Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Dan Naga Siluman 5

Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


ia! Namun, benciku melebihi cintaku sehingga aku lebih suka menyerahkan diri kepada Yeti, mahluk buas menyeramkan itu daripada kepada Ouwyang Kwan. Akan tetapi, pengalamanku ketika aku menyerahkan diri kepada Yeti malam itu membuat aku semakin tergila-gila. Aku jatuh cinta kepada Yeti, demikian pikirku. Akan tetapi, ketika pada keesokan harinya aku terbangun dalam pelukan Yeti, ternyata Yeti itu adalah Ouwyang Kwan yang menyamar. Aku malu, aku benci, aku menyesal, apalagi karena aku tahu bahwa seluruh tubuhku jatuh cinta kepada Ouwyang Kwan pembunuh suamiku. Aku harus mati! Aku lebih baik mati! Aku semalam telah mengkhianati suamiku, di depan mata suamiku sendiri aku telah bermain cinta, berjina semalam suntuk dengan Ouwyang Kwan, musuh dan pembunuh suamiku. Aku harus mati....!"
Tulisan itu berakhir, akan tetapi pada lembar berikutnya terdapat tulisan kasar seperti cakar ayam, tulisan yang besar-besar hurufnya dan ditulis oleh tangan yang kaku: "Aku menyebabkan kematiannya. Aku berdosa! Aku binatang, bukan manusia! Aku Yeti yang buas!"
Demkianlah isi buku catatan yang dibaca oleh Hong Bu dengan asyiknya. Dia termenung. Hebat sekali pengalaman suami isteri pendekar itu. Dia lalu menghampiri lagi mayat-mayat yang seperti arca itu. Pendekar itu memang tampan, dan setelah dia meneliti, dia melihat memang pada bajunya terdapat lubang bekas tusukan pedang, tepat di uluhatinya. Kemudian dia meneliti jenazah wanita itu. Terdapat pula lubang bekas tusukan senjata tajam di lambung kirinya. Agaknya wanita itu telah bunuh diri. Dan agaknya tulisan kasar terakhir itu adalah tulisan Ouwyang Kwan yang menaruh mayat Loan Si di dekat suaminya, kemudian tentu saja Ouwyang Kwan meninggalkan tempat itu.
Akan tetapi.... tiba-tiba Hong Bu teringat dan bulu tengkuknya meremang, Yeti itu! Mengapa menangis di depan mayat Loan Si" Dan di dalam catatan Loan Si, Yeti yang diserahi dirinya adalah yang penyamaran Ouwyang Kwan! Dan Ouwyang Kwan mulai menjadi gila! Dan Yeti itu, gerak-geriknya lebih mirip manusia, malah bisa merintih, menangis, dan seolah-olah mengerti dan dapat menangkap kata-katanya. Jangan-jangan Yeti yang sekarang ini pun adalah penyamaran Ouwyang Kwan! Bukankah dalam catatan-catatan itu disebutkan bahwa Ouwyang Kwan bertubuh raksasa" Jadi, tentu tinggi besar, pantas kalau menyamar sebagai Yeti!
Hong Bu berindap mendekati Yeti yang masih tidur. Tidurnya nyenyak dan mendengkur. Dengkurnya seperti dengkur manusia! Berdebar jantung Hong Bu. Benarkah mahluk ini yang dinamakan orang Yeti, ataukah ini adalah Ouwyang Kwan yang menyamar" Bagaimana dia akan dapat membuka rahasia ini" Betapapun juga, jelas bahwa mahluk ini emmperlihatkan sifat-sifat yang liar dan ganas, maka dia harus berhati-hati dan jangan sampai membuatnya marah, karena hal itu amatlah berbahaya. Mahluk buas, atau manusia yang sudah menjadi gila dan merasa dirinya menjadi binatang, sama saja berbahayanya, maka dia harus bersikap halus dan hati-hati.
Malam itu Hong Bu tidur dalam ruangan itu yang tidaklah begitu dingin seperti kalau berada di luar, Yeti tidak nampak, sejak tadi telah pergi. Hong Bu tidak berani sembarangan mencarinya karena memang diatidak tahu harus pergi ke mana, dan tak lama kemudian nampak bayangan berkelebat dan Yeti telah berada di dekatnya dan menyerahkan segebung daun-daun yang kekuning-kuningan. Dia menerimanya dalam keremangan cahaya malam yang berbulan tipis itu, sinar bulan yang memasuki ruangan melalui jendela, akan tetapi tidak tahu mengapa Yeti memberikan daun-daun itu kepadanya. Untuk tilam tidur" Akan tetapi daun-daun basah itu malah tidak enak kalau untuk tidur, lebih enak tidur di atas tanah dalam ruangan itu yang cukup hangat. Akan tetapi, Yeti itu mengambil setangkai daun lalu memakannya dan memberi isyarat dengan tangan agar Hong Bu makan daun itu pula!
Celaka, pikirnya, kalau Yeti ini termasuk binatang pemakan rumput dan daun, apa dikiranya dia pun harus hidup sebagai kerbau atau kuda" Akan tetapi, agar tidak membikin marah binatang itu, dia pun mengambil sehelai dan dimasukkan ke mulutnya, lalu dikunyahnya. Eh" Rasanya enak! Hong Bu menjadi girang sekali. Daun itu rasanya enak, seperti daun sawit! Maka dia pun lalu makan daun-daun itu. Lumayan untuk mengisi perut kosong. Dan malam itu dia tidur nyenyak, dengan perut kenyang walaupun hanya diisi daun-daun itu.
Pada keesokan harinya, Yeti itu memberi isyarat kepada Hong Bu untuk ikut bersamanya keluar dari ruangan itu.
Hong Bu menurut saja. Yeti itu keluar melalui jendela dan ketika Hong Bu menjenguk keluar, hampir dia berteriak saking ngerinya. Ternyata di luar "jendela" itu merupakan tebing yang luar biasa curamnya, tak berdasar lagi karena tertutup oleh kabut kebal. Demikian pula semua jendela di ruangan itu dikelilingi tebing yang curam. Akan tetapi Yeti mengajaknya keluar dari situ! Mana mungkin" Yeti agaknya mengerti dan dengan tangan kirinya dia mengempit Hong Bu sedangkan pedang yang kemarin menancap di pahanya itu diangsurkan kepada Hong Bu. Hong Bu mengerti bahwa dia disuruh memegang pedang itu, maka dia pun memegang pedang itu dengan hati-hati dan mulailah Yeti itu memanjat tebing! Bukan main! Berkuranglah kecurigaan Hong Bu. Kalau Yeti ini manusia yang menyamar, agaknya tidak mungkin ada manusia berani atau dapat memanjat tebing seperti ini!
Hong Bu beberapa kali memejamkan matanya kalau Yeti itu melompat-lompat dan akhirnya mereka tiba di sebuah taman yang luar biasa. Di sekeliling itu terdapat es yang berkilauan, bermacam-macam betuknya. Ada es yang berwarna biru, ada yang kemerahan, seperti batu-batu akik yang besar-besar. Akan tetapi kalau Hong Bu membantingnya, maka di dalamnya tidak ada apa-apa dan warna itu pun menghilang. Kiranya itu hanyalah warna sinar matahari yang tertangkap bagian-bagian tertentu saja oleh bentuk-bentuk yang aneh itu. Dan di situ tumbuh berbagai tanam-tanaman. Sungguh luar biasa ada tanaman dapat hidup di tempat sedingin ini! Yeti lalu berloncatan pergi membawa pedang itu. Hong Bu yang ditinggal sendiri diam saja, menanti dengan tenang karena dia maklum bahwa tentu Yeti itu hendak melakukan sesuatu dan dia disuruh menanti di situ. Benar saja tak lama kemudian Yeti kembali dan tangan kirinya menggenggam dua ekor ular! Ular salju yang berwarna kemerahan. Merah darah! Selain itu, Yeti masih membawa pula sepotong cula, semacam cula badak yang cukup besar.
Tanpa mengeluarkan kata-kata, Yeti itu mengulurkan tangan memberikan ular itu kepada Hong Bu. Tentu saja Hong Bu melangkah mundur dan menarik tangannya, tidak mau menerima. Untuk apa dia diberi ular" Kalau seperti ketika memberi daun semalam dia disuruh makan ular, maka Yeti atau apa pun adanya mahluk itu sudah benar-benar menjadi gila! Biarpun dua ekor ular itu telah mati, agaknya dipencet oleh jari-jari tangan yang kuat itu, akan tetapi Hong Bu masih merasa ngeri. Bukan dia tidak pernah makan ular. Seringkali malah, akan tetapi daging ular kembang yang besar, diambil dagingnya dipanggang atau dimasak. Bukan ular kecil merah yang agaknya mengandung bisa amat jahatnya ini.
Yeti lalu memisahkan dua ular itu yang saling belit, kemudian membawa seekor ke dekat mukanya, membuka mulut dan.... "kress!" kepala ular itu digigitnya, putus sampai ke leher dan dikunyahnya, matanya berkedip-kedip, kelihatan enak sekali.
"Huh-huhh!" katanya lagi sambil menyerahkan yang seekor kepada Hong Bu. Celaka, pikir Hong Bu. Benar-benar sudah gila. Akan tetapi melihat sinar mata yang keras dan seperti memaksa itu, dia takut untuk menolak. Dia harus dapat mengambil hati Yeti dengan halus, dan kalau perlu biarlah dia ikut-ikutan menjadi gila sedikit. Dia menerima ular itu, dan seperti yang dilakukan oleh Yeti tadi, dia membawa, kepala ular itu ke mulutnya, membuka mulut dan menutup matanya, lalu "krekk!" kepala ular itu digigitnya kuat-kuat sampai putus sebatas leher, kemudian sambil memejamkan mata rapat-rapat dia lalu mengunyah kepada ular itu yang hanya sebesar ibu jari kakinya. Terasa masam akan tetapi ada manisnya dan dia terus memakannya sampai habis, menelannya sampai kepalanya bergerak naik turun karena dipaksanya seperti orang minum obat pahit.
Yeti itu kelihatan gembira sekali ketika Hong Bu membuka matanya. Ditangkapnya pinggang Hong Bu dan dilemparkannya tubuh anak itu ke atas, ketika melayang turun, diterimanya tubuh itu lalu dilontarkannya ke atas, makin lama makin tinggi! Hong Bu yang diperlakukan seperti bola itu tadinya gembira, akan tetapi karena makin lama dia dilontarkan semakin tinggi, dia merasa ngeri juga dan dia berteriak-teriak. "Heii! Yeti, turunkan aku....!"
Yeti itu menyambut tubuhnya dan menurunkannya ke atas tanah, sepasang matanya kini berseri dan bersinar-sinar, lenyap keliarannya. Kemudian Yeti itu melanjutkan makan ular merah, dan memberi isyarat kepada Hong Bu untuk makan ularnya pula. Biarpun muak, Hong Bu memejamkan matanya dan terus makan ular itu mentah-mentah begitu saja sampai akhirnya habis juga seluruh ular itu dari kepala sampai ekornya ke dalam perutnya!
Dia mau muntah, akan tetapi ditahannya dan tiba-tiba dia merasa kepalanya pening. Dia terhuyung-huyung dan seluruh tubuhnya terasa panas, perutnya mulas dan bergerak-gerak seolah-olah ular yang dimakannya tadi hidup lagi dan meronta-ronta di dalam perutnya.
"Celaka, Yeti! Ular itu beracun....!" Hong Bu sudah terlalu banyak pengalaman dalam pekerjaannya berburu sehingga dia dapat menduga apa yang terjadi dengan dirinya. Dia sudah mencari-cari didalam saku bajunya untuk cepat menelan obat penawar racun, akan tetapi Yeti menggereng dan merampas bungkusan obat itu, lalu membuangnya jauh-jauh obat!
"Ahhh!" Hong Bu berseru. Obat-obatnya dibuang ke dalam jurang! Padahal, dia masih membutuhkan untuk memberi obat pencuci darah untuk Yeti, karena mahluk itu belum minum obat pencuci darah, tidak sempat ketika kemarin di serang orang setelah dia bela, kemudian sadar dan terus saja pergi tanpa minum obat pencuci darah! Dan kini semua obatnya telah dibuang, bukan hanya obat pencuci darah untuk Yeti namunjuga obat penawar racun untuk menyelamatkan nyawanya.
"Celaka, agaknya engkau hendak membiarkan aku mati!" serunya penuh sesal.
Dengan suara ah-ah-uh-uh, Yeti lalu menarik tangan Hong Bu, disuruhnya menirukan dia. Dan Yeti itu lalu duduk bersila dengan kedudukan kaku berbentuk teratai, yaitu duduk bersila dengan kedua kaki di atas paha kanan kiri! Aneh seekor binatang dapat duduk bersila seperti itu. Akan tetapi Hong Bu lalu mencontohnya. Tentu saja dia pun tidak asing dengan cara bersila seperti itu.
Kemudian, Yeti itu menunjuk ke arah pusarnya. Dan memang di situlah Hong Bu merasakan hawa panas yang luar biasa. Lalu Yeti menarik napas panjang, menahan napas itu, dan menyuruh Hong Bu menirunya. Demikianlah, Yeti lalu memberi contoh cara bernapas kepada Hong Bu, cara menyalurkan hawa panas itu ke seluruh tubuhnya dan dengar, jari tangan kirinya yang besar Yeti menotok beberapa jalan darah di tubuh Hong Bu dan terbukalah jalan darah itu sehingga hawa panas dari pusar itu dapat menembus naik. Lalu dengan gerakan tangan dia memberi contoh pengerahan napas untuk membuat hawa itu berputar-putar.
Hong Bu merasa terheran-heran, akan tetapi secara membuta dia menurut petunjuk Yeti dan sungguh luar biasa sekali. Perutnya tidak sakit lagi, peningnya lenyap dan kini bahkan tubuhnya terasa hangat. Yeti itu lalu membuka jubah tebalnya dan dia tetap merasa hangat, padahal hawanya di situ amat dinginnya! Setelah duduk berlatih napas selama satu jam lebih, Hong Bu merasa betapa tubuhnya enak sekali.
Yeti kini melompat bangun dan Hong Bu tersenyumkepadanya. Diam-diam dia makin curiga dan terheran-heran, Yeti ini sama sekali tidak pantas kalau menjadi binatang buas, lebih patut menjadi seorang manusia sakti yang sedang bingung dan berobah ingatannya! Makin tebal dugaannya bahwa Yeti ini tentulah Ouwyang Kwan yang menyamar.
Kini Yeti mengambil cula badak salju itu, menggunakan kuku jarinya untuk mengeruknya, dan memberikan kepada Hong Bu isi dari cula itu yang agak empuk, seperti tulang muda, dan menyuruh dia makan cula itu! Hong Bu tidak ragu-ragu lagi kini, disuruh apa pun dia akan menurut dan biarpun agak keras, seperti makan tulang muda, dia pun makan cula itu sampai habis dan ternyata baunya amis-amis harum. Dia tidak tahu bahwa dia sedang diberi makan racun ular, daun salju dan cula badak salju yang dapat menguatkan badannya. Makanan seperti ini dapat membuat tubuh tidak hanya kuat, akan tetapi juga kebal seperti tubuh Yeti itu!
Sampai tiga hari lamanya, setiap hari Yeti mengajak Hong Bu ke tempat ini dan Hong Bu kini ikut pula menangkap ular merah untuk dimakannya mentah-mentah saja, dan juga mencari daun-daun salju dan cula badak salju. Pada hari ke empat, Yeti mengajak Hong Bu keluar dari terowongan itu dan menutupkan lagi batu bundar itu menutupi lubang rahasia itu, kemudian dia mengajak Hong Bu untuk berjalan menuju ke sebuah puncak bukit tak jauh dari situ. Tiba-tiba saja bermunculan beberapa orang yang agaknya memang sejak lama telah menanti dan bersembunyi di situ dan agaknya memang mengamat-amati jejak Yeti!
Melihat betapa di antara mereka itu terdapat kakek jangkung dan kakek pendek, yaitu Su-ok dan Ngo-ok, Hong Bu terkejut sekali. Akan tetapi Yeti lalu menyambar pinggangnya, memanggulnya dan membawanya lari dari tempat itu, dengan cepat sekali dia berlompatan, dengan kaki masih terpincang-pincang. Dan para tokoh kang-ouw yang memang mengamati gerak-gerik Yeti dan terutama sekali pedang di tangan Yeti itu, juga mempergunakan gin-kang mereka, bergerak dengan ringan dan cepat, mengikuti jejaknya yag nampak jelas di atas salju. Terjadilah kejar-kejaran dan sampai dua hari dua malam Yeti terus berjalan tanpa berhenti, hanya makan bekal daun yang dibawa Hong Bu ketika mereka keluar dari terowongan. Akan tetapi, setiap kali Yeti berhenti mengaso, nampak sudah orang-orang kang-ouw yang ternyata berilmu tinggi itu berdatangan dan membayangi dari jauh!
Pada hari ke tiga, ketika dia tiba di puncak yang tinggi dari Pegunungan Kongmaa La, di bagian yang penuh rahasia bahkan dia sendiri jarang datang ke tempat berbahaya itu. Yeti yang melihat belasan orang kang-ouw itu tetap saja masih membayanginya, menjadi marah bukan main. Dia menggereng dan meloncat ke balik sebuah bukit salju yang bertumpuk di tepi puncak yang datar itu, akan tetapi dia tidak lari melainkan bersembunyi, mendekam di situ sambil tetap memeluk Hong Bu dan memegang pedang. Benar saja, semua orang kang-ouw kini mengejar ke tempat itu. Hong Bu juga ikut bersembunyi mengintai itu melihat banyak orang yang aneh-eneh bentuk maupun pakaiannya. Bahkan ada pula empat orang laki-laki gundul yang tinggi besar seperti raksasa memikul sebuah tandu yang tertutup sehingga tidak dapat dilihat apa atau siapa isinya. Sungguh lucu sekali kalau dipikir. Mengejar atau membayangi jejak Yeti mengapa mesti naik tandu yang dipikul empat orang" Seperti orang pesiar saja! Sungguh gila! Akan tetapi begitulah kenyataannya dan Hong Bu memandang terus. Ada beberapa orang kakek yang aneh yang berdekatan dengan Su-ok dan Ngo-ok, dan ada pula seorang nenek yang amat mengerikan, karena nenek ini, atau wanita itu, karena sukar dikatakan tua atau muda, memakai topeng tengkorak manusia tulen! Ada pula seorang kakek tinggi besar yang persis gorila bentuknya, baik betuk tubuhnya maupun bentuk mukanya, seperti gorila memakai pakaian! Dan ada pula raksasa berkepala botak yang memakai mantelmerah. Dia tidak tahu bahwa mereka itu adalah Twa-ok SuLo Ti Si Kakek Gorila, kemudian Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang memakai topeng tengkorak, kemudian Sam-ok Bah Hwa Sengjin yang berkepala botak. Mereka itulah, bersama Su-ok dan Ngo-ok merupakan gerombolan lengkap dari Im-kan Ngo-ok, datuk-datuk kaum sesat! Akan tetapi di samping kelima orang ini dan empat orang penggotong joli yang melihat gerakannya juga merupakan orang-orang pandai, masih terdapat lagi beberapa orang sehingga jumlah mereka hampir dua puluh orang! Semua orang itu nampak berilmu tinggi dan berkumpul di puncak datar itu, siap untuk mengejar Yeti.
Akan tetapi, tiba-tiba Yeti mengeluarkan gerengan keras dan melompat keluar dari tempat persembunyiannya, memondong Hong Bu dengan tangan kiri dan memegang pedang berkilauan itu dengan tangan kanan, memutar-mutar pedang ke atas kepala dan menggereng-gereng memperlihatkan kemarahannya karena dia terus dibayangi oleh orang-orang kang-ouw itu. Akan tetapi, orang-orang kang-ouw itu bersikap tenang dan siap untuk membela diri. Mereka itu semua menanti kesempatan baik. Tentu saja orang-orang seperti Im-kan Ngo-ok yang datang dengan lengkap itu tidak takut terhadap Yeti dan merasa bahwa kalau mereka berlima maju, mereka akan mampu merampas pedang keramat yang amat diinginkan itu, akan tetapi mereka adalah orang-orang cerdik. Mereka dapat berpikir secara jauh. Kalau mereka merampas pedang itu, berarti mereka akan menghadapi pengeroyokan orang-orang kang-ouw lainnya dan hal itu merupakan bahaya yang jauh lebih besar lagi. Mereka melihat betapa setiap orang kang-ouw yang melakukan pengejaran ini terdiri dari orang-orang yang amat tinggi kepandaiannya. Oleh karena itulah maka belasan orang kang-ouw itu hanya membayangi Yeti saja, belum mau turun tangan merampas pedang.
Kini tahu-tahu Yeti itu sendiri yang agaknya hendak menyerang mereka maka mereka siap siaga untuk menghadapi amukan Yeti. Betapapun juga, setelah mendengar betapa banyaknya orang-orang kang-ouw yang tangguh-tangguh binasa di tangan Yeti ini, maka ketika Yeti melangkah maju mengayun-ayun pedang yang berkilauan itu, semua orang menjadi agak gentar juga dan melangkah mundur. Akan tetapi, empat orang gundul tinggi besar seperti raksasa itu agaknya tidak mengenal takut karena mereka tidak melangkah mundur, hanya berdiri memanggul tandu diam saja sambil memandang kepada Yeti dengan muka seperti topeng, sedikit pun tidak membayangkan perasaan apa pun.
Yeti sudah marah sekali karena orang-orang yang mengepungnya itu tidak mau pergi. Dia lalu melemparkan tubuh Hong Bu begitu saja ke samping dan pemuda ini terguling-guling lalu bangkit duduk dan merangkak ke belakang sebuah batu besar untuk berlindung, Yeti menggereng-gereng, kemudian dengan gerakan tiba-tiba dan cepat sekali, tangan kirinya menyambar ke depan, ke arah rombongan orang terdekat, yaitu ke arah empat orang pemikul tandu itu sendiri.
Biarpun dia hanya menampar dengan tangan kiri, namun tamparan itu hebat bukan main akibatnya. Empat orang yang tinggi besar dan nampaknya kuat kokoh seperti menara besi itu, kini seperti pohon-pohon cemara dilanda angin kencang. Mereka terpelanting ke kanan kiri dan tandu itu pun terlepas dari pundak mereka dan jatuh ke atas tanah dalam keadaan berdiri. Akan tetapi tangan kiri Yeti meluncur terus dan mengenai dengan tepat dan keras lagi tandu itu.
"Brakkk....!" Tandu itu hancur berantakan kena pukulan itu dan bersama dengan hancurnya tandu, nampak pecahan-pecahan tandu berhamburan dan di antara pecahan-pecahan itu nampak berkelebat bayangan yang sedemikian cepatnya sehingga tidak dapat diikuti oleh pandang mata para tokoh kang-ouw yang memandang peristiwa itu, saking cepatnya gerakan bayangan yang meloncat keluar dari tandu itu sebelum tandu itu hancur lebur.
"Yeti keparat!" terdengar bentakan nyaring merdu dan ternyata di situ telah berdiri seorang yang wajahnya amat.... buruknya! Tubuh wanita itu tinggi ramping dan montok, dengan lekuk lengkung tubuh seorang wanita yang sudah matang dan yang memiliki daya tarik yang menggairahkan. Namun apabila orang melihat wajahnya tanggung semua gairah akan terbang lenyap dari hati orang itu, karena wajah wanita ini benar-benar luar biasa buruknya, bukan hanya buruk bahkan menjijikkan dan menakutkan. Kulit muka ini agak kehitaman, belang-belang dan berlubang-lubang semacam bopeng yang berat, dan selain itu juga pletat-pletot seolah-olah terbuat dari malam yang terkena panas! Sungguh ganas sekali alam memberi wajah cacat sedemikian buruknya pada seorang wanita yang melihat bentuk tubuhnya adalah seorang wanita muda yang sedang-sedangnya berkembang!
Semua orang memandang dengan terheran-heran. Bahkan Im-kang Ngo-ok sendiri tidak mengenal nona buruk muka itu, padahal melihat gerakannya tadi jelas bahwa tingkat gin-kang yang dimiliki wanita itu tidak kalah oleh tingkat gin-kang dari Ngo-ok sendiri! Gerakannya seperti dapat menghilang saja, sedemikian cepatnya gerakan tadi sampai tidak nampak oleh mata mereka.
Biarpun sinar matanya membayangkan kemarahan karena tandunya dihancurkan Yeti, akan tetapi wanita itu dengan tenang berdiri tegak, kemudian dia menyingsingkan kedua lengan bajunya! Mula-mula nampak kulit lengannya yang halus mulus, montok dan putih bersih, akan tetapi segera semua orang menahan napas, bahkan ada yang menahan seruan karena merasa ngeri. Ternyata bahwa kedua lengan itu penuh dengan ulat-ulat berbulu! Ulat-ulat yang gemuk dan berbulu lebat, ada yang berwarna putih, merah, hijau, hitam, biru, kuning dan sebagainya. Baru melihatnya saja sudah menimbulkan perasaan gatal-gatal di tubuh, apalagi kalau sampai terkena bulu-bulu lebat yang kesemuanya pasti mengandung racun yang amat hebat itu.
"Binatang liar, berani engkau merusak tanduku" Hayo tukar dengan pedangmu itu!" bentak wanita itu. dengan suara yang melengking nyaring.
"Si Ulat Seribu...." Terdengar Ji-ok Kui-bin Nio-nio berseru kaget.
Wanita bermuka buruk itu menoleh kepada wanita bermuka tengkorak. "Heh-heh, Ji-ok Kui-bin Nio-nio kiranya" Huh, kalau tidak bersama-sama dengan Ngo-ok selengkapnya, mana berani keluar"
Diejek demikian itu, Ji-ok mendengus marah. "Bocah sombong! Siapa takut ulat-ulatmu"
Akan tetapi Si Ulat Seribu tidak mempedulikan Ji-ok lagi karena tiba-tiba, selagi dia bicara kepada Ji-ok dan mukanya agak menengok ke arah wanita bertopeng tengkorak itu, tiba-tiba saja tangannya bergerak menyambar dan dia sudah menyerang Yeti! Sungguh suatu gerakan yang selain cepat, juga tidak terduga-duga sama sekali dan membayangkan kelicikan dan kecurangan hebat dari orang-orang golongan sesat!
Akan tetapi Yeti itu pun memiliki ketangkasan yang luar biasa sekali. Biarpun dia diserang secara tiba-tiba, tangan kiri wanita itu menyambar ke arah pusarnya dan tangan kanan wanita itu langsung menyambar ke atas untuk merampas pedang, akan tetapi dia malah membiarkan saja pukulan ke arah pusarnya itu, sedangkan pedangnya cepat digerakkan ke bawah menyambut lengan kanan Si Ulat Seribu.
"Dukk...." Aihhh....!" Si Ulat Seribu itu untungnya dapat bergerak dengan kecepatan kilat sehingga lengannya tertolong sungguhpun ujung lengan bajunya terbabat putus hanya oleh sinar pedang itu sehingga dia memekik kaget. Kekagetan putusnya ujung lengan ini ditambah dengan terpentalnya tangannya yang menghantam pusar, seolah-olah bertemu dengan perut dari baja atau bola karet yang amat kuat! Akan tetapi, ulat-ulat dari lengannya itu beterbangan dengan warna-warnanya yang cerah sehingga seperti kembang api berpijar dari percikan ke mana-mana, terutama sekali ke arah tubuh Yeti. Akan tetapi, tubuh Yeti penuh bulu maka ulat-ulat itu tidak mempengaruhi dirinya. Tidak ada bulu ulat yang dapat membuat gatal kulit yang dilindungi bulu! Yeti itu menggoyangkan tubuhnya dan sungguh aneh. Ulat-ulat itu semua beterbangan ke satu jurusan, yaitu ke arah empat orang raksasa gundul para pemikul tandu tadi. Dan terjadilah pemandangan yang mengerikan. Empat orang itu segera bergulingan, menggunakan kuku jari tangan menggaruki seluruh tubuhnya sampai pakaian mereka robek-robek semua dan dalam waktu singkat mereka itu sudah bertelanjang bulat menggaruki semua bagian tubuh mereka yang bintul-bintul dan bengkak-bengkak! Hebatnya, bagian yang digaruk dan mengeluarkan darah segera dilekati oleh ulat-ulat yang ternyata suka minum darah seperti lintah-lintah! Dan dalam waktu singkat saja empat orang raksasa gundul tukang pikul tandu Si Ulat Seribu itu telah tewas semua, badan mereka yang telanjang bulat itu penuh dengan ulat-ulat yang kini menjadi semakin menggembung gemuk kekenyangan darah!
Semua orang mengkirik karena serem, akan tetapi seorang kakek berjenggot panjang, seorang di antara para tokoh kang-ouw yang datang ke tempat itu, menjadi tidak senang. Dia lalu menggosok kedua telapak tangannya, lalu memukulkan kedua telapak tangan itu ke arah mayat-mayat tadi. Hawa panas menyambar-nyambar dan keempat mayat itu menjadi kehitaman seperti hangus, dan semua buku berwarna-warni dari ulat-ulat itu rontok terbakar semua, akan tetapi hebatnya, ulat-ulat itu tidak menjadi mati! Kini semua ulat itu menjadi ulatulat gundul yang makin menggelikan lagi, juga menjijikkan karena nampak gerakan-gerakan perut mereka yang naik turun.
Si Ulat Seribu menjadi semakin marah, kini kemarahannya ditumpahkan kepada kakek berjenggot panjang itu. "Keparat, berani engkau merusak ulat-ulatku!" Dan tiba-tiba saja tubuhnya menggeliat roboh ke atas tanah, kemudian seperti gerakan seekor ulat, tubuhnya menggeliat-geliat dan tiba-tiba melenting ke atas, ke arah kakek berjenggot panjang itu dan kedua tangannya sudah mengirim serangan.
Bukan main cepatnya gerakan ini, sukar diikuti pandang mata. Kakek itu sudah kaget setengah mati, tidak mengira bahwa dia akan diserang secepat itu. Akan tetapi, tiba-tiba dari arah belakang muncul seorang laki-laki yang berpakaian seperti pengemis, mukanya ditumbuhi kumis dan jenggot lebat tak terpelihara, sikapnya acuh tak acuh dan mulutnya yang tersembunyi di balik kumis itu terkekeh aneh. "Jangan ganggu orang tua!" dia mendengus dan tiba-tiba jari telunjuk kanannya menuding dan menyambar ke depan, memapaki serangan Si Ulat Seribu itu.
"Dukk! Aihhhh....!" Untuk kedua kalinya Si Ulat Seribu menjerit dan tubuhnya terdorong ke belakang, tubuhnya tergetar hebat. Dia berdiri dan memandang kepada jembel yang ternyata masih muda itu dengan sinar mata penuh kemarahan, akan tetapi juga dengan muka agak pucat karena dia terkejut bukan main.
"Kau.... kau.... Si Jari Maut...."
Im-kan Ngo-ok juga terkejut mendengar disebutnya nama ini dan mereka semua memandang ke arah jembel muda itu. Mereka sudah mengenal Si Jari Maut Wan Tek Hoat, calon mantu Raja Bhutan! Benarkah jembel muda itu mantu Raja Bhutan" Sungguh mengherankan hati Im-kang Ngo-ok, dan tiba-tiba Sam-ok Ban Hwa Sengjin tertawa bergelak sampai perutnya yang tersembunyi di balik mantel itu bergerak-gerak.
"Ha-ha-ha-ha! Kiranya Si Jari Maut tidak jadi menjadi mantu Raja Bhutan, melainkan menjadi jembel terlantar!" katanya sambil memandang kepada jembel muda yang bukan lain adalah Wan Tek Hoat atau juga dahulu disebut Ang Tek Hoat Si Jari Maut itu. Akan tetapi, orang muda yang menjadi seperti jembel itu hanya ha-ha-he-he saja, terkekeh dan kemudian malah mengguguk dan terisak menangis!
"Oohhh, dia telah menjadi gila....!" kata Twa-ok Su Lo Ti dan semua orang memandang karena merasa aneh. Kakek ini seperti gorila, pantasnya sikap dan kata-katanya tentu kasar, akan tetapi sebaliknya malah, suaranya dan ucapannya itu seperti orang yang mempunyai belas kasihan besar sekali!
Melihat munculnya demikian banyaknya orang lihai, Si Ulat Seribu tidak mau mencari penyakit dan dia sudah menerjang lagi, menerjang Yeti yang sejak tadi berdiri kebingungan. Mereka berdua segera bertarung lagi, akan tetapi tetap saja Si Ulat Seribu terdesak hebat dan terpaksa harus mempergunakan gin-kangnya yang memang istimewa kalau dia tidak mau tubuhnya disayat-sayat oleh pedang di tangan Yeti yang digerak-gerakkan secara aneh dan seperti ngawur namun amat berbahaya itu!
"Twa-ko, biar kucoba sampai di mana Si Jari Maut yang telah menjadi gila ini!" tiba-tiba terdengar Ngo-ok berseru.
"Baiklah, Ngo-te!" kata Twa-ok dengan halus.
Ngo-ok yang jangkung itu lalu berseru keras dan tubuhya sudah menubruk Si Jari Maut Wan Tek Hoat. Akan tetapi ternyata pengemis muda ini juga memiliki gerakan yang amat gesitnya. Dengan mudah dia meloncat ke kiri sambil terkekeh. Akan tetapi tiba-tiba kakek berjenggot panjang yang tadi ditolongnya dari serangan Si Ulat Seribu itu telah meloncat ke depan. "Siancai, mengapa Im-kan Ngo-ok yang tersohor sebagai jagoan-jagoan cabang atas itu hendak mengganggu seorang muda yang ternyata sedang terganggu jiwanya" Tidak mungkin aku, Sai-cu Kai-ong, mendiamkan saja kekejaman ini!"
Im-kan Ngo-ok terkejut bukan main. Kiranya kakek berjenggot panjang yang berpakaian sederhana, bukan pakaian pengemis itu, adalah Sai-cu Kai-ong yang amat terkenal sebagai keturunan dari ketua Khong-sim Kai-pang yang amat terkenal dan yang akhirnya telah mengundurkan diri dan kabarnya telah bertapa di Pegunungan Tai-hang-san itu.
Akan tetapi, Ngo-ok adalah orang yang terlalu mengandalkan kepandaian sendiri. Diapun sudah mendengar nama orang yang terkenal di golongan bersih ini, akan tetapi dia tidak menjadi gentar, apalagi karena di situ ada Im-kan Ngo-ok lengkap, takut apa" Dia mendengus marah. "Kaukah Raja Pengemis" Biar kubikin kau menjadi pengemis mati" Dan dia sudah berjungkir-balik dan menyerang Sai-cu Kai-ong dengan hebatnya!
Para pembaca ceritaJODOH SEPASANG RAJAWALI tentu tidak lupa kepada tokoh ini. Sai-cu Kai-ong adalah seorang tokoh besar, keturunan dan ahli waris ketuaketua Khong-sim Kai-pang yang amat terkenal, memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia bernama Yu Kong Tek dan tinggal di puncak Bukit Nelayan, di tepi sungai sebelah selatan kota Paoteng, di Pegunungan Tai-hang-san. Seperti telah diceritakan dalam ceritaJODOH SEPASANG RAJAWALI , kakek ini pernah mendidik Kam Hong ketika pendekar itu masih kecil, bahkan dasar-dasar ilmu silat yang dimiliki Kam Hong adalah hasil didikan kakek ini.
Kini, menghadapi cara berkelahi dari Ngo-ok yang aneh, dengan jungkir balik itu, Sai-cu Kai-ong tidak menjadi gentar dan dia segera mainkan Ilmu silat Khong-sim Sin-ciang (Tangan Sakti Hati Kosong). Dengan tenang dia menghadapi setiap serangan kaki atau tangan, dan dia membalikkan keadaan, yaitu menghadapi kedua kaki lawan dengan kedua tangannya, sedangkan kedua tangan lawan dihadapi dengan kedua kakinya! Artinya, dia menangkis tendangan-tendangan kaki dengan tangan, sebaliknya menangkis pukulan-pukulan tangan dengan kaki! Terjadilah perkelahian yang amat aneh dan seru sehingga keadaan di situ menjadi semakin ribut.
Setelah kini ada yang berani turun tangan menyerang Yeti, maka mulailah beberapa orang kang-ouw mencoba-coba untuk merampas pedang di tangan Yeti itu. Mereka seolah-olah membantu Si Ulat Seribu, padahal tentu saja maksud mereka tidak demikian, melainkan mereka menyerang Yeti untuk dapat merampas pedang itu. Akan tetapi sungguh akibatnya hebat sekali. Beberapa orang di antara mereka terkena sambar sinar pedang keramat itu dan roboh tewas, ada pula yang dirubung ulat-ulat dari lengan Si Ulat Seribu sehingga jatuh beberapa orang lagi menjadi korban. Akan tetapi ada pula yang masih terus mengurung Yeti sehingga Hong Bu yang melihat keadaan itu menjadi khawatir sekali akan keselamatan Yeti.
Tiba-tiba Wan Tek Hoat tertawa-tawa dan dia pun lalu masuk ke dalam medan pertempuran! Memang dia sedang bingung karena kedukaannya mencari-cari kekasihnya tanpa hasil. Maka dia pun berkelahi seperti orang bingung, kadang-kadang membantu Sai-cu Kai-ong, kadang-kadang dia membantu Yeti, dan adakalanya juga dia menyerang Yeti! Akan tetapi anehnya belum pernah dia menyerang Sai-cu Kai-ong! Maka terjadilah perkelahian yang simpang-siur akan tetapi karena dilakukan oleh orang-orang yang berilmu tinggi, maka menjadi pertempuran yang amat seru dan angin pukulan yang menyambar-nyambar amat dahsyatnya.
Selagi pertempuran yang kacau itu berlangsung dengan serunya, tiba-tiba terdengar suara nyanyian merdu yang diiringi oleh bunyi musik yang amat indah. Sungguh merupakan hal yang teramat aneh di tempat seperti itu, di tengah-tengah orang yang sedang berkelahi mati-matian, tiba-tiba terdengar suara nyanyian merdu diiringi suara musik yang demikian indahnya. Tentu saja suara aneh ini membuat semua orang terheran-heran dan otomatis yang sedang berkelahi itu dengan sendirinya berhenti dan semua orang berloncatan mundur, membuat Yeti dan Wan Tek Hoat menjadi bingung. Yeti berdiri bengong seperti tidak tahu harus berbuat apa, dan Tek Hoat terkekeh aneh, akan tetapi keduanya lalu diam dan juga seperti terpesona oleh suara nyanyian dan musik itu. Suara itu adalah suara wanita, amat merdu, akan tetapi juga mengandung tenaga yang mujijat dan seolah-olah dapat meredakan panasnya hati mereka semua. Semua mata memandang ke arah datangnya suara dan dari bawah puncak datar itu muncullah seorang pemuda yang diiringkan oleh belasan orang dayang yang berpakaian indah dan berwajah cantik-cantik. Pemuda itu sendiri adalah seorang pemuda tanggung, kurang lebih lima belas tahun usianya, berwajah tampan sekali dan kulit mukanya halus, sepasang matanya yang lebar itu mengandung sinar jernih dan tajam. Di belakangnya ada seorang dayang yang membawa sebuah bendera yang berwarna merah dan ada sulaman benang emas yang berbunyi KIM SIAUW SAN KOK (Lembah Gunung Suling Emas).
Setelah tiba di atas pucak datar yang menjadi tempat pertempuran itu, Si Pemuda Tanggung memandang kepada mereka semua, lalu memandang kepada mayat-mayat di atas tanah, kemudian dia berkata kepada seorang dayang yang berpakaian kuning, "Kui Hwa, lenyapkan mayat-mayat itu untuk membersihkan tempat kita."
Wanita berpakaian atau berbaju kuning itu mengangguk, kemudian mengeluarkan sebuah botol yang bentuknya seperti tubuh ular, membuka tutup botol dan begitu dia memercikkan sedikit cairan berwarna putih seperti perak ke atas tubuh mayat-mayat itu, maka nampaklah asap mengepul tebal dan dalam waktu beberapa menit saja mayat-mayat itu lenyap menjadi cairan kuning dan akhirnya cairan itu pun lenyap masuk ke dalam tanah di antara salju! Semua orang menjadi bengong, apalagi mereka yang tahu akan obat-obatan seperti Sai-cu Kai-ong, karena dia tahu bahwa obat yang dapat mencairkan mayat secepat itu hanya terdapat dalam dongeng saja dan dia sendiri belum pernah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri! Kini tinggal bau yang tidak enak saja tercium di tempat itu, sedangkan mayat-mayat itu lenyap sama sekali, berikut ulat-ulat gundulnya!
"Lan-hwa, lenyapkan bau busuk agar berobah wangi." kembali pemuda itu berkata, suaranya halus dan tenang seolah-olah di situ tidak ada orang lain kecuali dia dan para dayangnya!
Seorang dayang berbaju hijau yang juga muda dan cantik mengangguk, lalu mengambil sebuah botol merah, menghampiri bekas tempat mayat dicairkan tadi, dan ketika dia membuka tutup botol itu dan memercikkan sedikit isinya ke atas tempat-tempat itu, terciumlah bau yang sedap harum dan lenyap sama sekali bau tidak enak tadi, membuat semua orang merasa seolah-olah mereka berada di taman yang penuh dengan bunga!
Kini pemuda itu memandang kepada semua orang yang berada di situ, dan ketika pandang matanya bertemu dengan Yeti, dia membelalakkan sepasang matanya yang lebar dan indah itu, "Aih, kiranya inikah yang selama ini didesas-desuskan sebagai Yeti" Dan dia pula yang telah menemukan pedang kami" Betapa anehnya!"
Pada saat itu, Hong Bu yang sejak tadi khawatir akan keselamatan Yeti yang dikeroyok, kini merasa lega dengan munculnya pemuda yang tampan halus itu. Akan tetapi dia terkejut menyaksikan kelihaian pemuda itu menyingkirkan mayat-mayat dan bau-bau mayat dicairkan, dan dia juga mendengar ucapan terakhir tadi. Maka meloncatlah dia keluar dari balik batu besar, mendekati Yeti dan memegang lengan Yeti seperti hendak melindungi.
"Memang Yeti yang menemukan pedang ini, akan tetapi sama sekali tidak pernah merampas pedang seperti yang akan dilakukan oleh semua orang yang tak tahu malu ini!" Dia menentang pandang mata semua yang hadir dengan penuh keberanian. "Melainkan ada orang yang menusukkan pedang ini di pahanya. Lihat, pahanya masih juga belum sembuh. Dan sekarang, kembali dia dikejar-kejar hendak dibunuh dan dirampas pedangnya! Sungguh manusia merupakan mahluk paling kejam dan licik di dunia ini!"
Pemuda tampan itu seperti tercengang mendengar ini dan sampai lama matanya menatap wajah Hong Bu seperti orang tidak percaya akan apa yang didengarnya. "Siapa kau" akhirnya pemuda itu bertanya, suaranya mengandung keheranan dan mungkin kekaguman.
"Aku Sim Hong Bu, dan aku adalah satu-satunya manusia yang menjadi sahabat Yeti!" jawab Hong Bu dengan bangga dan berani. Yeti agaknya senang mendengar ini, tangan kirinya mengelus-elus rambut kepada Hong Bu dan tangan kanan masih memegang pedang dengan kaku.
"Cukup semua ini!" Tiba-tiba Sam-ok Ban Hwa Seng-jin berkata dengan suaranya yang nyaring. "Siapakah engkau, orang muda" Dan mengapa engkau mengatakan bahwa pedang itu adalah pedang kalian"
Pemuda itu menoleh dan menghadapi Ban Hwa Seng-jin. "Aha, kiranya Sam-ok Ban Hwa Seng-jin yang bicara! Bukankah engkau pernah menjadi Koksu dari Nepal" Dan semua saudaramu juga hadir. Hemm, juga Si Ulat Seribu, Si Golok Setan, dan bukankah Anda Sai-cu Kai-ong" katanya mengangguk kepada kakek berjenggot itu. "Hem, dan inikah Si Jari Maut" Betapa bedanya dengan yang pernah kami dengar. Yang di sana itu, bukankah kalian bertiga adalah Liok-te Sam-mo (Tiga Iblis Bumi)" Kulihat hadir pula Pat-pi Kim-wan (Lutung Emas Tangan Delapan), dan itu Tok-gan Sin-liong (Naga Sakti Mata Satu), mengapa matamu yang sebelah kaututupi dengan kain" Hemm, masih banyak tokoh-tokoh yang terkenal. Pantas saja tempat ini menjadi ramai!"
Semua orang terkejut bukan main dan mereka memandang kepada pemuda itu dengan mata terbelalak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengenal pemuda ini, akan tetapi pemuda ini mengenal mereka satu demi satu, padahal mereka itu datang dari seluruh pelosok dunia, ada yang dari selatan, dari timur, dari utara dan dari barat! Tentu saja hal ini membuat mereka menjadi ingin sekali tahu, kecuali tentu saja Si Jari Maut dan Yeti yang tetap tidak peduli sikapnya.
"Siapakah engkau" tanya pula Ban-hwa Seng-jin, kini suaranya menjadi halus, dan hati-hati.
"Anda sekalian yang telah datang ke sini hendaknya jangan membuat ribut di tempat kami ini. Ini termasuk wilayah Lembah Gunung Suling Emas, tempat keluarga kami semenjak turun tenurun ribuan tahun lamanya. Jika kalian hendak berkunjung ke tempat kami, lakukanlah hal itu dengan sopan seperti layaknya tamu-tamu terkenal. Ayah dan paman-pamanku tentu akan menyambut kalian dengan gembira. Silakan! Juga engkau, Sim Hong Bu. Sahabatmu, Yeti itu, boleh ikut, jangan khawatir, kami tidak biasa membeda-bedakan tamu, baik dia itu anjing, biruang, atau manusia!" Bibir itu tersenyum dan Sim Hong Bu juga tersenyum karena ucapan itu setidaknya menyatakan bahwa dalam pandangan pemuda tampan itu, derajat Yeti tidaklah kalah oleh manusia mana pun!
Sungguh aneh memang. Kini pemuda itu diikuti oleh para dayangnya yang belasan orang banyaknya itu membalikkan tubuh dan berjalan perlahan pergi dari situ tanpa menoleh sedikitpun juga kepada para tamu itu seolah-olah mereka semua yakin bahwa para tamu yang sudah dipersilakan itu tentu akan mengikuti mereka. Dan memang kenyataannya pun begitu! Para tokoh kang-ouw itu kini melangkah dan perlahan-lahan mengikuti rombongan aneh itu menuruni puncak datar itu. Orang-orang yang tadinya saling berkelahi itu kini seperti serombongan tamu terhormat, berjalan bersama-sama tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Di dalam hati masing-masing memang ingin sekali tahu siapa "tuan rumah" yang memiliki tempat seaneh ini. Mereka tidak berani lancang melanjutkan perkelahian yang belum menentu itu, apalagi kalau sampai fihak tuan rumah turun tangan. Tentu membuat mereka yang sudah saling berlawan sendiri itu menjadi makin berabe. Maka, mereka semua ingin melihat bagaimana perkembangannya agar mereka dapat mengambil tindakan yang menguntungkan fihak masing-masing. Tentu saja kecuali Si Jari Maut yang hanya ikut-ikutan saja dengan rombongan itu, dan Yeti yang ditarik lengannya oleh Hong Bu.
Pemuda tampan itu bersama rombongannya berjalan terus berliku-liku, melalui lereng-lereng yang terjal, menyelinap di antara bukit-bukit es yang amat banyak terdapat di situ, ada puluhan buah banyaknya dan macamnya sama sehingga orang luar akan sukar sekali untuk mengenal jalan yang dilalui rombongan ini.
Akhirnya mereka berhenti di tepi tebing yang curam sekali. Tidak ada jalan turun atau naik dan semua tamu itu sudah melongo keheranan mengapa rombongan pemuda itu membawa mereka ke tempat seperti itu. Akan, tetapi tiba-tiba pemuda itu menggerakkan tangannya dan dia sudah memegang sebatang suling. Suling dari emas! Tentu saja, melihat ini, Sai-cu Kai-ong terbelalak dan hampir saja dia mengeluarkan seruan kaget. Bukankah yang memiliki suling emas itu hanya bekas muridnya dan calon cucu mantunya, Kam Hong keturunan langsung dari keluarga Suling Emas" Dan kini pemuda tampan itu menyuling. Suara sulingnya merdu bukan main, bernada tinggi sampai melengking dan seperti hendak memecahkan anak telinga. Tiba-tiba pula dia berhenti meniup suling dan dari bawah tebing itu "terbanglah" sehelai tambang yang merentang antara tepi tebing itu sampai ke puncak di depan sana! Kiranya tadinya tambang itu memang sudah ada, hanya tergantung ke bawah sehingga tidak nampak, dan kini, atas isarat bunyi suling, agaknya para penjaga di sebelah sana, yaitu di puncak depan yang nampak tertutup sebagian oleh awan atau kabut, menarik ujung tambang di sana sehingga kini tambang yang diikatkan ujungnya yang sebelah sini pada batu besar dan ditanamkan di tebing sini, merentang kuat-kuat dan nampak jelas.
"Maaf, Cu-wi yang terhormat. Tidak ada jalan lain menuju ke lembah kami kecuali melalui jembatan ini. Siapa yang ingin mengunjungi tempat tinggal kami, kami persilakan mengikuti kami." Setelah berkata demikian, pemuda itu dengan tenangnya lalu melangkahkan kaki ke atas tambang itu, diiringkan oleh belasan orang dayang itu dan mereka semua lalu berjalan di atas tambang itu, merupakan barisan yang aneh. Hebatnya, selagi menyeberang jurang tebing yang amat curam itu melalui tambang, mereka yang memegang alat musik itu masih memainkan lagu merdu, seolah-olah mereka bukan sedang berjalan di atas tambang maut, melainkan sedang berjalan-jalan di kebun bunga saja!
Para orang kang-ouw ,yang berada di situ adalah orang-orang pandai. Berjalan di atas tambang seperti itu saja tentu bukan merupakan hal aneh bagi mereka. Akan tetapi mereka maklum dan bergidik kalau memikirkan bahwa orang luar tidak mungkin dapat melalui tambang ini karena pasti terjaga siang malam dan sekali ada orang luar berani lancang mempergunakan tambang ini tanpa ijin, fihak sana tinggal melepaskan ujung tambang di sana dan orang luar yang lancang hendak memasuki daerah itu, betapa pun saktinya dia, tentu akan menghadapi kematian yang mengerikan di dasar jurang yang luar biasa curamnya sehingga tidak nampak dari atas itu. Mereka lalu melangkah ke atas tambang dan satu demi satu mereka pun berjalan di atas tambang.
Hong Bu juga tidak takut untuk berjalan di atas tambang, akan tetapi hatinya merasa ngeri juga ketika melihat ke bawah dan tidak nampak apa-apa, hanya nampak kabut saja, seolah-olah orang berjalan di atas tambang yang direntang di udara yang amat tinggi. Akan tetapi Yeti agaknya tidak sabar lagi, dan dia sudah menyambar pinggang Hong Bu lalu dipanggulnya dan dia berjalan di atas tambang itu dengan mudah dan enaknya. Tambang itu agak terayun-ayun karena tubuh Yeti yang lebih berat daripada yang lain.
Akhirnya semua tamu tibalah sudah di tepi sana, yaitu di tebing dari sebuah lembah yang sungguh lain daripada di seberang sini. Sungguh aneh sekali karena lembah ini biarpun juga tidak terhindar dari hawa dingin dan salju, namun salju tidak begitu tebal dan di sini tumbuh macam-macam tumbuhan yang aneh-aneh, bahkan ada burung-burung dan ada binatang-binatang berkeliaran di lembah itu. Puncaknya juga tertutup salju, akan tetapi diselang-seling warna hljau daun-daun. Dan lembah itu sungguh tak mungkin dapat didatangi orang luar kecuali melalui tambang tadi karena selain terkurung jurang-jurang yang curam, juga melalui daerah-daerah yang mudah sekali terjadi salju dan tanah longsor sehingga merupakan daerah maut!
Semua tamu, kecuali SI Jari Maut yang tidak mengacuhkan apa pun, dan Yeti, memandang ke sekeliling penuh takjub. Anehnya, Yeti kelihatan biasa saja, bahkan tenang-tenang sekarang, dan kadang-kadang ada nampak oleh Hong Bu betapa Yeti menarik napas panjang beberapa kali. Dan agaknya daerah ini bukan merupakan daerah asing bagi Yeti, seoah-olah dia berada di rumah atau daerah sendiri. Dan hal ini mungkin saja, pikir Hong Bu. Yeti memiliki kepandaian menjelajahi daerah salju itu jauh lebih hebat daripada kepandaian manusia mana pun, tentu bukan tidak mungkin kalau Yeti pernah mendatangi tempat ini melalui jalan lain betapa pun tidak mungkin hal itu dilakukan agaknya oleh manusia.
"Cu-wi, silakan." kata pemuda itu dan para tamu melihat betapa dari tempat penjagaan di tepi tebing sebelah sini, nampak beberapa orang laki-laki yang bertubuh tinggi tegap memutar alat penggulung tambang dari baja. Benar dugaan mereka, tempat itu selalu terjaga dan bahkan jembatan tambang itu selalu dijaga orang sehingga tidaklah mungkin orang luar datang melalui tambang itu tanpa seijin pemilik lembah yang dinamakan Lembah Gunung Suling Emas ini! Mereka lalu mengikuti rombongan dayang dan pemuda itu menuju ke tengah lembah di mana nampak bangunan-bangunan mengelilingi sebuah bangunan besar yang megah dan mewah. Sungguh mengagumkan dan juga mengejutkan sekali bagaimana di tempat seperti itu, yang terasing dari keramaian dunia ada orang dapat membangun bangunan yang seperti istana itu! Dan mereka makin kagum ketika tiba di dekat bangunan-bangunan seperti perkampungan itu karena di situ memang indah, terdapat taman-taman bunga yang aneh-aneh, yang penuh dengan batu-batu ukir-ukiran, arca-arca yang dibuat secara indah sekali.
Ketika melewati sebuah taman, tiba-tiba Yeti mengulur tangannya memetik setangkai bunga merah dan langsung saja memakannya, bahkan memberikan setangkai kepada Hong Bu yang tanpa ragu-ragu juga memakannya. Dan memang seperti yang diduga, Yeti tidak menipunya, bunga merah itu berbau sedap dan rasanya enak, agak masam-masam seperti buah apel! Melihat ini, pemuda itu menengok dan berkata dengan wajah berseri, "Aihh, kiranya Yeti mengenal Bunga Hati Merah kami!" serunya gembira dan juga kagum.
"Dia adalah penjelajah nomor satu di Himalaya, tentu saja mengenal segalanya." jawab Hong Bu membanggakan sahabatnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum, lalu dengan tangannya mempersilakan semua orang untuk melanjutkan perjalanan menuju ke ruangan depan rumah terbesar di perkampungan aneh itu.
Ketika mereka tiba di depan rumah besar dan indah seperti istana itu, nampak papan nama yang besar dan indah tulisannya dipasang orang di depan pintu gerbang. Istana Suling Emas, demikian bunyi tulisan dan kembali Sai-cu Kai-ong tertegun.
Para pembaca tentu juga sama herannya seperti Sai-cu Kai-ong, karena bukankah keluarga Pendekar Suling Emas adalah keluarga yang sudah habis dan kini tinggal diri Kam Hong seorang sebagai keturunan terakhir" Bagaimana di Himalaya, di tempat terasing ini terdapat perkampungan yang disebut Lembah Gunung Suling Emas, dan pemuda yang menyambut mereka itu pun tadi meniup suling emas dan kini istana ini disebut Istana Suling Emas" Apa hubungannya ini dengan nenek moyang dari cucu mantunya itu" Akan tetapi sebelum menerangkan soal yang aneh ini, lebih dulu sebaiknya kita ketahui bagaimana Sai-cu Kai-ong, tokoh kang-ouw yang sudah lama menutup diri di Tai-hang-san itu, kini tiba-tiba muncul pula bersama orang-orang kang-ouw di Himalaya" Apakah dia juga ingin memperebutkan pedang keramat yang dikabarkan lenyap dari istana itu"
Sesungguhnya tidaklah demikian. Seorang kang-ouw yang gagah perkasa seperti Sai-cu Kai-ong tidak sudi lagi memperebutkan sesuatu seperti sebagian besar tokoh-tokoh kaum sesat. Dia memang datang ke Pegunungan Himalaya sehubungan dengan berita membanjirnya orang-orang kang-ouw di pegunungan yang tinggi itu, akan tetapi bukan untuk mencari pedang. Andaikata dia dapat memperoleh pedang itu, tentu hanya untuk dikembalikan ke istana kaisar. Tidak, dia tidak ingin berebut pedang, akan tetapi dia mengharapkan untuk dapat bertemu dengan cucu perempuannya yang telah menghilang bertahun-tahun lamanya. Cucu perempuan itu adalah Yu Hwi, atau yang pernah dikenal sebagai Kang Swi Hwa atau Ang Siocia, seorang yang cantik dan lincah, penuh keberanian dan kecerdikan, pandai sekali menyamar menjadi apa pun, dan memiliki ilmu mencopet yang luar biasa. Semua ilmu ini dipelajarinya dari gurunya, yaitu Hek-sim Touw-ong Si Raja Maling yang terkenal itu. Cucu perempuan yang menjadi tunangan Kam Hong itu melarikan diri, agaknya menolak dijodohkan dengan Kam Hong dan sampai kini tidak pernah ada beritanya! Maka, hal ini amat menyusahkan hati kakek ini dan berangkatlah dia ke Pegunungan Himalaya untuk mencari cucunya itu yang diharapkannya akan datang juga ke daerah itu untuk beramai-ramai memperebutkan pedang keramat. Maka, sudah tentu saja kakek ini terheran-heran bukan main ketika disambut oleh pemuda yang bersuling itu dan dibawa ke dalam perkampungan luar biasa yang dinamakan Lembah Gunung Suling Emas, karena keluarga Suling Emas adalah sahabat dari keluarganya sendiri. Semenjak ratusan tahun yang lalu, keluarganya, yaitu keluarga Yu dari Khong-sim Kai-pang adalah sahabat-sahabat dari keluarga Pendekar Suling Emas dan karena mengingat pertalian persahabatan antara nenek moyangnya itulah maka diambil keputusan untuk menjodohkan Yu Hwi, keturunan terakhir dari keluarga Yu, dengan Kam Hong, keturunan terakhir dari keluarga Kam atau keluarga Suling Emas. Dan kini tiba-tiba muncul keluarga Suling Emas lain di tengah-tengah Pegunungan Himalaya!
Tentu saja Sai-cu Kai-ong tidak tahu akan hal ini. Akan tetapi di lain pihak, keluarga yang tinggal di Lembah Gunung Suling Emas ini adalah keluarga yang benar-benar hebat, sedemiklan hebatnya sehingga keluarga ini sudah mengenal semua orang yang mendatangi daerah mereka dan pemuda yang menyambut tadi pun sudah mengenal nama-nama mereka! Biarpun keluarga ini tidak pernah berkecimpung di dunia kang-ouw, akan tetapi mereka mempunyai banyak sekali penyelidik, apalagi dalam menghadapi perebutan pedang keramat itu, maka mereka sudah menyelidiki semua tokoh yang ikut naik ke Pegunungan Himalaya sehingga gambaran-gambaran tentang mereka telah dikenal oleh semua penghuni Lembah itu dan pemuda itu pun dengan mudah dapat mengenalnya satu demi satu!
Keluarga Suling Emas yang berada di lembah ini bukan lain adalah keturunan langsung dari kakek kuno yang ditemukan mayatnya oleh Kam Hong di bagian lain dari lembah itu! Memang aneh sekali. Keluarga ini sendiri tidak tahu bahwa masih ada mayat nenek moyang mereka yang masih utuh dan membawa-bawa rahasia terbesar dari ilmu keturunan mereka dan sama sekali tidak mengira bahwa mayat nenek moyang mereka itu akan ditemukan oleh Kam Hong dan bahkan pemuda ini yang akhirnya mewarisi semua ilmu nenek moyang mereka! Mereka ini adalah keturunan dari kakek pembuat suling emas yang lihai itu, turun temurun tinggal di tempat itu. Karena mereka merupakan keluarga yang pandai, dan berhubungan dekat dengan keluarga Raja Nepal, maka mereka tidak kekurangan sesuatu. Semenjak nenek moyang mereka, mereka itu merupakan sahabat keluarga Raja Nepal dan seringkali memberi nasihat dan petunjuk, dan sebaliknya Raja Nepal juga selalu mencukupi keperluan mereka, bahkan mendirikan istana itu untuk mereka setelah pada puluhan tahun yang lalu keluarga mereka berjasa mengusir musuh-musuh yang datang dari barat Kerajaan Nepal!
Jadi memang ada perbedaan besar antara keluarga Suling Emas yang berada di Himalaya ini dengan keluarga Suling Emas, yaitu keluarga Kam yang menjadi keturunan Pendekar Suling Emas Kam Bu Song. Keluarga Suling Emas di Himalaya ini adalah keturunan dari pembuat suling emas itu, sedangkan keluarga Kam adalah orang yang akhirnya mendapatkan Suling itu dan dipergunakan sebagai senjata dan akhirnya terkenal dengan julukan Pendekar Suling Emas. Jadi terdapat perbedaan yang besar sekali, dan tidak ada hubungannya sama sekali, kecuali hubungan melalui suling emas yang kini dipegang Kam Hong itu, hubungan antara pembuat suling dan pemakai suling. Sungguhpun terdapat suatu keistimewaan yang sama, yaitu ahli mempergunakan suling sebagai senjata!
Keluarga Suling Emas di lembah ini adalah keluarga Cu, yaitu nama keturunan dari kakek pembuat suling emas, yang sesungguhnya masih seorang pangeran dari Kerajaan Cin yang suka merantau dan akhirnya menetap di Himalaya, yaitu di lembah itu. Menurut dongeng keluarga Cu, kakek ini setelah berkeluarga dengan puteri Nepal, menetap di situ dan hidup sampai beranak cucu. Akan tetapi pada suatu hari dia menghilang, katanya untuk pergi bertapa dan tidak ada lagi yang mendengar tentang dirinya. Anak cucunya hidup terus di lembah itu, ada pula yang pergi merantau, akan tetapi lembah itu tetap dipelihara, bahkan sekarang, keturunan terakhir yang tinggal di situ terdapat tiga orang laki-kaki. Yang pertama bernama Cu Han Bu, pria sederhana berusia empat puluh tahun, ayah dari pemuda tampan yang menyambut para tamu tadi. Yang ke dua bernama Cu Seng Bu, pria berusia tiga puluh lima dan yang ke tiga bernama Cu Kang Bu, pria berusia tiga puluh tahun. Kedua orang ini belum menikah. Tiga orang inilah merupakan keturunan terakhir dari keluarga Suling Emas she Cu itu.
Cu Han Bu baru mempunyai seorang anak saja, yaitu "pemuda" yang menyambut para tamu tadi. Akan tetapi anak itu sebetulnya bukan seorang laki-laki, melainkan seorang anak perempuan. Karena ingin sekali mempunyai anak laki-laki, maka untuk menutupi kekecewaannya, Cu Han Bu dan isterinya memperlakukan anak mereka seperti anak laki-laki, bahkan sejak kecil anak itu memakai kain laki-laki, sungguhpun dia sadar sepenuhnya bahwa dia seorang perempuan. Sebagai seorang anak yang berbakti Cu Pek In, demikian nama anak itu, dia ingin menyenangkan hati orang tuanya dan selalu berpakaian pria sehingga dia menjadi seorang pemuda cilik sekarang! Sebagai keturunan dari kakek sakti pembuat suling emas itu, sudah tentu saja keluarga Cu ini mewarisi ilmu-ilmu yang mujijat dan tinggi sekali.
Sudah belasan tahun semenjak ayah mereka meninggal, keluarga yang terdiri dari tiga orang pria perkasa ini tidak lagi berhubungan dengan Nepal. Mereka melihat betapa Nepal mulai melakukan penyelewengan, mulai mencampuri urusan kaisar di Tiongkok, maka mereka tidak mau mencampuri. Apalagi ketika mereka mendengar bahwa Raja Nepal yang baru mempunyai seorang Koksu yang kabarnya merupakan orang ke tiga dari Im-kan Ngo-ok, keluarga Cu ini makin mengundurkan diri dan tidak pernah berhubungan. Oleh karena itu, maka mereka tidak mengenal Sam-ok Ban-hwa Seng-jin, sungguhpun mereka mendengar namanya, dan mungkin juga Koksu Nepal itu mendengar tentang nama mereka.
Dan memang demikianlah kenyataannya. Ketika pemuda tampan yang sesungguhnya adalah Cu Pek In itu bersama rombongan dayangnya menyambut dan menyebut nama Lembah Gunung Suling Emas, berdebar rasa jantung Sam-ok. Dia sudah mendengar tentang keluarga di Himalaya ini, yang menurut berita di Nepal merupakan keluarga yang turun temurun bersahabat dengan keluarga Raja Nepal, akan tetapi yang semenjak raja yang sekarang, yaitu raja yang mengangkat dirinya sebagai koksu, tidak pernah lagi terdengar beritanya dan agaknya putus hubungan antara keluarga Cu itu dengan keluarga Kerajaan Nepal. Sam-ok tidak peduli akan hal itu ketika dia masih menjadi koksu, apalagi mendengar bahwa tempat tinggal keluarga itu merupakan rahasia besar dan tidak ada seorang pun tahu presis di mana letak tempat tinggal mereka. Yang diketahui umum hanyalah bahwa tempat itu berada di Pegunungan Himalaya. Dan kini, tanpa disangka-sangkanya, dia telah ikut rombongan orang kang-ouw memasuki daerah itu, tempat tinggal keluarga Cu yang menjadi sahabat keluarga raja sejak ratusan tahun yang lalu! Dengan demikian, maka ada dua orang dalam rombongan itu yang berdebar-debar hatinya, yaitu Sai-cu Kai-ong dan Sam-ok Ban-hwa Seng-jin.
Ketika para tamu yang mengikuti Cu Pek In dan rombongan dayang itu sudah tiba di ruangan depan yang luas dan terhias gambar-gambar dan tulisan-tulisan indah, Cu Pek In mempersilakan mereka menanti di situ dan para dayang lalu masuk ke dalam melalui pintu besar di depan dan di tengah ruangan itu. Tak lama kemudian, para tamu yang masih berdiri karena belum dipersilakan duduk itu melihat pintu itu terbuka dari dalam dan keluarlah tiga orang laki-laki. Semua orang memandang dengan penuh perhatian. Akan tetapi tidak ada sesuatu yang mengesankan pada diri tiga orang pria itu. Mereka itu berpakaian biasa saja, dengan sikap yang sederhana pula, akan tetapi wajah dan pandang mata mereka serius dan penuh wibawa, sedangkan sinar mata mereka yang mencorong itu mengejutkan, orang karena hal itu menunjukkan bahwa mereka itu memiliki kekuatan dalam yang hebat!
"Ayah, inilah mereka yang membikin ribut di puncak datar. Semua, kecuali yang tewas dalam keributan antara mereka, telah kuundang datang sebagai tamu sesuai dengan perintah Ayah." kata Cu Pek In sambil menyelipkan sulingnya di ikat pinggangnya. Tentu saja Sai-cu Kai-ong dan Ban-hwa Seng-jin, lebih-lebih dari para tamu lainnya, memandang dengan penuh perhatian dan dengan hati tertarik sekali.
Tiga pasang mata dari pihak tuan rumah itu dengan tajamnya memandang para tamunya seorang demi seorang, dan paling lama mereka memperhatikan Sam-ok Ban-hwa Seng-jin yang menjadi tidak enak hati, kemudian mereka juga memandang Yeti sampai lama, terutama ke arah pedang yang berada di tangan Yeti.
"Tidak salah lagi, itulah Koai-liong-pokiam keluarga kami!" Tiba-tiba orang termuda di antara mereka, Cu Kang Bu berseru. Orang ke tiga ini bertubuh tinggi besar, bermata lebar dan selain sikapnya gagah, juga dia kasar dan jujur. Dan inilah Yeti seperti yang diceritakan Twa-so (Kakak Ipar Perempuan Tertua)!"
Tiba-tiba terdengar suara merdu, "Tidak salah, dialah binatang itu!" Semua orang menengok karena terkejut. Mereka adalah orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi, akan tetapi tidak ada yang mendengar datangnya seorang wanita di tempat itu, tahu-tahu wanita itu telah muncul saja di situ, entah sejak kapan. Wanita itu usianya kurang lebih tiga puluh tahun, cantik sekali, dengan pinggang ramping dan gerak geriknya luwes dan lemah gemulai seperti gerakan seorang penari pandai atau gerakan tubuh seekor ular saja, dan pakaiannya juga mentereng dan mewah, rambutnya yang hitam gemuk digelung ke atas seperti gelung rambut puteri-puteri istana!
"Dialah binatang itu, dan itulah pedang kami! Kalian, harus merampasnya dari tangan Yeti keparat itu!" bentak lagi wanita ini.
Akan tetapi tiba-tiba Cu Pek In berkata, "Pek-bo, Ayah, Yeti itu adalah milik pemuda itu. Sebaiknya pedang itu diminta kepadanya."
Mendengar ini, Cu Han Bu memandang kepada Hong Bu dengan penuh perhatian, seolah-olah tidak percaya kepada omongan puterinya. Mana mungkin Yeti, mahluk yang selama ini menjadi dongeng dan ditakuti semua orang, yang amat sakti sehingga Twa-sonya sendiri kewalahan menghadapinya, menjadi milik bocah ini"
"Siapakah namamu, orang muda" tanyanya hati-hati. Memang, tokoh ini selalu bersikap hati-hati, tidak seperti Kang Bu.
Sim Hong Bu maklum bahwa dia berhadapan dengan keluarga yang berilmu tinggi, dan juga mereka adalah tuan rumah, maka sebagai tamu yang tahu diri dan mengenal kesopanan, dia lalu melangkah maju, memberi hormat dan menjawab, "Nama saya Sim Hong Bu, Locianpwe."
Sikap dan ucapan Hong Bu ini menyenangkan hati Han Bu yang mengangguk-angguk. Bocah ini sungguh mengagumkan dan jarang pada jaman itu menemukan bocah yang begini matang, begini tabah dan berani berdiri di atas kakinya sendiri seperti orang yang sudah dewasa benar. Juga, sekali pandang saja dia dapat mengukur bahwa bocah ini memiliki bakat yang baik sekali, sinar matanya begitu tajam, gerak-geriknya begitu tenang.
"Benarkah bahwa Yeti ini adalah milikmu, peliharaanmu"
Hong Bu melirik ke arah pemuda tampan itu, lalu menjawab lantang. "Harap jangan ada yang menghina Yeti! Dia ini sama sekali bukan binatang peliharaan, bukan binatang liar yang jahat, harap semua mengetahui betul hal ini!"
"Huh, omongan apa itu! Kami sudah merasakan kebuasannya!" Tiba-tiba Ngo-ok mendengus marah, tangannya meraba daun telinganya yang pecah-pecah ketika dia berkelahi melawan Yeti itu.
"Benar!" Su-ok berteriak, "Yeti itu mahluk buas seperti iblis!"
Sepasang alis tuan rumah ini berkerut dan sinar matanya seperti kilat menyambar ke arah dua orang itu. "Tuan-tuan berada di tempat sopan, harap Tuan-tuan menjaga kesopanan dan bicara menanti giliran!" kata Cu Han Bu, suaranya berwibawa. Su-ok dan Ngo-ok berdiam diri dan wajah mereka agak merah.
"Bagaimana jawabanmu, Sim Hong Bu" Banyak orang kang-ouw mengabarkan bahwa Yeti ini jahat, kejam dan telah membunuh dan melukai banyak orang." kata pula Cu Han Bu. Mereka semua masih berdiri dan semua orang kini memandang kepada Hong Bu.
"Yang mengatakan bahwa Yeti jahat dan kejam, suka menyerang atau membunuh orang adalah bohong, Locianpwe!" kata Hong Bu. "Yeti ini bukan binatang buas, bukan peliharaan saya, melainkan sahabat saya yang paling baik. Manusialah yang jahat, yang mengganggunya, menyerangnya sehingga dia membela diri dan untuk membela diri, tentu saja dia harus mengalahkan lawannya, kalau perlu mungkin membunuhnya. Pahanya dilukai orang ditusuk pedang, tentu saja dia menjadi marah. Semua orang agaknya hendak membunuhnya untuk merampas pedang yang ditusukkan di pahanya. Siapa yang tidak akan menjadi marah dan membela diri"
"Toa-so." tiba-tiba Cu Han Bu menoleh kepada wanita cantik tadi, "Apakah dia tidak menyerangmu dan apakah Toaso yang mendahului menyerangnya"
Wanita cantik itu berjebi, bibirnya yang penuh dan merah itu bermain sebentar, kemudian dia berkata, "Memang aku yang menyerangnya lebih dulu, akan tetapi siapa yang tidak menjadi kaget melihat dia tiba-tiba muncul dan kelihatan begitu buas" Aku menyerangnya dan dia melawan, ternyata dia lihai sekali dan biarpun aku berhasil menusuk pahanya, pedang itu tertinggal di pahanya, dia menjadi buas dan aku terpaksa melarikan diri. Lalu dia menghilang...."
Cu Han Bu mengangguk-angguk, lalu menghadapi semua orang kang-ouw yang berdiri di hadapannya. "Apakah Cu-wi sengaja berdatangan ke Himalaya untuk mencari pedang Koai-liong-pokiam itu" Dia menuding ke arah pedang yang masih dipegang oleh Yeti.
"Hemm, terus terang saja, siapakah yang tidak ingin mendapatkan pedang itu" jawab Toa-ok dengan suara halus.
"Ketahuilah, Cu-wi. Pedang pusaka itu adalah milik keluarga kami sejak turun menurun. Nenek moyang kami yang membuatnya dan menciptakannya. Pada suatu hari pedang itu hilang dan setelah kami mendengar pedang itu berada di istana kaisar, Toa-soku ini pergi ke sana dan mengambilnya kembali. Akan tetapi malang baginya, di tengah jalan bertemu dengan Yeti dan pedang itu tertinggal di paha Yeti. Pedang itu adalah hak kami dan hendaknya Cu-wi tidak memperebutkan lagi. Untuk itu kami dapat menjelaskannya, dan untuk jerih payah Cu-wi kami bersedia mengganti sekedar ongkos perjalanan yang telah dikeluarkan."
"Ah, mana ada aturan seperti itu" Tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring, suara Si Ulat Seribu. Wajahnya yang buruk menjadi semakin buruk karena marahnya. Dialah yang merasa paling dirugikan dalam perebutan pedang itu, karena selain empat orang pemikul tandu yang menjadi pembantu-pembantunya itu tewas oleh ulat-ulatnya sendiri, juga sebagian ulatnya telah mati dan lenyap pula. "Bagaimana bisa enak saja mengakui pedang tanpa bukti-bukti yang jelas" Kalau hanya penjelasan saja, setiap orang pun mampu mengisap jempol!"
Wanita cantik kakak ipar keluarga Cu itu melangkah maju dan suaranya lantang ketika dia berseru, "Perempuan buruk! Apakah Si Ulat Seribu sudah mempunyai nyawa rangkap berani berkata seperti itu di sini" Dia sudah melangkah maju, akan tetapi Cu Han Bu lalu melerai dan berkata dengan suara berwibawa.
"Harap Toa-so suka memaafkan bicaranya. Ingat, siapa dia dan sudah patutlah kalau orang seperti dia bicara demikian." Agaknya Sang Toa-so itu cukup segan terhadap adik iparnya ini maka dia mundur lagi dengan mulut cemberut. Cu Han Bu lalu berkata kepada Sim Hong Bu, suaranya ramah dan halus.
"Orang muda, apakah engkau percaya kepada kami keluarga dari Lembah Gunung Suling Emas" Kalau. percaya, serahkan pedang itu kepadaku untuk dipergunakan sebagai bukti bahwa memang kami yang berhak atas pedang itu."
Sim Hong Bu cepat berkata. "Tentu saja, Locianpwe. Saya kira, Yeti pun tidak akan serakah mengukuhi pedang bukan miliknya, apalagi saya. Hanya kami mohon agar pedang benar-benar dikembalikan kepada yang berhak." Setelah berkata demikian, dia menoleh kepada Yeti dan berkata halus. "Sahabatku Yeti, tolong pinjamkan sebentar pedang itu."
Aneh sekali, sejak tadi Yeti diam saja seperti termenung, dan mendengar ucapan Hong Bu itu dia segera menurunkan tangannya yang memegang pedang dan menyerahkan pedang itu kepada Sim Hong Bu. Hong Bu mengambil pedang itu dan menyerahkannya dengan sikap hormat kepada Cu Han Bu.
Tuan rumah ini mengangkat pedang tinggi-tinggi di atas kepalanya. "Pedang Koai-liong-pokiam ini adalah pedang pusaka buatan nenek moyang kami, oleh karena itu kami tahu segala hal-ihwalnya, riwayatnya dan rahasia-rahasianya. Ada rahasia pada pedang ini. Cu-wi sekalian boleh mencoba dan mencarinya. Kalau tidak ada yang tahu, barulah kami akan menunjukkan rahasianya sebagai bukti bahwa pedang itu adalah milik dan pusaka keluarga kami."
Kemudian tanpa ragu-ragu lagi, Cu Han Bu menyerahkan pedang pusaka itu kepada orang yang berdiri paling dekat dengannya, yaitu Si Ulat Seribu tadi. Wanita bermuka buruk itu menerima pedang itu. Semua mata memandang dan tidak ada seorang pun yang mempunyai pikiran untuk melarikan pedang itu, bahkan Im-kan Ngo-ok pun tidak berani. Karena siapa yang melarikan pedang itu tentu akan berhadapan dengan mereka semua, ditambah lagi pihak tuan rumah! Dan jalan keluar dari tempat itu hanya melalui tambang. Tidak mungkin melarikan diri dengan pedang itu! Maka kini Si Ulat Seribu meneliti pedang itu, digerak-gerakkan, ditekan sana-sini, akan tetapi karena dia memang tidak tahu rahasianya, dia tidak menemukan sesuatu yang aneh pada pedang itu, kecuali bahwa pedang itu benar-benar amat hebat, sebatang pedang yang terbuat daripada logam yang aneh sekali, agak kemerahan dan ada sinar-sinar kehijauan, amat ringannya namun membayangkan kekerasan yang tak terlawan oleh apa pun!
"Sebatang pedang yang luar biasa!" katanya kemudian dan dia pun mengembalikannya kepada tuan rumah. "Akan tetapi aku tidak melihat apa-apa yang aneh padanya."
"Nah, jelas bahwa Si Ulat Seribu tidak dapat menunjukkan rahasianya, maka sekarang giliran orang berikutnya." Dan dia lalu menyerahkan pedang itu kepada tokoh lain. Pedang itu terus berpindah tangan setelah setiap orang meneliti dengan penuh kecermatan, namun biar Im-kan Ngo-ok sendiri yang terkenal sebagai orang-orang licik dan cerdik, tidak dapat menemukan rahasia itu. Orang terakhir adalah Sam-ok Ban-hwa Seng-jin yang memegang pedang itu, menerimanya dari Cu Han Bu sambil berkata.
"Telah lama sekali kami mengenal nama penghuni Lembah Gunung Suling Emas sebagai orang-orang terhormat dan gagah perkasa, maka kini kami percaya bahwa dalam urusan pedang, ini penghuni Lembah Gunung Suling Emas tidak akan berlaku curang."
Cu Han Bu tersenyum tenang, "Sam-ok Ban-hwa Seng-jin, kami pun mendengar akan namamu sebagai bekas Koksu Nepal yang pandai. Cobalah pergunakan kepandaianmu untuk mengetahui rahasia pedang yang menjadi milik nenek moyang kami ini. Bahkan Kaisar Ceng sendiri yang menyimpan pedang ini sejak dua keturunan, tidak tahu akan rahasianya. Hanya kami, pemilik sah dari pedang ini yang akan dapat menunjukkan rahasianya."
Sam-ok memeriksa dengan teliti sekali, dari ujung pedang sampai ke gagangnya. Akan tetapi dia pun tidak dapat menemukan rahasia pedang itu. Akhirnya dia mengembalikan kepada tuan rumah sambil berkata, "Kami tidak melihat ada rahasia apa pun pada pedang ini."
Cu Han Bu menarik napas parijang, lalu berkata. "Nah, Cu-wi sekalian melihat sendiri bahwa tidak ada seorang pun yang tahu akan rahasia pedang ini. Sekarang hendak kami perlihatkan."
Tuan rumah memegang batang pedang itu dan mengacungkan pedang ke atas, ke arah udara. "Cu-wi, lihatlah baik-baik!" Tiba-tiba pedang itu mengeluarkan bunyi dan tergetar, lalu nampaklah sinar berkilat keluar dari gagang pedang, melalui dua bagian meruncing yang mengapit pedang dan tak lama kemudian, jatuhlah dua ekor burung yang tadi beterbangan di atas, menggelepar-gelepar sekarat! Semua orang terkejut dan kagum. Kiranya pedang itu mengandung rahasia, dapat mengeluarkan senjata rahasia seperti itu!
"Bagus sekali!" Hong Bu berteriak memuji. "Locianpwe, bagaimana hal itu dapat ter jadi"
Tuan rumah tersenyum, menjawab pertanyaan itu akan tetapi ditujukan kepada semua tamunya, "Cu-wi lihat, tanpa mengenal rahasia pedang ini mana mungkin melakukan hal tadi" Nenek moyang kami membuat pedang ini dengan menyimpan rahasia itu. Gagang pedang menyimpan jarum-jarum halus yang digerakkan oleh alat rahasia di dalam gagang, dan untuk menggerakkan alat rahasia itu kita harus mengerahkan tenaga sin-kang yang mengandung hawa panas sampai suhu tertentu, barulah alat itu bergerak dan jarum-jarum itu dapat keluar dengan kecepatan yang mematikan."
Semua orang merasa kagum sekali. Akan tetapi dengan terheran-heran mereka melihat betapa tuan rumah itu menyerahkan pedang itu kembali kepada Sim Hong Bu sambil berkata, "Nah, terimalah kembali pedang yang kami pinjam tadi. Pedang ini telah terjatuh ke tangan Yeti dan hal ini terus terang saja terjadi karena kelengahan pihak kami sendiri." Dia tidak terang-terangan menyalahkan Toa-sonya sungguhpun semua tamu maklum wanita itulah yang lengah sehingga pedang menancap di paha Yeti. "Oleh karena itu, kalau Yeti tidak ingin mengembalikan, kami tidak menyalahkan dia dan kelak kami akan mempergunakan kepandaian untuk merampasnya kembali dari tangannya."
Sim Hong Bu juga terkejut sekali melihat pedang dikembalikan kepadanya. Akan tetapi dia mengerti dan makin kagumlah hatinya terhadap tuan rumah yang ternyata selain gagah perkasa, juga jujur dan budiman. Maka dia lalu menerima pedang itu, menyerahkan kepada Yeti sambil berkata, "Yeti, kalau engkau menganggap aku sahabatmu, aku minta keikhlasanmu agar engkau mengembalikan pedang ini kepada yang berhak, yaitu kepada Locianpwe majikan dari Lembah Suling Emas ini. Akan tetapi kalau engkau tidak rela, aku pun tidak berani memaksa, hanya aku akan kecewa."
Yeti itu mengeluarkan suara aneh, nampak ragu-ragu, sebentar memandang kepada pedang itu, kepada wajah Hong Bu, kemudian menoleh ke arah wanita cantik yang telah melukai pahanya, dan akhirnya pedang yang telah diterimanya itu dikembalikannya kepada Hong Bu dan dia menunduk, sikapnya tak acuh!
"Yeti, engkau merelakan pedang ini dikembalikan kepada pemiliknya yang sah" tanya Hong Bu dengan suara girang sekali. Yeti itu tidak menjawab, hanya mengangguk dan tetap diam saja.
Girang dan legalah hati Hong Bu. "Bagus, engkau sahabatku yang sejati, Yeti, jauh lebih budiman daripada manusia-manusia yang jahat di dunia ini!" Maka Hong Bu tidak ragu-ragu lagi menyerahkan pedang itu dengan kedua tangannya kepada Cu Han Bu sambil berkata, "Inilah pedang itu, Locianpwe. Yeti mengembalikannya kepada Locianpwe sebagai pemilik yang sah. Seorang gagah tidak akan menginginkan barang orang lain, dan Yeti, biarpun bukan termasuk manusia, namun berjiwa tidak kalah gagahnya dengan para pendekar."
Cu Han Bu memandang dengan kagum kepada Hong Bu, lalu menarik napas panjang, "Amat sukar menemukan mahluk seperti Yeti, dan lebih sukar lagi menemukan seorang anak seperti engkau, Sim Hong Bu." Kemudian dia menerima pedang itu dan menyerahkannya kepada Cu Kang Bu untuk disimpan. Cu Kang Bu menerima pedang itu dengan sikap hormat, lalu membawanya masuk ke dalam.
Dengan wajah cerah kini Cu Han Bu mempersilakan semua tamunya duduk. "Silakan Cu-wi sekalian duduk untuk menerima hidangan penghormatan kami dan untuk mendengarkan kisah tentang pedang itu sekadarnya dari kami."
Semua orang diam-diam merasa kecewa sekali karena pedang itu telah kembali kepada majikan Lembah Suling Emas ini dan akan sukarlah bagi mereka untuk mengharapkan memperoleh pedang keramat itu. Akan tetapi terdapat hiburan bahwa mereka berhasil memasuki daerah terlarang dan rahasia ini. Hal ini sudah merupakan pengalaman yang luar biasa bagi mereka. Maka mereka pun tanpa malu-malu lagi lalu mengambil tempat duduk dan berkelompok memilih teman masing-masing. Sim Hong Bu mengambil tempat duduk di sudut bersama Yeti yang tidak mau duduk di atas kursi, melainkan mendeprok di atas lantai. Sejak tadi, Yeti nampak seperti orang yang lemas dan kesal, lebih banyak menunduk seperti orang termenung.
Hidangan pun dikeluarkan oleh para dayang yang muda dan cantik dan berbau harum itu. Dan semua orang semakin kagum karena arak yang dihidangkan adalah arak yang amat baik dan masakan-masakan mengepulkan uap itu pun bukan masakan sembarangan dan terbuat dari bahan dan bumbu yang mahal-mahal! Tentu saja di tempat itu terdapat ruangan es yang dingin dan yang dapat dipakai menyimpan daging atau apa saja sehingga berbulan-bulan dalam keadaan masih segar!
Setelah semua tamu dipersilakan makan minum, semua orang merasa puas kecuali Yeti yang tidak mau makan apa-apa sehingga Hong Bu pun merasa tidak begitu lezat makan sendirian saja, dan dayang-dayang sudah menyingkirkan mangkok piring meninggalkan cawan dan guci arak berikut penganan, tuan rumah lalu bercerita tentang pedang keramat itu. Semua orang mendengarkan dengan asyik karena memang cerita itu agak aneh.
Kakek buyut dari tiga orang saudara Cu itu, yang bernama Cu Hak, mewarisi kepandaian nenek moyangnya dalam hal kesenian memasak dan membentuk logam, pendeknya kepandaian seorang pandai besi yang luar biasa. Akan tetapi, kalau di antara nenek moyangnya itu ahli dalam hal pembuatan benda dari logam emas, ada yang ahli perak, dan ada pula yang ahli ukir-ukir batu atau kayu, Cu Hak ini adalah seorang ahli pembuat pedang yang amat baik.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Cu Hak yang sudah berusia lanjut itu bangun dalam keadaan lemah dan agaknya penyakit jantungnya kumat. Dia mengeluh panjang pendek dan tidak bangkit dari tempat tidurnya. Anak cucunya datang menjaganya, akan tetapi kakek itu tetap gelisah dan akhirnya berkata bahwa malam tadi dia bermimpi melihat seekor naga terbang melayang turun kemudian menghilang ke belakang rumahnya, masuk ke bawah sebuah batu sebesar rumah yang berada di belakang rumah mereka.
"Cari di bawah batu itu.... carilah.... tentu ada apa-apa di situ" pintanya berkali-kali. Karena melihat kakek itu keadaannya payah, maka anak cucunya lalu beramai-ramai mencari. Dengan kekuatan yang disatukan, keluarga yang memang lihai dan berilmu tinggi ini mendorong batu sehingga menggelinding beberapa meter dari tempat semula, lalu digalilah tanah di bawah batu itu. Dan mereka menemukan sebongkah batu yang berwarna hijau kemerahan. Mereka membawa batu itu kepada kakek Cu Hak dan kakek yang sedang sakit itu seketika bangkit dari tidurnya, memegang batu itu dan berseru girang, "Hebat....! Ini adalah logam mulia! Ini adalah logam pusaka keramat. Ah, pantas saja bersemangat naga."
Kakek itu seperti sembuh seketika dan dia pun menyibukkan dirinya di dalam dapur perapian tempat dia membuat pedang itu. Bongkahan batu yang ternyata merupakan logam mulia itu dibakar dan digemblengnya menjadi sebatang pedang yang diberi nama Koai-liong-pokiam. Diberi nama Pedang Naga Siluman karena ternyata "naga" itu ternyata tidak mendatangkan berkah. Semenjak membuat pedang itu, Kakek Cu Hak menderita sakit. Akan tetapi dia memaksa diri menyelesaikan pedang itu, dan kemudian pedang itu selesai dan sempurna, dia pun meninggal dunia setelah meninggalkan pesan tentang rahasia yang terkandung dalam gagang pedang.
"Nah, demikianlah riwayat pedang kami itu." Cu Han Bu melanjutkan. "Akan tetapi, hanya beberapa bulan setelah pedang itu jadi, pedang itu pun lenyap dari sini. Kami tahu siapa yang mengambilnya, akan etapi itu merupakan rahasia keluarga kami dan tidak dapat kami ceritakan kepada siapapun juga. Karena itu kami tak pernah ribut-ribut dan menganggap bahwa pedang itu sudah lenyap begitu saja. Samai kemudian setelah kami bertiga saudara menjadi dewasa, kami mendengar bahwa pedang itu tahu-tahu sudah berada di gudang pusaka istana Kaisar! Setelah mengetahui akan pedang kami itu, Toa-so kami lalu turun tangan, datang ke kota raja dan mengambil kembali pedang pusaka kami itu. Akan tetapi, dia bertemu dengan Yeti dan selanjutnya Cu-wi telah mengetahui. Demikianlah riwayat pedang itu, yang berada di tangan kaisar selama puluhan tahun tanpa kami ketahui dan sekarang pedang pusaka itu telah kembali ke dalam lingkungan keluarga kami. Maka harap Cu-wi maklumi dan tidak menjadi penasaran. Tentu saja untuk jerih payah Cu-wi, kami tidak akan tinggal diam dan kami hendak membekali Cu-wi dengan hadiah sekadarnya."
"Nanti dulu....!" Tiba-tiba Si Ulat Seribu, wanita muda bermuka mengerikan itu berkata dan dia sudah bangkit dari kursinya. Mukanya yang bopeng dan pletat-pletot itu kelihatan merah, tanda bahwa arak tua telah mulai mempengaruhinya. Semua orang memandang kepadanya dan pihak tuan rumah juga memandangnya dengan penuh perhatian.
"Kami berterima kasih kepada keluarga Cu yang telah menerima kami sebagai tamu. Akan tetapi kami, terutama aku sendiri, bukanlah sebangsa pengemis yang datang untuk minta-minta sedekah!" Dia melirik ke arah Sai-cu Kai-ong yang tadi telah merugikannya. Kemudian, melihat betapa kakek ini tidak mempedulikannya, dia melanjutkan. "Akan tetapi kami adalah orang-orang gagah yang terus terang saja tertarik untuk memperebutkan pedang pusaka yang dicuri dari istana kaisar. Kini ternyata pedang itu adalah milik keluarga Cu di sini. Biarpun kami melihat buktinya, namun tentu saja sebagai orang-orang yang biasa memandang kepada kegagahan, kami merasa ragu-ragu apakah pedang pusaka itu patut dimiliki oleh keluarga Cu. Oleh karena itu, ingin sekali aku melihat apakah sudah selayaknya dan sepantasnya keluarga Cu menjadi majikan pedang itu." Setelah berkata demikian, tanpa nampak dia bergerak, tahu-tahu tubuhnya sudah melayang ke tengah ruangan itu. Memang Si Ulat Seribu ini adalah seorang ahli gin-kang yang luar biasa. Tubuhnya dapat bergerak sedemikian ringannya seolah-olah dia pandai terbang saja!
Bagi para tokoh yang hadir, ucapan itu sudah cukup jelas. Wanita bermuka aneh mengerikan ini jelas menantang pihak tuan rumah itu untuk mengadu ilmu! Memang ada semacam "penyakit" yang hinggap di dalam batin hampir semua tokoh kang-ouw, yaitu mereka ini haus sekali akan ilmu silat dan adu kepandaian. Mereka belum merasa puas kalau belum menguji ilmu orang lain yang terkenal pandai, bahkan untuk kesenangan mengadu ilmu ini mereka tidak akan menyesal andaikata harus kehilangan nyawa dalam pi-bu (adu kepandaian silat) itu!
Sebelum Cu Han Bu menjawab, terdengar suara tertawa merdu dan Tang Cun Ciu, wanita yang cantik dan berpakaian mewah berlagak genit itu, yang disebut toanio oleh pihak tuan rumah, telah bangkit dari duduknya.
"Hi-hi-hik, Si Ulat Seribu boleh berlagak di luar tempat ini, akan tetapi di sini tidak akan laku lagakmu. Akulah yang mencuri pedang dan kalau ada yang tidak terima dan meragukan kemampuan kami, boleh menguji kepandaiannya dengan aku. Toa-cek (Paman Terbesar), biarkan aku menandingi Si Ulat Seribu!" kata-kata terakhir ini ditujukan kepada Cu Han Bu. Wanita ini adalah isteri dari kakak angkat Cu Han Bu, maka dia memanggil Han Bu dengan sebutan toa-cek, kemudian kepada Seng Bu dia menyebut ji-cek (paman ke dua) dan kepada Kang Bu menyebut sam-cek (paman ke tiga), yaitu sebutan lajim dari seorang kakak ipar untuk menyebut adik-adik suaminya, yang menyebutnya untuk anaknya, sungguhpun Tang Cun Ciu ini tidak mempunyai anak dalam pernikahannya dengan mendiang suaminya, yaitu Cu San Bu, anak angkat dari ayah keluarga Cu itu.
Si Ulat Seribu sudah menghadapi Tang Cun Ciu dan memandang tajam sekali.
Dia tahu bahwa orang yang mampu mencuri pedang dari dalam gedung pusaka istana tanpa diketahui orang, tentu memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Akan tetapi anehnya, dia belum pernah mendengar nama wanita ini atau bertemu padanya, padahal hampir semua nama orang-orang kang-ouw yang terkenal telah dikenalnya.
"Orang menamakan aku Si Ulat Seribu, dan aku tidak pernah melakukan pi-bu (adu ilmu silat) dengan orang yang tidak kukenal namanya." kata Si Ulat Seribu dengan sikapnya yang keren.
Tang Cun Ciu tertawa dan semua orang harus mengakui bahwa di samping gesit, wanita ini memang cantik dan mempunyai daya tarik atau daya pikat yang amat kuat. Apalagi kalau tertawa nampak deretan giginya yang seperti mutiara, biarpun usianya sudah tiga puluh tahun akan tetapi dia nampak masih seorang gadis remaja saja!
"Hi-hi-hik, Ulat Seribu! Sungguh julukan yang menjijikkan. Aku Tang Cun Ciu memang tidak suka memamerkan nama di dunia kang-ouw, akan tetapi orangorang menyebutku dahulu Cui-beng Sian-li. Nah, kalau engkau ada kepandaian, majulah."
Diam-diam Si Ulat Seribu terkejut. Ternyata dia pernah mendengar nama Cui-beng Sian-li (Dewi Pengejar Arwah)! Akan tetapi sudah lama sekali, sedikitnya sepuluh tahun yang lalu, di perbatasan Sin-kiang muncul nama ini yang amat menggemparkan, lalu nama itu lenyap bersama orangnya. Kiranya orangnya telah berada di Lembah Suling Emas!
"Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu! Bagus, ternyata aku melakukan pi-bu dengan orang yang telah bernama besar dan memiliki kepandaian yang pantas untuk bertanding melawanku. Nah, mari kita mencoba ilmu silat masing-masing! Awas serangan!" Baru saja ucapan itu berhenti, orangnya sudah mencelat ke depan dan mengirim serangan dengan kecepatan yang mengejutkan sekali.
Akan tetapi, hanya terdengar Tang Cun Ciu tertawa merdu dan tubuh wanita cantik ini pun sudah mencelat dan lenyap, tahu-tahu dia sudah berada di tempat tinggi dan kini tubuhnya melayang turun dan melakukan serangan balasan dengan tendangan dahsyat!
"Bagus....!" Si Ulat Seribu memuji dan selain terkejut juga gembira sekali karena ternyata lawannya ini pun merupakan seorang ahli gin-kang yang hebat. Dia cepat mengelak dan kini kedua orang wanita yang wajahnya sungguh amat berlawanan itu, yang seorang amat buruk dan yang seorang lagi amat cantik, mulai serang-menyerang dengan gerakan-gerakan yang cepat sekali. Bukan hanya cepat, akan tetapi juga dari setiap serangan mereka itu menyambar hawa pukulan yang kadang-kadang mengeluarkan suara bercuitan saking kuatnya!
Berbeda dengan tadi ketika berkelahi untuk memperebutkan pedang pusaka, Si Ulat Seribu tidak menggunakan ulat-ulatnya. Dia tahu bahwa dia berada di tempat musuh, di tempat berbahaya dan bahwa pertandingan ini hanya merupakan adu ilmu silat belaka, untuk menguji siapa yang lebih pandai. Maka dia hanya mengandalkan ilmu silatnya yang aneh dan gin-kangnya yang tinggi. Ilmu silat dari wanita bermuka buruk ini memang luar biasa sekali. Tubuhnya melejit-lejit ke atas dengan tubuh melengkung-lengkung, seperti loncatan semacam ulat. Dan gerakannya amat gersitnya sehingga beberapa kali Tang Cun Ciu sendiri sampai terkejut.
Akan tetapi, ternyata bahwa tingkat kepandaian silat Dewi Pengejar Arwah ini masih lebih unggul, dan dasar ilmu silatnya lebih aseli dan lebih tinggi. Bahkan dalam gerakan yang mengandalkan gin-kang yang lihai, ternyata Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu juga lebih tinggi dan matang. Si Ulat Seribu hanya menang aneh saja, namun intinya kalah kuat.
Itulah sebabnya maka setelah lewat lima puluh jurus, Si Ulat Seribu mulai terdesak hebat dan tidak mampu balas menyerang lagi karena dia sibuk harus menghindarkan diri dari serangan yang amat cepat, bertubi-tubi dan teratur baik, kuat dan indah. Dan akhirnya, Cui-beng Sian-li mengeluarkan lengking panjang yang menggetarkan jantung, tubuhnya mencelat ke atas menukik turun dan seperti garuda menyambar ular dia menyerang dari atas. Si Ulat Seribu berusaha menghindar, namun dia kalah cepat dan pundaknya kena didorong oleh Cui-beng Sian-li. Tidak dapat dihindarkan lagi, Si Ulat Seribu terpelanting roboh bergulingan. Lawannya meloncat dan hendak menyusulkan tamparan berikutnya, akan tetapi terdengar bentakan Cu Han Bu, "Cukup, Toa-so!"
Aneh sekali, biarpun dia amat dihormat dan disebut kakak ipar, wanita itu agaknya taat kepada adik mendiang suaminya ini, karena dia pun menahan serangannya dan berdiri dan memandang kepada Si Ulat Seribu dengan senyum mengejek. Si Ulat Seribu maklumbahwa kalau tadi pihak tuan rumah tidak menahan dan dia diserang lagi, tentu dia akan celaka, maka dia melangkah mundur dan duduk kembali di atas kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Wajahnya yang buruk itu nampak semakin buruk.
"Siapa lagi di antara para tamu yang masih meragukan kepandaian kami" Boleh maju!" Karena kemenangannya, Cui-beng Sian-li menantang.
Para tamu itu terdiri dari orang-orang pandai, Sai-cu Kai-ong Yo Kong Tek melihat benar betapa lihainya wanita itu, memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi sehingga dia sendiri pun tidak berani sembrono untuk maju dalam pi-bu dan mencari penyakit seperti Si Ulat Seribu tadi. Akan tetapi di antara mereka terdapat Im-kang Ngo-ok, lima orang datuk kaum sesat yang merasa bahwa merekalah yang merupakan orangorang paling pandai di dunia persilatan.
Lima orang kakek sakti ini sudah saling pandang. Tentu saja diam-diam mereka pun merasa tidak puas bahwa perjalanan susah payah mereka untuk merebut pedang pusaka itu berakhir seperti ini, hanya menjadi tamu di Lembah Suling Emas dan melihat pedang pusaka yang diinginkan itu kembali kepada pemiliknya. Tentu saja diam-diam mereka mencari akal untuk dapat merampas pedang itu, bahkan begitu mereka tahu bahwa tempat itu adalah Lembah Suling Emas yang tentu menyimpan banyak macam pusaka, diam-diam mereka merasa girang dan timbul keinginan mereka untuk dapat merampas pusaka-pusaka yang berada di tempat tersembunyi itu. Akan tetapi mereka pun bukan orang-orang bodoh yang sembrono. Mereka maklum bahwa mereka berada di tempat berbahaya, tempat yang hanya mempunyai hubungan dengan dunia melalui jembatan terbang itu, dan bahwa pihak tuan rumah terdiri dari orang-orang yang lihai, maka semenjak mereka datang, mereka belum melihat cara yang baik untuk dapat memetik keuntungan dari kunjungan ini. Ketika melihat Si Ulat Seribu beraksi, diam-diam mereka menjadi girang. Mungkin inilah kesempatan itu, ialah dengan cara berpibu! Dalam pi-bu itu, kalau mereka berlima dapat mengalahkan pihak tuan rumah, bukankah mereka memperoleh kekuasaan" Dan menguji kepandaian pihak tuan rumah melalui pi-bu adalah cara yang halus dan tidak kentara!
Betapapun juga, kegirangan mereka itu dikejutkan dan disapu pergi ketika mereka menyaksikan sepak terjang wanita cantik yang berjuluk Cui-beng Sian-li itu. Wanita itu saja sudah demikian lihainya! Dari gerakan Cui-beng Sian-li, ketika melayani Si Ulat Seribu, Im-kan Ngo-ok maklum bahwa tingkat kepandaian wanita itu saja sudah mengimbangi tingkat Su-ok atau Ngo-ok! Ini berarti bahwa yang agaknya dapat dipastikan untuk dapat menghadapi Cui-beng Sian-li hanya Sam-ok, Ji-ok atau Toa-ok sendiri. Dan di pihak tuan rumah masih ada tiga orang saudara Cu itu yang mereka belum dapat mengukur sampai di mana kelihaian mereka.
Sam-ok Ban-Hwa Seng-jin adalah seorang yang cerdik, paling cerdik di antara kelima Im-kan Ngo-ok. Karena kecerdikannya itulah maka dia pernah diangkat menjadi Kok-su dari Negara Nepal. Dan di antara lima orang Im-kan Ngo-ok itu, dialah yang dianggap sebagai pengatur siasat, bahkan Toa-ok sendiri mengakui kecerdikan adik ke tiga ini. Maka kini empat pasang mata itu pun memandang kepada Sam-ok seolah-olah mereka menyerahkan tindakan selanjutnya kepada Si Jahat Nomor tiga ini untuk mengaturnya.
Sam-ok lalu bangkit dan sambil tersenyum dia menjura dan memuji. "Hebat.... hebat sekali. Sudah lama kami mendengar kebesaran nama majikan Lembah Suling Emas dan ternyata nama besar itu bukan kosong belaka. Si Ulat Seribu sungguh tak tahu diri sehingga membentur batu karang! Karena kami Im-kang Ngo-ok amat kagum sekali. Dan kami percaya bahwa tidak ada seorang pun di antara para tamu yang akan berani menganggap pihak tuan rumah kurang patut memiliki pedang pusaka itu."
Cui-beng Sian-li yang masih berdiri itu tersenyum. Dia paling tidak suka mendengar orang bicara bertele-tele dan berputar-putar, maka dia lalu tertawa dan berkata dengan suara mengejek. "Kalau Im-kan Ngo-ok hendak menguji kepandaian kami pun boleh saja! Perlu apa banyak bicara nmemuji-muji kosong" Kami tidak butuh pujian."
Tiba-tiba terdengar suara tertawa merdu dan nyaring, disusul suara melengking tinggi. "Cui-beng Sian-li bicara besar! Apa dikiranya Im-kan Ngo-ok terdiri dari bocah-bocah penakut" Biar aku mencobanya, Sam-te!" Dan Ji-ok Kui Bin Nio-nio sudah berada di depan Cui-beng Sian-li.
Sungguh mereka merupakan dua orang wanita yang amat berlawanan. Yang seorang bertubuh ramping dan berwajah cantik, yang ke dua juga bertubuh ramping seperti tubuh wanita muda, akan tetapi karena mukanya ditutup topeng tengkorak, maka amat menyeramkan, bahkan lebih menakutkan daripada wajah Si Ulat Seribu yang buruk itu. Dari balik topeng tengkorak itu mengintai sepasang mata yang mengeluarkan sinar mencorong dan liar seperti mata setan, dan rambut di kepala itu telah putih semua. Melihat Ji-ok telah maju, Sam-ok tersenyum dan mengundurkan diri. Dia sendiri merasa bahwa dia akan dapat menundukkan wanita cantik itu, akan tetapi karena Ji-ok juga wanita dan lebih tepat untuk menguji lawannya yang juga perempuan, maka dia mengalah dan mengundurkan diri tanpa berkata apa pun.
Suara Ji-ok yang melengking nyaring itu membayangkan adanya khi-kang dan sin-kang yang amat kuat, maka Cu Han Bu memberi isarat dengan pandang matanya kepada Cu Kang Bu. Pria tinggi besar dan gagah perkasa yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun, lalu bangkit berdiri dan segera ia menghampiri Cui-beng Sian-li yang agaknya sudah bersiap untuk menandingi Ji-ok.
"Harap Toa-so yang sudah capek melayani lawan suka mengaso, biar aku yang menghadapi Ji-ok."
Melihat munculnya adik iparnya ini, Cui-beng Sian-li mengangguk dan dia kembali ke tempat duduknya, lalu menyambar cawan araknya, mengisinya dengan arak dari guci dan meminumnya. Sementara itu, pemuda yang tinggi besar dan gagah perkasa itu kini sudah menghadapi Ji-ok. Suaranya lantang dan kasar ketika dia berkata dengan sikap gagah.
"Aku Ban-kin-sian Cu Kang Bu sudah lama mendengar nama Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang tersohor kejam, jahat dan lihai! Maka sekarang memperoleh kesempatan untuk bertanding, sungguh aku merasa girang!"
Semua orang terkejut. Betapa besar bedanya sikap Cu Han Bu dan adiknya yang bernama Cu Kang Bu ini. Orang ini memiliki watak yang sama dengan bentuk tubuhnya yang tinggi besar dan gagah. Wataknya kasar, jujur dan tidak menyimpan rahasia dalam hatinya. Maka begitu bertemu, dia dengan jujur dan dengan suara yang tidak mengandung ejekan melainkan sewajarnya telah mengatakan Ji-ok kejam dan jahat! Dan julukannya adalah Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati) yang juga merupakan julukan yang terang-terangan, tanda bahwa dia memiliki tenaga yang besar.
Seperti semua tokoh di Lembah Suling Emas itu, nama Cu Kang Bu juga tidak terkenal sama sekali, bahkan kalah terkenal dibandingkan dengan Cui-beng Sian-li yang menjadi toa-sonya itu. Oleh karena itu, Ji-ok belum pernah mendengarnya dan tentu saja orang nomor dua dari Im-kan Ngo-ok ini memandang rendah.
Akan tetapi watak Im-kan Ngo-ok memang aneh. Mereka sudah menggunakan julukan Ngo-ok (Lima Jahat) dan ini bukan nama kosong belaka. Kejahatan bagi mereka ini bukan merupakan suatu hal buruk yang patut membuat mereka malu, sebaliknya malah, mereka itu seperti mengagungkan kejahatan dan malah merasa bangga kalau disebut jahat dan kejam! Oleh karena itu, ketika Cu Kang Bu secara jujur menyebutnya kejam dan jahat, Ji-ok tersenyum di balik kedoknya dan sepasang mata di balik kedok itu berseri-seri!
"Ha-ha-hi-hik, bagus sekali! Aku girang sekali mendengar bahwa namaku sampai dikenal di tempat yang tersembunyi ini. Ban-kin-sian Cu Kang Bu, engkau hendak mewakili pihak tuan rumah menguji kepandaianku" Bagaimana kalau sampai engkau terluka parah atau mati" Ketahuilah, Ji-ok sekali turun tangan tentu ada yang mati!"
Cu Kang Bu tertawa dan wajahnya nampak tampan kalau dia tertawa. "Ha-ha-ha, bicaramu lucu, Ji-ok! Pibu, kalah, menang, luka dan mati adalah hal-hal yang merupakan rangkaian tak terpisahkan. Sudah berani pi-bu tentu berani kalah, luka atau mati. Akan tetapi ingat, hal itu berlaku untuk kedua pihak. Bukan hanya aku yang mungkin luka atau mati, akan tetapi engkau juga."
"Hi-hik, bagus! Kalau begitu bersiaplah engkau untuk mati, orang she Cu!" Baru saja dia berkata demikian, tahutahu Ji-ok sudah menubruk maju, kedua tangannya membentuk cakar-cakar setan dan gerakannya cepat bukan main, tahu-tahu tangan kiri mencengkeram ke arah kedua mata lawan sedangkan tangan kanan mencengkeram ke arah kemaluan! Bukan main bahayanya serangan ini, semacam serangan yang amat curang dan kotor, yang tidak akan dilakukan oleh ahli silat tinggi.
"Duk! Desss!"
Serangar, maut itu sama sekali tidak dielakkan oleh Cu Kang Bu, melainkan ditangkis dengan kekerasan! Kedua lengannya yang kuat itu menangkis dengan pengerahan tenaga dan adu lengan itu membuat Ji-ok meringis di balik kedoknya karena kedua lengannya yang kecil itu seolah-olah bertemu dengan dua batang baja besar yang amat kuat!
Ji-ok bukan seorang ahli silat sembarangan. Tangkisan yang amat kuat itu biarpun membuat kulitnya terasa nyeri, akan tetapi tidak sampai melukai lengannya dan dia yakin akan kekuatan lawan yang berjuluk Dewa Bertenaga Selaksa Kati itu, maka dia pun mengandalkan kecepatan gerakannya dan mulailah dia menghujani lawan dengan serangan-serangannya. Setiap serangan merupakan serangan maut yang mengerikan, dan sekali saja tangan Ji-ok mengenai sasaran, akan celakalah lawannya. Pihak tuan rumah memandang dengan alis berkerut, maklum betapa kejinya serangan-serangan yang dilakukan oleh Ji-ok itu. Sama sekali tidak pantas dinamakan pi-bu atau mengadu ilmu silat untuk mengukur kepandaian masing-masing, lebih patut dinamakan serangan-serangan yang mengarah nyawa lawan!
Akan tetapi, betapa terkejut hati Ji-ok ketika dia melihat bahwa semua serangannya itu, betapa cepat dan kuatnya karena dia mengerahkan segenap tenaganya, tidak ada satu pun yang mampu membobolkan pertahanan orang muda itu! Cu Kang Bu bergerak dengan tenang sekali, mantap dan tubuhnya seolah-olah dilindungi oleh benteng baja yang tercipta dari gerakan tubuhnya, setiap serangan dapat ditangkisnya dengan amat mudah dan sekali-kali dia membalas dengan tamparan atau dorongan tangan yang mengandung kekuatan dahsyat!
Ji-ok bukan seorang bodoh. Setelah melakukan penyerangan hampir lima puluh jurus lamanya, dia sudah tahu bahwa tingkat kepandaian lawan itu ternyata luar biasa tingginya dan sukarlah baginya untuk mencapai kemenangan! Maka dia pun lalu mengeluarkan suara melengking nyaring dan dia sudah mempergunakan ilmunya yang terbaru, ilmu dahsyat sekali yang merupakan andalannya, yaitu Kiam-ci (Jari Pedang)! Jari telunjuknya bergerak dan hawa yang seperti kilat cepatnya, amat dingin dan tajamnya seperti pedang pusaka, menyambar ke arah dada Cu Kang Bu! Hawa pukulan jari mujijat ini mengeluarkan suara bercuitan amat mengerikan.
Cu Kang Bu maklum akan hebatnya pukulan itu, dia mengenal ilmu mujijat. Cepat dia menangkis dengan dorongan telapak tangannya dari samping dan memutar lengan.
"Brett....!" Tetap saja lengan bajunya dekat pangkal lengan terobek oleh hawa pukulan dari Kiam-ci! Karena dia tidak menyangka, maka kulit pangkal lengannya ikut terobek dan mengeluarkan sedikit darah, seperti bekas dicakar kucing!
"Hi-hi-hik!" Ji-ok tertawa mengejek di balik kedoknya, akan tetapi suaranya tertawa itu segera terhenti karena Cu Kang Bu kini sudah menyerangnya dengan hebat, kedua lengan yang besar kuat itu bergerak-gerak bergantian ke depan, kedua kakinya juga menggeser maju. Dari kedua telapak tangan itu menyambar hawa pukulan dahsyat sekali ke arah lawan! Ji-ok tidak berani menghadapi dengan kekerasan, maklum akan kekuatan lawan, maka dia sibuk menghindarkan diri dan mengelak ke sana-sini, terus didesak oleh lawan.
Ji-ok menjadi marah sekali. Dia harus menang, demikian pikirnya. Di depan begitu banyak orang kang-ouw, akan rusaklah nama besarnya kalau sampai dia kalah oleh seorang lawan yang sama sekali tidak memiliki nama besar di dunia persilatan, walaupun sungguh harus diakui bahwa tingkat kepandaian lawannya ini benar-benar amat tinggi. Dia mengeluarkan bentakan yang menggetarkan seluruh tempat itu dan tiba-tiba, dalam keadaan terdesak itu dia mengirim serangan balasan, kedua jari telunjuknya mencuat ke depan seperti sepasang pedang dan ada hawa pukulan yang amat dingin menyambar dahsyat ke arah lawan!
Diam-diam Cu Kang Bu terkejut. Serangan ini adalah serangan mengadu nyawa, karena wanita berkedok tengkorak itu menyerangnya dengan sepenuh tenaga tanpa mempedulikan penjagaan diri lagi, pendeknya ingin membunuh lawan dengan taruhan nyawa sendiri! Tentu saja dia tidak sudi untuk mengorbankan nyawa dan mati bersama lawan yang amat keji dan jahat ini. Dia pun mengeluarkan seruan panjang dan kedua tangannya dibuka menyambut terjangan ganas itu.
"Bresss....!"
Dua tenaga sakti bertemu amat hebatnya dan akibatnya, tubuh Ji-ok terpelanting dan terbanting ke belakang sampai bergulingan! Tubuh Cu Kang Bu tetap berdiri, akan tetapi kedua lengannya berdarah karena kulitnya tergores seperti tergores pedang. Dia menderita luka tergores kulitnya dan mengeluarkan darah sedangkan Ji-ok terbanting keras, maka dalam adu tenaga ini pihak tuan rumah yang menang, sungguhpun mengenai ilmu pukulan, sungguh Ji-ok memiliki Kiam-ci yang amat ganas dan dahsyat!
Ji-ok sudah meloncat bangun kembali, dan sebelum dia sempat menyerang lagi, tiba-tiba terdengar gerengan keras, nampak bayangan besar berkelebat dan tahu-tahu Yeti, mahluk raksasa itu telah berdiri di depannya dengan sikap beringas dan mengancam! Yeti mengembangkan kedua lengannya yang panjang dan besar, menggereng dan memukul-mukul dada dengan tangan kiri seolah-olah menantang lawan, dan kemudian tangan kanannya menunjuk-nunjuk keluar sambil menggereng. Jelas sekali gerakannya ini, yaitu dia menantang Ji-ok kalau mau berkelahi, dan mengusir semua orang agar pergi meninggalkan tempat it
Duel 2 Jago Pedang 2 Golok Halilintar Karya Khu Lung Duri Bunga Ju 2

Cari Blog Ini