Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 45


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 45




   Menghadapi wanita ini, ia merasa seakan-akan dilucuti senjatanya, seakan akan hilang ke-kuasaan nya. Wanita ini bersikap demikian ramah, demikian wajar sehingga ia merasa malu sendiri menga pa ia tadi terburu nafsu memakinya sil man. Padahal, seperti dikatakan oleh wanita ini, urusan yang terjadi tadi tentu ada latar belakangnya dan ia belum tahu apa latar belakang itu dan si apa pula gerangan yang bersalah.

   "Thian-te Kiam-ong adalah mendiang kakekku. Apakah....... suthai sudah mengenalaya?"

   Ia merasa tak enak dan kaku sekali menyebut suthai kepada wanita ini. Akan tetapi kalau tidak me-nyebat suthai, habis menyebut apa lagi? Memang wajah secantik itu tidak patut menjadi wajah se"orang pertapa wanita, akan tetapi mengapa pakaiannya serba putih dan kerudung kepalanya serta kebutannya seperti yang biasa di pakai oleh para tokouw?

   Melihat keraguan pemuda itu, Kui Lian tertawa geli.

   "Siangkong, kau tak perlu menyebut suthai, karena aku memang bukan pendeta, hanya karena aku murid pendeta maka aku meniru niru pakaian guruku. Aku seorang wanita biasa saja. Tentu saja aku sudah mengenal kakekmu yang sakti itu. Menyesal sekali aku tidak mendengar bahwa ia telah meninggal dunia. Ahh, kiranya kita ini masih terhitung orang segolongan. Di antara orang segolongan biarlah aku tidak menyimpan nyimpan rahasia lagi Siangkong, harap kau menyimpan dulu Kim-kong-kiam itu dan marilah kita saling berkenalan sebelum kita bicara lebih lanjut Ataukah..... barangkali cucu dari Thian-tc Kiam-ong merasa diri terlalu tinggi uutuk berkenalan dengan seorang hina dan bodoh seperti aku? ".

   Memang Kui Lian pandai sekali bicara dan dalam hal ini Kong Hwat hanya seorang pemuda hijau yang belum banyak pengalaman. Sekaligus pemuda itu menyerah dan dengan malu-malu ia menyarungkan pedangnya samibil berkata,

   "Ah, bagaimana kau bisa bilang begitu? Biarpun aku cucu Thian te Kiam-ong, apa sih anehnya dan apa bedanya dengan orang lain? Tentu saja aku tidak keberatan uatuk berkenalan dengan....
nona. Aku bernama Liem Kong Hwat dan tinggal di Liok-can," kata Kong Hwat sambil menjura.

   "Oh, kalau begitu seorang cu cu luar dari Thian te Kiam-ong Song Bun Sam?'' tanya Kui Lian sambil menatap wajah yang makin lama makin ganteng dalam pemandanganaya itu.

   "Betul. Ibuku adalah anak dari Thian te Kiam-ong. Ayahku she Liem, tadinya seorang siucai."

   Buru-buru Kui Lian memberi hormat sambil tertawa, memperlihatkan deretan gigi yang teratur rapi dan putih bersih.

   "Ahh, kiranya aku berhadapan dengan se"orang bun-bu enghiong (orang gagah ahli silat dan sastera) Maaf, maaf. Aku telah berlaku kurang hormat."

   "Sudahlah, nona. Mengapa banyak aungkan dan merendahkan diri? Kau membikin aku merasa malu saja. Tidak tahu siapkah nona yang gagah dan siapa pula gurumu?"

   Dengan suara dibikin merdu dan halus, Kui Lian menjawab, "Namaku Cia Kui Lian, seorang yatim piatu yang sejak kccil ikut suhuku. Guruku itu adalah Koai Thian Cu, seorang tokoh dari selatan dan kenal baik dengan Thian-te Kiam-ong."

   Tentu saja Kong Hwat belum pernah mendengar nama Koai Thian Cu yang memang jarang muncul di dunia kang ouw.

   Akan tetapi ia merasa malu kalau mengaku belum kenal, dan pula memang ia merasa bahwa ia belum luas perbubungannya di dunia kang-ouw, maka ia hanya berkata,

   "Ah, kiranya murid dari seorang guru besar yang tcrkenal. Nona, setel ah kita berkenalan, harap kau suka menceritakan tentang peristiwa keributan tadi."

   "Apakah tidak baik kita bicara sambil melanjutkan perialanan?" tanya Kui Lian.

   Kong Hwat menyetujui dan berjalanlah dua orang muda itu berdampingan seperti dua orang kenalan lama. Dengan secara licin sekali Kui Lian telah dapat merobah suasana. Kalau tadinya Kong Hwat hendak mengejar dan menangkap "siluman" adalah sekarang pemuda itu berjalan berdampingan secara akrab dan mesra dengan "siluman" itu sendiri! Bercakap cakap dalam suasana persahabatan.

   "Liem siangkong, sebelum aku menceritakan tentang peristiwa tadi,aku ingin bertanya apakah kau pernah merasa dibikin sakit hati orang?"

   Partanyaan ini hanya untuk mengambil hati dan tidak disengaja oleh Kui Lian, akan tetapi secara tepat sekali telah menancap di ulu haii pe"muda itu yang teringat akan sakit hatinya terhadap keluarga Song!

   "Tentu saja pernah!" jawabnya.

   "Lata apa yang hcndak kaulakukan terhadap orang yang membikm kau sakit hati itu?" Kui Lian kembali memancing, girang bahwa pemuda inipun hanya punya musuh sehingga mudah bagi-nya untuk menarik pemuda ini sebagai kawan dan mengambil hatinya.

   Kong Hwat masih terlalu muda untuk dapat melihat betapa dengan amat cerdik keadaan kem"bali dibalikkan oleh wanita itu. Kalau tadinya dia yang mengejar dan hendak menyelidik, sekarang bahkan wanita cantik itu yang selalu bertanya dan dia yang menjawab! Dia sama sekali tidak merasa akan hal ini, sambil meggerutkan kening ia menjawab,

   "Apa yang hendak aku lakukan? Tentu saja membalas hinaan orang kalau saja aku mampu. Sayang kepandaianku masih terlampau rendah."

   Kui Lian kaget. Pemuda ini adalah cucu Thian te Kiam.ong dan dapat d duga bahwa kepandaian nya tentu tinggi sekali. Akan tetapi mengapa pemuda ini agaknya berputus asa dan tidak berdaya menghadapi musuhnya? Alangkah liheinya musuh itu gerangan! Biarpun hatinya ingin sekali tahu, namun Kui Lian tidak mau mendesak, tahu betul bahwa terlalu mendesak hanya akan menimbul kan kecurigaan pemuda ganteng yang sudah rnemasuki perangkapnya ini.

   "Demikiaa pula aku, siangkong. KetahuiJah, bahwa peristiwa yang terjadi di kota raja tadi, memang kuakui bahwa itu adalah perbuatanku. Memang aku sengaja menyerang dan mengbina sepasang pengantin. Akan tetapi perbuatanku itu-pun hanya sekedar membalas dendam yang seperti lautan dalam nya."

   Kong Hwat mengangguk-angguk, pcnuh kepercayaan, Makin lama ia makin tertarik kcpada Kui Lian dan dianggapnya bahwa seorang gadis seperti ini tak mungkm jahat! Memang kecantikan yang sudah menggilakan hati orang dapat membuat orang itu mcnjadi orang sebodoh bodohnya dan dapat membuat matanya buta, pikiran sempit, dan pertimbangannya patah!.

   "Nona Kui Lian, kalau boleh aku mengetahui sakit hati apakah yang kau dendam terhadap mereka? ".

   Mendengar pertanyaan ini tiba-tiba Kui Lian menangis tersedu-sedu Air matanya mengucur deras melalui celah-celah jari tangan yang dipakai menutupi mukanya dan tubuhnya bergoyang-goyang sambil dari mututnya keluar isak-isak tertahan. Menghadapi senjata ampuh kaum wanita ini, Kong Hwat terperosok makin dalam!

   "Nona, tenanglah dan jangan berduka. Kalau sakit hatimu belum terbalas seluruhnya, dengan adanya aku di sini, aku siap sedia untuk membantumu! "

   Kata-kata ini sama sekali bukan kata-kata seorang pendekar gagah perkasa yang bijaksana lagi, melainkan kata-kata seorang pemuda yang sudah mulai tergila-gila sehingga berani menyatakan siap melakukan apa saja untuk si dia tanpa dipertimbangkan apakah perbuatan itu salah ataukah benar.

