Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 51


Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Bagian 51




   "Ahh...Chu-Twako ini ada-ada saja!" bisiknya kemalu-maluan seraya meletakkan pantatnya kembali di atas batu karang di sampingnya.

   "Ah...itu hanya dugaanku saja. Siapa tahu memang demikian halnya?" Chu Seng Kun tersenyum sambil duduk pula di samping Chin Yang Kun.

   Diam-diam tabib muda ini semakin dapat membaca masalah yang sedang melibat kedua remaja itu. Untuk beberapa saat lamanya mereka berdiam diri. Masing masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Chin Yang Kun menundukkan kepalanya, mengawasi pasir hitam yang terhampar di bawah telapak kakinya, sementara Chu Seng Kun mengedarkan pandangannya ke sekeliIingnya, melihat gugusan batu karang yang terdampar berserakan di tepi pantai itu. Tiba-tiba tabib muda itu membelalakkan matanya. Rasa rasanya seperti melihat sesosok bayangan hitam muncul dari dalam air dan melangkah terhuyung-huyung ke daratan. Tapi ketika sekali lagi ia ingin memastikan, apa yang dilihatnya itu, benda atau bayangan tersebut telah lenyap digulung buih ombak yang datang memecah pantai. Dan kekagetan Chu Seng Kun itu dilihat pula oleh Chin Yang Kun.

   "Ada apa Twako?"

   "Anu...ah, tidak apa-apa...! Kesunyian dan kegelapan pantai ini telah menimbulkan bermacam-macam pikiran kepadaku rupanya. Baru saja aku seperti melihat sesosok bayangan muncul dari dalam air. Tapi...ah...itu tentu hanya sebongkah batu karang yang tersiram ombak saja." Dengan tersipu-sipu Chu Seng Kun menjawab. Chin Yang Kun mengernyitkan alisnya, lalu menatap ke arah pantai. Tapi ia juga tidak melihat apa-apa selain batu-batu karang yang tersembul diantara buih-buih ombak yang datang. Oleh karena itu Chin Yang Kun lalu menundukkan kepalanya lagi, sehingga mereka saling berdiam diri kembali.

   "Saudara Yang, sudahlah...! kau tak perlu terlalu memikirkan gadis itu. Kalau kalian berdua memang berjodoh kelak, tentu akan jernih juga persoalannya. Percayalah!" Chu Seng Kun yang sudah dapat meraba atau menebak gejolak hati Chin Yang Kun itu tiba-tiba membuka mulutnya. Dan kata-katanya itu tentu saja semakin membuat Chin Yang Kun lebih tersipu-sipu lagi.

   "Ahh...mana aku berani...memikirkan hal itu? Aku...aku...!" dengan suara gemetar Chin Yang Kun menjawab. Mendadak pemuda itu teringat akan wanita genit isteri pemilik penginapan itu, sehingga harapan yang semula muncul di dalam hatinya menjadi punah kembali. Bagaimana dirinya bisa kawin, kalau setiap wanita yang dinikahi akan mati seperti halnya wanita genit itu? Chin Yang Kun merasa hampa di dalam hatinya. Semangatnya patah. Wajahnya tampak lesu dan sedih. Dan perubahan sikapnya ini dengan cepat dilihat oleh Chu Seng Kun.

   "Saudara Yang, ada apa...? Mengapa kau tiba-tiba menjadi sedih? Apakah ada sesuatu hal yang mengganggu hatimu?"

   Chin Yang Kun tidak segera menjawab. Pemuda itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Terjadi perang batin di dalam hati pemuda itu, yaitu antara perasaan malu dan keinginannya untuk berterus terang kepada tabib muda itu. Akhirnya Chin Yang Kun merasa bahwa hanya tabib yang pernah menolong jiwanya itu sajalah yang kiranya bisa membantu penderitaannya. Oleh karena itu dengan mengesampingkan perasaan malunya pemuda itu menceritakan seluruh persoalannya, yaitu dari mula ia merasa tertarik kepada Souw Lian Cu sampai ke perubahan aneh yang timbul di dalam tubuhnya. Dan dengan suara yang terputus-putus pemuda itu juga menceritakan tentang musibah memalukan akibat perubahan aneh yang terjadi di dalam tubuhnya tersebut.

   "Wanita genit itu mati keracunan setelah...setelah berhubungan dengan...denganku. Ohhhhhh...dosa apa sebenarnya yang kuderita ini?" Chin Yang Kun mengakhiri kata-katanya dengan menjambak-jambak rambutnya sendiri.

   "Lalu...dengan keadaanku yang begitu itu apakah aku masih bisa mengharapkan seorang gadis untuk kujadikan sebagai isteriku?" pemuda itu melanjutkan dengan setengah berteriak. Chu Seng Kun terpaku diam di tempatnya. Tabib muda itu benar-benar tidak menduga atau menyangka bahwa keadaan Chin Yang Kun akan menjadi demikian halnya.

   "Oh...jadi kau berlari-lari seperti dikejar setan dan menyeberangi muara dengan cara yang mentakjubkan itu disebabkan karena kau ingin menghilangkan pengaruh aneh yang menyerang di dalam tubuhmu?" Akhirnya Chu Seng Kun bertanya.

   "Be-benar, Chu-Twako...!"

   "Dan pengaruh aneh itu benar-benar dapat hilang setelah kau kehabisan tenaga?"

   "Ya-ya...!" Chin Yang Kun menjawab dengan bersemangat, seakan-akan memperoleh harapan akan bisa sembuh kembali seperti sedia kala.

   "Ohhh!" Chu Seng Kun bernapas lega seperti sudah dapat menentukan jawaban dari penyakit yang diderita oleh Chin Yang Kun tersebut.

   "Bagaimana, Chu-Twako...?" Chin Yang Kun yang melihat kawannya itu diam saja lalu mendesak. "Apa...apakah pengaruh aneh itu disebabkan oleh racun yang mengalir di dalam darahku? Kalau benar, lalu bagaimana cara menghilangkannya?"

   "Sebentar, kupikirnya lebih dulu...!" Chu Seng Kun menjawab seraya berdiri. Tabib muda itu lalu melangkah perlahan-lahan mengitari batu tempat mereka duduk. Lengan kirinya berada di belakang tubuhnya sementara tangan kanannya memegang dagunya sendiri. Wajahnya tengadah, memandang bintang-bintang di langit. Sebentar-sebentar ia mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata ia sedang mengerahkan segala ingatannya untuk mengorek kembali semua pengetahuan yang pernah didapatnya dari buku ilmu pengobatan yang pernah dipelajarinya selama ini.

   "Ba-bagaimana, Chu...Chu-Twako?" Chin Yang Kun bertanya tak sabar.

   "Sebentar...!" sekali lagi tabib muda itu menjawab tanpa menoleh maupun menghentikan langkahnya. Tiba-tiba tabib muda itu malahan merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sebuah buku tebal berwarna kekuning kuningan saking tuanya. Lalu dengan ketajaman matanya tabib muda tersebut membalik-balikkan halaman buku itu di dalam keremangan malam.

   "Hei...!" mendadak tabib muda itu berseru, lalu meloncat menghampiri Chin Yang Kun. Dengan cekatan pula tabib muda itu lalu memeriksa tubuh Chin Yang Kun, jari-jarinya memencet dan mengurut di berbagai jalan darah di seluruh tubuh Chin Yang Kun. Dan karena sudah percaya seratus persen kepada tabib muda itu Chin Yang Kun menurut saja segala perintahnya.

   "Saudara Yang, kau berbaringlah di atas pasir! Cepat...!" Chu Seng Kun memberi perintah. Chin Yang Kun menurut pula. Lalu dengan tergesa-gesa Chu Seng Kun mengeluarkan jarum-jarumnya. Berkali-kali tabib muda itu menusukkan jarumnya di bawah pusar dan pelipis Chin Yang Kun, sehingga di bagian itu tampak mencuat berpuluh-puluh jarum besar-kecil seperti bulu landak. Dan yang terakhir tabib muda itu lalu menggoreskan sebuah jarum besar di atas tengkuk Chin Yang Kun, sehingga darah merah segera mengalir dari luka tersebut.

   "Saudara Yang, sekarang coba kau kerahkan sinkangmu! Aku akan melihat pengaruhnya..." dengan tegang Chu Seng Kun memberi perintah lagi. Chin Yang Kun mengangguk, lalu bangkit berdiri. Setelah mengambil napas pemuda itu lalu mengerahkan Liong-cu-ikangnya.

   "Aduuuh!" Tiba-tiba Chin Yang Kun berteriak kesakitan. Otomatis kedua tangan pemuda itu mencengkeram kepalanya yang berdenyut-denyut seperti mau pecah. Dan sejalan dengan itu mendadak pemuda itu merasa sebuah pengaruh aneh menyusup ke dalam pikirannya. Rasa-rasanya nafsu berahinya seperti bergolak secara perlahan-lahan di dalam badannya.Dan semakin lama api berbahaya itu semakin bergejolak memenuhi otaknya, sehingga pemuda itu tak kuat bertahan lagi.

   "Chu-Twako, ini...ini...oh, aku tak ta-tahan lagi! heh-heh-heh...tolonglah!" desah pemuda itu terengah-engah.

   Sekilas tampak senyum gembira di bibir Chu Seng Kun, tapi di lain saat dengan sangat cekatan tabib muda itu segera mencabut jarum-jarum yang ia benamkan di dalam daging Chin Yang Kun tadi. Lalu dengan cekatan pula jarum-jarum tersebut ia masukkan ke dalam cupu kecil (seperti tempat bedak) berwarna hijau, yang terbuat dari batu giok. Cupu itu berisi cairan kuning, yang segera berasap begitu jarum-jarum tersebut terbenam di dalamnya. Sementara itu napas Chin Yang Kun semakin tersengal sengal. Matanya liar dan berwarna merah darah. Malah dari sudut mata itu telah mengalir air mata, bagaikan mata binatang buas yang sedang menderita kelaparan. Sedang tubuh pemuda itu kelihatan gemetar hebat, seolah-olah tubuh itu sedang membawa beban yang amat berat.

   "Chu-Twako, tolonglah aku! Cepat! Aku...aku sedang...eh, anu...pengaruh aneh itu kini sedang menyerang aku lagi!" Chin Yang Kun mengertakkan giginya dan mengepalkan tangannya erat-erat.

   "Kau...kau jangan bingung! Aku akan mengobatimu! Lekaslah kau berbaring kembali...!" Chu Seng Kun menjawab dengan tak kalah tegangnya. Kemudian Chu Seng Kun mengeluarkan sebilah pisau kecil dari perak. Dengan ujungnya yang runcing tabib muda itu menyayat beberapa kali pada kulit leher, dahi dan pelipis Chin Yang Kun. Darah yang kehitaman merembes keluar.

   "Kau jangan tegang! Lemaskanlah semua otot-ototmu, lalu tengkuraplah!" tabib muda itu memberi perintah lagi. Setelah perintahnya dituruti oleh Chin Yang Kun, Chu Seng Kun segera berseru lagi,

   "Awas! Sekarang bersiap-siaplah! Aku akan melakukan gerakan pengobatan yang terakhir! Kali ini agak sakit, karena aku akan menusuk bagian pinggangmu di bawah punggung..." Selesai berkata Chu Seng Kun lalu mengarahkan ujung pisaunya ke jalan darah siang-pie-kut-hiat di atas pinggang Chin Yang Kun, yaitu di sebelah-menyebelah tulang punggungnya. Lalu dengan pengerahan tenaga yang telah diperhitungkan, pisau tersebut dihunjamkan secara bergantian. Tidak terlalu dalam. Mungkin cuma sebagian kecil saja dari ujungnya yang runcing, tapi sakitnya ternyata hebat bukan main, sehingga Chin Yang Kun yang sudah berjaga-jaga itupun masih berteriak kesakitan juga.

   "Arrghhh...!" Dari luka bekas tusukan pisau itu mengalir darah kehitaman, yaitu ciri khas darah Chin Yang Kun yang beracun. Dan bersamaan dengan itu, keringat dingin bagaikan disemburkan dari setiap pori-pori kulit Chin Yang Kun. Begitu banyaknya sehingga baju dan celana pemuda itu menjadi basah, bagaikan tersiram air saja. Dan juga bersamaan dengan itu pula seluruh otot-otot pemuda itu menjadi lemas bagaikan lumpuh mendadak.

   "Ohhhh...!" Chin Yang Kun berdesah panjang. Perlahan-lahan wajah yang merah tadi berubah menjadi normal kembali. Napas yang semula terengah-engah dan tersengal-sengal juga kembali normal pula Iagi. Dan perubahan tersebut sungguh amat menggembirakan hati Chu Seng Kun, si tabib muda itu. Hanya tinggal rasa lemas itu saja yang masih diderita oleh Chin Yang Kun. Dan tabib muda itu segera menghapus keringat yang membasahi lehernya. Gerakan-gerakan yang dilakukannya tadi ternyata juga hampir menghabiskan seluruh tenaganya.

   "Ahh...sungguh berbahaya sekali!" desah tabib muda itu seraya duduk melepaskan Ielah.

   "Oooooh...!?!" Chin Yang Kun menggeliat, lalu bangkit perlahan-lahan. Badannya tampak lemas, sehingga beberapa kali hampir gagal untuk mengangkat tubuhnya.

   "Chu-Twako, tubuhku lemas sekali, rasa-rasanya aku seperti tak kuasa lagi untuk bergerak...ooh! A...apa sebenarnya yang telah terjadi?" Chu Seng Kun tersenyum mengawasi Chin Yang Kun, tapi ia tak beranjak dari tempat duduknya. Badannya juga tampak lemas dan lelah sekali.

   "Aku tadi telah berusaha mencari tahu jenis penyakit yang bersarang di dalam tubuhmu. Dan sungguh beruntung sekali, aku bisa berhasil menemukannya..." tabib muda itu menjawab dengan suara bersyukur.

   "Oh...jadi?" desah Chin Yang Kun dengan nada gembira. Tapi kegembiraan pemuda itu segera terhenti tatkala melihat wajah penolongnya menjadi murung secara mendadak. Pikirnya lantas menjadi kacau, apa lagi ketika menyaksikan tabib muda itu memandangnya dengan sinar mata sedih.

   "Chu-Twako...kenapa? Apa...apakah ada sesuatu yang salah? Kakatakanlah...!" Chin Yang Kun berbisik. Chu Seng Kun menggeleng.

   "Tidak, saudara Yang...tidak ada salah. Aku cuma merasa bersyukur, tapi sebaliknya aku juga merasa bersedih melihat sinar kegembiraan di dalam wajahmu tadi. Karena..."

   "Twako, lekas katakan! Apakah penyakitku itu tak bisa disembuhkan lagi?" Chu Seng Kun tidak segera menjawab. Sebaliknya tabib muda itu lalu menghela napas dan menghampiri Chin Yang Kun.

   "Saudara Yang...! Setelah kuperiksa serta kuadakan percobaan tadi, aku dapat menemukan sebab-sebab atau jenis dari penyakit aneh yang sering mengganggumu itu. Sebenarnya itu bukan penyakit, tetapi hanya merupakan akibat sampingan dari racun dahsyat yang mengalir di dalam darahmu saja. Kadar racun itu ternyata telah merembes ke dalam susunan otakmu dan mempengaruhi simpul syarafmu terlemah, yaitu simpul syaraf yang berhubungan dengan nafsu berahimu. Gangguan racun itu mengakibatkan simpul syarat tersebut tidak bekerja secara normal lagi. Sentuhan atau rangsangan terhadap jaringan-jaringan syaraf tersebut akan mengakibatkan simpul syaraf itu cepat menegang dan bekerja dengan kekuatan penuh, sehingga simpul-simpul syaraf yang lain tak mampu lagi menahan atau mengendalikannya. Akibatnya, setiap syaraf tersebut terangsang, kau tak bisa menguasainya lagi..."

   "Twako...lalu...oh, lalu bagaimana cara menyembuhkannya? Bukanlah hal itu sangat membahayakan orang lain? Terutama...terutama terhadap gadis-gadis atau wanita-wanita yang kujumpai?" Chu Seng Kun menghela napas. Dengan sedih ia memandang pemuda sakti yang bernasib malang itu.

   "Memang benar. kau memang menjadi sangat berbahaya sekali bagi orang lain, terutama bagi wanita. Kepandaianmu luar biasa tingginya, sehingga kalau penyakit itu datang, jarang yang bisa menahanmu, apalagi mengalahkanmu. Padahal penyakit itu semakin hari semakin berat dan ganas mempengaruhi susunan otakmu. Saat sekarang dengan kesadaranmu kau masih bisa mengalihkan keganasan pengaruh aneh itu dengan mengobral seluruh tenaga dalammu, sehingga kau kehabisan tenaga dan tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tapi dalam beberapa waktu lagi engkau sudah tidak bisa berbuat demikian. Pengaruh racun itu sudah demikian besarnya sehingga kau tak ada kesempatan untuk mengendalikannya lagi..."

   "Twako...???" Chin Yang Kun berdesah serak. Tabib muda itu memandang Chin Yang Kun dengan perasaan menyesal dan sedih.

   "Satu-satunya jalan hanyalah berusaha menghilangkan racun yang mengalir di dalam darahmu. Tapi aku belum dapat menemukan jalan atau caranya. Racun itu sudah menyatu dan bersenyawa dengan darahmu. Rasanya sulit untuk memisahkannya lagi."

   "Jadi...jadi aku tak...tak bisa ditolong lagi?" Chin Yang Kun bertanya gugup. Chu Seng Kun menundukkan kepalanya. Perlahan-lahan kepala itu menggeleng,

   "Entahlah...! Tapi kau jangan putus-asa. Aku akan berusaha keras untuk mencari obatnya."

   "Ooh...Ialu...lalu apa yang mesti kulakukan sebelum obat itu diketemukan?"

   "Tentu saja kau harus berhati-hati dalam menjaga diri. Jangan sampai kau terangsang oleh wanita. Syukur kalau kau mau pergi mengasingkan diri di tempat sepi, sehingga kau tidak bertemu dengan perempuan."

   "Tapi...tapi masih banyak urusan keluargaku yang harus kuselesaikan. Bagaimana aku bisa meninggalkannya untuk mengasingkan diri?"

   "Itulah repotnya! Dalam keadaan normal kau adalah seorang pemuda atau pendekar yang baik. Tapi jikalau penyakit itu datang menyerang, kau akan berubah menjadi seorang iblis penyebar maut yang menakutkan. Terutama untuk para wanita atau orang-orang yang berusaha menghalangi niatmu. Maka kalau kau masih berpetualang di dunia ramai, kau harus menjaga dirimu sebaik-baiknya."

   "Ooooh!" Chin Yang Kun lemas tak berdaya. Keduanya lalu terdiam lesu di tempat masing-masing. Chu Seng Kun yang masih lelah kehabisan tenaga itu sibuk berpikir tentang penyakit Chin Yang Kun yang aneh itu. Sementara Chin Yang Kun sendiri juga sedang meratapi nasibnya yang malang. Begitu asyiknya mereka dengan lamunan mereka masing masing, sehingga mereka berdua tidak menyadari kalau sepasang mata bersinar hijau yang sangat mengerikan sedang mengawasi mereka. Mereka menjadi kaget setengah mati ketika tiba-tiba saja makhluk mengerikan itu meloncat ke hadapan mereka!

   "Bhrrrrh...!" makhluk itu menggeram. Chu Seng Kun segera meloncat berdiri, tapi segera terhuyung-huyung mau jatuh. Tubuhnya yang masih lelah karena baru saja menguras tenaga secara berlebihan itu ternyata belum pulih kembali seperti sedia kala. Sedangkan Chin Yang Kun yang juga telah kehabisan tenaga itu lebih parah lagi keadaannya. Beberapa kali pemuda itu berusaha bangkit, tapi selalu gagal. Badan yang lemas tak bertenaga itu tetap saja tergeletak di atas pasir. Sementara itu sebuah makhluk mengerikan telah berdiri di depan mereka. Bentuknya seperti manusia, gemuk bulat berkepala gundul. Kulitnya berwarna hijau gemerlapan ditimpa sinar bintang. Yang sangat mengerikan dan menjijikkan adalah lendir kental yang menempel pada kulit yang berwarna hijau tersebut.

   Begitu banyaknya lendir tersebut sehingga makhluk itu bagaikan dibungkus oleh larutan bubur perekat di sekujur tubuhnya. Malahan saking banyaknya, lendir kental itu tampak meleleh dan berjatuhan ketika makhluk itu berjalan. Baunya jangan ditanya lagi. Busuk bukan main! Busuk dan amis! Saking kagetnya Chu Seng Kun dan Chin Yang Kun justru terdiam tak bisa berkata sepatahpun. Keduanya menatap makhluk mengerikan itu dengan mulut ternganga dan mata terbelalak! Beberapa kali makhluk itu berusaha mengusap atau membuang lendir kental yang menutupi mulut dan hidungnya. Tapi lendir yang meleleh demikian banyaknya sehingga tempat itu segera tertutup kembali seperti semula.

   "Bhhrrrr...sungguh bhrr...beruntung sekali aku bhrr...b-b-bisa bhertemu dengan tabbhhrrr...dengan tabib pandai seperti kau ini, hahahaha...bhrr!" tiba-tiba makhluk mengerikan itu berkata.

   "Hah...?" Chu Seng Kun berseru seraya melangkah mundur setindak. "Kau siapa?"

   "Hahaha...bbrrrr...aku sudah lama mengintaimu di sini, yaitu sejak kau mmbhrr berusaha mengobati anak muda ini. Sekarang kalian berdua sama-sama tak bhherrr...hhrrr...tak berdaya dan kehabisan tenaga. Maka dari itu ka...ka...bherrr...kalian tak perlu melawan..." makhluk itu berkata lagi, sama sekali tak mengacuhkan pertanyaan Chu Seng Kun. Sebentar-sebentar tangannya mengusap lendir yang menghalangi gerak mulut dan bibirnya.

   "Apa...maksudmu?" Chu Seng Kun bertanya lagi. Tabib muda itu mundur selangkah lagi. Tetapi bukan karena takut, sebab sebagai seorang yang telah biasa berpetualang ia telah bisa menenteramkan dan menenangkan hatinya kembali. Apalagi setelah ia perhatikan benar-benar, makhluk tersebut ternyata bukanlah hantu atau iblis yang patut ditakutkan. Makhluk mengerikan itu tak lain adalah manusia juga seperti dirinya. Cuma yang membuat orang itu menjadi sangat mengerikan adalah kulit dan lendirnya yang aneh dan menjijikkan itu.

   "Bbhrrrrr...! Terus terang aku minta tol...tolhong...bhrrrr. SembuhkanIah aku dari penyakitku yang...yang aneh ini!"

   "Penyakit? Ada apa dengan tubuhmu itu?" Orang yang berselimutkan lendir itu menundukkan kepala dan tampak ragu-ragu untuk berterus terang. Tapi beberapa saat kemudian kepala itu kembali tengadah. Tangannya lalu sibuk membuang lendir yang menutupi mulutnya.

   "Bbhhrrr...baiklah, aku akan berterus terang kepadamu. Aku...aku sesungguhnya tidak menderita penyakit apa-apa. Dan aku juga tidak merasa sakit atau disakiti orang. Aku hanya menjadi...menjadi korban dari ilmuku sendiri!"

   "Menjadi korban dari ilmumu sendiri?" Chu Seng Kun menegaskan.

   "Bhhrrrr...benar! Aku sejak muda selalu bergulat dengan racun, terutama racun kelabang hijau! Racun yang amat ganas dan berbahaya itu berhasil aku taklukkan dan aku kuasai, sehingga dapat kupakai sebagai senjata dan dasar dari ilmu yang kupelajari. Sedikit demi sedikit setiap hari racun itu kumasukkan dan kuresapkan ke dalam tubuhku, sehingga racun itu akhirnya dapat merasuk dan menyatu dengan darah dagingku. Dan untuk tetap dapat mmm...mbbrrrr...menguasai serta mmm...mbbbrrrr...mengendalikannya, setiap hari atau setiap waktu tertentu aku meminum ramuan yang telah kubuat sendiri. Tapi karena sesuatu hal dalam dua hari ini aku tak melakukannya. Dan celakanya lagi, bhrrrr...dalam dua hari dua malam itu tubuhku terendam di dalam air asin, air yang selama ini selalu kujauhi dan menjadi pantangan dari ilmu yang kupelajari. Maka akibatnya...oh, bhrrrr...tubuhku menjadi seperti ini."

   Selesai berkata orang itu lalu mengawasi Chu Seng Kun. Di dalam tatapan matanya, terkandung permohonan dan harapan agar tabib muda itu mau mengobatinya.

   Hanya saja di dalam permohonannya itu ada tersirat juga nada paksaan, bahkan ancaman, apabila permintaannya tersebut tidak dikabulkan oleh Chu Seng Kun. Chu Seng Kun tidak segera memberi jawaban. Sejak orang itu menyebutkan jenis racun yang dipelajarinya, serta apa yang telah terjadi selama dua hari ini, ia segera menjadi curiga. Apalagi setelah ia perhatikan lebih teliti lagi, ternyata ia segera mengenal orang itu. Orang itu tak lain adalah Si Kelabang Hijau Ceng-ya-kang, yang mencebur ke laut dua hari yang lalu! Otomatis Chu Seng Kun menoleh ke arah kawannya, seolah-olah ingin memberitahukan bahwa orang yang dicarinya selama ini ada di depannya. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat Chin Yang Kun masih saja terbaring di tempatnya. Pemuda itu belum dapat bangun karena belum pulih kembali kekuatannya.

   "Wah...gawat nih! saudara Yang masih lumpuh, sedangkan aku juga masih lemas pula. Kalau iblis berbahaya ini memaksakan kehendaknya dan mengamuk, aku dan saudara Yang terang belum bisa menghadapinya. Padahal aku belum tentu bisa mengobatinya pula. Bagaimana kalau iblis yang licik dan keji ini nanti marah?" tabib muda itu berpikir di dalam hati. "Hmmm, satu-satunya jalan hanyalah mengulur waktu. Siapa tahu saudara Yang sudah bisa memulihkan tenaganya?" Setelah memperoleh keputusan demikian, Chu Seng Kun lalu menarik napas dalam-dalam. Dengan tenang ia menghadapi Ceng-ya-kang yang kini keadaannya sangat mengerikan itu.

   "Hmmm...terus terang aku tadi tidak mengenalmu sama sekali. Tapi begitu mendengar ceritamu, aku lantas ingat siapa kau ini sebenarnya..." akhirnya Chu Seng Kun membuka muIutnya.

   "Hei...kau mengenal...bbrrrr...mengenalku?" orang yang tidak lain memang Ceng-ya-kang itu tersentak kaget.

   "Ya. Bukankah kau adalah Si Kelabang Hijau Ceng-ya-kang? Siapa lagi di dunia ini yang sering bermain-main racun Kelabang Hijau selain Ceng-ya-kang?" Tiba-tiba Ceng-ya-kang meloncat maju, sehingga lendir lendirnya banyak yang terlepas berjatuhan ke tanah. Baunya jangan ditanya lagi! Amis dan busuk memuakkan!

   "Nah, kalau aku memang benar Ceng-ya-kang, kau mau apa...heh? Bhrrrrrr...!" Chu Seng Kun cepat-cepat melompat ke samping, tapi lagi lagi tabib muda itu terhuyung-huyung mau jatuh.

   "Bersabarlah...!" teriaknya.

   "Heheh...bhrrrr...hati-hati kau! Aku tahu kau baru saja menghamburkan tenaga sakti untuk mengobati pemuda itu.Badanmu masih lemah, begitu pula dengan pemuda ganteng itu, bhrrrrrr...heheh! Oleh karena itu kau jangan coba-coba melawan aku. Lebih baik kau turuti saja permintaanku, jika tidak...bhrrrr...aku akan membunuh kalian berdua!"

   "Bersabarlah! Aku akan mengobatimu..."

   "Nah...begitu lebih baik. Tapi jangan coba-coba mengelabuhi aku. Lihatlah di sekeliling kalian! Tempat ini telah penuh dengan racun racunku. Dan tanpa kalian sadari, kalian juga sudah kemasukan racunku pula. Kalau tak percaya, hehe...bhrrrr...silakan periksa pernapasan kalian! Oleh karena itu...bhrrr...jangan coba-coba menipu aku! Sekali aku mencurigai gerak-gerik kalian, kalian tentu kubunuh!" Chu Seng Kun lagi-lagi terperanjat, apalagi ketika ia benar-benar memeriksa pernapasannya! Dadanya terasa sakit!

   Gila, ternyata akibat penghamburan tenaganya tadi membuat kewaspadaannyapun menjadi berkurang. Tanpa ia sadari tubuhnya telah kemasukan racun yang ditebarkan oleh Ceng-ya-kang. Ketika tabib muda itu melirik ke arah Chin Yang Kun, hatinya semakin menjadi kecut. Pemuda itu tampak tersengal-sengal pernapasannya. Air mukanya kelihatan membiru, sementara matanya tampak melotot mengawasi Ceng-ya-kang! Agaknya pemuda itu juga sudah kemasukan racun Ceng-ya-kang pula! Memang benar juga dugaan Chu Seng Kun itu, Chin Yang Kun memang telah terkena racun yang disebar oleh Ceng-ya-kang sebelum muncul di hadapan mereka. Tetapi seperti telah diketahui, tubuh pemuda itupun telah sarat dengan racun pula. Maka sedikit racun yang ditebarkan oleh Ceng-ya-kang itu sebenarnya tidak berpengaruh apa-apa terhadap tubuhnya.

   Malahan bila dihitung-hitung, racun yang mengalir di dalam tubuh Chin Yang Kun sendiri justru sepuluh kali lipat lebih hebat dan lebih ganas dari pada racun tersebut. Yang membuat napas pemuda itu tersengal-sengal serta air mukanya pucat membiru itu adalah ketegangan hati pemuda itu sendiri. Kenyataan yang demikian mendadak, di mana secara tiba-tiba dia berhadapan muka dengan orang yang dicarinya, padahal keadaan tubuhnya sedang lumpuh dan kehabisan tenaga, membuat pemuda itu menjadi gelisah, tegang dan penasaran! Rasa-rasanya pemuda itu ingin menerkam serta mencekik iblis tersebut, untuk menanyakan peristiwa di hutan Bukit Ular setahun yang lalu. Sayang sekali badannya yang lemas dan lumpuh itu telah menghalang-halanginya. Oleh karena itu yang dapat dilakukannya hanyalah menggeram dan melotot saja kepada Ceng-ya-kang!

   "Bhrrrr...bagaimana? kau mau mengobati aku atau tidak?" tiba-tiba Ceng-ya-kang membentak.

   "Ba-baiklah...tapi biarlah aku menyelesaikan pengobatan terhadap temanku itu dahulu. Bagaimana?" Chu Seng Kun mencoba mencari kesempatan untuk berbicara dengan Chin Yang Kun, agar bisa merundingkan cara untuk menghadapi iblis dari Ban-kwi-to itu.

   "A-a...brrrh...? Hah...kau jangan mencoba mengakali aku, ya...?" Cengya-kang segera mencegah. Tapi Chu Seng Kun cepat berbalik dan menghadapi iblis itu dengan bertolak pinggang. Dengan lantang ia berkata,

   "Hmm...kedatanganku di tempat ini hanya untuk mengobati temanku itu. Kalau akhirnya aku tak bisa menyelesaikan pengobatan itu, padahal hanya tinggal menusukkan tiga batang jarum saja, lalu di mana nanti aku hendak menaruhkan mukaku? Lalu apa gunanya aku jauh-jauh datang ke sini? Dan apa gunanya aku mempertahankan nama besarku sebagai ahli pengobatan selama ini? Hmm, kalau demikian halnya, lebih baik semuanya mati saja! kau bunuhlah aku! Biarlah aku mati, sehingga kau dan temanku itu juga mampus pula bersama aku"!"

   Ceng-ya-kang justru mundur selangkah ketika Chu Seng Kun mendesak maju. Iblis itu tampak bimbang. Siasat Chu Seng Kun yang cerdik itu malah membuatnya bimbang! Sekejap iblis itu termangu-mangu di tempatnya, sebab bagaimanapun juga dia ingin disembuhkan pula dari penderitaannya itu. Dan kini secara kebetulan dia berjumpa dengan seorang tabib pandai. Dan kesempatan seperti ini akan sulit ia dapatkan di kemudian hari.

   "Ayoh! Kenapa kau menjadi ragu-ragu? Bunuhlah aku...!" Chu Seng Kun yang melihat kebimbangan Ceng-ya-kang itu segera mendesak lagi.

   "Ba...hhrr...baiklah! kau benar-benar tinggal menusukkan tiga batang jarum saja lagi, bukan? Ka-kalau begitu...lakukanlah! Tapi bhrrr...kau jangan coba-coba menipuku, karena untuk melindungi jiwaku...hhrr...aku tak segan-segan membunuhmu!"

   "Hmmh!" Chu Seng Kun mendengus, kemudian tubuhnya berbalik dan melangkah ke tempat Chin Yang Kun. Dan begitu berhadapan dengan Chin Yang Kun, tabib muda itu segera memberi isyarat dengan matanya.

   "Perhatikan jarumku...!" bisik tabib muda itu lemah, sebelum iblis Ban-kwi-to itu ikut pula duduk di dekatnya. Chin Yang Kun mengerutkan keningnya. Mula-mula ia menjadi gugup dan bingung melihat kawannya itu memberi isyarat kepadanya. Tapi sesaat kemudian ia segera menangkap maksud kawannya itu. Maka ketika ia disuruh tengkurap di atas pasir, maka iapun tak membantah. Ia menanti saja apa yang hendak dilakukan oleh tabib muda itu kepadanya. Dan untuk sementara ia berusaha mengesampingkan kegeraman hatinya kepada iblis Ban-kwi-to itu.

   "Perhatikan jarum-jarumku...!" Pemuda itu mengulang kata-kata Chu Seng Kun di dalam hatinya.

   "Apa maksudmu...?" Tiba-tiba kulit punggungnya terasa dicoret-coret dengan ujung jarum oleh Chu Seng Kun. Beberapa coretan lalu berhenti. Kemudian coretan itu diulangi lagi, persis dengan yang tadi. Lalu berhenti lagi. Dan beberapa saat kemudian coretan tersebut diulangi lagi oleh Chu Seng Kun, sehingga akhirnya Chin Yang Kun tahu apa yang dikehendaki kawannya. Tampaknya tabib muda itu bermaksud menulis pesan dengan goresan-goresan jarum pada punggungnya, agar Ceng-ya-kang yang buta huruf itu tidak menyadari kalau sedang diakali.

   "Ayoh...bhrrrr! Mengapa jarum itu tidak lekas-lekas kau tusukkan? Mengapa Cuma kau putar-putarkan saja di atas punggungnya? kau ingin mengulur-ulur waktu, ya? Bbrrrr...jangan harap! Cepat!" iblis Ban-kwi-to itu menggertak.

   "Baiklah, Chu-Twako! Lekaslah...!" Chin Yang Kun berseru kepada Chu Seng Kun pula, sebagai isyarat bahwa ia juga sudah mengerti apa yang dimaksudkan oleh kawannya itu.

   "Baik!" Chu Seng Kun juga berseru dengan gembira, begitu maksudnya telah diketahui oleh Chin Yang Kun.

   "Tapi kau jangan tergesa-gesa pula. Meskipun hanya menusukkan jarum, tapi pekerjaan itu juga tidak mudah. Harus menurut aturan dan cara-cara yang telah ditentukan." Begitulah, sambil menyelipkan pesan-pesan dengan coretan-coretannya Chu Seng Kun menusukkan ketiga jarumnya di tempat yang dikehendakinya. "Tiga batang jarum ini kugunakan untuk memacu dan membantu urat-urat penting di dalam tubuhmu, agar urat syaraf serta peredaran darahmu dapat segera pulih seperti sedia kala. Setelah itu terserah kepadamu untuk menghadapi iblis ini."

   "Nah, aku sudah selesai dengan pengobatanku sekarang. Bagaimana? Apakah kau sudah siap pula?" Chu Seng Kun menoleh ke arah Ceng-ya-kang dan bertanya. Iblis itu bangkit berdiri.

   "Bhrrrr...bagus! Aku juga sudah siap. Tapi sekali lagi kuperingatkan, jangan sekali-sekali kalian berbuat yang mencurigakan atau berbuat curang. Sebab sekali saja aku mengetahui atau melihatnya, kalian...atau kita semua akan mati di tempat ini. Kalian tahu mengapa aku berkata demikian? Bhrrr...lihat...lihatlah pasir di bawah kaki kalian itu!"

   Chu Seng Kun menarik napas panjang, lalu menundukkan kepalanya. Begitu juga dengan Chin Yang Kun. Pemuda itu secara otomatis juga memandang pasir yang ditindihnya. Dan secara berbareng keduanya membelalakkan matanya. Keduanya seperti orang yang sedang ketakutan! Pasir itu ternyata telah berubah warnanya menjadi hijau gelap. Dan itu berarti bahwa pasir tersebut telah mengandung racun pula. Malah lapat lapat kedua pemuda itu melihat asap tipis atau kabut tipis dari dalam pasir tersebut. Kabut tipis itu perlahan-lahan mengepul ke atas, seakan-akan hendak menyelimuti tubuh mereka bertiga.

   "Nah...bhrrr...sudah kalian lihat itu? Hahaha...bhrrr...hal itu berarti bahwa kalian berdua juga sudah terkena racunku pula. Dan hal itu juga berarti bahwa mati hidup kalian telah berada di tanganku. Maka dari itu, asal kalian tidak berlaku curang dan bisa menyembuhkan penyakitku, aku juga akan memberi obat penawar racunku...kepada kalian. Ba-ba...bherrrr...bagaimana pendapat kalian? Bu-bukankah tukar-menukar ini adil juga?"

   "Sudahlah! kau tak usah menakut-nakuti kami! Bersiaplah, aku akan mulai mengobati penyakitmu!" Chu Seng Kun cepat memotong perkataan Ceng-ya-kang.

   "Bhhrrr...aku sudah siap. Apa yang harus kukerjakan?"

   "Berguling-gulinglah dahulu di atas pasir biar lendir-Iendir itu hilang dari badanmu! Setelah itu mandilah dalam air laut agar supaya pasir-pasir yang menempel di tubuhmu menjadi bersih!" Chu Seng Kun memberi perintah.

   "Bhhrrrr...kurang ajar! kau mau mengolok-olok aku? Ku-kubunuh kau!" tiba-tiba Cengya-kang naik pitam. Iblis itu berdesis, lalu menerkam Chu Seng Kun. Dengan susah payah tabib muda itu mengelak, kemudian berteriak,

   "Tunggu! kau jangan Iekas marah! Aku tidak bermaksud menghinamu! Dengarlah...I Bagaimana aku bisa melihat dan memilih urat-urat serta jalan darahmu kalau kulitmu tertutup lendir-lendir kental begitu? Bagaimana kalau aku salah menusukkan jarumku nanti?" Ceng-ya-kang menggeram dan menunda serangannya. Kata-kata Chu Seng Kun itu memang masuk akal.

   "Hmm...jadi...jadi aku harus bergulung-gulung di atas pasir ini dahulu? Bhhrrrrr..." akhirnya Iblis itu berkata.

   "Benar! Atau kalau kau keberatan, aku akan ngawur saja dalam menusukkan jarumku. Bagaimana...?"

   "Ba-baik...bherrrrr...baiklah, aku akan berguling-guling di pasir ini! Tapi awas kalau kau mempermainkan aku!" Dengan agak sedikit malas iblis itu lalu berguling-guling di atas pasir. Mula-mula hanya perlahan-lahan saja, tetapi makin lama akhirnya makin cepat juga. Setelah lendir lendir kental itu hilang dari tubuhnya, iblis itu lalu berlari ke pantai. Tubuhnya yang sekarang penuh dengan pasir itu dimasukkannya ke dalam air, kemudian digosok-gosoknya hingga bersih. Kesempatan itu dipergunakan oleh Chu Seng Kun untuk menengok Chin Yang Kun.

   "Bagaimana saudara Yang? Apakah tenaga saktimu telah bisa pulih kembali?"

   "Belum. Sebentar lagi. Tolong kau ulur lagi waktunya!" Chin Yang Kun menjawab perlahan, takut didengar Ceng-ya-kang.

   "Hei...kalian bicara apa?" Ceng-ya-kang tiba-tiba meloncat keluar dari dalam air dan berdiri di depan mereka.

   "Kalian berunding untuk menjebak aku, he...?"

   "Aku hanya menanyakan hasil dari pengobatanku tadi. Apakah itu tidak boIeh?" Chu Seng Kun membantah dengan berani.

   "Tidak boleh! Sekali lagi kalian berbicara satu sama lain, pemuda ganteng itu akan kubunuh!" Ceng-ya-kang yang kini sudah bersih dari lendir itu menggeram.

   "Hmmh!" Chu Seng Kun mendengus.

   "Aku sudah bersih sekarang. Apa yang mesti kukerjakan lagi? Tapi...awas! Sekali kau melakukan kecurangan, racun-racunku akan segera bekerja. Satu persatu ruas-ruas tulangmu akan terlepas seperti orang yang terkena penyakit kusta. Dan kalian jangan harap bisa sembuh tanpa meminum obat penawarku!" Tabib muda itu tergetar hatinya. Tampaknya iblis itu tidak hanya sekedar mengancam saja. Kelihatannya iblis itu memang berkata sebenarnya. Racun Kelabang Hijau memang bukan racun sembarangan.

   "Agaknya aku memang tidak boleh sembrono menghadapi orang ini. Racun itu mungkin memang takkan bisa kutahan atau kuobati sendiri tanpa pertolongan obat penawarnya. Oleh karena itu aku harus berhati-hati dan pandai mengambil hatinya, agar obat penawar itu diberikan kepadaku dengan baik-baik," Chu Seng Kun berkata di dalam hatinya. Tabib muda itu lalu melangkah ke depan.

   "Jangan banyak bicara! kau tinggal percaya atau tidak kepadaku? Kalau masih percaya, ya...syukur. Kalau tidak, ya...silakan pergi saja!
Habis perkara!" katanya lantang.

   "Hmmh!" Ceng-ya-kang menggeram. Lalu, "Baiklah! Apa yang harus kulakukan Iagi?"

   "Kau duduklah bersila di atas pasir! Kendorkanlah semua urat dan otot-ototmu, aku akan memeriksa dulu penyakitmu!" Chu Seng Kun berkata tegas. Sementara itu Chin Yang Kun sudah mulai bisa menghimpun kembali kekuatannya. Tusukan tiga batang jarum yang dilakukan oleh Chu Seng Kun tadi benar-benar membantu dan mempercepat proses pemulihan tenaganya.

   Kini hanya tinggal beberapa buah jalan darah saja yang belum pulih seperti semula. Demikianlah, Chin Yang Kun seperti sedang berlomba dengan waktu, sementara Chu Seng Kun membantunya dengan mengulur ulur waktunya. Tetapi meskipun demikian, tabib muda itu juga tidak berani main-main dengan iblis tersebut. Selain mengulur waktu, tabib muda itu juga berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mengetahui jenis penyakit lawannya. Sementara itu tubuh Ceng-ya-kang yang sudah bersih itu mulai dilapisi dengan lendir yang keluar lagi dari dalam tubuhnya. Lendir itu mengucur keluar dari pori-pori kulit bersama-sama dengan keringat. Semakin lama lendir tersebut semakin banyak juga sehingga akhirnya mengganggu pekerjaan Chu Seng Kun.

   "Wah...lendirmu sudah menutupi kulitmu lagi! Maukah kau membersihkannya lagi?" tabib muda itu mengeluh.

   "Bangsat! Lendir gila! Makin lama keluarnya semakin deras juga! Huh!" iblis itu mengumpat-umpat. Lalu, "Apakah kau sudah menemukan cara untuk mengatasinya?"

   "Sudah! Tapi aku harus memeriksanya kembali, apakah cara yang akan kulakukan itu tidak membahayakan kau. Aku harus berhati-hati menanganinya, karena aku belum pernah menjumpai penyakit seperti ini sebelumnya," Chu Seng Kun menjawab.

   "Kurang ajar! Huh, baiklah..., aku akan berguling-guling di pasir dan mandi di laut lagi! kau nantikanlah di sini!" dengan perasaan mendongkol Ceng-ya-kang bersungut sungut. Begitu iblis itu membenamkan dirinya di laut, Chu Seng Kun bergegas menghampiri Chin Yang Kun kembali.

   "Saudara Yang, bagaimana...? Sudah pulih kembali?" bisiknya kepada pemuda berkepandaian tinggi itu.

   "Tinggal sedikit lagi! Lalu apa yang harus kulakukan seteIah tenagaku pulih nanti? Menggempur dia?"

   "Jangan! Biarlah aku meminta obat penawarnya dahulu, selelah itu baru terserah kepadamu..." Chu Seng Kun cepat-cepat mencegah. "Eh, dia sudah selesai mandi. Berhati-hatilah!" Chu Seng Kun bergegas menjauhi Chin Yang Kun lagi.

   "Ayoh...cepatlah! Tubuhku sudah bersih kembali!" Ceng-ya-kang berseru.

   "Bagus! Bersilalah Iagi di atas...!" Iblis itu memandang Chu Seng Kun dengan tajamnya, setelah itu perlahan-lahan matanya menoleh ke arah tubuh Chin Yang Kun, yang masih tergolek di atas pasir.

   
Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sekali lagi kau mengajaknya bicara, aku langsung akan membunuhnya! Dan aku tidak akan peduli lagi, apa yang akan terjadi nanti!" Iblis itu menggeram seraya bersila di muka Chu Seng Kun. Tergetar juga hati tabib muda itu. la tak menduga kalau iblis itu mengetahui juga gerak-geriknya tadi. Maka untuk sesaat, ia menjadi ragu-ragu untuk melanjutkan pengobatannya. Ia khawatir iblis keji yang sukar diduga pikirannya itu akan berbalik pikiran dan mengamuk!

   "Ayoh, lekas! Kenapa kau diam saja di situ? Mau mengulur waktu agar tenagamu pulih kembali? Dan kemudian kau mau mencoba melawan aku? Huh...jangan bermimpi! Sekali saja kau mengerahkan separuh dari tenaga saktimu, maka racunku akan segera bekerja! Dan dalam waktu singkat seluruh anggota badanmu akan terlepas satu persatu dari tubuhmu, bagaikan sebatang pohon yang berguguran daunnya di musim gugur""

   "Aaaah...!" Chu Seng Kun berdesah.

   "Ayoh! Apa yang kau tunggu lagi?" Ceng-ya-kang mendesak. Chu Seng Kun tersentak. Tapi bersamaan dengan itu tiba-tiba timbul akal di dalam pikiran tabib muda tersebut.

   "Ooughhh!" desisnya seperti orang yang sedang menahan sakit, lalu tubuhnya terhuyung huyung mau jatuh. Tapi ia segera berpura-pura bertahan sekuat tenaganya.

   "Hei? kau kenapa...?" dengan kaget Ceng-ya-kang berseru. Chu Seng Kun mengambil napas sambil mendekap dadanya,

   "Tidak apa-apa! Hanya gangguan kecil saja. Dadaku terasa sakit..."

   "Dadamu terasa sakit? Apakah...apakah lenganmu juga terasa kesemutan?" Chu Seng Kun melirik, diam-diam ia tersenyum melihat kekhawatiran iblis itu.

   "Be-benar...! Malah tidak cuma lenganku saja yang kesemutan, tapi juga kedua kakiku," tabib muda itu berbohong.

   "Kurang ajar! kau tentu tidak mengindahkan peringatanku tadi! kau tentu mengerahkan sinkangmu..." Ceng-ya-kang mengumpat.

   "Hah?" Chu Seng Kun pura-pura kaget.

   "Aku...aku memang telah mengerahkan sinkangku. Tapi...tapi...itu akan kugunakan untuk mengobatimu. Untuk mengurut, menotok dan menusukkan jarum, aku harus mempergunakan sinkang..." Chu Seng Kun meneruskan sandiwaranya. Chu Seng Kun laIu berpura-pura jatuh. Tentu saja Ceng-ya-kang yang sedang membutuhkan pertolongan tabib muda itu menjadi kelabakan. Iblis tersebut mengira lawannya benar benar sedang menderita akibat serangan racunnya.

   "Gila! kau tadi tidak mengatakan bahwa cara pengobatanmu itu harus mempergunakan sinkang! Tahu begitu, aku tentu akan memberimu dulu obat penawarnya!Hmh! Nih...kau isaplah dulu darahku, lalu telanlah!" Iblis itu membentak marah. Ceng-ya-kang lalu melukai ujung jarinya, sehingga darahnya segera merembes keluar. Tapi ketika jari itu dia acungkan ke mulut Chu Seng Kun, tabib muda itu tidak mau mengisapnya. Iblis itu semakin menjadi marah.

   "Kau ingin sembuh tidak"?" teriaknya. "Hanya darahku ini saja yang bisa mengobatimu! Inilah obat penawarnya itu! Ayoh, cepat isaplah!" Beberapa saat lamanya Chu Seng Kun masih ragu-ragu. Selain merasa jijik, tabib muda itu juga masih menimbang-nimbang di dalam hati, adakah kata-kata iblis itu bisa dipercaya atau tidak.

   "Tapi...iblis ini sekarang membutuhkan sekali pertolonganku. Jadi rasa-rasanya tak mungkin ia berbohong, atau mau membunuh aku. Dan di dalam ilmu pengobatan, kata-katanya itu memang masuk akal. Aku pernah membaca di dalam buku peninggalan Sucouw, bahwa seorang yang digigit ular akan sembuh bila meminum darah ular itu sendiri. Hmm, baiklah...aku akan meminum darah iblis ini!" Chu Seng Kun menimbang-nimbang di dalam hati. Demikianlah, seperti dipaksakan Chu Seng Kun mengisap darah yang menetes dari ujung jari Ceng-ya-kang. Baunya amis dan anyir, sehingga tabib muda itu hampir muntah karenanya.

   "Sekarang kau kerahkan tenaga saktimu secara perlahan-lahan! Kemudian kumpulkan semuanya di dada, lalu desaklah rasa sakit yang menyerangmu tadi keluar dari dalam tubuhmu!" Ceng-ya-kang memberi perintah.

   Jilid 39
Perlahan-lahan Chu Seng Kun mengerahkan sinkangnya seperti yang diperintahkan oleh iblis dari Ban-kwi-to itu. Dan secara perlahan-lahan juga tubuh tabib muda itu menjadi panas, sehingga akhirnya terlihat asap tipis mengepul dari tubuh tersebut. Asap itu semakin lama semakin tebal, berwarna kehijau-hijauan dan berbau busuk serta amis!

   "Nah, kau sudah bebas dari racunku sekarang. Kini ganti kau yang menyembuhkan penyakitku. Aku...?" Tiba-tiba Ceng-ya-kang tidak meneruskan ucapannya. Iblis itu baru sadar kalau dirinya terkecoh. Karena terlalu khawatir pada penyakitnya, ia sampai lupa memberi obat penawar kepada lawannya. Bagaimana kalau lawannya itu tiba-tiba berbalik pikiran? Benar saja. Iblis itu menjadi pucat wajahnya. Perlahan-lahan ia melihat Chu Seng Kun bertolak pinggang di hadapannya. Tabib muda itu tersenyum penuh kemenangan.

   "Manusia busuk...! sungguh pintar mengelabuhi aku! Tapi jangan buru-buru bergembira dahulu! Aku tahu kau belum pulih seluruhnya! kau tidak akan menang melawan aku! Kini akan kubunuh kau uuu...!!!" iblis itu berteriak penasaran.

   "Cuh! Cuh! Cuh!" Ceng-ya-kang meloncat seraya mengobral ludahnya. Tapi dengan cepat Chu Seng Kun mengelak, kemudian melompat menjauhi lawannya. Gerakannya masih lemah, sehingga ludah-ludah itu hampir saja mengenai badannya. Iblis gundul itu cepat mengejar, lalu melancarkan serangan lagi secara bertubi-tubi. Tentu saja Chu Seng Kun yang belum pulih kembali itu menjadi kalang kabut! Beberapa kali pukulan Ceng-ya-kang hampir mengenai badannya. Mendadak terdengar desis ular yang sangat keras. Begitu kerasnya sehingga kedua orang yang sedang bertempur itu merasa kaget sekali. Keduanya melompat mundur seraya bersiap-siaga penuh. Mereka membayangkan, tentu ada seekor ular raksasa yang keluar dari dalam laut, mau menyerang mereka!

   "Ssssssss!"

   "Hah?"

   "Heh! Ooh, kau...Saudara Yang!" Ternyata mereka salah sangka! Yang berdesis di belakang mereka tadi ternyata bukan seekor ular raksasa, Tetapi...Chin Yang Kun! Pemuda itu ternyata telah selesai memulihkan tenaganya, dan kini tampak berdiri tegak memandang Ceng-ya-kang! Matanya mencorong penuh kemarahan! Entah mengapa, Ceng ya kang yang biasa ditakuti orang itu tiba-tiba merasa ngeri melihat pandang mata Chin Yang Kun yang penuh ancaman itu. Bulu kuduknya terasa meremang, apalagi ditambah dengan hembusan udara dingin yang meniup dari tubuh Chin Yang Kun.

   "Kau...kau...? Mengapa kau tidak terpengaruh oleh racunku?" dengan suara gemetar iblis itu menyapa Chin Yang Kun. "Siapakah kau se...sebenarnya?"

   "Hmm...tampaknya kau mulai ingat kembali kepadaku, iblis keji! Ayoh, kalau begitu mari kita selesaikan sekarang utang-piutang kita itu!" Chin Yang Kun menggeram. Ceng-ya-kang mengerutkan dahinya, lalu meloncat selangkah ke belakang.

   "Tunggu dulu! Huh...Utang-piutang katamu? Kurang ajar! Utang-piutang apa itu?"

   "Setan gundul! kau jangan berpura-pura lupa kepadaku!Ingat peristiwa di hutan lebat di lereng Bukit Ular setahun yang lalu? Peristiwa terbantainya seluruh Keluarga Chin di tengah malam buta itu?" Chin Yang Kun menggeram lagi dengan hebat. Tiba-tiba Ceng-ya-kang tertawa gelak-gelak.

   "Ooo...itu! Hahahaha...! Aku ingat kepadamu sekarang! Huh...jadi kau ini pemuda she Chin itu?"

   "Keluarga Chin...?" Chu Seng Kun bergumam perlahan, seraya mengawasi Chin Yang Kun, sahabatnya. Sementara itu Chu Yang Kun tampak semakin tegang dan geram.

   "Benar, Ceng-ya-kang! Kini sudah kau ingat lagi, bukan? Itulah utang-piutang kita yang harus kau selesaikan sekarang! Tapi...sebelum kita mengadakan perhitungan, aku akan bertanya dulu kepadamu. Siapakah yang memberi perintah kepadamu untuk membantai keluarga Chin? Apakah orang berkerudung hitam yang bergelar Hek-eng-cu itu?"

   "Tak ada yang memberi perintah. Aku membunuh wanita dan anak-anak itu karena mereka tidak mau memberitahukan tempat penyimpanan Cap Kerajaan. Aku kesal...mereka tidak..."

   "Tunggu! kau jangan coba-coba mengurangi dosamu, ya? kau membantai seluruh Keluarga Chin, laki perempuan, bukan hanya wanita dan anak-anak! Tahu?" dengan kemarahan yang meluap-luap Chin Yang Kun memotong perkataan Ceng-ya-kang.

   "Bangsat! Mengapa aku mesti harus mengurangi dosa dosaku? kau kira aku takut kepadamu? Akulah yang meracun wanita dan anak-anak itu! Dan...akulah yang menulis surat ancaman itu! Nah, kau mau apa? Cuh!"

   "Lalu bagaimana dengan ayah dan pamanku itu? Siapa yang membunuh mereka di rumah Pendekar Li itu?" Chin Yang Kun berteriak penasaran.

   "Aku tidak tahu!! Kenapa kau tanyakan itu kepadaku? Biarkan saja ayah dan pamanmu itu masuk neraka!!!" Ceng-ya-kang berteriak pula tak kalah kerasnya.

   "Kurang ajar! Kubunuh kau!" Chin Yang Kun menjerit marah. Dengan ganas pemuda itu menerkam Ceng-ya-kang! Kedua buah tinjunya melayang ke depan, menghantam ke arah kepala dan dada Iawannya. Dan untuk kedua kalinya terdengar suara desis yang keras dari mulut pemuda tersebut. Iblis dari Ban-kwi-to itu cepat merendahkan tubuhnya, kemudian sambil melangkah ke kiri Iblis itu melancarkan serangan ludahnya. Cuh! Chuh! Chuh! Kedua buah pukulan Chin Yang Kun tadi menemui tempat kosong.

   Sebaliknya dari lawannya ia menerima serangan ludah beracun. Oleh karena itu dengan menggeliatkan badannya pemuda itu berputar ke arah kanan, sehingga ludah-ludah itu melesat di samping tubuhnya. Demikianlah kedua orang itu lalu terlibat dalam pertempuran yang seru. Masing-masing berusaha keras untuk menundukkan lawannya. Iblis gundul itu dengan Ludah Inti Racunnya berusaha mendesak Chin Yang Kun, sementara pemuda itu dengan lincahnya mengelak kesana kemari. Tampak benar bahwa pemuda tersebut merasa jijik oleh semburan-semburan ludah lawannya, sehingga akibatnya ia selalu didesak dan dicecar kemanapun ia pergi. Celakanya ludah itu bagaikan mata air yang tiada habis-habisnya keluar dari mulut Ceng-ya-kang. Maka tidaklah heran kalau akhirnya pemuda itu menjadi repot menghadapinya.

   "Kurang ajar, kalau aku tidak lekas-lekas membungkam mulutnya aku bisa mendapat malu nanti! Baiklah, akan aku lawan dia dengan pukulan-pukulan jarak jauh saja!" pemuda itu berkata di dalam hatinya. Chin Yang Kun lalu mengerahkan sinkangnya ke arah lengan, kemudian dengan pukulan-pukulan jarak jauhnya, yang dahulu pernah membuat tercengang Keh-sim Siauwhiap di rumah Pendekar Li, dia menghalau semburan-semburan ludah itu. Dan ternyata apa yang ia lakukan tersebut benar-benar sangat jitu. Semburan semburan ludah itu segera tersapu balik dan pecah berhamburan begitu terlanda angin pukulannya. Malah tidak cuma itu saja. Tubuh Ceng-ya-kang yang gemuk bulat itupun ternyata ikut pula terhempas ke belakang jatuh tunggang langgang di atas pasir.

   "Setan keparat! Hantu mana yang masuk ke dalam tubuh anak ini?" Ceng-ya-kang menggeram seraya bangkit berdiri. Iblis dari Ban-kwi-to itu mengusap cairan darah yang meleleh dari sudut bibirnya. Dadanya terasa sakit. Ternyata pukulan Chin Yang Kun tadi telah melukai bagian dalam tubuhnya. Dan untuk pertama kalinya iblis itu merasa ngeri melihat kemampuan lawannya yang masih muda itu.

   "Hei, kenapa termangu-mangu saja di situ. Mulai takut?" Chin Yang Kun mengejek lawannya. Ceng ya kang menggeram bagai harimau luka.

   "Keparaaaat! Lihat, aku belum kalah!" teriaknya seraya menubruk ke depan. Sekali lagi Chin Yang Kun menyambut lawannya dengan pukulan jarak jauhnya.

   "Whuuuuuusss!" Tapi sekali ini Chin Yang Kun dibuat kaget oleh gerakan lawannya. Pukulannya yang ampuh itu ternyata dengan mudah dielakkan oleh Ceng-ya-kang. Dengan gerak langkah kakinya yang aneh, serta gerak tubuhnya yang menggeliat dan meliuk kesana kemari, iblis dari Ban-kwi-to itu ternyata bisa menerobos di sela sela angin pukulannya. Dan kemudian dengan gaya pukulannya yang cepat, beruntun, serta sambil meliuk kesana kemari, iblis itu mendesaknya.

   "Gila! Ilmu apa lagi ini? Tampaknya...seperti gerakan seekor kelabang!" Chin Yang Kun mengumpat di dalam hati. Dan selanjutnya Chin Yang Kun dipaksa untuk mundur terus. Ceng-ya-kang mendesak terus dengan serangannya yang beruntun dan bertubi-tubi, sehingga pemuda itu hampir tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk membalasnya. Kalau toh kadang-kadang ada juga sedikit kesempatan untuk balas menyerang, iblis itu dengan gerak langkahnya yang aneh namun cepat bukan main, segera meliuk-liuk melepaskan diri, untuk kemudian melanjutkan lagi desakannya yang cepat dan ganas itu.

   Malah beberapa saat kemudian semburan-semburan ludahnya yang menjijikkan itu mulai beraksi lagi. Akibatnya Chin Yang Kun harus berloncatan lagi kesana kemari untuk mengelakkan serangan-serangan itu. Dan karena semburan-semburab ludah semakin lama semakin deras dan membabi-buta, maka akhirnya pemuda itupun semakin terpojok dan jatuh dalam kesulitan lagi. Sementara itu di luar arena, Chu Seng Kun masih kelihatan berdiri termangu-mangu di tempatnya. Di dalam kepala tabib muda itu masih bergelut pikiran tentang sahabatnya, Chin Yang Kun. Ucapan-ucapan yang dikeluarkan oleh Ceng-ya-kang tadi telah membukakan tabir rahasia yang selama ini selalu disembunyikan dan ditutupi oleh sahabatnya itu.

   Kata-kata Ceng-ya-kang yang menyebutkan tentang Keluarga Chin dan Cap Kerajaan tadi, segera mengingatkan dia kepada keluarga bekas Kaisar lama, yaitu Kaisar Chin yang dahulu bertakhta di singgasana keKaisaran negeri Tiongkok. Cap Kerajaan itu sampai sekarang belum diketemukan, sehingga memancing banyak orang untuk mencarinya. Oleh karena sejak dahulu telah timbul anggapan bahwasanya siapa saja yang memegang atau memiliki benda pusaka tersebut tentu akan menjadi raja atau penguasa negeri Tiongkok, maka kancah perburuan Cap Kerajaan itupun akhirnya menjadi ganas dan keras. Pertumpahan darah tak dapat dielakkan lagi. Dan yang menjadi sasaran utama adalah keturunan bekas Kaisar lama. Semua orang menganggap bahwa salah seorang dari keluarga Chin itulah yang menyimpan atau menyembunyikannya.

   "Kalau begitu saudara Yang ini adalah keturunan langsung dari mendiang Kaisar Chin Si Hong-te. Wah...kalau demikian halnya urusan ini akan menjadi ramai sekali nanti! Heh...?!?" Tiba-tiba Chu Seng Kun tersentak dari lamunannya.Dilihatnya kawannya itu sedang berada di dalam kesulitan. Ceng-ya-kang dengan semangat yang meluap-luap tampak sedang mendesak kawannya itu dengan ilmu silatnya yang cepat dan ganas. Mula-mula dia menjadi heran, tapi setelah ia melihat temannya itu tampak jijik menghadapi ludah yang beterbangan itu, ia lantas maklum apa yang telah terjadi.

   "Ilmu silat dan tenaga dalam saudara Yang sebenarnya sangat berlebihan kalau cuma untuk melayani iblis dari Ban-kwi-to itu. Tapi sungguh mengherankan sekali, mengapa dia justru terdesak dan berada di bawah angin? Mengapa dia tidak segera mencari jalan untuk mengatasi semburan ludah lawannya yang beterbangan itu? Ahh, tampaknya saudara Yang ini masih memerlukan pengalaman bertempur yang lebih banyak di dunia persilatan, agar supaya ilmunya yang dahsyat itu mampu ia kembangkan dan ia pahami untuk menghadapi ilmu-ilmu lain yang banyak ragamnya itu..." Chu Seng Kun bergumam menilai ilmu silat kawannya.

   Sementara itu Chin Yang Kun semakin terdesak oleh gaya permainan lawannya. Tapi ketika Ceng-ya-kang semakin bernafsu untuk menyelesaikan pertempuran itu, tiba-tiba Chin Yang Kun merubah gaya perlawanannya. Kini pemuda itu selalu mengelak dari serangan beruntun lawannya dengan loncatan-loncatan panjang. Dengan gerakan-gerakannya itu otomatis lawannya yang lebih rendah ginkangnya itu menjadi selalu ketinggalan langkah untuk mengejarnya. Satu-satunya jalan bagi Ceng-ya-kang untuk menutupi kekurangannya itu hanyalah semburan ludahnya. Sambil mengejar iblis itu menyerang dengan lontaran-lontaran ludahnya. Sayang sekali, dengan jarak yang cukup jauh itu sangat mudah bagi Chin Yang Kun untuk meruntuhkannya. Dan kemudian dengan pukulan jarak jauhnya pemuda itu kini ganti mendesak iblis itu.

   "Bagus! Itulah cara yang seharusnya ditempuh oleh saudara Yang sejak tadi!" Chu Seng Kun bersorak di dalam hati melihat keberhasilan kawannya. Sekarang ganti Ceng-ya-kang yang jatuh bangun didesak oleh Chin Yang Kun. Semburan ludahnya dan ilmu silatnya yang cepat dan ganas itu sudah tidak berarti lagi terhadap lawannya. Sementara pukulan-pukulan jarak jauh Chin Yang Kun yang ampuh itu kini selalu mengejarnya kemanapun ia pergi.

   

Pendekar Tanpa Bayangan Eps 12 Harta Karun Kerajaan Sung Eps 10 Darah Pendekar Eps 21

Cari Blog Ini