Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 14
angin tadi adalah dilancarkan oleh bocah cilik yang tidak bisa bicara itu.
Untuk menjaga supaya para imam dalam ruangan itu tidak melihat dirinya, Kim Houw lalu
bertindak cepat. Ia berhasil menangkap dan menotok jalan darah bocah yang nakal itu, sehingga
ia tertidur pulas.
Tapi perbuatannya itu diketahui juga oleh Giok Yang Cin Jin yang telah menampak
berkelebatnya bayangan Kim Houw. Namun ketika Giok Yang Cin-jin datang memburu, ia sudah
bawa kabur dirinya bocah tadi ke lain sudut.
Akhirnya ia letakkan si bocah di atas tiang penglari dan ia sendiri melayang turun ke bawah
untuk membereskan Chiang Liong Cu dan Hian Bu Cu.
Hian Bu Cu ternyata sangat licik, begitu melihat Kim Houw, ia lantas lari bersembunyi ke lain
sudut. Para imam yang lainnya masih mengira ia belum sembuh benar dari luka-luka nya, maka
tidak ambil perhatian.
Sebaliknya Kim Houw ada sangat gusar, pikirnya dengan akal busuk apa kau telah
mencelakakan diri ayah " Aku tidak tahu! Tapi ayah pesan aku supaya membunuh kau untuk
membalas dendam sakit hatinya, kecuali kau kabur ke langit atau menghilang, jangan harap kau
bisa lolos dari tanganku! Walaupun tidak ada pesan ayah, karena kau pernah menggunakan akal
keji untuk melukai diriku, aku juga tidak gampang-gampang melepaskan kau begitu saja, sekarang
Chiang Liong Cu berada dekat di depan mataku, baiklah aku bunuh dia dulu.
Tapi setelah Chiang Liong Cu binasa, Hian Bu Cu ternyata masih berdiri jauh-jauh di sana.
Meski Kim Houw mampu menahan serangan pedang delapan imam yang dilancarkan dari depan
dan belakang dirinya, tetapi jika mau menerjang sampai di depannya Hian Bu Cu juga tidak
mudah. Setelah mendengar Giok Yang Cin-jin memerintahkan para imam supaya menyerang dengan
senjata rahasia, dalam hati Kim Houw merasa sangat girang, karena ia dapat menggunakan
senjata musuh untuk membereskan jiwa musuhnya. Demikianlah, ketika senjata rahasia
menyambar dirinya dari berbagai penjuru, ia sudah berhasil menyambuti beberapa buah
diantaranya. Dan ketika ia mendapat kesempatan, ia menggunakan berbagai senjata rahasia itu, Ia
menyerang muka dan kepalanya Hian Bu Cu, sebab ia tahu bahwa dirinya Hian Bu Cu ada rompi
besi yang melindungi, tidak ada gunanya menyerang bagian badannya.
Selagi para imam, tidak terkecuali Giok Yang Cinjin sendiri dikejutkan oleh binasanya Hian Bu
Cu, di depan pintu tiba-tiba terdengar suara ketawa aneh, kemudian disusul oleh munculnya sinar
merah. Dalam suasana malam yang gelap, sinar merah itu nampak makin menyolok.
Begitu sinar merah itu muncul, dalam ruangan gereja itu ada orang yang merasa paling kaget.
Mereka itu adalah si paderi aneh dan ketua Ceng-shia-pay, Giok Yang Cin-jin sendiri.
Kalau paderi aneh itu kaget dan ketakutan, hal ini tidak mengherankan, sebab ia sendiri sudah
tahu siapa orangnya yang telah datang. Ia cuma kuatir kalau iblis yang tidak kenal kasihan itu nanti
melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap para imam yang tidak berdosa dan merusak
gereja Cheng Shia san.
Kagetnya Giok Yang Cin jin benar-benar merupakan suatu hal di luar dugaan orang, sebabnya
ialah ia sungguh tidak nyana yang muncul di depan matanya itu adalah si iblis yang terkenal paling
ganas dalam golongan hitam itu.
Seketika itu, pertempuran juga mendadak berhenti.
Dan, di depan pintu itu kini tambah seorang aneh, ia bukan lain adalah Liok-cie Thian-mo.
Dengan tindakan lebar Liok-cie Thian-mo berjalan masuk ke dalam gereja. Semua imam yang
berada didalam gereja itu agaknya dianggap sepi, ia terus menghampiri si paderi aneh dengan
sikapnya yang jumawa.
Dua imam yang tidak tahu lihaynya Liok-cie Thian-mo, coba maju merintangi sambil lintangkan
pedang mereka, membentak :
"Iblis dari mana berani berlaku kurang ajar di atas gunung Ceng shia san ?"
Siapa nyana, baru saja ucapannya itu dikeluarkan, Liok-cie Thian-mo cuma tampak
menggerakkan lengan kanannya, lantas terdengar suara jeritan ngeri, kedua imam yang
merintangi padanya tadi sudah terlempar jatuh disudut dinding serta binasa seketika itu juga.
Dengan kematiannya dua imam itu, dalam ruangan itu sebentar saja lantas menjadi geger.
Tapi Liok-cie Tahin-mo tidak hiraukan itu semua imam, ia tetap berjalan menghampiri di paderi
aneh. Kira-kira setengah tombak terpisah di depannya paderi aneh tadi, asal Liok-cie Thian-mo mau
ulurkan tangannya, sudah lantas dapat menangkap si paderi. Tapi Liok-cie Thian-mo sengaja tidak
maju lagi. Anehnya, paderi itu sudah ketakutan setengah mati, seolah-olah sudah terbang
semangatnya, hingga tidak memikirkan untuk menyingkirkan diri.
Liok-cie Thian-mo sungguh kejam! sudah tahu kalau si paderi aneh sudah ketakutan setengah
mati, ia malah perlakukan padanya seperti kucing mempermainkan tikus. Ia tahu paderi itu sudah
tidak bisa lari lagi, tapi ia sengaja tidak mau turun tangan dengan segera, sebaliknya masih
berkata padanya sambil ketawa bergelak-gelak :
"Paderi edan, kali ini kau tentunya mengerti kalau kau sudah tidak bisa mabur lagi! Sekalipun
kau sembunyi didalam kuburan, aku juga bisa berdaya untuk menggali keluar tulang-tulangmu... !"
Sehabis keluarkan perkataannya yang bermaksud mengejek itu, Liok-cie Thian-mo kembali
perdengarkan suara ketawanya yang aneh, sampai ruangan itu rasanya menggetar.
Tapi, belum bahis suara ketawanya, mendadak terdengar suara dingin dari belakang dirinya.
Suara itu meski halus, tapi sangat menusuk telinga. Ketika Liok-cie Thian-mo berpaling, Kim Houw
telah berdiri di belakangnya sambil lintangkan senjatanya di depan dada, untuk merintangi jalan
mundurnya iblis tua itu.
Begitu melihat Kim Houw, Liok-cie Thian-mo kaget bukan main, tapi ita masih tetap
perdengarkan suara ketawanya yang aneh, kemudian baru berkata :
"Aku kira siapa, ternyata kau binatang cilik ini. Apa kau kira aku benar-benar takuti kau " Hari
ini aku akan suruh kau membuka mata, betapa lihaynya Liok-cie Thian-mo!"
Mendengar namanya Liok-cie Thian-mo semua imam pada ketakutan, buru-buru pada mundur
beberapa langkah. Dengan sendirinya lantas terbuka suatu lapangan luas.
Si Paderi aneh dalam waktu sekejapan itu agaknya sudah sadar dari rasa takutnya, ia lantas
dongakkan kepalanya untuk mencari bocah kecil nakal tadi. Ia melihat si bocah rupanya sedang
tidur nyenyak di atas tiang penglari, buru-buru lompat ke atas. Ketika ia pondong turun, baru tahu
kalau bocah itu ternyata sudah tertotok jalan darahnya.
Ketika itu, Liok-cie Thian-mo sudah mulai turun tangan. Dengan kecepatan yang sangat luar
biasa, ia menyerang dirinya Kim Houw.
Tapi Kim Houw yang mempunyai kepandaian sukar diukur, mana gampang-gampang kena
diserang, dengan sedikit egosan dirinya saja, ia sudah berhasil mengelakkan serangan iblis tua itu.
Kemudian, dengan gerakan yang tidak kalah cepatnya dari pada si iblis, ia juga sudah balas
menyerang. Liok-cie Thian-mo melihat Kim Houw dengan mudah sudah dapat menyingkir dari serangannya
yang sangat hebat, ia juga ingin turut teladannya. Ia coba mengelakkan serangan Kim Houw
sambil miringkan kepalanya.
Nampaknya, usaha itu sudah akan berhasil, apa celakanya serangannya Kim Houw itu
dilakukan secara beruntun oleh kedua tangannya, dilancarkan saling menyusul.
Liok-cie Thian-mo yang diserang secara demikian, sungguh terperanjat! Selagi hendak ulur
tangannya untuk menyembuti, mendadak pipi kirinya dirasakan panas, ternyata sudah dipersen
tempilingan oleh Kim Houw.
Ia kelabakan. Lalu tarik mundur dirinya dengan tersipu-sipu.
Untung gaplokan Kim Houw tadi tidak menggunakan kekuatan tenaga penuh, ia hanya
bermaksud supaya si iblis tahu diri. Tapi dengan demikian justru membuat si iblis tua itu
bertambah waspada.
Malam itu Liok-cie Tahin-mo rupanya sudah mengambil keputusan nekat hendak menempur
Kim Houw mati-matian.
Karena malu dan gusar, begitu mundur, ia lantas maju lagi dan menyerang dengan mendadak.
Kali ini ia menggunakan tangannya yang besar hendak mencengkeram batok kepalanya Kim
Houw. Kim Houw tidak berani menyambuti dengan kekerasan. Ia tahu bahwa Liok-cie Thian-mo yang
cuma mempunyai satu tangan itu, kekuatan di tangannya itu pasti ada luar biasa hebatnya. Maka
dengan gesit sekali ia sudah memutar ke belakang dirinya Liok-cie Thian-mo kemudian ulur
tangannya hendak menghajar belakang geger si iblis tua.
Tapi Liok-cie Thian-mo ada jago kawakan, tahu dirinya berada di bawah ancaman
serangannya Kim Houw. segera memutar tubuh nya untuk memunahkan serangan lawan.
Pertempuran yang dilakukan secara cepat dan sengit itu, sebentar saja sudah berlangsung tujuh
delapan jurus. Kedua pihak sama-sama gesitnya. Setiap serangan dilakukan secara kilat, kalau
serangannya tidak berhasil mengenakan sasarannya, masing-masing lantas mundur dengan gesit
sekali. Selagi pertempuran berlangsung dengan sengit, Kim Houw berkata dengan gemas:
"Iblis tua, malam ini aku Kim How kalau tidak bisa menghajar mampus kau, selanjutnya tidak
akan bicara soal ilmu silat lagi."
"Lihat saja! Hm kau jangan temberang kalau kau berani, kau jangan menggunakan senjata,
siapa yang menggunakan senjata ia bukan turunan manusia. Bagaimana?"
"Baik! Aku tidak akan menggunakan senjata. Biar bagaimana malam ini aku akan suruh kau
mati meram, supaya kalau kau sampai di akherat, dapat memasuki pintu neraka dengan hati
tenang!" Saat itu, Giok Yang Cin-jin sedang memimpin beberapa imam tua membentuk barisan "Kian
pek Bie-hun-tin", kedua orang itu dikurung ditengah tengahnya.
Kim Houw agak heran, ia lalu berkata, dengan suara gusar:
"Giok Yang, imam brengsek kau jangan salah hitung. Kalau aku mau turun tangan
menghadapi iblis ini, itu semata-mata hanya hendak menyingkirkan satu bahaya bagi rakyat.
Dengan dia aku sebenarnya tidak mempunyai permusuhan apa-apa, tetapi kalau kalian main
gila, aku nanti tinggalkan tempat ini dan tidak mau pusing lagi. Apakah kalian mempunyai nyali
begitu besar untuk menghadapi iblis ini?"
Kim Houw sejak mendaki gunung Ceng Shia-san, oleh karena ayahnya dan Bwee-hoa Kiesu,
belum berani membuka mulut kasar memaki satu imampun, apalagi terhadap Giok Yang Cinjin
yang merupakan ketua dari Ceng Shia-pay. Kini karena melihat mereka telah membentuk barisan
untuk mengepung dirinya maka dalam gusarnya lantas mengeluarkan perkataan yang agak kasar
terhadap Giok Yang Cinjin.
Giok Yang Cinjin adalah ketua dari Ceng shia-pay, siapa yang berani memaki brengsek
padanya" Kini bukan saja Kim Houw memakinya, bahkan menyemprot habis-habisan. Tapi ia
seolah-olah tidak mendengar kalau dirinya dicaci-maki, sebaliknya dengan lakunya yang seperti
seorang yang ketakutan ia menjawab:
"Kim Siaohiap, harap kau jangan salah mengerti. Aku juga mengandung maksud sama dengan
kau, hendak membasmi kejahatan, maka aku membentuk barisan ini supaya dia tidak dapat
meloloskan diri, lain dari itu, aku tidak mengandung maksud apa-apa lagi, kau tidak usah kuatir."
"Kalau begitu, lebih baik." kata Kim Houw. "Tapi kalian juga harus hati-hati, senjatanya iblis itu
yang dinamakan "Thian-mo-liok-hun-leng" ada sangat lihay, maka kalian harus jaga-jaga jangan
sampai ada yang menjadi korban. Dia hendak meloloskan diri, bukan soal mudah dia bisa lakukan.
Giok Yang Cinjin, kini agaknya sudah memandang Kim Houw sebagai malaikat, maka ia lantas
berkata dengan sangat menghormat:
"Terima kasih atas pengunjukkan Siaohiap semua nanti akan kulakukan menurut permintaan
Siaohiap."
Liok-cie Thian-mo yang mendengar mereka, agaknya ada ganjalan apa-apa, tiba-tiba
mendapat suatu akal, maka ia lantas tertawa terbahak-bahak sambil berkata:
"Bagus, kiranya kalian bermaksud hendak mengurung diriku Liok-cie Thian-mo- Walaupun
kalian maju semua juga dan hendak menggunakan jumlah yang banyak untuk merebut
kemenangan, aku Liok-cie Thian-mo tidak takut.
Kalau dengan tangan kosong aku tidak bisa merobek-robek perut dan dada kalian, jangan
anggap aku iblis lagi......"
Kim Houw tahu bahwa iblis tua ini banyak akalnya, ia tidak membiarkan si iblis mengoceh terus
sudah lantas menyerang lagi sambil mengejek:
"Iblis galak, biarlah aku robek perutmu dulu!"
Liok-cie Thian-mo ketawa, segera menyambuti serangan Kim Houw.
Mereka bertempur hebat sekali! Bermula kelihatan dua orang saling serang, kemudian
berkelebatan dua bayangan lalu berubah menjadi cuma satu bayangan yang berkelebatan pergi
datang. Angin pukulan yang dahsyat membuat api lilin dalam ruangan bergoyang-goyang. Semua
orang terpesona! Matanya dibuka lebar-lebar, dengan penuh rasa kagum, mereka mengikuti
jalannya pertempuran.
Tetapi biarpun angin pukulan ada begitu keras, ternyata tidak terdengar suara tangan beradu,
entah mereka satu sama lain merasa jeri, ataukah ada lain maksud....."
Sebentar saja, pertandingan sudah berlangsung seratus jurus lebih, tetapi kelihatannya kedua
pihak masih sama kuatnya. Hanya Kim Houw yang kelihatannya makin gagah dan makin
bersemangat. Sebaliknya dengan Liok-cie Thian-mo. Ia kelihatannya makin lama makin jeri, sebabnya adalah
ia hanya mempunyai satu tangan, sudah tentu kekuatannya tidak mampu menandingi kekuatan
Kim Houw yang tangannya masih utuh.
Akhirnya Liok-cie Thin-mo terpaksa menggunakan kekuatan lweekangnya yang sudah dilatih
sejak beberapa puluh tahun dan dianggapnya sudah tinggi sekali, untuk bertempur mati-matian
dengan Kim Houw.
Setelah mengadu kekuatan lwekang dengan beruntun sampai tiga kali, kelihatannya Kim Houw
masih tenang tenang saja. Sebaliknya Liok-cie Thian-mo sudah merasakan sakit dan linu dikedua
tangannya. Dalam kagetnya, ia tidak berani mengadu kekuatan lagi dengan Kim Houw.
Justru setelah mengadu kekuatan lwekang tadi, serangan Kim Houw kelihatannya makin lama
makin kuat, sehingga Liok-cie Thian-mo terpaksa mundur terus.
Tetapi di sekitarnya sudah dikepung rapat oleh para imam yang membawa pedang dengan
mata beringas. Kalau pada waktu biasa, Liok-cie Thian-mo mana takuti para imam itu, sekalipun
ditambah lagi satu lipat jumlahnya, iapun tidak memandang mata.
Sekarang, karena Kim Houw terus mendesak, keadaan ada berlainan. Sebabnya, jika ia
mundur sedikit meleng, ada kemungkinan terkena serangan tangan Kim Houw.
Ia tahu kekuatan Kim Houw sangat luar biasa, jangan kata terkena dengan telak, sekalipun
keserempet saja ia sudah tidak sanggup menerima.
Akhirnya Liok-cie Thian-mo terdesak dan terkurung oleh serangan Kim Houw sehingga
berputar-putaran seperti gasing di tengah-tengah ruangan gereja itu. Kalau mau dikatakan kalah,
memang sejak tadi Liok-cie Thian-mo sudah pecundang.
Tetapi bagi Kim Houw, kali ini bukan hanya soal menang kalah saja. Karena ia sudah bertekad
bulat hendak membinasakan si iblis, biar bagimana ia tidak mau melepaskannya dalam keadaan
hidup. Maka, paling akhir Kim Houw turun tangan berat. Tidak mau berhenti sebelum membinasakan
jiwanya Liok-cie Thian-mo, ia tidak memberi kesempatan pada siiblis untuk bernapas.
Saat itu, pukulannya Liok-cie Yhain-mo kelihatan sudah ngawur, Kim How tanpa beranyal lagi
lantas melancarkan serangannya yang paling hebat.
Liok-cie Thian-mo melihat perubahan itu, bukan main kagetnya, sebab setiap serangan Kim
Houw yang aneh itu dirasakan sangat berat, sehingga ia merasa sulit untuk menyambuti, ia insyaf
bahwa malam itu sudah tiba saatnya yang paling berbahaya dalam seumur hidupnya.
Dalam keadaan demikian, dengan sendirinya ia lantas mengingat senjatanya yang paling lihay,
Thian-mo-siok-hun-leng! Meskipun sudah ada perjanjian dimuka bahwa masing-masing tidak akan
menggunakan senjata tajam, tetapi dalam keadaan yang sangat berbahaya bagi dirinya,
bagaimana ia dapat memegang teguh janjinya" Untuk menolong jiwanya sendiri apa saja dapat
dilakukannya, apa artinya mengingkari janji"
Tetapi dalam keadaan tergesa-gesa, selagi hendak mengeluarkan senjatanya, mendadak
sesosok bayangan orang melayang turun melalui kepalanya para imam, terus menerjang pada
Liok-cie Thian-mo. Karena cepatnya gerakan bayangan itu, siapapun tidak ada yang berhasil
untuk menahannya.
Liok-cie Thian-mo yang biasanya malang melintang seorang diri tanpa pembantu dan tanpa
sahabat, dalam saat yang sangat berbahaya itu, muncul bayangan orang secara tiba-tiba itu
merupakan suatu kesempatan baik untuk dirinya.
Kalai diwaktu biasanya Liok-cie Thian-mo dapat menyerang dengan tangannya kepada
bayangan itu tanpa banyak pikir.
Tetapi malam itu keadaannya ada berlainan, ia agaknya masih kuatirkan melukai dirinya
bayangan yang menerjang tadi, tangannya digerakkan dengan perlahan untuk menangkap orang
yang coba menyerang padanya, tadi, bahkan sudah menguasai bagian jalan darah yang penting
supaya orang itu tidak melakukan perlawanan.
Tetapi ketika sudah ditegasi siapa orangnya itu ternyata ia hanya satu bocah cilik yang
berumur kira-kira tujuh tahun. Ini benar-benar ada suatu hal yang diluar dugaannya.
Tetapi justru itu Liok-cie Thian-mo sudah mendapat akal lagi. Kim Houw yang menganggap
dirinya ada seorang budiman, tidak nanti mau turun tangan untuk mencelakakan dirinya satu
bocah, maka jika bocah itu digunakan sebagai senjata, bukankah ia dapat menolong dirinya
sendiri " Karena pikiran itu, maka Liok-cie Thian-mo lantas ketawa bergelak-gelak.
"Tuhan tidak memutuskan jalan hidupku?" serunya kegirangan.
Tetapi baru saja perkataan itu keluar dari mulutnya, mendadak tangannya dirasakan sakit dan
linu. Ia terkejut dan buru-buru memeriksa tangannya, ternyata seekor ular emas kecil sudah
menggigit tangannya.
Begitu melihat ular emas kecil itu, Liok-cie Thian-mo segera mengenali, maka saat itu
terbanglah semangatnya. Dalam kagetnya, di depannya sudah berkelebat bayangan orang,
segera bocah yang berada dalam tangannya sudah direbut oleh Kim Houw.
Sampai di sini, Liok-cie Thian-mo tidak jumawa lagi, tidak ketawa lagi, wajahnya sebentar
pucat, sebentar biru dan kemudian berubah menjadi kelabu.
Akhirnya Liok-cie Thian-mo perlahan-lahan angkat tangannya, dengan giginya ia menggigit
badannya ular, sehingga ular emas itu terpaksa melepaskan gigitannya pada tangan Liok-cie
Thian-mo. Orang-orang semua menduga bahwa Liok-cie Thian-mo pasti akan melemparkan ular itu dari
mulutnya dan kemudian berusaha untuk mengobati lukanya atau ia menggunakan kesempatan itu
lantas berlaku nekad, membinasakan beberapa orang untuk mengawani dirinya berangkat ke
akhirat. Maka dengan tidak dirasa semuanya lantas melakukan penjagaan rapat.
Siapa nyana, sebentar kemudian, Liok-cie Thian-mo lantas mengunyah hancur ular kecil itu,
rupanya ia tidak dapat binasa dengan mati meram jika tidak makan ular kecil itu.
Kejadian itu telah mengejutkan semua orang, pemandangan yang mengerikan itu telah
membuat berdiri bulu semua orang.
Dasar iblis, maka sifatnya juga kejam seperti iblis! Karena tadi ia digigit oleh ular, maka ia juga
harus balas menggigit ular itu baru merasa puas.
Sebentar kemudian, darah tampak beketel-ketel dimulutnya Liok-cie Thian-mo dan ular kecil itu
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akhirnya menjadi penghuni tanpa ?"?"". dalam perut si iblis. Liok-cie Thian-mo kemudian dengan
ketawa bergelak-gelak, berkata menyeramkan :
"Puas, puas... bagaimana" apa kalian masih ingin hidup" mari kawani aku saja..."
Belum habis ucapannya, ia sudah keluarkan dari dalam sakunya sejumlah senjata rahasianya
Thian-mo-siok-hun-leng.
Kim Houw tahu lihaynya Thian-mo-siok-hun-leng, jika dilancarkan semuanya akan membuat
para imam yang berada dalam ruangan itu sedikitnya ada separuh lebih yang akan menjadi
korban. Selagi Kim Houw hendak berusaha mencegah, ternyata sudah sedikit terlambat. Kim Houw
terkejut, ia berseru:
"Lekas menyingkir!"
Di luar dugaan, sinar merah itu yang berkelebatan, mendadak jatuh ditengah jalan.
Kim Houw merasa heran. Ketika ia melihat keadaan Liok cie Thian mo, ternyata matanya
sudah meram, wajahnya berubah hitam, kemudian sepasang kakinya teklok dan rubuh di tanah
untuk tidak dapat bangun lagi selamanya.
Kim Houw keluarkan keringat dingin. Diam-diam ia merasa bersyukur, karena gagalnya
rencana Liok-cie Thian mo tadi.
Tetapi baru saja hatinya merasa lega, mendadak tangannya dirasakan sakit.
Ia melihat, kiranya bocah yang barusan di tolongnya, karena hendak melepaskan diri dari
dalam pelukannya, telah menggigit tangan Kim Houw.
Kim Houw cuma bisa ketawa getir, terhadap bocah yang masih belum dewasa itu, apa yang
dapat diperbuatnya"
Tiba-tiba padri aneh tadi, sambil menggandeng bocah nakal tadi, keduanya berlutut di
hadapan Kim Houw.
Kim Houw tercengang! Buru-buru ia memimpin bangun si padri, sehingga padri tadi terpaksa
mengucapkan terima kasih berulang-ulang sambil menangis.
"Atas budimu yang telah menolong jiwa kami berdua, seharusnya kami mengucapkan terima
kasih padamu. Untuk perbuatan kami yang tidak pantas pada beberapa hari berselang semoga
Siaohiap suka memaafkan banyak-banyak ... "
Sehabis berkata, ia hendak berlutut lagi, tapi Kim Houw dengan keras mencegah. Ia bingung
bagaimana harus menjawab kata-kata si paderi itu.
Sementara itu, Giok Yang Cinjin sudah memimpin para imam dari Ceng-shia-pay untuk minta
maaf kepada Kim Houw.
Jago muda itu, tidak mengetahui harus bagaimana, sebab orang-orang yang tadinya
memusuhinya sekarang berbalik menganggap dirinya ada tuan penolong mereka.
Tetapi kalau Kim Houw tidak berkata apa-apa, mereka tentunya akan menganggap bahwa ia
itu sombong dan tidak mau memberi maaf kepada mereka.
Maka akhirnya Kim Houw terpaksa menjawab :
"Giok Yang Totiang, keliru, kau tahu bahwa kematian Liok-cie Thian-mo tadi ada jasanya adik
kecil ini. Kalau bukan karena ular emasnya adik kecil ini, aku percaya tidak mudah aku
membinasakan kepadanya. tentang urusan kita, sebaiknya kita bikin habis saja, sebab musuh
ayahkupun sudah aku binasakan. Kalau kalian tidak sesalkan perbuatanku, biarlah sekarang aku
permisi berlalu."
Mendengar Kim Houw hendak pergi, sudah tentu Giok Yang Cin-jin tidak mau membiarkan ia
berlalu begitu saja, maka lantas memerintahkan orang-orangnya untuk menyiapkan perjamuan
untuk menjamu Kim Houw.
Sebentar kemudian setelah jenazahnya Liok-cie Thian-mo dibakar, dan ruangan gereja itu
dibersihkan, lalu diadakan sedikit perjamuan untuk menghormat Kim Houw.
Dalam perjamuan itu, Giok Yang Cin jin lantas menuturkan hal ikhwalnya Pek Leng sehingga
ditawan digunung Ceng-shia san.
Peristiwa yang menyedihkan itu telah terjadi karena salah satu kakak piauwnya Hian Bu Cu,
kebetulan adalah ibunya Ceng Nio cu. Pek Leng yang pergi bersama Ceng Kim cu beberapa lama
tak kedengaran kabar beritanya.
Ibunya Ceng Nio cu lalu naik gunung mencari adik piauwnya diminta mencarikan Pek Leng.
Hian Bu Cu ketika mengetahui duduknya persoalan lantas menjadi gusar. Karena ia pernah
engku (paman) Ceng Nio cu, maka ia menyanggupi untuk mengurus soal tersebut.
Kebetulan waktu itu Giok Yang Cin-jin tidak berada di atas gunung, maka Hian Bu Cu lantas
berunding dengan Chiang Liong Cu.
Chiang Liong Cu juga menganggap bahwa perbuatan Pek Leng itu keterlaluan, maka ia
mengijinkan Hian Bu Cu turun gunung untuk mencari Pek Leng yang kemudian akan dibawa naik
ke gunung Ceng shia san.
Kala itu, kebetulan Pek Leng hendak pulang ke rumahnya bersedia menerima hukuman
ayahnya, setelah ia mengantarkan anaknya di rumahnya Bee Seng.
Ditengah jalan telah berpapasan dengan Hian Bu Cu. Hian Bu Cu segera unjukkan diri sebagai
orang tingkatan tua, ia mencela perbuatan Pek Leng.
Pek Leng sebetulnya tidak kenal Hian Bu Cu, ditambah lagi karena hatinya sedang risau, maka
seketika itu lantas menjadi gusar. Kemudian keduanya lantas berhantam.
Semula, Hian Bu Cu tidak pandang mata Pek Leng, ia anggap beberapa gebrak saja pasti bisa
menggulingkan dirinja Pek Leng dan bawa dirinya ke atas gunung.
Siapa tahu, kenyataannya akan kebalikannya. Baru saja bergebrak, Hian Bu Cu lantas
mengetahui gelagat tidak baik, dalam kagetnya tahu-tahu pundaknya sudah kena diserang oleh
Pek Leng dengan telak. Untung Pek Leng tidak menggunakan tenaga penuh, kalau tidak
pundaknya Hian Bu Cu pasti sudah hancur.
Hian Bu Cu yang biasanya sangat jumawa, sudah tentu tidak mau mengerti dihina begitu rupa,
dalam gusarnya ia lantas menghunus pedangnya dan menyerang hebat dengan ilmu pedangnya
Ceng-shia Kiam-hoat.
Pek Leng tahu sang engku itu melancarkan ilmu pedangnya Ceng-shia Kiam-hoat, lantas
merubah sikapnya. Ia minta maaf kepada Hian-Bu Cu, sebab Pek-Liong-po dengan Ceng-shia-pay
ada mempunyai hubungan baik, maka ia tidak mau membuat renggang tali persahabatan itu.
Siapa nyana, Hian Bu Cu tidak mau dengar, ia masih anggap Pek Leng takuti ilmu pedangnya,
ia terus mendesak Pek Leng dengan pedangnya. Pek Leng melihat Hian Bu Cu tidak mengenal
aturan, seketika itu juga naik darah. Ia mengambil sepotong ranting kayu sebagai senjata, untuk
melayani serangannya Hian Bu Cu yang hebat.
Ilmu pedang Ceng shia pay sebetulnya sudah menggemparkan dunia rimba persilatan cuma
oleh karena kekuatan Hian Bu Cu masih sangat terbatas, maka akhirnya terjatuh di tangannya Pek
Leng yang hanya menggunakan sepotong ranting kayu sebagai pedang, Hian Bu Cu ternyata tidak
tahu malu, yang sudah dibikin terjungkal masih bisa ketawa, bahkan mengatakan bahwa
tindakannya tadi hanya untuk menguji ilmu pedangnya Pek Leng saja.
Ia yang terkenal sebagai seorang licik dan banyak akalnya, telah berhasil membujuk Pek Leng
naik ke gunung Ceng shia san.
Setibanya di atas gunung, didalam suatu perjamuan yang diadakan di gereja Pek Ho koan,
Hian Bu Cu telah menggunakan obat pulas untuk membikin mabuk Pek Leng, dan malam itu juga
Pek Leng telah dibikin kutung kedua kakinya untuk membalas sakit hatinya.
