Jago Kelana Karya Tjan I D Bagian 6
salah satu diantaranya berkata:
"Nona, kami tiada bermaksud jahat terhadap diri nyonya bongkok, harap kau berlega hati."
"Kalian tak usah banyak bicara." Teriak Si Soat Ang dengan gusar. "Tadi nyonya bongkok sudah berkata tidak akan berlalu mengikuti kalian, buat apa kalian ngaco belo
terus disini?"
Melihat gadis itu tak bisa ditundukkan dengan kata2,
orang itu segera mencabut keluar pedangnya dan maju
mendekat dengan langkah lebar.
Si Soat Ang semakin gusar, tiba2 teriaknya sambil
memainkan cambuk.
Cambuknya kembali menyapu ke depan disertai angin
tajam, namun gerakan tubuh musuhnya cukup lincah
berkelit ke samping diikuti pedangnya menusuk secara
beruntun mengirim dua tusukan ke arah belakang.
Mengambil kesempatan bagus itulah, orang tadi bergerak
kedepan, sekali sambar ia telah memayang tubuh nyonya
bongkok kemudian dibawa keluar dari dalam ruangan.
Gerakan orang itu cepat bagaikan kilat, menanti gadis itu
berhasil menegakkan
tubuhnya, orang
itu dengan memayang nyonya si bongkok telah mengundurkan diri
keluar ruangan.
Si Soat Ang tidak menyangka ilmu silat kedua orang itu
sangat lihay, hatinya terperanjat dan buru2 mengejar keluar.
Baru saja badannya bergerak, lelaki yang berdiri didepan
pintu itu segera memapaki kedatangannya, Sreeet Sreeett
Beruntun tiga tusukan kilat dilancarkan kedepan, hawa
pedang memenuhi ruangan, jalan maju Si Soat Ang
seketika terbendung rapat.
Si Soat Ang makin terperanjat, saat itulah ia baru sadar
dia bukan tandingan dari kedua orang itu, namun nyonya si
bongkok kena ditangkap oleh
mereka, bagaimana
pertanggungan jawabnya jika si bongkok sakti kembali " dia
pasti akan celaka.
Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia teringat
untuk pergi dari sana.
Mendadak suara gelak tertawa berkumandang dari
tempat kejauhan, suara itu makin lama makin mendekat
dan cepatnya sukar dibayangkan dengan kata2, gelak
tertawa tersebut amat nyaring dan lantang membuat
siapapun merasa hatinya ber-debar2.
Buru2 Si Soat Ang mendongak ke-luar, tampak seorang
sastrawan berusia setengah baya tahu2 sudah muncul
didalam hutan bambu itu.
Walaupun usia si sastrawan setengah baya itu sudah
hampir mendekati lima puluh tahunan, namun wajahnya
masih kelihatan ganteng, gagah dan romantis, gerak
geriknya menimbulkan simpatik bagi siapapun.
Begitu tiba disana, sastrawan berusia setengah baya itu
tertawa tergelak, kemudian tegurnya.
"Gwat Hun, kau masih saja seperti dahulu, gemar akan
tanaman bambu!"
Mendadak ia berseru tertahan, kepalanya berpaling
memandang kearah kedua orang lelaki itu lalu tegurnya:
"Aku kan suruh kalian berdua mengundang perempuan
ini secara hormat dan ramah" siapa suruh kalian main seret
seperti itu?"
Sambil bicara tangannya menuding kearah lelaki
tersebut, seketika itu juga air muka mereka berubah jadi
pucat ke-abu2an, sepasang lutut jadi lemas hingga tak kuasa lagi mereka jatuh berlutut diatas tanah:
"Dia... dia jatuh... jatuh pingsan, oleh karena itu aku...
aku memayangnya keluar"
Sepasang alis lelaki setengah baya itu berkerut selintas
hawa membunuh yang menggidikkan hati terlintas
terbayang diatas wajahnya.
Sekalipun hanya sekilas mata namun cukup membuat
siapapun bergidik dan ter kencing2.
Lelaki yang berlutut diatas tanah itu gemetar semakin
keras, dengan gigi saling beradu ia anggukkan kepalanya
berulang kali, serunya: "Ampun... ampun. . ampun..."
Jelas saking takutnya sampai tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun, Waktu itu Si Soat Ang telah berada
didalam ruangan, namun ia tertegun setelah menjumpai
kejadian itu, ia tidak tahu siapakah kedua orang lelaki yang datang mengundang nyonya si bongkok sakti itu, namun ia
mengerti ia sadar ilmu silat kedua orang ini sangat lihay dan jauh berada diatasnya, atau paling sedikit ilmu silatnya
sejajar dengan kepandaian silat ayahnya almarhum, atau
dengan perkataan lain mereka adalah jago kelas wahid
dalam dunia persilatan.
Tapi apa sebabnya mereka begitu ketakutan sampai
menunjukkan keadaan macam begini "
Berada dalam keadaan seperti ini, Si Soat Ang
sendiripun bingung, haruskah ia munculkan diri atau
bersembunyi terus " jantung berdebar keras menahan
ketegangan yang mencekam.
Selintas hawa membunuh telah lenyap dari wajah
sastrawan setengah baya itu, dengan sepasang alis berkerut
ia berkata: "Kaupun terhitung jago kelas wahid didalam dunia
persilatan kenapa begitu jeri macam gentong nasi " baik...
baiklah mengingat kalian bersikap hormat kepadaku selama
ini akan ku beri jenasah yang utuh buat kalian !"
Ketika itu sambil anggukkan kepala, orang itu me
rengek2 minta ampun. namun setelah ucapan ini diutarakan
badannya jadi kaku, mata terbelalak mulut melongo
sementara keringat dingin mengucur makin deras.
Begitu selesai bicara, sastrawan setengah baya itu segera
mengebaskan ujung bajunya kedepan.
Kebutan ini tidak begitu kuat terdengar... "Sreeet !" angin dingin menyambar lewat, ujung baju lelaki setengah baya
tadi tahu2 sudah berkelebat lewat melalui batok kepala
orang itu. "Kraaak !" kebutan yang lemah lembut dan disangka suatu gurauan oleh Si Soat Ang tadi bersarang diatas batok
kepala orang itu dengan telak sekali, tanpa banyak suara
lagi orang itu roboh keatas tanah, diatas batok kepalanya
muncul sebuah bekas luka yang dalamnya ada setengah
coen. seperti batok kepala itu terjepit oleh papan besi
belaka. Demikianlah, tanpa mengeluarkan suara dan didalam
waktu singkat, selembar jiwa telah melayang.
Begitu rekannya mati, lelaki kedua jadi ketakutan
setengah mati, air mukanya berubah semakin hebat,
terdengar orang itu dengan suara serak merengek lirih:
"Kami tidak melakukan kesalahan, kau... mengapa kau
turun tangan begitu keji ?"
"Oouw... jadi kau tidak puas ?" jengek sisastrawan setengah baya itu dengan suara dingin, lambat2 ia angkat
kepala. Orang itu menjerit aneh, mendadak sepasang tangannya
bergerak berbareng, tujuh, delapan macam senjata rahasia
berkilauan memenuhi angkasa dengan dahsyat mengurung
tubuh orang itu, sementara pedangnyapun bergerak cepat
menusuk ke ulu hati sastrawan tadi.
Melihat datangnya serangan sastrawan setengah baya itu
tertawa dingin, ujung bajunya bergerak cepat. Braak...braak...braak.. diiringi tujuh delapan kebasan,
ketujuh delapan macam senjata rahasia itu berbareng
menancap diatas ujung bajunya namun dengan cepat
memental dan rontok semua keatas tanah.
Se-akan2 senjata rahasia tadi telah menumbuk dinding
baja, tak sebatangpun berhasil menembusi tubuh lelaki
sastrawan itu. Ketika itulah serangan pedang lelaki itu sudah meluncur
datang. Ditinjau dari sikap serta air muka orang itu, tusukan
pedangnya ini jelas sudah menggunakan segenap tenaga
yang dimilikinya, "Breeet!" ujung baju sastrawan itu kena tersambar dan robek jadi dua bagian! Tidak sampai disitu
saja, ujung pedang lelaki itu dengan penuh meneruskan
sasarannya menutuk kedada lelaki sastrawan itu.
Tiba2 sastrawan setengah baya itu menghela napas
panjang tangannya bergerak kedepan, dengan jari tengah
serta ibu jarinya ia menjepit ujung pedang orang itu.
Teriakan kesakitan bergema memecahkan kesunyian,
mendadak ia lepaskan pedangnya sambil meloncat mundur
kebelakang dari kelima jarinya darah segar mengucur keluar
dengan sangat deras sementara ia mundur kebelakang
sastrawan setengah baya itu menyentil pedang rampasan itu
kedepan. "Criiit!" tidak ampun bagaikan anak panah terlepas dari busurnya pedang tersebut membalik langsung meluncur
kearah orang itu menembusi dadanya dan terbenam hingga
tinggal gagangnya belaka.
Seluruh tubuh orang itu gemetar keras darah segar
muncrat keempat penjuru sambil mencekal pedang untuk
dicabut keluar dari dadanya.
Matanya melotot giginya saling gemerutukan, namun ia
gagal mencabut keluar pedang itu, akhirnya sambil menjerit
ngeri badannya mundur ke belakang dengan sempoyongan
kemudian roboh terjengkang keatas tanah.
Demikianlah. jiwanyapun berakhir di ujung pedang
sendiri. Dalam sekejap mata sastrawan berusia pertengahan itu
membinasakan dua orang, air mukanya sama sekali tak
berubah dengan wajah penuh senyuman ia melanjutkan
langkahnya mendekati perempuan istri sibongkok sakti itu.
Sejak orang yang memayang perempuan itu berlutut,
nyonya sibongkok sakti ini menggeletak di atas tanah,
namun tidak selang beberapa saat kemudian ia sudah
siuman dan bangun berdiri sampai sekarang.
Sastrawan setengah baya itu dengan wajah penuh
senyuman berjalan kedepan nyonya sibongkok sakti,
kemudian dengan suara halus sapanya:
"Gwat Hun, Gwat Hun. apakah kau sudah lupa dengan
diriku ?" Suara sastrawan itu lembut dan menarik hati, begitu
mempersonakan hingga sukar dilukiskan dengan kata2,
membuat siapapun yang ikut mendengar akan merasa
nyaman dan terpikat.
Si Soat Ang yang ada didalam rumah tentu saja tahu
sastrawan setengah baya itu sedang ber bicara dengan
nyonya sibongkok sakti, namun tanpa sebab jantungnya
ikut berdebar setelah mendengar ucapan itu.
Terdengar sisastrawan setengah baya itu berkata
kembali: "Aku suruh kedua orang itu datang untuk mengundang
dirimu, tak nyana mereka begitu berani menyalahi dirimu
coba kau lihat, aku telah membinasakan mereka berdua."
Perempuan itu berdiri kaku, ia tak berkutik sama sekali,
air mukanya pucat pias. titik2 air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Gwat Hun kau menangis" kau tidak ingin menangis
bukan ?" rayu sastrawan itu kembali dengan suara halus,
"Ataukah mungkin karena bisa berjumpa kembali dengan
aku, hatimu kegirangan sehingga mengucurkan air mata ?"
Bibir nyonya sibongkok itu bergetar, pada mukanya tak
kedengaran sedikit suarapun, namun akhirnya meletup juga
suara yang begitu tenang, halus dan sama sekali berada
diluar dugaan. "Aku sama sekali tidak dapat melihat dirimu" ia berkata.
"Gwat Hun, apa maksud perkataanmu ?" Seru
sisastrawan itu setelah melengak sejenak.
"Apakah kau tak mau memaafkan diriku " Aaai , .
ataukah kau tak ingin berjumpa lagi dengan aku?"
Suara nyonya sibongkok semakin tenang, bahkan ia
tertawa dingin.
"Aku sama sekali tak dapat melihat dirimu, sepasang
mataku sudah menjadi buta."
"Apa" sepasang matamu..." teriak sastrawan itu amat terperanjat.
Sambil berseru ia maju kedepan, kemudian sambungnya
dengan nada cemas.
"Apakah bongkok sibangsat itu bersikap kurang ajar
kepadamu mencelakai dirimu jadi be-gini" bongkok bangsat
. . " Belum selesai ia bicara, mendadak nyonya itu ayunkan
tangannya kedepan Ploook! sebuah tempelengan keras
dengan telak bersarang diatas pipi sastrawan setengah baya
itu. Walaupun nyonya ini tak paham ilmu silat, namun
gaplokan ini cukup berat, ketika itu juga muncul lima buah
bekas telapak yang merah dan sembab bengkak diatas pipi
lelaki itu. Walaupun hanya merah membengkak, cukup membuktikan betapa kerasnya tempelengan nyonya itu
barusan. Dengan mata kepala sendiri Si Soat Ang melihat betapa
sastrawan berusia pertengahan ini membunuh dua orang
jago lihay Bu-lim sekaligus, kini melihat ia digaplok keras oleh nyonya si bongkok, diam2 ia ikut kuatirkan buat
keselamatan perempuan itu.
Terdengar nyonya itu dengan wajah pucat pias berseru
sepatah demi sepatah kata.
"Aku melarang kau maki toako bongkok dihadapanku,
siapapun kularang memaki dirinya di-hadapanku, dia hanya
seorang yang benar2 bersikap baik kepadaku."
Sastrawan setengah baya itu tidak gusar, suaranya masih
tetap lemah lembut, halus, merdu dan memikat hati.
"Bagaimana dengan aku Gwat Hun ?" ia bertanya,
"Apakah aku kurang baik terhadap diri mu ?"
"Dimana pedangmu ?" seru nyonya si bongkok dengan suara gemetar.
"Ada di punggungku !"
"Berikan kepadaku !"
"Baik !" buru2 ia singkap bajunya dan sreeet! Sebilah pedang segera diloloskan dari sarungnya.
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu pedang tersebut dicabut keluar, jantung Soat Ang
berdetak makin keras ia lihat pedang itu luar biasa dan jauh berbeda dengan pedang biasa, panjangnya hanya dua depa
namun memancarkan cahaya tajam yang menyilaukan
mata, tajamnya pasti bukan main, jelas merupakan sebilah
pedang kelas satu.
Dengan amat tenang sastrawan setengah baya itu
membalik pedang itu, kemudian gagang pedang tadi
diserahkan ketangan nyonya sibongkok.
Setelah mencekal pedang ditangan, seluruh tubuh
nyonya sibongkok gemetar keras, ia cekal pedang itu erat2
kemudian menempelkan ujung pedang tadi keatas ulu hati
sisastrawan tadi.
Ia tarik napas panjang2, tangannya yang mencekal
pedang lambat2 didorong kedepan ujung pedang makin
lama semakin mendekati ulu hati sastrawan itu, dilihat
keadaannya seakan2 ia hendak membinasakan orang itu
dalam sekali tusukan.
Si Soat Ang yang melihat kejadian ini jadi melengak, tak
kuasa ia berdiri menjublak.
Orang Bu lim, siapapun tahu kalau nyonya si bongkok
sakti tak pandai bersilat, sedangkan ilmu silat sastrawan
berusia pertengahan itu sangat lihay dan dibuktikan sendiri oleh Si Soat Ang dengan mata kepala sendiri.
Sewaktu ditampar tadi ia sudah tidak marah bahkan
menyerahkan pula pedangnya agar ditusuk oleh perempuan
itu. Apa sebabnya yang terjadi" mengapa sastrawan itu rela
dirinya ditusuk" sebenarnya apa hubungan nyonya dengan
sisastrawan"
Sementara Si Soat Ang disibukkan oleh pelbagai
pertanyaan yang mencurigakan, terdengar nyonya sibongkok berkata dengan suara lamban.
"Sejak dahulu aku sudah ambil keputusan untuk
membinasakan dirimu, sekarang aku benar2 hendak
membunuh dirimu."
