Ceritasilat Novel Online

Naga Sakti Sungai Kuning 10


Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Bagian 10




   "Uwah, ha-ha-ha! Han Beng, muridku yang baik, apakah engkau sungguh-sungguh tidak melihat betapa mulianya pengemis dan betapa besar jasa-jasanya, asalkan dia.menjadi pengemis seperti kita ini, bukan tarena malas?"

   Han Beng maklum bahwa gurunya adalah seorang yang memiliki watak aneh, akan tetapi dia percaya penuh akan kesaktian dan kebijaksanaan kakek berpakaian jembel itu. Mendengar ucapan itu dia memandang heran.

   "Mulia dan berjasa besar? Teecu sungguh tidak mengerti apa yang Suhu maksudkan."

   "Dengarlah baik-baik, muridku." Wajah yang biasanya suka tertawa dan cerah itu kini memandang serius, dan suaranya yang biasanya suka berkelakar itu kini terdengar bersungguh-sungguh.

   "Aku adalah seorang kelana yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, tidak lebih dari satu dua hari berada di suat tempat. Ini menyebabkan tidak mungkin aku bekerja mencari sesuap nasi Orang tentu takkan mau mempergunakan tenaga orang yang tinggalnya tidak tetap dan hanya untuk sehari dua hari saja. Bukan karena malas, melainkan terpaksa aku mengemis untuk mengisi perut mempertahankan hidup. Bukankah lebih baik mengemis daripada mencuri atau merampok? Sekarang mengapa kukatakan mulia? Karena pekerjaan ini merupakan latihan yang amat baiknya bagi kita, bagi engkau terutama, Han Beng. Dengan mengemis, engkau belajar untuk rendah hati! Latihan ini menghilangkan kesombongan diri, menghilangkan pandangan terlalu tinggi kepada diri yang hanya memperbesar perasaan si-aku yang serba hebat! Dan mengapa berjasa? Karena, hrngemis setidaknya membangkitkan rasa perikemanusiaan dalam hati orang baik, menyentuh perasaan mereka untuk menaruh iba kepada sesama hidup yang sedang menderita kesusahan."

   Demikianlah, semenjak memperoleh keterangan dari gurunya, Han Beng tidak merasa malu-malu atau ragu-ragu lagi untuk mengemis! Bahkan dia menganggap hal ini sebagai suatu latihan batin yang baik sekali. Dia kini dapat melihat sikap orang yang menghinanya, mencemoohkannya, tanpa perasaan marah atau sakit hati sedikit pun, bahkan diam-diam mentertawakan mereka, dan dari sikap mereka itu dia dapat mempelajari banyak watak manusia. Latihan ini amat baik untuk memupuk kesabaran, pandangan yang luas dan perasaan rendah hati yang mendalam.

   Demikianlah, ketika dia diusir oleh majikan toko obat yang perutnya gendut, dia pergi tanpa merasa sakit hati. Hanya hatinya merasa agak gelisah. Dia tidak membohong ketika mengemis obat. Gurunya jatuh sakit! Gurunya terserang penyakit demam panas dan batuk! Heran juga dia bagaimana seorang sakti seperti gurunya dapat terserang penyakit. Hal ini mengingatkan dia akan kcnyataan bahwa betapapun tinggi kepandaian seseorang, namun badan manusia ini perlu dirawat sebaiknya, menjaga kesehat harus dilakukan dengan sungguh sungguh, kebersihan harus dijaga. Kepandaian silat membuat orang pandai melindungi dirinya terhadap serangan dari luar memperbesar tenaga dan kecepatan. Akan tetapi terhadap penyakit yang menyerang entah dari mana, yang tidak nampak seorang pesilat yang betapa pandai pun takkan mungkin dapat mengelak atau menangkis! Dan tubuh ini takkan bebas dari penyakit, usia tua dan kematian. Biarpun gurunya menerima datangnya penyakit itu dengan tenang dan sabar, namun Han Bcng merasa gelisah dan dia merasa iba kepada suhunya. Demikianlah kalau orang hidup sebatang-kara, tiada keluarga dan tiada rumah. Kalau sakit, tidak ada yang merawat, tidak ada yang mempedulikan.

   Sudah sejak pagi sekali tadi dia mengemis obat, namun hasilnya selalu berupa penghinaan, makian dan cemoohan. Ingin rasanya sekali ini dia melanggar pantangan suhunya. Betapa mudahnya meloncat naik ke atas genteng rumah atau toko obat itu, melalui genteng masuk ke dalam dan mencuri obat apa saja yang dia butuhkan! Takkan ada yang tahu. Andaikata ada yang tahu juga, dia dapat menyelamatkan diri dengan amat mudahnya!

   Terjadi perang dalam batinnya antara yang mendorong dia untuk mencuri saja dan yang menentangnya. Pada saat itu, dia melihat sebuah toko obat lain lagi di depan. Tempat itu agak ramai, dekat dengan pasar dan dalam batinnya Han Beng mengambil kcputusan bahwa kalau sekali lagi dia gagal mendapatk obat dengan jalan mengemis, dia akan mencuri saja! Untuk satu kali saja, karena dia amat membutuhkan obat. Toko obat di depan itu tidak sebesar toko obat yang baru saja mengusirnya, akan tetapi dia melangkah tanpa ragu ke depan pintu toko itu. Dia melihat bahwa penjaga toko itu seorang gadis beru delapan belas tahunan, dibantu oleh orang pegawai pria yang usianya sudah setengah tua.

   Gadis dan dua orang pegawainya itu memandang kepada Han Beng, dan terutama sekali kepada pakaiannya yang tambal-tambalan.Dua orang pegawai mengerutkan alisnya, jelas kelihatan tidak senang hati mereka. Seorang diantara mereka bahkan segera menegur.

   "Engkau datang ke sini mau apa? sini menjual obat, bukan menjual makanan. Kalau engkau hendak minta-minta"""."

   "Kulihat tidak ada sabuk merah pinggangmu! Kami tidak dapat memberi sedekah kepadamu"""

   "Paman!" tiba-tiba gadis itu menegur dengan suara yang keras kepada dua orang pegawainya."Kalian tidak boleh sikap seperti itu!" Dua orang pegawai itu menundukkan muka dan kelihatan sungkan dan patuh kepada nona mereka. Kini gadis itu bangkit berdiri dan menghadapi Han Beng, hanya terhalang lemari tempat obat. Sejenak mereka saling pandang penuh perhatian. Biarpun tidak secara langsung, Han Beng mengamati gadis itu.

   Seorang gadis berusia delapan belas tahun, bertubuh ramping dan agak tinggi kalau dibandingkan dengan wanita pada umumnya, wajahnya manis dan anggun, dengan mata yang jernih dan mulut yang ramah. Gadis itu pun membayangkan keraguan dan keheranan dalam pandang matanya ketika ia mengamati Han Beng penuh selidik. Seorang pemuda yang begini gagah, juga tubuhnya terawat baik dan bersih, biarpun mengenakai. pakaian tambal-tambalan, agaknya tentu bukan seorang peminta-minta! la pun memperlihatkan senyumnya yang manis dan ramah sebelum bicara dengan suara halus.

   "Harap Saudara memaafkan sikap dua orang pegawai kami. Maklumlah mereka seringkah diganggu oleh para peminta-minta sehingga sikap mereka agak kaku. Dapatkah kami membantu Saudara Di sini kami mempunyai persediaan lengkap."

   Ini merupakan pengalaman baru bagi Han Beng yang membuat wajahnya agak kemerahan! Dia biasanya diterima dengan pandang mata iba atau cemooh, akan tetapi baru sekali orang menghadapinya sebagai bukan jembel, sebagai seorang pembeli biasa! Menghadapi pengalaman baru ini, Han Beng agak tertegun dan betapa dia mengharapkan saat itu ada uang cukup di sakunya agar dia dapat benar-benar membeli obat yang di butuhkan. Apalagi pandang mata gadis itu demikian penuh kepercayaan, sedikit pun tidak ada bayangan mengejek atau menghina dalam pandang mata itu. Akan tetapi dia harus menyadari kenyataan dan dengan "menebalkan" muka, dia pun berkata, suaranya lembut.

   "Saya memang membutuhkan obat, Nona. Guruku sakit, terserang demam
panas dan batuk, sudah dua minggu""..

   "

   "Demam panas dan batuk? Ah, tentu a ada obat untuk itu! Gurumu itu, apakah usianya?"

   "Sekitar enam puluh lima tahun, Nona."

   "Baiklah, kautunggu sebentar, biar diambilkan obatnya. Paman Ji, tolong berikan obat untuk penyakit demam panas dan batuk yang diderita seorang tua. Oya, berapa bungkuskah yang Saudara kehendaki? Sebungkus untuk sekali masak dan diulang sampai dua kali,' Air dua mangkok tinggalkan setengah mangkok."

   "Secukupnya sampai sembuh, Nona."

   "Kukira tiga bungkus pun sudah cukup. Sediakan tiga bungkus, Paman Ji!" pembantunya itu segera mengumpulkan obat rempah-rempah dan menimbanginya, dipersiapkan di atas kertas pembungkus sebagai tiga helai.

   "Maafkan saya, Nona. Saya memang membutuhkan obat untuk guruku yang sakit, akan tetapi...".. saya..."". Maksud saya"". , hendak mohon bantuan Nona
untuk memberikan obat kepada saya. Saya tidak mempunyai uang untuk membelinya""".."

   Gadis itu nampak tercengang. Kiranya benar juga dua orang pembantun tadi. Pemuda itu mengemis! Sungguh luar biasa. Sama sekali tidak pantas menjadi pengemis.

   "Nah"""" nahhh...""., betul tidak dugaan kami, Nona? Dia tentu hanya datang untuk mengemis! Sungguh tidak tahu malu, masih muda dan kuat lagi, dan bukan anggauta Ang-kin Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Sabuk Merah). Pergilah kau dari sini!"

   "Sssttt, Paman Ji! Diam kau, biar aku yang mengurus persoalan ini!" bentak gadis itu. Kemudian ia menghadap Han Beng dan suaranya halus ketika berkata,

   "Saudara, tahukah gurumu bahwa engkau pergi mencarikan obat untuknya dengan jalan minta-minta?"

   "Tentu saja dia mengetahuinya." ,

   Gadis itu membelalakkan matanya yang indah.

   "Dan dia tidak melarang muridnya melakukan hal yang merendahkan namanya itu?"

   Han Beng tersenyum dan membayangkan betapa suhunya akan tertawa terpingkal-pingkal mendengar ini. Suhunya yang berjuluk Raja Pengemis, melarang muridnya mengemis? Alangkah lucunya pertanyaan gadis itu.

   "Guruku sendiri juga suka mengemis mengapa dia harus melarang saya?"

   Seorang pembantu gadis itu yang masih merasa penasaran lalu berkata "Mungkin gurunya seorang pengemis dan yang diajarkan adalah ilmu mengemis!"

   Gadis itu menoleh dan melotot pada pembantunya, akan tetapi Han Beng yang sudah terbiasa dengan kata-kata seperti itu, cepat berkata,

   "Benar sekali memang guruku seorang pengemis dan yang diajarkan kepadaku adalah ilmu mengemis. Nona, maukah Nona menolongku, ataukah tidak? Kalau tidak saya akan mngemis ke toko lain""""

   "Ah, boleh, boleh..." tentu saja akan kuberi, bukankah sudah dibungkuskan obat itu?" Gadis itu lalu mengambil tiga bungkus obat dan hendak diserahkan kepada Han Beng, akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

   "Tidak boleh! Tidak boleh memberi apa pun juga kepada pengemis busuk yang lancang ini!"

   Ketika semua orang menoleh, ternyata telah muncul tiga orang laki-laki usia empat puluh tahun dan lucunya, yang melarang orang memberi bantuan pada Han Beng yang dimaki sebagai seorang pengemis busuk itu...". adalah juga orang berpakaian pengemis pula! seperti juga Han Beng, tiga orang pendatang ini mengenakan pakaian tambal-tambalan, akan tetapi kainnya masih baru, agaknya memang sengaja dibuat tambal-tambalan dari kain-kain berwarna-warni dan berkembang. Di pinggang mereka terdapat sabuk merah. Ini menandakan bahwa mereka adalah tiga orang anggota Ang-kin Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Sabuk Merah) yang amat terkenal di kota raja. Seluruh pengemis kota raja adalah anggauta Ang-kin Kai-pang dan mereka semua mengenal sabuk merah sebagai tanda bahwa mereka adalah anggauta perkumpulan itu. Ang-kin Kai-pang menganggap bahkan merekalah yang berhak menguasai seluruh kota raja dan daerahnya, dan setiap orang pengemis bukan anggauta, baik dari dalam maupun luar kota, tidak diperbolehkan mengemis di kota raja daerahnya tanpa seijin mereka! Dan untuk menertibkan ini, jagoan-jagoan Ang-kin Kai-pang setiap hari mengada perondaan dan kini, yang muncul depan toko obat melarang pemilik toko obat memberi sedekah kepada Han Beng adalah tiga orang tukang pukul Ang-Kai-pang. Perkumpulan ini memang berpengaruh sekali dan ditakuti orang, mereka bukan saja menghimpun para penjahat untuk bergabung dan menjadi tukang-tukang pukul, akan tetapi bahkan mereka sanggup mendekati para pembesar dan dengan jalan memberi suapan-suapan besar-besaran perkumpulan ini menjadi "sahabat" para pembesar tinggi. Orang tentu akan merasa heran bagaimana perkumpulan pengemis mampu menyewa tukang-tukang pukul bahkan menyuap para pembesar? Hasil mereka itu besar bukan main! Setiap orang anggauta diwajibkan untuk menyerahkan sepuluh prosen dari hasil mereka mengemis kepada perkumpulan itu. Perkumpulan ini, dari ribuan bahkan puluhan ribu pengemis di kota raja dan daerahnya, tentu saja merupakan harta yang amat besar jumlahnya. Dan perkumpulan itu pun dipimpin oleh orang-orang yang pandai, bahkan kabarnya yang duduk paling atas adalah seorang datuk sesat yang sakti!

   Han Beng yang sudah kegirangan mendapatkan obat yang dibutuhkannya, ketika siap menerima tiga bungkuk obat itu dengan pandang mata bersukur, tentu saja mendongkol juga melihat sikap tiga orang ini. Mereka itu pun pengemis-pengemis, seperti dia, bagaimana kini mengganggu sesama "rekan"? Belum pernah dia menjumpai kekurangajaran seperti itu!

   "Kawan-kawan," katanya tenang namun tegas.

   "Mengapa kalian datang-datang melarang orang memberi pertolongan kepadaku dan mengapa pula kalian memaki aku?"

   Seorang di antara mereka, yang kepalanya besar dan hidungnya merah sekali, besar dan merah seperti jambu masak, menepuk-nepuk perutnya yang gendut.

   "Bocah lancang! Apakah matamu sudah buta dan engkau tidak melihat sabuk merah ini? Kami adalah tokorl tokoh Ang-kin Kai-pang, dan engkau pengemis busuk ini berani bertanya lagi mengapa kami melarang engkau pengemis di sini? Apakah engkau sudah mendapatikan ijin dari pimpinan kami?"

   Han Beng tertawa, di dalam hatinya dia bahkan tertawa bergelak. Minta-minta saja harus mendapat ijin! Ijin mengemis! "Tidak, aku tidak pernah mendapatkan ijin, bahkan tidak pernah meminta ijin. Aku hanya lewat saja di kota raja ini, bukan untuk menetap dan melakukan, pekerjaan mengemis."

   "Pengemis tetap maupun mengemis sementara harus mendapat ijin lebih dulu dari pimpinan kami Pendeknya, engkau harus cepat pergi dari sini!"

   "Aku pergi...... aku pergi.....!" kata Han Beng, tidak mau mencari keributan di tempat orang.

   "Nanti dulu, kauterimalah obat-obat untuk gurumu yang sakit," kata gadis itu. la menyerahkan obat itu sambil keluar dari tokonya, menghampiri Han Beng. Han Beng juga menjulurkan lengan untuk menerimanya. Akan tetapi, tiba-tiba pengemis perut gendut itu menggerakkan tangannya menampar ke arah bungkusan obat yang akan diserahterimakan itu.

   "Plakkkkk" Bungkusan-bungkusan itu terlepas dari tangan Si Gadis dan terlempar ke atas tanah! Kini gadis itu membalikkan tubuh menghadapi Si Gendut, mukanya marah sekali, alisnya berkerut dan sepasang matanya mencorong. Pengemis gendut itu menyeringai, dan agaknya merasa gugup juga melihat betapa gadis itu kini menghadapi denganpenuh kemarahan.

   "Nona, jangan memberikan apa-kepadanya. Kalau diberikan juga, tidak urung kami akan merampas barang itu dari tangannya, bahkan dia akan ku pukul setengah mati."

   Gadis itu sejak tadi diam saja, akan tetapi sinar matanya seperti hendak membakar wajah orang. Tiba-tiba, tangan kirinya bertolak pinggang, tangan kanannya menuding ke arah tiga buah bungkusan yang berserakan di atas tanah, lalu dia berkata kepada pengemis perut gendut dengan suara memerintah.

   "Ambil !!"

   Pengemis gendut itu terbelalak, memandang ke arah bungkusan-bungkusan itu lalu kepada Si Nona yang bersikap galak. Tentu saja dia tidak sudi melaksanakan perintah yang dianggapnya menghina itu. Dia adalah seorang di antara tokoh Ang-kin Kai-pang yang terkenal, ditakuti dan biarpun dia berpakaian pengemis, namun sabuk yang terlilit dipingangnya berwarna merah cerah, bukan merah muda sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada para anggauta lainnya. Dia biasa memerintah, bukan diperintah, kecuali tentu saja oleh para pimpinan Kai-pang yang lebih tinggi kedudukannya, atau atasannya

   "Ambil, kataku! Apakah engkau tuli?" bentak gadis itu dengan suara semakin lantang. Pengemis ke dua yang bertubuh tinggi kurus dan agak bongkok segera menjawab dengan suara memprotes.

   "Nona, mengapa Nona hendak membela pengemis asing ini? Siapa tahu dia ini seorang mata-mata, atau seorang jahat yang hendak mengacaukan kotaraja dengan menyamar sebagai pengemis.Hanya pengemis Ang-kin Kai-pang yang boleh dipercaya!"

   "Aku tidak membela siapa-siapa hanya menentang kalian yang kurang ajar. Obat itu adalah milikku, akan kuberikan kepada siapapun juga, kalian peduli apa? Bukan milik nenek moyangmu! engkau sudah berani memukulnya hingga tiga bungkusan itu terjatuh, ke atas tanah. Sekarang kuperintahkan kalian untuk mengambilnya kembali dan menyerahkan kepadaku, ataukah aku harus memaksa kalian?"

   Diam-diam Han Beng terkejut dandia siap siaga. Nona ini memang amat baik dan gagah, akan tetapi juga sembrono sekali.Dia dapat melihat bahwa tiga orang pengemis Ang-kin Kai-pang ini sedikit banyak tentu pandai ilmu silat dan sudah terbiasa memaksakan kehendak mereka dengan kekerasan. Dan gadis itu berani menentang mereka!

   Si Perut Gendut menjadi merah mukanya. Namun agaknya dia masih menjaga gengsi, tidak ingin ribut dengan seorang gadis cantik, maka dia masih menganggap bahwa gadis itu tentu belum mengenal siapa mereka.

   "Nona, dengar dan lihat baik-baik. Kami adalah tokoh-tokoh Ang-kin Kai-pang," Dia menepuk pinggangnya memperlihatkan sabuk merah cerah yang menjadi tanda anggauta dan tingkat,

   "dan kami datang untuk menyelamatkan Nona dari tipuan pengemis busuk ini. Semua pengemis di kota raja adalah anggauta kami, Nona, dan orang ini adalah penyelundup dari luar kota."

   "Tidak peduli!" Gadis itu membentak "Biar kalian pengemis dari neraka pun tidak berhak melarang aku menolong siapa saja. Hayo cepat ambil bungkusan-bungkusan obat itu!"

   Si Perut Gendut kini menjadi marah. Dia merasa ditantang oleh seorang gadis muda! "Hem, bagaimana kalau kami tidak mau, Nona?"

   Gadis itu tersenyum dingin.

   "Terpaksa aku akan memaksa kalian untuk melakukannya!"

   Tiga orang pengemis itu saling pandang, lalu tertawa. Si Tinggi Kurus bertanya,

   "Ha-ha-ha, bagaimana caranya Nona?"

   "Caranya begini!" Tiba-tiba tubuh gadis itu menerjang ke depan dan sebelum Si Tinggi Kurus itu sempat mengelak atau menangkis, dua kali ujung sepatunya menendang lutut dan tangannya mendorong. Tak dapat dihindarkan lagi tubuh Si Kurus itu terjengkang, pantatnya yang tipis terbanting ke atas tanah, sehingga dia meringis kesakitan Debu mengepul dan gadis itu berkata,

   "Nah, ambillah bungkusan itu!"

   Dua orang temannya menjadi terkejut bukan main. Sungguh mereka tidak menyangka akan ada orang berani menjatuhkan seorang di antara mereka dan yangberani melakukan hal itu justeru seorang gadis muda!

   Pengemis ke tiga yang mukanya hitam karena suatu penyakit sehingga kulit muka itu tebal dan keras kasar, menerjang ke depan dan kedua tangannya mencengkeram untuk menangkap kedua pundak gadis itu. Namun, dengan gerakan lincah sekali, gadis itu menggeserkan kaki memiringkan tubuhnya. Dengan kecepatan luar biasa, sambil memiringkan tubuh, pada saat tubuh pengemis itu lewat dan luput menerkamnya, lututnya diangkat dengan tiba-tiba, tepat menyambut perut lawan.

   "Ngekkk!" perut itu dimakan lutut membuat Si Pengemis membungkuk memegangi perut. Gadis itu melihat sasaran lunak ketika tubuh itu membungkuk, yaitu tengkuk yang telanjang, maka tangan kirinya cepat membacok ke arah tengkuk.

   "Kekkk!" tubuh orang itu pun terjungkal!

   "Nona, engkau keterlaluan, berarti menentang kami!" bentak Si Perut Gendut.

   "Kalian yang kurang ajar dan patut diberi pelajaran agar tidak menggang orang lain!"

   Sementara itu, Han Beng memandang dengan hati lega dan kagum. Kiranya nona itu lihai! Gerakannya begitu cepat dan otomatis, juga pandai mengatur gerakan menggunakan tenaga secara tepat sekali.

   Akan tetapi kini Si Gendut sudah mengangkat tongkatnya, sebatang tongkat hitam terbuat dari bambu yang ujungnya dipasangi besi runcing! Dan dengan senjata ini, dia menyerang gadis itu! Han Beng terkejut dandia sudah siap siaga untuk melindungi gadis iti. Akan tetapi segera dia tahu bahwa gadis itu tidak memerlukan perlindunganya karena dengan amat sigapnya, gadis sudah mengelak dengan mudah. Dan kini, dua orang pengemis lainnya sudah la menggunakan tongkat mereka untuk :ngeroyok. Tiga batang tongkat dengan ujung besi runcing menyambar-nyambar kearah Si Gadis yang dengan lincahnya mengelak ke sana-sini bagaikan seekor burung walet saja. Kini gadis itu dengan cepat mcnyambar sebatang kayu pengganjal pintu toko yang panjangnya sekitar dua meteran yang besarnya sekepalan tangan. Dengan senjata sederhana serupa toya ini, gadis itu menghadapi tiga batang tongkat lawan dan kini ia berailat dengan indah dan cepatnya. Han Beng terbelalak kagum karena dia mengenal ilmu silat yang dasarnya tak salah lagi tentu ilmu dari Siauw-lim-pai!

   Karena toko obat itu terletak di jalan raya dekat pasar, maka perkelahian depan toko itu menarik perhatian orang dan sebentar saja tempat itu telah dilingkari banyak orang yang menonton, mereka itu agaknya tadi mengira bahwa ada serombongan pemain silat atau pedagang obat mengadakan pertunjukan di situ. Akan tetapi ketika mereki mengenal tiga orang anggauta Ang-ki Kai-pang, mereka menjadi terkejut. Ada rasa girang di dalam hati mereka bahwa kini ada orang berani menentang tiga tokoh Perkumpulan Jembel itu, dan orang itu bahkan hanya seorang gadis muda!

   Karena takut kalau tiga bungkusan obat itu terinjak mereka yang sedang berkelahi, maka Han Beng sudah memungutinya. Kalau saja dia tidak mengkhawatirkan akan keselamatan gadis itu tentu dia sudah pergi, tidak ingin terlibat dalam perkelahian. Akan tetapi di harus menjaga keselamatan gadis yang telah menolongnya itu.

   Permainan toya gadis itu memang hebat, dan Siauw-lim-pai memang terkenal sekali dengan permainan toya ini. Hal ini tidak mengherankan karena Siauw-lim-pai merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh para pendeta biara Siauw-lim-si, di mana para muridnya adalah para hwesio. Senjata yang paling tepat
(Lanjut ke Jilid 11)
Naga Sakti Sungai Kuning/Huang Ho Sin-liong (Seri ke 01 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 11
bagi seorang hwesio untuk membela diri kalau diserang musuh adalah toya yang dapat dipergunakan pula sebagai sebatang tongkat atau untuk memukul barang bawaan.

   Han Beng memandang kagum. Gadis Itu memang lihai dan begitu toyanya diputar dengan amat cepatnya, tiga orang pengemis itu terdesak dan mundur. Tiba-tiba gadis itu mengeluarkan bentakan melengking panjang dan ujung toyanya tergetar keras, membuat gerakan melengkung dan begitu gulungan sinar toya berkelebat, dua orang pengeroyok roboh. Yang seorang lagi, Si Muka Hitam, terkejut dan dengan nekat menghantamkan tongkatnya ke arah tengkuk gadis itu dari belakang. Namun, tanpa kesukaran sedikit pun, gadis itu membalikkan toyanya ke belakang, menangkis tongkat, tubuhnya membuat gerakan memutar dan di lain saat toyanya sudah menyodok ke arah dada orang itu sehingga dia pun jatuh terjengkang!

   Tiga orang pengemis Ang-kin Kai-pang itu terengah-engah, Si Gendut Perut itu kepalanya benjol besar, Si Tinggi Kurus meringis karena kaki kanannya terkena sambaran toya sehingga tulang keringnya terasa seolah remuk, dan Si muka Hitam dadanya sesak. Gadis itu menghentikan gerakannya, berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tang kanan memegangi toya yang didirikan; sikapnya gagah, matanya mencorong, tiga orang pengemis itu tahu diri. Merekaa bangkit dan tanpa banyak cakap lagi berjalan pergi terhuyung-huyung. Semua orang memuji kehebatan gadis itu, akan tetapi mereka yang mengenal kekuasaan Ang-kin Kai-pang merasa khawatir akan keselamatan gadis pemilik toko obat. Para penonton itu pun bubar dan dan Han Beng menjura dengan penuh hormat kepada Si Gadis perkasa.

   "Sungguh saya bersukur sekali bahwa Nona telah menolong saya dan guru saya. Terima kasih, Nona."

   "Ah, tidak mengapalah, Saudara. Engkau dan gurumu adalah pengembara dan gurumu sakit, sudah sepatutnya kalau aku memberi obat kepadamu. Dan mengenal tiga orang tadi, mereka sendiri yang mencari penyakit dan memang perlu dihajar."

   Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dandua orang laki-laki menghentikan kuda mereka di depan toko itu. Han Beng melihat seorang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian sastrawan, dan seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih berpakaian ringkas dan bersikap gagah.

   Ketika dua orang laki-laki itu berlompatan turun dari atas kuda mereka, gadis itu cepat menghampiri laki-laki ng berpakaian sastrawan.

   "Ayah! Engkau baru pulang?"

   Akan tetapi ayahnya memandangnya lengan wajah heran, sama sekali tidak gembira, bahkan suaranya terdengar marah ketika dia bertanya,

   "Hui Im, apa yang kudengar ketika memasuki kota tadi? Engkau membela seorang pengemis asing dan berkelahi dengan tiga orang anggauta Ang-kin Kai-pang?"

   Gadis itu menghadapi ayahnya dengan sikap tenang, tegas dan bertanggung jawab.

   "Benar, Ayah. Dan dia inilah Saudara yang telah kutolong itu katanya menunjuk kepada Han Beng masih berdiri dengan hati tidak enak.
Majikan toko obat itu bernama Kun Tiong atau di kota raja terkenal dengan nama Souw Sian-seng, seorang ahli obat atau seorang tabib yang seringkali menerima undangan untuk mengobati orang sakit, akan tetapi juga membuka toko obat yang diurusi puterinya. Puterinya itu anak tunggal bernama Souw Hui Im. Ibu gadis ini, telah lama meninggal dunia.

   Souw KunTiong atau Souw Sian memandang sejenak kepada Han Beng lalu dia membalik menghadapi puterinya lagi, menuntut,

   "Apa yang telah terjadi? Dalam suaranya masih terkandung rasa tidak senang. Dia menganggap puterinya mencari gara-gara saja, karena dia tahu benar siapa itu Ang-kin Kai-pang perkumpulan yang amat berpergaruhdi kota raja, bahkan mempunyai hubungan baik dengan para pembesar yang kuasa.

   "Sesungguhnya aku tidak bersalah.Ayah," kata Hui Im yang dapat melihat bahwa ayahnya marah.

   "Mula-mula Saudara ini datang dan minta pertolongan , agar diberi obat untuk gurunya yang sedang sakit panas demam dan batuk, karena kulihat dia seorang pengembara yang sedang dirundung malang, maka aku memberinya obat yang dimintanya. Tiba-tibi muncul tiga orang pengemis Ang-Kai-pang itu yang bersikap sombong dan melarang aku memberikan obat kepada Saudara ini. Tentu saja aku marah, Ayah. Mereka tidak berhak melarangku memberikan obat milikku sendiri kepada siapapun juga. Mereka malah menghina saudara ini, mengusirnya dan melarangku menyerahkan obat. Maka terjadilah perkelahian itu dan mereka melarikan diri."

   Dengan alis masih berkerut, Souw Han-seng menghadapi Han Beng. Sejenak dia mengamati pemuda yang bertubuh tinggi besar dan berwajah gagah itu, lalu karena penyesalannya bahwa puterinya menanam permusuhan dengan Ang-kin Kai-pang gara-gara pemuda ini, dia pun berkata dengan suara penuh sesalan dan kemarahan.

   "Orang muda, tidak malukah engkau Engkau masih muda belia, bertubuh sehat dan kuat, akan tetapi ada orang-orang menghinamu, engkau diam saja tidak membela diri sendiri, bahkan mengandalkan seorang wanita untuk membelamu! Tidak malukah engkau menjadi seorang pengecut?"

   "Ayah !" Hui Im berseru.

   "Diam kau!" bentak ayahnya yang masih menghadapi Han Beng, melanjutkan kata-katanya.

   "Orang muda, gara-gara " engkau, anakku menanam bibit permusuhan dengan Ang-kin Kai-pang, berarti kami menghadapi kesulitan besar. Karena engkau menjadi gara-gara, maka engkau perlu dihajar agar semua orang tahu bahwa aku, Souw Kun Tiong, sebetulnya tidak mau mencampuri urusan antara pengemis. Biarlah engkau berhadapan sendiri dengan Ang-kin Kai-pang? Nah, bersiaplah, orang muda, aku akan menghajarmu seperti tadi anakku menghajar orang-orang Ang-kin Kai-pang!"

   Han Beng terbelalak, kebingungan, tentu saja dia tidak ingin berkelahi dengan orang lain, apalagi orang ini adalah ayah kandung dari gadis yang telah menolongnya tadi. Akan tetapi dia pun mengerti apa yang dimaksudkan orang tua ini. Dia hendak menghajarnya di depan umum sehingga kalau Ang-kin Kai-pang mendengar akan hal ini, mereka akan menganggap bahwa keluarga Souw sebetulnya tidak membela Han Benig, melainkan terjadi kesalahpahaman saja antara Nona Souw dan tiga orang murid atau anggauta Ang-kin Kai-pang.

   Han Beng menjura kepada Souw Sian-Seng.

   "Tuan, harap maafkan saya. Sesungguhnya saya datang ke toko ini tidak ada maksud lain kecuali minta bantuan agar diberi obat untuk guruku yang sedang sakit. Saya sama sekali tidak mencari keributan atau perkelahian. Kalau memang Tuan tidak rela memberi obat ini untuk guruku, biarlah saya kembalikan saja."

   "Hemmm, puteriku telah memberi obat itu, tidak akan kami tarik kembali akan tetapi untuk membuktikan bahwa kami tidak berpihak dalam urusanmu dengan Ang-kin Kai-pang," aku harus menghajarmu!" Souw Sian-seng maklum bahwa di tempat ramai itu tentu terdapat banyak mata-mata Ang-kin Kai-pang yang dapat mendengarkan semua ucapannya dan dapat menyaksikan pula dia menghajar pemuda itu agar melaporkan hal itu kepada pimpinan Ang-kir Kai-pang. Dia sudah melangkah maju, siap untuk menghajar Han Beng.

   "Suheng, tahan dulu""".!" tiba tiba orang yang tadi datang bersama Souv Sian-seng, melompat maju dan memeggangi lengan tabib itu. Orang berusia empat puluh tahun lebih ini bernama Hui Siong dan dia adalah seorang di antara murid-murid Siauw-lim-pai yang berhasil melarikan diri ketika Kuil Siauw-Lim-si dibakar oleh pasukan pemerintah,,Dalam pelariannya, dengan aman dia bersembunyi dan mondok di rumah tabib itu yang juga merupakan murid Siauw-lim-pai akan tetapi merupakan 'murid luar" yang tidak tinggal di kuil. Di sini dia hidup aman karena tentu saja para perwira pasukan pemerintah tidak menyangka bahwa orang Siauw-lim-pai ada yang berani tinggal di kota raja!

   Melihat sutenya menahan dia yang hendak menghajar pengemis muda itu, Souw Sian-seng merasa heran dan memandang sutenya dengan alis berkerut, Gui Siong mendekatkan mulutnya ketelinga suhengnya dan membisikkan,

   "Dia adalah Naga Sakti seperti yang pernah kuceritakan padamu, Suheng." Tentu saja Souw Sian-seng terkejut bukan main dan hanya berdiri seperti patung mengamati Han Beng yang tidak mengenal apa yang dibicarakan kedua orang itu. Dia rasanya pernah melihat orang yang datang bersama ayah kantung gadis itu, seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih yang bertubuh kurus, wajahnya tampan, rambut penuh uban dan matanya lebar sekali itu.

   Cui Siong kini memberi hormat kepada Han Beng.

   "Tai-hiap, apakah Tai-hap lupa kepadaku?"

   Han Beng terkejut disebut tai-hiap (pendekar besar).Dia mengerutkan alisnya.

   "Maaf, saya tidak mengenal""". Dan perkenankan saya mengantarkan obat ini kepada guruku""" "

   "Bukankah Tai-hiap yang bernama Han Beng?" Cui Siong melanjutkan cepat-cepat dan lirih agar tidak terdengar orang lain. Han Beng kembali terkejut.

   "Tai-hiap tentu belum lupa, lima tahun yang lalu, di dusun Ki-nyan-tung

   Bukankah kita pernah bekerja sama membela rakyat dusun itu dari tekanan Hek-i-wi""?"

   "Ohhh""".!" kini Han Beng teringal. Kiranya orang ini adalah satu di antara
lima orang murid Siauw lim-pai yang mengamuk dan membela penduduk dusun
ituf "Kiranya Tuan adalah"""."

   "Namaku Gui Siong, Tai-hiap. Dan kalau boleh saya bertanya, siapakah yang; sakit?"

   "Guruku, dia Sin-ciang Kai-ong"""

   "Ahhh! Jadi beliau itu menjadi guru Tai-hiap? Suheng, dengarkah Suheng sekarang? Kita harus berkunjung dan memberi hormat kepada Lo-cian-pwe itu, dan mengundang mereka ke sini untuk beristirahat dan berobat, sambil bercakap-cakap!"

   Kini Souw Sian-seng baru yakin dan ia pun cepat memberi hormat kepada Han Beng.

   "Maafkan kami, Tai-hiap. sudah lama mendengar nama besar Tai-hiap dan Lo-cian-pwe Sian-ciang Kai-ong. Marilah kami antar Tai-hiap menemui guru Tai-hiap."

   Han Beng mengangguk, merasa tidak enak berada lebih lama di tempat itu. Dia lalu menghadapi Souw Hui Im dan menjura,

   
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sekali lagi, terima kasih, Nona." Dan pergilah dia bersama dua orang itu menuju ke pintu gerbang kota raja sebelah barat. Hui Im sejak tadi bengong saja seperti telah berubah menjadi patung! Bahkan ketika Han Beng bicara kepadanya, ia hanya dapat memandang kepada pemuda itu seperti seorang yang melihat munculnya dewa di siang hari! Tentu saja ia pun seperti ayahnya pernah mendengar cerita susiok-nya Gui Siong tentang munculnya seorang pendekar muda yang dijuluki Sin-Liong (Naga Sakti) bernama Si Han Beng yang kabarnya memiliki ilmu kepandaian setinggi gunung, juga ia pernah mendengar akan nama Sin-ciang Kai-ong yang namanya menjulang setinggi langit. Dan pada itu kini, ia telah memberi sedekah obat kepada Sin-liong itu, untuk mengobati gurunya yang ternyata adalah Sin-ciang Kai-ong! Seperti seorang anak kecil, ia pun berlompatan masuk kedalam tokonya, wajahnya riang gembira namun kadang-kadang jantungnya berdebar dan mukanya berubah merah ketika teringat kepada wajah Han Beng!

   Sin-ciang Kai-ong memang jatuh sakit. Tubuhnya seperti menjadi medan perang antara panas dan dingin. Kadang-kadang dia merasa tubuhnya panas seperti dibakar, kadang-kadang dingin seperti akan membeku, dan kalau sudah datang batuknya, maka batuknya itu susul menyusul dan terus menerus membuat dadanya terasa sesak!

   Akhirnya terpaksa dia dan muridnya yang tiba di kota raja, menghentikan perantauan mereka dan Sin-ciang Kai-ong tinggal di sebuah kuil tua yang tidak terpakai lagi, di sebuah bukit di sebelah barat kota raja. Siang hari itu, terdengar dia terbatuk-batuk sehingga dia tidak tahu bahwa muridnya dan dua orang laki-laki memasuki kuil tua itu.

   "Suhu...!" kata Han Beng sambil berlulut di depan suhunya yang rebah miring menghadapi dinding.

   "Ah, kau sudah datang, Han Beng""" ukh-ukh-uhh!"

   "Suhu, teecu datang bersama dua orang yang ingin menghadap Suhu." Sin-ciang Kai-ong bangkit dan memutar tubuhnya, melihat dua orang yang lah duduk bersila di situ dengan sikap hormat. Souw Sian-seng dan Gui Siong segera memberi hormat kepada pengemis tua itu.

   "Lo-cian-pwe, saya Souw Kun Tiong rang murid luar Siauw-lim-pai."

   "Saya sutenya, Lo-cian-pwe, bernama Gui Siong dan saya pernah berjumpa dengan Lo-cian-pwe ketika bersama-sama membela penduduk Ki-nyan-tung. Saya seorang murid Siauw-lim-pai."

   Sin-ciang Kai-ong, biarpun kelihatan bahwa dia sedang menderita saki wajahnya pucat dan mukanya penuh keringat, nampak gembira ketika mendengar pengakuan mereka itu.

   "Ah, kiranya orang-orang gagah dari Siauw-lim-pai yang datang! Selamat datang, selamat datang! Hei Han Beng bagaimana engkau sampai dapat bertemu mereka dan membawa mereka ke tempat kita yang kotor ini?"

   Han Beng lalu menceritakan tentang peristiwa ketika dia minta obat kepada puteri Souw Sian-seng tadi selanjutnya pertemuannya dengan So Sian-seng dan Gui Siong.

   Mendengar ini, Sin-ciang Kai-ong mengerutkan alisnya.

   "Ah, bagaimana mungkin itu? Ang-kin Kai-pang adalah perkumpulan pengemis di kota raja yang dipimpin oleh Koai-tung Sin-kai, bukan?" Pertanyaan ini bukan oleh kakek jembel itu kepada Han Beng dan dua orang murid Siauw--pai.

   "Benar sekali, Lo-cian-pwe. Koai Tung Sin-kai adalah ketua deri "Ang-kin Kai-pang," kata Souw Sian-seng.

   "Nahhh! Aku sudah mengenal baik orang itu! Dan dia bukan orang jahat
na sekali, bi i Dia menjunjung tinjg-kebenaran dan bahkan menentang kaitan dan penindasan. Bagaimana seorang anak muridnya dapat bersikap seperti itu?"

   "Memang benar sekali apa yang Lo-cian-pwe katakan. Memang dahulu Ang-kin Kai-pang terkenal sebagai perkumpulan yang baik. Biarpun anggauta-anggotanya mengemis, akan tetapi tidak pernah melakukan kejahatan, bahkan suka membantu kalau rakyat diperas dan ditekan oleh mereka yang berkuasa. Ak"n tapi akhir-akhir ini, sudah kurang lebih setahun lamanya, anggauta Ang-kin Kai-pang berubah. Banyak anggauta baru dan mereka ini bersikap tidak lagi sebagai pengemis, melainkan lebih mirip penodong, perampok dan tukang-tukang pukul. Tak ada yang berani menentang karena selain di antara mereka terdapat banyak orang lihai, juga mereka dekat dengan para pembesar yang berpangkat tinggi."

   Kemudian, Souw Sian-seng membujii Sin-ciang Kai-ong untuk beristirahat saja di rumahnya agar lebih terawat dan dekat dengan ahli dan obat-obatannya. Setelah Gui Siong ikut membujuk, akhirnya Sin-ciang Kai-ong menerima undangan ini dan pergilah mereka berempat ke rumah Souw Sian-seng. Rumahnya menjadi satu dengan toko obatnya, di bagian belakang dan cukup luas.

   Bukan main girangnya rasa hati Hui Im ketika menerima dua orang tamunya itu. Sinar matanya yang bening itu kadang-kadang menyambar ke arah Han Beng, sinar matanya yang tajam bersinar akan tetapi kalau bertemu pandang, ia pun menunduk dan sikapnya malu-malu. Han Beng sendiri kagum bukan main kepada gadis itu, kagum dan juga suka karena gadis cantik itu selain gagah perkasa, lihai dan pemberani, juga berhati lembut dan suka menolong.

   Souw Sian-seng yang duda itu menjamu Sin-ciang Kai-ong dan muridnya dengan hati gembira. Dia telah memeriksa keadaan tubuh kakek jembel itu dan dengan lega mendapatkan bahwa penyakitnya tidaklah berbahaya, penyakit biasa yang suka mengganggu orang lanjut usia. Dengan istirahat dan pengobatan yang cepat, dalam waktu beberapa hari saja kakek itu akan pulih kembali kesehatannya, apalagi dia memiliki tubuh yang amat kuat.

   Akan tetapi, selagi pihak tuan rumah menjamu Han Beng dan gurunya, tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk di luar toko yang sudah ditutup pada sore hari itu. Seorang pelayan berlari memasuki ruangan makan dengan muka pucat dan melapor kepada Souw Sian-seng dengan suara gagap.

   "Celaka, Loya...". orang-orang Ang-Kin Kai-pang dan sepasukan perajurit keamanan"" berada di depan rumah""!"

   Mendengar ini, Souw Kun Tiong cepat keluar, diikuti oleh Souw Hui Im juga Gui Siong. Han Beng dan gurunya saling pandang, kemudian Sin-ciang Kai-ong yang sudah mendengar kctcrangan muridnya tentang peristiwa dengan Ang-kin Kai-pang itu menyatakan kekhawatirannya.

   "Aih, kalau sampai keluarga Souw tertimpa malapetaka yang disebabkan oleh kita, sungguh membuat hatiku merasa tidak enak sekali. Kita harus turun bertanggung jawab, Han Beng. Mari kita keluar!"

   Ketika guru dan murid ini keluar, ternyata bagian depan rumah itu telah dikepung oleh belasan orang yang berpakaian pengemis sabuk merah, juga ada dua puluh orang lebih perajurit keamanan yang dipimpin seorang perwira. Mereka mendengar perdebatan antara Souw Sian-seng dan para pimpinan pengemis juga terdengar suara perwira itu membentak-bentak.

   "Orang she Souw! Engkau berani menyembunyikan mata-mata pembcrontak! Hayo keluarkan orang itu dan berikan kepada kami, dan kalian sekeluarga juga harus ikut ke benteng untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!"

   Souw Sian-seng membantah dengan suara lantang.

   "Ciangkun, harap tidak mendengarkan fitnah keji. Selama bertahun-tahun, kami keluarga Souw tinggal dengan aman dan damai di sini, tidak pernah membuat kekacauan dan siapakah yang tidak mengenal kami sebagai ahli ngobatan yang sudah banyak menolong orang sakit? Bahkan di antara para perwira dalam benteng sudah banyak yang Kami sembuhkan"".."

   "Bohong, Ciangkun! Dia adalah serang murid Siauw-lim-pai!" tiba-tiba seorang di antara para pimpinan pengemis itu berseru. Kagetlah Souw Sian-eng. Dia tahu bahwa keadaannya menjadi semakin gawat kalau orang-orang itu sudah tahu bahwa dia seorang murid Siauw-lim-pai, apalagi mengingat bahwa sutenya yang berada di sebelahnya itu dalah seorang murid Siauw-lim-pai yang lolos dari kuil Siauw-lim-pai yang dibakar.

   "Memang kuakui bahwa ilmu silatku bersumber dari ilmu silat Siauw-lim-pai akan tetapi ilmu silat mana yang tidak bersumber dari sana? Aku, bukan murid""."

   "Ciangkun, orang kurus bermata lebar itu seorang di antara murid Siau lim-pai yang memberontak! Aku ingat benar! Dia seorang di antara lima murid Siauw-lim-pai yang mengamuk di Ki-nyan-tung!"

   Kini Gui Siong yang terkejut. Dia adalah seorang buruan, dan dia tidak takut akan bahaya yang mengancam dirinya, hanya dia menyesal sekali bahwa kini suhengnya yang hidup aman di kota raja ini akan menanggung akibat dari persembunyiannya di situ!

   Pada saat itu, Han Beng dan Sin-ciang Kai-ong muncul. Melihat mereka! perajurit yang tadi berteriak segera mengenal mereka.

   "Nah, itu dia yang membantu para murid Siauw-lim-pai! Pengemis tua itu yang menendang roboh padaku, dan pemuda tinggi besar itu ikut mengamuk!"

   Kini tidak ada jalan lain lagi untuk menyangkal. Souw Sian-seng memang sudah siap siaga menghadapi segala kemungkinan semenjak Gui Siong berada tempat tinggalnya. Kini, dia sudah meloncat ke depan sambil mencabut pedangnya, langsung saja menyerang pengemis yang tadi membocorkan rahasianya sebagai murid Siauw-lim-pai. Pengemis itu menangkis dengan tongkatnya, akan tetapi tongkat itu patah dan pedang di tangan Souw Sian-seng sudah melukai pundaknya sehingga dia jatuh terguling dan berteriak kesakitan. Segera ada banyak sekali tongkat yang mengeroyok tabib itu. Melihat suhengnya sudah mengamuk, Gui Siong yang merasa betapa kehadirannya yang menyebabkan keributan itu, segera mencabut pula pedangnya dan mengamuk.

   "Ayah, mari kita hajar anjing-anjing jahat ini!" Hui Im juga membentak dandia pun sudah melompat ke depan, mengenakan pedang yang sudah dipersiapkannya untuk membantu ayah dan susioknya. Memang sementara keributan pagi tadi dengan orang-orang Ang-kin Kai-pang, keluarga ini sudah mempersiapkan pedang agar setiap saat dapat membela diri.

   Melihat betapa pihak tuan rumah sudah terjun ke dalam perkelahian dan dikeroyok banyak orang yang rata-rata lihai, Han Beng menoleh kepada gurunya.

   "Suhu, apa yang harus teecu lakukan?" Selama ini suhunya itu selalu menekankan bahwa dia harus hidup sebagai seorang pendekar yang menentang para penindas dan penjahat, akan tetapi suhunya juga berpesan agar dia tidak memusuhi pemerintah karena kalau dicap pemberontak maka akan sukarlah mencari tempat yang aman bagi kehidupannya.

   Sin-ciang Kai-ong menarik napas panjang.

   "Wah, agaknya Ang-kin Kai-ong yang telah bersekutu dengan pasukan keamanan dan kalau pembesar sudah bersekutu dengan orang-orang yang jahat dan menyeleweng, sungguh tidak tahu lagi aku apa yang harus kita akukan. Akan tetapi, jelas bahwa keluarga Souw terancam maka kita harus menolong dan Menyelamatkan mereka."

   Pernyataan suhunya ini amat ditunggu-tunggu oleh Han Beng, maka tanpa banyak cakap lagi dia pun lalu terjun kedalam gelanggang perkelahian, dengan tamparan dan tendangannya dia merobohkan tiga orang pengeroyok yang membikin repot Hui Im. Selanjutnya ia melindungi gadis itu dari pengeroyokan. Sin-ciang Kai-ong masih ragu-ragu. Dia sudah tua dan sedang tidak sehat, menggunakan tenaga untuk berkelahi dapat membahayakan nyawanya sendiri. Pula, dia pun tahu bahwa kedaan amatlah berbahaya. Mereka itu relawan pasukan pemerintah, berarti pemberontak, dan perkelahian itu terjadi di kota raja! Dalam waktu singkat saja tentu akan bermunculan ratusan atau mungkin ribuan pasukan keamanan. Dan di kota raja menjadi gudang dari para perwira tinggi yang memiliki kepandaian tinggi! Akan tetapi, keraguannya lenyap ketika dia melihat betapa tubuh Souw Sian-seng dan Cui Siong sudah berlumran darah oleh luka-luka yang mereka derita. Walaupun kedua suheng dan sute ini mengamuk, namun para pengeroyok mereka itu pun rata-rata memiliki ilmu silat yang lumayan, dan dikeroyok demikian banyaknya, akhirnya mereka pasti luka-luka.

   "Han Beng! Nona! Kalian tolong Souw enghiong dan Cui-enghiong melarikan diri, biar aku yang menahan mereka Tiba-tiba kakek ini terjun ke dalam pertempuran dan dengan gerakan kedua lengan bajunya yang tambal-tambalan dia menyapu roboh beberapa orang. Gerakan kakek ini memang hebat bukan main. Kedua lengan bajunya yang lebar itu mengeluarkan angin yang bagaikan badai. Baru terkena anginnya saja, orang-orang yang berada dekat dengannya terpelanting roboh, apalagi yang sampai tercium ujung lengan baju. Tenaga sakti yang keluar dari kedua lengannya amat dahsyat.

   Juga amukan Han Beng yang bertangan kosong itu hampir sama dengan suhunya, kalau tidak malah lebih hebat lagi. Pemuda ini selama lima tahun telah warisi ilmu kepandaian Sin-ciang Kay-ong setelah dia mewarisi ilmu kepandaian Sin-tiauw Liu Bhok Ki. Tamparan dan tendangannya pasti merobohkan seorang lawan, walaupun mereka itu sudah mencoba untuk mengelak dan menangkisnya. Tangkisan senjata tajam tidak dipedulikan oleh Han Beng. Senjata yang bertemu dengan lengan atau kakinya terpentai diikuti robohnya pemilik senjata itu. Mendengar seruan gurunya, Han Beng juga maklum. Kalau dilanjutkan, tentu akan datang bala bantuan yang amat banyak karena mereka berada di kota raja. Kalau sampai lambat melarikan diri, dapat berbahaya sekali.

   "Nona, mari kita larikan Ayahmu dan paman Gurumu!" katanya. Hui Im yang tadinya repot menghadapi pengeroyokan banyak orang, kemudian keadaannya menjadi ringan setelah pemuda perkasa itu mengamuk di sebelahnya dan melindunginya, mengangguk karena ia pun melihat betapa ayahnya dan susioknya telah menderita luka-luka berdarah. Keduanya lalu cepat mengamuk mendekap dua orang yang luka-luka itu. Ketika Han Beng tiba di situ, dia melihat keadaan Souw Sian-seng sudah payah dan terhuyung-huyung. Maka dia pun cepat menangkap tubuh orang tua itu, memanggulnya, dan mempergunakan pedangnya untuk melindungi diri mereka, juga melindungi Hui Im yang sudah menggandeng tangan susioknya diajak lari. Jalan untuk lari sudah terbuka karena Sin-ciang Kai-ong sudah mengamuk lebih dahulu membuka jalan. Larilah mereka, Han Beng memondong tubuh Souw Sian-sen dan Hui Im menggandeng dan menari susioknya yang juga sudah terhuyung huyung.

   Sin-ciang Kai -ong menghalangi setiap orang yang hendak melakukan pengejaran. Dengan kedua lengan bajunya dia merobohkan lebih dari dua puluh orang, dan sisanya, yaitu perwira pasukan dan beberapa orang pimpinan Ang kin Kai.-pang masih mengepung dan mengeroyoknya. Tiba-tiba dia mengeluarkan teriakan yang dahsyat, seperti harimau mengancam, dan belasan orang yang mengeroyok itu terkejut, merasa kaki mereka seperti mendadak lumpuh dan mereka tidak mampu mempertahankan diri ketika kedua lengan baju itu menyambar nyambar. Mereka berpelantingan dan kesempatan ini dipergunakan oleh Sin ciang Kai -ong untuk meloncat jauh dan pergi menyusul muridnya dan yang lain lainnya. Dia tahu ke mana Han Beng membawa mereka. Tentu ke hutan lebat di mana terdapat kuburan kuno yang pernah menjadi tempat tinggal selama dua hari di luar kota raja.

   Benar saja dugaannya.Han Beng, Hui Im, Souw Sian-seng dan Gui Siong memang berada di tempat itu. Akan tetapi ketika Sin-ciang Kai-ong tiba di situ, mendapatkan bahwa dua orang yang terluka parah itu telah meninggal dunia dan Hui Im memeluki jenazah ayahnya sambil menangis sedangkan Han Beng duduk bersila termangu-mangu.Kakek ini menarik napas panjang berulang-ulang lalu ikut bersila di dekat Han Beng menghadapi dua jenazah yang rebah tentang. Melihat Sin-ciang Kai-ong, Hui Im merintih dan berlutut di depan kakek itu.

   "Lo-cian-pwe"".. Ayah dan Susiok tewas"""!" Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena tangisnya sudah meledak-ledak, membuatnya sesenggukan.

   "Tenanglah,Nona. Nyawa manusia berada di dalam tangan Tuhan, maka setiap kematian memang sudah dikehenki oleh Tuhan. Kita hanya dapat merima kenyataan ini, Nona."

   "Nona, semua ini adalah karena kesalahanku!" kata Han Beng penuh semangat.

   "Akulah yang bersalah, kalau aku tidak minta bantuan, mengemis obat kepada Nona, tentu tidak akan terjadi semua ini"""." Han Beng merasa menyesal bukan main.

   "Tidak, Tai-hiap.Engkau tidak bersalah. Bahkan engkau telah membantu kami sehingga engkau dimusuhi oleh pasukan keamanan."

   "Sudahlah, tidak perlu mencari kambing hitam dalam suatu peristiwa, yang penting kini kita harus cepat menyempurnakan dua jenazah ini dan mengurus mereka baik-baik. Kebetulan di sini adalah daerah pemakaman kuno. Kalau tidak cepat-cepat dan kita terlambat mereka tentu akan melakukan pengejaran sehingga kita tidak sempat lagi untuk mengurus jenazah-jenazah ini. Kita bicara nanti setelah pemakaman."
Mereka bertiga lalu menggali dua buah lubang tak jauh dari makam kuno itu untuk mengubur jenazah Souw Kun Tiong dan Gui Siong. Sambil bekerja menggali tanah kemudian mengubur jenazah ayahnya dan susioknya, tiada hentinya Hui Im menangis, walaupun dara ini sudah menahan diri untuk bersikap tenang. Air matanya tak pernah berhenti mengalir.

   Setelah mereka berhasil mengubur kedua jenazah itu, Hui Im berlutut depan makan ayahnya sambil menangis sesenggukan. Han Beng menghiburnya.

   "Sudahlah, Nona. Saya kira tidak perlu lagi Nona menyiksa diri, karena Ayahmu dan Susiokmu sudah dipanggil kembali oleh Tuhan Yang Maha Kuasa."

   Hui Im tetap saja menangis, hatinya seperti ditusuk-tusuk rasanya.

   "Nona Souw, yang kautangisi itu Ayahmu ataukan dirimu sendiri?" tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong bertanya, biarpun mulutnya tersenyum-senyum namun bicaranya bersungguh-sungguh. Han Beng sendiri kaget mendengar pertanyaan yang aneh dan dianggapnya menyinggung perasaan itu. Mendengar pertanyaan ini, Hui Im menghentikan tangisnya, memandang kepada kakek itu dengan mata merah agak membengkak.

   "Bagaimana Lo-cian-pwe dapat bertanya seperti itu? Tentu saja saya menangisi Ayah""""

   "Benarkah itu? Coba amati diri sendiri dan pikirkan baik-baik, Nona. Bagaimana engkau dapat menangisi Ayahmu yang sudah meninggal dunia? Dia telah terbebas dari segala macam penderitaan hidup, sudah meninggalkan tubuh yang selalu menjadi permainan suka dan duka, mengapa pula engkau menangisinya? Bukankah engkau menangis karena mengingat akan keadaanmu sendiri yang ditinggal pergi selamanya oleh Ayahmu yang kaucinta? Bukankah tangismu itu timbul dari perasaan iba kepada dirimu sendiri?"

   Han Beng yang mendengarkan itu merasa heran. Selama lima tahun suhunya lebih banyak bersikap seperti orang yang kurang waras, selalu bergurau dan kadang-kadang amat nyaris Jarang sekali suhunya bersikap sungguh-sungguh seperti sekarang ini, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran dari hatinya karena dianggapnya tidak wajar!

   Sementara itu, Hui Im tadinya menjadi merah mukanya karena penasaran akan tetapi ketika ia mengingatkan dan mengamati diri sendiri, nampak lah olehnya betapa tepatnya ucapan kekek itu. Memang ia menangisi diri sendiri yang ditinggal ayahnya, sehinga kini ia hidup sebatangkara, dan melihat keadaan, tentu ia tidak akan dapat kembali lagi ke rumahnya yang akan disita oleh pasukan keamanan. Ia kehilangan segala-galanya! Satu-satu keluarganya adalah ayahnya. Ia kehilangan ayahnya, susioknya, dan seluruh harta bendanya, bahkan rumahnya. Ia menjadi yatim piatu yang sebatangkara, tidak memiliki lagi tempat tinggal dan harta benda.

   "Tapi saya merasa kasihan kepada Ayah. Gara-gara perbuatan saya maka
Ayah sampai menderita, dikeroyok sehingga tewas "

   "Ketika Ayahmu dikeroyok dan menderita luka-luka, memang dia sengsara dan sepatutnya kalau engkau iba kepadanya. Akan tetapi sekarang? Ayahmu sudah tidak menderita apa-apa lagi, setidaknya tubuhnya tidak lagi merasakan apa-apa, tidak menderita. Tentang jiwanya, siapa yang tahu? Kalau kita tidak tahu bagaimana keadaannya, bagaimana mungkin kita merasa kasihan? Siapa tahu dia sekarang berbahagia, mudah-mudahan saja begitu."

   Hui Im yang mempergunakan pikiran untuk mempertimbangkan ucapan kakek itu, tanpa disadarinya sendiri lah berhenti menangis! "Saya dapat mengerti apa yang Lo-cian-pwe maksukan sekarang. Memang saya menangisi diri sendiri, akan tetapi apa salahnya Lo-cian-pwe? Baru saja saya kehilangan segalanya. Ayah dan Susiok tewas, saya tidak mungkin pulang ke rumah yang tentu disita pemerintah. Saya kehilangan segala-galanya, hidup yatim piatu dan sebatangkara tidak memiliki apa-apa. Siapakah orangnya yang tidak akan berduka?"

   Tiba-tiba kakek itu tertawa. Han Beng mengerutkan alisnya. Wah, gurunya kini agaknya kambuh kembali, datang lagi penyakit lamanya, dan dia takut kalau-kalau gadis itu akan tersinggung. Hui Im tidak tersinggung melainkan heran memandang kepada kakek yang tertawa-tawa itu. Pandang matanya menegur dan bertanya mengapa kakek itu tertawa seperti itu melihat ia sedang dilanda kesengsaraan!

   "Ha-ha-ha-ha, Nona yang baik hati, ke mana perginya kedukaanmu tadi? Engkau tidak menangis lagi, tidak ada lagi kedukaan membayang di wajahmu! Mengapa? Heh-heh, karena duka itu hanya permainan pikiranmu sendiri saja. Pikiranmu itu mengingat-ingat akan keadaanmu, semua kehilangan dan penderitaan, maka muncullah iba-diri dan engkau pun menangis, merasa sengsara, begitu pikiranmu beralih dan memperhatikan percakapan dengan aku, maka hilang pula kedukaan itu tanpa bekas! Nanti kalau kauingat lagi, engkau akan berduka lagi."

   Hui Im mengerutkan alisnya, melihat kebenaran yang tersembunyi dalam ucapan kakek itu.

   "Akan tetapi, Lo-cian-we, apakah tidak boleh saya berduka?"

   "Bukan tidak boleh, hanya apakah gunanya berduka, Nona? Hidup penuh penderitaan kalau kita membiarkan pikiran berkuasa. Segala yang terjadi adalah suatu kewajaran. Ayahmu tewas, hartamu habis, semua itu wajar, karena semua itu terjadi atas kehendak Tuhan! Dan semua kehendak Tuhan terjadilah! Tidak ada kekuasaan apa pun yang akan mampu mencegahnya. Dan Tuhan Maha Kasih Segala kehendakNya yang terjadi adalah adil dan baik, demi kebaikan kita! hanya kita tidak mengerti akan raba yang tersembunyi dibalik semua peristiwa itu. Percayalah kepada Tuhan anak baik, dan serahkan segalanya kepada Tuhan. Apa yang nampak ini semua hanya seperti mimpi belaka, seperti gelembung-gelembung sabun yang setiap saat akan meletus dan lenyap. Semua tidak kekal, hanya sementara saja, maka jangan kaget kalau sewaktu-waktu semua ini akan lenyap meninggalkan kita. Bahkan tubuh ini pun tidak kekal, kita harus siap untuk sewaktu-waktu meningalkannya! Jadi, apa yang perlu disalahkan? Tidak ada! Ha-ha-ha, tidak ada yang patut disusahkan, kita bahkan harus selalu gembira, melihat tontonan yang amat menarik ini, tontonan kehidupan manusia."

   Han Beng menundukkan mukan Alangkah bijaksananya gurunya itu, walaupun sikapnya seperti orang sinting. Dia dapat mengerti akan semua ucapan tadi, dan dia merasa betapa kecilnya lirihnya, betapa lemah dan tidak berarti, bahkan tidak berdaya dalam kekuasaan Alam Semesta.

   

Pedang Naga Hitam Eps 12 Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 8 Pedang Naga Hitam Eps 9

Cari Blog Ini