Selanjutnya, di hadapan Chiang Liong Cu ia telah mengarang cerita sendiri mengatakan
bahwa Pek Leng menghina party Ceng shia pay.
Apa mau Chiang Liong Cu yang mendengar keterangan itu tanpa mengadakan penyelidikan
lagi sudah percaya begitu saja keterangannya Hian Bu Cu, lalu perintahkan orang masukan Pek
Leng ke dalam tahanan di bawah tanah.
Ketika Giok Yang Cin jin pulang ke gunung kejadian tersebut sudah lewat satu tahun lamanya
dan Pek Leng juga sudah menjadi seorang bercacad.
Giok Yang Cin jin telah sesalkan perbuatan kedua imam itu, tapi apa gunanya. Sebab Pek
Leng sudah jadi seorang cacad, kalau dibawa turun gunung, Pek-liong-po pasti akan menanyakan
soalnya, bagaimana Ceng-shia-pay sanggup pikul resikonya"
Maka kesalahan itu telah dibiarkan begitu saja.
Tidak nyana pada lima belas tahun kemudian Pek Leng dikeluarkan juga dari kamar tahanan,
Chiang Liong Cu dan Hian Bu Cu masih tidak terluput menerima hukumannya.
Dengan keterangannya Giok Yang Cin-jin itu, Kim Houw lantas mengetahui duduknya perkara
pantas ayahnya cuma menyebutkan namanya kedua imam itu, tidak sebut-sebut yang lainnya.
Pada saat itu, di bawah gunung kembali terdengar suara genta berbunyi. Bahkan makin lama
makin gencar dan makin nyaring, hingga membuat semua orang pada terkejut.
Ada musuh siapa lagi yang berani naik gunung" Demikian mereka menduga-duga.
Selagi semua imam masih dalam kebingungan, kembali genta berbunyi semakin nyaring. Tibatiba
suara keras terdengar nyata. Dalam suasana malam sunyi, suara itu kedengarannya seperti
guntur, seolah-olah seluruh gunung itu sedang tergoncaog hebat.
Giok Yang Cin-jin yang mendengar suara itu agak lain dari biasanya, juga merasa kaget dan
heran. Mungkin karena barusan pernah mengalami banyak kejadian yang sangat langka, sedikit
banyak mempengaruhi pikirannya, hingga seketika itu wajahnya lantas berubah.
Dan setelah suara keras tadi, dari bawah gunung lantas kelihatan sinar api!
Mungkin itu ada tanda mala petaka gunung Ceng Shia san atau party Ceng shia pay.
Giok Yang Cinjin geleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas.
"Apa Ceng shia san benar akan mengalami bencana?" katanya berduka.
"Tidak mungkin!" Kim Houw menghibur. "Biarlah aku turun gunung untuk mengadakan
penyelidikan, barangkali saja dapat mengusir orang yang hendak mengacau!"
Giok Yang Cinjin segera berbangkit dari duduknya lalu menjura pada Kim Houw.
"Kalau Siaohiap mau turun tangan," katanya. "Aku percaya betapapun besarnya urusan tidak
akan menjadi soal lagi, aku ingin ikut mengawani Siaohiap." Kemudian ia berpaling dan berkata
kepada orang-orangnya:
"Kalian harus hati-hati melakukan penjagaan, jangan sampai gereja ini orang bikin hancur!"
suaranya agak gemetar karena duka.
Kim Houw dan Giok Yang Cinjin berjalan belum berapa lama, mendadak ia melihat dua imam
lari terbirit-birit, di belakangnya ada seseorang yang sedang mengejar. Dari jauh sudah mengenali
bahwa orang yang mengejar itu adalah Peng Peng, calon isterinya.
Kim Houw heran menyaksikan keadaan demikian, terutama melihat pakaian Peng Peng sudah
berlepotan darah, terang bahwa apa yang dikatakan "orang lihai" yang menyatroni Pek-ho-koan
tadi adalah si nona.
Sebentar saja kedua pihak sudah saling mendekati Peng Peng juga sudah dapat melihat Kim
Houw, dalam kagetnya ia lantas menghentikan gerakan kakinya dengan tiba-tiba. Pedang Ngohengkiam di tangannya lantas jatuh, seakan-akan si nona hilang tangannya dengan tiba-tiba.
Lebih dulu Kim Houw minta Giok Yang Cinjin jangan bergerak dulu, kemudian menyilakan
kedua imam tadi lewat, baru dengan perlahan ia mendekati Peng Peng. Ia melihat wajah si nona
menunjukkan rasa kaget dan bersangsi, lantas menanya dengan heran"
"Peng Peng, kau kenapa?"
Jawaban Peng Peng adalah menjatuhkan diri dalam pelukannya Kim Houw dan menangis
terisak-isak. "Jangan tinggalkan aku!" si nona sesambat mengharukan.
Apa sebabnya Peng Peng bisa mendadak menerjang ke atas gunung" Kiranya pada beberapa
hari berselang, Peng Peng yang dibikin pulas oleh totokan Kim Houw dan kemudian diserahkan
kepada Tiong-ciu-khek yang muncul dalam waktu yang tepat, oleh si kakek ia diajak menumpang
pada salah satu rumah petani dibawah gunung.
Waktu ia mendusin, ternyata sudah tengah hari.
Ia heran tidak melihat Kim Houw, sebaliknya ia melihat ada Yayanya. "Yaya, kemana dia ?"
tanya si nona cemas.
Tiong-ciu-khek sengaja, hendak menggoda cucunya, maka ia berlagak pilon.
"Dia" Dia siapa ?" ia lantas balas menanya. "Ah, sudahlah," kata Peng Peng manja. "Yaya
selalu permainkan aku, Yaya sekarang sudah tidak sayang Peng Peng lagi... " "bagaimana kau
tahu Yaya tidak sayang padamu" Yaya paling sayang kau. Tetapi Yayamu tokh bukan dewa,
bagaimana dapat mengetahui siapa yang kau maksudkan dengan dia itu" Betul tidak " ha, ha,
ha... " "Aku maksudkan Kim Houw, kemana dia perginya ?"
"Oh, jadi yang kau maksudkan dengan dia itu, ci bocah yang tidak mempunyai liangsim"... "
"Dia kenapa" Yaya, dia..." tanya Peng Peng gugup.
"Hmm!" Tiong ciu-khek pura-pura gusar. "Dia berani turun tangan kejam selagi tidak ada
orang, kalau bukan Yayamu keburu datang dan mengusir dia pergi, apa kau kira sekarang kau
masih hidup ?"
Bukan main kagetnya Peng Peng wajahnya pucat seketika, sambil menangis tersedu-sedu ia
menanya : "Yaya, apakah... itu benar ?"
Tiong-ciu-khek yang menyaksikan keadaan Peng Peng, dalam hati mengeluh sendiri, karena
ucapannya itu agak keterlaluan. Ia tidak berani bergurau lagi. Kemudian ia mendapatkan suatu
pikiran, lalu ketawa gelak-gelak dan berkata:
"Anak bodoh, bagaimana belum-belum kau sudah menangis. Kau jangan keburu napsu dulu,
perkataan Yaya tohk masih belum habis" Mula-mula aku kira juga ada sungguhan.
Kulihat terang kalian berdua rukun sekali, mendadak kulihat kau tidak ingat orang. Ketika itu
aku kaget, tapi kemudian mendengar penjelasan Kim Houw. Katanya sebab selama beberapa hari
kau melakukan perjalanan siang hari malam, kelihatannya sangat letih, dia kuatir kau tidak mau
tidur, maka ia lantas menotok jalan darahmu supaya kau tidur mengaso. Aku girang, karena
perbuatannya itu memang bermaksud baik, ha ha ha, anak cengeng !"
Mendengar perjelasan itu hati Peng Peng barulah menjadi girang. Ia tahu kiranya Yayanya
telah menggoda dirinya, maka dengan sikapnya yang sangat manja sesalkan Yayanya.
"Yaya sungguh jahil." Tiong-ciu-Khek, meskipun usianya sudah lanjut, tapi kelihatannya masih
suka bercanda. Mendengar sesalan cucunya, ia lantas pura-pura tidak senang.
"Bagus, sekarang kau sudah punya senderan, lantas tidak ingat Yayanya, biar aku nanti tidak
beritahukan halnya padamu." demikian katanya.
"Hm tidak mau ya sudah. Sekalipun Yaya tidak memberitahukan, aku juga sudah tahu." "Kalau
aku tidak beritahu, bagaimana kau dapat tahu ?"
"Apa Yaya kira aku tidak tahu " Yaya salah hitung, aku sudah tahu dia sedang naik ke gunung
Ceng-shia-san untuk mencari ayahnya. Hanya berapa lama dia sudah pergi, mengapa sampai
sekarang dia masih belum kembali?"
"Ya, hal ini tentunya kau tidak tahu akupun tidak mau memberi tahukan padamu" "aku bisa
mencari sendiri"
Tiong-ciu-Khek kewalahan. Diam-diam hatinya merasa gelisah, sebab bukannya si nona mau
dengar kata, sebaliknya hendak pergi mencari sendiri.
Ia lalu putar otaknya lagi untuk mencari akal. Tiba-tiba ia berubah seperti seorang yang sedang
sedih. "Yah, anak perempuan yang sudah dewasa memang biasa tidak ingat orang tuanya lagi, yang
diingat hanya pujaannya saja, bagaimana orang tuanya tidak berduka hatinya ?"
Sehabis berkata demikian Tiong-ciu-khek pura-pura menangis sedih.
Peng Peng merasa cemas, buru-buru ia memeluk Yayanya dan berkata dengan suara pilu.
"Yaya, yaya, siapa kata aku tidak perdulikan kau lagi" Hanya kepergiannya dia kali ini,
bukankah sangat berbahaya" Mengapa kau sedikitpun kelihatannya tidak mau mengambil
perhatian terhadap dirinya?"
Tiong-ciu-khek pura-pura gembira lagi. "Siapa kata dia naik ke gunung Ceng-shia-san" Dia
baru saja berlalu, katanya hendak mencari seorang sahabat. Satu dua hari katanya hendak
kembali dan kemudian bersama-sama naik gunung untuk mencari ayahnya. Dia minta aku
menjaga kau di sini, supaya kau dapat beristirahat dan harus menunggu dia pulang, baru
berangkat lagi bersama-sama."
Karena perkataan Tiong-ciu-khek itu kelihatannya diucapkan dengan sungguh-sungguh maka
Peng Peng juga percaya. Dengan demikian ia menurut saja apa kata Yayanya, berdiam dirumah
petani itu untuk menantikan kedatangan Kim Houw.
Satu hari telah berlalu, kemudian disusul dengan hari selanjutnya!
Hari Pertama, Peng Peng masih dapat menantikan dengan sabar. Tetapi hari kedua,
perasaannya mulai gelisah, ia tidak dapat duduk dengan tenang dalam gubuk yang sempit dan
pendek itu. Ia berjalan mundar-mandir, jika ia mendengar tindakan kaki orang saja ia lantas lari
keluar, tetapi selalu dibikin kecewa, sebab masih belum kelihatan bayangan Kim Houw.
Malam itu, Peng Peng tidak dapat tidur nyenyak. Sebab baru saja ia pulas ia dapat impian
buruk. Dalam mimpinya itu, ia dengan bergandengan bersama Kim Houw, seolah-olah bisa
terbang, ia terbang di atas awan dan melayang turun di atas yang luas.
Dengan mendadak Kim Houw berjumpalitan, dari atas awan ia terjatuh di atas sebuah batu
aneh. Meskipun Kim Houw tidak terluka parah, tetapi penyakit lamanya kambuh lagi dan sudah
tidak mengenal dirinya sendiri lagi.
Peng Peng ketakutan setengah mati. Sebab Kim Lo Han sudah binasa, siapa lagi yang mampu
menyembuhkan penyakit" Dalam sedihnya Peng Peng hanya dapat menangis saja. Ketika ia
mendusin, baru diketahuinya bahwa itu hanya suatu impian belaka. Tetapi meskipun hanya impian
belaka, karena orang tidak ada didampinginya, hati Peng Peng tetap sedih bahkan ia tidak berani
memikirkan lebih jauh.
Malam itu rembulan terang, sampai dikamarnya juga terang karena cahayanya si dewi malam.
Dengan tidak sengaja, Peng Peng menoleh ke tempat tidur Yayanya. Ia melihat Yayanya
sudah tidak ada, sedang selimutnya belum si sentuh, kemana perginya sang kakek "
Peng Peng terkejut! Lalu ia lompat turun mencari Yayanya di belakang dan di depan rumah,
tetapi tidak dapat menemukannya hingga hatinya mulai curiga.
Kemana sebetulnya Yayanya pergi " ........ Ah, celaka Kim Houw pasti seorang diri naik ke atas
gunung Ceng-shia-san untuk mencari ayahnya. Oleh karena tidak ada kabar apa-apa maka
Yayanya lantas pergi menyusul untuk mencari keterangan.
Memikir sampai disitu, Peng Peng tidak berani berlaku ayal lagi. Maka malam itu juga ia lantas
berangkat menuju ke atas gunung Ceng-shia-san. Oleh karena memikirkan keselamatan jiwa sang
kekasih, maka perjalanan itu dilakukan dengan cepat.
Di bawah gunung Ceng-shia-san dari jauh Peng Peng sudah melihat satu bayangan orang
yang sedang berjalan dengan perlahan. Ia tidak tahu siapa orang itu maka ia lantas sembunyikan
dirinya di tempat gelap.
Ketika orang itu sudah dekat, dari sinarnya ia mengenali bahwa orang itu adalah yayanya
sendiri. Keadaan yayanya seperti seorang yang sedang terluka. Selagi ia hendak unjukkan dirinya,
tiba-tiba ia mendengar suara yayanya yang berkata sendirian:
"Ini harus bagaimana baiknya " Dia masih tidak berdaya, bagaimana orang lain, bukankah
akan mengorbankan jiwa dengan cuma-cuma .... "
Tiong-ciu-khek yang sedang berbicara sendirian, telah mengejutkan Peng Peng yang tengah
menghampiri padanya, sehingga si nona lantas mengurungkan maksudnya. Dalam hatinya
berpikir, "Siapa yang dimaksudkan dengan dia yang sudah tidak berdaya itu ... " Ahh celaka ...
Yang dimaksudkkan dengan dia tentunya Kim Houw. Apakah benar Kim Houw mendapat celaka
..."
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Peng Peng mengingat itu, hatinya dirasakan seperti hancur luluh. Tetapi mengingat kembali
tentang keselamatannya Kim Houw, dapatkan ia peluk tangan begitu saja " Kalau terjadi apa-apa
atas dirinya Kim Houw, apa ia dapat hidup sendiri "
Saat itu Tiong-ciu-khek sudah berjalan semakin jauh meninggalkan dirinya. Peng Peng segera
percepat gerakan kakinya, ia lari menuju ke atas gunung Ceng-shia-san.
Sebentar saja ia sudah sampai di Pek-ho-koan. Karena hendak mencari keterangan tentang
dirinya Kim Houw, ia tidak berani sembarangan bergerak, hanya menyembunyikan diri di tempat
gelap sambil mengintai keadaannya dalam gereja itu.
Tetapi Peh-ho-koan baru saja habis diaduk oleh Liok-cie Thian-mo, bukan saja gerejanya
hancur berantakan, mayat-mayat manusiapun banyak yang bergelimpangan di tanah, Pek Ho
Tojinpun binasa.
Beberapa imam kecil yang keburu menyingkir, terluput dari bahaya kematian. Setelah Liok-cie
Thian-mo berlalu, imam-imam kecil satu demi satu telah muncul keluar lagi.
Peng Peng yang sedang mengintai dan menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam merasa
heran, mendadak di dengarnya salah satu imam cilik itu berkata kepada kawannya.
"Ceng-shia-san benar-benar akan mengalami kehancuran! Tiga hari yang lalu, kedatangan
bocah she Kim itu sudah cukup membikin pusing kepala dan hari ini telah disantroni oleh raja iblis
yang tidak mengenal kasihan! Dengan tanpa sebab dan alasan lagi dia telah membunuh siapa
saja yang di ketemuinya. Kalau bukan karena kaki kita keburu lari, pasti kita juga sudah binasa...."
Karena yang dicari oleh Peng Peng ialah Kim Houw, maka ia tidak mau ambil pusing dengan
orang yang dimaksudkan raja iblis yang tidak mengenal kasihan itu. Tiba-tiba ia mendengar
seorang lagi berkata.
"Masih untung tiga hari berselang bocah she Kim itu sudah terdesak dan kecebur ke jurang,
kalau tidak dalam dua hari ini barangkali ...."
Peng Peng dengar itu merasa seolah-olah disambar geledek, matanya berkunang-kuang, tapi
cepat ia bisa tenang lagi. Sekarang sudah jelas, yang dimaksudkan dengan di oleh yayanya pasti
adalah Kim Houw. Tidak nyana, Kim Houw yang mempunyai kepandaian begitu tinggi juga masih
dapat didesak sampai masuk ke dalam jurang. Mengingat akan nasibnya Kim Houw, hatinya si
nona sangat pilu, sehingga air matanya bercucuran.
Bersambung jilid ke : 29
Dalam kesedihannya itu, ia lantas berlaku seperti orang kalap ! Sambil menghunus pedang
Ngo-heng-kiamnya, ia lantas menerjang imam tadi, sebentar saja tiga imam sudah binasa di
tangannya. Beberapa imam lain yang menyaksikan keadaan demikian, lantas membunyikan tanda
bahaya. Justru karena ini, kegusaran Peng Peng memuncak. Ia jadi telengas, kembali pedang Ngohengkiamnya mengambil korban para imam yang mencoba hendak membunyikan tanda bahaya.
Peng Peng sudah seperti orang kalap, ia sudah tidak tahu lagi apa artinya kasihan, ia ingin
menyikat habis semua imam-imam itu.
Pada saat itu masih ada imam yang tidak takut mati, kembali berdaya hendak membunyikan
genta. Dalam gusarnya, Peng Peng setelah membinasakan imam itu, lantas pedangnya menyabet
putus tali besar yang digunakan untuk menggantung genta itu. Maka ketika genta besar itu jatuh,
telah menimbulkan suara seperti gunung meletus. Sebetulnya beberapa imam yang masih hidup
itu, apa semuanya tidak berguna sehingga begitu mudah dibinasakan oleh Peng Peng"
sesungguhnya tidak demikian halnya, sebab yang berkepandaian agak tinggi sudah binasa
ditangan Liok-cie Thian-mo, yang masih ketinggalan hanya beberapa orang yang kepandaiannya
tidak berarti, sudah tentu mereka itu bukan tandingan Peng Peng.
Setelah Peng Peng membunuh beberapa orang dan melihat sisanya pada kabut, dalam
gusarnya ia lantas melepas api untuk membakar Pek-ho-koan yang sudah rumtuh itu.
Begitu api berkobar, beberapa imam yang masih bersembunyi didalamnya lantas mencoba
pada melarikan diri. Apa mau telah berpapasan dengan Peng Peng, sehingga dua imam lagi
kembali binasa di tangannya. Dua imam lain yang dapat meloloskan diri, segera lari menuju ke
puncak gunung dikejar oleh si nona.
Dasar kedua imam yang belakangan itu masih baik nasibnya, secara kebetulan ditengah jalan
mereka berpapasan dengan Kim Houw dan Hiok Yang Cinjin yang turun dari puncak gunung.
Begitu melihat Kim Houw, mula-mula Peng Peng masih mengira bahwa ia telah bertemu
dengan rohnya, kemudian mengira ia sedang bermimpi, tetapi setelah ditegur oleh Kim Houw,
baru diketahuinya bahwa dugaannya itu salah semuanya.
Kalau di pihaknya Peng Peng sedang memeluk dirinya Kim Houw sambil menangis terisakisak,
dilain pihak, kedua imam yang baru terlepas dari bencana kematian, telah menceritakan
kepada ketuanya apa yang telah terjadi digereja Pek-ho-koan.
Giok Yang Cinjin meskipun berduka karena kematian muridnya, tetapi mengingat peristiwa itu
adalah pihaknya Ceng-shia-san sendiri yang bersalah, tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab
seandainya Peng Peng tidak mendengar kabar tentang kecelakaan Kim houw, sudah tentu tidak
akan terjadi peristiwa berdarah yang mendukakan itu.
Giok Yang Cinjin hanya bisa menghela napas panjang kemudian mengajak kedua imam itu
turun gunung terlebih dulu. Baru saja mereka berjalan belum jauh, mereka telah melihat sesosok
bayangan manusia yang sedang berlari-lari menuju ke puncak gunung seolah-olah terbang.
Giok Yang Cinjin yang melihat ilmu mengentengkan tubuh orang itu sangat luar biasa, dengan
hati berdebaran ia menduga-duga siapa gerangan orang itu. Ilmu mengentengi tubuh orang itu
benar-benar sangat luar biasa, sekejap saja sudah berada di depan matanya Giok Yang Cinjin.
Ketika melihat Giok Yang Cinjin menghadang di depannya, ia masih belum berhenti dan hendak
melanjutkan gerakannya dengan jalan memutar. Sudah tentu Giok Yang Cinjin tidak mau
mengerti, dengan cepat ia melompat dan menghadang di depan orang tadi, dengan pedang
terhunus ia berkata :
"Sicu menerjang keatas gunung Ceng-shia san ini hendak bermaksud apa " Apa sicu anggap
diatas gunung ini sudah tidak ada orangnya?"
Orang itu ternyata Tiong-cu-khek. Ketika ia balik ke pondok tempat menginapnya tidak melihat
Peng Peng, dalam kagetnya ia lantas mengejar ke Ceng-shia-san.
Maksud kedatangannya memang bukan ingin mencari setori, maka ia selalu menghindarkan
dirinya supaya jangan kebentrok dengan orang-orang dari Ceng-shia-pay. Tetapi karena ia dengan
orang-orang dari Ceng-shia-pay tidak pernah mengadakan hubungan, maka tidak seorangpun
yang dikenalnya. Melihat sikap Giok Yang Cinjin yang begitu galak, Tiong-ciu-khek sebagai
seorang yang namanya sudah tersohor di kalangan Kang-ouw, sudah tahu hatinya merasa
mendongkol, maka ia menjawab dengan suara dingin:
"Aku yang rendah ingin bertemu dengan ketua partiamu." "Apa sicu kenal dengan ketua
kami?" "Tidak hanya ingin mengunjungi karena pernah mendengar namanya yang besar."
"Kalau belum kenal, lain hari saja Sicu datang kemari lagi, karena sekarang ini ketua kami
sedang repot."
Tiong-cui-khek masih belum mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya itu justru
ada ketua dari Ceng-shia-pay, Giok Yang Cinjin. Karena melihat sikapnya dan mendengar
perkataan yang terlalu jumawa, ia lantas menjadi gusar.
"Totiang berani lancang - lancang menolak orang yang hendak menemui ketua partaimu, tentu
bukan orang sembarangan. Karena sikapmu ini, sekalipun aku bikin kau terluka juga tidak akan
ada yang mengatakan aku sebagai orang tua menghina orang dari tingkatan muda."
Giok Yang Cinjin ada seorang yang telah lanjut usianya, rambut dan jenggotnya sudah putih
semuanya. Meskipun usia Tiong-ciu-khek sebaya dengan ia tetapi karena kelihatannya masih
sangat muda, seperti seorang yang baru berusia empat puluh tahunan, tidak nyana berani
mengaku sebagai seorang dari tingkatan tua, bagaimana Giok Yang Cinjin yang mendengar itu
kalau tidak gusar.
"Sicu yang memang sengaja mencari setori pinto bisa berbuat apa " Jika Sicu sanggup
menyambuti pedang pinto ini, pinto tentu akan membiarkan kau naik gunung. Tetapi jika tidak
dapat, jangan mengimpi!" jawabnya dingin.
Tiong-ciu-khek mendengar itu, kegusarannya meluap. Ia adalah seorang ahli pedang yang
kenamaan, bagaimana ia takut pedang " Apalagi kabarnya Kim Houw sudah jatuh ke dalam jurang
dan Peng Peng sudah tidak ketahuan dimana adanya, untuk mereka ia rela berkorban untuk
menuntut balas. Melihat sikap imam itu yang tergesa gesa hendak turun gunung, agaknya ada
terjadi apa apa, Tiong-ciu-khek menaruh curiga.
maka dengan cepat ia sudah menghunus pedangnya.
"Begitu paling baik, silahkan mulai katanya.
Giok Yang Cinjin, karena kejadian selama beberapa hari ini yang hampir saja mengakibatkan
keruntuhan total bagi partainya, kemendongkolannya juga lantas meluap. Meskipun dari ilmu
mengentengi tubuh Tiong-ciu-khek yang sudah dilihatnya tadi, ia telah mengetahui bahwa orang
itu bukan orang sembarangan, tetapi karena ia belum mengetahui maksud kedatangannya, ia
sebagai ketua dari partainya, bagaimana boleh takut "
Maka ia lantas perdengarkan suara ketawanya, dengan tidak banyak bicara lagi pedangnya
lantas menyerang Tiong-ciu-khek dengan tipu silatnya yang lihai.
Tiong-ciu-khek sebagai seorang yang sudah banyak pengalamannya, sudah tentu mengetahui
bahwa serangan Giok Yang Cinjin itu adalah sangat lihay, Ia menggeser tubuhnya dan melesat ke
pinggir sejauh lima kaki untuk menghindari serangan tersebut. Kemudian badannya memutar
dengan cepat, pedang di tangannya sebentar saja sudah melancarkan tiga serangan berantai
laksana kilat mengarah ketiga bagian jalan darah lawannya.
Giok Yang Cinjin sungguh tidak menyangka bahwa lawannya itu dapat turun tangan dengan
cepat dan serangannya juga begitu hebat, diam-diam ia merasa terkejut. Dengan cepat ia mundur
tiga tindak, badannya melesat tinggi ke atas, kemudian ia melakukan serangan sambil menukik,
sebentar saja ujung pedangnya sudah mengurung kepala Tiong-ciu-khek.
Gerakannya itu ada merupakan gerak tipu ilmu pedang Ceng-shia-pay yang paling lihay.
Sekalipun Tiong-ciu-khek adalah seorang yang sudah mempunyai banyak pengetahuan dan
banyak pengalaman serta sudah banyak menghadapi musuh tangguh, tidak urung juga masih
dibikin kelabakan.
Akhirnya dalam keadaan tergesa gesa Tiong-ciu-khek hanya dapat mengeluarkan ilmu
pedangnya untuk melindungi dirinya. Ia mengetahui bahwa gerak tipunya itu akan mengakibatkan
lukanya ke dua pihak, tetapi dalam keadaan demikian, ia tidak dapat berbuat lain, yang penting
ialah asal dapat melindungi jiwanya.
Sesaat sebelum kedua pedang itu beradu, tiba-tiba terdengar suara orang berseru :
"Ciangbun Cinjin, tahan ! Semua ada orang sendiri !"
Giok Yang Cinjin yang mendengar suara itu, yang ia kenali ada suaranya Kim Houw, hatinya
bercekat, dengan cepat ia menarik kembali serangannya dan badannya seolah-olah burung
kepinis melayang turun melalui atas kepalanya Tiong-ciu-khek.
Tiong-ciu-khek juga tercengang, Ia terkejut karena Kim Houw dan Peng Peng telah muncul
berbareng di hadapannya. Kalau bukan karena Peng Peng ada disitu, ia juga tentu mengira bahwa
yang datang itu ada setannya Kim Houw.
Setelah diperkenalkan oleh Kim Houw, Giok Yang Cinjin dan Tiong-ciu-khek keduanya pada
tercengang, siapapun tidak mengira, bahwa lawannya ada orang yang sangat lihay.
Kim Houw kemudian ajar kenal Peng Peng kepada Giok Yang Cinjin dan mintakan maaf atas
perbuatan si nona yang dilakukan dalam setelah kalap mendengar dirinya didesak masuk ke
jurang, ialah perbuatan diluar pikiran sadar.
Giok Yang Cinjin lantas berkata sambil tertawa :
"Siaohiap, tidak perlu kita persoalkan itu lagi. Perkara mati dan hidupnya manusia, masingmasing
sudah ada garisnya sendiri, siapapun tidak berhak untuk memperkosa. Kalau tidak karena
Siaohiap yang menahan Liok-cie-Thian-mo, mungkin malam itu Ceng-shia-pay sudah hancur
lebur." Pada saat itu, hari sudah menjelang pagi, Kim Houw segera minta diri dari tuan rumah. Giok
yang Cinjin juga tidak ingin menahannya lebih lama lagi. Tengah Kim Houw berpamitan itu, tibatiba
dipuncak gunung ada berkelebat bayangan putih yang melesat demikian gesitnya.
Peng Peng yang menyaksikan sampai mengeluarkan seruan kagum:
"Siapa itu" Sungguh hebat sekali kegesitan gerakannya."
"Itu, adalah si bocah yang baru berusia kira-kira tujuh tahun," kata Kim Houw. "Kecuali ilmu
mengentengi tubuhnya yang sangat luar biasa, rupanya dia tidak mengerti apa-apa lagi. Hanya
dalam tangannya ada seekor ular emas yang sudah dimakan oleh Liok-cie Thian-mo. Entah dari
mana dia dapatkan ular emas itu, apakah mungkin ada ularnya Kim Coa Nio-nio yang ada di
dalam tongkatnya?"
Baru saja habis ucapan Kim Houw, bayangan putih tadi sudah berada di depannya, betul saja
si bocah nakal. Bocah itu agaknya tidak mengerti adat istiadat, ia mengawasi orang di seputarnya
dengan mata berputaran, akhirnya ia memandang Kim Houw dengan perasaan yang penuh terima
kasih, tetapi mulutnya seperti terkancing, tidak dapat mengutarakan apa-apa.
Giok Yang Cinjin yang berdiri disampingnya lalu berkata:
"Sungguh kasihan nasibnya bocah ini. Baru lahir beberapa bulan, rumah tangganya sudah
ketimpa bencana, ayah bunda dan saudara-saudaranya semua telah dibinasakan oleh Liok-cie
Thian-mo, hanya dia seorang yang masih hidup, Oleh karena tempat tinggalnya ada didalam
gunung, bocah ini akhirnya dipelihara oleh dua Ekor Orang hutan dan sampai-Sampai beberapa
bulan berselang, dia telah diambil dari tangannya orang hutan tadi oleh yayanya sendiri, ialah si
padri aneh"
Kim Houw angguk-anggukkan kepalanya, Giok Yang Cin-jin meneruskan ceritanya:
"Liok-cie Thian-mo ada satu iblis yang sangat ganas, menyingkir saja rasanya sulit, siapa yang
berani menuntut balas padanya" Padri aneh itu dulu adalah sahabat karib dari pinto, maka dia
sembunyikan diri di gunung Ceng-sia-san.
Siapa nyana belum lama berselang, mereka kakek dan cucu turun gunung entah dimana
mereka dapatkan seekor ular emas, tetapi berbareng dengan itu justru mereka dapat dilihat
jejaknya oleh Liok-cie Thian-mo, sehingga akhirnya terjadi peristiwa seperti tadi malam itu.
