Ceritasilat Novel Online

Bagus Sajiwo 7

Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


"Engkau tidak merasakan sesuatu yang tidak enak atau
nyeri pada tubuhmu?" tanya Bagus Sajiwo.
"Sa ma sekali tidak, Bagus, bahkan rasanya hangat nyaman.
Ada hawa yang tadi meliar dalam tubuhku, akan tetapi
sekarang sudah dapat kukuasai dan berdiam di dalam pusar.
Bagus, ini adalah tenaga sakti yang a mat hebat, yang aku
yakin datang karena khasiat jamur itu. Karena itu, makanlah
jamurmu agar engkau dapat merasakan juga dan dapat
me mbimbingku untu k menguasai tenaga dahsyat itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah melihat bahwa Maya Dewi benar-benar sehat dan
tidak keracunan, hati Bagus sajiwo menjad i lega. Mendengar
desakan Maya Dewi, diapun segera makan ja mur bagiannya.
Benar kata Maya Dewi tadi. Rasa jamur itu cukup enak,
baunya harum. Dia makan ja mur itu sa mpai habis, lalu dia
duduk bersila di depan Maya Dewi karena dia dapat menduga
bahwa sebentar lagi khasiat ja mur itu a kan bekerja dan dia
harus siap menguasai hawa sakti yang dahsyat dan liar itu
kalau menguasai dirinya.
Dia tidak menanti la ma. Tubuhnya mulai terasa hangat dan
tubuhnya mulai menge luarkan uap panas! Benar saja, ada
tenaga sakti yang bergerak-gerak dari da la m perutnya
menja lar ke seluruh tubuhnya dan ketika me masuki bagian
kepalanya dia merasa pening seperti orang mabo k. Cepat
Bagus Sajiwo mengerahkan tenaga dalamnya menyambut dan
menguasai tenaga sakti liar itu. Rasanya seperti menunggang
seekor kuda liar yang melompat-lompat dan meronta-ronta.
Akan tetapi perlahan-lahan dia yang terus mengikuti gerakan
tenaga sakti itu seperti dapat mengenal ulahnya dan dapat
menyesuaikan diri sehingga dia dapat menguasainya.
Maya Dewi sejak tadi memperhatikan Bagus Sajiwo yang
duduk bers ila sa mbil me meja mkan kedua matanya. Kini
me lihat pe muda itu me mbuka mata.
Ia bertanya. "Bagaimana, Bagus?"
"Dewi, sekarang biarkan tenaga sakti itu keluar dari pusar
dan ikuti saja seperti engkau menunggang seekor kuda liar.
Perhatikan ulah geraknya sehingga engkau dapat mengenal
benar mula i dapat menyesuaikan diri dan mengenda likannya.
Mari, coba, jangan ragu dan takut."
Maya Dewi menurut. Begitu tenaga itu lepas dan menjalar
ke seluruh tubuh, tubuhnya bergoyang-goyang, termasuk
kepalanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tenang... ikuti saja... perhatikan gerak geriknya dan
engkau akan mengena lnya dan dapat mengendalikannya."
kata Bagus Sajiwo.
Maya Dewi mengikuti petunjuk Bagus Sajiwo. Akan tetapi
karena pada dasarnya ia tidak sekuat Bagus Sajiwo yang
dalam waktu singkat dapat menguasai dan mengendalikan
tenaga sakti itu, Maya Dewi me mbutuhkan waktu agak lama,
ia harus sabar dan perlahan-lahan mencoba untuk menguasai
tenaga liar itu.
"Latihlah terus, Dewi. Aku hendak naik ke atas dan mencari
pakaian dan bahan makanan." kata Bagus Sajiwo.
Maya Dewi mengangguk. "Ambil perhiasanku, di ba lik ikat
pinggang ini." Katanya tanpa berhenti melatih diri menguasai
tenaga sakti yang liar itu.
Maklum bahwa kalau Maya Dewi menghentikan latihannya,
tenaga sakti itu akan meliar dan me ngamuk seperti tadi,
Bagus Sajiwo menghilangkan rasa rikuh dan dia menga mbil
sebuah kantung merah kecil dari balik ikat pinggang Maya
Dewi. Kantung merah kecil itu berisi beberapa potong perhiasan
yang mahal harganya. Dia menga mbil sebuah gelang e mas
lalu menge mbalikan kantung merah itu ke balik ikat pinggang
Maya Dewi. Gelang itu disimpannya.
"Aku pergi, Dewi." katanya dan dia lalu me manjat tebing
yang kemar in telah dipilihnya.
Bagus Sajiwo terperanjat dan terheran ketika mendapat
kenyataan betapa mudahnya dia me manjat ke atas, bagaikan
seekor cecak me manjat dinding saja! Dia merasakan betul
bahwa tenaga saktinya bertambah, berlipat ganda dibandingkan biasanya. Tubuhnya dapat dibuatnya ringan
sekali sehingga dia dapat bergerak cepat memanjat ke atas
dan jari-jari dan telapak tangannya memiliki daya melekat
pada dinding batu karang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia yakin bahwa dalam keadaan biasa, tak mungkin dia
dapat memanjat semudah dan secepat itu. Tentu saja dia
menjad i girang se kali dan diapun mengerti bahwa ini tentulah
daya yang ampuh dar i khasiat ja mur aja ib itu. Tentu saja dia
merasa girang sekali, terutama girang karena Maya Dewi juga
mendapatkan tenaga sakti yang ajaib itu.
Kini wanita itu tentu menjad i sakti mandraguna, jauh lebih
sakti danpada dulu ketika ia masih menjad i seorang datuk
sesat. Apalagi kalau mereka berdua sudah me mpe lajari kitab
yang mereka temukan, yaitu kitab yang mengandung Aji Sari
Bantala! Akan tetapi dia harus lebih tekun pula berusaha
me mbe lokkan jalan hidup Maya Dewi, kejalan yang lurus,
jalan kebenaran dan kebajikan!
Dengan bekal ge lang e mas yang mahal harganya itu,
mudah saja bagi Bagus Sajiwo untuk me mbeli beberapa
potong pakaian lengkap untuk dia dan Maya Dewi. Juga ia
me mbe li beras, bumbu-bumbu dan bahan ma kanan lain.
Untuk se mua be lanjaannya ini, harga gelang itu mas ih lebih
banyak sehingga dia me mbawa pula uang kemba linya. Tidak
lupa dia me mbe li prabot untuk me masak dan ketika menuruni
tebing, semua itu dimasukkan dalam sebuah karung besar
yang dipanggulnya. Tidak lupa dia me mbawa pula a lat
pembuat api dan sebatang kayu besar untuk dibuat kayu
bakar. Hari telah siang ketika dia merayap turun melalui tebing itu,
dari lereng bukit kapur. Dari atas hanya tampak celah-celah
batu dan keadaan di bawah tidak tampak karena terhalang
batu, maka tidak mungkin ada orang menduga bahwa di
bawah sana terdapat ruangan luas di mana terdapat
terowongan di ba wah per mukaan a ir menuju ke muara.
Ketika akhirnya Bagus Sajiwo tiba di ruangan itu, dia
me lihat Maya Dewi sudah menanti dan me mandang
kepadanya dengan senyum man is dan mata bersinar, wajah
berseri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, engkau me mbawa barang begitu banyak dan dapat
menuruni tebing demikian cepatnya! Engkau hebat sekali,
Bagus!" "Bagaimana denganmu, Dewi" Apa kah engkau sudah dapat
menguasai tenaga sakti dar i Ja mur Dwipa Suddhi itu?"
"Sudah, Bagus. Bahkan aku sudah berlatih dengan tenaga
itu." kata Maya Dewi sa mbil me mbantu Bagus Sajiwo
menurunkan barang-barang belanjaannya. "Mari kaulihat!"
Maya Dewi mengha mpiri tepi air muara yang masu k ke
ruangan itu dan ia menggerakkan kedua tangannya
mendorong ke arah air. Air itu segera bergelombang seolah
didorong angin atau tenaga yang amat kuat! Bagus Sajiwo
mengangguk-angguk.
"Bagus sekali, Dewi. Aku tadipun sudah me mbuktikannya
sendiri. Kita benar-benar menerima anugerah Gusti Allah,
mendapatkan tenaga sakti yang luar biasa. Aku dapat
me manjat tebing itu de ngan amat mudahnya. "
Mereka berdua menjad i girang dan Bagus Saj iwo mengajak
Maya Dewi untuk berlutut dan berdoa kepada Gusti Allah,
menghaturkan terima kasih atas berkah-Nya yang berlimpahan. Setelah itu, mereka mulai s ibuk me mbuat api dan hendak
menanak beras. Maya Dewi girang bahwa Bagus Sajiwo tidak lupa
me mbe li bumbu-bumbu, juga beberapa maca m sayuran.
"Sayang aku tidak bisa mene mukan orang menjual daging
segar, maka aku hanya membe li daging kering yang di-asin."
kata Bagus Sajiwo.
"Mengapa repot" Di sini banyak terdapat ikan. Tadi aku
me lihat ikan-ikan lele dan bader yang cukup besar bere nang di
air. Biar aku tangkap beberapa ekor!" kata Maya Dewi dan
seperti seorang anak kecil yang bergembira, ia berlari-lari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuju ke tepi sungai da la m perut bukit itu. Akan tetapi ia
menahan jeritnya karena ketika me lompat dan ber lari,
lompatannya amat jauh dan larinya seperti angin. Demikian
ringan rasa tubuhnya.
"Hati-hati, Dewi. Jangan tergesa-gesa!" kata Bagus Sajiwo
sambil tertawa.
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 12 SETELAH tiba di tepi sungai yang cukup dalam itu, Maya
Dewi berdiri dia m dan matanya memandang ke air, tak pernah
berkedip dan waspada. Akhirnya ia me lihat bayangan
beberapa ekor ikan berenang di bawah permukaan air.
Cepat ia mengerahkan tenaga sakti ke tangan kanannya
dan dipukulkannya ke depan. Hawa pukulan yang kuat
menya mbar ke arah bayangan ikan-ikan dalam air itu. Air
pecah dan tiga ekor ikan kena dihantam hawa pukulan itu,
mati seketika dan menga mbang di atas air.
Maya Dewi cepat menga mbilnya sebelum ikan-ikan itu
diseret air yang selalu bergerak karena terdorong oleh air
yang datang dari luar. Ia lalu berlari-lari me nghampiri Bagus
Sajiwo sambil me mbawa tiga ekor ikan dalam kedua
tangannya. Ikan-ikan itu cukup besar, sebesar lengannya!
"Lihat ini hasil tangkapanku!"
katanya bangga me mper lihatkan tiga ekor ikan bader itu.
Bagus Sajiwo me mandang dengan senyum lebar dan sinar
mata kagum. Dari te mpat ia duduk menjaga ap i yang
menanak beras tadi dia dapat melihat apa yang dilakukan
Maya Dewi. Wanita itu kalau sa mpa i tersesat lagi, akan
menjad i seorang yang amat berbahaya
dan dapat men imbulkan banyak bencana di antara manusia, pikirnya.
Mereka lalu masak ikan-ikan itu dan tak lama kemudian,
mereka sudah makan nasi dengan lauk sayur dan daging ikan,
minum air teh dari cangkir-cangkir yang dibeli oleh BagusSajiwo. Setelah makan, me mbersihkan prabot masak dan
prabot makan, lalu berganti pakaian baru yang dibeli oleh
Bagus Sajiwo, mereka duduk di atas batu, berdampingan
karena ke-duanya bersama-sama me meriksa isi kitab Aji Sari
Bantala. Bagus Sajiwo me mbaca bagian perta ma kitab itu dan
menerangkan kepada Maya Dewi. Ternyata bagian pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kitab itu adalah latihan pernapasan dan cara mengendalikan
hawa sakti dalam tubuh, juga mengatur keseimbangan jalan
darah sehingga tubuh akan tetap seimbang dan sehat.
"Untuk apa berlatih seperti itu" Kita sudah sejak dulu
berlatih menghimpun tenaga sakti. Lebih ba ik teruskan baca
bagian selanjutnya, Bagus." kata Maya Dewi.
"Bukan begitu caranya belajar sesuatu, Dewi. Orang harus
mulai suatu perjalanan dengan langkah awal, langkah
pertama. Kalau hendak me mpelajari sebuah kitab, kita harus
me mbacanya dari halaman perta ma. Ketahuilah, petunjuk
pertama dalam kitab ini adalah penting sekali, bukan se kedar
pelajaran untuk menghimpun tenaga sakti seperti yang pernah
engkau pelajari. akan tetapi ini merupakan pelajaran yang
khusus untuk dapat mengendalikan secara se mpurna tenaga
sakti dahsyat dan liar yang baru saja kita terima melalui
makan Jamur Dwipa Suddhi."
Maya Dewi tersenyum. "Baiklah, baiklah, den bagus!
Jangan ngotot dan galak, aku akan mentaatimu."
Bagus Sajiwo tersenyum dan dia melanjutkan dengan
me mbuka dan me mberi penjelasan tentang pelajaran tingkat
pertama dari kitab yang mere ka te mukan itu.
Demikianlah, mula i hari itu, mereka me mpelajari is i kitab
dan me latih d iri sesuai dengan petunjuk kitab itu. Akan tetapi
temyata Aji Sari Bantala itu merupakan aji yang amat aneh
dan juga tidak mudah.
Baru permulaannya saja ternyata tidak mudah, apalagi bagi
Maya Dewi dan ternyata bagi mereka bahwa untuk menguasai
pelajaran permulaan itu saja me mbutuhkan waktu sa mpai
seratus hari lebih! Dengan tekun mereka mulai berlatih Aji Sari
Bantala di ruangan dalam perut bukit karang itu. Untuk
keperluan makan mereka, bergantian mereka keluar dari situ
me manjat tebing dan pergi berbelanja ke dusun-dusun yang
cukup jauh dari situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
**oOdwOo** Kita tinggalkan dulu Bagus Sajiwo dan Maya Dewi yang
sedang tekun me mpe lajari ilmu yang tinggi dan sukar di dala m
ruangan tersembunyi itu untuk me lihat para tokoh dan datuk
persilatan yang cerai berai meninggalkan pondok milik
Pangeran Jaka Bintara dan paman gurunya, yaitu Kyai Gagak
Mudra. Mereka semua men inggalkan Pondok, akan tetapi
ternyata tidak meninggalkan daerah Muara Sungai Lorog.
Diantara mereka yang muda ada beberapa orang yang
sempat me lihat ketika Bagus Sajiwo dan Maya Dewi diserang
delapan orang dengan temba kan sehingga dua orang yang
digdaya dan tadi menga muk dalam pondok tercebur dalam


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muara yang dalam. dan agaknya tewas dan tenggelam karena
tidak ta mpak muncul lagi.
Mereka tidak beran i mengganggu rombongan mata- mata
Kumpeni yang dipimpin Tatang dan Wirya itu.
Setelah menunggu sa mpai lama tidak ta mpak dua orang itu
muncul kemba li dari dalam muara, Tatang dan Wirya merasa
yakin bahwa mereka tentu tewas dan tenggelam. Maka
mereka segera meninggalkan tempat itu dengan hati girang
untuk me lapor kepada Kumpeni bahwa mereka telah berhasil
me mbunuh Nyi Maya Dewi yang dianggap berkhianat oleh
Kumpeni Belanda.
Berita tentang kematian Bagus Sajiwo dan Maya Dewi itu
segera tersiar luas dan terdengar oleh para datuk yang sedang
berusaha mencari Ja mur Dwipa Suddhi di sekitar muara itu.
Mereka menjadi besar hati karena menganggap bahwa
saingan berat itu telah tewas. Hanya tiga orang pertapa yang
tidak ikut mengeroyok Maya Dewi dan Bagus Sajiwo yang
menerima berita itu dengan tenang saja, bahkan dalam hati
mereka menyayangkan bahwa seorang pemuda re maja yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian sakti mandraguna tewas secara menyedihkan,
ditemba k oleh ka ki tangan Kumpeni Belanda.
Mereka bertiga ini adalah W iku Menak Jelangger, pertapa
dari Bla mbangan, Resi Sapujagad pertapa Gunung Merapi, dan
Bhagawan Dewokaton pertapa Gunung Bromo. Mereka bertiga
mencari ja mur yang diperebutkan itu dengan cara bersamadhi
di tepi muara, di tempat terpisah, untuk mohon petunjuk para
dewa dimana adanya Jamur Dwipa Suddhi yang dicar i-cari itu.
Sementara itu, mereka yang tadi mengeroyok Maya Dewi,
Bagus Sajiwo, dan Ki Sumali dan kemudian melarikan diri cerai
berai, tentu saja menjadi girang mendengar akan tewasnya
Nyi Maya Dewi dan kawan-kawannya, seorang pemuda remaja
yang sakti mandraguna itu.
Mereka lalu melanjutkan n iat mereka untuk mencari Ja mur
Dwipa Suddhi di sekitar Muara Sungai Lorog secara
berpencaran, ada yang sekelompok, ada pula yang sendirisendiri. Ki Kebondanu jagoan Surabaya yang tinggi besar itu
mencari-cari di tepi muara, terkadang mencongkel-congkel
pasir atau menggulirkan batu-batuan yang berada di tepi
muara. Jagalabilawa meneliti tebing karang, mencar i-cari dan kalau
mene mukan celah lalu dirogoh dan diper iksanya, kalau
mene mukan guha lalu dimasukinya dan diper iksanya dengan
teliti. Pangeran Banten, Raden Jaka Bintara dan Kyai Gagak
Mudra juga tidak kalah s ibuknya. Mereka bahkan menda ki
tebing dan mencar i-cari.
Para pencari muda juga tersebar di daerah itu dan seolah
menyusuri pantai Laut Selatan untuk mencar i pusaka yang
amat diinginkan itu. Kalau sudah bosan mencari ke atas tebing
karena tidak me ne mukan sesuatu, mereka lalu turun dan
mencari di tepi muara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampa i matahari terbenam se mua orang mencar i na muh
belum ada yang mene mukan pusaka yang dicar i dan terpaksa
menghentikan pencarian itu karena cuaca mulai gelap
sehingga tidak me mungkinkan mere ka mencari.
Mereka melewatkan malam di dalam pondok milik Pangeran
Raden Jaka Bintara yang tadi ditinggatkan, kecuali tiga orang
pertapa yang masih melanjutkan samadhi mereka menunggu
wangsit (petunjuk gaib).
Tiga orang pertapa itu, Wiku Menak Jelangger dari
Bla mbangan, Resi Sapujagad dari Gunung Merapi, dan
Bhagawan Dewokaton dari Gunung Bromo, adalah orangorang yang gentur tapa (tekun bertapa) dan mereka telah
mendapatkan kepekaan batin.
Setelah sehari semalam, pada keesokan harinya, pagi-pagi
sekali mereka bertiga, seolah dikomando, bangkit dari
pertapaan mereka.
Sang Wiku Menak Jelangger berkata kepada Darun dan
Dayun, dua orang cantriknya yang dengan setia menunggunya
selama dia bersa madhi, dengan suara tenang na mun pasti.
"Darun dan Dayun, mari kita pulang. Pusaka yang dicari itu
sudah tidak ada lagi."
Darun dan Dayun saling berpandangan. Mereka tidak
merasa ragu lagi. Kalau sang wiku sudah berkata demikian,
mereka berduapun percaya bahwa Jamur Dwipa Suddhi pasti
benar-benar sudah tidak ada lagi sehingga akan sia-sia dan
me mbuang-buang waktu saja kalau dicari. Mereka bertiga lalu
men inggalkan tepi muara itu.
Selagi mereka berjalan, mereka berpapasan dengan Resi
Sapujagad dan Bhagawan
Dewokaton yang berjalan
berdampingan dan agaknya sedang bercakap-cakap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat W iku Menak Jelangger, Resi Sapujagad me mberi
salam. "Selamat pagi, Kakang Wiku." Bhagawan Dewokaton
juga me mberi sala m yang sama.
"Selamat pagi, Adi Resi Sapujagad dan Adi Bhagawan
Dewokaton!" Resi Menak Jelangger
menjawab sambil
tersenyum. "Sepagi ini andika berdua sudah berjalan. Hendak
kemanakah?"
"Ka mi berdua menga mbil keputusan untuk me ninggalkan
tempat ini, pulang ke padepokan kami mas ing-masing." kata
Resi Sapujagad.
"Tida k ada gunanya lagi me lanjutkan pencarian itu, Kakang
Wiku Menak Jelangger." sambung Bhagawan Dewokaton.
Sang Wiku dar i Bla mbangan itu tersenyum lebar. "Hemm,
kiranya andika berdua juga sudah mengetahui kenyataan itu"
Memang benar, Jamur Dwipa Suddhi me mang sudah tidak ada
lagi di daerah ini."
"Begitulah yang kami berdua menerimanya. Kalau begitu,
haruskah kita me mberitahukan mere ka yang mas ih s ibuk
mencarinya?" tanya Resi Sapujagad.
"Akan sia-sia saja, Adi Resi. Mereka tidak akan mau
percaya, bahkan mungkin saja mereka
mengira kita me mbohongi mereka agar mereka pergi dan kita bertiga dapat
mencari sendiri tanpa gangguan " kata Wiku Menak Jelangger.
"Kakang Wiku benar!" kata Bhagawan Dewokaton. "Mereka
berdatangan dari tempat jauh, mana mungkin mau percaya
kepada kita" Lebih baik kita pulang saja, Kakang Resi."
Mereka bertiga lalu saling me mberi salam dan men inggalkan tempat itu, hendak pulang ke te mpat asal
mereka mas ing-mas ing.
Sementara itu, begitu terang tanah, semua orang yang
me lewatkan malam di pondok milik Pangeran Jaka Bintara,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah keluar dari pondok dan melanjutkan pencarian mereka
dengan lebih berse mangat.
Beberapa jam lamanya mereka mencari-cari dan setelah
matahari naik agak tinggi, tiba-tiba terdengar teriakanteriakan, baik dari mereka yang mencari di tepi pantai Laut
Selatan, di tepi muara, maupun di bawah tebing. Terjadi
keributan dan agaknya dari tiga tempat itu ada seorang
berlarian, dikejar oleh yang lain!
"Ini hakku! Aku yang mene mukan Jamur Dwipa Suddhi!"
teriak seorang laki-laki muda yang lari dari pantai laut, dikejarkejar oleh orang-orang lain.
Yang dikejar itu me megang sebuah benda kehita man,
berbentuk ja mur.
"Ini punyaku, aku yang mene mukan! Jangan direbut!"
teriak seorang laki-laki muda lain sa mbil lari dikejar orangorang lain. Dia lari dari tepi muara sa mbil mengacungkan sebuah
benda ke atas, benda yang berbentuk jamur pula berwarna
kemerahan. "Jangan coba rebut, ini milikku, aku yang menemukan !"
teriak orang ke tiga, juga dikejar orang-orang tain dan dia
me megang sebuah benda berbentuk jamur yang berwarna
putih. Mereka bertiga bertemu di depan pondok dan tidak dapat
lari lagi karena dikepung banyak orang.
"Serahkan ja mur-jamur itu! Atau kami a kan menggunakan
kekerasan untuk mera mpasnya!" bentak Raden Jaka Bintara.
"Berikan saja, nanti kalian a kan mendapatkan hadiah
besar!" kata pula Kyai Gagak Mudra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berikan padaku saja, nanti kutukar dengan pusakaku yang
ampuh ini!" kata Ki Kebondanu sa mbil mengacungkan
pecutnya. "Sebaiknya berikan padaku, nanti kutukar keris keris
pusakaku dan sejumlah uang dinar emas!" teriak Kyai
Jagalabilawa. Melihat diri mere ka dikepung, tiga orang yang menemukan
jamur itu tahu bahwa mereka tidak mungkin me mpertahankan
pusaka penemuan mereka. Maka dengan cepat mereka lalu
me masu kkan ja mur itu ke dalam mulut mereka, mengunyah
cepat dan menelannya!
Semua orang tercengang me lihat ini dan banyak tangan
dijulurkan untuk menangkap tiga orang itu dan untuk
me ma ksa mereka
me muntahkan kembali ja mur yang
diperebutkan itu.
Pada saat itu terdengar pekik melengking tinggi menusuk
telinga dan me nggetarkan jantung.
Semua orang menengok dan ta mpaklah seorang wanita
cantik jelita berdiri dekat pondok, di atas sebuah batu besar.
Tangan kirinya me megang sebuah kebutan berbulu put ih dan
di pungungnya tergantung sebatang pedang. Wanita cantik itu
mengenakan pa kaian dari sutera putih yang mengkhilap
tertimpa sinar matahari.
"Kalian se mua lelaki to lol!" terdengar wanita itu berkata
dengan nyaring penuh ejekan, akan tetapi mengandung
kedinginan yang merendahkan dan menghina.
Dala m suaranya itu saja dapat dirasakan bahwa wanita
cantik berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu me mpunyai
perasaan yang penuh kebencian.
Semua orang yang memandang menjadi terkejut, apalagi
ketika mendengar Pangeran Raden Jaka Bintara berseru, "Nyi
Candra Dewi...!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang pernah mendengar nama ini, sebuah nama
yang tersohor dengan julukan Iblis Betina dari Banten! Akan
tetapi tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan mengaduh dan tiga
orang yang tadi mene mukan Ja mur Dwipa Suddhi dan
me ma kannya karena hendak dirampas orang-orang lain itu
jatuh bergulingan dan berkelojotan di atas tanah, lalu diam
tak bergerak lag i.
Mereka bertiga tewas dalam keadaan
menger ikan sekali karena wajah ketiganya
berubah menghita m, tanda bahwa mereka
keracunan hebat!
Kiranya benda- benda yang mereka kira Jamur Dwipa Suddhi itu mengandung
racun yang amat ganas, maka begitu
tiga orang itu me ma kannya, mereka lalu tewas.
"He mm, Pangeran Jaka Bintara! Andika juga ikut-ikutan
me mperebutkan Ja mur Dwipa Suddhi" Masih ba ik bahwa
bukan andika yang begitu bodoh untuk makan racunku, kalau
andika yang mene mukan dan me makannya, Kerajaan Banten
akan kehilangan salah seorang pangerannya!" kata wanita
cantik itu yang bukan la in adalah Candra Dewi.
"Ah, Nyi Candra Dewi, kiranya andika yang sengaja
me masang umpan dengan ja mur-jamur palsu yang mengandung racun itu?" tanya Jaka Bintara yang pernah
tergila-gila kepada Candra Dewi yang merupa kan tokoh
terkenal dari Banten itu akan tetapi tidak berani me maksakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keinginannya terhadap wanita itu karena ma klum betapa
saktinya Candra Dewi.
"Benar, akulah yang menyebar jamur-jamur palsu beracun
itu!" wanita itu menga ku dengan jujur sa mbil tersenyum.
Baru sekarang tampak Candra Dewi tersenyum. Sebetulnya
senyuman itu me mbuat wajahnya menjad i se makin cantik
man is dan menarik, akan tetapi matanya tidak ikut tersenyum,
me lainkan me mandang dengan sinar mata dingin se kali.
"Akan, tetapi kenapa" Kenapa andika melakukan itu, Nyi
Candra Dewi?" tanya pangeran Banten itu dengan suara


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengandung penasaran karena perbuatan datuk wanita itu
sungguh amat berbahaya, bagi dia juga.
Andaikata dia yang menemukan Jamur palsu itu dan
me ma kannya, bukankah dia yang akan mati mengerikan
seperti tiga orang itu"
"Kenapa" Tentu saja agar andika sekalian perg i dari sini
karena hanya aku yang berhak mendapatkan Ja mur Dwipa
Suddhi dan hanya aku seorang yang boleh mencarinya di
daerah ini. Karena itu, pergilah kalian dari sini kalau tidak ingin
mati seperti tiga orang itu!"
Ucapan dan pengakuan Candra Dewi itu tentu saja
me mbuat semua orang menjadi marah sekali. Perbuatan
wanita itu sungguh telah me mbuat mereka tadi terancam
bahaya maut! Mereka yang muda biarpun marah, tidak berani
menyatakan karena mereka merasa jerih terhadap datuk
wanita yang namanya tersohor itu.
Akan tetapi para datuk besar seperti Ki Kebondanu, Kyai
Jagal-abilawa, Kyai Cagak Mudra bersama Jaka Bintara tidak
takut. Ki Kebondanu, jagoan Surabaya yang bertubuh tinggi
besar dan berwatak brangasan (pemarah) itu segera
me langkah maj u menghadap i Candra Dewi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nyi Candra Dewi, engkau perempuan so mbong! Biarpun
nama mu terkenal sebagai Iblis Betina dari Banten, Jangan
mengira bahwa aku Ki Kebondanu takut padamu! Aku juga
berhak mencari Ja mur Dwipa Suddhi di daerah ini dan tidak
seorangpun, termasuk engkau boleh mengusirku!" Setelah
berkata demikian, Ki Kebondanu sudah menga mbil pecutnya
dari ikat pinggang, me megang gagang dan gulungan pecut itu
dengan sikap menantang.
"He mm, inikah Ki Kebondanu jagoan Surabaya itu" Yang
sudah keok (kalah) me lawan Matara m" Nama mu Kebondanu
dan me mang engkau goblok seperti kerbau, berani
menantangku. Kakek busuk, bersiaplah untuk ma mpus!"
Candra Dewi menggerakkan kebutan di tangan kirinya sambil
menge luarkan pe kik me lengking.
Suara pekik melengking itu saja sudah hebat bukan main.
Mereka yang muda-muda dan kurang tinggi kepandaiannya,
cepat menutupi kedua telinga mereka dengan tangan, bahkan
ada yang sudah terpelanting diserang getaran suara yang
amat hebat itu.
Kebutan Candra Dewi menyambar, mengeluarkan suara
berdesing nyaring, bagaikan kilat menyerang ke arah kepala
Kebondanu. Ki Kebondanu yang sudah marah sekali karena dimaki dan
dihina, menyambut serangan kebutan itu dengan pecutnya.
Sekali menggerakkan gagang pecut
dan melepaskan gulungan, pecut yang panjangnya sekitar dua meter itu
me lecut dan menya mbut sambaran kebutan.
"Tarrr...!" Terdengar ledakan ketika ujung pecut bertemu
dengan bulu kebutan berbulu putih. Serangan kebutan itu
tertangkis, akan tetapi Ki Kebondanu terkejut bukan main
karena ujung pecutnya putus sekitar dua jengkal ketika
bertemu bulu kebutan! Pecutnya bukan se mbarang pecut,
me lainkan pecut pusaka yang terbuat dari serat pilihan, sudah
"diisi" dengan mantra dan merupakan senjata pusaka ampuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Batu karang akan hancur disa mbar ujung pecutnya, akan
tetapi sekali ini begitu bertemu kebutan wanita itu, ujung
pecutnya putus! Dia menjadi semakin marah akan tetapi diamdia m juga agak gentar karena dia maklum bahwa tenaga dan
kepandaian Iblis Betina Banten ini benar-benar amat tinggi
dan kuat. Ki Kebondanu la lu menyerang dengan nekat, menggunakan
pecutnya yang ujungnya telah putus. Walaupun pecut itu telah
putus ujungnya, namun serangannya masih dahsyat dan
ujung pecut itu masih meledak-ledak ketika menyambarnyambar ke arah tubuh Candra Dewi.
Semua orang yang berada di situ merasa marah kepada
Candra Dewi. Tiga orang di antara mereka telah tewas secara
menger ikan karena ma kan ja mur palsu yang beracun dan
jamur beracun itu ditujukan untuk men gusir mereka se mua.
Tentu saja mereka semua menganggap Candra Dewi sebagai
musuh. Biarpun ada sebagian dari mereka yang telah meninggalkan
daerah itu seperti Wiku Menak Jelangger, Resi Sapujagad, dan
Bhagawan Dewokaton, na mun jumlah mere ka masih ada
belasan orang. Melihat betapa Ki Kebondanu sudah berani menantang
Candra Dewi dan kini keduanya sudah bertanding, Kyai
Jagalabilawa juga telah mencabut kerisnya dan melompat ke
depan me mbantu Ki Kebondanu mengeroyok Candra Dewi.
Melihat ini, dua belas orang yang lebih muda sudah
mencabut senjata masing-mas ing dan mereka juga me mbantu
kedua orang datuk itu mengeroyok wanita yang mereka
anggap seperti iblis yang mengancam keselamatan mereka
semua. Kini Candra Dewi dikeroyok oleh empat belas orang! Wan ita
itu kembali menge luarkan pe kik melengking dan menga muk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kini bukan hanya dengan kebutan berbulu putih di tangan
kirinya, juga ia telah mencabut pedang dengan tangan
kanannya dan me mainkan pedang itu dengan hebat.
Kalau kebutannya berubah menjadi gulungan sinar putih,
maka pedangnya bagaikan kilat menya mbar-nyambar dan
segera terdengar pekik-pekik kesakitan ketika para pengeroyok yang muda satu de mi satu roboh dan tewas
seketika disa mbar pedang atau kebutan!
Jaka Bintara dan Kyai Gagak Mudra hanya menonton.
Bagaimanapun juga, Candra Dewi adalah seorang tokoh
Banten, maka mereka merasa tidak enak kalau harus ikut
mengeroyoknya. Maka, hanya menonton saja dari pinggiran
dan dia m-dia m me ngagumi sepa k terjang Candra Dewi yang
demikian ganas dan dahsyatnya.
Perkelahian itu me mang hebat sekali, seru dan mengerikan.
Perkelahian ini me mbuktikan betapa dahsyatnya Candra Dewi
yang sakti mandraguna dan juga kejam bukan ma in.
Kebenciannya terhadap kaum pria terbukti lagi dengan
pembantaian yang dila kukan di tepi Muara Sungai Lorog ini.
Kebenciannya terhadap pria itu agaknya bertambah hebat
karena satu-satunya pria di dunia ini yang telah ia putuskan
untuk menjadi sua minya karena pria itu telah menja mahnya,
yaitu Bagus Sajiwo, telah mati terpendam di perut Bukit
Keluwung di Pegunungan Wilis. Karena pemuda itu tewas, ia
menjad i begitu kecewa, menyesal dan penasaran sehingga
timbul kebenciannya yang lebih hebat kepada kaum pria!
Sinar kebutan berbulu putih dan pedang di kedua tangan
Candra Dewi bergulung-gulung dan menya mbar-nyambar.
Pekik dan jer it saling susul diikuti muncratnya darah dan
robohnya para pengeroyok dan dalam waktu yang tidak terlalu
la ma, dua belas orang pengeroyok muda sudah roboh semua!
Tinggal Ki Kebondanu dan Kyai Jagalabilawa berdua yang
masih bertahan. Tingkat kepandaian jagoan Surabaya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tokoh Madiun ini me mang cukup tinggi sehingga mereka
berdua dengan kerja sa ma ma mpu mengimbangi sepak
terjang Candra Dewi. Pecut di tangan Ki Kebondanu, walau
pun ujungnya putus, masih berbahaya sekali dan Kyai
Jagalabilawa yang dapat mengubah dirinya menjadi dua
itupun merupa kan lawan yang tangguh.
Akan tetapi Candra Dewi sa ma sekali t idak gentar, bahkan
ia bukan saja dapat menand ingi pengeroyokan dua orang itu,
me lainkan perlahan-lahan dapat mula i mendesak mereka
berdua dengan per mainan kebutan dan pedangnya.
Lewat lima puluh jurus mereka bertanding dan kini dua
orang pengeroyok itu hanya mampu bertahan saja, tidak
mendapat banyak kese mpatan untuk me mbalas karena kedua
senjata Candra Dewi sudah mendesak mereka.
"Tarrr...!" Ki Kebondanu masih me ncoba biarpun terdesak
untuk menyerangkan ca mbuknya ke arah kepala Candra Dewi.
Akan tetapi Candra Dewi miringkan tubuhnya ke kanan dan
pedangnya menyambar dengan tusukan ke arah dada jagoan
Surabaya itu. "Singgg... cappp!" Pedang itu mene mbus dada Ki
Kebondanu. Jagoan Surabaya ini terbelalak dan dia masih sempat
menang kap pedang yang memasuki dadanya itu dengan
kedua tangannya dan menarik sekuat tenaga.
Tarikan pada saat terakhir itu kuat sekali sehingga Candra
Dewi tidak ma mpu me mpertahankan. Pedangnya terlepas dari
pegangan dan Ki Kebondanu roboh terjengkang, terbanting ke
atas tanah dalam keadaan telentang dan tewas seketika
dengan pedang mene mbus dada dan kedua tangannya masih
mencengkeram pedang itu sehingga kedua tangan itupun
berdarah karena telapak tangannya robek!
Kyai jagalabilawa menjad i ketakutan melihat semua orang
roboh dan tewas, Tinggal dia sendiri yang menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amukan iblis betina itu. Akan tetapi dia t idak dapat me larikan
diri dan pada saat itu, kebutan bulu putih di tangan Candra
Dewi me nyambar ke arah bayangannya sebagai orang ke dua.
Kyai Jagalabilawa menggunakan kesempatan ini untuk
menyerang dengan kerisnya. Akan tetapi tiba-tiba Candra
Dewi sudah me mukul dengan dorongan tangan kanannya
sambil me mekik.
"Aji Bajradenta...!"
Tubuh Kyai Jagalabilawa yang aseli terlempar baga ikan
daun kering tertiup angin ketika pukulan a mpuh jarak jauh itu
dengan telak menghanta m dadanya. Dia terbanting roboh dan
tewas dengan mata terbelalak, baju bagian dadanya koyakkoyak sehingga tampak dadanya yang berubah hitam seperti
angus. Itulah akibat serangan Aji Bajradenta yang a mat
ampuh dan panas seperti ap i lahar!
Kini Candra Dewi menga mbil pedangnya yang menancap di
dada Ki Kebondanu, me mbersihkan pedang itu pada pakaian
korbannya lalu menyimpannya kembali di punggungnya. Ia
berdiri dengan kebutan di tangan kiri dan tangan kanan
bertolak pinggang, me mandang ke sekeliling, ke arah mayatmayat empat betas orang yang bergelimpangan dan ia
tersenyum mengejek.
"Huh, la ki-laki tolol berani menentangku. Dasar sudah
bosan hidup!"
Ketika terdengar orang bertepuk tangan, Candra Dewi
me mutar tubuh dan ia melihat Pangeran Jaka Bintara dan Kyai
Gagak Mudra bertepuk tangan.
"He mm, kenapa andika berdua bertepuk tangan?" tanya
Candra Dewi dengan pandang mata menyeramkan.
"Tentu saja kami berdua bertepuk tangan karena kagum
dan bangga, Nyi Candra Dewi. Kagum melihat kesaktian mu
dan bangga karena kita bertiga datang dari Banten!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak me mbutuhkan pujian andika berdua!" kata
Candra Dewi dengan angkuh. "Apakah andika berdua juga
hendak mencari Ja mur Dwipa Suddhi dan me mperebutkannya
dengan aku?"
Pangeran Jaka Bintara tidak dapat menjawab dan me noleh
kepada paman gurunya seolah minta bantuan. Kyai Gagak
Mudra la lu tertawa.
"Ha-ha-ha, Nyi Candra Dewi. Kita sama-sama orang Banten
mengapa harus berebut" Aku kira andika sebagai seorang
kawula Banten tentu suka mengalah terhadap Pangeran Jaka
Bintara dan suka meninggalkan daerah ini dan me mbiarkan
sang pangeran mencar i dan mene mukan Ja mur Dwipa
Suddhi." Candra Dewi mengge leng kepalanya. "Aku sudah tiba disini
dan siapapun tidak dapat mengusir aku pergi. Aku hanya akan
mati atau pergi dar i sini kalau ada yang dapat mengalahkan
aku!" "Ah, diantara kita tidak mungkin harus saling serang. Akan
ditertawakan orang seluruh nusantara, terutama oleh
Mataram. Sekarang begini saja, Nyi Candra Dewi. Kita saling
menguji kesaktian, andika melawan kami berdua. Kalau kami
kalah, kami a kan men inggalkan tempat ini dan andika boleh
seorang diri tanpa saingan mencari Ja mur Dwipa Suddhi
sampai dapat. Akan tetapi sebaliknya kalau kami menang,
kami berhak untuk mencari ja mur pusaka itu dan harap andika
yang meninggalkan te mpat ini. Bagaimana, setujukah andika
dengan peraturan ini?"
Candra Dewi. mengerutkan a lisnya. Kalau orang la in, yang
me mbuat peraturan seperti itu, ia tentu akan langsung
menyerang dan me mbunuh karena mereka berdua ia anggap
menentang kehendaknya. Akan tetapi tentu saja ia tidak dapat
berbuat sesukanya, apalagi me mbunuh Pangeran Jaka
Bintara. Hal ini tentu akan mengakibatkan ia dimusuhi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kerajaan Banten dan tentu saja tak akan aman hidupnya kalau
ia menjadi musuh dan orang buruan Kerajaan Banten.
"Baiklah! Sekarang begini saja, agar aku tidak sampai
kesalahan tangan me mbunuh kalian berdua, kalian boleh
menahan tenaga seranganku dengan Aji Bajradenta. Kalau
kalian dapat menahannya, anggap saja kalian menang dan
aku akan perg i dari sini." kata Candra Dewi dan dengan
ucapan ini berarti ia yang mengatur pertandingan menguji
kesaktian itu dan ia telah mere meh kan mereka berdua.
Kyai Gagak Mudra yang biasanya tertawa-tawa, kini
tersenyum masam karena dia merasa betul betapa dia dipandang rendah. Akan tetapi dia tidak ingin me mancing
kemarahan wanita yang diju-luki lblis Betina Banten itu, maka
dia tertawa. "Ha-ha-ha, baik sekali, Nyi Candra Dewi. Mari kita mengadu
kekuatan tenaga sakti lewat pukulan jarak jauh. Kami berdua
akan berusaha untuk menahan dorongan tenaga saktimu yang


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panas itu." Dia la lu meno leh kepada Jaka Bintara, "Pangeran,
mari kita bersiap dan kerahkan Aji Hastanala (Tenaga Api)
untuk menya mbut Aji Bajradenta dari Nyi Candra Dewi."
Jaka Bintara mengangguk dan ia lalu me masang kudakuda. Kedua lutut ditekuk sehingga tubuhnya merendah dan
setelah me mbaca mantra dan menggosok-gosok kedua
tangan, maka kedua telapak tangannya mengepulkan asap
dan kedua telapak tangan itu me merah seperti bara api!
Kyai Gagak Mudra me lakukan hal yang sama dan sudah
me masang kuda-kuda, siap menya mbut dorongan tangan
ampuh Iblis Betina Banten itu.
Melihat betapa dua orang lawannya sudah siap dengan Aji
Hastanala yang dikenalnya sebagai pengerahan tenaga sakti
yang Juga bersifat panas, Candra Dewi tersenyum mengejek.
Dia la lu mengerahkan tenaga saktinya, menyalurkannya lewat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua lengannya setelah ia menyelipkan kebutan di ikat
pinggangnya ke mudian dia berseru.
"Sa mbutlah Aj i Bajradenta!!"
Tenaga sakti yang dahsyat menyambar dari kedua telapak
tangan Candra Dewi yang terbuka dan didorongkan ke arah
kedua orang itu.
Dua orang itu menyambut sa mbaran hawa pukulan yang
dahsyat itu. "Desss. ..!!" Jaka Bintara dan Kyai Gagak Mudra terkejut
bukan main ketika merasakan hawa yang amat dingin
menyerang pertahanan mereka! Hawa dingin itu seo lah air
yang diguyurkan kepada api seh ingga tenaga Hastanala
mereka me le mah dan tubuh merekapun terdorong ke
belakang. Mereka terhuyung dan hampir jatuh. Demikianlah
hebatnya Aji Bajradenta (Halilintar Putih) dari Candra Dewi itu.
Dapat dikerahkan sesuka hatinya, disesuaikan keadaan lawan.
Dapat menjad i tenaga yang berhawa panas dan sebaliknya
dapat menjadi tenaga berhawa dingin.
Candra Dewi berdiri tegak dan bertolak pinggang, mulutnya
tersenyujn mengejek.
"Bagaimana, Kyai Gagak Mudra dan Pangeran Jaka
Bintara?" Kyai Gagak Mudra lalu berkata, "Hemm, Nyi Candra Dewi
me mang sakti ma ndraguna. Kami berdua menga ku kalah dan
kami a kan kemba li ke Banten. Kami harap saja andika akan
dapat mene mukan Ja mur Dwipa Suddhi."
"Terima kasih." kata Candra Dewi dengan hati lega. Iapun
merasa tidak enak kalau harus ber musuhan dengan mereka,
terutama dengan Pangeran Jaka Bintara.
Jaka Bintara dan Kyai Gagak Mudra la lu me ninggalkan
tempat itu, adapun Candra Dewi masih berdiri me mandang ke
sekeliling. Akan tetapi, Pangeran Jaka Bintara teringat akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu dan dia menahan pa man gurunya yang juga berhenti
me langkah, Kemudian Jaka Bintara me mutar tubuh mengha mpiri lag i Candra Dewi yang belum jauh dia
tinggalkan. "Nyi Candra Dewi, aku ingin me mberi tahukan sesuatu
yang amat penting kepadamu!" kata pangeran itu dan dia
me mandang kepada wajah yang jelita itu dengan kagum dan
timbul gairah yang ta mpak pada pandang matanya.
Melihat gairah me mbayang di mata pangeran itu, seperti
yang sering dilihatnya pada pandang mata setiap pria yang
bertemu dengannya, Candra Dewi mengerutkan alisnya.
Biasanya, pandang mata seperti itu saja sudah cukup bag inya
untuk me mbunuh orang! Akan tetapi tentu saja ia tidak dapat
menya makan pria ini dengan pria-pria la innya. Ini adalah seorang pangeran, pangeran Kerajaan Ban-ten lag i!
"Ada apa, pangeran?" tanyanya.
"Nyi Candra Dewi, kemarin ad ikmu, Nyi Maya Dewi,
dibunuh orang di muara ini." kata Jaka Bintara sambil
menuding ke arah tengah muara.
Sepasang mata yang indah na mun pandangannya dingin
me mbe ku itu terbelalak. "Tidak mungkin! Pangeran Jaka
Bintara, jangan andika mencoba untuk me mbohongi aku!"
bentaknya. "Aku tidak berbohong! Kalau tidak percaya, tanyakan saja
kepada paman guru Kyai Gagak Mudra ini. Kami berdua
menyaksikan send iri pe mbunuhan itu."
Nyi Candra Dewi me mandang taja m penuh selidik kepada
Kyai Gagak Mudra. "Benarkah andika j uga melihat Maya Dewi
dibunuh orang, Kyai Gagak Mudra?"
Tokoh Banten itu mengangguk. "Benar, kami me lihatnya
sendiri." "Ahhh...!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang itu mengira bahwa seruan ini menunjukkan
bahwa Candra Dewi merasa berduka, padahal sebenarnya
tidak demikian. Tadinya ia merasa heran dan tidak percaya
karena ia mengira bahwa Maya Dewi sudah mati tertimbun
tanah di perut Bukit Keluwung bersama Bagus Sajiwo. Kalau
begitu, mereka tidak mat i tertimbun!
"Pangeran, bagaimana terjadinya pe mbunuhan itu" Dan
apakah Maya Dewi datang ke s ini seorang diri" Ceritakanlah
yang jelas, pangeran!"
"Ke marin aku dan pa man guru mengundang para datuk
yang datang untuk mencari Jamur Dwipa Suddhi ke pondok
kami. Kami mengada kan pesta untuk mereka se mua yang
telah datang ke daerah muara ini. Kemudian muncul Maya
Dewi dan ia me mbikin kacau dan keributan di pondok,
berkelahi dengan ka mi berdua dan semua orang."
"la datang seorang diri?" Candra Dewi me motong.
"Tida k, ia datang bersama seorang pemuda remaja yang
ternyata sakti mandraguna sehingga se mua yang mengeroyok
mereka terpaksa me larikan diri men inggalkan mereka berdua
di pondok."
"Ahhh...!" seruan ini mengandung kegirangan besar.
Memang hati Candra Dewi bersorak. Bagus Sajiwo masih
hidup. Suaminya masih h idup! Ia sudah menganggap pe muda
itu sebagai suaminya, karena dialah satu-satunya pria yang
pernah menja mah tubuhnya, pernah
menggigit dan merasakan darahnya. "Lalu bagaimana?" la ingin tahu sekali
apa yang terjadi selanjutnya.
"Ke mudian kami melihat mereka berdua meninggalkan
pondok dan mengha mpiri muara. Pada saat itu muncul
delapan orang dan mereka menghujani Maya Dewi dan
pemuda remaja itu dengan te mbakan dar i senapan mereka."
"Siapa jahana m-jahana m itu?" tanya Candra Dewi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida k tahu, akan tetapi mungkin sekali mereka itu matamata kaki tangan Kumpeni Beianda karena mereka semua
me mbawa senjata api."
"Dan te mbakan-te mbakan itu mengenai Maya Dewi dan...
pemuda itu?"
"Entah, kami tidak melihat dengan je las. Akan tetapi Maya
Dewi dan pe muda itu terjatuh ke dalam muara dan tidak
pernah muncul lag i. Mungkin sekali mereka tewas terkena
tembakan de lapan orang itu."
"Keparat jahanam!" Candra Dewi menjerit dan ia mencabut
pedang dengan tangan kanan dan mengambil kebutan dengan
tangan kiri. "Akan kubunuh mereka! Di mana delapan orang
itu" Mereka harus ma mpus di tanganku!" Wanita itu ta mpak
marah sekali. Jaka Bintara dan paman gurunya tentu saja
mengira bahwa Candra Dewi marah mendengar adiknya, Maya
Dewi, dibunuh orang orang yang me mbawa senapan. Akan
tetapi sebetulnya Candra Dewi marah karena mendengar
Bagus Sajiwo dibunuh orang, bukan karena Maya Dewi yang
dibunuh. Jaka Bintara dan Kyai Gagak Mudra merasa gentar
me lihat Candra Dewi marah sekali dan mere ka juga terheranheran melihat betapa kini kedua
mata wanita itu menge luarkan air mata yang menetes-netes di atas kedua
pipinya. Betapa besar rasa sayang iblis betina ini kepada
adiknya, pikir mereka.
"Ka mi juga t idak tahu. Tadinya mereka berada di tepi
muara, agaknya menjaga kalau- kalau Maya Dewi dan pe muda
temannya itu muncul kembali. Akan tetapi setelah menunggu
la ma kedua orang itu tidak muncul, maka mereka lalu pergi
men inggalkan tempat ini, entah ke mana perginya." kata Jaka
Bintara. "Siapa na ma mereka" Beritahukan kepadaku!" Candra Dewi
me mbentak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ka mi juga tidak tahu dan tidak mengenal mereka. Mereka
berpakaian seperti penduduk biasa, usia mereka antara sekitar
dua puluh lima sa mpai e mpat puluh tahun. Sudah, Nyi Candra
Dewi, kami hendak pergi sekarang." Pangeran dari Banten dan
paman gurunya itu lalu perg i meninggalkan Candra Dewi yang
masih me megang kebutan dan pedang.
Setelah dua orang tokoh Banten itu tidak tampa k lag i,
Candra Dewi menge luarkan pekik me lengking berulang-ulang
dan ia lalu menga muk. Ia menggunakan pedangnya dan
kebutannya menyerang apa saja yang berada di depannya.
Batu-batu karang pecah berantakan, lalu ia ber lari dan
mendaki bukit sambil tetap membaco ki apa saja yang berada
di depannya dengan pedang. Kebutannya juga menyambarnyambar dahsyat dan setiap kali mengena i batu karang,
terdengar ledakan dan batu karang itu pecah berhamburan! Ia
marah, penasaran dan kecewa sekali. Bagus Sajiwo yang telah
ia tetapkan menjadi suaminya itu ternyata tidak mati
tertimbun batu di perut Bukit Keluwung, akan tetapi baru saja
mendengar pe muda yang ia anggap sebagai sua minya itu
masih tetap hidup, lalu mendengar pula bahwa pemuda itu
tewas tertembak dan tenggelam ke dalam muara Sungai
Lorog! Tiba-tiba Candra Dewi me lihat bayangan orang di atas
bukit karang. Kalau wanita ini sedang marah, maka siapapun
yang dijumpa inya akan menjadi korban pelampiasan
kemarahannya. Apalagi ketika itu begitu melihat bayangan
orang, ia mengira bahwa orang itu tentu seorang di antara
para pembunuh Bagus Sajiwo.
Maka ia lalu berlari secepat terbang mendaki bukit,
mengejar bayangan orang itu.
Akan tetapi setelah dekat, ia merasa kecewa sekali me lihat
dari belakang bahwa orang itu adalah seorang wanita Rambut
hitam lebat itu digelung dan ada ronce-ronce kembang melati
menghias sanggul wanita itu. Kekecewaannya mendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyataan bahwa orang itu jelas bukan seorang di antara para
pembunuh Bagus Sajiwo membuat kemarahannya sema kin
berkobar. Ia melompat ke depan, menerjang dan me mukul
kepala wanita itu dari belakang, yakin bahwa kepala wanita itu
akan pecah dan hancur berantakan terkena tamparan
tangannya yang dahsyat!
"Wuuuttt...
plakkk!" Wanita itu telah me mba likkan tubuhnya dan tangan kanannya menang kis dari sa mping.
Pertemuan kedua tangan
yang sama mungil, le mbut
dan berkulit putih mulus
itu hebat bukan main dan
keduanya tergetar dan terdorong ke belakang
beberapa langkah. Candra
Dewi terkejut b ukan ma in.
Ia me mandang wanita di
depannya dengan ali berkerut. Ternyata wanita itu adalah seorang gadis yang usianya
sekitar dua puluh satu tahun, cantik jelita, terutama mata dan
mulutnya a mat indah dan me miliki daya tarik yang kuat.
Rambutnya yang disang-gul rap i itu dihias untai kembang
me lati sehingga keharumannya dapat tercium oleh Candra
Dewi. "Siapa engkau?" bentak Candra Dewi dengan ber maca m
perasaan mengaduk hatinya. Terkejut, heran, penasaran dan
marah. Gadis itu bukan la in adalah Sulastri yang kini menggunakan
nama Ni Melati Puspa, ketua dari perkumpulan Melati Puspa.
Seperti kita ketahui, ia meninggalkan Gunung Liman di mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkumpulannya berada, dengan niat untuk merantau karena
ia sudah mulai merasa bosan berd ia m diri di Gunung Liman. Ia
ingin mencari Lindu Aji. Akan tetapi dalam perjalanannya, ia
mendengar pula tentang Jamur Dwipa Suddhi yang kabar-nya
berada di Muara Sungai Lorog, maka iapun segera
me mbe lokkan perjalanannya dan men uju ke daerah itu untuk
ikut mencari ja mur ajaib yang kabarnya mempunyai khasiat
yang amat luar biasa dapat menguatkan tubuh itu. Tadi,
ketika ia tiba di bukit karang tentu saja ia mengetahui bahwa
ada orang mengejarnya. Ia sengaja berpura-pura tidak tahu.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika tiba-tiba pengejarnya
yang sudah berada di belakangnya itu menyerangnya dengan


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tamparan tangan yang mengandung hawa pukulan a mat
dahsyat. Ia cepat memutar tubuh dan menangkis yang
mengakibatkan ia dan penyerangnya terdorong mundur.
Ketika melihat penyerangnya, seorang wanita berpakaian
sutera putih, membawa pedang di punggung dan kebutan di
pinggang, tahulah Ni Melati Puspa bahwa wanita inilah yang
diceritakan oleh Jayeng, wanita yang menga muk menghancurkan batu-batu dan menumbangkan pohon-pohon
lalu me mba kar rumah yang tadinya menjadi te mpat tinggal
Maya Dewi. "Aha, kiranya. engkau yang dulu menga muk, me mukuli
batu dan pohon, memba kar rumah, seperti orang sinting itu"
Dan ternyata engkau benar-benar sinting, buktinya tiada
hujan tiada angin engkau menyerangku dan belakang. Eh,
sobat, sayang sekali, engkau cukup cantik kenapa menjadi
gendheng (idiot)" Apakah engkau dit inggal pacarmu?" Ni
Melati Puspa menggoda. Setelah meninggalkan perkumpulan
Melati Puspa di mana ia menjad i ketuanya, dan melanjutkan
perjalanan merantau, muncul kembali watak aseli Sulastri
yang jenaka, gagah dan suka berke lakar.
"Keparat! Sebelum mat i di tanganku, katakan dulu siapa
nama mu agar engkau tidak ma mpus tanpa nama!" bentak
Candra Dewi ga laK.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau benar! Tida k baik mati tanpa diketahui na manya,
karena itu katakan dulu siapa na ma mu karena mungkin seka li
engkau yang akan mat i."
Candra Dewi menjadi se makin marah. Akan tetapi iapun
tahu bahwa gadis di depannya ini bukan orang sembarangan
dan akan merupakan seorang lawan yang cukup tangguh.
"Katakan dulu siapa na ma mu, baru aku akan me mper kenalkan na ma!" kembali Candra Dewi me mbentak
dengan ketus. "Wah, engkau ini sungguh tidak mengenal sopan santun.
Engkau yang lebih dulu bertanya, engkau pula yang lebih dulu
menyerang. Sudah sepantasnya engkau pula yang lebih dulu
me mper kenalkan na ma!"
Candra Dewi bukan seorang yang pandai bicara. Dtkocok
dengan kata-kata seperti itu oleh Ni Melati Puspa, wajahnya
berubah ke merahan dan matanya seperti berapi.
"Keparat, dengarkan baik-baik, aku adalah Nyi Candra
Dewi, Iblis Betina dari Banten!" Kata-kata ini diucapkan
dengan nada suara nyaring berwibawa karena Candra Dewi
yakin bahwa na manya akan me mbuat gadis di depannya itu
menjad i kuncup hatinya dan surut nyali-nya.
Akan tetapi ia salah sangka. Ni Melati Puspa sa ma sekali
tidak terkejut karena ia me mang be lum pernah mendengar
nama datuk wanita Banten itu. Ia ma lah tersenyum manis
sekali, lalu me mbusungkan dadanya yang indah lekuk
lengkungnya, menegakkan kepalanya, dan berkata dengan
suara dibuat seangker mungkin.
"Sekarang buka telinga dan mata mu lebar-lebar, jangan
sampai kaget dan mati berd iri mendengar nama ku. Aku adalah
Ni Melati Puspa dan julukan ku... hemm, julukan ku Si
Pembas mi Iblis Betina!" Tentu saja ia sengaja me ma kai na ma
julukan ini hanya untuk me mbuat wanita galak itu menjadi
semakin marah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar saja, mendengar kata-kata yang amat mengejekdan
menghinanya itu, Candra Dewi me muncak kemarahannya.
Kedua tangannya membentuk ca kar dan dari kedua telapak
tangannya mengepul asap! Melihat ini, Ni Melati Puspa diamdia m bersiap siaga karena maklum bahwa lawannya amat
berbahaya. "Sa mbut Aji Bajradenta ini!" Candra Dewi berseru dan
ketika kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka didorongkan ke arah Ni Melati Puspa, hawa panas sekali
menya mbar dengan dahsyat-nya. Ni Melati Puspa mengenal
pukulan maut yang a mpuh sekali, maka ia tidak berani
sembrono menyambut pukulan jarak jauh
itu dan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengelak
dengan cepat ke samping. Hawa pukulan panas itu lewat di
samping tubuhnya dan Ni Melati Puspa segera memba las
dengan pukulan jarak jauh pula, yaitu Aji Margopati.
"Wuuuttt... desss!!" Candra Dewi sudah me narik kedua
tangannya yang luput me mukul, lalu me nyambut pukulan Aji
Margopati itu dengan tangan kirinya sehingga telapak tangan
kirinya bertemu dengan telapak tangan kanan Ni Melati Puspa.
Hebat sekali perte muan kedua telapak tangan itu. Keduanya
terpental ke belakang dan terhuyung. Akan tetapi kalau Ni
Melati Puspa terdorong mundur lima langkah, Candra Dewi
hanya terdorong mundur tiga langkah. Hal ini saja sudah
menunjukkan bahwa Melati Puspa masih kalah kuat tenaga
saktinya! Dia m-dia m Ni Melati Puspa terkejut. Ia tahu benar
bahwa lawannya memiliki kesaktian yang tidak boleh
dipandang ringan, akan tetapi tidak disangkanya bahwa
tenaga sakti Candra Dewi sedemikian kuatnya. Maklum bahwa
ia tidak akan menang kalau mengandalkan adu tenaga sakti,
Ni Melati Puspa segera mencabut pedang dari punggungnya.
Tampak sinar hijau berkelebat ketika Kyai Naga Wilis terhunus
dari sarungnya yang terukir bunga me lati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Singgg...!" Sinar hijau yang menyilaukan mata itu
me mbuat Candra Dewi terkejut juga. Ia mengenal pusaka
ampuh ma ka iapun cepat mencabut pedang dengan tangan
kanan dan kebutan berbulu putih dengan tangan kiri. Dua
orang wanita yang sama cantiknya itu kini saling berhadapan
dengan senjata di tangan, mata mereka mencorong dan
mudah diduga bahwa mereka akan bertanding mati-matian
me lawan musuh yang sakti mandraguna!
"Hyaaaattt...!" Ni Melati Puspa menyerang. Sinar hijau
me luncur ke arah tenggorokan Candra Dewi, bagaikan bintang
jatuh. Candra Dewi tidak berani menyambut langsung dengan
pedang atau kebutannya karena ia ma klum bahwa pedang
bersinar hijau itu a mat berbahaya. Maka ia dengan cepat
menge lak, tubuhnya bergerak ke kiri dan ketika sinar hijau itu
masih menya mbarnya, ia me mutar tubuh dan me nggunakan
kebutannya untuk mengebut sinar hijau itu. Walaupun bukan
pedangnya yang langsung menyerang, namun s inar pedang
itu mas ih dapat melukainya, setidaknya dapat merobek
bajunya. "Prat!" Kebutan berhasil menghalau s inar hijau, akan tetapi
beberapa helai bulunya rontok! Candra Dewi terkejut dan
marah sekali. Dugaannya benar. Pedang lawan yang bersinar
hijau itu a mpuhnya bukan main. Maka iapun cepat me mba las
dengan serangan bertubi, menggunakan pedang dan
kebutannya. Terjadilah saling serang yang seru. Keduanya menge luarkan se luruh kepan-daian dan mengerahkan seluruh
tenaga. Akan tetapi, setelah saling serang selama ha mpir
seratus jurus, di mana Ni Melati Puspa mengerahkan seluruh
kema mpuannya untuk me lindungi dirinya, akhirnya dia
terdesak hebat oleh kebutan dan pedang Candra Dewi yang
me mang tangguh sekali itu. Sebetulnya, tingkat llmu yang
mereka kuasai tidak banyak selisihnya, akan tetapi Candra
Dewi menang pengalaman dan juga tokoh sesat yang dijuluki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Iblis Betina dari Banten ini menguasai banyak jurus-jurus yang
licik dan curang di sa mping keganasannya yang me mbuat
setiap serangan-nya merupakan ancaman
maut bagi lawannya. Biarpun Ni Melati Puspa didesak hebat, namun gadis ini
masih dapat me mpertahankan dirinya sehingga belum terkena
sepasang senjata lawannya yang sakti mandraguna itu. Dia mdia m Ni Melati Puspa penasaran juga. Ia tadi sudah
menge luarkan se mua aj inya, termasuk Aj i Margopati dan Aji
Guruh Bumi yang hebat. Namun se mua serangannya dengan
ajian yang ampuh itu dapat dipunahkan lawan. Dan kini
lawannya mendesak dengan hebat. Ni Melati Puspa hanya
ma mpu melindungi dirinya dengan keampuhan pedang Naga
Wilis yang dimainkannya dengan ilmu pedang yang didasari
ilmu silat Sunya Hasta.
