Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 47


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 47




   Kembali kakek itu menarik napas panjang, nampaknya agak gelisah.

   "Sebenarnya mereka itu siapakah, losuhu?"

   "Siapa lagi kalau bukan orang-orang kang-ouw, orang-orang ternama ahli silat yang tak pernah puas akan kepandaian masing-masing."

   "Apakah sudah pasti mereka itu datang de"ngan maksud mencuri atau merampas patung emaa, siapa tahu kalau mereka itu mengetahui akan simpanan suhu di sini?"

   Gwat Kong Hosiang menggeleng kepalanya.

   "Tak mungkin. Gcrakan Thiante Kiam ong tak mungkin dapat diikuti orang, betapapun lihai orang itu. Dan yang mengetahni akan simpanan itu hanyalah kami bertiga. Tidak, mereka Itu memang datang untuk merampas patung emas."

   "Akan tetapi, losuhu. Tcecu sering kali mendengar bahwa orang-Orang kang-ouw ini tidak perduli tentang harta benda. Pula, dengan kepandaian mereka yang tinggl, sewaktu-waktu mereka dapat mencuri emas di rumah - rumah oreng hartawan. Mengapa untuk mencuri emas saja mereka harus, datang jauh jauh ke sini?"

   Gwat Korg Hosiang tertawa " Kau tidak tahu,Beng Han. Sudah kuceriterakan tadi bahwa ratung emas itu menpandung rahasia hebat. Di dalamnya terdapat kitab pelajaran ilmu silat luar biasa yang hanya diketahui oleh suhu kami. Kami sedang menanti-nanti untuk mencari seorang anak murid Go- bi-pai yang bctul-bctul berharga memjadi ahli waris kitab ini, oleh karena kitab ini harus menjadi ki"tab pusaka Go bi pai. Sebeum kami mendapatkan murid itu, kami tidak berani mengeluarkannya, takut kalau-kalau terjatuh ke dalam tangan orang jahat. Sayang sampai sekarang tidak ada anak mu"rid Go.-bi-pai yang cukup berbakat. Kami bertigalah yang menjadi murid murid terpandai di waktu sekarang ini....... "

   Hwesio itu menarik napas panjang. "Entah bagaimana, hitung. mata, dan telinga orang-orang kang- ouw memang tajam melebihi anjing-anjing pcmburu, mereka telah mcngetahui akan rahasia itu dan agaknya besuk akan tcrjadi perebutan hebat. Apa boleh buat, kami bertiga sudah bersumpah untuk menjaga patung itu dengan taruhan nyawa."

   "Losuhu, teecu merasa menyesal sekali mengapa teecu begini bodoh. Kalau saja teecu mempelajari kitab suhu sampai tamat, kiranyya teecu akan sanggup mewakili suhu membantu kepada sam-wi lo-sohu."

   Gwat Kong Hosiang tertawa. "Anak baik, tak perlu kau bcrkhawatir. Apa pun yang akan terjadl, kau takkan terbawa bawa. Pula, kami bertigapun tidak akan menyerah mentah - mentah begitu saja. Sebelum mereka berhasil merampas patung emas, merekapun harus mernpertaruhkan nyawa lebih dahulu!"

   Kemudian Gwat Kong Hosiang mengajak Beng Han keluar dari ruangan itu dan menuju kesu dut menara la menudingkan telunjuknya ke atas, kearah puncak menara di mana terdengar bunyi burung bercuitan. Ri buan burung telah membuat sarang di tempat tinggi itu. Pantas saja tadi Beng Han lapat-lapat mendengar suara gemuruh di sebelah atas.

   "Lihatlah, Beng Han! Kau selalu akan tinggal di puncak ini dan tidak boleh turun scbelum ta mat pelajaran mu melatih ilmu silat dari kitab peninggalan suhumu! Selain tekun belajar, kau pun mulai saat itu menjadi seorang pertapa yang akan akan menghadapi hidup serba sukart bahkan mung"kin menghadapi ancaman maut. Di sini tidak ada makanan lain kecuali apa yang dapat kau ambil dari sarang sarang burung itu, juga untuk keperluan minum, kau hanya me ngandalkan sumur kecil yang berada di dasar menara. Nah, sekarang aku akan turun dan bcsok apabila terdengar ribut ribut dan kau melihat pertempuran di luar maupun dalam menara, jangan sekali-kali kau ke luar dari ruangan ini! Kalau kau keluar dan menemui bencana, kami akan merasa salah terhadap mendiang suhumu. Mengerti?"

   Beng Han menjatuhkan diri berlutut. "Baik, losuhu. losuhu Teecu akan memperhatikan dan mentaati semua petunjuk losuhu dan teecu bersumpah untuk belajar dengas tekun."

   Dengan muka puas Gwat Kong Hosiang lalu keluar dari ruang itu dan berjalan menuruni anak tangga. Biarpun tubuhnya sakit dan lelah, Beng Han tidak mau tidur,sebaliknya ia mengeluarkan kitab peninggalan suhunya dan mulai membuka-buka lembaran pertama.

   Saking lelahnya, Beng Han jatuh tertidur di atas pembaringan dengan kitab di tangan dan ia tidur sampai matahari sudah naik dan sinarnya rnenembus celah-celah dan lubang hawa di puncak menara.

   Tiba - tiba ia terbangun oleh suara ribut:- ribut. la merasa kaget dan menyesal mendapatkn dirinya tertidur dengan kitab di tangan, cepat ia menyimpan kitab itu dan menggosok - gosok matanya.

   "Hwesio - hwesio Gwat Kong, Gwat Liong, dan Gwat Sin! Kalian lekas keluarlah menyambut aku untuk diperhitungkan nasibmu. karena aku melihat hawa kematian disekitar tempat ini!n

   Suara ini terdengar halus akan tetapi mengandung getaran tinggi sehingga biarpun tempat di mana Beng Han berada amat tinggi tetap saja telinganya menjadi sakit dimasuki gema suara itu.!

   Akan tetapi ia menjadi berdebar, kaget dan girang sekali. mengenal suara ini. Tak bisa salah lagi. lnilah suara kakeknya, Koai Thian Cu!

   "Kong - kong...." tak terasa togi Beng Han berseru, akan tetapi suaranya lenyap ditelan ruangan ysng lebar dan tinggi itu. la berlari menuruni anak tangga, akan tetapi tiba-tiba ia menghentikan larinya dan cepat-cepat melompat kembali ke dalam ruangan. Ia teringat akan pe san Gwat Kong Hosiang malam tadi bahwa apa- pun yang terjadi, ia sama sekali tidak boleh kelu ar dari tempat itu!

   Beng Han berlari menuju ke pinggir ruangan puncak menara dan mengintai keluar menara melalalui lubang-lubarg angin. Dan ia benar - benar melihat kong kongnya berdiri disara, jauh dibawah, kelihatan kecil sekali! Kong kongnya masih scperti dulu satu setengah tahun yang lalu, berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar, tongkat di tangan kanan dan kebutan di tangan kiri.

   Dari tempat yang amat tinggi itu Beng Han dapat melihat ke sekeliling tempat dengan jelas. Ketika ia memandang ke sana - ke mari melalui lubang-lubang hawa, terlihat olehmya bahwa dugaan Gwat Kong Hosiang semalam memang terbukti.

   Di sana-sini kelihatan orang-orang yang sikap dan bentuknya aneh. Ada tosu, ada hwesio, ada pengemis, bahkan ada pula beberapa orang wanita tua-muda juga ada yang bcrpakaiaa seperti pangli"ma perang.

   Seluruhnya ada enambelas orang ter masuk Koai Thian Cu dan Pat-pi Lo-cu beserta dua orang muridnya. Ia juga melihat Sin - tung Lo- kai Thio Houw berada di situ bersama dua orang cucunya. Mclihat gadis cilik yang amat baik terhadap dia ketika dia hendak dihukum di rumah Bi Hui dahulu, wajah Beng Han berarri. Alangkah inginnya ia memberi tanda kepada gadis cilik itu bahwa dia bcrada di tempat ini. Gadis cilik itu tentu akan senaag sekali kalau bisa ikut naik kesini, melihat orang - orang itu dari tempat yang begini tingginya!.

   Baik kita tinggalkan Beng Han yang melihat semua peristiwa di depan menara itu dari tempat tinggi dengan amat jelas. sungguhpun orang - orang yang bicara di bawah banyak yang tak dapat ia tangkap dengan pendengarannya dan kita menengok ke bawah dan di luar menara.

   Memang betul seperti apa yang telah diceriterakan oleh Gwat Kong Hosiang kepada Beng Han malam tadi Orang- orang di dunia kong auw paling haus akan ilmu yang tinggi - tinggi. Ketika tcrdergar berita bahwa di dalam Buddha Emas di Kim-hud-tah tersembunyi sebuah kitab ilmu silat yang kuno dan tinggi, berbon dong-bondong orang kang-ouw datang dan mencoba untuk mencurinya. Akan tetapi berkali kali para pcncuri karg - ouw ini gagal karena ketiga orang hwesio Go - bi - pai yang mcnjaga di situ bukanlah orang-orang sembarangan.

   Dan pada hari itu, seperti telah dijanji saja enambelas orang dari kalangan atas datang berkumpul di bawah menara. Sebetulnya bukan ka"rena telah dijanji, melainkan mereka tidak mau didahului oleh orang lain.

   Mendengar ada orang-orang pandai datang ke Kui-san hendak merampas kitab, orang- orang itu takut kalau didahului, maka beramai - ramai mereka datang dan kini berkumpul di sckitar menara besar dan ting"gi itu.

   Suara Koai Thian Cu yang dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khikangnya tadi tentu saja terdengar oleh Gwat Kong Hosiang dan dua orang sutenya. Tak lama kemudian tcrdengar su"ara dari dalam menara sebelah bawah,

   "Koai Thian Cu, mati hidup di tangan Yang Maha Kuasa, kami tak perlu tahu berapa panjangnya usia kami didunia. Pintu menara sudak kami buka, siapa bermaksud baik akan disimbut baik. Mati karena melakukan perbuatan jahat, bukankah itu mengecewakan sekali?"

   Terdcngar suara berteriak dan pintu besi paling bawah dari menara itu terbuka dari dalam. Pintu itu terbuka merupakan gua yang lebar dan hitam, akan tetapi tidak kelihatan seorangpun muncul dari pintu.

   Koai Thian Cu dan lain - lain tokoh yang hadir lak jauh dari situ bukanlah orang - orang bodoh yang suka berlaku ceroboh Kakek tukang gwamia ini hanya tertawa lebar melihat pintu menara sudah terbuka, akan tetapi ia lidak mau buru-buru masuk. Sebaliknya ia menoleh ke kanan kiri dan belakang, lalu bcrkata,

   "Jauh-jauh kalian sudah melakukan perjalanan ke menara ini, setelah sekarang pintu menara terbuka, mcngapa lidak lekas-lekas masuk. Tunggu kapan lagi? Ha, ha, ha..... hi, hi, hi,...! "

   Kata- kata ini terang merupakan ejekan bagi semua orang gagah yang berkumpul di luar me"nara. Pat pi Lo-cu mendengar ejekan ini lalu ter"tawa bergelak.

   "Koai Thian Cu, kau ini tua bangka benar-benar tak tahu malu. Kau menyindir orang-orang yang datang di sini, habis kau sendiri hari ini berada disini. Bukankah itu sama dengan seorang malingberteriak copet??? Apa kau tidak malu terhadap raja pengemis yang hadir di sini? "

   Dengan menyebut raja pengemis ini sudah terang sekali Pat- pi Lo-cu maksudkan Sin-tung Lo-kai Thio Houw, ketua dari Ang-sin- tung Kai - pang yang terkenal itu.

   Semenjak tadi, diam-diam Sin-tung Lo-kai terkejut melihat dua orang kakek ini. Apalagi setelah mendengar mereka bicara. Tadinya ia hanya menduga bahwa dua orang kakek itu tentu orang-orang sakti yang berke pandaian tinggi, ternyata dari gerak-geriknya. Kemudian setelah ia mandengar kakek ke dua menyebut nama kakek pertama sebagai Koai Thian Cu lalu menyinggung- nyinggungnya, ia makin tercengang.

   Nama besar Koai Thian Cu tentu saja ia pernah mendengar biarpun belum pernah ia melihat orangnya. Jadi inikah orang sakti yang selain lihai ilmu silatnya, juga lihai sekali ilmu hoat sutnya dan pandai pula melihat nasib oraag? Hanya ia belum tahu siapa gerangan kakek tosu yang dikawani dua orang laki- laki gagah bermuka kembar itu yang dari kata katanya ternyata telah menyindirnya.

   Akan tetapi kare"na ia belum kenal kepada dua orang itu, dan pada waktu itu di situ berkumpul banyak orang orang gagah yang sebagian tak dikenalnya, ia pura-pura tidak tahu dan diam saja. Siapa tahu kalau di situ ada pula raja pengemis yang lain, pikirnya.

   "Pat-pi Lo-cu, bagaimana kau berani main- main tcrhadap scorang raja pengemis? Biarpun ia hanya pengemis dan berpakaian seperti jembel, tctap dia seorang raja! Apa kau lupa bahwa Ang-sin-tung Kai - pang amat terkenal? Jangan main - main, ah!"

   Untuk kedua kalinya Sin-tung Lo-kai Thio Houw tertegun. Jelas bahwa Koai Thian Cu juga mengenalnya, dan sekarang baru ia tahu bahwa tosu ke dua yang aneh iiu adalah Pat-pi Lo-cu. Nama ini belum pernah ia dengar. akan tetapi ia dapat menduga bahwa kakek inipun tentu lihai bukan main.

   Akan tetapi sebagai seorang locianpwe yang sudah terkenal memiliki kepandaian dan kedudukan tinggi, biarpun ia menghormat, ia tidak mau berlebihan dan menyapa mereka dengan sikap seperti orang - orang setingkat. Ia menjura dan berkata,

   "Ji-wi beng yu (dua sahabat) dari selatan dan utara harap maafkan aku yang bermata lamur dan berlaku karang hormat." la menjura kepada Koai Thian Cu kemudian kepada Pat-pi Lo-cu.

   Akan tetapi alangkah mendongkolnya ketika dua orang kakek itu sama sekali tidak membalas penghorma tannya, bahkan tertawa haha- hihi!

   "He, Koai Thian Cu. Kau sebagai tosu tukang gwamia yang merantau kesana kemari kadang-kadang kelaparan, datang ke sini masih da"pat dimaklumi seperti aku sendiri. Akan tetapi seorang raja datang hendak mencuri ilmu baru, benar - benar merendahkan martabatnya!" kata Pat-pi Lo-cu.

   Merah telinga Sin-tung Lo-kai mendengar ejekan ini. Ia menancapkan tongkat merahnya ke atas sebuah batu di atas tanah dan ujung tongkat itu menancap pada batu kecil itu, sama sekali tidak merusaknya seakan - akan batu itu terbuat daripada bahan yang basah dan empuk! Ia membiarkan tongkatnya berdiri di atas batu itu, kemudian ia berkata,

   "Aku si tua bangka tinggal menanti maut menjemput nyawa, untuk apa segala kedudukan? Sebaliknya, ada pepatah bilang bahwa untuk belajar, tidak ada usia tua. Aku ingin belajar, apa sih jelcknya? Apalagi karena kepandaian aku si tua bangka ini memang amat rendah, perlu di perbaiki banyak sekali. Yang terlalu adalah mereka yang sudah pandai dalam segala macam ilmu, bahkan pandai menghitung bintang di langit,masih saja hcndak mer,an.tah iln.ur:ya. Benar-benar seperti hendak bersaing dengan dewa! "

   Karena hatinya panas, Sin- tung Lo-kai sampai berani menyerang Koai Thian Cu dengan kata-kata, atau lebih tepat lagi, ia mengelak dari serar.gan I
   Kakek tukang gwamia ini tertawa terkekeh-kekeh.

   "Kakek-kakek tua bangka mau mampus pada tidak tahu diri. Ha, ha, ha, ha! Aku sih lain lagi.Aku mencarikan ilmu untuk cucuku! "

   Beng Han yang mendengar suara lantang kong-kongnya dari atas rnenjadi amat terharu dan bertitiklah air matanya. Ia tahu bahwa yang dimaksudkan oleh kong-kongnya itu adalah dia sendiri.Kakek itu hendak mencari kitab-kitab pelajaran untuknya!.

   Selagi tiga orang kakek ini saling serang dengan kata-kata, dari dalam menara terdengar lagi suara orang,

   " Cu-wi yang datang harap maafkan, pinceng tidak depat keluar menyambut. Pintu menara terbuka tidak ada yang mau masuk, bukan salah pinceng.Jalan menuju ke Kui-san memang tak pernah terbuka atau tertutup.Kami bertugas menjaga dengan nyawa kami sebagai taruhan kami melakukan tugas.Dunia sudah cukup kacau,pinceng akan berterima kasih sekali kalau cu-wi tidak menambahnya dan suka pergi meninggalkan tempat ini dengan aman."

   Kata-kata ini keluar dari matut Gwat San Hosiang yang bertugas menjaga di tingkat paling bawah.

   " Ada hawa kematian di sekitar tempat ini, tak mungkin terlewat begitu " kata Koai Thian Cu seperti kepada diri sendiri, akan tetapi kata "katanya ini mendatangkan rasa serem kepada yang mendengarnya, apalagi bagi mereka yang sudah mengenal betapa jitu ramalan-ramalan kakek ini.

   Karna pintu sudah terbuka dan orang-orang tua itu masih juga belum bergerak,hal ini menim bulkan ketidak sabaran dua orang laki-laki setengah tua yang pakaiannya seperti guru silat.

   Memang mereka ini adalab guru-guru silat dari sebelah utara Bukit Kui San.Mereka lalu melom"pat memasuki pintu menara dengan gerakan gesit dan teratur, saling melindungi dan tentu saja kepandaian rnereka sudah tinggi, kalau tidak demikian, selain tak mungkm mereka bisa sampai di tempat itu, juga kalau tidak pandai mereka tak"kan berani mengganggu Kim-hud-tah.

   "Sudah mulai.... sudah mulai....." kata Koai Thian Cu,berseri-seri wajahnya seakan-akan seo"rang bocah menjadi gembira menonton pertunjukan yang menarik dimulai, Dua orang guru silat itu memasuki pintu menara yang gelap dengan langkah seperti harimau - harimau mengintai korban, tangan kiri siap menjaga di depan dada, tangan kanan meraba gagang golok yang tergantung di pinggang. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu.

   Mereka melangkah terus dan tiba ruangan terbawah, di mana mereka melihat seorang hwesio tua yang berwajah angker duduk bersila di atas bangku, di dekatnya terdapat sebuah meja di mana terletak sebatang pelang yang meng"kilap.

   Ruangan ini terang karena menerima cahaya penerangan dari luar melalui lubang-lubang di dinding atasnya. Inilah Gwat San Hosiang yang bertugas menjaga di bawah. la duduk bersila dengan maka tunduk seperti sedang semadhi.

   Dua orang guru silat itu menyapu tempat itu dengan pandang mata mereka. Tidak ada patung emas di situ. Tentu ditingkat atas, pikir mereka saling pandang. Kesunyian ternpat itu mengejuttan hati, maka seorang di antara mereka berkata ke"pada hwesio itu, -

   "Losuhu, kami dua saudara Kwee, kauwsu (guru silat) dati Tin-an-bun, sudah memasuki pintu menaral"

   Gwat San Hosiang membuka matanya dan mengangkat muka tanpa menggerakkan tubuh. Kaget dua orang kauwsu itu kerika melihat se"pasang mata itu mengeluarkan pandangan tajam menyambar.

   "Ji-wi-kauwsu datang ke sini mau apakah? Kim-hud-tah bukan tempat pelesir."

   "Kami datang bukan mau pelesir, melainkan kendak meminjam patung emasl"

   Gwat San Hosiang tersenyurn. "Kalian juga?"

   Dengan muka rnerah, guru silat pertama ber"kata, nadanya membela diri,

   "Losuhu, kami ber"dua adalah guru-guru silat yang mengandalkan nafkah hidup dari mengajar ilmu silat. Karena sckarang banyak sekali guru silat, maka kami harus mempunyai modal yang baik, dan modal guru silat hanya ilmu silat yang baik. Oleh karena itu maka kami hendak menarnhah kepandaian untuk djadikan modal."

   "Hendak menambah kepandaian mengapa rnencari patung emas?" Kembali Gwat San Hosiang bertanya, masih tersenyum mcnyindir.

   "Bukan patung emasnya yang kami butuhkan, melainkan isinya, kitab yang tarsembunyi di dalam patung itu. Patungnya boleh losuhu ambil kembali."

   "Dari mana jiwi kauwsu tahu akan hal itu? Pinceng sendiri belum pernah membuka-buka pa"tung keramat itu. Sayang sekali, ji-wi kauwsu da"tang sia-sia. Patung emas itu tidak berada di dalam ruangan ini."

   "Tentu berada di atas......" dua orang guru silat memandang ke arab tangga yang menuju ke atas.

   "Jalan itu terlarang bagi semua orang yang datang dari luar, jiwi tidak boleh melalui anak tangga itu."

   "Losuhu, harap losuhu duduk saja, tak usah repot-repot. Biarkan kami berdua seadiri yang akan mencari kitab itu dan terpaksa kami harus meminjam anak tangga itu untuk mancari ke alas."

   "Tugasku menjaga di sini dan siapapun juga takkan dapat mempergunakan anak tangga ita tanpa melewati tubuh pinceng."

   Setelah berkata demikian, tahu-tahu tubuh yang bersila itu melayang dan dalam keadaan masih bersila tubuh kakek gundul ini telah berpindah ke bawah anak tangga Karena anak tangga itu sempit dan tubuh"nya besar, benar- benar jalan ke anak tangga itu terhalang dan kalau orang hendak mempergunakan anak tangga harus lebih dahulu melangkahi atau melewati tubuh Gwat San Hosiang

   "Losuhu, kau mencari penyakit!" bentak guru silat ke dua sambil mencabut goloknya, diikuti oleh saudaranya.

   Gwat San Hosiang tertawa.

   "Masih harus di buktikan dulu siapa yang mencari penyakit, mungkin ji- wi kauwsu yang mencari penyakit."

   "Minggir! " bentak dua orang kauwsu itu danhampir berbareng golok mereka menyarnbar dari dua jurusan. Serangan ini hebat sekali, karna bukan saja dilakukan dengan baik dan dari dua jurusan, akan tetapi juga kedudukan hwesio itu amat lemah. ia sedang bersila di kaki anak tangga dan agaknya tidak mempunyai jalan keluar lagi dari bahaya yang mengancam nyawanya.

   Akan tetapi, Gwat San Hosiang tidak saja pandai ilmu silat dan pengalamannya sudah banyak,
juga ia amat pandai melihat orang dan menaksir kepandaian orang.Ketika dua orang guru. silat tadi memasuki pintu menara, melihat dan mendengar gerakan- gerakan mereka saja ia sudah dapat menaksir bahwa menghadapi mereka ini tak perlu mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaga. Oleh karena itu, sekarang melihat serangan mereka, iapun berlaku tenang.

   Akan tetapi, ia menjadi rnendongkol dan marah melihat betapa serangan- serangan itu bukanlah serangan biasa, melainkan seraugan mengarah n3atinyai Mernang dua orarg guru slim yang maklum bahwa mereka berhadapan dengan orang pandai, begitu bergerak terus rrenyerang bagsan- bagias befbahua dan; setal serangan mereka mengenvi sasaran, inveso itu akan tewas atau terluka parah.

   mengajak beriaruh ryawa? Baikl" Hwes'o ma iLi tidak bergerak dari tempat in her"nia, akan tetapi tulang- tulangnya meageluarkan bunyi berkeretokan dan tiba-tiba ia melakukan gerakan mendorong ke depan sambil berseru,

   "Pergilah!"

   Hebat sekali akibat dari pukulan lweekang yang lihai ini. Bagaikan disambar tubuh dua orang guru silat itu terlempar keluar dari ruangan itu,terus bergulingan keluar dari pintu menara! Orang pertama terbentur pintu dan golokaya menghantam leher sendiri, sedangkan orang ke dua bergulingan seperti balok digelindingkan. Setelah mereka berhenti terguling-guling, mereka sudah tak dapat bergerak lagi, rnenggeletak di dekat Koai Thian Cu dan.......mati!

   "Sudah mulai...... sudah mulai......!"

   Kakek ini terus rnengeluarkan kata-kata ini, akan tetapi suaranya seperti "rang mewek. Tanpa memperduli"kan yang lain-lain, kakek ini lalu mempergunakan tongkatnya untuk menggali tanah.

   Caranya memang luar biasa. Tongkat sekecil itu ketika dipergunakan untuk menggali tanah, ternyata melebihi sebatang pacul hasil kerjanya. Sekali tongkat ditancapkan di tanah, ketika dicabut segumpal besar tanah ter"bawa ke atas. Dengan cara aneh dan luar biasa ini sebentar saja Koai Thian Cu sudah berhasil membuat atau menggali lubang yang cukup besar dam dalam.

   Kemudian la memasukkan dua mayat guru silat itu ke dalam lubang dan menimbuni lubang kembali dengan tanah galian.

   "Ha, ha, ha, sekarang Koai Thian Cu ber"tambah dengan satu pekerjaan lagi. Ttdak saja dia tukang silat, tukang sulap dan tukang ramal, juga sekarang dia tukang mengubur mayat!" kata Pat-pi Lo-cu sambil tertawa terbahak-bahak.

   Sementara itu, sambil mengeluarkan gerengan keras seperti guntur, seorang hwesto gemuk dengan mata besar melangkah lebar memasuki pintu menara. Dia ini bukan lain adalah hwesio yang kemarin hari dicuri bebek panggangnya oleh Beng Han.

   Hwesio ini bukan orang sembarangan. Dia bersama Thai Ti Hwesio, seorang anak murid Sauw-lim-pai yang sudah tinggi ilmu silatnya Sayang sekali dia menyeleweng,. balk menyeleweng dari perguruan silat Sauw-lim-pai maupun dari peraturan sebagai seorang Hwesio.

   Oleh karena itu, sudah lama Sauw-lim-pai tidak mengakuinya lagi sebagai murid. Biarpun kepala nya gundul dan jubahnya aeperti jubah hwesio pemeluk Agama Buddha, namun cara hidupnya sama sekali tidak seperti seorang pendeta.

   Dia makan daging apa saja, minum arak sampai mabok-mabokan dan tidak ada pekerjaan yang ia pantang! Thai Ti Hwesio telah kembali ke asal mulanya, yaitu seorang perampok tungga Dahulu sebetum ia menjadi hwesio, dia adalah seorang perampok yang pada suatu hari dirobohkan oleh Kian Wi Taisu tokoh Siauw-lim-pai, lalu bertobat dan menjadi muridnya.

   Akan tetapi setelah Kian Wi Taisu mcninggal dunia, ia menjadi binal dan datang kembali sifat-sifat jahatnya sehingga ia diusir dari Siauw lim-si dan berkeliaran sebagai seorang penjahat kcji bersembunyi di kedok hwesio dan jubah pendetanya.

   Thai Ti Hwesio memasuki pintu Menara itu dengan menyeret tongkat besinya. Sebagai murid Siauw-lim-pai,ia adalah seorang ahli bermain toya.

   Begitu masuk dan melihat Gwat San Hosiang, ia berkata dengan suaranya yang lantang dan sombong,

   "Hwesio penjaga Kim hud-tah. Hayo kau lekas ambil kitab peninggalan Couwsu dan mengembalikannya kepadaku. Kalau tidak aku akan mewakili Ji lai- hud untuk menghukummu dengan tiga kali kemplangan dengan toya!"

   Melihat hwesio gemuk yang sombong ini, Gwat San Hosiang segera berdiri dari duduknya dan merangkapkan kedua tangannya.

   "Omitohud, yang datang ini seorang hwesio ataukah seorang gila? Ji-lai-hud tak pernah menghukum orang, melainkan sebaliknya menunjukkan jalan kepada manusia supaya terlepas dari segala ikatan perrbuat"an dan hukuman. Kau ini siapa dan dari mana"kah? "

   "kepala gundul bermata buta! Tidak tahu kah kau bahwa kitab peninggalan dari Tat Mo Couwsu itu adalah hakku! Aku adalah Thai hwesio dari Siauw-lim-pai dan Tat Mo Couwsu adulah guru besar Siauw-lim-pai."

   Gwat San Hosiang tertawa besar.

   "Entah kau benar- benar seorang murid Siauw-lim-pai atau bukan, akan tetapi kata-katamu ini menggelikan sekali. Ilmu silat biarpun sekarang terpisah-pisah dan berganti bulu dengan macam-macam warna, asalnya juga satu sumber dan satu pokok. Benda apakah yang tidak berasal dari satu pokok? Thai Ti Hwesio, lebih baik, mengingat bahwa kau sudah rela memakai julah pendeta dan berkepala gundul, kau ketuar lagi saja agar jangan sampat ditertawai orang kalau dua orang hwesio gundul saling gem"pur."

   "Setan, kau siapakah? " tanya Thai Ti Hwesio marah,

   "Nama pinceng Gwat San Hosiang, terhitung anak murid Go"bi-pai, akan tetapi sekarang ber"tugas merjaga meaara Kim-hud-tah"

   "Berikan patung emas itu kepadaku! " Thai Ti Hwesio membentak.

   "Apa kau tidak melihat bagaimana akibatnya ketika dua orang guru silat tadi melanjutkan kehendak hatinya yang jahat? Pinceng dan dua orang saudara pinceng bertugas menjaga Kim- hud-tah dan sekalian isinya, bagaimana kau mau begitu saja minta patung emas?"

   "Banyak cerewet. Minggir, aku hendak naik!"

   Thai Ti Hwesio memutar toyanya dan melompat ke anak tangga. Akan tetapi,sebelum kaki"nya sampai anak tangga pertama, ia merasa ada sambaran angin dari kiri yang membuat toyanya terbentur ke sampibg.- Serangan angin ini disusul dengan sambaran pada kakinya yang akan menginjak anak tangga, datangnya demikian cepat sehingga ia menjadi kaget bukan main.

   Secepat kilat Thai Ti Hwesio lalu berjungkir balik, mem"buat poksai (salto) ke belakang dengan menotolkan ujung tongkatnya pada lantai. Dengan cara demi"kian barulah ia terbebas dari serangan ke arah kakiuya yang tadi disambar oleh Gwat San Hosiang dengan ujung lengan bajunya.

   Marahlah Thai Ti Hwesio. Tongkatnya di"putar-putar di atas kepala, kemudian melangkah maju dan menyerang hebat dengan gerak tipu Kauw- ong-pai-san (Raja Monyet Menolak Gunung).

   Ujung toya itu setelah terputar-putar cepat lalu tiba-tiba meluncur dan menyarnbar ke arah kepala Gwat San Hosiang dengan gerakan menghantam lalu dilanjutkan dengan mendorong. Kepala akan pecah dan muka akan belong kalau serangan ini mengenai sasaran.

   Mendengar suara angin dan merasa sambar"annya, tahulah Gwat San Hosiang bahwa lawan nya ini Ini adalah seorang ahli gwakang yang bertenaga besar sekali. Dari langkah kaki dan gerakan toya ia mulai percaya bahwa orang ini benar-benar murid Siauw lim pai yang pandai. terkejutlah dia Sama sekali bukan terkejut karena jerih terhadap hwesio ini, akan tetapi terkejut melihat kenyataan bahwa Siauw lim pai sampai menyuruh orang untuk mengambil kitab. lnilah hebat!.

   Tentu saja ia tidak tahu bahwa Siauw lim pai sama sekali tidak tahu-menahu dan tidak ada sangkut-paut dengan perbuatan murid murtad ini.Menghadapi serangan Kauw-ong-pai-san yang hebat, Gwat San Hosiang berlaku tenang sekali.

   Dengan menggerak-gerakkan dua ujung lengan jubahnya yang panjang, Gwat San Hosiang ber"hasil menangkis serangan toya yang hebat dari Thai Ti Hwesto Hwesio Siauw lim-pai ini adalah seorang ahli gwakang, tenaganya besar sekali. Se"baliknya, selain tinggi ilmu gwakangnya, Gwat San Hosiang adalah seorang ahli lweekeh.

   Dengan senjata istimewanya, yaitu dua Ujung lengan jubah yang terbuat daripada kain lemas, dengan mudah ia dapat menghadapi serangan toya, senjata yang kaku dari kain itu. Biarpun hanya ujung lengan jubah yang lemas namun berada di tangan seorang ahli lweekeh dapat berobah menjadi senjata istime"wa, dapat dipergunakan sebagai cambuk lemas, dapat pula berubah menjadi kaku dan kuat seperti toya.

   Gwat San Hosiang dan dua orang suhengnya adalah murid-murid seorang tokoh besar Go bi pai yang
(Lanjut ke Jilid 59)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 59
dulu bertugas menjaga patang emas Buddha di dalam pagoda itu, yakni Thiau Lo Hwesio yang lihai.

   Oleh guru mereka, tiga orang murid ini khusus diwarisi ilmu silat yang aseli dari Tat Mo Couwsu, ilmu silat tangan kosong yang disebut Im yang-siang- j u (Sepasang kepalan im dan Yang). Ilmu silat ini tidak hanya dapat dimainkan dengan dua buah tangan kosong, akan tetapi dalam menghadapi lawan bersenjata yang lihai, tangan kosong dapat berubah menjadi bersenjata ujung lengan baju.

   Oleh karena inilah maka tiga orang kakek ini jubahnya berlengan panjang. Mereka tak pernah mempergunakan senjata dalam pertempuran, karena sepasang kepalan mereka ditambah ujung lengan baju saja jarang ada yang dapat menandingi.

   Dengan Ilmu Silat Im-yang-siang ju ini, Gwat San Hosiang dapat menghadapi lawan yang bagaimanapun juga. la dapat merapergunakan Yang kang maupun In kang tenaga kasar atau tenaga lemah ) dalam ilmu silat ini, disesuaikan dengan keadaan lawan.

   That Ti Hwesto ternyata lihai sekali. Gerakan toyanya kuat dan cepat, rnenyambar-nyambar bagaikan seekor naga mengamuk. Kedua ujung toyanya ganti berganti melakukan serangan mengemplang, mendorong, menyerampang atau memukul. Semua serangan merupakan jangkauan tangan maut.

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sampai limapuluh jurus mereka berterapur. Akan tetapi segera ternyata bahwa kepandaian Thai Ti Hwesio rnasih kalah setingkat. Ia mulai ter"desak dan tongkatnya tak dapat lagi banyak me"nyerarg, rnelainkan dipergunakan untuk melindungi tubuhnya dari desakan serangan sepasang ujung lengan jubah.

   Biarpun begitu, tidak mudah bagi Gwat San Hosiang untuk cepat cepat mengalahkan Thai Ti Hwesio.

   "Sute, mengapa begitu lama mengusir anjing gundul ini? Mari kami bantu! "Kata-kata ini di"ucapkan oleh Gwat Kong Hosiang yang ternyata sudah berada di ruangan bawah ini bersama Gwat Liong Hosiang. Mereka tadinya memang menjaga di tingkat atasan, akan tetapi karena khawatir kalau-kalau Gwat San Hosiang kalah, mereka lalu turun tengan membantu.

   Tiga orang hwesio penjaga pagoda Kim-hud "tah ini dengan gerakan serentak melakukan dorong"an dengan tangan ke arah Thai Ti Hwesio dan... tubuh Thai Ti Hwesio yang gernuk itu bagaikan sebuah bola karet terpental keluar pintu! Thai Ti Hwesio merasa dadanya sakit dan ia berteriak kesakitan ketika tubuhnya melayang terus keluar dengan toya masih dipegangnya, bahkan d pegang di depan dada.

   Celakanya, ia melayang ke arah seorang pe"ngemis tua yang duduk di alas tanah. Pengemis ini tubuhnya penuh kudis dan selalu garuk-garuk kaki dan tangannya la seperti tidak tahu bahwa Hwesio gemuk itu malayang dan hendak menimpa"nya dengan toya lebih dulu!.

   Beng Han yang me"lihat hal ini dari atas menara, menjadi kaget dan kasihan sekali kepada pe"ngemis tua Akan tetapi segera semua orang yang menyaksikan hal ini terkejut sekali. Pengemis tua itu rnenggerakkan tangan kiri yang penuh kudis dan..... tubuh gemuk bundar dari Thai Ti Hwesio seperti daun kering tertiup angin, melayang pergi ke kiri!.

   Kini tubuh Thai Ti Hwesio meluncur ke arah seorang wanita tua. Nenek ini tubuhnya bongkok dan mukanya penuh keriput, ia berdiri di situ ber"sama dua orang wanita muda yang berwajah manis dan bersikap gagah. Melihat-datangnya tubuh Thai Ti Hwesio, dua orang gads itu mem buang muka dan berkata.

   "Menjemukan!- "

   " Menyebalkan! "

   Akan tetapi nenek itu dengan mulut menyeringai mengangkat tongkatnya ke atas dan...... tubuh Thai Ti Hwesio diputar-putar di atas tongkat seperti seorang penari bertari piring.

   Sekali nenek ini menggerakkan tongkat, tubuh hwesio sialan itu melayang lagi, kini menuju ke arah Koai Thian Cu. Toya panjang terlepas dari pegangan Thai Ti Hwesio yang semenjak tadi sudah tak bersuara lagi.

   Koai Thian Cu mengulurkan tangan dan menerima tubuh itu, melemparkannya ke atas tanah. la tertawa bergelak.

   "Benar-benar semua orang menghendaki aku menjadi tukang urus mayat!" Tanpa banyak kata lagi ia kernhalt membuat lubang di tanah dan mengubur tubuh Thai Ti Hwesio.

   Ternyata bahwa setelah tubuhnya dijadikan "bola karet" dan di oper ke sana ke mari oleh orang-orang yang ber ilmu tinggi itu, Thai Ti Hwesio tewas sebelum tubuhnya menyentuh bumi, tanpa diketahui orang pukulan siapakah gerangan yang menewaskannya. Entah pukulan ketiga hwesio perjaga patung emas, entah pukulan pengemis kudisan itu ataukah sodokan tongkat nenek bongkok.

   Melihat betapa berturut- turut orang yang menyerbu ke dalam mengalarni kekalahan bahkan
kehilangan nyawa, agaknya yang lain-lain rnenjadi jerih. Mereka hanya saling pandang dan saling mengharapkan orang lain akan mencoba lebih dulu.

   "Ha, ha, ha! Banyak pengecut. banyak pengecut! " kata Koai Thian Cu sarnbil tertawa bergelak.

   "Pat-pi Lo-cu, dan kau Sin-tung Lo kai, mengapa berdiri diam raja? Apakah kalian takut menyerbu?"

   " Tua bangka tukang urus mayat. Kau hanya bicara saja. Mengapa kau sendiri tidak lekas -l ekas menyerbu " jawab Pat-pi Lo-cu tesenyum mengejek.

   "Mereka maju bertiga, agak sukar......." kata Sin-tung Lo-kai ragu-ragu. "Pula, akupun tidak
menghendaki pertempuran yang tidak ada gunanya.Aku hanya mau bicara dengan tiga orang sahabat di dalam."

   Setelah berkata demikian, Sin-tung Lo kai lalu melangkah maju dan memasaki pintu pagoda itu. la membera tanda kepada dua cucunya dan dua orang cucunya ini, Kwan Sin Hong dan Kwan Li Hwa, berjalan dengan tenang dan tabah mengikuti kong-kong mereka.

   Gwat Kong Hosiang dan dua sutenya tahu dengan siapa mereka berhadapan. Gwat Kong Hosiang mewakili sute-sutenya dan menjura sambil menegur,

   "Sin-tung Lo kai Thio-sicu yang terkenal gagah dan adil, ada keperluan apakah memasuki pagoda? Apakah sicu juga mempunyai kehendak buruk yang serupa dengan orang-orang itu? " Suara Gwat Kong Hosiang terdengar kaku dan dingin.

   Sin-tung Lo kai Thio Houw menggerak-gerakkan tongkat merah di tangannya dan menarik napas panjang. Lalu katanya,

   "Dibilang serupa, sama juga. Dikatakan sama, sesungguhnya lain. Sam-wi suhu harap maklum bahwa aku berani menebalkan muka hanya demi kepentingan kedua cucuku, ini. Kuharap Sam-wi suka menurunkan ilmu warisan Tat Mo Couwsu itu kepada dua orang cucuku ini. Adapun aku sendiri, tua bangka seperti aku untuk apa bersusah-susah belajar silat, Kalau sam-wi suka menerima permintaanku, aku akan mempertaruhkan nyawa gana membantu sam-wi mengusir orang- orang yang datang meng ganggu sarn-wi."

   Gwat Kong Hosiang menggeleng-gelengkan kepalanya."Thio-sicu. Hal itu tidak mungkin. Menyesal sekali pinceng bertiga tak mungkin memenuhi pamintaanmu. Banyak sekali orang rnenginginkan warisan Couwsu, kalau pinceng berikan kepada sicu, bukankah dunia akan menyebut pinceng bertiga orang-orang yang tidak adil dan berat sebelah?"

   "Habis, bagaimana keputusan sam-wi Lo"suhu?" tanya Sin-lung Lo-kai rnengerutkan alisnya.

   "Tidak ada jalan lain. Pinceng bertiga diwajibkan olela mendiang suhu untuk menjaga pagoda ini serta sekalian isinya. Kalau ada orang datang hendak merampok sesuatu, terpaksa pinceng bertiga memper taruhkan nyawa untuk mencegah"nya."

   "Maaf, kalau begitu aku si tua bangka terpaksa akan mencoba kebodohan, kalau kalau ada nasib baik untuk cucu-cucuku."

   "Karni harap kalau dapat urungkan saja kehendakmu itu, sicu. Kami bertiga akan amat menyesal kalau sampai terjadi. salah tangan ter"hadap sicu "

   Thio Houw tertawa bergelak. "Mati di tangan sam-wi merupakan kehormatan besar. Tunggulah sebentar, aku akan datang lagi."

   Setelah berkata demikian,, Thio Houw menggandeng tangan Kwan Sin Hong dan Kwan Li Hwa, diajak keluar tempat itu. Baru saja tiba di ambang pintu ter"dengar suara Gwat Kong.

   " Thio-sicu, kau dan yang lain-lain tunggulah saja di luar. Kami yang akan keluar melayani kalian, tak usah masuk merusak tempat suci ini."

   Thio Houw berjalan keluar. Tiba- tiba pinta itu tertutup dari dalam.

   Pat-pi Lo- cu, Koai Thian Cu, dan yang lain- lain mendekati Sin- tung Lo kai Mereka mengaju"kan pertanyaan apa yang terjadi di dalam,

   "Mereka hendak keluar menyambut kita. Agaknya rnereka sudah nekad hendak bertempur memperebutkan patung itu. Kita tunggu saja di luar, rnereka pasti akan keluar," jawab Thio Houw, kecewa karena ia tidak berhasil membujuk tiga orarg hwesio itu untuk menyerahkan warisan Tat Mo Couwsu kepada cucu-cucunya.

   Kalau merebut dengan kekerasan,benar-benar bukan hal mudah. Andaikata ia berhasil menangkan tiga hwesio itu dan merarnpas patung emas yang me"ngandung ilmupelajaran tinggi, di situ masih ada Pat-pi Lo-cu, Koai Thian Cu, dan belum di"hitung lagi kakek pengemis kudisan dan nenek bongkok yang linai-lihai itu!.

   Mereka int sudah pasti takkan tinggal diam dan tentu akan berusaha merampas patung utu pula.

   "Pat-pi Lo-cu dan kau Koai Thian Cu," kata Tgio Houw setelah berpikir masak masak.

   "Gwat Kong Hosiang bertiga bukanlah lawan ringan. Kalau kita maju seorang demi seorang, aku berani bertaruh kita akan kalah semua karena mereka bertekad untuk maju berbareng melindungi patung itu. Di antara kita sudah tidak ada rahasia lagi.kita masing-masing ingin memiliki kitab di dalam patung itu, bukan? Nah, bagaimana kalau diatur begini? Kita bertiga maju berbareng meng"hadapi mereka bertiga Dengan cara ini kita banyak harapan menang "

   Pat pi Lo-cu mengangguk-angguk, menyata"kan persetujuannya.

   "Jembel tua, kalau kita maju bertiga sampai menang dan patung itu berada di tangan kita, habis siapa di antara kita bertiga yang berhak akan isi patung?" kata Koai Thian Cu, memandang penuh curiga dan mulutnya tertawa mengejek.

   "Kalau sudah demikian mudah raja. Tinggal melihar saja nanti siapa di antara kita yang pantas memilikinya!" jawab Sin-tung Lo-kai sambil tert"awa juga.

   "Bagus, bagus.....! Aku setuju.Memang kau jembel tua bangka cerdik sekali, Lo kai! " kata Koai Thian Cu sambil tertawa bergelak. juga Pat pi Lo-cu setuju dengan usul ini.

   Tiba-tiba terdengar suara keras dan berisik dalam pagoda seakan-akan pagoda itu hendak runtuh.

   Dindingnya yang tebal tergetar dan suara hiruk-pikuk di sebelah dalam menyatakan bahwa ada sesuatu yang runtuh di dalam. Nampak debu mengebul ke luar dari lubang lub"ng angin di sekeliling pagoda itu.

   Semua orang terkejut sekali.

   'Eh, apa yang dilakukan oleh tiga orang hwesio itu? " kata Pat pi Lo-cu sarnbit melompat maju.

   Juga Koai Thian Cu dan Sin-tung Lo-kai melompat ke dekat pintu dengan maksud hendak melihat apa yang terjadi di dalam.

   Akan tetapi tiga orang kakek ini segera mundur kembali ketika pada saat itu pintu pagoda itu terbuka dari dalam, dan keluarlah debu mengebul tebal diikuti pecahan dan bubukan dinding runtuh. Diantara debu dan pesaban dinding ini berkelebat keluar tiga bayangan dan ternyata mereka ini adalah Gwat Kong Hosiang, Gwat bong Hosiang dan Gwat San Hosiang. Pakaian dan muka serta kepata mereka penuh debu, akan tetapi mereka tidak terluka. Gwat Kong Ho-siang membawa sebuah bungkusan yang ti"dak berapa besar, panjangnva kurang lebih dua kaki.

   "Bangunan lama dan lapuk, runtuh dimakan tahun dan abad. Baiknya patung dapat pinceng selamatkan," kate Gwat Kong Hosiang kepada tiga prang kakek di dcpannya sebagai penjelasan teutang suara hiruk-pikuk tadi.

   "Runtuh! " tanya Pat-pi Lo-ou. "Apanya yang runtuh?'"

   Akan terapi biarpun bertanya demkian, ia sama sekali tidak perdulikan pagoda itu dan tatapan matanya selalu tertuju ke arah bungkusan kain kuning yang dipondong oleh Gwat Kong Hosiang.

   "Anak tangga dari bawah ke atas runtuh semua! Baiknya patung sudah di bawah dan kami semua di bawah," jawab Gwat Kong Hosiang kemudian disambunginya, " Cuwi sekalian. Setelah pinceng bertiga mengetahui bahwa cuwi datang hendak merampas patung emas dan pinceng sudah siap sedia memperta hankan dengan nyawa. maka sekarang terserah kepada cuwi. Yang Mulia Buddha telah memberi tanda dengan runtuhnya anak tangga tentu karena marah kepada pinceng bertiga yang sudah kelepasan tangan membunuh orang. Sekarang sudah kepalang tanggung, betapapun juga kami bertiga hendak melakukan tugas dan kewajiban sampai saat terakhir dan hanya kalau kami sudah kalah dan roboh, baru patung ini dapat berpisah dari kami."

   Kata-kata ini dikeluarkan oleh Gwat Kong Hosiang dengan sikap gagah.

   Diam-diam sung Lo kai Thio Houw kagum sekali melihat tiga oraeg hwesio Go- bi-pai itu. Memang Thio Houw tidak ingin dalam urusan ini mengadu nyawa. la memang ingin sekali men"dapatkan kitab untuk cucu-cucurya, akan tetapi seberapa bisa jangan sampai terjadi pertumpahan darah dalam usaha memenuhi keinginannya ini. Ia maju dan menjura,

   "Sam-wi Losuhu" memang tak dapat disesalkan sikap sam-wi yang gagah ini. Akan tetapi, sebaliknya akan sayang sekali kalau ilmu yang tinggi disimpan begitu saja sampai hilang tidak karuan, apalagi kalau sampal terjatuh ke dalam tangan orang jahat. Oleh karena itu" baik diatur begini saja. Sam- wi bertiga main-main dengan kami bertiga. yaitu aku sendiri, Pat-pi Lo cu, dan Koai Thian Cu. Apabila pihak sam-wi kalah, patung harus diserahkan kepada kami bertiga. Sebaliknya kalau kami kalah, sudah tentu kami akan pergi dan menyatakan maaf sebesarnya. Bagaimana! "

   Gwat Kong Hosiang tersenyum pahit. " Pinceng mengerti baik maksud ini dan agaknya orang-orang berusaha keras untuk mendapatkan patung ini, tanpa dipikir sama sekali bahwa biarpun pinceng bertiga kalah, tetap saja patung menjadi rebutan dan mendatangkan malapetaka dan per"musuhan! Memang Had couw sudah memberi alamat tidak baik.Baiklah kalau begitu kehendak cuwi,kami sudah siap menanti! "

   Sin-tung Lo-kai tidak percaya akan kejujuran Pat-pi Lo cu maupun Koai Thian Cu, maka mendahului menerjang Gwat Kong Hosiang sambil berseru, "Maafkan aku! "

   Dengan perbuatannya terpaksa Pat-pi Lo-au dan Koai Thian menghadapi Gwat Liong Hosiang dan Gwat San Hosiang yang tidak mernbawa patung Namun dua orang kakek ini sudah mendengar akan ke"jujuran Sin-tung Lo kai, maka tidak merasa kha"watir kakek pengemis itu akan melarikan diri apabila -dapat mengalahkan Gwat Kong Hosiang dan merampas patungnya.

   Apalagi di situ ada dua orang cucu Sin-tung Lo-kai yang merupakan tanggungan berharga sekali.

   Gwat Kong Hosiang menyambut serangan Sin-tung Lo-kai mempergunakan ujung lengan baju kanan, sedangkan tangan kiri memeluk patung erat-"erat. Pertempuran ini amat dahsyat dan ramai karena ternyata kemudian bahwa kepandaian dua orang kakek ini memang setingkat. Sayangnya bahwa Gwat Kong Hosiang memeluk patung se"hingga sebelah tangannya tidak dapat dipergunakan dalam pertempuran, maka ia agak terdesak juga oleh tongkat merah yang amat lihai dari kakek pengemis itu.

   Sebaliknya, rombongan ke dua dan ke tiga dari pertempuran itu kurang ramai. Ilmu kepandai"an dari Pat-pi Lo-cu terlalu lihai bagi Gwat San Hosiang. sedangkan Koai Thian Cu sebentar saja juga sudah membuat Gwat Liong Hosiang bingung dengan serangan-serangan tongkat dan hudtimnya.

   Tukang gwa mia ini memang lihai ilmu silatnya, aneh dan hanyak tipunya. la tidak memperguna"kan hoatsut karena maklurn bahwa kepandaiannya masih setingkat lebih tinggi dari lawannya.

   Namun ia tidak menyangka bahwa dalam keadaan yang amat terdesak, tiba-tiba Gwat Long Hosiang mengeluarkan seruan keras sekali dan tiba-tiba kedua tangannya melakukan serangan pukulan bertubi-tubi dengan tenaga pukulan berbeda- beda. kadang "kadang tangan kanan mengeluarkan pukulan dengan hawa keras dan panas sedangkan tangan kiri me"lakukan pukulan lembek dan dingin, kadang-kadang juga sebaliknya. Inilah puncak Ilmu Silat Im-yang-siang jiu yang hebat sekali.

   Kalau saja Koai Thian Cu bukan seorang ahli yang pengalamannya sudah banyakserta memang tingkat nya lebih tinggi, tentu ia akan terkena pukulan-pukulan yang amat membingungkan dan sukar ditangkis ini. Sekali tongkat nya menangkis pukulan dengan hawa Yang, akan tetapi begitu pukulan itu bertemu dengan tongkatnya, tiba-tiba Ujung lengan baju yang tadinya keras berobah lemas sekali, penuh dengan tenaga im kang yang hebat.

   Ujung kain itu saakan-akan hidup, membelit tongkatnya dan menyendalnya amat keras sehingga Koai Thian Cu tidak dapat me"nahannya lagi dan tongkatnya terlepas Kakek ini tidak mau mendapat malu, cepat hudtimnya menyambar seperti kilat. Gwat Liong Hosiang rnemekik dan roboh terguling tak bernyawa lagi. Ujung hudtim itu dengan tepat sekali mengenai urat syaraf dan jalan darah terpenting di kepalanya sehingga ia tak dapat tertolong lagi.

   Melihat suhengnya tewas, Gwat San Hosiang menggigit bibir dan mendesak Pat-pi Lo cu untuk membalas kekalahannya. Akan tetapi, berhadapan dengan Pat-pi Lo-cu, Gwat San Hosiang tak banyak berdaya. Biarpun ia sudah pula mengeluar"kan gerakan seperti suhengnya tadi, yakni dengan pukulan Im-kang dan Yang-kang dicampur aduk"kan, namun Pat- pi Lo-cu tetap mendesaknva dengan sepasang kepalan yang ketika dimainkan seakan-akan telah berubah menjadi delapan buah.

   Kedua kakinya bergerak cepat dengan ginkang sempurna sehingga ia seakan- akan tidak menginjak tanah lagi. Benar-benar tepat sekali julukan Pat- pi Lo-cu atau Lo-cu Berlengan Delapan dari kakek ini, karena kalau menggerakkan ilmu silat dengan pengerahan tenaga dan kepandaian, ia benar-benar seperti Lo-cu yang cepat gerakannya karena Lo Cu naik roda api.

   Pertempuran antara Sin- tung Lo-kai dan Gwat Kong Hosiang masih berjalan seru. Dengan patung di dalam pelukan tangan kiri, gerakan Gwat Kong Hosiang kaku dan terhalang. namun sampai limapuluh jurus belum juga Sin- tung Lo-kai me"robohkannya.

   Hal ini bukan saja karena tingkat kepandaian mereka memang seimbang, akan tetapi terutama sekali oleh karena Sin-tung Lo-kai Thio Houw tak pernah mau rnengeluarkan serangan-sterangan mematikan.

   Kakek pengemis ini banya bermaksud mengalahkan Gwat Kong Hosiang dan merampas patungnya, sama sekali ia tidak ber"niat membunuh.

   Akan tetapi ketika Gwat Liang Hosiang roboh dan tewas oleh Koai Thian Cu, tiba-tiba berkelebat dua bayangan orang yang datang-datang menyerang Gwat Kong Hosiang. Gerakan dua orang ini habat sekali dan di lain saat, Gwat Kong Hosiang terkena pukulan tangan dan totokan tongkat sehingga hwesio roboh tanpa dapat rnengeluarkan suara lagi dan patung yang masih tetap di tangannya itu dirampas orang!

   Kejadian ini cepat sekali dan tidak terduga oleh Sin-tung Lo-kai Thio Houw. Ternyata oleh"nya bahwa yang menyerbu secara pengecut tadi adalah pengemis kudisan yang lihai tadi, yang menyerang Gwat Kong Hosiang dengan pukulannya yang dahsyat. Adapun orang ke dua adalah nenek bongkok yang menyerang dengan tongkatnya.

   Gerakan nenek ini cepat bukan main sehigga ia yang lebih dahulu dapat merampas patung dan dibawa lari.

   "Soat Li Suthai, serahkan patung itu kepadaku!" teriak pengemis kudisan itu sambil mengejar.

   "Bu-eng Lo-kai, aku yang merampasnya! " nenek itu membantah sambil berlari terus.

   Dua orang nona yang tadi bersama dia adala murid-muridnya. Melihat gurunya s"dah berhasil merampas patung, merekapun diam diam melarikan diri ke lain jurusan.

   Adapun pengemis kudisan yang bernama Bu-erg Lo kai itu, sama sekali tidak rnemperdulikan murid-murid nenek tadi melainkan mengejar terus dengan gerakan kaki yang cepat, Sementara itu, Sin-tung Lo-kai Thio Houw menjadi bengong. Tak disangkanya bahwa dua orarg tadi adalah Bu-eng Lo-kai dan Soat Li Suthai dua orang kang-ouw yang aneh dan selalu menyembunyikan diri di daerah selatan.

   Namun nama mereka dikenal oleh tokoh-tokon besar sebagai ahli silat kenamaan. Pantas saja gerakan mereka tadi lihai sekali, pikir Thio Houw sambil menarik napas panjang.

   Hampir pada saat yang sama. Pat pi Lo-cu juga sudah merobohkan lawannya. Gwat San Hosiang roboh dan rewas seperti dua orang suhengnya.

   Benar benar mereka telah memenuhi tugas kewajiban mereka sampai titik darah terakhir. Setelah merobohkan Gwat San Hosiang, Pat pi Lo-cu segera lari mengejar pula di belakang Koai Thian Cu yang sudah lebih dulu mesgejar sambil berteriak-teriak. See-thian Siang cu. dua murid kembar dari Pat"pi Lo-cu tak dapat berbuat lain kecuali mengikuti suhu mereka, sedapat mungkin berlari cepat untuk menyusul suhu mereka.

   Juga tokoh-tokob lain yang tadi merasa ragu-ragu dan jerih untuk maju dan berusaha merampas patung setelah sekarang melihat patung sudah terampas orang lain, beramai - ramai lari mengejar Soat Li Suthai.Melihat ini, Sintung Lo"kai Thio Houw tertawa bergetak.Orang-orang itu benar-benar menjemukan, pikirnya.

   Melihat cara mereka berlari cepat mengejar sudah terang mereka itu bukanlah lawan tokoh - tokoh besar yang sudah lari lebih dulu. Lagak mereka ini seperts anjing-anjing kelaparan berebut tulang.

   Sin tung Lo-kai merasa menyesal sekali bahwa perebutan patung itu sampai berakibat tewasnya tiga orang hwesio penjaga pagoda.Sesungguhaya hal ini tak ia kehendaki. la memandang kepada jenazah tiga orang hwesio yang menggeletak di atas tanah sambil menggeleng gelengkan kepala.

   "Sian Hong dan kau, Li Hwa. Lihatlah, mereka ini adalah orang-orang gagah yang patut dipuji. Mereka ini ditugaskan menjaga pagoda merawat patung emas dan mereka melakukan tugas mereka baik baik, menjaga dengan sungguh-sungguh dan rela mengorbankan nyawa demi kesempurnaan tugas. Alangkah suci dan mulia manusia yang dapat setia akan tugasnya seperti mereka ini.Patut kalian jadikan contoh kesetiaan dan kegagahan mereka ini."

   Sambil memberi nasehat kepada dua orang cucunya, Sin-tung Lo-kai lalu mengurus jenazah tiga orang hwesio itu, dibantu oleh Sian Hong yang sudah dewesa.

   Pemuda ini pendiam seperti ayahnya, juga ia sudah merasa cukup dengan kepandaian silat yang ia pelajari dari ibu dan kong-kongnya, maka tidak berhasilnya kakeknya merampas patung tak membuat kecewa.

   Tidak demikian dengan Li Hwa. Gadis cilik ini sudah sejak mendengar tentang pelajaran yang terkan dung dalam patung emas sebagai pelajaran ilmu silat yang tinggi dan peninggalan dari Tat Mo Couwsu, selalu merengek kepada kong-kongnya.Gadis cilik ini selain tidak puas, ingin memiliki kepandaian melebihi semua orang.

   "Mengapa kong-kong membiarkan patung itu dirampas nenek jahat tadi? Sekarang habislah harapanku untuk belajar ilmu silat warisan Tat Mo Couwsu!" kata Li Hwa dengan bibir cemberut.

   Thio Houw tertawa. "Li Hwa, enak saja kau bicara! Mereka itu semua adalah oreng-orang lihai, kepandaian mereka melebihi kepandaianku, bagaimana aku dapat merampas patung itu dengan mudah saja?"

   Li Hwa mcmbanting- banting kakinya yang kecil.

   " Di dunia banyak sekali orang lihai, apalagi sekarang isi patung telah mereka bawa pergi. Bagaimanakah kelak aku akan dapat mengangkat tinggi nama keluarga kita "

   "Li Hwa, mengangkat tinggi nama keluarga bukan dengan kepandaian silat tinggi, melainkan dengan perbuatan yang mulia dan bijaksana. Tentang kepandaian, selain kau adalah calon keluarga keturunan Than-te Kiam-ong,apa susah"nya? Kau akan berada di dalam keluarga orang-"orang gagah perkasa dan kiranya mudah kalau kelak kau akan memperdalam ilmu silatmu "

   Wajah Li Hwa menjadi merah.

   "Kong-kong, siapa sudi mengandalkan orang lain? Justeru karena akan tinggal di antara orang-orang berkepandaian tinggi, aku tidak suka kalau dipandang sebagai orang yang paling bodoh dan lemah. Sudahlah, dibicarakan juga tidak ada artinya. Kong"kong dan Hong-ko mengurus jenazah dan aku akan berjalan-jalan di sekitar pagoda yang indah ini." Sambil berkata demikian, gadis cilik yang pandai bicara meninggalkan kong-kongnya dan kakaknya yang melanjutkan pekerjjan mereka mengubur tiga jenazah para hwesio itu.

   Sin-tung Lo-kai Thio Houw menggeleng-gelengkan kepala sambil melihat ke arah cucu perempuannya yang berjalan pergi sampai cucunya itu lenyap di tikungan pagoda.

   Sambil tersenyum-senyum ia lalu melanjutkan pe"kerjaannya menggali tanah.

   Semua peristiwa yang terjadi di halaman pagoda itu tentu saja kelihatan jelas oleh Berg Han yang menjadi penonton tersembunyi di atas menara. la mengintai dari lubang angin dan me"lihat nyata bagaimana dalam pertempuran dahsyat itu tiga orang hwesio penjaga pagoda telah tewas dan bagaimana patung emas telah dirampas dan dibawa lari oleh seorang nenek yang lihai, dikejar oleh yang lain-lain.

   Juga dilihatnya dengan hati kecewa bagaimana kong-kongnya, Koai Thian Cu, selain telah menewaskan Gwat Liong Hosiang, juga ikut pula mengejar.

   Beng Han melihat pula betapa Sin-tung Lo- kai Thio Houw dan dua orang cucunya yang pernah la lihat di Tit- le, mengubur jenazah Gwat Kong Hosiang dan dua orang sutenya. Jaga la mendengar percakapan antara Thio Houw dan Li Hwa tadi yang dilakukan dengan suara lantang.

   Diam diam ia makin kagum dan suka kepada Li Hwa yarg dianggapnya bersemangat besar untuk menjadi seorang pandai dan gagah perkasa. Dan terbayang pula sikap yang amat mengasih dan baik dari gadis cilik itu terhadap dirinya ketika di Tit-le.

   Beng Han berlari ke dalam mengambul sabuah bungkusan kuning ketika melihat Li Hwa ber"jalan mengitari pagoda. la menanti sampai gadis cilik itu tiba di bagian lain dari pagoda itu se"hingga tidak kelihatan oleh Sin-tung Lo-kai, ke"mudian Beng Han membuka sebuah jendela angin dan mengeluarkan tubuhnya sampai sebatas pinggang.

   "Haaaiii....! " serunya ke bawah.

   Suara yang da"tangnya dari atas mudah mencapai telinga orang yang berada di bawah. Li Hwa menengok ke atas dan setelah mengenal Beng Han, ia malambaikan tangan.

   Beng Han melemparkan bungkusan kuning itu ke bawah. Bungkusan itu jatuh beberapa tombak djauh nya dari tempat Li Hwa berdiri. Dengan he"ran sekali Li Hwa mengambil bungkusan kain kuning itu, me-mandang ke atas beberapa kali sambil membuka bungkusannya.

   Ternyata isinya sebuah pedang pendek yang bagus sekali dan sebuah kutab kuno,hati Li Hwa berdebar.

   Cepat ia membuka lembaran kitab itu dan mendapatkan tulisan sampulnya, IM- YANG C1N-KENG dan di bawahnya ditulis bahwa kitab itu adalah ciptaan Tat Mo Couwsu dan diperuntukkan mereka yang berjodoh!, Adapun pedang itu pada gagangnya terdapat ukiran huruf GIOK POKIAM (Pedang Pusaka Kemala).

   Li Hwa menjadi girang, heran, kaget dan tidak tahu maksud pemuda cilik di atas itu.. Ketika ia memandang ke atas, Beng Han berkata, suaranya terdengar lambat perlahan akan tetapi jelas,

   "Kuberikan padamu! Jangan bilang aku di sini! "

   Setelah berkata demakian, pemuda cilik itu menarik diri dan lenyap dari depan lubang angin di puncak rnenara itu.

   Sin- tung Lo-kai Thio Houw adalah seorang berkerandaian tinggi. Biarpun ia berada di sebelah depan pagoda dan Beng Han bicara dari atas be"lakang pagoda, kakek ini dapat mendengar suaranya.

   Akan tetapi ia tidak mendengar jelas kata"katanya, bahkan tidak tahu pula suara siapakah itu. la rnerasa khawatir akan keselamatan Li Hwa maka cepat ia meninggalkan Sian Hong yang masih bekerja menguruk kuburan tiga jenazah itu.

   "Teruskan sendiri, aku mendenger suara di belakang pagoda," katanya sambil melompat cepat.

   Ketika ia tiba di sebelah belakang pagoda, ia melihat Li Hwa berdiri termangu-mangu, tangan kanan memegang sebatang pedang dan tangan kiri sebuah kitab.Tadinya gadis cilik ini memandang ke atas pagoda, kemudian setelah melihat kakek"nya datang, ia memandang kakeknya dengan wajah berseri.

   "Kong-kong, lihat! Aku mendapatkan ini! "Serunya girang.

   Sin-tung Lo-kai memandang ke arah dua benda yaug berada di tangan cucunya. Melihat pedang itu ia tidak tertarik karna rnemang tidak mengenalnya.

   

Pedang Naga Kemala Eps 9 Pemberontakan Taipeng Eps 5 Pedang Naga Kemala Eps 15

Cari Blog Ini