   Kui Lian menghentikan tangisnya, masih terisak isak, lalu memperlihatkan kerling mata yang penuh pernyataan terima kasih yang besar sekali sehingga Kong Hwat mcnjadi terharu dibuatnya.

   "Liem-siangkong! ternyata olehku bahwa Thian masih menaruh kasihan kepada diriku yang sebatangkara sehingga hari ini aku bertemu dengan kau yang begini gagah dan berbudi mulia. Biarpun musuhku itu telah kubalas dan aku sudah puast ramun tetap saja aku menghaturkan banyak terima kasih atas budimu yang mulia." Tiba-tiba Kui Lian menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda itu dengan sikap dan gerakan yang lemah gemulai dan memikat!. Kong Hwat tersipu-sipu melangkah mundur.

   (Lanjut ke Jilid 56)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 56
"Ah, nona Cia Kui Lian, jangan begitu......jangan kau merendahkan diri seperti ini. Aku belum ber-buat apa-apa untuk menolongmu" Kong Hwat benar benar terharu dan bingung.

   Akan tetapi Kui Lian tetap tidak mau bangkit.

   "Kau seorang berhati mulia dan aku amat berterima-kasih telah bertemu dengan orang sebaik engkau. siangkong. Biarkanlah aku berlutut delapan kali di depan kakimu........."

   "Janganl Jangan, nona. Kau bangtunlah! "

   "Aku tidak akan bangun kalau bukan kau yang membangunkan aku, siangkong. Dengan begitu baru percaya bahwa aku tidak seharusnya berlutut di depan mu"

   Terpaksa Kong Hwat melangkah maju, memegang kedua pundak wanita itu dan menariknya berdiri, Hatinya berdebar tidak karuan ketika jari~ jari tangannya menyentuh pundak yang lunak halus dan hangat. Selama hidupnya belum pernah Kong Hwat bersentuhan dengan wanita, bahkan dergan Bi Hui yang di cintainya juga hanya saling tukar pandang dan menyatakan isi hati dengan sinar mata dan senyum saja. Apalagi ketika ia sudah menarik Kui Lian berdiri, wanita iyu lalu menangis dan menjatuhkan kepala di dadanya, Kong Hwat merasa pening dan pandang matanya berputar-puitr!.

   Akan tetapi di dalam keadaan aneh ini ia merasai suatu kenikmatan hati yang sukar dilukiskan.Bau sedap harum yaeg keluar dari rambut kepala Kui Lian membuatnya sukar bernapas Hatinya ingin sekali untuk mendekap kepala itu, untuk memeluk tubuh wanita itu yang menyardarkan kepala ke dadanya, akan tetapi rasa malu mencegahnya. Dan ia khawatir kalau- kalau ada orang melihat keadaan mereka seperti itu, karena ia berada di jalan raya.

   "Nona, jangan begitu, nanti orang melihat kita........"

   Kui Lian menjatuhkan dirinya, lalu memandang Dua pasang mata bcrtemu dan Kui Lian yang menundukkan muka dengan sepasang pipi kemerahan. Cantik dan manis sekali.

   "Maafkan, Liem-siangkong. Karena terlalu bersedih aku sampai lupa diri Ketahuilah bahwa pengantin laki-laki itu adalah seorang she Thio yang sebetulnya semenjak kecil sudah ditunangkan dengan aku. Aku mau bersumpah bahwa aku sama sekali tidak cinta dan tidak suka padanya, akan tetapi karena dia memutuskan pertunangan begitu saja, hal ini berarti hancurnya hiduhku Aku telah menjadi janda sebelum menikah. Pula, ia telah menghina orang tuaku yang miskin sehingga ayah dan ibu sampai membunuh diri saking malu dan ber"duka. Coba kau pikir, apakah sakit hati dan penghinaan ini tidak hebat? Aku lalu belajar ilmu dan hari ini berhasil aku rnembalas dedam. Aku tidak tega membunuh, hanya membikin jahanam itu kehilangan ingatannya "

   Mendengar ini, Kong Hwat bernapas lega. Tadinya ia memang merasa kecewa dan khawatir sekali kalau-kalau gadis ini melakukan perbuatan kejam untuk merampok atau bagaimana. Cepat ia mengangkat tangan memberi hormat.

   "Maafkan, Cia-lihiap, maafkan aku banyak-banyak. Sebarusnya aku membantumu memberi hajaran kepada pemuda Thio yang jahanam itu, akan tetapi sebaliknya, aku malah mengejar-ngejarmu dan menganggapmu seorang penjahat.Sungguh aku bermata namun tak pandai melihat "

   "Ah, jangan bilang begitu, Liem-siangkong. setelah kita menjadi sababat baik, mengapa me-ngeluarkan ucapan sungkan? Bukankah kita sudah menjadi sahabat? Tentu saja "kalau kau sudi menganggap aku sebagai sahabat........."

   "Tentu saja. Aku merasa amat terhormat dan beruntung sekali bisa berjumpa dengan kau, apa-lagi dapat menjadi sahabatrnu."

   "Bagus!" Wajah Kui Lian berseri-siri. "Kalau begitu, tak perlu lagi kita saling merasa sungkan dan menggunakan sebutan seperti orang-orang asing. Berapakah usiamu?"

   "Duapuluh tahun."

   "Luar biasal Akupun duapuluh. Kalau begitu kita terlahir dalam tahun yang sama, tapi karena kau laki-laki biarlah aku menycbutmu koko saja dan kau boleh menyebutku moi-moi. Bukankah sebutan ini lebih sedap didengar dan menandakan bahwa kita benar menjadi sahabat baik lahir batin?"

   Wajah Kong Hwat menjadi merah sekali, heran mengapa gadis ini demikian ramah dan lancar, sedangkan dia yang mendengar saja merasa jengah. Akan tetapi tak dapat di sangkal pula bahwa hatinya berdebar aneh dan girang mendengar kata-kata - Kui Lian

   "Baiklah....... Lian-moi. Aku memang tidak mempunyai adik perempuan........"

   Kui Lian cemberut. "Aku bukan adikmu Hwat-ko, Aku adalah sahabat baik-nu, sahabat setia dan biasanya sahabat lebih baik dan dekat hubungannya daripada hanya seorang adik!"

   Kong Hwit tertawa. tidak dapat melihat sindiran yang genit dalam ucapan itu. Maklum, dia masih muda dan belum ada pengalaman.

   "Sesukamulah, moi-moi."

   "Hwat-ko, setelah kita mcnjadi sahabat baik kurasa tidak ada rahasia lagi di antara kita. Tadi sudah kuceritakan kepadamu bahwa aku adalah seorang janda kembang, sungguhpun aku belum pernah menikah dan hanya menjadi tunangan semenjak bayi dengan jahanam Thio itu. Maka perlu kiranya aku mengetahui apakah kau sudah mempunyai isten ataukah seorang tunangan?"

   Kong Hwat menggelengkan kepala. "Aku belum beristeri, tentang tunangan......juga belum."

   "Kekasih? Sudah adakah?" tanya Kui Lian berani.

   Wajah Kong Hwat merah sekali. Teringat ia akan Bi Hui dan teringat pula ia akan hinaan yang ia derita di rumah Bi Hui di Title itu. la tidak menjawab hanya menggelengkan kepala sam"bil menundukkan mukanya. Sepasang alisnya yang tebal itu berkcrut dan wajahnya menjadi muram.

   Kui Lian melangkah maju dan memegang tangan kanannya. Satu perbuatan yang amat berani dan menantang. Kong Hwat merasa betapa kutit tangan yang halus hangat meremas tangannya. la kaget dan heran, juga bingung tak tahu harus bagaimana, hanya memandang kepada Kui Lian dengan mata bingung dan jengah.

   " Koko aku........ kasihan melihatmu. Kau menyimpan rahasia yang menyedihkan hatimu, ini aku tahu pasti. Tadinya kau bilang sudah pernah dihina orang, dan kiranya hinaan itu ada hubung-annya dengan kisah cintamu. Bukankah begitu? " la meremas jari-jari tangan Kong Hwat sambil memandang dengan tajam dan mesra.

   "Koko-ku yang baik setelah kita bertemu dan merasa saling cocok, mengapa kau menyimpan rahasia lagi? Percayalah, scperti juga kesanggupanmu, batapapun pandainya dia, aku akan mempertaruhkan nyawaku yang tak berguna untuk mcmbelamu!"