"Kalau benar kau hendak binasakan diriku, mengapa aku
harus melarikan diri." sastrawan itu tertawa hambar,
"Asalkan kau senang, sekalipun
aku harus mati ditanganmu, kenapa aku harus takut" Nah, silahkan turun
tangan." Tubuh nyonya itu gemetar semakin keras.
"Kau jangan anggap aku tak berani turun tangan."
serunya. "Aku hendak membinasakan dirimu, dengan
tanganku sendiri!"
Ujung pedang yang dicekal ditangan makin mendekati
ulu hati si sastrawan itu
Namun sastrawan itu tetap tak berkelit, ia hanya
menyapa: "Aaai. . . Gwat Hun !"
Mendadak nyonya sibongkok itu mengerahkan tenaga
dan mendorong pedangnya menusuk ke-depan, disaat
pedang itu berkelebat datang, sastrawan setengah baya itu
miringkan badannya kesamping.
"Criiit !" tusukan ini kendali tidak mengenai dada sastrawan itu namun menembusi iganya dengan telak.
Ujung pedang mencabut iganya sedalam tiga coen, darah
segar segera mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Si Soat Ang yang melihat kejadian itu jadi terkesiap.
Ilmu silat yang dimiliki sastrawan setengah baya ini
sangat lihay, namun apa sebabnya ia tak berkelit sama
sekali ketika ujung pedang nyonya si bongkok sakti itu
menusuk datang "
Seluruh tubuh nyonya si bongkok itu gemetar keras
badannya mundur selangkah kebelakang, kelima jarinya
mengendor dan tidak ampun pedang tadi terjatuh keatas
tanah. ". . . kau tertusuk ?" ia bertanya dengan nada gemetar.
"Benar, tusukanmu telah menembusi igaku... seumpama
kau ingin menusuk diriku sampai mati, nah pungut kembali
pedang mustika itu, tambahi satu kali tusukan."
Tubuh nyonya itu gemetar semakin keras, terdengar
suaranya berubah makin melengking tajam dan tak sedap
didengar. "Mengapa kau tidak menghindar?" teriaknya "Mengapa kau tidak merampas pedang itu" mengapa kau tidak . . . "
"Kau ingin menusuk aku sampai mati?" tukas sastrawan setengah baya itu dengan tenang "Aai . . . mati ditanganmu memang bukan suatu pekerjaan yang enak, namun bisa
dirindukan dan diingat selalu olehmu jauh lebih baik
daripada aku tetap hidup namun kau selalu . . . selalu
membenci diriku."
Belum habis sastrawan setengah baya itu bicara, dari
sepasang mata nyonya itu mengucurkan air mata dengan
derasnya tak tertahan ia maju kedepan sambil bertanya:
"Kau... kau berada dimana ?"
Sastrawan setengah baya itu merentangkan sepasang
tangannya selintas senyuman licik dan keji berkelebat diatas wajahnya.
"Aku berada disini?" sahutnya.
Nyonya sibongkok menjerit keras, ia segera menubruk ke
dalam pelukannya dan menangis tersedu2, sedang
sastrawan setengah baya itu dengan wajah dihiasi
senyuman licik merentangkan tangannya memeluk nyonya
itu erat2. Ketika itulah Si Soat Ang dapat melihat bahwa darah
sudah berhenti mengalir dari iga sastrawan setengah baya
itu, pakaian dibagian iganya robek, namun justru karena
berlubang gadis itu dapat melihat bahwa diantara iganya
tergantung sebuah kantongan kulit, dari kantongan itulah
darah mengalir keluar.
Dia sendiri, sebenarnya sama sekali tidak terluka, tidak
aneh kalau senyuman licik menghiasi wajahnya ternyata ia
berhasil menipu nyonya sibongkok itu untuk terpikat
kedalam pelukannya.
Sebelum terjadinya peristiwa, ia telah menggantungkan
kantongan kulit itu lebih dahulu.
Hal ini menunjukkan kalau ia sudah tahu bahwa nyonya
sibongkok telah buta, dan sengaja ia datang kemari untuk
menipu nyonya itu.
Tetapi, kalau ia sudah tahu bahwa perempuan itu telah
buta mengapa sewaktu nyonya itu mengatakan bahwa
matanya buta, sastrawan setengah baya ini masih
memperlihatkan sikap tercengang " apa sebabnya "
Jelas terbukti sekarang, dia memang ada maksud
membohongi nyonya sibongkok ! menipu dia agar terjebak
kedalam perangkapnya.
Berpikir sampai disitu, tak tahan Si Soat Ang merasakan
jantungnya dag dig dug, belum pernah ia menjumpai orang
yang menipu seseorang dengan cara licik, menipu seseorang
sampai dia begitu percaya.
Si Soat Ang tak tahu apa sebabnya sastrawan setengah
baya itu membohongi si nyonya bongkok, namun ia tahu
saat ini nyonya itu sudah tidak membenci diri sastrawan itu lagi sedikitnya tidak salah, terdengar nyonya itu sambil
terisak nangis sedang berkata:
"Bagaimana lukamu" apa . . apakah serius?"
"Aaaah tidak mengapa, walaupun sedikit sakit, namun
siapa suruh tempo dulu aku terpikat perempuan siluman
itu, sekalipun lebih sakit juga sudah mestinya."
"Dimana perempuan siluman, Kiem Lan Ho!"
"Setelah mereka ibu dan anak berlalu, aku baru sadar,
aku telah berbuat suatu kesalahan besar, segera kucari
kalian berdua diujung langit dasar lautan, sampai waktu
dekat inilah aku mendapat sedikit kabar tentang dirimu, aku lantas berangkat kemari.
Gwat Hui, tak usah kita ungkap kembali kejadian masa
silam, sekarang sibongkok ada dimana" aku hendak
menjumpai dirinya, hendak kuberitahu kepadanya kalau
dirimu akan kubawa kembali, kalau ia tidak setuju maki
akan kuajak dia untuk berduel sampai salah satu diantara
kita mati."
"Tempo dulu, kau mengusir kami ibu dan anak, hatiku
amat sedih, sambil gendong bocah aku siap terjunkan diri
kedalam sungai untuk bunuh diri namun ditolong oleh
toako bongkok." seru nyonya sibongkok itu dengan
menahan isak tangis, "Selama banyak tahun, kami berdua saling menyebut sebagai suami istri namun tak pernah
hidup sebagai suami istri sebenarnya, seumpama kau
hendak membawa aku pergi, dia tak akan menghalangi, ia
akan gembira sekali, hanya sayang saat ini dia tak berada
disini." "Aaaai... Gwat Hun, lalu dimanakah anak kita itu?"
Sembari berkata ia angkat kepala dan menengok keempat
penjuru, ia berpaling, Si Soat Ang menduga seandainya ia
ketahuan keadaan nya bakal runyam. Namun saat ini
hatinya sedang kaget bercampur takut untuk beberapa saat
tak sanggup gadis ini menguasai diri, sebelum ia sempat
bergerak jejaknya sudah ketahuan.
Pada mulanya sastrawan setengah baya itu berdiri,
kemudian sepasang matanya laksana pisau belati yang amat
tajam memperhatikan Si Soat Ang tak berkedip.
Hati Si Soat Ang tercekat, jantungnya dag dig dug,
badannya jadi kaku dan tak sanggup menguasai diri
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya. Lama sekali suasana hening, kemudian barulah
terdengar sastrawan setengah baya itu berkata: "Gwat Hui, sebenarnya apa yang telah terjadi " bukankah anak kita
adalah seorang bocah pria?"
"Benar memang bocah pria, tentu saja seorang bocah
lelaki, tahun ini ia telah berusia dua puluh empat tahun."
"Lalu siapakah bocah perempuan itu ?"
"Ooouw! Hampir saja lupa kuberitahukan kepadamu dia
adalah nona Si, sahabat karib Pek jie, berhubung Pekjie
terluka parah diluar perbatasan maka ia berangkat datang
kemari untuk memberi kabar, sekarang si bongkok toako
telah berangkat untuk menolong jiwanya."
Sastrawan setengah baya itu mengangguk ia payang
tubuh nyonya sibongkok dan lambat-2 berjalan masuk
kedalam rumah. Sambil berjalan ia bertanya:
"Gwat Hun. mengapa kau hanya memberi Pek saja
kepada bocah kita ?"
"Benar, aku memberi nama Tong-poei Pek kepadanya,
dengan harapan suatu hari kau bisa kembali, waktu itu
hatiku sudah berubah hebat maka aku berharap hari cepat
jadi terang, karenanya kuberi nama Pek kepadanya, kau
tabu akupun beri she Tong Poei juga kepadanya.
"Bagus, bagus sekali !"
Walaupun ia sedang berbicara dengan nyonya sibongkok, namun sepasang matanya melototi diri Si Soat
Ang tak berkedip, hal ini membuat seluruh bulu kuduk
gadis itu pada bangun berdiri.
Ingin sekali dara itu mundur beberapa langkah
kebelakang, namun sepasang kakinya seakan2 terpantek
diatas lantai, sedikitpun tak dapat berkutik, suatu siksaan hatin yang hebat sekali.
"Gwat Hun, coba kau lihat apakah masih ada barang
yang perlu dibereskan ?" akhirnya sastrawan setengah baya itu berkata.
Berulang kali ia menyebut perempuan itu dengan
sebutan "Gwat Hun... mungkin itulah nama sebenarnya
dari nyonya sibongkok.
"Sekarang aku sudah mendapat kembali dirimu, barang
apa lagi yang perlu dibereskan!" terdengar ia menyahut.
"Hanya saja Pek jie dia... dia masih berada diluar
perbatasan."
"Soal itu gampang sekali bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat keluar perbatasan untuk menyusul dirinya?"
Air mata nyonya bongkok bagaikan hujan gerimis
mengucur keluar tiada hentinya, namun kali ini ia
mengucurkan air mata bukan karena sedih melainkan
karena gembira kegirangan.
"Nona Si." ujarnya sambil membesut air mata. "Aku tahu kaupun ingin cepat2 bertemu dengan Tong-poei Pek,
namun aku ada satu persoalan ingin mohon kepadamu."
Si Soat Ang ingin menjawab tetapi lidahnya terasa
seperti kaku tak sepatah katapun bisa di utarakan,
Lewat beberapa saat kemudian ia baru bertanya:
"U . . . uuuu . . , urusan apa."
"Saat ini juga kami akan menyusul keluar perbatasan,
namun belum tentu bisa berjumpa dengan bongkok toako,
aku mohon agar kau suka menunggu disini seandainya
sibongkok toako kembali, katakan seluruh yang kau jumpai
kepada dirinya."
"Semua... semua yang kulihat ?" tanya Si Soat Ang lagi dengan nada gemetar.
Apa yang dilihat olehnya termasuk juga siasat licik
sastrawan setengah baya itu menipu dan menjebak nyonya
sibongkok, namun ia tahu yang dimaksudkan perempuan
itu bukan seperti apa yang dipikir karena itu tak tertahan ia balik bertanya.
Nyonya bongkok itu sendiri tak mengerti apa yang
dimaksudkan, ia hanya berkata kembali: "persoalan masa silam sudah diketahui semua oleh si toako bongkok, cukup
kau ceritakan apa yang kau lihat barusan, ia bakal menjadi
paham sendiri !"
Si Soat Ang menunduk, namun ia merasa sepasang mata
sang sastrawan yang tajam bagaikan pisau itu masih
menempel dibadannya tak berkedip dalam keadaan seperti
ini tak ada perkataan lain kecuali mengangguk.
"Baa . . . baik."
"Nona Si, jangan lupa dengan ucapanku ini, sekalipun
toako bongkok tidak kembali, setelah Pek-jie berhasil kita
temukan, kami pasti akan kembali kesini. Nah selamat
tinggal." "Selamat tinggal." pikiran Si Soat Ang sedang kalut, ia hanya bisa mengucapkan kata2 itu belaka.
"Gwat Hun, mari aku bimbing kau keluar dari sini."
sastrawan setengah baya itu segera berseru dengan nada
lembut. "Dahulu bukankah kau paling senang kalau aku
membawa kau melakukan perjalanan dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuh " seringkali kau berkata, berlari
dengan ilmu meringankan tubuh se akan2 terbang ditengah
awan, bukankah begitu ?"
Sambil berkata ia bimbing tubuh nyonya itu dan berjalan
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluar langkah kakinya makin lama makin cepat, dalam
sekejap mata ia sudah menerobosi hutan bambu dan lenyap
tak berbekas. -ooo0dw0ooo- Jilid 9 MENANTI sastrawan setengah baya dan nyonya
sibongkok itu sudah lenyap dari pandangan Si Soat Ang
menghembuskan napas panjang. otot2 diseluruh badannya
serasa jadi mengendor.
Secara tiba2 ia merasa tidak kerasan untuk tetap tinggal
disana, menanti kemblainya sibongkok sakti dari luar
perbatasan namun apa yang harus ia lakukan "
Sekarang ia sudah tahu kiranya sastrawan setengah baya
itu adalah bekas suami nyonya sibongkok, bukan saja bekas
suami istri bahkan mereka telah berputra, Tong-poei Pek
adalah putra mereka.
Entah kemudian sastrawan itu terpikat oleh seorang
perempuan yang bernama Kiem Lian Hoa, ia lantas
mengusir Gwat Hun ibu dan anak, dalam keadaan putus
asa Gwat Hun hendak bunuh diri dengan terjunkan diri
kedalam sungai, kebetulan ia ditolong oleh sibongkok sakti.
sejak itulah mereka lantas mengikat diri jadi suami istri.
Kesemuanya ini dapat didengar oleh Si Soat Ang dari
pembicaraan sisastrawan setengah baya dengan nyonya itu.
Sekarang ia baru tahu apa sebabnya nyonya itu jauh
lebih gelisah dari pada sibongkok sakti setelah mengetahui
Tong poei Pek terluka parah, kiranya pemuda itu adalah
putra kandungnya.
Begitu tega sastrawan setengah baya itu mengusir Gwat
Hun ibu dan anak dari rumah, dari sini dapat ditarik
kesimpulan orang itu tentu kejam dan tidak berperasaan,
sekarangpun ia berhasil menipu nyonya itu, bahkan dengan
cara yang licik dan memalukan, apa sebenarnya maksud
tujuan yang terkandung dihati pria itu "
Yang paling membuat Si Soat Ang bingung adalah
kelihayan ilmu silat yang dimiliki sastrawan setengah baya
itu, entah siapakah orang itu " menurut kata2 perempuan
tadi, seharusnya sastrawan itu she Tong-poei...
Mendadak perasaan bergidik menyelimuti seluruh tubuh
gadis itu, bulu kuduk pada bangun berdiri, ia merasa ngeri
seram dan ketakutan, gigi mulai beradu dan seluruh badan
menjadi lemas. Sekarang ia tahu sudah siapakah sebenarnya sisastrawan
setengah baya itu.
Walaupun selama ini ia berdiam terus didalam benteng
Thian It Poo yang jauh diluar perbatasan, namun
pengetahuannya sangat luas, setelah mengetahui kalau
orang itu she "Tong poei." teringatlah olehnya akan seorang gembong iblis yang paling ditakuti jago2 kangouw, orang
itu paling keji, paling ganas orang itu she Tong poei
bernama Pa-cu, dialah pemimpin dari perguruan Thian Bun
Kalau dari aliran lurus, jago paling lihay adalah Si Thay
sianseng, maka dari golongan sesat Tong-poei Pa-culah
yang paling jagoan, ia tak terkalahkan dan belum pernah
menjumpai tandingan.
Rasa takut makin menyelimuti seluruh benaknya, tiba2
gadis itu menjerit keras.
"Kenapa kau masih berada disini " kalau tidak lari,
apakah aku harus menantikan kematian mu disini ?" Sambil menjerit ia putar badan dan melarikan diri ter birit2 keluar rumah.
