Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 41


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 41




   "Siuw Yang.......? "

   Bun Sam mengangguk. "Siapa lagi kalau bukan dia? Tentu Lam-hai Lo mo tidak jauh dari sini."

   Setelah berkata demikian dan memberikan katak putih kepada isterinya. Bun Sam melompat dan lenyap dari situ membuat para petani yaug berada di situ bengong.

   Setelah memasuki hutan, dengan tepat sekali Bun Sam melihat betapa Lam-hai Lo mo menari-nari dan hendak menusuk keala Sauw Yang de"ngan sekerut kulit bambu.

   Cepat sekali pendekar ini menghunus pedang. Umuk melompat tiada waktu lagi, maka ia lalu melemparkan pedangnya dan mengarah kepala Lam-hai Lo mo dalam usahanya untuk menolong puterinya.
Demikianlah, Lam- hai Lo-mo ternyata dapat mengelak dari sambaran pedang dan kedatangan Song Bun Sam telah menyelamatkan nyawa Siauw Yang dari bahaya yang mengerikan sekali. Sekali totok saja Thian-te Kiam-ong telah dapat mem"bebaskan puterinya dari pengaruh tiam-hoat yang tadi dilakukan oleh Lam-hai Lo-mo dengan tong"katnya.

   "Ayah....., Hong-ko telah..... " kata Siauw Yang pertama kali ia dapat membuka mulutnya. "Aku sudah tahu, kau lekas pergi membantu ibumu menolong mereka "

   "Merekn sudah........ sudah mati, ayah..!"
"Diam dan pergilah!" bentak Song Bun Sam dengan penuh geram sambil berdiri dan meng"badapi Lam-bat Lo-mo.

   Raja Pedang ini marah bukan main kepada Lam-hai Lo-mo sehingga sampai memben tak-bentak puterinya yang tercinta. Adapun Siauw Yang tidak berani membantah pula, cepat ia mengambil pedangnya yang tadi terlempar dan diletakkan di atas tanab oleh Lam-hai Lo mo, kemudian la meninggalkan ayabnya yang hendak mengbadapi kakek itu.

   Akan tetapi barn beberapa tangkah, ia berhenti dan berkata,

   "Ayah, ini pedaugmu! "

   Ia melemparkan pedang itu ke arah ayahnya yang menyambutnya tanpa melihat pedang itu. Kemudian pendekar besar ini lalu meloutarkan pedang Oei-giok-kiam, yakni pedang isterinya, kepada Siauw Yang.

   Gadis inipun menyambut pedang nu, lalu berlari cepat meninggalkan hutan untuk membantu ibunya. Hatinya berdeber girang karena melihat ayahnya, seakan-akan kakaknya dan Siang Cu masih akan dapat tertolong!

   "Lam- hai Lo-mo, kau menusia ataukab iblis? Kekejamanmu sudah melewati batas kekejian Iblis sendiri!" Saking marahnya, Thian-te Kiem-ong Song Bun San, tidak dapat mcngeluarkan kata-"kata lebih panjang lagi.

   "Ha, ha. hi-hi- hi! Song Bun Sam, puaskah kau sekerang? Puteramu mampus, puterimu hampir saja Oh. Ha, ha, ha! Dan sekarang kaupun akan mampus! "

   Sambil berkata demikian, tiba-tiba kakek ini menyerang dengan tongkatnya, ditusukkan ke leher Bun Sam sedangkan tangan kirinya bergerak memukul dengan limu Sam-hiat-ci-hoat. Serangan ini ganas dan berbahaya sekali karena mengetahui akan ketangguhan lawannya. Lam-hai Lo-mo telah mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaganya.

   Namun, dalam kemarahannya, Bun Sam tidak mengenal kasihan lagi, ia menggerakkan pedangnya, menangkis tongkat itu dan bcgitu terbentur, tongkat bambu itu patab menjadi dua, sedangkan pedang yang terbentur cepat membalik memapaki tangan kiri lawan.

   "Aduh.......! "

   Lam-hai Lo-mo menjerit ketika pergelangan tangannya terbabat putus oleh pedang Kim-kong- kiam. Dari gerakan ini saja dapat di ukur kehebatan ilmu pedang Bun Sam.

   Dalam segebrakan saja, ia telah dapat membabat putus tangan Lam hai Lo-mo yang terkenal memiki kepaadaian hebat itu!.

   "Lam hai Lo-mo, putusnya tanganmu itu menjadi bukti akan keganasan dan kekejaman tanganmu yang sudah merobohkan banyak orang yang tak bcrdosa. Sekarang aku mengajukan penawaran padamu. Sembuhkan Tek Hong dan Siang Cu, dan kau akan kuberi pembebasan! "

   Lam-hai Lo-mo meringis-ringis kesakitan dan ccpat-cepat ia mcnggunakun tangan kanan yang sudah melempar jauh tongkatnya yang terputus, untuk menotok jalan darah di lengan kirinya sehingga aliran darah terhenti dan tidak lagi darahnya mengucur keluar dari pergelangan tangan kiri yang putus.

   Kemudian ia lertawa bergelak!

   Memang hebat sekali kakek buntung ini. Daiam keadaan paha terluka dan tangan kri putus, ia masih dapat tertawa terbahak - bahak seperti iblis.

   'Ha ba, ha, hi, bi, hi, Thian-te Kiam org. Kau mau menukar nyawaku dengan nyawa dua orang anak itu? Murah sekali, aku yang rugi! Aku sudah tua dan bercacat, sedangkan mereka masih muda belia! "

   "Akan tetapi kau akan menerimanya karena kau masih suka hidup," kata Bum Sam.

   'Tepat! Tepat sekali, memang aku harus hidup untuk dapat membalas dendam atassakit hati ini."

   "Kau gila karena hatimu di racun dendam."

   "Manusia mana yang tidak gila? Ha. ha, ha! Hayo kita ke sana, akan kucoba menyembuhkan mereka."

   Dengan di dampingi oleh Lam-hai Lo-mo yang terpincang-pincang Bun Sam lalu pergi kembali ke tempat di mana Tek Hong dan Siang Cu menggeletak.

   Mereka mendapatkan Sian Hwa dan Siauw Yang masih sibuk mengobati mereka.

   Besar hati ibu dan adik ini melihat Tek Hong dan Siang Cu mulai dapat bernapas lagi, sungguhpun wajah mereka masih kebiruan.

   Tadi ketika menolong puteranya dan Siang Cu, hati Sian Hwa yang penuh Welas asih itu mendorongnya untuk menolong Eng Kiat pula. Akan tetapi ternyata bahwa pemuda putera Tung-hai Sian jn ini remuk isi kepalanya dan sudah tidak bernyawa lagi.

   Adapun Tek Hong dan Siang Cu. kalau sekiranva tidak lekas-lekas mendapat pengobatan katak putih, tentu takkan tertolong pula. Obat di seluruh dunia takkan bisa menyembuhkan mereka, karena akibat pukulan Sam-hiat-ci-hoat memang luar biasa hebatnya.

   Biarpun Tek Hong dan Siang Cu sudah bcrnapas lagi dan hati Siauw Yang sudah agak lega, namun mereka masih menangis melihat dua orang muda itu diam tak bergerak dan muka mereka masih kebiruan.

   " Sudahlah, jangan kalian menangis." Bun Sam menegur.

   " Bagaimana tidak akan menangis melihat putera kita berjuang antara hidup dan mati? "

   Sian Hwa mencela suaminya yang dianggap kurang mencinta anak dengan kata-katanya tadi.

   "Mati dan hidup di tangan Thian, mengapa kita harus memusingkannya? Andaikata dia mati, Hong ji hanya mati raganya belaka, mengapa susah-susah?"

   Bun Sam sengaja berkata demikian agar Lam hai Lo-mo tidak menjadi makin girang dan menjual mahal. Kalau dia memperlihatkan kesedihan terlalu hebat, tentu kakek itu akan menggodanya dan menjual mahal dalam mengobati Tek Hong.

   Akan tetapi, Sian Hwa sebagai ibu yang sedang gelisah melihat keadaan puteranya, menjadi marah dan berkata gemas.

   "Baga manakah kau ini? Andaikata kau tega kematian anak kita, apakah kau tega melihat penderi taannya yang demikian hebat?"

   Lam-hai Lo-mo sudab tertawa-tawa dan sepasang matanva berseri-seri mecdengar ucapan isteri dari musuh besarnya itu.

   "Betapa beratpun penderitaannya, yang menderita hanyalah raganya Jiwanya takkan mati, takkan luka, takkan merasakan sakit. Serahkan saja kepada Thian......." Bun Sam menghibur.