   Kali ini Kong Hwat benar kaget. Debar jantungnya makin mengeras. Bagaimana dara itu sampai demikian mati-matian hendak membelanya? Berani mempertaruhkan nyawa? Ah,jawaban utk ini hanya satu. Cinta! Gadis manis ini mencintai-nya! la memandang dan kembali untuk kesekian kalinya, dua pasang mata memandang. Setiap kali bertemu pandang, makin eratlah cengkeraman

   pengaruh ilmu sihir yang memancar dari sepasang mata Kui Lian dan makin robohlah pertahanan batin Kong Hwat. Pemuda itu memegang tangan Kui Lian erat erat.

   "Ah, adikku yang baik, adikku yang manis. Kau benar-benar baik hati sekali. Dalam keadaan pu tus asa dan terhina, aku bertemu dengan seorang seperti engkau, benar benar hatiku terhibur. Sam pai mati aku takkan melupakan budimu ini, Lian-moi. Akan tetapi kau tidak tahu, orang yang meng hinaku itu sepuluh kali lebih pandai daripada aku."

   "Ceritakanlah, siapa dia dan bagaimana dia menghinamu?" Kui Lian mendesak,

   "Dia itu adalah bibiku sendiri, isteri dari pamanku. Kakekku Thian te Kiam-ong mempunyai dua orang anak, yang laki-laki benama Song Tek Hong yaitu pamanku dan yang perempuan adalah Song Siauw Yang ibuku. Paman Song Tek Hong mempunyai seorang anak perempuan bernama Song Bi Hui. Belum lama ini aku dan ayah bundaku berkunjung ke Tit le untuk membantu merawat koag kong sampai datang kematiannya. Pada malam hari......... ketika aku sedang bercakap-cakap dengan....... Bi Hui, muncul isteri pamanku itu yang dalam hal ilmu silat kiranya tidak kalah oleh ibuku sendiri. Dan di situlah aku menerima tamparan dan hinaan " Kong Gwan rnenutupi mukanya dan menggigit bibirnya,

   Jari-jari tangan yang halus merenggat tangan-nya itu dan sepasarg mata yang bening dan ber-
sinar aneh mcnataprya, memaksanya menyambut pandang mata itu.

   "Koko, kau........ kau mcncinta Song Bi Bui adik misanmu itu, bukan?"

   Kong Hwat merasa sukar menjawabnya, "Dulu....... memang begnitu........"

   "Akan tetapi sekarng tidak lagi, bukan? Sekerarg kau tidak mencintainya lagi setelah kau bertemu dcngan aku? Bukankah begitu?"

   Kong Hwat memandarg gadis itu dengan mata terbuka lebar lebar. la sudah jatuh betul-betul di bawah pengaruh sihir.

   "Heran sekali, bagaimana kau bisa tahu begitu tepat? Memang...... bctul begitu, Lian-moi."

   "Kau sekarang benci dia......, dan kau......, kau mencintai aku, betul?"

   Kong Hwat mengangguk. "Lian-moi, bagaimana kau bisa tahu dan bagaimana kau berani menyatakan ini? Biasanya seorang gadis akan malu-malu bicara tentang ini...."

   Kui Lian tersenyum lalu memeluk pundak pemuda itu dan menyandarkan kepala nya di dadanya.

   "Koko-ku yang baik, pujaan hatiku yang kucinta. Aku memang seorang yang suka berterus-terang. suka bicara aecara langsung. Begitu aku melhatmu hatiku sudah jatuh. Aku cinta kepada-mu dan badan serta nyawaku kusediakan untuk membelamut untuk membahagiakanmu. Ketika tangan kita bersentuh, jari-jarimu gemetar, maka aku memduga bahwa kaupun suka kepadaku. Koko, jangan kau ragu-ragu, mari kita pergi ke rumah orang yang menghinamu itu dan aku akan membantumu membalaskan dendam ini!"

   Kong Hwat memeluk tubuh Kui Lian, tanpa malu-malu lagi. Setelah mendengar pengakuan Kui Lian, ia merasa berbahagta sekali dan rnenganggap babwa gadis ini patut menjadi calon jodobnya.

   Patut menjadi pengganti Bi Hui. Gadis ini tidak kalah oleh Bi Hui! Bukankah ibunya bilang bahwa dia harus mendapatksn seorang isteri yang melebihi Bi Hui?.

   Akan tetapi ajakan Kui Lian untuk membalas dendam, kcmbali mendukakan batinya.

   "Moi-moi yang tercinta, kau tidak tahu. Apa kaukira mereka itu orang-orang biasa saja? Paman Tek Hong adalah putera koug-kong Thian-te Kiam-ong, kepandaiannya tinggi sekali, lebih imggi daripada ibuku. Dan kepandaian isterinya juga bukan main tingginya, lagi pula isterinya itu ganas dan galak. Belum lagi ada Bi Hiu di sana yang kepandaiannya kiranya tidak kalah olehku. Bagai mana aku dapat menghadapi tiga orang itu?"

   "Koko, bukankah kau juga sudah mempclajari ilmu pedang warisan Thian-te Kiam ong,7 Bukti-nya Kim-kong-kiam ada padarnu. Bukankah kau cucu laki-laki tunggal dan kau yang menjadi ahli waris?"

   Kong Hwat mencabut pedangnya dan melemparkannya ke tanah dengan wajab kesal dan sebal.

   "Kau bilang Kim-kong- kiam? Sungguh lucu Inilah celakanya, Aku sudah membanting tulang dan selalu mendekati kakek sebelum meninggal, akan tetapi orang tua yang aneh itu tidak meninggalkan apa -apa kepadaku melainkan pedang palsu ini! "

   "Palsu?" Kui Lian cepat mengambil pedang itu dari atas tanah dan terlihatlah olehnya ujung pedang itu patah dan nampak bahwa warna kuning hanya sepuhan dari luar saja.

   "Kalau iai palsu, habis yang aselinya di mana?"

   "Itulah yang menyebabkan sakit hati. Tak seorangpun tahu di mana pedang yang tulenv karena kong-kong tidak meninggalkan pesan apa-apa. Akan tetapi, ibu mernpunyai dugaan bahwa pedang itu sengaja disembunyikan oleh paman Tek Hong Rupa-rupanya paman Tek Hong tidak rela pedang itu diwariskan kepada keluarga Liem oleh kong-kong, maka diam-diam dibuatnya pe"dang ke dua dan yang tulennya tentu mereka simpan sendiri! "

   Ku Lian rnengangguk-angguk. "Bisa jadi....... bisa jadi......!Kalau begitu, lebih-lebih perlu nya
kau pergi ke Tit le. Tidak hanya untuk membalas hinaan, akan tetapi juga untuk mengambil Kim-kong-kiam tulen yang sudah menjadi hakum."

   Sambil berkata dcmikian, Kui Lian merenggutfcan tubuhnya dari pangkuan Kong Hwat, berdiri menatap pemuda itu dengan dada membusung, kepala dikedikkan, mata bersinar-sinar dan nampak gagah sekali. Melihat kekasihnya seperti ini, dengan gemas Kong Hwat meraihnya dan memeluknya kembali.

   "Kau manis dan gagah sekali, penuh semangat Betul-betul makin lama aku makin cinta kepadamu, Lian-moi. Kau harus kubawa pulang, kuperkenalkan kepada ayah bundaku dan kau harus menjadi......... isteri ku. Kau maukah, sayang?"

   Kui Lian memejamkan mata, ingatannya melamun jauh, penuh kebahagiaan. Menjadi isteri seorang pemuda seperti ini, cucu Thian - te Kiam - ong, keluarga perkasa dan ternama. Pemuda tampan ngganteng dan berkepandaian tinggi, Ahh..........apalagi yang lebih dari ini. la mengangguk angguk dan tanpa membuka mata ia berbisik,

   "Aku siap sedia, koko. Sudah kukatakan tadi bahwa badan dan nyawaku ini adalah milikmu. Akan tetapi.......kau harus membalas dendammu lebih dulu, baru aku puas. Aku tidak suka melihat kau selalu bermuram durja dan mcmbawa den dam dan hinaan yang membuat sakit hati di dalam dadamu. Biarlah aku mernbantumu sehingga aku tidak malu kelak menjadi isterimu setelah aku mempcrlibatkan kesetiaan dan pembel&anku."

   Kong Hwat memeluknya erat-erat penuh kasih sayang "Kui Lian, kau berhati mulia. Akan tetapi, kalau kita menyerbu ke sana hanya untuk menemui kematian, bukankah itu akan sia-sia belaka?"

   "Apa susahnya kalau kita mau? Mati berdua dengan kau merupakan kenikmatan bagiku, koko......."

   Wajah yang cantik manis, tubuh yang menggairahkan, sikap yang menarik penuh tantangan, kerling mata memikat, senyum memadu dengan kata-kata yang indah penuh bujuk rayu, semua ini ditambah dan diperkuat oleh ilmu sihir penga"sihan yang memancar penuh daya pikat dari sepasang mata dan ujung-ujung jari tangan Kui Lian.

   Tidak mengherankan apabila Kong Hwat jatuh dan lupa daratan. Jangankan baru Kong Hwat yang masih hijau, biarpun seorang laki-laki yang sudah kawakan dalam menghadapi godaan wanita, kiranya takkan dapat mempertahankan diri lama-htma terhedap Kui Lian.

   "Kui Lian...... Kui Lian........" Kong Hwat memeluk mesra sambil membelai rambut kekasih-nya.

   "Kau benar benar seorang dewi, Akan tetapi aku tak ingin mati, kasihku. Aku ingin hidup seribu tahun agar dapat menikmati kebahagiaan di sampingmu."

   Tiba-tiba Kui Lian mcrcnggutkan tubuhnya dan ia menarik Kong Hwat baagun dan berdiri dari atas rumput.

   "Koko, kau agaknya tidak percaya akan kesanggupanku? Mungkin dalam hal ilmu silat aku tidak bisa menangkan mereka, bahkan, mungkin ilmu silatku tidak setinggi kepandaianmu. Akan tetapi, marilah kita buktikan.. Apakah kau dapat memukul roboh pohon di sana itu?"

   Kong Hwat memandang. Pohon yang ditunjuk oleh Kui Lian itu adalah sebatang pohan siong yang besarnya sama dengan tubuh seorang biasa. Memukul roboh batang pohon sebesar itu kiranya tak mungkin.

   "Memukul roboh aku tak sanggup. Lian-moi. Kalau aku mengerahkan tenaga lweekaag men-dorongnya, itupun masih belum berani aku memastikan bahwa pohon itu akan roboh."

   "Bukan! Bukan merobobkan dengan memukul dan mendoroagnya. Kumaksudkan merobobkannya dari tempat ini! " kata Kui Lian menantang.

   Kong Hwat tertawa. "Apa kau mengimpi? Bagaimana bisa merobohkannya dari sini? Aku bukan dewa! "

   "Hwat-ko, apakah kiranya parnanmu,isterinya, juga Bi Hui akan sanggup rnelakukannya?"

   "Tak mungkin. Memang kepandaian paman dan iisterinya amat tinggi, akan tetapi untuk me"robohkan pohon yang batangrya sebesar manusia dari jarak kurang lebih lima tombak, benar-benar adalah hal yang mustahil. Tidak, mereka takkan dapat melakukannya! "

   "Mendiang kong-kongmu bagaimana? Apakah Thian-te Kiam- ong kiranya juga tidak mampu merobohkan pohon itu dari tempat ini?'

   " Aku pernah rnendengar ihu berceritera bahwa kong kong telah amat tinggi ilrnunya. Bahkan ilmu pukulan tangan kosong dari kong-kong yang di"sebut Thai-lek Kim- kong-jiu warisan dari Kim Kong Taisu, juga ilmu pukulan Soan- hong- pek-le"k-jiu warisan dari Mo- bin Sin- kun, katanya sudah demikian tinggi hingga bisa memukul roboh seorang lawan dari jarak lima tombak. Akan tetapi, memukul orang mempergunakan tenaga pukulan atau hawa pukulan tidak begitu sukar, biarpun tidak begitu kuat akupun sudah dapat melakukan"nya. Berbeda sekali dengan memukul sebatang pohon yang tumbuh kokoh kuat, biarpun Thia-te-kiam-ong sendiri, takkan mungkin merobohkan pohon itu. "

   Kui Lian tertawa manis dan mencubit pipi Kong Gwan.

   "Maka jangan kau memandang rendah pada"ku Kekasihmu yang bodoh ini sanggup meroboh"kan pohon itu dari tempat ini!"

   "Kau bisa?? Betul-batulkah, Lian moi?"

   "Kau lihat baik-baik. Lihatlah pohon itu Lihat daun daunnya yang hebat. Ada cabangnya di se"belah kiri yang bengkak bengkok seperti ular, Lihat baik-baik, Hwat ko....... aku akan meroboh kannya, roboh bersama sekalian cabang dan daun"mya, roboh seperti ditebang, roboh ke sebelah, ki"ri..... kau lihatlah pakulan mautku!"

   Kui Lian mengeluarkan kata-kata ini dengan suara meng"guntur, penuh pengaruh ilrnu hitam yang dahsyat sehingga Kong Hwat bagaikan terpaku memandang ke arah pohon itu, tak kuasa lagi atas pandang mata dan pikirannya.

   Kui Lian menggerak-gerakkan kedua tangannya ke arab Kong Hwat dan pemuda itu melihat betapa pobon hesar itu benar "benar roboh ke kiri, mengeluarkan suara keras seperti disambar petir!.

   "Hebat Hebat! Kepandaianmu seperti kepandaian malaikat....." kata Kong Hwat ter"heran beran, akan tetapi Kul Lian sudah memeluk dengan mesra.

   "Apa kau masih tidak percaya kepada keka"sihmu yang bodoh ini?" tanyanya manja.

   "Percaya penuh, sepenuh-penuhnya. Ha, ha, ha, keluarga Song yang sornbong, sekarang kau akan tahu rasa.Rasakanlah datangnya pembalasan dari Liem Kong Hwat dengan calon isterinya "

   Pemuda itu tertawa-tawa girang dan mereka me"lanjutkan perjalanan sambil bergandengan tangan, mesra sekali. Kalau saja Kong Hwat tahu. Kalau saja ia melihat bagaimana tak lama kemudian setelah ia dan Kul Lian pergi dari situ, seorang anak penggembala kerbau memanjat pohon itu sambil tertawa- tawa dan pohon itu sama sekali tidak tumbang, masih berdiri kokoh kuat seperti biasa. la tidak tahu bahwa bukan pohon itu yang dirobohkan oleh Kui Lian, melainkan dialah yang dirobohkan, dia yang disihir sehingga dalam peng"lihatannya pohon itu roboh seperti yang dikatakan oleh Kui Lian.

   Dan Kong Hwat tenggelam makin dalam ketika dalam perjalanan itu, tiada hentinya Kui Lian menggoda membujuk rayu, menghujani perlakuan -perlakuan manis sebingga mereka berdua melakukan perjalanan seperti sepasang suami isteri yang sedang berbulan madu. Biarpun belum diresmikan oleh pernikahan, Kui Lian telah menjadi isteri dari Kong Hwat, dan menda patkan cinta kasih pemuda itu yang sudah jatuh dibawah telapak kakinya.

   Dalam ketidak sadarannya Kong Hwat juga merasa berbahagia sekali. Dalam kesadarannya Kui Lian juga merasa berbahagia.

   Kiranya segalanya akan berjalan baik dan mereka akan dapat menikmati hidup sampai tua, kalau saja segala ini bisa lancar seperti di ingini manusia. Akan tetapi, kepuasan dan kekece waan selalu datang bergandeng tangan, mernpermainkan manusia berganti-ganti. Dan cerita ini masih panjang.

   "Beng Han, jangan kau memandang rendah ilmu tangan kosong Soan-hong-pek-lek-jui yang hendak kuturunkan kepadamu ini. Mengapa kau begitu keras hati tidak mau mempelajari ilmu silat lain kecuali Ilmu Pcdang Kim-kong Kiam-sut? Apa kau kira gampang saja mempelajari ilmu pedang itu?" tanya Tek Hong sambil mengerutkan kening"nya karna tidak senang mclihatt Beng Han me"nolak pelajaran ilmu silat lain kecuali Kim-Kong Kiam sut.

   Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Beng Han menjatuhkan diri berlutut di depan Song Tek Hong, lalu barkata penuh hormat,

   "Suheng, karap kau suka memaafkan, karna bukan sekali- kali aku memandang rendah Soan-hong-pek-lek-jui atau ilmu silat lain. Akan tetapi sesungguhya, aku hanya minta supaya suheng me"lanjutkan kehendak mendiang suhu. Suhu telah mulai memberi pelajaran dasar-dasar ilmu Pedang Kim-kong Kiam-sut kepadaku, oleh karena kuharap sudilah kiranya suheng melanjutkan usaha suhu dan menurunkan kepadaku pelajaran dasar Ilmu Pedaug Kim-kong Kiam-sut."

   Tek Hong mengerutkan keningnya. Dia maklurn bahwa Beng Han sutenya ini bukan se"orang bocah biasa. Seorang anak berusia enam tahun lebih dapat bicara dengan sikap seperti orang dewasa, dapat berpikir secara rnendalam dan memiliki pandangan luas, benar-benar bocah ini ter"masuk bocah yang luar biasa.

   Apalagi memang ia tahu bahwa Beng Han memiliki bakat yang baik sekali. Dia sendiri tidak dapat mewarisi Kim-kong Kiam-sut sampai sempurna betul, dan boleh dibilang bahwa ilmu kepandaian ayahnya belum ada yang mewarisi dan belum ada yang menggantikan kedudukan ayahnya yang tinggi. Anak Beng Han inikah yang kelak akan mengangkat tinggi-tinggi nama keluarga Song?

   "Sute, yang kau katakan tadi mernang tidak salah. Akan tetapi kau harus tahu bahwa Pedang Kim- kong Kiam sut bukan ilmu biasa saja dan tidak semberangan orang marnpu memilikinya. Ketahuilah bahwa al:u sendiri setelah berlatih puluhan tahun, masih belum dapat mewarisi setengahnya saja dari ilmu pedang itu. Juga sucimu Siauw Yang hanya memiliki kurang dari se tcngahnya, hanya bedanya kalau kau lebib banyak mewarisi bagian pertahanannya, adalah dia mewarisi lebih banyak bagian penyerangannya. Padahal ke"tika itu kami belajar di bawah pimpinan langsung dari ayah. Apalagi sekarang, kalau kau dari aku, apakah hasilnya nanti? Jangan jangan hanya akan menimbulkan buah tertawaan orang dan akan dianggap bahwa Kim-kong Kiam-sut amat janggal dan tidak berarti."

   "Suheng, maafkaa siauwte. Pertama-tama, aku ingat akan pesan dan nasehal suhu dahulu, bahwa ilmu silat sebagai tanaman pohon. Yang perlu mempelajari pokok-pokok dan dasar-dasarnya, atau diumpamakan batang pohonnya Tentang perkembangancya, itu tergantung sepenuhnya kepada orang yang mempelajarinya, seperti juga balang pohon yang sudah hidup, tentu akan bersemi, mengeluarkan cabang, daun, kembang dan buah. Kuharap suheng sudi memimpin aku dalam mem"pelajari dasar-dasar Kim-kong Kiam-sut sampai sempurna. Adapun tentang perkembangan nya, biarlah itu digantungkan kepada nasib siauwte saja. Kalau nasib baik, kiranya aku akan dapat memperkembangkan sendin. Dengan mempelajari dasar Kim-kong Kiam-sut, berarti aku dan suheng tidak rnenyia nyiakan harapan mendiang suhu. Dan ke dua, aku bersumpah takkan memperlihatkan Kim-kong Kiam-sut kepada siapapun juga sebelum sem"purna betul seluruhnya agar ilmu kita ini tidak menjadi celaan orang."

   Terpaksa Tek Hong menuruti permintaan sutenya ini yang memang mempunyai alasan kuat sekali. Dcngan sungguh-sungguh ia mulai melanjut"kan latihan sutenya, memberi petunjuk-petunjuk memecahkan semua rahasia pokok dari gerakan dasar ilmu Pedang Kim-kong Kiam-sut. Memang, tepat seperti dikatakan oleh Beng Han tadi, ilmu silat betapapun tingginya,, dasar-dasarnya ada-
lah sama dan tak dapat dirobah-robah. Seperti halnya Kim- kong Kiam sut, dasar pergerakan kaki
dan langkah sudah mempunyai ketentuan sendiri.

   Langkah dan dasar ilmn silat ini tidak begitu di"pelajari, bahkan selain Tek Hong dan Siauw Yang sendiri, anak- anak mereka, Bi Hui dan Kong Hwat, sudab lama hafal dan dapat rnenguasai sebaiknya. Akan tetapi, yang sukar adatah kembang-"kembangnya. Setiap jurus ilmu silat Kim-kong Kiam-sut ini dapat dipecah menjadi tigapuluh enam gerakan disesuaikan dengan keadaan dan siasat gerakan lawan pada saat dihadapi, oleh karena itu amat sakar dipelajari. Apalagi ilmu pedang ini selurubnya mempunyal seratus duapuluh jurus!

   Beng Han dengan amat tekun mtlanjutkan latihannya, tak mengenal lelah, tak mengenal siang ma lam. Berkat kecerdikannya, akhirnya ia dapat menguasai pasangan dan kedudukan kaki serta teori- teorinya.

   Song Bi Hui sering kali mangomel panjang pendek kalau melihat ayahnya tekun melatih Beng Han.

   "Ayah memang aneh sekali. Mengapa Kim-kong Klam-sut diturunkan kepada orang lain? Banyak macam ilmu silat yang dikuasai ayah, mengapa justru membenkan dasar-dasar Kim-kong Kiam- sut kapada Beng Han?" omelnya di depan Ibunya.

   "Beng Han biarpun masih kecil terhitung susiok- mu (paman gurumu) karena dia murid mendiang kong-kongmu. Oleh karena itu sudah sepatutnya kalau dia mempelajari Kim- kong Kiam "sut. Mengapa kau ribut?" ibunya menegurnya.

   "Aku sama sekalt tidak mengiri, ibu. Aku sendiri sudah mempelajari Kim-kong Kiam-sut dan terus terang saja, aka tidak sanggup. tidak meng"apa ayah mengajarkan iImu itu kepada orang lain, asal saja jangan Beng Han. Harap ibu pikir baik-baik. Siapakah Beng Han itu? Kalau kita tanya tentang asal usulnya, dia sama sekali tidak tahu siapa ayah bundanya, dan dia dibawa ke sini oleh seorang tosu tukang khoamia, seorang tosu glandangan yang ttdak karuan riwayatnya lagi. Kalau kelak Beng Han sudah besar lalu melakukan kejahatan mempergunakan silat keturunan kita, bukankah nama baik keluarga Song yang akan hancur lebur? "

   "Kurasa tidak. Anaknya kelihatan baik dan andaikata kelak dia menyeleweng, masih ada kita untuk memberi hajaran," kata pula Siang Cu meng"hibur puterinya.

   Namun Bi Hui masih, narnpak ragu-ragu dan tidak puas. Entah mengapa, gadis ini merasa kurang suka terhadap Beng Han. Hal ini mungkin ditimbulkan karna kong-kongnya dan ayahnya kelihatan begitu sayang kepada Beng Han. Makin baik sikap anak itu terhadap ayah ibunya makin bencilah dia karena mengira bahwa anak itu bersikap baik dan manis untuk "mencuri" ilmu silat keturunan mereka. Memang sikap Beng Han terlalu luar biasa bagi seorang anak berusia enam tahun lebih, kelakuan dan kata-katanya mem"bayangkan pikiran yang masak. Tentu saja seorang dara manja seperti Bi Hui yang masih panas darah"nya, mrlihat gejala ganjil ini sebagai perbuatan sengaja yang menyembunyikan maksud buruk.

   Telah beberapa hari Tek Hong merasa tidak enak hatinya. la telah menyuruh seorang utussan mengantarkan suratnya kepada sin-tung Lo-kai Thio Houw di Leng-ting. Dalam suratnya itu dia memberitahukan tentang pesan terakhir dari Thian "te Kiam-ong tentang perikatan jodoh. Sebagai orang tua pihak wanita, tentu saja Tek Hong me"rasa tidak patut kalau ia datang mengajukan usul ikatan jodoh, maka sebagai alasan ia katakan bahwa mereka sekeluarga masih berkabung sehingga tidak ada waktu untuk datang sendiri ke Leng-ting menghadap pada jago tua itu.

   Telah sebulan lebih utusannya pergi, akan tetapi sampai hari itu belum juga utusannya kembali. Daterimakah atau ditolakkah usul ikatan jodoh itu? Tek Hong dan isterinya belum pernah melihat cucu Sin- Tung Lo kai, sungguhpun mereka tahu bahwa Bi-sin-tong Thio Leng Li, yaitu puteri Sin-tung Lo-kai dan sahabat baik mereka, mem"punyai seorang putera yang sebaya dengan Bi Hui.

   Sebetulnya mereka tidak ingin buru-buru menjodohkan puterinya, akan tetapi semenjak peristiwa di dalam taman dengan Kong Hwat, Tek Hong suami isteri merasa tidak enak hati.

   Sebagai orang tua, tentu saja mereka dapat menduga bahwa sedikit banyak tentu ada "apa-apa" antara Bi Hui dan Kong Hwat. Setelah peristiwa ribut-ribut itu, jalan satu-satunya yang paling baik adalah cepat-cepat mengikat jodoh Bi Hui dengan cucu Sin-tung Lo kai seperti yang dipesan oleh Thian-te Kiam-ong.

   Bagaimana dengan Bi Hui sendiri? Gadis ini tentu saja belum di beri tahu. Dan diam-diam Bi Hui masih terkenang kepada Kong Hwat. Sungguh"pun ia sendiri belum dapat menentukan dan belum yakin apakah ia sesungguhnya jatuh cinta kepada Kong Hwat, akan tetapi tak dapat disangkal pula bahwa pemuda itu mendapatkan tempat baik di lubuk hatinya.

   Ia menganggap kakak misannya itu selain tampan, juga gagah dia berwatak baik. Lebih lebih kalau ia teringat betapa pemuda itu mendapat tamparan dari ibunya, ia makin merasa kasihan dan diam-diam merasa menyesal mengapa ibunya berlaku begitu kejam.

   la tidak menyalahkan sikap Kong Hwat yang hendak mengejaknya melarikan diri karena pemuda itu takut kehilangan dia yang hendak dijodohkan dengan orang lain.

   Perangai Bi Hui makin mudah marah dan mudah tersinggung samenjak terjadinya peristiwa di-taman itu. Karena tidak ada orang lain yang boleh menerima timpaan sesalnya, ia sering kali menimpakan kemarahannya kepada Beng Han!.

   Juga pada pagi hari itu ia marah-marah kepada Beng Han di taman bunga. Pagi hari itu Bi Hui berjalan-jalan di taman bunga, lalu termenung memikirkan di mana ada nya Kong Hwat sekarang dan apakah masih ada harapan baginya untuk berjumpa dengan kakak misan itu lagi.

   Tiba-tiba renungannya tergoda oleh suara nyaring di sebelah kiri taman.

   "Satu....... satu-dua......... satu-dua-tiga....... satu-dua tiga-empat-satu....dua-tiga empat lima.... satu-dua-tiga-empat lima enam tujuh.......!"

   Bi Hui menoleh dengan mukaa sebal. Itulah suara Beng Han dan ia tahu apa artinya suara itu. Bocah itu sedang berlatih langkah langkah dasar Ilmu Silat Kim-kong Kiam-sut dengan langkah yang disebut Jit seng-pouw ( Langkah Tujnh Bintang ).

   Memang Kim-kong Kiam-sut berdasarkan langkah tujuh bintang. Tujuh bintang itu dapat diatur dalam delapan penjuru sehingga jumlah pergeseran kaki itu macamnya ada tujuh kali delapan, lima puluh enam pasangan atau langkah!.

   Bi Hui hafal benar akan Jit-seng-pouw ini yang sekarang sedang dilatih secara rajin sekali oleh Beng Han. Dahulu ketika ia mula-mula mempelajari Jit-seng-pouw ini tidak serajin Beng Han.

   Bocah ini pagi, sore, malam tak pernah berhenti berlatih Jit-seng-pouw dan ini masih dibarengi dengan mulutnya menyebut dan menghitung langkah-langkah itu agar hafal betul dan dapat mendarah daging dengan kakinya.

   Makin di dengar suara itu makin memanaskan hali, makin dilupakan makin merangsang telinga. Akhirnya Bi Hui membanting kaki dan berdiri dari tempat duduknya, berjalan cepat menghampiri Beng Han.

   "Kau kira kau sudah jadi jagoan di sini? Baru bisa begitu saja lagaknya bukan mainl Cih, tak tahu malu! "

   Beng Han menghentikan latihannya, mukanya merah sekali. Bukan baru kali ini ia menerima caci maki gadis ini, akan tetapi ia tak pernah menaruh dendam. Biarpun masih kecil, ia dapat menilai watak orang, dan ia tahu bahwa Bi Hui tentu sedang terganggu hatinya maka kelihatau marah-marah selalu. Sambil menjura ia berkata,

   "Ctci Bi Hui, kau tahu bahwa aku tidak berlagak. Aku hanya melatih diri sesuai dengan petunjuk ayahmu."

   "Tidak berlagak? Kau berlatih dengan mulut berteriak- teriak biar semua orang tahu bahwa kau sedang berlatih Kim-kong Kiam-sut. Hemm kau, sudah menjadi jagoan, ya?"

   "Tidak, cici Bi Hui. Aku hanya seorang sute dari ayah bundamu, seorarg yatim piatu yang menumpang di sini."

   Mendengar Beng Han merendahkan diri begini, Bi Hui makin marah, seakan-akan ia merasa di sindir bahwa dialah yang jahat terhadap seorang anak yatim piatu!

   "Apa kau bilang? Kau tidak berlagak? Kalau kau betul betul tahu seorang yang menumpangkan diri mergapa kau semalas ini? Kau hanya makan ttdur dan berlatih silat. Kau sudah menerima banyak sekali kebaikan dari kami, dan apa balas-mu? Membersihkan taman saja tidak mau."

   "Setiap hari kubersihkan, cici....."

   "Apa? Bcrani kau membohong. Lihat, kalau sudah dibersihkan bagaimana begini kotor? Penuh daun kering!"

   "Memang hari ini belum kubersihkan. Biasa-nya setelah berlatih baru kubersihkan. Daun daun itu gugur malam tadi......."

   "Tak tahu diri! Setelah beres pekcrjaan baru main-main. Masa kau ini main main, dulu baru bekerja. Benar benar tak tahu diri kau!"

   Pada saat itu, muncul Tek Hong dan Siang Cu.

   "Eh, ada apa sih ribut-ribut seperti ini?" tanya Siang Cu.

   "Anak ini sejak pagi main main dan berlatih silat dan taman begini kotor. Ketika kutegur kata-nya baru membersihkan dan bekerja sehabis main-main. Mana ada aturan begitu? Kusuruh dia bekerja dulu baru main-main."

   Siang Cu menoleh kepada Beng Han. Nyo-nya inipun sedang merasa jengkel, mungkin karena utusan mereka ke Leng-teng belum juga datang.

   "Beng Han, kau jangan selalu membantah kalau diberi tahu oleh Bi Hui. Betapapun juga, kau harus mentaati perintahnya. Apalagi kau yang salah sepagi ini belum apa apa sudah main-main. Hayo bekerja!"

   Beng Han menundukkan kepala dan memberi hormat. "Memaug siauwte yang salah, harap suci maafkan."

   "Beng Han, sikapmu yang selalu merendah-rendah itu lama-lama menyebalkan!" tiba-tiba Tek Hong juga membentaknya. "Kau sudah kuanggap sebagai orang sendin, mengapa baru mendapat tegoran begitu saja sudah bersungkan-sungkan dan minta-minta maaf segala?"

   Bang Han kaget sekali. Kalau ia mendapat hinaan atau makian dari Bi Hui, jtn dianggapnya malah lucu, kalau ia ditegur oleh Siang Cu dia hanya akan menghela napas dan tahu diri, akan tetapi teguran dan Tek Hong yang ia anggap sebagai pengganti suhunya, benar-benar menusuk hatinya dan tak terasa lagi dua titik air mata membasahi pipinya.

   "Nah, nah, dia menangis Benar-benar anak ini telah diberi hati oleh ayah. Menjadi manja dan besar kepala!" kata Bi Hui.

   "Bi Hui, jangan kau berkata begitu!" Tek Hong membentak anaknya.

   Ketika ia menoleh, Beng Han telah pergi mengambil sapu untuk memulai bekerja. Ia hanya menghela napas, lalu ber-sama isterinya pergi duduk di dekal empang ikan. Memang hampir setiap pagi suami isteri ini dnduk di dekat empang itu, yaitu di waktu mata hari mulai mancul.

   Mereka tahu bahwa sinar matahari pagi amat perlu bagi kesehatan mereka yang sudah mulai tua.

   Wajah Beng Han nampak muram saja sehari itu dan matanya selalu basah. Dengan sembunyi-sembunyi ia menahan isak dan kadang-kadang menghapus air matanya.Semua ini tidak terlepas dari penglibatan mata Bi Hui yang tajam.

   "Biarlah, kalau kau merasa sakit hati pergi saja dari sini agar jangan menambahkan kejengkelan orang saja." Bi Hui berkata di dalam hatinya.

   Malam tiba. Gelap sekali di luar. Hawa malam yang amat dinginnya membuat seisi rumah sudah tidur nyenyak sebelum tengah malam. Ke"cuali Beng Han. Bocah ini tidak dapat tidur.

   Gelisah selalu.Ia teringat akan segala pengalaman-nya diam-diam ia merasa rindu kepada ayah dan bunda, akan tetapi di manakah ia dapat mencari mereka? Tahu saja siapa mereka juga tidak! Di mana adanya kong-kongnya, Koai Thian Cu? Ah, hanya Koai Thian Cu dan mendiang Thian-te Kiam ong yang benar-benar jujur dan baik ter"hadap dia.

   Kebaikan suhengnya, Tek Hong seperti dipaksakan. Dia merasa akan hal ini.

   Tengah malam lewat Keadaan sunyi sekali, baik di dalam maupun di luar rumah. Akan tetapi, di dalam gelap itu, tiba-tiba berkelebat dua bayangan orang dengan gerakan gesit sekali memasuki ruangan di dekat taman rumah keluarga Song! Di bawah sinar pelita ruangan belakang ini, nampak-lah bahwa mereka ini adalah seorang pemuda tampan dan seorang wanita cantik.

   Liem Kong Hwat dan Cia Kui Lian!, Kong Hwat memegang Kim-kong-kiam palsu sedangsan Kui Lian membawa pedang di tangan kanan dan kebutan di tangan kiri.

   Kong Hwat nampak ragu ragu dan takut-takut, akan tetapi Kui Lian menarik tangannya dan berbisik, "Jangan takut. Mana kamar mereka?"

   Kong Hwat menuding ke depan. Dengan kekuatan sihirnya, Kui Lian dapat membuka pintu tanpa banyak kesukaran dan sedikitpun tidak mengeluarkan suara. Akan tetapi, ketika mereka lewat di kamar tengah, seorang pelayan yang tidur di atas lantai menjadi terbangun dan dengan kaget pelayan itu duduk, matanya memandang terbelalak kepada Kong Hwat.

   Akan tetapi, sekali kebutan dengan hudtim ke arah muka orang itu, Kui Lian telah berhasil membuat orang itu jatuh lagi, tidur atau setengah pingsan! Ujung kebutan nya telah dipasang racun penidur yang luar biasa kuatnya.

   Mereka maju terus dan tiba di depan kamar Song Tek Hong. Kembali Kong Hwat ragu-ragu dan jerih. Ia maklum benar akan kelihaian Tek Hong dan Siang Cu. Akan tetapi kembali Kui Lian menarik tangannya dan dengan kebutan dan sihirnya, Kui Lian berhasil membuka pintu kamar itu dengan amat mudah.

   Biarpun jerih, akan tetapi Kong Hwat men"jadi bernafsu dan amarahnya timbul ketika ia memasuki kamar bibinya yang pernah menghina dan membikin sakit hatinya. Rasakan pembalasanku sekarang, geramnya di dalam hati. Sementara itu.Kui Lian sudah membuka kelambu dan menudingkan hudtimnya ke arah rusuk seorang wanit setengah tua yang masih nampak kecantikan wajahnya.

   "Dia inikah orangnya?" tanyanya kepada Kong Hwat.

   Pemuda itu mengangguk, pedang di tangannya gemetar. Kui Lian lalu mercambukkan kebutannya psda muka Siang Cu yang sedang tidur sambil berkata,

   "Biar kubalaskan tamparanmu! "

   Serangan kebutan ini bukan lah serangan biasa, melainkan serangan ke arah urat syaraf di kening dan di sertai hawa yang penuh dengan tenaga hoat-sut. Orang lain yang terkena serangan ini pasti akan roboh pingsan dan ingatannya tidak beres lagi.

   Akan tetapi Ong Siang Cu adalah seorang wanita yang berkepandaian tinggi sekali. Begitu kulit mukanya tersentuh, otomatis hawa sinkang di tubuhnya melindungi urat uratnya sehingga biarpun totokan itu tepat kenanya, ia masih dapat melompat bangun.

   Melihat Kong Hwat berdiri di situ bersama seorang wanita, kedaanya memegang pedang, tahulah ia bahwa mereka ini datang dengan maksud jahat.

   Cepat ia menycrang Kong Hwat sambil berseru,

   "Bocah keparat, kau benar benar jahatP

   Serangan yang dilakukan oleh Siang Cu luar biasa hebatnya, biarpun dengan tangan kosong saja, akan tetapi kalau berhasil mengenai Kong Hwat tentu akan dapat merenggut nyawanya. Sayang sekali Siaag Cu sudah terpukul oleh kebutan Kui Lian sehingga serangannya tidak jitu, juga kaki-nya menjadi limbung.

   Kong Hwat mengelak dan hanya pundaknya saja yang terlanggar membuat ia berjumpalitan dan mangeluh kesakitan! Di lain saat, Siang Cu yang berhadapan dengan Kui Lian telah kena disihir oleh Kui Lian dan nyonya ini berdiri seperti patung memandang kepada Kui Lian deugan sikap seperti hendak menyerang.

   Kong Hwat tidak taku bahwa bibinya ini sudah tak dapat bergerak lagi. Melihat sikapnya, dan marah karena pukulan tadi, Kong Hwat cepat menggerakkan pedangnya, membuat serangan balasan. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika pedangnya itu dengan mudah amblas ke dalam perut bibinya!.

   "Ayaaa......!" la meiompat ke belakang sambit mencabut pedang yang sudah berlepotan darah, matanya terbelalak memandang darah menyembur keluar dari perut bibinya dan tubuh itu perlahan-lahan roboh Sepasang mata bibinya memandang kepadanya, penuh keheranan dan kebencian. Siang Cu roboh tanpa mengeluarkan suara lagi, masih setengah berada dalam kekuasaan sihir Kui Lian.

   Tek Hong melompat setelah tadi mendengar suara ribut-ribut dalam kamar. Tadinya Kui Lian memang sudah memasang sihir ketika mulai memasuki kamar maka suami isteri pendekar ini tidak mendengar apa apa dan agak kepulasan.

   Alang"kah kagetnya Tek Hong yang melihat tubuh isterinya berlumur darah menggeletak di lantai dan melihat Kong Hwat berdiri dengan pedang Kim-kong kiam palsu berlepotan darah, di sebelahnya dikawani seorang gadis cantik yang bermuka mengerikan.

   "Song Tek Hong, lihat padakul" bentak Kui Lian.

   Tek Hong tidak menduga apa-apa dan menoleh kepada gadis itu, masih belum sadar benar dari tidur. Biarpun dia seorang pendekar besar yang sudah banyak pengalaman, akan tetapi ia tak dapat disalahkan kalau sampai terjatuh ke dalam kekuasaan Kui Lian.

   Siapa yang dapat menyangka bahwa gadis muda ini seorang ahli sihir? Tek Hong sadar setelah terlambat. Begitu ia memandang Kui Lian, ia merasa betapa sepasang mata gadis itu menembusi matanya dan langsung menguasai hati dan pikirannya.

   "Song Tek Hong, kau tak dapat bergerak...... kaku......... kaku seperti balok..........."

   Kui Lian rnenggerak gerakkan hudtimnya dengan lambaian Seperti menulis huruf-huruf rahasia di udara dan sepasang matanya terus menatap wajah itu dengan pandangan tajam menusuk.

   Tek Hong meronta, berusaha sekerasnya untuk melepaskan diri dari cengkeraman ilmu sihir yang luar biasa. Nampak urat urat seluruh tubuhnya berkerotokan, tanda bahwa lweekangnja dijalankan untuk memaksa dan mendobrak pengaruh yang menyelubungi tubuhnya dan membuat ia tak dapat bergerak itu.

   "Koko, lekas tusuk mati dia......!" kata Kui Lian, terus melanjuikan sihirnya. Ia hampir tidak kuat mengusai Tek Hong, demikian tinggi ke pandaian TeK Hong, demikian dahsyat tenaga Iwee-kangnya.

   "Lian-moi, aku...... aku tidak bisa.....dia..... pamanku........."

   "Bodoh, dia melihat kau membunuh isterinya, dia takkan mengampuni kau. Lebih baik lekas bunuh, siapa akan tahu?" Kui Lian mulai terenggah-engah dan Tek Hong mulai dapat menggerakkan leher dan tangan.

   "Lekas. koko, aku.......hampir tak dapat menguasainya lagi......." kemudian disambung
dengan suaranya yang berpengatuh. "Song Tek Hong, jangan bergerak......... kau tak kuasa ber"gerak........ kau barus mentaati perintahku......."

   Akan tetapi Tek Hong makin keras berusaba melepaskan diri. Melihat ini dan mendengar kata-kata Kui Lian tadi, Kong Hwat tahu bahwa jalan satu-satunya uutuk menyelamatkan diri hanya menda hului pamannya.

   Dengan mata dipejamkan ia lalu menggerakkan pedangnya, menusuk dada Tek Hong. Akan tetapi ia berteriak keras dan jatuh terguling! Dada Tek Hong begitu keras seperti baja sehingga ketika pedang itu membentur dada, se"macamtenaga dahsyat telah menolak dan merobohkan Kong Hwat.

   "Pilih bagian berbahaya......" Kui Lian sempat memberi peringatan.

   Tabulah Kong Hwat bahwa pamannya itu telah mengerahkan seluruh tenaga lweekangnya, maka dadanva demibian kuat. Sekali lagi ia menggerakkan pedangnya, kali ini dengan mata terbuka
menusuk bagian pusar dan pedang itu.....menancap dalam! Tubuh Tek Hong terguling dan darahnya menyembur ke lantai, bercampur dengan darah isterinya! Suami isteri pendekar yang berkepandaian tinggi ini tewas dalam keadaan yang mengecewakan.

   Pada saat itu, Beng Han dengan pedang pendek yang biasa ia pakai berlatih, menyerbu masuk dan memaki maki,

   "Jahanam terkutuk....... kau berani membunuh suheng? Kau......" baru sekarang ia melihat bahwa
penjahat itu adalah Kong Hwat dan seorang wanita muda yang tidak dikenalnya.

   "Kau........... yang........ melakukan ini......? " Saking heran, marah berduka melihat Tek Hong dan Siang Cu menggeletak di atas lantai penuh darah dan melihat Kong Hwat, Beng Han sampai tak dapat bicara lagi! la segera rnenubruk maju, pedang pendek yang biasa dipakai berlatih itu ditusukkan ke arah Kong Hwat.

   Akan tetapi, sekali menggerakkan pedangnya, pedang pendek di tangan Beng Han terlempar dan sebuah dupakan membuat Beng Han roboh bergulingan di atas lantai yang penuh darah sehingga pakaian, tangan, dan mukanya terkena darah. Melihat bahwa Beng Han dapat menjadi saksi dari perbuatannya, Kong Hwat sudah mengangkat pedang hendak membunuh saja bocah ini. Akan tetapi tiba tiba Kui Lian berseru,

   "l'ahan, jangan bunuh dia!"

   Kong Hwat memutar tubuh, memandang ke"pada kekasihnya dengan beran. Akan tetapi Kui Lian tersenyum manis dan tanpa berkata apa-apa lagi kebutannya menyambar ke muka Beng Han.

   Anak ini masih pening karena terbanting dan dadanya terasa sesak oleh tendangan Kong Hwat. la masih berusaha mengelak, akan tetapi racun di ujung kebutan sudah bekerja dan ia terguling roboh, pingsan.

   Kui Lian lalu mengambil pedang pendek yang tadi dibawa Beng Han, memasukkan ujung pedang itu ke dalam genangan darah sampai di pegangan kemudian menaruh gagang pedang di dalam genggaman tangan kanan Beng Han.

   Setelah itu, ia lalu membongkar bongkar kamar itu, mengeluarkan uang emas dan perak serta per hiasan-perhiasan berharga, membungkus barang barang ini dengan sebuah kain dan meletakkan bnngkusan di dekat Beng Han pula. Setelah semua ini beres, barulah ia menarik tangan kekasihnya diajak keluar.

   Kong Hwat sekarang mengerti akan akal kekasihnya, akan tetapi ia membantah,

   "Moi moi, bagaimana kalau ia membuka mulut dan bercerita bahwa aku yang melakukan itu?"

   "Bodoh Siapa percaya padanya? Bukti-buktinya, pedangnya yang berlepotan darah dan barang yang ada padanya, menyatakan bahwa dia membunuh untuk merampas. Bukankah kau sudah bercerita bahwa anak itu adalah murid termuda dari Thian te Kiam-ong, seorang bocah yang tadi-nya hanya menumpang saja? Siapa percaya kau yang melakukannya, sedangkan kepandaianmu sama sekali bukan tandingan mereka berdua? Kalau bocah itu lain lagi, dia tinggal di rumah ini, banyak kesempatan baginya untuk melakukan pembunuhan di waktu tuan rumah tidur nyenyak."

   Kong Hwat puas sekali, lalu hendak mcnuju ke kamar Bi Hui. Akan tetapi Kui Lian melarang-nya, bahkan cepat ccpal menariknya dan mengajaknya keluar dari rumah itu, terus berlari cepat meninggalkan Tit-le.

   (Lanjut ke Jilid 57)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 57
"Eh, Lian mo'. Bagaimanakah kau ini? Bukan-kah kau sudah berjanji hendak mendapatkan Bi Hui untukku? Kau sendiri yang merencanakan semua ini dan sekarang, kau yang melarangku men"dapatkan Bi Hui. Apakab kau cemburu, ataukah kau takut kalau kalau cinta kasihku kepadamu akan berubah?"

   Kui Lian tersenyum dan memeluk pemuda kekasihnya itu.

   "Koko, aku adalah isterimu yang setia dan aku sudah percaya sepenuhnya kepadamu. Karena besarnya cintaku kepadamu, maka aku hendak membikin kau bahagia, hendak melihat kau bahagia, biarpun syaratnya harus rela bermadu Bi Hui. Tidak, aku tidak cemburu, aku rela membagi cinta-mu dengan Bi Hui, gadis yang telah kau cintai sebelum kau berjumpa dengan aku. Akan tetapi, kau laki-laki bodoh. Kalau kau langsung memasuki kamar Bi Hui, apakah artinya akal kita menimpakan kesalahan ke pundak bocah giia itu? Memang dengan ilmuku, aku dapat membikin Bi Hui cinta kepadamu, akan tetapi kalau semua orang gagah tahu akan perbuatan kita, bukankah itu berarti kita mencari penyakit? Biarlah, kita biarkan Bi Hui dan yang lain-lain mengira bahwa bocah itu yang bersalah. Kelak, baru kita muncul untuk menaklukkan Bi Hui, agar kita tidak menimbulkan kecurigaan. Muncul di waktu peristiwa itu terjadi benar-benar bodoh."

   Lagi-lagi Kong Hwat barus mengakui kelicinan Kui Lian dan sebagai upah ia merayu dan memuji mujinya.

   "Lian-moi, kau benar-benar isteriku yang hebat! Selain cantik manis dan berilmu tinggi, kau juga cerdik sekali. tanpa kau, entah akan apa jadinya dengan aku! "

   "Ah, bisa saja kau memuji. Aku melakukan semua ini karena cintaku kepadamu Asal saja kau tidak gampang melupakan binimu yang hina ini. Asal aku dapat berdampingan dengan kau selama hidupku, apa saja akan kulakukan untukmu, koko."

   Sambil bergandengan tangan mereka melanjutkan perjalanan, bahkan tak lama kemudian Kong Hwat memondong tubuh Kui Lian ketika wanita itu mengeluh kakinya sakit sakit dan lelah.Me"mang. dalam hal ilmu silat, Kong Hwat menang jauh apalagi dalam ilmu lari cepat.

   Benar-benar harus disesalkan bahwa Liem Kong Hwat, seorang pcmuda berkepandaian tinggi yang tadinya seorang yang berhati lurus dan bersih, pula keturunan orang-orang gagah, bertemu dengan seorang wanita iblis seperti Kui Lian. Pcmuda ini seakan akan sudah tak dapat mempergunakan pikirannya sendin, dia yang berbuat Kui Lian yang mengemudi.

   Dengan kepandaian seperti yang dimilikinya, di pimpin oleh otak yang cerdik licin dan watak yang sudah seperti siluman seperti Kui Lian itu, benar-benar pasangan ini merupakan bahaya besar yang mengerikan bagi siapa yang mereka musuhi.

   Pada keesokan harinya, terdengar ribut-ribut di dalam rumah keluarga Song. Keadaan di dalan rumah menjadi geger. Pelayan wanita menjerit-jerit pelayan laki laki berlari-lari ke sana ke mari.

   "Celaka......ada penjahat......... "

   "Pembunuh.....! Loya dan toanio terbunuh......!"

   "Tolong...... tolong.......! "

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seorang pelayan menggedor- gedor pintu kamar Song Bi Hui.

   

Pemberontakan Taipeng Eps 15 Pedang Naga Kemala Eps 12 Pedang Naga Kemala Eps 43

Cari Blog Ini