Ceritasilat Novel Online

Misteri Bayangan Setan 2

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 2


ai sedikit simpanan," seru Kui So SIan Ong sambil tertawa kering. "Tetapi.... hmmm! kendati kepandaian silatmu bagaimana lihaynyapun jangan harap bisa meloloskan diri dari kuil Bu Lah Sie ini dalam keadaan hidup-hidup."
"Haaa.... haaa.... haaa.... cuma mengandalkan sedikit kepandaian silat itu daja kau sudah ingin menahan diriku"....
tidak mudah, tidak mudah kawan!" teriak Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Hmmm! kalau tidak percaya lihatlah sendiri!"
Tiba-tiba Kui So Sian Ong menegakkan badannya, laksana sesosok bayangan setan tahu-tahu ia sudah melayang turun ke atas tanah.
"Eeei.... kau jagakan diriku dari samping biar aku hancurkan dulu manusia bukan manusia, setan tidak mirip setan ini," bisik Tan Kia-beng kemudian kepada Leng Poo Sianci.
Tubuhnya dengan cepat mencelat ke depan menghadang jalan pergi dari si kakek dewa bertangan setan itu.
"Hey bajingan iblis pengacau masyarakat pembunuh manusia yang terkutuk, bilamana aku tidak kasi sedikit pembalasan yang setimpal hal ini terlalu enak buat dirimu, Ayoh cepat lancarkan serangan! bilamana ingin melarikan diri.... heee.... heee.... tidak mudah" serunya.
Si kakek dewa bertangan setan kontan saja mendongakkan kepalanya dengan seram tertawa terbahak-bahak.
"Dengan mengandalkan kepandaian silat kau situyul cilik yang masih bau susu berani juga bergebrak melawan Loohu, sungguh menggelikan sekali!"
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menuding ke depan sambungnya kembali, "Kau tidak usah cemas, nih! orang yang khusus datang kemari untuk membereskan dirimu sudah tiba!"
Baru saja perkataannya selesai diucapkan mendadak dari empat penjuru berkumandang datang suara tertawa seram yang sangat aneh.
Sreet....! Sreet....! Sreet....! di tengah suara desiran tajam, terlihatlah beberapa sosok bayangan melayang datang dihadaoan pemuda tersebut.
Dalam keadaan terperanjat, Tan Kia-beng segera menyapu sekejap kesekeliling tempat itu.
Tampaklah orang yang paling depan bukan lain si kakek tua yang memimpin penyerbuan ke gunung Bu-tong-san tempo dulu, si Bangau Mata Satu Kweek Hwee adanya.
Orang yang berada disebelah kirinya adalah Sam Biauw Ci Sin sedang disebelah kanannya adalah si Lhama berbaju merah Tolunpah serta Khelah berdua.
Menggunakan kesempatan sewaktu beberapa orang itu melayang turun ke tengah kalangan itulah, bagaikan bayangan setan saja tubuh Kui So Sian Ong sudah berkelebat ke belakang tubuh mereka.
Kecuali si kakek dewa bertangan setan serta si Bangau Bermata Satu, hampir boleh dikata semua jago lainnya merupakan panglima-panglima yang pernah dikalahkan ditangannya.
Walaupun begitu, mereka semua boleh dikata cuma terpaut satu tingkat saja dari kepandaiannya, bilamana saat ini mereka turun tangan secara bersama-sama sekalipun jagoan lihay kelas wahidpun jangan harap bisa bertahan lama.
Melihat dari pihak Isana Kelabang Emas sudah berdatangan begitu banyak jago-jgao lihay, diam-diam pemuda itu merasa amat terperanjat. Tetapi diluaran ia masih tetap
mempertahankan ketenangan hatinya.
"Haaa.... haaa.... haaa.... beruntung sekali pada ini hari kalian dapat berkumpul secara bersama-sama, Dalam hal ini aku orang she Tan harus mengucapkan selamat bertemu buat kalian semua" serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... semenjak kau memperlihatkan kegagahanmu berada di atas gunung Bu-tong-san depan kuil Sam Cing Kong, loohu memperhitungkan bila kau pasti akan datang mengunjungi gurun pasir kami, tetapi.... heee....
heee.... bocah, apakah kau tidak terlalu memandang enteng kami dari pihak Isana Kelabang Emas?" seru si Bangau Mata Satu Kwek Hwie sambil tertawa terbahak-bahak pula.
Leng Poo Sianci yang berdiri disisi Tan Kia-beng selamanya paling tidak takut langit maupun bumi, saat ini setelah melihat beberapa orang itu mengurung kalangan tersebut rapat rapat
dan memandang ke arah mereka dengan sepasang mata melotot lebar-lebar, tidak urung dalam hati merasa rada tegang juga.
Kendati gadis ini tidak kenal dengan beberapa orang jagoan tersebut, tetapi di dalam pandangan seorang yang bertenaga lihay di dalam satu kali pandang saja ia sudah merasa bila beberapa orang yang hadir di tengah kalangan pada saat ini paling sedikit sudah mempunyai dasar tenaga dalam hasil latihan selama sepuluh tahun lamanya.
Menghadapi keadaan seperti ini ia tidak berani turun tangan secara gegabah lagi, gadis itu cuma berdiri disisi Tan Kia-beng sambil mencekal pedangnya erat-erat dan menantikan perubahan selanjutnya.
Tan Kia-beng yang berada dalam keadaan bahaya, hatinya malah berbalik jauh lebih tenang, diam-diam ia menyalurkan hawa murni mengelilingi seluruh tubuh, sinar matanya menyapu sekejap kesekeliling kalangan
Di dalam pertandingan kepandaian silat di kalangan Bulim, siapa lemah dia mati, siapa kuat dia menang, menggunakan siasat maupun menghadapi suatu kematian bukan merupakan satu persoalan yang serius" katanya mendadak "Tetapi mengapa kalian dari pihak istana Kelabang Enas menggunakan tindakan yang sedemikian kejam untuk membasmi seluruh anak murid kuil Bu Lah Sie yang sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat" aku harap kalian suka memberi penerangan sejelas-jelasnya".
"Soal ini kau tidak usah ikut campur" teriak Sam Biauw Ci Sin secara mendadak. "Keledai keledai gundul tersebut berani menyembunyikan mata-mata dalam sarangnya. Sudah tentu kami tak akan mengijinkan mereka untuk melanjutkan hidup!"
Dari sepasang mata Tan Kia-beng segera memancarkan cahaya yang sangat tajam melototi dirinya tanpa berkedip.
"Jadi dengan demikian pembunuhan kejam yang terjadi di dalam kuil ini adalah hasil pernuatan kalian?" bentaknya keras.
Sam Biauw Ci Sin sebagai seorang yang ganas dan berhati kejam setelah mendengar suara bentakan keras tersebut tidak urung dibuat kaget juga sehingga dalam hati merasa rada bergidik.
"Kalau benar kau mau apa?" serunya kemudian setelah berdiam beberapa saat lamanya.
"Aku bunuh kau!" teriaknya pemuda itu.
Tanpa banyak cakap lagi telapak tangannya segera dibabat ke depan melancarkan satu serangan dahsyat.
Terasalah segulung angin pukulan berhawa yang laksana perputaran roda menggulung keras ke tengah angkasa kemudian bagaikan ambruknya gunung Thay-san menekan pihak musuhnya.
Sam Biauw Ci Sin tidak berani mengerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, dengan perasaan terperanjat tubuhnya buru-buru mundur delapan depa ke belakang.
Beberapa orang lainnya sewaktu melihat kedahsyatan dari serangan tersebut dalam hatipun ikut merasa bergidik.
Siapapun di antara mereka tak ada yang suka melancarkan serangan terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci yang bersandar di atas tubuh Tan Kia-beng ketika melihat pemuda tersebut dapat melancarkan serangan sedemikian hebatnya bahkan jauh lebih hebat dari angin pukulan yang dihasilkan ayahnya Hay Thian Sin Shu, dalam
hati merasa amat girang sekali sehingga tanpa terasa lagi ia sudah menoleh ke arahnya dan mengirim satu senyuman manis.
Tan Kia-beng yang sedang memusatkan seluruh
perhatiannya untuk menghadapi musuh tangguh, dalam hati sama sekali tidak tertarik untuk mengurusi persoalan tersebut.
Begitu serangan pertama dilancarkan keluar ia tidak berani mengirim serangan secara gegabah lagi, karena ia tahu asalkan tubuhnya bergerak sedikit salah maka keadaannya akan runyam dan bakal menerima serangan gencar dari empat penjuru.
Ia tidak bergerak para jago lainnyapun tidak berani melancarkan serangan secara gegabah. Dengan demikian suasana di dalam kalanganpun menjadi tenang kembali.
Ketika itu suasana di dalam ruangan benar-benar amat sunyi senyap, saking heningnya sehingga dapat mendengar suara denyutan jantung pihak lawan.
Tetapi.... yang jelas kesunyian ini hanya merupakan suatu pertanda bakal berlangsungnya hujan yang sangat deras.
Segulung angin berkelebat lewat membawa bau amis darah yang sangat tebal, hal menambah suasana seram diruangan tersebut.
Perlahan-lahan.... di atas wajah Tan Kia-beng yang berwarna pucar berubah jadi merah berdarah, dari sepasang matanya memancarkan cahaya yang sangat menakutkan, selintas hawa napsu membunuh berkelebat di atas alisnya sedang sepasang telapak tangan pun perlahan-lahan diangkat ke atas, kakinya mulai bergeser....
Sam Biauw Ci Sin pernah merasakan pait getir ditangan pemuda itu, kakinya mulai bergeser mundur ke belakang, sedang Tolun Pah serta Khela yang pernah merasakan siksaan dari pemuda itupun saling bertukar pandangan sekejap, dengan wajah yang berubah serius jubah merah dibadannya mulai mengembung bagaikan bola....
Suatu pertempuran yang amat sengit bakal berlangsung....
Pada saat-saat.... pada detik-detik kritis itulah....
Seorang pemuda yang mengobol golok lengkung mendadak meluncur masuk ke dalam ruangan sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka, kau bangsat cilik berani datang ke gurun pasir untuk mengetahui kematian!"
serunya. Mendengar suara tersebut, Tan Kia-beng kontan saja mengenali bila orang itu bukan lain adalah si Golok Perak Gien To Mo Lei adanya. Tetapi pada saat ini ia tidak berani pecahkan perhatian untuk berbicara dengan dirinya.
Melihat Tan Kia-beng tidak memberi jawaban, Si Gien To Mo Lei kembali terawa seram, sambil menyapu sekejap ke atas wajah gadis cilik disamping pemuda itu ujarnya kembali,
"Haaa.... haaa.... haaa.... bangsat cilik, kau benar-benar beruntung dapat membawa seorang kawan yang sedemikian cantik".
"Gien To Mo Lei!" bentak Tan Kia-beng dengan keras, ia benar-benar sudah dibuat amat gusar. "Bilamana kau berani bicara sembarangan lagi, jangan salahkan aku segera cabut dulu nyawamu!"
"Heee.... heee.... heee.... Bangsat cilik, kau tidak usah pentang bacot terlebih dulu kulihat saja siapakah orang yang sudah aku tangkap ini!" seru sigolok lengkung sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Mendadak ia memperkeras suaranya, "Bawa kemari orang itu!"
Baru saja suara urintah tersebut diciptakan dua orang Bu-su berpakaian suku Biauw dengan menawan seorang hwee-sio aneh yang tinggi besar berjalan berdekat.
Begitu melihat munculnya hweesio tua itu, Tan Kia-beng tak dapat menahan sabar lagi, dengan wajah amat murung dan penuh kesedihan teriaknya keras, "Suhu...."
Tubuhnya dengan cepat bergerak siap menubruk ke depan.
Sekonyong konyong....
"Bangsat cilik! Bila kau berani maju satu langkah lagi, akan kubunuh dulu dirinya!" seru seseorang dengan siapa yang amat dingin dan menyeramkan.
Sejak semula si Gien To Mo Lei sudah menempel sepasang telapak tangannya ke atas jalan darah "Nau Cuang Hiat" pada tubuh si hweesio tua itu, sepasang matanya memandang Tan Kia-beng tajam tajam sedang mulutnya tiada henti
memperdengarkan suara tertawa yang amat dingin.
Tindakan mereka kali ini benar-benar amat kejam dan telengas, hal ini memaksa pemuda tersebut harus menahan gerakan tubuhnya mentah-mentah.
"Gien To Mo Lei!" bentaknya keras. "Jika kau berani melukai suhuku barang seujung rambutpun, nyawa anjingmu akan segera kucabut!"
Kiranya si hweesio tua yang memakai gelar "Im Yen" ini bukan lain adalah si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong adanya.
Cuma saja entak secara bagaimana ia dapat terjatuh ke tangan jago-jago istana Kelabag Emas.
Ketika si Gien To Mo Lei melihat pemuda tersebut saking cemas dan gusarnya dari sepasang mata menyemburkan cahaya berapi-api, ia lantas tertawa bangga.
"Haaa.... haaa.... haaa.... bangasat cilik! Bilamana kau menginginkan agar aku suka mengampuni jiwanya terus terang saja aku katakan hal ini tidak sulit" katanya keras.
"Pertama. Serahkan dulu Daftar hitam tersebut kepada kami Isana Kelabang Emas. Kedua, segera mengangkat sumpah menggabungkan diri dengan kita Isana Kelabang Emas. bila kau suka melakukan kesemuanya ini bukan saja bagi dirimu sangat menguntungkan bahkan suhupun dapat memperoleh kebebasan. Sedang mengenai pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam tersebut, kami dari Isana Kelabang Emas sama sekali tidak tertarik, Kau boleh berlega hati!"
Pada saat ini Tan Kia-beng benar-benar sudah dibuat gusar oleh tindakan mereka itu semua rambutnya pada berdiri semua.
"Kau boleh bermimpi dulu jika menginginkan siauw ya mu mengabulkan permintaan tersebut!" bentaknya keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa setuju atau tidak setuju hal ini tergantung pada pendirianmu sendiri. siauw ya tidak bakal menggunakan cara paksaan, sekarang aku akan kasi sedikit waktu buat dirimu berpikir, bila mana kau masih ngotot dan keras kepala.... heee.... heee.... siauw-ya jagal dulu keledai gundul ini kemudian baru melakukan pertarungan dengan dirimu untuk menentukan siapa menang siapa kalah."
Seluruh tenaga dalam yang ada di dalam tubuh Tan Kia-beng telah disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya, beberapa kali ia bermaksud hendak menerjang ke depan, tetapi iapun takut bila Gien To Mo Lei mencelakai suhunya terlebih dahulu, oleh karenanya ia jadi ragu-ragu.
Keadaan dari si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong pada saat ini sudah kepayahan. Kemarin malam dibawah kerubutan
beberapa orang jagoan lihay sebetulnya ia sudah terluka dalam yang sangat parah, apalagi saat ini kena ditotok oleh Gien To Mo Lei, boleh dikata napasnya sudah kempas kempis.
Untung saja tenaga dalam yang dimiliki sangat sempurna sehingga setelah mengatur pernapasan beberapa saat pikiran serta kesadarannya telah pulih kembali.
Ketika ia membuka mata dan melihat murid kesayangannya Tan Kia-beng sedang berdiri di dalam kurungan musuh-musuh tangguh dengan wajah penuh kegusaran, melihat pula muridnya yang sudah lama tak bertemu muka kini telah semakin menanjak dewasa, diam-diam ia menghela napas panjang.
Keadaan yang dihadapan pada saat ini benar-benar
membuat hatinya merasa semakin kuatir.
Penghidupannya selama tiga tahun di gurun pasir membuat dia semakin memahami bagaimana tinggi serta hebatnya kepandaian silat dari jago-jago Isana Kelabang Emas.
Di dalam anggapannya sekalipun kepandaian silat Tan Kia-beng sangat lihay, tetapi ia masih bukan tandingan dari salah seorangpun diantara jago-jago lihay tersebut. Oleh karenanya iapun mulai menaruh rasa kuatir terhadap keselamatan murid kesayangannya.
Terakhir ia menghela napas panjang panjang, perlahan-lahan tegurnya, "Beng-jie, mengapa kau datang ke gurun pasir?"
Selama tiga tahun ini baru untuk pertama kali ini Tan Kia-beng mendengar suara ucapan dari suhunya yang begitu ramah.
"Aku datang menjenguk suhu!" saking terharunya ia menggembor keras.
"Heeey...."
Suara helaan napas dari Ban Lie Im Yen kali ini telah mengandung perasaan sedih, susah dan kecewa, ia bukan merasa sedih karena dirinya telah terjatuh di depan mulut macan, sebaliknya merasa sayang dan kecewa karena satu satunya bibit keturunan yang dihadapan olehnya selama inipun harus musnah di gurun pasir.
"Suhu, kau tidak terluka bukan?" tanya Tan Kia-beng dengan perasaan penuh rasa kuatir.
"Sku telah terluka parah dan tidak sanggup lagi, kau tidak usah menggubris dan menguatirkan keselamatanku lagi, semakin tidak usah lagi menyanggupi syarat yang mereka ajukan."
Maksud dari perkataan ini jelas sekali sedang menyadarkan pemuda tersebut agar suka berusaha keras meloloskan diri dari kepungan kemudian melarikan diri dan tidak usah menggubris dirinya lagi.
Tetapi, dengan sifat Tan Kia-beng yang ramah mana mungkin dia suka berbuat demikian"
Di dalam benaknya terlintaslah beratus-ratus macam persoalan, tetapi selama ini tak teringat olehnya dan tak
terpikir olehnya suatu siasat yang baik guna menolong suhunya.
Saat itulah si Gien To Mo Lei sudah tidak sabaran lagi, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Batas waktu sudah habis. sebenarnya kau sudah mengambil keputusan belum" suka menyetujui atau tidak"
ayoh cepat katakan!"
Tan Kia-beng yang dibentak bentak seperti itu hawa amarahnya tak dapat dikendalikan lagi, dari sepasang matanya hampir hampir saja menyemburkan sinar berapi api. tetapi situasi mengingatkan dirinya agar jangan sembarangan bergerak. hal ini membuat pemuda tersebut untuk beberapa saat lamanya berdiri termangu-mangu disana tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.
Kendati si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong sudah terluka parah, jalan darahnyapun tertotok, tetapi dengan pengalamannya yang amat leluasa serta ketajaman dari sepasang matanya.
sekali pandang saja ia bisa melihat bila cahaya sinar murid kesayangannya amat tajam dan hal ini menandakan bila tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada puncak kesempurnaan.
Ditambah pula sewaktu dilihatnya begitu banyak jago-jago lihay mengepung murid kesayangannya tetapi mereka tidak berani turun tangan secara langsung, sebaliknya
menggunakan nyawanya sebagai jaminan untuk menggertak pemuda tersebut, ia semakin dapat menduga bila mereka menaruh rasa jeri terhadap murid kesayangannya ini.
Sebagai suhu dari pemuda tersebut sudah tentu Lok Tong mengerti jelas bagaimana tingginya kepandaian silat Tan Kia-beng, dengan kepandaian silat yang dimiliki pemuda itu tempo
dulu untuk melawan barang salah seorang diantara
merekapun belum tentu sanggup apalagi menghadapi
kerubutan mereka.
Ditambah pula jago-jago tersebut cukup dengan sekali hantaman sudah sanggup untuk menghajar mati pemuda tadi.
lalu mengapa mereka menggunakan bagitu banyak
kembangan"
Ditinjau dari beberapa segi itulah, Lok Tong mulai menduga bila di dalam dua, tiga tahun yang amat singkat ini, Tan Kia-beng tentu sudah menemukan suatu penemuan yang sangat aneh.
Diam-diam pikirnya dalam hati, "Meninjau dari situasi ini hari, untuk menyelesaikan persoalan ini secara damai sudah tentu tidak mungkin terjadi apa gunanya hanya disebabkan hendak mempertahankan nyawaku yang sudah tua bangka harus menyeret dirinya ke dalam kancah yang sangat rumit ini" kelihatannya jika aku tidak perintahkan dirinya untuk pergi, dia pasti tak akan berlalu".
Dengan cepat ia mengeraskan hatinya, kepalanya
didongakkan ke atas lalu tertawa terbahak-bahak.
"Hey para bajingan terkutuk! setelah aku Lok yaya terjatuh ketangan kalian, sejak semula pula sudah tak terpikir olehku apa itu kematian! bilamana kalian hendak menggunakan diriku sebagai jaminan di dalam pertukaran syarat perhitungan kalian semakin salah lagi!"
Selesai berkata senyumnya ditarik kembali, terhadap Tan Kia-beng bertanya keras, "Aku perintahkan dirimu segera meninggalkan kuil Bu Lah Sie ini, kau tidak perlu memikirkan mati hidupku lagi bilamana kau tidak suka mendengarkan perkataan gurumu dan menerima persyaratan mereka....
Hmmm! sekarang juga aku putuskan hubungan guru dan murid antara kita berdua, sejak sekarang aku tidak akan suka mengakui dirimu sebagai muridku lagi"
Perasaa hati Tan Kia-beng pada saat ini benar-benar sedih seperti diiris-iris dengan beribu-ribu batang golok. Hubungan mereka sebagai guru dan murid sudah sangat mesrah melebihi hubungan antara ayah beranak, sekarang mana mungkin dia merasa tega melihat suhunya terjatuh ditangan orang lain tanpa digubris oleh dirinya"
Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa keselamatan
suhunya sudah terjatuh ketangan orang lain. Sekalipun ia memiliki kepandaian silat sebagaimana lihaypun, tidak mudah untuk menolong dirinya lolos dari cengkeraman orang lain.
Sedangkan maksud Lok Tong membentak dia agar suka meninggalkan tempat itu pun bukan lain hanya ingin menghindarkan pemuda tersebut dari perasaan serba salah.
Tetapi Tan Kia-beng mana tega untuk berbuat sesuai dengan perintah suhunya"
"Suhu, kau...." teriaknya sedih.
"Aku melarang kau banyak berbicara, ayoh cepat pergi!"
potong Lok Tong sambil membentak keras. "Bilamana kau tidak mau pergi lagi, ak akan segera putuskan denyutan jantungku sendiri sehingga kau tak akan bisa menemui diriku lagi!"
Beberapa patah perkataan itu diucapkan dengan tegas sekali, bahkan boleh dikata tak memberi sedikit
kesempatanpun bagi pemuda tersebut untuk banyak
berbicara. Tan Kia-beng sendiripun mengerti bila keadaannya pada saat ini sudah berada pada posisi yang serba salah, tetapi yang jelas ia tak akan tega untuk meninggalkan tempat tersebut dengan tangan kosong.
Selagi ia berada pada keadaan serba salah itulah mendadak si Gien To Mo Lei tertawa dingin yang tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... keledai tua, kau kepingin mati haaa" siauw-ya mu justru tak akan membiarkan kau barhasil memenuhi keinginanmu itu.
Tangannya lantas menyambar siap-siap melancarkan
beberapa totokan ke atas tubuh si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Belum sampai tangannya mencapai sasaran tahu-tahu segulung angin pukulan yang amat santar membokong datang mengamcam jalan darah "Leng Thay Hiat" pada tubuh sigolok lengkung tersebut.
Serangan yang dilancarkan oleh orang itu datangnya sangat mendadak sekali, apalagi jalan darah "Leng Thay Hiat"
merupakan salah satu jalan darah kematian dari antara ketiga puluh enam jalan kematian lainnya di dalam tubuhnya.
Bilamana Gien To Mo Lei tidak berusaha untuk
menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut ia pasti akan terluka di tangan pihak lawannya, oleh sebab itu terpaksa dengan tergesa-gesa ia harus menarik kembali serangannya sambi lmenyingkir kesamping.
Pada detik-detik yang sangat singkat dan kritis itulah....
bagaikan segulung asap hijau Tan Kia-beng menubruk ke depan, tangan kanannya dengan menggunakan jurus "Jie Ceng Tiong Thian" menghantam dada Gien To Mo Lei, sedangkan tepalak kirinya laksana sebilah golok membabat
jalan darah "Nan Cuang Hiat" di atas telapak tangannya yang menempel di atas tubuh "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Tenaga salam yang sudah lama dikumpulkan begitu
dikerahkan keluar kecepatannya laksana sambaran kilat sedang kehebatannya bagaikan ambruknya gunung thay-san.
Begitu kehilangan posisi yang baik, bilamana Gien To Mo Lei masih ingin melukai Lok Tong maka dia pasti akan menemui ajalnya ditangan Tan Kia-beng.
Terpaksa pemuda suku Biauw itu melepaskan Lok Tong, tubuhnya menjejak tanah dengan menggunakan jurus "Kiem Lie Tauw Cuan Poo" atau ikah Leeki melentik mencelat sejah satu kaki ke belakang.
Para jago-jago lihay yang ada dikalangan disebabkan Gien To Mo Lei sedang menggunakan keselamatan Lok Tong sebagai jaminan untuk paksa Tan Kia-beng suka menerima persyaratan yang mereka ajukan, maka di dalam keadaan tanpa sadar kewaspadaan merekapun sudah lebih kendor beberapa bagian.
Menanti mereka tersadar kembali apa yang telah terjadi buru-buru mereka bentak keras kemudian bersama-sama menerjang ke depan
Tetapi pada saat itu Lok Tong sudah terjatuh ke tangan Tan Kia-beng.
Leng Poo Sianci yang berdiri disisi Tan Kia-beng pun segera menggerakkan pedang pendeknya melancarkan serangan gencar sewaktu pemuda tersebut menerjang ke depan tadi.
Menanti para jago-jago lihay dari Isana Kelabang Emas mengerubuti mereka secara bersama-sama itulah mendadak ia membentak nyaring.
Pedang pendeknya dengan memancarkan cahaya keemas emasan yang menyilaukan mata laksana kilat mengirim tujuh buah babatan tajam ke depan, seketika itu juga terbentuklah selapis kabut sinar yang amat rapat mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng serta Lok Tong.
Pedang pendek yang berada ditangan Cha Giok Yong
merupakan sebilah pedang pusaka yang tajamnya luar biasa bahkan cahaya yang dipancarkanpun sangat tajam, hawa pedang secara menyeset kulit badan.
Para jagoan Isana Kelabang Emas yang sedang menerjang ke depan, tanpa terasa lagi segera mengerem badannya lalu bersiap sedia menghadapi ketajaman pedang itu.
Ketika itulah Tan Kia-beng sudah menemukan bahwa orang yang membokong Gien To Mo Lei barusan ini bukan lain adalah si perempuan cantik dari balik kabut Loo Ciei Thay adanya.
Ia tidak malu disebut sebagai perempuan cantik dari balik kabut, ternyata dibawah penjagaan yang kaget dari jago-jago lihay Isana Kelabang Emas laksana segulung kabut saja berhasil menyelundup ke belakang Gien To Mo Lei kemudian membebaskan Lok Tong dari cengkeraman musuh.
Hal ini memaksa Tan Kia-beng tanpa terasa lagi dengan perasaan terharu melirik sekejap ke arahnya.
"Enci, terima kasih! terima kasih atas pertolonganmu, bagaimanapun bisa tiba di gurun pasir?"
"Sekarang bukan waktunya untuk bercakap-cakap cepat bebaskan dulu jalan darah gurumu yang tertotok biarlah untuk sementara waktu enci beserta nona ini menahan serangan mereka."
Sembari berbicara diam-diam si perempuan cantik dari balik kabut menggenggam pasir beracun Chiet Cay Sie Sah nya, lalu menghadap ke arah para jago-jago tersebut sambil tertawa terkekeh kekeh.
"Bilamana saudara saudara sekalian tidak takut mati, ayoh cepat majulah, coba saja bagaimana rasanya pasir beracun tujuh warna penghancur tulangku ini!" ancamnya.
Pasir beracun Chiet Cay Si Kut Sin Sah merupakan suatu senjata rahasia yang paling ganas sudah ada beberapa orang jagoan lihay dari Isana Kelabang Emas bahkan sampai Cui Hoa Kongcu pun mati dibawah serangan senjata rahasia ini. hal ini sudah tentu membuat para jago tersebut untuk beberapa saat lamanya tidak berani maju ke depan secara gegabah.
Ketika itulah Tan Kia-beng sudah membebaskan jalan darah Lok Tong yang tertotok, serunya cemas, "Suhu kau orang tua cepatlah mengatur pernafasan, biar Beng jie bantu kerahkan tenaga untuk menyembuhkan luka dalammu."
Baru saja "Ban Lie Im Yen" Lok Tong hendak buka suara menolak, mendadak terasaalh segulung aliran hawa panas yang sangat kuat sudah mengalir masuk melalui Ming Bun langsung menuju ke dalam tubuh membasahi jalan darah dan mengelilingi seluruh badan.
Dimana aliran hawa panas itu, Lok Tong segera merasakan jalan-jalan darah pentingnya yang semula terasa sakit kini sudah lenyap tak berbekas bahkan terasa amat nyaman, tak kuasa lagi dalam hati si orang tua itu merasa terperanjat.
Dia sama sekali tidak menduga bila murid kesayangannya hanya di dalam waktu tiga tahun saja berhasil melatih ilmunya hingga mencapai pada taraf kesempurnaan ia tidak berani berpikir lagi,m buru-buru seluruh perhatiannya dipusatkan dan
perlahan-lahan mengumpulkan hawa murni di dalam tubuhnya yang sudah buyar.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah berada dalam keadaan hening dan lupa kesadaran.
Dengan kejadian ini maka keselamatan mereka berdua sudah menjadi tanggung jawab si perempuan cantik dari balik kabut beserta Leng Poo Sianci.
Jikalau dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka miliki, bilamana salah satu di antara mereka bergebrak satu lawan satu dengan jago-jago dari Isana Kelabang Emas
kemungkinan sekali masih bisa bertahan beberapa saat lamanya, kini di tengah kalangan terdapat sebegitu banyak jago-jago lihay, keadaan merekapun jadi semakin berbahaya.
Tetapi kedua orang ini yang satu adalah iblis perempuan yang sudah lama berkelana di dalam dunia kangouw dan yang lain merupakan seekor anak harimau yang baru turun gunung, kendati berada dalam keadaan bahaya mereka sama sekali tak menjadi gentar oleh kejadian itu, bahkan mereka anggap menjaga keselamatan Tan Kia-beng sudah merupakan
tanggung jawab mereka.
Leng Poo Sianci mencekal pedang pendeknya kencang kencang, dengan mata melotot ia memperhatikan gerak gerik seluruh kalangan sedang di atas wajahnya terlintaslah segulung napsu membunuh.
Sebaliknya si perempuan cantik dari balik kabut dengan menggenggam pasir beracunnya berdiri punggung menempel punggung dengan Leng Poo Sianci disebelah kanan Tan Kia-beng.
Keadaan dari Perempuan iblis ini semakin aneh lagi, terang terangan ia tahu sesudah membunuh mati Cui Hoa Kongcu
maka pihak Istana Kelabang Emas tentu menaruh dendam terhadap dirinya, tetapi entah dari mana datangnya suatu kekuatan yang secara diam-diam menyentil diirnya sehingga tanpa ia sadar sudah berangkat ke gurun pasir tanpa memperduli keselamatan sendiri.
Para jago-jago yang ada di tengah kalangan pada saat ini sebenarnya bukan merasa jeri terhadap pasir beracun serta pedang pusaka tersebut, mereka tidak lebih hanya dibuat terperanjat belaka.
Kini setelah pikirannya menjadi tenang kembali, badanpun mulai bergerak maju ke depan.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khie merupakan
pentolan dari antara orang-orang itu, melihat sikap Tan Kia-beng yang sama sekali tidak memandang sebelah matapun kepada mereka bahkan di tempat dan saat seperti ini ternyata sudah turun tangan menyembuhkan luka Lok Tong, bagi mereka boleh dikata hal ini merupakan suatu penghinaan yang sangat memalukan sekali.
Tubuhnya segera bergerak melayang ke depan, serunya sambil tertawa seram, "Kehidupan diluar perbatasan terllau kering, kedua orang nona manis ini sangat menarik hati, lebih baik kita tangkap saja untuk bawa pulang sebagai penghibur dan pencari kesenangan buat kita, cuma.... haa.... haaa....
haaa.... kalian harus berhati-hati di atas bunga mawar liar tentu ada durinya...."
Inilah merupakan suatu daya perangsang yang paling menarik hati, kedua orang Lhama yang terkenal sebagai setan perempuan itu sudah lama mengiler akan kenikmatan bermain dengan perempuan, kini setelah mendengar perkataan tersebut mereka berdua lantas saling bertukar pandangan
sekejap kemudian secara berbareng menerjang ke arah depan.
Tolunpah menerjang ke arah si perempuan cantik dari balik kabut sedang Khelah menerjang Leng Poo Sianci.
Terdengarlah suara bentakan merdu bergema memenuhi angkasa, si perempuan cantik dari balik kabutlah yang pertama-tama turun tangan melancarkan serangan.
Pasir beracun tujuh warnanya bersama-sama disambitkan ke depan, sedangkan tangan kirinya pada waktu yang bersamaan mengirim pula segulung angin pukulan lunak dan perlahan menghajar ke depan.
Pasir beracun tujuh warna sebenarnya sudah merupakan suatu senjata rahasia yang sangat ampuh. apalagi pada saat ini mendapat dorongan tenaga murni, kontan saja seluruh angkasa diliputi oleh selapis kabut berwarna yang mengacaukan pemandangan, kedahsyatannya berlipat ganda.
Walaupun Tolunpah adalah seorang manusia ganas yang berhati binatang, bagaimanapun badannya terbuat juga dari darah dan daging, buru-buru badannya berjumpalitan di tengah udara, sepasang telapak bersama-sama didorong ke depan mengirim sebuah serangan gencar sedangkan
badannya dengan meminjam kesempatan tersebut melayang sejauh tujuh depa kesebelah kiri.
Setelah bersusah payah akhirnya ia berhasi juga meloloskan diri dari kurungan kabut pasir tujuh warna yang sangat tebal dan mengacaukan pandangan itu.
Sam Biauw Ci Sin yang berada disisi kalangan, pada saat itulah mendadak membentak keras.
Siluman perempuatn inilah yang sudah mencelakai Chui Hoa Kungcu, ini hari kita harus berusaha keras untuk menawan dirinya.
Walaupun dimulut ia berbicara demikian badannya masih tetap berdiri di tempat semula tak bergerak barang setengah langkahpun.
Beberapa orang ini semuanya merupakan jago-jago penting di dalam Isana Kelabang Emas, pada hari hari biasa siapapun tak suka takluk dan tunduk kepada yang lain karena itu hubungan persahabatan merekapun tidak sebegitu kental.
Siapa saja diantara mereka yang kena jatuh kecundang di tempat luaran atau mendapat malu, orang-orang disamping cuma memandangnya sambil tersenyum, siapapun tidak ada yang menaruh rasa iba untuk turun tangan menolong.
Oleh sebab itu, menghadapi senjata rahasia yang sangat beracun ini siapapun diantara mereka tak ada yang suka melancarkan serangan dengan menempuh bahaya, sekalipun Tolunpah yang gemar perempuan pun tak terkecuali.
Hanya Khelah seorang yang lagi terpengaruh oleh napsu birahi, selangkah semi selangkah semakin mendesak Leng Poo Sianci.
Sejak kecil Cha Giok Yong sudah mengikuti ayahnya Hay Thian Sin Shu belajar ilmu silat, sehingga kepandaiannyapun sudah memperoleh pendidikan yang sangat ketat.
Hay Thian Sin Shu sendiri telah menurunkan seluruh kepandaian serta hasil karyanya selama ini ketangan putri kesayangannya. bahkan dengan tiada sayang sayangnya pergi kemana mana mencari obat kuat, buah mujarab untuk menambah sempurna tenaga dalamnya.
Oleh sebab itu tenaga dalamnya pada saat ini boleh terhitung sejajar dengan jagoan nomor wahid di dalam Bulim.
Kini melihat Khelah dengan sepasang tangan dipentangkan selangkah demi selangkah maju ke depan dengan wajah kesemsem, saking gemasnya mendadak ia membentak keras, pedangnya digetarkan dibabat dengan gencar ke depan.
Terlihatlah cahaya keemas-emasan laksana sambaran kilat dengan cepat berubah menjadi segulung kabut emas yang amat rapat lasana sarang laba-laba, ditangan suara desiran tajam secara samar-samar terperciklah titik-titik bintang warna emas yang meluncur keempat penjuru, kehebatannya sangat mengagumkan!
Jurus ini adalah merupakan jurus "Jiet Can Liong Leng atau sang surya menyinari sisik naga yang merupakan jurus kebanggaan dari Hay Thian Sin Shu selama ini.
Dalam keadaan gusar, Leng Poo Sianci sudah melancarkan serangan dengan jurus tersebut, kontan saja hal ini membuat Khelah jadi sangat terperanjat.
Tetapi bagaimanapun juga serangan pedang gadis tidak akan lebih menakutkan jika dibandingkan dengan serangan pasir beracun, di dalam keadaan terperanjat telapak tangannya yang besar bagaikan raksasa segera berputar mengirim sebuah tabokan ke depan.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat ia harus
menggunakan tujuh macam gerakan yang berbeda dan
bersusah payah akhirnya baru berhasil memunahkan
datangnya serangan tersebut.
Tujuan yang sebenarnya dari Leng Poo Sianci tidak lebih cuma ingin menjaga keselamatan diri sendiri, setelah serangan tersebut dilancarkan keluar ia sama sekali tak melakukan
pengejaran lebih lanjut, tubuhnya kembali mencelat mundur balik kesisi Tan Kia-beng.
Si Bangau Bermata Satu Kweek Hwie yang melihat kejadian itu segera mengedipkan mata tunggalnya sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Mendadak tubuhnya mencelat ke depan, menubruk ke arah Tan Kia-beng yang sedang mengerahkan tenaga dalamnya bantu menyembuhkan luka suhunya.
"Kau berani?" bentak Leng Poo Sianci dengan amat gusar.
Cahaya pedang berkilat, bintang bintang berwarna emas tersebar memenuhi angkasa diiringi suara desiran tajam yang menggidikkan hati.
Kendati si Bangau Bermata Satu memiliki kepandaian silat yang telah mencapai pada taraf kesempurnaan, menghadapi serangan ini mau tak mau ia harus membuang jauh-jauh sikap pandang enteng pihak musuh.
Tubuhnya segera mundur lima langkah ke belakang,
sedangkan Khelah yang selama ini mengintai dari belakang menggunakan kesempatan yang amat baik itulah laksana serentetan cahaya warna merah meluncur ke depan
melancarkan serangan dahsyat.
Leng Poo Sianci yang dari depan dan dari belakang tergencet oleh serangan musuh segera menggertak giginya kencang-kencang lalu mendengus dingin.
Pinggangnya yang ramping mendadak menekuk,
pedangnya dengan mengikuti perputaran badan mengirim sebuah serangan dengan menggunakan jurus "Shia Hong Si Yu" atau angin menggulung hujan menderas memunahkan datangnya serangan dari Khelah tersebut.
Para jago-jago yang hadir di tengah kalangan pada saat ini kebanyakan merupakan jago-jago iblis yang berpengalaman sangat luas, hanya saja siapapun diantara mereka tidak suka berebut melancarkan serangan terlebih dahulu.
Begitu bangau bermata satu melancarkan serangannya, maka Sam Biauw Ci Sin serta si kakek dewa bertangan setanpun bersama-sama menubruk ke depan.
Si kakek dewa bertangan setan ini memiliki kepandaian iblis yang maha sakti, bilamana tidak bergerak masih tidak mengapa begitu bergebrak laksana segulung asap hitam saja ia menerjang lewat.
Tangan setannya berulang kali dijulurkan ke depan siap menggunakan keras lawan keras menembusi hawa pedang yang menggulung rapat untuk kemudian merebut pedang pendek dari Leng Poo Sianci tersebut.
Si perempuan cantik dari balik kabut sewaktu melihat Leng Poo Sianci menemui gencetan dari tiga arah yang berbeda, terpaksa ia lepaskan serangannya dengan menggunakan pasir beracun, badannya segera berputar memberi pertolongan.
Menggunakan kesempatan itulah mendadak Tolunpah
bergerak ke depan, diamana jubah warna merahnya
dikebutkan tahu-tahu di tengah suara tertawanya yang amat menyeramkan, sepasang tangannya sudah dibentangkan merangkul pinggang gadis itu kencang-kencang.
Hal ini sudah tentu membuat si perempuan cantik dari balik kabut saking gusar tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau cari mati haaa!" bentaknya keras.
Gerakan tubuhnya tidak berubah, sepasang lengannya dengan menggunakan ilmu "Lan Hoa Hud So" mengebas ke arah belakang.
Sreet! Sreet! disertai suara desiran tajam serangannya dengan cepat mengancam jalan darah Cie Tie Hiat pada lengan sedang kedua kakinya yang kecil laksana kilat cepatnya menghajar darah "Cie Bun Hiat" serta "Sian Khie Hiat" di atas tubuhnya.
Kecepatan melancarkan serangan serta kegesitan di dalam gerakannya benar-benar sangat luar biasa, kendati Tolunpah memiliki tenaga Siankang yang sangat lihaypun hampir-hampir saja kena disolomoti.
Untung saja ia masih bisa mengadakan perubahan di dalam keadaan kritis, sepasang lengannya segera ditekan ke arah bawah sedang badannya berkelebat mundur tiga depa ke belakang.
Siapa tahu mendadak hidungnya terasa mencium segulung angin yang amat harum tubuh si perempuan cantik dari balik kabut laksana segulung kabut berwarna sudah melayang ke arah Sam Biauw Ci Sin.
Pada saat itu Leng Poo Sianci berada di depan tak ada kesempatan lagi untuk mengalahkan tenaga melihat Sam Biauw Ci Sin menerjang ke arah Tan Kia-beng tadi sebetulnya ia merasa kebingungan setengah mati.
Masih beruntung pada saat yang bersamaan si perempuan cantik dari balik kabut sudah menerjang datang, dia seorang perempuan yang berhati telengas, tanpa menggubris terhadap datangnya serangan dari Sam Biauw Ci Sin yang sedang mengancam tubuh Tan Kia-beng, bagi ia segera menubruk ke arahnya. Di tengah berkelebatnya telapak tangan dengan
tangan kiri menggunakan ilmu totok Lan Hoa Hud So mengancam jalan darah Pek Hwie di atas ubun-ubun Sam Biauw Ci Sin, telapak tangan kanannya dengan mengerahkan seluruh tenaga yang ada membabat ke atas jalan darah "Ciet Kan" keras-keras.
Dengan kejian ini mau tak mau terpaksa Sam Biauw Ci Sin harus melindungi dirinya terlebih dahulu, bilamana ia bersikeras hendak membinasakan Tan Kia-beng maka ia sendiripun bakal menemui ajalnya seketika itu juga.
Dengan cepat telapak tangannya dikebutkan ke belakang, ujung kaki berputar bagaikan sebuah roda kereta lalu dengan gesitya menyingkir kesisi si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Si perempuan cantik dari balik kabut sewaktu melihat gerakan tersebut, karena takut menggunakan kesempatan tersebut, dia turun tangan terhadap Lok Tong, begitu serangannya mencapai pada sasaran kosong mendadak ia membentak keras, tubuhnya laksana sambaran kilat kembali menerjang ke depan.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menghadapi keadaan yang sangat kritis ini si perempuan cantik dari balik kabut segera mengerahkan seluruh kepandaian yang dimilikinya, kehebatan serangan tersebut sudah tentu tak terkirakan lagi.
Dengan kejadian ini sudah saja Sam Biauw Ci Sin yang dibuat mencak-mencak kegusaran, dari sepasang matanya memancar keluar cahaya kehijau-hijauan yang memancarkan.
"Perempuan rendah! kau kira yayamu benar-benar jeri terhadap dirimu?" bentaknya keras.
Sreet! Sreet! dengan gencar ia mengirim dua buah pukulan dahsyat ke depan.
Di tengah suara desiran tajam yang memekikkan telinga itulah terdengar suara getaran yang amat keras memaksa si perempuan cantik dari balik kabut tergetar mundur sejauh empat, lima depa ke belakang dengan sempoyongan, darah segar tak kuasa lagi muncrat dari ujung bibir.
Tetapi ia bersikeras, kakinya kembali digerakkan mengirim serangan serangan gencar yang bertubi tubi mendesak musuhnya.
Di tengah menari serta melenggang lenggang telapak, berturut turut ia mengirim dua belas jurus serangan, setiap serangan yang dilancarkan merupakan jurus jurus yang telengas dan mengerikan.
Seketika itu juga Sam Biauw Ci Sin kena terdesak, sehingga harus mundur lima, enam langkah ke belakang, setelah itu ia berhasil mengirim satu pukulan gencar, balas melancarkan serangan.
Di tengah pertarungan yang amat kalut, di tengah
kalangan, Tolunpah yang hampir hampir saja kena dilukai di dalam serangannya hendak memeluk pinggang si perempuan cantik dari balik kabut tadi, di dalam keadaan gusar, jubah merahnya lantas direntangkan ke depan kemudian menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Tubuhnya belum sampai, angin pukulan yang menderu deru sudah menindih dari atas kepala.
Padahal mereka sudah salah menduga, jika dibicarakan tenaga dalam yang dimiliki Si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong sebenarnya tanpa bantuan dari Tan Kia-beng pun ia sudah dapat menyembuhkan lukanya dengan cepat.
Tetapi karena Tan Kia-beng merasa kuatir terhadap keselamatan suhunya dan berkeinginan agar dia orang tua
bisa cepat-cepat sembuh dari luka tersebut, maka tanpa sayang sayangnya ia sudah menyalurkan hawa murni sendiri untuk bantu dia orang tua menyembuhkan lukanya tersebut.
Walaupun pemuda itu harus menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh Lok Tong tetapi selama ini iapun selalu memperhatikan perubahan perubahan yang terjadi di dalam kalangan.
Semisalnya ia merasa tidak punya pegangan, bagaimana mungkin di tengah kurungan musuh-musuh tangguh yang sedemikian banyaknya pemuda tersebut berani menempuh bahaya"
Ketika dilihatnya Tolunpah menubruk ke arahnya tadi, secara diam-diam hawa murni yang semula disalurkan ke dalam tubuh Lok Tong telah ditarik kembali.
Mendadak tubuhnya berputar, sepasang telapak bersama-sama didorong ke depan. Dengan menggunakan jurus "Thian Ong Tuo Tha" atau Raja Langit menyungging pagoda menyambut datangnya serangan hweesio tersebut.
Dikarenakan ia sudah menaruh rasa benci terhadap
Hweesio ganas yang suka perempuan ini, di dalam gerakan serangannyapun sama sekali tidak menggunakan welas kasih.
Di dalam serangan tersebut ia sudah menggunakan sepuluh bagian tenaga pukulan "Sian Im Kong Sah Mo Kang"nya yang maha dahsyat itu.
Begitu kedua gulung hawa pukulan tersebut bertemu di tengah angkasa maka terdengarlah suara bentrokan yang amat keras bergema memekikkan telinga, tubuh Tolunpah yang masih berada di tengah udara bagaikan batu bandringan saja mencelat kembali ke arah belakang diiringi suara jeritan kesakitan yang menyayatkan hati.
Pantangan bagi orang yang terluka justru menjerit keras.
Begitu ia berteriak kesakitan darah segar bagaikan air mancut menyemprot keluar hal ini bukan saja membuat seluruh permukaan tanah jadi kotor bahkan badannya yang lagi terpental pun penuh berlepotan darah.
Pukulan dari Tan Kia-beng barusan ini agaknya sudah membuat Hweesio tersebut terluka parah terbukti tubuhnya setelah melayang turun ke atas permukaan tanah masih juga kelihatan mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Sebaliknya Tan Kia-beng pun kena tergetar oleh pukulan Tolunpah tersebut sehingga kakinya bergeser setengah depa ke tengah udara, tetapi ia sama sekali tidak menggubris terhadap peristiwa tersebut, badannya kembali mencelat kesisi suhunya Lok Tong.
Kebetulan sekali pada waktu itu Lok Tong pun sudah bangun berdiri, walaupun luka dalam yang dideritanya belum sembuh seluruhnya, tetapi sesudah menerima bantuan tenaga dalam "Pek Tiap Sin Kang" yang sangat lihay dari Tan Kia-beng sehingga jalan darah di dalam badannya lancar kembali.
Di dalam waktu yang amat singkat itulah ia sudah sembuh enam, tujuh bagian.
Kini setelah melihat murid kesayangannya berhasil memukul Tolunpah si Lhama berjubah merah itu sambil menghela nafas ia menggeleng.
"Beng jie! lebih baik kita cepat-cepat mengundurkan diri dari kuil Bu Lah Sie terlebih dulu" ujarnya lirih.
"Turut perintah!" sahut Tan Kia-beng sambil mengangguk.
Belum sempat ia melakukan sesuatu gerakan, mendadak dari belakang kepalanya terasa sambaran angin yang sangat
tajam menyambar lewat, badannya dengan cepat berputar sambil mengirim satu pukulan gencar.
Mengambil kesempatan itulah badannya segera bergeser dua langkah ke samping, sebentar kemudian ia dapat melihat kalau orang yang baru saja membokong dirinya bukan lain adalah si Gien To Mo Lei yang sudah meloloskan golok lengkungnya.
"Hee.... heee.... heee.... melancarkan serangan bokongan secara diam-diam, kau terhitung manusia macam apa?"
dengusnya sambil tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik kau tidak usah merasa bangga terlebih dulu, walaupun beruntung kau berhasil menolong anjing tua itu, tetapi jangan harap dapat meloloskan diri dari kurungan kami."
"Haaa.... haaa.... haaa.... justru aku paling tidak percaya dengan segala macam permainan setan kalian itu."
Badannya segera berkelebat menerjang ke hadapan Leng Poo Sianci, bentaknya keras, "Yong meay, tak usah banyak ribut lagi dengan mereka lagi, mari untuk sementara waktu kita bubar dulu!"
Sepasang telapak tangannya segera direntangkan, tangan kiri mengirim pukulan ke arah si bangau bermata satu Kweek Hwie sedang tangan kanannya mengancam si kakek dewa bertangan setan Im Khei.
Siapa sangka kiranya kedua buah serangan tersebut hanya suatu serangan gertakan belaka, sewaktu telapak tangannya sudah berada di tengah jalan mendadak ia menarik kembali bersama-sama didorong kembali ke depan.
Segulung angin pukulan yang tiada tara hebatnya bagaikan angin taupan menggulung ke arah Khelah si Lhama berjubah merah itu.
Di dalam satu jurus tiga gebrakan semuanya dilakukan dengan kecepatan laksana kilat, bahkan hampir-hampir dilancarkan dalam waktu yang hampir bersamaan.
Si kakek dewa bertangan setan sekalian sama sekali tidak menduga akan datangnya serangan tersebut, tak kuasa lagi mereka kena didesak mundur ke arah belakang.
Menggunakan kesempatan itulah Leng Poo Sianci menarik kembali pedangnya sambil mengundurkan diri kesisi Tan Kia-beng.
Menghadapi situasi pada waktu itu, pemuda tersebut tiada waktu untuk banyak bercakap lagi, ia segera menyambar tangannya dan ditarik ke depan.
"Ayo ikut aku!" serunya.
Badannya dengan cepat menerjang ke depan, dengan
menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia membabat kembali Sam Biauw Ci Sin.
Sam Biauw Ci Sin adalah panglima yang pernah menderita kekalahan ditangannya, melihat angin pukulan pemuda tersebut menerjang datang laksana mengamuknya ombak di tengah samudra, tubuhnya buru menyingkir kesamping.
Dengan demikian si perempuan cantik dari balik kabutpun berhasil meloloskan diri dari kurungannya.
Lok Tong sewaktu melihat murid kesayangannya bagaikan singa betina hanya di dalam satu gerakan saja sudah berhasil memukul kocar-kacir enam orang jagoan lihay dan menolong kedua orang gadis tersebut dari kurungan.
Bahkan sekalipun "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang datang sendiripun belum tentu bisa berbuat demikian, dalam hati merasa amat girang sekali.
Mendadak ia membentak keras, sepasang tangannya
mengirim dua gulung angin pukulan gencar mendesak mundur si Gien To Mo Lei kemudian badannya berkelebat naik ke atas wuwungan rumah.
"Loohu akan pimpin jalan, kalian semua ikutilah diriku!"
teriaknya keras.
"Hmmm! Ingin melarikan diri?" dengus si kakek dewa bertangan setan. "Heee.... heee.... dikolong langit tak ada pekerjaan yang demikian mudahnya!"
Baru saja ucapannya selesai, sang badan tahu-tahu sudah mencelat ke atas, tangan setannya laksana sambaran kilat mencengkeram ujung baju Lok Tong.
Pada saat ia meloncat ke tengah udara itulah terdengar Leng Poo Sianci tertawa dingin.
"Heee heee heee.... nonamu mau datang akan datang sendiri, mau pergi akan sesuka hati, apa kau kira hanya dihalangi oleh manusia manusia setan semacam kalian.... aku lantas suka tinggal diam disini?"
Pedang pendeknya dengan dahsyat dikebutkan ke depan, dengan menimbulkan cahaya keemas-emasan yang
menyilaukan mata ia membabat pinggul lawan.
Dikarenakan gadis cilik ini sudah menderita rugi maka serangan pedangnya kali ini telah menggunakan dua belas bagian tenaga murninya, sudah tentu kedahsyatannya tiada tara lagi.
Kendati si kakek dewa bertangan setan memiliki ilmu silat aliran hitam yang maha lihay tetapi ia tidak berani bentrok secara kekerasan dengan pedang pusaka tersebut.
---ooo0dw0ooo--JILID: 4 Kaki serta tangannya dengan cepat ditarik ke belakang kemudian bersalto beberapa kali diudara, bagaikan segulung kabut hitam badannya melayang kembali ke atas permukaan tanah.
Menggunakan kesempatan itulah Leng Poo Sianci serta si perempuan cantik dari balik kabut dengan ringan meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Kebetulan waktu itu Tan Kia-beng pun sedang melayang naik ke atas wuwungan rumah dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh "Mao Hoo Sin Lie"nya yang sangat luar biasa, dengan demikian ia tiba satu langkah terlebih dahulu.
Mendadak pemuda itu putar badan sambil membentak
keras, pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya
diloloskan dari sarung diantara rentetan cahaya biru yang terasa amat dingin membentuk serentetan pelangi panjang tahu-tahu golok lengkung dari Gien To Mo Lei kena terbabat putus jadi dua bagian, sedang rambut Sam Biauw Ci Sin yang kacau terurai itupun kena terbabat purus hampir separoh bagian.
Pedang pusaka ini benar-benar luar biasa lihaynya, seketika itu juga kena terdesak mundur ke belakang dan melayang kembali ke atas permukaan tanah di dalam ruangan besar itu.
Sambil melintangkan pedang pusakanya di depan dada dengan sikap yang amat angker Tan Kia-beng berdiri di atas wuwungan rumah.
"Suhu! kalian berangkatlah terlebih dahulu, aku mau lihat siapa lagi yang berani menghalangi kita" serunya sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Para jago-jago dari Isana Kelabang Emas bukan
dikarenakan terpengaruh oleh sikap Tan Kia-beng yang sangat mengerikan itu sebaliknya disebabkan ia jauh berada di atas wuwungan rumah apalagi ditangannya mencekal sebilah pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang amat tajam. Mungkin sekali pun majikan Kelabang Emas datang sendiri pun belum tentu bisa menerjang ke atas.
Oleh karena itu, walaupun di tengah kalangan ada lima, enam orang jago-jago lihay dari Isana Kelabang Emas tak seorangpun diantara mereka yang berani meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Menanti mereka merasa lewat pintu pun bisa, ketika itulah Tan Kia-beng sudah tertawa panjang, mendadak tubuhnya mencelat setinggi tujuh, delapan kaki kemudian meluncur ke arah perginya "Ban Lie Im Yen" Lok Tong sekalian.
Setelah Tan Kia-beng berhasil meloloskan diri dari kejaran jago-jago Isana Kelabang Emas dan menyandak Lok Tong sekalian, kembali mereka melakukan perjalanan selanjutnya satu jam lamanya sehingga akhirnya tiba di depan sebuah kuil kecil.
Lok Tong langsung memimpin mereka menuju kehalaman belakang kuil tersebut lalu masuk ke dalam sebuah kamar hweesio.
Kuil tersebut sangat aneh, kecuali seorang hweesio tua yang ada di dalam kamar serta seorang hweesio cilik tidak tampak pendeta pendeta lainnya.
---ooo0dw0ooo--Agaknya si "Ban Lie Im Yen" kenal benar dengan si hweesio tua itu, setelah masuk ke dalam kamar dia sama sekali tidak mengganggu hweesio tersebut sebaliknya mencari kursi lalu duduk.
Terpaksa Si perempuan cantik dari balik kabut, Leng Poo Sianci serta Tan Kia-beng pun masing-masing mencari tempat duduknya sendiri untuk menanti.
Si hweesio cilik setelah menyuguhkan air teh buat mereka, dengan kepala yang ditundukkan rendah-rendah segera mengundurkan diri.
Perlahan-lahan Lok Tong mengangkat cawan air tehnya untuk diteguk dua tegukan, setelah itu ia baru menoleh ke arah Si perempuan cantik dari balik kabut beserta Leng Poo Sianci.
Baru saja menerima bantuan dari nona berdua, Loolap merasa berterima kasih sekali. Entah siapakah kalian berdua dan berasal dari perguruan mana?"
"Enci ini adalah si perempuan cantik dari balik kabut yang sangat terkenal didaalm dunia kangouw, nona Loo Cui Thay"
buru-buru Tan Kia-beng memperkenalkan kedua orang nona itu kepada suhunya "Dan dia adalah nona Cha, mutiara kesayangan dari Hay Thian Sin Shu cianpwee"
"Ehmmm....! dibawah pimpinan panglima kenamaan selamanya tak ada tentara lemah" seru Lok Tong sambil
mengangguk "Tidak aneh kalau ilmu pedang nona Cha sangat tinggi"
"Aaaoh....! Loocianpwee terlalu memuji!" kata Leng Poo Sianci sambil mencibirkan bibirnya dan tertawa.
Lok Tong kembali menoleh ke arah si perempuan cantik dari balik kabut, ujarnya lagi, "Senjata rahasia yang nona gunakan apakah bernama pasir beracun Chiet Cay Kut Sin Sah?"
Lok Cui Tay mengangguk.
Agaknya si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong hendak mengucapkan sesuatu, ia memandang sekejap ke arah Leng Poo Sianci tetapi lantas dibatalkan kembali niatnya. buru-buru si orang tua itu berganti bahan pembicaraan.
"Walaupun ini hari pihak Isana Kelabang Emas tidak berhasil mencapai tujuannya, Loohu duga mereka pasti tak akan berdiam diri, seratus li disekitar tempat ini merupakan daerah kekuasaannya. kita tak boleh tidak harus melakukan persiapan untuk menghadapi mereka".
"Apa yang perlu ditakuti?" sambung Leng Poo Sianci dengan cepat. "Jika mereka berhasil mencari datang, bukankah hal ini semakin bagus lagi" dengan meminjam kesempatan ini kita hajar mereka sampai hancur lebur".
Si perempuan cantik dari balik kabut yang berdiri disamping sehabis mendengar perkataan tersebut segera mengerling sekejap ke arahnya lalu tertawa dingin tiada hentinya.
Sewaktu berada di dalam keadaan kritis tadi Leng Poo Sianci tidak begitu memperhatikan keadaan dari si perempuan cantik dari balik kabut ini, kini ia merasa gadis dengan model nyonya muda ini terasa sangat tak cocok di dalam
pandangannya, mendengar pula Tan Kia-beng memanggil dirinya dengan sebutan enci, hal ini semakin membuat hatinya merasa tak senang.
Pokoknya ia menaruh perasaan anti pati terhadap si perempuan cantik dari balik kabut ini, apa lagi baru saja terdengar olehnya perempuan tersebut tanpa sebab sudah tertawa dingin, tak kuasa lagi matanya segera melotot lebar-lebar.
"Apa yang kau tertawakan?" tegurnya ketus.
"Hiii.... hiii hiii.... aku mentertawakan kau masih terlalu polos dan lucu! Kalau memang kau benar-benar ada
kepandaian mengapa tadi sewaktu bergebrak tak kau hancurkan saja mereka mereka itu?" seru si perempuan cantik dari balik kabut sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Apa" jadi kau tidak puas dengan diriku?" teriak Leng Poo Sianci meloncat bangun.
"Aduuuh! Aduuuh! Moay-moay cilik, kau jangan aseran begitu! terus terang saja aku beri tahu kepadamu! aku si enci tua sama sekali tiada maksud berebut dengan dirimu, kaupun tidak perlu mencari gara-gara dengan diriku. Cuma saja.... aku hendak peringatkan kepadamu, setelah bertemu dengan si Loo sat serta nona pemilik istana lain kau harus lebih berhati-hati! Hiii.... hiii.... hiii...."
Selesai tertawa cekikikan si perempuan cantik dari balik kabut lantas meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Mendengar perkataan tersebut kontan saja Leng Poo Sianci menjejakkan kakinya ke atas, pedang pendek diloloskan dari sarung dan siap-siap melakukan pengejasan.
Tetapi gerakannya ini keburu kena dicegah oleh Tan Kia-beng, terdengar pemuda itu berteriak cemas, "Encie Thay, kau kembalilah, mengapa hanya disebabkan urusan kecil kau harus meninggalkan tempat ini?"
"Kau boleh berlega hati!" terdengar suara tertawa merdu dari si perempuan cantik dari balik kabut bergema datang.
"Encimu sudah berusia lanjut. Mana mungkin aku bisa menaruh rasa marah terhadap si moay-moay cilik yang belum tahu urusan! sebetulnya aku masih ada urusan penting yang harus dikerjakan. Kita bertemu lain kali saja!"
Suasana seketika itu juga berubah jadi sunyi kembali, agaknya dia sudah pergi amat jauh sekali.
Leng Poo Sianci ternyata masih sangat polos dan lucu, setelah melihat si perempuan cantik dari balik kabut pergi dari sana tak terasa lagi ia tertawa cekikikan, di dalam hatinya terlintas suatu senyum kemenangan.
"Ban Lie Im Yeng" Lok Tong yang selama ini memandang seluruh kejadian itu dari samping dalam hati merasa amat paham, dengan pengalamannya yang amat luas ada peristiwa apa yang berhasil mengelabuhi dirinya"
Teringat akan kata-kata si perempuan cantik dari balik kabut yang mengungkap soal Loo Sat serta putri keraton tersebut, ia lantas mengamati mereka itu, tentunya kawan-kawan Tan Kia-beng pula, hal ini membuat dia diam-diam menghela nafas panjang.
"Heei.... bocah ini bukan saja memiliki nafsu membunuh yang luar biasa, mungkin soal asmarapun tidak kalah beratnya, bilamana dia tidak suka menjaga diri baik-baik kemungkinan sekali dirinya bakal terkubur di dalam soal cinta asmara tersebut...."
Selama ini di dalam hati Tan Kia-beng hanya menguatirkan cara hidup suhunya selama tiga tahun ini, sudah tentu dia tak ada niat sama sekali untuk mengurusi soal muda mudi, apalagi terhadap Leng Poo Sianci, pemuda tersebut semakin tidak menaruh apa apa lagi, melihat antara kedua orang gadis itu yang satu pergi dan yang lainnya tertawa, ia lantas putar badan menghadap suhunya.
"Suhu! bagaimana kau orang tua bisa tahu kalau orang-orang Isana Kelabang Emas bisa mencari datang" bagaimana mereka tahu pula jika kau orang tua bersembunyi di dalam kuil Bu Lah Sie?"
"Heeei.... sebetulnya persoalan ini amat panjang jika diceritakan...."
Dengan cepat ia mulai menceritakan kisahnya selama tiga tahun ini.
Kiranya si "Ban Lie Im Yeng" Lok Tong yang selama hidup terus menerus mengembara bukan saja sahabat sahabatnya di dalam dunia kangous amat banyak bahkan berita yang didapatkan sangat lancar.
Sebelum Cu Swie Tiang Cing sekalian berangkat ke gurun pasir secara samar-samar ia sudah merasakan adanya suatu kekuatan yang timbul di tengah gurun dan secara perlahan-lahan sedang menyebarkan pengaruhnya ke daerah
Tionggoan tanpa diketahui maksudh tujuannya.
Setelah kejadian itu si Cu Swie Tiang Cing sekalian diundang ke gurun pasir dan sejak itu lenyap tak berbekas, ia segera mulai merasakan bagaimana menakutkannya kekuatan tersebut, atau kemungkinan sekali tidak lama lagi pengaruh tadi akan menyebar ke daerah Tionggoan dan menimbulkan suatu badai pembunuhan yang sangat mengerikan.
Dengan adanya kejadian tersebut, dia lantas mengambil keputusan untuk berangkat ke gurun pasir guna melihat lihat keadaan. Sedikitpun tidak salah! tidak lama setelah ia tiba di gurun pasir Lok Tong segere menemukan sumber dari kekuatan di gurun pasir tersebut yaitu kekuatan Isana Kelabang Emas yang memiliki pengaruh amat besar sekali.
Ketika itu iapun ada maksud hendak menyelundup masuk ke dalam Isana Kelabang Emas untuk melakukan
pemeriksaan, siapa sangka belum sampai tiba di dalam istana ia kepergok dan hampir-hampir saja kena ditawan.
Semenjak kejadian itu, ia mulai merasa bahwa istana iblis di tengah gurun pasir ini penuh diliputi oleh kemisteriusan serta kengerian. Cu Swie Tiang Cing sekalianpun tentu sudah terjatuh ketangan mereka.
Demi lancar serta suksesnya tindakan penyelidikan tersebut, akhirnya dengan tak tiada sayangnya ia cukur rambut sendiri menjadi seorang hweesio dikuil Bu Lah Sie.
Sudah tentu menjadi hweesio adalah palsu sedang
menyelidiki gerak gerik dari Isana Kelabang Emas serta mencari berita tentang kawab karibnya Tan Ci Liang adalah tujuannya yang paling utama.
Karena pihak Isana Kelabang Emas kebanyakan menerima jago-jago Bulim baik dari kalangan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to di dalam jumlah yang besar, maka jago-jago yang ada disana pun bercampur sangat banyak sekali.
Si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong bukanlah seorang jagoan yang tak ternama di dalam Bulim, tidak beruntung suatu hari ia kepergok hingga tak terhindar lagi terjadilah suatu pembunuhan secara besar-besaran terhadap seluruh isi kuil Bu Lah Sie.
Membicarakan soal pembunuh berdarah di dalam kuil Bu Lah Sie, tak kuasa lagi Lok Tong menghela napas panjang.
Kematian yang mengerikan dari para pendeta tersebut jelas disebabkan oleh kehadirannya disana, jikalau bukannya dia bersembunyi di dalam kuil Bu Lah Sie tersebut, bagaimana mungkin bisa memncing napsu membunuh dari orang-orang Isana Kelabang Emas"
Selesai mendengarkan kisah yang diceritakan oleh suhunya, Tan Kia-beng tak kuasa menahan rasa gusar dihatinya lagi dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat serunya gusar.
Tindak-tanduk dari orang-orang Isana Kelabang Emas amat ganas, kejam serta telengas tecu bersumpah pasti akan membasmi habis mereka semua.
Lok Tong yang melihat wajah murid kesayangannya penuh diliputi oleh nafsu membunuh sehingga kelihatan sangat menakutkan sekali hatinya tak terasa rada bergerak.
Urusan ini tak boleh dikerjakan mengikuti nafsu, dengan cepat hiburnya. Di dalam Isana Kelabang Emas banyak bersembunyi naga-naga sakti serta macan-macan ganas, sebagai otak dari seluruh perbuatan ini adalah seorang musuh tangguh yang sangat menakutkan sekali.
Ia merandek sejenak, lalu sambil menoleh ke arah Leng Poo Sianci sambungnya kembali.
"Telah lama loolap tak mendengar berita tentang ayahmu, apakah dia masih baik-baik saja?"
"Terima kasih atas perhatian cianpwee!" sahut Leng Poo Sianci dengan penuh rasa hormat, "Ilmu Lei Hwee Sin Kang yang dilatih ayahku sudah hampir mencapai pada taraf kesempurnaan."
Secara mendadak Lok Tong menanyakan tentang keadaan Hay Thian Sin Shu, hal ini sudah tentu menyangkut soal bala bantuan, sebaliknya Tan Kia-beng yang disebabkan masih terbayang oleh kejadian pembunuhan kejam yang dilakukan jago-jago Isana Kelabang Emas terhadap para hweesio kuil Bu Lah Sie dalam hati merasa amat murka.
"Suhu!" mendadak teriaknya kembali. "Sebenarnya Isana Kelabang Emas terletak di mana" Bagaimana kalau malam ini juga kita pergi melakukan pemeriksaan?"
"Tindakan yang sangat berbahaya ini sama sekali tiada gunanya bagi kita"
"Tapi paling sedikit kita bisa mencari tahu keadaan dari si Cu Swie Tiang Cing, Tan Ci Liang!"
"Iiih...."!! agaknya kau menaruh rasa kuatir terhadap dirinya, apakah...."
"Benar, tecu pernah mendengar orang lain mengungkap soal yang menyangkut thayhiap ini, aku menaruh rasa hormat dan kagum terhadap dirinya."
Ketika itulah Lok Tong baru bisa menghembuskan napas lega, diam-diam pikirnya, "Pada saat dan keadaan seperti ini, aku tidak seharusnya menceritakan kejadian yang
sesungguhnya"
Dengan cepat ujarnya, "Tan Thayhiap adalah satu-satunya kawan karib dari suhumu selama ini, orang ini bukan saja memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat lihay bahkan semua jago-jago Bulim pada menaruh rasa hormat terhadap dirinya, perjalananku selama ini boleh dikata hampir separuh bagian disebabkan hendak mencari tahu keadaan dari kawan karibku itu."
"Semoga dia masih hidup sehat sehat di dalam dunia!" tak terasa lagi Tan Kia-beng berseru.
Setelah merandek sejenak, tambahnya, "Semisalnya berhasil menemui dia orang tua, tecu bersiap-siap ingin minta petunjuk mengenai rahasia yang terdapat di dalam pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam!"
"Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam?" mendadak Lok Tong berseru dengan sepasang mata dipentangkan lebar-lebar. Dengan perasaan tegang tanyanya lebih lanjut.
"Bagaimana mungkin pedang pusaka tersebut bisa jatuh ketanganmu?"
Saat inilah ia baru teringat bila murid kesayangannya ini sudah penuh diliputi oleh keadaan aneh dan misterius.
"Pedang itu dihadiahkan Mo Cuncu kepadaku, cuma saja sampai ini hari tecu masih belum mengerti jelas ilmu pedang itu menurut perkataan Ui Liong supek, katanya di dalam Bulim pada saat ini kemungkinan sekali cuma 'Cu Swie Tiang Cing'
Tan Thayhiap seorang yang tahu.
Sembari berkata ia melepaskan pedang Giok Hun Kiam itu lalu diangsurkan ketangan Lok Tong.
Lok Tong segera menerima pedang itu dan diperiksanya sebentar, terakhir dengan perasaan heran, tanyanya lagi,
"Secara bagaimana kau bisa kenal dengan Ui Liong Tootiang"...."
Tan Kia-beng lantas menceritakan seluruh kisahnya sejak malam itu ia mendatangi istana Cun Ong-hu hingga ia tiba di gurun pasir hari ini, diantara seluruh kisah tersebut ia hanya menyembunyikan kisahnya sewaktu menerima kepandaian silat peninggalan Han Tan Loojien.
Hal ini disebabkan ada Leng Poo Sianci disisinya.
Setelah habis mendengarkan kisah tersebut lama sekali Lok Tong termenung berpikir keras, mendadak ia menepuk pahanya.
"Aaah! benar!" teriaknya marah "Seluruh kejadian ini kemungkinan sakali ditimbulkan dari soal Mo Cun-ong...."
Setelah mengumbar hawa amarahnya beberapa waktu,
perlahan-lahan ia berhasil menenangkan hatinya kembali, ia lantas menyembahkan pedang pusaka tersenut ketangan Tan Kia-beng.
"Coba bawa kemari daftar hitam itu biar aku periksa sebentar"
Akhirnya sambil membaca nama nama yang tercantum di dalam daftar hitam itu ia mengangguk tiada hentinya, selama ini entah sudah beberapa kali air mukanya berubah, hal ini jelas sekali menunjukkan bila ia sedang berusaha keras untuk mengingat ingat kembali kejadian yang pernah berlangsung pada sepuluh tahun berselang.
Tan Kia-beng yang melihat suhunya sedang termenung tak terasa lagi ia lantas mengalihkan sinar matanya ke arah Leng Poo Sianci.
Kiranya ketika itu sepasang mata yang jeli dari gadis cilik itu sedang memperhatikan sang hweesio tua yang sedang bersemedi.
Mengikuti pandangan matanya iapun ikut mengalihkan sinar matanya ke atas tubuh si hwesio itu, tetapi sebentar kemudian hatinya sudah terasa amat terperanjat.
Walaupun alis serta rambut hwesio ini telah memutih semua tetapi wajahnya berwarna merah seperti bayi.
Sepasang tangan dan kukunya yang panjang berwarna putih halus, sedikit keriputpun tidak kelihatan.
Hal yang paling mengejutkan dirinya adalah kulit badan dari hwesio tua itu ternyata bisa berubah jadi putih dan sebentar lagi berubah jadi hijau mengikuti pernafasannya.
Leng Poa Sianci yang kesemsem oleh kejadian tersebut sebetulnya tidak lebih dikarenakan perasaan ingin tahu saja, sebaliknya Tan Kia-beng yang mempunyai kepandaian silat amat tinggi, ia berani memastikan bila tenaga dalam dari hwesio ini sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan yang tiada taranya, tak terasa lagi diam-diam pikirnya, "Suhu kalau memang sudah ada seorang kawan seperti sihwesio tua ini, mengapa ia bisa terjatuh ke tangan orang-orang Isana Kelabang Emas itu?"
Selagi ia berdiri termangu-mangu itulah, mendadak terdengar Lok Tong bergumam seorang diri, "Mencari dapat daftar hitam, mengikuti isi daftar melakukan pembasmian"....
Siapakah yang memiliki dendam sakit hati sedalam ini".... hal ini benar-benar membuat aku jadi kebingungan, kiranya pihak Isana Kelabang Emas bukan cuma ingin menjagoi seluruh Bulim saja!...."
Mendadak ia mendongakkan kepalanya.
"Beng jie! untuk sementara waktu simpanlah daftar hitam itu baik-baik, untuk sementara ini aku masih belum tahu siapakah yang memegang pucuk pimpinan di dalam Isana Kelabang Emas?" katanya perlahan "Apakah tujuan yang sebenarnya akupun belum tahu, tetapi.... setelah bertemu muka dengan si 'Cu Swie Tiang Cing' Tan thayhiap atau Ui Liong Tootiang sekalian pasti persoalan ini bisa diketahui"
Sudah lama Tan Kia-beng ingin bertemu muka dengan suhunya, kini setelah berjumpa banyak persoalan yang semula ingin ditanyakan kini satupun tak teringat kembali.
Kini setelah mendengar suhunya mengungkap kembali nama Ui Liong Tootiang, mendadak sambungnya, "Suhu! Ui Liong supek pun sudah mendatangi gurun pasir"
"Kapan ia berangkat?"
Agaknya Lok Tong menaruh perasaan sangat kuatir
terhadap keselamatan Ui Liong Tootiang yang mendatangi gurun pasir sehingga hampir-hampir saja ia meloncat bangun dari tempat duduknya.
"Ia berangkat beberapa hari lebih pagi dari tecu"
"Heeei...."
Lok Tong mengerti jelas akan sifat dari Ui Liong Tootiang, kini ia sudah mengetahui gurun pasir sembilan puluh belas tanpa berpikir panjang lagi ia pasti secara langsung sudah menerjang masuk ke dalam Isana Kelabang Emas, dengan demikian maka keadaannya jadi sangat berbahaya.
Bukan Ui Liong Supek saja yang telah datang, bahkan suhengku Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong serta budak Cian pun telah datang semua"
"Apa" Si Penjagal Selaksa Lie, Hu Hong suhengmu?"
Paras muka Lok Tong kontan saja berubah sangat hebat, karena di dalam bayangan Si Penjagal Selaksa Lie Hu Hong adalah seorang iblis nomor wahid yang paling dibenci oleh setiap orang Bulim, kini Tan Kia-beng telah menyebut dia sebagai suhengnya, maka hal ini menunjukkan bahwa Tan Kia-beng sudah menghianati perguruannya dan menerjunkan diri ke dalam aliran iblis.
Tidak aneh kalau dalam waktu tiga tahun yang singkat ia sudah berhasil memperoleh kemajuan yang sangat pesat.
Tan Kia-beng sendiripun merasa dirinya keterlanjuran berbicara sehingga memancing perasaan salah paham dari suhunya.
Baru saja ia akan menjelaskan kisahnya dimana secara kebetulan ia berhasil memperoleh ilmu ilmu silat peninggalan dari Han Tan Loojien, Leng Poo Sianci yang masih lincah dan polos itu sudah menimbrung dari samping.
"Eeei.... siapa itu sibudak Ciang?"
"Si Pek Ih Loo-Sat, Hu Siauw-ciang"
Mendadak Leng Poo Sianci teringat akan perkataan si perempuan cantik dari balik kabut mengatakan soal "Loo Sat"
itu, kemungkinan sekali yang dimaksudkan adalah orang ini.
Tak terasa lagi dengan rasa ingin tahu desaknya lebih lanjut, "Eeei.... apakah hubungannya dengan dirimu sangat baik?"
Tan Kia-beng yang melihat wajah suhunya berubah sangat dingin, sudah tentu pada saat ini tiada maksud untuk berbicara lebih banyak lagi dengan dirinya.
"Ehmmm...." sahutnya singkat.
"Lalu mengapa kau tidak jalan bersama-sama dirinya?"
"Dalam keadaan mangkel dia datang mengejar ayahnya, karena aku merasa kuatir dia mengalami sesuatu peristiwa maka sengaja aku datang kemari mencari dirinya".
Beberapa patah perkataan tersebut semula diucapkan tanpa maksud, tetapi didengar oleh gadis tersebut mempunyai perasaan yang lain.
Leng Poo Sianci yang sedang menaruh bibit cinta terhadap diri pemuda tersebut, selama ini dengan penuh perasaan cinta ia mengejar dirinya terus, oleh karenanya setiap kali menemui urusan yang menyangkut soal Tan Kia-beng dengan anak anak perempuan yang lain ia menaruh perhatian yang sangat serius.
Disamping itu iapun mempunyai perasaan lain jauh-jauh Tan Kia-beng suka mendatangi gurun pasir hanya untuk menyusul gadis hal ini membuktikan bila hubungan diantara mereka berdua pasti sangat akrab hal ini sudah tentu membuat hatinya merasa sangat tidak puas.
"Hmm! akan kulihat gadis itu cantiknya seperti apa sehingga engkoh Beng tanpa ragu ragu sudah melakukan perjalanan ribuan lie untuk menyusul dirinya" pikir si Leng Poo Sianci ini dalam hatinya waktu mendengar disebutnya nama Si Penjagal Selaksa Lie, Hu Hong, di atas wajah Lok Tong sudah terlintas hawa amarah, kini mendengar pula bila kedatangan pemuda tersebut ke gurun pasir sama sekali bukan
dikarenakan merasa kuatir terhadap dia sebaliknya dikarenakan sedang mengejar seorang gadis saja
Walaupun ia tidak kenal Hu Siauw-cian, tetapi gelarnya Pek Ih Loo Sat cukup menunjukkan bila gadis tersebut bukanlah seorang dari aliran lurus.
Dari Pek Ih Loo Sat ia teringat pula akan si perempuan cantik dari balik kabut, hal ini membuat hawa amarahnya memuncak. pikirnya dihati, "Kiranya binatang ini sudah terpelosok kejalan yang salah, dengan tidak sayang-sayangnya ia menghianati perguruan sendiri menerjunkan diri ke dalam aliran iblis bahkan berkenalan pula dengan begitu banyak perempuan perempuan aliran hitam. Heeei....! bukankah susah payahku selama puluhan tahun hanya sia-sia belaka".
Dengan cepat ia mendengus berat.
"Hmmmm! tiga tahun kita tak bertemu maka kau benar-benar sudah memperoleh kemajuan yang sangat pesat."
Dasar sifat Tan Kia-beng memang jujur sederhana dan polos, sama sekali tak terduga olehnya perasaan hati suhunya pada saat ini ia berbalik malah mengira Lok Tong sedang memuji dia.
Buru-buru ujarnya dengan serius.
"Kesemuanya ini berkat doa restu dari suhu sehingga tecu bisa memperoleh penemuan-penemuan yang diluar dugaan."
"Tutup mulut! Mulai saat ini aku larang kau memanggil aku dengan sebutan suhu!" mendadak Lok Tong membentak keras.
Tindakannya ini bukan saja berada diluar dugaan Tan Kia-beng, bahkan Leng Poo Sianci pun merasa sangat terperanjat sehingga membelalakkan sepasang matanya yang jeli dan memandang sejenak ke arah Lok Tong lalu memandang pula ke arah Tan Kia-beng dengan perasaan kebingungan.
Agaknya ia merasa heran mengapa diantara mereka guru murid secara tiba-tiba bisa terjadi perpecahan.
Setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya, kembali Tan Kia-beng memandang ke arah suhunya Lok Tong dengan wajah kebingungan.
"Suhu apa maksudmu" apakah Beng-jie sudah melakukan sesuatu pekerjaan yang salah?" tanyanya.
"Hmmm! sekarang kau sudah berada di atas puncak pohon, buat apa masih membutuhkan suhumu yang tiada berguna ini?"
Sehari sebagai guru selamanya menganggap seperti ayah sendiri, walaupun Beng-jie sudah menjabat sebagai Teh Leng Kauwcu, tetapi aku sama sekali tidak melupakan budi yang amat besar dari suhu, apalagi Beng jie bisa memperoleh ilmu silat peninggalan Han Tan Loojien pun hanya merupakan suatu kejadian yang tidak disengaja!"
"Tidak sengaja?" jengek Lok Tong sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Apakah kau tak tahu, menghianati perguruan adalah suatu pantangan besar bagi kita orang-orang Bulim?"
"Omintohud! Siancay.... siancay...." ketika itulah dari samping mereka berkumandang suara pujian Sang Buddha yang amat nyaring memotong pembicaraan antara guru bermurid itu.
Mereka bertiga bersama-sama menoleh ke arah samping, tampaklah si hweesio tua yang sedang bersemedi di atas pembaringan tersebut pada saat ini telah tersadar kembali.
Setelah memandang diri pemuda itu beberapa waktu
lamanya, perlahan-lahan ia berseru, "Baru saja siauw sicu mengatakan bila kau sudah mewarisi seluruh kepandaian silat dari Han Tan Loojien, apakah sungguh sungguh telah terjadi peristiwa ini?"
"Tecu tak berani berbohong!" buru-buru Tan Kia-beng bangun berdiri sambil menjura.
Ia lantas mengambil keluar seruling pualam putih
peninggalan dari Han Tan Loojin sambungnya kembali,
"Bilamanya thaysu menaruh rasa curiga, seruling pualam ini dapat dijadikan bukti."
"Haaa.... haaa haaa.... yang loolap curigai bukannya tentang soal ini melainkan tentang kawan akrabku itu, ia sudah lama mengundurkan diri dari dunia kangouw dan tidak
mencampuri urusan dunia lagi, bahkan tak mungkin masih hidup sehat walafiat dikolong langit. Di tempat manakah siauw sicu sudah berjumpa dengan dirinya" Coba kau ceritakanlah dengan sejelas jelasnya," kata si hweesio tua itu sambil tertawa terbahak-bahak dengan suara yang amat keras.
Tan Kia-beng terdesak, terpaksa ia menceritakan kisahnya sejak terpukul jatuh ke dalam jurang oleh Heng-san It-hok sehingga memperoleh ilmu silat peninggalan Han Tan Loojien.
Selesai mendengarkan kisah itu, kembali hweesio tua tersebut tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... kiranya begitu! kalau begitu rejekimu betul-betul sangat bagus sehingga secara tidak terduga berhasil memperoleh penemuan aneh itu".
Perlahan-lahan ia lantas menoleh ke arah Lok Tong, sambungnya sembari tertawa, "Lok sicu, kau sudah dengar jelas belum" seharusnya kau tidak memaki lagi muridmu sebagai penghianat perguruan bukan?"
Saat itulah Lok Tong baru merasa bila ia telah salah menerka dan menuduh murid kesayangannya, tak terasa lagi orang tua itu tertawa pahit.
"Jika betul-betul demikian adanya, cayhe pun tidak ada pembicaraan lainnya lagi" sahutnya.
Mendadak sang hweesio tua itu meloncat bangun dari atas pembaringan.
"Heee....! Perebutan kekuasaan dan pengaruh di dalam Bulim sudah mulai, bau amis darah mulai membasahi seluruh permukaan tang, kini loolap sudah melepaskan diri dari soal keduniawian dan tiada rasa tertarik untuk mencampuri urusan itu lagi. Entah bagaimana akhirnya pertumpahan darah ini.
Loolap berharap sicu sekalian bisa mengingat baik-baik pelajaran sang Buddha yang mengutamakan welas kasih dan cinta kasih di dalam setiap perbuatan serta tindakan"
Selesai berkata, diantara berkelebatnya bayang abu-abu ia sudah berlalu dari dalam ruangan.
Tan Kia-beng merasa setiap perkataan dari hweesio tua itu secara diam-diam mengandung maksud yang mendalam, bahkan terang-terangan sejak memperingatkan dirinya, buru-buru lantas tanyanya, "Suhu, siapakah thaysu itu?"
"Akupun baru kenal dirinya pada beberapa waktu yang lalu, selama ini yang kuketahui dia bergelar 'Hwee Huan', bagaimanakah asal usulnya aku sama sekali tidak tahu" sahut Lok Tong sambil menggeleng.
Tak terasa lagi Tan Kia-beng menggoyangkan kepalanya berulang kali dengan rasa sedih, beberapa saat kemudian ia baru berkata kembali.
"Bilamana orang inipun merupakan jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas, maka aku berani tanggung di dalam Bulim pada saat ini tak seorangpun yang bisa menandingi dirinya lagi."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lok Tong terperanjat.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tenaga dalamnya sudah berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan yang tiada taranya bahkan yang dilatih bukan kepandaian menurut ajaran Buddha sebaliknya merupakan Sian Bun Sian Thian Khiekang yang disebut ilmu
'Hong Mong Ci Khie' tempo dulu Beng-ji pernah melihat murid kesayangan dari majikan Isana Kelabang Emas pun
menggunakan kepandaian semacam ini maka dari itu aku menaruh rasa curiga bila hweesio tua itu ada sangkut pautnya dengan pihak Isana Kelabang Emas.
Disebabkan berulang kali Tan Kia-beng menemui kejadian-kejadian aneh dan kepandaian silat yang dimiliki pada saat ini pun sudah jauh lebih hebat berpuluh puluh lipat dari kepandaiannya tempo dulu maka Lok Tong mau tak mau harus mempercayai apa yang diucapkan oleh murid
kesayangannya ini. Tak terasa lagi hatinya merasa semakin murung, ia merasa jika anak murid pihak Isana Kelabang Emas memiliki kepandaian Sian Bun Sian Thian Khiekang yang sedemikian dahsyatnya, bagaimana pula dengan kepandaian silat majikan Isana Kelabang Emas sendiri"
Tan Kia-beng yang melihat suhunya lama tidak buka suara, kembali menambahi kata-katanya, "Ilmu Hong Mong Cie Khie kendati sangat dahsyat dan tiada tandingan, tetapi ilmu itu pun bukannya sebuah ilmu sakti yang tak bisa dipunahkan, Beng Jie sudah mengambil keputusan malam ini juga berangkat keIsana Kelabang Emas untuk melakukan
pemeriksaan, jika semisalnya Ui Liong supek betul-betul sudah tiba diantara Kelabang Emas, akupun bisa menyambut kedatangannya dengan baik"
Pada mulanya Lok Tong menganggap urusan ini sangat berbahaya dan harus bertindak hati-hati tetapi mendengar kawan karibnya Ui Liong-ci pun telah tiba di gurun pasir, ia tak dapat menahan sabar lagi.
"Heee.... urusan sudah jadi begini, apa yang terjadi terpaksa kita harus menempuh bahaya dengan untuk
melakukan penyelidikan" katanya sembari menghela napas panjang "Cuma saja.... bagaimanapun juga lebih baik asal usul kalian jangan ditunjukkan dan bilamana perlu kita harus bergerak secara terpisah untuk berkumpul kembali di dalam kuil ini"
Kepada Leng Poo Sianci kembali sambungnya, "Lebih baik nona Cha tinggal disini saja dan tidak perlu ikut menempuh bahaya"
Sifat Leng Poo Sianci suka bergerak, apalagi jalan bersama sema Engkoh Beng nya Mana mungkin dia suka melepaskan kesempatan yang sangat baik ini.
"Aku tidak boleh ikut"!" serunya sambil mencibirkan bibir yang kecil. jika aku ikut baling pergi sama artinya kalian sudah memperoleh seorang pembantu lagi" apalagi akupun tidak akan merepotkan kalian."
Lok Tong tak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa ia mengabulkan permintaan gadis itu.
Demikianlah mereka bertiga lantas menginggalkan kuil kecil itu berangkat menuji ke Isana Kelabang Emas.
Setelah berlari cepat kurang lebih satu jam lamanya, sampailah mereka di depan sebuah bangunan perkampungan yang besar dan megah.
Ketika itu waktu menunjukkan kentongan pertama, suasana terasa amat sunyi dan hening, Lok Tong segera menggapi ke arah kedua orang itu untuk duduk disisi badannya.
Setelah itu si orang tua tersebut melukiskan sebuah peta di atas tanah, inilah peta dari Isana Kelabang Emas yang diselidikinya hampir menghabiskan waktu tiga tahun.
Kendati begitu, lukisan peta itupun tidak lebih hanya merupakan suatu petunjuk secara kasarnya saja.
Sambil menuding kerah peta tadi, terdengar si orang tua berbisik ke arah mereka berdua, "Isana Kelabang Emas ini dibangun berdempetan dengan bukit, belakang istana merupakan suatu tebing yang curam dan tak ada jalan yang
dapat menembusi tempat tersebut. Sebelak kanan merupakan sebuah sungai dengan aliran yang besar. Dari empat penjuru cuma dari depan serta sebelah kiri saja yang bisa ditembusi tetapi harus melewati dulu sebuah hutan belantara yang amat lebat. Sedangkan di dalam sana adakah jebakan atau tidak aku tidak begitu paham, mari kita membagi diri menjadi dua rombongan, hati-hatilah menerjang kesana! Loohu akan berangkat terlebih dulu"
Ia berhenti sejenak, lalu sambungnya kembali, "Ingat! bila dapat menahan sabar, janganlah bergerak dengan mereka, seluruh peristiwa kita hadapi sesuai dengan keadaan, setelah urusan selesai kita berjumpa kembali di dalam kuil kecil tersebut."
Selesai pemberian pesan wanti-wanti, ia segera menghapus peta yang dilukis di atas tanah tadi kemudian meloncat bangun dan bergerak menuju ke arah depan.
Selama ini Tan Kia-beng belum pernah melihat suhunya merasa setegang ini hari, ia tahu istana iblis tersebut tentu sangat luar biasa bahayanya.
Karena takut sifat Leng Poo Sianci terlalu berangasan sehingga menggagalkan rencana, buru-buru pesannya pula,
"Tujuan kita pada malam ini hanyalah melakukan pemeriksaan atas kenyataan yang ada disana, bilamana ada urusan harap kau bersabar diri sehingga tidak sampai terjadi bentrokan-bentrokan yang tidak diinginkan!"
"Buat apa kau begitu cerewet?" bukankah suhumu sudah mengatakan sangat jelas" aku belum tuli"
Tan Kia-beng yang ketanggor batunya dengan mendongkol bungkam kembali, tubuhnya segera bergerak menuju hutan lebat di sebelah kiri.
Melihat pemuda tersebut berkelebat pergi meninggalkan dirinya, dengan hati cemas Leng Poo Sianci lantas melakukan pengejaran ke arah pemuda tersebut.
"Engkoh Beng, kau marah?" tegurnya dengan suara lirih.
Dengan cepat Tan Kia-beng menggoyangkan tangannya mencegah ia banyak berbicara, karena pada saat itu mereka sudah dekat sekali dengan tepi hutan. Semisalnya di dalam hutan itu ada jago-jago yang sedang melakukan perondaan maka jejak mereka mudah sekali diketahui.
Mereka berdua dengan gerakan yang gesit dan lincah berkelebat menembusi hutan. Kini Isana Kelabang Emas yang tinggi besar serta angker sudah berada di depan mata.
Untuk memasuki istana tersebut, mereka harus melewati terlebih dahulu sebuah tanah lapang yang sangat luas, dengan demikian mau tak mau mereka harus bersikap lebih berhati-hati.
Setelah memeriksa keadaan di sekelilingnya beberapa waktu, terdengar Leng Poo Sianci berseru dengan suara yang lirih
"Ayoh cepat jalan! apa yang kau takuti?"
Sreet!! dengan kecepatan laksana sambaran kilat ia menerjaang keluar dari hutan langsung melayang ke arah pinggiran tembok pekarangan yang amat tinggi.
Tan Kia-beng pun segera mengikuti jejak gadis tersebut melayang ke samping tembok pekarangan.
Ternyata tinggi tembok tersebut kurang lebih ada dua kaki tingginya, orang-orang kangouw biasa mungkin sukar untuk melewati tembok itu, tetapi bagi sepasang muda mudi ini hal tersebut bukan merupakan suatu pekerjaan yang sulit.
Setelah memberi tanda kepada gadis tersebut, laksana segulung asap hijau Tan Kia-beng melayang naik ke atas tembok pemisah setelah memeriksa kembali keadaan di sekeliling disana ia baru meluncut ke atas sebuah pohon Siong yang berdaun lebat.
Sebentar kemudian terasalah sambaran dingin lewat, Leng Poo sianci pun telah tiba disisinya.
Baru saja mereka berdua menyembunyikan jejaknya,
mendadak.... "Bangsat! nyalimu benar-benar sangat besar! apa kau kira Isana Kelabang Emas bisa kalian masuki dengan
sembarangan?" serentetan suara teguran yang amat kasar bergema memenuhi angkasa.
Dalam keadaan terperanjat Leng Poo Sianci segera
mencabut keluar pedang pendeknya, tetapi tindakan tersebut keburu dicegah oleh Tan Kia-beng.
"Haaaa.... haaaa.... haaaaa.... Isana Kelabang Emas bukan telaga naga maupun sarang macan, Too ya berkeinginan datang segera akan datang, mau pergi segera pergi. ada siapa yang berani menghalangi niatku ini?" dari tempat kejauhan segera berkumandang suara jawaban dari seseorang diiringi suara gelak tertawa yang amat keras.
"Akh....! Ui Liong supek," diam-diam pikir Tan Kia-beng di dalam hati.
Pada waktu itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat ke tengah udara dari balik tumbuhan bunga yang lebat kemudian langsung melayang turun ke depan gunung gunungan.
Dia adalah seorang kakek tua berjubah Toosu yang
memelihara jenggot panjang dan bergaya laksana seorang dewa. Orang itu bukan lain adalah Ui Liong Tootiang adanya.
Diikuti dua kali suara bentakan yang amat keras bergema memekikkan telinga, dua orang Bu su dengan dandanan suku Biauw dan mencekal golok besar yang memancarkan cahaya kebiru biruan menyerang datang dari sebelah kiri serta sebelah kanan.
Melihat datangnya serangan tersebut Ui Liong Tootiang segera mendengus dingin, ujung jubahnya dikebutkan ke depan mengirim sebuah pukulan dahsyat.
Kedua orang yang sedang menubruk datang itu bagaikan terbentur dengan selapis tembok hawa murni yang sangat kuat, dengan sempoyongan mundur ke arah belakang. Diiringi suara teriakan ngeri mereka berdua segera menggeletak ke atas tanah dan putus nyawa.
Ui Liong-ci kembali tertawa terbahak-bahak, ujung jubahnya dikebutkan ke depan untuk melayang kembali ke arah depan.
Tiba-tiba.... Sesosok bayangan hitam bagaikan seekor burung elang kembali menubruk ke arah bawah.
"Hey hidung kerbau ku, kalau sudah berani masuk ke dalam Isana Kelabang Emas jangan keburu pergi lagi!" bentak orang itu dengan dingin.
Braaak! Bluuuummm....! di tengah suara bentrokan keras yang menimbulkan gelombang angin dahsyat, masing-masing pihak sudah saling mengadu tenaga lweekang di tengah udara.
Diantara berkibarnya ujung jubah, Ui Liong-ci kembali melayang turun ke atas permukaan tanah.
Sebaliknya bayangan hitam itupun terpental ke atas angkasa sehingga berjumpalitan beberapa kali lalu melayang turun ke atas tanah disebelah sana.
Kiranya orang itu adalah si kakek dewa bertangan setan Im Khei adanya.
Di dalam bentrokan kekerasan barusan ini agaknya masing-masing pihak sudah bisa mengerti akan kekuatan masing-masing.
Kendati di dalam hal tenaga dalam si kakek dewa bertangan setan rada kalah setingkat, tetapi ia tidak suka mundur hana disebabkan oleh persoalan ini.
"Heee.... heee.... heee.... kawan! kalau kau sudah berani mendatangi Isana Kelabang Emas ini, tentunya kaupun sudah tidak ingini nyawamu lagi bukan.... heee.... heee.... mengapa tidak sekalian tinggalkan namamu?"
"Pinto adalah Ui Liong-ci, bilamana ingin mengadu kepandaian aku rasa kau masih belum berhak untuk bergebrak melawan diriku, lebih baik panggil saja majikan Isana Kelabang Emas untuk keluar menemui diriku."
"Hmm! kau hidung kerbau lebih baik tidak usah berlagak sok! di dalam kalangan Bulim di daerah Tionggoan
kemungkinan sekali kau masih ada satu bagian, tetapi kita dari pihak Isana Kelabang Emas tidak akan memberi kesempatan buat manusia macam kau untuk unjukkan kelihayan disini, mari, mari sini! anggap saja aku si kakek dewa bertangan setan lagi sial dan akan menghantar kau kembali ke akherat."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan,
terdengarlah suara gemerutuknya tulang-tulang dengan kerasnya. Sepasang lengan si kakek dewa bertangan setan yang kurus kering secara mendadak bertambah panjang setengah depa, sedang tubuhnyapun mendesak semakin mendekat.
Diam-diam ia mulai menyalurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh tubuh siap melancarkan serangan pada saat apapun.
Bersamaan itu pula ia merasa tidak seharusnya Ui Liong-ci memperlihatkan sikap sombongnya pada saat dan keadaan seperti ini.
Sebelum memperoleh bukti yang nyata daripada kejahatan yang dilakukan oleh pihak Isana Kelabang Emas, buat apa dia harus mengadakan bentrokan secara terbuka dengan mereka"
Selagi pemuda tersebut berpikir bagaimana caranya menasehati Ui Liong-ci atau memancing dia meninggalkan tempat itu, mendadak si kakek dewa bertangan setan sudah menjerit keras bagaikan pekikan iblis, tubuhnya menubruk ke depan dengan dahsyat sedang sepasang lengannya panjang sedang menyambar ke depan tiba-tiba ditarik kemblai ke belakang membentuk beribu-ribu buah cakaran setan.
Pada saat yang bersamaan pula diirinyi suara bentakan keras yang memekikkan telinga, si Bangau Bermata Satu sekali pun bersama-sama menggerakkan badannya
melancarkan serangan.
Hanya di dalam sekejap mata angin pukulan menderu-deru memenuhi angkasa dan memancar keempat penjuru,
kedahsyatannya laksana amukan angin taupan serta cucuran hujan deras, benar-benar ganas dan hebat.
Pada saat yang amat kritis itulah, dari tempat kejauhan mendadak berkumandang datang suara bentakan yang amat keras dari seseorang, "Ui Liong Too-heng, jangan gugup!
Siauwte Lok Tong datang membantu!"
Baru saja suara tersebut selesai berkumandang keluar laksana anak panah yang terlepas dari busur tampaklah sesosok bayangan manusia meluncur masuk ke dalam
kalangan. Kiranya si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong yang melihat kawan karibnya berada dalam keadaan bahaya, ia menganggap Ui Liong Tootiang masih seperti halnya tempo dulu sebelum memperoleh kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" sehingga tanpa perduli keselamatan sendiri sudah unjukkan diri untuk menolong.
Siapa sangka, baru saja tubuhnya hampir mendekati gunung gunungan itu, mendadak....
Sesosok bayangan hijau yang ramping dengan cepat bagai segulung asap hijau menggulung mendatang dari luar tembok pekarangan ujung jubath beterbangan mengikuti tiupan angin sehingga keadaannya mirip bidadari yang turun dari kahyangan.
Dengan dahsyatnya bayangan hijau itu menyongsong
kedatangan Lok Tong, dimana ujung jubahnya dikebaskan tubuh Lok Tong yang tinggi besar bagaikan batu bandringan saja mencelat sejauh dua, tiga kaki dari tempat semula mengikuti sambaran angin tersebut.
Beberapa saat kemudian baru terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayat hati, tubuhnya terpental jatuh ke atas tanah dengan sangat keras.
Bayangan hijau yang kecil ramping itu rada merandek sejenak di tengah udara, setelah menarik napas panjang panjang, kembali melanjutkan terjangannya ke arah depan.
Seluruh kejadian ini hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Tan Kia-beng yang berada di atas dahan pohon sama sekali tidak menduga akan terjadinya peristiwa ini.
Menanti ia tersadar kembali, keadaan sudah terlambat sehingga untuk beberapa saat lamanya ia merasakan hatinya bergidik.
Di tengah suara bentakan yang sangat keras, sepasang kakinya segera dijejakkan ke atas permukaan tanah lalu meluncur kurang lebih tiga, empat depa ke depan dengan ketinggian tujuh, delapan kaki. kemudian dengan
menggunakan jurus "Hwee Ing Poo Toh" atau Burung elang menubruk kelinci membuntuti bayangan hijau tersebut Hanya di dalam sedetik saja mereka sudah lenyap dibalik tembok pekarangan yang tinggi.
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Ui Liong-ci yang sedang menyalurkan hawa murni untuk melawan datangnya serangan gencar dari empat penjuru tiba-tiba mendengar suara teriakan yang sangat dikenal olehnya sedang berseru, dengan cepat ia
mendongakkan kepalanya untuk memeriksa.
Saat itulah ia menemukan si "Ban Lie Im Yen" atau asap dan mega selaksa lie, Lok Tong sudah menemui celaka, dalam hati toosu ini benar-benar merasa amat gusar, dengan menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya ia segera menghantam si Khelah, lhama berjubah merah itu keras keras.
Terdengarlah suara bentrokan yang amat keras bergema memenuhi angkasa, Khelah kena tergetar mundur dengan sempoyongan sejauh tujuh delapan depa setelah terkena pukulan tersebut sehingga hampir-hampir saja jatuh terjengkang di atas tanah.
Menggunakan kesempatan yang sangat bagus inilah Ui Liong-ci meloncat kesisi tubuh Lok Tong lalu mencengkeram badannya dan dikepit dibawah ketiaknya untuk dibawa lari dengan melewati tembok tinggi.
Inilah pengalamannya si toosu yang jauh melebihi Tan Kia-beng, dia bukannya mendesak musuh lebih lanjut sebaliknya malah berusaha untuk menolong kawan karibnya terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci yang melihat engkoh Beng nya pergi mengejar bayangan hijau tadi, ia pun segera melayang turun dari atas pohon siong untuk ikut melakukan pengejaran.
Kebetulan sekali si Lhama berjubah merah Khelah setelah kena terpukul luka oleh Ui Liong-ci pada waktu itu sedang mengundurkan diri tidak jauh dari dirinya berdiri.
Gadis tersebut tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tragis ini lagi, sang pedang pendek segera dicabut keluar, dengan menggunakan kecepatan yang luar biasa ia membabat ke arah pinggang Khelah sehingga terputus menjadi dua bagian.
Dengan kejadian ini bibit bencana pun sudah tertanam, Tolunpah bagai seorang gila kontan dengan kalapnya.
"Budak busuk! nyalimu benar-benar sangat besar" teriaknya keras. "Dengan menggunakan kesempatan orang tidak bersiap sedia kau turun tangan membokong dan melancarkan
serangan mematikan, Hud-ya akan membabat dirimu hidup-hidup...."
Angin pukulan bagaikan mengamuknya angin taupan
dengan kecepatan bagaikan kilat segera menyerang datang.
Tenaga dalam yang dimiliki Lhama tersebut dasarnya memang amat sempurna, ditambah pula serangan ini
dilancarkan dalam keadaan gusar. Ia sudah menggunakan dua belas bagian tenaga dalamnya di dalam serangan ini.
Saking hebatnya serangan tersebut mungkin cukup untuk mencabut sebuah pohon serta menghancurkan sebuah bukit berbatu. Kontan saja Leng Poo Sianci kena tergulung ke dalam bayangan telapak tersebut.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khei yang sudah tertarik dengan pedang pendeknya, ternyata tidak sayang-sayang merendahkan kedudukan sendiri ikut menggerakkan telapak tangannya melancarkan serangan-serangan gencar.
Bukan begitu saja, bahkan ia sudah mengeluarkan ilmu tunggalnya "Si Hun Toh Poo So" atau ilmu mencengkeram menggaet sukma merebut nya, menyambar pedang tersebut.
Untuk melawan Tolunpah yang bagaikan orang kalap saja Leng Poo Sianci sudah merasa kepayahan apalagi ditambah dengan seorang kakek dewa bertangan setan, seketika itu juga ia terjerumus dalam keadaan yang sangat berbahaya.
Beruntung sekali ia memiliki dasar tenaga dalam yang amat sempurna, sifatnyapun keras segala. Sambil menggertak giginya kencang-kencang ia paksakan diri tidak mengalah sebaliknya dengan sekuat tenaga memberikan perlawanannya.
Hal ini akhirnya memaksa si kakek dewa bertangan setan berdua untuk beberapa saat lamanya tak dapat berkutik.
Pada saat yang sangat kritis itulah dari luar tembok pekarangan mendadak melayang datang seorang kakek tua bongkok yang memakai pakaian ala suku Mongolia.
Dua orang jago kenamaan mengerubuti seorang nona.
Hmmm! kalian semua sungguh tidak tahu malu!" bentaknya keras.
Sepasang tangannya yang besar dan penuh berkeriput mendadak membalik ke arah depan, segulung hawa pukulan berwarna semu merah yang sangat panas laksana ambruknya gunung Thay-san menggulung ke arah depan.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khei jadi orang amat cermat cerdik dan cekatan sewaktu dirasanya angin pukulan tersebut rada tidak beres buru-buru ia menarik kembali serangannya sambil melayang mundur ke belakang.
Sebaliknya Tolunpah yang berada dalam keadaan gusar, sewaktu merasa adanya angin pukulan yang menggulung datang, dengan gusar ia bersuit keras kemudian mengirim sebuah pukulan ke arah depan.
Dengan cepat dua gulung angin pukulan tersebut bentrok menjadi satu diiringi suara ledakan yang amat keras.
Lhama berjubah merah itu kontan saja merasakan hatinya bergetar sangat keras, belum sempat pikiran kedua berkelebat lewat ia sudah menjerit ngeri dan mencelat sejauh tujuh delapan depa ke belakang kemudian rubuh menggeletak di atas tanah.
Angin pukulan tersebut benar-benar sangat dahsyat, Thia berwarna merah yang dikenakan olehnya seketika itu juga berubah menjadi abu sedang mayat Tolunpah dengan cepat pun berubah jadi hitam bagaikan arang.
Keanehan, kesakitan serta kekejaman dari angin pukulan itu kontan membuat seluruh jago yang hadir merasakan hatinya bergetar sangat keras dan tak terasa lagi pada berdiri termangu-mangu di tempat semula, sedikit suarapun tidak kedengaran.
Sebaliknya sewaktu Leng Poo Sianci melihat munculnya si orang tua itu, dengan manja lantas berteriak, "Ayah, kaupun sudah datang!"
Tubuhnya lantas berkelebat menubruk ke arahnya.
Agaknya si orang tua itu tidak ingin mengikat banyak urusan disana, sepatah katapun tidak diucapkan segera menarik tangan putrinya Leng Poo Sianci untuk melayang melewati tembok pekarangan dan sebentar kemudian telah lenyap dibalik hutan lebat....
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Tan Kia-beng. Karena suhunya Lok Tong kena terpukul rubuh oleh bayangan hijau tersebut hingga mati hidupnya tidak diketahui, dengan membawa hawa gusar yang berkobar kobar ia menggunakan seluruh tenaga dalamnya melakukan pengejaran dengan gerakan "Hwee Ing Poo Toh"
Bayangan hijau yang berada di depan pun agaknya
mengerti bila ada orang yang melakukan pengejaran dari arah belakang kecepatan larinya mendadak semakin dipercepat bagaikan meluncurnya bintang dilangit hanya di dalam sekali kelebatan saja ia telah melayang masuk ke dalam tembok tinggi.
Keadaan Tan Kia-beng pada saat ini sudah penuh diliputi nafsu membunuh, mungkin sekalipun berhadapan dengan gunung golok, ia akan tetap menerjang ke depan.
Oleh sebab itu tanpa berpikir panjang lagi iapun meluncur masuk ke balik tembok tinggi tersebut.
Dimana tubuhnya melayang datang, sepasang matanya dengan cepat menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu.
---ooo0dw0ooo--JILID: 5 Terserahlah olehnya di dalam ruangan tersebut banyak terdapat lorong-lorong kecil, pintu berlapis lapis dan bangunan-bangunan megah yang tidak kalah dengan
bangunan di dalam istana kaisar.
Pada saat itulah kembali ia menemukan bayangan hijau tadi berkelebat lewat di tengah lorong sebelah depan.
Ketika ini ia tidak ingin berusaha untuk menyembunyikan asal usulnya lagi, diiringi suara bentakan keras tubuhnya segera menerjang masuk ke dalam lorong.
Dalam keadaan gusar, gerakan tubuhnya cepat laksana sambaran kilat, bagaikan anak panah yang terlepas dari busur hanya dalam sekejap mata pemuda itu sudah menerjang sejauh lima-enam puluh kaki ke dalam.
Ia mulai merasakan bahwa lorong tersebut berliku-liku dan tiada ujung pangkalnya tak terasa lagi hatinya merasa pada bergerak, pikirnya diam-diam, "Lorong apakah ini" mengapa begitu panjang?"
Tetapi sebentar kemudian ia sudah tersadar kembali.
"Apakah mungkin bayangan hijau itu sengaja datang memancing aku memasuki tempat-tempat yang telah
dipasangi dengan alat alat rahasia?"
Dengan cepat badannya berputar, siapa pada saat itu jalan mundur sudah berubah menjadi selapis dinding yang sangat kuat, tiada jalan lagi baginya untuk mengundurkan diri kecuali melanjutkan perjalanan maju ke depan.
Hawa amarah yang semula meliputi benaknya, kini sudah menjadi tenang kembali, ia mulai merasa menyesal dirinya terlalu mengikuti napsu, mengapa ia tak memeriksa tersebut dulu keadaan luka suhunya" Bilamana menggunakan
kesempatan itu orang-orang Isana Kelabang Emas turun tangan melukai suhunya, sekalipun ia berhasil menyandak bayangan hijau tersebut lalu apa gunanya"
Tetapi, menyesalpun sudah terlambat, kini bukan saja ia tak dapat turun tangan menolong suhunya, tidak berhasil menyandak bayangan hijau itu bahkan dirinya sendiri pun sudah terjebak di dalam lorong tersebut dan menjadi tawanan orang lain!
Untuk beberapa saat lamanya pemuda tersebut merasa amat sedih dan murung sekali.
---ooo0dw0ooo--Melihat jalan terputus, sedang di hadapannya terasa sangat gelap gulita bahkan secara samar-samar bertiup datang angin dingin yang berbau sangat lembab, hal ini menunjukkan bila dihadapannya masi
Suling Emas Dan Naga Siluman 21 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Naga Naga Kecil 3

Cari Blog Ini