   "Enak saja kau bicara! Kita diamkan saja tanpa mengusahakan kesembuhannya?"

   Sian Hwa berdiri dan memandang kepada suaminya dengan mata bersinar-sinar. Dalam kemarahannya, nyonya ini sampai lupa akan kehadiran Lam-hai Lo-mo di tempat itu, yang sesungguhnya merupakan hal yang amat ganjil.

   Akan tetapi tidak demikian dengan Siauw Yang. Melihat musuh besarnya datang bersama ayahnya dalam keadaan masih hidup. gadis ini membentak keras dan segera menyerang dengan pedangnya.

   Akan tetapi tangannya tergetar dan pedangnya hampir terlepas dari pegangan ketika ayahnya menangkis serangan ini.

   "Sabar, Siauw Yang." Kemudian Bun Sam menghadapi isterinya." Tentang ikhtiar penyembuhan, tentu saja menjadi kewajiban kita untuk melakukannya. Kedaiaugan Lam-hai Lo-mo ini adalah untuk mengobati mereka."

   Seketika itu Sian Hwa dan Siauw Yang tertegun dan tak dapat berkata kata, hanya me"mandang ke arah Lam-hai Lo-mo dengan mata terbuka lebar-lebar.

   Benar-benarkah kakek siluman ini hendak menyembuhkan Tek Hong dan Siang Cu?.

   Sambil tersenyum mengejek karena dalam suasana sekarang ini dia menang, yakni menjadi orang yang amat dibutuhkan pertolongannya, Lam-hai Lo-mo lalu berlutut memeriksa Siang Cu dan Tek
(Lanjut ke Jilid 51)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 51
Hong.

   "Hmm, dari mana kalian mencuri katak putih?" tegurnya sambil berpaling kepada Bun Sam.

   "Bukan mencuri, melainkan membawa dari guamu di Sam - liong - to," jawab Bun Sam tenang.

   "Ha, ha, ba, kalian pencuri!"

   Kemudian diperiksanya sekali lagi jidat dua orang anak muda itu.

   "Akan tetapi kalau kalian tadi tidak menolong mereka ini dengan katak putih, biarpun aku sendiri takkan mungkin menyembuhkan mereka."

   Sebagai orang yang menciptakan llmu Pu-kulan Sam-hiat-ci-boat, tentu saja Lam-hai Lo-mo selalu membawa obat penawar racun pukulan itu. la mengeluarkan sebuah botol terisi obat cair warna putih, yakni sari daripada darah putih katak putih.

   "Berapa teteskah mereka diberi minum darah putih dari katak mujijat?" tanyanya.

   " Masing-masing tiga bslas tetes," jawab San Hwa, suaranya halus karena pada saat itu, tidak ada kebencian sedikitpun juga di dalam hatinya lerhadap Lam-hai Lo mo.

   "Hm. kurang dua tetes masing-masing," kata kakek itu dan dengan cepat ia meneteskan dua tetes darah putih ke dalam mulut Tek Hong dan Siang Cu.

   Kemudian ia minta katak putih itu dari Sian Hwa dan mempergunakan perut katak itu untuk digosok-gosokkan pada luka di jidat dua orang muda itu.

   Sebentar saja warna kebiruan yang membayang pada muka itu menjadi hilang. demikian pula tiga jari merah yang berbekas di jidat. Setelah itu, Lam-hai Lo-mo lalu mengeluarkan enam butir pel hijau.

   "Beri minum mereka itu masing-masing tiga butir dan semua darah berbisa akan lenyap dari tubuh mereka."

   Sian Hwa sambil bercucuran air mata berlutut di depan kakek itu.

   "Lam-hai Lo-mo, banyak terima kasih atas pertolonganmu kepada anakku dan Siang Cu."

   Lam-hai Lo mo menjadi pucat.

   "Eh, apa-apaan ini? Aku......aku......"

   Kakek itu menjadi makin terkejut ketika melihat Bun Sam menjura pula kepadanya dan berkata dengan suara terharu,

   "Lam-hai Lo-mo, Isteriku benar. Aku pun menghaturkan terima kasih kepadamu dan maaf-kanlah semua kesalahanku yang Sudah-sudah. Mudah-mudahan semenjak saat Ini kita akan men"jadi sahabat yang baik dan lenyaplah Segala permusuhan yang tidak berarti."

   Lam-hai Lo-mo membanting banting kakinya seperti orang gila.

   "Kalian gila! Gila sehebat-hebatnya! Akulah yang melukai mereka ini. Aku yang tadinya hendak membunuh mereka, dan aku pula yang Sudah membunuh Eng Kiat itu! Dan kalian sekarang menghaturkan terima kasih?"

   Makin mercak-mencak Lam-hai Lo mo ke"tika melihat Siauw Yang ikut berlutut pula di Samping ibunya.

   "Pembunuhan yang belum terlaksana bukanlah pembunuhan namanya. Akan tetapi penyem-buhanmu telah terbukti, maka sudah seharusnya kami berterima kasih," jawab Bun Sam.

   lnilah pukulan batin yang amat hebat bagi Lam-hai Lo-mo.

   "Tidak bisa! Tak mungkin! Kalian musuh-musuh besarku. Aku akan bunuh kalian kalau bisa. Aku mengobati mereka ini karena terpaksa! Song Bun Sam, kau dan sekeluargamu akan ku bunuh semua. Ha, ha, ha, biarpun kalian berlutut memberi hormat, tetap akan kubunuh. Ha, ha, hal"

   "Mana mungkin, Lam hai Lo-mo? Kau sudah kehilangan sebelah kaki dan sebelah tangan. Hanya satu tangan kananmu itu dapat diperguna-kan untuk apakah? Lebih baik kau merubab cara hidupmu, bertaubat dan menjadi manusia baik-baik, bertapa mencucikan diri menebus dosa-dosamu......" Bun Sam membujuk.

   Lam hai Lo-mo makin pucat. Ia menunduk, memandang ke arah kakinya yang buntung dan tangan kirinya yang buntung pula. Kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

   "Ha ha - ha, hi - hi - hi! Kakiku hilang, tanganku hilang! Tinggal tangan kanan ini untuk apakah? Aha, Thian-te Kiam ong, kaukira aku tidak bisa membunuhmu dengan satu tangan? Lihat, aku bersumpah, disaksikan oleh jari kelingkingku dengan empat jari tangan kanan akan kuburuh sekeluargamu!"

   Setelah berkata demikian, kakek ini lalu menggigit putus jari kelingking kanannya dan makan jari kelingking itu seperti orang makan kacarg!

   Ternyata bahwa sikap keluarga Song itu benar benar merupakan tusukan

   batin yarg lebih hebat dari pada tusukan pedang dan membuat kakek ini berobah ingatannya!

   Suara jari kelingking di makan terdengar kletak-kletuk karena gigi kakek yang sudah ompong itu sukar untuk meremukkan tulang-tulang jari itu.

   Sian Hwa dan Siauw Yang menjadi pucat saking merasa ngeri, sedangkan Bun Sam mcnggeleng-geleng kepalanya dengan muka mengandung hati iba.

   "Ha, ha, ha, keluarga Song. Lihat, jari tanganku tinggal empat. Akan tetapi jangankan empat tiga jari saja sudah cukup! lbu jariku tidak perlu, karena dengan tiga jari saja. Sam~hiat-ci hoat akan menumpas seluruh keluarga Song!"

   Setelah berkata demikian, kembali mulut Kakek itu menggigit ibu jarinya yang besar. Nampak mukanya berkerut-kerut, bibirnya merah karena darahnya sendiri dan kini ibu jannya telah putus pula, terus dimakannya seperti anjing meng-gerogoti tularg keras!

   'Lam-hai Lo-mo, ingatlah dan sebutlah nama Thian!" kata Bun Sam penuh rasa haru.

   'Bun Sam, anjing gila! Kaukira aku tidak ingat? Ha, ha, lihat tiga jari targanku sarggup memecah kan batok kepalamu!"

   setelah berkata demikian kakek itu maju hendak mempergunakan ilmu pukulan, Sam~hiat-ci hoat menyerang Bun Sam. Pendekar ini dengan tenang tidak undur selangkahpun dan memandang tajam.

   Akan letapi, tiba-tiba tubuh kakek itu terguhng dan ia menjerit jerit kesakitan.

   Tangan ka"nan yang sudah buntung dua jarinya dan tangan kiri yang sudah buntung sebataa pergelangan itu menekan nekan perutnya, kakinya yang belum buntung berkelojotan. Mukanya menjadi biru dan tak lama lagi menghitam.