Nyi Candra Dewi juga amat penasaran. Selama ini, jarang
sekali ia mene mui tanding, bahkan se la ma hidupnya baru
sekali ia dikalah kan orang, yaitu ketika ia berte mu dengan
Resi Tejo Wening
yang dulu bertapa di Gunung Sanggabuwana di Banten. la merupakan datuk wanita yang
sukar ditandingi di Banten. Akan tetapi kini, di daerah
Mataram, kalau tadi ia menga muk me mbunuh banyak orang
dan tidak mene mukan lawan yang dianggap berat, kini
me lawan seorang gadis muda saja sampa i seratus jurus ia
belum ma mpu merobohkannya! Lawannya benar-benar
me miliki ilmu silat yang hebat dan pedang yang ampuh sekali
sehingga ia hanya mampu mendesak dan sebegitu jauh belum
juga ma mpu merobohkannya. Ia telah menge luarkan jurusjurus simpanan yang penuh tipu daya, namun pertahanan
lawan sungguh kuat dan rapat. Pedang ditangan lawan itu
lenyap, berubah menjadi gulungan s inar hijau yang
menyelimuti tubuhnya sehingga sukar sekali bagi kebutan dan
pedangnya untuk mengenai tubuh lawan yang dapat bergerak
demikian ringan dan lincahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Candra Dewi adalah seorang yang. cerdik dan banyak
pengalaman. Ia segera teringat betapa lawannya kalah banyak
dalam tenaga sakti ketika mereka tadi mengadu kekuatan.
Dengan kelebihan tenaga sakti inilah ia akan ma mpu
meroboh kan dan me mbunuh lawan yang ulet ini, pikirnya.
Maka ia la lu mengubah serangannya. Kini tidak menyerang ke
arah tubuh Ni Melati Puspa, melainkan menyeragg ke arah
pedangnya yang bersinar hijau! la sengaja mengerahkan
tenaga sakti untuk mengadu pedangnya dengan pedang
lawan. Juga kebutannya mengeroyok dan menyerang pedang
lawan! Terdengar bunyi berdentangan bertubi-tubi. Ni Melati Puspa
terkejut sekali. Setiap kali mereka mengadu kekuatan lewat
pedang, tangannya tergetar hebat.
Lawannya terus saja menyerang ke arah pedangnya.
Memang bulu kebutan itu banyak yang rontok dan ujung
pedang di tangan Candra Dewi bahkan patah. Akan tetapi di
lain piha k, Ni Melati Puspa merasa lengan kanannya pegal dan
lelah, telapak tangannya yang me megang pedang terasa
panas dan perih!
Melihat hasil siasatnya, Candra Dewi merasa girang dan ia
lalu mengerahkan seluruh tenaganya, menggerakkan kebutan
di tangan kirinya. Kebutan itu menya mbar ke depan melibat
pedang Naga Wilis, lalu pedangnya menyambar, menghantam pedang Naga Wilis dengan kuatnya.
"Tranggg."!!" Pedang di tangan Candra Dewi patah
tengahnya menjadi dua potong, akan tetapi pedang Naga
Wilis terlepas dari tangan Ni Melati Puspa dan terenggut oleh
kebutan. Candra Dewi lalu menyambar pedang lawan itu
setelah, me mbuang gagang pedangnya sendiri.
Ni Melati Puspa terkejut bukan main. Tadi ia tidak kuat lagi
me mpertahankan pedangnya karena hantaman pedang
lawannya me mbuat pedangnya terpental dan jari-jari
tangannya tidak dapat mempertahankan karena seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lumpuh tak bertenaga. Ia melompat ke be lakang dan
me mandang dengan mata terbelalak betapa pedang Naga
Wilis telah tera mpas lawan.
Dengan mengeluarkan pekik me lengking Candra Dewi
me lompat ke depan dan menyerang Ni Melati Puspa dengan
sepasang senjatanya. Sinar hijau menyambar ketika pedang
Naga Wilis yang telah berpindah tangan itu menyambar
dengan tebasan ke arah leher pemiliknya. Ni Melati Puspa
yang sudah tidak me megang senjata lagi, cepat mengelak ke
belakang. Akan tetapi sinar putih kebutan menyambar, bulubulu kebutan itu menjadi kaku karena terisi tenaga sakti,
menotok ke arah dada Ni Melati Puspa Gadis ini sekali lagi
menge lak ke kiri dan kakinya mencuat, menendang ke arah
perut Candra Dewi. Akan tetapi ia harus cepat mengurungkan
tendangannya karena Candra Dewi mengelebatkan pedangnya
sehingga kalau tendangan tadi dilanjutkan, kaki kiri Ni Melati
Puspa tentu akan menjad i buntung bertemu dengan Kyai Naga
Wilis! Nyi Candra Dewi kini menyerang lagi dengan ganas dan
dahsyatnya Ni Melati Puspa hanya dapat menghindarkan diri
dengan gerakan silat Sunya Has-ta. Untung ia telah
menguasai ilmu silat tangan kosong ini dengan baik. Ilmu silat
ini me miliki gerakan lincah dan langkah-langkahnya aneh,
namun selalu dapat menghindarkan diri dari serangan lawan.
Ni Melati Puspa tidak melihat lubang atau kesempatan untuk
me larikan diri lagi, maka ia hanya mengandalkan kelicahannya


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menyelamatkan diri dari sa mbaran kedua senjata lawan
yang ampuh itu.
Bagaimanapun lincahnya Ni Melati Puspa, namun berkelahi
hanya mengandalkan kema mpuan mengelak tanpa me mba las
serangan lawan yang bertubi-tubi tak mungkin dapat
dipertahankan terlalu la ma Apalagi yang ia hadapi bukan
lawan biasa, melainkan Candra Dewi yang memiliki kesaktian
yang tinggi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya, dalam suatu kesempatan baik, kebutan Nyi
Candra Dewi berkelebat dan bulu-bulu kebutan berhasil
me mbe lit betis Ni Melati Puspa dan sekali sendal (tarik kuatkuat secara mendadak), tak dapat dihindarkan lag i tubuh Ni
Melati Puspa terguling roboh telentang!
"Ma mpuslah!" Nyi Candra Dewi berseru dan ia mengangkat
pedang Naga Wilis ke atas untuk dibacokkan ke arah kepala Ni
Melati Puspa. Ni Melati Puspa tidak dapat menge lak lagi. Satu-satunya
jalan hanyalah menangkis dengan lengannya. Namun, ia tahu
bahwa walaupun ia akan melindungi lengannya dengan
tenaga sakti, tidak mungkin kekebalan lengannya dapat
menahan keampuhan Pedang Naga Wilis. Daripada lengannya
buntung dan akhirnya
iapun akan mati, lebih
baik langsung mati tanpa mengalami siksaan dulu. Maka, Ni
Melati Puspa me mbuka
mata lebar-lebar, siap
menanti bacokan pedangnya sendiri yang
akan mena matkan riwayatnya. la ingin mati
dengan mata terbuka
menanti datangnya tangan maut, mati sebagai seorang gagah
perkasa! Akan tetapi, pada saat yang amat gawat bagi keselamatan
Ni Melati Puspa itu, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan
pedang Naga Wilis yang sudah me mbacok ke bawah itu
tertangkis oleh sesuatu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tranggg...!!" Pedang itu terpental dan Candra Dewi cepat
me lompat ke belakang dengan hati terkejut bukan ma in.
Pedang itu tertangkis oleh benda keras yang amat kuat, yang
me mbuat lengan kanannya seperti lumpuh dan tergetar hebat!
Ketika ia me mandang, ia menjadi sen iakin kaget dan heran
karena yang menangkis nya itu adalah seorang pemuda yang
me megang sebatang ranting pohon dan kayu sebesar lengan
itu masih basah, bahkan ada beberapa helai daun masih
mene mpe l pada ranting itu! Bagaimana mungkin" Hanya
sebatang ranting pohon dapat menangkis pedang pusaka itu
dan hampir saja me mbuat ia melepaskan pedang" Ia merasa
penasaran dan marah, cepat ia menerjang kedepan,
menusukkan pedungnya ke arah dada pemuda itu. Pemuda itu
menggerakkan rantingnya menang kis.
"Tranggg...!" Kembali Candra Dewi merasa tangannya
tergetar hebat sehingga ia cepat melompat ke belakang.
Sementara itu, Ni Melati Puspa yang tadi sudah menanti
datangnya maut, merasa seperti ber mimpi ketika ia tidak jadi
mati. Apalagi ketika ia melihat pe muda yang telah
meno longnya. "Kakangmas Aj i...!!" Sulastri berseru sambil melompat
berdiri. Melihat betapa saktinya pe muda itu dan ta mpaknya Ni
Melati Puspa mengena l baik pe muda itu, Candra Dewi menjadi
gentar. Ia maklum bahwa melawan pe muda itu saja sudah
merupakan lawan yang amat berat, apalagi kalau ia dikeroyok
oleh pemuda itu dan Ni Melati Puspa. Akan celakalah dirinya!
Maka, ia lalu melompat jauh dan melarikan diri seperti terbang
cepatnya meninggalkan te mpat itu.
Sambil berlari cepat, Candra Dewi marah sekali kepada
dirinya sendiri. Ia merasa malu kepada dirinya sendiri. Belum
pernah selama hidupnya ia melarikan diri ketakutan seperti
itu! Akan tetapi ia yakin betul bahwa kalauia tidak lari, bukan
saja ia akan kehilangan pedang pusaka ampuh yang berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya, bahkan sangat besar kemungkinannya, ia akan
kehilangan nyawanya pula. Ni Melati Puspa yang juga keras
hati dan galak itu pasti t idak akan mau me maafkannya. Maka
terpaksa ia melarikan diri, walaupun hal itu amat berlawanan
dengan keangkuhan dan kesombongannya yang merasa
bahwa dirinya merupakan orang yang paling sakti
mandraguna dan tidak ada tandingannya!
Sementara itu, pemuda itu yang bukan lain adalah Lindu
Aji, berdiri tertegun memandang Sulastri atau Ni Melati Puspa.
Gadis itupun me mandang kepadanya dan tak tertahankan lagi,
kegembiraan bercampur keharuan me mbuat kedua mata gadis
itu basah dan akhirnya air matanya menetes-netes ke atas
sepasang pipinya.
"Engkau... engkau... Sulastri..."!?" Lindu Aji berkata seperti
dalam mimpi. "Mas Aji.. .!" Sulastri men jerit dan menangis. Entah siapa
yang lebih dulu bergerak, akan tetapi keduanya maju dan
saling tubruk, saling rangkul dan Sulastri menang is di atas
dada Lindu Aji. Tangisnya sesenggukan, mengguguk sa mpai
mingsek-mingsek dan suara yang terdengar dari mulutnya
hanya lirih, "Mas Aji... Mas Aji...!"
Lindu Aj i mendekap kepala itu ke dadanya, seolah ingin
me mbena mkan kepala itu ke dalam dadanya agar tidak
berpisah lagi. Dia seolah mene mukan kembali mustika yang
selama ini hilang. Dia menggunakan jari-jari tangannya yang
gemetar untuk mengelus ra mbut hitam lebat yang berbau
harum me lati itu, me mbiarkan gadis itu menangis sepuasnya
agar semua perasaan yang menguasai hatinya tertumpahkan
dan mencair. Hanya tangis dan me mbanjirnya air mata yang dapat
menghapus segala mara m perasaan yang menghimpit hati.
Dada Lindu Aji sa mpai basah oleh a ir mata yang mene mbus
bajunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air mata itu terasa hangat, menghangatkan hatinya.
Setelah agak la ma menangis sa mbil menyandarkan mukanya
di dada yang bidang itu sehingga air matanya terkuras habis,
tangis Sulastri mereda.
Semua rasa rindu dan kasih sayang ditu mpahkan dalam
saat-saat yang asyik masyuk itu, ketika keduanya saling
rangkul. -ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 13 "MAS AJI...." akhirnya Sulastri ber kata lirih.
"Ada apa, Lastri?" jawab Lindu Aji, lirih pula dan suaranya
mengandung kasih sayang yang menggetar.
"Mas Aji, kenapa... kenapa... engkau dahulu menyuruh
aku... menikah dengan Kakangmas Jatmika" Kenapa...?"
Lindu Aji mencium ra mbut yang masih se merbak harum
me lati itu walaupun kini roncean me latinya sudah tidak ada,
semua rontok ketika Sulastri bertanding mat i-matian melawan
Candra Dewi tadi.
"Pertanyaanmu itu sama dengan pertanyaanku yang
selama ini selalu menggoda hatiku, yaitu, kenapa engkau
dahulu itu mendesak aku untuk men ikah dengan Neneng
Salmah, Lastri?" Lindu Aji menjawab pertanyaan dara itu
dengan pertanyaan pula.
"Karena aku tahu betul betapa Neneng sangat fnencinta mu,
Mas Aji dan kukira ... kusangka bahwa engkau juga
mencintanya."
"He mm, sungguh aneh. Jawabanku juga sama dengan
jawabanmu, Lastri. Aku menganjurkan engkau men ikah
dengan Kakangmas Jat mika karena aku tahu bahwa dia a mat
mencinta mu, dan kukira bahwa engkau, sejak engkau
kehilangan ingatan dan berubah .menjad i Listyani, engkau
sudah melupakan aku dan jatuh cinta kepadanya."
"Jadi, engkau mengalah dan men gorbankan diri?"
"Sa ma dengan engkau."
"Dan engkau tidak mencinta Neneng Salmah, mas?"
"Aku sayang Neneng seperti adikku sendiri, dan a ku sudah
mengangkat ia sebagai adikku. Cintaku hanya padamu, Lastri.
Tidak ada wanita lain di dunia ini yang kuinginkan menjadi
jodohku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mas Aji.. .!" Sulastri merangkul pinggang pe muda itu dan
merapatkan kembali pipinya ke dada Lmdu Aj i. "Akupun
demikian, betapa sengsara hatiku selama ini, betapa rinduku
kepadamu, aku... aku ... hanya engkau yang kucinta. .."
Lindu Aj i merasa demikian bahagia hatinya.
"Sulastri!" Dia mengangkat
muka gadis itu dengan
me megang kedua pipinya
lalu dia menciu mnya dengan sepenuh perasaan
kasihnya. Sulastri pun menya mbut dengan penuh
kepasrahan dan kecintaan.
"Nah, sekarang ceritakan
mengapa engkau tadi berkelahi dengan wanita itu
dan siapa ia yang begitu sakti sehingga dapat nyaris
me mbunuhmu?" Lindu Aji menggandeng tangan Sulastri dan
diajaknya duduk di atas batu.
Baru saja Sulastri duduk berda mpingan dengan Lindu Aj i,
tiba-tiba ia bangkit berdiri seperti orang terkejut. "Wah,
celaka! Aku baru ingat sekarang. Iblis betina itu telah
mera mpas Naga Wilis! Mas Aji, mari kita kejar!"
Lindu Aji me megang tangan gadis itu dan menariknya
perlahan, diajaknya duduk kemba li. "Tenang, Lastri. Tidak ada
gunanya kita mengejarnya sekarang. Ia telah berlari jauh
sekali dan kita tidak tahu ke arah mana ia pergi. Sebaiknya
kauceritakan se mua. Kalau aku sudah tahu siapa wanita itu,
kelak mudah kita mencarinya dan mera mpas kemba li
pedangmu."
Mendengar ini, Sulastri menjadi tenang kembali. Ia
mengerti bahwa apa yang dikatakan Lindu Aji itu benar.
Mereka tidak tahu ke mana Candra Dewi melarikan diri,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimana mere ka dapat mengejar dan menyusulnya" Maka
ia lalu duduk kembali. Kemudian ia mulai bercer ita. Ia
mencer itakan sejak ia berpisah dengan Lindu Aji. Betapa ia
merantau dan akhirnya menjad i ketua perkumpulan Melati
Puspa dan me makai na ma baru Ni Melati Puspa.
"Wah, engkau mengubah na ma mu lagi, Lastri?" tanya
Lindu Aji tersenyum.
"Aku tidak ingin diketahui s iapa aku sebenarnya, mas. Aku
hanya ingin mengasingkan diriku untuk menghibur hati
me lupakan semua peristiwa yang menyengsarakan hatiku.
Akan tetapi aku gagal, mas. Aku... aku tidak bisa
me lupakanmu!"
"Beberapa kalipun engkau mengubah na ma, engkau tetap
Lastri bagiku, Lastri-ku, Sulastri yang kukenal pertama kali di
Loano, di tempat tinggal Pa man Suma li. Lanjut kan cerita mu,
Lastri. Engkau sudah menjadi ketua perkumpulan Melati
Puspa, lalu bagaimana engkau sekarang berada di s ini dan
berkelahi dengan wanita tadi?"
"Aku mula i tidak betah dan bosan tinggal di lereng Gunung
Liman di mana markas Perkumpulan Melati Puspa berada.
Kutinggalkan pimpinan kepada seorang anggauta dan aku lalu
turun gunung. Aku bermaksud mencarimu di dusun
Gampingan, kampung ha la man mu. Akan tetapi dalam
perjalanan itu aku mendengar tentang Jamur Dwipa Suddhi
yang kabarnya disembunyikan di daerah muara Sungai Lorog
ini. Maka aku lalu singgah di tempat ini lebih dulu. Tadi, ketika
aku berjalan di sini, tiba-tiba saja aku diserang wanita gila itu.
Aku melawan mati-matian, akan tetapi ternyata ia sakti
mandraguna dan setelah bertanding seratus jurus leb ih,
akhirnya pedangku terampas olehnya dan aku nyaris tewas
kalau tida k ada engkau yang tiba-tiba muncul, Mas Aji."
"Siapa nama wanita itu dan mengapa ia menyerang mu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ia mengaku berna ma Candra Dewi, berjuluk Iblis Betina
dari Banten. Ia tidak mengatakan mengapa ia menyerang dan
hendak me mbunuhku, padahal a ku be lum pernah mengenalnya dan sama sekali tidak me mpunyai urusan
dengannya, apalagi permusuhan. Agaknya ia seorang yang
miring otaknya, Mas Aji."
"Candra Dewi" Hemm, rasanya aku pernah mendengar


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nama itu. Iblis Betina dari Banten" Ya, tidak salah lagi. Engkau
masih ingat kepada Nyi Maya Dewi, Lastri?"
"Tentu saja, perempuan hina antek Kumpeni Belanda itu!"
"Aku ingat bahwa Nyi Candra Dewi adalah kaka k Nyi Maya
Dewi! Aku pernah mendengar na manya. Akan tetapi kabarnya
ia tidak pernah keluar dari Banten dan t idak pernah
menca mpuri urusan perang antara Mataram dan Kumpeni
Belanda. Aneh sekali, kenapa sekarang ia muncul dan tanpa
sebab hendak me mbunuhmu dan mera mpas pedangmu"
Apakah ini ada hubungannya dengan Nyi Maya Dewi?" Lindu
Aji mengerutkan alisnya, berpikir-pikir.
"Ah, aku ingat sekarang! Mas Aji, Nyi Maya Dewi telah mati
dan kukira yang me mbunuhnya adalah Iblis Betina dari Banten
itu juga!"
Lindu Aji tidak terkejut mendengar akan ke matian Nyi Maya
Dewi. Wanita itu me mang tersesat jauh sekali dan tidaklah
aneh kalau ia mati dibunuh orang. Akan tetapi dia merasa
heran dan tertarik mendengar bahwa yang me mbunuh Nyi
Maya Dewi adalah ka kaknya sendiri!
"Di mana hal itu terjadi, Lastri, dan kenapa Nyi Candra
Dewi me mbunuh adiknya sendiri?"
"Aku juga tidak tahu, mas. Mungkin me mang iblis betina itu
sudah gila. Aku mengetahuinya hanya secara kebetulan
saja. Ketika itu, ada seorang pe muda desa berlari-larian
me masu ki daerah kekuasaan kami. Tentu saja dia kami
tangkap dan menurut pengakuannya, dia dikejar-kejar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang wanita yang seperti gila dan me ngamuk. Aku tertarik
dan aku pergi ke Bukit Keluwung, tempat yang diceritakan
pemuda itu. Aku sama sekali tidak tahu bahwa. Nyi Maya Dewi
tinggal di puncak Bukit Keluwung. Setelah tiba di puncak bukit
itu, aku melihat puing-puing sebuah rumah dan batu-batu
pecah berantakan, pohon-pohon tu mbang. Agaknya dia muk
wanita gila seperti yang diceritakan pemuda itu. Ketika aku
me mer iksa lebih teliti, di be lakang ru mah itu, di dinding bu kit,
terdapat sebuah guha yang merupakan terowongan. Aku
me mer iksanya dan terhalang tu mpukan batu yang agaknya
longsor menutup terowongan itu. Ketika aku keluar lag i, aku
mene mukan goresan tulisan pada batu di depan guha,
bunyinya : Kuburan Maya Dewi dan Bagus Sajiwo. Begitulah
ceritanya, Mas Aji. Rasanya aku pernah mendengar na ma
Bagus Sajiwo, akan tetapi lupa lag i entah di mana. Aku lalu
turun gunung me mulai perantauanku."
"Bagus Sajiwo" Bagus Sajiwo..., Lastri, apakah engkau
tidak ingat" Bagus Sajiwo adalah putera Paman Tejoman ik
yang kabarnya hilang diculik orang!"
"Ah, benar! Bagus Sajiwo...ya, ya, sekarang aku ingat.
Aduh, kasihan sekali Pa man Tejoman ik dan Bibi Retno Susilo.
Bertahun-tahun mereka mencari putera mereka yang hilang
dan kini, tahu-tahu Bagus Sajiwo telah mati terkubur dalam
terowongan Bukit Ke luwung."
Lindu Aji menghela napas panjang. "Demikianlah kehidupan
manusia di dunia ini, Lastri. Terombang-a mbing oleh keadaan
yang sering kali berlawanan dengan apa yang kita inginkan.
Suka dan duka silih berganti, dan semakin banyak keinginan
kita, semakin banyak pula muncul keadaan yang tidak sesuai
dengan apa yang kita inginkan sehingga timbullah duka. Tidak
ada sikap yang lebih baik dar ipada berdaya upaya sekuat
tenaga dengan didasari penyerahan terhadap Kekuasaan Gusti
Allah sepasrah mungkin dan menyukuri apa saja yang kita
terima sebagaimana adanya. Berdaya upaya atau bekerja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan landasan kepasrahan, percaya sepenuhnya bahwa apa
yang terjadi di luar kema mpuan kita untuk me ngubahnya
adalah Kehendak Gusti Allah dan kejadian apapun yang
men impa diri kita seperti yang dikehendakiNya sudah pasti
merupakan yang terbaik bagi kita dan sudah seharusnya kita
sukuri." "Se moga aku akan dapat selalu bersikap seperti itu, Mas
Aji. Akan tetapi engkau belum me nceritakan bagaimana
engkau tiba-tiba berada di sini. Andaikata aku langsung
mencarimu di Gampingan tentu kita malah tidak akan saling
bertemu." Setelah kita saling berp isah dulu, aku pulang ke
Gampingan. Kucer itakan kepada ibuku tentang dirimu dan
tentang apa yang terjadi dengan kita, perpisahan di Dermayu.
Ibu lalu mengingatkan aku agar mencarimu dan menanyakan
kepastian kepadamu s iapa sesungguhnya yang kaucinta. Aku
lalu pergi ke Dermayu dan dari ibumu aku mendengar tentang
engkau, tentang Neneng Salmah dan tentang Kakangmas
Jatmika. Baru aku menyadari bahwa engkau t idak men ikah
dengan Kakangmas Jat mika, bahkan tidak mencintanya. Aku
lalu mulai mencarimu. Aku tiba di Loano dan bertanya tentang
dirimu kepada Pa man Sumali." Lindu Aji lalu bercerita tentang
Winarsih yang diculik oleh Ki Singobarong dan baga imana dia
dan Ki Suma li datang ke Nusakambangan dan berhasil
menyelamatkan W inarsih.
"Aku mendengar keterangan Paman Suma li tentang engkau
yang singgah di Loano dan me lanjutkan perjalananmu ke
timur, maka aku la lu mencar imu ke timur. Aku juga
mendengar tentang Jamur Dwipa Suddhi, dan a ku menduga
bahwa mungkin engkau juga mendengar dan datang pula ke
daerah Sungai Lorog ini, ma ka aku lalu menuju ke s ini. Aku
me lihat ketika Candra Dewi hendak me mbunuh seorang
wanita. Aku tidak mengira bahwa engkau yang hendak
dibunuhnya, dan aku juga tidak tahu bahwa pedangmu berada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tangannya. Kalau aku tahu, tentu aku akan berusaha
mera mpasnya tadi."
Sulastri me mandang wajah Lindu Aji dan tangan kanannya
menang kap tangan kiri pe muda itu. "Mas Aji, kalau saja aku
tidak bertemu denganmu, kehilangan Naga Wilis itu tentu
akan me mbuat aku merasa sedih sekali. Akan tetapi, aku telah
bertemu denganmu dan lebih me mbahagiakan lagi, kita telah
menya mbung kemba li cinta kasih di antara kita. Ah, betapa
bahagia rasa hatiku, mas. Untuk kebahagiaan ini, jangankan
baru kehilangan Pedang Naga Wilis, bahkan kehilangan kedua
tangankupun aku akan rela!"
Lindu Aj i menarik tangan Sulastri dan gadis itu jatuh
terduduk di atas pangkuannya. Sambil merang kul leher gadis
itu, Lindu Aji berkata, "Husshh, ngawur kau! Kalau kedua
tanganmu tidak ada, lalu bagaimana engkau akan menanak
nasi dan me masak makanan untukku?"
Sulastri me mandang heran. "Masak...?"
"Tentu saja. Seorang isteri harus setiap hari masak untuk
suaminya, bukan?"
"Ohhh..."
"Engkau mau menjad i isteriku, bukan?"
"Ahh, Mas Aji.. .!" Mereka kemba li berdekapan dan
keduanya merasakan suatu kebahagiaan yang belum pernah
mereka a la mi sebelumnya. Setelah beberapa lamanya mereka
me lepaskan rasa rindu dan menumpahkan kasih sayang
dengan bermesraan, Lindu Aj i la lu men gajak Sulastri turun
dari atas batu.
"Mari kita pulang, nimas."
"Pulang ke mana, ka kangmas?"
"Pertama-tama kita pulang ke Gampingan, mene mui ibuku
dan mohon restunya untuk pernikahan kita, kemudian dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sana kita pulang ke Dermayu mohon restu kepada orang
tuamu. Setelah itu, terserah kepada para orang tua tentang
dilaksanakannya upacara dan perayaannya. Engkau setuju,
bukan?" Sulastri tersenyum sehingga tampa k manis bukan ma in.
"Tentu saja aku setuju, Mas Aji. Akan tetapi setelah engkau
tiba di s ini, apakah engkau tidak ingin ikut mencari Jamur
Dwipa Suddhi?"
"Jamur Dwipa Suddhi" Ha-ha, aku sudah menemukan
engkau, Lastri. Seribu jamur aja ib tidak ada artinya jika
dibandingkan denganmu, ha-ha-ha!"
"Ih! Kalau me muji jangan keterlaluan, mas!" Sulastri
berkata sambil tertawa dan mencubit Lindu Aji. Pemuda itu
tertawa dan merangkulnya. Kembali mereka berdekapan
dengan mesra. Tidak ada kebahagiaan duniawi yang lebih
indah daripada kemesraan antara seorang pria dan seorang
wanita yang saling mencinta.
Ketika akhirnya mereka menuruni bukit karang itu, Sulastri
berseru sambil menudingkan telunjuknya ke bawah. "Lihat,
Mas Aji. Lihat di sana itu!"
Lindu Aj i me mandang dan dia mengerutkan alisnya.
Tampak beberapa ekor burung gagak beterbangan melayanglayang di atas muara dan dari tempat tinggi itu tampak seperti
banyak orang berserakan di atas pantai dekat muara.
"Mari kita lihat ke sana!"
Dua orang itu lalu menuruni bukit sambil berlari cepat.
Sebentar saja mereka telah tiba di tepi muara dan mereka
terkejut melihat belasan orang menggeletak di atas tanah
dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Mereka tewas
secara mengerikan, ada luka bacokan senjata tajam dan ada
pula yang retak kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak akan heran kalau yang menga muk di s ini dan
menyebar maut adalah Iblis Betina Banten itu. Nyi Candra
Dewi itu me mang kejam dan ganas seperti orang gila." kata
Sulastri. "Kita harus mengubur dulu se mua mayat ini, Lastri." kata
Lindu Aji. Andaikata ia berada seorang diri di situ, tentu Sulastri tidak
akan mau men gurus dan mengubur mayat-mayat yang tidak
dikenalnya itu. Akan tetapi ia mengenal kekasihnya itu sebagai
seorang yang amat bijaksana dan berbudi luhur, maka ia tidak
berani me mbantah dan bahkan me mbantu Lindu Aji me mbuat
lubang untuk mengubur mayat-mayat itu. Mereka menggunakan golok-golok yang berserakan di situ untuk
mengga li lubang.
Setelah mereka dapat menggali lubang yang cukup besar,
Aji lalu mengangkat mayat-mayat itu satu de mi satu dan
me masu kkannya ke dalam lubang besar yang mereka gali.
Setelah semua mayat dimasu kkan lubang, mereka lalu
men imbuninya dengan tanah sehingga men jadi gundukan
besar. Matahari telah condong ke barat ketika mere ka selesai
mengubur belasan jenazah itu. Setelah mencuci kaki tangan
yang berlepotan tanah Lindu Aji dan Sulastri lalu
men inggalkan tempat itu dan mula i dengan perjalanan mereka
menuju ke dusun Gampingan. Sepasang kekasih ini berjalan
bergandeng tangan dan merasa berbahagia sekali dapat
me lakukan perjalanan bersa ma, seperti dulu lag i.
-o00dw00o- Jatmika dan Neneng Salmah melakukan perjalanan
men inggalkan Sumedang. Tadinya mereka ber maksud pergi
ke timur, ke kampung hala man Lindu Aji di dusun Gampingan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mencari pe muda itu. Akan tetapi Neneng Salmah
mengajukan usul lain.
"Akang Jatmika, kurasa sebaiknya kalau kita leb ih dulu
pergi ke Dermayu, ke rumah Paman SubalL Siapa tahu Sulastri sekarang sudah pulang."
Jatmika tersenyum, mengangguk dan menurut i keinginan
Neneng Salmah yang mula i menarik hatinya. Setelah
me lakukan perjalanan dengan gadis ini selama beberapa hari
saja, ia dibuat kagum oleh kele mbutan gadis yang bersusila
ini. Neneng Salmah ternyata bukan hanya ahli seni tari dan
seni suara, akan tetapi juga ia me mpunyai banyak
pengetahuan tentang sastra dan me miliki watak yang le mah
le mbut, penuh sifat kewanitaan dan keibuan. Juga gadis yang
le mbut ini panda i ber main sandiwara sehingga dalam
penyamarannya sebagai seorang pria, ia pandai sekali
me mbawa diri sehingga pena mpilannya benar-benar seperti
pria tulen! Bahkan ia ma mpu mengubah suaranya menjadi
dalam dan besar seperti suara pria. Hal ini sebetulnya tidak
mengheran kan kalau diingat bahwa Neneng Salmah pernah
menjad i waranggana selama beberapa tahun, suka mengiringi
pertunjukan wayang kulit sehingga ia ma mpu men irukan gaya
seorang dalang yang pandai bicara dengan bermacam gaya
dan suara. Bahkan ketika ia t inggal di rumah Ki Subali yang
dalang dan dianggap seperti ana k sendiri, ia sering be lajar
menda lang sehingga ia dapat menirukan suara pria yang
berat-berat seperti suara Bima, Gatotkaca, dan lain-lain.
Demikianlah, mereka mengubah arah perjalanan, bukan ke
timur, melainkan ke utara, menuju Dermayu (Indra mayu). Di
sepanjang perjalanan, setiap orang wanita, muda ataupun tua,
yang melihat Neneng Salmah, tentu me mandang dengan mata
bersinar penuh kekaguman. Jatmika juga seorang pemuda
yang cukup tampan, na mun dibandingkan ketampanan
Neneng Salmah yang menyamar sebagai pria, tentu saja dia
kalah jauh. Neneng Salmah juga menggunakan na ma pria
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menyempurnakan penyamarannya. Dia me milih na ma
Jaka Salman, sebuah nama yang mirip na ma mendiang
ayahnya, Ki Salmun, dan namanya sendiri.
Pada suatu pagi, mereka tiba di dusun Tomo, di tepi Sungai
Cimanuk. Ketika me masu ki dusun itu, mereka berdua melihat
seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun
menja lankan kudanya perlahan, diikuti o leh dua orang laki-la ki
setengah tua yang juga menunggang kuda. Gadis itu
berpakaian mewah dan cara ia duduk di atas punggung kuda
menunjukkan bahwa ia sudah ahli dalam kepandaian
menunggang kuda. Wajah gadis itu cantik, wajah berbentuk
bulat dengan kulit hita m manis. Mata dan mulutnya indah
mengga irahkan, dan cara duduknya di atas punggung kuda
dengan tegak me mbuat gadis hitam manis ini tampa k gagah,
apalagi ada sebatang keris terselip di pinggangnya. Adapun
dua orang laki-laki berus ia sekitar e mpat puluh tahun lebih itu
bertubuh tegap dan kokoh, dan melihat cara mereka


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunggang kuda selalu menjaga agar berada di belakang
gadis itu, dapat diduga bahwa mereka berdua bertindak
sebagai pengantar, pembantu atau juga pengawal. Dua orang
ini juga me mpunyai keris di pinggang mereka, pakaian mereka
ringkas dan serba hitam dengan potongan seperti yang biasa
dipakai para jagoan.
Ketika gadis hita m man is itu menoleh ke kiri dan me lihat
Jatmika dan Jaka Salma n, ia menghentikan kudanya. Dua
orang pengikutnya juga menahan kuda mere ka. Gadis itu
me mandang ke arah Jaka Salman dengan penuh perhatian,
wajahnya berseri, matanya bersinar-sinar dan bibirnya yang
merah basah itu tersenyum simpul. Secara terbuka gadis itu
menyatakan kekagumannya lewat pandang mata dan
senyumnya. Jelas bahwa ia merasa tertarik dan kagum sekali
kepada Jaka Salman, dan Jat mika hanya diliriknya beberapa
kali tanpa mengacuhkannya. Setelah beberapa la manya
menatap wajah Jaka Salman, gadis itu me mbedal kudanya,
diikuti dua orang pengikutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, lagi-lagi engkau telah menjatuhkan hati seorang
gadis, Adi Jaka." kata Jatmika yang me mbiasakan diri
menyebut kawannya Adi Jaka agar jangan sampai di depan
orang lain dia keseleo lidah dan menyebut Neneng! "Wah,
untung para pengagummu itu wanita, kalau pria, bisa
me mbuat aku menjad i ce mburu!" Jatmika berkela kar sambil
tertawa. Tiba-tiba Jaka Salman yang tadinya ikut tersenyum,
me mandang kepada Jatmika dengan pandang mata penuh
selidik. "Akang Jat mika, kenapa ce mburu?"
Pertanyaan singkat ini mengingatkan Jatmika dan wajahnya
berubah kemerahan. Baru d ia menyadari bahwa kata-katanya
tadi sama saja dengan pengakuannya bahwa dia tidak ingin
Neneng Salmah diperhatikan pria la in atau sa ma saja dengan
pernyataan bahwa dia mencinta gadis ini! Dia men jadi salah
tingkah dan tidak ma mpu menjawab, hanya tersenyum
masa m. Jaka Salman tidak mau me ndesaknya, bahkan mengalihkan
percakapan. "Ah, perutku lapar sekali, mari kita mencari
penjual makanan, Akang Jatmika,"
Jatmika menjad i lega dan mereka lalu me masu ki dusun itu.
Di tengah dusun mereka melihat sebuah warung nasi yang
lumayan besarnya. Ada beberapa orang sudah berada dalam
warung untuk me mbe li sarapan pagi. Ketika Jatmika dan Jaka
Salman me masuki warung, mereka melihat ada empat orang
laki-laki setengah tua sudah duduk di bangku panjang. Mereka
berdua lalu duduk di bangku lain yang berada di seberang lain
sehingga mere ka berhadapan dengan empat orang itu,
terhalang meja warung nasi yang panjang. Wanita setengah
tua yang menjad i pe milik warung dan melayani send iri para
tamu dibantu seorang wanita muda, dengan rarnah menyapa
mereka. "Andika berdua hendak makan nas i apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada nasi apa saja, bibi?" tanya Jatmika.
"Ada nasi soto, nasi dengan lauk (ikan) goreng, nasi
campur.. ."
"Tolong beri nasi ca mpur dua, dan beberapa ekor lauk
goreng." Pesanan itu segera dihidangkan depan mereka, ditambah
dua gelas air teh yang merupakan hidangan khusus gratis.
Ketika Jatmika dan Neneng Salmah yang kini bernama Jaka
Salman mula i makan, masuklah t iga orang ke dalam warung
itu. Semua orang, termasuk Jatmika dan Jaka Sa lman,
me mandang penuh perhatian, terutama kepada orang yang
berjalan di depan. Seorang gadis berpakaian mewah dan
hitam manis! Jatmika dan Jaka Salman saling lirik ketika mengenal
bahwa tiga orang itu adalah para penunggang kuda yang
mereka lihat tadi. Karena bangku yang mas ih kosong hanya
bangku panjang yang diduduki Jatmika dan Jaka Sa lman,
gadis hita m man is itu dengan s ikap tidak, ma lu-malu seperti
para gadis biasa, lalu menga mbil te mpat duduk di sebelah
Jaka Salman! Dua orang laki-laki setengah tua pengikutnya itu
duduk di sebelahnya, akan tetapi menjaga jarak agar tidak
terlalu dekat. Sikap mere ka hor mat sekali kepada gadis hitam
man is itu. Akan tetapi gadis itu tidak me mesan nasi. Ketika ditawari,
ia mengge leng kepala. "Kami hanya ingin mengaso dan
minum di s ini, bibi. Beri saja dua cangkir kopi untuk kedua
paman ini, dan segelas teh untukku." Setelah berkata
demikian, gadis itu menga mbil sebuah pisang goreng dan
me ma kannya, sikapnya terbuka dan sama sekali tidak ta mpak
rikuh seperti pada gadis umumnya. Ia me mberi isarat kepada
dua orang pengikutnya untuk
menga mbil makanan. Merekapun me milih ma kanan yang banyak tersedia di atas
meja dan makan dengan sikap hormat dan tak pernah
menge luarkan kata-kata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Jaka Salma n merasa betapa gadis itu duduknya
semakin rapat dengannya sehingga bagian kiri pinggulnya
bersentuhan dengan bagian kanan pinggul gadis itu, dia
meno leh ke kiri. Dia melihat betapa gadis itu juga menoleh
dan me mandang kepadanya sehingga dua pasang mata
bertemu pandang. Gadis itu tersenyum lebar sehingga tampak
deretan giginya yang rapi dan putih. Semakin ma nis wajah itu
ketika tersenyum. Karena tidak merasa aneh melihat ada gadis
tersenyum kepadanya, bahkan dianggapnya itu merupakan
tanda persahabatan, Jaka Salman me mbalas pula dengan
senyumannya. Sepasang mata gadis itu bersinar, wajahnya
berseri. "Andika bu kan orang sini, ya?" tanya gadis hitam man is itu
dengan berani. Jaka Salman me lirik dengan perasaan heran.
Bagaimana ada seorang gadis yang jelas bukan gadis dusun,
begitu beraninya menyapa seorang laki-laki yang asing" Akan
tetapi karena dia merasa bahwa dirinya seorang wanita, maka
sapaan gadis itu diterima dengan senyum ge mbira oleh Jaka
Salman yang menganggap hal itu wajar saja.
"Benar, aku orang Sumedang."
"Ah, aku senang sekali bertemu dengan orang Sumedang!
Menurut cerita ayahku, dahulu di waktu mudanya dia-pun
pernah tinggal di Sumedang! Perkenalkan, sobat, aku
bernama Muntari dan teman-te man dekatku me manggil aku
Mumun. Engkaupun boleh me manggil aku Mumun. Siapakan
nama mu, sobat?" Gadis itu bicara dengan lancar dan ra mah
sekali. "Na maku jaka Sa lman."
"Ah, nama yang bagus sekali, dan lebih enak kalau sebutan
akrabnya Maman. Jadi engkau dan aku adalah Maman dan
Mumun, serasi sekali, bukan" Karena kita sudah berkenalan,
berarti kitapun sudah menjad i sahabat. Aku akan menyebutmu
Kang Maman."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka Salman terseret dalam kegembiraan gadis hita m
man is itu. Gadis itu sungguh ra mah bukan main dan
menyenangkan hatinya. "Dan aku akan menyebutmu Neng
Mumun." "Ah, di antara sahabat baik, tidak usah pa kai Neng segala.
Sebut saja aku Mumun." Gadis itu tertawa lalu menuding ke
arah piring Jaka Salman. "Wah, aku mengganggu ma kanmu.
Silakan melanjutkan sarapanmu, kang Maman!"
Jaka Salman tersenyum dan melanjutkan makannya. Ketika
dia melirik ke arah Jatmika, dia me lihat pemuda itu sudah
menghabiskan nasinya dan tampa k berdiam diri sa mbil
mengerutkan alis, kelihatan tak senang. Dia lalu teringat
betapa dia tadi bercakap-cakap dengan gadis itu, seolah dia
lupa akan kehadiran Jatmika, bahkan gadis itupun sa ma sekali
tidak bertanya tentang pemuda itu.
"Oh ya, Mumun, kenalkan ini sahabatku berna ma Jatmika!"
Kata Jaka Sal-man kepada gadis hita m manis itu. Muntari
atau Mumun me mandang ke arah Jatmika yang duduk di
sebelah kanan Jaka Sa lman, lalu ia mengangguk dan
tersenyum dengan ra mah. Jatmika juga mengangguk, akan
tetapi tidak tersenyum. Hanya sejenak Mumun me mandang
wajah Jatmika karena pandang matanya sudah melekat lagi
ke arah wajah Jaka Salman yang sedang makan. Setiap gerakgerik Jaka Sa lman, ketika tangannya me mbawa nas i dan lauk
pauknya ke mulut, ketika mulut itu mengunyah, selalu diikuti
oleh pandang mata Mumun dengan sinar mata kagum!
Setelah Jaka Salman selesai ma kan dan minum air tehnya,
Mumun sudah bertanya lagi, pertanyaan yang me mbuat
Jatmika mengerutkan alis karena pertanyaan itu sungguh tidak
pantas diucapkan seorang gadis terhadap seorang pria yang
baru saja dikenalnya.
"Kang Maman, engkau tentu sudah beristeri dan
me mpunyai anak, ya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka Salman tersipu mendengar pertanyaan ini dan dia
menahan hatinya yang hendak me mbuat dia tertawa geli. Dia
hanya tersenyum dan menjawab sa mbil
menggeleng kepalanya. "Belum, aku belum berumah tangga."
Mumun t idak menye mbunyikan
kegembiraannya mendengar jawaban ini. "Kang Maman, aku mengundangmu
untuk singgah di rumah kami. Aku ingin me mper kenalkan
engkau sebagai sahabat baruku yang amat baik kepada ayah
ibuku. Marilah, Kang Maman, sebentar saja. Akan kami
sambut engkau dengan pesta perjamuan!"
Jatmika sudah leb ih dulu selesai ma kan dan walaupun dia
sejak tadi diam saja dan tidak pernah menengok ke arah gadis
hitam man is itu, namun dia mendengarkan percakapan antara
gadis itu dan Jaka Salman dengan penuh perhatian.
Mendengar undangan gadis berna ma Muntari itu, dia tidak
dapat menahan hatinya lagi. Sejak tadi dia sudah merasa tidak
senang me lihat sikap dan mendengar ucapan gadis hitam
man is yang dianggapnya tidak tahu ma lu itu. Muntari atau
Mumun itu tanpa malu-malu, di depan orang banyak, secara
terang-terangan me mperlihatkan bahwa ia tergila-gila kepada
Jaka Salman! Maka dia la lu bangkit berdiri dan ber kata,
suaranya halus, namun tegas.
"Maafkan kami, akan tetapi kami tidak dapat menerima
undangan andika itu kami harus melanjutkan perjalanan kami
sekarang juga. Terima kasih atas undangan andika itu dan
maafkan bahwa kami tidak dapat menerimanya." Jatmika
me mbayar harga makanan la lu berkata kepada Jaka Salman.
"Mari, Adi Jaka, kita pergi!"
Jaka Salman bangkit berdiri dan ia merasa kasihan kepada
gadis hitam man is itu yang tampak kecewa sekali, maka ia
berkata dengan ramah kepadanya. "Maafkan aku, Mumun.
Akang Jatmika benar. Kami harus melanjutkan perjalanan
kami sekarang juga."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Muntari tidak menjawab, hanya mengerutkan alis dan
cemberut. Ia tidak menyembunyikan kekecewaannya dan
kemarahannya. Sepasang matanya bersinar penuh kebencian
kepada Jatmika ketika Jatmika dan Jaka Salman meninggalkan
warung itu. Tentu saja mereka tidak me mperdulikan sikap
Muntari dan me lanjutkan perjalanan menuju S ungai Ci-ma nuk
karena mereka ber maksud hendak me lanjutkan perjalanan ke
utara menuju Dermayu me lalui sungai itu agar tidak terlalu
me lelahkan. "Sialan.. .!" Tiba-tiba Jatmika berkata lirih.
Jaka Salman heran dan menoleh, me mandang kawannya
yang berjalan di sebelah kanannya. "Ada apa, Akang Jatmika"
Apanya yang sialan?"
"Gadis genit itu, tak tahu malu benar!"
"Ah, kaumaksudkan si Mumun" Kenapa, akang" Ia a mat
ramah dan manis, aku tidak me lihat sesuatu yang jahat
padanya. Kenapa engkau agaknya a mat me mbencinya?"
"He mm, tanpa ma lu-malu ia me mper lihatkan di depan
umum bahwa ia tergila-gila kepada mu!"
"Lho! Kalau begitu, kenapa" Ia suka sekali bersahabat
denganku dan itu tidak ada salahnya, bukan?"
"Neneng, lupakah engkau bahwa engkau saat ini
menya mar sebagai la ki-laki" Kalau Muntari itu tergila-gila
kepadamu, berarti ia tergila-gila kepada seorang laki-laki! Hal
ini tidak kusalahkan karena engkau me mang tampak sebagai
seorang pemuda yang ta mpan sekali. Akan tetapi sikapnya
yang demikian t idak tahu ma lu di depan umum. Ah,
me mua kkan sekali! "
Baru Neneng Sal m ah menyadari dan ketika ia mengenang
kembali sikap Mumun tad i, iapun me lihat betapa tidak pantas
apa yang diperlihatkan gadis itu dengan s ikap ra mahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhadap seorang yang dianggapnya pria, padahal mereka
baru saja bertemu. Ia mengangguk-angguk.
"Engkau benar, akang. Akan tetapi sudahlah, hal itu sudah
berlalu, tidak perlu kita men gingat lagi."
Mereka berjalan terus. Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda
dari arah belakang. Jatmika dan Jaka Salman berhenti dan
minggir sambil me mutar tubuh. Mereka melihat dua orang
penunggang kuda mendatangi dari belakang dengan cepat
dan setelah melewati mereka, dua orang penunggang kuda itu
menghentikan kuda mereka dan berlompatan turun. Kini
Jatmika dan Jaka Salman mengenal mere ka. Dua orang itu
bukan lain adalah dua orang laki-la ki yang tadi mengikuti
Muntari dengan sikap seperti dua orang pengawal gadis itu.
Dua orang itu berlompatan turun dar i atas punggung kuda
mereka dan keduanya mengha mpiri Jatmika. Tanpa banyak
cakap lag i dua orang itu sudah mencabut keris mereka dan
segera menyerang Jatmika dengan ganas!
"Heii...! Ada apa ini?" bentak Jatmika dan dia cepat
me lompat ke sa mping untuk me ngelak dar i tusukan dua
batang keris itu, yang dilakukan dengan cepat dan kuat.
Setelah tusukan mereka luput, dua orang itu mengejar dan
menyerang lag i.


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hei! Apa kalian sudah gila?" teriak Jatmika dan cepat dia
menggerakkan kedua tangan untuk menangkis serangan itu
dengan menepis lengan mereka.
Ketika lengan mereka terkena tepukan tangan Jatmika, dua
orang itu merasa lengan mereka nyeri seperti dipukul besi.
Mereka terkejut bukan main. Tak mereka sangka pemuda ini
adalah seorang yang digdaya. Mereka hanya menerima
perintah untuk me mbunuh pe muda yang ada tahi lalatnya di
dagu ini dan menangkap pe muda yang seorang lagi, yang
amat tampan itu. Biarpun mereka terkejut dan ma klum bahwa
yang mereka serang itu bukan makanan e mpuk, mereka kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang lag i dengan leb ih cepat dan mengerahkan seluruh
tenaga mereka. Gerakan dua orang ini cukup tangkas dan
jelas bahwa mereka merupakan dua orang jagoan yang
tangguh. Akan tetapi sekali ini mereka berhadapan dengan
Jatmika, seorang pe muda ge mblengan yang telah mendapat
pendidikan kakeknya yang sakti mandraguna, mendiang Ki
Tejolangit atau Ki Ageng Pasisiran.
Dengan lincah dan ringan sekali
tubuh Jatmika berkelebatan mengelak dari sa mbaran dua batang keris yang
bertubi-! tubi dan pada saat kedua orang lawannya itu
terhuyung oleh tangkisan tangannya yang ampuh, Jatmika
tidak menyia-nyia-kan kese mpatan itu.
"Hyaaaatt...!"
Kedua tangannya bergerak seperti mendorong dan angin pu kulan dahsyat menya mbar ke depan.
Itulah aji pukulan Margapati (Jalan Maut)
yang amat dahsyat.
"Wuuuttt...
desss! Desss!" Tubuh dua orang
tinggi besar berpakaian
hitam itu terpental dan
terbanting roboh. Masih
untung bagi mereka bahwa Jatmika me mbatasi
tenaganya sehingga mereka tidak sa mpai tewas, hanya roboh pingsan dengan dada terasa sesak. "Mari kita lanjutkan perjalanan." kata Jatmika kepada Jaka
Salman yang tadi hanya menonton saja.
"Apakah mereka itu mati, akang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jatmika me nggeleng kepalanya. "Tidak, tidak mati, hanya
pingsan saja."
Jaka Salman se ma kin kagum. Tadi ia sudah kagum sekali
me lihat betapa Jatmika meroboh kan dua orang penyerang
yang menggunakan keris dan ta mpak gerakan mereka tang kas
dan kuat itu hanya dengan tangan kosong saja. Kini ia
menjad i sema kin kagum karena Jatmika tidak me mbunuh
mereka, hanya me mukul pingsan saja. Pemuda ini sela in sakti
mandraguna, juga berbudi baik dan tidak kejam terhadap
orang-orang yang tadi hendak me mbunuhnya.
Mereka me lanjutkan perjalanan sa mpai tiba di tepi Sungai
Cimanuk. Karena pada waktu itu sedang musim hujan, maka
air sungai itu penuh. Mereka lalu mencar i dusun yang berada
di tepi sungai dan me mbeli sebuah perahu milik ne layan.
Memang nelayan itu tadinya tidak ingin menjual perahunya
yang merupakan modal mencari nafkah, akan tetapi karena
Jaka Salman berani me mbayar lebih tinggi dari harga
umumnya, dia merelakan perahunya dibe li dua orang pe muda
itu. Jatmika dan Jaka Salman la lu melanjutkan perjalanan
dengan naik perahu. Mereka masing-mas ing me megang
dayung untuk menge mudikan perahu yang hanyut terbawa
aliran air sungai ke arah utara.
Ketika perahu mereka tiba di sebuah tikungan, tiba-tiba
muncul tiga buah perahu yang masing-masing ditumpangi tiga
orang berpakaian hitam-hita m dan di pinggang mereka
terselip golok. Di atas sebuah di antara tiga perahu itu tampak
Muntari berd iri dengan sikap gagah.
Gadis itu me mber i aba-aba dan tiga buah perahu
menghadang perahu yang ditu mpangi Jat mika dan Jaka
Salman. Jatmika berkata kepada Jaka Sa lman.
"Awas, gadis liar itu pasti berniat buruk. Kendalikan perahu,
aku akan menghadapi mereka!" Setelah berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jatmika berdiri di kepala perahu sedangkan Jaka Salman
menggunakan dayungnya mengendalikan perahunya.
Akan tetapi ternyata mereka itu tidak menyerang,
me lainkan menabrakkan perahu mereka dari depan dan kanan
kiri! Mereka pandai menge mudikan perahu dan ujung perahu
mereka menabrak perahu yang ditu mpangi Jatmika dan Jaka
Salinan. Tak dapat dihindarkan lagi, perahu itu terguling.
Jatmika dan Jaka Salma n tercebur ke dalam air!
Di darat boleh jadi Jatmika akan ma mpu menga lahkan
sembilan orang itu. Akan. tetapi di air, kepandaiannya terbatas
dan dia maklu m bahwa dia da la m bahaya kalau harus
berkelahi dalam air dikeroyok se mbilan orang yang agaknya
ahli da la m air itu. Dia me lihat Jaka Salma n yang tidak pandai
berenang gelagapan dan diangkat naik oleh Muntari dibantu
beberapa orang. Jaka Salman duduk le mas dalam perahu
gadis hita m man is itu dan Jatmika maklum bahwa gadis tak
tahu malu itu me mang sengaja hendak menang kap Jaka
Salman. Kalau dia hendak mencoba menghalangi, keadaannya
tidak mengijinkan. Oleh karena itu, dia lalu berenang ke tepi
dan naik ke darat. Dia me lihat tiga buah perahu itu mengikuti
aliran air sunga i menuju nihr, me mbawa Jaka Salman sebagai
tawanan. Jaka Salman maklum bahwa dalam keadaan seperti itu, ia
tidak berdaya dan juga Jatmika tidak berdaya. Akan tetapi ia
merasa yakin bahwa Jat mika tidak mungkin akan dia m saja.
Pemuda itu pasti mengikuti ke mana perahu yang
me mbawanya pergi. Dugaannya me mang benar. Jatmika
berlari menyelinap di antara pepohonan di tepi sungai,
mengikut i perahu yang me mbawa Jaka Salman.
Cukup lama Jatmika mengikuti perahu itu dengan berlari di
tepi sungai. Se mentara itu, Jaka Salman pura-pura tidak tahu
akan niat Muntari, maka setelah pernapasannya normal
kembali dia bertanya kepada gadis itu. "Mumun, apa artinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua ini" Kenapa engkau menabrak perahuku kemudian
meno longku dari air?"
Gadis itu tersenyum kepada Jaka Salman dan menjawab
dengan manis dan ra mah. "Akang Maman, aku mengundangmu untuk s inggah di rumah ku, hendak
kuperkenalkan kepada orang tuaku. Maafkan caraku yang
kasar ini, ya" Habis tadi engkau tidak mau ikut dengan aku,
maka terpaksa aku me nggunakan cara ini."
Hemm, cara mengundang yang aneh, pikir Jaka Salman.
Benar juga pendapat Jatmika. Gadis ini me miliki watak yang
aneh dan liar. "Akan tetapi kenapa engkau tidak me mbawa pula Akang
Jatmika dan me mbiarkan dia hanyut?"
"Huh, untuk apa mengundang dia" Di warung tadi, dialah
yang menolak undanganku dan mengajak engkau pergi. Untuk
apa aku mengundang orang yang tida k suka kepadaku?"
Jaka Salman dia m saja. Percuma saja dia me mbantah, dan
tidak ada gunanya pula kalau ia melawan. Dia tidak akan
dapat melakukan apa-apa. Selain mereka berada di atas
perahu, juga dia tidak mugkin menang melawan se mbilan
orang dan gadis itu sendiri ta mpaknya me miliki kepandaian
tinggi. Dia akan menanti sampa i Jatmika muncul meno longnya
dan tentang hal ini dia merasa yakin sekali. Keyakinan ini
me mbuat Jaka Sa lman bersikap tenang-tenang saja.
Akhirnya mereka tiba di sebuah perkampungan kecil di tepi
sungai itu dan mereka se mua mendayung perahu ke pinggir,
lalu berloncatan keluar dan mendarat. Jaka Salman juga
dipersila kan keluar dan Muntari mengajak dia ikut ke
perkampungan itu. Jaka Salman menurut saja. Dia maklum
bahwa kalau dia melakukan per lawanan sekarang, akan
percuma saja, bahkan dia akan diperlakukan dengan buruk,
tidak seramah dan sebaik sekarang. Maka diapun menurut
saja ketika diajak ke sebuah ru mah besar yang berada di tepi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkampungan itu, di antara rumah-rumah yang lebih kecil.
Dia menduga bahwa tentu ruma h besar ini tempat t inggal
pimpinan penduduk per kampungan itu.
"Mumun, rumah mukah ini?" dia bertanya kepada Muntari
yang berjalan di sampingnya. Gadis itu mengangguk sa mbil
tersenyum. "Ini rumah ayah ibuku. Ayahku adalah kepala perkumpulan
kami dan ini adalah perkampungan kami. Ayah bernama Ki
Bangak dan engkau akan kuperkenalkan kepada ayah dan
ibuku. Mari, Akang Sa lman, kita masu k saja. "
Ketika bertemu seorang pelayan wanita, Muntari berkata
dengan nada suara me mer intah. "Cepat carikan seperangkat
pakaian yang cocok untuk mengganti pakaian Akang Maman
yang basah ini. Cepat dan carikan yang terbaik!"
Pelayan itu segera keluar melaksanakan perintah Muntari
dan gadis itu ber kata kepada Jaka Salman. "Mari, akang,
engkau menunggu sebentar di ruangan ta mu ini, sambil
menanti datangnya pakaian pengganti untukmu. Aku akan
me laporkan tentang kedatangan mu kepada orang tuaku."
Jaka Salman mengangguk ge mbira. Kalau gadis itu perg i,
maka ada harapan baginya untuk melarikan diri. Kalau dia
dapat mencapai sungai dan melarikan diri dengan perahu,
tentu dia akan bebas! "Baik, Mumun. Aku akan menanti di
sini." katanya sambil duduk di atas sebuah bangku yang
terdapat dalam ruangan itu.
Muntari lalu meninggalkan ruangan itu. Setelah gadis itu
pergi, Jaka Salman cepat menuju ke pintu yang mene mbus ke
ruangan luar. Akan tetapi ketika dia mengintai keluar, hatinya
kecut karena dia melihat belasan orang anak buah Muntari
menjaga di ruangan luar. Tidak ada jalan keluar baginya. Dia
menjad i ge mas dan tahu bahwa Muntari sengaja hendak
menahannya maka sebelumnya sudah menugaskan banyak
orang untuk menjaganya agar dia tidak melarikan d iri. Heran,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa maunya gadis itu" Mengapa mengundang orang dengan
paksaan seperti ini"
Tak la ma kemudian Mumun sudah me masuki ruangan itu
sambil me mbawa seperangkat pakaian pria yang indah. Ia
sendiri juga sudah berganti pakaian indah.
"Ini kubawa kan pakaian pengganti untukmu, Akang
Maman. Pakaian mu basah, sebaiknya kau ganti dengan
pakaian kering ini. Engkau bisa masu k angin dan sakit kalau
me ma kai pa kaian basah seperti itu."
Jaka Salman menerima pe mberian pakaian itu. Memang
benar, amat tidak enak me makai pakaian seperti itu, bukan
hanya dingin dan me lekat, akan tetapi juga ada bahayanya
penyamarannya sebagai laki-laki akan ketahuan karena
pakaian yang basah melekat dapat mencetak bentuk
tubuhnya, terutama di bagian dada.
"Engkau keluarlah sebentar, Mumun. Aku hendak berganti
pakaian." katanya kepada gadis itu.
Mumun tersenyum me nggoda. "Kenapa, kang" Kenapa aku
harus keluar dulu?"
"He mm, aku t idak biasa berganti pakaian di depan orang
lain, apalagi di depan seorang wanita." kata Jaka Salman.
"Hi-hik, engkau malu, kang" Lucu!" kata Muntari sambil
keluar dari kamar itu, setibanya di luar ia masih tertawa, suara
tawanya terdengar dari dalam. Jaka Salman menutupkan daun
pintu kamar dan me malangnya. Dia me mang tidak ingin ada
orang melihat dia berganti pakaian karena ha l itu akan
me mbuka rahasia penyamarannya. Setelah menutupkan daun
pintu dan merasa yakin bahwa tidak ada orang lain melihat
atau mengintainya, dia lalu berganti pakaian kering pe mberian
Muntari itu. Ternyata pakaian itu pas dengannya dan dia
tampak lebih ta mpan karena pakaian itu me mang indah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru saja dia selesai berpakaian, daun pintu diketuk dari
luar. "Tok-tok-tok, Akang Maman, engkau sudah selesai
berganti pakaian" Kalau sudah selesai, bukalah pintunya!"
terdengar suara Muntari.
Jaka Salman menaruh pakaian kotor d i atas lantai di sudut
ruangan itu, lalu me mbuka daun pintu. Muntari masuk dan ia
terbelalak menga mati "pemuda" itu. "Aduh, hebat! Engkau
tampak ganteng sekali dalam pakaian itu, Kang Maman!" ia
me muji. Jaka Salman hanya tersenyum.
"Kang Maman mana pakaian mu 'yang basah?" tanya gadis
itu. "Kutaruh di s itu." jawab Jaka Salman sa mbil menunjuk ke
arah pakaiannya yang kotor dan basah di sudut ruangan.
Muntari mengha mpiri dan menga mbil pakaian itu. "Biar


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kusuruh cuci pelayan." katanya.
"Eh, Mumun, biar aku yang me mbawanya. Pakaian itu kotor
dan basah." Jaka Salman mengulurkan tangan hendak
menga mbil pakaian itu dari tangan Muntari. Akan tetapi gadis
itu mengelak. "Biar lah aku yang me mbawa. Kenapa sih" Aku suka
me mbawa kan pakaian mu, kang!"
Tentu saja Jaka Salman tidak dapat me maksa. Gadis itu
lalu mengajaknya keluar dari kamar itu menuju ke ruangan
dalam. Di ruangan ini telah menanti seorang laki-laki bertubuh
tinggi besar, berkulit hitam, brewok menyera mkan, berpakaian
serba hitam dan usianya sekitar e mpat puluh lima tahun. Di
depannya, terhalang meja, duduk seorang wanita berusia
sekitar tiga puluh ena m tahun, cantik dan berwajah le mbut.
"Akang Salman, inilah bapak dan ibuku. Bapak berna ma Ki
Bangak. Bapak dan ibu, inilah Akang Maman yang kuceritakan
Istana Yang Suram 12 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Pedang Naga Kemala 6

Cari Blog Ini