Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan Bagian 7
Kedua sejoli itu terlena dalam kebahagian yang selama ini hilang dalam hati mereka. Li Fong juga terlihat sangat berbahagia, sehingga mukanya tampak
berseri-seri seperti matahari pagi yang hidup dan segar. Kini dia mengerti
mengapa Puteri Namita mengajak Yang Jing meninggalkannya. Diam-diam ia
kagum dengan Puteri Harum itu.
"Namita, terima kasih, engkau sungguh sangat baik. Kepandaianmu soal
pengobatan tidak kalah dengan shifumu. Hatimu juga mulia, penuh pengertian, aku tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan oleh Hu Koko sesaat setelah
ia sadar di depan banyak orang. Kiniaku dan Hu Koko bisa menyelesaikan dan
membeberkan perasaan kami tanpa adanya orang lain. Hmm... betapa
dewasanya kau Namita."
Cinta oh cinta, sangat sulit untuk dipahami, namun bisa dirasakan dan dinikmati.
Cinta dapat menghidupkan jiwa-jiwa yang sudah kering dan hampir mati,
menyegarkan kelopak mata yang terkatup menanti maut. Cinta dapat
menciptakan keindahan menjadi lebih indah lagi, kebosanan dilenyapkan, hawa nafsu ditenggelamkan, yang ada tinggal: ketulusan, keberanian, dan merasa
dirinya lebih berarti.
"Fong mei " kita perlu segera pergi ke dekat Kanal Besar karena keslamatan
kaisar Yong Le berada keadaan yang berbahaya sekali. Datuk-datuk sesat yang dibantu oleh tokoh-tokoh persilatan anti Yongle sedang menyusun kekuatan
besar dibawah pimpin dua orang tokoh rahasia yang berilmu tinggi, Bupun
Ongya." "Aku siap pergi koko, Jing Di, Panglima muda Gan Bu Tong, dan beberapa
pendekar sepertinya juga sedang menuju ke arah yang sama. Ayolah koko, kita berangkat.!"
Beberapa saat kemudian, tampak dua bayangan berkelebat menuju ke arah
Baratdaya Kanal Besar. Dua pasang pendekar yang apabila menggabungkan
ilmu-ilmunya akan menjadi sepasang pendekar yang luar-biasa saktinya.
BAB 22: SHAKYA YESHE MUNCUL DI TIONGGOAN
Da Yunhe (Kanal Besar) dibangun membujur dari kota raja Peking terus
menjorok ke kota Hangzhou sehingga terkenal dengan panggilan Jing Hang Da
Yunhe. Terusan ini melewati kota-kota seperti Peking dan Tianjin, juga
menembus ke propinsi Hebei, Shandong, Jiangshu, dan Zhejiang dengan
panjang lebih dari 1115 mil atau 1794 km. Dapat dikatakan Kanal Besar ini
sebagai pemadu sungai Yangtze, Huang He, Huai he, dan Qiantang. Hampir
semua sungai di Tionggoan mengalir dari Barat menuju ke TImur, maka Da
Yunhe mengalir dari Utara ke Selatan.
Perahu kecil itu melaju santai walaupun berlawanan dengan aliran arus Kanal Besar yang mengalir dari utara ke selatan. Seorang dara muda yang berkulit
putih bersih dengan wajah seperti bulan, berada seorang diri dalam perahu itu.
Seraut muka yang berseri-seri menantang cahaya matahari pagi. Dengan
matanya yang cenderung kocak, membuat suasana pagi di propinsi Tianjin
semakin lengkap dan hidup. Rambutnya yang hitam lebat itu dibiarkan begitu
saja, sehingga tampak kecantikannya yang asli. Sebuah suling berwarna merah darah berada dalam genggamannya.
Perahu-perahu yang berlalu-lalang turut menghias suasana pagi di kota yang
mulai ramai itu. Paling sedikit sudah terlihat limabelas perahu berlalu-lalang dan masing-masing perahu rata-rata berpenumpang lebih dari tiga orang. Gadis
rupawan yang tidak lain adalah Coa Lie Sian itu menjadi makin gembira melihat munculnya perahu besar-kecil dengan berbagai macam model dan warna.
Dalam waktu sekejab, Kanal Besar di kota Tianjin menjadi makin ramai saja.
Suara dayung yang timbul-tenggelam dalam air seolah seperti musik alam yang luar-biasa indah. Kegembiraan pagi itu begitu cepat menular di hati Lie Sian, segera ia menempelkan Hongchi (suling merah) pada bibirnya yang indah,
merah, dan selalu basah itu. Ia memainkan lagu kesukaannya, Chi Re Jiang
Shan Li (Hembusan angin musim semi membawa aroma harum bunga-bunga
dan rumput), kemudian dilanjutkan dengan lagu kedua Jin Chun kan you guo
(Menatap musim semi yang berlalu pergi). Suara sulingnya yang ditiup
berdasarkan ilmu Hongchi Chuangdi (suling merah membelah bumi) bukan main
indah dan merdunya mengundang suasana semakin hidup dan menyatu dengan
alam. Tidak terasa hampir semua perahu menghentikan dayungnya untuk
sekedar menikmati suara suling yang luar-biasa indah itu. Banyak pasang mata tidak berkedip menatap wajah cantik yang meniup suling sambil mengangguk-anggukan kepala seperti bebek di musim semi.
Begitu lagu Jin Chun kan you guo (Menatap musim semi yang berlalu pergi)
selesai dimainkan, entah siapa yang memberi aba-aba, tiba-tiba semua orang
berdiri di perahu masing-masing dan memberi Lie Sian tepuk-tangan yang
meriah. Seorang pemuda bercaping lebar yang sedang menumpang perahu
nelayan tua juga bertepuk tangan sambil melantunkan lagi tentang dinasti Song.
Qing qing yuan zhong kui (bunga matahari di padang yang paling murni
hijaunya) Zhao lu dai ri xi (Embun pagi menunggu matahari mengeringkannya)
Yang chun bu de ze (hangatnya musim semi menggelar citarasa)
Wan wu sheng guang hui (sepuluhribu hal yang menghasilkan cahaya
kemuliaan) Chang kong qiu jiezhi (kerap kali kutakut musim dingin segera datang)
Kun huang hua ye shuai (bunga dan daun-daun menguning, layu, dan
berguguran) Bai chuan dong dao hai (ratusan sungai mengalir ke Timur menuju ke laut) He shi fu xi gui (Kapankah mereka mengalir balik ke Barat")
Shao zhuang bu nuli (Pada saat masih muda dan perkasa janganlah hidup
terlalu susah) Lao da tu shang bei (di masa tua mereka akan menderita)
Lie Sian menengok pemuda bercaping lebar yang bernyanyi seenaknya.
Wajahnya tidak terlalu jelas terlihat karena mata gadis ini menatap ke arah yang berlawanan dengan sinar matahari terbit. Ia kagum mendengar syair yang
dilagukan oleh pemuda itu, menimbulkan kesan pentingnya berhikmat dalam
mengarungi hidup. Walaupun ia tidak bisa melihat jelas wajah pemuda itu, tetapi dari penampakannya, Lie Sian tahu ia mengenakan baju putih sederhana. Ia
duduk di samping nelayan tua sambil membaca sebuah buku.
Lie Sian tidak sempat memperhatikan lagi si pemuda baju putih itu, karena
sedang ia enak-enak mendayung perahunya, secara mendadak sebuah kapal
besar melaju mendekati perahunya. Paling sedikit sekitar empatpuluh orang
dalam kapal itu. Bukan penduduk biasa, karena setiap orang memiliki pedang
dan golok bertengger di punggunnya.
"Hei nona cantik, bagaimana kalau meniup seruling di kapal kami supaya kami yang telah melakukan perjalanan ribuan li terhibur dengan suara sulingmu dan lebih-lebih oleh tubuhmu yang indah dan menjanjikan kehangatan itu " ha"
ha"ha" dara manis"jangan malu-malu."
Lie Sian menatap orang yang berbicara kurang-ajar itu kepadanya. Tidak
dinyana ternyata adalah seorang pendeta Lama berjubah merah dari Tibet.
Wajahnya bengis dan codet melintang dari mata kiri sampai pipi kanan. Sambil tertawa-tawa ia menatap Lie Sian seperti pandangan buaya lapar yang melihat mangsanya.
"Ayolah dara manis, mari kutolong naik ke atas kapal kami!"
Dengan seenaknya Lie Sian berdiri seolah-olah menyambut gembira ajakan
pendeta codet itu. Ia mengulurkan kedua tangannya, dan tentu saja, si pendeta codet itu sangat gembira dan dengan tidak berpikir panjang lagi iapun
mengulurkan tangan untuk menarik tangan Lie Sian. Namun sebelum ia sempat
memegang tangan yang tampak halus dan putih bersih itu, entah apa yang
terjadi sekonyong-konyong tubuhnya melayang dengan cepat dan tidak ayal lagi ia langsung terjun bebas ke dalam sungai.
"Biuuuurr"..!!!"
Air muncrat setinggi empat kaki karena ternyata pendeta codet itu tinggi besar dan lebih gemuk dari ukuran normal. Pemuda bercaping lebar itu sambil
terpingkal-pingkal melihat kejadian itu.
"Ha"ha"ha"kerbau-kerbau gundul berjubah pendeta tetapi berbulut seperti
buaya busuk itu kena batunya sekarang "ha"ha"ha"lucu..lucu"sungguh
lucu"kerbau gundul bukannya rajin sembayang, eh"malah menggoda wanita,
tidak dapat sedekah, tetapi malah ketiban malapetaka " ha"ha"ha"lucu"
lucu!" Bukan kepalang marahnya pendeta codet itu. Dengan tergesah-gesah ia
berenang menuju perahunya dengan maksud melompat naik. Tetapi baru saja ia
memegang tali yang dilepas dari atas, sebutir kacang-tanah tiba-tiba meluncur bagai peluru dan mengenai jidatnya. Karuan ia saja ia melolong-lolong kesakitan karena kacang itu membeset sebagian kulit dikepalanya.
"Aduh " keparat " anjing kudisan".!!"
"Ha"ha"ha"ini betul-betul lucu " sungguh menggelikan " pendeta
seharusnya berkata: amithaba "amithaba"eeh..malah berteriak-teriak dengan
kata-kata busuk" ha"ha"ha"!"
Pemuda bercaping lebar itu tertawa-tawa geli melihat tingkah laku pendeta codet itu. Dan ia juga geli melihat tingkah-laku bengal gadis bersuling merah itu. Entah berapa kali kacang itu mengenahi tubuh si pendeta manakala ia berusaha
memegang tali. Akhirnya ia menjadi lemas dan mulai minum air sungai. Dengan bersusah-payah ia berusaha menjaga dirinya agar tidak tenggelam. Namun
kacang goreng yang diluncurkan oleh gadis itu membuat ia tidak bisa bertahan lagi karena hidung, pipi, telinga, mulut menjadi sasaran empuk secara silih-berganti dan beruntun. Karena sudah tidak bisa bertahan lagi, akhirnya menjerit sekuatnya untuk meminta pertolongan.
"Toloooooooooooog" !!"
"Manusia darimana yang berani menganggu para pendeta Lama dari Tibet,
apakah ia memiliki nyawa rangkap!"
Sesosok bayangan melayang cepat dari atas perahu, dan dalam waktu sekejab
telah membawa pendeta codet itu keluar dari dalam air.
"Gulang Sheng, apa yang terjadi denganmu" Mengapa kau terjun ke sungai, apa yang cari di sana?" Seorang dari empat orang pendeta Lama yang rupanya
menjadi pimpinan rombongan berkata dengan suara yang bengis.
"Bolang Shifu, gadis siluman itu yang menganggu "!" Ia menuding ke arah Lie Sian yang masih duduk di atas perahu seenaknya sambil menggosok-gosok
suling merahnya. Begitu melihat Lie Sian, Holang Lama tertawa terpingkalpingkal. "Ha" ha" ha"pantas-pantas kau tergoda, karena memang seorang gadis
yang kecantikannya sulit dicari bandingnya. Nona, maafkan muridku yang
lancang mulut, sekarang biarlah aku sendiri yang mengundangmu ke kapal dan
menimati arak wangi"marilah!"
"Hmm " pendeta kodok busuk " kau datang membawa anak buah begitu
banyak ke wilayah Tionggoan, apa kau kira aku tidak tahu maksud busuk yang
sembunyi di balik jubah pendetamu"hmm"kau kira orang-orang Han bodoh!"
"Itu gadis siluman yang mengacau Istana Pualam Biru dua tahun yang lalu,
tangkap dan bunuh, karena rencana kita bisa kacau-balau karena ulah gadis gila itu."
Empat pendeta Lama melayang bagai garuda ke arah perahu Lie Sian, namun
begitu menginjak atas perahu, mereka tidak menemukan gadis itu lagi. Holang, Bulang, Sinto, dan Hongsin Lama mengobark-abrik perahu kecil, tetapi yang
dicari seperti raib ditelan air Kanal Besar. Sedang mereka penasaran,
terdengarlah suara suling dari arah daratan. Tidak sampai menunggu terlalu
lama, keempat pendeta Lama itu juga sudah melayang ke arah daratan.
Lie Sian berdiri menanti mereka dibawah sebuah pohon siong sambil tersenyum-senyum menjengkelkan.
"Selamat berjumpa lagi para pendeta budak nafsu, hari ini nonamu ingin
mencukil habis hidungmu yang bentuknya tidak enak dipandang itu, setelah itu harus perlu kutendang keluar dari Tionggoan!"
"Gadis keparat bermulut besar, mampuslah"..!!!"
Sinto Lama segera mencercah Lie Sian dengan siangkiamnya. Serangannya
cepat dan tidak mengenal ampun. Sedangkan dari arah yang berlawanan,
Holang Lama menutup jalan keluar gadis perkasa ini dengan ilmu pedangnya
yang terkenal ganas, Mo leisheng (pedang angin puyuh). Tetapi Lie Sian hari ini sangat berbeda dengan Lie Sian dua tahun lalu. Kini ia muncul menjadi seorang gadis gemblengan dengan segala macam ilmu dasyat tingkat tinggi yang sulit
dilawan pada jaman itu.
"Dengan ilmu picisan yang tidak ada gunanya ini, kalian berani menyatroni
wilayah Tionggoan, hmm " pendeta-pendeta palsu layak dihajar sampai
mampus!" Dengan menggerakkan suling merahnya menurut Yousing Xing (barisan
bintang), dalam waktu sekejab sepasang pedang di tangan Sinto Lama dan
pedang di tangan Holang Lama terkurung oleh sinar merah dan permainannya
menjadi kacau-balau. Beberapa kali terdengar suara
"Tak"tuk "tak"tuk"!"
Dan setiap kali terdengar suara itu, hidung, pipi, telinga, dan mata kedua
pendeta menjadi sasaran suling sehingga menjadi matang-biru. Betapapun
besar kemarahan mereka, namun tidak secuilpun kesempatan bisa dipakai untuk membalas serangan gadis ini. Melihat keadaan ini, Holang dan Hongsin Lama
turun tangan membantu.
Kini Lie sian harus menghadapi empat pendeta kosen itu sekaligus. Bolang
membagi-bagi serangan dengan ilmu kodok buduk yang beracun, dan, sungguh
lihai dan berbahaya. Sedangkan Hongsin Lama merangsek dengan ilmu
tongkatnya yang menderu-deru seperti menyapu badai. Lie sian berlaku hati-hati.
Tubuhnya bergerak seperti siluman mengejar roh, cepat, tidak membekas, dan
tidak terlihat kelebatnya, inilah Buyingzi (tanpa bayangan) yang sudah mencapai taraf tinggi sekali. Dengan seenaknya ia berkelebat mendahului setiap gerakan yang dilancarkan keempat orang itu. Jangankan menyentuh tubuhnya, melihat
posisi gadis ini saja keempat orang itu sudah tidak mampu lagi.
Yang lebih merepotkan, tangan kiri gadis ini menyambar-nyambar dengan
kekuatan singkang yang berhawa panas membakar sedangkan tangan
kanannya yang bersenjata suling memainkan Hongchi Chuangdi (suling merah
membelah bumi). Mana bisa keempat pendeta Lama itu bertahan melawan Lie
Sian yang sudah demikian mahir memainkan ilmu-ilmunya. HIdung keempat
orang itu sudah berwarna merah kehitaman karena tamparan-tamparan tangan
kiri Lie Sian, sedangkan telinga, mata, pipi semuanya babak belur tidak karu-karuan karena sentilan-sentilan suling merah di tangan kanan gadis itu.
"Plak ". Plak"plak " plak"cus!"
Betapa perih hati keempat pendeta Lama ini karena dipermainkan oleh gadis
yang masih muda belia. Mereka yang bertahun-tahun malang-melintang di Tibet dan sulit menemukan tandingan, hari ini mereka merasa betul-betul menjadi
keledai gundul yang tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi hanya seorang
gadis. Saking penasara, sakit hati, dan marahnya, keempat orang ini menjadi nekad.
"kok " kok"kok"!"
"Hiaaaaaaaaaaaaaaatttttttttttt?"!!!"
Keempat pendeta Lama ini kini menyerang secara berbareng dari pelbagai
jurusan tanpa mempedulikan keslamatan mereka lagi. Pada saat keempat
pendeta ini menyerang, secara bersamaan, tiba-tiba para Lama yang berjumlah lebih dari enampuluh orang ikut menyerbu. Lie Sian tidak mau mengambil resiko, segera iapun mengeluarkan ilmunya.
"Liu Quan Huo Jiu (enam jurus rajawali api) ?"?"?".!!!!"
Tubuhya bergerak pesat laksana rajawali yang mengembangkan sayapnya.
Karena dilepas dengan pengerahan Buyingzi, maka daya seranganya melesat
begitu cepat dan betul-betul seperti siluman menyambar roh. Kedua tangannya berubah merah seperti membara dan menceruat hawa panas yang mendesing-desing. Keempat Lama itu disambut dengan serangan ini dan akibatnya sungguh sangat luar-biasa.
"Buuuuuuuuuuuuuus ?".aduh". augh!!!"
Keempat Lama ini, terutama si kodok buduk, terpental dengan dada hangus dan tewas seketika. Tubuh mereka melayang menghantam puluhan Lama. Namun
gelombang serangan itu tidak patah, mereka terus melaju dengan jumlah besar.
"Biarlah aku turut berpesta mengusir kerbau-kerbau gundul keluar dari
Tionggoan!"
Pemuda bercaping lebar itu tiba-tiba sudah turut terjun di medan pertempuran dan sekaligus menyambut gelombang serangan. Entah ilmu apa yang dipakai,
tahu-tahu, sebelum puluhan orang menyentuh tubuhnya, mereka seperti
dihadang oleh ratusan tangan yang tidak kelihatan, tahu-tahu tubuh mereka
mencelat kemana-mana, sehingga keadaan menjadi kacau balau tidak karukaruan. Ada yang patah kaki, tangan, benjol-benjol, namun tidak ada satupun yang binasa.
Yang sial adalah pendeta Lama yang berhadapan dengan suling merah di
tangan Lie Sian. Setiap sabetan suling, selalu meninggalkan luka parah bahkan tidak sedikit yang binasa. Gadis ini berwatak riang, bengal, dan suka mengoda, tetapi terhadap kejahatan, kharakternya menjadi keras dan tidak mengenal
ampun. Karena tidak kuat menghadapi dua orang itu, para pendeta Lama segera
melarikan diri dan meninggalkan yang luka parah. Sungguh pendeta-pendeta
sesat yang sudah kehilangan jati dirinya sebagai pendeta. Demikian, semakin orang merasa dirinya mengenal apa yang disebut kebenaran dan kesucian,
tetapi tidak hidup di dalam kebenaran dan kesucian itu sendiri, sebenarnya
mereka jauh dari itu bahkan bisa muncul menjadi manusia yang lebih jahat dari mereka yang tidak mengerti, tidak mendalami, ataupun tidak menghayati
kebenaran dan kesucian.
Pemuda bercaping lebar itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat
perilaku para pendeta Lama jubah merah itu. Segera ia menolong yang luka-luka dan menyuruh mereka pergi meninggalkan Tionggoan, baru ia mengubur
mereka yang mati di tangan Lie sian. Ia sempat melihat Lie Sian berkelebat
menuju ke perahu besar milik para Lama itu. Pemuda ini tidak mengambil
perhatian, ia terus menggali lubang dan mengubur semua jenasah dalam satu
lubang. Baru saja ia selesai mengubur, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang dasyat sekali dari arah Kanal Besar.
"Celaka " jangan-jangan ia ".!?"
Dengan sigap pemuda ini melesat bgai bayangan Dewake arah Kanal Besar.
Dapat dibayangkan betapa terkejutnya ia begitu melihat kobaran api yang begitu dasyat membakar perahu besar itu dan di kuti ledakan-ledakn dasyat.
"Ah " aku terlambat, apakah ia turut terbakar di dalam perahu itu?"
Begitu ia hendak bergerak menyelidik ke arah ledakan, telinga dan matanya
yang luar-biasa tajam itu tiba-tiba melihat berkelebatnya sebuah bayangan cepat sekali ke arah utara keluar kota Tianjin. Dan sedetik kemudian, ia melihat
bayangan seorang gadis mengejar di belakang.
"Ah " itu dia, syukurlah " ternyata ia selamat. Siapakah yang dia kejar"
Ginkangnya tidak berada dibawah Buyingzi milik Lie Sian. Dan kelihatannya
ilmunya sudah mencapai taraf yang luar-biasa tingginya. Aku harus mengejar."
Orang yang dikejar itu memakai sorban berwarna merah, kepalanya gundul, dan tubuhnya kurus. Ia bergerak luar-biasa cepatnya. Lie Sian tidak bisa merubah jarak ketika ia mengejar.
"Siapakah orang ini" Ginkangnya tidak berada dibawah Buyingzi, dan hawa
saktinya sangat dasyat. Sepertinya ia orang sakti yang tidak mau diketahui jati-dirinya" hmm " berbahaya sekali. Dan siapakah pemuda bercaping lebar itu.
Ilmunya juga tinggi sekali."
Baru saja ia berpikir demikian, tiba-tiba ia melihat pemuda bercaping itu melesat dengan kecepatan yang sukar diukur ke arah bayangan yang sedang dikejarnya.
"Ah" gingkang macam itu " iih..betul-betul seperti bayangan dewa. Apakah ini yang oleh kakek angkatku disebut ilmu bayangan Dewa" Sebuah gingkang yang
hanya dapat dikuasahi oleh orang yang ilmu silatnya sudah mencapai tingkat
yang sukar diukur lagi. Siapakah pemuda itu?"
Tidak beberapa lama, Lie Sian melihat pemuda bercaping lebar itu berdiri
berhadapan dengan seorang pendeta Lama yang sorot matanya tajam, menusuk
seperti mata siluman. Sepertinya pendeta itu sedang marah.
"Hm " ternyata di Tionggoan masih ada orang yang memiliki ilmu lumayan
juga." Katanya. Dan suaranya mengandung kekuatan sihir yang luar-biasa
kuatnya. "Shakya Yeshe, pendeta yang dianggap sangat suci di Tibet, menyusahkan diri datang ke Tionggoan dengan membawa pengikut dalam jumlah besar, apakah
maksudnya" Apakah pendeta Shakya Yeshe juga sudah tertarik kemuliaan
dunia?" Pemuda bercaping itu bertanya dan suaranya berisi khiekang yang bukan main
kuatnya. Mendengar getaran-getaran khiekang gelap dan terang yang silihberganti itu, ilmu sakti dalam diri Lie Sian secara otomatis bergerak ke seluruh unsur yang bergerak dalam tubuhnya. Matanya mencorong menjadi luar-biasa
tajam dan begitu ia menggerakkan tubuhnya, ia bergerak duakali lebih cepat dari keadaan biasa. Tahu-tahu ia sudah berdiri di arena.
"Pemuda lancang mulut, merangkaklah kemari!!"
Tiba-tiba suara Shakya Yeshe menjadi sangat berpengaruh dan mengandung
kekuatan gaib yang sulit dibantah. Tetapi pemuda bercaping ini tidak bergeming, bahkan masih dalam keadaan sabar dan tersenyum.
"Sungguh patut disayangkan, ternyata pendeta Shakya Yeshe telah bekerja
sama dengan para penjahat dan pembrontak untuk mencelakai kaisar Yongle,
hm " dengan sangat terpaksa, aku tidak bisa mendiamkan " maaf."
Begitu selesai ia berkata "maaf" tiba-tiba tampak sinar berwarna perak
menyelubungi seluruh tubuhnya, dan dalam waktu sekejab, terdapat kerlipan
sinar perak menyorot keluar dari matanya. Pandangannya menjadi sangat
berwibawa sekali.
" Shakya Yeshe, aku tidak bisa merangkak " sebaliknya aku menghendaki
engkau segera meninggalkan wilayah Tionggoan dengan damai sebelum ilmumu
Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membakar dan menghancurkan dirimu sendiri."
"Pemuda lancang dan besar mulut, engkau patut dibinasakan " ini terimalah
".siuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuttttt?"?"?"
"Pendeta sombong, mampuslah!"
Sebelum pemuda itu menyambut serangan Shakya Yeshe, Lie Sian sudah lebih
dulu merangsek ke depan memampaki serangan Shakya Yeshe. Dua ilmu
dasyat tidak dapat dicegah lagi bertemu di udara.
"Blaaaaaaaaang!"
Benturan kedua hawa sakti menimbulkan suara yang menusuk jantung. Lie Sian
terkejut sekali melihat kehebatan tenaga sakti dan ilmu pendeta lama kurus ini.
Sedangkan Shakya Yeshe tidak kalah terkejutnya.
"Wah, Shen Ta Lek Ling Quan (Jurus dewa memukul lonceng) tingkat tinggi
muncul lagi di Tionggoan " tidak kusangka, ilmu ini masih hidup."
Tidak dapat dicegah lagi pertempuran antara dua raksasa ilmu gabungan
sinkang, khiekang, dan ginkang pecah. Dan ini pertama kali terjadi setelah Shen Ta Lek Ling Quan (Jurus dewa memukul lonceng) menghilang dari dunia
persilatan. Lie Sian yang bersilat dengan suling merahnya memainkan Shen Ta Lek Ling Quan dengan begitu sempurna dan dasyat. Sulingnya mengeluarkan
bunyi-bunyian kadang-kadang seperti musik, tetapi kerapkali juga mencuat
seperti pekikan garuda sakti. Sedangkan pendeta sakti ini mengeluarkan
bentakan-bentakan gaib yang disertai khiekang yang membuat semangat
lawannya lumer.
"Dagu dajie ling (Tambur mengikat sukma) ".!"
Lie Sian berseru sambil menggerakkang sulingnya sedemikian rupa. Dari seluruh tubuhnya memancarkan kekuatan khiekang yang bergelombang seperti ingin
mengikat sumber kekuatan sinkang lawannya.
"Cabutlah ilmumu" engkau sudah lupa "engkau lupa " engkau lupa".!"
Sambil menggempur Lie Sian dengan tangan kiri yang mengeluarkan angin
dingin, Shakya Yeshe mengepos semangatnya untuk menundukkan Lie Sian.
Tetapi Lie sian yang sudah memiliki kekuatan Khiekang yang luar-biasa
tingginya tidak terpengaruh sama-sekali. Hal ini membuat Shakya Yeshe
berganti siasat. Mulailah ia menggempur Lie Sian dengan ilmu-ilmu murni yang mengandalkan ginkang dan kedasyatan ilmu itu sendiri. Ia memiliki berbagai
macam ilmu yang rata-rata dasyat dan agak kejam.
Sedangkan Lie Sian terus merangsek dengan ilmu-ilmu gabungan juga yang
betul-betul membuat Shakya Yeshe dibuat tercengang-cengang, karena ilmuilmu yang dimainkan Lie Sian berasal dari angkatan lama yang ia duga sudah
tidak muncul lagi di Tionggoan. Juga ia dibuat terkejut bukan kepalang, ketika Lie sian menggerakan ilmu Hongchi Chuangdi (suling merah membelah bumi)
ciptaan mahaguru Shongka Lang dari Tibet.
Pertempuran ini betul-betul sangat dasyat. Sampai-sampai pemuda bercaping
lebar itu tersenyum-senyum melihat kehebatan Lie Sian dan melihat kekuatan
ilmu-ilmu pendeata Lama itu.
"Lie sian, ilmu-ilmumu sudah maju pesat sekali. Tetapi yang kau lawan adalah mahaguru Shakya Yeshe dari Tibet, orang yang terpandai pada saat ini. Asalkan sinkangmu sudah kuat, engkau tidak akan kalah, tetapi kulihat sinkangmu masih belum bisa menandinginya."
Analisa pemuda bercaping ini benar, lambat tetapi pasti Lie Sian mulai terdesak.
Bukan ilmunya yang kalah ampuh, tetapi kekuatan sinkangnya belum bisa
menandinngi Shakya Yeshe yang sudah terlatih berpuluh-puluh tahun lamanya.
Sungguhpun demikian, bukanlah hal yang mudah bagi Shakya Yeshe untuk
menjatuhkan Lie Sian, karena desiran ilmu-ilmu gadis ini sangat sulit untuk diatasi dengan ilmu biasa. Biarpun ia bisa mendesak, tetapi iapun sadar, ia membutuhkan waktu yang lama utnuk dapat menundukkan gadis ini.
"Lie Sian Yiyi (bibi Lie Sian), kini tiba giliranku " jangan diborong sendiri Yiyi."
Sambil berkata demikian, pemuda bercaping ini sudah mencegat Shakya Yeshe.
"Eeh"ternyata engkau Jing Dashu (paman Jing) " baiklah, akupun sudah tidak
kuat mencium bau tidak enak dari ketiak pendeta itu! Paman Jing, hati-hati
terciprat tetesan keringatnya, hi " hi " hi" bisa mandi tujuhkali sehari."
Olak-olak Lie Sian membuat pendeta yang sudah berpengalaman ini menjadi
marah dan gregetan sekali, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena pemuda bercaping yang tidak lain adalah Yang Jing itu sudah berdiri menghadang.
"Dari semua guru yang pernah mengajarku, rata-rata mereka berkata, "apabila warna kulit dan mata seseorang berubah pada waktu ia menggerakkan ilmunya,
itu menandakan ilmu orang itu sudah mencapai pada tingkatan yang sempurna.
Pemuda ini sederhana, tetapi perbawa dalam suara dan pandangannya
membuat jantungku berdebar-debar. Aku harus berhati-hati."
"Shakya Yeshe, pulanglah ke Tibet dengan damai, dan nikmatilah hari tuamu
sambil mendekatkan diri kepada Thian."
"Sudahlah, jangan berkhotbah di hadapanku."
Selesai berkata demikian, pendeta ini mengaum seperti harimau terluka,
aumannya seperti ingin menjungkir-balikkan isi perut Tianpin Er.
Yang Jing memandang gerakan Shakya Yeshe dengan mata tidak berkedip. Ia
melihat hawa maut melingkar-lingkar di seluruh tubuh pendeta itu. Dan daya
gempurnya sudah terasa dari jarak tujuh tombak. Yang Jing yang sudah melihat ilmu silat pendeta ini waktu bertempur dengan Lie Sian, segera ia dapat
memahami sifat dan isi ilmu silat lawan. Ia memahami kelemahan dan kekuatan ilmu pendeta ini.
BAB 23: PERTARUNGAN HEBAT ANTARA TIANPIN ER MELAWAN
SHAKYA YESHE Perlu diketahui bahwa Shakya Yeshe adalah salah satu murid terpandai
pemimpin para lama di Tibet, Tsongkhapa. Kepandaian tokoh satu ini disinyalir dua tingkat lebih tinggi dari gurunya sendiri, karena atas dasar kecerdikannya ia berhasil mengambil hati para tokoh-tokoh rahasia dan sakti dari delapan Lama yang bersebrangan dengan Tsongkhapa. Selama puluhan tahun berjuang
menyempurnakan ilmunya, akhirnya ia berhasil memadukan ilmu silatnya
dengan sejenis hei moshu (black magic) yang konon memilki kekuatan gaib yang sangat dasyat.
Kini ia berdiri berhadapan dengan tokoh muda yang tidak pernah dikenal
namanya di dunia Wulin, tetapi dari sikap dan pembawaannya, ia merasakan
adanya perbawa yang murni,teguh, dan sangat kuat keluar dari sorotan mata
dan gerakan hawa sakti yang mengelilingi dirinya. Diam-diam ia sudah
membungkus seluruh kekuatan hawa saktinya dengan hei moshu untuk
menaklukan pemuda itu sebelum bertanding. Tetapi sebelum ilmunya sampai, ia tersentak kaget karena daya tolak yang membuat semua kekuatan gaib dari ilmu hitamnya mendekam kembali.
Tidak ragu-ragu lagi, Shakya Yeshe mulai menggerakkan permaduan ilmu
silatnya yang sudah ia latih matang berpuluh tahun lamanya.
"Anak muda, aku tidak biasa bertarung dengan lawan yang tidak kuketahu
namanya. Kalau engkau memang seorang jantan, sebutkanlah namamu."
"Pendeta Shakya Yeshe, aku adalah seorang Han dari kalangan rakyat biasa
saja yang tidak menyukai negaranya dibuat kacau balau oleh orang asing yang berniat jahat. Cukup kau kenal diriku sebagai Tianpin Er (Si Putra Gurun)."
"Tianpin Er, hari ini aku orang tua terpaksa menggunakan ilmu untuk
membinasakan dirimu karena engkau terlalu jauh mengetahui dan mencampuri
urusanku. Bersiaplah!"
"Aku telah siap sejak tadi, aku yang muda minta pelajaran dari pendeta tua dan kosen, silahkan."
Shakya Yeshe mulai menggerakkan ilmunya yang disebut (dalam bahasa Tibet):
Kang-tshup khe-wa sem (Badai salju menjungkir balikkan jiwa). Mulutnya
berkemak-kemik membaca mantra, sedangkan tubuhnya mulai bergerak
memainkan jurus-jurus yang aneh. Mula-mula perlahan, dan beberapa detik
kemudian berupa cepat sekali. Dalam tempo tidak terlalu lama,tubuhnya sudah membubung tinggi dan sambil berseru ia melancarkan ilmu ini.
"Kang-tshup khe-wa sem " !!!"
Entah darimana datangnya, Lie Sian melihat Yang Jing diterjang oleh badai salju yang luar-biasa hebatnya. Bongkahan-bongkahan salju itu meluruk ke satu arah yaitu tubuh Tianpin Er. Udara di sekitar tempat itu seketika berubah menjadi dingin membeku. Ilmu ini sangat berbahaya, karena apabila lawannya
menghindarkan diri dari serangan maka segera akan terjebak dalam lingkaran
ilmu gaib yang mengikat jiwanya sehingga sang kurban tidak tahu apa yang
terjadi tahu-tahu jiwanya melayang.
Namun Shakya Yeshe dibuat terkejut bukan kepalang ketika Yang Jing
bukannya menghindar, tetapi sebaliknya malah bergerak seperti belut yang
menerobos masuk kedalam bongkahan-bongkahan salju buatan ilmu gaibnya.
Dan lebih hebat lagi, ia bergerak secepat dan seharmoni dengan arah gerak
bongkahan-bongkahan salju itu. Ia melihat wajah anak muda itu tersenyum
seenaknya, mata yang menyinarkan cahaya seperti perak mengkilat itu beradu
dengan matanya. Dan detik selanjutnya, ia melihat anak muda ini dari dalam
gulungan bongkahan salju itu, ia melancarkan serangan yang sifat dan kharakter ilmunya hampir sama dengan miliknya. Ia mendengar pemuda itu mendesis"
"Shen gansuo xue bihuo (Dewa memberi salju menyembunyikan api)?"".!"
Dan betapa terkejutnya pendeta Lama itu, karena begitu serangan ini dekat
dengan dirinya, ia bukannya merasakan sentuhan yingkang yang dingin, tetapi justru ia merasakan jilatan panasnya api yang luar-biasa hebat daya lumernya.
Karuan saja ia mencelat tergopoh-gopoh menghindarkan diri dari serangan ilmu ini.
"Aya?".!!!!!"
Namun sungguh tidak menguntungkan keadaannya, karena begitu ia mencelat
menghindar, Yang Jing ternyata sudah berdiri persis dibelakangnya sambil
mengirimkan serangan susulan dengan ilmu yang sama.
Shakya Yeshe buru-buru membalikkan dirinya sambil menyambut serangan ini
dengan ilmu rahasinya yang sudah mengangkat tinggi namanya di jajaran tokoh sakti tanpa tanding di Tibet. Kedua tangannya bergerak seperti berjajar-jajar dan berubah menjadi banyak jumlahnya. Yang kanan bergerak seperti ribuan ular
ganas dan dilepas dengan daya gempur yang sanggup meluluh-lantakkan batu
karang sekalipun. Sedangkan tangan kirinya bergerak seperti menulis hurufhuruf Tibet kuno yang kacau-balau. Tetapi di balik kekacau-balauan ini terbentuk sinar biru-hijau yang ketajamannya melebihi pedang pusaka. Jangankan tubuh
manusia yang terdiri dari darah dan daging, seekor kerbaupun akan tersayatsayat habis oleh ganasnya ilmu ini. Inilah ilmu rahasia yang disebut (dalam bahasa Tibet): Nyi Sang-wa tam-thru (menjerat rahasia meterai).
Yang Jing sangat terpesona menyaksikan kehebatan ilmu Lama dari Tibet ini.
Iapun tahu, ilmu ini tidak bisa dibuat main-main. Ia paham betul, Nyi Sang-wa tam-thru merupakan perpaduan antara kekuatan dan ketajaman dibarengi
dengan perhitungan kecepatan dan jarak yang akurat. Gerakan tangan kiri
pendeta ini seperti bermain pedang, sedang tangan kanannya adalah ilmu silat tangan kosong yang berdasarkan sinkang yang sudah tinggi sekali. Lie Bing Zhie di dalam analisanya yang tertuang pada WU TOUDENG BEN JIYI (Akar Utama
Seni ilmu Silat) menjelaskan bahwa semua rumus atau jurus-jurus ilmu pedang yang beredar di wulin, memiliki kecepatan yang terbatas, dan selalu ada ruang untuk ditembus, demikian Lie Bing Zhie berkesimpulan, sehingga bagaimanapun lawan bergerak, Daowang Buzhuo Thianshi Ying (Raja Pedang Menyergap
Bayangan Bidadari) dengan kecepatan, jarak, dan waktu yang tepat akan dapat menembusnya. Yang Jing melihat apabila ia memainkan Daowang Buzhuo
Thianshi Ying, pendeta ini akan terluka parah bahkan kemungkinan bisa
mengantarkan dirinya kepada kebinasaan. Ia merasa tidak memiliki permusuhan pribadi dengan pendeta ini, maka ia mengambil keputusan untuk tidak
menyerang dengan Daowang Buzhuo Thianshi Ying.
Sungguhpun demikian, dengan pemahamannya yang mendalam tentang WU
TOUDENG BEN JIYI (Akar Utama Seni ilmu Silat), Yang Jing dapat melihat
dengan jelas ruang-ruang kosong yang bisa ditembus walaupun selisih gerakan berikutnya bisa menutup ruang kosong itu dengan perbandingan kecepatan dan
ruang yang sempurna.
Ia mengambil keputusan untuk melawan ilmu dasyat ini dengan:
"Hongchi Chuangdi (suling merah membelah bumi) " !!"
Coa Lie Sian dan Sakhya Yeshe dibuat terpesona ketika Yang Jing memainkan
jurus-jurus ilmu ilmu Hongchi Chuangdi yang dimiliki oleh Lie Sian tetapi dengan perubahan-perubahan yang sangat berbeda karena ia memadukannya dengan
sari ilmu Daowang Buzhuo Thianshi Ying. Ia mempergunakan ranting kering
yang ia comot disekitar arena sebagai pengganti suling. Sangat sederhana,
tetapi betapapun Sahkya Yehse mencecar dia dengan ilmunya dari berbagai
penjuru dan sudut gerak, ranting kering itu selalu sudah sampai terlebih dulu pada titik berbahaya pada hiat-to nya. Karuan saja ia dibuat pontang-panting menghindarkan diri dari serangan-serangan itu. Keringat dingin seketika
membasahi jidatnya.
"Anak muda ini sungguh luar-biasa, ia telah mendalami ilmu sejati yang
tingkatnya sudah setara dengan Sang Dalai-Lama."
Sejurus kemudian, Sakhya Yeshe sudah menjelat tiga tombak ke belakang untuk keluar dari lingkaran ilmu "suling" yang bergerak bagai gelombang hidup itu.
Sekonyong-konyong ia mengubah cara bersilatnya. Ia bukannya berdiri di atas kakinya, tetapi "berdiri" dengan kaki satu dan tangan satu, gayanya seperti kalajengking yang mengancam mangsanya. Inilah ilmu yang disebut (dalam
bahasa Tibet) dik-pa ra-dza chho-pa-bur ra nang "wa tra-tri (Kalajengking
mengorbankan sengat). Sebenarnya ini bukan ilmu silat murni, tetapi lebih tepat disebut ilmu menyedot semangat kemudian membunuh pada saat lawan
kehilangan kesadaran. Tenaganya diambil adalah tenaga sakti inti bumi yang
dibungkus oleh ilmu hitam. Orang Tibet mempercayai ilmu ini adalah ilmu yang menghubungkan manusia dengan kekuatan hitam, yaitu setan.
Dalam waktu sekejab,Sakhya Yeshe melancarkan ilmu hitamnya untuk
menjatuhkan semangat Yang Jing. Pemuda ini sangat terkejut ketika ia
merasakan adanya kekuatan yang tidak tampak bergerak dari bawah dan
bergulung-gulung mencoba mengikat jiwanya. Ia mencoba menggerakan
sinkangnya, tetapi kekuatan gaib itu memiliki kekuatan yang membuat bulu
kuduknya berdiri. Ia merasa seolah-olah ia bukan berhadapan dengan manusia
lagi. Ketika ia melihat ke arah kepala pendeta Lama itu, ia melihat adanya
selubung hitam menutupi wajahnya. Yang Jing menjadi terkesiap. Waktu yang
sedikit itu tidak disia-siakan oleh Sakhya Yeshe, secepat kilat ia melancarkan serangannya ke arah ulu-hati Yang Jing. Yang Jing yang merasa sinkangnya
telah di kat oleh kekuatan gaib yang mengerikan menjadikan tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi serangan ini. Tahu-tahu sebuah pukulan dengan kekuatan
sepenuhnya menggedor dadanya.
"Desss?"..!"
Tidak dapat dicegah lagi, Yang Jing terlempar sejauh empat tombak. Untung
pada saat ia tahu dirinya sudah berada dalam pengaruh ilmu hitam lawan,
secepat kilat ia menggerakan Shen De Bu Fu Tui Dong Yang pada tingkat yang
paling akhir yang disebut: Yuan Jin Wuzhi (seperti ulat memasuki kehampaan).
Dorongan pukulan lawan ia pakai sebagai alat untuk melepaskan diri dari ikatan ilmu hitam itu.
Sakhya Yeshe ternyata tidak bisa membiarkan Yang Jing memperbaiki
kedudukannya, ia segera menyusul dengan serangan baru, serangan terakhir,
dengan yang terakhir yang ia miliki. Seperti beruang yang akan mencabik-cabik mangsanya, ia menggereng sambil meluruk Yang Jing dengan kekuatan
sepenuhnya: "Sam-pa ka-ke du-pa-shik-pa sho-lang (gerakan kosong membuka golok)
?"?"?""!!!"
Kini Yang Jing mengambil keputusan untuk menghentikan daya tempur pendeta
Lama ini. Dengan cepat sekali ia melakukan gerakan berputar ke delapan
penjuru, dengan bentuk gerakan kaki dan tangan berubah-ubah tidak menentu.
Saat ia bergerak seperti itu, tubuhnya tampak mengeluarkan sinar perak yang cemerlang. Inilah ilmu sedot-dorong yang disebut Shen Yu Xing Quan (Dewa
mengatur bintang).
Kini pertempuran mengarah kepada penyelesaian berdarah, sebab walaupun
Yang Jing mengerahkan ilmu sejati yang bukan kepalang hebatnya, tetapi
pendeta kosen ini juga mengerahkan ilmunya yang aneh dan bermacam-macam.
Sam-pa ka-ke du-pa-shik-pa sho-lang bukanlah ilmu silat yang berdasarkan ilmu gerak, tenaga, dan kecepatan saja tetapi juga berisi mantra-mantra gaib,
sehingga tidaklah mudah bagi Yang Jing mengusai keadaan.
Begitu Shen Yu Xing Quan dilepaskan, Yang Jing mendapati kekosongan. Dan
pada saat yang bersamaan secara tiba-tiba bagian kosong itu berupa menjadi
runcing menembus daya dorong Shen Yu Xing Quan. Otomatis daya dorong itu
justru membahayakan keslamatan dirinya sendiri. Begitu juga pada saat ia
berupaya mengatur ilmu ini dengan cara menyedot, yang disedot ternyata
hanyalah kekosongan belaka.
Yang menakjubkan, Sam-pa ka-ke du-pa-shik-pa sho-lang dapat membuat tubuh
pendeta itu berada dalam kekosongan dan begitu dipakai menyerang berubah
menjadi jurus-jurus golok yang tidak tampak atau gaib yang menghasilkan
desingan-desingan gaib yang sangat tajam dan mendirikan bulu roma.
Pada jurus ke sembilanpuluh satu, Yang Jing secara tiba-tiba melesat bagai
meteor jatuh ke bumi dengan membawa kilatan sinar seputih salju yang
langsung mengarah kepada bayangan pendeta Sakhya Yeshe.
"Bayangan adalah yang sejati, yang sejati adalah bayangan!"
Hawa sakti ilmu Shen Yu Xing Quan kini bukannya mengurung tubuh pendeta
Lama yang kelihatan itu, tetapi menghisap bayangannya kemudian
mendorongnya dengan kekuatan yang tidak lumrah tenaga manusia lagi,
sehingga bayangan itu melayang bagai daun kering dan membentur sebuah
pohon besar. "Siuuuuuuuuttt .... blaaaar!!"
Karuan saja pendeta itu jatuh dengan tubuh terjengkang sambil memuntahkan
darah segar dari hidung dan mulutnya. Bukan kepalang terkejutnya pendeta ini, karena ia tidak menyangka akhirnya Yang Jing bisa memecahkan ilmunya. Yang
Jing yang sudah memahami sifat ilmu Sam-pa ka-ke du-pa-shik-pa sho-lang
dapat melihat bahwa Sakhya Yeshe mengubah dirinya yang sejati menjadi
bayangan semu yang melancarkan golok gaib untuk menghabisi lawannya, dan
pada saat yang sama dengan ilmu hitamnya ia mengubah bayangannya terlihat
seperti tubuh sejati.
Pada detik selanjutnya, Yang Jing tidak sungkan lagi,ia segera memporakporandakan sumber tenaga gaib dan kekuatan sinkang pendeta ini dari segala
jurusan. Sakhya Yeshe mendengar gemuruh memuncaknya ilmu pemuda
perkasa ini dan tampaknya menuju pada tingkat pamungkas. Ia tidak melihat
adanya jalan keluar untuk mengatasi kehebatan ilmu yang dilancarkan pemuda
sakti ini. "Ah ... ia betul-betul seperti Tianpin Er yang bisa mengatur titik kekuatan lawan seperti Dewa mengatur beredarnya bintang ... ah ...apa boleh buat!"
Secara mendadak pendeta Yeshe menghunus sebuah belati kecil yang bersinar
ungu dari jubahnya yang lebar. Begitu belati ini dicabut, tampak sinar ungu memancar lurus sejauh dua kaki dari ujung belati. Sambil berkemak-kemik, ia melancarkan jurus pamungkas dari ilmu Sam-pa ka-ke du-pa-shik-pa sho-lang
(gerakan kosong membuka golok).
"Tianpin Er ... terimalah kematianmu...hiaaaaaaaaaaaaaaat!!"
Betapa terperanjatnya Yang Jing ketika melihat sinar golok ungu berkelebatklebat seperti matahari menerobos seribu lobang goa. Sinar ungu itu begitu
menyentuh ujung bajunya, kain itu menjadi hancur luluh seperti serbuk-serbuk kelapa tua dan berbau seperti hangus. Selain itu jurus pamungkas ilmu pendeta ini membuat sinar golok itu menjadi duakali lipat banyaknya sehingga sangat sulit dibedakan mana bayangannya dan mana sinar golok itu sendiri.
Dalam beberapa saat Yang Jing menjadi sibuk karena urusannya bukan dengan
ilmu silat sejati tetapi ilmu gaib, golok pusaka yang di kat dengan hawa iblis, dan kedasyatan ilmu asing yang tidak dapat diduga perkembangannya.
Kini pendeta Yeshe menyerang dengan sangat luar-biasa hebat dan ganasnya.
Pancaran-pancaran sinar golok telah meluluh-lantahkan apa saja yang terkena sinarnya. Debu berhamburan dimana-mana dan disertai rontoknya daun-daun
yang menjadi layu dan hancur seperti serbuk kelapa. Gelombang ilmu dengan
paduan golok iblis ini menghasilkan deru kilatan badai yang bergulung-gulung.
Dalam situasi seperti itu, tiba-tiba Yang Jing mengeluarkan bungkusan kecil dari balik bajunya, sebuah benda yang dibungkus kain kuning mangkak. Begitu
dikeluarkan, tampak sinar emas yang lembut menyeruat keluar dari benda itu.
Inilah lidah Hai she linjin (ular laut berisisik emas)pemberian Adgerel. Dengan Haishe linjin, Yang Jing memainkan Daowang Buzhuo Thianshi Ying (Raja
Pedang Menyergap Bayangan Bidadari. Ilmu pedang ini hampir tidak
mempergunakan jurus-jurus tertentu dengan kembangan-kembangannya,
tampak sangat sederhana sekali. Sungguhpun demikian, begitu haishe linjin itu bergerak, gerakannya benar-benar berpadu dengan kecepatan sinar, kuning
emas dan gilang-gemilang, sehingga nampak hilang dari pandangan mata, dan
tahu-tahu sinar ungu dari ujung golok pendeta itu, tidak tahu apa sebabnya, tahu-tahu sudah kena sergapan sinar haishe linjin itu, sehingga mengikuti terus kemana sinar emas itu bergerak. Betapapun cepat dan ruwetnya golok itu
bergerak, asal Yang Jing menggerakan "pedangnya," sinar golok itu sudah
terbungkus dengan kecepatan dan arah menurut kemauan pemuda sakti ini.
Pada gerakan ke seratus empatbelas, tiba-tiba sinar emas itu menyentuh tepat pergelangan tangan pendeta Yeshe, tidak dapat dihindarkan lagi, darah segar muncrat keluar dari tangan yang terbelah hampir separohnya itu. Dan terdengar suara "Kraaaak" sebanyak empatkali. Pendeta Yeshe menjerit ngeri melihat luka menganga dari pergelangan tangannya. Dan ia menjadi pucat pasih hampir tidak mempercayai benda kecil pipih di tangan pemuda sakti itu telah mematahkan
golok pusaka sinar ungunya.
"Aduh ...!"
Ia menjatuhkan goloknya dengan muka pucat pasih dan nafas memburuh. Sorot
matanya menyinarkan rasa penasaran dan kemarahan yang meluap-luap, tetapi
iapun sadar, ia tidak mungkin bisa meneruskan perlawanannya.
"Tianpin Er ". Sudahlah, hari ini aku mengaku kalah, engkau sungguh seorang pemuda perkasa, hari ini mataku terbuka bahwa sesungguhnya di atas langit
masih ada langit. Sekaligus engkau menyadarkan aku, betapa lemahnya darah
dan daging ini, sehingga mudah dipengaruhi iblis dan dipakai menjadi alat
kejahatan. Tetapi ... sampai berjumpa di Wudangshan."
Kata pendeta ini sambil terengah-engah.
Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berkata begitu, pendeta ini segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke Tibet. Wajahnya tampak lesu, dengan sorot mata memancarkan kebencian
dan dendam. Ia tampak lunglai dan ada perasaan menyesal muncul dari gerakan wajahnya. Betulkahia menyesal" Apakah penyesalan ini terlambat"
Tidak " tidak sama sekali. Tidak ada penyesalan yang datang terlambat. Jiwa manusia berjarak hanya sejengkal dengan maut. Sebelum jengkal terakhir ,
manusia selalu memiliki kesempatan untuk menyesal dan kemudian kembali
kepada sumber kebenaran dan hidup itu sendiri. Segala macam ujar-ujar, ajaran-ajaran suci, ataupun perbuatan baik, tetapi apabila tidak keluar dari hati yang bersih, mustahil manusia itu dapat menjumpai kebenaran dan kehidupan yang
sejati. Nilai sejati anak manusia tidak bisa diukur dari nilai-nilai perbuatannya, tetapi dari buah-buah yang dihasilkannya. Dan, tentu saja, buah yang baik selalu keluar dari biji yang baik, yang kita sebut hati atau jiwa. Dari hati yang memiliki kebenaran dan kesucian, akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik.
Pendeta Sakhya Yeshe, contohnya, ia mendalami ilmu-ilmu keagamaan yang
tentu saja tujuan utamnya adalah mendapatkan kebahagiaan abadi, namun patut disayangkan, ia tidak hidup atau tumbuh dalam nilai-nilai suci dan benar, tetapi justru membiarkan hati dan jiwanya di kat oleh angkara murka dan keduniawian.
Jiwanya menjadi kotor, penuh hawa nafsu, dan juga angkara murka. Akibatnya, ia menghasilkan buah-buah kejahatan.
Yang Jing tersenyum melihat Sakhya Yeshe mengambil keputusan
meninggalkan Tionggoan, itu berarti ia telah berhasil menjalankan salah satu amanat rahasia kaisar Yongle, yaitu mencegah pertumpahan darah antara dua
kekuasaan, kekuasaan Tionggoan dan Tibet. Itu juga berarti ia berhasil
menghilangkan salah satu musuh rakyat yang sangat berbahaya.
"Sian Yiyi, apa kabar" Mengapa melihatku seperti itu, memangnya aku sudah
berubah menjadi tuyul yang tidak berkepala lagi?"
"Jing Dashu (paman Jing), bagaimana engkau bisa memainkan Hongchi
Chuangdi (suling merah membelah bumi), ilmu khas dari kakek angkatku" Iiih "
engkau betul-betul seperti tuyul yang banyak tahu urusan."
"Sian Yiyi, bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan lain?"
"Sebutan lain bagaimana?"
"Aku lebih tua beberapa bulan darimu, lebih baik aku memanggilmu Lie Sian Mei, daripada menyamakan dirimu dengan nenek-nenek tua bawel."
"Hi " hi" hi" harus adil, akupun akan memanggilmu Jing twako " hi " hi "
jadi enak kedengarannya!"
"Baik kuulangi pertanyaanku: Sian Mei apa kabar" Bagaimana keadaan kakek
Kho Tuan Qing?"
"Aduh" engkau betul-betul tuyul yang tahu banyak urusan sampai nama
kakekku juga kau tahu. Kakekku baik-baik saja dan sedang enak menikmati
istana bambunya."
"Sian mei, kalau aku boleh, kamu akan pergi kemana?"
"Aku mendengar dari kakek, bahwa para pendekar sedang berbondong-bondong
menuju ke Wudangshan untukmenyaksikan pertempuran maha dasyat."
"Pertempuran maha dasyat " " di Wudangshan ?" Pertempuran siapa lawan
siapa?" "Oho " kukira si tuyul sakti serba tahu, tidak tahunya yang ini aku lebih tahu.
Coba dengar, di Wudangshan akan terjadi pertempuran yang maha hebat antara
dua musuh bebuyutan, pendekar tua Lie A Sang, Wang Yu Lao qianpwe, nenek
sakti GanSoan Lie melawan Iblis sakti rimba persilatan Sima De Kun dan Lan
Wukui Chu Dunglin. Pertempuran ini menarik semua pendekar, sehingga banyak
pendekar dari berbagai aliran akan berbondong-bondong menuju ke sana. Aku
juga mendengar dari kakek, begitu para pendekar itu berkumpul di sana, dan
setelah Sima De Kun dan Lan Wukui Chu Dunglin berhasil membinasakan Wulin
Sanshi (Tiga kesatri dunia persilatan), Bupun Ongya dari utara dan kota Raja Peking akan menyerbu dengan pasukan besar untuk membinasakan seluruh
pendekar yang sedang berkumpul di Wudangshan itu."
"Oh " berita ini sungguh-sungguh sangat mengejutkan, kalau begitu kita perlu segera bekerja memberi kabar kepada jendral Gan dan kawan-kawan yang
sedang berusaha menggagalkan rencana membunuh kaisar Yongle dan
menghancurkan Kanal Besar di Kota raja Peking. Maukah kau berangkat
bersama-sama denganku hari ini, Sian Mei?"
BAB 24: PLOT MENGHANCURKAN DA YUNHE & PEMBUNUHAN
TERHADAP KAISAR YONGLE
Tokoh-tokoh hitam rimba persilatan dibawah pimpinan Bupun Ongya dari Kota
raja mengatur siasat untuk menjebak dan kemudian membunuh kaisar Yongle di
dekat Kanal Besar di kota Tianjian. Mereka memiliki dua sasaran, pertama
adalah Kanak Besar dari Beijing ke Tianjin, kedua istana pribadi kaisar
Baigongdian (istana Putih) yang terletak di sebelah selatan telaga Dongli.
Mereka memisahkan diri dalam lima kelompok besar. Kelompok pertama
dipimpin oleh Xue Jia Qiongmo dan Chu Hung Kiau. Kelompok ini akan
membawa pasukan besar yang terdiri dari pasukan Khitan dan para Lama untuk
melawan pasukan jendral Gan di dekat kota Dagu. Kelompok kedua dipimpin
oleh Bohai Toat Beng Laomo dan Honghua Laomo dengan pasukan cukup
besar yang terdiri dari anak murid Honghuabai dan Lembah Buaya Pantai Bohai yang akan mulai membakar jembatan-jembatan dan menghancurkan
bendungan-bendungan di dekat kota Dezhou. Kelompok ketiga dipimpin oleh
Hek Sin Lama (Lama berhati hitam) dan Bao Gui Xi Dao (Iblis sadis golok maut) bersama orang-orang lembah hijau dari daerah Utara tembok besar diplot untuk menjungkir-balikkan pasukan khusus pelindung kaisar. Kelompok keempat
dipimpin oleh Heishou Gaiwang (Raja pengemis tangan Hitam) dan dua anak
kembar Lan Wu gui Zhu DungLin membawa pasukan pengemis baju hitam dan
prajurit-prajurit Istana pualam Biru. Kelompok kelima adalah kelompok rahasia yang terdiri dari tokoh-tokoh sakti.
Plot menghancurkan DaYunhe dan pembunuhan atas kaisar Yongle ternyata
sudah terencana rapi dengan kemungkinan gagal sangat tipis sekali. Sebelum
Kanal Besar dikepung oleh, ternyata kelompok rahasia telah lebih dulu
mengepung Baigongdian. Beberapa hari sebelum rombongan kaisar Yongle
memasuki Baigongdian, telaga Dongli sebelah selatan sudah dikepung oleh
kelompok rahasia yang terdiri dari tokoh-tokoh sakti kelas atas. Walaupun
mereka belum berani menedekati istana kecil itu, tetapi daerah sekitar tempat itu sudah ditutp oleh kelompok ini, sehingga kedatangan kaisar Yongle dan
rombongan seperti telah memasuki perangkap.
Kaisar Yongle mengadakan perjalanan dari Beijing ke Tianjin dengan dua tujuan.
Pertama, melihat pembangungan dan peningkatan jalur perdagangan di Da
Yunhe, kedua bersama-sama dengan Laksamana Zheng He mengunjungi
Telaga Dongli yang terletak di antara kota Tianjin dan Tanggu untuk berdiskusi soal perasaan politik kaisar Yong Le, perdagangan, dan hubungan luar-negeri.
Telaga yang luasnya 22.01 km persegi terkenal sangat indah pemandangannya
sehingga dikenal sebagai laut air tawar. Masakan Tang Cu Cui Pi Yui (Ikan gurih asam-manis) dan Suan Cai Yu (Soup ikan sayur asin) nya sangat terkenal .
Kaisar Yongle selalu menyempatkan diri pergi ke telaga ini bersama Laksama
Zheng He (The Ho) sebelum melepas laksamana ini melakukan perjalanan
ekspedisinya ke mancanegara bagi perluasan hubungan dagang dan luar negeri
pemerintahan dinasti Ming. Kaisar Yongle mengetahui, laksamananya yang
beragama Islam ini adalah seorang Muslim sejati yang menjauhi kejahatan dan menyukai kebenaran. Berilmu silat sangat tinggi, dan memiliki pandangan yang luas terhadap pentingnya negara memiliki hubungan luar-negeri yang kuat.
Kaisar Yongle membangun sebuah rumah kecil dengan halaman yang luas di
tepi telaga itu. Rumah itu dikenal sebagai Baigongdian (Istana Putih). Di tempat inilah acapkali kaisar Yongle mengadakan perundingan rahasia dan khusus
dengan orang-orang tertentu yang sangat dikenalnya. Seperti hari ini, kaisar Yongle tampak berjalan beriringan dengan Laksamana Zheng He (The Ho).
Istana kecil mungil itu sudah sejak kemarin-kemarin sudah dijaga ketat oleh pasukan pengawal Istana. Tidak seorang pun yang bisa masuk tempat itu
tampak diketahui oleh penjaga karena penjagaan yang berlapis-lapis itu.
"Zheng He, mereka pasti datang " aku sudah mengenal betul sifat dan
kharakter mereka. Keduanya bisa dipercaya dan merupakan orang-orang muda
yang berilmu tinggi. Keduanya bersama dengan jendral Gan berhasil
menggagalkan rencana kup berdarah terhadap kekaisaran Ming. Pada saat ini
kita hanya dapat mengendus jejak musuh-musuh terselebung yang
bergentayangan dekat dengan kita, namun untuk membuktikan bukan pekerjaan
yang mudah, karena mereka menggunakan siasat perang yang lihai."
"Hongsiang, bukannya hamba mencurigai mereka berdua, tetapi hamba
berkewajiban menjaga keslamatan jiwa hongsiang saat ini. Jadi,bagaimanapun
juga hamba harus tetap waspada, memasang telinga, membuka mata, dan
berhati-hati."
Sementara itu tampak sepasang pendekar berjalan seperti dua pasang rajawali ke arah Baigongdian. Pendekar lengan tunggal, Shi De Hu bersama dengan
Hsing Li Fong. Ketika hendak melintasi jembatan, tampak duabelas pasukan
khusus pengawal kaisar menghentikan langkah mereka.
"Maafkan, tidak seorangpun di jinkan melewati jembatan ini, silahkan cuwi
mengambil jalan lain."
De Hu memandang para pengawal itu dengan tersenyum.
"Cuwi pengawal kaisar, aku turut bangga melihat para prajurit menjalankan
tugasnya dengan disiplin tinggi. Saya memang sengaja hendak melewati
jembatan ini untuk menuju keBaigondian."
"Saudara De Hu jangan main-main, Baigongdian saat ini tertutup bagi siapapun juga tidak terkecuali cuwi berdua."
"Aku mengerti saudara pengawal, bagaimana kalau aku masuk dengan ini?"
De Hu menyodorkan sebuah huizhangjin (lencana kecil terbuat dari emas murni) dengan lambang kekaisaran Ming di kedua sisinya. Begitu pengawal istana itu melihat lencana itu, serta-merta mereka membongkok memberi hormat seperti
memberi penghormatan kepada kaisar sendiri.
"Apakah hamba sedang berhadapan dengan Shi De Hu Dashe (pendekar besar
Shi De Hu) dan nyonya?"
Merah jengah wajah Li Fong mendengar itu, tetapi ia diam saja. De Hu hanya
mengangguk, kemudian berjalan terus melewati barisan pengawal kaisar lapis
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai duapuluh empat lapis. Semakin kedalam, semakin ketat penjagaannya dan semakin tinggi kepandaian
pengawalnya. Mereka tidak tahu bahwa selang beberapa lama, dua pasang
pendekar muda juga masuk dengan cara yang persis sama dengan mereka.
Cuma dua pasang pendekar ini masih lebih muda dari Shi De Hu dan Hsing Li
Fong, namun perawakan mereka nyaris sama. Yang pria berwajah tampan
dengan baju putih sederhana, sedangkan yang wanita cantik luar-biasa dengan mata kocak dan kelihatan sedikit bengal, Zheng Yang Jing dan Coa Lie Sian.
Seorang pengawal berlari menghadap ke kaisar Yongle pada saat Shi De Hu
sudah sampai di depan rumah putih itu.
"Mohon ampun hongsiang yang mulia, di depan sudah datang Shi De Hu Dashe
bersama nyonya."
"Antarkan mereka menghadap."
Selang beberapa saat, Shi De Hu sudah berjalan mendekati ruang khusus yang
disediakan untuk melakukan perundingan rahasia.
"Hongsiang panjang umur, boanpwe Shi De Hu bersama Hsing Li Fong Guniang,
menghadap Hongsiang."
"Ha"ha"ha" Hu dixiong, apa kabar " tampak semakin gagah dan matang"
ha"ha"ha"senang hatiku bisa menjumpaimu lagi. Siapakah nona di
sampingmu itu?"
"Hongsiang, in Hsing Li Fong mei-mei, seorang pendekar yang sudah hamba
kenal betul kegagahan, kebaikan, dan kesetiaannya terhadap bangsa dan
negara. Dengan jiwa hamba sendiri, hamba menanggung keberadaannya di
samping hamba."
"Baiklah " baiklah ?"
Belum habis kaisar Yongle meneruskan kata-katan, tampak seorang pengawal
datang menghadap.
"Mohon ampun hongsiang yang mulia, di depan sudah datang Zheng Yang Jing
Dashe bersama nyonya."
Diam-diam De Hu dan Li Fong terkejut dan girang mendengar Yang Jing juga
sudah datang menghadap. De Hu juga geli setengah mati ketika dikatakan Yang Jing menghadap bersama nyonya.
"Iiih " Jing Di, kecil-kecil apakah sudah punya nyonya" Pengawal itu biasanya ngawur saja, coba ingin kulihat wanita jenis apakah yang bisa menaklukan Jing Di."
Tidak beberapa lama nampak Yang Jing muncul bersama Coa Lie Sian.
" Hongsiang panjang umur, boanpwe Zheng Yang Jing bersama Coa Lie Sian
guniang dari Tienshanbai, menghadap Hongsiang."
De Hu hampir melompat berdiri begitu mendengar nama Coa Lie Sian dari
Tienshanbai. "jadi dara yang bisa menaklukan hati Jing Di itu Sian shimei " hi "hi"rasakan kau sekarang Jing Di." Demikian De Hu membathin.
"Ha"ha"ha".ha".ha"Jing dixiong, pendekar muda yang mulai dikenal di
dunia wulin sebagai Tianpin Er, tampak semakin mantap dan gagah. Bagaimana
kabarnya Jing dixiong, siapakah nona yang berada di sampingmu itu?"
"Hamba Coa Lie Sian dari Tienshanbai menghadap hongsiang tanpa diundang
" mohon ampun."
"Hongsiang, hamba sudah mengenal betul watak, kegagahan, kebaikan, dan
kesetiaan Lie Sian terhadap negara dan bangsa. Hamba menanggung dengan
jiwa hamba sendiri keberadaan Lie Sian di sini."
"Baiklah " baiklah"mari kuperkenalkan dulu dengan laksamana kekaisaran
Ming ".mari, inilah Laksamana Zheng He."
"Assalamu"alaikum wr wb " saya yang rendah Zheng He." Sapa Laksamana
Zheng He. Betapa terkejutnya keempat orang itu begitu melihat orang setengah tua dengan sinar mata gagah dan lembut tetapi tampak tegas berwibawa diperkenalkan
sebagai laksaman Zheng He yang terkenal itu. Cepat-cepat keempatnya
memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangan di atas dada. Di samping
kanan sang Laksamana tampak seorang tua agak kurus dan seperti ngantuk
terus wajahnya. Seorang tokoh persilatan jajaran atas yang dikenal dengan
julukan Setan Selaksa Kati. Ia telah menjadi orang kepercayaan Laksamana
Zheng He bertahun-tahun lamanya.
"Terimalah hormat kami berempat, paman Laksamana Zheng He." Kata De Hu
mewakili mereka berempat.
"Berdirilah jangan terlalu sungkan. Kekaisaran Ming akan menjadi jaya dan kuat apabila memiliki tokoh-tokoh muda seperti kalian yang cinta negara, cinta
keadilan, dan menyukai kebenaran. Aku yang sudah mulai tua turut bangga "
turut bangga. Hongsiang " memang tidak salah memilih kalian sebagai orang
yang patut dipercaya dan diserahi tugas rahasia."
"Mari kita menikmati Tang Cu Cui Pi Yui (Ikan gurih asam-manis) dan Suan Cai Yu (Soup ikan sayur asin) dari telaga Dongli. Kujamin kalian akan suka sekali."
Dalam waktu sekejab, para koki istana telah menyiapkan dua jenis masakan saja dengan arak wangi buatan Tiochiu. Setiap orang yang mencicip kedua masakan
itu, mau tak mau harus mengakui kelezatannya sungguh sukar dicari
bandingnya. Ikan yang besarnya sedang-sedang saja dengan sirip berwarna
merah dan bersisik putih keemasan menjadi ciri khas telaga Dongli. Kali ini kaisar tidak mau dilayani sebagaimana biasanya, dia sendiri yang sibuk
melayani para tamunya dan nampak santai dan bebas dari tata-cara resmi
istana. Menjelang sore hari, kaisar mengajak mereka ke taman belakang. Di tempat
inilah, kaisar ingin memperlihatkan kelihaian De Hu dan Yang Jing dihadapan Laksamana Zheng He.
"Zheng He, coba kau nilai ilmu silat kedua pendekar muda itu. Aku berani
menjamin, mereka bukanlah pemuda-pemuda yang mengecewakan."
"Panglima Hok Gwan,bolehlah kau melayani pibu barang beberapa jurus
menghadapi pendekar-pendekar muda itu."
Panglima yang tampak ngantuk terus itu tiba-tiba melayang dengan sangat
ringan ke tengah taman.
"Hamba yang rendah ingin menunjukkan kebodohan di hadapan para pendekar
muda." Katanya dengan suara rendah dan sikap yang sederhana sekali.
"Jing di, aku yang maju dulu."
De Hu berjalan perlahan ke tengah taman.
"Paman, boanpwe, Shi De Hu ingin belajar beberapa jurus juga, mohon paman
dapat bermurah hati terhadap orang muda."
"Shi Dashe, marilah ?" Selesai mengucapkan perkataan itu, si Setan Selaksa
Kati mulai membuka serangan. Gerakannya tegap, mantap, dan berisi tenaga
sakti yang bukan main kuatnya. De Hu menyambut serangan itu dengan ilmuilmu Tienshan yang sudah dipahaminya secara mendalam. Ilmu silat panglima ini adalah ilmu silat selatan yang mengandalkan kemurnian dan kekuatan tenaga
sakti. Sehingga begitu menyerang, gerakan jurusnya selalu mendatangkan angin yang berciutan.
De Hu dengan tenang memapaki jurus demi jurus dengan ilmu-lmu Tienshanbai.
Sinkangnya yang telah mendarah-daging dengan hawa sakti Xing long guan
shandong quan (naga sakti membuka goa) menjadi semacam dinding yang tidak
tampak terhadap gempuran ilmu-ilmu dan tenaga sakti si Setan Selaksa Kati.
Diam-diam panglima ini sangat terkejut, karena begitu tangannya beradu dengan lengan tunggal itu, ia merasakan tenaga saktinya membalik dan ia menjadi
kesemutan. Menyadari hal ini, kini ia tidak sungkan-sungkan lagi untuk
memainkan jurus-jurusnya dengan pengerahan sinkang sepenuhnya.
Benturan-benturan dua tenaga sakti dari dua orang yang sedang berpibu dapat dirasakan dan didengar. Si Setan Selaksa Kati mulai mengeluarkan jurus-jurus mautnya begitu ia melihat De Hu dapat melayaninya dengan sangat baiknya
tanpa menunjukkan tanda-tanda terdesak. Dia memiliki dua ilmu andalan yang
membuat dirinya dijuluki Setan Selaksa Kati. Pertama: Zhuai Zhuzi tieshang Di (Melempar tiang menyerbu musuh), suatu ilmu yang menggempur musuhnya
dengan cara mendobrak pertahanan musuh kemudian dalam waktu yang hampir
bersamaan melayangkan pukulan yang berisi tenaga selaksa kati secara susulmenyusul. Kedua, Lohan Bo Yingzi men (Lohan mendobrak gerbang pengujian)
sebuah ilmu yang sangat indah dan gagah dengan jurus-jurus sakti yang sangat lihai sekali.
Begitu Si Setan Seribu Kati memainkan Lohan Bo Yinzimen, De Hu dibuat
terpesona dengan keindahan, kegagahan, dan kelihaian ilmu ini. Ia menjadi
sangat gembira sekali, segera ia meladeninya dengan Tienshan Mizong Quan
(Jurus mengacau awan dari Tienshan). Serang menyerang dengan mengadu
kelihaian ilmu terjadi begitu luar-biasa. Dua ahli yang sama-sama menguasahi ilmu silatnya dengan matang kini diuji kelihaiannya. Panglima Hok Gwan unggul pada pertahanan, tetapi De Hu menang dalam kecepatan. Lengan kirinya yang
hanya terdiri dari kain kosong itu menjadi semacam kipas yang berusaha
mengacau pertahanan lawan,sedangkan gempuran tangan kiri panglima Hok
Gwan meladeninya dengan desiran-desiran tenaga sinkang yang kuat bukan
main. Tidak kepalang ilmu Tienshan Mizong Quan dibuat terdesak dan tidak bisa dikembangkan dengan leluasa. Menyadari hal ini, De Hu segera memainkan
Tien Shan Damo Quan (Gerakan bodishatva). Bukan main kagumnya sang
Panglima melihat kehebatan ilmu yang dimainkan De Hu.
Lewat enampuluh jurus, panglima Hok Gwan mengganti dengan Zhuai Zhuzi
tieshang Di. Ilmu ini tampaknya sederhana, tetapi bila diperhatikan dengan teliti ternyata berisi perkembangan-perkembangan yang rumit dan setiap
perkembangan memiliki daya serang dan tipu yang kuat dan lihai sekali. Kembali De Hu sangat kagum melihat ilmu silat yang bersih dan lihai luar-biasa ini.
Kembali De Hu terdesak, sehingga terpaksa ia mulai memainkan Xing Long
guan Shandong Quan (naga sakti membuka goa). Pada saat ia merasakan
hamparan tenaga sakti yang menekannya di segala penjuru, tiba-tiba ia seperti jatuh ke bumi dalam keadaan tengkurap. Posisi tubuhnya melengkung sejajar
dengan bumi bagai naga terkurap, sedangkan kaki kanan dilonjorkan ke depan.
Matanya berubah mencorong bagai mata seekor naga yang sedang menyedot
tenaga sakti dari bumi. Begitu ia bergerak, tubuhnya bergerak aneh, cepat, dan bertenaga sangat hebat. Laksamana Zheng He sampai berdiri melihat ilmu yang dimainkan pendekar lengan tunggal ini.
"Astagafirul ah " itu Xing Long guan Shandong Quan (naga sakti membuka
goa) yang kabarnya telah menghilang dari dunia persilatan bersamaan dengan
menghilangnya pendekar besar Shi Kuang Ming dari Tienshan. Kini ilmu sakti itu menjelma kembali di dalam diri anak muda ini " hebat " hebat!"
PanglimaHok Gwan bukan saja terkejut tetapi sekaligus menjadi berkunangkunang pandangannya karena daya gempur ilmu Xing Long guan Shandong
Quan telah mengguncang isi dadanya secara hebat. De Hu yang tidak ingin
mempermalukan panglima ini, tiba-tiba ia sengaja menyambut gempuran Zhuai
Zhuzi tieshang dengan tangan kanannya secara terbuka, begitu kedua tangan itu bertemu, De Hu mencelat mundur sambi berseru:
"Panglima Tio, aku menyerah kalah!"
Si Setan Selaksa Kati segera maju dan menjura.
"Shi Dashe, anda terlalu mengalah, terima kasih."
Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diam-diam panglima ini sangat menghargai De Hu. Seorang pemuda pilihan,
sakti, tetapi tidak sombong, pikirnya.
"Plok ".plok " plok " hebat"hebat, pibu yang sulit di dapat di dunia persilatan saat ini."
Kaisar Yongle sangat senang melihat hasil pibu itu. Walaupun kaisar seorang ahli perang yang jempolan, tetapi jangan dikira ia tidak mengerti ilmu silat.
Pandangannya tentang ilmu silat dapat dikatakan tinggi, walaupun ia tidak
melatihnya secara mendalam.
"Jing dixiong, kini tibalah saatnya engkau membuka mata Laksamana Zheng He
untuk melihat lebih jelas kekuatan angkatan muda saat ini, marilah Jing Di "
dan hendaknya engkau tidak sungkan-sungkan karena laksamanaku yang satu
ini tidak perlu dibuat sungkan soal ilmu silat."
Yang Jing mau tidak mau maju juga begitu kaisar Yongle memintanya. Dengan
tenang dan sopan ia berdiri sambil menjura ke arah kaisar dan Laksamana
Zheng He. Dilihat dari kilatan jernih yang memancar dari sorot mata Laksamana Zheng He, Yang Jing pagi-pagi sudah menyadari bahwa orang ini bukan orang
sembarangan. Langkahnya seperti harimau jantan sepertinya tidak ada apapun
di dunia iniyang dapat membuatnya takut.
"Paman Laksamana, boanpwe yang mudah minta maaf apabila berlaku tidak
sopan." "Jing Dixiong, jangan sungkan marilah kita bermain-main barang sebentar agar otot-otot tua ini ada sedikit kelonggaran untuk berlatih. Mulailah anak mudah."
"Maaf paman, aku tidak biasa bergerak lebih dulu, biarlah aku menanti paman memberiku pelajaran, supaya matahati orang muda sepertiku jadi melek."
"Hmm " anak baik, awas serangan "!"
Begitu laksamana ini bergerak, Yang Jing segera merasakan gelombang
lweekang yang hebat walaupun tidak dikerahkan sepenuhnya. Laksamana ini
memainkan ilmu silat kelas satu yang disebut Ilmu Fen Gei Gong (memisahkan
tubuh), sebuah ilmu langkah yang dapat membuat tubuhnya tampak berjumlah
lebih dari tiga. Yang Jing memahami betul analisa ilmu ini yang dikembangkan oleh Lie Bing Zhie dalam buku Wulin Zinwenjishi. Oleh sebab itu begitu ia
melihat ilmu ini, secara otomatis iapun dapat menyelami bahkan melakukannya dengan perkembangan-perkembangan yang di luar dugaan Laksamana Zheng
He. Laksamana Zheng He berubah menjadi lima jumlahnya dan masing-masing
mengurung dan mengirimkan totokan dengan jurus yang berbeda-beda. Melihat
keadaan ini, Yang Jingpun juga turut bergerak sedemikian rupa sehingga
tubuhnya juga menjadi lima jumlahnya, dan masing-masing menghadapi
seorang laksamana.
"Iihh. .. ilmu apakah itu, Jing twako betul-betul berubah seperti tuyul yang berjumlah lima segala " ini betul-betul gila " ia betul-betul tuyul yang
kelihaiannya sukar diukur."
"Aduh " ilmu Jing Di sudah berkembang sedemikian hebat, mungkin Lie pekpek sendiri tidak akan mampu bersilat seperti ini."
Pertarungan yang sangat menarik segera terjadi. Dan yang sangat luar-biasa, setiap laksamana yang bergerak dengan jurus-jurus yang berbeda-beda juga
dihadapi oleh setiap Yang Jing dengan jurus yang berbeda-beda pula. Secara
kasat mata memang terlihat seperti demikian halnya, namun sebenarnya,
pembukaan pibu ini adalah pertarungan antara dua jenis ilmu langkah ajaib yang mengandalkan keluwesan,kecepatan, dan perhitungan langkah yang sangat
rumit sekali. Hanya orang-orang jenius sejati yang sanggup memahami ilmu ini, karena dasar dari setiap gerakan merupakan paduan dari kecepatan, jarak, dan waktu yang bukan kepalang akuratnya.
Sangat jelas sekali, setiap jurus yang mereka kerahkan adalah jurus-jurus kelas satu yang bermuatan sinkang yang bukan main lihai dan kuatnya. Selang
beberapa waktu tiba-tiba tampak sinar kuning membungkus hampir seluruh
tubuh Laksamana Zheng He, sedangkan sinar perak, berbareng dengan itu, juga tampak menyelubungi seantero tubuh Yang Jing. Dan detik berikutnya, tiba-tiba sinar kuning itu berubah menjadi seperti angin puting beliung yang mengejar kilatan sinar perak. Namun itu hanya sebentar, karena sinar perak itu secara mendadak bukannya pergi menjauhi, namun bergerak di pusat gerakan itu,
melebur menjadi satu dengan arah gerak sinar kuning itu. Dan pada waktu yang hanya seperempat tegukan air, terdengar bunyi seperti dua kaca saling
membentur. "praaaang "..!!!"
"Jing Dixiong engkau hebat, aku gembira sekali, mari kita lanjutkan dengan seni bermain musik."
"Paman hanya mengalah, marilah paman akupun juga suka bermain musik."
Entah apa yang dimaksud ilmu bermain musik, setiap orang yang menonton pibu itu seperti tidak memahaminya. Entah siapa yangbergerak lebih dulu, tiba-tiba mereka bersilat seperti menulis-nulis di angkasa, tetapi setiap gerakan
menghasilkan suara yang mula-mula lembut merayu-rayu, namun sejenak
kemudian berubah menjadi desir-desir suara yang aneh dan memiliki pengaruh
yang luar-biasa hebatnya. Yang luar-biasa, suara itu bukan dihasilkan dari mulut mereka tetapi dari setiap gerakan yang mereka lakukan.
"Wow " itu Shen Ta Lek Ling Quan (Jurus Dewa memukul lonceng) yang sudah
mencapai tingkat yang sulit diukur tingginya. Semakin tinggi ilmu itu, semakin kecil suara yang dapat didengar oleh orang yang tidak diserang, tetapi semakin luar-biasa daya serang terhadap sasaran yang dituju. Iiih" bagaimana Jing
twako bisa memahami Shen Ta lek Ling quan segala, aduh" mati aku" ia
betul-betul tuyul yang lihai sekali ". dan laksamana itu betul memahami ilmu itu sedalam-dalamnya " aha" aku ingat sekarang, bukankah kitab ilmu itu telah
dititipkan kepada Kongkong oleh " ya " oleh Laksamana Zheng He."
Coa lie Sian berguman seorang diri sambil terus menatap jalannya pertempuran itu. Ia sungguh tidak ingin ketinggalan barang satu juruspun. Sedangkan De Hu dan Li Fong hanya dapat menggeleng-geleng kepalanya saja melihat cara
bertempur dua orang yang berbeda usia itu. Bukan latihan antara murid dan
guru, melainkan dapat dikatakan, permainan antara dua arsitek ilmu silat yang tiada duanya di kolong langit.
"Jing dixiong, aku belum puas, sebelum kita bermain-main dengan pedang, mari buatlah mataku lebih lebar meleknya."
"Paman, aku tidak biasa menggunakan pedang, biarlah aku menggunakan
ranting kering ini saja."
"Ho"ho"ho" selama empatpuluh tahun aku menggembara di Wulin, sebatang
pedangpun tidak pernah kugunakan, aku juga gemar mempergunakan ranting,
ayo " marilah " awas serangan".!"
Saking gembiranya, Laksamana Zheng He begitu membuka serangan, serangan
bukan main hebatnya. Ranting di tangannya berubah menjadi ribuan ranting
yang bergerak seperti bianglala mengejar mangsa.
Yang Jing sangat terpukau melihat imu jempolan ini, diam-diam ia melihat
perkembangan ilmu ini dalam hatinya. Ilmu pedang ini merupakan gabungan
khiekang, ginkang, dan sinkang yang luar-biasa lihai dan hebatnya. Ranting itu mengeluarkan bunyi yang bermacam-macam, tetapi sekaligus memliki daya
serang yang sulit untuk dipecahkan. Segera Yang Jing memainkan ilmu yang ia pahami dan pecahkan berdasarkan analisa Lie Bing Zhie yang bernama
Waikexue Xikuang Banqian Shengyin (membedah arus, memindahkan suara).
Dari celah-celah kelebatan ranting yang hampir tidak terlihat sama sekali itu, ranting di tangan Yang Jing juga menerobos masuk seperti gerakan memilin-milin suara desingan ranting di tangan Sang Laksamana. Walaupun celah di
antara kelebatan ranting itu relatif sempit dan terbatas, namun ranting di tangan Yang Jing dapat masuk dan turut bermain di arena itu sehingga terjadilah
pertarungan ilmu silat pedanga yang sungguh sulit dibayangkan keindahan dan kehebatannya. Dua ranting yang saling memilin-milin gelombang suara
kelebatannya itu menimbulkan suara tinggi rendah seperti suara musik
berfrekwensi tinggi. Pada detik selanjutnya tampak mereka berdua berhenti
sama sekali, tidak melakukan gerakan apapun, walaupun dua ranting saling
berhadapan. Hanya mata kedua orang itu saling menatap tajam sekali. Sedetik kemudian, ranting di tangan Laksamana itu bergerak begitu cepat ke arah empat jalan darah di tubuh Yang Jing, tetapi belum ujung ranting bergerak ke jurusan yang dimaksud, secara mendadak ujung ranting di tangan Yang Jing sudah lebih dulu sampai di hiat-to di dadanya, buru-buru ia membatalkan serangannya. Diam kembali, tidak bergerak, dan tiba-tiba Yang Jing menggerakkan rantingnya ke lima titik Hiat-to pada diri Sang Laksamana, namun sebelum ujung rantingnya menyentuh sasaran,tiba-tiba ranting di tangan Laksamana sudah hampir
menyentuh hiat-to di dada kirinya, sehingga ia harus membatalkan serangannya, demikian seterusnya. Siapa saja yang menyerang lebih dulu, ia akan terkena
serangan terlebih dahulu. Setelah kira-kira sepeminuman teh lamanya, tiba-tiba terdengar suara keduanya terpingkal-pingkal melihat kenyataan itu.
"Ha"ha"ha"ha..sungguh lucu tetapi sangat mengaggumkan " untung aku
tidak bertempur denganmu sebagai musuh, kalau ya, sudah tadi-tadi aku akan
terima binasa " sungguh pemuda ajaib"ha"ha".ha" betapa puasnya hatiku.
Aku harus kagum kepada Hongsiang, ternyata memiliki mata seorang Dewa,
pagi-pagi sudah sanggup melihat dua buah mutiara yang bersinar begitu
cemerlang di tengah-tengah gelapnya dunia persilatan saat ini."
Yang Jing juga tertawa terpingkal-pingkal ketika bertanding ranting diam tadi dengan Laksamana Zheng He. Dari permainan itu, ia melihat sesuatu yang
istimewa yang mungkin lepas dari penglihatan Laksamana Zheng He: diam
sesungguhnya bergerak, dan bergerak itu sesungguhnya diam. Yang Jing
mengucapkan kalimat ini berkali-kali sambil seperti berpikir dalam, kemudian tertawa terpingkal-pingkal.
"Jing twako " kenapa tertawa sendiri seperti tuyul menemukan duit banyak?""
"Sian Mei, aku menemukan kunci perpaduan antara gerak diam dan gerak
bergerak menurut ilmu perbintangan pada saat bertanding tarap terakhir dengan Laksamana Zheng He tadi. Nanti akan kujelaskan kepadamu. Bukan ilmu tuyul
tetapi ilmu sejati."
"Jing Di, ilmumu sudah berkembang demikian rupa " kapan engkau punya
kesempatan berlatih barang sejenak dengan kakakmu?"
De Hu tiba-tiba mendekat sambil mesam mesem kagum melihat Yang Jing. Dan
begitu ia sampai sangat dekat, ia berbisik di telinga Yang Jing
"Jing Di, rasain kau sekarang?"
"Hu Koko, rasain kenapa?"
Yang ditanya diam saja, namun tersenyum. Begitu ia melirik ke arah Lie Sian, barulah Yang Jing sedikit mengerti.
"He " he " jangan salah sangka, emangnya gadis jelita seperti Lie Sian mau
sama orang kayak tuyul jelek, seperti aku ini" Koko, rasain kau sekarang ".
Memangnya aku tidak tahu " hatimu sudah terjungkal sampai berguling-guling
karena Tian Mi Hongli (Bunga madu li merah)."
"Ssst " Jing Di, dia bukan Tian Mi Hongli (Bunga madu li merah)" dia itu.."
"aku tahu, dia Hsing Li Fong, gadis sakti cucu Pengemis Sakti Tangan Kilat
Hsing Yi Tung."
Dua orang yang sudah seperti kakak-beradik itu saling melepas rindu dengan
cara saling menggoda. Karena mereka berbisik-bisik sambil tertawa ditahantahan, Li Fong dan Lie Sian hampir bersamaan datang mendekati.
"Kenapa tertawa-tawa seperti ini, apa yang lucu?"
"Fong Cici, Hu Koko bilang, hanya cicilah wanita yang tercantik di dunia "!"
"Jing Di"!!"
"Ayo, berani membantah " bukankah benarLi Fong cici itu cantik jelita seperti bunga yangliu yang baru tumbuh" Bukankah Hu koko barusan berkata begitu "
betul tidak Hu koko?"
De Hu benar-benar tidak bisa berkutik menghadapi Yang Jing.
"Eeh " kecil-kecil sudah pandai merayu "
"Merayu siapa" Ya "merayu calon kakak iparku "ha..ha".ha"."
"Aduh " celaka betul, sian shimei memang betul, ternyata ada tuyul
gentayangan di hati Jing di."
"Hu koko " apakah aku salah bila berkata Fong cici itu cantik seperti bidadari?"
"Aha " sekarang aku yang tanya,"Cantik mana Fong cicimu dengan Lie Sian
Shimeiku."
Kontan Yang Jing kelabakan menghadapi pertanyaan itu. Dan sementara itu Lie Sian melotot ke arahnya. Dan tiba-tiba ia menarik tangan Li Fong dan dengan cekatan keduanya berdiri di hadapan Yang Jing.
"Nah, sekarang katakan secara jujur, cantik mana aku sama Li Fong cici?"
Muka Yang Jing menjadi merah seperti udang direbus. Sedangkan Li Fong
hanya tersenyum-senyum sambil memainkan matanya sebelah kiri. Saking
kebingungan, Yang Jing tiba-tiba melesat pergi dan berdiri tidak jauh dari Kaisar Yongle dan Laksamana Zheng He.
BAB 25: KAISAR YONGLE TERKURUNG DI BAIGONGDIAN
Ketika hari menjelang malam, kaisar Yongle mengajak Laksamana Zheng He
dan panglima Tio Hok Gwan, Shi De Hu, dan Yang Jing berdiskusi politik.
Wajahnya nampak muram dan garis-garis kesedihan kelihatan jelas mewarnai
rona mukanya. "Hu dixiong dan Jing dixiong apakah kalian masih ingat tugas rahasia yang
kuberikan kepada kalian tiga tahun yang lalu" Dan hari ini adalah hari perjanjian kita untuk bertemu di tempat ini untuk membicarakan sikap, tindakan, dan
strategi yang harus segera kita ambil."
"Hamba mengingat tugas itu dan hamba telah jalankan dengan sepenuh jiwa."
De Hu dan Yang jIng menjelaskan dengan nada yang sama.
"Hu dixiong, uraikanlah hasil penyelidkanmu."
"Hongsiang, hamba menyelidiki bahwa Bupun Ongya itu terdiri dari dua orang
yang saling bekerja sama dengan satu tujuan mengambil alih kekuasaan dari
tangan Hongsiang yang menurut anggapan mereka kekuasaan itu diperoleh
dengan jalan kup berdarah. Bupun Ongya yang pertama bekerja di dalam istana Hongsiang dibantu oleh selir hongsiang sendiri, yaitu selir ketujuh. Ia mendirikan sebuah istana yang terletak di Kota Xining, propinsi Qinghai yang dinamakan Istana Pualam Biru. Dan hal yang sangat membahayakan, mereka menggali
sumur minyak di selat Bohai yang akan dipergunakan untuk membakar
bendungan-bendungan Dayunhe dan istana kekaisaran apabila upaya
pembunuhan atas diri Hongsiang gagal. Sedangkan perasaan Hongsiang
terhadap seseorang yang menurut analisa hongsiang adalah Bupun Ongya itu
sendiri agaknya mendekati kebenaran."
"Ah " sungguh sangat berbahaya, ribuan prajurit dan rakyat biasa akan
menemui kebinasaan apabila upaya pembakaran itu tercapai " ah " haruskah
aku mengorbankan diriku sendiri untuk mencegah pertumpahan darah?"
"Hongsiang, tenanglah " negara saat ini membutuhkan pemimpin yang pandai
dan cinta rakyat. Dapatkah Hongsiang bayangkan apabila negara diperintah oleh orang-orang yang tidak segan-segan mempergunakan anasir jahat dan
pertumpahan darah untuk mencapai tujuannya, Al ahualam, hamba sendiri tidak bisa menerima keadaan itu."
"Oh " Zheng He, pandanganmu sangat luas, benar juga, aku tidak boleh
memikirkan diriku sendiri. Sebagaimana apa yang kau imani bahwa kekuasaan
yang kupegang saat ini adalah titipan Thian, kalau Thian menghendaki aku
melepaskannya, walaupun selaksa ribu prajurit dikerahkan untuk menghentikan, tidak juga akan berhasil, demikian juga apabila Thian menghendaki aku terus memimpin, walaupun hujan api belerang juga tidak akan dapat menarikku turun dari tahta. Jing dixiong, bagaimana dengan tugas yang kuberikan kepadamu?"
"Hongsiang, uraian De Hu koko ternyata juga cocok dengan apa yang menjadi
tugas hamba. Di utara, seorang Bupun Ongya juga memegang pucuk pimpinan.
Ia dibantu oleh sebagian bala tentara Khitan, orang-orang Mongol yang
berusaha berkuasa kembali, dan juga kaum persilatan di selatan yang merasa
tidak puas dengan pimpinan Hongsiang. Dan yang lebih mengejutkan banyaknya
pendeta Lama dari Tiber turut terlibat dalam persengkongkolan ini. Seorang
Lhama yang bernama Sakhya Yeshe yang hamba dengar adalah seorang murid
Lhama sakti dan berpengaruh di Lasa terlibat langsung dengan pembrontakan
berskala besar ini. Sebelum hamba bertempur dengannya, hamba mendengar
pendeta Sakhya Yeshe bukan orang jahat, tetapi dalam kenyataannya ia
memang seorang pendeta yang memiliki berbagai macam ilmu iblis dan sangat
telengas tindak-tanduknya. Coa Lie Sian shimei berhasil membakar habis kapal besar milik para pendeta Lhama yang memuat ratusan kati minyak bakar yang
diambil dari selat Bohai. Mengenahi perasaan Hongsiang tentang seseorang
yang mneyamar sebagai bupun Ongya di Utara, agaknya tidak meleset jauh,
karena orang ini sangat dijunjung tinggi oleh orang banyak bahkan Bupun Ongya di Kotaraja juga mempertuan dirinya."