   Berhentilah kelojotan kakinya dan ia rebah tertelungkup dalam keadaan tak bernyawa lagi.

   "Mari kita tolong dia dengan katak putih........." kata Sian Hwa terharu.

   Tiada gunanya. la telah makan jari jarinya sendiri sedangkan jari jari tangannya itu penuh de"ngan racun untuk melatih llmu Pukulan Sam~hiat-ci hoat," kata Bun Sam.

   Benar saja, setelah dperiksa kakek yang jahat seperti siluman itu telah tewas.

   Tek Hong dan Siang Cu siuman kembali Mereka masih lemah akan tetapi dapat bangun dan duduk.

   Dengan heran mereka saling pandang, ter"senyum dan ketika mereka melihat Bun Sam, Sian Hwa dan Siauw Yang, keduanya mengeluarkan seruan tertahan Tadinya mereka mengira bahwa mereka telah berada di dalam alam baka dan tersenyum karena merasa berbahagia mendapatkan kekasih berada di dekatnya. Akan tetapi, kehadiran tiga orang itu menjadi bukti bahwa mereka masih hidup!

   "Tek Hong......... kau baru saja bangun dari kematian!" kata Sian Hwa sambil merangkul anak-nya dengan tangan kanan dan merangkul Siang Cu dengan tangan kiri.

   "Aku sudah tahu akan isi hati kalian. Sudah patut sekali kalian menjadi jodoh. Gwat Eng, kau puteri sahabat-sahabat kami, Pangeran Kian Tiong dan Puteri Lulee Kalau orang tuamu masib hidup......ah, alangkah senangnya hati mereka........."

   Merdengar ini, Siang Cu merangkul Sian Hwa sambil menangis penuh keharuan hati.

   "Memang mereka sudah sepatumya menjadi suami isteri," kata Bun Sam. "Mari kita urus jenazah Lam-hai Lo mo dan Eng Kiat sepantasnya, dan cepat kernbali ke Tit-le."

   Dibantu oleh para petani. dua jenazah itu di-kubur.

   Dengan hati tenang Tek Hong dan Siang Cu mendengarkan penuturan Siauw Yang tentang segala hal yang telah terjadi. Siang Cu merasa amat bersukur.

   Lam-hai Lo mo adalah gurunya, maka biarpun kedua orang tuanya telah terbunuh oleh kakek itu, namun ia selalu masih ragu- ragu untuk membalas dendam. Kini, Lam-hai Lorn- mo tewas karena perbuatan sendiri,musuh besarnya tewas dan ia tak usah membunuh guru sendiri.

   Juga Eng Kiat telah tewas oleh Lam hai Lo mo sehingga ia tidak usah melanggar sumpahnya sendiri yang hendak melakukan pernikahan dengan pemuda itu. Dan yang lebih membahagiakan hatinya lagi, keluarga Song telah menerimanya dengan baik-baik sebagai calon isteri Tek Hong, pemuda yang me-mang dicinta dengan seluruh hatinya.

   Setelab upacara penguburan jenazah-jenazah itu beres, Bun Sam berkata,

   "Sekarang marilah kita cepat-cepat pulang ke Tit-le. Aku sudah mendengar tentang di bakar nya rumah kita, akan tetapi apa artinya hal sekecil itu? Kita bisa membuat lagi rumah kecil-kecilan dan yang paling penting, kita akan rayakan upacara perjodohan antara Tek Hong dan Gwat Eng."

   Semua orang berseri wajahnya mendengar ini, apalagi Siang Cu dan Tek Hong yang menjadi merah mukanya dan tidak berani saling pandang secara langsung, melainkan saling kerling dengan pandang mata penuh arti.

   Akan tetapi, tiba-tiba Siauw Yang menangis dan menutupi mukanya dengan kedua tangan. Bun Sam mengangkat alisnya, demikian pula Tek Hong.

   "Ah, adikku yang manis, mengapa kau me"nangis?" tanya Tek Hong, Siauw Yang tidak menjawab. akan tetapi tangisnya makin menjadi.

   "Siauw Yang. jargan seperti anak kecil. Kau menangis karena apakah?" tanya Bun Sam.

   Sampai lama barulah Siauw Yang dapat menjawab. Ia menurunkan kedua langannya, bibirnya dipaksa tersenyum akan tetapi wajahnya pucat sekali.

   "Tidak apa -apa, ayah. Aku hanya terlalu girang memikirkan bahwa Hong ko telah selamat dan musuh besar kita telah tewas"

   Jawaban ini memuaskan hati Tek Hong dan Siang Cu, akan tetapi meragukan hati Bun Sam dan menggelisahkan hati Sian Hwa. lbu yang berpemandangan tajam ini dapai mengerti apa yang menjadi sebab maka puterinya menangis.

   Maka ia lalu membawa Siauw Yang ke tempat sunyi dan bertanya,

   "Sauw Yang, bagaimana hasilnya dengan perjalananmu mencari Liem-siucai?"

   Mendengar pertanyaan yang langsung mengenai hatinya dan yang tepat sekali itu ' Siauw Yang menangis lagi dan merangkul ibunya. Sian Hwa mendekap kepala puterinya ke dada, seperti dahulu kalaua menghibur Siauw Yang ketika masih kecil.

   "Bilanglah terus terang kepada ibumu, anakku! Apakah yang terjadi antara kau dan Liem-Siucai?"

   "lbu...... dia....... dia menghinaku......"

   Sian Hwa mengerutkan alisnya.

   "Apa? Dia rnenghina anakku? Bagaimana seorang yang sopan "santun dan halus budi pekertirya seperti dia dapat rnerghinamu, Siauw Yang?"

   "Dia..... dia lelah membikin malu padaku.Aku datang untuk rnenolongnya dari Sin-tung Lo-kai. tidak tahunya dia..... menjadi anak angkat dari orang tua itu....... " Lalu gadis ini menceritakan sejelasnya pada ibunya tentang pengalam"annya dengan Pun Hui di rumah Sin-tung Lo-kai.

   Sian Hwa diam-diam tersenyum dan dia tahu akan kesusahan hati puterinya. la memang suka kepada pemuda itu dan sudah merasa setuju kalau pemuda yang halus dan sopan serta terpelajar itu menjadi mantunya.Diam-diam ia lalu merunding"kan hal ini dengan suaminya setelab rnenghibur hati Siauw Yang.

   Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bun Sam mengerutkan alisnya.

   "Sin-tung Lo- kai adalah seorang tokoh kang-ouw yang ter"nama dan jujur, akan tetapi ia terkenal kasar dan tidak mau kalah. Bagaimana Pun Hui menjadi putera angkatnya? Habis, bagaimana kehendakmu?"

   "Sudab jelas bahwa Siauw Yang mencintai pemuda itu, demikian sebaliknya. Yang-ji sudah menceri takan betapa nemuda itu membelanya dan biarpun tiada kepandaian silat namun berani mati membela Siauw Yang. ltu sudah cukup menunjukkan kesetiaan hatinya. Kalau rnereka sudah saling setuju dan kita tahu bahwa pemuda itu memang seorang yang baik sekali, mengapa kau tidak datang ke tempat tinggal Sin-tung Lo-kai untuk merun"dingkan soal perjodohan ini?"

   "Kau menyuruh aku pergi ke sana dan me"minarg Pun Hui? Hm, itu amat merendahkan kita. Apalagi orang sekasar Sin tung Lo-kai itu, mana dia mau menerima begitu saja? Pun Hui sudah menjadi puteranya, dan kalau pemuda itu memang suka kepada anak kita, mengapa tidak Sin-Lung Lo-kai sebagai ayab angkatnya datang meminang Siauw Yang?"

   " Suamiku, mengapa kau begitu kukuh? Sin"tung Lo-kai sudah terang seorang yang kasar dan kaku, akan tetapi bukankah kau bukan seperti dia? Benar bahwa Pun Hui sudah menjadi anak angkat"nya, akan tetapi jangan lupa bahwa lama sebelum siucai itu menjadi anak angkatnya, dia sudah ber"hubungan dengan kita. Juga Liem - siucai adalah murid dari Yap Thian Gook, berarti dia masih murid keponakan kita sendiri. Membicarakan soal perjodohan di antara orang kita sendiri, masih pakai sungkan sungkan apalagi? Terutama sekali, kau melakukan hal ini demi kebahagiaan puteri kita."

   Melihat isterinya sudah meryerang dengan muka merah, Bun Sam mengangkat pundak dan mengangg uk-angguk.

   "Baiklah, baiklah, memang aku orang tua harus selalu turun tangan sendiri, baru urusan orang - orang muda dapat dibercskan. Aah, begini kalau menjadi orang tua....."

   Pendekar besar itu menghela napas berulang-"ulang dan Sian Hwa diam-diam mentertawakannya.

   "Lo pangcu, di luar ada tamu hendak bicara dengan pangcu," seorang anggauta Ang-sintung Kai- pang melapor kepada Sin-lung Lo-kai Thio Houw yang sedang hercakap cakap dengan puteri"nya, yakni Bi-sin-tung Thio Leng Li dan putera angkatnya, Liem Pun Hui di ruang belakang.

   "Siapa dia?" tanya kakek itu kurang per"hatian.

   "Dia bukan orang biasa, lo-pangcu, melain"kan Thian-te Kiam-ong Song Bun Sam sendiri," anak-buabnya melapor dengan wajah berseri karena anggauta ini menganggap bahwa kunjungan pende"kar besar itu merupakan peristiwa yang amat penting.

   "Hm, biarpun Thian--te Kiam-ong sendiri, orang apakah perlu disebut bukan orang biasa? Suruh dia menunggu di luar! " kata Sin-tung Lo "kai ketus sehingga anggautanya itu buru-buru keluar lagi.

   Liem Pun Hui ketika mendenger bahwa yang datang adalah ayah Siauw Yang, otomatis berdirl dari bangkunya dan Hendak berlari keluar.

   "Duduk saja kau! " Sin-tung Lo-kai memben"tak dan Pun Hui yang melihat lirikan penuh arti dari Leng Li, lalu duduk kembali.

   "Ayah, tentu kedatangannya ada hubungannya dengan perjodohan Song Lihiap dengan toako," kata Leng Li.

   "Hm habis mengapa? Dia bukan orang yang pinangannya harus diterima oleh siapapun juga." jawaban dari kakek ini membuat muka Pun Hui menjadi puct, akan tetapi Leng Li ter"senyum.

   "Ayah, sekiranya dicari di dunia ini, tidak ada besan bagimu yarg lebih berharga daripada Than-te Kiam ong! Akan tetapi, kita tak boleh merendahkan diri dan tidak seharusnya menerima begitu saja usul perjodohannya, biar ia seorang besar seperti Thien-te Kiam-ong sekalipun."

   Berseri wajah Sin-tung Lo-kai, akan tetapi Pun Hui memandang kepada Leng Li dengan heran dan muka muram.

   "Kau benar, anakku! Mengapa kite harus merendah-rendah den tunduk kepadanya? Hendak kulihat akan berbuat apa kalau kita tidak menuruti kemauannya!!"

   "Bukan begitu ayah. Dalam jaman sekecau ini mempunyai hubungan keluarga dengan keluar"ga Song, merupakan keuntungan besar bagi kita. Hal itu akan menjunjung tinggi namamu dan juga prang- orang lebih memandang hormat dan segan kepada kita. Lagi pula, toako sudah suka kepada Song-lihiap yang kependainnnya kita sudah menyaksikannya. Akan tetapi, harus diadakan syarat-"syaratnya."

   "Hm. siapa suka mempunyai mantu yang pernah menghina dan rnenantangku?"

   "Hai itu boleh dimaafkan, ayah. karena Song-lihiap tidak tahu bahwa kau adalah ayah engkat toako, dan dia masih muda serta berdarah panas. Bagaimana kalau ayahnya diharuskan minta maaf untuk puterinya? "

   "Itu saja belum cukup mendinginikan hatiku," jawab Sin-tung Lo-kai.

   "Memang, di samping itu harus ada syarat yakni dia harus diajak bertanding," kata Leng Li dengan kerling mata cerdik sekali.

   Sin-lung Lo-kai mengerutkan kening. "Ke"pandaiennya tinggi sekali, aku takkan menang."

   Memang kakek ini jujur sekali biarpun ia tidak suka rnengaku kalah.

   "Itulah syarat untuk memancingnya. Kalau ayah kalah berarti kita rnempunyai cukup alasan untuk menolak usul perjodohannya. Ayah boleh minta waktu sampai ayah kelak dapat menang daripadanya."

   "Hm. boleh juga. Hitung-hitung menguji ke"pandatan sendiri. Akan tetapi, bagaimana kalau dia yang kalah?"

   "Kalau dia kalah, berarti ayah tidak takut padanya dan tentu saja usul itu boleh diterima atau ditolak menurut sekehendak hati ayah."

   Sin-tung Lo-kai diam untuk beberapa lama, mengangguk-angguk.

   "Baik, mari kita keluar menyambutnya."

   Dengan langkah lebar kakek ini keluar, diikuti oleh Leng Li yang tersenyum-"senyum dan yang tidak memperdulikan pandang mata Pun Hui yang penuh sesal kepadanya.

   Dengan amat sabar dan tenang Song Bun Sam menanti di ruang tamu dan ketika ia melihat tuan rumah, cepat bangun berdiri dan mernberi hormat selayaknya. Sekilas ia mengerling ke arah Pun Hui dan Leng Li serta rnenerima penghormat"an mereka dengan anggukan kepala,

   "Ah, tidak tahunya Thian-te Kiam-ong Si Raja Pedang yang ternama besar mengunjungi tempatku yang buruk. Tidak tahu ada urusan penting apakah? " tanya Sin-tung Lo-kai dengun sikap angkuh.

   Diam-diam Bun Sam berdebar mendengar ucapan dan melihat sikap tidak mengasih ini, akan tetapi ia tetap berlaku tenang dan senyum di bibir"nya tidak mengurang.

   "Sin-tung Lo-kai, selain aku datang untuk berkunjung karena sudah lama menghormati nama"mu yang besar juga kedatanganku ini ada hubungan"nya dengan putera angkatmu itu."

   "Ada apa dengan dia?"

   "Kami sekeluarga sudah merundingkan hal ini dan sudah sepakat untak minta persetujuanmu agar puteramu ini dijodohkan dengan puteri kami. Puteramu sudah kenal baik dengan puteri kami dan mereka itu narnpaknya memang berjodoh."

   "Eh, eh, kau lucu sekah, Thian-te Kiam-ong. Mana ada fihak wanita meminang laki-laki? "

   "Memang berat menjadi orang tua yang hen"dak memenuhi keinginan hati anak muda," jawab Bun Sam tersenyum, akan tetapi mukanya berubah merah.

   "Bukankah puteramu itu bernama Song Siauw Yang?"

   "Benar begitu, agaknya kau sudah menge"nalnya."

   "Siapa tidak mengenalnya dia, nona yang berkepandaian begitu tinggi sehingga berani menghina dan menantangku?"

   Bun Sam terkejut, Siauw Yang tak pernah bercerita kepadanya tentang hal ini. Juga Sian Hwa yang mendengar penuturan puterinya, tidak berani menceritakan hal ini kepada suaminya. Kalau Bun Sam mendengar hal ini, tentu ia tidal mau datang mengunjungi kakek pengemis ini!

   Untuk beberapa lama Bun Sam tak dapat berkata-kata, nampaknya bingung dan gugup.

   "Kekeliruan tindak anaknya adalah kesalahan orang tuanya. demikianlah orang orang jaman dahulu berkara," tiba-tiba Leng Li bersata. "song "lihiap memang keras kepala dan berwatak berani serta kasar."

   Bun Sam mengerling ke arah gadis itu dan tiba-tiba ia tersenyum.

   "Cocok sekali perbilangan itu, Sin-tung Lo"kai, kalau puteriku telah bersikap keliru kepadamu, biarlah aku sebagai ayahnya memintakan maaf kepadamu."

   Bun Sam menjura dan Sin-tung Lo-kai menjadi bangga sekali. Thian-te Kiam-ong menjura minta maaf kepadanya. Ah, kalau saja orang-"orang kang ouw melihat akan hal ini.

   "Sudahlah, hal itu tak perlu diperbincangkan lagi. Tentang usul perjodohanmu, aku mempunyai cita cita bahwa siapa yang meminang kedua anak"ku. harus memenuhi syaratnya, yakni bertanding dulu dengan aku Bagaimana, apakah kau menerima usul ini?"

   Song Bun Sam makin bingung, Bagaimanakah kakek ini didatangi orang yang mengusulkan per"jodohan, bahkan diajak bertanding silat! Bukankah hal ini berbahaya sekali dan dapat menjadikan bibit permusuhau?

   "Kalau aku kalah, berarti bahwa yang men"jadi calon jodoh anakku adalah puteri seorang yang benar- benar gagah, jadi aku tidak ragu-ragu lagi "

   " Hm, rnaksudrnu, kalau kau kalah, kau akan menerima usul perjudoban ini?" Bun Sam minta keterangan.

   "Belum tentu begitu. Hal diterima atau tidak adalah soal belakang, tak dapat dibicarakan seka"rang. Pendeknya. rnau atau tidak kau rnemenuhi syarat itu dan bertanding melawanku?"

   "Kalau aku yang kalah?"

   "Kalau kau kalah? Aku akan menimbang-"nimbang apakah puteraku sudah cukup patut menjadi mantu seorang yang kepandaiannya lebih rendah daripadaku."

   Bun Sam menjadi bingung. ia dihadaphan pada teka-teki yang ruwet. Kalau ia menang, tentu kakek yang keras kepala ini akan sakit hati dan kalau ia kalah, kakek yang sombong ini akan memandang rendah ke padanya. Bigaimana baiknya?

   "Ayah, jangan kau sampai kalah olehnya. Kalau kau kalah, aku akan belajar lebih giat lagi agar kelak aku dapat menebus kekalahanmu Pendeknya, kita akan berusaha untuk mengalahkan Thaan-te Kiam ong pendekar yang tak terkalahkan. Tidak percuma ayah terpilih menjadi ketua Ang"sin-tung Kai-pang!" tiba-tiba Leng Li berkata dengan penuh semagat.

   Bun Sam yang amat cerdik iergerak r atinya mendengar ucapan ini. Tadi gadis itupun secara rahasia telah rnemberi nasehat padanya untuk miata mar bagi kekalahan Stauw Yang, kini kata"kata gadis itu mempuyai arti yang lebih dalam lagi. Maka ia tersenyum dan berkata,

   "Kekalahan ayah akan rnerendahkan nama kami sebagai pengurus Ang-sin-tung Kai-pang yang besar!" kata pula Leng Li dan Bun Sam menjadi lebih yakin lagi.

   "Leng Li, tutup mulutmu!" Sin tung Lo-kai yang kasar itu membentak, sedikitpun tidak tahu akan isi daripada kata-kata puterinya. "Thian-te Kiarn-ong, bagaimana jawabanmu? Sanggupkah kau?"

   "Tentu saja, sobat. Marilah kita main-main sebentar!" jawab Raja Pedang itu.

   Sin-Lung Lo-kai!du mengeluarkan tongkat merahnya yang ampuh, diputar- putar di atas kepaia sambil memasang kuda-kuda yang teguh.

   Bun Sam tahu bahwa dengan bertangan kosong, belum tentu ia akan kalah. Akan tetapi hal ini akan merupakan penghinaan terhadap tuan rumah, sedangkan ia telah mengambil keputusan untuk melakukan kebijaksanaan sehingga ia dapat memecahkan hal yang amat sulit ini.

   Dengan tenang dicabutnya pedang Kim-kong-kiam, lalu ia memasang kuda- kuda seakan-akan bersungguh"sungguh sambil berkata,

   "Sin- Lung Lo-kai, majulah..!"

   Kakek ketua pengernis itu tidak sungkan "sungkan lagi, lalu menerjang dengan tongkat me"rahnya. Bun Sam menangkis dan tak lama ke"mudian mereka bertempur dengan hebatnya- Pun Hui berdiri dengan muka pucat dan hampir ia menangis. Bagaimanakah urusan menjadi begini ruwet? Diarn-diam ia mengeluh dan menyesali nasib sendiri.

   llmu tongkat dari Sin-tung Lo-kai bukanlah ilmu tongkat biasa dan mempunyai gerakan yang amat berbahaya. Setelah bertempur beberapa belas jurus, tahulah Bun Sam bahwa kepandaian lawan"nya benar-benar tinggi, tidak jauh bedanya dengan tingkat kepandatan Tunghai Sian-jin, sungguh"pun masih kalah jauh kalau dibandingkan dengan kepandaian Lam-hai Lo- mo. Akan tetapi ia meng"imbangi kepandaian kakek ini dan tidak terlalu mendesak sehingga pertempuran berjalan dengan amat serunya.

   Ilmu Pedang Tee coan Liok-kiam-sut adalah raja ilmu pedang, rnaka tentu saja tongkat merah di tangan Sin-rung Lo-kai tidak berdaya menghadapinya.

   Hal ini semenjak tadi sudah terasa oleh Sin- tung Lo- kai yang tiada habis kagumnya menyaksikan gerakan pedang kuning emas sinar"nya itu. Namun ia rnemang pantang kalah dan terus rnendesak sambil mengeluarkan seluruh ke"pandaiannya.

   Setelah bertempur enarnpuluh jurus lebih dan pedang serta tongkat bergulung- gulung seakan-"akan menjadi satu, tiba tiba Bun Sam yang meng"hadapi gebukan tongkat pada pinggangnya, sengaja rnelumpat dan rnernberikan pahanya digebuk.

   "Buk!" Bun Sam melayang dan terhuyung-"huyurg dengan muka merah, lalu menyimpau pedangnya dan menjura,

   "Sin- tung Lo- kai, kau pantas menjadi ketua Ang- sin turg Kai pang. karena kepandaianmu benar- benar luar biasa. Aku Thian-te Kiam-ong mengaku kalah. Harap sebulan lagi kau sudi datang ke gabukku di Tit le untuk merundingkan urusan perjodohan anak ita."

   Setelah menjura sekah lagi, Bun Sam lalu rnelenggang pergi dari situ Sedikitpun ia tidak kelihatan terluka atau kesakitan, Sin-tung Lo- kai berdiri dengan tangan kanan memegang tongkat, akan tetapi tangan kirinya sejak tadi bertolak pinggang saja. Bahkan ia tidak mem"balas penghormatan Bun Sam, hanya berdiri me"mandang dengan muka berubah pucat. Di dalarn hatinya, la tunduk betul kepada jago pedang itu.

   Gebukannya tadi tidak tersangka-sangka olehnya karena kalau lawannya mau, lawannya itu masih dapat menangkis, mengapa sengaja memberikan pahanya untuk digebuk? Yang digebuk tidak apa"apa, padahal gebukannya tadi cukup keras untuk menghancurkan batu karang, sebaliknya telapak kedua tangannya terasa panas dan linu.

   Bukan itu saja, ketika lawannya itu terlempar, tiba - tiba tangan Bun Sam secepat kilat digerakkan ke arah"nya dan kakek ini merasa ada sesuatu yang terputus atau terobek pada perutnya. Ketika ia meraba, ternyata bahwa tali celananya telah putus, kena direnggut secara halus dan tidak kentara oleh raja pedang itu!.

   "Hebat, hebat......... dia benar-benar hebat...., " hanya demikian kakek itu berkata sambil menghela napas berkali- kali, lalu ia menyeret tongkatnya sambil berjalan masuk. Pun Hui berdiri bengong dan terheran heran karena melihat kakek itu ber"jalan masuk sambil tangan kirinya masih bertolak pinggang.

   Benar benar aneh sekali. Pertempuran tadi aneh. Penyelesaiannya sudah aneh dan berakhir ganjil pula. Sekarang kakek itu terjalan sambil bertolak pinggang, benar -benar ia tidak mengerti sarna sekali.

   Akan tetapi setelah kakek itu lenyap dari pandangan mata, terdengar LenG Li tertawa cekikikan, nampaknya geli hati sekali. Ketika Pun Hui menengok ke arahnya, pemuda ini lebih heran lagi.

   Leng Li tertawa tawa ditahan, akan tetapi kedua matanya mencucurkan air mata.

   "Eh. eh, adik Leng Li, ada terjadi apakah semua Aku yang sudah menjadi gila, ataukah kalian semua bersikap aneh sekall?"

   Leng Li menyusut air matanya, menahan geli hatinya dan memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata berseri.

   "Selamat, selamat, kakakku yang balk. Per"jodohanmu sudah dapat ditentukan dengan tangan."

   "Eh, apa kau gila? Kelakuan kalian benar--benar merupakan tetra- teki bagiku."

   "Yang manakah yang membikin bingung padamu? Aku bisa memberi penjelasan."

   "Pertama-tama. bagaimana dengan pertem"puran tadi? Berjalan demikian cepatnya dan tahu-
tahu Thian-te Kiam- ong pergi mengaku kalah.Benar- benarkah dia kalah?"

   "Dia memang kalah akan tetapi kekalahan yang luar biasa, karena ia sengaja mengalah. la memberi kan pahanya digebuk oleh tongkat ayah, bukan karena kalah pandai, bahkan sebaliknya, untuk membutikan bahwa kepandaiannya memang jauh lebih tingi daripada ayah. Digebuk tidak apa-apa, bahkan aku berani bertaruh tentu ayah merasa tangannya sakit sakit."

   "Hm, lihai sekali." Pun Hui memuji girang karena memang di dalam hati ia mimihak kepada ayah Siauw Yang. " Dan ke dua mengapa ayahmu berdiri saja beriolak pinggang, bahkan berjalan masuk rumah sambil bertolak pinggang Pula? Apakah itu tandanya marah marah besar?"

   Leng Li tertawa cekikikan lagi karena per"tanyaan ini membangkitkan geli hatinya yang tadi sudah di tindasnya.

   "Kasihan sekali ayah.... kau tidak tahu bahwa ia bertolak pinggang karena terpaksa."

   ''Mengapa terpaksa..?" Pun Hui makin heran.

   "Karna.... karena kalau tangannya ia lepas"kan dari pinggang.... " Leng Li tidak dapat me"lanjutkan kata- katanya karena kembali ia tertawa.

   "Kalau dilepaskan mengapa?" Pun Hui ter"kejut, mengira bahwa ayab angkatnya terluka hebat.

   "Kalau dilepaskan, celananya akan merosot ke bawah! " Leng Li memegangi perutnya menahan ketawanva. "Tali celananya telah direnggut putus oleh Thian-te Kiam-ong "

   Pun Hui menggeleng-geleng kepalanya. la tidak mengerti kelakuan orang-orang kang-ouw itu.

   "Itupun memperlihatkan bahwa Thian-te Kiam-ong sepuluh kali lebih lihai daripada ayah, hanva pendekar besar itu sengaja tidak rnau membikin malu dan sengaja mengalah. Apalagi yang kau tidak mengerti? "

   "Kau tertawa geli aku dapat mengerti sekarang. akan tetapi mengapa kau mencucurkan air mata? Biasanya tak pernah kulihat kau ter"tawa sambil menangis."

   Kernbali dua butir air mata bertitik dari mata gadis itu.

   "Aku...... aku kasihan kepada ayah dan aku.... aku girang karna soal perjodohaomu tentu akan beres."

   "Bagaimana kau bisa bilang begitu?" Pun Hui tidak mengerti bahwa kali ini gadis itu mem"bohong, bukan karena berbahagia, melainkan karena terharu. Cinta hati gadis itu terhadap Pun Hui mem"buat ia merasa perih hati mengingat bahwa pemuda ini akan menjadi jodoh orang lain.

   "Karena aku tahu akan watak ayah, la telah ditundukkan oleh Thian-te Kiam-ong, tanpa ter"singgung kehorrnatannya. Kalau Thian-te Kiam-ong merobohkan dia. kiraku akan sukar bagimu untuk berjodph dengan Song lihiap. Juga lebih sulit lagi,Akan tetapi sekarasg, Thian-te Kiam-ong telah berlaku damikian bijaksana untuk mengalah, sehingga pada luarnya ia kelihatan telah dikalahkan oleh ayah, akan tetapi diem-diam ia menundukkan hati ayah karena kelihaiannya. Aku berani pastikan bahwa sebulan lagi ayah pasti akan pergi ke Tit-le untuk meminang Song -lihiap."

   Rarnalan Leng Li ini terbukti karena sebulan lagi, benar saja Sin-tung Lo-kai rnengajak Pun Hui dan Leng Li pergi ke Tit-le rnelakukan peminangan_ Tentu saja pinangan diterirna dengan suka cita dan tak lama kemudian dilangsungkarilah pernikahan antara Tek Hoag dan Siang Cu serta Pun Hui dan Siauw Yang.

   Orang-orang kang-ouw dari seluruh penjuru dunia darang menghadiri upacara pernikahan dan semua orang bergembira ria. Juga Leng Li dapat menghibur hatinya karena berkat bantuan Pun Hui, akhirnya ia mendapat jodoh pula dengan seorang sasterawan muda kawan Pun Hui, seorang sastera"wan yang akhirnya menduduki pangkat cukup tinggi.

   Belasan tahun lewat dengan cepatnya semen"jak pernikahan itu dirayakan. Pada suatu hari yang amat meriah, karena itu adalah hari Tahun Baru.
Di mana- mana bergema ucapan -ucapan selamat!

   "Sin - chun, Kiong - hi (Salamet Han Raya Musim Semi)! "

   "Kiong- hi, kiong- hi, thiarn-hok-siu ( Selamat, Selamat, panjang usia banyak rezeki)..! "

   Di mana-mana terdengar ucapan ini, saling sambut, disertai wajah berseri, mata bercahaya, mulut terenyum. Suasananya gembira ria di setiap rumah penduduk kota Soa-couw. Bukan hanya kota ini saja, bahkan di seluruh daratan Tiongkok. Tidak, bahkan di seluruh daratan permukaan bumi. di dunia ini. di mana terdapat orang-orang Tiong"hoa yang merayakan hari raya Musim Semi atau lebih terkenal dengan hari raya Tahun Baru atau Sancia!

   Segala apa nampak berseri dan serba baru. Karena segala apa serba baru inilah kiranya yang menyebabkan Pesta Musim Semi untuk menyambut datangnya musim semi setelah musim kering yang. panjang itu berlalu, berubah sebutannva menjadi Pesta Tahun Baru.

   Segala apa serba baru dan ber"sih. Jalan-jalan sudah sejak kemarin dibersihkan orang secara bergotong-royong, selokan-selokan ber"sih. Rumah-rumah diberi warna baru, pintu-pintu dan jendela-jendela dicat, ditempeli kertas-kertas merah tanda bahagia. Huruf-huruf kertas guntingan yang melukiskau Soa-soa mereka yakni sebagian besar huruf REZEKI atau BAHAGIA memenuhi dinding dan pintu-pintu.

   Ini semua ditambah dengan hiruk-pukuk yang luar biasa. Tidak ada kegembiraan tanpa suara ribut-ribut yang lain daripada biasa terdengar se"hari-kari. Suara petasan-petesan berdar-der-dor gembira, suara tambur dan gembreng yang mengi"ringi liong dan barongsai saling bersaing dengan suara tcrompet dan tambur arak-arakan.

   Ada banyak sekali anak-anak yang berlari-larian di luar rumah, dalam pakaian dan sepatu baru, tangan membawa kue atau kembang gula atau mainan, mengikuti arak-arakan barongsai dan bong. Suara ketawa para wanita cekikikan tertahan dari balik jendela loteng di mana mereka berkum"pul menonton arak-arakan menjadi sasaran pan"dangan mata kurang ajar kagum dari anak- anak muda di bawah jendela.

   Suara para engkong (nenek) yang mendongeng di dalam rumah, dikelilingi oleh belasan, bahkan ada yang puluhan orang cucu-cucurya, mendongerg tentang cerita rakyat yang berbubungan dengan tahun baru.

   Pendeknya semua rumah nampak kegembiraan besar. Bahkan rumah tangga yang miskinpun tidak luput mcngalamt perobahan dihari-hari itu ikut-ikutan menjadi gembira ria. Betapa tidak? Sungguhpun mereka tidak mampu membeli pakaian dan sepatu baru, tidak marnpu memperbaiki atau menghias rumah, narnun pada hari itu banyak sekali orang"orang balk! Agaknya seinua orang berlomba untuk "oeraaik ban" d. hari-han pasta in.. Rumah orang"orang miskin int kebanjiran hadiah, kebanjiran antaran-antaran berupa makanan - makanan enak vang biasanya dalam mimpi sekalipun tak mereka jumpai.

   Terutama sekali, tentu saja, di rumah hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan yang banyak uangnya, kegembiraan rnenjadi- jadi. Arak wangi dan mahal berlimpah-limpah, daging tak"kan habis termakan, disertai senda gurau mereka.

   Di rumah keluarga Thio yang besar sekali itu tidak ketinggalan. Bahkan lebih meriah daripada rumah-rumah lain karena bagi keluarga Thio membuang uang bagaikan membuang pasir di hari baik itu, bukan apa apa. Seluruh rumah terhias indah. Dan pintu pekarangan depan yang terhias dengan kertas berwarna dan sutera, sampai ke taman belakang yang dihias kertas-kertas ber"warna pula, menunjukkan betapa royalnya ke"luarga ini membuang uang.

   Teng-teng besar dari kertas bergambar indah dan berharga mahal ter"gantung di segala ruangan. petasan-petasan dari pagi sampai malam, sampai pagi lagi.

   Semua penghuni rumah gembira dan merasa bahagsa. Semua?? Sayang tidak demikian adanva. Banyak sekali orang-orang yang bergembira ria ini, bahkan di balik wajah-wajah gembira itu banyak sekali terbayang kesedihan dan kedukaan yang untuk sementara waktu, agaknya untuk menghormati hari raya, ditunda dan coba dilupakan dengan senyum dan tawa.

   Bahkan ada suara tangis lapat- lapat terde"ngar dari ruangan belakang gedung tengah dan meriah dari keluarga Thio itu. Tangis ini akan terdengar sejak pagi sampai sore, kalau saja di luar tidak begitu riuh dan hiruk pikuk dengan suara petasan dan tambur-terompet-gernbreng- canang.

   Apakah yang terjadi? Siapakah yang me"nangis? Perbuatan yang benar-henar janggal dan ganjil sekali di malam tahun baru seperti itu? Keluarga Thio adalah kcluarga yang dapat disebut keluarga bangsawan, atau bekas bangsawan,karena Thio -Loya (tuan Besar Thio) adalah seorang bekas pejabat pemerintah yang bertugas me"ngumpulkan pajak.

   Selama tigapuluh tahun ia mengerjakan tugas ini dan setelah ia rnerasa terlalu tua dan mengundurkan diri, ia telah berhasil, tidak saja mengumpulkan pajak untuk negara, akan tetapi terutama sekali mengumpulkan harta benda untuk sakunya sendiri cukup banyak untuk la dapat hidup menganggur selama hidupnya secara berlimpah-limpah dan mewah-mewahan.

   Thio-loya atau nama lengkapnya Thio Kin sudah berusia limapuluh tahun lebih, akan tetapi masih terkenal sebagai seorang mata keranjang.

   Selain isterinya, yaitu Thio-hujin atau nyonya besar Thio yang hanya mempunyai seorang putera, ia masih mempunyai tiga orang bini muda yang menggembirakan hidup tuanya di rumah gedung itu Sudah tentu saja.yang tua di antara bini- bininya hanya Thio-hujin seorang sedangkan tiga orang selir ini masih muda-muda, patut menjadi anak-anaknya.

   Di samping ini, ia masih tidak malu-malu dan tidak segan-segan untuk meng"ganggu pelayan pelayan wanita muda yang ada belasan orang bekerja di dalam rumahnya, pelayan - "pelayan muda yang boleh dibilang "miliknya" karena mereka ini dapat ia "beli" dari tengkulak-"tengkulak manusia, Juga Thio- loya masih tidak segan-segan untuk mengunjungi "rumah-rumah bunga" di kota Soa-couw hal- hal macam ini agak janggal terdengarnya bagi kita, akan tetapi di jaman Thio Kin hidup, hal seperti ini adalah biasa saja, sudah jamak.

   Bahkan Thio Kin terhi"tung masih "alim" kalau diban dingkan dengan hampir semua hartawan dan bangsawan yang rata-"rata memiliki selir-selir lebih dari sepuluh orang.

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kacang".tidak meninggalkan lanjaran" demi"kian bunyi pepatah kuno yang diartikan bahwa perangai sang anak tidak jauh daripada perangai bapaknya. Maka tidak mengherankan apabila pute"ra tunggal Thio Kin yang bernama Thio Sui, juga terkenal sabagat seorang pemuda lacur.

   Thio Sui memiliki wajah seperti ibunya, maka ia tampan sekali. Mukanya bulat dan kulitnya halus putih. bentuk muka lembut seperti wanita. Akan tetapi sayang hatinya tidak selernbut ibunya, melainkan sekeras dan semata keranjang ayahnya. Karena itu, di dalam rumah ia seakan-akan merupakan "saingan" dari ayahnya sendiri, karena Thio Sui juga tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda para pelayan yang cantik bersih.

   Dan diam-diam pemuda inipun mengadakan perhubungan rahasia dengan dua orang ibu tirinya atau selir-selir ayah"nya yang usianya sebaya atau lebih tua sedikit daripadanya.
Tentu saja hal ini tidak diketahui oleh ayahnya.

   Pada suatu hari, Thio-hujin membeli seorang gadis pelayan dari seorang tengkulak manusia yang biasa menawarkan dagangannya yang istimewa di gedung gedung hartawan besar. Gadis itu pakaian nya compang camping seperti pengemis. Dia ini adalah seorang pengungsi dari dekat Lembah Su"ngai Kuning yang kembali mengamuk, memusnah-kan banyak kampung berikut rumah-rumah dan penghuninya, termasuk keluarga gadis she Liu ini.

   Gadis berusia empatbelas tahun ini terlunta lunta seperti seorang pengemis Ayah bundanya telah hanyut bersama gubuk mcreka. menjadi manga iblis-iblis Sungai Kuning yang ganas.

   Baiknya Kui Lian, demikian nama gadis mi. semenjdk kecil biasa berenang di pmggir Sungai Huang Ho, maka ketika banjir mengamuk kampungnya, ia berhasil menyelamatkan diri. Akan tetapi segera menyesali nasibnya mengapa ia tidak ikut hanyut dan tewas saja bersama ayah bunda dan rumahnya karena hidup seorang diri berarti neraka baginya.

   la ter"lunta- lunta, wajahnya yang manis tertutup air mata campur debu, sehingga tidak menarik perhatian orang-orang jahat.

   Akhirnya ia terjatuh ke dalam tangan seorang tengkulak manusia yang pada masa itu banyak sekali berkeliaran dt Tiongkok. Tengkulak manusia ini memberinya makan dan dengan bujukan-"bujukan manis akhirnya berhasil membawanya ke Soa couw dan menjualnya kepada keluarga Thin untuk duapuluh lima tael perak!.

   Nasib baik menimpa diri Kui Lian. Baik-nya ia terjatuh ke dalam tangan Thio-hujin yang berhati mulia, kalau terjatuh ke tangan keluarga lain, mungkin sebentar saja hidupnya akan rusak, bigaikan setangkai bunga, dipetik dipuja sampai layu lalu dibuang begitu saja, diinjak-injak.
Thio - hujin merasa kasihan dan sayang kepada gadis pantai yang jujur ini, dan diambilnya gadis itu sebagai pelayan. Dalam waktu satu tahun saja tinggal di gedung keluarga Thio, Kui Lian nampak segar, sehat dan kecantikannya yang dulu timbul bahkan lebih bersei.

   Ia telah menjadi seoraug gadis berusia limabelas tahun yang cantik dan menggairahkan, terutama menarik hati Thio-loya. bandit tua yang paling suka akan daun-daun muda itu. Akan tetapi oleh karena Thio hujin sudah maklum akan gerak-gerik suaminya, tahu pula akan penyakit lama suaminya, maka Thio hujin yang sebetulnya sayang dan kasihan kepada Kui Lian, telah memperingatkan Kui Lan akan bahaya itu dan berusaha sedapat mungkin agar pelayan muda ini jarang berpisah dan dekat"nya.

   Inilah sebabnya mengapa sebegitu jauh belum juga Thio-loya tercapai idam-idamannya, yakni menjadikan pelayan baru ini sebagai korbannya pula.

   Akan tetapi, pada jaman seperti itu, bagai"mana mungkin bicara tentang nasib baik seorang pelayan? Pelayan-pelayan seperti Kui Lian tuada bedanya dengan binatang peliharaan, nasibnya berada di tangan majikan-majikannya, bahkan mati hidupnya boleh di bilang berada dalarn kekuasaan mereka yang memberinya rnakan sehari-hari. Bagai"mana dapat disebut bernasib baik bagi orang-orang yang berhak hidup namun tidak berhak menentu"kan nasib sendiri?

   Biarpun bahaya yang datang dari pihak Thio "loya untuk sementara dapat diberdung berkat ke"bijaksanaan dan kernuliaan hati nyonya besar, namun datang bahaya lain yang lebih berbahaya. Yaitu godaan dari Thio- kongcu (tuan muda Thio) sendiri.

   Godaan ini jauh lebih berbahaya kalau dibandingkan dengan niat buruk Thio-loya, karena sebagai seorang gadis muda yang cantik tentu saja Kui Lian sama sekall tidak ada hati untuk melayani kehendak majikan tuanya.

   Akan tempi dengan Thio Sui lain lagi soalnya. Thio Sui adalah seorang pemuda yang tampan dan ganteng, sikapitya halus. bicaranya manis, bujukannya merayu kalbu Apalagi bagi Kui Lian, Tho Sui adalah majikan mudanya, masih jejaka lagi.
Kui Lian hanya seorang gadis dusun yang bodoh. Tak mungkin Ia dapat membaca isi hati orang. Dianggapnya cinta kasih Thio Sui itu dari mulut terus ke hati. Dianggapnya sumpah dan janji pemuda itu jujur dan setulusnya. la jatuh menghadapi bujukan Thio Sui dan sepasang orang muda itu membuat perhubungan di luar tahu siapapun juga, kecuali mereka sendiri dan para dewata yang setiap hari dimintai berkah oteh Kui Lian agar supaya melindungi dia dan kekasirmya.

   Dewata agaknya meluluskan permintaannya, buktinya sampai berbulan-bulan perhubungan me"reka berlangsung dengan lancar dan selarnat tidak mendapat gangguan siapapun juga. Demikian anggapan Kui Lian. Dia terlalu bodoh untuk mengerti bahwa hal hal yang demikian tak mungkin dilakukan orang tanpa diketahui akhirnya oleh orang-orang lain. Para penghuni rumah itu tahu belaka, bahkan Thio-hujin sendiri juga sudah tahu.
- 52
Namun mereka ini hanya menarik napas panjang, bahkan ada yang sambil terkelah- kekeh mem"bicarakan perhubungan ini di belakang Kui Lian atau Thio Sui orang satu-satunya yang tidak tahu hanya Thio-loya sendiri. Hal ini adalah karena Thio hujin yang amat memanjakan putera"nya memesan kepada semua isi rumah agar jangan membocorkan rahasia orang-orang muda itu.

   Segalanya akan berjalan balik dan tidak ada perubahan kalau saja tidak terjadi perubahan dalam diri Kui Lian sendiri ia mulai rnerasa pusing- pusing dan badannya tidak enak juga ma"las. Akhirnya ia tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya Dengan hati kcbat kebit ia menyampaikan hal ini kepada
(Lanjut ke Jilid 52)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 52
kekasshnya. Thio Sui menjadi kaget setengah mati dan bingung. Terpaksa ia mengeluarkan isi hati kekhawatirannya di depan ibunya.

   Biarpun memiliki bati yang lembut dan budiman, Thio hujin hanya seorang wanita Kepala rumah tangga yang jalan pikirannya dipengaruhi seluruhnya oleh hukum hukum tradisi. Mendengar penuturan putera tunggalnya, ia hampir pingsan.

   "Perempuan hina dina itu berani sekali menggoda hatimu? Berani betul dia mempunyai kandungan darimu? Celaka, hal ini akan menghancurkan nama baik kita, akan mencemarkan nama baik seluruh keluarga Thio yang dihormati orang karena semenjak nenek moyang kita dahulu tidak pernah melakukan hal-hal yang remeh.

   Sekarang kau putera tunggal keluarga Thio akan menjadi ayah dari anak seorang pelayan belian yang tidak diselir secara sah! Ah, Thio Sui, ke mana kita akan menyembunyikan muka kita?"

   "Ibu,tidak ada lain jalan lagi kita harus mencarikan seorang suami untuknya. Kalau kita beri sedikit uang modal, kiranya banyak laki-laki dari luar yang suka mengambil Kui Lian sebagai isteri-nya, dia masih muda lagi. tidak buruk mukanya," kata pemuda yang pengecut dan hati ini.

   Setelah menghadapi akibat daripada perbuat"annya, ia bukan melindungi Kui Lian, bahkan hendak mencuci tangan!

   "Bodoh, apa kau kira semua pelayan tidak tahu akan keadaan Kul Lian? Pula, suaminya juga akan tahu bahwa dia sudah mengandung, apakah dia takkan menjual hal ini murah di luaran? "

   Ibu dan anak ini bicara kasak kusuk dan akhirnya mereka menemukan julan terbaik. Tiada jalan lain kecuali menimpakan segala kesalahan ke pundak seorang pelayan pria!

   Demikianlah, pada malaman tahun baru itu, tiba-tiba Gan Keng Ki dipanggil majikannya. Pelayan yang usianya baru duapuluh lima tahun ini dengan wajah berseri dan hati gembira datang menghadap di ruang tengah, mengira akan mendapat hadiah Tahun Baru.

   Akan tetapi alangkah herannya ketlka berlutut di depan kursi Thio-loya, ia melihat wajah majikannya ini muram dan marah, sedangkan Thio-hujin, Thio-kongcu dan para selir duduk di situ tak bergerak seperti patung. Suasana demikian tegang dan dingin, sama sekali membayang kan kegembiran Tahun Baru.

   Ada apakah? Hati Hati Keng Ki mulai berdebar-debar tak enak.Apalagi ketika ia melihat Kui Lian yang terisak isak sambil menutupi mukanya, duduk berlutut di sudut ruangan. Sudah lama Keng Ki menaruh hati kepada pelayan muda ini, akan tetapi segera mengusir perasaannya karena di ha"dapannya duduk Thio-kongcu.la nnaklum bahwa tak mungkin ia dapat bersaing dengan majikan mudanya.

   "Keng Ki, hayo akui semua dosamu agar hukumannya agak ringan!" Thio-loya mendamprat dengan bentakan marah. Memang hartawan tua ini marah sekali ketika mendengar bahwa Kui Lian telah mengandung karena perhubungannya dengan seorang bujang, yaitu Gan Keng Ki, orang ke"percayaannya.

   Gila betul! Sudah lama ia merindu"kan bunga cantik yang tumbuh di dalam tamannya. Sebelum ia berhasil memetiknya, eh, tahu-tahu sudah didahului oleh bujangnya. Siapa takkan marah?
Di lain pihak Keng Ki menjadi bingung dan melongo. Kemudian setelah memeras otak mengingat-ingat kesalahan apa gerangan yang telah ia lakukan, ia mengangguk-anggukkan kepalanya sam"pai menyentuh lantai dan menjawab,

   "Hamba Gan Keng Ki menghaturkan Sin-chun Kionghi, hamba akan bersembahyang siang malam dengan doa semoga Thio-loya diberkahi usia panjang sampai ratusan tahun, rezeki ber"tarnbah sampai kekurangan tempat untuk menampung dan........"

   "Tutup mulut!" bentak Thio - loya marah sekali. Dalam keadaan biasa, ucapan selamat dari pelayannya ini akan memancing keluar uang hadiah, akan tetapi sekarang sebaliknya, disang ka sebagai sindiran dan ejekan. Sebaliknya, Keng Ki men"jadi pucat. Tadinya ia mengira bahwa karena ia terlambat mengucapkan selamat, ia dianggap ber"salah dan tidak tahu adat, maka ia tadi buru- buru menghaturkan selamat. Tak tahunya malah diben"tak marah.

   "Anjing betinanya sudah mengaku. apa kau anjing jantannya masih berpura-pura lagi? Kau ber main gila di belakangku dengan Kui Lian, sampai gadis itu mengandung. Tahukah kau apa artinya dosa itu? Kau telah mengotori rumahku, telah mendatangkan kesialan,telah mencemarkan nama baik kami, telah...... telah...... " Saking marah dan kecewanya melihat kembang idamannya diserobot orang, Thio loya tak dapat mengeluarkan kata-kata lagi, hanya tangarnya menuding-"nuding ke kanan ke kiri menyuruh pelayan-pelayan menangkap dan memberi hukurnan kepada Keng Ki.

   "Tigapuluh kali cambukan!" akhirnya ia da"pat juga membentak dengan perintahnya setelah melihat Keng Ki dipaksa oleh delapan buah tangan untuk rebah telungkup di depan majikannya yang sedang marah-marah.

   Segera terdengar suara suara aneh di malam-an Tahun Baru itu. Suara cambuk-cambuk meng"hantam-hantam punggung disusul oleh rintihan memilukan juga tangis perlahan dari Kui Lian tak pernah berhenti. Semerjak pagi tadi menerima tuduhan yang bukan-bukan, Kui Lian terus me - nangis. Thio-hujin dengan ganasnya menuduh ia nelakukan perhubungan dengan Gan Keng Ki! Apa yang ia harus jawab? Tentu saja sampai mati ia tidak berani mengaku bahwa yang menjadi ayah dari kandunganeya adalah Thio-kongcu! Selain hal ini takkan dapat diterima oleh keluarga Thio, juga akan membuat majikan-majikannya menjadi makin marah saja. Kui Lian hanya mengharapkan campur tangan kekasihnya, mengharapkan perlindungan, pembelaan dan perto longan Thio Sui. Akan tetapi, alangkah perih hatinya ketika ia melihhat pemuda itu memandang acuh tak acuh, se"akan-akan dia orang yang paling bersih di dunia.

   

Pedang Naga Kemala Eps 32 Pemberontakan Taipeng Eps 2 Pedang Naga Kemala Eps 13

Cari Blog Ini