Hatinya kacau, lelah dan ketakutan, sekuat tenaga ia lari
terus kedepan...saking cepatnya ia berlari akhirnya tak bisa ditahan badannya terpeleset dan jatuh terguling keatas
tanah. Buru2 ia merangkak bangun, coba berdiri untuk
melanjutkan larinya., mendadak sesosok bayangan manusia
berkelebat datang, tahu2 dihadapan matanya telah berdiri
seseorang. Si Soat Ang merasa jantungnya se akan2 berhenti
berdetak, seluruh tubuhnya jadi kaku, sukma nya terasa
terbang dari raganya, ia benar2 ketakutan...ngeri dan
akhirnya terkencing2.
Pandangan matanya mulai kabur, kepala pusing tujuh
keliling, ingin sekali ia buka suara untuk mohon ampun,
namun tak sepatah katapun bisa diucapkan, ia jadi kaku,
seakan2 sebuah patung batu.
Pada saat itulah, orang yang berdiri dihadapannya buka
suara menegur: "Eeei...bukankah kau adalah nona Si " Nona Si !
sebenarnya apa yang telah terjadi ?"
Begitu orang itu buka suara, Si Soat Ang tak kuasa
menahan diri lagi, ia menjerit se-jadi2nya.
Semula ia mengira Tong-poei Pa-cu sigembong iblis
nomor wahid dikolong langit itu muncul disana dan siap
membasmi dirinya, tapi sekarang ia boleh berlega hati,
sebab orang itu bukan gembong iblis yang disangka, dia
adalah Tjioe Pian Thian, Tjioe Jie hiap.
Dengan susah payah ia merangkak dan coba berdiri,
namun badannya masih lemas, baru saja kakinya akan
berdiri, sekali lagi ia terbanting keatas tanah.
"Nona Si, apa yang telah terjadi" mengapa kau begitu
ketakutan?" tanya Tjioe Pian Thian dengan nada
tercengang. Tadi Si Soat Ang sudah bersiap sedia untuk melarikan
diri lagi sekuat tenaga, namun sekarang Tjioe Pian Thiao
telah tiba, ia bisa menghembuskan napas lega, setelah
istirahat ia merangkak bangun dan duduk mendeprok diatas
tanah. "Tjioe Jie-hiap, aduuh celaka... celaka tiga belas! telah terjadi peristiwa diluar dugaan!"
Suaranya masih gemetar dan penuh diliputi ketakutan,
keseraman dan kengerian.
"Apa yang telah terjadi.." seru Tjioe Pian Thiao
terperanjat. Namun belum sempat Si Soat Ang menjawab sinar
matanya telah terbentur dengan dua sosok mayat yang
menggeletak diatas tanah dengan cepat ia meloncat kedepan
mendekati mayat itu.
Tapi air mukanya segera berubah hebat. "Aaah,
bukankah mereka adalah sepasang Manusia gagah dari Yu
Tiong" bagaimana bisa mati disini?"
Mendadak suatu ingatan berkelebat dalam benaknya
kembali ia berseru: "Enso apakah kau merasa terkejut?"
"Nyonya sibongkok telah diculik orang." ujar Soat Ang lambat2 sambil bangun berdiri.
Tjioe Pian Thian semakin terperanjat sejak menemukan
mayat dari sepasang manusia gagah dari Yu tiong, ia sudah
merasa telah terjadi suatu peristiwa diluar dugaan, kematian mereka berdua pasti menyangkut suatu masalah yang amat
besar. Sekarang, setelah mengetahui nyonya si bongkok sakti
diculik orang lain, ia sadar suatu badai angin puyuh mulai
melanda mereka.
"Siapa?" Buru2 serunya dengan cepat, "Siapa yang menculik nyonya sibongkok" apakah kau melihat dengan
mata kepala sendiri?"
"Dia... dia adalah see... seorang sastrawan setengah
baya, aku duga dia tentu adalah Tong poei Pa-cu."
Begitu kata2 "Tong poei Pacu" meluncur keluar dari bibir gadis tersebut, air muka Tjioe Pian Thiao berubah pucat
pias, sekalipun dia termasuk salah satu onggota dari Tiong
tiauw Sam Yu yang menjagoi Bu-lim, namun iapun sadar
ilmu silatnya masih bukan tandingan dari Tong poei pacu,
gembong iblis nomor wahid dari kolong langit itu.
"Dimanakah orang itu ?" ia bertanya dengan wajah pucat bagaikan mayat, sepasang matanya melirik kesana kemari.
"Ia sudah pergi jauh, namun aku tahu dia pasti akan
datang lagi, sebab ia tidak ingin aku tetap hidup, ia tidak ingin rahasianya yang tak boleh diketahui orang lain terlihat olehku, ia pasti datang lagi kemari untuk mencabut
nyawaku!" Membicarakan soal "Mencabut nyawa" seluruh tubuh
gadis itu gemetar keras.
"Kalau begitu kau cepat lari, . . cepat lari !" seru Tjoei Pian Thiao, ia tarik tangan Si Soat Ang dan berkelebat kedepan, dalam sekejap mata kedua orang itu sudah
menerobosi hutan bambu.
Ilmu silat Tjoei Pian Thiao tidak lemah, bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya, tujuh li telah dilewati
dengan cepat, Baru saja mereka berdua menghembuskan napas lega
dan berhenti berlari, mendadak.
"Aduuuh... aduuuh... Tjoei jiehiap, sungguh hebat ilmu meringankan tubuhmu, aku benar benar kagum " dari
belakang tubuh mereka berkumandang datang suara
teguran. Sementara itu tubuh Tjoei piau Thian masih berada
ditengah udara, mendengar teguran itu badannya dengan
cepat ber-salto beberapa kali, tangannya menyentak dan ia
lempar badan Si Soat Ang kearah luar kalangan.
Tenaga sentakan itu amat besar, tidak tahan badan Si
Soat Ang terpental dan melayang jauh kedepan.
Sekalipun gerakan Tjoei Piao Thian dalam usahanya
menyelamatkan jiwa sigadis itu dilakukan sangat cepat
namun sayang seribu kali sayang ketika tubuh gadis itu
melayang ditengah udara, sebuah batu kecil dengan disertai
desiran tajam telah meluncur datang.
Plaaak ! tidak ampun jalan darah lemasnya terhajar
telak, tubuh Si Soat Ang segera terpental dan jatuh kebawah tepat terjepit diantara dahan2 pohon dibawahnya. Semua
kejadian ini dapat diikuti Tjoai Piao Thian dengan jelas,
namun pada saat ini dia tak bisa menggubris gadis itu lagi
sebab waktu ia putar badan kebelakang, sinar matanya telah
bertemu dengan tubuh Tong Poei Pacu yang berdiri
dihadapannya sambil menyeringai seram.
Kalau Si Soat Ang ia masih menduga kemungkinan
besar sastrawan setengah baya itu adalah gembong iblis
nomor wahid Tong poei Pacu, tetapi bagi Tjioe Pian Thian,
sekilas pandang dia segera mengenalinya.
Dengan hati tercekat Tjioe Pian Thian mundur
selangkah kebelakang, tangannya bergerak cepat melemparkan sebuah bom keangkasa.
ooOdwOoo BAB 7 "TJIOE JIE HIAP!" jengek Tong poei Pacu sambil
tersenyum. "Setelah kau lepaskan tanda bom udara itu
harus membutuhkan berapa waktu saudara2mu Seng It hiap
serta Huang Sam hiap baru bisa tiba disini!"
Jantung Tjioe Pian Thian berdebar keras namun
bagaimanapun juga dia adalah jago kangouw kelas satu, air
mukanya masih tetap tenang seperti tak pernah terjadi
sesuatu apapun.
"Soal itu sih belum tentu" jawabnya berat. "Seandainya mereka berada disekitar sini, tentu saja lebih cepat tiba
disini, seandainya tanda bom udara itu tidak mereka lihat,
maka mereka tak akan bisa kemari."
"Ha..haa.. haa.,.aku jadi orang memang aneh sekali,
makin orang takut kepadaku aku masih tidak mengapa
sebenarnya bisa saja aku tunggu kehadiran saudara2mu itu
kemudian baru kulayani kalian bertiga, namun sayang
seribu kali sayang waktuku tidak banyak, masih ada orang
lain menunggu kedatanganku sedangkan kau harus mati ini
hari juga, maka dengan berat hati terpaksa aku harus turun
tangan sekarang juga !"
Air muka Cioe Pian Thian berubah hebat namun ia tetap
mempertahankan ketenangannya.
"Baiklah kalau begitu silahkan kau mulai turun tangan !"
ia menjawab. Tong-poei Pa cu tidak sungkan lagi, ia segera menjura
kemudian ujung bajunya dikebas kedepan dengan gerakan
melintang, segulung angin tajam langsung menggulung
tubuh Cioe Pian Thian.
Manusia she Cioe inipun bukan manusia lemah, ia
jejakkan kakinya keatas tanah dan meloncat ke tengah
udara. Gerakannya sangat indah dan cukup gesit, namun Tongpoei Pa-cu tidak kasih hati.
Kebutan pertama gagal, ujung bajunya kembali menyapu
kebawah kemudian meloncat pula ketengah udara
memukul lawannya.
Melihat Tong poei Pacu menyusul ketengah udara, Tjioe
Pian Thian terperanjat, dalam keadaan gugup telapak
kirinya segera dibabat ke luar sementara tangan kanannya
siap meloloskan senjata tajam.
Tong poei Pacu sama sekali tidak berkelit melihat
datangnya serangan telapak itu, ia malah memapaki
datangnya serangan tadi.
"Ploook . , " dengan telak serangan tersebut bersarang diarah dada Toog poei Pacu.
Namun suatu kejadian aneh telah berlangsung bukan
Tong poei pacu yang menjerit kesakitan adalah Tjioe Pian
Thian sendiri yang menjerit ngeri, keringat sebesar kacang
kedelai mengucur keluar membasahi tubuhnya, telapak
tangan yang digunakan untuk menghantam dada lawannya
itu terasa sakit, se akan2 seluruh tulangnya telah hancur
berantakan. Sebaliknya Tong poei Pacu tenang2 saja seperti tak
pernah terjadi apa2, dengan cepat ujung baju kanannya
ditebas kedepan menghantam batok kepala Tjioe Pian
Thian. Tubuh orang she Tjioe masih ada ditengah udara, dalam
keadaan seperti ini tak mungkin baginya untuk berkelit lagi.
Pandangan matanya jadi gelap, tahu2 seluruh batok
kepalanya telah terbungkus kedalam ujung baju Tong poei
Pacu. Selama berlangsungnya pertarungan seru antara Tong
poei Pacu melawan Tjioe Piau Thian, Si Soat Ang yang
badannya tersangkut diatas dahan pohon dapat mengikuti
dengan sangat jelas, setelah ia melihat batok kepala Tjioe
Pian Thian terbungkus ke dalam ujung baju Tong poei
Pacu, ia dengar orang she Tjioe itu mendengus berat, kaki
dan badannya jadi lemas dan harapannya jadi tipis sekali.
Ia melihat tubuh Tong poei Pacu melayang turun keatas
tanah bersama badan Tjioe Pian Thian, diikuti orang she
Tong poei itu kebaskan ujung bajunya, tubuh Tjioe Pian
Thian terpental dan jatuh direrumputan. Tjioe Pian Thian
jagoan kelas satu dalam Bu-lim, namun kalau dibandingkan
dengan Tong-poei Pacu ia masih terpaut jauh.
Karena itu selama bertarung melawan gembong iblis itu,
semua serangannya berhasil dipatahkan dengan gampang,
bahkan tidak sampai dua tiga jurus jiwanya telah melayang
ditangan iblis ini.
Sungguh kasihan Tjioe Pian Thian, tidak sempat
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjerit kesakitan jiwanya telah melayang dari raganya...
Setelah melemparkan tubuh Tjoei Pian Thian tadi, perlahan2 Tong-poei Pacu angkat kepala, Dalam pada itu jalan
darah Si Soat Ang tertotok, badannya tak dapat bergerak
sedikitpun, tentu saja tiada harapan baginya untuk
melarikan diri.
Ingin sekali gadis itu mengutarakan pelbagai alasan agar
jiwanya diampuni, namun justru tak sepatah katapun bisa
diucapkan. Sambil tertawa ter bahak2 Tong-poei Pacu meloncat
kebawah pohon, telapak tangganya bergerak cepat
membabat dahan pohon yang menjepit tubuh gadis itu.
"Kraaak !" Dahan pohon terbabat patah, tubuh Si Soat Ang pun terbanting jatuh keatas tanah. Walaupun
bantingan ini sangat berat namun jalan darahnya yang
tertotok tiba2 jadi bebas.
Dengan cepat ia merangkak bangun, serunya dengan hati
gelisah: "Kau . . kau jangan. . . jangan bunuh diriku..."
Waktu itu Tong-poei Pacu sudah mempersiapkan ujung
bajunya untuk di kebas kebawah, mendengar jeritan ini ia
tarik kembali serangannya.
"Mengapa ?"
Jantung Si Soat Ang berdetak makin keras, se akan2
hendak terlepas dari tubuhnya, dengan napas ter-sengkal2 ia berseru:
"Kalau kau binasakan diriku, seumpama nyonya si
bongkok menanyakan diriku, apa yang hendak kau katakan
?" "Mengapa ia tanyakan dirimu ?" tanya Tong-poei Pacu rada tertegun.
Saking takutnya hampir2 Si Soat Ang menangis se-jadi2
nya, namun ia sadar dalam keadaan seperti ini ia tak boleh
menangis. "Ia bisa tanyakan diriku...ia bisa tanyakan diriku !"
teriaknya dengan suara serak.
Tong poei Pa cu tidak menjawab, sepasang matanya
dengan sinar yang menggidikkan melototi terus wajahnya
tanpa berkedip.
Si Soat Ang meronta bangun, kembali teriaknya:
"Aku bersumpah tidak akan bicara soal apapun, aku
tidak akan bercerita kepada siapapun tentang kejadian yang
telah berlangsung. tidak ! aku tidak akan bicara !"
Tong poei Pacu hanya mendengus, senyuman menyeringai menghiasi bibirnya.
Melihat orang itu membungkam, timbul harapan hidup
dalam hati gadis itu, kembali ia berseru.
"Aku pasti tak akan bicara, kau boleh berlega hati, aku tidak akan bicara kepadanya pun kepada siapapun"
"Haa...haa...sungguh mengherankan apa yang tidak akan
kau ucapkan kepada orang lain " coba katakan aku punya
rahasia apa yang tak boleh di ketahui orang lalu ?"
Mendapat pertanyaan itu Si Soat Ang tertegun: "Rahasia apa ?" serunya gemetar.
"Bagus, terus terang kuberitahukan kepadamu, selama
hidup aku tak pernah percaya kepada siapapun, aku tidak
ingin diriku kalah, coba kau pikir bisakah aku mempercayai
dirimu ?" Sepasang lutut Si Soat Ang jadi lemas, tidak kuasa lagi
badannya terjatuh keatas tanah, badannya serasa tak
bertenaga, untuk bangkitpun tak sanggup lagi, namun
hatinya berteriak:
"Ayoh cepat bangun, ayoh cepat melarikan diri, aduh
mak, kenapa dengan kakiku " ayoh bangun, melarikan diri
." Tetapi badannya tetap mendeprok diatas tanah dengan
lemas, bahkan mulai gemetar sepatah katapun tak bisa
diucapkan, bergerak sedikitpun tak sanggup.
Menanti Tong Poei Pacu untuk kedua kakinya angkat
ujung bajunya ketengah udara, Si Soat Ang baru menjerit
keras, entah dari mana datangnya tenaga mendadak ia
menggelinding di-atas tanah, menggelinding sekuat tenaga
menerobosi semak belukar.
Tentu saja sekalipun ia menggelinding sampai didalam
semak sekalipun tak akan bisa meloloskan dari kejaran
Tong Poei Pacu, akhirnya ia bakal kecandak dan mati di
tangan si iblis.
Namun pada saat itulah mendadak terdengar gelak
tertawa yang sangat aneh berkumandang datang dari
tempat kejauhan, gelak tertawa itu bergerak cepat sekali,
dalam sekejap telah berada didekat mereka.
Diikuti sesosok bayangan manusia meloncat datang
dengan sebatnya.
Si Soat Ang yang berhasil menggelinding ke dalam
semak segera tentramkan hatinya dan menengok ke depan,
ia dapat melihat jelas orang yang barusan munculkan
dirinya bukan lain adalah musuh bebuyutan yang paling ia
benci, dia lah simanusia yang punya wajah mirip monyet
Hiat Goan Sin-koen adanya.
Kemunculan Hiat Goan Sin-koen sungguh berada diluar
dugaan Soat Ang, seandainya manusia monyet ini tidak
mengejar Loei Sam, dan kebetulan Loei Sam berada
dibenteng Thian It Poo, benteng miliknya akan tetap ramai
dan jaya, tentu saja jiwanya tidak akan terancam seperti ini hari.
Hiat Goan Sin-koen berdiri membelakangi Soat Ang,
tampak ia mundur dua langkah kebelakang setelah tiba
disana, mungkin pada waktu itu simanusia monyet tersebut
sudah melihat jelas siapakah yang berada dihadapannya.
Haruslah diketahui walaupun Hiat Goan Sin-koen
termasuk sebagai jago yang amat lihay, namun kedudukannya masih terpaut jauh kalau dibandingkan
dengan Tong poei Pa-cu.
Tidak aneh kalau manusia monyet itu sangat terperanjat
setelah diketahui olehnya gembong iblis nomor wahid yang
ditakuti semua jago sedang berdiri dihadapannya, setelah
mundur dua langkah kebelakang ia tertawa serak tegurnya:
"Eeeei... sungguh aneh sekali, ini hari tanggal berapa sih
" masa begitu banyak jago lihay yang berkumpul disini "
mungkinkah ditempat ini akan diselenggarakan suatu
pertemuan puncak para jago Bu lim ?"
"Apa maksud Sin-koen berkata begini ?" jengek Tong poei pacu sambil mengangkat bahu, "Apakah kaupun
merasa dirimu terhitung seorang jago lihay ?"
Seandainya perkataan ini diucapkan orang lain mungkin
simanusia monyet ini sudah mencak2 kegusaran, namun
lain halnya kalau perkataan ini meluncur keluar dari bibir
Tong poei Pacu walaupun dalam hati sangat mendongkol,
ia tak berani banyak berkutik.
"Haa... haa... haaa... tentu saja aku bukan jago lihay"
sahutnya diiringi tertawa paksa "Maksudku disini masih ada jago2 lihay lain nya."
"Haaa . . . haaa kecuali aku seorang, benarkah dikolong langit masih ada jago yang lebih lihay dari pada diriku."
Sungguh sombong orang ini, namun tak bisa disalahkan
kalau kita tinjau dari kedahsyatan ilmu silat yang
dimilikinya. Hiat Goan Sin-koen tarik napas panjang, dengan sangat
hati2 ia menjawab.
"Mungkin, sebab aku lihat Si Thay sianseng dari gunung Go bie pun berada disekitar sini!"
Mendengar nama orang itu, air muka Tong poei Pacu
berubah hebat. Namun perubahan itu hanya berlangsung dalam sekejap
mata, diikuti air mukanya kembali seperti sedia kala.
"Ooouw , . jadi Si Thay sianseng pun berada disekitar
ini?" jengeknya dengan alis berkerut.
Ucapan ini diutarakan disertai tenaga lwee-kang yang
dahsyat suaranya nyaring dan lantang sukar dilukiskan
dengan kata2, entah sampai berapa jauh suara itu
berkumandang namun jelas dan diketahui oleh siapapun,
perkataan itu jelas sengaja ditujukan kepada Si Thay
sianseng. Seandainya Si Thay sianseng ada disekitar sana ia tentu akan mendengar suaranya.
Sedikitpun tidak salah, belum lama suaranya sirap dari
tempat kejauhan berkumandang datang suara yang tidak
kalah lantangnya:
"Tong poei sianseng, bagaimana keadaanmu sejak
perpisahan ?"
Suara itu nyaring namun amat rendah, sewaktu
menembusi lubang telinga terasa nyaman dan enak.
Pada mulanya suara itu bergema dari tempat yang sangat
jauh, tapi dalam sekejap mata suara berada dekat sekali
diikuti terdengar ujung baju tersampuk angin, dari balik
hutan muncul sesosok bayangan manusia yang tinggi besar.
Perawakan orang itu boleh dikata seimbang dengan
Tongpoei Pa-cu, sama2 tinggi besar dan penuh berotot,
hanya usianya telah mencapai enam puluh tahunan, ia
memakai baju warna abu2 dengan ditangannya mencekal
sebuah tongkat terbuat dari pualam putih.
Diatas wajahnya sudah penuh berkeriput namun masih
memancarkan cahaya yang tajam, setibanya dikalangan ia
segera menjura kearah Tongpoei Pacu.
"Si Thay sianseng, apakah bocah itu masih berada di
tangan mu ?" tegur Tong poei Pacu segera setelah balas memberi hormat.
Si Thay sianseng tidak menjawab, ia menghela napas
panjang dan berpaling kearah Hiat Goan sin-koen.
Walaupun Hiat Goan Sinkoenpun mendengar dari
pembicaraan kedua orang tokoh Bu-lim itu seakan2
terselimut tabir rahasia, namun ia tak tahu apa maksudnya,
menanti Si Thay sianseng berpaling kearahnya, manusia
monyet ini baru sadar tentunya kedua orang tokoh silat ini
tidak ingin dia ikut serta mendengarkan pembicaraan itu.
Karenanya buru 2 ia berseru.
"Aku datang kemari untuk mencari si bongkok sakti yang berangasan maaf tak bisa menemani lebih jauh selamat
tinggal." Sembari berkata selangkah demi selangkah dan mundur
kebelakang, baru mundur beberapa langkah ia sudah berada
ditengah semak dimana Si Soat Ang menyembunyikan diri.
Melihat manusia monyet itu mundur kearah nya, buru2
gadis itu merangkak kesamping dengan maksud menghindar. Namun sayang tindakannya terlambat satu langkah, Hiat
Goan Sin-koen telah menemukan adanya manusia ditengah
semak, dengan cepat ia berpaling sewaktu dilihatnya orang
itu adalah Si Soat Ang, ia rada tertegun kemudian tertawa
aneh. "Aaah, kiranya kau!" Sambil berkata tangannya bergerak cepat mencengkeram bahu gadis itu dan diangkatnya dari
dalam semak. Air muka Si Soat Ang pucat pasi bagaikan mayat,
giginya saling beradu dengan kerasnya, ia sangat ketakutan:
"Aaah, sungguh sempit jalan didalam dunia ini,
dimanapun kita selalu berjumpa" jengek Manusia Monyet
itu sambil mendengus sinis, "Ada seorang sahabat karibmu ingin berjumpa denganmu."
"Siapakah . . kedua orang itu?"
Belum sempat Kiat Goan Sin-koen menjawab mendadak
si Thay sianseng menegur: "Hiat Goan heng, harap suka
melepaskan nona cilik itu."
Simanusia monyet tertegun, kemudian dengan cepat
serunya: "Tapi Si Thay sianseng, kau tidak tahu perempuan ini,
dia . ." "Hiat Goan heng!" kembali Si Thay sianseng menukas dengan sepasang alis berkerut. "Kau adalah seorang tokoh Bu lim yang sudah kenamaan, mengapa sikapmu begitu
kasar terhadap seorang nona cilik" ayoh cepat lepaskan."
Air muka Hiat Goan Sin koeo berubah beberapa kali,
akhirnya lepas tangan juga meskipun demikian dengan
gemas ia melotot sekejap ke arah Si Soat Ang.
"Ayoh jalan, kan harus ikuti diriku pergi dari sini"
teriaknya. "Aku, kenapa harus pergi mengikuti dirimu" tanya gadis itu dengan napas ter engah2
Setelah dibebaskan oleh Si Thay sianseng dari kesulitan,
nyali perempuan ini semakin berani, bahkan terhadap
simanusia monyet pun ia berani membangkang.
Kontan saja simanusia monyet Hiat Goan Sin koen
mencak2 kegusaran sambil tertawa dingin teriaknya:
"Engkoh misan mu Liem Hauw Seng berada tidak jauh
dari sini, apakah kau tak ingin ber jumpa dengan dirinya"
bukankah kau ingin bertemu dengan bekas kekasih mu itu?"
Nyali Si Soat Ang besar, ia ingin membantah namun
mendengar nama "Liem Hauw Seng" seluruh tubuhnya
gemetar. Sejak ia melewati perbatasan tak diingat lagi sama Giok
Jien maupun Liem Hauw Seng, sebab menurut dugaannya
kedua orang itu mati ditengah badai salju. Namun sekarang
secara mendadak ia dapat kabar, bukan saja Liem Hauw
Seng belum mati bahkan berada disekitar sana, hatinya jadi
kaget. air mukanya berubah hebat dan tak sepatah katapun
bisa diucapkan.
Kembali terdengar Hiat Goan Sin-koen tertawa dingin.
"Kau tentu menganggap mereka berdoa sudah mati
bukan " kau anggap nona Giok Jienpun sudah mati bukan "
namun kenapa kau tak pernah berpikir, perduli kau sudah
menyiksa, menganiaya dan mencelakai mereka dengan cara
apapun, asalkan mereka berhasil menjumpai diri ku, maka
jiwanya bisa diselamatkan ?"
Si Soat Ang tertawa getir, pikirnya:
"Aaaah... sungguh sialan, kenapa aku tidak berpikir
sampai disitu."
Karena tak bisa bicara, ia terpaksa membungkam.
"Hiat Goan, sungguh besar omongmu !" tiba2 Tong Poei pacu mengejek dari samping. Air muka Hiat Goan Sin koeo
berubah hebat, ia sangat jengah, segera manusia monyet ini
mendengus dingin.
"Tong-poei sianseng" Si Thay sianseng-pun buka suara.
"Aku dengar orang bilang, kau munculkan diri disekitar sini maka sengaja aku datang kemari untuk mencari dirimu,
bagaimana kalau kita menyingkir untuk membicarakan
sesuatu ?"
Sepasang alis Tong poei Pacu seketika berkerut.
"Kiranya Si Thay sianseng datang kemari untuk mencari
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku, apakah dikarenakan bocah itu..."
Belum habis ia berbicara, Si Thay sianseng telah ber
batuk2, tentu saja maksudnya jelas sekali ia minta agar
manusia she Tong-poei itu tidak meneruskan kata2nya.
"Benar, memang sudah terjadi satu peristiwa" sahut Si Thay sianseng kemudian.
Tong poei Pacu mendengus dingin, ia berpaling dan
melotot sekejap kearah Si Soat Ang kemudian tertawa
dingin. setelah itu sastrawan itu baru putar badan dan
mengikuti Si Thay sianseng berlalu dari sana.
Ilmu meringankan tubuh kedua orang tokoh silat ini
amat lihay sekali, dalam sekejap mata mereka sudah lenyap
dari pandangan.
Menanti kedua orang tokoh itu sudah berlalu Hiat Goan
Sin-koen bisa bekerja lebih leluasa, sekali cengkeram
kembali ia tangkap bahu Si Soat Ang kemudian diangkat
keatas. Sesaat Tong poei Pacu meninggalkan tempat itu, ia
melototi sekejap kearahnya, Si Soat Ang segera mengerti
iblis itu sudah memberi peringatan kepadanya agar jangan
bicara, kalau tidak niscaya jiwanya akan dicabut.
Namun, kendati Tong poei Pacu telah berlalu, kembali ia
ditangkap oleh Hiat Goan Sin-koen, posisinya sangat tidak
menguntungkan sekali.
Dengan sekuat tenaga ia meronta, namun jari2 tangan si
manusia monyet yang kurus dan panjang itu masih
mencekal diatas bahunya kencang-kencang, hal ini
membuat tulangnya serasa mau patah! keringat sebesar
kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
"Kau suka ikut aku tidak ?" hardiknya keras.
Si Soat Ang terperanjat, sebelum ia sempat menjawab,
mendadak terdengar desiran angin tajam berkumandang
datang, didalam hutan itu kembali muncul dua sosok
bayangan manusia.
Ditengah rasa terkejut Si Soat Ang berpaling sekejap
kearah mereka berdua, ia temukan salah satu diantaranya
adalah seorang kakek kurus kering sedang yang lain adalah
lelaki tinggi kekar.
"Jie-ko !" tiba2 terdengar lelaki kekar itu meraung keras.
Sambil berteriak lelaki itu memandang kearah jenazah Tjoei
Pian Thian dengan mata mendelong, setelah itu ia meloncat
kedepan langsung menubruk kearah Hiat Goan Sio koen si
manusia monyet.
Tubrukan ini sangat dahsyat, angin serangan men deru2,
seakan2 ia ada maksud membinasakan musuhnya dalam
satu kali serangan.
Serangan itu langsung mengancam dada Hiat Goan Sinkoen, melihat datangnya hantaman ini. ia segera berteriak:
"Hey Huang Loo Sam apa2an kau ini ?"
Tak usah Hiat Goan Sinkoen membentak. Si Soat Ang
pun sudah tahu kedua orang itu pastilah kedua anggota dari
Tiong tiauw Sam Yu si kakek pengail Seng Lok serta
sikepalan baja Huang Seng.
Dalam pada itu sambil membentak keras Hiat Goan Sin
koen tiba2 menyingkir kesamping.
Gerakan ini berhasil menyelamatkan dirinya dari jotosan
Huang Seng, namun jurus serangan orang itu aneh sekali,
tangan kanan tidak mengenai sasaran, kepalan kiri segera
berputar kencang dan meluncur kembali kedepan, dari arah
kiri menuju kekanan mengancam tubuh Hiat Goan Sinkoen dari arah samping.
Hiat Goan Sia koen menjerit aneh, kelima jari-2 nya
mengendor, ia lepaskan dulu cengkeramannya pada Si Soat
Ang kemudian baru membalik telapaknya balas menabok
dada Huang Seng, gerakan ini memaksa si kepalan baja ini
terpaksa tarik serangan sambil meloncat mundur.
"Toako, kenapa kau belum jaga turun tangan" Teriaknya keras2.
Sambil berkata kepalannya kembali melancarkan empat
buah serangan berantai.
"Sam-te, kita harus bertanya dulu sampai jelas kemudian baru turun tangan !" sahut sikakek pengail Seng Lok.
"Apanya yang perlu ditanya lagi ?"
Sang badan menubruk kedepan "Bruuk...!" dengan telak serangannya bersarang dibahu Hiat Goan Sin koen, jelas
simanusia monyet ini ada maksud membiarkan dirinya
terhantam. Sebab Hiat Goan Sin koen sendiripun tahu Tiong Tiauw
Sam yu adalah manusia luar biasa sekalipun ia tidak takut
seumpama rekening atas matinya Tjioe Pian Thian tercatat
atas namanya. kerepotan dikemudian hari akan banyak
sekali. Oleh sebab itu ia berharap bisa menguasai Huang Seng,
kemudian menjelaskan duduknya persoalan, siapa sangka
Huang Seng sudah kalap dalam keadaan seperti ini terpaksa
simanusia monyet itu harus menerima kerugian dan biarkan
bahunya dihantam sekali.
oooOdwOooo BAB 8 MAKSUDNYA setelah kepalan Huang Seng bersarang
ditubuhnya ia pasti agak merandek, dengan ambil
kesempatan itu simanusia monyet ini akan memberi
penjelasan. Siapa sangka Huang Seng bergelar si "Kepalan baja".
didalam permainan kepalannya ia sangat hebat bahkan
memiliki kekuatan yang luar biasa.
Serangan yang bersarang dibahu Hiat Goan Sin koen itu,
meski tidak sampai mengakibatkan luka, cukup membuat ia
mundur beberapa langkah kebelakang dengan sempoyongan. Begitu ia mundur, Huang Seng kembali menjerit keras,
kepalannya yang gede dijotos kedepan dengan dahsyatnya,
angin pukulan kembali men-deru2. Bersamaan itu pula dari
tengah udara menyambar lewat serentetan suara yang aneh,
dalam keadaan repot Hiat Goan Sin-koen mendongak.
Tampakah seutas benang2 yang tipis bagaikan rambut
dengan membawa sebuah mata kail yang bersinar
keperak2an telah menyambar datang mengancam wajahnya. Hiat Goan Sin koen bukan manusia sembarangan,
sekilas pandang ia segera tahu itulah senjata paling aneh,
senjata kail emas yang digunakan sikakek pengail Seng Lok.
Ditinjau dari sikap mereka jelas kedua orang itu sudah
menganggap dirinya pembunuh dari elang ditengah mega
Tjioe Pian Thian.
Berada dalam keadaan seperti ini, sulit buat manusia
monyet ini, untuk membantah dengan cepat ia memperendah badannya, lengan yang luar biasa panjang
segera menekan keatas permukaan tanah.
Dengan memperendah badannya, dua kepalan Huang
Seng berhasil dihindari diikuti tangannya menekan tanah.
Weees kaki kirinya mengirim sebuah tendangan memaksa
orang she Huang itu mundur selangkah kebelakang.
Ambil kesempatan itu, badannya segera mental ketengah
udara, dan bersalto beberapa kali.
Gerakan ini sangat indah dan cepat, "Sreeeeet"
pancingan emas dari Seng Lok tahu2 menyambar lewat
hanya beberapa depa didepannya.
Berada ditengah udara, Hiat Goan Sin-koen kembali
berteriak keras.
"Neneknya... maknya... Hey, kalian sudah salah
menuduh?" Namun jenasah Tjioe Pian Thian jelas masih
menggeletak disana, berada dalam keadaan seperti ini sulit
buat Hiat Goan Sin koen untuk membantah, belum selesai
ia bicara terangan dari Seng Lok serta Huang Seng kembali
meluncur datang.
Si Soat Ang berdiri disisi kalangan, menonton jalannya
pertempuran dengan hati berdebar ia berdiri mematung
disana, Menanti ketiga orang itu sudah bertarung beberapa saat,
ia baru teringat akan sesuatu, kalau tidak lari sekarang, mau tunggu sampai kapan lagi "
Buru2 ia putar badan dan menerobos kedalam semak,
tidak perduli bajunya terkait duri... ia menerobos dan
menerobos terus sehingga jauh dari kalangan pertarungan,
keadaannya saat itu mengenaskan sekali.
Ia tidak berhenti, lari beberapa li dengan cepat dilalui
sampai akhirnya ia kehabisan napas dan berhenti sendiri.
Sungai nan tenang terbentang didepan mata, ia tak kuat
menahan diri, segera gadis itu menerobos kedepan siap
terjunkan diri kedalam air.
Tiba2 . . , ia temukan disamping sungai duduk dua
orang. Melihat ada manusia disana, Si Soat Ang segera
berhenti. buru2 ia bersembunyi dibelakang batu dan
mengintip kedepan.
Kedua orang itu duduk membelakangi dirinya mereka
duduk diatas sebuah batu besar ditepi sungai satu laki dan
satu perempuan yang gadis waktu itu sedang merebahkan
diri dalam pangkuan sang pemuda, sikapnya amat intim
sekali dan mesra, sekilas pandang Si Soat Ang merasakan
bayangan punggung muda mudi ini sangat dikenal olehnya,
sebelum ia ingat kembali siapa kah mereka terdengar gadis
itu telah buka suara dan berkata:
"Engkoh Hauw Seng, kau lihat si bongkok Pak li mau
menerima kita tidak?"
"Engkoh Hauw Seng " tiga patah kata ini seketika
membuat Si Soat Ang tertegun kepalanya kontan terasa
pusing tujuh keliling dikala mendengar percakapan mereka.
Tidak aneh kalau ia merasa bayangan punggung kedua
orang ini sangat dikenal, ternyata sang pemuda adalah
engkoh misannya Liem Hauw Seng.
Dalam detik itu juga, Si Soat Ang kaget, benci, iri dan
gusar sepasang kepelannya diremas2 pikirannya amat
kacau, terdengar Liem Hauw Seng berkata:
"Giok Jien, aku lihat ia pasti mengabulkan permintaan
kita, menurut Hiat Goan Sin koen, dia sangat cocok dengan
sibongkok itu, aku rasa harapan kita tentu bisa terpenuhi
kau boleh berlega hati."
"Aaaa... aku sungguh tidak paham mengapa ia sendiri
tak mau terima kita sebagai murid?"
"Aku rasa dia berbuat demikian dengan maksud baik ia
tahu pamornya kurang baik dalam dunia persilatan dia
termasuk tokoh lihay dari aliran sesat. ia takut kita salah ambil jalan, maka dari itu tak mau menerima kita sebagai
murid." "Dia adalah jago dari kalangan sesat, namun justru
dialah yang menolong kita, dia bukan seperti orang jahat!"
Agaknya Liem Hauw Seng dibuat bungkam oleh
perkataan itu, setelah lama sekali termangu-mangu ia baru
berkata kembali.
"Mungkin juga ia berbuat demikian karena dahulu
pernah mengikat tali persahabatan dengan ayahku,
berhubung dia adalah sahabat ayahku maka setelah
mengetahui siapakah aku, dia lantas turun tangan
membantu kalau tidak, mungkin ia hanya berpeluk tangan
belaka. Lagipula dia datang kebenteng Thian It Poo karena
mencari orang, sedangkan yang mencelakai kita adalah
putri kesayangan dari Thian It Poocu maka dari itu ia suka
menolong kita."
Si Soat Ang bersembunyi dibelakang batu hanya
beberapa tombak dari mereka berdua, apa yang dibicarakan
Liem Hauw Seng dengan Giok Jien dapat didengar jelas
sekali oleh Si Soat Ang walaupun suara mereka tidak keras.
Sewaktu ia mendengar Liem Hauw Seng menyebut
dirinya sebagai putri Thian It Poocu, hatinya amat sakit
seakan2 ditusuk oleh seribu batang anak panah. Dia
memang tak salah putri kesayangan dari Thian It Poocu
namun Liem Hauw Seng adalah engkoh misannya, tidak
pantas kalau orang sendiripun menyebut demikian
kepadanya. Atau dengan perkataan lain, ucapan itu membuktikan
kalau dalam hati pemuda itu sudah tidak menganggap dia
sebagai saudaranya lagi.
Sejak mengetahui sepasang muda mudi yang bermesraan
adalah Liem Hauw Seng dengan Giok Jien, gadis she Si
telah cemburu dan benci saat ini napsu benci dan irinya
semakin berkobar
Per-lahan2 ia tarik napas panjang, timbul niat untuk
unjukkan diri dan kasi pelajaran kepada kedua orang itu.
Sebelum maksudnya tercapai kembali terdengar Giok
Jien berkata: "Ayahmu bersahabat erat dengan Hiat Goan Sio-koen, kalau begitu ayahmu juga termasuk tokoh silat
dari aliran sesat ?"
"Tentu saja bukan, seandainya ayahku adalah tokoh silat dari aliran sesat, Hiat Goan Sin koen sudah menerima kita
sebagai muridnya sejak semula, justru ia tak mau menerima
kita berhubung separuhnya untuk menyelamatkan pamor
ayahku." Se akan2 tidak mengerti yang dimaksudkan, Giok Jien
bertanya: "Bukankah ayahmu sudah meninggal, buat apa
masih membicarakan soal pamor lagi ?"
"Aaaai ! menurut cengli perkataanmu memang tidak
salah namun orang-orang Bu lim tak seorangpun paham
akan persoalan ini, demi mendapat sedikit nama kosong,
bahkan tidak sayang mengorbankan jiwa sendiri Aai.."
Giok Jien tidak buka suara lagi, ia menyandarkan
tubuhnya makin rapat diatas badan Liem Hauw Seng,
sementara pemuda itu rentangkan tangannya dari belakang
punggung gadis itu dan memeluknya erat2.
Si Soat Ang menanti sejenak. tidak terdengar kedua
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang itu bicara lagi ia segera bangun berdiri dan tertawa
dingin. Gelak tertawa dingin ini seketika menggetarkan tubuh
Liem Hauw Seng serta Giok Jien berdua mereka segera
berpaling. Menanti kedua orang itu tahu kalau orang yang berdiri
dibelakang mereka adalah Si Soat Ang, rasa tercengang tak
kuasa menahan diri, pertama-tama Giok Jien mendengus
lebih dahulu diikuti Liem Hauw Seng berseru tawar:
"0ouw.. kiranya kau !"
Si Soat Ang amat benci. namun ia cukup licik, rasa
bencinya tidak sampai diunjukkan pada wajahnya, sambit
tertawa segera tegurnya.
"Hey engkoh Hauw Seng, sungguh tak disangka kembali
kita bertemu disini !"
Jilid 9 Halaman 39/40 Hilang
Si Soat Ang segera menunjukkan wajah penuh senyum
manis. "Aaaah... aku hanya ingin berbicara sebentar dengan
Giok Jien." katanya halus "Aku ingin beritahu asal usulnya kepada Giok Jien, kenapa sih kau ngambek macam itu ?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan kontan jantung Giok
Jien dag dig dug.
"Siotjia, asal usulku, kau , , apakah kau tahu?" serunya.
"Giok Jien, jangan dengarkan omongannya." buru2
Liem Hauw Seng berseru.
Si Soat Ang segera tertawa dingin, mendadak ia angkat
jarinya menuding kelangit dan angkat sumpah: "Seandainya aku Si Soat Ang tidak tahu asal usul Giok Jien yang
sebenarnya, atau saat ini aku sedang bicara ngaco belo,
Thian akan mengutuk aku dan membinasakan diriku
dengan sambaran geledek !"
Secara tiba2 Si Soat Ang angkat sumpah yang begitu
berat, kontan Liem Hauw serta Giok Jien berdiri tertegun.
Menuding kelangit angkat sumpah, hal ini bukan suatu
permainan biasa, sekalipun Liem Hauw Seng sadar dibalik
ucapan liu pasti tersembunyi siasat lain, kali ini dibikin
kebingungan juga.
Giok Jien semakin percaya lagi dibuatnya, namun gadis
ini tidak berani maju kedepan, sambil memandang kearah
Liem Hauw Seng serunya:
"Engkoh Hauw Seng..."
Dengan cepat Liem Hauw Seng rentangkan tangannya
menghalangi gadis itu maju kedepan, serunya:
"Kalau kau tahu asal usul dari Giok Jien. Nah cepat
katakan !"
"Tahu atau tidak itu urusanku, dan mau bicara atau tidak terserah kepadaku, kalau kau tidak biarkan Giok Jen datang
kemari. akupun tidak akan bicara" kata Si Soat Ang sambil tertawa.
"Kurang ajar, jangan harap kau bisa mencelakai Giok
Jien" teriak Liem Hauw Seng gusar.
Si Soat Ang tidak menggubris, per-lahan2 ia putar badan
dan berkata: "Giok Jien lebih baik kau ambil keputusan sendiri asal usulmu sangat luar biasa dan tak mungkin bisa kau
dapatkan dengan akal sehatmu. Seandainya sekarang tak
mau tahu, ya sudahlah, selama hidup jangan harap aku
suka beritahu kepadamu."
"Siocia tunggu sebentar, aku.,.aku datang !"
"Kau..."
Namun pemuda she Liem ini tak sanggup meneruskan
kata2nya, sebab pada waktu itu Giok Jien sedang
memandang kearahnya penuh permohonan, titik2 air mata
membasahi wajahnya tambah mengenaskan hatinya yang
halus. Liem Hauw Seng mencekal tangan gadis itu erat2,
ujarnya kembali:
"Giok Jien kau tak boleh kesana, sekalipun kau ingin
mengetahui asal usulmu, kenapa harus gelisah" akhirnya
kau bakal tahu sendiri".
Giok Jien benar2 seorang gadis yang penurut mendengar
ucapan ini ia menghela napas.
"Aai... baiklah aku menuruti perkataanmu," Melihat siasatnya gagal Si Soat Ang teramat gusar, kontan ia
tertawa dingin.
"Giok Jien kau anggap aku masih ada maksud untuk
mencelakai dirimu, kalau kau memang sudah begitu baik
terhadap Hauw Seng baiklah selalu kepadanya, Hmm!
kiranya kau sudah anggap aku seperti barang sampah?"
"Hmm! perduli apapun yang hendak kau ucapkan, aku
tidak akan perkenankan Giok Jien mendekati dirimu."
"Baik, bagus, kiranya kaupun sudah anggap aku seperti
kalajengking, seperti ular berbisa."
Teriak Si Soat Ang marah2, air mukanya berubah hijau
membesi, "Haa . . haa . . sungguh sayang Giok Jien tak tahu siapa ayah dan ibunya, kalian harus tahu, kedua orang
tuanya sangat membantu dirinya."
"Aku tak percaya kau punya liang sim yang begitu baik !"
Setelah mendengar perkataan itu, sadarlah Si Soat Ang,
kendati ia banyak bicara pun percuma, sebab Liem Hauw
Sang sudah amat jelas memahami watak maupun akal licik
nya, ia lantas putar otak cari akal lain. tiba2 ia mendengus.
"Hmmm! baiklah, kalau kalian tak mau percaya,
sudahlah selamat tinggal" Tanpa banyak bicara lagi ia putar badan dari kedua orang itu.
"Siocia, tunggu!" melihat Si Soat Ang berlalu, dengan hati cemas Giok Jen berseru.
Si Soat Ang terus berkelebat ke depan, kurang lebih
sudah lewat beberapa tombak jauhnya ia baru berhenti dari
berpaling. "Apa gunanya aku menanti lebih lama " apakah tak takut dicelakai olehku?"
"Siocia berbuatlah kebajikan dan beritahu kepadaku,
siapakah orang tuaku yang sebenarnya?" rengek Giok Jien.
"Lebih baik kau tanya sendiri pada Liem Hauw Seng"
sahut Si Soat Ang sambil menggeleng. "Bagaimanapun
kalian sudah anggap aku orang jahat selama hidup banyak
melakukan kejahatan, dan tak pernah berbuat baik, apa
gunanya kau merengek dan mohon kepadaku ?"
Muncul selintas perasaan sangat menderita di atas wajah
Giok Jien, perubahan ini membuat Liem Hauw Seng pun
ikut bersedih hati, Buru2 ia cekal tangan gadis itu sambil
menghibur: "Giok Jien kau tak usah berduka, seandainya orang
tuamu adalah tokoh silat kenamaan maka cepat atau lambat
asal usulmu bakal kau ketahui juga"
"Aaai...semoga saja begitu !" Melihat Giok Jien begitu menuruti perkataan Liem Hauw Seng, bahkan sampai2
gadis itu rela melepaskan niatnya untuk mengetahui asalusul sendiri Si Soat Ang jadi jengkel, kembali rencananya
gagal total. Sambil tertawa dingin dan menahan hawa gusar yang
ber-kobar2, ia enjot badannya dan berkelebat pergi.
Meskipun dalam keadaan seperti ini, ia
lebih mementingkan melarikan diri daripada ketangkap Tongpoei Pacu atau Hiat Goan Sin koen.
Namun rasanya benci dalam hatinya melupakan
kesemua itu, ia lebih suka menemui bahaya dan pada
melepaskan Liem Hauw Seng Giok Jien ber-mesra2an
dengan damai. Oleh karena itulah tidak jauh ia berlalu dengan cepat
badannya berkelebat menerobosi semak belukar dan
bersembunyi disitu setelah di tunggu sebentar dan tidak
kedengaran ada suara yang mencurigakan, dengan
mengendap2 dan gerakan sangat hati2 ia merangkak maju
mengitari hutan dan balik lagi ketepi sungai, kemudian
bersembunyi di belakang sebuah batu besar.
Liem Hauw Seng serta Giok Jien menganggap Si Soat
Ang telah pergi, mereka tetap duduk di tepi sungai dengan
hati lega, mereka tidak menyangka kalau Si Soat Ang justru
telah muncul dan bersembunyi dibelakang mereka.
Walaupun Si Soat Ang ada dibelakang mereka, namun ia
tahu pada saat ini Giok Jien tentu amat bersedih hati, gadis tundukkan
kepalanya dengan mulut membungkam sementara Liem Hauw Seng menghibur dengan kata2 lirih.
Si Soat Ang sangat mendongkol per lahan2 ia merogoh
kedalam sakunya melepaskan sebilah pisau belati, setelah
dicekal erat2 sambil2 ia merangkak kedepan, dan melihat
berapa jaraknya saat ini tinggal beberapa tombak
dibelakang mereka berdua, asalkan pisau belati itu dilempar kedepan dengan segenap tenaga niscaya salah satu diantara
mereka berdua akan mati terbunuh.
Tentu saja kalau dia ingin serangannya mengenai
sasaran, ia harus mengincar Giok Jien, sang gadis yang
ilmu silatnya rada rendah. Ke dua, saat inipun gadis itu lagi melamun, dalam keadaan tidak bersiap siaga lebih mudah
dibokong. Setelah mengambil keputusan Si Soat Ang gigit bibir, ia
cekal pisau belati itu kencang2 kemudian ayun tangannya
keatas. Ia hendak menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya untuk melemparkan pisau belati ini, maka ia
ayun tangannya sampai dibelakang punggung.
Tetapi... baru saja tangannya siap diayun kedepan tiba2
pergelangan tangannya serasa jadi kencang sekali, seakan2
dijepit oleh jepitan besi dari arah belakang, tangannya yang siap melemparkan pisau belati itu tak dapat berkutik. Si
Soat Ang amat terperanjat, tak tertahan lagi ia menjerit
keras. Teriakan ini mengagetkan Liem Hauw Seng serta Giok
Jien yang sedang dibuat oleh lamunan, mereka segera
berpaling. Dalam pada itu bukan saja pergelangan tangan Si Soat
Ang kena ditangkap orang, bahkan saat ini seluruh
badannya diangkat ketengah udara.
Kelima jari tangannya tak kuat mencekal pisau belati itu
lagi. "Traang ." tak kuasa senjata tajam itu terjatuh keatas tanah.
Ingin sekali Si Soat Ang berpaling untuk melihat
siapakah yang mencekal dirinya, namun lehernya telah
ditangkap pula, dalam keadaan seperti ini tak sanggup bagi
gadis itu untuk putar kepala.
Namun, sekalipun tak usah berpaling iapun tahu
siapakah manusia yang menangkap dirinya saat ini, sebab
Lien Hauw Seng serta Giok Jien yang berpaling sedang
berseru hampir berbareng:
"Aaaah . . . Hiat Goan Cianpwee !"
Seluruh tubuh Soat Ang bergidik, untuk sesaat ia tak
tahu apa yang harus diucapkan ia mengerti nasibnya bakal
jelek, sebab untuk kesekian kakinya perbuatan kejinya
terbongkar oleh simanusia monyet itu.
Mendadak... dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara aneh.
Suara aneh itu se akan2 muncul dari dalam sungai, suara
itu begitu aneh seakan2 teriakan manusia, namun mirip
pula suara binatang buas, mirip pula seperti jeritan ngeri
atau nyanyian merdu, pokoknya sangat aneh sehingga
mendatangkan rasa seram ngeri dihati semua orang.
Dengan cepat suara aneh itu bergema makin dekat,
diikuti permukaan air sungai bergolak keras, semprotan air
setinggi beberapa tombak menciptakan suatu pandangan
yang aneh. Dalam sekejap mata muncullah seseorang dari dalam
sungai itu, gerakannya amat cepat sambil berlari orang itu
memperdengarkan jeritan aneh, sepasang tangannya
menghantam permukaan sungai keras2, untuk sesaat sulit
baginya setiap orang untuk mengenali siapakah sebenarnya
manusia yang ada didalam sungai itu.
Terhadap munculnya manusia aneh ini semua orang
berdiri tertegun, tak seorangpun buka suara, semuanya
memandang kearah sungai dengan mata terbelalak serta
mulut melongo, semua orang dibikin berdiri menjublek.
Akhirnya Hiat Goan Siu koen tak dapat menahan diri
lagi ia segera menghardik keras:
"Heh, siapa kau?"
Bentakan ini segera mendatangkan reaksi, orang itu
berhenti bergerak dan airpun tidak kelihatan lagi mencelat
keempat penjuru, diikuti muncullah seorang perempuan
dengan rambut awut2an, seluruh badan basah kuyup
wajahnya kurus bagaikan mayat, bermata melotot dan
mulut menyeringai sehingga kelihatan sebaris giginya yang
putih. Dia bukan lain adalah Ciang oh simanusia tengkorak"
Hiat Goan Siu koen pernah bertarung melawan Ciang
Ooh sewaktu ada dibenteng Thian It Poo tempo dulu, maka
sewaktu bertemu dengan si manusia tengkorak ini, hatinya
langsung mencelos.
Dalam pada itu Ciang Oh telah bangun berdiri dengan
pandangan bodoh ia menatap berapa orang dihadapannya,
kemudian sambil bermain air ia mulai menyanyi.
Ciang Ooh adalah gadis Biauw, apa yang di nyanyikan
tak seorangpun yang paham tapi bisa diduga tentulah lagu
yang dinyanyikan gadis2 suku Biauw sewaktu bermain air.
Kalau lagu ini dibawakan oleh seorang gadis cantik
dengan suara merdu, pemandangan waktu itu pasti amat
mempesonakan tapi saat ini bukan saja wajah Ciang Ooh
amat seram bahkan suaranya serak lagi parau, membuat
orang jadi bergidik dan bulu roma pada bangun.
Tiba2 Ciang Ooh berhenti menyanyi.
Liem Hauw Seng segera berseru:
"Hiat Goan cianpwee, perempuan sinting ini patut
dikasihani jangan kita susahkan dirinya."
"Kau anggap aku bisa menyusahkan dirinya ?" Seru Hiat Goan Sin Koen sambil tertawa getir. "ilmu silatnya sangat lihay, boleh terhitung luar biasa sukar dijajaki" jangan
dikata aku tak dapat menyusahkan dirinya, meski Si Thay
sianseng atau Toenghong Pocu pun belum tentu bisa
mengapa-apakan dirinya !"
Ucapan ini segera menggerakkan hati Si Soat Ang. buru2
serunya . "Ciang Ooh !"
Teriakan ini memancing Ciang Ooh
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpaling kearahnya. "Ciang Ooh, cepat tolong diriku !" Kembali Si Soat Ang berseru.
Teriakan ini membuat Hiat Goan Sin Koen melengak,
sebelum ia sempat bertindak sesuatu, dengan gerakan yang
amat cepat Ciang Ooh telah mencelat keluar dari dalam air.
Sungguh dahsyat gerakan tubuhnya, bukan saja
membawa desiran angin tajam bahkan butiran air yang
terbawa oleh badannya segera menyebar keempat penjuru
dengan disertai desiran dahsyat.
Setelah tubuhnya hampir melayang turun di hadapan
Hiat Goan Sin Koen, simanusia monyet ini baru berteriak
keras, telapaknya langsung menghantam tubuh lawan
keras2. Ilmu telapak Hiat Goan Ciang dari Sin koen boleh
terhitung ilmu telapak tingkat paling atas dalam aliran
hitam, namun Ciang Ooh tetap bersikap tenang bahkan
tidak menggubris dan tidak melirik sekejappun kearah
serangan tersebut.
"Ploook !" dengan telak serangan tersebut bersarang diatas bahu Ciang Ooh.
Siapa sangka, ketika telapaknya bersarang di atas bahu
itulah tiba2 muncul segulung daya pental yang luar biasa
kuatnya, daya pental ini langsung menumbuk telapak Hiat
Goan Sin koen membuat manusia monyet ini merasa
telapaknya linu dan sakitnya luar biasa, tak kuasa ia tarik kembali tangannya kebelakang.
Tapi semakin ia tarik tangannya, semakin kuat daya
tekanan tersebut menindih badannya, bahkan cepat tenaga
tekanan tadi mengalir kebahu nya memaksa sang tubuh
tiba2 miring kesamping.
Hiat Goan Sin-koen amat terperanjat, buru2 ia
kendorkan cekalannya pada diri Si Soat Ang dan mundur
selangkah kebelakang.
Dalam perkiraannya dengan mundur selangkah kebelakang maka tenaga tekanan tersebut akan lenyap tak
berbekas. Tapi, sungguh luar biasa sekali, tenaga tekanan masih
belum lenyap, daya dorong tersebut tetap mendesak
badannya membuat badan kembali berpusing tiga lingkaran
dengan cepatnya.
Menanti ia dapat berdiri tepak, manusia monyet ini baru
lolos dari pengaruh kekuatan lawan, ia kaget, bingung dan
tercekat, kembali tubuhnya mundur tiga langkah kebelakang. Sementara itu Si Soat Ang telah berdiri disamping Ciang
Ooh, kepada perempuan itu ujarnya:
"Ciang Ooh, cepat bawa aku tinggalkan tempat ini !"
"Siapa kau ?" tanya Ciang Ooh seraya berpaling. "Kau bisa kenali diriku kenapa aku tidak kenal dirimu ?"
"Aku adalah..."
Sebenarnya ia ingin mengatakan bahwa dirinya adalah
Putri dari benteng Thian It Poo, namun sebagai seorang
gadis cerdik ia sadar, berada dalam keadaan seperti ini
Ciang Ooh tentu akan gusar apabila mendengar "Thian It Poo" bahkan ada kemungkinan ia bisa mati ditangannya.
Maka ia membungkam, otaknya berputar dan akhirnya
berbisik disisi telinganya dengan suara lirih: "Aku. . . aku adalah putrimu."
Ucapan ini sangat lirih, kecuali mereka berdua tak
seorangpun yang ikut mendengar.
Seluruh tubuh Ciang Ooh tergetar keras, ia menjerit
tertahan lalu mencengkeram sepasang lengan Si Soat Ang
erat2: Gadis she Si tak menyangka Ciang Ooh bisa mencekal
lengannya begitu keras, jari tangan yang kuat bagaikan baja dengan kekuatan yang dahsyat hampir2 membuat lengan
gadis itu ter-cekal putus, saking sakitnya ia menjerit keras, hampiri saja Soat Ang jatuh tidak sadarkan diri.
"Benarkah?" teriak Ciang Ooh dengan sinar mata
bercahaya meski bicara lengannya masih mencengkeram
lengan gadis itu erat2
"Be... benar... cepat kau lepas tangan." teriak Si Soat Ang dengan napas ter engah2.
Ciang Ooh lepas tangan, tapi sebelum gadis itu mundur
lengannya kembali bergerak memeluk tubuh gadis itu erat2,
dari mulutnya bergumam suara yang aneh, entah apa yang
diucapkan. Si Soat Ang yang dirangkul, hampir2 susah bernapas, ia
mencium bau busuk dari tubuh perempuan itu, begitu
busuk, begitu memualkan sampai2 gadis itu kelenger dan
hampir jatuh semaput.
Untung pada saat itu Ciang Ooh lepas tangan sambil
bertanya tiada hentinya:
"Sungguhkah " benarkah ".,.aah ! sungguhkah" benarkah
?" Masih banyak yang ia ucapkan, hanya Si Soat Ang ti tak
paham sebab ia berbicara dengan menggunakan bahasa
suku Biauw. "Tentu saja sungguh!" jawab Si Soat Ang tegas. "Coba kau pikir yang lain boleh bohong, masa soal inipun aku
ingin membohongi dirimu ?"
Ciang Ooh menjerit histeris, sepasang tangannya
mencekal bahu Si Soat Ang dan mengguncangkan badan
gadis itu keras2, setelah itu menjerit kembali dan akhirnya memeluk putri Thian It Poocu ini kedalam rangkulannya.
Si Soat Ang benar2 kepingin muntah, tapi ia berusaha
keras untuk mempertahankan diri sebab
ia tahu kesemuanya ini mempengaruhi atas keselamatan jiwanya.
Lama kelamaan Ciang Ooh berhasil tenangkan diri, ia
mendongak dan menatap Hiat Goan Sin koen dengan sinar
mata permusuhan.
Hiat Goan sin koen tak tahu apa yang diucapkan oleh Si
Soat Ang kepada Ciang Ooh.
Tapi menyaksikan sinar mata yang penuh mengandung
permusuhan itu, ia sadar keadaan tidak menguntungkan
dirinya, ia mundur selangkah kebelakang dan siap
menghadapi segala kemungkinan.
Lama sekali Ciang Ooh melototi wajah Hiat Goan Sin
koen, mendadak ia mendengus dan serunya sambil menarik
tangan Soat Ang:
"Mari kita pergi dari sini !"
Tidak menanti jawaban dari gadis itu, ia tarik Soat Ang
berlalu dari sana, gerakan mereka berdua sangat cepat,
dalam sekejap mata bayangan mereka itu sudah lenyap dari
pandangan. Menyaksikan Ciang Ooh berlalu dengan membawa Soat
Ang, simanusia monyet ini teramat gusar, tapi ia tahu
keadaan seperti ini jauh lebih baik daripada harus bergebrak melawan perempuan tengkorak itu, lama sekali ia tertegun
untuk kemudian lambat2 putar badan.
"Sin koen, apakah kau telah berjumpa dengan sibongkok
sakti ?" buru2 Liem Hauw Seng bertanya.
"Sampai kini belum kutemukan." jawab Hiat Goan Siu koen dengan alis berkerut." Lebih baik untuk sementara waktu kita menyingkir dulu."
"Kenapa ?" Liem Hauw Seng bertanya dengan nada
mengelak, Hiat Goan Sin-koen adalah seorang manusia
angkuh, boleh dikata ia tidak takut langit tak takut bumi
kecuali Tong-bong pacu seorang, dan kebetulan manusia
Tong hong berada disekitar sana, maka terpaksa ia harus
menyingkir. Meski demikian ia tak mau mengaku, maka mendapat
pertanyaan ini sepasang matanya langsung melotot besar.
"Buat apa kau banyak bertanya ?"
Liem Hauw Seng kembali melengak, ia tak tahu apa
sebabnya simanusia monyet ini marah2 terus, tapi ia
bungkam dan menurut:
"Ayoh cepat kita berlalu..." Kembali Hiat Goan Sin koen berseru.
"Haa . . haa, . . Sin koen, kau hendak pergi kemana ?"
tiba2 dari balik sebuah batu cadas berkumandang gelak
tertawa seseorang.
Hiat Goen Sin koen terkejut dan segera mendongak,
dengan cepat hatinya mencelos, sebab orang itu bukan lain
adalah Tong hong Pacu, manusia yang paling disegani.
Setelah munculkan diri, sinar mata Tong hong Pacu
menyapu sekejap keempat penjuru, tiba2 ia berseru
tertahan: "Eeei. . . agaknya kurang seorang !"
"Hiat Goan Sin koen tahu, yang dimaksudkan tentu Si
Soat Ang, setelah tarik napas segera tanyanya:
"Apakah anda menanyakan nona Si ?"
Tong-hong Pacu tersenyum, kembali ia menatap wajah
Liem Hauw Seng serta Giok Jien, terasa sepasang muda
mudi ini berbakat bagus dan amat mempersonakan,
sebaliknya kedua orang itu merasa ada serentetan listrik
bertegangan tinggi menyambar lewat diatas wajah mereka,
baik Liem Hauw Seng maupun Giok Jien sama2 dibikin
terperanjat. "Siapakah orang ini ?" pikir mereka tanpa terasa.
Dalam pada itu Tong hong Pacu telah mengangguk.
"Tidak salah, dialah yang kumaksudkan"
"Aaah. sayang kedatangan anda terlambat setindak, ia
sudah dibawa pergi oleh seseorang"
"Haa...haa...haa...Sin-koen.
kalau mau berbohong janganlah dihadapanku, siapa yang berani serobot orang
dari tanganmu ?"
Hiat Goan Sin koen tertawa getir, ia tak tahu apa
hubungan gadis she Si itu dengan Tong hong Pacu, tapi ia
sadar kalau tidak memberi keterangan jelas, maka ia bakal
dibikin repot. Buru-buru sahutnya:
"Nona Si dibawa lari oleh seorang perempuan sinting
dari benteng Thian It Poo yang pada hari2 biasa dipanggil
Ciang Ooh, ilmu silat yang dimiliki perempuan sinting ini
sangat lihay, kalau anda tak percaya silahkan ditanyakan
pada mereka berdua.
Tong hong Pacu berpaling untuk kedua kakinya ia
menatap Hauw Seng serta Giok Jien tajam2 membuat
sepasang muda mudi ini jadi bergidik.
"Ooouw . . , kiranya dalam dunia kangouw sudah
muncul seorang tokoh lihay lagi " seru Tong-hong Pacu
sambil tersenyum "Waaah kalau begitu pengalamanku
sungguh cetek sekali. Eeeeei , , . Sin koen aku dengar putri kesayanganmu telah ternoda, benarkah kabar berita ini" dan
nona ini. ."
Mengungkap tentang putri kesayangannya yang ternoda,
seluruh tubuh Hiat Goan Sin-koen gemetar keras, giginya
saling beradu dengan kerasnya, umpama Loei Sam ketika
itu hadir disana, kemungkinan ia akan menubruk kearah
pemuda itu, Tong hong pacu tertawa.
"Padahal, putrimu pun terhitung salah, pikirnya terlalu cepat." ujarnya.
"Sudahlah, jangan kita bicarakan persoalan ini aku ada urusan hendak mencari sibongkok, hei tahukah kau si
bongkok telah pergi kemana?"
"Akupun sedang mencari dirinya " sahut Hiat Goan Sinkoen, per-lahan2 ia mulai tenang kembali "Aku ada maksud membawa kedua orang masuk kedalam perguruannya tapi
sampai kini aku masih belum tahu ia sudah pergi kemana?"
"Menurut apa yang kuketahui mungkin ia sudah keluar
perbatasan untuk mencari Soat-san Sam-mo, aku ingin
sedikit merepotkan dirimu pergi untuk mencari dirinya,
katakan aku menanti kedatangannya digubuk tempat
kediaman nya, ada urusan penting hendak kubicarakan
dengan dirinya, kalau kau sudah bertemu dengan dirinya
maka datanglah bersama dia."
"Tentang soal ini . . . tentang soal ini . . "
"Kenapa ?" tegur Tonghong Pacu dengan air muka
berubah: "Sebenarnya
persoalan anda sudah sepantasnya kukerjakan tapi pada saat ini kedua orang muda ini masih
membutuhkan perawatanku."
"Aaaah ini bukan persoalan berat setelah aku berangkat serahkan saja mereka berdua padaku"
Hiat Goan Sin-koen tertawa getir, ia segera berpaling
kearah Liem Hauw Seng serta Giok Jien dan ujarnya:
"Saudara ini adalah Tonghong Pacu, kalian cepat datang menghunjuk hormat kepadanya."
Giok Jien si gadis muda tidak begitu kenal dengan situasi
Bu-lim, nama Tong hong Pacu tidak begitu mempengaruhi
dirinya, berbeda dengan Liem Hauw-seng, seluruh
tubuhnya kontan gemetar keras.
Ia bukan seorang penakut. tapi saat ini air mukanya
berubah pucat pias bagaikan mayat. tak sepatah katapun
sanggup diutarakan.
Sementara itu Tong hong Pacu telah membentak
kembali: "Hey Sin-koen. kau masih belum berangkat ". kalau
sampai urusanku kacau, awas ! akan kusuruh kau
pertanggung jawabkan persoalan ini."
Setelah diancam, tentu saja Hia Goan Sin-koen tak
berani berayal lagi, buru2 serunya:
"Kalian berdua dengarkanlah perkataan Tong hong
sianseng, setelah bertemu dengan sibongkok sakti aku pasti
kembali" Sembari bicara ia putar badan dan melesat pergi dari situ.
Menanti simanusia monyet sudah berlalu, Tong hong
Pacu baru berjalan menghampiri Liem Hauw Seng berdua
ujarnya sambil geleng kepala:
"Kalian anak murid siapa " dengan kepandaian silat
seperti itu, buat apa berkeliaran dalam dunia persilatan "
apakah kalian ingin antar nyawa dengan percuma ?"
"Ayahku adalah "Thian Tie It Kiai" dari gunung Tiang Pek-san yang bernama Liem Teng." ujar Liem Hauw Seng
setelah berhasil tenangkan hatinya, "Nona ini adalah nona Giok Jien, belum pernah belajar ilmu silat."
Ayah Liem Hauw Seng bukan manusia sembarangan
dalam dunia persilatan meski sudah mati dipaksa
musuhnya terjun kejurang, tapi Tonghong Pacu tak
mungkin tak pernah mendengar nama ini. Namun orang
she Tonghong cuma mengiakan hambar, lalu menatap Giok
Jien dan berseru:
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oooouw . ia belum pernah belajar ilmu silat " aku rasa belajar mulai sekarangpun masih belum ketinggalan, belum
pernah kutemui manusia dengan bakat demikian bagusnya
!" Sambil berkata sepasang matanya dengan tajam menatap
gadis itu tak berkedip, Giok Jien jadi jengah, jantungnya
terasa berdebar keras dan akhirnya tunduk kepala rendah2,
sepatah katapun tak bicara.
"Siapa namamu ?" kembali Tong-hong Pacu bertanya
"Giok Jien !"
"Apa she mu ?"
Giok Jien tertawa getir, "Aku adalah seorang anak yatim piatu, sejak kecil dibesarkan dalam benteng Thian It Poo.
kecuali Si siocia siapapun tak tahu asalku, tapi ia tak mau beritahu kepadaku."
"Tentang soal ini kau boleh berlega hati, aku pasti dapat membantu dirimu untuk mengetahui asal usul sebenarnya."
Ucapan ini sangat mengharukan hati Giok Jien, buru2 ia
menjura. "Aaaah... kuucapkan terima kasih dahulu atas bantuan
cianpwee" Tong-hong pacu tertawa ter bahak2. "Kau tak usah
berterima kasih kepadaku, aku bernama Tong-hong Pacu,
ilmu silatku termasuk lumayan juga, dengan bakatmu yang
bagus bagaimana kalau kuangkat dirimu sebagai murid ku
?" Sejak semula Liem Hauw Seng sudah merasa maksud
yang terkandung dalam hati manusia kosen ini, maka ia
tidak kaget, lain halnya dengan Giok Jien, gadis ini kontan melengak dan berdiri melongo dengan mata terbelalak,
untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun dapat
diucapkan. Lewat lama sekali ia baru berkata:
"Hiat Goan Sin koen telah berjanji akan membawa aku
serta engkoh Hauw Seng pergi bertemu dengan si bongkok
sakti berangasan dan mengangkat beliau sebagai guru."
"Ha ha haaa . . . dengan bakatmu yang demikian bagus,
tidak pantas mengangkat sibongkok" Hmm! dengan
kepandaian secetek itu berani terima kau sebagai murid!"
"Kalau begitu kepandaian silatmu jauh lebih hebat dari pada si bongkok sakti berangasan?" seru Giok Jien
terperanjat. Tong-hong pacu mendongak tertawa terbahak-bahak, ia
menuding kearah Hauw Seng dan berkata:
"Tak berguna kau tanyakan padaku, coba kau bertanya
pada dirinya."
Buru2 Giok Jieo berpaling kearah Lim Hauw Seng.
Pemuda itu segera mengangguk.
"Giok Jien, boleh dibilang dia adalah tokoh silat nomor wahid dikolong langit dewasa ini."
Giok Jien tahu pemuda itu tidak bakal membohongi
dirinya, mendengar perkataan itu meledaklah kegembiraannya.
"Engkoh Hauw Seng," buru2 ia berseru: "Dia adalah tokoh silat nomor wahid dikolong langit, sekarang sang
tokoh sakti mau terima diriku sebagai murid aku . . engkoh
Hauw Seng, bukankah hal ini bagus sekali ?"
Liem Hauw Seng bungkam dalam seribu bahasa, sulit
baginya untuk memberi komentar. Menyaksikan engkoh
Hauw Seng-nya bungkam, Giok Jien mengira pemuda itu
tidak senang hati, segera ujarnya kembali: "Engkoh Hauw Seng, kau mohonlah kepadanya, kalau ia mau terima diri
mu sebagai murid bukankah sangat bagus sekali?"
"Aku tidak..."
Belum habis ia berkata, Tong hong Pacu sudah menukas.
"Giok Jien, kau anggap aku sudi menerima murid
seenaknya " kedua putra kandungku pun tidak kuwarisi
ilmu silatku, hal ini disebabkan mereka tidak berbakat
untuk menerima ilmu silatku ."
Mendengar ucapan ini Giok Jien makin terkejut
bercampur girang, saking senangnya ia sampai melongo.
"Kalau begitu, kau suka angkat diriku sebagai guru
bukan ?" kembali Tong hong Pacu bertanya.
"Tentu saja aku suka ?" jawab gadis itu tanpa berpikir panjang lagi.
"Bagus sekali, tapi ada
beberapa soal hendak kuterangkan dahulu, setelah kau angkat diriku sebagai guru
maka dalam tiga tahun akan ku didik dirimu jadi lihay,
karena itu selama tiga tahun ini kecuali diriku kau tak boleh bertemu dengan siapapun !"
"Lalu... bagaimana dengan engkoh Hauw Seng ?" tanya Giok Jien tertegun.
"Apakah kalian sudah jadi suami istri ?"
Merah padam selembar wajah Giok Jien.
"Belum !" ia menggeleng.
"Lalu apa salahnya berpisah selama tiga tahun apa yang kau pusingkan lagi ?"
Kembali Giok Jien berpaling kearah Liem Hauw Seng
mohon pertimbangannya, pemuda itu segera maju kedepan
dan cekal tangannya erat2.
"Giok Jien, setelah Tong hong sianseng menerima
dirimu sebagai murid, dalam tiga tahun mendatang ilmu
silatmu akan memperoleh ke majuan pesat, hanya saja...
hanya saja..."
Sebenarnya pemuda ini akan menerangkan bahwa Tonghong Pacu adalah tokoh sakti dan aliran sesat, menjadi
muridnya meski lihay tapi tingkah lakunya akan ikut2an
sesat, dan ia akan menyatakan ketidak setujuannya.
Tapi berada didepan Tong hong Pacu beranikah ia
ucapkan kata2 itu" Belum sampai ia bicara Giok Jien telah
meneruskan: "Hanya saja kita harus berpisah selama tiga tahun, engkoh Hauw Seng, aku tak tahu bagaimana aku
harus hidup tanpa dirimu?"
Tiba2 Tong hong Pacu menghardik keras:
"Untuk belajar silat, pikiran harus dipusatkan jadi satu tanpa terganggu oleh masalah lain, waktu tiga tahun akan
berlalu dalam sekejap, tiga tahun kemudian kau boleh
menunggu kedatangannya disebelah barat kota Siang yang."
Bersamaan dengan ucapan
itu, Tong hong Pacu menyambar tangan gadis itu dan mencelat pergi dari sana.
"Giok Jien!" teriak Liem Hauw Seng dengan hati gelisah.
Tapi . . dalam sekejap mata bayangan Tong-hong Pacu serta
Giok Jien telah lenyap tak berbekas.
Kedatangan mereka berdua ke daratan Tiong-goan
adalah bertujuan angkat sibongkok sakti sebagai guru,
sungguh tak nyana dalam sekejap mata telah terjadi
perubahan besar, Giok Jien telah diterima sebagai murid
oleh Tong hong Pacu. sijago kosen aliran hitam.
Perpisahan mendatangkan kesedihan, lama sekali
pemuda Hauw Seng berdiri ter mangu2, ia tak tahu apa
yang harus dilakukan pada saat ini, akhirnya dalam
keadaan apa boleh buat ia berjalan kearah mana Hiat Goan
Sin-koen berlalu tadi.
Setengah jam lamanya ia berjalan diatas gunung,
keadaan medan makin lama semakin curam dan berbahaya,
tebing tinggi menjulang ke angkasa jurang yang dalam
memisahkan puncak yang satu dengan puncak yang lain,
makin berjalan pemuda itu makin tersesat hingga akhirnya
dari tempat kejauhan adanya gemuruh air sungai.
Mendengar ada suara air, semangat Hauw Seng berkobar
kembali, segera ia berlari menghampiri sungai itu dengan
maksud beristirahat, tapi ia tertegun. Apa yang terjadi"
ternyata sungai itu bukan lain adalah sungai dimana tadi ia duduk bersandingan dengan Giok Jien, kiranya setengah
harian ia mendaki gunung akhirnya kembali lagi ketempat
semula. Pemuda itu tertawa getir ia berjalan mendekati batu
besar dimana tadi ia duduk berduaan, atau mendadak
dijumpainya seseorang berdiri disamping batu tersebut.
Orang itu berdiri tak bergerak disana, bajunya abu2 dan
berusia enam puluh tahunan, perawakannya tinggi dengan
wajah agung, Namun ketika itu sepasang alisnya berkerut
kencang, se akan2 ada satu masalah besar sedang
memusingkan benaknya.
Lama sekali orang itu memandang aliran air dalam
sungai, akhirnya ia menghela napas panjang dan berpaling
kearah Liem Hauw Seng. "Kemarilah kau bocah !" ia berkata. Nadanya sangat datar, membuat orang sulit untuk
menebak perasaannya ketika itu.
"Cianpwee kau ada urusan apa ?" pemuda itu segera maju menjura.
Memandang aliran air dalam sungai lama sekali kakek
itu membungkam. lalu menghela napas panjang dan
bertanya: "Dapatkah kau melakukan suatu pekerjaan buat diriku ?"
Dalam keadaan kesal, sebetulnya Liem Hauw Seng tidak
ingin mencari kerepotan tapi setelah dilihatnya kakek tua
itu makin dipandang makin berwibawa ia lantas menduga
orang ini tentu seorang tokoh silat lihay.
"Baiklah" sahutnya setelah tertegun sejenak, "Entah cianpwee ada perintah apa ?"
"Dapatkah kau bantu aku pergi satu kali kelembah CoeiHong-Kok digunung Go-bie."
Jantung Hauw Seng berdebar keras. siapa yang tak kenal
dengan lembah Coei Hong-Kok digunung Go bie " asalkan
seorang akhli silat pasti akan kenal dengan lembah tersebut.
Lembah Coei Hong Kok adalah tempat tinggal Si Thay
sianseng, tokoh silat paling lihay dikolong langit dewasa ini atau dengan perkataan lain sikakek tua yang berada
dihadapannya bukan lain adalah Si Thay sianseng sendiri.
"Aaaah. . . kiranya cianpwee adalah Si Thay sianseng !"
saking girangnya tak kuasa ia berteriak.
Si Thay sianseng tertawa kering.
"Kau berangkatlah kelembah Coei Hong Kok dan
beritahu seisi lembah, sebelum kutemukan murid durhaka
tersebut tak akan kembali kerumah, dan sebelum aku
kembali apa bila Tong hong Pacu datang, suruh mereka
layani se baik2 nya, jangan sampai bergebrak, suruh mereka
ingat, ingat selalu !"
"Pesan cianpwee pasti akan aku sampaikan tapi
boanpwee belum pernah datang kegunung Go bie, aku
takut orang disana tidak percaya kepadaku."
"Tiiing !" dari balik sakunya Si Thay Sian-seng ambil keluar sebuah cincin emas kecil, sambil menyerahkan benda
itu ia berkata: "Dengan membawa cincin ini mereka pasti akan menerima dirimu dia mempercayai ucapanmu, kau
harus berhati2, gelang emas itu jangan sampai hilang !"
Dengan sangat hormat Liem Hauw Seng menerima
gelang emas itu lalu mundur selangkah kebelakang dan siap
berlalu. Tiba2 ia teringat akan sesuatu segera ujarnya kembali:
"Si cianpwee, ada sebuah urusan ingin kumohon
petunjukmu ?"
"Katakanlah terus terang !"
"Aku... aku punya seorang sahabat sehidup semati
kurang lebih setengah jam berselang telah di bawa pergi
oleh Tong-hong Pacu, ia bilang bakatnya sangat bagus
maka hendak menerima dirinya sebagai murid."
Air muka Si Thay sianseng berubah hebat setelah
mendengar ucapan itu.
"Ada kejadian semacam ini ?" serunya.
"Benar ! kejadian ini benar2 telah terjadi, dia... padahal ia tak pernah belajar silat, dia adalah seorang gadis yatim piatu yang sudah angkat sumpah setia dengan diriku, tapi
Tong hong Pacu bilang tiga tahun kemudian kami berdua
baru boleh berjumpa lagi, bisa dipercayakah ucapannya ini
?" Dengan wajah serius Si Thay sianseng mendengarkan
semua penuturan pemuda itu, dari sikap tersebut Liem
Hauw Seng dapat menarik kesimpulan bahwa urusan amat
berbahaya dan serius.
Menanti pemuda itu menyelesaikan kata2nya, Si Thay
Sianseng baru berkata:
"Sepanjang hidup Tong-hong Pacu selain pegang teguh
ucapannya, ia bilang satu tetap satu berkata dua tetap dua, setelah ia berjanji untuk pertemukan kembali kalian berdua
tiga tahun kemudian, aku rasa ia tak akan membohongi
dirimu, tapi . . . aku takut sampai waktunya."
Berbicara sampai disitu, mendadak ia berhenti bicara.
"Sampai waktunya kenapa ?" tanya Liem Hauw Seng
penuh kecemasan.
Si Thay sianseng tidak menjawab pertanyaan itu, ia
cuma menghela napas panjang.
"Bagaimana keadaannya setelah tiga tahun kemudian,
bagaimana aku bisa menerkanya" aku kan bukan seorang
malaikat ! setelah berada di gunung Go bie. apabila kau
berniat tinggal di lembah Coei Hok Kok beberapa waktu,
silahkan !"
"Nah, sekarang kau boleh berangkat."
-oo0dw0oo- Jilid 10 UJUNG bajunya segera dikibaskan kedepan, segulung
angin desiran yang lunak dan empuk seketika menggulung
tubuh Liem Hauw Seng sehingga mundur tiga lima tombak
jauhnya kebelakang.
Menanti pemuda itu berdiri tegak, maka bayangan Si
Thay sianseng pun sudah lenyap tak berbekas dari depan
matanya. Beberapa patah kata dari tokoh sakti dunia persilatan ini
semakin membuat pikiran Liem Hauw Seng bertambah
kalut, dengan hati yang kacau ia lanjutkan perjalanannya
kedepan, menanti cuaca mulai gelap ia sudah keluar dari
daerah pegunungan Lak Ban San.
Ditengah hutan disebuah lapangan yang kecil ia
membuat api unggun dan duduk ter mangu2 di sana, lama
sekali pemuda itu ambil keluar gelang emas tadi dan
dipandangnya dengan sinar mata mendelong.
Gelang emas itu merupakan benda kepercayaan Si Thay
Sianseng, bentuknya tidak terlalu besar tapi indah dan
menawan hati. Beberapa waktu kemudian Liem Hauw Seng menyimpan
kembali gelang emas tadi kedalam saku, mendadak
terdengar seseorang berseru tertahan.
"Eeei bukankah benda itu adalah gelang emas benda
kepercayaan Si Thay sianseng " darimana anda dapatkan
benda tersebut ?"
Ucapan ini membuat Liem Hauw Seng sangat
terperanjat tapi dengan cepat hatinya jadi lega kembali,
sebab setelah orang itu mengenali gelang emas tersebut
berarti ia tahu akan asal usul benda itu, siapa yang berani mencari gara2 dengan Si Thay sianseng "
Setelah menyimpan gelang emas tadi, lambat2 Liem
Hauw Seng angkat kepala, kurang lebih dua tombak
dihadapannya, disisi sebuah pohon besar berdirilah
seseorang. Usia orang itu masih sangat muda, kurang lebih dua
puluh lima, enam tahunan, badannya kurus kering,
wajahnya pucat pasi bagaikan mayat namun sepasang
Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya memancarkan cahaya berkilat, siapapun akan
segera ketahui kalau orang ini amat cerdik.
Sementara itu Liem Hauw Seng merasa wajah pemuda
itu sangat dikenali olehnya, hanya ia lupa siapakah orang
itu. Pambaca budiman, dapatkah anda sekalian menerka
siapakah sianak muda itu " dia bukan lain adalah Loei Sam.
Bagaimana Loei Sam bisa berada disitu" Kiranya pada
waktu itu setelah ia menggelinding jatuh dari atas pagoda
dibenteng Thian it Poo bersama Ciang Ooh, dengan hati
gembira Loei Sam mengira kitab pusaka "Sam Poo Cin
Keng" tersebut pasti akan terjatuh ketangannya.
Dalam perkiraan Loei Sam. setelah ia membokong Ciang
Ooh kemudian perempuan itu menggelinding jatuh dari
atas pagoda, ia pasti jatuh tidak sadarkan diri, dan kitab
pusaka Sam Poo Cin Keng tadi dengan mudah akan
terjatuh ketangannya.
Siapa sangka peristiwa berlangsung diluar dugaan, ketika
tubuh Ciang Ooh menggelinding hingga sepuluh tingkat,
tiba2 perempuan itu melejit dan meloncat ketengah udara.
Perobahan ini membuat Loei Sam kaget, dengan
melejitnya Ciang Ooh maka Loei Sam merasakan ada
segulung tenaga besar mementalkan tubuhnya meninggalkan anak tangga dan meluncur kebawah dengan
kecepatan penuh.
Loei Sam terkesiap, tubuhnya bagaikan anak panah
terlepas dari busur meluncur kebawah dengan cepatnya,
untung reaksinya cukup cepat, buru2 ia salurkan hawa
murninya mengelilingi seluruh badan, ketika sang tubuh
berada enam tujuh tombak dari permukaan sepasang
telapak nya berbareng didorong kebawah.
Pukulan ini mendatangkan tenaga pantulan yang kuat,
hal ini membuat gerakan daya luncur tubuhnya semakin
lambat dan berhasil hinggap diatas permukaan dengan
empuk. Menanti ia bisa berdiri tegak, Ciang Ooh yang
menggelinding kebawah pun sudah keluar dari pagoda.
badannya menggelinding terus sejauh beberapa tombak
untuk kemudian sang tubuh melingkar jadi satu dan tak
berkutik lagi. Menyaksikan kejadian itu, Loei Sam kegirangan
setengah mati, buru2 ia melangkah dua langkah kedepan,
sebagai lelaki cerdas yang banyak akal ia bertindak sangat
hati2 untuk menghindari dari sergapan sang perempuan
tengkorak yang mungkin berpura2 mati ketika berada lima,
enam depa didepan Ciang Ooh ia berhenti.
Kemudian memungut sepotong batu bata dan di sertai
tenaga lwekang ia sambit batu tadi keatas punggung Ciang
Ooh keras2 Maksud Loei Sam dengan timpukannya ini adalah untuk
menghindari sergapan perempuan itu seandainya ia pura2
jatuh pingsan, tapi ia lupa Ciang Ooh adalah seorang
perempuan gila tidak mungkin manusia yang otaknya
kurang waras bisa mengatur jebakan tersebut.
Kadangkala, orang cerdik pun berbuat bodoh setelah
jatuh dari atas tangga pada waktu itu Ciang Ooh benar2
jatuh tidak sadarkan diri, bilamana Loei Sam menggunakan
keadaannya ini maka tidak seharusnya ia timpuk punggung
perempuan tengkorak itu dengan batu bata.
Dalam pada itu, batu bata tadi dengan disertai desiran
tajam bersarang telak diatas punggung Ciang Ooh dimana
terletak jalan darah "Sin ciang-hiat."
Dengan terbenturnya jalan darah tersebut, Ciang Ooh
yang pingsan seketika dibikin sadar kembali.
Perempuan itu buka matanya lebar2. lalu dengan cepat
meloncat bangun dari atas tanah dan lari meninggalkan
tempat itu. Loei Sam tidak ingin kitab pusaka "Koei Thiao Pit Lip"
lenyap dari tangannya, melihat Ciang Ooh melarikan diri
dari sana ia mengejar dari belakangnya, tapi makin lari
perempuan itu bergerak semakin cepat sehingga akhirnya
pemuda itu tak dapat menahan diri dan membentak keras:
"Ciang Ooh, berhenti ! aku ada urusan hendak
dibicarakan dengan dirimu !" Bentakan ini mendatangkan reaksi yang cepat, Ciang Ooh segera berhenti dan putar
badan, sepasang matanya yang hijau menyeramkan dengan
tajam menatap wajah pemuda itu tajam2.
"Siapa kau " ada urusan apa kau memanggil-diriku ?"
tanya Ciang Ooh dengan nada dingin.
"Benarkah kau tidak tahu siapa aku ?" tegur Loei Sam dengan nada menyelidiki sementara dalam hati ia berpikir:
"Bagus sekali, barusan saja aku bergebrak mati2an
melawan dirimu, sekarang kau sudah lupa siapa aku ?"
Ciang Ooh menggeleng, "Aku benar2 tidak tahu !"
jawabnya. "Ada seseorang suruh aku datang kemari untuk meminta
sesuatu benda dari tanganmu ." kata pemuda itu lebih jauh.
Sembari berkata ia buat persiapan lalu selangkah demi
selangkah maju mendekati perempuan itu.
"Siapa yang suruh kau datang kemari ?" tanya Ciang Ooh, sementara wajah tengkoraknya berkerut, "Benda apa yang ia minta ?"
"Orang yang suruh aku datang kemari adalah sitelapak
berdarah Tong Hauw !" sambil menjawab pemuda itu
perhatikan perubahan sikap Ciang Ooh dengan seksama,
sebab reaksi dari perempuan itu mempunyai hubungan
yang erat dengan didapatkan atau tidaknya kitab pusaka
"Kioe Thian Pit Kip" tersebut.
"Sitelapak berdarah Tong Hauw" empat patah kata
membuat seluruh tubuh Ciang Oh tergetar keras, tulang
belulang yang kurus bergemerutukan keras, mulutnya
menganga lebar2.
"Si tee . . . telapak . . . berdarah . . . Tong . . . Hauw !"
"Kenalkah kau dengan orang ini ?" dengan cepat Loei Sam menyambung, "Dialah yang suruh aku datang
kemari." "Kenalkah aku dengan orang ini ?" suara Ciang Ooh amat lemah, seakan2 ucapan ini di utarakan dan tempat
yang sangat jauh "Aku kenal suara ini, tentu saja aku kenal dengan orang ini !"
Ambil kesempatan itu Loei Sam melangkah beberapa
langkah lebih dekat dari hadapan perempuan tersebut.
"Kalau kau kenal dengan orang itu, bagus sekali, dialah yang menitahkan aku untuk datang kemari minta semacam
benda darimu."
"Lalu sekarang ia berada dimana?"
"Asalkan kau berikan benda miliknya kepada nya, maka
ia akan segera datang kemari untuk berjumpa denganmu,
paham?" Dengan sangat berat Ciang Ooh mengangguk tanda
mengerti. "Apa yang ia minta?" tanyanya kemudian.
Loei Sam merasakan jantungnya berdebar sangat keras,
ia berusaha menahan diri dan buru2 menyahut.
"la minta kitab pusaka Kioe Thian Pit Lip." Sekali lagi seluruh tubuh Ciang Ooh gemetar keras, agaknya ia amat
bersedih hati. "Kitab pusaka Kioe Thian Pit Lip " benda apakah itu!
aku tidak memiliki benda semacam itu, benarkah kalau aku
tak punya barang itu lantas tak dapat berjumpa lagi dengan
dirinya" "Tidak. . . kau salib besar, benda itu kau punya, yang kumaksudkan Kioe Thian Pit Lip adalah selembar
gulungan kain sutra yang penuh dengan lukisan bentuk
manusia, asalkan kau berikan benda itu kepadaku maka
Tong Hauw segera akan datang kemari menjumpai dirimu
!" "Benda inikah yang kau maksudkan ?" Dari tenggorokkan Ciang Ooh mulai terdengar suara gemerutukan keras, ia perlihatkan gulungan kain sutra
diatas tangannya itu.
"Benda ini bukan Kioe Thian Pit Lip, banyak tahun
berselang seorang bangsa Han yang mati ditanah Biauw
kami serahkan benda tersebut kepada ku, menurut pesannya
benda ini tak boleh diperlihatkan ktpada orang lain."
Menjumpai kitab pusaka "Kioe Thian Pit Lip" tersebut, jantung Loei Sam berdebar semakin keras. Ketika itu ia
hanya berdiri empat lima depa dihadapan Ciang Ooh cukup
tangannya diulurkan kedepan benda tersebut akan segera
berada ditangannya.
Ia tarik napas panjang2 dan berkata: "Coba kau
dengarkan dahulu perkataanku."
Tiba2 pergelangan tangan kirinya membalik, "Sreeet !"
dengan kecepatan bagaikan kilat ia melancarkan sebuah
serangan kedepan.
Merasakan datangnya serangan, Ciang Ooh miringkan
badannya kesamping, dengan gerakan ini serangan Loei
Sam yang semula mengancam dada segera bersarang
dengan telaknya diatas bahu, Loei Sam yang ada niat
merampas Kioe Thian Pit Lip tersebut sejak semula sudah
memperhitungkan segala gerak-geriknya, perduli serangan
pemuda itu bersarang dimanapun ia sudah persiapkan
gerakan selanjutnya.
Meminjam tenaga pantulan dari serangannya yang
bersarang dibahu Ciang Ooh, sang tubuh mencelat ketengah
udara kemudian berkelebat lewat dari atas kepala
perempuan itu. Dikala sang badan menyambar lewat dari atas kepala
indah. telapak kiri dengan cepat menotok jalan darah " Pik Hwie Hiat" diatas batok kepala Ciang Ooh.
Meskipun perempuan tengkorak Ciang Ooh adalah
seorang manusia berotak sinting, namun reaksinya cukup
sebat terhadap datangnya setiap serangan, merasakan
adanya bokongan dari atas kepala ia segera miring
kesamping. Loei Sam menduga perempuan itu pasti akan balas
menyerang dirinya dengan Kioe Thian Pit Lip sebagai
senjata, tapi Ciang Ooh tidak berbuat demikian ia tidak
melancarkan serangan balasan.
Sepasang kaki Loei Sam segera melancarkan tendangan
berantai menghajar dada Ciang Ooh, sementara tangan
kirinya menyambar Kitab pusaka Kioe Thian Pit Lip
tersebut dan ditarik keluar.
Sejak Loei Sam bertindak, melancarkan serangan,
meloncat keatas, menotok, menendang dan merampas kitab
pusaka tersebut, semuanya dilakukan dalam sekejap mata,
tidak malu ia disebut anak murid Si Thay sianseng.
Setelah berhasil mencekal Kioe Thian Pit Lip tersebut,
Loei Sam kegirangan setengah mati, dalam perhitungannya
Pendekar Sejagat 5 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Pendekar Super Sakti 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama