Ceritasilat Novel Online

Si Bayangan Iblis 2


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 2




   "Kuda setan! Kuda terkutuk......!" Dia memaki-maki dan Cian Hui tertawa bergelak. Setelah Cian Hui berhenti bersiul, kuda itupun menjadi tenang dan jinak kembali!

   Pada saat itu, di luar terdengar bunyi roda kereta. Si Berewok yang agaknya baru tahu bahwa dia dipermainkan oleh tawanannya dan hendak marah, menunda kemarahannya dan diapun bangkit menyambut. Munculah dua orang berkedok hitam itu.

   "Keretanya sudah siap. Bawalah dia dan lakukan seperti yang telah kami perintahkan!" kata yang
(Lanjut ke Jilid 02)
Si Bayangan Iblis (Seri ke 02 - Serial Sepasang Naga Penakluk Iblis)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 02
bertubuh besar kepada kepala perampok yang mengangguk.

   "Bagaimana dengan kuda iblis itu?" tanya si berewok kepada dua orang berkedok hitam.

   "Tinggalkan di sini, biar kami yang urus. Nah, berangkatlah dan hati-hati jangan sampai dia lolos!"

   Si Berewok lalu masuk ke dalam kamar, memegang lengan Cian Hui dan menariknya bangkit berdiri. Cian Hui bersikap tenang, akan tetapi dia memandang kepada dua orang berkedok hitam itu.

   "Sobat, sungguh aku tidak mengerti apa yang kaukehendaki ini! Mengapa kalian bersikap pengecut, tidak memperkenalkan diri? Dan kalau memang aku ini musuhmu, mengapa tidak kaubunuh saja aku? Bukalah kedok kalian dan perkenalkan dirimu kepadaku!"

   Akan tetapi, dua orang berkedok hitam itu hanya memberi isyarat kepada kepala perampok itu.

   "Hayo berangkat, jangan banyak cerewet kau!" bentak kepala perampok dan bersama belasan orang anak buahnya, dia menyeret Cian Hui yang tidak berdaya itu keluar dari dalam kuil.

   Ketika tiba di luar kuil, Cian Hui melihat sebuah kereta dengan dua ekor kuda siap di situ, sebuah kereta yang tidak besar dan yang tertutup. Matahari telah naik tinggi dan udara cerah sekali. Cian Hui bersikap tenang. Kalau dia dibawa pergi dari tempat ini, dengan kereta, berarti masih banyak kesempatan baginya untuk mencoba meloloskan diri dari cengkeraman mereka.

   Kalau berada di tempat sepi seperti ini, tentu saja tidak mungkin dia lolos, walaupun dia dapat memerintahkan kuda hitam untuk membantunya. Terdapat bahaya kuda yang disayanginya itu akan terbunuh dan diapun tidak akan mampu meloloskan diri dengan kaki dan tangan terbelenggu seperti itu. Akan tetapi kalau kereta ini melewati tempat ramai, dan kemungkinan ini besar sekali, dia tentu akan dapat melompat keluar dan memberontak. Tentu hal ini akan menarik perhatian orang-orang dan dia mendapat kesempatan untuk diselamatkan.

   Si berewok melangkah lebar ke arah kereta sambil menarik lengan Cian Hui, kemudian membentak.

   "Nah, masuklah, atau engkau lebih suka diseret masuk seperti seekor babi?"

   Dia menyingkap tirai kereta dan membuka pintunya dan...... tiba-tiba dia terbelalak, karena di dalam kereta itu nampak duduk seorang wanita yang cantik sekali, seorang wanita yang berpakaian serba hitam dan yang tersenyum.

   "...... eh, dewi...... eh, babi...... ah, cantiknya, manisnya........ ah, siapakah engkau dan bagaimana.......?" Kepala rampok berewok itu menjadi gagap dan salah tingkah karena dia sudah terpesona melihat wanita berpakaian serba hitam itu.

   Memang seorang yang mempesonakan! Bukan hanya cantik jelita dan manis sekali, wajahnya nampak putih kemerahan dan mulus karena pakaiannya yang terbuat dari sutera hitam itu, akan tetapi juga wajah itu demikian segar dan cerah, senyumnya memikat dan seluruh ruangan kereta berbau harum seolah wanita itu setangkai bunga mawar yang sedang mekar dengan indahnya.

   Bibir yang merah basah itu merekah dalam senyum yang manis sekali, dan sebatang ranting yang dipegangnya, ditodongkannya ke arah hidung si berewok,

   "Engkaulah babinya! Babi berewok!"

   "Apa......, apa kaubilang.....?" Si berewok tergagap karena dia masih terpesona, juga terkejut karena tidak menduga akan melihat seorang wanita secantik bidadari di dalam kereta itu. Suara wanita itu demikian merdunya, akan tetapi kata-katanya sungguh tidak enak didengar!

   "Aku bilang engkau babi berewok yang sekarat!" Wanita itu berkata dan tiba-tiba tubuhnya bergerak, ranting di tangannya itu meluncur ke arah leher si berewok. Kepala rampok itu makin terbelalak, mengeluarkan pekik kesakitan dan diapun roboh terjengkang dan tubuhnya berkelonjotan dalam sekarat!

   Melihat pimpinan mereka roboh dan berkelonjotan, belasan orang anak buah perampok. itu menjadi terkejut dan marah. Mereka semua mencabut senjata dan mengepung kereta itu. Kusir kereta, seorang laki-laki tinggi kurus juga sudah meloncat turun dan mengayun cambuknya sambil membentak,

   "Haiiii! Bagaimana engkau bisa berada di dalam keretaku?"

   Akan tetapi wanita itu berseru dengan suaranya yang merdu.

   "Kalian ini tikus-tikus kecil minggir, biar aku bertemu dengan dua ekor tikus besar berkedok itu!"

   Tubuhnya meloncat dari kereta dan bagaikan seekor burung garuda saja, tubuh itu sudah meluncur keluar dan melayang ke arah dua orang berkedok yang tadi memandang dengan mata terbelalak kaget. Dua pasang mata yang tajam dan yang mengintai dari lubang kain penutup muka itu.

   Begitu melihat wanita cantik berpakaian serba hitam itu meloncat bagaikan terbang ke arah mereka, dua orang berkedok itu sudah menyambut dengan pedang mereka. Seorang menusukkan pedangnya ke arah perut dan seorang lagi membacokkan pedang ke arah leher wanita cantik itu! Betapa cepat, kuat dan juga kejamnya serangan mereka itu. Agaknya mereka tidak ingin banyak bicara lagi dan langsung menyambut wanita itu dengan serangan mereka.

   Cian Hui memandang dengan muka agak pucat dan mata penuh kekhawatiran. Dia tahu akan kelihaian dua orang berkedok itu dan mengkhawatirkan keselamatan wanita cantik, sedangkan dia sendiri dalam keadaan tidak berdaya sama sekali!

   Diapun merasa terheran-heran mengapa wanita-wanita belaka yang datang bermunculan dan mencoba untuk menolongnya. Yang pertama adalah dua orang gadis cantik berbaju hijau dan kuning.

   Dan sekarang muncul seorang gadis lain berpakaian serba hitam yang jauh lebih cantik lagi dari pada dua gadis cantik pertama itu! Dia sendiri dalam keadaan terbelenggu berhasil membantu dua orang gadis pertama dan mereka berhasil meloloskan diri dari pedang dua orang berkedok itu, akan tetapi bagaimana dia akan dapat menyelamatkan gadis berpakaian serba hitam ini?

   "Wuuuuttt!" Pedang pertama menyambut dengan tusukan kilat ke arah perut.

   "Singgg......!" Pedang kedua berdesing membacok ke arah leher.

   Dan Cian Ciang-kun terbelalak! Tubuh nona berpakaian hitam itu sedang melayang dan disambut dua serangan maut itu, akan tetapi dengan gerakan yang lemas dan indah, tubuh itu dapat berjungkir balik, membuat pok-sai (salto) sampai empat kali ke atas dan dua serangan itupun luput!

   Ketika tubuh meluncur ke bawah, tubuh itu didahului gulungan sinar kehijauan, yaitu sinar yang ditimbulkan oleh ranting di tangannya yang diputar cepat. Wanita cantik itu kini meluncur turun dengan kepala di bawah, dan didahului ranting yang diputar, menyerang ke arah dua orang berkedok bagaikan seekor naga menyambar turun dari angkasa!

   Dua orang berkedok itupun terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa gadis. berpakaian hitam itu memiliki kecepatan gerakan yang demikian luar biasa, tanda bahwa ia telah memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sudah mencapai tingkat tinggi. Mereka cepat memutar pedang mereka untuk menangkis.

   "Takk! Takk!" Ranting itu bertemu dengan dua batang pedang, namun ranting itu tidak patah, sebaliknya, dua orang berkedok itu berloncatan ke belakang karena ranting yang membentur pedang mereka itu terpental menyerong dan menotok ke arah pergelangan tangan mereka. Nyaris totokan itu mengenai sasaran. Tentu saja mereka terkejut bukan main dan maklum bahwa gadis berpakaian hitam itu memang lihai bukan main.

   "Hek.... Liong... Li...?" Seru seorang di antara mereka yang bertubuh lebih besar.

   Wanita cantik itu memang Lie Kim Cu yang berjuluk Hek-liong-li (Wanita Naga Hitam). Namanya bukan saja terkenal di daerah Lok-yang di mana ia tinggal, akan tetapi juga terkenal di dunia kang-ouw sebagai seorang wanita sakti yang pernah merobohkan dua orang di antara Kiu Lo-mo!

   Liong-li tersenyum manis dan menudingkan rantingnya kepada dua orang berkedok hitam itu.

   "Kalian dua ekor anjing pengecut! Hayo buka kedok kalian dan perkenalkan diri kepadaku, ataukah aku yang harus membuka kedok kalian itu dengan ranting di tanganku ini?"

   Dua orang berkedok itu kini yakin bahwa mereka berhadapan dengan Hek-liong-li dan biarpun mereka berkedok, namun jelas mereka itu nampak jerih, nampak dari gerakan tangan mereka yang gelisah.

   "Kepung dan keroyok!" tiba-tiba mereka berteriak kepada belasan orang perampok itu.

   Mendengar perintah ini, belasan orang itu lalu menggerakkan senjata mereka menyerang Liong-li. Akan tetapi, wanita cantik ini menggunakan langkah ajaib Liu-seng-pouw, menghindarkan diri dan menyusup di antara hujan senjata, mengejar dua orang berkedok itu. Dua orang berkedok itu segera menyambutnya dengan serangan pedang, dibantu oleh para perampok.

   Melihat betapa wanita cantik jelita itu ternyata adalah Hek-liong-li seperti yang tadi juga sudah diduganya, Cian Hui kagum dan gembira bukan main. Akan tetapi juga dia merasa khawatir. Dua orang berkedok itu lihai sekali dan mereka berdua mempergunakan senjata pedang, sedangkan Liong-li hanya bersenjata sebatang ranting! Di samping itu masih ada lagi belasan orang perampok yang mengeroyok wanita itu.

   Timbul kekhawatiran di dalam hati Cian Hui. Bagaimanapun juga, kehebatan ilmu kepandaian wanita yang dijuluki Hek-liong-li itu baru didengarnya saja dan biarpun tadi dia kagum melihat betapa wanita itu membuat dua orang berkedok nampak gentar, namun ia masih meragukan apakah dengan hanya senjata ranting di tangan itu Hek-liong-li akan mampu mengalahkan dua orang berkedok yang dibantu belasan orang anak buah perampok.

   "Suiiiittt......suiitt...... suiiiitttt!" Tiba-tiba Cian Ciang-kun mengeluarkan suara siulan nyaring melengking.

   Itu merupakan siulan perintah dari kuda hitamnya. Kuda hitam itu masih dicancang di belakang kuil, akan tetapi begitu mendengar suara siulan ini, dia meronta dan tali pengikatnya putus, lalu dia lari congklang mengitari kuil menuju ke depan di mana terjadi perkelahian.

   Cian Hui sendiri telah meloncat ke depan, kedua lengannya dibelenggu di belakang tubuh sehingga dia tidak dapat mempergunakan kedua tangan. Akan tetapi, kedua kakinya diikat dengan rantai yang panjangnya sekira satu meter antara kedua kakinya. Biarpun hal ini tidak memungkinkan dia untuk melakukan tendangan dengan sebelah kaki, namun dia dapat bergerak leluasa dengan kedua kakinya dan diapun kini meloncat dan kedua kakinya mendarat di dada seorang anggauta perampok.

   "Desss......!" Anggauta perampok itu terjengkang dan tak mampu bangkit kembali karena selain dadanya dihantam dua buah kaki itu, juga ketika dia terjengkang, tubuh Cian Hui yang tegap tinggi itupun menimpa perutnya! Cian Hui bangkit lagi dan dengan cara yang sama, yaitu menendang dengan kedua kaki sambil meloncat ke depan, dia mengamuk!

   Di dekatnya, Hek-ma (Kuda Hitam) juga meringkik-ringkik, mengangkat kedua kaki depan ke atas dan menyerang perampok terdekat! Atau kalau kedua kaki depannya turun, kedua kaki belakang menyepak ke belakang dengan kekuatan yang dapat membuat orang yang disepak terlempar sampai beberapa meter jauhnya!

   Sejenak Liong-li melirik ke arah pria tinggi tegap yang mengamuk bersama kudanya itu dan sinar kagum memancar dari sepasang mata yang indah dan jeli itu. Akan tetapi segera Liong-li mencurahkan perhatiannya kepada dua orang lawannya. Ia harus dapat membuka kedok mereka dan membuka rahasia mereka. Siapa mereka itu dan apa maksudnya menangkap dan menawan pria yang gagah itu, dan iapun ingin tahu siapa pria gagah perkasa itu.

   Melihat betapa Hek-liong-li hanya memegang sebatang ranting, tidak mempergunakan pedangnya yang amat terkenal sebagai pusaka ampuh, yaitu yang disebut Hek-liong-kiam. (Pedang Naga Hitam), hati kedua orang berkedok itu menjadi besar. Mereka baru dapat merobohkan Liong-li selagi wanita itu mempergunakan rantingnya, dan belum sempat mempergunakan pedang pusakanya. Oleh karena itu, mereka berdua segera menubruk ke depan dan menyerang dengan pedang mereka secara dahsyat sekali.

   Akan tetapi, dengan menggunakan ilmu langkah ajaib Liu-seng-pouw, Liong-li seperti menari-nari saja dan selalu lolos dari sambaran sinar pedang. Bahkan beberapa kali ujung rantingnya yang menghadang, nyaris berhasil menotok pergelangan atau siku lengan lawan sehingga dua orang berkedok itu menjadi terkejut bukan main dan semakin lama mereka menjadi semakin jerih.

   Liong-li mempergunakan kesempatan selagi dua orang menjadi gentar itu untuk mendesak. Ranting di tangannya berubah menjadi gulungan sinar kehijauan dan dari gulungan itu kadang-kadang menyambar sinar ujung ranting.

   "Lepaskan kedok itu!" Tiba-tiba Liong-li membentak dan ujung rantingnya menusuk ke arah muka orang itu dengan getaran yang membuat ujung ranting seperti berubah menjadi dua dan menyambar ke arah sepasang mata orang yang lebih besar tubuhnya.

   Orang itu terkejut sekali. Matanya terancam dan kalau sampai terkena tusukan ujung ranting, tentu kedua mata atau satu diantaranya akan menjadi buta! Dia menarik kepala ke belakang untuk mengelak, akan tetapi ujung ranting itu menusuk dan mengait kedok hitam sehingga terlepas dan nampak wajah orang itu. Saat itu, tangan kiri Liong-li bergerak menyambar ke depan dan robohlah orang itu dengan tubuh terkulai lemas!

   Melihat ini, orang kedua yang tubuhnya juga tinggi besar, akan tetapi tidak sebesar orang pertama, menjadi terkejut dan ketakutan. Dia lalu melompat hendak melarikan diri.

   "Hemm, hendak lari ke mana engkau?" I.iong-li membentak dengan suara halus, tangan kanannya bergerak dan ranting itupun meluncur bagaikan anak panah.

   "Cappp!" punggung belakang pundak kanan si tinggi besar berkedok itu tertusuk ranting dan diapun roboh.

   Melihat dua orang lawannya sudah roboh., Liong-li lalu memperhatikan pria gagah yang dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya masih mampu mengamuk itu. Dan iapun disuguh pemandangan yang amat menarik, mengagumkan hatinya.

   Pria itu mengamuk, meloncat dan menendang dengan kedua kakinya, tentu saja setiap kali menendang, kena atau tidak, tubuhnya terbanting ke atas tanah. Juga kuda hitam itu mengamuk membantu majikannya, menyepak, menubruk, menggigit! Belasan orang perampok itu benar-benar menghadapi kuda dan pemilik kuda yang nekat. Namun, pria itu juga menderita luka dan tubuhnya berdarah bekas bacokan golok.

   Melihat hal itu, Liong-li lalu meloncat dan dua kali tangannya menampar, dua orang perampok terpelanting roboh. Beberapa kali kakinya terayun dan beberapa orang roboh pula dan akhirnya, semua perampok yang berjumlah belasan orang itupun roboh semua!

   Cian Hui sudah bersiul panjang menenangkan kuda hitamnya yang kini mendekatinya dan mendengus-dengus, dan setelah perampok terakhir roboh oleh Liong-li. Kini dia dan wanita itu berhadapan dan, saling pandang. Sejenak keduanya seperti terpesona, saling pandang penuh kagum, kemudian Cian Hui berkata dengan senyum cerah.

   "Hek-liong-li, alangkah senangnya mendapat kesempatan menjadi saksi akan kehebatanmu! Aku memang sedang mencarimu menuju ke Lok-yang, dan siapa sangka, engkau pula malah yang telah menyelamatkan aku dari ancaman maut!"

   "Siapakah engkau dan ada kepentingan apakah mencariku?" tanya Hek-liong-li dan segala penyelidikan pandang matanya terhadap diri pria itu mendatangkan kepuasan. Seorang pria yang jantan dan perkasa, bisiknya dalam hati.

   "Namaku Cian Hui dan aku datang dari kota raja. Ada urusan penting sekali yang mendorongku ke Lok-yang untuk mencarimu, li-hiap (pendekar wanita). Akan tetapi sampai di sini, aku dihadang dan ditawan oleh dua orang berkedok itu."

   "Siapakan mereka itu?"

   "Aku sendiripun ingin sekali mengetahui..... heiiii...! Tahan dia......!" Tiba-tiba Cian Hui berseru sambil memandang ke depan karena kaki tangannya masih terbelenggu.

   Mendengar ini, Liong-li cepat membalikkan tubuhnya dan ia melihat bayangan berkelebat meninggalkan tempat di mana dua orang berkedok tadi roboh. Liong-li adalah seorang wanita yang teramat cerdas. Sekilas saja ia sudah menduga bahwa tentu Cian Hui tadi terkejut melihat bayangan itu melakukan sesuatu, entah apa. Akan tetapi hal itu cukup membuat ia meloncat seperti terbang cepatnya melakukan pengejaran.

   Akan tetapi, bayangan itu sudah lenyap di balik pohon-pohon dan biarpun Liong-li mengerahkan gin-kang sehingga tubuhnya berlari bagaikan terbang, tetap saja ia tidak dapat menemukan lagi bayangan itu yang menghilang seperti iblis saja! Terpaksa ia kembali ke tempat tadi dan ketika ia membungkuk untuk memeriksa tubuh dua orang berkedok itu, ternyata mereka telah tewas dan muka mereka hancur dan tidak dapat dikenal lagi!

   "Keparat!" Liong-li memaki sambil mengepal tinju dan menoleh ke arah lenyapnya bayangan tadi.

   Cian Hui meloncat-loncat seperti katak menghampiri dan melihat keadaan pria jantan itu, Liong-li lalu memungut sebatang golok milik perampok dan membabat putus belenggu kaki tangan Cian Hui. Cian Hui tidak memperdulikan luka yang dideritanya di pinggul dan pundak, dan dia cepat berlutut memeriksa mayat dua orang berkedok itu.

   "Aih, sayang." Dia menarik napas panjang.

   "Sungguh iblis itu lihai sekali. Tentu ada rahasia yang amat gawat sehingga dia datang dan selain membunuh dua orang berkedok ini, juga merusak mukanya sehingga tidak akan dapat dikenal lagi! Ini saja menunjukkan bahwa tentu ada hubungannya dengan rahasia yang meliputi pembunuhan di kota raja!"

   "Pembunuhan di kota raja? Apa maksudmu?" Liong-li bertanya dan menatap wajah pria itu dengan tajam penuh selidik.

   Cian Hui mengangguk dan kembali menghela napas panjang.

   "Untuk itulah sebenarnya aku pergi ke Lok-yang untuk mencarimu, Li-hiap. Kami amat mengharapkan bantuanmu untuk membongkar rahasia banyak pembunuhan yang terjadi secara aneh di kota raja. Ketahuilah bahwa aku adalah seorang perwira pasukan keamanan yang bertugas membasmi kejahatan yang terjadi di kota raja."

   "Cian Ciang-kun, tidakkah lebih baik kalau kita bicara di rumahku saja? Sekarang, yang terpenting adalah menyelidiki siapa sesungguhnya dua orang berkedok ini."

   "8ayang mereka sudah tewas dan muka mereka tak dapat dikenal......"

   "Kita bisa bertanya kepada anggauta penjahat yang masih hidup," kata Liong-li dan iapun bangkit dan meneliti para penjahat yang rebah malang melintang itu. Ada beberapa orang di antara mereka yang belum tewas dan seorang yang perutya gendut hanya terluka pada kakinya sehingga tidak membahayakan keselamatan nyawanya. Akan tetapi, si gendut itu mengaduh-aduh dan terbelalak ketakutan ketika Liong-li dan Cian Hui menghampirinya.

   "Ampun...... ampun..... jangan........!" dia meratap.

   "Hemm, dia inilah yang agaknya amat berguna bagi kita, Li-hiap," kata Cian Hui dan Liong-li mengangguk. Dengan cekatan Cian Ciang-kun mencengkeram rambut kepala si gendut itu dan menariknya bangun. Penjahat itu terduduk dan semakin ketakutan.

   "Apa engkau tidak ingin mampus?"

   "Ampunkan saya...... ampun....."

   "Kami takkan membunuhmu, akan tetapi katakan siapa adanya dua orang berkedok itu!" bentak Cian Hui dan kini jari-jari tangannya mencengkeram ke arah pelipis kepala orang itu.

   Orang itu merasakan kenyerian luar biasa, lebih nyeri dari pada luka di kakinya. Dia menjerit-jerit seperti babi disembelih.

   "Ampun...... aduh, ampun...... saya tidak tahu... mereka itu...... mereka muncul dan menaklukkan pemimpin kami, dan mereka menjanjikan hadiah besar. Kami belum pernah melihat mereka tanpa kedok......"

   Cian Hui agaknya mempercaya keterangan ini.

   "Hayo katakan, ke mana kalian tadi diperintahkan membawaku dalam kereta itu! Awas sekali kau berbohong, kepalamu ini akan kubikin remuk!" Kembali dia mencengkeram agak kuat sehingga si gendut itu kembali menjerit kesakitan.

   "Aduh, ampun...., kami.... kami diharuskan membawa....... Ciang-kun ke kota raja dan......"

   Tiba-tiba terdengar bunyi desing yang kuat. Cian Hui dan Liong-li meloncat ke samping dan dua batang benda kecil panjang meluncur lewat. Dan terdengarlah teriakan, teriakan mengerikan.

   Liong-li dan Cian Hui terkejut bukan main melihat si gendut yang tadi diperiksa dan juga para penjahat yang tadi masih belum tewas, setelah mengeluarkan teriakan mengerikan lalu diam tak bergerak dan tewas. Tubuh mereka tertembus anak-anak panah, seperti yang tadi meluncur dan menyerang mereka.

   "Keparat!" Liong-li membentak dan iapun meloncat ke arah dari mana datangnya anak"anak panah tadi. Akan tetapi ia hanya melihat semak-semak bergoyang, orangnya yang tadi bersembunyi di situ tidak nampak lagi bayangannya. Terpaksa ia kembali ke tempat tadi di mana ia melihat Cian Hui termenung.

   "Sungguh penuh rahasia," kata perwira itu.

   "Aku hendak dibawa ke kota raja? Dan mereka semua tewas! Orang atau orang-orang yang berdiri di belakang semua ini sungguh amat berbahaya, dan juga lihai sekali!"

   Liong-li tidak menjawab mrelainkan diam-diam ia menghampiri mereka yang tadi terluka lalu terbunuh oleh anak panah. Melihat macam anak panah, ia berkesimpulan, bahwa setidaknya tentu ada dua orang yang tadi menjadi penyerang gelap. Ada enam orang anak buah penjahat yang tadinya terluka, kini tewas.

   Jelas bahwa mereka yang berada di belakang layar hendak menyimpan rahasia, maka dibunuhnya dua orang yang berkedok yang ternyata juga hanya anak buah, dan dibunuhnya pula semua anak buah perampok agar mereka tidak dapat memberi keterangan apapun. Juga mereka tadi berusaha menyerang Liong-li dan dia!

   "Mari kita ke Lok-yang, Li-hiap. Akan kulaporkan kepada mereka yang berwajib di sana, kemudian kita bicara di rumahmu," kata Cian Hui.

   Liong-li yang mulai tertarik sekali dengan peristiwa itu, mengangguk dan mereka mempergunakan kereta yang tadi didatangkan oleh dua orang berkedok, meninggalkan tempat itu menuju ke Lok- yang.

   Cian Hui memandang kagum ketika dia tiba di depan rumah yang mungil itu. Liong-li dan dia baru saja pergi ke markas pasukan keamanan di Lok-yang menemui komandannya. Dan tentu saja komandan ini terkejut sekali mengenal Cian Ciang-kun dari kota raja yang amat terkenal itu datang berkunjung bersama Hek-liong-li. Apa lagi ketika dia mendengar betapa Cian Ciang-kun hampir saja celaka di tangan segerombolan penjahat di Bukit Kuil.

   Mendengar bahwa di sana ada belasan orang penjahat yang telah menjadi mayat, komandan itu segera mengirim pasukan untuk mengurus mayat-mayat itu dan memerintahkan pasukannya untuk mengadakan pembersihan kalau-kalau masih ada sisa anak buah perampok di sekitar tempat itu. Cian Ciang-kun menitipkan kuda hitam yang tadi mengikuti kereta dari hutan kepada komandan itu, memesan agar kuda itu diberi makan dan dirawat baik-baik. Kemudian, dengan naik kereta yang tadinya dibawa para penjahat itu mereka berdua pergi ke rumah Hek-liong-li.

   Rumah itu mungil, tidak terlalu besar namun indah sekali. Pekarangannya luas, penuh dengan tanaman bunga beraneka warna. Di tengah pekarangan yang penuh bunga itu terdapat sebuah kolam ikan, penuh dengan ikan-ikan emas dan di tengah kolam yang juga dihias bunga teratai merah putih itu terdapat sebuah arca yang ukirannya amat halus. Arca serang puteri yang cantik, menunggang seekor angsa.

   Baru melihat keadaan rumah mungil itu saja mudah diduga bahwa Hek-liong-li, wanita perkasa yang amat terkenal itu, tentu kaya raya! Dan dugaannya itu memang benar. Hek-liong-li menjadi kaya raya tanpa diketahui orang ketika setahun yang lalu ia bersama Pek-liong-eng Tan Cin Hay mendapatkan harta karun yang tak dapat dinilai harganya saking banyaknya.

   Ketika Cian Hui masih mengagumi keadaan rumah dan pekarangannya itu, dari dalam bermunculan sembilan orang wanita yang memakai pakaian beraneka warna dan cerah, dengan wajah mereka manis itu tersenyum gembira dan mereka menyongsong Hek-liong-li dengan gembira dan juga penuh hormat.

   "Li-hiap sudah pulang......!" terdengar mereka berseru gembira dan Cian Hui terbelalak ketika dia mengenal dua orang di antara mereka, yaitu nona baju hijau dan nona baju kuning yang pernah mencoba untuk menolongnya ketika dia menjadi tawanan dua orang berkedok.

   Kini mengertilah dia mengapa Hek-liong-li dapat muncul secara tiba-tiba dan membebaskannya dari tangan para penjahat itu. Tentu nona baju hijau dan nona baju kuning itu yang melapor kepadanya dan wanita perkasa itu lalu turun tangan sendiri menolongnya!

   "Aih, kiranya dua orang nona yang gagah perkasa berada pula di sini......" katanya sambil memberi hormat kepada dua orang gadis berpakaian hijau dan kuning itu. Dua orang wanita itu dengan tergopoh membalas penghormatan Cian Hui dan si baju hijau menjawab dengan tersipu.

   "Harap jangan membikin malu kepada kami. Kami telah gagal membantumu dan masih baik bahwa nona kami tidak marah kepada kami!"

   Liong-li tersenyum memandang kepada tamunya.

   "Cian Ciang-kun, maafkan para pembantuku yang tidak mampu membebaskanmu. Marilah kita bicara di dalam. Kalian kenalilah baik-baik. Tamu kita ini adalah Cian Ciang-kun, seorang perwira tinggi komandan pasukan keamanan dari kotaraja yang berkedudukan tinggi!"

   "Cian Ciang-kun.......!" sembilan orang wanita cantik itu memberi hormat dan suara mereka seperti sekumpulan burung yang berkicau merdu.

   "Ah, nona-nona yang cantik dan gagah, harap jangan sungkan," Perwira itu membalas penghormatan mereka.

   Ketika dibawa memasuki rumah itu, diam-diam Cian Hui menjadi semakin kagum dan juga semakin yakin bahwa nona rumah tentu kaya raya. Perabot rumah yang terdapat di situ semuanya indah dan mahal. Dindingnya dihias lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah yang dibuat oleh para seniman yang terkenal, tentu amat mahal. Lantainya ditilami permadani yang tebal. Sutera-sutera halus beraneka warna bergantungan menambah cerah dan indahnya keadaan dalam ruangan-ruangan di situ.

   Liong-li mempersilakan tamunya memasuki ruangan yang luas, yang letaknya di bagian belakang. Ruangan ini luas dan kosong dan di sudut ruangan terdapat sebuah rak senjata yang penuh dengan segala macam senjata yang kelihatan bermutu tinggi, beberapa buah kursi dan sebuah meja panjang berada di sudut pula sehingga ruangan itu nampak luas dan mudah diketahui bahwa ruangan ini tentulah semacam lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) yang indah. Banyak terdapat jendela di situ sehingga hawanya sejuk dan nyaman karena jendela-jendela itu menembus ke sebuah taman bunga di belakang.

   Ternyata bahwa rumah mungil itu dikelilingi taman bunga! Pekarangan di depan sudah merupakan taman, di belakang, kanan dan kiri juga merupakan taman yang penuh bunga beraneka warna! Bahkan di taman belakang yang luas itu terdapat pula pondok-pondok kecil mungil tempat peristirahatan. Tempat yang indah ini dikelilingi dinding yang tinggi dan di atas dinding dipasangi tombak-tombak runcing sehingga sukar bagi orang luar untuk masuk melalui dinding pagar itu.

   "Silakan duduk, Cian Ciang-kun. Di sini kita dapat bicara dengan leluasa dan tidak akan terdengar orang lain," kata Liong-li setelah memerintahkan anak buahnya untuk melakukan tugas mereka. Tanpa dijelaskan, sembilan orang gadis cantik itu sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Ada yang berjaga di sekitar luar ruangan itu, ada yang sibuk di dapur untuk mempersiapkan hidangan untuk nona majikan mereka dan tamunya.

   Cian Hui menarik napas panjang.

   "Sudah lama aku mendengar nama besar Hek-liong-li, dan sekarang aku merasa kagum bukan main. Keadaan Li-hiap sungguh jauh melebihi apa yang pernah kudengar."

   "Hemm, jangan terlalu memuji, ciang-kun. Melebihi dalam hal apa?"

   "Segala-galanya. Kelihaian, kecantikan, kekayaan Li-hiap!"

   Liong-li tersenyum dan kedua pipinya menjadi kemerahan, tanda bahwa pujian itu mengena di hatinya. Diam-diam ia juga kagum dan girang sekali mendapat pujian seorang pria seperti yang duduk di depannya itu. Ia tahu benar bahwa pujian itu bukan sekedar rayuan, melainkan keluar dari hati yang jujur dan tulus.

   "Sudahlah, Ciang-kun. Yang terpenting sekarang sebelum kita bicara, aku harus mengobati luka-lukamu lebih dulu."

   "Ah, luka-luka ini tidak seberapa, Li-hiap. Aku dahulu pernah menjadi seorang perwira perang sehingga luka-luka bagiku sudah biasa......"

   "Akan tetapi luka-lukamu itu harus cepat diobati, kalau tidak, berbahaya dan dapat menjadi semakin parah. Apa lagi diingat bahwa yang melukaimu adalah penjahat-penjahat yang mungkin mempergunakan senjata kotor atau beracun. Mari, kau rebahlah di atas lantai, akan kuperiksa, ciangkun!" kata Liong-li dan di dalam suaranya terkandung perintah yang berwibawa.

   Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Diam-diam Cian Hui merasa heran sekali mengapa dia merasa seperti mendengar perintah atasannya yang tidak mungkin dapat dibantah lagi! Dia lalu bangkit dan melangkah ke sudut ruangan, merebahkan diri di atas lantai seperti yang diperintahkan Liong-li.

   Liong-li bertepuk tangan dua kali. Seorang gadis berpakaian merah muncul.

   "Ang-cici (enci Merah), cepat ambilkan perabot dan obat untuk mengobati luka di tubuh Cian Ciang-kun!"

   Gadis berpakaian merah itu mengangguk dan pergi. Liong-li lalu berlutut dekat Cian Hui dan dengan jari-jari tangan yang cekatan dan tidak ragu-ragu, ia merobek baju di bagian pundak, memeriksa luka di pundak perwira itu. Kemudian iapun merobek celana di bagian pinggul dan memeriksa luka di situ. Sementara itu, Enci Merah datang membawa sebuah panci terisi air panas dan perabot yang berupa gunting, pisau kecil, juga kain putih bersih dan obat bubuk beberapa macam dalam bungkusan.

   "Sekarang pergi dan suruh enci Biru mengambilkan satu stel pakaian luar dalam yang cocok untuk Cian Ciangkun!" kata Liong-li dan kembali gadis berpakaian merah itu mengangguk lalu keluar dari situ tanpa bicara. Nampaknya ia amat patuh dan menghormati Liong-li.

   Kini Liong-li bekerja. Kedua tangannya amat cekatan, lembut namun juga tidak ragu- ragu, mencuci luka-luka itu dengan air panas, kemudian menaruhkan obat bubuk putih lalu menutupi luka itu dengan semacam obat tempel yang sudah dipanaskan. Selama pengobatan ini, Cian Hui tidak pernah mengeluarkan keluhan sedikitpun, padahal ketika dicuci terasa panas dan ketika dibersihkan terasa perih. Setelah diberi obat dan ditutup koyo, baru terasa nyaman.

   Ketika merawat luka-luka itu, sepasang mata Liong-li hanya ditujukan dan dipusatkan kepada luka itu. Akan tetapi setelah ia selesai memberi pengobatan, barulah nampak olehnya betapa pundak dan dada perwira itu bidang dan kokoh kuat, sedangkan pinggulnya juga penuh otot melingkar dan menunjukkan kejantanan yang mengagumkan hatinya.

   "Nah, bahayanya sudah lewat, Ciang-kun. Untung engkau memiliki tubuh yang sehat kuat dan darah yang bersih sehingga luka-luka itu akan cepat sembuh dan kering."

   Pada saat itu, seorang gadis berpakaian serba biru memasuki ruangan dan menyerahkan setumpuk pakaian kepada Liong-li, kemudian ia keluar lagi.

   "Ini pakaian bersih, harap engkau suka berganti pakaian dulu, baru kita bicara, ciang-kun," kata pula Liong-li dan wanita ini lalu bangkit dan berjalan menuju ke sebuah jendela yang terbuka, lalu berdiri di situ dan memandang keluar.

   Cian Hui memandang kagum. Bukan main wanita ini, pikirnya dan di dalam hatinya timbul suatu kemesraan yang belum pernah dialaminya selama hidupnya. Rasa kagum dan haru menyelubungi hatinya. Seorang wanita yang matang, memiliki kecantikan yang hampir sempurna, ilmu kepandaian tinggi, sikap yang anggun dan berwibawa, kaya raya, cerdik jujur terbuka, tidak berpura-pura atau bersembunyi di balik kesopanan seperti para wanita pada umumnya.

   Wanita hebat! Diapun mengusir semua perasaan sungkan, membuka pakaiannya dan berganti pakaian dalam dan luar. Pakaiannya yang kotor dan robek-robek itu dia gulung dan letakkan di sudut ruangan.

   Pakaian yang dipakainya itu bersih dan baru, terbuat dari sutera berwarna biru, cocok sekali dengan bentuk tubuhnya sehingga dia merasa heran. Bahkan dia menjadi semakin heran ketika merasakan betapa ada sesuatu yang tidak nyaman terasa di hatinya ketika dia membayangkan bahwa mungkin ada seorang pria kawan dekat wanita hebat ini, pemilik pakaian yang kini dipakainya itu.

   Tanpa menengokpun Liong-li maklum bahwa Cian Ciang-kun telah selesai berpakaian. Ia memiliki pendengaran yang amat tajam sehingga ia dapat menangkap gerakan pria itu ketika berpakaian dan selesai. Maka iapun membalikkan tubuhnya memandang dan ada pancaran kagum dalam sinar matanya memandang kepada Cian Hui yang memang nampak ganteng dan gagah dalam pakaian barunya itu.

   "Engkau pantas sekali memakai pakaian itu, Ciang-kun!" ia memuji jujur sambil tersenyum.

   Cian Hui mengangkat kedua tangan depan dada, memberi hormat.

   "Li-hiap, terima kasih atas segala kebaikanmu. Sungguh membuat aku merasa sungkan, telah mengganggumu, menganggu pemilik pakaian ini. Aku harus menghaturkan terima kasih kepada pemilik pakaian yang kupinjam ini."

   "Itu pakaianku!"

   "Tapi, ini pakaian pria dan ukurannya besar."

   Liong-li tersenyum manis sekali.

   "Ciang-kun, di sini aku memiliki segala macam pakaian. Memang kusediakan kalau-kalau aku membutuhkannya. Ada pakaian kanak-kanak segala umur, laki dan perempuan, ada pakaian pria dan wanita segala umur dan segala ukuran. Enci biru yang mengurus tentang pakaian itu. Maka, jangan khawatir, dan pakaian itu bukan kupinjamkan, biar kaupakai saja, Ciang-kun. Nah, mari kita bicara. Aku ingin mendengar tentang keributan dan pembunuhan di kota raja itu."

   Cian Hui menghela napas dan semakin kagum. Wanita yang hebat! Diapun mulai bercerita tentang peristiwa yang terjadi di kota raja, khususnya di antara para pejabat tinggi dan di istana.

   "Aku menerima tugas istimewa dari Sri baginda Kaisar sendiri untuk menyelidiki dan membongkar rahasia pembunuhan ini, Li-hiap. Akan tetapi aku menemui jalan buntu dan tidak berhasil, maka aku teringat kepadamu yang sudah kudengar sebagai seorang pendekar wanita yang sakti. Aku mohon bantuanmu, karena kiranya hanya engkaulah yang akan mampu menandingi mereka yang berdiri di belakang layar dan yang mengatur pembunuhan-pembunuhan itu."

   Cian Hui lalu menceritakan betapa selama dua bulan ini, di kota raja terjadi geger karena terjadinya pembunuhan-pembunuhan yang penuh rahasia. Yang menjadi korban pembunuhan adalah para pejabat tinggi yang mempunyai kedudukan tinggi dan penting dalam pemerintahan. Juga beberapa orang pangeran yang dekat dengan kaisar telah menjadi korban pembunuhan pula.

   Cara pembunuhan itu dilakukan penuh rahasia, para korban adalah pejabat tinggi yang selalu dikawal pasukan pengawal. Rumah mereka siang malam dijaga pasukan pengawal. Akan tetapi tetap saja pada suatu pagi mereka ditemukan sudah tewas dengan leher putus dalam kamar mereka, bersama siapa saja yang kebetulan sekamar dengan mereka malam itu.

   "Yang paling hebat terjadi dua minggu yang lalu, li-hiap. Seorang panglima telah terbunuh dalam kamarnya, pada hal kamar itu berada di dalam benteng! Bayangkan saja, pembunuh itu dapat memasuki benteng dan dapat membunuh Panglima Cu di kamarnya, pada hal panglima itu adalah seorang yang memiliki ilmu silat tinggi! Dan dua orang selirnya yang tidur bersamanya juga wanita-wanita yang lihai, akan tetapi mereka bertiga tewas dengan leher putus dalam kamar itu!" Perwira itu kembali menarik napas panjang.

   "Sungguh merupakan tugas berat bagiku, maka aku berusaha untuk mohon bantuanmu."

   Liong-li mendengarkan dengan tekun dan sabar, tak pernah mengganggu dan setelah perwira itu berhenti bercerita, baru ia membuat gerakan, tangan kirinya diangkat ke arah kepalanya dan iapun memegangi dahinya dengan alis berkerut. Ini menandakan bahwa wanita cantik itu sedang memutar otaknya! Kedua matanya terpejam dan Cian Hui hanya memandang, tidak berani mengganggu dan dia hanya memandang dengan hati tertarik. Dia seolah-olah dapat melihat betapa isi dari kepala yang bagus bentuknya, yang dihias rambut hitam lebat itu, sedang bekerja dengan ajaib.

   Tiba-tiba sepasang mata itu terbuka dan menatap kepadanya, membuat Cian Hui seperti silau karena sepasang mata itu kini mencorong!

   "Cian Ciang-kun, apa yang kauperoleh dari hasil penyelidikanmu? Apakah semua pembunuhan itu terjadi tanpa adanya seorang pun saksi yang melihat sesuatu yang mencurigakan?"

   "Setiap terjadi pembunuhan, aku segera menyelidiki sendiri dan sudah kucari keterangan. Akan tetapi tidak pernah ada orang lain melihat pembunuh itu, hanya ada dua orang, di tempat yang berlainan melihat bayangan iblis......," perwira itu berhenti dan kelihatan ragu-ragu.

   "Bayangan Iblis? Apa maksudmu, Ciang-kun?"

   "Ketika Pangeran Cun dibunuh sebulan yang lalu, dan seorang pejabat tinggi, Menteri Pajak dibunuh seminggu kemudian, ada orang yang melihat bayangan iblis. Bayangan itu bentuknya seperti tubuh orang yang memiliki sepasang tanduk di kepalanya. Akan tetapi hanya bayangannya saja yang nampak di atas dinding putih, itupun hanya sebentar karena bayangan itu segera lenyap. Mungkin hanya khayal orang yang ketakutan dan tahyul, Li-hiap. Betapapun juga, berita itu membuat orang ramai menyebut pembunuh itu Si Bayangan Iblis! Akan tetapi, belum pernah ada yang melihatnya, dan semua penyelidikanku menemui kegagalan dan jalan buntu. Aku tidak pernah dapat menemukan jejak, bahkan aku tidak tahu apa yang menjadi sebab dari semua pembunuhan itu."

   "Dan engkau lalu mencariku dari kota raja ke sini, dan di tengah perjalanan engkau di- hadang perampok? Coba ceritakan tentang peristiwa perampokan terhadap dirimu, ciang-kun. Mungkin kita dapat menemukan jejak dari situ."

   "Aku juga merasa yakin bahwa ada hubungan yang erat antara semua peristiwa di kota raja itu dengan usaha penculikan yang dilakukan terhadap diriku. Namun sayang, jejak itu terhapus dengan kematian semua penjahat itu."

   Cian Hui lalu menceritakan semua yang telah dialaminya, betapa tadinya belasan orang penjahat itu hendak merampok kudanya, kemudian muncul dua orang berkedok yang lihai itu sehingga dia tertawan. Betapa kemudian muncul nona baju hijau dan nona baju kuning yang berusaha menolongnya, namun mereka berduapun kewalahan menandingi dua orang berkedok hitam sehingga mereka melarikan diri.

   "Kemudian, ketika aku hendak diculik dan dibawa pergi dengan kereta, engkau muncul, Li-hiap."

   "Itulah yang kusayangkan!" seru Liong-li.

   "Kalau saja aku tahu bahwa engkau seorang penyelidik, bahwa semua itu ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan di kota raja, tentu aku tidak tergesa-gesa turun tangan dan membiarkan engkau mereka bawa pergi. Dengan demikian, setidaknya ada harapan untuk dapat menemukan jejak mereka."

   Cian Hui mengangguk-angguk.

   "Engkau benar. Akupun berpikiran demikian, akan tetapi bukan berarti bahwa aku tidak berterima kasih telah kautolong dan kaubebaskan."

   "Semua sudah terlanjur. Kita harus mulai dari pertama, yaitu tanpa adanya jejak."

   "Kita? Apakah ini berarti bahwa engkau sudi untuk membantuku dan hendak menyelidiki peristiwa ini? Ah, kalau begitu terima kasih banyak Li-hiap, sungguh aku merasa gembira sekali dan bersyukur!" Perwira itu lalu memberi hormat untuk menyatakan terima kasihnya.

   "Tidak perlu berterima kasih, ciang-kun. Aku sudah terlibat di dalamnya, tanpa kauminta sekalipun aku harus membongkar rahasia ini. Nah, sekarang aku ingin tahu, apakah ada persamaan antara mereka yang telah menjadi korban pembunuhan-pembunuhan di kota raja itu?"

   "Persamaan bagaimana maksudmu, Li-hiap?"

   "Persamaan di antara para kurban itu, ciri khas atau sikap yang sama atau mungkin ada pertalian atau hubungan di antara mereka......."

   "Ah, benar juga......! Kenapa aku tidak ingat akan hal itu sebelumnya? Para korban itu kesemuanya dekat dengan Sribaginda Kaisar! Pangeran-pangeran yang terbunuh adalah kesayangan kaisar, dan para menteri yang menjadi kurban juga merupakan menteri-menteri yang setia. Itulah persamaan antara mereka."

   "Hemm, itu yang kucari, Ciang-kun. Kalau begitu, tentu ada komplotan yang diam-diam memusuhi kaisar, atau setidaknya ingin melihat kaisar menjadi lemah, maka mereka yang dekat dengan kaisar dan dianggap penghalang, disingkirkan satu demi satu. Dan jelas ada hubungannya antara semua pembunuhan itu dengan usaha penculikan terhadap dirimu. Karena engkau merupakan petugas dari kaisar untuk menyelidiki rahasia ini, maka engkau akan diculik."

   "Akan tetapi mengapa tidak mereka bunuh saja? Mengapa mereka harus menculikku? Dan dibawa ke kota raja pula?"

   Liong-li menatap wajah perwira itu dengan tajam dan mulutnya tersenyum manis.

   "Ciang-kun, harap engkau jangan berlagak bodoh. Aku yakin bahwa engkau yang sudah dipercaya oleh Sribaginda untuk melakukan penyelidikan dan membongkar rahasia ini, tentu memiliki kecerdikan tinggi. Mustahil engkau tidak dapat menduga apa sebabnya mereka tidak membunuhmu."

   Cian Ciang-kun juga tersenyum. Memang dia tadi berpura-pura, untuk menguji kecerdikan wanita cantik jelita itu, akan tetapi, ternyata permainan sandiwaranya ketahuan!

   "Baiklah, memang aku sudah mempunyai dugaan. Akan tetapi aku ingin sekali mendengar pendapatmu, li-hiap. Bagaimana menurut pendapatmu?"

   "Alasannya mudah diduga, hanya yang sukar adalah menemukan siapa sesungguhnya yang berdiri di belakang semua ini. Mereka tidak membunuhmu, melainkan hendak menculikmu, tentu mereka itu, pemimpin mereka, ingin lebih dahulu mengorek pengakuanmu sampai sejauh mana hasil penyelidikanmu, Ciang-kun. Mereka khawatir kalau-kalau penyelidikanmu sudah sedemikian jauhnya sehingga rahasia mereka terancam. Dan mereka hendak membawamu kota raja seperti pengakuan anggauta perampok itu. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan komplotan itu tentu berada di kota raja!"

   Cian Ciang-kun mengangguk-angguk kagum.

   "Engkau hebat, Li-hiap! Memang tepat sekali, demikianlah pula pendapatku. Dan tentu di kota raja itu telah menanti Si Bayangan Iblis!"

   Liong-li mengangguk.

   "Besar kemungkinannya demikian. Yang disebut Si Bayangan Iblis itu tak mungkin seorang di antara dua orang berkedok itu. Tentu lebih lihai. Akan tetapi, aku mempunyai perhitungan bahwa Si Bayangan Iblis itupun hanya alat saja, masih ada yang berdiri di belakang layar, yang mengemudikan semua ini."

   Perwira itu nampak termangu-mangu, dan dia meraba-raba dagunya yang halus karena dia mencukur rambut pada dagu dan mukanya, tidak berkumis atau berjenggot.

   "Hal itulah yang aneh, Li-hiap. Aku memiliki jaringan penyelidik yang banyak, kuat dan terampil. Aku mengenal dan mengetahui benar keadaan di kota raja, mengenal hampir semua pejabat dan mengetahui keadaan mereka, bahkan rahasia dan keadaan rumah tangga mereka. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan di antara mereka, tentu aku mengetahuinya! Agaknya mustahil kalau yang mengemudikan semua komplotan itu tinggal di kota raja dan lolos dari pengamatan orang-orangku."

   "Bagaimana kalau mereka bersembunyi di dalam istana? Apakah pengamatanmu juga sampai menembus dinding istana, Cian Ciang-kun?"

   Pertanyaan ini membuat perwira itu terbelalak, terkejut dan heran. Dia menggeleng kepala.

   "Memang tidak sampai ke sana, akan tetapi...... ah, bagaimana mungkin..... musuh berbahaya itu bersembunyi di dalam istana? Wah, kalau begitu, keselamatan Sribaginda dalam bahaya!"

   Liong-li menggeleng kepala.

   "Belum tentu demikian, Ciang-kun. Menurut pendapatku, komplotan itu mempunyai sasaran yang lebih luas dari pada sekedar membunuh Sribaginda Kaisar. Kalau memang itu sasarannya, tentu telah terjadi serangan atas diri beliau. Melihat betapa yang dibunuh adalah pejabat-pejabat dan bangsawan-bangsawan yang dekat dengan Sribaginda, aku lebih condong menduga bahwa pelakunya atau pimpinannya menghendaki kelemahan kedudukan Sribaginda Kaisar dan melenyapkan mereka yang memiliki kekuasaan. Ini membuat aku menduga bahwa tentu dia bermaksud menonjolkan diri atau memperbesar kekuasaannya sendiri."

   Cian Ciang-kun mengerutkan alisnya dan dia mengangguk-angguk. Dia dapat melihat kemungkinan-kemungkinan terjadinya semua yang dikemukakan wanita itu dan hatinya merasa gelisah sekali.

   "Ah, kalau benar demikian, Li-hiap, maka itu adalah permainan tingkat tinggi dan aku sama sekali tidak berdaya dan tidak memiliki kekuasaan untuk dapat mencampuri urusan yang menyangkut pribadi atau kekuasaan Sribaginda Kaisar."

   "Apakah kau hendak mengatakan bahwa engkau tidak mungkin dapat melakukan penyelidikan ke dalam istana?"

   "Benar, Li-hiap. Aku adalah seorang panglima pasukan keamanan yang bertugas menumpas para penjahat di luar istana, mencegah terjadinya kejahatan, akan tetapi kekuasaanku terbatas dan aku tidak mungkin dapat memasuki istana tanpa ijin dari Sribaginda Kaisar.

   "Di istana terdapat pasukan pengawal yang terbagi pula sebagai pasukan luar istana, pasukan pengawal Sribaginda, dan pasukan pengawal Thai-kam yang bertugas menjaga keamanan di bagian paling dalam di istana, sampai ke bagian puteri. Aku hanya bertugas memimpin pasukan keamanan yang bertugas mengamankan kota raja dan sekitarnya. Tugasku yang kuterima dari Sribaginda adalah mencegah terjadinya pembunuhan-pembunuhan terhadap para pejabat tinggi itu, yang terjadi di luar istana.

   "Dan selama ini memang tidak pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang penghuni istana maka tidak ada alasan bagiku untuk minta ijin Sribaginda memasuki istana! Tentu saja ada kecualinya, yaitu kalau memang sudah terdapat bukti bahwa komplotan pembunuh itu berada, di dalam istana."

   Liong-li masih mengerutkan alisnya dan sampai lama mereka berdua berdiam diri. Wanita itu memejamkan mata dan melihat keadaannya, Cian Ciang-kun tidak berani mengganggu. Dia sendiri memikirkan kemungkinan terjadinya hal seperti yang dikemukakan wanita perkasa ini dan diapun merasa ngeri. Kalau benar ada komplotan yang bersembunyi di dalam istana, sungguh berbahaya sekali!

   Tentu saja dia dapat bicara dengan para panglima pasukan yang bertugas di luar dan dalam istana, namun paling banyak dia hanya minta agar mereka itu berhati-hati dan melakukan penyelidikan akan kemungkinan itu. Kepala pengawal Thai-kam tak mungkin dapat bicara karena kepala pengawal Thai-kam itu menganggap kedudukannya terlalu tinggi untuk dapat dihubungi oleh seorang panglima pasukan keamanan seperti dia!

   Tiba-tiba Liong-li menepuk pahanya sendiri dan terkejutlah Cian Ciang-kun yang sedang melamun. Dia mengangkat muka memandang dan melihat betapa wajah yang cantik itu kemerahan dan matanya bersinar-sinar.

   "Dapat, Ciang-kun!" seru wanita itu dan ia tersenyum lebar sehingga deretan gigi yang putih seperti mutiara nampak berkilau.

   "Eh, apa maksudmu, Li-hiap?"

   "Kita harus bekerja sama. Engkau dari luar dan aku dari dalam!"

   "Maksudmu, engkau akan menyelundup ke dalam istana?" tanya panglima yang cerdik itu.

   Liong-li mengangguk.

   "Hanya itulah jalannya. Engkau menyelidiki dari luar, mengamati gerak-gerik semua pejabat tinggi termasuk mereka yang memimpin keamanan di lingkungan istana. Aku sendiri harus dapat menyusup ke dalam istana, dan hal ini tentu saja baru mungkin terjadi kalau engkau membantuku. Dapat saja aku diselundupkan ke istana, atau akan lebih mudah bagiku untuk menyelidik kalau aku dapat menjadi penghuni istana sebagai dayang atau pelayan......"

   "Ah, tidak mungkin seorang seperti engkau ini menjadi pelayan di sana, Li-hiap!" kata Cian Ciang-kun.

   Kedua pipi itu menjadi semakin merah.

   "Kauanggap aku...... terlalu tua dan buruk rupa......?"

   "Siapa berkata begitu, Li-hiap? Sama sekali sebaliknya malah! Engkau terlalu cantik jelita dan......"

   "Kalau terlalu baik untuk menjadi pelayan, dapat dimasukkan sebagai dayang...... tentu saja kalau aku tidak dianggap terlalu tua untuk itu."

   "Terlalu tua sih tidak, terlalu dewasa mungkin karena para dayang itu memang biasanya masih remaja, akan tetapi yang jelas terlalu...... cantik jelita......"

   "Ihh, kita bicara serius, jangan engkau merayu, Ciang-kun!" kata Liong-li dan wajah perwira itu menjadi merah.

   "Maaf, bukan maksudku untuk memuji kosong, Li-hiap, melainkan akupun bicara sesungguhnya. Kalau engkau berada di dalam istana bagian puteri, engkau sepantasnya menjadi puteri atau selir Sribaginda. Maaf, bukan maksudku menghina......"

   "Sudahlah, terserah kepadamu, asal aku dapat diselundupkan ke dalam istana, untuk beberapa hari saja sehingga aku mendapatkan peluang untuk melakukan penyelidikan dan pengamatan, apa lagi di waktu malam. Kalau memang komplotan itu bergerak dari dalam istana, tentu aku akan dapat memergoki mereka. Kalau engkau tidak merayu dan berkata sebenarnya, aku dapat melakukan sedikit penyamaran agar pantas menjadi seorang dayang. Coba kautunggu sebentar, Ciang-kun!"

   Ia bertepuk tangan dan muncullah seorang gadis berpakaian coklat. Ia muncul cepat dan berdiri di depan Liong-li dengan sikap hormat dan siap melakukan segala perintah.

   "Ambil perlengkapan penyamaran ke sini. Cepat!"

   Tak lama kemudian, gadis baju coklat itu kembali membawa peti hitam yang terukir indah. Baru petinya itu saja sudah merupakan sebuah benda antik yang mahal harganya, pikir Cian Ciang-kun yang sudah duduk sambil mengamati dengan hati tertarik.

   Liong-li, tanpa bicara membuka tutup peti setelah si baju coklat meninggalkan ruangan itu dan iapun mengambil botol-botol dan alat-alat seperti alat kecantikan. Hanya sebentar ia bercermin sambil menata wajahnya dan sepuluh menit kemudian, Cian Ciang-kun sudah berhadapan dengan seorang wanita yang sama sekali berbeda dengan wajah Liong-li! Memang masih manis, akan tetapi tidak secantik dan seanggun tadi! Wajah seorang gadis dusun yang manis dan tidak terlalu menyolok.

   "Bagaimana, Ciang-kun? Bukankah sudah pantas kalau aku mengaku sebagai seorang gadis dusun dan cocok untuk menjadi seorang pelayan atau seorang dayang di istana?"

   Cian Ciang-kun bengong. Bahkan suara wanita ini berubah sama sekali! Tidak halus merdu lembut seperti tadi, melainkan suara sederhana yang hanya pantas menjadi suara seorang gadis pedusunan yang kurang pendidikan dan biasa hidup sederhana. Akhirnya dia tertawa bergelak saking kagum dan girangnya.

   "Ha-ha-ha, engkau seorang wanita hebat, Li-hiap! Tadi aku masih ragu-ragu dan khawatir kalau-kalau engkau akan dikenal sebagai Hek-liong-li setelah berada di dalam istana dan keselamatanmu terancam. Akan tetapi dengan penyamaran yang sempurna, kuyakin takkan ada seorangpun yang
(Lanjut ke Jilid 03)
Si Bayangan Iblis (Seri ke 02 - Serial Sepasang Naga Penakluk Iblis)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 03
tahu bahwa engkau adalah Hek-liong-li.

   "Baiklah, mari kita ke kota raja dan di sana aku akan menghubungi rekan-rekanku dan mendengar kalau-kalau istana membutuhkan pembantu puteri baru sehingga engkau dapat diselundupkan ke dalam. Engkau tahu, biasanya, kalau istana membutuhkan dayang atau pembantu baru, kesempatan itu dipergunakan oleh para Thai-kam untuk menerima uang sogokan. Siapa yang paling berani mengeluarkan uang sogokan, maka dialah yang akan diterima."

   "Bagus! Tentang uang sogokan, jangan khawatir. Berapa saja mereka minta akan kubayar!" kata Liong-li gembira.

   Merekapun berangkat pada hari itu juga, tentu saja tidak mengendarai kereta rampasan tadi karena hal itu tentu akan diketahui pihak lawan. Mereka menggunakan kereta lain dan dengan menyamar, tak seorangpun menyangka bahwa wanita nenek tua yang bersama Cian Ciang-kun memasuki kota raja itu adalah Hek-liong-li yang amat terkenal!

   Sebelum kita mengikuti perjalanan Liong-li dan cara bagaimana ia akan menyelundup masuk ke dalam istana, sebaiknya kita mengenali lebih dahulu keadaan Kaisar Kao Cung dengan istananya yang megah.

   Pada waktu itu (sekitar tahun 669), Kaisar Kao Cung adalah seorang pria berusia kurang lebih empatpuluh sembilan tahun. Seorang pria yang sebetulnya bertubuh tinggi tegap dan kuat. Akan tetapi sungguh sayang, karena dia terlalu mengumbar nafsu berahinya, terlalu membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan dan rayuan para wanita cantik yang memenuhi haremnya, maka dalam usia empatpuluh sembilan tahun saja dia sudah nampak tua dan loyo. Kaisar Kao Cung sesungguhnya baik budi dan ramah, memiliki kebijaksanaan.

   Namun sayang, karena terlalu membiarkan diri tenggelam dalam kesenangan, dia menjadi lemah dan malas. Dia tidak bersemangat lagi untuk mengurus tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin negara. Siang malam dia hanya bersenang-senang bersama para selirnya dan para dayang, dan dia dapat dibilang menyerahkan segala kekuasaannya dan membiarkan permaisurinya yang mengurus semua tugasnya! Dan memang harus diakui bahwa permaisurinya adalah seorang wanita yang bukan main cerdasnya, seorang wanita yang selain memiliki kecantikan luar biasa, juga memiliki otak yang tajam dan hati yang keras, ambisius dan penuh semangat!

   

Asmara Si Pedang Tumpul Eps 10 Lembah Selaksa Bunga Eps 10 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 7

Cari Blog Ini