Menurut sikapnya bocah ini, dia rupanya merasa bersyukur terhadapmu, dan agaknya ingin
mengikuti kau, hanya sayang dia tidak dapat berbicara, dia hanya dapat mengerti sedikit
pembicaraan orang. Padri tua itu ada seorang malas, terhadap hari kemudian bocah ini
merupakan suatu rintangan besar. Kalau siaohiap ada perhatian, baik sekali mengambil dia,
hitung-hitung untuk kacung suruhan."
Giok Yang Cin-jin baru bicara sampai di situ, mendadak terdengar suara orang ketawa
bergelak-gelak. Dari belakang sebuah batu besar yang tidak jauh dari situ, telah muncul dirinya si
padri aneh. Begitu unjukkan diri lantas terdengar suaranya yang seperti gembreng pecah:
"Hei, Tojin brengsek, kau benar-benar mengetahui adatku!"
Baru habis ucapannya itu, ia sudah lompat di depannya Kim Houw, lanlas berlutut Kim Houw
terperanjat, buru-buru pimpin bangun padanya sembari berkata:
"Taysu, kau ingin apa" Jelaskan saja tidak perlu melakukan adat peradatan demikian rupa."
Padri aneh itu, menyahut sambil tertawa bergelak-gelak:
"Aku si hwesio gila, sejak berguru sehingga sekarang ini belum pernah berlutut dihadapan
siapapun juga hanya terhadap kau seorang saja Siaohiap yang kukecualikan. Itu disebabkan
karena pertama-tama aku merasa berhutang budi dan kedua karena kau telah menolong bocah
ini. Dia bernama Co Seng, harap Siao-hiap sudi mengambil dia sebagai kacungmu, ku percaya dia
dapat memuaskan hatimu Aku si hweshio gila, meskipun sudah memasrahkan nasibku kepada
Tuhan, tetapi aku juga tahu, bahwa dalam usiaku yang sudah lanjut ini sewaktu-waktu aku dapat
meninggalkan dia."
Padri aneh itu meskipun berbicara sambil tertawa, tetapi di wajahnya yang jelek nyata ada
mengandung perasaan duka. Pada saat itu si bocah itu juga mendadak berlutut, air matanya
mengalir turun dikedua pipinya.
Si padri aneh itu perdengarkan suaranya pula:
"Auww, ini benar-benar aneh! Terhadap yayanya sendiri aku ini, belum pernah dia berlutut,
apalagi mengeluarkan air mata..."
Menyaksikan keadaan demikian, meskipun Kim Houw masih muda usianya, tetapi juga merasa
terharu, ia buru pimpin bangun bocah itu:
"Baiklah, kau ikut aku saja! Hanya aku masih mempunyai banyak musuh yang harus aku
bereskan dulu, entah kapan baru dapat melewati hari-hari dengan tenang," kata Kim Hoow
berduka, tapi wajahnya yang tampan mengunjuk senyuman menghibur.
Bocah itu mendengar Kim Houw mau menerima dirinya lantas jumpalitan tanda kegirangan
yang tak terhingga.
"Ini sungguh gaib," kata padri aneh. "Adakah itu yang dinamakan jodoh" Selama beberapa
bulan ini aku hendak mengajar dia bicara dia tidak mau membuka mulutnya, tetapi hari ini......"
Bocah cilik yang bernama Co Seng itu lantas lompat ke dalam pelukan si padri aneh. Sambil
memeluk kepala si padri, dia mengeluarkan suara yang tidak dimengerti oleh semua orang. Ia
mencium berulang-ulang jidatnya si padri aneh, siapa agaknya mengerti bahwa saat itu sudah tiba
waktunya untuk mereka berpisahan.
Padri yang aneh sifatnya itu dan yang biasanya suka berlaku seperti orang edan, dalam
keadaan demikian ternyata juga dapat mengeluarkan air mata.
"Akhirnya keluarga Co masih meninggalkan satu keturunannya juga, bila aku sekarang binasa
aku juga mati dengan mata meram..." Demikian si padri aneh itu mendumel.
Selanjutnya Kim Houw lantas berpamitan kepada Giok Yang Cinjin dan padri aneh itu. Sambil
mengajak Peng Peng dan Co Seng, bersama Tiong-ciu-khek pergi meninggalkan gunung Ceng
shia-san itu. Di sepanjang jalan, meskipun Co Seng dapat berlompat-lompatan, tetapi masih sering-sering
menoleh ke belakang untuk melihat kakeknya. Sampai jauh dan tidak dapat melihat lagi baru ia
tidak berpaling lagi.
Dalam perjalanan itu, Kim Houw menceritakan semua pengalamannya selama beberapa hari
berselang kepada Tiong-ciu-khek dan Peng Peng, ia berkata pula bahwa Liok-cie Thian-mo yang
sangat ganas sepak terjangnya akhirnya binasa oleh seekor ular saja.
Tiong-ciu-khek dan Peng Peng merasa girang ketika mendengar Liok cie Thian mo sudah
binasa tetapi mereka sungguh tidak habis mengerti bahwa bocah yang baru berusia tujuh tahun
ternyata mempunyai nyali begitu besar.
Co Seng agaknya mengerti bahwa orang-orang pada memuji dirinya, bukan main rasa
bangganya, ia berlompat lompatan dan berjungkir balik seperti layaknya seekor monyet.
Kim Houw berempat setibanya di bawah gunung terus menuju ke rumah petani yang di
tumpangi Tiong-ciu khek. Oleh karena selama beberapa hari itu, tidak dapat mengaso, maka
setelah menangsal perut mereka lantas beristirahat dirumah petani tersebut.
Selama itu Kim Houw terus membungkam. Tidak ada suaranya sebab banyak persoalan yang
mengganggu pikirannya.
Pertama-tama soal Siao Pek Sin yang ternyata masih pernah kakaknya dari lain ibu. Kalau
begitu, Ceng Nio ciu juga terhitung ibu tirinya sendiri. Oleh karena adanya hubungan
persaudaraan itu, telah menimbulkan satu pertanyaan dalam hatinya: "Apakah ia harus
meneruskan usahanya untuk menuntut balas" Apakah ia tega untuk turun tangan?"
Kedua ialah soal ayahnya sendiri yang sudah binasa, tetapi entah dimana dikuburnya. Ia
sebagai anaknya sampai untuk bersujud saja juga tidak bisa dan ketiga, ia sendiri ada seorang
she Pek, tetapi sekarang memakai she Kim dan namanya Houw. Apakah namanya itu perlu diganti
atau tidak"
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sehabis makan, ketika Peng Peng melihat sikap Kim Houw tidak seperti biasanya lalu
menanya: "Engko Houw, kau kenapa" Ada urusan apa sebetulnya" Mengapa tidak mau memberitahukan
kepada kami" Yaya adalah seorang yang banyak pengetahuan dan pengalaman, jika kau
mempunyai persoalan apa apa yang sulit, mintalah saja pendapatnya."
Kim Houw pikir ucapan Peng Peng itu ada benarnya, maka lantas menceritakan semua
kesulitan itu. Tiong-ciu-khek sehabis mendengar penuturan Kim Houw, lantas berpikir sambil kerutkan
alisnya, lama sekali baru menjawab:
"Menurut pendapatku, soal pertama itu kau bikin habis saja. Sebab berbuat kebajikan atau
kejahatan pada akhirnya ada pembalasan sendiri-sendiri, hanya ditentukan oleh sang waktu.
Ayahmu sudah berbuat kesalahan, kau sebagai anaknya boleh mencoba berusaha untuk
menebus dosa ayahmu itu. Yang kedua tentang jenazah ayahmu dikubur dimana, tidak perlu kau
tergesa-gesa mengetahuinya. Jenazah ibumu dikubur ditepi sungai Ka-leng, rasanya jenazah
ayahmu juga tidak akan berjauhan dari situ, coba suruh orang menyelidiki saja, tentu dapat
diketahui. Dan yang ketiga, boleh saja kau mengubah she-mu menjadi she Pek, sehingga
selanjutnya kau disebut Pek Kim Houw. Orang tidak boleh melupakan asalnya, tentang ini aku
percaya kau tentunya tidak merasa keberatan. Sementara itu..."
Baru mendengar sampai di situ, hati Kim Houw merasa lega, dalam girangnya ia lantas
berlutut mengucapkan terima kasih kepada Tiong-ciu-khek.
Tiong-ciu-khek buru-buru memimpin bangun pada bakal cucu mantunya, kemudian berkata
pula: "Soal yang paling penting untuk sekarang ini rasanya hanya tinggal usahamu untuk mencari
Kow-low Sin-ciam dan Khu Leng Lie. Kedua iblis itu sudah lama merupakan bencana dalam dunia
persilatan, sudah seharusnya kalau lekas-lekas kita singkirkan.
"Kim Houw mendengar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Pada saat itu dari luar tibatiba
terdengar suara aneh...
"Anak busuk, kau berani permainkan siao-yamu, hari ini walaupun kau lari ke langit, siao-yamu
juga akan mengejar ke langit."
Kim Houw berempat yang mendengar suara itu lalu melongok keluar untuk melihat apa yang
terjadi. Kiranya itu ada gara-garanya Co Seng yang kini sedang dikejar-kejar oleh seseorang, di
luar dugaan, orang yang mengejar itu ialah si botak.
Si botak yang mengikuti pengemis sakti Sin-hoa Tok-kai selama setengah tahun ini,
kepandaian ilmu silatnya telah maju pesat sekali, tetapi ilmu mengentengi tubuhnya belum sampai
ke puncak kesempurnaan. Sebaliknya, Co Seng yang masih bocah, sekalipun tidak mengerti ilmu
silat, tetapi ilmu lari pesat dan mengentengi tubuh seolah-olah pemberian dari kodrat alam,
sehingga banyak orang terpandai di kalangan Kang-ouw yang tidak menempel padanya.
Dengan adanya keganjilan itu, maka saat itu kalau si botak hendak menangkap ia,
sesungguhnya tidak mudah. sebaliknya malah dipermainkan oleh Co Seng yang menggoda sambil
mengeluarkan suaranya yang aneh.
Kim Houw yang menyaksikan keadaan sibotak, juga merasa geli dan keiawa terpingkalpingkal.
Sebentar kemudian, mendadak Co Seng menghilang entah kemana larinya, hanya
kedengaran suara jeritannya yang aneh. Kim Houw yang melihat keadaan demikian lalu berkata:
"Aku kira siapa yang datang, kiranya adalah Sin hoa Tok-kai Locianpwee!"
Kim Houw bertiga lalu lari keluar, Di belakang rumah di bawah sebuah pohon besar, si
pengemis sakti itu sedang memegang kedua tangan Co Seng, mengawasi padanya dari atas
sampai ke bawah, agaknya ia merasa heran terhadap ilmu mengentengi tubuh bocah yang luar
biasa itu. Kim Houw lalu ketawa bergelak-gelak.
"Hu pangcu, kau suka padanya" Kuberikan padamu untuk menjadi muridmu, bagaimana?"
Sin hoa Tok kai dongakkan kepala. Mula-mula ia terkejut tetapi kemudian setelah melihat
ketiga orang itu lantas ketawa.
"Apakah ini ada murid baru Siaohiap?" tanyanya. "Benar-benar ada lain dari pada yang lain,
sampai aku si tua bangka juga hampir dipermainkan olehnya..."
"Jangan terlalu memuji dulu, bocah ini belum belajar apa-apa, bagaimana ia berani berlaku
gagah-gagahan di hadapanmu?" Tiong-ciu khek nyeletuk.
Sin hoa Tok kai geleng gelengkan kepalanya, lalu melepaskan kedua tangan bocah itu. Siapa
nyana, baru saja ia kendorkan cekalannya, mendadak terdengar suara "plak" "plak" dua kali,
tangan Co Seng sudah mampir di kedua pipinya Tok kai. Meski tidak sakit, tetapi pipi Tok kai
merah juga. Kim Houw yang menyaksikan itu lalu membentak:
"Co Seng jangan berlaku kurang ajar!" Dengan gerakan seenaknya saja, Co Seng sudah
lompat lari sembunyi di belakang dirinya Peng Peng. Kim Houw masih hendak suruh ia meminta
maaf, tetapi Sin-hoa Tok-kai lantas berkata sambil ketawa:
"Sudah, sudah, hitung-hitung sebagai hadiah pertemuan ini."
Semua orang pada ketawa. Kim Houw lantas ajak Tok-kai masuk ke dalam rumah, Setelah
semua berkumpul, pengemis sakti itu lantas menyampaikan kabar tidak enak.
"Kouw-low Sin-ciam, si iblis ganas itu kabarnya telah mengundang beberapa iblis dari
golongan hitam hendak menghadapi Siaohiap, bahkan Liok cie Thian-mo, kabarnya juga turut
diundang..."
Peng Peng lantas memotong sambil ketawa: "Liok-cie Thian mo sudah tidak bisa berbuat
kejahatan lagi, kemarin sudah binasa di tangannya dia di atas gunung Ceng shia san." sambil
menunjuk Co Seng.
Sin hoa Tok kai terkejut! Ia tidak percaya kebenarannya ucapan Peng Peng itu, tetapi setelah
diberitahu oleh Kim Houw, sipengemis sakti itu baru percaya dan mengangguk-anggukkan
kepalanya, lalu ia melanjutkan keterangannya.
"Sekarang, mereka sudah menuju ke Ciat kang. Diantara mereka, kecuali Kouw low Sin ciam,
masih ada Khu Leng Lie, Siao Pek Sin dan lain-lainnya. Tempat mereka berkumpul barangkali
didalam Istana Panjang Umur dibukit Koa chong san. Untuk mencegah usahanya itu maka aku
perlukan mencari kau, harap Siaohiap lekas berangkat untuk membinasakan Kho-low Sin ciam
lebih dahulu, supaya orang-orang yang kehilangan pemimpinnya itu tidak berdaya, dan hal ini
mungkin akan dapat hindarkan timbulnya huru-hara.
"Baiklah, kalau begitu kita harus lekas berangkat! Sebaiknya kita lekas tiba di sana sebelum
kawanan iblis itu berkumpul." kata Kim Houw.
"Tunggu dulu! Aku si pengemis tua masih mempunyai urusan, sehingga tidak dapat berjalan
bersama-sama, bagaimana kalau kita berjanji untuk bertemu di suatu tempat saja berkata si
pengemis sakti.
Setelah memikir sejenak, Kim Houw lalu menjawab:
"Waktunya sudah sangat mendesak, baiklah kita bertemu di Istana Panjang Umur di gua hongsan
sana! Sudah tentu, kalau ada kesempatan, aku tidak akan melepaskan iblis itu begitu saja."
Pada Saat itu, mendadak Co Seng memutar tubuhnya dan kembali lompat melesat keluar
rumah. Kim Houw kuatir ia akan menerbitkan onar lagi, maka ia buru-buru membentak dan
mencegah. Siapa nyana, Co Seng jejeritan, tangannya menuding-nuding, Kim Houw lalu menduga
barangkali ada orang berlalu di depan rumah itu, sebab Co Seng meskipun tidak dapat bicara,
tetapi daya pendengarannya sangat tajam.
Kim Houw lalu berlongok keluar, benar saja di depan rumah ada berjalan seorang laki-laki
muda dan seorang perempuan. Sang perempuan duduk di atas kuda yang dituntun berjalan
perlahan-lahan oleh lelaki tadi. Setelah Kim Houw mengenali siapa adanya kedua muda mudi itu,
dalam hatinya diam-diam merasa sangat bersyukur.
Siapa kedua orang itu" Mereka itu adalah Kie Yong Yong dan Kee Yong Seng.
Pada saat itu keadaan mereka merupakan seperti sepasang pengantin baru. Mereka berjalan
sambil ketawa-ketawa, Kie Yong Yong agaknya sudah sembuh dari penyakitnya, wajahnya ramai
dengan senyuman, menandakan ia merasa sangat gembira.
Kim Houw percaya, dengan Kee Yong Seng yang melindungi, meskipun Ceng-hong kauw
orangnya cukup banyak, juga tidak dapat berbuat apa-apa. Diam-diam ia berdoa, semoga kedua
orang itu benar-benar akan menjadi suami istri yang bahagia.
Selagi Kim Houw terbenam dalam lamunannya, mendadak dapat lihat Kie Yong Yong
mengeluarkan sebilah pisau belati. Diantara suara jeritan kagetnya Kee Yong Seng, pisau belati itu
sudah bersarang didadanya Kie Yong Yong, sehingga darah segar menyembur keluar.
Kim Houw bukan main kagetnya. Lalu lompat keluar melalui jendela, dengan hanya dua kali
lompatan ia sudah berada didepan kuda, lalu ulur tangannya, tepat menyambuti badannya Kie
Yong Yong yang hendak rubuh dari atas kuda.
Kie Yong Yong wajahnya sudah pucat pasi, napasnya lemah. Begitu melihat Kim Hauw, yang
dianggapnya seolah-olah turun dari langit, ia lalu menunjukkan senyum getirnya, kemudian
berkata dengan suara terputus:
"Terima kasih..... Oh Tuhan.... akhirnya telah memberi kesempatan padaku......, binasa...
didalam.... pelukanmu... Dialam baka... aku..."
Bicara sampai di sini, Kie Yong Yong batuk dua kali, matanya sudah layu. Ia melanjutkan
dengan suaranya yang sudah sangat lemah.
"Tidak..... aku.... aku... minta kau... supaya.... menuntut balas.... sakit hatiku..."
Perkataan itu, agaknya di ucapkan dengan tenaga terakhir.
Suaranya kedengaran tegas dan nyaring, tetapi berbareng dengan ucapan terakhirnya,
jiwanya juga lantas melayang.
Kim Houw sangat berduka, airmatanya mengalir bercucuran, sebab Kie Yong Yong meskipun
bukan binasa di tangannya, tetapi ia merasa turut memikul tanggung jawab juga.
Saat itu Tiong-ciu-khek juga sudah memburu datang. Kim Houw meskipun hatinya berduka
karena kematian Kie Yong Yong yang mengenaskan, tetapi di depan banyak orang ia juga merasa
tidak enak lama-lama memondong jenazahnya Kie Yong Yong, maka ia lalu letakkan di tanah.
Mendadak sambaran angin pukulan yang sangat hebat datang menerjang dirinya. Kim Houw
tidak mengetahui siapa orangnya yang menyerang, maka dengan sendirinya ia mengegos
menghindarkan serangan itu terlebih dahulu.
Ketika ia melihat tegas baru diketahuinya bahwa ditempat bekas ia berdiri, ada berdiri Kee
Yong Seng, Dengan air mata berlinang-linang tetapi dengan sikap sangat gusar, Kee Yong Seng
berkata kepada Kim Houw:
"Masih berlagak sedih" Seperti kucing yang coba menangisi tikus, kematiannya dia bukankah
karena kau" Kau berbuat demikian, hendak diperlihatkan kepada siapa" Aku gemas melihat
tingkah lakumu, menyesal aku tidak dapat makan dagingmu dan menghirup darahmu.
Kegusaran Kee Yong Seng meluap-luap, Sehingga ia sudah mirip dengan orang gila, maka
Kim Houw buru-buru memotong:
"Hengtay jangan berbuat begitu, kalau kau ingin menuntut balas untuk nona Kie pada nanti
tanggal tujuh bulan tujuh, dalam pertemuan di Istana Panjang Umur, kau nanti pasti mengerti
sendiri." Kee Yong Seng sebetulnya ingin mengadu jiwa dengan Kim Houw, tetapi kepandaian Kim
Houw ada lebih tinggi setingkat dari padanya. Apalagi pihak Kim Houw jumlahnya ada lebih
banyak, kalau betul-betul hendak mengadu jiwa, tentu ia sendiri yang akan menderita kerugian.
Terpaksa ia menahan luka hatinya, setelah memondong jenazahnya Kie Yong Yong, lantas ia
lompat ke atas kudanya.
Kuda hitam itu agaknya mengerti bahwa majikannya sudah binasa. Sambil berbenger, telah
kaburkan dirinya, sebentar saja ia sudah lenyap dari pemandangan.
Kim Houw menghela napas berkali-kali.
Mendadak ia mendengar suaranya Peng Peng yang berkata dengan ketawa dingin:
"Apa perlunya menghela napas" Dia sudah mati, salahmu sendiri tidak siang-siang
mengawani padanya"
Kim Houw menoleh, melihat wajah Peng Peng yang penuh rasa cemburu.
"Apa perlunya" Orang tokh sudah mati buat apa kau cemburu padanya?" sambil gelenggeleng
kepala. "Aku cemburu" Hm.. apa dia..."
Tiong ciu-khek melihat gelagat tidak baik lantas buru-buru mencegah.
"Peng Peng, kau kenapa" Sungguh lucu perbuatanmu ini."
Dalam hati Peng Peng sebetulnya sudah merasa kurang senang, sebab ucapan Kie Yong
Yong ketika ada di gedungnya Gwanswee aneh itu, terus berputaran dalam otaknya, tidak dapat
dilupakan dan sekarang kembali ditegur oleh yayanya, ia merasa makin berduka, maka air
matanya lantas mengalir turun tanpa dapat dibendung lagi.
"Ah, Peng Peng, adatmu masih seperti anak-anak saja" Tiong-ciu-khek menghela napas. Si
pengemis sakti turut berkata sambil tertawa bergelak-gelak:
"Benar, tidak salah, memang masih seperti anak-anak. Semua masih berbau anak-anak,
sekarang aku hendak pergi dulu, sampai bertemu didalam Istana Panjang Umur. Hei botak, apa
kau masih belum mau pergi?"
Baru saja si pengemis sakti itu hendak berlalu sambil mengajak muridnya si botak, mendadak
didengarnya suara Peng Peng yang ketawa:
"Siapa seperti anak-anak" Aku tokh sudah dewasa?"
"Sebentar nangis, sebentar ketawa, bukankah seperti anak kecil?" nyeletuk Tiong-ciu-khek.
Peng Peng lantas menubruk dan memeluk engkongnya yang jail itu.
"Tidak, tidak, Peng Peng sudah dewasa, Peng Peng sudah dewasa!" serunya manja.
Tiong-ciu-khek ketawa terbahak-bahak.
"Melihat kelakuanmu ini, mana seperti orang dewasa" Kalau orang dewasa harus tidak boleh
berlaku seperti anak kecil." sang engkong berkata lagi.
Peng Peng mendadak ingat apa yang telah diperbuat dengan Kim Houw pada berapa hari
berselang. Benar-benar ia seharusnya sudah menjadi seorang dewasa, tidak boleh berkelakuan
seperti anak-anak lagi, maka buru-buru lepaskan pelukan pada yayanya dan membereskan
pakaiannya.......
Tiong ciu khek yang melihat itu, lantas berkata sambil angguk anggukkan kepala.
".... harus mengerti caranya menjadi orang, polos jangan keterlaluan . . . . : harus welas asih
kepada sesamanya . . . . harus dapat mengimbangi perasaan orang . . . . harus . . . . . ."
Peng Peng mendengar yayanya ngoceh telah angguk anggukan kepalanya, tetapi pada
akhirnya agaknya sudah jemu, maka ia lantas memotong:
"Sudah, sudah aku mengerti semua, aku akan menjadi orang yang sempurna!"
Itu yang paling baik, kita sekarang juga harus pergi!" sahut Tiong-ciu-khek sambil tertawa
bergelak-gelak.
Kim Houw menyaksikan kelakuan engkong dan cucu itu mesem-mesem urung.
Ketiga orang itu dengan membawa Co Seng berjalan sambil ketawa-ketawa. Baru saja
berjalan beberapa puluh lie, di sebuah kaki gunung mendadak terlihat beberapa orang yang
sedang naik gunung dengan perlahan lahan.
Kim Houw yang mempunyai daya penglihatan sangat tajam, begitu melihat sudah dapat
mengenali bahwa orang-orang itu adalah Kow-san Jie-lo dari Ceng hong kauw dan Ho Leng Tan
serta empat orang lain lagi yang belum pernah melihatnya.
Orang-orang itu semuanya seperti sedang menderita luka parah, mungkin itu adalah karena
perbuatan Kee Yong Seng.
Kim Houw diam diam menghela nafas. Disebabkan dirinya seorang perempuan, Yong Seng
telah membuat begitu banyak orang yang terluka dan entah berapa orang yang sudah binasa, dan
tokh akhirnya jiwa perempuan itu tidak dapat ditolong, ini benar-benar suatu dosa.
Belum sampai satu hari, empat orang itu sudah meninggalkan propinsi Su cwan dan mulai
memasuki propinsi Hun lam. Oleh karena hawanya semakin panas, maka mereka lantas
mengambil jalan air. Dengan menyewa sebuah perahu besar, mereka melakukan perjalanan itu
melalui sungai Tiang kang.
Co Seng yang biasanya suka berjalan berlompat lompatan laksana terbang, belum pernah
dapat diam barang sejenak. Ia agaknya tidak mengenal artinya cape atau letih, ia hanya
mengetahui lapar dan haus saja dan kalau merasa lapar, mulutnya lantas jejeritan, bahkan
makannya adalah sangat kuat.
Tetapi sekarang harus duduk berdiam di atas perahu, maka keadaan Co Seng seperti juga
seekor burung yang dikutungi sepasang sayapnya. sampai bergerak sajapun ia tidak berani.
sedang kalau melihat air lantas menjerit-jerit sambil menekap mukanya.
Selama dalam perjalanan di sungai itu, Kim Houw dan Peng Peng baru mulai mengajar Co
Seng berbicara, menulis dan membaca, ilmu silat juga sudah tentu tidak ketinggalan. Sebab
kepandaian mengentengi tubuhnya sudah mempunyai dasar yang sempurna, maka pelajaran ilmu
silatnya mendapat kemajuan sangat pesat.
Hari itu, ketika perahu mereka melewati selat Bu hiap, air deras dan ombak besar. Di samping
gunung yang terdapat dikedua sisi sungai, kadang-kadang terdengar suara binatang buas atau
kera-kera dan orang hutan yang kedengarannya menyeramkan.
Co Seng yang sudah mulai biasa dengan penghidupan di atas perahu, begitu diambangambing
oleh ombak keras, ia mulai takut lagi, dan bersembunyi dalam geladak.
Tetapi suara orang hutan yang didengar secara mendadak telah menarik perhatiannya. Ia
keluar dari dalam perahu, ia tidak melihat airnya, matanya berputaran mencari ke arah kedua sisi
selat dari sungai itu.
Tiba-tiba terdengar suara orang hutan tadi pula dan kali ini kedengarannya seolah olah sedang
berduka, sehingga saat itu Co Seng menangis. Kemudian ia juga mengeluarkan suara seperti
orang hutan tadi, agaknya saling menumpahkan perasaan duka masing-masing.
Kim Houw yang menyaksikan kelakuannya, mengerti bahwa bocah itu telah teringat akan
dirinya orang hutan yang telah memelihara padanya. Karena takut ia nanti akan kecebur ke dalam
sungai karena kedukaannya, didalam ombak yang begitu besar ada sangat berbahaya untuk
menolong orang, maka ia buru-buru keluar.
Selagi hendak menghibur Co Seng dan mengajaknya kembali ke dalam, mendadak ia merasa
ada angin kuat menyambar. Ketika ia mendongak, sebuah batu aneh sebesar meja telah
melayang dari atas dan hendak menimpa kepalanya. Bukan main kagetnya Kim Houw, sebab batu
itu kalau mengenakan kepalanya, terang kepalanya akan hancur. Andaikata ia terpental dan
kecebur dalam sungai juga ada sukar untuk menolong dirinya.
Terutama bagi Tiong-ciu-khek dan Peng Peng serta Co seng yang melihat air saja sudah takut,
barangkali sudah hanyut atau tenggelam entah kemana bangkainya. Dalam keadaan yang sangat
berbahaya itu, untung Kim Houw dapat berlaku gesit, dengan cepat ia menyambar dirinya Co
Seng dan melemparkan ke dalam geladak. Diantara suara jeritan kaget dari si tukang perahu, Kim
Houw sudah lompat melesat. Dengan menggunakan ilmu Han-bun-cao-khie ia menyambuti dan
mendorong batu yang datang melayang dari atas tadi, sehingga batu itu kecebur ke dalam sungai.
Gelombangnya air justru hampir-hampir membuat terbalik badannya perahu yang ditumpangi oleh
mereka, untung ketika Kim Houw melayang turun lantas menggunakan ilmu memberatkan badan
untuk mencegah tergoncangnya badan perahu.
Tetapi batu besar itu telah datang saling menyusul, yang dilemparkan dari atas tebing yang
tinggi. Kim Houw merasa gusar tetapi apa gunanya " Sebab ia sendiri tokh tidak dapat terbang
melayang begitu tinggi untuk menghampiri binatang yang jahil itu, terpaksa ia terus menjaga
jangan sampai perahu itu kena kejatuhan batu atau terbalik oleh ombaknya.
Akhirnya perahu itu telah melewati selat itu dengan selamat dan melanjutkan pelajarannya,
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya, Kim Houw yang telah menggunakan tenaga terlalu banyak, telah menderita luka
didalamnya, sehingga dari dalam mulutnya keluar darah segar.
Tiong-ciu-khek bertiga yang menyaksikan keadaan demikian, semuanya merasa kaget.
Mereka dalam bingung, mendadak dengar suara tambur yang sangat riuh, dibagian depan
terdapat sebagian perahu layar yang sudah menutupi jalannya perahu yang ditumpangi oleh Kim
Houw dan kawan-kawannya. Karena banyaknya perahu layar itu, permukaan sungai yang begitu
luas telah tertutup semuanya, sehingga sangat sukar untuk lain-lain perahu yang hendak belajar.
Tiong-ciu-khek yang menyaksikan keadaan demikian, meskipun dalam hati juga merasa keder,
tetapi agaknya sudah mendapatkan suatu pikiran untuk menghadapi kesukaran tersebut. Ia
Ketawa dingin, lebih dulu ia berikan buli-bulinya kepada Kim Houw, kemudian ia memerintahkan
tukang perahu supaya menghentikan jalannya perahu, lalu memesan dan berkata kepada Peng
Peng dan Co Seng.
"Sekarang kalian harus memperhatikan, apa yang kita kuatirkan ialah kalau kawanan bandit itu
melepaskan anak panah..."
Belum habis bicaranya, suara tambur kembali terdengar pula. Kemudian disusul oleh
munculnya kira-kira tiga puluh lebih laki-laki dari tiga buah perahu besar, diantara mereka
sebagian besar usianya sudah lebih dari setengah abad.
Orang-orang itu ternyata ada mengiringi seorang tua bertubuh pendek kecil. Orang tua itu
meskipun mengenakan pakaian yang sangat perlente, tetapi bentuknya tidak mirip dengan
manusia. Kepalanya lonjong, matanya seperti tikus, hidungnya mancung, mulutnya monyong, di
bawah janggutnya ada tumbuh beberapa lembar jenggot.
Ketika rombongan orang-orang itu muncul, dari lain-lain perahu lantas kedengaran suaranya
sambutan yang sangat riuh.
Mendadak terdengar suara tajam halus yang berkata: "Kawanan pengkhiatan di perahu depan
dengarlah! Kini Kauwcu dari Ceng-hong-kauw telah datang sendiri. Harap kalian dapat mengenal
gelagat dan lekas menyerah! Kalau kalian tidak mau mendengar nasehatku ini kalian pasti akan
menjadi umpan-umpannya ikan-ikan yang ada didalam sungai."
Peng Peng yang mendengar perkataan itu ketawa geli. Ketika ia melihat wajahnya si orang
tua, segera ia menduga bahwa orang tua itu tentunya ada ayahnya Ho Leng Than, sebab wajah
mereka ada sangat mirip satu dengan yang lainya.
Tiong-ciu-khek meraba-raba pedang di pundaknya, lalu berkata kepada Peng Peng, supaya
Kim Houw jangan perdulikan mereka dulu !
Orang-orang Ceng-ho-kauw ketika menampak pihaknya Kim Houw tidak ada reaksi apa-apa,
lantas menjadi gusar. Sebentar kemudian anak panah telah melayang seperti hujan, tapi jatuhnya
tepat di depan perahunya Kim Houw. Ini ada suatu bukti bahwa orang orang Ceng-hong-kauw itu
agaknya sengaja memperlihatkan kepandaian mereka menggunakan anak panah, maka cuma
ditujukan ke permukaan air yang tepat di depannya perahunya Kim Houw.
Tidak lama, kembali terdengar suaranya orang berkata :
"Kita kini telah mendapat perintah dari Tiancu Istana Panjang Umur, untuk menangkap
pemberontak. Menyerah hidup, tapi kalau melawan berarti mati. Jika bunyi tambur setengah tiga
kali tidak mendapat jawaban kita nanti akan hujani kalian dengan anak panah sehingga semua
binasa." Tiong-ciu-khek gusar, ia berkata dengan suara perlahan :
"Sungguh brutal kawanan bandit itu, mereka berani menggunakan namanya Istana Panjang
Umur. Peng Peng, kau jaga Kim Houw, aku nanti melindungi Co Seng, suruh tukang perahu pergi
sembunyi dulu agar tidak mengganggu jiwa mereka."
Tiong-ciu-khek baru saja habis memberi pesannya lantas terdengar suara tambur sangat tiuh,
yang kemudia disusul oleh suara makian.
Tiong-ciu-khek dan Peng Peng sudah siap sedia, tidak perdulikan tingkah polah mereka.
Suara tambur telah terdengar untuk kedua kalinya, kali ini tidak disusul oleh suara makian tapi
perahu besar yang berada ditengah tengah banyak perahu itu nampak mengibarkan sebuah
bendera merah segi tiga.
Sebentar kemudian suara tambur telah berbunyi lagi untuk ketiga kalinya. Lalu disusul oleh
hujan anak panah yang dilepaskan dari berbagai perahu.
Bersambung jilid ke : 30
TIONG CIU KHEK dan Peng Peng dengan tidak berkata apa apa, telah putar pedang masingmasing,
sebatang panahpun tidak ada yang bisa menembusi sinar pedang mereka ! Tapi anak
panah terus menyerang tidak berhentinya, sehingga Peng Peng sudah mulai kewalahan. Disaat itu
mendadak ia tidak dapat lihat Kim Houw yang tadinya berada di belakang dirinya, begitu pula Co
seng juga sudah menghilang dari belakangnya Tiong ciu khek.
Yaya ! Yaya ! di mana mereka berdua ?" Tiong ciu khek menoleh ke belakangnya, bukan main
kagetnya, karena Co Seng sudah tidak ada di belakangnya. Tepat pada saat itu, dipihak lawan
mendadak terjadi kekalutan besar, hujannya anak panah juga nampak berkurang. Tiong Ciu Khek
dan Peng Peng melongok, keduanya pada berseru kaget :
"Hai ! bagaimana mereka bisa lari ke sana ?"
"Eh ! dengan cara bagaimana mereka bisa menyerang kesana ?"
Apa sebetulnya yang dilihat oleh Peng Peng dan Yaya nya " Kawanan bandit yang berada di
ujung sebelah kanan dan ujung sebelah kiri, satu persatu nampak dilempar-lemparkan ke dalam
sungai, dan orang yang melempar-lemparkan mereka itu adalah Kim Houw dan Co Seng.
Buat Kim Houw, hal itu tidak mengherankan. Tapi buat Co Seng, sebetulnya belum
mempunyai itu kemampuan untuk melemparkan orang-orang tersebut. Tapi, ilmunya mengentengi
tubuh sangat luar biasa, ditambah lagi di tangannya ada memegang senjatanya Kim Houw, Baktha
Liong kini ia gunakan senjata itu untuk menghajar setiap orang yang diketemukan, hingga
kawanan bandit itu pada tidak berdaya.
Bagaimana Kim Houw dapat menyeberangi sungai itu " Ternyata, Kim Houw meski terluka
dalam, tapi setelah minum air mujijat, sebentar sudah sembuh. ia sengaja tidak mau bertindak dan
membiarkan Tiong ciu khek dan Peng Peng yang melayani semua serangan anak panah dari
pihak bandit itu.
setelah menyaksikan kawanan bandit itu begitu brutal, ia tidak sabar lagi. Diam-diam ia gapai
Co Seng, dengan isyarat tangannya ia suruh Co Seng menutup pernapasannya.
Kim Houw lalu gendong padanya dan terjun ke dalam sungai untuk kemudian selulup
menyeberang ke perahu musuhnya.
Semula Co Seng ketakutan, tapi perintah Kim Houw ia tidak berani bantah. terpaksa ia tutup
pernapasannya sambil gertak gigi, setelah keluar dari dalam air dan berada di atas perahu musuh,
Kim Houw memberikan senjatanya Bak-tha Liong Kin untuk ia menghajar setiap orang yang
diketemukannya. Karena setiap serangannya berhasil dan orang-orang itu pada kecebur ke dalam
sungai, Co Seng kegirangan dan gembira sekali menjalankan tugasnya.
Sedang Kim Houw sendiri, setelah perintah Co Seng untuk menghajar setiap musuhnya, lantas
menyeberang ke lain tepi. Karena dengan ilmunya mengentengi tubuh Co Seng yang istimewa,
apa lagi ada senjata di tangannya, pihak musuh yang terdiri dari orang-orang biasa tidak mudah
untuk menangkap dia. Maka Kim Houw percaya Co Seng pasti bisa menghadapi mereka tanpa
kesulitan. Dan ia sendiri lalu menyerang dari pihak lain, supaya musuh dapat kesempatan untuk
mengurung Co Seng.
Sebentar saja, beberapa puluh perahu sudah dibikin terbalik oleh Kim Houw, dan akhirnya ia
tiba ke sebuah perahu besar. Tapi di sini ia telah mendapat perlawanan hebat dari sepuluh
kawanan bandit.
Sepuluh orang itu termasuk orang-orang yang mempunyai latihan ilmu silat cukup baik, tapi
Kim Houw yang kepandaiannya luar biasa, sekalipun di tangannya tidak ada senjata, ia juga tidak
jeri. Sebentar ia kelihatan berkelebat di sana, sebentar di sini, dengan tangan kosong, ia telah
berhasil merampas senjata musuh musuhnya yang jumlahnya lebih banyak.
Sepuluh orang yang mengepung padanya, sebentar saja sudah dirubuhkan separuhnya. satu
diantara mereka yang agak lanjut usianya, yang dalam rombongan itu agaknya bertindak sebagai
pemimpin mereka, mendadak berseru nyaring dan menerjang dengan senjata goloknya.
Kim Houw anggap karena orang-orang itu bukan termasuk orang terpenting, ia tidak mau
membinasakan lebih banyak jiwa mereka. Selagi hendak mengundurkan dirinya, siapa nyana
seruan orang tua tadi agaknya membawa pengaruh besar bagi mereka, serangannya nampak
semakin hebat. Menampak mereka tidak kena dikasih hati, Kim Houw menjadi gusar. Setelah perdengarkan
suara pekikannya yang nyaring, lantas ia keluarkan ilmu silatnya yang luar biasa, hingga sebentar
saja kawanan bandit itu sudah tercebur ke dalam sungai semuanya.
Kim Houw merasa lega, tapi baru saja hendak berlalu, mendadak sambaran angin yang amat
hebat seperti hendak menindih kepalanya, Kim Houw cepat egoskan dirinya dan bergerak kira-kira
setengah tombak ketika ia pasang matanya, ditempat ia berdiri tadi telah muncul seorang tua
kurus kering dengan sorot mata gusar terheran heran.
Kim Houw juga pernah lihat Ho Leng Tan, maka begitu melihat orang tua di depan matanya itu
segera mengenali kalau ia adalah kauw-cu dari Ceng hong kauw. Maka lantas berkata sambil
ketawa dingin :
"Siaoyoa sejak menginjak daerah Su coan," kata Kim Houw sambil ketawa dingin. "Sungguh
merasa bersyukur atas perhatian dan perlakuan orang-orang Ceng hong kauw, dan sekarang
dimana Kie Yong Yong sudah tidak ada lagi dalam dunia ini, sungguh tidak dinyana Kau cu masih
belum mau sudah . . . "
Orang tua kurus kering itu, memang benar kau cu dari Ceng hong kauw bernama Ho Su Yam,
ketika mendengar perkataan Kim Houw wajahnya mendadak pucat seketika. Entah kaget atau
gusar, tetapi tangannya yang digunakan untuk mengurut urut kumisnya, agaknya nampak
gemetar. Tidak menunggu sampai habis bicaranya Kim Houw, lantas ia memotong :
"Pantas kau binatang cilik ini ada mempunyai kepandaian yang begitu tinggi, kiranya adalah
musuh besar kami yang sudah melukai beberapa orang kuat dari golongan kami. Hari ini, aku
yang mendapat perintah untuk menangkap kau, tidak nyana bisa sekalian menuntut balas dendam
sakit hati saudara-saudara kami."
Meski Ho Su Yam orangnya kurus kecil dan pendek, tetapi suaranya sangat nyaring, suatu
bukti bahwa kekuatan tenaga dalamnya sudah terlatih cukup sempurna, begitu pula ilmu silatnya.
"Aku justru hendak pergi ke Istana Panjang Umur untuk membikin perhitungan dengan Tiancumu.
Harap kau dapat melihat gelagat, supaya lekas tarik kembali pasukanmu dan selanjutnya kau
harus merubah kelakuanmu yang sudah-sudah, mungkin Sioyamu masih dapat memberikan jalan
hidup untuk kau ...." jawab Kim Houw.
Ho Su Yam menggeram, suaranya seperti geledek.
"Kentut ! Kau sendiri yang sudah mendekati ajalmu, dan tokh masih berani omong besar.
Anakku pergi dan sampai sekarang belum kembali, barangkali juga sudah celaka dalam
tanganmu, sekarang kau harus membikin perhitungan dengan aku."
"Anakmu yang jagoan itu masih belum mati, tetapi lukanya tidak ringan. Dia suatu anak yang
bisanya hanya mencuri ayam atau memukul anjing saja, kalau dia jadi anakku, siang siang sudah
kubunuh mati, buat apa kau masih mengharap harap pulangnya ?"
Ho Su Yam yang mendengar ucapan Kim Houw yang sangat menghina anaknya, perutnya
hampir meledak menahan amarahnya. Dengan tiba-tiba ia ayun tangannya menyerang Kim Houw
sambil memaki maki :
"Kau kata anakku belum mati, hm apa kau kira aku dapat mengampuni jiwamu " Jangan
ngimpi sahabat !"
Kim Houw sudah mengetahui bahwa kepandaian orang tua ini tidak dapat dipandang ringan,
maka siang siang ia sudah siap sedia. Ketika melihat orang tua itu menyerang dan sambaran
anginnya begitu dingin serta telapak tangannya yang berubah hitam, lantas ia mengerti bahwa
orang tua ini ada melatih ilmu Tok-see-ciang atau serangan tangan pasir beracun. Dalam
kagetnya, ia lantas mengegoskan dirinya untuk menyingkir dari serangan, sembari berkata :
"Aku kira kau mempunyai apa apa yang dapat dibanggakan, kiranya hanya ilmu Tok see ciang
biasa saja !"
Ho Sun Yam ketika melihat Kim Houw menyingkir dan tidak berani menyambuti serangannya,
dianggapnya Kim Houw takut padanya.
"Kau juga kenal takut, he ! Sekarang aku suruh kau mengenal lihaynya seranganku, ilmu
serangan yang dilatih oleh kauwcumu ini dinamakan Pek-tok Im-hong-ciang, agar kauwcu mu tidak
usah berabe !" katanya dengan sikap sangat jumawa.
Kim Houw sebal melihat lagaknya, Ia ketawa bergelak gelak, kemudian berkata :
"Im hong ciang yang biasa saja kau begitu berani menamakan Pek-tok ! Siaoyamu ganda tidak
balas menyerang, akan menyambuti tiga kali seranganmu, aku ingin tahu sampai di mana
kekuatan seranganmu yang sangat kau banggakan itu. "
Ho Su Yam gemas lihat Kim Houw begitu sombong. Pikirnya, ini adalah kau sendiri yang
mencari mampus !
Ho Su Yam segera mengerahkan seluruh kekuatannya kepada kedua telapak tangannya dan
mulai menyerang.
Karena Ho Su Yam orangnya pendek maka serangannya itu hanya mengenakan perutnya Kim
Houw, tapi bahaya karena perut merupakan salah satu bagian terpenting dari anggauta tubuh
manusia. Serangan yang pertama ini hanya dipakai tenaga enam puluh persen saja, sebab Kim Houw
kata tidak akan membalas menyerang, maka ia ingin mengetahui dengan cara bagaimana Kim
Houw akan menyambuti serangannya itu.
Tidak nyana, angin dari sambaran serangan tangannya tadi sampai diperut Kim Houw, lantas
buyar. "Aha, bagaimana " Apa kau tidak pandang Siaoyamu, atau takut Siaoyamu binasa dibawah
seranganmu ?" Kim Houw bersenyum mengejek.
Ho Su Yam sudah murka benar-benar, ia berseru dengan suara keras :
"Bocah kurang ajar, lihat kau cuma akan mengambil jiwa anjingmu !"
Sehabis berkata, ia lantas menyedot napasnya dalam-dalam, kemudian mengirim
serangannya lebih hebat, yang menjadi sasarannya masih tetap dibagian perut.
Serangan tangan kali ini, si orang tua menggunakan kekuatan sepenuhnya, sehingga
sambaran anginnya dingin dan tajam, bahkan mengandung bau busuk.
Tetapi Kim Houw yang melatih ilmu silat di tempat dingin, sudah tentu tidak takut akan hawa
dingin. Sekujur badannya seperti ditutupi oleh kabut tebal sehingga Pek-tok Im-hong-ciang orang
tua itu punah daya gunanya.
Ho Su Yam bukan kepalang kagetnya, Ia sadar kali ini ia menemukan batunya, maka buruburu
tarik kembali serangannya, tetapi ternyata sudah terlambat, sebab hawa dingin yang dikirim
Kim Houw sudah menerobos masuk ke dalam badannya melalui telapakan tangannya sendiri.
Saat itu, sesosok bayangan hitam telah meluncur ke arahnya.
Orang tua itu hendak menyingkir, celaka kehilangan kegesitannya karena hawa dingin tadi
yang masuk ke dalam tubuhnya.
Kedua pipinya kena digampar sehingga mengeluarkan suara nyaring dan giginya dirasakan
ada yang otek. Ketika ia membuka matanya, ternyata yang menampar pipinya tadi hanya satu bocah cilik
yang baru berumur kira kira tujuh tahun saja. Bocah itu mengawasi padanya sambil ketawa cengar
cengir. Ho Su Yam hanya bisa mendelik matanya saja, tidak berani jual lagak lagi.
"Sekarang bagaimana, apa kita masih bertempur lagi ?" Kim Houw menanya.
