengan keras dan benar saja menyobek leher Ji-mo sendiri. Untuk saat itu segera membuang diri ke belakang, biarpun oleh karena hal itu ia menjadi terhuyung-huyung keluar dari dalam barisan! Otomatis bentuk barisan tersebut menjadi rusak. Dan kalau saja Chin Yang Kun pada saat itu mau meneruskan serangannya, tak pelak lagi barisan tersebut akan hancur. Tapi Yang Kun ternyata tidak mempergunakan kesempatan baik itu. Pemuda itu hanya melangkah ke depan mengikuti gerakan kaki Ji-mo yang goyah.
Tampaknya ia benar-benar ingin membuktikan ucapannya tadi, bahwa ia mampu membuat barisan yang sangat dibangga-banggakan itu tak berkutik sama sekali terhadap dirinya! Pemuda itu berusaha menempel terus di sebelah Ji mo yang malang. Kedua Iblis yang lain segera menyesuaikan diri. Mereka segera mendekati Ji-mo guna menyusun lagi barisan mereka. Mereka belum menyadari bahwa lawannya sudah menginjak titik kelemahan mereka. Mereka baru merasa terkejut ketika mereka bertiga sama sekali tidak bisa menyerang pemuda itu. Mereka menjadi kikuk dan tak bisa menyerang lawan yang berada di samping perut dan cucut mereka! Bagai seekor belatung ketiga iblis itu melejit kesana kemari, berusaha dengan sekuat tenaga menghindari tempelan Chin Yang Kun. Tapi seperti seekor lintah pemuda itu tetap melekat di samping mereka.
"Nah, kalian lihat! Bukankah barisan kalian ini sudah tidak berguna lagi...? Baik moncong maupun sirip ekor kalian tidak mampu menyentuh tubuhku! Satu-satunya jalan hanyalah mempergunakan pedang Ji-mo. Tapi seperti kalian lihat tadi, begitu Ji-mo ikut menyerang... barisan ini tidak punya pertahanan lagi! Sekali terjang Ang-cio hi-tin ini akan hancur!" Yang Kun berseru diantara langkahnya.
"Kurang ajar! Monyet busukkk...!" Tung-hai Sam-mo semakin naik pitam. Mereka menyerang semakin ngawur. Kini tidak lagi dalam formasi Ang-cio hi-tin. Mereka menyerang berserabutan.
"Heeiiitt!" Yang Kun menjejakkan kakinya ke atas tanah dan tubuhnya melenting tinggi melampaui kepala lawannya sehingga ketiga orang musuhnya untuk sekejap seperti kehilangan sasaran. Dan sebelum ketiga orang itu menyadari keadaannya, Yang Kun sekali lagi menyerang mereka. Dengan jurus liongongsao-te (Raja Naga Menyapu Tanah) kaki pemuda itu dari atas menyapu tiga kepala lawan yang berada dibawahnya. Angin tajam yang meniup di atas mereka segera menyadarkan ketiga iblis tersebut dari kebengongannya. Secara berbareng mereka bertiga menjatuhkan diri di atas tanah, kemudian berguling menjauhkan diri. Mereka bergerak dengan sangat tangkas dan sigap. Meskipun begitu ternyata gerakan mereka masih terlalu lamban bagi Chin Yang Kun! Pemuda itu dengan gesit telah mendahului dan memotong gerakan tersebut.
Bagai kilat menyamber kedua belah tangan Chin Yang Kun menyambar ke arah lawannya dan sebelum semua orang tahu apa yang telah terjadi, ketiga iblis dari Laut Timur itu telah kehilangan pedang masing-masing. Semuanya telah berpindah ke tangan Chin Yang Kun! Dan sebelum ketiga iblis itu mampu berdiri dengan tegak, pedang yang berada di tangan pemuda itu kembali meluncur ke arah pemiliknya masing-masing dengan dahsyat. Tiada waktu atau kesempatan sama sekali bagi Tung-hai Sam-mo untuk mengelak. Semuanya berlangsung dalam tempo yang sangat cepat. Jangankan untuk menggerakkan badan, sedang untuk mengejapkan mata saja rasa-rasanya sudah tidak keburu lagi! Maka di lain saat terdengar suara jeritan mereka ketika pedang-pedang itu menghujam ke dalam paha mereka masing-masing.
"Nah! Inilah pembalasanku! Kalian rasakan juga racun ubur-ubur laut kalian itu...!" Yang Kun berseru diantara suara lolongan mereka.
"Hmm... sungguh kejam!" tiba-tiba terdengar suara desah seseorang dari pinggir arena. Chin Yang Kun cepat membalikkan tubuhnya. Dengan tajam matanya menatap laki-laki muda yang mengeluarkan suara itu. Seorang laki-laki muda dengan pakaian bersih dan indah! Beberapa orang pengawal tampak melingkarinya. Dan salah seorang di antaranya, yang bertubuh tinggi besar benar-benar membuat pemuda itu tersentak kaget bukan kepalang! Beberapa saat lamanya Yang Kun seperti tidak percaya pada penglihatannya!
Beberapa kali pemuda itu mengejap ngejapkan matanya, persis seperti yang dilakukan pula oleh Chu Seng Kun! Kedua-duanya sama-sama terkejut setengah mati! Hanya kekagetan mereka kali ini mempunyai dasar yang berlainan. Bagi Chu Seng Kun, selain tidak menyangka bahwa ia akan dapat bertemu muka dengan sahabat lamanya yang telah lama tidak pernah jumpa, pemuda itu juga merasa kaget melihat sahabat itu kini berbalik memusuhi pemerintahan Kaisar Han! Sementara bagi Chin Yang Kun, perasaan kaget itu lebih didasarkan pada rasa gembiranya dapat bertemu dengan salah seorang yang dianggapnya telah membantai seluruh keluarganya. Pada waktu ibu dan adik-adiknya mati diracun orang di tengah hutan itu, si pembunuh meninggalkan surat agar ia pergi ke tepi sungai Huang-ho untuk menemui orang itu.
Dan di dalam gubug yang telah ditentukan itu ia menjumpai orang ini! Saat itu ia dapat menangkap orang ini, sayang karena kelalaiannya orang ini dapat melarikan diri. Dalam waktu yang singkat, wajah Yang Kun yang semula cerah karena dapat membalas dendam terhadap Tung-hai Sam-mo, berubah menjadi keruh kembali. Hatinya tampak bergolak dengan hebat. Bayangan ibu dan adik-adiknya yang mati keracunan kembali menggoda hatinya. Tapi sebelum pemuda itu berbuat lebih lanjut, laki-laki muda yang dikawal oleh musuh besarnya itu telah melangkah ke depan. Dengan garang ia menunjuk ke arah Tung-hai Sammo yang bergulingan di atas tanah karena menderita gatal di sekujur tubuhnya itu.
"Souw-Taihiap... Bawa mereka ke pinggir dan obatilah!" perintah laki-laki muda yang dipanggil Siauw-ongya oleh para pengikutnya itu. Pengawal berperawakan tinggi besar yang dipanggil dengan nama Souw-Taihiap itu melangkah maju tanpa berkata sepatahpun. Wajah yang sebenarnya sangat ganteng itu tampak sangat dingin dan kaku, sedikitpun tidak memancarkan perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Dengan langkah ringan ia mendekati Tung-hai Sam-mo bergulingan di tengah-tengah arena, menotoknya beberapa kali kemudian menyeret mereka kepinggir dan menyerahkan kepada pengawal-pengawal yang lain. Semua itu ia kerjakan dengan cepat dan tangkas sehingga semua orang baru sadar ketika semua itu telah selesai dikerjakannya.
"A Hai... eh saudara Souw! Selamat berjumpa!" Chu Seng Kun yang sudah sekian lamanya berdiri mematung itu menyapa dengan suara bergetar. Oleh karena sedikit gugup pemuda itu sampai memanggil dengan namanya saja. Sebuah nama yang dipakai oleh Souw-Taihiap itu ketika masih menderita sakit ingatan dahulu. Pengawal itu tergagap dan menoleh dengan cepat! Matanya yang dingin itu terbelalak, seperti orang yang sedang tersentak dari sebuah lamunan yang mengecewakan. Sekejap mata ia memancarkan sinar kegembiraan yang besar, tapi sedetik kemudian sinar itu menjadi layu kembali. Malahan beberapa kali tampak oleh Chu Seng Kun, sahabat lamanya itu menghela napas berulang ulang.
"Saudara Chu..." sahabat itu akhirnya berdesah perlahan, "...sayang kita terlambat berjumpa sehingga kita terpaksa harus berdiri berseberangan... Aku... ahh, sudahlah!"
"Saudara Souw! Apa... apakah maksudmu? Apakah yang terjadi? kau...?" pemuda ahli pengobatan itu terbelalak bingung menyaksikan sikap sahabatnya yang aneh.
"Saudara Chu, sungguh panjang kalau diceritakan. Sekarang lebih baik kalian meninggalkan tempat ini, sebelum..."
"Souw-Taihiap, mengapa berhenti? Ringkus juga kedua mata-mata Kaisar Han itu! Jangan biarkan lolos!" Siauw-ongya yang berpakaian indah itu memberi perintah lagi. Wajah pendekar itu tampak menegang sebentar kemudian tertunduk lesu kembali. Matanya yang sayu itu menatap jauh ke depan.
"Orang ini adalah temanku. Dia bukan penjahat atau mata-mata. Biarkanlah dia pergi..." ucapnya datar.
"Huh! Apakah Souw-Taihiap sudah mulai membangkang terhadap perintahku?" Siauw-ongya itu menegur tak senang.
"Apakah Souw-Taihiap sudah melupakan...?"
"Baik! Akan kutangkap dia!" pendekar itu berteriak dengan penuh penasaran. Suaranya menggeledek, menggetarkan pucuk-pucuk pohon yang tinggi. Lalu dengan enggan ia menunduk ke arah Chu Seng Kun.
"Saudara Chu... maafkan aku! Aku benar-benar seorang yang tidak tahu membalas budi! Dengan sangat terpaksa hari ini aku harus menangkap kalian..."
"Bangsat! Pembunuh keji! Lihatlah mukaku..." Yang Kun yang sejak tadi juga hanya berdiam diri itu tiba-tiba berteriak keras. Kakinya yang panjang itu meloncat dengan tangkas ke muka.
"Yang-hiante, tunggu...! Jangan...!" Chu Seng Kun berteriak khawatir. Tapi dengan tegak dan dada tengadah Chin Yang Kun telah berdiri di depan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. Matanya menyala seakan mau membakar tubuh lawan yang berada di mukanya. Kedua tangannya terkepal di depan dadanya, siap untuk melontarkan Liong-cu I-kangnya yang ampuh.
"Pembunuh licik! Apakah kau masih mengenal aku?" geramnya menahan marah. Hong-gi-hiap cuma melirik sekejap, sedikitpun tidak terpengaruh oleh sikap Chin Yang Kun yang ganas dan mengandung nafsu membunuh itu.
"Hmm, aku belum pernah melihatmu, apalagi mengenalmu. Siapakah engkau? Mengapa engkau menuduh aku sebagai pembunuh licik?" Hong-gi-hiap balik bertanya. Lalu sambungnya lagi dengan nada agak ragu, "Apa... apakah ada salah seorang dari keluargamu yang telah kubunuh?"
"Kau memang telah melupakanku. Tapi aku tidak akan pernah lupa pada pembunuh ibu dan adik-adikku!" Chin Yang Kun menjawab tegas. Hong-gi-hiap Souw Thian Hai menghela napas dengan berat sekali, kepalanya tertunduk semakin dalam. Kelihatan betapa sedih hatinya.
"Engkau mungkin benar! Hampir sepuluh tahun aku kehilangan ingatanku, dan selama itu pula aku tak sadar pada apa yang telah kukerjakan. Mungkin pada saat itu pulalah aku telah kesalahan tangan membunuh keluargamu..." Sementara Chu Seng Kun menjadi semakin bingung menyaksikan keadaan tersebut. Belum juga hilang rasa kaget dan herannya, kini ditambah lagi dengan sikap Yang Kun yang aneh terhadap Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, sahabat lamanya!
"Yang-hiante, bersabarlah...! mengapa pula kau ini?" serunya melerai. Kemudian melihat kawannya itu tidak dapat juga disabarkan, ia baru menghadapi Hong-gi-hiap Souw Thian Hai.
"Saudara Souw, kawanku ini agaknya telah mencurigai engkau, bahwa kau telah membunuh keluarganya... saudara Souw, benarkah engkau meracuni wanita dan anak-anak setahun yang lalu? Tepatnya di hutan sebelah utara kota Tie-kwan?" Hong-gi-hiap menoleh dengan cepat. Matanya yang mencorong itu tampak berkilat merah. Kelihatannya ia tersinggung mendengar tuduhan itu.
"Setahun yang lalu...? saudara Chu, jikalau aku sampai berbuat jahat ataupun perbuatan tidak baik yang lain pada sepuluh atau lima tahun yang lalu, mungkin semua orang akan percaya, karena pada saat itu aku menderita sakit lupa ingatan. Tapi setelah penyakit tersebut kau sembuhkan pada lima tahun berselang... apakah semua orang masih mempercayainya juga kalau aku berbuat sekeji itu? Dan harap direnungkan baik-baik, pernahkah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai mempergunakan racun? Kukira, kalau hanya untuk membunuh orang saja kedua tanganku ini sudah lebih dari cukup. Tak perlu aku mempergunakan senjata ataupun tetek bengek seperti racun itu...!"
Chu Seng Kun mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia percaya seratus persen pada kata-kata itu, karena ia tahu betul macam apa Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu. Apa yang baru saja diucapkan oleh pendekar sakti itu memang benar adanya. Lain halnya dengan Chin Yang Kun! Selain selama ini dia memang belum pernah mendengar ataupun melihat sepak terjang Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, pemuda itu memang benar-benar telah dibutakan oleh dendam yang menyala di dalam hatinya. Ucapan yang panjang lebar dari pendekar sakti itu justru ditafsirkan sebagai kata-kata hinaan terhadap dirinya.
"Bangsat! Betapa sombongnya engkau...!"
"Hah? Apa-apaan ini? Souw-Taihiap, mengapa tidak lekas lekas turun tangan juga?" tiba-tiba Siauw-ongya itu berteriak tak sabar. "Cepat ringkus mereka!"
Jilid 10
"Saudara Souw ingatlah! Jangan kau indahkan perintah gila itu! Mari kita bersama-sama meninggalkan tempat ini!" Chu Seng Kun berteriak memperingatkan sahabat lamanya itu. Dan ketika Hong gi hiap tidak juga bergerak dari tempatnya. Chu Seng Kun berganti siasat.
""Atau kita lawan saja orang itu dan kita bubarkan para perampok yang mengganggu rakyat ini! saudara Souw...?"
"Kurang ajar! Tutup mulutmu!" Siauw-ongya itu membentak. Kakinya menjejak tanah dan tubuhnya meluncur ke arah Chu Seng Kun. Kedua buah tangannya dengan telapak tangan terbuka menghantam lurus ke muka, mengarah ke wajah pemuda ahli pengobatan itu.
Serangkum hawa panas melesat dari kedua belah telapak tangannya, membelah udara malam yang dingin mencekam itu. Pada saat yang sama, Chin Yang Kun yang juga sudah tidak tahan lagi menahan luapan dendamnya, telah maju menerjang Hong-gi-hiap Souw Thian Hai! Maka di lain saat dengan disaksikan oleh ratusan pasang mata, berlangsunglah suatu pertempuran sengit antara tokoh-tokoh persilatan berkepandaian tinggi. Begitu dahsyatnya pertempuran mereka, sehingga para perampok yang memagari arena itu terpaksa berlarian mundur menjauhkan diri. Masing masing mencari perlindungan diantara pohon pohon dan reruntuhan rumah yang berserakan di sekitar tempat itu. Mereka menjadi ketakutan ketika melihat beberapa orang kawan mereka jatuh terkapar di atas tanah akibat terkena angin pukulan mereka yang nyasar.
Bukan hanya itu saja! Tanah, pasir dan batu kerikil yang tersepak oleh kaki kaki orang sakti itu ternyata juga mampu menembus kulit mereka dan merusak benda benda di sekitar arena tersebut. Oleh karena itu dapat dibayangkan, betapa dahsyatnya pertempuran mereka itu. Chu Seng Kun yang melayani pangeran muda itu benar benar dibuat terkejut oleh kesaktian lawannya. ilmu silat lawan yang bersifat keras dan cepat itu benar-benar hebat luar biasa. Apalagi setiap gerakannya selalu ditunjang oleh hawa panas yang keluar dari tubuh pangeran itu ketika mengerahkan Iwee kangnya! Dan hawa panas ini benar-benar sangat mengganggu konsentrasi Chu Seng Kun, karena hawa panas itu keluar dari badan lawan seperti tak habis habisnya, sehingga lambat laun hawa panas tersebut seperti mau membakar udara di sekitar mereka.
"Gila! Ilmu apa pula ini?" geram Chu Seng Kun sambil meringis kesakitan ketika lengannya menangkis pukulan lawan.
Lengan lawannya seperti berubah menjadi bara api yang menyengat kulitnya ketika saling berbenturan. Sedangkan di arena yang lain tampak Chin Yang Kun sedang berusaha keras untuk menguasai lawannya. Masih terbayang bayang di dalam benak pemuda itu ketika mereka bertemu dan bertempur di dalam gubug kosong di tepi sungai setahun yang lalu. Lawannya, yagg ternyata adalah seorang pendekar besar itu mempunyai bermacam-macam ilmu silat aneh. Salah satu di antaranya adalah ilmu silat yang dilakukan dengan separuh badan. Untunglah dengan Hok te Ciang hoatnya yang belum disempurnakan itu ia mampu menundukkan orang itu. Sekarang ilmu silatnya telah dibenahi dan disempurnakan oleh neneknya. Selain dari pada itu ia juga telah menerima warisan Liong-cu i-kang dan Kim coa ih-hoat!
Maka betapapun selama ini orang itu juga telah menyempurnakan ilmunya, Yang Kun masih beranggapan bahwa ilmunya masih lebih tinggi dari pada ilmu lawannya. Yang Kun tampak semakin bernafsu. Ia tidak ingin lawannya terlepas seperti dulu lagi. Dengan Hok-te Cianghoatnya yang hebat ia mengurung Hong gi hiap Souw Thian Hai. Beberapa kali dapat mendesak dan menggempur ilmu silat lawan tapi sejauh itu ia belum dapat menjatuhkannya. Sedangkan Hong gi hiap sendiri, biarpun selalu terdesak dan terkurung oleh pukulan Yang Kun tapi pada saat yang sulit ternyata masih selalu bisa menyelamatkan diri. Dan hal itu tentu saja sangat menjengkelkan Chin Yang Kun! Rasanya dalam keadaan terjepit pendekar besar itu masih punya jurus-jurus cadangan yang aneh-aneh untuk meloloskan diri.
Dan yang lebih menjengkelkan lagi, meski sedang repot mempertahankan diri, pendekar itu masih selalu mencari kesempatan untuk menoleh ke arah pertempuran yang lain. Sehingga dalam pandangan semua orang, meski pendekar itu kelihatan terdesak dan mengalami kesulitan, tapi sebenarnya justru berada di atas angin. Perbuatannya yang seolah-olah sedang mengalami kerepotan itu hanyalah suatu siasat untuk menjajagi kekuatan lawannya. Tentu saja keadaan itu membuat Chin Yang Kun tersinggung dan marah sekali! Apalagi ketika berkali-kali lawannya memang selalu dapat lolos dari lubang jarum, pemuda itu menjadi semakin marah dan merasa terhina. la merasa seakan-akan lawannya itu memang sedang bermain main untuk menggoda dirinya.
"Yang-hiante, tahaaaan...! Jangan kau lawan orang itu! kau... kau... dia...!" Chu Seng Kun berteriak di antara kesibukannya sendiri melawan Siauw-ongya itu. Tapi teriakan Seng Kun itu justru semakin menambah kemarahan Chin Yang Kun. la merasa dipandang rendah kepandaiannya. la merasa bahwa kawannyapun menyangsikan kemampuannya untuk menghadapi Hong-gi-hiap Souw Thian Hai!
"Kurang ajar!" pemuda itu menggeretakkan giginya dan di lain saat ia telah menyambar sebuah golok yang tergeletak di atas tanah.
Dan sekejap kemudian pemuda itu telah mengubah cara bersilatnya. Sementara itu Chu Seng Kun yang sedang terkurung oleh hawa panas lawannya tampak berusaha memperbaiki keadaannya. Dengan Kim-hong-kun hoat warisan nenek moyangnya, pemuda menghadapi ilmu silat lawan yang keras dan cepat. Sementara secara perlahan-lahan ia mengerahkan Pai-hud-sin kang untuk melindungi badannya dari pengaruh sinkang lawannya yang aneh. Beberapa waktu kemudian keadaannya berangsur-angsur menjadi baik. Ternyata baik Kim hong-kun hoat maupun Pai hud sin kangnya mampu mengimbangi ilmu yang aneh tersebut. Udara disekelilingnya tidak terasa begitu panas lagi, sehingga tubuhnya menjadi lega dan dapat berkonsentrasi kembali.
Chu Seng Kun lalu berusaha mengamati ilmu silat lawan yang hebat tersebut. Biarpun gerakan-gerakannya terasa asing, tapi pemuda itu merasa pernah melihatnya. Cuma di mana ia pernah menyaksikannya, ia telah lupa sama sekali. Begitu pula dengan sinkang lawan yang berhawa panas itu, rasa rasanya ia pernah mendengarnya pula. Ketika Siauw-ongya itu berputar ke samping untuk memukul pelipisnya. Chu Seng Kun tidak berusaha untuk mengelakkannya. Pemuda itu justru memapakinya dengan jurus Merentang Sayap di Atas Kepala, salah sebuah jurus Kim hong kun hoat yang hebat. Kedua buah lengannya secara serentak merentang ke samping dengan kuatnya, hingga ketika lengan itu membentur pukulan lawan terdengar suara berdentang bagai besi menghantam baja.
"Duuuuukkk!!" Mereka sama-sama tergetar, mundur beberapa langkah ke belakang. Dan untuk beberapa saat mereka hanya berdiri saling pandang, masing-masing masih mencoba mengamati diri untuk mengukur kekuatan lawan. Ternyata tenaga mereka berimbang, begitu pula ilmu silat mereka!
Chu Seng Kun menoleh ke samping. Dilihatnya Yang Kun masih bertempur dengan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dan sepintas lalu sahabat mudanya itu seperti di atas angin. Tapi meskipun demikian Chu Seng Kun tetap juga khawatir terhadap keselamatan Yang Kun. Yang Kun masih sangat muda, pengalamannyapun belum banyak. Meski dilihatnya anak muda itu mempunyai ilmu silat tinggi, tapi yang dihadapinya sekarang adalah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, seorang pendekar sakti yang selama itu belum pernah menemukan tandingan. Jadi kalau pendekar sakti itu kini sampai terdesak oleh serangan Yang Kun, hal itu benar-benar sangat mengherankan. Tentu ada apa apanya dalam hal ini.
"Hah, ternyata kepandaianmu sangat tinggi. Tak heran engkau berani melawan kami"" tiba-tiba Siauw-ongya itu menggeram keras, sehingga Chu Seng Kun tersentak dari lamunannya. "...Tapi bagaimanapun juga kalian takkan lepas dari tangan kami!"
"Siauw-ongya, biarkanlah kami yang membekuknya..." empat orang pengawal yang tadi mengelilingi pangeran muda itu maju ke depan. Pangeran itu menoleh dengan dahi berkerut. Sejenak kelihatan ragu-ragu. tapi akhirnya mengangguk.
"Baik! Lakukanlah! Tapi kuharap kalian berhati-hati! Orang ini mempunyai kepandaian yang lumayan..." Empat orang pengawal itu meloncat ke arena. Masing masing menggenggam golok besar di tangan kanan dan membawa perisai besi di tangan kiri. Mereka berempat meloncat berbareng, dengan gaya yang sama dan mendarat di depan Chu Seng Kun secara berbareng pula. Gerakannya tangkas dan sigap serta indah dipandang mata. Suatu tandabahwa merekapun bukanlah orang-orang lemah dalam dunia persilatan. Tapi sebelum mereka mulai bergebrak, tiba-tiba Hong gi hiap Souw Thian Hai tampak melejit datang. Ternyata kali inipun pendekar itu mampu meloloskan diri dari kurungan Chin Yang Kun. Padahal pemuda itu sudah mempergunakan sebuah golok untuk mengurung pendekar tersebut.
"Berhenti!" pendekar sakti itu berteriak. Tubuhnya yang besar itu berdiri bertolak pinggang di antara kedua pihak yang akan berlaga. Matanya yang mencorong dingin itu menatap ke arah Siauw-ongya.
"Pangeran, sekali lagi kumohon kepadamu untuk membebaskan saja mereka. Aku berani menanggung bahwa mereka bukanlah mata-mata seperti yang dituduhkan oleh Tung-hai Sam-mo. Aku yakin benar akan hal ini. Orang ini adalah sahabat lamaku..."
"Souw-Taihiap..." pangeran itu menjawab tidak kalah garangnya. "Sejak kapan Souw-Taihiap mulai menyanggah perintahku? Apakah mulai saat ini Souw-Taihiap akan mengingkari janjinya! Sekali lagi kukatakan, orang ini harus ditangkap. Nah, silahkan Souw-Taihiap mengerjakannya...!" Wajah pendekar besar itu tampak merah padam.
"Pangeran! Agaknya pangeran juga telah melupakan sesuatu. Dalam perjanjian yang kita buat itu hanya menyebutkan bahwa aku hanya bertanggung jawab atas keselamatan pangeran! Itu saja, lain tidak."
"Tapi...bukankah mereka juga bermaksud mencelakai diriku? Mereka datang sebagai mata-mata musuh, padahal musuh itu akan membasmi kita semua. Lalu apa bedanya semua itu?" pangeran itu berkata marah.
"Tentu ada bedanya, pangeran. Karena pangeran bermaksud merebut takhta, maka musuh pangeran tentu banyak sekali. Selain Kaisar Han dan pembantu pembantunya, tentu masih ada juga yang lain, yaitu orang orang yang menginginkan juga singgasana itu. Dan semua orang itu tentu akan selalu berusaha keras membunuh pangeran. Nah, apakah saya harus membunuh mereka itu semua? Padahal semua yang dikhawatirkan itu belum terjadi"?"
"Tetapi"?"
"Sudahlah, pangeran! Aku hanya akan bertindak kalau pangeran benar-benar di dalam bahaya. Selainnya hal itu aku akan berdiam diri saja." Hong-gi-hiap Souw Thian Hai berkata tegas.
"Huh! Baiklah! Jika demikian biarlah kami menangkapnya sendiri! Pengawal, kerahkanlah semua teman temanmu untuk meringkus mata-mata ini!" Pangeran itu berseru.
"Baik!" jawab para pengawal, diikuti suara gemuruh para perampok.
"Tahaaaan...!" Hong-gi-hiap berteriak keras untuk menghentikan orang orang itu. "Biarkan mereka pergi!" Bukan main berangnya Siauw-ongya itu!
"Hong-gi-hiap Souw Thian Hai! kau benar-benar menjengkelkan! kau bilang kalau tidak akan turut campur, tapi sekarang menghentikan pasukanku. Apa maksudmu sebenarnya?"
"Orang ini bukan mata-mata! Dan orang ini juga tidak bermaksud membunuh pangeran! Mengapa pangeran tetap saja akan meringkusnya?"
"Jangan turut campur! Tentang mata-mata atau bukan, biarkanlah aku nanti yang menyelidiki. Pokoknya ini saya curigai, maka aku akan menangkap dia untuk diurus benar tidaknya!"
"Hahahahahaaa,.!" tiba-tiba terdengar suara tertawa Chin Yang Kun yang sangat keras.
"Kalian ini benar-benar kerbau sombong yang tidak tahu aturan. Memperbincangkan nasib orang lain seperti anaknya sendiri, tanpa menanyakan pendapatnya lebih dahulu."
"Yang-hiante? Apa maksudmu?" Chu Seng Kun tergagap kaget.
"Chu-Twako, maafkanlah aku. Biarkanlah aku berkata kepada mereka."
"Yang-hiante...! Tapi kuharap...kau jangan..." Yang Kun meloncat setombak ke depan. Tanpa merasa gentar sedikitpun ia bertolak pinggang diantara musuh-musuh yang mengepungnya.
"Hai, dengarlah kau!" serunya lantang sambil menunjuk ke arah Siauw-ongya. "Aku tidak peduli, apakah kau benar-benar pangeran atau bukan. Yang terang kedatanganku kemari hanya mempunyai satu maksud, yaitu menumpas...ya, menumpas para perampok gila yang mengganggu wanita dan penduduk di sini! Maka aku sungguh-sungguh tidak peduli apa yang kalian perdebatkan tadi. Apapun yang akan kalian putuskan, aku tetap akan menghajar kalian semua,...!" pemuda itu berhenti sebentar, kemudian menoleh dengan cepat ke arah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. "...Dan kau, Hong-gi-hiap Souw Thian Hai! Aku baru tahu sekarang bahwa nama dan gelarmu demikian muluk serta megah. kau pun tidak usah berlagak baik hati kepadaku. Bagaimanapun juga aku akan tetap menuntut kematian ibu dan adikku! Nah, siapa yang ingin kubereskan lebih dulu, majulah...!!"
"Bocah sombong! Aku ingat sekarang, kiranya engkaulah pemuda gila yang menyerang aku tanpa alasan di gubug kosong itu. Lalu menyeret tubuhku melalui hutan di tepi Sungai Huang-ho..." Secara mendadak Chu Seng Kun mengerahkan Pek in Gin kangnya. Tubuhnya melesat tinggi, lolos dari penjagaan empat pengawal yang tadi mau menyerangnya. Lalu dengan ringan mendarat di samping Hong-gi-hiap Souw Thian Hai.
"Saudara Souw... saudara tidak usah melayani kemarahan temanku itu. Ia telah dibutakan oleh dendamnya dan hal itu memang bisa dimaklumi. Segala sanggahan ataupun keterangan saudara Souw tentu tidak akan diterima olehnya. Oleh karena itu demi kebaikan semua pihak, kuharap saudara Souw mengalah kali ini. Biarkanlah hatinya menjadi dingin lebih dahulu, baru nanti kita beri keterangan yang sebenarnya..." bisik pemuda ahli pengobatan itu kepada Hong-gi-hiap Souw Tian Hai.
"Baiklah, Chu-Twako. Aku memang tidak bermaksud melawannya. Sejak tadi aku memang selalu mengalah."
"Terima kasih, saudara Souw. Marilah kita berdiri di pinggir sekarang! Kita lihat sepak terjang temanku itu." Perlahan-lahan kedua sahabat lama itu bergerak ke tepi, menyisih dari para perampok yang berduyun-duyun mengepung tempat tersebut. Oleh karena ada Hong-gi-hiap Souw Thian Hai disisinya, tak seorangpun anggota perampok yang mengganggu Chu Seng Kun.
"...Tapi kita jangan terlalu jauh dari pertempuran. Bagaimanapun juga aku terikat untuk melindungi keselamatan pangeran itu." Hong-gi-hiap berkata pelan.
"Tidak! Akupun ingin sekali melihat pertempuran ini. Sebuah pertempuran yang tentu sangat mengerikan sekali keadaannya..."
"Mengerikan? Apa maksud saudara Chu?" Chu Seng Kun menghela napas berulang ulang. Dipandangnya Chin Yang Kun yang kini berada sendirian di tengah-tengah arena. Pemuda sakti itu tampak memegang sebuah golok besar, matanya yang tajam tampak memandang berkeliling, ke arah lautan senjata yang mengepungnya.
"Saudara Souw, ketika bertempur melawanmu tadi, mungkin dia belum mengeluarkan ilmunya yang mengerikan... Lihat sajalah nanti kalau dia sudah marah atau sudah kewalahan menghadapi pengepungnya! Golok itu justru akan dibuangnya dan dia akan mengeluarkan ilmunya yang sangat mengerikan."
"Mengerikan...?" Hong-gi-hiap berdesah perlahan, dahinya berkerut. Sementara itu suasana panas benar-benar telah membakar hati setiap orang di tempat itu. Mereka seperti tidak punya pilihan lain selain bertempur dan membunuh untuk menghilangkan rasa sesak dan panas di dada mereka. Mereka seperti lupa pada keadaan mereka. Lupa bahwa mereka hampir tidak istirahat sepanjang hari.
Lupa bahwa malampun telah menjelang pagi dan semalam suntuk mereka tidak tidur sama sekali. Dan begitu salah seorang telah memulai menggerakkan senjatanya, maka seperti kawanan lebah yang marah, yang lain pun ikut mengayunkan senjata mereka. Dan disertai suara hiruk pikuk yang memekakkan telinga pertempuran itupun meledak dengan dahsyatnya! Chin Yang Kun yang marah itupun tidak mau sungkan sungkan lagi, Hok te To hoat (ilmu Golok Menaklukkan Bumi) yang telah disempurnakan oleh neneknya ia keluarkan sepenuh hati. Dengan disokong oleh liong-cu i-kangnya yang tinggi, golok itu bergerak bagai malaikat yang haus darah. Kemanapun golok itu pergi korban pasti berjatuhan! Tak seorangpun dari para perampok itu yang mampu menahan kekuatan Liong-cu i kang yang tersalur lewat golok tersebut.
"Mundur...! jangan terlalu dekat dengan pemuda iblis itu! Kepunglah dia dari kejauhan! Persiapkan anak panah!" Siauw-ongya yang belum mau turun tangan itu berteriak mengatur anak buahnya. Orang-orang itu berloncatan mundur menjauhi Chin Yang Kun. Mereka berdiri berjajar mengepung dari kejauhan.
Sebagian dari mereka mengeluarkan busur dan anak panah yang telah diolesi racun pada ujungnya. Yang Kun tegak berdiri di antara korban-korban yang berserakan di tanah. Dipandang sepintas lalu keadaannya sungguh sangat mengerikan. Kulit lengan serta pakaian yang dipakainya penuh dengan percikan darah korbannya. Golok yang dijinjingnyapun sudah tak berupa golok pula.Dari pangkal sampai ujung telah dibasahi oleh darah segar yang masih menetes-netes. Pemandangan dalam arena pertempuran itu memang sangat menggiriskan hati. puluhan mayat yang tumpang tindih tampak bergelimpangan memenuhi halaman rumah, sementara bau amis dari darah yang berceceran semakin terasa menusuk hidung. Pemuda itu benar-benar telah menjadi malaikat pencabut nyawa yang menyebar maut!
"Huh, pengecut! Mengapa kalian mundur ketakutan? Bukankah aku hanya sendirian, sedang kalian ratusan jumlahnya?" Chin Yang Kun menantang sambil mengacun gacungkan senjatanya.
"Lepaskan panah!" Siauw-ongya itu berseru. Sebentar kemudian terdengar suara jepretan panah hampir bersamaan dan...untuk sekejap udara malam yang gelap itu tampak semakin kelam dengan ratusan anak panah yang terlepas dari busurnya. Dan sesaat kemudian Yang Kun telah disibukkan oleh anak panah yang datang dan segala penjuru. Pemuda itu memutar goloknya dengan kencang sehingga hujan panah tersebut tak sampai mengenai tubuhnya. Tapi anak panah itu seperti tak habis-habisnya! Benda itu meluncur datang tak putus putusnya, dan ini sangat menyukarkan pemuda itu.
"Bidik juga kakinya!" Siauw-ongya itu memerintahkan kembali. Yang Kun semakin menjadi repot. Dia harus memutar goloknya lebih kencang dan lebih merata. Dan ini sungguh sangat memeras tenaga! Satu dua batang anak panah mulai lolos dari putaran goloknya, menghantam tubuh serta melukai kulitnya. Untunglah, bagaimanapun juga Liong-cu i-kang masih tetap melindungi dia, meski tidak sepenuhnya.
Tiba-tiba pancaindera Yang Kun yang peka itu mendengar desing suara panah yang lain dari pada desing anak panah lainnya. Gaung suara anak panah tersebut serasa lebih nyaring dari yang lain. Tapi karena panah yang datang demikian banyaknya mana mampu dia membedakannya. Tahu-tahu mata goloknya seperti membentur benda keras, sehingga untuk sekejap daya putarnya seperti tertahan. Dan akibatnya sungguh sangat hebat! Beberapa batang anak panah kembali lolos dari putaran golok, sehingga kini betul betul melukai badannya! Darah mulai mengalir dari tubuh Chin Yang Kun. Darah beracun yang sangat berbahaya bagi orang lain! Darah yang keluar dari luka itu benar-benar makin menggelapkan pikiran Chin Yang Kun. Dengan tenaga Liongcu i-kang sepenuhnya pemuda itu membuang golok ke arah lawan, diikuti oleh teriakannya yang merontokkan jantung!
Apa yang dilakukan oleh Yang Kun ini sungguh di luar dugaan semua orang! Kehebatan Liong-cu I-kang yang tersalur lewat teriak kemarahan itu benar benar menggoyahkan keseimbangan badan pendengarnya. belasan orang yang berdiri di baris depan tampak terjerembab ke atas tanah dengan muka kesakitan. Mereka merasa seperti ada ledakan petir yang mengguncang isi dada mereka. Begitu sakit rasanya sehingga mereka tidak dapat segera bangun. Malah beberapa orang diantaranya tampak bergulingan kesana kemari sambil mendekap dadanya. Sementara itu belasan orang pemegang panah yang telah siap untuk melepas panah juga tidak luput dari pengaruh teriakan itu. Tiba-tiba mereka juga terhuyung sehingga busur yang mereka tarik terlepas tak tentu arahnya. Akibatnya beberapa batang diantaranya justru mengenai teman mereka sendiri.
Dan yang paling mengerikan adalah golok yang dilepas oleh Chin Yang Kun! Golok itu melesat bagai kilat menyambar, suaranya mengaung tinggi menggetarkan udara malam. Dan ketika benda itu menerjang ke arah para pengepung, tak seorang pun sempat bergerak untuk mengelakkannya. Golok itu menghajar dada seorang perampok hingga tembus, lalu membabat putus dua buah lengan perampok lain, kemudian menembus lagi tubuh dua orang di belakangnya dan akhirnya baru berhenti ketika menghantam sebatang pohon hingga tumbang. Semua akibat dari perbuatan Chin Yang Kun tersebut berlangsung seketika dan tidak lebih dari pada sekejap mata saja. tetapi pengaruhnya sungguh membuat semua orang tergetar hatinya. Termasuk Hong-gi-hiap, Chu Seng Kun serta orang yang disebut siauwongya oleh anak buahnya itu.
"Saudara Chu, kata orang tenaga sakti Im-yang-kang dari tokoh tokoh Im yang kauw itu tiada duanya di dunia ini." Hong-gi-hiap Souw Thian Hai berkata kepada Chu Seng Kun.
"Tapi melihat tenaga dalam pemuda ini, kata kata itu kukira sudah tidak cocok lagi."
"Ahh... saudara Souw terlalu merendahkan diri. Ang-pek-sin kang (Tenaga Sakti Merah dan Putih) dari saudara Souw sendiri juga tiada lawannya di dunia ini..."
"Benar... orang juga mengatakan demikian pula. Tapi setelah aku menyaksikan sinkang pemuda ini aku sungguh mulai ragu-ragu pula terhadap keampuhan Ang-pek-sinkang yang kumiliki... saudara Chu, siapakah sebenarnya pemuda ini?" Chu Seng Kun menggeleng dengan cepat.
"Entahlah! Aku mengenal dia karena Kaisar Han..."
"Kaisar Han?"
"Benar! Baiklah nanti saya ceritakan setelah keadaan sudah tenang... dan tentu saja saya juga ingin mendengar cerita tentang... keadaan saudara Souw." pemuda ahli pengobatan itu menjawab sambil tersenyum.Air muka pendekar sakti itu mendadak menjadi gelap.
"Saudara Chu, riwayatku kali ini sungguh sangat menyedihkan. Lebih berat rasanya daripada penderitaan yang kualami ketika aku hilang ingatan dahulu..." katanya lemah. Sementara itu pertempuran sadis dalam arena telah dimulai lagi. Siauw-ongya yang kini telah turun tangan dengan membawa busur dan anak panah, yang anak panahnya tadi sempat membuat jebol pertahanan Chin Yang Kun, tampak sudah memerintahkan lagi untuk melepas anak panah.
"Jangan takut! Dia sudah terluka oleh panah beracun kalian. Sebentar lagi tentu jatuh ke atas tanah. Ayoh, bidikkan panah kalian ke segala bagian dari tubuhnya!" Kemarahan Chin Yang Kun benar-benar telah sampai puncaknya. Dan seperti apa yang tadi telah diramal oleh Chu Seng Kun, Yang Kun benar benar telah mulai mempersiapkan ilmunya yang mengerikan, Kim-coa ih hoat atau Baju ular Emas. Pertama-tama pemuda itu melepas baju atas yang kotor oleh darah, sehingga beberapa anak panah yang tadi menancap di tubuhnya ikut tercabut pula keluar. Tak sepatah katapun keluhan yang keluar dari mulutnya. Kalau toh bibir yang terkatup itu mengeluarkan bunyi mendesis, hal itu bukan karena menahan sakit, tapi karena pemuda itu sedang mengerahkan Liong-cu I-kangnya yang ampuh!
Dalam keremangan sinar obor tampak kulit badan pemuda itu berubah menjadi mengkilap kekuning-kuningan persis seperti kulit ular yang terbalut minyak. Kemudian matanya yang tajam itu juga berubah mencorong seperti mata harimau marah! Dan ketika hujan panah itu kembali menyerang dengan derasnya, pemuda itu segera memutar lengannya untuk menangkis. Terdengar gemeretak suara anak panah berpatahan ketika lengan yang penuh berisi lweekang itu menyongsong derasnya anak-anak panah yang datang. Tak sebatang panahpun yang mampu melukai kulit lengan tersebut, seolah-olah kulit itu kini telah berubah menjadi baja yang tahan segala senjata!
Semuanya ternganga! Begitu pula dengan orang yang disebut Siauw-ongya itu! Baru terbuka pikiran mereka sekarang kalau pemuda yang mereka hadapi itu ternyata bukan pemuda sembarangan. Tapi kesadaran mereka itu ternyata benar-benar telah terlambat! Ketika pemuda yang mereka kepung itu tampak menyedot udara segar sebanyak-banyaknya dan kemudian menghantam dengan telapak tangan terbuka ke arah mereka, mereka semua masih juga ternganga di tempat mereka. Sedikitpun mereka belum menyadari bahaya yang tertuju ke arah mereka. Baru setelah terasa ada serangkum hawa dingin menerjang ke badan mereka, mereka baru tergagap sadar dari lamunan masing-masing. Tapi kesadaran itu sudah tidak ada gunanya!Pukulan jarak jauh dari pemuda itu keburu datang menghajar mereka.
Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Duuaaaaaaar!" Disertai teriak kesakitan mereka, beberapa orang pengepung itu terlempar menimpa kawan-kawannya. Beberapa saat lamanya orang itu berkelojotan sambil menggaruk-garuk tubuhnya, kemudian mati. Kulit tubuhnya berubah menjadi kehitam-hitaman.
"Pukulan beracun!" Siauw-ongya itu tersentak kaget.
"Hei?" Hong-gi-hiap tersentak pula. Lalu katanya sambil menoleh ke arah Chu Seng Kun yang berada di dekatnya. "Saudara Chu, inikah ilmu yang kau maksudkan tadi?" Chu Seng Kun mengangguk.
"...Tapi itu bukan pukulan beracun," pemuda itu menerangkan. "Darahnyalah yang mengandung racun, sehingga tenaga sakti yang dikeluarkannyapun menjadi beracun pula..."
"Bisa begitu?" Hong-gi-hiap heran. "Ah...sungguh berbahaya!" Sementara itu Siauw-ongya tampak meloncat ke tengah tengah arena diikuti keempat orang pengawalnya. Agaknya dia tidak ingin lagi melihat anak buahnya menjadi korban terus terusan.
"Saudara Chu... celaka. Pangeran itu maju ke gelanggang sekarang. Wah, bagaimana ini? Apakah aku harus bertempur juga dengan pemuda itu?" tiba-tiba Hong-gi-hiap berseru tertahan. Hatinya cemas bukan main. Bukan karena takut tapi karena tak ingin ia berkelahi dengan pemuda yang menarik perhatiannya tersebut.
"Sudahlah, biarkanlah dulu mereka berkelahi. Pangeran itupun bukan orang sembarangan, apalagi di sana ada empat orang pengawal yang siap membelanya mati matian." Chu Seng Kun menenangkan hati Hong gi hiap Souw Thian Hai. Dalam arena, Yang Kun telah bersiap siap menghadapi Siauw-ongya dan pengawalnya. Tubuhnya yang berminyak itu semakin berkilat-kilat di bawah sinar obor, sementara mulutnya yang terkatup itu masih berdesis perlahan-lahan.
"Heittt!" Pangeran itu menyerang dengan busurnya. Tangkainya yang panjang diayun mendatar seperti pedang, yang dituju adalah leher. Suaranya gemuruh, menandakan kalau benda tersebut digerakkan dengan tenaga dalam yang tinggi. Bersamaan dengan itu, keempat orang pengawal yang bersenjata golok dan perisai tampak menyerang juga. Secara berbareng mereka menusukkan ujung golok mereka yang lancip ke arah betis Yang Kun. Sedang perisai yang berada di tangan kiri mereka taruh di atas kepala sebagai tembok pertahanan. Mendapat serangan atas dan bawah seperti itu Yang Kun tetap bersikap tenang. Dengan jurus Panglima Yi Po Mengatur Barisan ia mengulur tangan kirinya ke arah busur lawan yang datang,
Lalu sambil melangkah tiga tindak ke kanan ia berusaha menyambar busur tersebut, sedang lengan kanannya yang bebas segera menghantam ke lengan Siauw-ongya agar melepaskan pegangannya. Tentu saja pangeran itu tidak mau kehilangan busurnya. Begitu melihat tangan lawan terulur ke arah senjatanya, ia segera mengubah arah serangannya. Busur besar itu ditariknya ke belakang, lalu dengan ujungnya yang tumpul busur itu ia sodokkan kembali ke arah dada lawan. Sedang keempat pengawal yang telah kehilangan sasaran karena lawan melangkah pergi, segera mengubah pula serangannya. Golok yang tidak jadi mendapatkan sasaran itu bergegas pula mengejar mangsanya. Dan yang mereka tuju tetap kaki lawan! Karena selalu diserang pada bagian atas dan bawah.
Yang Kun menjadi kewalahan, sedikitpun tidak punya peluang untuk membalas. Untuk mengadu tenaga juga tidak mungkin. Selain mereka semua memakai senjata, sasaran merekapun selalu terpencar, sehingga kalau mau mengadu tenaga Yang Kun harus membagi bagi pula tenaga dalamnya. Dan hal itu sangat berbahaya sekali! Ya... kalau tenaga itu dapat mengatasi tenaga lawan, kalau tidak, sama saja dengan menggali lubang untuk mengubur diri sendiri! Agaknya antara pangeran dan keempat pengawal itu sudah terlatih dalam menghadapi musuh secara bersama-sama. Buktinya serangan maupun pertahanan bersama mereka selalu terjalin dengan cepat dan rapi. Sehingga sangat sukar bagi Yang Kun untuk mendapatkan tempat lowong untuk menyerang. Beberapa jurus telah berlalu dan Yang Kun masih saja berada di pihak yang terdesak.
"Ilmu silat dan tenaga dalam pemuda itu memang sangat tinggi, tapi kulihat ia belum berpengalaman sama sekali."
Hong gi hiap berdesah perlahan.
"Dengan kepandaiannya itu sebenarnya ia akan mampu menindih lawannya. Tapi kulihat ia belum bisa menggunakan kelebihannya tersebut... Eh...?" pendekar sakti itu tiba-tiba mendongak dan menajamkan pendengarannya. Tentu saja Chu Seng Kun menjadi terheran heran dibuatnya.
"Ada apa saudara Souw...?"
"Eh, saudara Chu, apakah engkau mendengar sesuatu? Aku seperti mendengar suara terompet di kejauhan..."
"Terompet?" Chu Seng Kun ikut ikutan memasang telinga,
"Kenapa aku tidak mendengarnya...?" Pemuda itu mendongakkan kepalanya, berusaha menembus rimbunnya daun dan menatap ke arah langit yang mulai dijalari warna kemerah-merahan. Tapi tetap saja ia tak mendengar suara itu.
"Ahh...sudahlah! Mungkin aku cuma salah dengar tadi!" Hong-gi-hiap berkata lagi. Lalu pendekar itu mengawasi jalannya pertempuran antara pangeran dan Yang Kun lagi.
Darah Pendekar Eps 16 Darah Pendekar Eps 4 Pendekar Tanpa Bayangan Eps 12