Ceritasilat Novel Online

Kampung Setan 13

Kampung Setan Karya Khulung Bagian 13


Dibawah tertanda tulisannya : Ing-siu.
Ho Hay Hong terkejut, cepat sekali dia mendapat kabar. Begitu pikirnya. Rupanya dia juga dia sudah tahu! Memikir lagi sampai disitu, Ho Hay Hong jadi teringat kembali kepada kejadian-kejadian sebelumnya, apa yang telah dilakukan bersama Tiat Chiu Khim. Ia menengok kearah gadis itu, mukanya menjadi merah sendiri.
Melihat Ho Hay Hong melihat kearahnya, Tiat Chiu Khim bertanya:
"Hay Hong, apa benar kau membunuh muridnya?"
"Ya. Muridnya adalah Long-gee-mo!" jawab Ho Hay Hong sambil menunduk.
Mendengar disebutnya nama Long-gee-mo, gadis itu rupanya merasa tidak senang. Tetapi karena urusan itu bukan biasa lagi, maka ia lalu berkata:
" Habis, kau pikir bagaimana?"
"Aku juga tidak tahu harus berbuat apa."
"Kita tokh tidak boleh berpeluk tangan menunggu kematian "
"Memang !" sahutnya agak cemas. Tetapi setelah melihat pandangan mata Tiat Chiu Khim seolah-olah hendak menjajagi isi hatinya, ia lalu berkata pula:
"Musuh yang mengganggu kita harus lawan. Aku Ho Hay Hong juga bukan anak kemarin sore, takut apa?"
Belum lagi menutup mulut, pintu kamar mendadak terbuka. Sesosok tubuh manusia melompat masuk bagaikan setan.
Ho Hay Hong terkejut, buru-buru ditariknya tangan Tiat Chiu Khim, sedang tangan kirinya menyerang orang itu.
Orang yang menyerbu masuk itu agaknya tidak menduga akan disambut dengan hebat Ho Hay Hong. Tetapi hanya terdengar suara dengusannya dari hidung, tubuhnya tidak bergerak. Kemudian dengan gesit sekali tahu tahu telah menerobos masuk antara Ho Hay Hong dan Tiat Chiu Kim. Pedang yang menancap diatas meja sudah tercabut, Setelah itu dia lompat keluar lagi melalui jendela.
Namun demikian Ho Hay Hong masih sempat melihat tegas wajahnya. Teringat akan ancamannya segera ia berseru: "Ow, dia adalah Ing-siu?" Mendengar seruan Ho Hay Hong, Tiat Chiu Khim terperanjat, ia bertanya: "Kau kenal dia?"
"Tidak, tetapi aku dapat memastikan dialah orangnya!"
Mata Tiat Chiu Khim mengawasi pohon beringin di luar jendela, katanya dengan suara perlahan.
"Hay Hong, ia demikian berani dan kurang ajar, pasti ada yang diandalkan. Bukannya aku tidak memandang dirimu, Hay Hong. Dengan sejujurnya, kau tidak ada gunanya melawan dia!"
Ho Hay Hong sedikitpun tidak marah, katanya:
"Justru karena itu, maka aku hendak belajar kenal dengannya, tua bangka itu mungkin anggap kepandaian dirinya sendiri terlalu tinggi, sedikitpun tidak pandang mata kau dan aku. Sesungguhnya sangat menjemukan, biar bagaimana aku harus melawan dia!"
"Dalam waktu kesulitan seperti ini, aku tenang sehingga tidak menimbulkan kesalahan!"
Ha Hay Hong menganggukan kepala, ia mengerti maksud gadis itu, yang merasa kuatirkan keselamatannya.
"Aku tahu benar riwayat dirinya. Pada enam puluh tahun berselang, ia sudah merupakan seorang rimba persilatan yang tergolong orang kuat. Tempat ini sudah diketahuinya dengan jelas kalau kira tetap berdiam disini, sungguh berbahaya. Kita harus lekas pergi!"
"Kemana saja kita boleh pergi, setidak-tidaknya jauh lebih baik daripada tetap kita di sini. Mari jalan !"
Lebih dulu Ho Hay Hong lompat keluar melalui lobang jendela, dengan sangat hati-hati ia menghunus pedang pusakanya memeriksa keadaan di sekitarnya.
Tiat Chiu Khim agaknya ingat sesuatu, ia bertanya:
"Hay Hong, pedang emasnya itu, apakah ada keistimewaannya dari pedang biasa?"
"Adik Khim, kau sungguh pintar. Aku sebetulnya hendak menyebutkan nama pedang itu, tetapi mendadak lupa. Mungkin, rimba persilatan yang selama ini tenang, sudah waktunya akan diganggu oleh kawanan iblis. Pedang itu adalah pedang sakti peninggalan dari zaman purba yang dinamakan pedang Kim Ap Sin kiam iblis tua itu mendapatkannya dari gunung sua-giam-san daerah utara, benar-benar tidak oleh dipandang ringan!"
"Pedang itu masih asing bagiku, agaknya belum pernah dengar nama itu. Tetapi dari namanya saja dapat diduga pasti pedang pusaka dari jaman kuno yang tajamnya luar biasa!"
Berkata sampai disitu, wajah Tiat Chiu Kim yang cantik nampak mulai diliputi oleh perasaan murung, katanya pula:
"Kepandaiannya sendiri entah sampai dimana tingginya, aku belum pernah menyaksikan tetapi dari kepandaian muridnya yang tidak di bawah kepandaianku, dapat diduga, aku barang kali sulit dihadapi!"
"Ya, aku sendiri sudah pikir begitu. Akan tetapi, sekarang aku sudah menjadi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, Biar bagaimana, juga tidak boleh merendah terhadapnya!"
Dua muda mudi itu berjalan diatas jala raya yang sepi sunyi dan gelap gulita.
Ho Hay Hong tidak takut Ing-siu, hanya dalam hati masih merasa berat buat meninggalkan kekasihnya. Jikalau dahulu, sedikitpun ia tidak perlu kuatirkan semua ini, dengan hati tabah dapat ia menghadapi jago dari tingkat tua itu.
Tiat Chiu Khim memandang dirinya, mendadak menghela napas, dari pandangan matanya yang sayu, dapat diduga bagaimana perasaan hatinya pada saat itu!
"Kalau kau mau mengendalikan hawa marahmu, aku lebih suka mengikuti kau mengasingkan diri kegunung yang sepi, untuk menghindarkan bencana ini!"
"Jikalau tidak beruntung aku harus mati, tidak apalah. Tetapi jiwaku akan hidup terus didalam hati saudara-saudara golongan rimba hijau, aku tidak menyesal lagi!"
Tiat Chiu Khim tidak berkata apa-apa lagi, ia dapat mengerti bahwa kata-kata Ho Hay Hong itu dengan secara tidak langsung menolak usulnya.
Sambil menggenggam gagang pedang pusakanya, mata Ho Hay Hong memandang pedang pusaka yang memancarkan sinar berkilauan, sementara dalam hatinya berpikir: "Selewatnya malam ini, adalah besok pagi. Waktu itu aku Ho Hay Hong yang menjadi pemimpin golongan rimba hijau, harus menentukan sendiri hari depanku. Namaku akan menjadi harum atau ludas, dalam waktu satu hari itu dapat ditentukan. Maka aku harus mengeluarkan seluruh kepandaianku, kalau perlu adu jiwa dengannya."
Ia berjalan sambil melamun. Ketika berpaling kearah kekasihnya buat menghibur beberapa patah. Sang kekasihnya ternyata sudah tidak ada di sampingnya.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, sejak kapan Tiat Chiu Khim meninggalkan dirinya, ia juga tidak tahu.
Dalam cemasnya ia buru-buru lari balik sambil berderu memanggil-manggil nama kekasihnya.
Sekaligus ia sudah lari sepuluh pal lebih tetapi tidak menemukan jejak sang kekasih maka ia mengira sudah terjadi apa-apa atas dirinya.
Ia mengingat kembali apa yang telah terjadi, belum lama berselang bukankah nona itu mengikuti dibelakangnya"
Kecuali ia yang menyingkir sendiri, dalam rimba persilatan dewasa ini tidak mungkin ada orang lain bagaimanapun lihaynya dia, yang bisa menyomot Tiat Chiu Khim dari dekatnya tanpa diketahui sama sekali olehnya.
Selain daripada itu jikalau orang yang menangkap gadis itu berkepandaian amat tinggi, agaknya tidaklah perlu sampai menggunakan cara demikian untuk merampas Tiat Chiu Khim. Bukankah ada lebih baik bila merampas secara terang-terangan"
Ho Hay Hong berdiri terpaku. Ia bertanya kepada dirinya sendiri: "Pasti ia yang pergi sendiri! Tetapi apa sebabnya" Ilmu meringankan tubuhnya lebih mahir dari padaku, lagipula karena pikiranku sedang risau, sudah tentu tidak tahu."
Semakin dipikir semakin kuat dugaannya! sebab kecuali itu, kemungkinan lainnya sedikit sekali, bahkan boleh dikata tidak mungkin sama sekali.
Pikirannya pelahan-lahan mulai reda, tetapi sebentar kemudian perasaannya tidak tenang lagi.
Ia sesungguhnya tidak dapat memikirkan apa sebabnya yang sebetulnya. Apa sebab Tiat Chiu Khim berlalu" Dan apa pula maksudnya.
Ia mulai memikir yang bukan-bukan.
"Apakah oleh karena aku menolak keinginannya yang baik lantas ia menjadi marah?" demikian ia bertanya pada dirinya sendiri.
Tetapi, itu juga belum tentu, Karena ia tahu benar sifat dan perangainya. Ia tahu asal gadis itu jauh berbeda dengan orang biasa, adanya sombong dan tinggi hati, tetapi pikirannya tidak sampai demikian sempit.
"Mungkin ia pergi mencari bala bantuan!" demikian ia berpikir lagi.
Kalau benar demikian halnya, mengapa tidak berunding dulu dan lantas pergi"
Apalagi kesehatannya belum pulih kembali seluruhnya, darimana ia harus minta bantuan"
Rupa-rupa pikiran berkecamuk dalam benaknya, pelahan-lahan ia jadi kesal sendiri. Apakah ia merasa kecewa terhadapku"
Ia mengingat-ingat kembali apa-apa yang telah diucapkan Tiat Chiu Khim didalam rumah penginapan. Alisnya lalu dikerutkan dan berkata kepada diri sendiri: "Apakah ia sudah mempunyai kekasih" Jikalau tidak, mengapa ia selalu merasa bahwa hubungan kita diliputi oleh kabut" Ucapan itu jelas mengandung maksud menolak cinta-ku."
Oleh karena itu maka ia segera menarik kesimpulan: "Mungkin, karena hendak membalas budiku yang menolong jiwanya, ia pura-pura berlaku cinta terhadapku. Aa, aa, aku tidak menduga bahwa perbuatannya itu semata-mata hanya untuk membalas budi. Akh. Tiat Chiu Khim mengapa kau tidak mau mengatakan secara terus terang" Mungkin pikiranku bisa agak tenang, tetapi Sekarang, aih."
Pikirannya semakin risau, penderitaan hatin itu dirasakan lebih berat daripada penderitaan lahir.
Ia tertawa getir sendiri dan akhirnya memutuskan untuk melupakan gadis idamannya itu.
Ia melanjutkan perjalanannya dengan hati berat dan putus harapan.
Ia memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi sekali. Dengan pikiran yang kusut ia berlari, mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk melanjutkan perjalanannya.
Ia tidak memikirkan tempat mana yang harus dituju, matanya memandang kearah jauh, membiarkan kakinya lari bagaikan bergeraknya mesin.
Dengan mendadak, dibelakangnya terdengar serentetan orang tertawa.
Dalam keadaan terkejut, ia berpaling matanya segera menatap kepada orang yang tertawa itu.
Ia terkejut karena mata orang itu bagaikan sinar bintang dipagi hari, yang seolah-olah ingin menembusi hatinya.
Ia tidak berani memandang terus, tanpa disadari ia menundukkan kepala, sedang dalam hatinya berpikir: "Siapakah dia" Apakah,.,., dia Tiat Chiu Khim."
Teringat kekasihnya pikirannya terbuka.
Ia maju beberapa langkah. ia baru lihat tegas bahwa orang itu mengenakan kedok kulit manusia, sewaktu mengeluarkan suara tertawa kulitnya tidak bergerak.
Sebagai seorang pintar, ia segera dapat mengenali dari tubuh orang itu, maka seketika itu ia lantas berkata.
"Tidak perlu menyaru lagi, Ing-siu bukalah kedokmu."
Orang yang bertubuh tinggi besar itu berkata sambil tertawa:
"Bocah, kau benar-benar pintar". Sementara itu ia juga sudah membuka kedoknya, selembar muka merah tertampak didepan mata Ho Hay Hong.
Mata Ho Hay Hong ditujukan kepada pedang pusaka dipinggang orang tua itu, kemudian berkata:
"Jangan main gila lagi, kembalikan nona Chiu Khim ku,"
Orang tua itu terkejut dan bertanya:
"Siapa nona Chiu Khim?"
Tetapi kemudian ia segera mengerti, sambil tertawa terbahak-bahak ia berkata pula.
"Bocah, kau benar-benar tolol, sehingga sahabat perempuanmu hilang juga tidak tahu. Sungguh sangat memalukan, kau masih berani menganggap dirimu sebagai pemimpin rimba hijau daerah Utara ?"
Menyaksikan sikap yang sungguh-sungguh, agaknya memang tidak tahu benar, maka Ho Hay Hong lalu berpikir: "Apakah benar-benar Chiu Khim pergi atas kemauannya sendiri.?"
Seketika itu ia merasa sedih lagi, karena dari sini dapat membuktikan dugaannya sendiri. Namun demikian, karena sedang berhadapan dengan musuh tangguh, maka buru-buru mengendalikan perasaannya. Ia berkata:
"Ing-siu, kau merintangi perjalananku, apakah hendak menuntut balas buat kematian muridmu?"
Mata Ing-siu menatap wajah Ho Hay Hong, jawabnya:
"Benar, aku sebetulnya hendak membunuhmu sekarang juga, tetapi setelah melihatmu, pikiranku berubah lagi. Aku menghendaki supaya kau mati dihadapan jago rimba persilatan seluruh dunia, supaya semua orang rimba persilatan tahu bahwa aku Ing-siu bukan saja belum mati, bahkan lebih hebat daripada Ing-siu pada enam puluh tahun berselang!"
"Bicara memang gampang. Tetapi aku bukanlah patung, mana aku mau membiarkan diri ku diperlakukan dengan sesuka hatimu?"
"Hebat, hebat. Aku tahu bahwa kau yang masih muda belia, sudah berhasil menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara. Kepandaian ilmu silatmu sudah pasti tak dapat dibandingkan dengan orang biasa. Tetapi kalau dibandingkan dengan aku, itu seperti telur diadu dengan batu."
Ho Hay Hong semangatnya bangun seketika, mendengar perkataan itu bukan saja tidak marah, sebaliknya malah tertawa terbahak-bahak. Ia berkata dengan suara keras:
"Bagus, bagus. Aku jadi ingin sekali mencoba kepandaianmu?"
Ia maju lagi tiga langkah dan berkata dengan suara berat:
"Aku mau tanya padamu. Bagaimana pertarungan ini kita mulai?"
"Bocah! Keberanianmu memang patut dipuji, benar tidak kecewa kau jadi jago muda. Tapi Sayang kau terjatuh di tanganku Tentang pembukaan mudah saja. Tempat boleh kau pilih, aku nanti akan datang untuk mengambil jiwamu!"
Ho Hay Hong seketika itu melupakan rasa sedihnya dengan semangat menyala nyala ia berkata.
"Aku tahu bahwa pedang pusakamu itu Kim Ap Sin Kiam, benda peninggalan zaman purba. Tetapi pedang garuda Saktiku juga bukan pedang biasa, marilah kita mengadu pedang siapa yang lebih tajam."
Ing-siu tampak terkejut ia bertanya "Kau pernah apa dengan kakek penjinak garuda " Mengapa kau membawa-bawa pedang garuda saktinya?"
"Tentang ini kau tidak perlu tanya!" sahut Ho hay Hong. "Kalau waktunya sudah tiba, kau datang saja berhadapan denganku !"
"Baik, besok tengah hari kita bertemu lagi."
Ia melirik Ho Hay Hong sejenak, lantas berlalu.
Baru saja orang tua itu memutar tubuhnya, Ho Hay Hong melihat sebuah makam menonjol maka lalu bertanya:
"Tunggu dulu! Aku mau tanya padamu, ini kuburan siapa?"
"Tang-Siang Sucu!" jawabnya sambil tertawa dingin.
Mendengar jawaban itu, bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, sehingga seketika itu berdiri menjublek.
Tang-siang Sucu meskipun jahat, tetapi bagaimanapun juga masih terhitung saudara sekandungnya sendiri.
Ia berdiri terpaku sekian lama, mendadak wajahnya berubah.
Ing-Siu juga tidak lantas pergi. Menyaksikan sikap Ho Hay Hong, lantas bertanya.
"Kau berdua sama-sama membunuh muridku, sudah seharusnya menerima hukuman mati. Kau menyesal juga sudah terlambat."
Ia tidak tahu bahwa Tang-siang Sucu adalah saudara sekandung Ho Hay Hong, dianggapnya kawan biasa saja. Katanya pula.
"Meskipun kau merasa kasihan, tidak urung kau sendiripun akan mati. Kau juga tidak usah pura-pura, hari ini adalah hari kematian kawanmu, dan besok adalah giliranmu. Aku selamanya dapat membedakan dengan tegas, siapa musuh siapa tuan penolong tidak pernah membunuh orang yang tidak berdosa, tetapi juga belum pernah melepaskan musuh-musuhku begitu saja. Siapa suruh kau tidak mencari keterangan dulu?"
Sehabis berkata demikian, lantas berjalan meninggalkan Ho Hay Hong.
"Berhenti!"
Kemudian berkata dengan gemas:
"Ing-siu! Kau membunuh saudaraku, maka sekarang kau adalah musuh besarku, serahkanlah jiwamu!"
"Bocah, telah kuberikan kesempatan padamu untuk hidup satu hari lagi. Apakah kau masih kurang puas!"
Ho Hay Hong mendekati Ing-siu dengan langkah lebar, dengan mata beringas ia berkata:
"Orang lain boleh takut padamu, tetapi aku Ho Hay Hong tidak ! Lekas hunus pedang pusakamu, mari kita bertempur mati-matian!"
Dengan cepat menghunus pedang garuda saktinya dan pasang kuda-kuda. Matanya menatap wajah Ing-siu, katanya gusar:
"Lekas ! Jikalau tidak, aku akan berlaku kurang ajar terhadapmu!"
Sejak dahulu, enam puluh tahun berselang Ing-siu pernah menjagoi dunia Kang-ouw dan namanya dikenal orang di seluruh rimba persilatan. Belum pernah ia melihat seorang yang tidak takut mati seperti anak muda didepan matanya ini. Maka alisnya lalu dikerutkan kemudian berkata:
"Bocah, apa kira aku mudah kau hadapi?"
"Aku tidak perduli kau mudah di hadapi atau tidak. Ganti jiwa saudaraku lebih dulu, jangan banyak bicara!"
Ing-siu tertawa terbahak-bahak, lama baru berkata :
"Bocah, menang atau kalah besok sudah tentu dapat diketahui, perlu apa kau begitu tergesa-gesa?"
Ing-siu adalah seorang yang kejam dan banyak akalnya. Meskipun ia tahu sedang bermusuhan, tetapi ia masih dapat berlaku sabar.
Ia telah mengambil keputusan, besok saja membinasakan anak muda itu dihadapan jago-jago rimba persilatan.
"Baik. besok ya besok. Jikalau tidak datang pada waktunya, jangan sesalkan kalau aku datang kerumahmu." berkata Ho Hay Hong marah.
Ing-siu tertawa terbahak-bahak, dengar membawa hawa amarahnya ia terlalu.
Ho Hay Hong mengawasi dengan hati panas, kemudian ia memandang tanah kuburan dan menggumam:
"Hay Thian. Hay Thian, hendaknya kau mati dengan meram. Aku akan menuntut balas dendam untukmu!"
Untuk pertama kalinya ia mengucurkan air matanya bagi saudaranya yang jahat dan banyak dosa itu. Dibawah sinar bintang di langit, dengan ditiup oleh angin malam yang dingin, untuk pertama kalinya ia mengungkapkan perasaannya !
Lama ia berdiri di depan kuburan, mendadak dikejutkan oleh suara burung malam. Kini hatinya telah dipenuhi oleh hawa amarah dan permusuhan, pikirannya terhadap kekasihnya telah lenyap sama sekali.
Setelah bersembahyang didepan kuburan Tang-siang Sucu, ia lantas berlalu.
Perlahan-lahan ia menghilang di tempat gelap, ia memulai perjalanannya untuk membuka lembaran baru yang gilang-gemilang atau mati sebagai ksatria.
Keesokan pagi-pagi sekali, di kalangan Kang-ouw mendadak tersiar berita yang mengejutkan.
Berita itu bagaikan halilintar disiang hari bolong, merupakan suatu kejadian besar sejak adanya riwayat dunia Kang ouw.
Berita besar itu adalah akan dilakukannya pertandingan antara Ing-siu, jago tua kenamaan sejak enam puluh tahun berselang dengan pemimpin golongan rimba hijau daerah utara.
Berita besar ini ditiup-tiup demikian rupa sehingga belum sampai satu hari, sudah menggemparkan seluruh rimba persilatan.
Hampir setiap orang yang pernah menginjak dunia Kang ouw atau yang mengerti ilmu silat, tidak ada yang tidak tahu berita yang mengejutkan itu.
Hanya dalam waktu satu hari saja, hampir disetiap rumah makan, jalan besar dan setiap gang, semua orang membicarakan berita itu.
Sebab nama Ing-siu sudah lama terkenal, tiada orang rimba persilatan yang tidak tahu. Sedangkan pemimpin golongan rimba hijau daerah utara yang baru muncul juga telah banyak perbuatannya yang patut dipuji.
Dua manusia besar itu hendak melakukan pertarungan, berita itu benar-benar telah menggemparkan seluruh rimba persilatan.
Oleh karena itu juga saudara-saudara dari golongan rimba hijau dari daerah utara yang dekat daerah selatan, pada berbondong-bondong menuju ke selatan, untuk menyaksikan pertandingan besar itu.
Dalam waktu satu hari saja, golongan rimba hijau daerah selatan juga gempar. Pemimpin daerah utara yang sudah lama dijeleki oleh mereka, kini ternyata bertindak demikian berani, hingga pandangan mereka berubah seketika.
Tempat ditunjuk oleh Ho Hay Hong untuk mengadakan pertandingan itu, adalah tempat sebagai daerah ternama didaerah selatan, yang letaknya kira-kira sepuluh pal dari propinsi Ciat-kang.
Tempat itu merupakan sebuah danau yang mempunyai pemandangan alam indah.
Hari itu, mulai dari pagi hari, jalanan yang menuju kedanau itu telah dipenuhi oleh manusia-manusia yang menuju ketempat itu untuk menyaksikan pertandingan besar.
Hari itu udara cerah diatas langit hanya terdapat beberapa gumpal awan putih yang tersebar dimana-mana.
Ho Hay Hong dengan berpakaian ringkas dan seorang diri, jalan diatas jalan raya yang menuju kedanau. Sepanjang jalan tampak banyak mata ditujukan padanya hingga semangatnya semakin menyala nyala.
Ia mengerti bahwa ini adalah Satu ujian paling berat dalam seluruh hidupnya, mati hidupnya tergantung dalam pertempuran hari ini. Bukan hanya itu saja, bahkan nama baik golongan rimba hijau daerah utara juga tergantung di dalam tangannya.
Ia berusaha keras menekan emosinya, supaya melupakan berlalunya dua kekasihnya dan kematian saudaranya. Ia berusaha setenang mungkin, supaya dapat melawan musuhnya dengan sebaik-baiknya.
Ia tidak berani membayangkan apakah ia akan berhasil, tetapi ia harus bertahan sekuat tenaga. Sekalipun bukan tandingannya, atau harus hancur lebur di medan pertempuran, ia juga akan melawan dengan gigih.
Dalam keadaan demikian, ia tiba ditempat yang hendak dijadikan medan pertempuran.
Sebelum ia tiba, tempat itu sudah penuh dengan manusia yang berjejal-jejal ingin menyaksikan pertempuran bersejarah itu.
Ho Hay Hong yang suka ketenangan, juga tak mau mengagulkan diri. Begitu melihat Ing siu masih belum datang, ia segera mencari suatu tempat yang agak tenang, dan duduk seorang diri.
Baru saja ia duduk, dibawah sebuah pohon besar yang tidak jauh dari tempat ia duduk mendadak terdengar suara orang berkata: "Saudara-saudara, Ho Hay Hong yang menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara itu, kabarnya adalah seorang muda yang usianya terpaut tidak jauh dengan kita. Belum lama ia muncul didunia Kang Ouw, sudah menggemparkan rimba persilatan, benar-benar sangat mengagumkan!"
"Ng !" demikian terdengar jawaban suara lain orang, "aku mempunyai satu pandangan lain, aku anggap seorang muda paling pantang namanya terlalu menonjol. Meskipun ia sudah menjadi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, tetapi kalau dibandingkan dengan Ing-siu, masih selisih jauh. Dalam pertempuran ini mungkin ia akan rugi!"
Terdengar pula suaranya orang ketiga: "Hm, jieko! Aku lihat belum tentu seperti apa yang kau duga. Orang sengaja hendak menunjukkan kepandaiannya dirimba persilatan daerah selatan, tidak mungkin memikirkan rugi atau tidak rugi!"
Jelas suara orang itu mengandung nada mengiri dan mengejek.
Hati Ho Hay Hong tergerak. Dan ia mendengar suara lain berkata: "Sam suheng, sudahlah, semua tidak perlu bertengkar memperbincangkan urusan orang lain. Biar bagaimana sebentar lagi kita tokh akan dapat menyaksikan sendiri."
Ho Hay Hong berpaling kearah orang-orang itu, dibawah pohon besar itu ternyata ada duduk empat orang muda, yang masing-masing menyoren pedang.
Ketika empat pemuda itu melihat Ho Hay Hong memandang mereka dengan sinar matanya yang tajam, semua terperanjat.
Ho Hay Hong juga segera mendapat kenyataan bahwa mereka itu bukan orang-orang dari golongan jahat, maka tidak menghiraukannya, tetap duduk sambil mendongakkan kepala menantikan kedatangannya Ing-siu.
Dengan mendadak, terdengar suara tertawa nyaring menggema diudara.
Suara itu diulangi lagi berulang-ulang hingga menimbulkan perhatian semua orang yang ada disitu.
Empat pemuda itu juga lantas diam, celingukan mencari cari.
Ho Hay Hong juga dapat merasakan bahwa kekuatan tenaga dalam orang itu tidak dimiliki oleh orang sembarangan. Ketika ia angkat muka, matanya segera dapat lihat seorang yang mengenakan pakaian panjang warna kelabu, berdiri menghadap kebarat. Ditengah-tengah orang banyak, orang itu nampak sangat menyolok.
Setelah Ho Hay Hong melihat tegas siapa adanya orang itu, diam-diam terkejut, karena orang itu adalah orang luar biasa berbaju kelabu dari kampung setan, yang kepandaian ilmu silatnya didapatkan dari Kakek penjinak garuda.
Ia heran mengapa orang itu juga datang kemari, agaknya juga tertarik oleh pertempuran yang akan datang.
Ho Hay Hong tidak takut, tetapi ia tidak ingin orang itu mengacau jalannya pertempuran.
Ia tidak ingin dirinya diketahui oleh orang itu, maka ia pindah ke bawah pohon, duduk berhadapan dengan empat pemuda tadi.
Tak disangka-sangka, baru saja ia duduk dihadapannya sudah berdiri tiga orang laki-laki berbadan tegap berpakaian warna ungu, membentak padanya dengan suara kasar:
"Bagus, Tang Siang Sucu, kita cari-cari kau kemana-mana, tak disangka kau berada sini mencari angin. Haha, bangun, bangun Jangan berlagak gila!"
"Tuan-tuan ada keperluan apa?" balas menanya Ho Hay Hong agak heran.
"Keperluan apa?" jawab tiga orang itu berbareng:
"Kurang ajar. Tang siang Sucu, kau juga pandai berlagak, Tiga bulan berselang, kau telah membunuh habis serumah tangga toako kita, dosamu apakah masih perlu kita jelaskan lagi."
Mereka memandang Ho Hay Hong dengan seksama, kemudian berkata pula sambil tertawa.
"Sungguh kebetulan, suhumu sekarang tidak berada disini, maka kita dapat menggunakan kesempatan ini untuk menuntut balas dendam.
Sehabis berkata orang itu memberi isyarat dengan matanya, salah seorang lantas berkata dengan suara keras:
"Bocah durhaka kita sudah mengundang seorang pandai, untuk mengambil jiwamu !"
Orang itu jarinya menunjuk kepada seorang pertengahan umur dengan berpakaian seperti pelajar. Lalu berkata pula sambil memperkenalkan orang itu.
"Tuan ini adalah ahli silat yang baru diundang oleh golongan kita, Tiat bin Sie-Seng dari gunung Lo losan. Haha, bocah, kau sekarang boleh mati dengan mata meram !"
Ho Hay Hong mengerti bahwa karena perbuatan saudaranya, tidak nyana kini mereka telah salah faham dan anggap ia yang melakukan kejahatan itu.
Ia tahu mereka datang dengan penuh amarah, maka juga tahu bahwa pertempuran ini tidak dapat dielakkan lagi.
Ia berpikir: "saudara sudah mati, keluarga Ho hanya tinggal aku sendiri, biarlah aku yang menalangi tanggung jawabnya."
Bagaimanapun juga Ho Hay Hong adalah saudara sekandungnya. Meskipun ia tidak setuju perbuatannya, tetapi kejadian sudah terjadi demikian rupa, juga tidak bisa tinggal diam, maka ia lalu berkata dengan gagah:
"Baik, aku Tang siang Sucu akan melayani kehendak kalian!"
Tiga orang dengan serentak mundur. Tiat bin Sie seng lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Sudah lama aku mendengar namamu yang besar, hari ini bertemu muka, benar saja memang bukan seorang sembarangan. Sebetulnya aku ingin bersahabat denganmu, tetapi karena tugas, aku tidak bisa berbuat apa-apa, harap kau suka memaafkan!"
Ho Hay Hong tahu bahwa waktu sangat berharga baginya, maka ia tidak mau membuang waktu dengan cuma-cuma. Katanya sambil memberi hormat:
"Tuan datang dengan membawa tugas, sudah tentu bukan atas kehendakmu sendiri. Jangan khawatir, aku tidak akan membawa tuan kedalam kancah permusuhan!"
"Awas!" kata Tiat bin Sie-Seng sambil menganggukkan kepala dan tersenyum.
Tangannya bergerak melakukan serangan membacok dengan tangan kosong.
Hanya satu gerakan, Ho Hay Hong sudah tahu sampai dimana tingginya kepandaian pelajar itu, diam-diam terkejut.
Lelaki berpakaian ungu ketika menyaksikan Ho Hay Hong menggeser kakinya, lantas berkata sambil tertawa menyeringai:
"Ha ha, haha! Bocah! Kau tahu juga, ini adalah ilmu silat dari golongan Lo lo san yang sangat terkenal didaerah selatan!"
Ho Hay Hong yang tahu bahwa ia berhadapan dengan lawan tangguh, lalu memusatkan seluruh kepandaiannya, dengan satu tangan ia maju menyerang dengan cepat.
Empat pemuda berbaju kuning nampaknya tertarik oleh pertempuran itu, semua bangkit dari tempat duduknya.
Tiat bin sieseng sendiri diam-diam juga mengakui kepandaiannya Ho Hay Hong.
Ia juga segera mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk menghadapi lawannya yang masih sangat muda itu.
Pertempuran itu dengan cepat sudah menarik perhatian orang banyak, hingga pada datang berduyun-duyun untuk menyaksikan.
Ho Hay Hong sangat khawatir hal itu akan menarik perhatiannya lelaki berbaju kelabu dari kampung setan maka ia hendak mengakhiri pertempuran itu dengan cepat.
Serangan hebat segera dilancarkan kepada lawannya.
Tiat bin sieseng terkejut, ia tidak menduga lawannya yang masih muda belia, memiliki kekuatan tenaga yang demikian hebat. Kalau semula ia pikir hendak memperkembangkan ilmu silatnya dari golongan Lo-lo-san, yang dianggapnya akan dapat menggemparkan rimba persilatan, kini harapan itu telah buyar sebagian.
Selagi Tiat-bin Sie seng memikirkan diri lawannya, Ho Hay Hong mendadak lompat melesat menyingkir meninggalkan lawannya.
Tiat-bin Sie seng heran atas sikapnya Ho Hay Hong sebab belum kalah sudah lari, maka segera mengejarnya.
Sebaliknya dengan tiga lelaki baju ungu, mereka itu mengira Ho Hay Hong tidak berani melawan hingga kabur, lalu sambil tertawa:
"Manusia tidak tahu malu! Kita lihat kau hendak lari kemana!"
Dengan serentak mereka juga lari mengejar.
Ho Hay Hong lari meninggalkan tempat dekat danau yang akan dijadikan medan pertempuran, kemudian berhenti disuatu tempat.
Tempat itu sangat tersembunyi, tiada manusia jalan disitu, oleh karenanya ia boleh menunggu dengan tenang. Atau kalau harus bertempur lagi, juga tidak takut akan dikerumuni oleh banyak orang yang menonton.
Setelah mereka berlalu, diantara penonton seorang anak muda tampan yang muda sekali, yang usianya kira-kira baru enam belas tahun juga turut mengejar.
Orang banyak menganggap hanya ingin menonton, maka tiada seorangpun yang menghiraukannya.
Belum lama Ho Hay Hong tiba ditempat itu, Tiat bin sieseng segera menyergap sambil berseru.
"Kau belum kalah mengapa lari" Apakah maksudmu yang sebenarnya?"
Ho Hay Hong tanpa bicara segera menyambut Tiat-bin Sie-seng dengan serangan hebat, sehingga lawannya terpaksa mundur.
Tiat bin Sie seng agak mendongkol, ia kembali mengeluarkan kepandaiannya untuk menyerang lagi.
Ia menggunakan gerakan-gerakan yang sangat lincah menghujani Ho Hay Hong demikian rupa dengan serangan-serangannya yang aneh-aneh, sehingga Ho Hay Hong seolah-olah terkurung dalam serangan tangannya.
Ho Hay Hong juga merasa heran menghadapi serangan yang demikian aneh itu, maka ia tidak berani gegabah. Ia lalu menggunakan ilmu silatnya Kun-hap Samkay, melayani lawannya dengan seru.
Di bawah teriknya sinar matahari dua orang itu bertempur sengit. Difihaknya Tiat-bin Sie-seng nampaknya sudah bertekad bulat hendak menjatuhkan lawannya, sedangkan Ho Hay Hong agak heran, sebab lawannya itu hanya diundang untuk membantu saja, mengapa bertempur mati-matian demikian rupa, agaknya seperti musuh besar.
Tetapi sudah menjadi kenyataan demikian, ia juga tidak perlu berpikir terlalu banyak, maka dengan tekad bulat pula hendak merubuhkan lawannya.
Ia tidak tahu bahwa Tiat-bin Sie Seng ada maksud hendak menjagoi rimba persilatan, meskipun diluarnya nampak berlaku merendah, tapi dalam hatinya hendak menjatuhkan semua orang kuat dalam rimba persilatan.
Sementara itu tiga lelaki berbaju ungu, terus siap sedia untuk menantikan kesempatan, apabila Ho Hay Hong terdesak, segera akan dibinasakan!
Pemuda tampan yang ikut menonton tadi, telah sembunyikan dirinya jauh-jauh, bukan saja Hay Hong tidak tahu, sedangkan dipihaknya orang-orang berbaju ungu juga tiada seorang pun yang tahu.
Pertempuran berlangsung semakin seru, serangan masing-masing juga semakin hebat. Kini dari fihak orang-orang berbaju ungu agaknya juga sudah mulai mendapat firasat bahwa Tiat bin sie seng tidak mungkin dapat merebut kemenangan, hingga mereka diam-diam merasa khawatir.
Yang mengherankan ialah Tiat-bin Sie seng sendiri nampaknya tidak bisa merasa khawatir, bahkan sebaliknya, diwajahnya yang putih bersih, setiap saat terlintas suatu perasaan girang
Perasaan girang itu semakin nyata tertampak mengikuti jalannya pertempuran, seolah-olah sudah yakin benar ia pasti akan dapat meraih kemenangan.
Hal ini tidak mengherankan, karena ilmu silatnya dengan tangan kosong yang dinamakan gerak tipu membelah awan, memang benar-benar luar biasa aneh.
Juga keampuhannya, keistimewaan ilmu silatnya itu, ada mempunyai suat kesanggupan mencari jalan kelemahan lawannya dan kemudian dicecer secara hebat.
Ia semakin girang, karena mengetahui bahwa serangan lawannya kalau dilihat dari luar memang hebat sekali, tetapi kalau diperhatikan benar-benar, lawannya, itu pikirannya seperti terpengaruh oleh perasaan kikuk dan bingung.
Setiap kali melakukan serangan, sebelum serangannya mengenakan sasarannya, telah dibatalkan dengan tiba-tiba.
Dengan tiba-tiba satu pikiran terlintas dalam otak Tiat-bin Sie-seng, ia segera menarik kesimpulan bahwa lawannya itu mungkin belum memiliki kekuatan mahir seperti kekuatan tenaga dalamnya
Sementara itu Ho Hay Hong yang sedang bertempur terus makin lama nampak makin gelisah sebab dalam pikirannya selalu terganggu oleh bayangan Ing-siu yang dikiranya saat itu sudah tiba dan menghinanya tidak berani datang memenuhi janji.
Pikirannya semakin gelisah, serangannya semakin tidak teratur.
Ia sendiri juga merasa heran, karena belum pernah demikian bingung.
Dalam keadaan demikian, telinganya mendadak dapat menangkap suara sambaran angin, dengan sendirinya ia mengelak dan menggerakkan tangan kirinya untuk menangkis serangan lawannya, sedang tangan kanannya membuat satu lingkaran yang ditujukan kepada dua bagian jalan darah lawannya.
Setelah mengeluarkan serangannya itu, ia mulai memusatkan kekuatan tenaganya dan pikirannya
Selagi berusaha untuk memusatkan pikirannya, suara keras terdengar pula, dalam waktu sekejap mata, suara itu sudah mendekati dirinya.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, ia tidak menduga bahwa perubahan gerakan lawannya demikian pesat, bahkan bisa menembusi serangannya sendiri yang rapat.
Disamping terkejut, pikirannya seketika itu jernih kembali, tetapi hendak menarik kembali tangannya untuk menangkis serangan lawannya sudah tidak keburu lagi. Diantara suara ledakan keras ia terpaksa mengempos hawa murni dan membusungkan dadanya.
Karena keadaan mendesak walaupun ia berhasil menghindarkan diri dari serangan depan, tetapi tidak berhasil mengelakkan sambaran angin dari serangan tersebut, hingga bajunya robek sebagian.
Diantara sorak-sorai dari orang-orang berbaju ungu, Ho Hay Hong dapat menampak tegas bahwa wajah Tiat-bin Sie-seng menunjukkan sikap puas, bangga dan jumawa, bibirnya tersungging satu senyuman yang mengandung sindiran. Ini membuat panas hatinya, hingga dengan tiba-tiba ia mendongakkan kepala dan bersiul panjang.
Tiat-bin Sie seng terkejut, ia dapat merasakan bahwa suara siulan itu agak aneh, samar-samar seperti mengandung kemarahan sangat besar.
Ia melihat lagi wajah Ho Hay Hong, Saat itu nampak pucat pasi, sedang kedua matanya bersinar buas, dua tangannya dirangkapkan didepan dadanya, bergerak tidak berhenti-henti.
Dalam hati lalu berpikir : "Apa yang akan dilakukan oleh anak muda ini " Sikapnya yang buas ini, sungguh menakutkan"
Selagi pikirannya belum tenang, suara bentakan nyaring tiba-tiba keluar dari mulut Ho Hay Hong :
"Tiat-bin Sie-seng, serahkan jiwamu!"
Dua tangannya yang satu disodorkan yang satu ditarik kembali, lambat-lambat bergerak kehadapan Tiat-bin Sie Seng.
O-oodwoo-O Bersambung Jilid 28
Jilid 28

Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIAT-BlN SIE-SENG kembali dikejutkan oleh perbuatan pemuda itu, ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan olehnya, ia hanya merasa sikapnya agak aneh, maka tidak dihiraukan, malah ia berkata sambil tertawa dingin: "Belum tentu, ucapan menyerahkan jiwa, rasanya masih terlalu pagi!"
Diluar dugaannya, belum lagi ia menutup mulutnya, mendadak merasakan suatu tenaga yang hebat sedang menggempur dirinya.
Sebagai satu ahli silat kenamaan, segera dapat mengetahui bahwa serangan Ho Hay Hong itu mengandung kekuatan tenaga dalam yang dinamakan Ceng-khie.
Dengan cepat ia mengeluarkan ilmunya meringankan tubuh, buru-buru lompat melesat.
Dengan alis berdiri, Ho Hay Hong mendadak membalikkan tenaganya, seolah-olah mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya
Tiat-bin Sie-seng sudah cukup gesit, tetapi tokh masih agak terlambat, kekuatan dari serangan Ho Hay Hong, seolah-olah menekannya semakin hebat.
Dada Tiat bin Sie seng seperti digenjot oleh martil besar, orangnya terbang melayang bagaikan layangan yang putus talinya.
Di tengah udara, mulutnya menyemburkan darah.
Ho Hay Hong sendiri juga terhuyung-huyung, ia coba mempertahankan posisinya, matanya mengawasi tubuh Tiat bin Sie seng yang terbang melayang sambil tertawa dingin.
Tiat-bin Sie seng sesungguhnya tidak kecewa menamakan diri sebagai orang kuat dari gunung Lo-lo-san meskipun badannya terapung di tengah udara dan sudah menyemburkan darah, ia masih bisa mempertahankannya dan melayang turun ke tanah.
Tindakan Tiat bin sieseng untuk menyelamatkan dirinya itu, juga menarik perhatian Ho Hay Hong.
Pada saat itu, keadaannya sendiri juga sudah terlalu lelah, sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk melanjutkan pertempuran.
Dengan kaki sempoyongan Tiat bin sieseng mengeluarkan obat pil dari dalam botol obatnya yang lalu ditelannya, matanya menatap wajah Ho Hay Hong. Kemudian berkata padanya.
"Tak disangka kau juga melatih ilmu ceng-khie, Tiat bin sieseng kali ini benar-benar sudah kesalahan mata sudah seharusnya menerima kekalahan ini. Biarlah lain waktu saja kita membuat perhitungan lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu dengan langkah kaki yang berat sekali.
Rombongan laki-laki berbaju ungu itu kabur lebih dulu, seolah-olah tidak mau memperdulikan nasib orang yang dijagoi.
Ho Hay Hong mengawasi berlalunya Tiat bin Sie-seng, tiba-tiba teringat sesuatu: "pantas hari ini aku seperti orang yang kehabisan tenaga, kiranya tadi malam aku sudah menghamburkan banyak tenaga untuk menolong Tiat Chiu Khim."
Ia tersenyum sendiri, pikirnya: "Tang-siang Sucu dimasa hidupnya selalu tidak bisa hidup denganku, tetapi setelah binasa kalau ia tahu bahwa aku sedang berusaha untuk menuntut balas dendam untuknya, ia pasti merasa puas."
Ia berpikir lagi: "kakek berdiam diutara, tidak tahu keadaan sebenarnya tentang diri Tang siang Sucu, maka kesan terhadapnya juga masih baik, bahkan ingin sekali menemuinya. Nanti setelah mengetahui bahwa cucunya sudah binasa, entah bagaimana sedihnya." Pada saat itu tenaganya sudah habis, bertahan juga merasa susah, hingga diam-diam ia mengeluh !
"Jikalau saat ini Ing-Siu sudah tiba dan menunggu terlalu lama, sehingga tidak sabaran dan meninggalkan aku, selanjutnya ia pasti menyiarkan berita bahwa aku telah mengundurkan diri sebelum pertandingan berlangsung. Bagaimana aku ada muka untuk menemui saudara-saudaraku didaerah utara?" Demikian ia berpikir.
Selagi dalam keadaan bingung, dari jauh tampak seorang tua berjenggot panjang dan putih sambil menggandeng seekor keledai, berjalan menghampiri.
Diatas punggung keledai terdapat tumpukan kayu kering, jelas ia baru pulang mencari kayu dari hutan.
Menyaksikan keadaan itu, lalu berpikir: "lebih baik menunggu penghidupan seperti orang tua ini, tanpa sedih. Aku sendiri meskipun berkepandaian tinggi, belum tentu bisa hidup senang dan tentram seperti dia !"
Ia terus memandang orang tua itu, sementara dalam hatinya terus berpikir: "penebang-kayu biasa saja seperti dia, tokh bisa hidup sampai demikian tua, sebaliknya aku sendiri yang memiliki kepandaian tinggi, belum tentu bisa hidup hingga demikian tua."
Orang tua itu ketika nampak Ho Hay Hong memandang dirinya dengan penuh perhatian, lalu menundukkan kepala.
Ho Hay Hong tiba-tiba mendapat satu pikiran: "mengapa aku tidak meminjam keledainya."
Ia segera, menghampiri orang tua itu dia berkata:
"Kakek, aku ada suatu urusan penting, hendak meminjam keledaimu, entah."
Semua uang yang ada dalam sakunya dikeluarkan, diselipkan ditangan orang tua itu seraya katanya:
"Uang ini untuk harganya keledai ini, kakek pikir bagaimana ?"
Orang tua itu meskipun tidak tahu berapa banyak uang perak dalam tangannya, tetapi setelah dihitung diam-diam ia duga uang itu cukup untuk membeli tiga ekor keledai, maka dengan senang hati menyerahkan keledainya kepada Ho Hay Hong.
Ia masih khawatir Ho Hay Hong kurang senang, mulutnya berkata.
"Baik, baik, keledai ini kujual kepadamu."
Buru-buru ia menurunkan kayu keringnya, dibawanya seikat lantas berlalu.
Ho Hay Hong menarik napas lega, ia pergi untuk menemui musuhnya dengan menunggang keledai.
Dengan mendadak, dari belakangnya terdengar suara orang memanggil padanya: "Cianpwee, tunggu dulu !"
Ho Hay Hong teringat, kemudian ia merasa geli. Sebab Sebutannya cianpwee, sesungguhnya tidak tepat bagi seorang yang masih berusia muda seperti dirinya.
Oleh karenanya, maka ia tidak menghiraukannya dan bedal keledainya.
Dengan mendadak sesosok bayangan kuning berkelebat melayang dari belakang dirinya, kemudian berdiri di suatu tempat tidak jauh di hadapannya, kemudian berkata.
"Cianpwee tunggu dulu !"
Keledai Ho Hay Hong kaget, binatang tersebut mengeluarkan suara kaget, kaki depannya di angkat tinggi-tinggi.
Ho Hay Hong yang berada diatas punggungnya, karena dalam keadaan kehabisan tenaga maka tak ampun lagi badannya kehilangan keseimbangan dan jatuh di tanah.
Ia hendak berteriak, diluar dugaannya tubuhnya sudah disambut oleh tangan orang.
Sambil mengeluarkan rintihan pelahan ia bertanya:
"Kau siapa ?"
Dia berpaling, tampak olehnya wajah seorang pemuda sedang memandang dirinya. Pemuda itu kira-kira baru berusia enam belas tahun, wajahnya putih bersih, bentuk panca indra bagus sekali, jelas keluaran dari keluarga baik-baik.
Karena ia tidak menjawab, ia melanjutkan pertanyaan.
"Kau siapa" Mengapa panggil aku cianpwe ?"
Pemuda tampan itu membuka bibirnya, tampak giginya yang berbaris indah sekali.
"Cianpwee, namaku Lie Hui!" demikian jawabnya sambil tertawa.
"Ada keperluan apa ?" tanya Ho Hay Hong sambil mengerutkan keningnya.
Pertanyaan itu baru saja keluar dari mulutnya, kepalanya mendadak dirasakan berat hingga terpaksa ditundukkan.
Ia tahu benar bahwa itu adalah akibat semalaman yang sudah menggunakan tenaga terlalu banyak untuk menolong jiwa kekasihnya.
Kesan Ho Hay Hong sangat baik terhadap pemuda itu, tetapi keadaannya sendiri saat itu buruk sekali, maka agak mempengaruhi perasaannya. Katanya dengan agak kurang senang.
"Kau denganku masih asing, juga tidak ada hubungan apa-apa. Kalau kau ada urusan sebentar kita bicarakan lagi. Sekarang tolong bimbing aku naik keatas keledai."
Pemuda itu setelah mendengar perkataan Ho Hay Hong, senyum yang tadi masih tersungging dibibirnya mendadak menghilang dan diganti dengan sikap sedih.
Entah kenapa, Ho Hay Hong juga menaruh simpatik terhadap pemuda itu.
Ia memandang wajah pemuda tanggung itu, perasaannya semakin tertarik. Ia duga pemuda pasti sedang mengalami kesusahan.
Ia sendiri juga sedang dirundung nasib malang, dengan sendirinya timbul rasa simpati.
Kedua pipi pemuda yang tampan dan putih halus, saat itu mendadak penuh air mata, dengan suara sedih dan penuh keramahan ia berkata:
"Cianpwee, maafkan aku, boanpwee tidak sengaja mengganggu cianpwee, hanya... hanya."
Mendadak ia lihat wajah Ho Hay Hong menjadi pucat, maka buru-buru berkata: "Cianpwee, kau terluka?"
"Luka hanya sedikit saja, tetapi aku mungkin akan binasa dalam waktu satu dua hari ini " jawab Ho Hay Hong sambil tertawa.
Ia sebetulnya tidak ingin mengeluarkan perkataan demikian, tetapi entah apa sebabnya, mendadak ada suatu pikiran yang mendorongnya mengeluarkan perkataan itu.
Pemuda itu terkejut, tanyanya:
"Cianpwee, kau. kau tidak mungkin. Kau demikian gagah, pertempuran tadi aku sudah menyaksikan semua, kegagahanmu benar-benar sangat mengagumkan hatiku."
"Itu hanya akan menjadi suatu kenang-kenangan saja. Lie Hui, lekas bimbing aku naiki keatas keledai!" kata Ho Hay Hong.
Sebagai seorang pemuda berhati keras bagaikan baja, meskipun Saat itu ia tahu bukan tandingan Ing-sui, tetapi ia masih bertekad hendak melaksanakan tersebut. Pikirnya: "Hm, Ing-sui, dan kakek penjinak garuda, kalian dua iblis yang berkedok manusia, asal aku Ho Hay Hong satu hari masih hidup, pasti akan memperhitungkan kejahatanmu."
Dengan perasaan agak kecewa, Lie Hui berkata:
"Cianpwee, kau tidak suka membantu boanpwee?"
Mata Ho Hay Hong yang sayu melirik wajah pemuda itu, mendadak timbul rasa kasihan.
Sesaat itu, entah darimana datangnya kekuatan, ia mendadak merasa ada itu kekuatan untuk membela pemuda itu. Ia mengempos semangatnya, mendadak melepaskan diri dari bimbingan pemuda itu dan lompat turun dari atas keledai.
Muka pemuda itu mendadak merah, tetapi dengan cepat berusaha menutupinya.
Ho Hay Hong tercengang, entah apa sebabnya pemuda itu menunjukkan sikap malu demikian "
Selagi hendak menggandeng keledainya, pemuda itu sudah mendahului mewakilinya. Katanya dengan nada minta dikasihani.
"Suhu, keledaimu ada disini!"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong kembali tercengang, entah apa sebabnya pemuda itu mendadak merubah panggilannya"
Pemuda itu ketika melihat Ho Hay Hong tidak menolak dipanggil suhu, nampaknya sangat girang. Katanya pula sambil tersenyum!
"Suhu! Suhu naik diatas kuda, biarlah Lie Hui yang menggandeng. Bagaimana?"
Sejenak Ho Hay Hong ragu, kemudian berkata dengan sungguh-sungguh.
"Kau tak usah panggil aku suhu, jangankan karena kau belum lama mengenal aku, sedangkan usiaku yang demikian muda juga tidak pantas menjadi suhumu."
Sehabis berkata ia lalu lompat keatas keledainya dan membiarkan keledainya digandeng oleh pemuda itu.
Mendengar kata-kata Ho Hay Hong, entah apa sebabnya Lie Hui kembali mengalirkan airmata. Bibirnya bergerak, tetapi perkataan yang hendak keluar dari mulutnya mendadak ditelannya kembali.
Sejenak ia nampak ragu-ragu, akhirnya berkata:
"Suhu kau, kau"
Ho Hay Hong yang pikirannya sudah dipenuhi oleh tekadnya hendak menempur Ing-siu tahu apabila tidak lekas pergi, pasti akan diganggu terus oleh pemuda itu, sehingga menelantarkan usahanya. Terpaksa ia keraskan hati, berkata dengan tegas:
"Aku bukan suhumu, selanjutnya kau juga jangan demikian memanggil aku."
Kemudian ia bedal keledainya, dilarikan dengan pesat.
Wajah Lie Hui berubah seketika, sebentar barulah lompat melesat dengan lincahnya, hendak merintangi berlalunya Ho Hay Hong, katanya dengan marah:
"Cianpwee, percuma saja kau mempunyai kepandaian setinggi itu ternyata apakah kau masih terhitung orang atau satu pendekar budiman?"
Matanya memandang kearah jauh, agaknya mengingat sesuatu kejadian hebat yang menggiriskan hatinya. Diwajahnya yang putih sebentar bentar terlintas suatu perasaan kebencian, sebentar kemudian ia berkata lagi:
"Cianpwee, membasmi kejahatan dan melindungi yang lemah, adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya pendekar. Apakah kau ...kau...."
Sekaligus ia mengeluarkan serentetan kata-kata berapi-api, karena menekan emosinya yang meluap, hingga tenggorokannya seperti terkancing dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.
Ho Hay Hong mendengarkan dengan wajah menunduk pelahan-lahan merasa agak malu.
Lie Hui menghela napas panjang, kemudian berkata sambil menundukan kepala:
"Maaf, cianpwee, oleh karena tidak sanggup menahan gejolaknya perasaan hatiku, sehingga mengeluarkan perkataan yang terlalu menuntut aku....aku"
Ho Hay Hong dapat memahami perasaan hatinya maka lalu berkata:
"Tidak apa, aku tidak salahkan kau!"
Ia berdiam sejenak, kemudian berkata pula dengan tegas.
"Baik, Lie Hui. Kau ada kesulitan apa" Coba ceritakan!"
"Tidak!" kata Lie Hui. "Kecuali jika cianpwee menerima baik aku sebagai muridmu."
Mendengar pernyataan itu. Ho Hay Ho merasa sulit. Pikirnya: "musuhku adalah seorang yang berkepandaian sangat tinggi, dalam pertempuran ini mungkin tidak ada harapan hidup lagi, mengapa aku harus menyusahkan orang dan menyusahkan diriku sendiri?"
Ia lalu berkata sambil tersenyum getir: "Ini dengan terus terang, aku sendiri juga tidak bisa mengambil keputusan!"
"Kenapa?"
Lie Hui menunjukan sikap heran tanyanya pula:
"Cianpwee, kau adalah seorang jago muda yang banyak harapan, mengapa mudah putus asa?"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Ho tertawa terbahak-bahak.
Suara tertawanya yang agaknya mengandung suara hati yang sedang risau, Lie Hui tahu bahwa ucapannya yang tak disengaja itu mungkin merusak hatinya, maka ia buru-buru menyatakan penyesalannya:
"Cianpwee semua adalah aku yang tidak baik sehingga menimbulkan kemarahanmu, aku bersedia menerima hukumanmu!"
Kata-katanya itu diucapkan dengan nada penuh rasa penyesalan dan lemah lembut sehingga menimbulkan rasa kasihan bagi yang mendengarkan.
Demikian juga dengan Ho Hay Hong, maka lalu berkata sambil menggelengkan kepala: "Kau tidak salah!"
Dengan mata bersinar tajam ia berkata pula:
"Yang bersalah adalah keadaan, adalah beberapa gelintir manusia yang menganggap dirinya orang-orang besar padahal manusia bermental rendah yang tidak tahu malu!"
"Cianpwee, kau seolah-olah ada banyak musuh?"
"Dugaanmu tidak salah, justru karena musuhku itu terlalu lihay, maka aku tidak berani menjamin keselamatan diriku sendiri."
"Dengan terus terang aku juga mempunyai banyak musuh." kata Lie Hui lirih sambil menghela napas.
"Siapa-siapa musuhmu, coba kau sebutkan satu persatu mungkin aku kenal."
"Anak buah golongan Kuku berbisa yang jahat, semua adalah musuh-musuhku!"
Ketika menyebut nama Kuku berbisa, anak itu mendadak menjadi marah, wajahnya penuh rasa kebencian, lama sekali baru bisa melanjutkan kata-katanya.
"Aku benci sekali terhadap orang-orang golongan Kuku berbisa itu. Sungguh mati, jika aku sanggup, aku pasti basmi kawanan orang-orang jahat itu!"
Dalam keadaan marah, wajahnya tampak merah semringah, tetapi sebentar sudah lenyap lagi.
Ho Hay Hong tidak melihat, hanya bertanya dengan heran:
"Kau dengan golongan Kuku berbisa ada permusuhan apa ?"
"Mereka telah membunuh ayah bundaku, menghancurkan rumah tanggaku, aku ingin sekali bisa membasmi orang-orang itu."
Ho Hay Hong baru mengerti, bahwa pemuda itu ada permusuhan besar dengan orang-orang dari golongan Kuku berbisa, pantas saja demikian membenci kepada mereka !
Tetapi ia masih belum mau percaya begitu saja, maka lalu bertanya:
"Orang-orang yang bertempur denganku tadi, semua adalah orang-orang dari golongan Kuku berbisa, mengapa kau tidak mau menggunakan kesempatan itu untuk menuntut balas dendam?"
Mendengar pertanyaan itu, Lie Hui menundukkan kepala dan berkata dengan hati panas.
"Kepandaian ilmu silatku masih terlalu rendah, aku khawatir sebelum berhasil menuntut balas, sebaliknya jiwaku sendiri yang melayang, maka aku harus giat belajar ilmu silat, kemudian baru bisa menuntut balas."
Ho Hay Hong baru mengerti maksud pemuda itu, pantas ia hendak mengangkat dirinya menjadi guru kiranya ia sendiri belum memiliki kepandaian menghadapi musuh-musuhnya.
Tetapi keadaannya sendiri juga tidak lebih baik daripada pemuda itu, meskipun ia bersedia membantu, tetapi barangkali juga tidak akan tercapai maksudnya.
Ia sebetulnya merasa Simpati terhadap Li Hui, tetapi ia sendiri belum tahu bagaimana nasibnya, mana ada waktu untuk memberi pelajaran ilmu silat padanya.
Ia kini dihadapkan kepada dua pilihan: bantu padanya atau tolak permintaannya"
Pelahan-lahan ia angkat muka, sementara hatinya masih berpikir: "kalau aku terima baik permintaannya untuk membantu, aku sendiri masih ada banyak urusan yang belum kuselesaikan. Dan kalau aku menyelesaikan urusanku sendiri lebih dulu, bagaimana dengan dia?"
Pikirannya bimbang, tidak bisa mengambil keputusan.
Lie Hui terus memandangnya dengan perasaan tegang, agaknya ia tahu bahwa Ho Hay Hong pada saat itu juga sedang menghadapi kesulitan besar dalam soal yang menyangkut dirinya.
Ho Hay Hong merasa bahwa peristiwa yang menimpa diri pemuda itu lebih hebat dari pada diri sendiri, lantas ia lalu mengambil keputusan tegas.
"Baiklah! Untuk sementara aku terima baik permintaanmu," demikian ia berkata.
"Hanya, ini masih melihat bagaimana nasibmu, mungkin aku masih bisa hidup dan membantu kau melaksanakan cita-citamu."
Ia tahu bahwa harapan hidup baginya tipis sekali, tetapi ketika ia menyaksikan sikap yang patut dikasihani pemuda itu, ia lalu mengambil keputusan yang tidak mengecewakan pemuda itu.
Dengan satu senyuman yang dipaksa, ia berkata pula:
"Jikalau nasibku baik, bisa menjatuhkan musuhmu, maka pembalasan dendammu ini, boleh aku nanti yang melaksanakan !"
Mendengar perkataan itu, bukan kepalang girangnya Lie Hui, buru-buru jatuhkan diri lutut dihadapan Ho Hay Hong sambil berkata.
"Terima kasih atas kebaikan Suhu, Lie Hu tidak akan melupakan untuk selama-lamanya!"
Entah bagaimana, dalam keadaan girang seperti itu, pipi Lie Hui kembali menjadi merah.
"Bangun, bangun, jangan melakukan upacara terlalu besar. Aku sudah terima baik permintaanmu, sudah tentu tidak menyesal. Kau jangan khawatir!"
Ia dongakkan kepala melihat keadaan cuaca, ternyata matahari sudah mulai mendoyong ke barat. Karena urusan sendiri sangat penting, maka tidak mau membuang tempo lagi. Ia berkata lagi.
"Lie Hui kau bisa menggunakan ilmu meringankan tubuh ?"
Lie Hui mengedip-ngedipkan mata yang lebar agaknya merasa bingung, tetapi ia tidak berani berlaku ayal maka lalu menjawab dengan sikap hormat.
"Murid diwaktu masih anak-anak, pernah belajar sedikit dari ayah, tetapi terlalu jauh dari pada bisa."
Sehabis berkata matanya memandang Ho Hay Hong dengan tidak berkedip. Kemudian menanya lagi dengan perasaan heran:
"Suhu, mengapa kau tanya soal ini!"
Baru pertama kali Ho Hay Hong dipanggil suhu, sudah tentu merasa agak canggung.
"Ilmu meringankan tubuhmu sekarang sudah mencapai taraf bagaimana" Katakan saja terus terang, tak usah malu-malu!" kata Ho Hay Hong.
Lie Hui tersenyum, pada dua pipinya tampak tegas dua sujennya
"Menurut ayah, kepandaian ilmu meringankan tubuhku, katanya sudah mendekati ketaraf Co-siang-hui!" Co-siang-hui berarti : Terbang diatas rumput.
Ho Hay Hong merasa agak kecewa, katanya:
"Oh, itu masih selisih terlalu jauh. Menurut kepandaian ilmu meringankan tubuhmu pada dewasa ini, barangkali juga belum bisa mengejar larinya keledai!"
Lie Hui agaknya merasa malu, ia menundukkan kepala dengan muka merah.
Ho Hay Hong segera mengerti, dengan tanpa disengaja ia sudah menyinggung perasaan pemuda itu, maka kemudian ia lalu berkata:
"Tetapi, kau juga tidak perlu putus harapan. Asal aku beruntung tidak sampai mati dan bisa terlepas dari cengkeraman iblis, aku pasti menurunkan semua pelajaranku padamu!"
Lie Hui pelahan-lahan angkat muka, dari matanya dapat diduga perasaan hatinya pada waktu itu, penuh rasa girang dan berterima kasih.
"Suhu, untuk apa kau tadi menanyakan soal ini" Bisakah suhu beritahukan padaku?"
"Aku akan pergi kedanau Keng-liong-tie dengan segera untuk menghadiri suatu pertemuan. Perjalananku kali ini sangat penting bagi nasibku selanjutnya, orang yang menjadi musuhku itu berkepandaian luar biasa, apa lagi hatinya kejam dan tangannya ganas, ilmu meringankan tubuhnya juga."
Berkata sampai disitu, mendadak diam, ia khawatir akan menyinggung perasaan Lie Hui.
"Begini saja baiknya, aku sekarang ke danau Keng-liong-tie seorang diri, dan kau pergi kekota mencari sebuah rumah penginapan, untuk sementara kau boleh diam disitu menunggu aku. Kalau tidak terjadi apa apa atas diriku, besok aku bisa menyambut kau!"
"Danau Keng-liong-tie?" tanya Lie Hui dengan penuh keheranan. "Kau masih hendak pergi kesana" Suhu, apakah tidak boleh kalau tidak pergi?"
Ia agaknya dapat menduga apa yang akan terjadi disana, rasa khawatir sangat mengganggu hatinya.
Ia juga tahu bahwa "pertemuan" yang dimaksudkan oleh Ho Hay Hong ditepi danau itu adalah suatu pertempuran, dan antara dua jago rimba persilatan yang akan disaksikan oleh tokoh-tokoh terkemuka di rimba persilatan.
Dan dua jago yang akan bertanding itu tentunya antara suhunya sendiri dengan jago tua yang bernama Ing-Sui apakah "
Ia tidak berani memikirkan lagi, mendadak terdengar suara Ho Hay Hong: "Haha, aku harus pergi, sudah tentu meski pergi! Danau Keng-liong-tie tidak boleh ketinggalan aku. Haha, Keng-liong-tie danau Keng-liong-tie kan merupakan suatu tempat bersejarah bagiku:"
Wajahnya berubah, katanya pula sambil tertawa:
"Tetapi, ia mungkin juga akan menjadi tempat kuburanku!"
Wajah Lie Hui pucat, matanya memandang suhunya yang sudah seperti seorang gila. Pikirannya terumbang-ambing antara kekhawatiran dan ketakutan, ia tidak tahu bagaimana harus berbuat.
"Kabarnya salah satu dari dua orang kuat yang hendak mengadu kekuatan didanau Keng-liong-tie itu bernama Ho Hay Hong, apakah itu suhu sendiri?" demikian ia bertanya.
Kemudian dengan nada penuh tanda tanya ia bertanya lagi.
"Suhu, apakah suhu adalah Bengcu dari golongan rimba hijau daerah utara?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala membenarkan pertanyaan pemuda itu, kemudian berkata sambil tertawa girang:
"Dengar, kau boleh tunggu aku satu hari besok aku tidak datang menyambut kau."
Tenggorokannya mendadak terkancing, tidak dapat melanjutkan kata-katanya, setelah batuk-batuk dua kali, ia berkata lagi dengan suara agak serak:
"Jikalau lewat besok pagi aku masih belum datang menyambut kau, waktu itu mungkin sudah rebah di tepi danau Keng-liong-tie sebagai mayat. Kau juga tidak usah menunggu lagi. Kau boleh mencari suhu yang lebih pandai dari padaku!"
Memandang wajah murung dari muridnya, timbul rasa pilu dalam hati Ho Hay Hong.
Ia juga tidak dapat menjelaskan, rasa simpatik terhadap anak muda itu timbul karena tali persahabatan, ataukah karena menemukan seorang yang mengalami nasib serupa dengan dirinya.
Ia pesan lagi wanti-wanti:
"Ingat, lewat besok pagi kalau aku tidak datang menyambut kau, anggap saja aku sudah mati dan kau boleh mencari guru lain yang berkepandaian lebih tinggi dariku. Lupakan aku tahu tidak?"
Sehabis meninggalkan pesannya, ia bersiul panjang untuk melampiaskan rasa sedihnya, kemudian berlalu meninggalkan Lie Hui yang berdiri bengong seorang diri.
Lie Hui memandang berlalunya Ho Hay Hong dengan mata berkaca-kaca dan hati pilu. Ia berhasil menemukan seorang guru kenamaan, Tetapi, guru itu kini sedang dirundung nasib buruk, dan apa yang tidak habis dipikirnya ialah, apa sebab ia sampai kebentrok dan bermusuhan dengan Ing-sui "
Jago tua yang namanya pernah menggemparkan rimba persilatan itu, diwaktu ia masih anak-anak, sudah sering dengar nama jago-jago itu disebut-sebut oleh orang-orang tingkatan tua
Sementara itu, dimata Ho Hay Hong yang masih terbayang-bayang wajah muridnya. Ketika ia coba berpaling, ia masih tampak muridnya berdiri bagaikan patung dan melambaikan tangannya sambil mengusap airmatanya.
Dari jauh ia masih mengingatkan lagi kepada muridnya sambil melambaikan tangan:
"Ingat pesanku baik-baik, harap besok bisa bertemu lagi!"
Dengan menahan perasaannya sendiri, ia bedal keledainya hingga lari semakin pesat.
Dalam waktu sekejap mata, Ho Hay Hong sudah tiba ditempat yang dituju.
Tempat itu sekitarnya penuh pohon besar ditepi danau terdapat sebuah tanah luas kira-kira delapan tombak persegi, tanah kosong itu diatur demikian rapi, agaknya memang disediakan untuk orang pertandingan ilmu silat.
Ditengah-tengah lapangan, berdiri sebuah tiang besar yang diukir oleh seekor naga.
Ho Hay Hong tambat keledainya disebuah pohon besar lalu berjalan menuju ketengah lapangan.
Disekitar lapangan sudah dipenuhi oleh lautan manusia yang menimbulkan suara riuh.
Diam-diam ia tertawa bangga, dengan tak disangka-sangkanya, belum seberapa lama berada didaerah selatan namun ia sudah menarik banyak perhatian dari orang-orang rimba persilatan.
Perasaannya agak tegang, ia tahu dalam pertempuran ini, kecuali bertahan sekuat tenaga, juga masih memerlukan bantuan nasib.
Ia berada disudut lapangan, duduk berdiam memulihkan kekuatan tenaganya.
Selesai memulihkan tenaganya, matanya mencari-cari dibawah tiang berukiran naga, tampak duduk seorang tua tinggi besar.
Orang tua itu memakai rompi lebar, berpakaian pendek ringkas, sebentar-sebentar tersenyum sambil mengurut-urut jenggotnya yang putih panjang sikapnya sangat jumawa. Dia adalah Ing-siu yang namanya pernah menggemparkan dunia persilatan.
Ing-siu duduk menghadap keselatan, kepalanya diangguk-anggukan berulang-ulang kepada para hadirin yang berada diseputar lapangan, kadang-kadang juga meraba raba gagang pedang saktinya.
Kali ini, untuk kedua kalinya ia muncul dikalangan Kangouw, memang disambut hangat oleh kawan-kawannya didunia Kangouw. hingga ia merasa bangga dan gembira.
Ho Hay Hong merasa tidak senang melihat sikap musuhnya, ia merasa sangat mual.
Disamping Ing-siu. berdiri seorang jago pedang pertengahan umur yang sikapnya gagah.
Jago pedang ini nampaknya sangat gelisah, sebentar menengok kebarat, sebentar menengok ke timur, seolah-olah ada yang dicari.
Ho Hay Hong mau menduga bahwa orang yang dicari itu adalah dirinya sendiri. Ia menduga pasti bahwa jago pedang itu kalau bukan kaki tangannya, tentu muridnya Ing-siu.
Diam-diam menghela napas, karena pihak lawannya sudah siap dengan sepenuh tenaga. Sedang ia sendiri sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaga, hingga badannya masih merasa lemas, nampaknya sudah tidak ada harapan untuk merebut kemenangan.
Pada saat itu, ia mengharap dengan sangat ada orang yang terdekat dengannya, muncul dihadapan matanya, supaya ia boleh meninggalkan pesannya yang terakhir ia tidak suka bisa secara konyol.
Kekuatan tenaga dalamnya pelahan-lahan mulai pulih kembali, tetapi belum seluruhnya. Ia tersenyum pahit, dalam hatinya berpikir, biarpun kekuatanku sudah pulih semua barangkali juga bukan tandingan Ing-siu. Apa yang dikatakan oleh Chiu Khim memang benar.
Ia merasa dirinya kurang tenang, karena menuruti hawa napsu, sehingga menimbulkan kesalahan besar dalam keadaan sekarang ini.
Kembali ia menarik napas panjang. Ketika ia memandang kearah jago pedang itu lagi, jago pedang itu nampaknya sudah menunggu dengan tidak sabaran, lalu bisik-bisik kepada empat wanita bersanggul yang berdiri disampingnya, kemudian menganggukkan kepala kepada orang yang memegang gembreng. Sebentar kemudian suara gembreng berbunyi nyaring.
Ketika suara gembreng itu menggema di udara, suara riuh para hadirin segera sirap, tidak satupun yang membuka suara.
Secepat kilat semangat Ho Hay Hong terbangun ketika mendengar suara gembreng itu.
Ia teringat kembali bagaimana gagahnya ia ketika menghadapi pemimpinnya dengan rimba hijau daerah utara, hanya seorang diri ia berhasil merubuhkan banyak orang kuat dari golongan rimba hijau.
Sehingga dalam waktu sekejap mata namanya menjadi terkenal, dan kemudian menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara. Tetapi mengapa sekarang demikian gelisah".
"Hm ! Ing-siu belum tentu seorang jago yang sudah kebal, aku harus merobohkannya." demikian ia berpikir. Mana semangatnya lalu berkobar.
Pada saat itu, jago pedang pertengahan umur itu berjalan dengan pelahan, lebih dulu memberi hormat kepada para hadirin, kemudian berkata:
"Tuan-tuan yang terhormat, pertemuan kawan-kawan rimba persilatan hari, ini juga merupakan suatu pertemuan terbesar selama beberapa puluh tahun ini. Atas kedatangan dan kesediaan tuan-tuan untuk menjadi saksi dalam pertempuran ini, siauw-te disini atas nama suhu mengucapkan banyak-banyak terima kasih "
Ia berhenti sejenak dan tersenyum. "Tentang suhu siaotee. Ing-siu locianpwee. tuan-tuan tentunya sudah kenal baik, sebabnya suhu mengadakan pertandingan ini dengan Ho Bengcu karena tertarik oleh kepandaian dan kegagahan Ho Bengcu, yang dalam usia sangat muda sudah berhasil menduduki tempat demikian tinggi dalam rimba persilatan daerah utara.
"Siaotee sendiri meskipun belum pernah bertemu muka dengan Ho Bengcu, tetapi dari perbuatan-perbuatannya selama beberapa tahun ini, yang selalu menggemparkan rimba persilatan, kalau tidak memiliki kepandaian sungguh-sungguh, tidak mungkin dapat mengelabui mata orang banyak.
"Maka Siaotee minta dengan hormat agar supaya tuan-tuan memberikan keputusan yang adil." Ia berhenti sesaat, matanya berputaran.
"Lagi pula, siapa-siapa yang kiranya ada permusuhan diantara tuan-tuan, juga boleh mempergunakan kesempatan ini mengadakan perhitungan sekalian. Menang atau kalah, harus diputuskan dengan suatu pertandingan yang adil dan menggunakan kepandaian masing-masing yang sebenarnya."
Ia berhenti lagi sejenak untuk menunggui sirapnya tepuk tangan riuh dari para penonton, kemudian mendongakkan kepala untuk melihat keadaan cuaca, kemudian berkata pula:
"Sekarang waktunya sudah tiba, tetapi masih belum tampak Ho Bengcu, apakah"
Matanya celingukan mencari-cari kesekitarnya, kemudian melanjutkan kata-katanya.
"Mungkin Ho Bengcu telah merubah maksudnya semula, tidak suka unjukkan diri dihadapan tuan-tuan"
Berkata sampai disitu, ia tertawa nyaring dua kali kemudian berpaling dan berkata kepada salah satu dari empat wanita:
"Thian Hiang, Siap tabuh gembreng."
Salah seorang dari empat wanita, yang wajahnya paling cantik, pelahan-lahan mengangkat gembreng ditangannya, menantikan perintah.
Jago pedang itu berkata pula: "Apabila gembreng ini nanti bersuara, ini berarti bahwa Ho Bengcu tidak memenuhi janjinya, untuk datang kemari mengadakan pertandingan. Sudah tentu perbuatannya itu hanya dapat dilakukan untuk sementara tidak dapat sembunyikan diri untuk selama-lamanya: Suhu sudah tentu mengerti bagaimana untuk menghukum seorang yang tidak bisa pegang janji!"
Kata-katanya itu diucapkan dengan suara tidak nyaring tetapi dapat didengar jelas sekali oleh semua orang yang berada disekitar lapangan.
Gembreng sudah diangkat tinggi, hanya tinggal menunggu perintah untuk dipukul.
Pada saat itu, banyak diantara penonton yang merasa kecewa, sebab dianggapnya Ho Hay Hong tidak berani memenuhi janji, sehingga mereka tidak dapat menyaksikan pertandingan dua jago silat yang pasti akan ramai sekali.
Suara para penonton banyak yang mencela Ho Hay Hong yang tidak mempunyai cukup keberanian, sehingga merendahkan kedudukannya sebagai Bengcu.
Ada juga yang beranggapan, seorang tingkatan muda tidak seharusnya melawan orang tingkatan tua dengan tidak munculnya Ho Hay Hong bukan berarti menurunkan derajatnya, karena lawannya merupakan orang yang patut dijadikan kakeknya, sebab pada enam puluh tahun berselang Ing-siu namanya sudah kesohor dikolong langit. Sedangkan dia sendiri hanya merupakan satu keistimewaan diantara orang-orang dari tingkatan muda.
Sementara itu, Ho Hay Hong bangkit dari duduknya, tetapi bahunya mendadak merasa seperti ada yang menekan.
Ia terkejut, dan setelah mengetahui siapa orangnya yang menekan, ia semakin terkejut! "Kiranya kau!" demikian ia berseru.
Sinar mata orang itu dengan dingin memandang dirinya, orang itu bukan lain daripada orang berbaju kelabu dari kampung setan.
"Ho siaohiap, sudah lama kita tidak bertemu!" kata orang itu.
Ho Hay Hong tidak habis mengerti dengan cara bagaimana orang berbaju kelabu itu dapat menemukan dirinya. Tetapi karena orang itu sudah berada dihadapan matanya, terpaksa ia menahan sabar.
"Benar kita sudah lama tidak bertemu. Ada urusan apa?"
Orang berbaju kelabu itu menekan bahu Ho Hay Hong semakin kuat, karena kekuatan Ho Hay Hong belum pulih seluruhnya, percuma saja ia meronta.
Tetapi orang berbaju kelabu itu ternyata tidak turun tangan jahat terhadapnya, katanya sambil tertawa dingin:
"Kawan, besar sekali ambisimu, sudah menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, masih hendak menempur Ing-sui, Nampaknya kau benar-benar ada maksud hendak menjagoi rimba persilatan!"
Ho Hay Hong tahu bahwa orang itu mempunyai sifat yang tidak mudah dimengerti olehnya, sebentar berlaku baik, tetapi sebentar berlaku ganas. Dalam terkejutnya, ia pura-pura berlaku tenang, jawabnya sambil tersenyum.
"Setiap orang mempunyai tujuan sendiri, tidak boleh dipaksa. Aku kira ambisimu sendiri, barangkali tidak dibawahku!"
"Juga belum tentu. Tetapi orang yang ku-cinta telah kau rebut!"
"Maksudmu apakah nona Tiat?" tanya Ho Hay Hong sambil tertawa.


Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sewaktu ia bertanya demikian, diam-diam sudah siapkan tenaga, karena khawatir orang yang bersifat tidak menentu itu nanti menyerang dirinya untuk melampiaskan kemarahannya.
Orang berbaju kelabu itu memandangnya dengan sinar mata penuh kebencian, kemudian berkata sambil tertawa dingin:
"Kumaksudkan memang nona Tiat, bukankah ia sekarang sudah menyerahkan diri dalam pelukanmu?"
Ho Hay Hong diam-diam merasa mendongkol, darimana orang itu tahu bahwa gadis itu kini sudah berlalu dari sampingnya"
Ia tidak mau banyak bicara, diam-diam mengerahkan kekuatan tenaganya yang masih ada, untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pada saat itu, dalam otaknya hanya berpikir: "apabila aku tidak sanggup menghadap serangannya dan mati disini, sedangkan pertempuran dengan musuhku belum dimulai, bukankah akan merupakan suatu kejadian yang sangat mengecewakan ?"
Ia juga tahu, bahwa "apabila" itu masih merupakan sesuatu yang belum "pasti" hanya merupakan suatu kemungkinan yang bisa terjadi tetapi juga mungkin tidak.
Ia tidak memikirkan mati hidupnya sendiri, karena kedudukannya sendiri pada sekarang ini, maka mati dan hidupnya juga menyangkut nama baik golongan rimba hijau daerah utara. Ia tidak suka karena perbuatannya nanti membawa akibat buruk bagi golongan rimba hijau daerah utara.
Orang baju kelabu itu ketika menampak sikap Ho Hay Hong berubah demikian, diam-diam juga merasa heran.
Ia mengamat-amati sejenak, agaknya tersadar. Maka nadanya lalu berubah:
"Tetapi, kau juga jangan gelisah, meskipun aku seorang bodoh, tetapi juga mengerti, bahwa soal asmara tidak boleh dipaksa. Nona Tiat sudah memilih dirimu, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Pendek kata, semua ini disebabkan tindakan suhu yang keliru, sehingga membuat kita sekarang menjadi begini."
Ia agaknya tidak suka terlalu banyak menyalahkan si Kakek penjinak garuda, maka lantas diam.
Ho Hay Hong sebaliknya malah merasa heran, untuk sesaat ia tidak dapat meraba apa maksud sebenarnya yang terkandung dalam hati orang itu " Ia juga tidak dapat menduga apa sebabnya ia datang kemari"
Tetapi ia segera berpikir: "Mungkin, ucapannya yang manis ini, hanya hendak memancing aku supaya tidak memusatkan pikiranku, dan kemudian ia turun tangan !"
Ia sedikitpun tidak berani alpa, diluarnya ia pura-pura mendengar ucapan orang itu dengan penuh perhatian, tetapi diam-diam masih selalu siap siaga. Karena ia khawatir orang ini akan menyerang dirinya secara mendadak.
"Nona Tiat seorang wanita cantik yang tak ada bandingannya, kau mendapatkan dirinya sesungguhnya merupakan suatu keberuntungan besar bagimu, maka kau harus baik-baik perlakukannya," kata orang berbaju kelabu itu.
Entah apa sebabnya, ketika ia mengucapkan perkataan itu, suara mendadak serak, seperti mengandung kesedihan.
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. Sebetulnya ia hendak berkata: "Aku bisa!" Tetapi belum sampai keluar dari bibirnya, perasaan mendongkol mendadak timbul dalam hatinya, suatu perubahan besar timbul dalam perasaannya, maka kemudian berkata.
"Aku dengannya sedikitpun tidak ada hubungan apa-apa sudah tentu ada orang yang perlakukan baik padanya, kau juga tidak perlu tanya padaku!"
Orang berbaju kelabu itu tercengang, tanpa disadari tangannya menekan semakin kuat, sehingga mata Ho Hay Hong berkunang-kunang dan kemudian jatuh duduk di tanah.
Dalam keadaan demikian, telinganya mendadak terdengar suara orang itu: "Apa maksud perkataanmu ini?"
Entah dari mana datangnya kekuatan yang mendorong Ho Hay Hong mengeluarkan perkataan, dengan ketus ia menjawab:
"Kau jangan perdulikan !"
"Pasti telah terjadi kesalah pahaman antara kau dengan dia. Jikalau tidak, kau tentu tidak sampai demikian marah!" kata orang itu. Ia berdiam sejenak kemudian berkata pula: "Aku menerima tugas datang kemari mengawasi kau, lantas kau tidak bisa berbuat sesukamu !"
"Mengapa aku tidak bisa berbuat sesukaku?" tanya Ho Hay Hong tidak mengerti, "apa kau hendak mengekang kebebasanku ?"
"Ho siaohiap, kenapa kau marah terhadapku" Harus kau ketahui bahwa adatku jahat, salah sedikit bisa menimbulkan kemarahanku, ini tidak aneh bagimu sendiri."
Ho Hay Hong marah dengan mendadak, kekuatan tenaganya yang sudah dikerahkan sejak tadi, tiba-tiba digunakan untuk menyerang orang baju kelabu itu.
Sebagai seorang yang keras kepala, ketika mendengar ucapan tidak enak dari orang itu, segera menimbulkan kemarahannya. Meskipun tahu kekuatan tenaga sendiri belum pulih kembali, ia juga tidak peduli.
Orang baju kelabu itu menggunakan tangannya menangkis serangan Ho Hay Hong, kemudian mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, menyedot tangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong terkejut, ia hendak melepaskan diri dari usaha lawannya, tetapi sudah tidak keburu lagi, hingga dalam hati diam-diam mengeluh.
Kalau diwaktu biasa ia sedikitpun tidak menghiraukan usaha lawannya itu, kini tidak perlu lagi memikirkan apa akibatnya kalau ia memberi perlawanan mati-matian. Tetapi karena saat itu kekuatan tenaganya sudah kurang, ia masih perlu hendak digunakan untuk menghadapi Ing-siu, sesungguhnya tidak perlu mengadu jiwa dengannya.
"Ho Siaohiap, kau berulang-ulang beriak tidak sopan terhadapku, terpaksa aku hendak mengambil jiwamu!" kata orang berbaju kelabu.
Sehabis berkata, sesuatu kekuatan tenaga yang luar biasa hebatnya pelahan-lahan mulai masuk kedalam tubuh Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong memberi perlawanan sambil kertak gigi, ia berusaha supaya hancur bersama-sama.
Akan tetapi, orang berbaju kelabu itu ternyata sudah siap-siaga, sewaktu ia menggunakan kekuatan tenaga dalamnya disalurkan ke dalam tubuh Ho Hay Hong, lebih dulu sudah mengerahkan kekuatan tenaga murninya, menjaga supaya jangan sampai kekuatan tenaga Ho Hay Hong masih tinggal sedikit, jangan buyar.
Dalam keadaan tidak berdaya, Ho Hay Hong hanya bisa menantikan kematiannya sambil pejamkan matanya.
Selagi menghadapi saat-saat kematian semacam itu, keringat dingin mengucur keluar.
Dalam keadaan demikian. Orang berbaju kelabu itu tiba-tiba mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, bagaikan anak panah menyusup kedalam tubuh Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong hanya merasakan puyeng kepalanya, kemudian darah segar menyembur keluar dari mulutnya.
Kini, ia merasa tubuhnya seperti dibakar, wajahnya yang pucat juga dengan sendirinya menjadi merah. Tetapi ia tidak roboh, karena orang berbaju kelabu itu telah menggunakan kekuatan tenaga dalam menahan dirinya, sehingga tidak bisa bergerak.
Tak lama kemudian, keadaan Ho Hay Hong sudah seperti seorang kehabisan tenaga sementara itu telinganya mendengar kata-kata orang itu. "Ingat, baik-baik perlakukan dirinya. Jikalau tidak, cepat atau lambat aku pasti akan mengambil jiwamu!"
Sehabis berkata, ia menarik pulang tangannya kemudian bagaikan melesatnya anak panah menghilang dari depan mata Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong roboh ditanah setengah badannya kejang ia tidak tahu apa yang terjadi atas dirinya.
Tak lama kemudian, hawa murni dalam tubuhnya pelahan-lahan kumpul kembali dan kemudian menyebar kesekujur tubuhnya. Entah apa sebabnya, ia bukan saja tidak mati bahkan badannya merasa segar kembali seperti semula.
Ia sangat girang dan lantas bangkit, ketika mencari orang berbaju kelabu tadi orang itu ternyata sudah tidak ada.
Ia menjadi heran sendiri, dalam hatinya timbul suatu pertanyaan: "Mengapa, ia bukan saja tidak membunuh aku sebaliknya diam-diam membantu aku memulihkan kekuatan tenagaku" Apakah itu atas perintah Kakek penjinak garuda?"
Alisnya dikerutkan ia pikir apakah benar demikian halnya, permusuhan antara aku dengan kakek itu tidak mudah diurus.
Selagi masih dalam keadaan bimbang, dari tepi danau terdengar suara nyaring: "Hai, bocah she Ho ! Kau berani menipuku, sehingga aku harus datang kemari secara sia-sia" Kau benar-benar sangat jahat. Hm, dihadapan para jago rimba persilatan seluruh dunia bukan aku takabur, aku lihat kau bisa lari kemana, bisa sembunyi berapa lama?"
Mendengar ucapan itu Ho Hay Hong terkejut, ia segera dapat mengenali suaranya Ing-siu. Sesaat itu lantas naik darah. Tanpa banyak pikir lagi ia lalu membereskan pakaiannya, kemudian lompat melesat setinggi tiga tombak lebih.
Ditengah udara matanya memandang ke bawah, ketika menyaksikan banyak orang yang hendak menyaksikan pertandingan itu, semangatnya terbangun. Katanya sambil tertawa.
"Hahaha, Ing siu! Kau benar-benar sudah buta! Walaupun kau tidak mencari aku, aku juga bisa mencarimu. Hahaha"
Baru berhenti suara tertawanya, ia meluncur turun ketanah dan berdiri dengan gagah.
Keadaan riuh kembali, semua mata ditujukan kearahnya. Mereka sungguh tidak menyangka bahwa Ho Hay Hong yang namanya menggemparkan dunia Kangouw ternyata hanya seorang anak muda biasa saja.
Ing Siu nampak sedikit terkejut, ia tidak berani berlaku sombong lagi, dengan tangan menggengam gagang pedang saktinya ia berkata sambil tertawa.
"Ho Bengcu benar2 seorang yang bisa pegang janji !"
Ho Hay Hong mendapat perhatian orang banyak meskipun dalam hati merasa agak tegang, tetapi ia tidak bisa berbuat lain, kecuali membalas sikap Ing siu dengan sikap sombong pula. Katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Sudah tentu! Aku siorang she Ho tidak mudah mendapatkan nama baikku. Mana bisa aku harus main sembunyi " Suruh aku menjadi buah tertawaan orang banyak?"
Dua lawan itu baru saling berhadapan, masing-masing sudah menggunakan kata-kata yang tajam untuk saling menyerang hingga semua penonton merasa khawatir, tanpa sadar semua orang sudah mundur lebih jauh, memberi tempat lebih luas bagi dua orang itu.
Pada saat itu, dari barisan para penonton muncul beberapa laki-laki tegap, dengan sikap gagah mereka berjalan menuju ketengah lapangan, menghampiri Ho Hay Hong.
Tiba dihadapan Ho Hay Hong, rombongan lelaki itu memberi hormat, sehingga Ho Hay Hong kelabakan, Dengan sikap merendah Ho Hay Hong balas menghormat, setelah ditanyakan apa maksudnya, ia baru tahu bahwa lelaki tegap itu adalah kawanan dari rimba hijau daerah utara yang berdiam diperbatasan daerah selatan. Ketika pemimpinnya muncul, maka merasa lantas maju untuk memberi hormat.
Ho Hay Hong merasa sangat terharu, sebab kedatangan orang-orang itu merupakan suata dorongan moril baginya untuk bertempur lebih bersemangat.
Ia lalu mengeluarkan lambang tanda kebesarannya dan dikalungkan dilehernya sendiri, dibawah sinar matahari, lambang kebesaran yang terbuat dari emas murni itu memancarkan sinar berkilauan.
Jago pedang pertengahan umur itu nampaknya benci sekali terhadap Ho Hay Hong, katanya dengan nada suara dingin:
"Ho Bengcu karena seorang besar, sehingga banyak lupa, mengapa begini lambat baru datang sehingga membuat kita menunggu terlalu lama. Aku seorang yang tidak berguna, ingin minta pelajaranmu lebih dulu!"
Ho Hay Hong terkejut. Ia tanya. "Apa tuan murid Ing siu locianpwee."
"Namun demikian, tetapi kepandaianku tidak berarti, sebetulnya tidak pantas menjadi murid locianpwee!"
Beberapa laki laki dari golongan rimba hijau daerah utara yang masih berdiri dihadapan Ho Hay Hong, meskipun mereka tidak berkata apa-apa, tetapi wajah mereka semua menunjukan rasa tidak senang. Hanya karena memandang pemimpin mereka, sehingga tidak berani berkata apa-apa.
Ho Hay Hong menyaksikan itu semua, sudah mengerti perasaan mereka.
"Menyesal sekali, aku denganmu tidak mempunyai permusuhan apa-apa!" demikian jawabnya.
"Ho Bengcu jelas memandang rendah diriku." kata jago pedang pertengahan umur itu.
Sebelum habis ucapannya, seorang dari golongan rimba hijau daerah utara sudah memotong.
"Orang yang berjanji hendak mengadakan pertandingan ilmu silat oleh Ho Bengcu adalah Ing-siu-cianpwee sendiri tidak termasuk kau, Menurut peraturan rimba persilatan, kau tidak boleh campur tangan."
"Siapa nama tuan" Sudikah kiranya memberitahukan padaku?" tanya jago pedang itu marah.
Sijago pedang mengawasi laki-laki itu dengan sinar mata mengandung permusuhan, sebab orang itu dianggapnya sudah membuat malu dirinya dihadapan orang banyak.
Orang dari rombongan rimba hijau itu tidak menjawab, matanya memandang Ho Hay Hong lebih dulu. Ketika tampak pemimpinnya tidak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, bahkan tidak memberi teguran, hatinya merasa lega dan baru berani menjawab:
"Aku adalah seorang kecil dari kalangan Kang ouw dalam hidupku tidak pernah mendirikan jasa apa-apa bagi masyarakat. Maka kau juga tak usah tanya."
Mendengar jawaban halus yang mengandung jengekan itu, jago pedang itu lantas marah.
"Heh, heh, kau ternyata sudah berani ngeledek aku! Dengan terus terang, sekalipun Bengcu kalian sendiri, juga tidak kupandang dimata apalagi kalian manusia-manusia yang tidak arti ini"
Berdenyut keras hati Ho Hay Hong mendengar ucapan sombong itu. Tetapi mengingat kedudukannya sendiri, tidak ada gunanya marah atau melayani segala manusia begituan, maka lantas tersenyum dan tidak berkata apa-apa.
-ooo0dw0oo0- Bersambung Jilid 29
Jilid 29 ORANG itu adalah salah seorang dari anggota golongan rimba hijau daerah utara. Berhadapan Bengcunya, sekalipun korban jiwa ia tidak merasa sayang. Maka ia lalu berkata sambil tertawa dingin:
"Kalau kau mengatakan demikian, aku juga perlu memperingatkanmu."
Ia berhenti sejenak, pikirnya hendak mengatakan hampir setengah umurku aku seorang She Siauw sudah kenyang berkelana didunia Kang-ouw, tapi selama itu tidak mendapatkan nama apa-apa. Kalau aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat derajatku, niscaya seumur hidupku sudah tidak akan dipandang orang lagi."
Dalam keadaan seperti ini ia tahu, jikalau ia mau berlaku nekad, menyerbu lawannya tanpa memikir apa resikonya, jauh lebih dihargai dari pada sepak terjangnya dimasa-masa yang lampau. Kemungkinan besar ia tidak dapat pertahankan nyawanya lebih lama, tetapi namanya akan tetap tinggal harum, hingga matipun tidak menyesal.
Itu adalah pikirannya seorang kecil. Karena lama namanya hampir dilupakan orang, hingga timbul pikiran yang bukan-bukan.
"Dengan terus terang, masih belum cukup derajatmu bertempur dengan Bengcuku!" berkata orang ini sambil tertawa terbahak-bahak.
Ucapan itu menggemparkan banyak orang. Ho Hay Hong juga lantas terbangun semangatnya.
Ia sungguh tidak pernah menyangka bahwa seorang anggota golongan rimba hijau biasa saja juga berani mengeluarkan perkataan demikian!
Tentu saja jago pedang pertengahan umur itu lantas marah. Dengan muka merah padam dan mata beringas ia menatap wajah orang itu, seolah-olah hendak ditelannya bulat-bulat.
Ho Hay Hong sudah waspada. Dalam suasana gawat seperti itu, setiap saat bisa saja timbul pertumpahan darah.
Disamping harus melindungi jiwa saudara-saudaranya ia juga harus menjaga muka jago pedang itu, supaya jangan sampai terlalu kehilangan muka.
Ia hendak memberi teguran, tak ia duga bahwa anak buahnya itu sudah maju menghampiri sijago pedang dan berkata dengan suara keras:
"Apakah kau saja yang boleh membuka mulut" Tidak boleh orang lain mengeluarkan perkataannya"!"
Orang itu berhenti kira-kira dua tombak di hadapan sijago pedang, katanya dengan membusungkan dada.
"Kalau kau tidak senang, boleh membuat perhitungan dengan aku! Aku seorang she Siau meskipun hanya merupakan seorang kecil yang tidak mempunyai nama didaerah utara, tetap juga bukan orang yang boleh kau hina sesuka mu. Tidak percaya boleh coba!"
Mendengar kata-kata gagah berani dari anak buahnya, Ho Hay Hong membatalkan maksudnya hendak menegur.
Ia tahu pertempuran tak dapat dielakkan lagi. Maka kini ia lebih memperhatikan sikap lawannya.
Dengan demikian, ia kini telah mengangkat tinggi prestise anak buahnya dihadap orang banyak.
Semua penonton lalu diam, tidak berani membuka suara. Mereka sedang menantikan suatu pertempuran sangat dahsyat yang jarang tertampak dalam sejarah rimba persilatan.
Jago pedang pertengahan umur dalam marahnya malah tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, bagus ! Kau benar-benar seorang gagah berani, aku benar-benar sangat kagum." demikian jago pedang itu berkata.
Baru saja menutup mulut tubuhnya yang kekar sudah lompat melesat setinggi tiga tombak. Ditengah udara ia pentang dua lengannya, dari atas menyerang lawannya.
Orang she Siauw itu tidak seberapa tinggi kepandaian ilmu silatnya. Tetapi ia sudah bertekat bulat hendak membela pemimpinnya dengan jalan apapun. Maka ketika diserang oleh lawannya, ia sedikitpun tidak gugup. Sambil mengeluarkan suara bentakan keras, ia menyambut serangan lawannya.
Dari gerakannya, Ho Hay Hong sudah dapat mengetahui sampai dimana tinggi kepandaian anak buahnya. Maka ia tidak tinggal diam lagi. dengan cepat digesernya kakinya, cepat bagaikan kilat ia sudah merintangi majunya jago pedang itu.
Kemudian dengan menggunakan serangan tenaga dalam. Ia berhasil memaksa lawannya turun kebawah.
"Bagus ! Kalau tidak dihajar anaknya, orang tuanya tidak akan mau keluar. Sekarang aku hendak menguji kepandaianmu!" kata jago pedang pertengahan umur.
Dengan kecepatan bagaikan kilat ia lantas menyerang Ho Hay Hong, dengan tiga jari tangan ia menotok tiga bagian jalan darah dibadan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong geser kakinya tiga langkah! berkata dengan suara keras:
"Tunggu dulu ! Dengar dulu keteranganku, nanti baru berkelahi!"
Para penonton kembali gempar. Dianggapnya Ho Hay Hong jeri menghadapi lawannya.
Ho Hay Hong segera mengerti akan sikap orang banyak, terpaksa membatalkan maksudnya semula, dan menyambut serangan lawannya.
Begitu dua kekuatan saling beradu, jago pedang itu lantas terdorong mundur tiga langkah, mukanya merah membara, seperti kepiting direbus.
Cepat ia menghunus pedangnya, kemudian menyerang dengan gencar.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan Ing-siu: "Mundur!"
Jago pedang itu terkejut, buru-buru menarik pedangnya dan berkata dengan perasaan bingung:
"Suhu kau.!"
"Mundur! kau bukan tandingannya!"
Jago pedang itu bersangsi sejenak, tetapi akhirnya tidak berani menentang perintah gurunya dan terus mundur ke samping.
Ing-Siu bertindak keluar dengan langkah lebar. Sesaat kemudian bunyi gembreng nyaring sekali, sehingga suaranya lama menggema diangkasa.
Ho Hay Hong memerintahkan mundur para saudaranya, katanya dengan suara tegas:
"Ing-siu ! Sekarang mari kita bereskan semua permusuhan diantara kita berdua. Aku hanya hendak tanya: Kita berkelahi dengan tangan kosong atau dengan senjata tajam?"
"Kau muda dan aku tua, tingkatan kita berbeda jauh. Biarlah kau yang memilih dulu!" kata Ing-siu sambil tertawa terbahak-bahak.
Ho Hay Hong mengerti sedang berhadapan dengan lawan sangat tangguh, maka harus berlaku setenang-tenangnya.
"Aku usulkan menggunakan pedang saja. Bagaimana pikiranmu?" demikian ia berkata.
"Boleh juga! Aku tahu kau memiliki pedang garuda sakti. Kau hendak menggunakan pedang itu untuk menyilaukan mata kawan-kawan rimba persilatan?" kata Ing-siu.
"Pedang Kim-hiap Sim kiam yang baru kau dapatkan adalah Sebilah pedang peninggalan jaman purbakala, kedahsyatan pedang itu sesungguhnya tidak dibawah pedang garuda Sakti. Mengapa kau hanya mengatakan pedangku saja" Haha!"
Ia menghunus pedangnya, pedang itu akan menentukan nasibnya dikemudian hari. maka ia mengharap dengan pedangnya itu dapat membuka lembaran sejarah hidup baru yang gilang-gemilang dalam rimba persilatan. Dan seandainya ia yang kalah dan mati dimedan pertempuran, tetapi kematian secara lelaki itu akan meninggalkan nama harum untuk selama-lamanya.
Kematian secara lelaki, secara jantan itu tidak terhitung memalukan. Ia menggumam sendiri sejenak, kemudian pandangan matanya di tujukan keatas.
Pada saat itu, ia mengharapkan satu atau dua orang yang terdekat dengannya dari orang yang berada disitu, supaya dapat menyaksikan bagaimana ia melawan musuhnya dengan gagah dan gigih.
Ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya. Setelah memberi peringatan lebih dulu kepada lawannya, lalu melakukan serangannya yang pertama dengan hebat.
Pedang pusaka Ing-siu juga sudah keluar dari sarungnya dengan cepat dapat menutup serangan Ho Hay Hong.
Ketika dua pedang saling beradu, seketika telah menimbulkan suara amat nyaring, suara itu lama menggema diudara.
Beradunya dua pedang itu sudah cukup mengejutkan para penonton, beberapa orang yang tidak memiliki dasar kuat tenaga dalamnya, telah digetarkan oleh suara pedang. Sehingga buru-buru menutup telinga masing-masing.
Badan Ho Hay Hong sedikit tergoncang, tetapi dengan cepat ia dapat pertahankan posisinya. Dengan mau menatap wajah lawannya, kembali ia menyerang.
Secepat kilat pula Ing-siu dapat menyambut serangannya, hingga untuk kedua kalinya dua pedang pusaka itu saling beradu lagi. Tetapi heran, kali ini tidak menimbulkan suara nyaring seperti yang pertama.
Hal itu menimbulkan keheranan bagi semua penonton sebab hal itu merupakan suatu kejadian yang sangat janggal. Orang itu tidak mengerti bahwa dua orang kuat kelas satu itu sudah mengeluarkan serangan mereka yang paling dahsyat, barang siapa sedikit lengah saja, segera terbinasa ditangan lawannya.
Ketika adu pedang untuk ketiga kalinya, kembali menimbulkan suara nyaring. Serangan Ho Hay Hong berubah menjadi gerak tipu yang paling ampuh, tetapi terdorong mundur tiga tombak oleh kekuatan Ing-siu.
Wajah semua penonton berubah seketika. Banyak orang anggap Ho Hay Hong pasti kalah, mereka menduga tidak lama lagi Ho Hay Hong pasti mati dibawah pedang Ing-sui.
Ho Hay Hong mengeluarkan suara tertahan mundur dua langkah lagi.
Wajahnya sudah pucat pasi. Selama tiga kali mengadu tenaga tadi, dua kali ia sudah terasa terpukul hebat dalam tubuhnya sebaliknya dengan Ing-siu yang memiliki kekuatan tenaga dalam hebat sekali, tampak biasa saja. Ho Hay Hong sebetulnya sudah terluka tetapi tidak diketahui oleh para penonton.
Ia tahu benar bahwa kekuatan tenaga dalamnya sendiri masih selisih jauh sekali dengan lawannya, maka kalau selalu mengadu kekuatan dengan keras lawan keras begitu, sesungguhnya sangat membahayakan dirinya.
Diam-diam ia merubah taktik, kini ia tidak lagi berani mengadu kekuatan tenaga.
Pada saat itu, serangan keempat Ing-siu telah dilancarkan bagaikan angin meniup daun kering, cepat mengancam wajah Ho Hay Hong. Ho Hay Hong putar kaki kebelakangnya bagaikan gasing memutar, sedang pedangnya disodorkan, dengan menggunakan gerak tipu dalam ilmu Silat Kun-hiap Sam-kay, menutup serangan lawannya yang sangat kuat.
Ing-siu mengetahui, ia berkata sambil tertawa dingin:
"Kau kira dapat mewariskan kepandaian Kakek Penjinak garuda, haha !"
Ho Hay Hong diam saja, tidak menghiraukan perkataan lawannya. Dengan gerak tipu menutup diri dalam lawan ia menutup rapat sekujur badannya, kemudian dengan satu gerak tipu diluar langit ada langit menyerang bagian bawah lawannya.
Para penonton sangat mengkhawatirkan keselamatan Ho Hay Hong. Dalam pandangan mereka asal jago tua itu melancarkan serangannya lagi. Ho Hay Hong pasti akan mengalami bahaya.
Beruntung Ho Hay Hong tidak mengerti maksud lawannya. Andai ia terus naik darah dan tidak dapat mengendalikan perasaannya, seluruh keadaannya pasti dapat dikuasai oleh Ing-siu.
Sebetulnya Ing siu dapat membinasakan Ho Hay Hong dalam waktu sepuluh jurus. Tetapi ia tidak mau melepaskan kesempatan untuk menggemparkan dunia Kang-ouw dengan cara sangat mudah.
Ia tahu bahwa munculnya ia kembali dikalangan Kang-ouw kali ini, biar bagaimanapun terkenal namanya tentu masih ada yang asing kepandaiannya sekarang. Ia bermaksud hendak menggunakan kesempatan ini untuk menjatuhkan Ho Hay Hong, disamping harapannya yang besar tindakannya itu nanti akan menggemparkan seluruh dunia Kang ouw.
Ho Hay Hong tetap membisu, sebab saat itu ia masih berada dalam posisi yang buruk.
Pedang Ing siu mendadak mengeluarkan suara sangat aneh, sehingga menarik perhatian semua orang. Entah dengan cara bagaimana jago tua itu sudah menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya kedalam senjatanya, sehingga pedang yang sudah hebat itu bertambah hebat lagi.
Ho Hay Hong juga segera dapat merasakan pengaruhnya. Karena begitu pedangnya menyentuh pedang lawan, terasanya seperti tersedot oleh semacam kekuatan tenaga sangat gaib.
Semula ia tidak merasa terlalu aneh, tetapi sepuluh jurus kemudian pelahan-lahan kekuatan tenaga murninya terasa makin banyak berkurang, sehingga diam-diam merasa terkejut.
Apabila kejadian seperti itu berlangsung terus menerus, sekalipun lawannya tidak bergerak, ia sendirilah yang akan kehabisan tenaga.
Diam-diam ia merasa sedih dan mendongkol, sebab kini ternyatalah bahwa kekuatan tenaganya masih jauh dibawah Ing siu. Tadinya belum pernah terpikirkan olehnya, apakah kekuatan tenaganya sendiri bakal dapat menandingi kekuatan lawannya atau tidak.
Ia hanya menuruti hawa nafsunya sendiri, tanpa memikirkan itu semua. Dan kini, kalau dipikir masak-masak, perbuatannya itu sesungguhnya sangat bodoh sekali.
Tanpa disadari matanya melirik kearah para penonton disekitarnya, yang saat itu sedang memandang dirinya dengan penuh rasa kasihan.
Ia lantas naik darah. Selama hidupnya, yang paling ditakuti olehnya justru diperlakukan demikian oleh orang, sebab pandangan itu menimbulkan rasa rendah diri lagi seperti dulu.
Perasaan rendah diri itu sudah terlalu lama mencekam hatinya, dan perasaan itu pulalah yang membuatnya menjauhkan segala pergaulan dan kini, setelah dengan secara susah payah mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, barulah rasa rendah diri itu lenyap bagaimana ia dapat membiarkan rasa itu timbul lagi dalam lubuk hatinya"
Terdorong oleh tekadnya, ia kini menggunakan ilmu silatnya garuda sakti.
Jurus pertama garuda sakti, terjun kedalam laut telah digunakan, Ing siu yang menyaksikan itu, sejenak terheran-heran, ia segera berdiri tegak, tidak berani bergerak.
Wajah dan sikap Ing siu menunjukkan betapa besar perhatiannya terhadap tipu silat itu, peristiwa menyedihkan dimasa yang lalu, timbul kembali dalam ingatannya, sebab tipu silat garuda sakti itu, pernah dari tangan orang lain, merenggut dua jiwa saudaranya dan membuatnya mengasingkan diri selama enam puluh tahun tidak berani keluar.
Kulit diwajahnya nampak berkerenyit, mendadak mengeluarkan suara bentakan keras, tubuhnya yang kokoh kekar bersama pedangnya melesat menyerbu kedalam lingkaran gerakan Ho Hay Hong dengan kecepatan bagaikan kilat.
Semua penonton dikejutkan oleh perbuatan jago tua itu, semua tidak mengerti apa sebabnya Ing-siu demikian kalap setelah menyaksikan lawannya melesat ke tengah udara.
Secepat kilat pula, dua lawan yang sedang mengadu pedang itu sudah memencar kembali. Diantara berkelebatnya sinar pedang berkilauan, dua lawan itu masing-masing lompat mundur satu tombak.
Jenggot Ing-siu yang panjang nampak tergoyang-goyang, sepasang matanya terbuka lebar. Sedangkan wajah Ho Hay Hong nampak semakin pucat badannya basah kuyup, napasnya tersengal-sengal, pedang ditangannya mengeluarkan bunyi suara mengaung, ujungnya menancap ditanah.
Siapa kalah" Siapa menang" Ini merupakan suatu pertanyaan besar, yang tidak dapat dijawab oleh semua yang menonton.
Dalam keadaan demikian, semua penonton menganggap bahwa kesudahan dari pertandingan tadi adalah seri.
Ing-siu kini tidak berani unjuk senyuman lagi, juga tidak berani berlaku jumawa seperti tadi. Dengan wajah murung ia bertanya:
"Apakah itu Kakek penjinak garuda yang mengajarkan kau?"
"Tidak perlu kau tahu! Nanti setelah ada yang menang dan yang kalah, sudah tentu kau akan tahu sendiri!" Ho Hay Hong bicara dengan napas memburu.
"Kau jangan anggap bahwa aku jeri terhadap ilmu silat ini. Hm, ilmu silat ini sudah basi!" kata Ing-siu sambil tertawa menyengir, tangannya lalu bergerak. Herannya serangannya itu tidak mengeluarkan suara atau hembusan angin, tetapi Ho Hay Hong mendadak mengeluarkan seruan tertahan dan mundur beberapa langkah.
Ia coba mempertahankan kedudukannya kembali lompat melesat setinggi lima tombak dan menyerang dengan kakinya. Setelah itu ia melayang dan undurkan diri.
Ing-siu masih tetap berdiri tanpa bergerak, segera menegurnya dengan nada suara dingin:
"Bocah, apa kau sudah menyerah?"
Entah apa sebabnya wajah Ho Hay Hong mendadak berubah pucat. Pandangan matanya ditujukan kesamping, tetapi kemudian mendadak ditarik kembali. Dengan pikiran tidak tenang ia menjawab:
"Kalah menang masih belum ada ketetapan, mengapa aku harus menyerah?"
Perubahan sikap Ho Hay Hong tadi tiada yang menyaksikan, begitupun Ing-siu.
Beberapa puluh orang yang berada ditempat itu, setiap orang berdiri tegak dengan mata membelalak tanpa ada seorangpun yang berani bergerak, semua berdiri bagaikan patung, seolah-olah melihat kedatangan iblis.
Ditengah-tengah orang banyak itu, nampak berdiri seorang tua berambut putih, bertubuh tinggi besar namun agak bongkok, dengan tenang menyaksikan jalannya pertempuran.
Orang tua itu memakai topi lebar yang pinggirnya hampir menutupi alis mata dan seluruh mukanya yang sudah keriputan. Karena dua bahunya masing-masing dihinggapi seekor burung garuda raksasa, hingga munculnya orang tua itu segera menarik perhatian orang banyak. semua mata ditujukan kepadanya dengan penuh keheranan dan ketakutan.
Kedatangan orang tua aneh ditengah-tengah ramainya penonton secara mendadak itu hanya diketahui oleh orang ditempat dimana ia berdiri, yang lainnya masih ramai dengan suara masing-masing.
Disisi orang tua itu berdiri seorang muda yang usianya belum cukup tiga-puluh tahun dengan pakaiannya berwarna kelabu, Disisi pemuda berbaju kelabu ini berdiri seorang gadis jelita berpakaian warna putih.
Mata tiga orang yang baru datang itu juga ditujukan kedalam medan pertempuran dengan sikap berlainan.
Orang tua itu begitu serius, memperhatikan jalannya pertempuran, kulit mukanya yan sudah keriput nampak merah, mulutnya menggumam: "Bocah ini sungguh berani mati, sudah mencampuri kepandaian ilmu silat garuda Sakti ku. Hm! ini pasti perbuatan Chiu Khim, tidak salah lagi!"
Ia berpaling memandang sigadis baju putih sejenak, sinar matanya menunjukkan betapa sangat marahnya.
Gadis itu seolah-olah tidak memperhatikan sikap si orang tua, ia menundukan kepala, dari mukanya menunjukan kepedihan hatinya.
Sementara si pemuda baju kelabu, dengan tenang sekali dia menyaksikan jalannya pertempuran, matanya lebih banyak ditujukan kepada gerak-gerik Ho Hay Hong, agaknya sangat tertarik perhatiannya oleh gerak tipu setiap serangan dari ilmu garuda Sakti yang diperlihatkan Ho Hay Hong. Bibirnya memperlihatkan senyum dingin, agaknya kenal baik dengan ilmu silat Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong sungguh tidak menyangka bahwa Kakek penjinak garuda, Tiat Chiu Khim dan pemuda baju kelabu itu bisa mendadak datang kemedan pertempuran dengan berbareng,
Pikirannya menjadi kacau memikirkan soal itu, tetapi tidak dapat menemukan sebab-sebabnya.
Hanya sepintas selalu ia memandang kearah mereka bertiga, seperti tidak berani memandang lama-lama.
Tiat Chiu Khim telah memberi cinta kasih yang hangat padanya, kepada Kakek penjinak garuda ia menaruh dendam sakit hati, sedangkan pemuda berbaju kelabu itu dengan mendadak tadi memberikan bantuan tenaga padanya!
Tiga orang itu seperti satu badan, tetapi berlainan sikap dan kelakuannya, sehingga sulit baginya untuk menghadapi persoalan mereka.
Ho Hay Hong masih berada ditengah udara. Ketika hendak melancarkan serangannya dengan ilmu garuda sakti, tiba-tiba matanya dapat melihat bayangan kekasihnya. Ia sangat girang, dianggapnya Tiat Chim Khim juga datang untuk menyaksikan jalannya pertempuran.
Tetapi, kemudian ia telah dapatkan dirinya Kakek penjinak garuda juga disitu. Semula sih dianggap matanya yang salah, sebab ia sedikitpun tidak menduga bahwa musuh besarnya bisa datang menyaksikan pertempuran ini. tetapi kemudian ternyata betul. Penemuan itu membuat pikirannya kalut, ia berusaha untuk melupakan diri kekasihnya.
Tatkala ia melancarkan serangannya kepada Ing-siu, sepintas lalu matanya melirik si-gadis. Ketika dua mata saling beradu, bibir gadis itu seperti bergerak, hendak mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Oleh karena pikirannya bercabang, dalam pertempuran itu hampir saja ia binasa diujung pedang lawannya. Untung ia buru-buru membatalkan serangannya dan merubah gerak tipunya, untuk melindungi diri lebih dulu. Sedangkan di fihaknya Ing-Siu juga belum ada maksud hendak mengambil jiwanya, rupanya hendak mengalahkan Ho Hay Hong dengan suatu cara yang menggemparkan dunia rimba persilatan.
Namun demikian, sudah cukup membuat Ho Hay Hong mandi keringat dingin.
Ia tidak berani memandang lagi kearah gadis, seluruh perhatiannya dipusatkan kepada serangan lawannya.
Tetapi ia juga harus mengakui bahwa dengan munculnya gadis kekasihnya, semangat dan tenaganya seolah-olah bertambah, ia masih dapat pertahankan kedudukannya, walaupun dengan sisa tenaga yang hampir habis.
Ia mengerti perasaannya sendiri, ia juga tahu bahwa usahanya untuk mempertahankan kedudukannya itu semata-mata karena kehadiran kekasihnya, karena ia tidak suka rubuh dihadapan kekasihnya.
Kisah Pedang Bersatu Padu 12 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Naga Kemala Putih 4

Cari Blog Ini