Ho Su Yam copot nyalinya, seketika itu lantas menekuk lututnya dan berkata seolah-olah
meratap. "Ho Su Yam benar-benar ada punya mata tapi tidak mengenal gunung Tay san, harap
siaohiap suka mengampuni kesalahanku"
Kim Houw kerutkan alisnya. Pikirnya : Ho Su Yam ini orang apa, tanpa memikirkan
kedudukannya sendiri sebagai Kauwcu, begitu mudah tekuk lutut dan meratap minta-minta ampun.
Kim Houw sebetulnya tidak menghargakan manusia rendah semacam itu. Tetapi karena
mengingat Ceng-hong-kauw adalah suatu partai terbesar di daerah Kang-lam, murid-muridnya
juga banyak beredar di seluruh daerah Kang-lam dan Kang-pak, jika Ho Su Yam mati, mungkin
akan menimbulkan kekalutan dan berbahaya sekali.
Maka ia terpaksa mengampuni. Ia menyuruh Ho Su Yam merubah peraturan agamanya
supaya benar-benar menjalankan kebajikan dan membawa faedah bagi masyarakat.
Di kemudian hari jika terdengar masih berani melakukan kejahatan, tentu tidak ada
keampunan lagi.
Untuk menolong jiwanya, sudah tentu Ho Su Yam menerima baik semua syaratnya Kim Houw.
Pada saat itu, Tiong-ciu-khek dan Peng-Peng sedang berada di dalam keadaan bahaya.
Perahu mereka sudah dibikin berlubang oleh orang-orang Ceng-hong-kauw dari dalam air
sehingga sudah hampir tenggelam.
Ho Su Yam lalu mengeluarkan perintah untuk menghentikan pertempuran dan perahu itu
mendadak mengapung lagi, bahkan meluncur laksana kilat ke arah perahu besar. Ternyata
beberapa puluh orang Ceng-hong-kauw yang menyelam di dalam air sudah mendorong perahu
tersebut. Sebentar saja kedua perahu hanya terpisah kira-kira tiga tombak jauhnya, Peng Peng dan
Tiong-ciu-khek lantas melesat lompat perahu besar.
Peng Peng begitu melihat Kim Houw lantas menyesali padanya :
"Orang sedang melindungi jiwamu, sebaliknya kau lantas tidak perdulikan mati hidupnya orang
lain, kau sungguh tidak mempunyai liangsim," air matanya sudah hampir mengalir keluar.
"Ya, itu adalah salahku, karena aku hendak menggunakan akal untuk menundukkan mereka."
Kim Houw buru-buru minta maaf.
"Siapa suruh kau minta maaf segala," Peng Peng berkata sambil tertawa.
Tiong-ciu-khek tersenyum melihat kelakuannya sang cucu yang cengeng tapi cepat ketawa.
Sebagai orang yang sudah kenyang makan asam garam, begitu melihat kelakuan Peng Peng
dan Kim Houw, Ho Su Yam segera mengetahui bahwa mereka adalah sepasang muda-mudi yang
dalam ayunan asmara. Untuk menggirangkan mereka, ia lantas mengeluarkan perintah kepada
anak buahnya supaya menyediakan perjamuan di atas perahunya untuk menjamu tamu-tamu
agungnya ini. Sebentar saja dari jauh sudah mendatangi sebuah perahu yang terhias indah.
Peng Peng yang menyaksikan kemewahan perahu tersebut, hatinya merasa girang. Belum
sampai di undang, ia sudah lompat lebih dulu ke atas perahu indah itu. Kim Houw dan Tiong-ciuKhek terpaksa menyusul.
Co Seng sejak membantu Kim Houw melakukan pertempuran di atas perahu tadi, agaknya
sudah tidak takut akan air lagi. Dari jauh ia sudah lompat melesat mengikuti Kim Houw turun ke
perahu mewah tadi.
Cuma saja, begitu berada di dalam perahu, ia lantas menyembunyikan dirinya, tidak mau
memperdulikan hal-hal yang lainnya lagi. Dengan kedua tangannya ia memainkan senjata Bak-tha
Liong-kin, begitu kegirangan, agaknya ia merasa sayang untuk melepaskan.
Ho Su Yam yang menyaksikan Co Seng dalam usianya masih begitu muda, tetapi sudah
mempunyai ilmu kepandaian mengentengi tubuh demikian hebatnya, merasa sangat kagum. Sejak
saat itu ia tidak berani bertingkah lagi dan benar-benar saja telah mentaati pesanannya Kim Houw.
Ia mengadakan pembersihan di dalam agama atau partainya itu untuk melakukan perbuatan baik
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagi masyarakat. Di kemudian hari karena pembersihan dan perubahan besar besaran itu, Cenghongkauw telah menjadi salah satu partai terbesar dari golongan orang baik-baik di daerah Kanglam
dan Kang-pak. Ho Su Yam setelah mengetahui Kim Houw benar-benar hendak ke istana Panjang Umur di
gunung Kua-cong-san, lantas perintahkan orang-orangnya untuk menyediakan perahu yang besar
guna keperluan perjalanan tersebut.
Ketika diadakan perjamuan, Kim Houw telah dapat melihat bahwa kelakuan Ho Su Yam sudah
banyak berubah. Ia mengetahui bahwa orang tua itu selanjutnya pasti benar-benar dapat merubah
kelakuannya, maka ia lalu menyodorkan tangannya untuk menyekal tangannya Ho Su Yam sambil
berkata : "Kauwcu, coba kau atur pernapasanmu, sebentar lagi lukamu tentu akan sembuh dengan
sendirinya."
Ho Su Yam segera mengerti maksud Kim Houw, maka ia lantas duduk bersila. Tadi ketika ia
terluka seluruh badannya menggigil, hawa dingin telah menyusup ke seluruh jalan darah. Dan kini
setelah tangannya digenggam oleh Kim Houw, lantas merasakan hawa hangat yang masuk ke
dalam dirinya melalui tangan yang di pegang oleh Kim Houw ddan terus menyelusup ke semuanya
jalan darah. Tidak lama kemudian seluruh hawa dingin dalam badan Ho Su Yam telah hilang semuanya
dan badannya dirasakan segar, Kim Houw lalu berkata padanya sambil menarik kembali
tangannya : "Setiap pelajaran ilmu silat, baik dari golongan baik-baik maupun golongan tersesat, semua
tergantung daripada cara penggunaannya tepat atau tidak. Untuk selanjutnya, semoga kau dapat
menggunakan ilmu kepandaianmu dengan sebaik-baiknya dan pasti kau akan mendapat nama
baik dalam kalangan rimba persilatan!"
Ho Su Yam ketawa getir. Baru saja ia hendak menyatakan terima kasihnya, pundaknya sudah
di pegang oleh Kim Houw.
"Kauw-cu tidak perlu merendah sikap yang terlalu merendahkan diri sebaliknya akan
merenggangkan persahabatan." kata jago muda itu.
Ho Su Yam angguk-anggukan kepala, kemudian mohon diri pergi keluar.
Meskipun hanya beberapa hari saja Kim Houw berada dalam perahu, tetapi selama beberapa
hari itu, kelakuan Ho Su Yam sudah seperti seperti budak saja, ia memperlakukan Kim Houw luar
biasa hormatnya.
Sejak muncul di dunia Kang-ouw, Kim Houw belum pernah mendapat kesempatan makan
sepuas-puasnya seperti kali ini, terutama buat Co Seng, maka setiap kali diadakan perjamuan
makan, adalah mereka berdua yang makannya paling banyak.
Pada suatu hari, Kim Houw mendadak ingat akan senjata Bak-tha Liong-kin nya. Ia menyuruh
Co Seng membawanya ke atas geladak perahu dan suruh Co Seng mencoba memainkan
beberapa jurus, meskipun tidak teratur, tetapi gerakan Co Seng itu ternyata gesit sekali.
Kim Houw diam-diam menganggukkan kepalanya dan jalan menghampiri Co Seng.
Co Seng yang belum mengerti baik akan bahasa manusia, tetapi pendengarannya sangat
tajam. Ketika Kim Houw berada di belakangnya, Co Seng sudah merasa. Ketika ia menghentikan
gerakannya dan melihat Kim Houw sedang mengawasi senjatanya, rasa sedihnya seketika lantas
timbul, lalu ia berlutut di hadapan KIm Houw sambil memegang erat-erat senjata mujijat itu,
agaknya ia sangat kuatir kalau senjata itu nanti diambil kembali oleh pemiliknya. Kim Houw
mengerti akan maksud Co Seng, maka menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian mengeluselus
kepalanya Co Seng.
"Anak goblok, aku tokh tidak kata akan mengambil senjatamu, aku justru hendak mengajar
padamu kepandaian ilmu silat," katanya.
Bukan main girangnya hati Co Seng mendengar Kim Houw berkata demikian. Ia berjingkrakjingkrak
dan berjungkir balik karena kegirangannya.
Kim Houw ketawa lihat kelakuan anak kecil itu. Ketika Co Seng sudah berdiri lagi, Kim Houw
lalu menjambret Co Seng seraya berkata:
"Duduklah dan dengarkan keteranganku. Ini adalah senjata pecut pusaka yang tidak ada
tandingannya di dalam dunia ini, namanya Bak-tha Liong-kin.
"Segala rupa racun, bagaimanapun jahatnya racun itu, dapat disembuhkan dengan segera
oleh Bak-tha Liong-kin ini. Dan Liong-kin lebih sangat berharga, bukan saja golok atau pedang
biasa, sekalipun pedang pusaka juga tidak mampu membikin rusak padanya.
"Hanya saja, benda pusaka semacam ini hampir semua orang yang melihatnya tentu
menyukainya. Maka kalau orang yang memegangnya tidak mempunyai kepandaian ilmu silat yang
tinggi sekali, sukar untuk melindunginya. Kali ini dalam pertempuran di Istana Panjang Umur,
belum tentu aku menggunakannya, tetapi aku kuatir kalau tidak hati-hati senjata ini dapat lenyap
dirampas orang lain, hilangnya senjata adalah merupakan perkara kecil, tetapi jiwamu mungkin
juga akan turut melayang.
"Sekarang aku hendak memberi pelajaran padamu suatu ilmu serangan yang paling hebat.
Tipu serangan ini keseluruhannya hanya ada delapan jurus yang masing-masing dinamakan "Kinnachiu". "Bun-kin Cho-kut-chiu", "Kang chiu Jit-pek-jin", "In-liong Tam-jiau". Siang-liong Chio cu.
"Tam-long Khie-but". dan "Bun hoa Hut-liu" dan satu lagi dinamakan Kang-kang chiu.
"Jangan kau pandang hanya delapan jurus itu saja, tetapi tiap jurus tidak mempunyai
hubungan satu dengan lainnya, sedangkan tiap jurus merupakan suatu tipu serangan yang paling
istimewa. Betapapun tingginya kepandaian musuh yang berhasil merebut Bak-tha Liong-kio, asal
kau menggunakan salah satu gerak tipu dari delapan jurus tipu serangan tadi, sebentar saja kau
akan dapat merebutnya kembali tanpa menggunakan tenaga. Dan selanjutnya aku akan mendidik
kau dengan suatu ilmu silat yang dinamakan "Thia liong Pat sek" yang luar biasa hebatnya.
Dengan mengandalkan kepandaianmu mengentengi tubuh yang luar biasa, tidak sulit bagimu
untuk mempelajari ilmu silat ini, asal kau sudah dapat memahami, aku akan merasa lega."
Sehabis berkata panjang lebar demikian, Kim Honw memulai dengan pelajarannya. Ia kuatir
karena Co Seng masih terlalu muda, maka ia mengajari dengan sungguh-sungguh sampai Co
Seng paham benar-benar.
Hari itu, perahu tersebut melalui kota Ie-ciang malamnya harus singgah di kaki bukit yang
dinamakan Gigi macan.
Rembulan di langit memancarkan sinarnya yang terang benderang menyinari air sungai Ciangkang
sehingga kelihatannya laksana perak.
Selewatnya tengah malam, semua orang didalam perahu sudah tidur menggeros. Tiba-tiba
dibagian kepala perahu terdengar suara apa-apa.
Peng Peng yang malam itu entah bagaimana, tidak dapat tidur pulas mendengar suara itu
tambah membikin ia sukar meramkan matanya.
Untuk mengetahui suara itu suara apa, Peng Peng lantas keluar dari dalam kamarnya dan
menuju kebagian kepala.
Apa yang disaksikan" Ternyata adalah si Co Seng itu bocah nakal yang sedang berlatih silat
dengan senjatanya Kim Houw.
Peng Peng kenali gerak tipu yang digunakan si bocah itu adalah gerak tipu serangan yang
dinamakan "Thian-liong Pat sek" sebab selama dalam perjalanannya dengan Kim Houw, ia juga
pernah diberikan pelajaran demikian, cuma saja ia belum apal benar.
Pada saat itu ia melihat apa yang dimainkan oleh Co Seng agaknya tidak berbeda dengan apa
yang telah dipelajarinya. Sudah tentu ia juga sudah mengetahui tentang Kim Houw yang
memberikan pelajaran ilmu tersebut kepada Co Seng. Tetapi dalam tempo tiga hari saja, sungguh
tidak dinyana bahwa bocah itu sudah dapat memainkan tipu "Thian-liong Pat-sek" dengan cukup
baik. Seketika itu dalam hati Peng Peng lantas timbul satu pikiran yang hendak menguji sampai
dimana kemampuan bocah cilik itu.
Ketika Co Seng baru saja melayang turun dari tengah udara, tidak menantikan sampai baik
lagi, Peng Peng lantas lompat melesat. Ia menggunakan kedua tangannya, yang satu dipakai
untuk merebut senjata Bak-tha Liong-kin sedang yang lainnya digunakan untuk menepok pundak
Co Seng. Karena Co Seng mempunyai daya pendengaran yang sangat tajam, begitu pula cita rasanya,
maka ketika Peng Peng berada di atas kepala perahu, dia juga sudah mengetahuinya, hanya ia
tidak menduga kalau Peng Peng akan turun tangan menyerang padanya.
Ketika senjatanya kena dirampas, selagi ia hendak menarik kembali, tangan Peng Peng sudah
mengancam pundaknya.
Dalam keadaan demikian Co Seng terpaksa melepaskan senjatanya untuk lolos dari serangan
Peng Peng. Peng Peng setelah berhasil merebut senjata itu, lalu berkata kepada dirinya sendiri: Aku ingin
tahu bagaimana kau dapat melindungi senjata ini, kalau kau tidak berhasil merebut kembali, besok
aku akan memberitahukan kepada engko Houw, supaya kau diomeli.
Tetapi belum lenyap pikiran itu dari otaknya, mendadak matanya dibikin kabur, tangannya
dirasakan kesemutan dan senjata itu sudah terlepas dari tangannya.
Ketika ia membuka matanya, senjata itu ternyata sudah berada dalam gengggaman Co Seng
lagi yang saat itu tengah berdiri di atas kepala perahu mengawasi padanya sambil ketawa.
Co Seng tidak kenal apa artinya takut. Terhadap Kim Houw, mungkin karena merasa berterima
kasih sehingga timbul rasa kagumnya, maka kecuali Kim Houw seorang yang ditakutinya,
terhadap siapapun ia tidak pernah merasa takut.
Meskipun kelakuannya itu bukan sengaja untuk mengejek Peng Peng, tetapi hampir saja Peng
Peng menjadi gusar. Untung kemudian Peng Peng dapat balik berpikir bahwa sifatnya Co Seng
yang masih kanak-kanak, maka lantas lenyaplah rasa gusarnya dan menanyakan kepadanya:
"Co Seng, gerak tipu itu apa namanya?"
"Kin-na-chiu!" jawabnya.
Peng Peng tercengang, memang itu ada salah satu gerak tipu dalam tipu silat Kin-na-chiu.
Pendekar Panji Sakti 10 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Rahasia Mo-kau Kaucu 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama