Ceritasilat Novel Online

Asmara Si Pedang Tumpul 14


Asmara Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Bagian 14




   "Akim, kau bunuhkah mereka tadi?"

   "Hemm, aku pukul mereka, entah mampus entah pingsan aku tidak perduli!" kata gadis itu ketus dan ia terus mendayung. Sin Wan juga memperkuat gerakan dayungnya dan sebentar saja perahu sudah tiba di tepi. Akim meloncat ke darat, disusul Sin Wan.

   Mereka berdiri berhadapan.

   "Akim, maafkanlah kalau aku menyinggung perasaanmu dan membuat hatimu tidak senang. Dan terima kasih atas pertolonganmu tadi."

   "Huh! Kau laki-laki bodoh! Aku.. aku.... benci padamu!" Dan gadis itu lalu berkelebat pergi meninggalkan suara isak seperti menangis.

   Sampai beberapa lamanya Sin Wan berdiri seperti patung. Betapa persisnya sikap Akim dengan sikap Lili. Tadinya menyatakan cinta dengan terus terang, kemudian cinta mereka berubah pernyataan benci! Aneh memang cinta seorang gadis dan dia tetap tidak mengerti Kui Siang sendiripun tadinya sudah saling mencinta dengan dia, akan tetapi akhirnya gadis itupun menjauhkan diri dan membencinya!

   Haruskah semua cinta seorang wanita berakhir dengan kebencian? Dia sungguh tidak mengerti. Dia sendiri hanya merasa kasihan kepada Lili, kepada Ci Hwa, dan kepada Akim. Juga dia merasa kasihan kepada Kui Siang, rasa iba yang bercampur dengan rasa rindu dan duka.

   Ketika dia teringat akan tugasnya, dia sadar dari lamunannya dan cepat meninggalkan tempat itu. Dia masih merasa penasaran kepada Jenderal Yauw Ti yang sudah menangkap dan menahannya. Jenderal itu amat membencinya dan sungguh merupakan seorang yang keras hati, juga tidak bijaksana. Biarpun Jenderal itu membencinya karena dia seorang Uighur, akan tetapi setidaknya dia harus ingat bahwa dia adalah utusan kaisar yang membawa leng-ki atau bendera tanda kekuasaan dari kaisar!

   Tiba-tiba dia mendengar suara ribut-ribut di depan. Cepat dia berlari menghampiri dan melihat tiga buah kereta berhenti dan banyak orang sedang berkerumun dan terdengar ribut-ribut suara orang yang marah-marah. Banyak Pula terdapat gadis-gadis cantik di antara mereka dan bau harum tercium olehnya dari jarak yang cukup jauh itu. Dia merasa heran sekali dan mengintai sambil menyelinap mendekati. Kini dia melihat betapa seorang laki-laki berkedok biru sedang mencengkeram pundak seorang setengah tua yang agaknya merupakan pemimpin rombongan tiga buah kereta itu, dan si kedok biru marah-marah. Dia mengguncang laki-laki setengah tua itu dan menghardik.

   "Engkau tinggal menerima saja tidak usah banyak bertanya atau akan kubunuhi semua rombongan ini! Aku hanya titip tiga orang ini agar ikut dalam rombongan penabuh musik, dan engkau berani menolak?"

   Laki-laki setengah tua itu nampak ketakutan, akan tetapi diapun kukuh menolak.

   "Bagaimana kami berani menerima penyusupan orang luar? Kami dipercaya oleh para penguasa, kalau sampai ketahuan, tentu kami akan celaka."

   "Kalau ketahuan! Kalau tidak, tentu tidak apa-apa. Akan tetapi sekarang, ketahuan atau tidak, kalau engkau menolak, akan kubunuh kalian semua! Nah, pilih mana?"

   Laki-laki setengah tua itu nampak kebingungan dan memandang kepada si topeng biru dan tiga orang laki-laki tinggi besar yang berwajah bengis itu, tidak tahu harus menjawab bagaimana. Dia menengok dan memandang kepada anak buahnya yang terdiri dari delapan orang pria pemain musik dan limabelas orang gadis cantik penyanyi dan penari, seperti ingin minta pendapat mereka.

   Dari rombongan penari wanita yang cantik-cantik dengan bedak tebal dan gincu menyolok, muncul seorang gadis yang bertubuh ramping dan ia kini melangkah maju, kemudian sekali tangannya bergerak, pegangan orang bertopeng pada pundak pemimpin rombongan kesenian itu terlepas.

   "Jahanam busuk! Engkau berani mengancam orang di tengah perjalanan? Engkau ini perampok busuk, pengecut besar. Buka kedokmu kalau memang engkau berani, dan kalau engkau tidak cepat pergi, terpaksa aku akan menghajar kalian berempat!"

   Sin Wan yang mendengar suara itu, terkejut dan jantungnya berdebar.

   Lili! Wajah gadis itu dirias sedemikian rupa seperti para penari lain sehingga dia tidak akan dapat mengenalnya, akan tetapi suara itu! Suara yang bisik-bisik basah, suara khas Lili!

   Si Kedok biru marah sekali, demikian pula tiga orang laki-laki besar yang akan diselundupkan ke dalam rombongan itu. Mereka berempat sama sekali tidak menyangka bahwa ada seorang gadis penari yang akan berani bersikap seperti kepada mereka.

   "Engkau sudah bosan hidup!" bentak si topeng biru dan diapun menggerakkan tangan kanan menampar ke arah kepala Lili.

   "Huh, kalian yang sudah bosan hidup!" kata gadis itu sambil tersenyum mengejek dan mendengus, suara dengusan yang sudah dikenal baik oleh Sin Wan dan dari tempat pengintaiannya Sin Wan dapat membayangkan betapa kalau sudah mengeluarkan suara mendengus seperti itu, cuping hidung Lili pasti kembang kempis dengan lucunya. Dan senyumnya pasti menimbulkan lesung pipit yang amat manis, yang sekarang tentu saja tertutup oleh bedak tebal yang membuat kulit mukanya menjadi kaku.

   Si Kedok Biru itu benar-benar mencari penyakit, pikir Sin Wan sambil tersenyum, akan tetapi diam-diam dia waspada dan siap membantu kalau sampai gadis itu terancam bahaya.

   Melihat tamparan itu, Lili tidak mengelak melainkan mengangkat tangan menyambut sambii mengerahkan tenaganya.

   "Dukkkk!!" Akibat pertemuan kedua tangan itu, Si Kedok Biru terhuyung ke belakang dan Lili berdiri sambil bertolak pinggang, tertawa lalu menggunakan telunjuk kirinya memberi isyarat kepada tiga orang tinggi besar anak buah Si Kedok Biru yang akan diselundupkan itu untuk maju. Sikapnya menantang dan mengejek sekali, telunjuknya digerak-gerakkan menyuruh mereka maju.

   Dengan geram, tiga orang itu mencabut senjata pedang yang mereka sembunyikan di balik jubah mereka dan menyerang Lili. Namun, gadis ini sudah siap. Dengan gerakan yang amat lincah dan lucu, dengan tubuh yang ramping itu berlenggang-lenggok seperti tubuh ular, pinggulnya yang bulat itu bergoyang, semua tusukan dan bacokan tiga batang pedang itu dapat ia hindarkan, nampak lucu dan aneh gerakannya, akan tetapi semua serangan lawan luput dan begitu tubuhnya menyusup ke depan, kaki tangannya bergerak, tiga orang itu terpental seperti ditiup badai!

   Mereka menjadi penasaran dan menerjang lagi, akan tetapi sekali ini Lili tidak memberi ampun lagi. Tubuhnya seperti menyelinap di antara sinar golok dan terdengar teriak-teriakan kesakitan ketika ia sudah membagi-bagi tamparan yang seperti patukan ular cepatnya namun yang datangnya amat keras karena mengandung tenaga sin-kang sehingga tiga orang itu kini terpelanting keras dan terbanting sampai terguling-guling!

   Si Kedok Biru semakin marah. Dia pun sudah mencabut pedangnya dan begitu dia bergerak memainkan pedangnya. Lili terkejut karena lawan ini memiliki ilmu pedang yang cukup lihai. Iapun cepat mencabut pedang yang disembunyikan di balik bajunya dan nampaklah sinar putih bergulung-gulung. Itulah Pek-coa-kiam (Pedang Ular Putih) yang ampuh. Si Kedok Biru juga terkejut menyaksikan kehebatan sinar pedang yang bergulung-gulung itu. Dia menyerang dengan pedangnya dan disambut oleh gulungan sinar putih, dan terjadilah serang menyerang yang cukup hebat. Namun, belum sampai sepuluh jurus, Si Kedok Biru maklum bahwa gadis itu memang lihai bukan main dan tingkat ilmu pedangnya jauh lebih tinggi darinya.

   "Trangg...""..!!" Hampir saja tangannya yang memegang pedang terbabat kalau dia tidak cepat melepaskan pedangnya yang terpukul jauh, dan diapun melarikan diri, mengikuti tiga orang anak buahnya yang sudah lari lebih dahulu!

   "Pengecut..."""!!" Lili berseru akan tetapi ia tidak mengejar karena ia tidak mau meninggalkan rombongan pemusik itu.

   Si Kedok Biru melarikan diri sambil berloncatan secepat dan selebar mungkin untuk segera meninggalkan tempat berbahaya itu dan menjauhkan diri dari gadis yang mengerikan hatinya itu. Akan tetapi tiba-tiba ada sebatang kaki yang panjang terjulur keluar dari balik semak-semak dan tak dapat dihindarkan lagi, Si Kedok Biru jatuh tersungkur! Dia marah sekali. Selain terhadap gadis cantik tadi, tentu saja dia berani menghadapi siapapun juga.

   Akan tetapi, ketika dia bangkit dan melihat siapa orangnya yang menjegalnya, melihat wajah Sin Wan, mata di balik kedok itu terbelalak.

   "Kau...".!" Dan diapun menggerakkan kaki hendak melarikan diri lebih cepat lagi. Akan tetapi tiba-tiba dia roboh terpelanting dalam keadaan lemas tertotok.
Sin Wan mencengkeram punggung baju Si Kedok Biru, lalu menyeret tubuh yang tinggi kurus itu ke arah rombongan pemusik yang tadi hanya menjadi penonton yang tegang dan ketakutan.

   Lili juga terkejut ketika melihat betapa Si Kedok Biru itu ditawan oleh seorang pemuda yang bukan lain adalah Sin Wan! Akan tetapi ia teringat bahwa ia dalam penyamaran sebagai seorang anggauta penari, maka ia pura-pura tidak mengenalnya. Melihat sikap Lili, Sin Wan tersenyum. Dia tahu bahwa Lili mengandalkan bedak dan gincu tebal yang membuat wajahnya seperti anak wayang dan tiada bedanya dengan para penari lain itu untuk mengelabuinya. Dia sendiri kalau tadi tidak mengenal suara Lili, tentu tidak akan tahu bahwa gadis ini adalah Lili.

   Sin Wan melepaskan tubuh yang lemas itu ke depan kaki Lili. Tubuh itu roboh telentang dan tidak mampu bergerak, hanya mata di balik kedok itu nampak ketakutan. Sejenak, Lili dan Sin Wan berhadapan dan saling pandang, keduanya pura-pura tidak saling mengenal! Karena setelah melepaskan Si Kedok Biru itu Sin Wan diam saja hanya saling tatap dengannya. Lili mengerutkan alisnya dan bertanya, suaranya sungguh jauh berbeda dari tadi. Kini suaranya tiba-tiba menjadi kecil dipaksakan, tidak berbisik-bisik basah seperti suara aslinya.

   "Kenapa engkau menyeret dia ke sini?"

   Diam-diam Sin Wan merasa geli sekali, akan tetapi menahan diri untuk tidak tertawa. Dia mengikuti permainan sandiwara Lili itu dan membungkuk.

   "Nona, engkau yang mengalahkannya, maka engkau pula yang berhak menentukan apa yang harus dilakukan terhadap orang berkedok ini."

   Lili mengira bahwa Sin Wan tidak mengenalnya. Untung pemuda itu baru muncul, kalau sudah tadi-tadi, tentu mengenal Pek-coa-kiam yang kini ia sembunyikan lagi di balik bajunya, pikirnya.

   Tanpa menjawab, Lili menggunakan tangan kiri merenggut lepas kedok biru yang menutupi muka orang itu. Lili mengerutkan alisnya.

   "Hemm, siapa engkau dan apa maksudmu hendak menyelundupkan orang ke dalam rombongan kami? Siapa yang menyuruhmu?"

   Orang itu tidak menjawab, hanya mengerutkan alisnya dan mengatupkan bibirnya.

   "Nona, dia adalah Bu-tek Kiam-mo, seorang di antara Bu-tek Cap-sha-kwi yang terkenal jahat," kata Sin Wan.

   "Hemm, kiranya penjahat kecil yang namanya saja besar itu," kata Lili. Ia lalu memberi isyarat kepada seorang laki-laki pendek yang ikut dalam rombongan penabuh gamelan.

   "Kau bawa dia pergi dan tahan dia, jangan sampai lari."

   "Baik, nona," kata si pendek dan sekali menggerakkan tangan kiri, si pendek ini sudah mencengkeram punggung baju orang itu dan memanggul tubuh yang lemas sedemikian mudahnya, seolah tubuh yang tinggi kurus itu amat ringan baginya, kemudian dia lari cepat sekali sudah lenyap dari situ.

   "Wah, kebetulan sekali. Sekarang rombongannya kurang seorang, biar aku yang menggantikan si pendek tadi. Akupun ingin nonton keramaian!" kata Sin Wan. Lili diam saja, hanya memutar tubuh memandang kepada laki-laki setengah tua yang menjadi pemimpin rombongan. Laki-laki itu menghampiri Sin Wan dan dengan sikap hormat berkata.

   "Maafkan kami, sicu (orang gagah). Kami tidak berani menerima sicu, karena kami ditugaskan menghibur orang orang penting."

   "Hemm, begitukah? Lalu mengapa di sini ada nona ini yang jelas bukan penari melainkan seorang yang menyusup dan menyamar sebagai anggauta rombonganmu?" tanya Sin Wan sambil tersenyum mengejek.

   "Kalau aku melapor kepada ke dua orang pangeran yang mengadakan pesta itu, bukankah engkau akan bersalah besar?"

   Wajah pemimpin rombongan itu nampak ketakutan. Dia menoleh kepada Lili yang nampak tenang dan acuh saja.

   "Akan tetapi, sicu. Nona ini membawa surat perintah dari Jenderal Besar Shu ta untuk melindungi mereka!"

   "Bagus, dan aku mendapat perintah dari Sribaginda Kaisar sendiri! Apakah engkau masih berani menolak?"

   Pemimpin rombongan itu menjadi bingung, lalu menoleh kembali kepada Lili. Gadis ini juga memandang kepadanya lalu mengangguk.

   "Dia boleh menggantikan pembantuku yang tadi membawa pergi Bu-tek Kiam-mo."

   Mendengar ini, pemimpin rombongan nampak lega karena dengan demikian, yang bertanggung-jawab masuknya Sin Wan ke dalam rombongan itu adalah gadis perkasa itu. Agar dirinya tidak dikenal, Sin Wan lalu minta kepada kepala rombongan agar mukanya dirias dan diubah agar pihak musuh tidak mengenalnya. Seorang di antara anggauta rombongan yang mempunyai keahlian merias, segera menangani pekerjaan itu dan tak lama kemudian, Sin Wan telah menjadi seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya penuh uban, berjenggot dan berkumis!

   Rombongan melanjutkan perjalanan dan ketika Sin Wan melihat betapa Lili berjalan seorang diri di bagian belakang, dia lalu sengaja mendekati hanya mengerling saja lalu berjalan terus. Akan tetapi ketika melihat betapa Sin Wan terus menerus memandangnya dan berjalan mendampinginya, ia menggunakan suara yang meninggi itu untuk menegurnya.

   "Mau apa engkau dekat-dekat dan memandangku terus menerus!" suaranya memang berubah tinggi, akan tetapi nadanya galak, nada yang biasa diucapkan Lili kalau ia marah!

   Sin Wan tersenyum dan sengaja meninggikan suaranya,

   "Maafkan aku, nona. Aku kagum melihat penyamaranmu!"

   Lili memandang dengan sinar mata berkilat mendengar betapa pemuda ini sengaja mengubah suaranya, meninggi seperti yang dilakukannya dalam penyamarannyanya.

   "Hemm, apa-apaan dengan suaramu itu?" bentaknya.

   Sin Wan tertawa.

   "Ha..ha, aku hanya menirumu, Lili."

   Kini gadis itu terbelalak dan terdengar suaranya seperti biasa, berbisik basah, suara khas Lili.

   "Eh, bagaimana engkau dapat mengenalku?"

   Sin Wan tersenyum.

   "Tak mungkin aku dapat mengenal wajahmu yang persis dengan wajah semua penari itu, Lili, kalau saja tadi ketika engkau bicara dengan empat orang penjahat sebelum aku muncul, aku mendengar dan mengenal suaramu. Apa lagi setelah engkau bicara padaku suaramu berubah meninggi, akupun dapat menduga bahwa engkau sengaja menyamar."

   Lili menghela napas panjang. Tidak mudah mengelabuhi seorang yang cerdik seperti Sin Wan ini.

   "Sudahlah, memang nasibku yang buruk harus bertemu denganmu dan bekerja sama denganmu. Kalau bukan ayah yang menyuruh, aku tidak sudi bertemu dan bekerja sama denganmu!"

   Melihat gadis itu masih marah kepadanya, Sin Wan bersikap lunak. Dia merasa kasihan kepada Lili yang mencintanya namun yang tidak dibalasnya. Apalagi Lili masih marah karena diapun menolak untuk berjodoh dengan adik tiri gadis ini, Bhok Ci Hwa, seperti dikehendaki Lili dan ibunya.

   "Aku memang sedang mencari jalan untuk menyusup ke perahu pesta, dan kebetulan bertemu rombongan ini. Akan tetapi, kalau aku boleh mengetahui, bagaimana pula engkau dapat menjadi anggauta rombongan kesenian ini, Lili? Benarkah kata paman pemimpin tadi bahwa engkau diutus oleh Jenderal Shu Ta?"

   "Jenderal Shu Ta memerintahkan ayah untuk membantumu melakukan penyelidikan tentang pertemuan antara Raja Muda Yung Lo dengan Pangeran Mahkota. Karena tidak mungkin ayah sendiri yang hadir, dia dikenal semua orang, maka ayah menyuruh aku untuk mewakilinya dengan membawa surat kuasa Jenderal Shu Ta."

   "Jadi engkau diutus untuk membantuku?" tanya Sin Wan gembira.

   "Aih, terima kasih, Lili."

   "Sin Wan jangan engkau anggap ringan pekerjaan ini. Menurut ayah, Jenderal Shu Ta merasa khawatir dan menaruh curiga kalau-kalau akan terjadi sesuatu yang dapat mengancam keselamatan Pangeran Mahkota. Oleh karena itu, Jenderal Yauw Ti sendiri mengawal dengan pasukan yang cukup besar. Namun Jenderal Shu khawatir kalau-kalau apa yang ia khawatirkan itu terjadi dari dalam, maka dia memerintahkan ayah untuk membantumu. Dan akulah yang dikirim ke sini, menyelundup dengan rombongan ini."

   "Aih, bagus sekali kalau begitu. Dengan menjadi anggauta rombongan ini, kita dapat melakukan penjagaan yang lebih baik dan lebih dekat."

   Lili lalu menceritakan kepada Sin Wan bahwa rombongan itu adalah rombongan kesenian dari kota Cin-an yang paling terkenal dan mereka akan menghibur pesta dalam perahu yang diadakan oleh kedua orang bangsawan itu. Mereka diharuskan tiba lebih dahulu di perahu itu agar kalau kedua orang bangsawan itu tiba, mereka sudah disambut oleh musik yang merdu.

   Ketika rombongan tiba di perahu besar di mana diadakan pesta, Lili dan Sin Wan melihat betapa penjagaan amat ketat, baik di tepi sungai maupun di sekitar perahu besar, dijaga oleh perahu-perahu yang ditumpangi banyak perajurit pasukan keamanan yang mengawal Pangeran Mahkota dari kota raja. Melihat ini, dua orang muda itu merasa lega dan mereka heran. Bahaya apa yang dapat mengancam kedua orang bangsawan itu, yang telah dikurung rapat oleh penjagaan ketat? Siapa dapat menghampiri perahu besar tanpa tertahan oleh penjagaan pasukan yang demikian kuatnya? Agaknya Jenderal Shu Ta dan Jenderal Yauw Ti terlalu berlebihan, pikir mereka.

   Para penjaga di perahu memeriksa surat jalan yang diberikan oleh kepala daerah kota Cin-an kepada kepala rombongan, mencocokkan jumlah peserta dan sama sekali tidak menaruh curiga kepada mereka. Rombongan kesenian itu segera mengatur tempat di sudut, menghadap ke arah meja di mana dua orang bangsawan akan berpesta, dan tak lama kemudian, mulailah mengalun suara musik yang mereka mainkan.

   Ketika rombongan kedua orang bangsawan itu tiba, dengan perahu-perahu menuju ke perahu besar, mereka disambut musik yang merdu dan tari-tarian kehormatan untuk mengelu-elukan mereka. Sin Wan yang duduk di antara para pemain musik, dengan jantung berdebar penuh ketegangan, kegembiraan dan kerinduan, melihat betapa Raja Muda Yung Lo dikawal oleh seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Liem Kui Siang! Hatinya menjerit memanggil nama sumoinya itu, namun mulutnya dikatupkan dan dia mengamati sumoinya itu dengan sepasang mata yang tak pernah berkedip. Sumoinya kini nampak lebih dewasa, wajahnya yang bulat telur dengan dagu runcing dan tahi lalat di dagu kanan, nampak cantik jelita dan manis sekali.

   Akan tetapi, mata yang biasanya lembut dan mencorong itu kini nampak redup membayangkan hati yang tidak bahagia, dan tubuh yang biasanya padat ramping itu kini nampak agak kurus. Pakaian Kui Siang tidak terlalu mewah, namun gagah, pakaian yang serba hijau dengan pedang tergantung di pinggang kiri. Sin Wan masih mengenal pedang itu. Jit-kong-kiam (Pedang Sinar Matahari), dan di pinggangnya bagian depan terselip sebatang suling perak yang terukir indah.

   Semua pasukan pengawal tidak ikut masuk ke perahu dan yang mengiringkan Raja Muda Yung Lo memasuki perahu pesta yang besar hanyalah Kui Siang. Adapun Pangeran Mahkota dikawal oleh seorang saja pula, yaitu Yauw Siucai yang dicurigai oleh Sin Wan akan tetapi ternyata tidak terbukti melakukan suatu kesalahan dan yang agaknya telah mendapat kepercayaan besar Pangeran Mahkota sehingga tidak ada yang berani mengganggunya.

   Musik semakin meriah mengikuti suara para penyanyi dan gerakan para penari, sedangkan pelayan-pelayan wanita yang muda dan cantik, yang sengaja didatangkan oleh Pangeran Mahkota khusus untuk melayani mereka berpesta, mulai berdatangan seperti sekawanan kupu-kupu terbang membawa hidangan. Kedua orang pangeran itu bercakap-cakap sambil tertawa-tawa gembira karena suasana pesta memang meriah dan membuat mereka merasa akrab dan gembira.

   Sementara itu, di luar tahunya mereka yang berpesta dan semua yang berada di perahu besar itu, perahu yang dipasangi banyak lentera yang beraneka warna dan indah terang sehingga malam itu seperti siang saja, di luar sana terjadi peristiwa yang amat hebat. Entah siapa yang memulai lebih dahulu, terjadilah bentrokan dan pertempuran antara pasukan penjaga keamanan dari kota raja yang dipimpin Jenderal Yauw Ti dan pasukan yang diam-diam dikerahkan oleh Raja Muda Yung Lo untuk menjaga keamanannya.

   Mula-mula, tersiar desas-desus di kalangan pasukan keamanan dari kota raja bahwa ada pasukan asing yang mengepung tempat itu dalam jumlah besar. Ada pula desas-desus yang membisikkan bahwa pasukan itu adalah pasukan dari utara, pasukan dari Raja Muda Yung Lo yang hendak memberontak dan sengaja hendak membunuh Sang Pangeran Mahkota dari kota raja! Desas-desus yang semula membingungkan para perwira itu akhirnya pecah menjadi bentrokan dan dilanjutkan dengan pertempuran yang semakin berkobar di antara kedua pasukan!

   Ini memang merupakan siasat yang sudah diatur terlebih dulu oleh jaringan mata-mata Mongol yang hendak mengadu domba di antara kedua pasukan itu agar pengawalan menjadi lengah dan terbuka kesempatan bagi jaringan mata-mata itu untuk memberi pukulan terakhir yang akan mengakibatkan kelemahan Kerajaan Beng, yaitu mereka akan membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu!

   Sin Wan dan Lili yang menumpahkan seluruh perhatian ke dalam perahu itu, diam-diam mereka berdua melakukan penjagaan dan siap siaga untuk melindungi keselamatan Pangeran Mahkota, biar pun mereka merasa tidak enak dan menduga ada apa-apa melihat kesibukan perahu-perahu di luar perahu besar, mereka tidak berani meninggalkan tempat mereka dan bersikap lebih waspada.

   Tiba-tiba, hal yang mereka khawatirkan tiba! Terdengar teriakan-teriakan dan enam orang pengawal yang berdiri di tangga perahu besar, mendadak diserang oleh belasan orang dan merekapun roboh dan tercebur ke dalam air. Kemudian, tujuhbelas orang yang berpakaian seragam pasukan pengawal dari kota raja, berloncatan naik ke perahu besar dengan pedang terhunus. Jelas bahwa mereka bermaksud buruk.

   "Bunuh kedua pangeran itu!" terdengar teriakan mereka dan kalau Pangeran Mahkota dengan muka pucat bersembunyi di belakang Yauw Siucai, Raja Muda Yung Lo mencabut pedangnya dan berdiri berdampingan dengan Kui Siang yang juga sudah mencabut pedang, siap melindungi Raja Muda Yung Lo dengan taruhan nyawa!

   Tiba-tiba, nampak dua bayangan orang berkelebat dan seorang laki-laki setengah tua, dan seorang gadis penari, telah menghadang belasan orang itu dengan pedang di tangan. Melihat laki-laki setengah tua yang memegang sebatang pedang buruk, Kui Siang terbelalak dan mengamati lebih teliti. Hatinya menjerit, memanggil suhengnya, satu-satunya pria yang dicintanya dan selama ini dirindukannya, akan tetapi mulutnya tidak mengeluarkan suara.

   Apalagi saat itu, Sin Wan dan Lili sudah menerjang maju dikeroyok oleh belasan orang yang nampaknya ganas dan kejam itu. Sin Wan dan Lili maklum bahwa mereka terdiri dari duabelas orang Bu-tek Cap-sha-kwi, yaitu rekan-rekan Bu-tek Kiam-mo yang telah mereka tangkap, dan Hek I Ngo-liong. Tujuhbelas orang itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi sehingga keadaannya berbahaya, maka mereka berdua tidak mau membuang waktu lagi, mengamuk dengan pedang mereka. Akan tetapi mereka tidak mampu mencegah beberapa orang di antara para penyerbu itu kini menyerbu dan menyerang kedua orang bangsawan.

   Kui-Siang dan Raja Muda Yung Lo menyambut mereka dengan pedang mereka, sedangkan Pangeran Mahkota masih bersembunyi di belakang Yauw Siucai yang kini menggunakan kipasnya yang lebar untuk melindungi sang pangeran dan menangkis setiap serangan yang ditujukan kepada pangeran itu.

   Perhitungan para mata-mata Mongol itu sekali ini keliru sama sekali. Mereka memang berhasil menghasut dan mengadu domba sehingga kedua pasukan itu saling serang sehingga pengawalan terhadap perahu pesta itu menjadi lengah, mereka berhasil pula menyelundupkan tujuhbelas orang penjahat itu untuk membunuh kedua orang pangeran. Akan tetapi, mereka tidak tahu bahwa di antara anggauta rombongan musik terdapat Sin Wan dan Lili!

   Andaikata kedua orang muda ini tidak berada di situ, tentu tenaga Kui Siang saja tidak akan cukup untuk menahan serbuan tujuhbelas orang, walaupun Raja Muda Yung Lo juga bukan orang lemah, dan di situ terdapat pula Yauw Siucai yang lihai. Akan tetapi, kalau tidak ada Sin Wan dan Lili, tentu Yauw Siucai akan berganti bulu dan nampaklah musangnya yang kini berbulu ayam itu. Tentu Yauw Siucai akan berubah menjadi Pangeran Yaluta, yaitu pangeran Mongol yang memimpin jaringan mata-mata dibantu oleh Si Kedok Hitam yang lihai.

   Melihat betapa tiba-tiba muncul dua orang yang amat lihai, apa lagi setelah dia mengenal bahwa gadis penari itu bukan lain adalah Lili, Yauw Siucai tidak berani mengubah diri menjadi Pangeran Yaluta. Bahkan terpaksa diapun harus melindungi Pangeran Mahkota agar tidak ketahuan belangnya. Melihat munculnya kedua orang itu, Yauw Siucai seketika maklum bahwa semua siasat yang diaturnya telah gagal sama sekali! Oleh karena diapun tetap menjadi Yauw Siucai yang setia kepada Pangeran Mahkota, melindungi pangeran itu dan menghalau serangan setiap orang yang hendak membunuhnya.

   Memang tepat seperti yang diperhitungkan Yauw Siaucai. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Sin Wan dan Lili, Kui Siang dan juga Raja Muda Yung Lo telah mampu merobohkan tujuhbelas orang pengacau yang hendak membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu.

   Sementara itu, Jenderal Yauw Ti yang melihat adanya pertempuran antara anak buahnya dengan pasukan yang mengepung tempat itu, mula-mula menjadi marah dan memerintahkan anak buahnya untuk menggempur pasukan musuh. Akan tetapi, ketika dia mendengar dari para penyelidiknya bahwa pasukan itu adalah pasukan yang membuat barisan pendam mengawal Raja Muda Yung Lo, dia terkejut dan cepat memerintahkan pasukannya untuk menghentikan pertempuran. Diapun segera menemui para perwira pasukan dari utara itu. Setelah mendapatkan penjelasan tentang desas-desus yang saling mengadu domba, Jenderal Yauw Ti memarahi para perwira, baik para perwira anak buahnya sendiri maupun para perwira dari utara. Kemudian dia cepat-cepat pergi ke perahu besar untuk menghadap kedua orang bangsawan.

   Pada saat Jenderal Yauw Ti dan beberapa orang perwiranya naik ke perahu pesta, pertempuran di perahu itu telah selesai. Tujuhbelas orang penyerbu itu sudah roboh semua, ada yang tewas, dan hanya ada tujuh orang yang masih hidup, yaitu mereka yang dirobohkan Sin Wan karena pemuda ini tidak mau membunuh orang. Melihat orang-orang berpakaian seragam pasukannya malang melintang di situ, tentu saja Jenderal Yauw Ti terkejut bukan main. Setelah memberi hormat kepada Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Mahkota, diapun bertanya.

   "Apa yang telah terjadi di sini? Mengapa para perajurit yang tewas dan terluka ini?" Lalu dia melihat Lili dan Sin Wan yang masih dalam penyamaran mereka.

   "Dan siapa pula dua orang ini?" Pertanyaan ini diucapkan begitu saja tanpa ditujukan kepada orang tertentu saking kaget dan herannya.

   Sebelum ada yang menjawab, Raja Muda Yung Lo melangkah maju, memandang kepada Jenderal itu dengan sinar mata mencorong penuh selidik, lalu katanya dengan suara mengejek.

   "Hemm, Paman Jenderal Yauw Ti, engkau yang bertugas menjaga keamanan di sini dan mereka ini adalah anak buahmu, tidak terbalikkah pertanyaanmu itu? Sepatutnya aku yang bertanya kepadamu, mengapa anak buahmu ini menyerbu ke sini dan berusaha membunuh aku dan kakanda pangeran!"

   Jenderal itu terbelalak dan nampak bingung, menoleh dan mengamati tujuhbelas orang yang malang melintang itu. Dia melihat pula ke arah rombongan kesenian yang semua berlutut dan bergerombol di sudut, saling rangkul dengan wajah pucat dan tubuh gemetar, seolah dari mereka dia mengharapkan jawaban. Tiba-tiba Pangeran Mahkota mengeluh dan dia tentu roboh terguling kalau saja tidak dengan cepat Yauw Siucai merangkulnya dan memondongnya, lalu merebahkan tubuh pangeran itu ke atas bangku panjang.

   Semua orang menjadi bingung dan khawatir, dan Raja Muda Yung Lo bersama Kui Siang cepat melakukan pemeriksaan. Sebagai murid mendiang Pek-mau-sian yang ahli pengobatan, Kui Siang sedikit banyak mengerti akan ilmu pengobatan, maka setelah memeriksa tubuh Pangeran Mahkota, ia lalu menerangkan kepada Raja Muda Yung Lo bahwa sang pangeran itu lemah sekali dan tadi menerima guncangan batin yang menakutkan sehingga dia jatuh pingsan.

   Setelah semua orang merasa lega bahwa sang pangeran hanya pingsan karena takut, Yauw Siucai lalu memberi keterangan kepada Jenderal Yauw Ti.

   "Hendaknya paduka ketahui, Jenderal, bahwa belasan orang ini tadi menyerbu ke perahu dan berusaha membunuh kedua orang pangeran. Untung di sini terdapat dua orang anggauta rombongan kesenian yang lihai, ditambah lagi perlawanan Raja Muda Yung Lo dan gadis pengawalnya, juga saya sendiri melindungi sang pangeran maka tujuhbelas orang itu berhasil dirobohkan. Mereka adalah perajurit-perajurit paduka sendiri, mungkin mereka hendak memberontak, ciangkun."

   "Ah, tidak mungkin!" Jenderal Yauw Ti menggapai seorang perwira yang tadi datang bersamanya.

   "Coba periksa, mereka ini perajurit dari pasukan mana dan siapa pula perwira yang menjadi atasan mereka. Cepat!"

   Jelas bahwa Jenderal itu marah bukan main karena tentu saja dia merasa terkejut, malu dan penasaran mendengar bahwa belasan orang perajurit anak buahnya melakukan pemberontakan dan berusaha membunuh dua orang pangeran. Tentu saja hal itu menjadi tanggung jawabnya karena memang dia yang memimpin pasukan melakukan penjagaan keamanan dalam pertemuan antara dua orang bangsawan itu.

   Perwira itu, dibantu dua orang rekannya yang lain, cepat melakukan pemeriksaan dan sebentar saja mereka melapor dengan suara lantang bahwa tujuh belas orang ini bukan perajurit pasukan kerajaan, melainkan penyelundup yang mengenakan pakaian seragam palsu. Pada saat para perwira itu memberi keterangan ini, Pangeran Mahkota sudah sadar kembali dan dibantu oleh Yauw Siucai, dia sudah bangkit duduk dan ikut mendengarkan.

   Bukan main marahnya Jenderal Yauw Ti mendengar keterangan itu, dan dia melangkah lebar ke arah para penjahat yang masih belum tewas, lalu tangannya bergerak beberapa kali dan terdengar suara kepala pecah ketika tangan itu memukuli mereka yang belum tewas. Dalam waktu singkat, lima orang tewas dengan kepala retak-retak, akan tetapi tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru nyaring.

   "Tahan! Jangan bunuh mereka, paman!"

   Mendengar bentakan yang merupakan perintah ini, Jenderal Yauw Ti menahan diri dan membiarkan dua orang yang masih hidup dan yang memandang dengan ketakutan.

   "Maaf, Yang Mulia. Hamba tidak dapat menahan kemarahan mendengar bahwa mereka adalah penjahat yang menyelundup dan hampir melakukan pembunuhan keji."

   "Jangan bunuh dulu, mereka harus ditanya siapa yang berdiri di belakang usaha pembunuhan itu," kata Raja Muda Yung Lo.

   "Ah, paduka benar, Yang Mulia," kata Jenderal yang bertubuh tinggi besar dan gagah itu.

   "Seret yang dua orang itu ke sini!" teriaknya kepada para perwira pembantunya.

   Dua orang yang masih hidup di antara tujuhbelas orang itu adalah mereka yang dirobohkan Sin Wan, dengan tulang kaki patah disambar pedang tumpul, akan tetapi tidak terluka berat. Mereka ketakutan sekali karena maklum bahwa tidak mungkin lagi mereka dapat meloloskan diri dari ancaman maut. Mereka hanya dapat mengharapkan agar pimpinan mereka dapat menolong mereka. Ketika mereka diseret dengan kasar dan dilemparkan ke depan kaki Jenderal Yauw Ti dan Raja Muda Yung Lo, Jenderal itu membentak dengan suara keren.

   "Hayo mengaku, kalian siapa, dan siapa pula teman-teman kalian ini! Mengapa atau kalian akan disiksa!"

   Orang yang bermuka hitam dan bertubuh sedang menjawab, mewakili temannya yang berwajah tampan dan usianya sebaya dengannya, kurang lebih empatpuluh tahun.

   "Hamba...... bernama Kwan Su dan dia adalah rekan hamba bernama Bhe Siu. Kami berdua bersama tiga orang bersaudara yang lain..."" dia menunjuk ke arah mayat-mayat yang malang melintang,

   "kami disebut Hek I Ngo-liong...".."

   "Hek I Ngo-liong?" Jenderal Yauw Ti berseru.

   "Kiranya tokoh-tokoh sesat jahanam melakukan pemberontakan! Dan siapa lagi belasan orang yang lain itu?"

   "Duabelas orang yang lain adalah Bu-tek Cap-sha-kwi (Tiga Belas Setan Tanpa Tanding), yang seorang lagi entah ke mana...".."

   
Asmara Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hayo cepat katakan, siapa pemimpin kalian? Jawab yang tepat!" Kini Raja Muda Yung Lo yang membentak mereka.

   "Hamba........ hamba tidak mengenalnya, hanya tahu bahwa dia disebut Yang Mulia, berkedok hitam dia pemimpin jaringan mata-mata Mongol...".."

   "Jahanam!" Jenderal Yauw Ti berseru marah.

   "Di mana dia? Di mana sarang kedok hitam itu? Jawab!!"

   "Hamba.... tidak tahu..... tidak pernah mempunyai tempat tinggal tertentu, hamba.... hamba...." Tiba-tiba saja ada angin menyambar dari luar perahu besar dan dua orang tawanan itu menjerit dan terkulai roboh, tewas seketika, dengan tubuh berubah kehitaman! Jenderal Yauw Ti dan yang lain-lain terkejut, cepat memburu ke tepi perahu, akan tetapi di kegelapan malam itu mereka hanya melihat bayangan sebuah perahu kecil meluncur dan lenyap ditelan kegelapan.

   Dibantu oleh Kui Siang, Raja Muda Yung Lo memeriksa mayat kedua orang itu, dan Kui Siang menggeleng kepala.

   "Pukulan jarak jauh yang mengandung racun, amat jahat sekali dan dilakukan oleh orang yang berbahaya dan sakti," katanya.

   "Siapakah kiranya yang dapat melakukan pembunuhan jarak jauh seperti itu?" tanya Raja Muda Yung Lo kepada Kui Siang, akan tetapi gadis itu menggeleng kepala tanda bahwa iapun tidak tahu dan tidak menduga siapa orang yang amat lihai itu.

   "Kalau saja tidak salah duga, pembunuh itu adalah Ang-bin Moko dan Pek-bin Moli karena pukulan itu mirip Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)," kata Sin Wan.

   Mendengar ucapan itu, Raja Muda Yung Lo mengamati wajah pria setengah tua itu dan mengerutkan alisnya.

   "Siapakah engkau yang tadi telah merobohkan para penyerbu dan kini tahu pula siapa yang melakukan pembunuhan dengan pukulan beracun jarak jauh?"

   Sin Wan belum menjawab, didahului Kui Siang,

   "Yang Mulia, dia adalah suheng yang menyamar......." Suara gadis itu terdengar penuh perasaan dan terharu. Raja Muda Yung Lo terbelalak, memandang pula pria setengah tua itu. Sungguh penyamaran yang sempurna karena sama sekali tidak nampak bahwa rambut ubanan dan kumis jenggot itu adalah buatan. Sama sekali dia tidak dapat mengenal wajah Sin Wan yang pernah dijumpai dan dikenalnya.

   "Sin Wan..."?" tanyanya dan Sin Wan cepat memberi hormat kepada raja muda itu.

   "Sin Wan..."??" Jenderal Yauw Ti juga berseru ketika mengetahui bahwa pria setengah tua itu adalah Sin Wan.

   "Yang Mulia, dia adalah orang Uighur yang patut dicurigai! Hamba sudah menangkap dan menahannya, kiranya dia dapat meloloskan diri. Dia berbahaya dan mungkin sekali dia bekerja sama dengan jaringan mata-mata pemberontak! Sin Wan, menyerahlah engkau!" Jenderal itu sudah mencabut pedangnya.

   "Jenderal galak, engkau sungguh tak tahu diri! Berani memberontak terhadap Sribaginda Kaisar di depan Yang Mulia Raja Muda Yung Lo pula!" Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan yang berseru itu bukan lain adalah Lili.

   "Sln Wan adalah utusan Sribaginda Kaisar yang mempunyai tanda kuasa leng-ki, menyerang dia sama dengan menyerang Sribaginda Kaisar. Dan kau hendak menyerangnya di depan Yang Mulia kedua pangeran putera Sribaginda Kaisar?"
(Lanjut ke Jilid 15)
Asmara Si Pedang Tumpul (Seri ke 02 - Serial Si Pedang Tumpul)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 15
"Eh, kiranya engkau, gadis berandal! Engkaupun harus kutangkap!" teriak Jenderal Yauw Ti yang galak itu.

   "Paman Jenderal, hentikan semua ini!" bentak Raja Muda Yung Lo.

   "Sin Wan adalah seorang pendekar sahabatku, dan gadis ini tadi membantunya merobohkan semua penyerbu. Engkau tidak berterima kasih bahkan hendak menangkap mereka? Paman, sepatutnya engkau malu kepada mereka. Kalau tidak ada dua orang pendekar ini, mungkin kami celaka oleh para penyerbu dan engkaulah yang bertanggung-jawab! Ingin kami mengetahui, apa saja yang kau jaga sehingga ada begini banyak orang dapat menyelundup masuk dan menyerang kami tanpa kau ketahui sama sekali? Hayo jawab!"

   Raja Muda Yung Lo sudah marah sekali kepada Jenderal besar itu. Biarpun dia tahu bahwa Jenderal ini, di samping Jenderal Shu Ta, sudah banyak berjasa kepada ayahnya, namun kelengahannya sekali ini sungguh membuat dia marah karena dianggapnya sudah keterlaluan.

   Wajah Jenderal itu berubah merah.

   "Harap paduka maafkan dan maklumi bahwa tadi hamba sibuk menghentikan pertempuran yang berkobar di luar dan hampir saja mengorbankan banyak perajurit, Yang Mulia."

   "Pertempuran?" Pangeran Mahkota terkejut juga seperti Raja Muda Yung Lo.

   "Apa yang terjadi, paman? Siapa yang bertempur?"

   "Apa yang terjadi? Ceritakan!" kata pula Raja Muda Yung Lo tegas.

   "Yang bertempur adalah pasukan kerajaan dari selatan melawan pasukan paduka yang melakukan baris pendam, Yang Mulia," kata Jenderal itu kepada Raja Muda Yung Lo.

   "Apa? Bagaimana mungkin dua pasukan itu saling tempur sendiri?"

   "Hamba meredakan dan menghentikan pertempuran itu dan melakukan penyelidikan yang menjadi sebabnya. Kiranya kedua pihak termakan desas-desus yang mengadu domba, Yang Mulia. Desas-desus yang diterima pasukan hamba adalah bahwa mereka dikepung oleh pasukan asing yang akan menyerbu ke dalam, sebaliknya desas-desus yang diterima pasukan paduka mengatakan bahwa mereka akan diserang oleh pasukan kerajaan dari dalam. Dimulai dengan bentrokan kecil yang menjalar semakin besar. Nah, agaknya pada saat hamba sibuk meredakan pertempuran itulah, para penjahat ini datang menyerbu, menggunakan saat terjadi keributan dan kekacauan."

   Mendengar keterangan ini, kemarahan Raja Muda Yung Lo terhadap Jenderal itu mereda karena tidak bisa terlalu disalahkan kalau ada penyelundupan pada saat terjadi pertempuran seperti itu. Dia memandang Sin Wan dan bertanya,

   "Sin Wan, bagaimana pendapatmu dengan terjadinya peristiwa pertempuran itu, dihubungkan dengan penyerbuan tujuhbelas orang ini?"

   Sin Wan memandang kepada para perajurit yang sedang mengangkuti mayat-mayat itu keluar perahu,

   "Yang Mulia, tidak dapat diragukan lagi bahwa kedua peristiwa itu ada hubungannya erat sekali. Saya hampir yakin bahwa pihak musuh sengaja merencanakan

   "Nanti dulu, Sin Wan!'" Tiba-tiba Lili berseru dan mengangkat tangan ke atas menyetop perkataan Sin Wan.

   "Saya kira sebaiknya kalau pembicaraan mengenai hal ini dilakukan di ruangan tertutup, bukan di tempat terbuka seperti ini. Siapa tahu di sini terdapat telinga musuh yang ikut mendengarkan!"

   Berkata demikian, terang-terangan Lili mengerling dengan matanya yang lebar dan tajam ke arah Jenderal Yauw Ti! Tentu saja ia tidak mencurigai Jenderal itu, akan tetapi hal ini ia sengaja lakukan untuk menggoda Jenderal galak yang tidak disukainya itu.

   Raja Muda Yung Lo mengangguk-angguk dan tersenyum, memandang kagum kepada Lili, lalu menoleh ke arah pengawalnya, Kui Siang. Pada saat itu, Kui Siang sedang saling pandang dengan Sin Wan. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan kedua orang ini setelah kini bertemu dan saling berhadapan kembali, namun sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk saling bicara, apalagi saling menumpahkan perasaan rindu mereka. Hanya pandang mata mereka saja yang saling bertemu dengan tautan ketat dan mesra penuh kerinduan. Melihat ini, Raja Muda Yung Lo tersenyum.

   "Kui Siang, bagaimana pendapatmu dengan usul nona penari ini?"

   Kui Siang mengangguk.

   "Hamba setuju, Yang Mulia. Memang usul itu baik sekali."

   Raja Muda Yung Lo lalu mengajak Pangeran Mahkota untuk masuk ke dalam ruangan dalam, yang diperkenankan masuk hanyalah Kui Siang sebagai pengawal raja muda itu, Yauw Siucai sebagai pengawal sang pangeran mahkota sebagai kepercayaannya, kemudian Sin Wan dan Lili. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja dan Sang Pangeran Mahkota yang masih nampak lemas dan lemah, duduk bersandar di kursinya, dijaga oleh Yauw Siucai. Karena pangeran itu seperti tidak bersemangat, maka Raja Muda Yung Lo yang mengambil alih pimpinan dalam percakapan itu.

   "Sebelum kami mendengar pendapatmu, Sin Wan, ingin kami mengetahui dan mengenal siapa nona yang perkasa ini, dan harap kalian suka menanggalkan penyamaran kalian agar kami dapat mengenal wajah asli kalian."

   Sin Wan dan Lili segera menanggalkan penyamaran pada muka dan rambut mereka. Sin Wan melepaskan kumis dan jenggot palsu, juga mengosok rambutnya sehingga berubah hitam kembali, menggosok kulit mukanya sehingga semua alat penyamarannya terlepas. Demikian pula Lili, ia menggosok-gosok mukanya dengan kain sehingga kini nampaklah wajah aslinya yang manis, mukanya yang bulat nampak putih kemerahan, matanya yang lebar memiliki sinar yang tajam, mulutnya yang manis selalu mengembangkan senyum dengan dihias lesung pipit di kanan kiri, hidungnya kecil mancung dan cupingnya dapat bergerak lucu.

   "Yang Mulia, gadis ini bernama Lili, eh, nama lengkapnya Bwe Li, Bhok Bwe Li dan ia adalah puteri dari panglima Bhok Cun Ki di kota raja."

   "Ahhh.....! Kiranya ayahmu adalah pendekar Bhok Cun Ki yang menjadi panglima terkenal di kota raja itu, nona? Senang sekali dapat bertemu dan berkenalan denganmu."

   "Hamba merasa terhormat sekali, Yang Mulia," kata Lili dan pandang matanya tanpa disembunyikan lagi memandang wajah raja muda yang ganteng dan gagah perkasa itu.

   "Nah, sekarang lanjutkan pendapatmu tadi," kata Raja Muda Yung Lo setelah tadi memandang penuh kagum kepada Lili, sambil menatap tajam wajah Sin Wan yang ditanyainya.

   "Begini, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, hubungan antara dua peristiwa itu erat sekali. Kita boleh yakin bahwa pihak musuh memang sengaja merencanakan semua ini, dengan mengadu domba kedua pasukan agar perhatian ditujukan kepada pertempuran itu dan mereka dapat menyelundupkan para pembunuh dengan mudah ke atas perahu setelah mereka merobohkan beberapa orang penjaga di tangga perahu."

   "Maaf, bolehkah hamba mengajukan pendapat hamba, Yang Mulia?" tiba-tiba Yauw Siucai yang sejak tadi menjaga Pangeran Mahkota, berkata dengan sikapnya yang hormat.

   Mengingat bahwa sastrawan ini tadi juga mati-matian melindungi kakaknya, Raja Muda Yung Lo mengangguk.

   "Bicaralah."

   "MENGINGAT keadaan Pangeran Mahkota yang lemah dan agaknya perlu dirawat setelah mengalami kekagetan tadi, hamba mohon agar beliau ini dapat hamba antar kembali ke kota raja lebih dahulu. Membiarkan beliau mendengarkan tentang usaha pembunuhan itu yang menimbulkan kenangan menakutkan, hamba kira tidak baik untuk kesehatan beliau."

   Raja Muda Yung Lo memandang kepada kakaknya yang masih nampak pucat, dan lemah, diapun mengangguk-angguk membenarkan.

   "Memang sebaiknya begitu. Aturlah saja dengan Jenderal Yauw Ti agar kakanda pangeran dapat dikawal dengan ketat kembali lebih dahulu ke kota raja. Bukankah kakanda berpendapat lebih baik kalau kakanda pulang lebih dulu?"

   Pangeran Mahkota itu mengangguk.

   "Kurasa lebih baik begitu, aku masih bingung dan terkejut membayangkan peristiwa tadi." Pangeran ini memang merasa rikuh sekali bertemu dengan Lili di situ, teringat akan sikapnya yang hendak memaksa gadis itu menjadi selirnya.

   "Kalau begitu, silakan, kakanda pangeran. Lain hari saya akan menjenguk kakanda di kota raja."

   Pangeran Mahkota lalu dibantu oleh Yauw Siucai keluar dari dalam kamar itu, dan setelah menghubungi Jenderal Yauw Ti, sang pangeran dikawal ketat, kembali ke selatan menggunakan kereta besar.

   Sementara itu, Raja Muda Yung Lo minta agar Sin Wan dan Lili jangan pergi dulu.

   "Kami ingin membicarakan hal ini dengan kalian berdua," katanya.

   Setelah mereka keluar dari perahu pesta dan kembali ke perkemahan pasukan Yung Lo, Raja muda itu mengajak Kui Siang, Sin Wan, dan Lili bicara dalam kemahnya. Mula-mula dia minta kepada Sin Wan dan Lili menceritakan tentang keadaan di kota raja. Dua orang muda itu bergantian menceritakan pengalaman mereka di kota raja, tentang jaringan mata-mata Mongol yang agaknya dipimpin oleh Si Kedok Hitam. Raja Muda Yung Lo mendengarkan dengan hati tertarik sekali.

   "Kalau begitu, sungguh berbahaya sekali dan jaringan itu harus ditumpas segera. Apakah Pamanda Jenderal Shu Ta sudah tahu akan hal ini?"

   "Tentu saja, Yang Mulia. Jenderal Shu Ta mengutus Paman Bhok Cun Ki untuk menangani penyelidikan dan pengejaran terhadap jaringan mata-mata musuh ini, dan saya sendiri mewakili suhu Ciu-sian untuk melakukan penyelidikan membantunya. Nona Lili ini juga mewakili ayahnya untuk melakukan penyelidikan," kata Sin Wan yang tentu saja tidak menceritakan peristiwa pribadinya atau peristiwa keluarga Bhok Cun Ki.

   "Akan tetapi Si Kedok Hitam itu memang licin sekali, Yang Mulia. Ilmu kepandaiannya juga amat tinggi sehingga beberapa kali saya bentrok dengan dia, belum juga mampu menangkapnya atau membuka kedoknya."

   "Hemm, saya berpendapat bahwa Jenderal galak itu perlu dicurigai, Yang Mulia!" tiba-tiba Lili berkata.

   Raja Muda Yung Lo terbelalak dan mulutnya tersenyum. Gadis ini demikian bebas dan terus terang, juga pemberani, sungguh amat mengagumkan hatinya.

   "Akan tetapi, nona. Jenderal Yauw Ti adalah seorang jenderal yang setia dan banyak jasanya terhadap ayahanda Sribaginda Kaisar. Dia tidak layak dicurigai! Bukankah tadipun sikapnya sudah jelas bahwa dia melindungi kakanda pangeran dan menentang para pembunuh?"

   "Akan tetapi sikapnya sejak dahulu di kota raja amatlah mencurigakan, Yang Mulia," bantah Lili tanpa sungkan lagi.

   "Sejak semula dia sudah memusuhi Sin Wan, bahkan hendak menangkap Sin Wan, pada hal dia tahu bahwa Sin Wan sedang melakukan penyelidikan dan mengejar-ngejar Si Kedok Hitam. Sikapnya itu jelas menunjukkan bahwa dia seperti melindungi Si Kedok Hitam. Tadipun, melihat betapa Sin Wan dan saya menentang para pembunuh, dia bersikap memusuhi kami. Saya sungguh curiga kepadanya!"

   "Lili, kalau dia memusuhiku, hal itu adalah karena dia membenci orang Uighur," kata Sin Wan terus terang.

   "Aih, benar juga!" tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru.

   "Dahulu, ketika dia membantu Jenderal Shu Ta yang memimpin pasukan mengejar orang-orang Mongol ke utara dengan berhasil, pada suatu hari Jenderal Yauw Ti tertawan oleh sekelompok orang Uighur. Dia mengalami penghinaan dan agaknya peristiwa itulah yang membuat dia membenci orang Uighur. Kalau dia tahu bahwa engkau keturunan Uighur dan membencimu, hal itu tidaklah terlalu mengherankan."

   "Lili, kalau aku lebih condong mencurigai Yauw Siucai itu. Bagiku, dia penuh rahasia dan aneh, apalagi kalau aku teringat akan pengalamanku dahulu di kota raja ketika aku membayanginya, kemudian bertemu dengan Si Kedok Hitam...""""

   "Sepanjang yang kuketahui, dia tidak berbahaya walaupun memang aneh dan penuh rahasia," kata Lili.

   "Yang jelas, engkau memiliki tugas yang amat penting, Sin Wan. Oleh karena itu, engkau harus cepat kembali ke kota raja dan melanjutkan usaha melakukan penyelidikan sampai engkau dapat membongkar jaringan mata-mata Mongol yang berbahaya itu. Sebaiknya, beri laporan selengkapnya kepada Paman Jenderal Shu Ta tentang apa yang terjadi di sini."

   "Baik, Yang Mulia. Memang saya tidak akan berhenti sebelum berhasil membongkar jaringan mata-mata itu, sebagai pelaksanaan tugas yang diberikan suhu kepada saya."

   Sin Wan sudah bangkit dan hendak pamit. Hatinya merasa tidak enak sekali. Sudah sejak tadi dia bertemu Kui Siang dan seringkali bertukar pandang, namun tidak sepatah katapun keluar dari mulut sumoinya itu. Sumoinya itu agaknya masih membencinya, atau setidaknya, tidak mau berhubungan atau bahkan bicara dengan dia. Kenyataan ini amat pahit baginya, amat menyakitkan hati sehingga dia tidak tahan untuk tinggal di situ lebih lama lagi, berdekatan dengan sumoinya, akan tetapi sama sekali tidak diajak bicara.

   "Nanti dulu, Sin Wan, masih banyak sekali hal yang perlu kami bicarakan dengan kalian bertiga. Akan tetapi sebelum itu, kami menghendaki Kui Siang menemani ke kota raja dan membantumu melakukan penyelidikan."

   Sin Wan terbelalak dan dia memandang kepada sumoinya, akan tetapi gadis itu bahkan menundukkan muka tidak memandang kepadanya. Dia merasa kasihan kepada sumoinya.

   "Akan tetapi, Yang Mulia, saya tidak.... tidak ingin merepotkan sumoi....."

   Raja muda itu tersenyum lebar.

   "Aku mengerti, memang usul kami ini terlalu tiba-tiba dan mengejutkan datangnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kalau kalian berdua membicarakan lebih dulu. Kui Siang, Sin Wan, keluarlah kalian dari sini dan kalian bicaralah dulu tentang kerja sama itu, dan kami ingin bicara dengan nona Lili. Setelah selesai bicara, harap kalian masuk lagi karena percakapan kita belum selesai."

   Kini Kui Siang mengangkat muka memandang. Dua pasang mata bertemu pandang, sesaat bertaut, kemudian Sin Wan memberi hormat kepada raja muda itu.

   "Baiklah, Yang Mulia. Mari sumoi, kita bicara di luar."

   Tanpa menjawab, Kui Siang bangkit, memberi hormat kepada raja muda itu lalu bersama Sin Wan ia keluar dari dalam tenda.

   Para penjaga di luar menghormat ketika Kui Siang yang mereka kenal sebagai pengawal pribadi raja muda yang amat mereka kagumi dan hormati, keluar bersama Sin Wan.

   Lili mengikuti mereka dengan pandang mata dan mulut tersenyum, bahkan terang-terangan gadis ini mengangguk-angguk.

   Melihat ini, Raja Muda Yung Lo menegur,

   "Nona, kenapa engkau mengangguk-angguk?"

   "Saya senang melihat mereka berdua," kata Lili terus terang.

   "Hemm, sejauh manakah hubunganmu dengan Sin Wan, nona?"

   Lili mengangkat muka memandang dan pandang mata gadis itu sungguh terbuka dan jujur, penuh keberanian dan semangat sehingga kembali raja muda itu merasa kagum.

   "Apa yang paduka maksudkan dengan kata-kata sejauh mana itu, Pangeran...... eh, paduka seorang raja muda dan...".."

   Yung Lo menggerakkan tangan.

   "Tidak mengapa, sebut saja pangeran karena akupun seorang pangeran, adik tiri Pangeran Mahkota Chu Hui San, namaku Pangeran Yen. Nah, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Yang kumaksud dengan sejauh mana hubunganmu dengan Sin Wan, apakah di antara kalian ada hubungan yang lebih erat, misalnya...".. kalian saling mencinta?"

   Lili terbelalak dan tersenyum sehingga lesung pipitnya nampak jelas.

   "Aih, saya senang sekali mendengar pertanyaan yang langsung dan jujur itu, Pangeran. Saya akan menjawab sejujurnya pula. Tidak saya sangkal bahwa pernah saya mengharapkan menjadi jodoh Sin Wan, akan tetapi ternyata dia tidak dapat mencinta gadis lain karena dia sudah jatuh cinta kepada seorang gadis. Sayapun mundur karena tak mungkin mencinta sebelah pihak, bukan? Dan sekarang saya tahu siapa gadis yang dicintanya itu. Tentu sumoinya itu."

   Kini pangeran yang menjadi raja muda itu yang kagum. Benar-benar seorang gadis yang jujur dan terbuka, sikap yang amat disukainya karena dia sendiripun suka akan kejujuran.

   "Dugaanmu benar. Mereka saling mencinta, akan tetapi karena kesalahpahaman mereka berpisah. Aku ingin agar mereka bersatu kembali maka aku sengaja menyuruh Kui Siang menemaninya ke kota raja. Akan tetapi, setelah Kui Siang pergi, aku akan merasa kehilangan sekali karena dia merupakan pengawal pribadiku yang gagah perkasa dan baik. Dan melihat engkau, timbul keinginanku untuk minta engkau menjadi pengganti Kui Siang, menjadi pengawal pribadiku. Maukah engkau, Lili?"

   Kembali Lili tertegun dan memandang kepada raja muda itu dengan mata bulat dan mulut agak terbuka. Kemudian ia teringat ketika ia menjadi pengawal pribadi Pangeran Mahkota, maka ia memejamkan mata, menutup mulut dan menarik napas panjang melalui hidung sehingga cuping hidungnya berkembang kempis.

   Geli juga hati raja muda itu melihat wajah yang manis dan lucu itu.

   "Kenapa engkau menghela napas panjang, Lili? Kalau engkau tidak suka menerima, katakan saja terus terang, tak perlu berpura-pura."

   "Pangeran, penawaran paduka agar saya menjadi pengawal pribadi paduka ini mengingatkan saya akan pengalaman saya ketika menjadi pengawal pribadi Sang Pangeran Mahkota."

   Kini pangeran atau raja muda itu yang tertegun.

   "Ehh? Engkau pernah menjadi pengawal pribadi kakanda Pangeran Mahkota?" Dia mengerutkan alisnya lalu menyambung.

   "Akan tetapi...". kenapa sekarang tidak lagi dan pengawalnya adalah Yauw Siucai yang penuh rahasia itu? Apa yang telah terjadi?"

   Dengan sejujurnya, tanpa ada yang disembunyikan, Lili menceritakan tentang pertemuan dan perkenalannya dengan Yauw Siucai, dan betapa ia dan Yauw Siucai kemudian bekerja pada Pangeran Mahkota.

   "Oleh Pangeran Mahkota, saya ditarik menjadi pengawal pribadinya. Semula saya menyukai pekerjaan itu karena sang pangeran mahkota bersikap halus dan baik akan tetapi kemudian, pada suatu hari dia hendak memaksa saya menjadi selirnya. Saya tidak mau dan ketika hendak dipaksa, saya melarikan diri, bahkan pernah menjadi buronan yang dikejar-kejar. Untung, akhirnya Jenderal Shu Ta dapat menolong dan membujuk Pangeran Mahkota sehingga saya tidak dikejar-kejar lagi. Nah, itulah pengalaman yang membuat saya tadi ragu-ragu ketika paduka menawarkan pekerjaan pengawal kepada saya."

   Mendengar ini, Pangeran Yen atau Raja Muda Yung Lo menghela napas panjang.

   "Sudah lama aku mendengar akan prilaku kakanda pangeran yang tidak pantas itu. Akan tetapi, nona Lili, apakah engkau mengira aku akan bersikap seperti dia? Aku belum pernah selama hidupku memaksa seorang wanita!" Dia tertawa dan tawanya demikian bebas sehingga Lili juga ikut tertawa.

   "Saya percaya, Pangeran. Biarpun paduka merupakan adik dari Pangeran Mahkota, akan tetapi saya telah mendengar banyak tentang paduka dari ayah."

   "Berarti engkau suka menerima tawaranku untuk menjadi pengawal pribadiku menggantikan Kui Siang?"

   Gadis itu mengangguk dan tersenyum.

   "Saya mau, Pangeran, akan tetapi saya harus memberitahu kepada ayah dan ibu."

   "Jangan khawatir, aku mengenal baik ayahmu itu. Aku akan mengirim surat kepada ayahmu, minta persetujuannya, sementara engkau ikut bersama ke utara, karena aku yakin bahwa Kui Siang tentu setuju untuk membantu Sin Wan sehingga aku tidak mempunyai seorang pengawal pribadi."

   Lili tersenyum.

   "Pangeran, paduka sendiri memiliki ilmu bela diri yang cukup tangguh, dan paduka merupakan raja muda yang mempunyai pasukan besar. Siapa berani mengganggu paduka? Tanpa pengawal pribadi sekalipun, paduka akan selalu dalam keadaan aman."

   

Iblis Dan Bidadari Eps 4 Si Pedang Tumpul Eps 4 Si Pedang Tumpul Eps 9

Cari Blog Ini