"Hmm " Jing dixiong, yang kau jumpai sebagai Sakhya Yeshe itu adalah
Sakhya Yongsang . Ia kembali membikin geger dengan menyamar sebagai
Sakhya Yeshe. Memang keduanya memiliki wajah yang nyaris sama. Aku sudah
beberapa kali bertemu dengan Sakhya Yeshe,ia seorang pendeta Lhama yang
suci, dan aku berani berkata gerakan Lhama dari Lasa ini tidak ada sangkut
pautnya dengan pendeta Sakhya Yeshe ataupun Dalai Lhama sendiri. Ada pihak
ketiga yang berusaha mengadu domba antara pemerintah Ming dengan Dalai
Lhama " Hmm " aku yakin dugaanku benar."
"Zheng He, jikalau dugaanmu itu benar, bagaimana hubungannya dengan Bupun
Ongya di Utara?"
"Hongsiang, jelas sekali, Bupun Ongya di Utara berusaha mengumpulkan
golongan-golongan tertentu yang punya dendam, ketidak puasan, atau memiliki tujuan politik tertentu untuk menjungkalkan hongsiang dari tampuk kekuasaan.
Tujuannya bukan semata-mata kekuasaan, tetapi lebih mengarah kepada balasdendam, sedangkan kekuasaan itu sendiri menjadi tujuan untung-untungan.
Demikian analisa hamba."
Pada saat diskusi sampai pada saat-saat yang sangat serious yaitu menyangkut strategi mengatasi usaha kup berdarah itu, sekonyong-konyong dua sosok tubuh melayang dengan luar-biasa cepat ke dalam ruangan.
"Hongsiang, mohon ampun, kami berdua datang menganggu, karena kejadian
yang sangat ganjil di luar." Li Fong dan Lie Sian tiba-tiba sudah berada di ruangan sambil berlutut di depan kaisar.
"Tenanglah jiwi guniang, silahkan berbicara ?"
"Ketika hamba berdua dengan Lie Sian sedang berjalan-jalan di dekat danau,
kami mendengar berkelebatnya bayangan-bayangan orang dengan
menggunakan ginkang yang sudah tinggi sekali di sekitar Baigongdian. Ketika hamba berdua memeriksa di luar, ternyata yang tersisa hanya para pengawal
khusus kaisar lapisan terakhir saja yang berjumlah duapuluh empat, sedangkan lapisan lainnya sudah terbabat habis karena hamba berdua melihat banyaknya
mayat-mayat di balik belukar."
Sebelum semuanya menjawab, Laksamana Zheng He sudah mencelat dari
tempatnya dan tiba-tiba sudah berdiri di hadapan semua orang.
"Hu dixiong, Tio Hok Gwan, Hsing Li Fong Guniang, dan Coa Lie Sian guniang
bersiaplah menghadapi pertempuran hidup mati di tempat ini. Sedangkan Jing
dixiong bertugas melindungi keslamatan Hongsiang. Jing dixiong, bawahlah
hongsiang pergi menurut petunjuk beliau. Semua tidak diperkenankan
memisahkan diri satu dengan yang lain, karena kalau dilihat caranya, musuh
yang datang kali ini bukanlah sejenis prajurit, melainkan orang-orang yang
berilmu tinggi."
Dengan dipimpin oleh Laksamana Zheng He, lima pendekar sakti itu melangkah
keluar dari Baigongdian. Sekilas sebelum meninggalkan ruangan, Lie Sian
menoleh ke arah Yang Jing, matanya memandang penuh perasaan. Dan
kebetulan Yang Jing juga sedang menatap langkahnya keluar dari tempat itu.
Dalam waktu beberapa detik, dua pasang mata itu saling menatap, entah
perasaan apa yang bergejolak dalam hati mereka tidak ada seorangpun yang
mengetahui. Yang Jing hanya memandang dengan senyum penuh percaya diri.
Begitu kelima orang itu menyongsong musuh di depan Baigongdian, Yang Jing
segera meminta kaisar Yongle pergi meninggalkan tempat itu untuk
menyelamatkan diri. Kaisar hanya tersenyum setenang air telaga Dongli.
"Jing dixiong, ada lorong rahasia yang tidak diketahui oleh orang lain kecuali diriku dan laksamana Zheng He. Dialah yang membuat lorong itu dengan
tangannya sendiri dalam tempo tiga bulan. Lorong ini menembus suatu tempat di bawah telaga Dongli dan berakhir di perut bukit. Marilah,dan engkau harus yakin tidak ada sepasang mata yang mengawasi kita. Bawalah aku menuju ruang
sebelah timur dan gerahkan ginkangmu secepat mungkin, begitu melihat dapur
Baigongdian masuklah dengan cepat. Di dalam dapur terdapat sebuah patung
Raja Koki, ketoklah delapan kekiri, dan empat kali ke kanan."
Begitu mendapat petunjuk itu, Yang Jing segera membawa kaisar Yongle
dengan ginkangnya yang membuat diri mereka berkelebat seperti bayangan
dewa yang hampir tidak terlihat oleh mata, begitu melihat dapur istana mungil itu, Yang Jing semakin mengepos tenaga dan bagaikan kilat ia mengetuk patung
Raja Koki menurut petunjuk kaisar, dan sekonyong-konyong dari bahwa patung
itu terbuka sebuah pintu yang terbuat dari baja yang tebalnya luar-biasa, namun pintu dapat terbuka dengan cepat sekali, sehingga Yang Jing harus bergerak
cepat memasuki pintu itu karena pintu secara otomatis tertutup dengan
sendirinya dalam tempo yang sangat cepat juga. Lorong itu membawa mereka
berdua seperti jalan menurun, dan beberapa kemudian naik lagi. Tidak ada sinar matahari yang bisa masuk di tempat itu, sehingga keadaannya gelap sekali.
Tidak beberapa lama sampailah mereka di tempat yang tampaknya buntu, tidak
ada jalan lagi. Segera Yang Jing melepaskan gandengannya dan membiarkan
kaisar meraba sesuatu di sekitar dinding. Tiba-tiba Yang Jing mendengar
sesuatu bergerak, karena tidak menduga adanya perubahan itu Yang Jing
dengan cekatan melompat dan menyambar kaisar Yongle menjauh dari tempat
itu. Kaisar hanya tersenyum melihat gerakan Yang Jing. Tidak beberapa lama di lorong itu terbuka sebuah pintu yang terbuat dari besi berwarna kuning, dan masuklah mereka di sebuah ruangan yang hampir-hampir membuat Yang Jing
meleletkan lidahnya melihat keindahannya.
Karena memang dasarnya Yang Jing suka membaca buku, begitu melihat
kumpulan buku-buku kuno dirinya seperti kena sihir sehingga tanap sengaja
matanya tercenung seperti memandang Dewi Kwan Im turun dari langit. Memang
tidak bisa disalahkan keadaan Yang Jing yang seperti tersihir begitu rupa,
karena buku-buku yang mengisi separoh lebih ruangan di perut bukit itu adalah koleksi buku-buku kuno yang tidak mungkin di dapat di Tionggoan lagi. Tidak ada satupun terdapat buku tentang ilmu silat di tempat itu, namun yang membuat Yang Jing tertarik adalah sebuah buku paling tipis diantara kumpulan buku-buku itu. Ia tertarik sekali, karena penulis buku itu adalah Lie Bing Zhie.
"Jing Dixiong, apakah kau tertarik dengan buku-buku lapuk itu" Semuanya
tentang ilmu politik, ekonomi, dan ilmu perbintangan. Kalau mau membaca boleh mengambil barang satu atau dua buku, mana yang paling membuatmu tertarik?"
"Hongsiang, bolehkah hamba membaca buku tulisan penulis Lie Bing Zhie itu?"
"Ha " ha " ha " Tianpin Er"Tianpin Er, kau sungguh bocah aneh dan sukar
Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimengerti. Aku masih ingat di Wenyuandian, engkau ingin membaca buku
Taming Rili yang sulit dan membuat kepala pusing, sekarang di tempat ini
engkau tertarik dengan buku ilmu perbintangan yang lebih ruwet sekali.
Laksamana Zheng He mengatakan mengapa ada orang seperti Lie Bing Zhie
yang menulis ilmu perbintangan yang tidak bisa dimengerti sama sekali.
Membingungkan dan antara analisa yang satu dengan yang lain tidak memiliki
hubungan sama sekali. Dia juga mengatakan, buku semacam ini sebenarnya
tidak cukup mutu untuk disimpan di tempat ini. Cuma karena usiannya sudah tua saja aku tetap mau menyimpannya. Hari ini, karena engkau tertarik, maka
kuberikan kepadamu dengan sukarela " ha"ha"ha"sungguh bocah yang
aneh sekali."
Betapa gembira Yang Jing begitu kaisar Yongle memberikan buku itu untuk
dimilikinya. Begitu ia membuka, hatinya menjadi berdebar-debar, karena isinya ternyata berisi analisa ilmu yang luar-biasa sekali. Ia mengerti mengapa
Laksamana Zheng He tidak bisa menyelami apalagi mengerti isi dan tujuan buku ini, karena tanpa membaca kitab Wulin Xinwenjishi tidaklah mungkin mengerti isi buku ini.
Kita tinggalkan dulu Yang Jing dan kaisar Yongle di tempat rahasia di perut bukit. Kita melihat sejenak gerakan di tempat lain.
Sebagaimana telah dilaporkan oleh Hsing Li Fong bahwa telah terjadi hal yang luar-biasa di kalangan prajurit yang menjaga Baigongdian. Dua dara sakti itu mendapati banyak prajurit binasa dan mayatnya dibuang di semak-semak
belukar. Tidak didapati bekas-bekas luka senjata tajam, tetapi rongga dada dan isi perutnya hancur luluh. Kematian seperti ini adalah akibat hamparan pukulan dengan menggunakan lweekang yang sudah mencapai tingkat yang sangat
sempurna. Apakah yang terjadi sesungguhnya" Malam itu berkelebat di tengah
kegelapan lima bayangan dengan kecepatan yang fantastis sekali. Di setiap
lapisan prajurit jaga, kelima bayangan ini bergerak bersamaan dengan ginkang yang istimewa, dan sekali sambar duapuluh empat prajurit itu binasa dengan
cara yang hampir sama. Sebelum para prajurit itu sempat berteriak atau melihat, mereka telah mati dengan cara yang sangat lihai, tubuh masih utuh, tetapi dari telinga, mata, dan hidung mengucur darah. Mayat-mayat itu dilempar begitu saja di semak belukar, sehingga suasana menjadi sepi mendirikan bulu roma. Hanya tinggal lapisan ke duapuluh empat yang dibiarkan hidup. Rupanya penyatron
tidak menghendaki kedatangan dan serangannya diketahui oleh penghuni
Baigongdian sebelum waktunya.
Sementara itu, dua li dari tempat itu, serombongan orang yang terdiri hampir sembilanpuluh orang bergerak cepat menuju Baigongdian (istana Putih).
Gerakan mereka rata-rata gesit dan tangkas. Logat mereka bukan logat selatan, tetapi logat Utara tembok besar. Inilah pasukan dari utara yang dikirim oleh Bupun Ongya dengan tugas khusus yaitu menjungkir balikkan pasukan khusus
pelindung kaisar. Mereka dipimpin oleh oleh Hek Sin Lama (Lama berhati hitam) dan Bao Gui Xi Dao (Iblis sadis golok maut). Selain dua orang sakti itu, tampak juga orang-orang Pek Lian Kauw yang sangat anti pemerintah Ming. Mereka
terdiri dari sembilan orang tosu yang berkedudukan tinggi di partai teratai putih itu. Rata-rata berilmu tidak dibawah Bao Gui Xi Dao. Pimpimpin rombongan Pek Lian Kauw ini adalah seorang tosu bertubuh tinggi kurus dan bermata sipit.
Orang hampir jarang melihat matanya terbuka, walaupun dibalik mata yang sipit itu memancar sinar mata yang tajam,kejam, dan cabul, namanya Gak Lian Tosu.
Rombongan ini sudah melintasi entah berapa kota sebelum mencapai Telaga
Donglin, dan sudah banyak menyengsarakan banyak rakyat yang tidak berdosa
karena keganasannya. Hampir setiap malam, sembilan tosu itu menculik anak
gadis orang yang untuk dipakai memuaskan nafus binatangnya. Kurbannya
diperkosa sampai hampir pingsan kemudian dibunuh dengan jalan dicekik
sampai mati pada saat menyetubuhi mereka. Mereka menikmati kepuasan sex
yang tiada taranya menjelang si kurban mau mendekati ajalnya. Demikian juga para perampok dan garong dari utara tembok besar itu mempergunakan
kesempatan untuk merampok dan sekaligus memperkosa anak gadis atau bini
orang dimanapun mereka berada.
Keganasan rombongan ini didengar oleh panglima muda dari Peng-Poh-Siang-Si
(Departement Angkatan Perang) Jendral Gan, yaitu panglima muda Gan Bu
Tong. Dengan membawa pasukan yang beranggotakan seratus orang, dengan
dibantu oleh puteri Yamami dan seorang pendekar Kunlunbai Sie Ban Kiem,
Gan Bu Tong dan puteri Namita bergerak menuju Telaga Dongli. Di jalan yang
menanjak dekat bukit Qiadu, pasukan Bu Tong dapat mengejar rombongan ini.
Tidak ayal lagi terjadi perang kecil yang dasyat di kaki bukit Qiadu di telaga Dongli. Yang celaka adalah pasukan Bu Tong karena sembilan tosu Pek Lian
Kauw itu seperti iblis gentayangan yang membunuh banyak pasukan seperti
membabat rumput saja, sehingga darah muncrat-muncrat di mana-mana. Milhat
ini, Bu Tong menjadi marah sekali, dengan gerakan hampir seperti kilat cepatnya ia segera melabrak sembilan tosu itu dengan hebatnya. Dengan ilmu Feiqiu
Sangyun (terbang di atas awan), ia berkelebat-lebat di atas kepala tosu-tosu itu sambil menggerakkan pedangnya dengan ilmu Yingzi Shen shuangjian (pedang
bayangan dewa). Karena Bu Tong dalam keadaan marah sekali, ilmu dan
ginkangnya dikerahkan sepenuhnya, akibatnya sungguh luar-biasa sekali,
sembilan tosu cabul itu tidak bisa mengikuti kemana tubuh Bu Tong bergerak, tahu-tahu empat kilatan pedang sudah bersarang di leher lima tosu yang paling dekat dengan dirinya. Bu Tong kini berdiri menatap empat orang tosu yang
masih berdiri dengan mata merah karena hawa amarah.
"Tosu cabul, hari ini aku bersumpah akan membinasakan diri kalian supaya bumi Tionggoan bersih dari ancaman kejahatan kalian yang kelewat batas."
"Bu Tong koko " jangan borong sendiri, berikan aku sedikit bagian dari daging-daging berbau busuk itu!"
Tiba-tiba sebuah bayangan kuning tahu-tahu sudah melabrak tiga tosu yang
berdiri paling belakang dengan hebatnya. Gerakan pedangnya yang memainkan
ilmu Hongmo Fentian (pedang pelangi mengacau angkasa) begitu lincah dan
hebat. Tiga tosu itu dibuat kalang-kabut menghindarkan diri. Namun tidak begitu mudah bagi Gan Juen Ai yang tiba-tiba muncul itu untuk menjatuhkan ketiga tosu kosen itu. Sambil cengar-cengir dan mata berminyak, ketiga tosu itu mulai
melabrak Juen Ai dengan jurus-jurus yang mengarah kepada bagian tubuh yang
paling rahasia dari seorang gadis. Juen Ai menjadi marah sekali, segera ia
memainkan ilmu Hongmo-Bo-Wu (pedang pelangi merobek halimun). Setelah ia
mendapat beberapa petunjuk dari Yang Jing, kemudian selama beberapa bulan
bergaul akrab dengan Shi Xing Long, ilmu pedangnya menjadi maju pesat. Tiga tosu itu menjadi terdesak hebat sekali.
Sementara itu, Yamami dan Sie Ban Kiem pendekar Kunlun itu mengatur
barisan, dan memimpin mereka melabrak gerombolan itu dengan gagah berani.
Sedikit demi sedikit, pasukan Peng-Poh-Siang-Si mulai mendesak pasukan
Utara itu. Namun itu tidak berlangsung lama, karena mendadak Hek Sin Lama
(Lama berhati hitam) dan Bao Gui Xi Dao (Iblis sadis golok maut) menyeruak
masuk dan mencerai-beraikan pasukan itu. Sambaran besi-besi berbentuk
lingkaran yang dihiasi dengan dua tengkorak bayi di tangan Hek Sin Lama
menjadi senjata beracun yang mematikan. Sedangkan Bao Gui Xi Dao seperti
iblis sadis yang sedang menghirup darh manusia sebanyak-banyaknya.
Goloknya bagaikan bayangan setan menyabet leher prajurit-prajurit yang tidak sempat menghindarkan diri. Yamami dan Sie Ban Kiem tidak berdaya
menghadapi kilatan golok yang luar-biasa ganasnya itu.
"Anjing-anjing Yongle, terimalah kematianmu "..!!"
"Traaaaaaaaaaaangg ". Ding?"?"".!!"
Sebuah pedang bersinar merah darah tiba-tiba menangkis goloknya, sehingga
golok itu menyelweng tidak teratur geraknya. Tangannya menjadi kesemutan.
Begitu ia menoleh, ternyata disitu telah berdiri seorang pemuda berlengan
buntung. Tangan kirinya memegang golok yang mengeluarkan sinar merah
gilang-gemilang.
"Bao Gui Xi Dao " akulah lawanmu, hari ini aku mewakili pemerintah Ming dan perguruanku Tienshanbai untuk mengambil nyawa busukmu " bersiaplah
menerima akibat dari perbuatanmu di Tienshanbai."
"Ha" ha"ha" pendekar buntung dari Tienshan ingin jadi pahlawan " ayolah
kalau memang engkau sudah bosan hidup. Gurumu sendiri belum tentu sanggup
melayaniku barang seratus jurus apalagi dirimu yang sudah cacat " ha"
ha".ha".h". lucu dan menggelikan."
Sehabis berkata demikian ia menyerang dengan ilmu goloknya yang disebut
Mizong Luohan, ilmu golok yang berdasarkan perpaduan dua unsur ilmu rahasia dari Shaolinbai : Mizongquan dan Luohanquan. Bukan main hebatnya!
Sambarannya menggaung-nggaung seperti gerengan musang di waktu malam.
Ilmu golok ini sebenarnya adalah ilmu dari golongan putih yang kuat dan lihai sekali, tetapi di tangan Bao Gui Xi Dao, ilmu ini berubah menjadi ilmu yang ganas. Biara shaolin sudah beberapa kali mengutus murid-muridnya untuk
menghukum imam sesat ini, tetapi tidak seorangpun yang berhasil
mengalahkannya.
Namun hari ini ia ketiban sial karena yang sedang ia hadapi dapat dikatakan seorang pemuda gemblengan yang ilmu pedangnya pernah menjagoi segala
ilmu pedang pedang. Ia adalah pewaris tunggal pendekar tangan satu Qi Cao
Mo Wang dengan ilmunya yang disebut Shen Qi Cao Quan (dewa membabat
rumput). Tidak sampai duapuluh jurus, Bao Gui Xi Dao sudah terdesak hebat sekali.
Lebih-lebihXin Long menggerakkan pedangnya seperti seorang hakim keadilan
yang menuntut hukuman keras kepada pelaku kejahatan yaitu: hukuman mati.
Maka tidak kepalang dasyatnya Hong Sin Kiam mengurung Bao GuiXi Dao.
Keringat dingin mengucur dari dahinya, dan dadanya menjadi sesak karena
hempasan hawa sakti yang menyeruak dari ujung pedang.
Pada jurus keduapuluh lima,tiba-tiba Hong sin kiam itu bergerak dari atas dan kembali turun dengan sudut melintang. Gerakan ini luar-biasa cepatnya,
sehingga mata Bao Gui Xi Dao tidak bisa melihat arah gerakan pedang lagi,
tidak ayal lagi terdengar jeritan yang memilukan keluar dari mulutnya bersamaan dengan ambruk tubuhnya dengan luka melintang dari kepala ke dada sebelah
kiri. Hanya sebentar ia berkelejotan, kemudian diam untuk tidak bangun lagi.
"Amithaba " amithaba " terima kasih, sicu telah mengulurkan tangan
membinasakan anggota shaolin yang mengambil jalan sesat itu. Pinceng Hulin
Hosiang dari Shaolinshi mengucapkan terima kasih. Murid-murid pinceng juga
turut membantu pemerintah Ming mengatasi para penjahat yang menyerbu di
sebelah selatan Dayunhe. Sampai jumpa".!"
Hwesio itu tiba-tiba melayang seperti kapas tertiup angin meninggalkan Xin Long yang tercengang-cengang melihat kehadiran hwesio itu secara tiba-tiba tanpa dia ketahui sama sekali.
"Hmm " dia pasti seorang sakti yang sudah lama cuci tangan dari urusan Wulin, sehingga ia tidak mau turun tangan sendiri menghukum anggotanya yang
murtad." Sementara itu, Hek Sin Lama juga menjadi kewalahan ketika ia harus
berhadapan dengan Sie Ban Kiem dan Yamami. Walaupun ia memiliki ilmu silat
yang tinggi, namun menghadapi Sie Ban Kiem, murid gemblengan ketua
Kunlunbai yang dibantu oleh puteri Yamami, mana dia bisa bertahan lama. Ilmu pedang Kunlun yang sudah ratusan tahun terkenal di dunia persilatan, apalagi dimainkan oleh seorang ahli seperti Sie Ban Kiem, akibatnya sungguh luarbiasa. Sedangkan Yamami juga bukan gadis lemah, ilmu silat yang diajarkan
oleh paman dan ayahnya membuat gadis ini tidak bisa dianggap enteng.
Walaupun membutuhkan waktu yang lama, akhirnya kedua orang ini berhasil
menyarangkan pedangnya pada ulu hati Hek Sin Lhama, sehingga ia juga
binasa dengan tubuh berlumpuran darah.
Gak Lian tosu bersama sutenya sedang berjuang mati-matian menghadapi
gempuran pedang di tangan Gan Bu Tong. Hampir sekantong Pek Lian Ting
telah dilepaskan untuk membinasakan Bu Tong, tetapi gerakan pemuda berkaki
satu itu masih terlalu cepat dibandingkan kecepatan luncuran paku-paku
beracun itu, sehinga mau-tidak mau mereka harus berusaha mengatasi
serangan Bu Tong dengan pedang. Namun, hari ini Bu Tong yang sudah dalam
keadaan marah tidak memberi kesempatan bagi mereka berdua untuk bisa hidup
lagi di dunia. Kilatan pedang di tangan kanan dan telapak tangan kirinya yang memainkan Lohan shouzhang quan (Ilmu sakti telapak Lohan) benar-benar tidak bisa diatasi oleh mereka. Pada saat selanjutnya, tiba-tiba Bu Tong melentik seperti udang mencelat, kemudian menukik dengan kecepatan yang bukan
main, tahu-tahu telapak tangan kirinya sudah menghantam kepala kiri Gak Lian Tosu, sedangkan pedang di tangan kanannya sudah membabat perut sutenya.
Terdengar suara seperti orang ngorok
"ngok " brettttttttt!"
Maka jatuhkah tubuh dua orang tosu itu dengan bersimbah darah. Bu Tong
menyarungkan pedangnya, kemudian berjalan mendekati Gan Juen Ai dan Shi
Xin Long. "Ai mei" darimana saja kamu" Ayahmu mencari-carimu kemana-mana,dan ia
sangat kuatir tentang keslamatanmu. Tubuhnya menjadi kurus dan sukar makan
sukar tidur. Setelah urusanini selesai, segeralah menemui paman di tempat
biasa. Bolehkan aku tahu nama tuan yang datang bersamamu?"
Diam-diam Bu Tong tersenyum melihat sikap Juen Ai terhadap pemuda buntung
yang muka dan perawakannya sama persis seperti Shi De Hu.
"Tong Koko, ini Shi Xin Long twako,kakak kandung Shi De Hu."
"Oh, pantas " pantas " muka dan perawakannya sama. Shi Dashe senang
berjumpa denganmu, namaku Gan Bu Tong, kakak misan Gan Juen Ai Meimei."
"Tong dixiong, panggil saja namaku: Xin Long."
Sisa-sisa pasukan Utara itu melarikan diri cerai-berai, sehingga pasukan Bu Tong dapat segera menolong teman-temannya yang terluka dan menguburkan
mayat-mayat yang berserakkan di dalam satu lubang supaya tidak menyebarkan
penyakit di kalangan pendudukdi sekitar telaga Dongli.
Ketika Bu Tong hendak mengumpulkan orang-orang itu, ia merasakan ada
tangan halus menarik tangannya.
"Tong Ko, bolehkah aku memeriksa lengan kirimu?"
"Namita, aku tidak apa-apa, memangnya kenapa?" Tanya Bu Tong dengan
penuh kasih sayang kepada puteri Namita yang telah menjatuhkan hatinya itu.
"Tong Ko,cobal lihat.."
Puteri Namita dengan cekatan menaruh lengan Bu Tong pada pahanya, dan
menarik lengan bajunya ke atas. Kemudian mengambil sebuah benda kecil
berwarna hitam yang menancap di lengan Bu Tong.
"Tong Ko ini paku kecil yang beracun sekali. Diamlah " racun itu harus segera dikeluarkan, jikalau tidakdalam waktu dua jam, jiwamu tidak akan tertolong lagi."
Betapa terkejutnya Bu Tong ketika melihat sebuah paku kecil berbentuk bunga teratai. Ternyata satu di antara pek lian ting yang dilepaskan mereka telah mengenah lengannya. Ia membiarkan Namita memeriksa lukanya. Dan saat itu
Juen Ai, Xin Long, Sie Ban Kiem dan Yamami juga datang merubung untuk
melihat bagaimana keadaan Bu Tong.
Setelah Namita mengambil paku itu, tampak darah berwarna hitam keluar dari
lengan itu. Ia mengikat lengan atas Bu Tong, dan setelah itu dengan mulutnya yang berbentuk indah itu, ia menghisap darah itu berkali-kali sampai darah itu berwarna merah. Bibir yang sudah merah basah menjadi lebih merah lagi karena darah Bu Tong. Bu Tong memandang wajah ayu di dekatnya itu dengan terharu
dan penuh kasih yang mendalam. Iapun semakin terpesona melihat kecantikan
Namita yang khas dan luar-biasa itu.
Diam-diam Juen Ai membathin.
"Tong Ko sudah menambatkan hatinya pada gadis ayu dan berbau harum itu.
Dan tampaknya mereka sangat berbahagia. Walaupun TongKo sudah
kehilangan satu dari kakinya, namun gadis rupawan itu sepertinya tidak
mempersalahkan sama sekali. "
"Saudara-saudara dengarlah, panglima Lin Nan Thao sedang memimpin
pasukan besar ke arah Dezhou karena ada pasukan pembrontak dibawah
pimpinan Bohai Toatbeng Laomo dan Hong Hua laomo berencana membakar
bendungan-bendungan dalam upaya menghentikan fungsi Kanal Besar dibantu
para pendekar dari Kunlunbai, Shaolinbai, dan Wudangbai. Kita tidak perlu
menguatirkan keadaan dia, karena kekuatan tiga partai besar itu akan sanggup melawan pasukan pembrontak yang dipimpin oleh dua datuk itu. Namun aku
membutuhkan sukarelawan yang bersedia pergi menjumpai panglima Nan Thao
agar mengingatkan tentang siasat memancing harimau meninggalkan sarang,
karena pasukan pamanku, jendral Gan saat ini sedang menggempur Dagu yang
dikuasahi oleh pasukan Khitan yang bergabung dengan pasukan Mongol. Aku
sendiri akan kembali ke Beijing untuk menjaga kemungkinan serangan musuh
dalam selimut. Apakah ada diantara saudara yang bersedia menemui panglima
Nan Thao" "Panglima Gan, aku bersedia!"
Puteri Yamami yang tinggi semampai, berkulit agak gelap, tetapi harus diakui ia memiliki kecantikan yang unik, sudah tampil untuk mengemban tugas. Bu Tong
menjadi gembira sekali, karena ia mengetahui bahwa Yamami diam-diam jatuh
cinta kepada Nan Thao, maka tugas ini cocok untuk dia. Maka berangkatlah
Yamami menuju ke markas pasukan jendral Gan di Dezhou.
"Ada sesuatu yang hendak kurundingkan dengan panglima Sie Ban Kiem, adikku
Gan Juen Ai dan Shi XinLong Dashe. Silahkan para prajurit beristirahat."
"Perlu diketahui, seorang mata-mata istana berhasil mendapatkan informasi
bahwa hongsiang akan dibunuh pada saat beliau di Baigongdian. Informasi ini agak terlambat, karena Hongsiang sudah berada di Baigongdian bersama
Laksamana Zheng He. Bisahkah aku minta bantuan Long dixiong dan Ai mei-mei
untuk segera menghadap hongsiang" "
"Baiklah kami berangkat sekarang juga, mari Ai mei-mei !"
Tanpa menanti jawaban,segera Xin Long menggandeng tangan Juen Ai dan
dibawanya gadis ini lari secepat terbang menuju ke Baigongdian.
BAB 26: BAIGONGDIAN LAUTAN API
Lima orang sakti itu keluar dari Baigongdian dengan tenang. Pandangan mereka masing-masing lurus ke depan. Sorot mata mereka mencorong tajam bebas dari
perasaan takut, kuatir, ataupun panik. Laksamana Zheng He memimpin di
depan. Walaupun usianya sudah lebih dari limapuluh tahun, namun ia berbadan tegap, dan cara jalannya seperti harimau yang angker dan penuh wibawa. Begitu mereka berada di pelataran depan, tampak mayat-mayat prajurit sayap terakhir berserakan di mana-mana tanpa meninggalkan luka. Mereka mati karena
hempasan tenaga sakti yang bisa dipastikan bukan main hebatnya sebelum
sempat melihat siapa dan darimana penyerangnya.
Laksamana Zheng He menarik nafas panjang dan dari wajahnya jelas sekali
nampak rasa penyesalan dan amarah. Cahaya berwarna kuning sekilas
meradang mengelilingi kedua pergelangan tangannya kemudian sirna kembali.
Sejenak laksamana gagah perkasa ini dikuasahi oleh hawa amarah yang meluap
sehingga hawa sakti di dalam tubuhnya bergolak. Namun itu hanya sebentar,
karena ia sudah bisa mengendalikan dirinya dengan baik.
"Al ahu Akbar " sampai kapankah manusia tidak sadar akan kebesaran-Mu,
sehingga terus membiarkan dirinya dikuasahi oleh setan dan angkara murka?"
Sebentar mulutnya berkemak-kemik membaca doa menurut Islam yang ia anut.
Beberapa saat kemudian mereka terus melangkah ke depan, dan begitu masuk
ke taman tempat dimana mereka melakukan pibu tadi siang, mereka melihat
beberapa orang berdiri di situ. Semuanya diam bagai patung, namun sinar mata mereka menatap penuh kebencian dan hawa maut memancar keluar seperti
tungku yang mengeluarkan asap. Seorang wanita yang mukanya masih nampak
luka-luka bekas terbakar duduk di sebuah kursi yang berlapis emas dan dipikul oleh empat orang yang berbadan besar-besar. Wajahnya masih nampak agung
karena ia berdandan sebagaimana layaknya seorang permaisuri. Mukanya
walaupun ada bekas-bekas luka terbakar, tetapi harus diakui ia masih nampak cantik.
Ia didampingi oleh orang-orang sakti yang membuat Shi De Hu dan kawankawannya terkejut bukan kepalang. Kedua Bupun Ongya dengan topeng
tengkorak merahnya berdiri dengan angker. Matanya menatap tajam ke arah
para pendekar. Sejenak seorang diantara mereka terkejut begitu melihat De Hu dan Li Fong berdiri bersebelahan, badannya sedikit bergoyang seolah-olah ingin segera menerjang ke depan. Di sebelah mereka berdiri kedua anak kembar Lan
Wugui di samping seorang tua berambut putih. Wujud tua ini sangat mengerikan karena selain kedua tangannya berwarna biru tua, juga kedua mata dan bibirnya juga berwarna sama. Tubuhnya kurus sekali dibungkus jubah hitam yang
Legenda Kematian 2 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Pendekar Setia 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama